BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Pengertian Kanker Payudara Kanker juga disebut neoplasia malignan yang merupakan jenis penyakit yang ditandai oleh kerusakan DNA sehingga tumbuh kembang sel tidak berlangsung normal. Sel kanker ini memiliki dua buah ciri khas, yaitu: pertama, sel-sel kanker tidak mampu membelah dan melakukan diferensiasi dengan cara yang normal, dan kedua, sel-sel kanker memiliki kemampuan menginvasi jaringan sekitarnya serta bermetastasis ke tempat yang jauh. Di seluruh dunia jenis kanker yang paling sering ditemui meliputi kanker pada sistem reproduksi, leukemia, limfoma, kanker payudara, dan lainnya. Kanker payudara didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh WHO dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD) dengan kode nomer 17 (Kowalak, dkk, 2011:13 dan Nugroho, 2011:122). 2.1.2 Etiologi Kanker Payudara Penyebab kanker payudara secara spesifik masih belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor risiko yang telah ditetapkan salah satunya faktor genetik. Apabila ibu atau saudara perempuan dari serorang perempuan menderita kanker payudara, risiko perempuan tersebut terkena kanker payudara adalah dua kali lipat. Sedangkan apabila ibu dan saudara perempuan dengan kanker payudara, 8 9 maka perempuan tersebut berisiko terkena kanker payudara enam kali lipat. Pada keluarga dengan riwayat kanker payudara yang kuat, banyak perempuan memiliki mutasi gen yang disebut BRCA-1 dalam kromosom 17 dan BRCA-2 dalam kromosom 13 (Price, 2005:1303). Kowalak (2011:16) menyatakan bahwa dengan mengonsumsi minumminuman keras dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Mekanisme timbulnya kanker payudara yang mungkin terjadi meliputi gangguan pengeluaran karsinogen oleh hati, gangguan respon imun serta gangguan dalam permeabilitas membrane sel dalam jaringan payudara. Penyebab lain yang dapat memicu kanker payudara adalah penggunaan hormon, khususnya hormon estrogen. Estrogen yang menstimulasi proliferasi sel-sel payudara dianggap sebagai promotor kanker payudara. Paparan radiasi ioniasi seperti sinar-X juga berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara. Radiasi pada dosis rendah dapat menyebabkan mutasi DNA serta kelainan kromosom, dan pada dosis besar dapat menghambat pembelahan sel. Kerusakan ini akan mempengaruhi karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat (makromolekul) atau air intrasel untuk menghasilkan radikal bebas yang merusak makromolekul tersebut. Dalam Brunner & Suddart (2001:1589) merangkum faktor-faktor risiko terjadinya kanker payudara yaitu: a. Riwayat pribadi dengan kanker payudara. Resiko mengalami kanker payudara pada payudara sebelahnya meningkat hampir 1% setiap tahunnya. b. Ibu dengan kanker payudara berusia ≤ 60 tahun akan meningkatkan resiko dua kali lipat pada anaknya. 10 c. Menstruasi sebelum usia 12 tahun. d. Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama yaitu > 30 tahun mempunyai risiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara. e. Menopause pada usia setelah 50 tahun. f. Riwayat penyakit payudara jinak. Wanita yang mempunyai tumor payudara disertai dengan perubahan epitel proliferatif mempunyai resiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara. g. Pemajanan terhadap reaksi ionisasi. h. Obesitas. i. Penggunaan kontrasepsi oral. j. Terapi pengganti hormon yang digunakan pada wanita yang berusia lebih tua. k. Konsumsi alkohol pada wanita muda rentan mengalami kanker payudara pada tahun-tahun terakhirnya. 