ANALISIS RASIO INDIKATOR TINGKAT

advertisement
ANALISIS RASIO INDIKATOR TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN
MENGGUNAKAN METODE RGEC
PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) Tbk
Firda Maulidiyah Agustina
Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
ABSTRAKSI
The aim of the research is to analyse the ratio indicator bank performance of Bank
Tabungan Negara with using Risk Profile Governance Earnings and Capital
(RGEC). This research using quantitative method. The research result using data
financial report period 2011-2013. Ratio in this research is NPL, IRR, LR, ROA,
NIM, and CAR. The result is overall performance Bank BTN is good at three years
later and make Bank BTN include as category healthy bank in Indonesian with stabil
condition.
Keywords : RGEC, ratio indicator bank performance, Bank BTN
PENDAHULUAN
Bank memiliki peranan penting dalam memajukan perekonomian suatu
Negara. Selain memiliki fungsi utama untuk menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan dana ke masyarakat, Bank juga dianggap sebagai penggerak
perekonomian Negara. Karena pentingnya keberadaan bank, maka diperlukan
penilaian kesehatan bank. Dengan adanya penilaian kesehatan bank ini diharapkan
bank dapat selalu mengevaluasi dan meningkatkan kinerja agar terhindar dari risiko
kebangkrutan.
1
Secara garis besar, suatu bank dikatakan sehat apabila bank dapat
menjalankan kegiatan dan fungsi bisnisnya dengan baik. Bank tersebut dapat
melakukan tanggung jawabnya sebagai suatu lembaga keuangan yang dipercaya oleh
masyarakat untuk menyalurkan dana ke masyarakat dalam berbagai produk yang ada
seperti kredit, deposito dan lainnya. Bank juga dapat membantu pemerintah dalam
memutuskan suatu kebijakan khususnya kebijakan moneter. Kesehatan suatu bank
dapat dilihat dari kinerja keuangan bank tersebut. Ketika suatu bank dinyatakan
dalam kondisi yang kurang sehat atau bahkan tidak sehat maka tidak hanya
berdampak pada bank itu sendiri melainkan juga berdampak pada pihak-pihak yang
terkait.
Pada prinsipnya tingkat kesehatan, pengelolaan bank, dan kelangsungan usaha
Bank merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari manajemen bank. Oleh karena itu,
bank wajib memelihara dan memperbaiki tingkat kesehatannya secara berkala dan
mengambil langkah-langkah perbaikan secara efektif. Bank Indonesia sebagai bank
sentral juga harus mengevaluasi, menilai tingkat kesehatan bank dan melakukan
tindakan pengawasan yang diperlukan dalam rangka menjaga stabilitas sistem
keuangan. Oleh karena itu, bank Indonesia mengatur ketentuan mengenai penilaian
tingkat kesehatan Bank. Sesuai Surat keputusan direksi Bank Indonesia nomor
30/12/KEP/DIR dan surat edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tanggal 30 April
1997 yaitu tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Indonesia. Penilaian
ini dengan memperhatikan beberapa komponen yang biasa disebut dengan istilah
CAMEL yaitu Capital (Permodalan), Assets (Aktiva), Management (Manajemen),
Earnings (Rentabilitas), Liquidity (Likuiditas). Kemudian terdapat tambahan
2
komponen yaitu sensitivity of market (Sensitivitas terhadap resiko pasar) sehingga
berubah menjadi CAMELS sesuai dengan surat edaran Bank Indonesia nomor
6/23/DNP tahun 2004.
Setelah itu, dengan adanya pengalaman dari krisis keuangan global yang
terjadi beberapa tahun terakhir mendorong perlunya peningkatan efektivitas
penerapan Manajemen Risiko dan Good Corporate Governance (GCG). Hal tersebut
bertujuan agar Bank mampu mengidentifikasi permasalahan secara lebih dini,
melakukan tindak lanjut perbaikan yang sesuai dan lebih cepat, serta menerapkan
GCG dan Manajemen Risiko yang lebih baik sehingga Bank lebih tahan dalam
menghadapi krisis. Sejalan dengan perkembangan tersebut, maka Bank Indonesia
menyempurnakan metode penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dengan
menggunakan cakupan penilaian meliputi faktor–faktor yaitu Profil Risiko (Risk
Profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (Earnings) dan
Permodalan (Capital) atau disingkat dengan istilah RGEC berdasarkan Surat Edaran
Bank Indonesia No. 13/24/DPNP pada tanggal 25 Oktober 2011 yang merupakan
petunjuk pelaksanaan dari peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Penilaian Kesehatan suatu bank tidak dapat terlepas dari penggunaan rasio
keuangan yang digunakan sebagai indikator atau parameter dalam menilai sehat
tidaknya suatu bank. Rasio keuangan berguna untuk menganalisis laporan keuangan.
