pendahuluan - IPB Repository

advertisement
25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan kedelai meningkat tiap tahun sejalan dengan meningkatnya
jumlah penduduk. Lebih dari 18 kg/kapita/tahun jumlah kedelai yang harus
dipenuhi untuk kosumsi masyarakat. Kebutuhan kedelai dalam negeri setiap
tahunnya mencapai ± 2 juta ton, sedangkan produksi baru mencapai 800 ribu ton
atau sekitar 40% dari kebutuhan (Deptan 2008).
Salah satu penghambat dalam peningkatan produksi kedelai adalah
serangan penyakit yang disebabkan oleh cendawan patogen. Cendawan menjadi
patogen terpenting karena kisaran serangannya sangat luas (Martoredjo 1984).
Sclerotium rolfsii merupakan salah satu cendawan patogen yang dapat
menyebabkan kerusakan. Cendawan ini menyebabkan penyakit busuk pangkal
batang pada kacang-kacangan, diantaranya kedelai. Menurut Semangun (1991),
penyakit yang disebabkan oleh S. rolfsii merupakan penyakit potensial pada
tanaman kedelai. Tanaman yang terserang akan mati dan patogen dapat bertahan
lama di dalam tanah dalam bentuk sklerotia. Tingkat serangan lebih dari 5% di
lapangan sudah dapat merugikan secara ekonomi (Budiman dan Tamrin 1997).
Pengendalian serangan penyakit di lapangan sering kali bertumpu pada
aplikasi berbagai jenis pestisida. Pengendalian kimia ini pastilah menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat (Nelson 1983)
serta mikroorganisme non-target. Oleh sebab itu, dalam pengendaliannya perlu
ada alternatif lain yang lebih aman, misalnya konsep pengendalian penyakit secara
terpadu, yang salah satu komponennya adalah pengendalian hayati (Semangun
1993). Pengendalian hayati mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai
alternatif pengendalian penyakit tular tanah (Semangun 1993). Pengendalian
dengan memodifikasi lingkungan pertanaman dapat dijadikan alternatif yang baik.
Pengendalian kultur teknis merupakan pengendalian yang dilakukan dengan cara
mengelola serta merubah sedemikian rupa lingkungan di sekitar pertanaman
sehingga tidak optimal bagi pertumbuhan patogen. Seperti penggunaan mulsa
2
yang dapat meningkatkan suhu tanah sehingga patogen tular tanah tidak dapat
berkembang secara optimal di dalam tanah tersebut.
Mikroorganisme yang bersifat antagonis mempunyai pengaruh berlawanan
terhadap mikroorganisme patogenik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai suatu
komponen dalam upaya pengendalian (Hasanudin 2003). Martoredjo (1992)
menerangkan bahwa pengendalian hayati untuk penyakit tanaman biasanya lebih
ditekankan pada penggunaan antagonis yang dapat berupa persaingan atau
peracunan. Salah satu mikroorganisme antagonis yang sudah diteliti secara
intensif dan berpotensi besar untuk pengendalian beberapa penyakit adalah bakteri
P. fluorescens (Hasanuddin 2003).
Cara kerja bakteri agens hayati dapat melalui berbagai cara, seperti
penghambatan melalui zona bening atau dengan cara pembentukan zona hambatan
antara bakteri dan cendawan sehingga cendawan tidak dapat berkembang. Untuk
itu kegiatan seleksi serta pengisolasian jenis bakteri yang bersifat anatagonis
tersebut
sangat
penting
untuk
mendukung
produksi
kedelai
yang
berkesinambungan. Selain dari itu evaluasi pengaruh pengendalian hayati serta
pengendalian kultur teknis yang dilakukan untuk mengendalikan suatu penyakit
tanaman perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan mulsa
jerami serta pengaruh aplikasi PGPR terhadap insidensi penyakit busuk pangkal
batang pada tanaman kedelai varietas Anjasmoro dan Gepak Kuning.
Hipotesis Penelitian
Insidensi penyaki busuk pangkal batang dapat ditekan dengan aplikasi
mulsa, serta PGPR pada kedelai varietas Anjasmoro.
3
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai perbedaan dari dua varietas yang
digunakan, pengaruh penggunaan mulsa jerami dan pengaruh aplikasi PGPR
dalam menekan penyakit busuk pangkal batang, serta didapatkan isolat bakteri
rizosfer yang bersifat antagonis terhadap cendawan Sclerotium rolfsii sebagai
kandidat agens pengendali penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kedelai.
Download