2.1.3 Gejala Klinis Kanker Payudara Gejala klinis kanker payudara dapat berupa adanya benjolan terfiksasi pada payudara. Benjolan mula-mula kecil dan tidak nyeri, tetapi semakin lama benjolan tersebut semakin membesar lalu melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau puting susu. Salah satu payudara tempak lebih besar. Gejala lainnya dapat ditemui erosi atau eksema putting susu. Kulit atau puting susu menjadi tertarik ke dalam (retraksi), berwarna merah muda atau kecoklatan sampai menjadi edema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk (Peau d’orange) yang disebabkan oleh obstruksi sirkulasi limfatik dalam lapisan dermal, atau timbul borok (ulkus) pada payudara. Ulkus tersebut makin lama makin besar dan 11 mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara. Ulkus sering berbau, dan mudah berdarah. Perdarahan pada puting susu juga dapat terjadi. Timbulnya rasa nyeri pada umumnya baru muncul apabila tumor sudah besar atau bila sudah muncul metastase ke tulang-tulang, kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak dan pembengkakan pada lengan. (Brunner & Suddart, 2001:1590, Kardiyudiani 2012:10 dan Nugroho, 2011:126). 2.1.4 Penentu Derajat Keganasan Prognosis dan pengobatan yang paling sesuai pada kanker payudara bergantung pada beberapa variabel. Stadium tumor dipandang sebagai faktor prognosis yang kuat. Sistem klasifikasi yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi Tumor Nodus Metastasis (TNM) untuk menggambarkan ada tidaknya penyebaran tumor ke kelenjar getah bening serta metastasis jauh. Apabila tidak terdapat metastasis ke kelenjar aksilaris adalah tanda prognosis yang baik, namun jika jumlah kelenjar yang terkena lebih dari empat, mortalitasnya akan meningkat juga. 12 Tabel 1 Klasifikasi TNM Kanker Payudara TUMOR PRIMER (T) T0 Tis T1 T2 T3 T4 Tidak ada bukti tumor primer Karsinoma in situ Tumor ≤ 2 cm Tumor > 2 cm tapi ≤ 5 cm Tumor ≥ 5 cm Perluasan ke dinding dada, inflamasi KELENJAR GETAH BENING (N) N0 N1 N2 N3 Tidak ada tumor dalam kelenjar getah bening regional Metastasis ke kelenjar ipsilateral yang dapat berpindah pindah Metastasis ke kelenjar ipsilateral yang menetap Metastasis ke kelenjar mamaria interna ipsilateral METASTASIS JAUH (M) M0 M1 Tidak ada metastasis jauh Matastasis jauh (termasuk menyebar ke kelenjar supraklavikula ipsilateral) Sumber: American Joint Committee on Cancer, 1997 dalam Price, 2005:1305 Tabel 2 Stadium Kanker Payudara dan Harapan Hidup PENGELOMPOKAN STADIUM PASIEN BERTAHAN HIDUP (5-TAHUN) % Stadium 0 Tis N0 M0 99% Stadium I T1 N0 M0 92% Stadium IIA T0 T1 T2 N1 N1 N0 M0 M0 M0 82% Stadium IIB T2 T3 N1 N0 M0 M0 65% Stadium IIIA T0 T1 T2 T3 N2 N2 N2 N1, N2 M0 M0 M0 M0 47% Stadium IIIB T4 T apa saja N apa saja N3 M0 M0 44% Stadium IV T apa saja N apa saja M1 14% Sumber: National Cancer institute – Surveillance, Epidemiology, and End Result (SEER), 2001 dalam Price, 2005:1305 13 2.1.5 Penatalaksaan Kanker Payudara Berbagai metode penanganan dapat diberikan pada pasien kanker payudara, pemilihan penanganan disesuaikan dengan stadium yang ditemukan. Penatalaksanaan kanker payudara didasarkan pada pengobatan lokal dan sistemik. Tujuan utama terapi lokal adalah untuk menyingkirkan adanya kanker lokal. Prosedur yang paling sering digunakan untuk penatalaksanaan kanker payudara lokal adalah pembedahan serta dikombinasikan dengan terapi radiasi (Brunner & Suddarth, 2001: 1595). Pembedahan kanker payudara dilakukan dengan mengangkat jaringan payudara yang disebut mastektomi. Beberapa macam pembedahan mastektomi yaitu: a. Mastektomi parsial : mulai dari lumpectomy (mengangkat jaringan yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara), sampai pengangkatan segmental (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena) sampai kuadrantektomi (pengangkatan seperempat payudara): pengangkatan atau pengambilan contoh jaringan dari kelenjar getah bening aksila untuk penentuan stadium. b. Mastektomi total dengan diseksi aksila rendah : merupakan eksisi seluruh payudara dan semua kelenjar getah bening di lateral otot pektoralis minor. c. Mastektomi radikal yang dimodifikasi : merupakan eksisi seluruh payudara serta semua jaringan aksila. d. Mastektomi radikal : merupakan eksisi seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor serta seluruh isi aksila. 