Dan Analisis Keuangan dapat digunakan untuk menilai kinerja perusahaan.
Sebagaimana Hapsari (2010) mengungkapkan bahwa dengan menggunakan analisis
laporan keuangan dapat membantu para pelaku bisnis, baik pemerintah maupun
3
swasta serta pemakai laporan keuangan lainnya untuk menilai kondisi keuangan
perbankan.
Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk merupakan salah satu perseroan terbatas
yang bergerak di bidang jasa perbankan. Bank ini termasuk Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) pada tahun 1968. Bank ini memiliki visi menjadi bank yang
terkemuka dalam pembiayaan perumahan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
Bank BTN berusaha untuk memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan
perumahan dan industri terkait pembiayaan konsumsi dan usaha kecil menengah,
meningkatkan keunggulam kompetitif melalui inovasi pengembangan produk, jasa
dan jaringan strategis berbasis teknologi terkini, menyiapkan dan mengembangkan
Human Capital yang berkualitas, professional dan memiliki integritas yang tinggi,
melaksanakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan
Good Corporate Governance untuk meningkatkan shareholder value serta
mempedulikan kepentingan masyarakat dan lingkungannya.
Akhir-akhir ini terdapat isu yang banyak diperbincangkan dikalangan
masyarakat ekonomi yaitu rencana akuisisi Bank Tabungan Negara (BTN) oleh Bank
Mandiri. Dengan demikian berarti, Bank BTN masih tetap ada namun terdapat
pengambilalihan kepemilikan perusahaan kepada Bank Mandiri. Terdapat beberapa
alasan dari rencana akuisisi yang diungkapkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan
kepada JPNN. Pertama, gagasan rencana akuisisi ini sangat bagus untuk kemajuan
Indonesia. Kedua, Bank BTN selama ini dinilai tidak memiliki cukup kemampuan
ikut mendorong pembangunan perumahan rakyat. Ketiga, saat ini bank Indonesia
sudah waktunya memiliki bank yang lebih besar dari bank yang dimiliki Negara
4
Malaysia. Keempat, dengan adanya bank yang lebih besar di Indonesia akan
mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia juga akan membesar. Padahal Bank
BTN tergolong merupakan bank yang sehat. Hal ini terlihat pada Laporan Tahunan
Bank Tahun 2007 yang menjelaskan bahwa Bank BTN tergolong Bank yang “baik”
dengan nilai komposit 1,55.
Selain itu, setiap tahunnya Bank BTN selalu berusaha menunjukkan kinerja
yang baik dan optimal untuk mewujudkan visinya. Hal ini dapat dilihat dari kinerja
keuangan Bank. Pada tahun 2009 Bank BTN berhasil masuk dalam jajaran 10 bank
terbesar di Indonesia dari segi aset serta penyaluran kredit. Hal tersebut terbukti
dengan adanya pencapaian kinerja Bank BTN yang semakin meningkat tiap tahunnya
sebagaimana yang tercermin dalam grafik sebagai berikut:
Pencapaian Kinerja Bank BTN (dalam Miliar rupiah)
80000
Laba bersih
70000
60000
50000
Total Aset
40000
30000
Pendapatan
bunga dan
bagi hasil
20000
10000
0
-10000
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
-20000
Grafik 1. Pencapaian Kinerja Bank BTN
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa Bank BTN selalu menunjukkan
usaha yang maksimal untuk meningkatkan kinerjanya. Meski total aset pada tahun
5
1999 menurun dari tahun 1998, namun selalu terjadi peningkatan di tahun berikutnya.
Kemudian dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu tahun 2005 sampai 2010 terjadi
peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan pada
aset produktif dan kredit yang diberikan oleh Bank BTN yang juga meningkat drastis
dari tahun ke tahun.
Hal serupa juga ditunjukkan pada laba bersih Bank BTN yang terus
mengalami peningkatan. Meski pada 3 tahun pertama mengalami kerugian namun
pada tahun 2001 BTN meningkatkan kinerjanya sehingga tidak mengalami kerugian
dan laba sebesar Rp 125 miliar. Kemudian pada tahun–tahun berikutnya perlahanlahan terus mengalami laba hingga pada tahun 2010 mengalami peningakatan laba 2
kali lipat dari tahun sebelumnya yaitu Rp 916 miliar.
Adanya peningkatan laba Bank BTN juga disebabkan oleh adanya
peningkatan pendapatan bunga dan bagi hasil yang diterima. Seperti yang terlihat
dalam grafik, pendapatan bunga dan bagi hasil terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2010 pendapatan mencapai Rp 6.499 Miliar. Mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 5.730 Miliar. Selain itu, peningkatan kinerja juga
dapat dilihat dengan menggunakan rasio keuangan sebagaimana yang tercantum
dalam grafik berikut:
6
Grafik Rasio Keuangan Bank BTN (dalam %)
300
200
ROA
NIM
100
CAR
0
-100
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
NPL
BOPO
LDR
-200
-300
Grafik 2. Rasio Keuangan Bank BTN
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa Rasio Beban Operasional Terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO) yang semakin menurun dari tahun 1999 sampai
tahun 2010 yang berarti semakin rendah rasio ini menunjukkan semakin baik kinerja
manajemen. Berlaku pula untuk rasio kredit bermasalah yang mengalami penurunan
pada 5 tahun terakhir dengan demikian Bank BTN dapat menurunkan resiko piutang
tak tertagih. Kemudian, untuk rasio Kredit yang diberikan dan pembiayaan/piutang
syariah terhadap simpanan (LDR) juga mengalami penurunan dari tahun 1998 sampi
tahun 2002 kemudian terus mengalami peningkatan hingga tahun 2010. Dilihat dari
rasio Kecukupan Modal (CAR) terjadi penurunan drastic pada tahun 1999 sebesar 236,17% kemudian terjadi peningkatan menjadi -8.65%. dan pada tahun 2002 Bank
BTN sudah mulai memperbaiki kinerjanya terbukti dengan CAR yang sudah tidak
minus lagi yaitu 10.85% sampai pada tahun 2009 meningkat menjadi 21,54% yang
memungkinkan Bank BTN untuk melakukan ekspansi kredit hingga beberapa tahun
ke depan. Meski terdapat beberapa rasio keuangan yang fluktuatif disebabkan adanya
krisis global yang melanda pada tahun 2008. Bank BTN berusaha melakukan upaya
7
dan langkah untuk tetap mepertahankan kinerja keuangannya agar tetap stabil.
Berdasarkan hasil tersebut, Peneliti ingin mengetahui, “Bagaimana Analisis Rasio
Indikator Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan Metode RGEC pada
Bank BTN Tahun 2011 - 2013”.
Pada penelitian ini faktor yang diteliti utuk menentukan tingkat kesehatan
bank dapat dilihat melalui rasio indikator tingkat kesehatan bank menggunakan
metode RGEC adalah Profil Risiko (Risk Profile) yang diwakili Risiko kredit melalui
rasio kredit bermasalah (NPL), Risiko pasar melalui rasio suku bunga (IRR), dan
Risiko likuiditas melalui rasio likuiditas (LR), Rentabilitas (Earnings) yang dapat
dinilai melalui Return On Assets (ROA) dan Net Interest Margin (NIM) dan
Permodalan (Capital) melalui Rasio Kecukupan Modal (CAR). Untuk Good
Corporate Governance (GCG) dalam penelitian ini tidak dilibatkan karena
merupakan faktor kualitatif dan tidak menggunakan rasio keuangan.