14 e. Mastektomi radikal yang diperluas : pengangkatan sama seperti mastektomi radikal ditambah dengan kelenjar getah bening mamaria internal (Price, 2005:1360). Dengan pembedahan yang masih mempertahankan payudara, perjalanan terapi selanjutnya yaitu radioterapi biasa dilakukan yang tujuannya adalah untuk mengurangi kecenderungan kambuh dan untuk menyingkirkan kanker residual (Brunner & Suddarth, 2001: 1595). Radioterapi memegang peranan yang penting dalam pengobatan berbagai kanker. Radiasi pengion akan menginduksi kerusakan DNA, yang memicu apoptosis (Davey, 2006:337). Pengobatan sistemik kanker payudara dilakukan dengan pemberian kemoterapi. Kemoterapi diberikan sebagai terapi adjuvan dan neo-adjuvan. Disebut terapi adjuvan ketika kemoterapi diberikan setelah operasi pengangkatan kanker. Sedangkan terapi neo-adjuvan apabila pemberian kemoterapi diberikan sebelum operasi. Pengobatan dengan kemoterapi ini menggunakan suatu agen kimia yang dapat menghentikan atau menghambat pertumbuhan sel kanker. Cara kerja obat kemoterapi yaitu dengan membunuh sel kanker dimana pemberian dilakukan dapat melalui injeksi atau infus, maupun oral dalam bentuk pil. Kemoterapi akan menghancurkan sel-sel yang mengalami pembelahan yang cepat, akan tetapi obat ini tidak dapat membedakan sel yang normal dengan sel kanker. Hal ini menyebabkan obat kemoterapi juga akan menghancurkan sel normal yang tumbuh dengan cepat seperti sel-sel rambut dan sel-sel darah. Oleh karena itu, pada pasien yang dikemoterapi akan muncul berbagai efek samping. Untuk beberapa kasus pasien juga diberikan terapi hormon, baik sebagai terapi neo- 15 adjuvan maupun terapi adjuvant. Pemberian terapi horman dilakukan jika didapatkan sel-sel kankernya memiliki reseptor estrogen (ER positif). Tujuan terapi hormone ini untuk menghambat atau menurunkan kadar estrogen (Tim Cancer Help, 2010:46 dan Costello & Erlichman,2011 dalam Kardiyudiani, 2012:16). Pengobatan dengan herceptin diberikan pada pasien dengan status Human Epidermal Growth Factor 2 gene (HER2) positif. HER2 merupakan bagian dari kelompok gen yang mengatur regulasi pertumbuhan sel. Tingginya status HER2 berkaitan dengan jumlah mitosis yang tinggi. Herceptin akan mengikat dan menghambat reseptor HER2 yang diproduksi berlebih pada penderita kanker payudara. Reseptor HER2 biasanya mengikat faktor pertumbuhan Epidermal Growth Factor (EGF) yang bersirkulasi. Bila reseptor HER2 diproduksi berlebihan, maka efek proliferasi EGF juga berlebih. Dengan mengikat reseptor HER2, herceptin juga memblok efek EGF. Sehingga pertumbuhan sel dapat dikendalikan (Corwin, 2009:92 dan Asie & Sampepajung, 2010). 2.2 Keluarga sebagai Caregiver Pasien Kanker Payudara 2.2.1 Definisi Keluarga Definisi keluarga menurut Departemen Kesehatan (1988), keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga terdiri dari dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi untuk saling membagi 16 pengalaman dan melakukan pendekatan emosional. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Friedman,1998 dan Bailon & Maglaya, 1978 dalam Sudiharto, 2007:22). Dalam bidang kesehatan, keluarga adalah sebuah unit pelayanan kesehatan terdepan yang berupaya dalam meningkatkan kesehatan komunitas. Apabila masing-masing anggota keluarga sehat maka akan tercipta komunitas yang sehat. Hal ini karena masalah kesehatan yang dialami oleh salah seorang anggota keluarga dapat mempengaruhi status kesehatan anggota lainnya serta komunitas setempat (Sudiharto, 2007:30). Jadi keluarga merupakan suatu unit yang merupakan kumpulan dari beberapa orang di dalam masyarakat yang memiliki hubungan darah atau adopsi yang dapat tinggal secara terpisah atau satu atap. Dalam keluarga terdapat hubungan emosional dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga salah satunya status kesehatan. 2.2.2 Karakteristik Keluarga Keluarga terbentuk dari orang-orang yang disatukan melalui ikatan pernikahan, darah dan adopsi. Anggota keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau hidup secara terpisah tetapi mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga saling melakukan interaksi dan komunikasi satu sama lain dalam melakukan peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari. Selain itu, keluarga menggunakan kultur yang 17 sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri (Friedman, 1998 dalam Aritonang, 2009:15). 2.2.3 Tipe Keluarga Berbagai bentuk dan tipe keluarga, bedasarkan berbagai sumber, dibedakan berdasarkan keluarga tradisional dan keluarga non tradisional, seperti menurut Allender & Spradley (2001) dalam Henny Achjar (2010:4) membagi tipe keluarga berdasarkan: a. Keluarga Tradisional 1. Keluarga inti (nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak kandung atau anak angkat. 2. Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, paman, dan bibi. 3. Keluarga dyad yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri tanpa anak. 4. Single parent yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak kandung atau anak angkat, yang disebabkan karena perceraian atau kematian. 5. Single adult, yaitu rumah tangga yang hanya terdiri dari seorang dewasa saja. 6. Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri yang berusia lanjut. 18 b. Keluarga non tradisional 1. Commune family, yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah. 2. Orang tua yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rumah. 3. Homoseksual yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup bersama dalam satu rumah tangga. 2.2.4 Fungsi Keluarga Menurut Friedman (1999) dalam Sudiharto (2007:24), lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut: pertama yaitu fungsi afektif (The Affective Function) merupakan fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung. Kedua, fungsi sosialisasi (The Socialization Function), adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan sosial. Ketiga yaitu, fungsi reproduksi (The Reproductive Function), adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Selanjutnya ada fungsi ekonomi (The Economic Function), yang merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, dan papan. Dan yang terakhir adalah fungsi perawatan keluarga/pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function), merupakan kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. 19 2.2.5 Konsep Caregiver Keluarga Caregiver merupakan seseorang yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan perawatan pada seseorang yang sakit secara mental, ketidakmampuan secara fisik atau kesehatannya terganggu karena penyakit atau usia tua yang dideritanya (Widiastuti, 2009). Hill (2002) menyebutkan caregiver sebagai seseorang dalam anggota keluarga yang ditunjuk untuk memberikan pelayanan kesehatan nonmedik kepada individu yang menderita penyakit kronis. Sedangkan Elseiver (2009) mengatakan caregiver sebagai seseorang yang memberikan bantuan medis, sosial, ekonomi atau sumber daya lingkungan kepada seseorang individu yang mengalami ketergantungan baik sebagian atau sepernuhnya karena kondisi sakit yang dialami individu (Yuniarsih, 2010). 