KAJIAN PUSTAKA
Kesehatan Bank
Menurut Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank
wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal,
kualitas aset, kulaitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain
yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai
dengan prinsip kehati–hatian. Menurut Tio Arrriela (2011) prinsip kehati-hatian
merupakan prinsip yang dibentuk sejak tahun 1998. Prinsip tersebut mewajibkan
untuk memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas
8
aset, kualitas manajemen, likuidasi, rentabilitas dan solvabilitas. Hal ini menunjukkan
bahwa lembaga perbankan harus memelihara kesehatan bank dengan prinsip kehatihatian untuk melewati krisis global 2008 (Darwini,2005). Kesehatan Bank yang
merupakan cerminan kondisi dan kinerja Bank merupakan sarana bagi otoritas
pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan terhadap bank. Selain
itu, kesehatan bank juga menjadi kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik,
pengelola (manajemen), dan masyarakat pengguna jasa bank. (Rizki Yudha,2013)
Kesehatan bank diartikan sebagai kemampuan suatu bak untuk melakukan
kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua
kewajibannya dengan baik denga cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan
yang berlaku. Pengertian tentang kesehatan bank diatas merupakan suatu batasan
yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan suatu bank
untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya. Kegiatan tersebut
meliputi: (Sigit Totok, 2006)
a. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari
modal sendiri
b. Kemampuan mengelola dana
c. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat
d. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik
modal, dan pihak lain
e. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.
9
Metode RGEC
Untuk menilai tingkat kesehatan Bank, Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat kesehatan Bank Umum, Bank wajib
melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan
berdasarkan Risiko (Risk-based Bank Rating). Faktor faktor penilaian meliputi Profil
Risiko, GCG, Rentabilitas, dan Permodalan.
Penilaian Profil Risiko
Penilaian faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan
kualitas peneapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko yang
wajib dinilai terdiri atas delapan jenis risiko yaitu :
a. Risiko Kredit
Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak
lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko kredit pada umumnya
terdapat pada seluruh aktivitas Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja
pada pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjam
dana (borrower). Risiko kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya
penyediaan dana pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan,
atau lapangan usaha tertentu. Risiko kredit dapat diukur melalui Rasio Net
Performing Loan (NPL).
NPL =
ℎ
Menurut Setyorini (2012) Rasio NPL menunjukkan kemampuan
manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh
10
pihak bank. Kredit yang dimaksud dalam hal ini adalah kredit yang diberikan
kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain.
b. Risiko Pasar
Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening
administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar,
termasuk Risiko perubahan harga option. Risiko Pasar meliputi antara lain
Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar, Risiko ekuitas, dan Risiko komoditas.
Risiko suku bunga dapat berasal baik dari posisi trading book maupun posisi
banking book. Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko ekuitas dan
komoditas wajib diterapkan oleh Bank yang melakukan konsolidasi dengan
Perusahaan Anak. Cakupan posisi trading book dan banking book mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum dengan memperhitungkan Risiko Pasar. Risiko Pasar dapat diukur
dengan menggunakan Interest Rate Risk (IRR). Menurut Santoso (1996) IRR
merupakan salah satu model yang digunakan untuk mendeteksi secara umum
sensitivitas bank terhadap pergerakan suku bunga. Rasio ini memperlihatkan
risiko yang mengukur besaran bunga yang diterima oleh bank dibandingkan
dengan bunga yang dibayar (Sawir,2005).
IRR =
x 100%
Risk Sensitivity Asset meliputi Sertifikat Bank Indonesia, Giro Bank
Indonesia, Penempatan pada Bank Lain, Surat berharga yang dimiliki, Kredit
yang diberikan, dan Penyertaan. Sedangkan Risk Sensitivity Liablity meliputi
11
Giro, Tabungan, Sertifikat Deposito, Deposito Berjangka, Simpanan dari
Bank Lain, Surat Berharga yang Diterbitkan, dan Pinjaman yang Diterima.
c. Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk
memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas,
dan/atau dariaset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa
mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko ini disebut juga
juga Risiko likuiditas pendanaan. Risiko likuiditas juga dapat disebabkan oleh
ketidakmampuan Bank melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material
karena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar yang parah.
Risiko ini disebut sebagai Risiko likuiditas pasar.
Menurut, Mujiono (1995) Liquidity risk menunjukkan risiko yng
dihadapi oleh bank karena mengalami kegagalan untuk memenuhi kewajiban
terhadap deposannya, dengan alat – alat likuid yang tersedia karena harus
digunakan oleh bank yang bersangkutan untuk membayar kewajiban yang
harus segera dilunasi. Untuk menilai risiko ini dengan:
Liquidity risk =
d. Risiko Operasional
Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan system, dan/atau
adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Sumber
12
Risiko Operasional dapat disebabkan antara lain oleh Sumber Daya Manusia,
Proses, Sistem, dan kejadian eksternal.
e. Risiko Hukum
Risiko Hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau
kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga dapat timbul antara lain karena
ketiadaan peraturan perundang – undangan yang mendasari atau kelemahan
perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang
tidak memadai.
f. Risiko Stratejik
Risiko Stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan Bank dalam mengambil
keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan staratejik serta kegagaln
dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik
antara lain ditimbulkan dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan
ketidaktepatan dalam perumusan strategi, ketidaktepatan dalam implementasi
strategi, dan kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
g. Risiko Kepatuhan
Risiko Kepatuhan adalah Risiko yang timbul akibat Bank tidak mematuhi
dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
yang berlaku. Sumber risiko Kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya
pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis
yang berlaku umum.
13
h. Risiko Reputasi
Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan
stakeholder yang bersumber dari persepsi negative terhadap Bank. Salah satu
pendekatan yang digunakan dalam mengkategorikan sumber risiko Reputasi
bersifat tidak langsung dan bersifat langsung.
Penilaian Good Corporate Governance (GCG)
Penilaian faktor GCG merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen Bank atas
pelaksanaan prinsip – prinsip GCG. Prinsip – prinsip GCG dan fokus penilaian
terhadap pelaksanaan prinsip – prinsip GCG berpedoman pada ketentuan Bank
Indonesia mengenai pelaksanaan GCG bagi Bank Umum dengan memperhatikan
karakteristik dan kompleksitas usaha Bank.
Penilaian Rentabilitas
Penilaian faktor Rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja Rentabilitas, sumber –
sumber Rentabilitas, kesinambungan Rentabilitas, dan manajemen Rentabilitas.
Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, stabilitas
rentabilitas Bank, dan perbandingan kinerja Bank dengan kinerja peer group, baik
melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menentukan peer group,
Bank perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha
Bank serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki.
Penilaian Faktor Rentabilitas dapat diukur dengan menggunakan Return On Asset
(ROA)
ROA =
−
14
Dapat juga dinilai menggunakan Net Interest Margin (NIM)
NIM =
ℎ
−
NIM adalah Rasio yang mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan
pendapatan bunga ersih dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2008).
Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No 31/147/KEP/DIR Tentang
Kualitas Aktiva Produktif menjelaskan bahwa Aktiva Produktif adalah penanaman
dana Bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat
berharga, penempatan dana antar bank penyertaan, termasuk komitmen dan kontijensi
pada transaksi rekening administrative.
Penilaian Permodalan (Capital)
Penilaian atas fakor permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan
permodalan dan kecukupan pengelolan permodalan. Dalam melakukan perhitungan
permodalan, Bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Umum. Selain itu, dalam
melakukan penilaian kecukupan Permodalan, Bank juga harus disediakan untuk
mengantisipasi risiko tersebut. Rasio Kecukupan Modal dapat digunakan untuk
mengukur permodalan dengan rumus
CAR =
Menurut
Dendawijaya
(2009)
CAR
(
merupakan
)
indikator
terhadap
kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian
15
– kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. Nilai rasio CAR yang
meningkat akan menghasilkan laba yang mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan
lah adanya peningkatan jumlah pada modal sendiri sehingga modal sendiri tersebut
dapat digunakan untuk mengelola aset yang ada dan perputaran aset tersebut dapat
meningkatkan kinerja perusahaan yang secara tidak langsung akan meningkatkan laba
perusahaan perbankan (Cahyono, 2008)
METODOLOGI PENELITIAN
Obyek penelitian ini pada Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk. Jenis
penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang menjelaskan data berupa
angka atau numerik kemudian dijelaskan menggunakan kata–kata untuk memperjelas
data. Metode ini digunakan untuk mengetahui bagaimana kesehatan Bank BTN
dilihat dari kinerja keuangannya dengan menggunakan metode RGEC.
Data yang digunakan adalah data sekunder berupa Laporan Keuangan PT.
Bank BTN Tbk periode 2011–2013. Dilihat dari jenis data, maka penelitian ini
termasuk jenis penelitian kuantitatif karena data yang diolah dan dianalisis adalah
data kuantitatif. Sumber Data dari Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan yang
dipublikasikan oleh bank yang bersangkutan. Data diperoleh dari website bank yang
bersangkutan
yaitu
www.btn.co.id,
website
Bursa
efek
Indonesia
yaitu
www.idx.co.id, dan website Bank Indonesia yaitu www.bi.go.id.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mendapatkan laporan keuangan bank BTN periode 2011-2013. Selanjutnya peneliti
mengumpulkan, mencatat, menghitung dan mengkaji semua informasi yang terkait
dan dibutuhkan pada laporan keuangan bank.