2.2.6 Tugas Caregiver Keluarga dalam Merawat Pasien Kanker Payudara Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit. Lebih jauh lagi keluarga mempunyai tanggung jawab utama untuk memulai dan mengordinasikan pelayanan yang diberikan oleh para professional perawatan kesehatan. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan dan memelihara kesehatan. Keluarga melakukan praktik asuhan kesehatan untuk mencegah terjadinya gangguan atau merawat anggota yang sakit. Keluarga harus mampu menentukan kapan meminta pertolongan kepada tenaga profesional ketika salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan kesehatan (Mubarak, 2010:78). Orem (1983) mengatakan bahwa keluarga bertugas memberikan perawatan bagi anggota keluarga lain yang tidak mandiri sehingga akan tercapai kesejahteraan yang 20 optimal dan memungkinkan pasien serta keluarga dapat mempertahankan kontrol atas kesehatan mereka (Yuniarsih 2009:36). Friedman (1998) menyebutkan tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan anggota keluarga. Tugas kesehatan keluarga khususnya pada pasien dengan kanker payudara yang pertama adalah mengenal masalah kesehatan keluarga. Keluarga dapat mengenali penyakit kanker payudara mulai dari definisi, tanda dan gejala, bagaimana cara pemeriksaan serta pengobatannya. Tugas keluarga yang kedua adalah pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan apa yang paling tepat diberikan kepada anggota keluarga yang sakit. Tugas ketiga, keluarga memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit. Perawatan yang diberikan secara menyeluruh mulai dari aspek biologis, psikososial dan spiritual. Tugas keempat yaitu keluarga dapat mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian pasien. Keluarga juga tetap memberikan dukungan kepada pasien untuk meningkatkan semangat pasien. Tugas kelima adalah keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan. Keluarga mempertahankan hubungan yang baik antara keluarga dengan lembaga kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas serta menunjukkan pemanfaatan dengan baik terhadap fasilitas kesehatan yang ada (Mubarak, 2010:79). 2.2.7 Dampak Caregiver Keluarga dengan Pasien Kanker Payudara Keluarga merupakan suatu kekuatan yang dapat mempengaruhi individu dalam menghadapi penyakitnya. Pasien dengan kanker membutuhkan dukungan sosial dari keluarga. Dukungan sosial akan membantu individu untuk dapat beradaptasi secara psikologis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh 21 Weisman and Worden (1975) di dalam Dillis et al (1989) yang mengatakan bahwa pasien yang menjaga hubungan baik dengan anggota keluarganya mempunyai kecenderungan hidup yang lebih lama (Huda, 2012:38). Keadaan sakit pada pasien akan mempengaruhi anggota keluarga lainnya. Peran caregiver keluarga adalah sebagai support sistem untuk pasien dan sebagai unit yang menghadapi kanker tersebut. Pada kondisi ini seluruh anggota keluarga juga akan berada dalam krisis (Huda, 2012:39). Menurut Padila (2012:12) menyebutkan dampak adanya salah satu anggota yang sakit pada keluarga akan menyebabkan terjadinya perubahan peran dalam keluarga, munculnya masalah psikologis berupa cemas, takut dan stress, timbul masalah keuangan, terjadinya perubahan dalam kebiasaan sosial dan gaya hidup. Pada kondisi ini, caregiver keluarga kanker payudara diharapkan dapat menerapkan adaptasi yang baik dalam menghadapi stressor mereka baik fisik ataupun psikososial dan semua bentuk perubahan yang terjadi dalam unit keluarganya sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuannya dalam memberikan perawatan pada pasien. 