16
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif dengan menghitung rasio keuangan yang menjadi indikator dalam penilaian
tingkat kesehatan bank menggunakan RGEC, kemudian memaparkan hasil analisis
rasio dan menarik kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penilaian Tingkat Kesehatan pada Bank BTN dapat dinilai melalui beberapa faktor,
yaitu:
1. Penilaian Faktor Profil Risiko (Risk)
Risiko Kredit (Risk Profile)
Risiko kredit dapat dihitung dengan membagi kredit bermasalah
dengan total kredit. Kredit Bermasalah adalah kredit kepada pihak ketiga
bukan Bank yang tergolong kurang lancar, diragukan dan macet. Sedangkan
Total Kredit adalah Kredit kepada pihak ketiga bukan Bank. Sehingga pada
Bank BTN, Rasio Kredit Bermasalah atau Net Performing Loan (NPL)
NPL
2011
2012
2013
2,23%
3,12%
3,04%
Tabel 1. Perhitungan rasio NPL
Berdasarkan perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa pada tahun
2011 ke 2012 terjadi peningkatan NPL sebesar 0,89%. Hal ini terjadi karena
adanya peningkatan pada jumlah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga
baik berupa kredit maupun pembiayaan syariah. Pada tahun 2011 jumlah
kredit yang diberikan keseluruhan mencapai Rp 62.619.586.000.000.
17
Sedangkan pada tahun 2012, terjadi peningkatan yang signifikan menjadi Rp
80.430.049.000.000. Secara umum, Semakin besar kredit yang diberikan,
semakin besar pula risiko piutang tak tertagih atau kredit bermasalah. Namun,
bukan berarti selalu demikian. Seperti halnya pada tahun 2013, terjadi
penurunan rasio NPL menjadi 3,04%. Padahal, jika dilihat dari laporan posisi
keuangan jumlah kredit yang diberikan melambung tinggi dari tahun
sebelumnya yaitu mencapai Rp 99.330.214.000.000. Hal ini terjadi karena
pada tahun 2013 sebagian besar kredit kepada pihak ketiga bukan bank
tergolong lancer daripada tahun sebelumnya. Semakin rendah rasio ini maka
semakin rendah pula kemungkinan bank mengalami kerugian,akibat adanya
piutang yang tidak tertagih dan secara otomatis laba pun akan semakin
meningkat. Dengan menurunnya rasio kredit bermasalah, Bank BTN telah
menunjukkan kerja keras, fokus kolektabilitas, dan kinerja yang baik untuk
mengurangi jumlah kredit bermasalah.
Risiko Pasar ( Market Risk)
Risiko Pasar adalah risiko yang timbul dari pergerakan variable pasar
dari portofolio yang dimiliki Bank. Termasuk didalamnya adalah risiko
perubahan harga instrument keuangan akibat perubahan faktor – faktor pasar,
seperti perubahan suku bunga dan perubahan nilai tukar mata uang asing.
Risiko tingkat bunga timbul dari adanya kemungkinan bahwa perubahan
tingkat suku bunga akan mempengaruhi arus kas masa depan dari nilai wajar
instrument keuangan. Oleh sebab itu, untuk mengukur risiko suku bunga
dapat menggunakan Interest Rate Risk (IRR).
18
IRR
2011
2012
2013
115,70%
113,04%
112,65%
Tabel 2. Perhitungan rasio IRR
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun IRR
semakin menurun. Hal ini dikarenakan Pada tahun 2012 dan 2013 baik dari
Risk Sensitivity Asset (RSA) maupun Risk Sensitivity Liability (RSL)
mengalami peningkatan satu sama lain dibandingkan tahun 2011. Secara
otomatis, rasio perbandingannya akan menurun. Meskipun hanya mengalami
penurunan kurang dari 1% persen tiap tahunnya. Hal ini harus turut mendapat
perhatian lebih. Karena, jika terus terjadi penurunan maka kemungkinan bank
mengalami kerugian semakin tinggi dan akan mempengaruhi arus kas di masa
depan.
Risiko Likuiditas
Rasio ini merupakan perbandingan aset likuid primer dan aset likuid
sekunder dengan total aset. Aset likuid primer adalah aset yang sangat likuid
untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan
kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari Kas, Penempatan pada Bank
Indonesia, Surat berharga yang tersedia untuk dijual, Seluruh surat berharga
pemerintah yang tersedia untuk dijual dan diperdagangkan aktif dan memiliki
sisa jatuh waktu 1 tahun atau kurang. Sedangkan untuk Aset likuid sekunder
adalah sejumlah aset likuid dengan kualitas lebih rendah untuk memenuhi
kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh
19
tempo yang terdiri dari Surat berharga pemerintah yang tersedia untuk dijual
dan diperdagangkan pada pasar aktif dan memiliki sisa jatuh waktu lebih dari
1 tahun tapi kurang dari 5 tahun, Surat berharga pemerintah yang memiliki
sisa jatuh waktu sampai dengan 1 tahun dan surat berharga pemerintah yang
diperjualbelikan dan tersedia untuk dijual dengan sisa jatuh waktu lebih dari 5
tahun dengan nilai haircut 25%.
LR
2011
2012
2013
19,18%
17,26%
12,19%
Tabel 3. Perhitungan rasio LR
Berdasarkan data laporan keuangan Bank BTN, komponen aset likuid
primer mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke 2012. Sedangkan dari
tahun 2012 ke 2013 terjadi penurunan. Sedangkan untuk komponen aset
likuid sekunder tiap tahunnya mengalami peningkatan. Sejalan dengan
komponen aset likuid sekunder, total aset dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Pada tahun 2011, 2012, dan 2013 masing – masing yaitu Rp
89.121.459.000.000, Rp 111.748.593.000.000, Rp 131.169.730.000.000.
Dilihat dari rasio likuiditas, semakin besar rasio maka semakin besar
risiko yang dihadapi oleh bank karena mengalami kegagalan untuk memenuhi
kewajiban terhadap deposannya. Pada Bank BTN sejak tahun 2011 hingga
2013 rasio likuiditasnya semakin menurun. Hal ini menunjukkan risiko untuk
mengalami kegagalan untuk melunasi kewajibannya dalam janga pendek
20
semakin rendah. Hal ini tentu berdampak positif bagi kinerja keuangan Bank
BTN.
2. Penilaian Faktor Rentabilitas (Earnings)
Return On Asset (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen Bank
dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari
total keseluruhan aset bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan
Bank BTN, laba sebelum pajak dari tahun 2011 sampai 2013 selalu
mengalami kenaikan yaitu Rp 1.522.260.000.000, Rp 1.863.202.000.000, Rp
2.140.771.000.000. Seiring dengan meningkatnya laba, total Aset pun juga
meningkat yaitu Rp 89.121.459.000.000, Rp 111.748.593.000.000 dan Rp
131.169.730.000.000. Sehingga diperoleh rasio sebagai berikut :
ROA
2011
2012
2013
1,70%
1,67%
1,63%
Tabel 4. Perhitungan rasio ROA
Berdasarkan hasil rasio tersebut, Pada Bank BTN dari tahun ke tahun
mengalami penurunan. Namun, meskipun terjadi penurunan ROA, baik Total
aset ataupun Laba sebelum pajak mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Sehingga, dapat disimpulkan Bahwa kemampuan Bank BTN untuk
menghasilkan laba melalui total aktiva cenderung stabil.
21
Net Interest Margin (NIM)
Rasio ini mengukur kemampuan aset produktif atas hasil pendapatannya.
Rasio ini juga merupakan perbandingan pendapatan bunga setelah dikurangi
beban bunga dengan Total aset produktif.
NIM
2011
2012
2013
5,76%
5,83%
5,44%
Tabel 5. Perhitungan rasio NIM
Pada tahun 2011 hingga 2013 terdapat peningkatan pada pendapatan
bunga bersih. Pada tahun 2011 jumlah pendapatan bunga bersih yaitu Rp
3.785.873.000.000. Pada tahun 2012 berjumlah Rp 4.726.819.000.000. dan
pada tahun 2013 terjadi kenaikan menjadi Rp 5.653.323.000.000. Pada tahun
2011 menuju 2012 terdapat peningkatan walau tidak signifikan menunjukkan
kemampuan aset produktif yang baik atas hasil pendapatan bunga. Namun
terjadi penurunan hanya beberapa persen saja dikarenakan terdapat kenaikan
beban bunga yang awalnya pada tahun 2012 sebesar Rp 4.080.603.000.000
menjadi Rp 5.115.187.000.000 pada tahun 2013 sebagai dampak adanya
kenaikan
BI
rate.