2.3 Konsep Fenomenologi 2.3.1 Pengertian Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Fenomenologi Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan yang berfokus pada pemahanan akan suatu fenomena serta lingkungan sosial. Pada penelitian kualitatif ini peneliti berperan sebagai alat penelitian yang bertujuan untuk memahami sudut pandang partisipan secara mendalam sehingga nantinya peneliti dapat memahami situasi sosial, peristiwa, peran dan interaksi 22 yang terjadi. Creswall (1998) membagi desain penelitian kualitatif yaitu case study, fenomenology, ethnografi, dan grounded theory (Cresswall,1998 dan Pollit & Hungler, 1999 dalam Yuniarsih, 2010:39). Fenomenologi merupakan suatu studi mengenai fenomena. Ini menjelaskan mengenai sesuatu yang ada sebagai bagian dari dunia dimana individu hidup. Suatu fenomena dapat berupa kejadian, situasi, pengalaman atau konsep. Individu hidup akan selalu dikelilingi oleh fenomena. Individu peduli tetapi tidak sepenuhnya mengerti. Hal ini terjadi karena fenomena belum sepenuhnya dijelaskan dengan kata lain pemahamannya belum jelas (Hancock, 2002 dalam Kuntari, 2012). Desain fenomenologi merupakan desain yang tepat untuk menggambarkan dan memahami perasaan manusia. Penelitian kualitatif fenomenologi menggambarkan riwayat hidup seseorang dengan cara menguraikan arti, makna serta pengalaman yang dialaminya (Streubert & Carpenter, 2003 dalam Yuniarsih, 2010:40). 2.3.2 Cara Pengambilan Data Penelitian Kualitatif Studi Fenomenologi Cara pengumpulan data pada penelitian kualitatif sering menggunakan FGD (Focus Group Discussion), wawancara mendalam (indepth interview), observasi dan dokumen. Tujuan dilakukan observasi untuk mengumpulkan data perilaku yang sehari-hari dilakukan. Wawancara mendalam sangat optimal untuk mengumpulkan data mengenai sejarah kehidupan, perspektif dan pengalaman hidup seseorang, khususnya mengenai topik sensitif yang akan dieksplorasi. Sedangkan FGD efektif untuk menggali pandangan atau nilai mengenai isu yang 23 sedang berkembang dalam suatu kelompok masyarakat (Mack et al, 2005 dalam Kuntari, 2012). 2.3.3 Tahapan Penelitian Kualitatif Studi Fenomenologi Tahapan dalam studi kualitatif deskriptif menurut Spigelberg yaitu tahap intuiting, tahap analyzing, dan tahap describing. Pada tahap intuiting, peneliti melakukan pengumpulan data dengan mengeksplorasi pengalaman partisipan tentang fenomena yang diteliti. Peneliti mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, dokumen dan bahan-bahan visual lainnya. Tahap kedua yaitu analyzing, merupakan tahap dimana peneliti akan mengidentifikasi pengalaman yang akan diteliti. Langkah-langkah dalam analisis ini yaitu: a. Peneliti menggambarkan fenomena yang diteliti. b. Peneliti mengumpulkan data tentang fenomena dari partisipan. c. Peneliti membaca semua gambaran fenomena yang telah dikumpulkan. d. Peneliti membaca ulang gambaran fenomena dan memilih kata kunci. e. Peneliti mengidentifikasi arti dari kata kunci. f. Peneliti mengelompokkan arti yang teridentifikasi ke dalam tema. g. Peneliti menuliskan pola hubungan antar tema ke dalam sebuah narasi. h. Peneliti mengembalikan hasil narasi kepada partisipan untuk divalidasi. i. Peneliti memasukkan data hasil validasi dan menuangkannya ke dalam narasi. Tahap yang terakhir adalah describing. Pada tahap ini peneliti menuliskan laporan data yang digunakan dengan tujuan untuk mengkomunikasikan hasil penelitian kepada pembaca (Creswall, 1998 dalam Yuniarsih, 2010).