Meskipun
demikian,
Bank
BTN
masih
dapat
mempertahankan margin pendapatan bunga bersih selalu diatas 5% sehingga
Bank masih memiliki profitabilitas yang baik.
3. Penilaian Faktor Permodalan (Capital)
Rasio Capital Adequency Ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank yang
mengukur kecukupan modal untuk menunjang aktiva yang mengandung
22
risiko. misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan rasio perbandingan
antara Modal dengan Aset Tertimbang Menurut Risiko. Risiko yang dimaksud
disini ada 3 risiko yaitu risiko Kredit, Risiko Operasional dan risiko
Pasar.Perhitungan modal dan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Umum (KPMM).
CAR
2011
2012
2013
15,03%
17,69%
15,62%
Tabel 6. Perhitungan rasio CAR
Berdasarkan data dari laporan Keuangan Bank BTN. Jumlah dari
Modal Inti dan Modal pelengkap mengalami peningkatan tiap tahunnya yaitu
Pada tahun 2011 mencapai Rp 6.968.366.000.000, Pada tahun 2012 mencapai
Rp 9.433.162.000.000 dan pada tahun 2013 mencapai 10.353.005.000.000.
Kemudian untuk perhitungan ATMR untuk risiko kredit, risiko operasional
dan risiko pasar setiap tahun juga mengalami kenaikan. Adapun jumlah
ATMR berturut – turut dari tahun 2011 hingga 2013 yakni Rp
46.373.034.000.000,
Rp
53.321.389.000.000,
Rp
66.261.700.000.000.
Sehingga, Rasio Kecukupan Modal yang didapat adalah 15,03% untuk tahun
2011, 17,69% untuk tahun 2012, dan 15,62% untuk tahun 2013. Jika diamati,
terjadi pada tahun 2012 terjadi peningkatan 2% dari tahun sebelumnya.
Peningkatan ini disebabkan adanya peningkatan modal yang naik signifikan.
Dengan Rasio Kecukupan Modal Minimum yang ditetapkan BI sebesar 8%,
23
maka rasio CAR 17,69% lebih tinggi dari rasio kecukupan modal yang
ditetapkan BI. Kemudian pada tahun 2013 terjadi penurunan 2% dari tahun
sebelumnya yaitu tahun 2012. Meskipun demikian, rasio kecukupan modal
bank sebesar 15,62% masih berada diatas rasio minimal yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia sebesar 8%. Hal ini berarti bahwa Bank sudah memenuhi
peraturan Bank Indonesia. Dengan demikian, Bank telah mengelola modal
dengan baik dan memiliki kecukupan modal untuk melindungi dari risiko
kebangkrutan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ;
1. Penilaian Faktor Profil Risiko untuk Risiko Kredit melalui Rasio NPL
menjelaskan bahwa rasio NPL sudah cukup baik terbukti dengan adanya
penurunan NPL. Untuk Risiko Pasar melalui Rasio IRR terjadi penurunan
tiap tahunnya sehingga harus diperlukan perhatian penuh guna mencegah
terjadinya kerugian arus kas di masa depan. Kemudian untuk Risiko
Likuiditas melalui Rasio Likuiditas yang menunjukkan penurunan setiap
tahunnya menunjukkan kemungkinan kecil untuk mengalami kegagalan
dalam melunasi kewajibannya.
2. Penilaian Faktor Rentabilitas dianalisis melalui Rasio ROA dan NIM.
Meski ROA mengalami penurunan tiap tahunnya, namun baik aset dan
laba sebelum pajaknya selalu mengalami peningkatan sehingga dapat
dikatakan
stabil.
Untuk
rasio
NIM,
Bank
BTN
masih
dapat
24
mempertahankan margin pendapatan bunga bersih selalu diatas 5%
sehingga Bank masih memiliki profitabilitas yang baik.
3. Penilaian Faktor Permodalan yang dilihat melalui Rasio Kecukupan
Modal, Bank BTN menunjukkan kinerja terbaiknya untuk mengelolan
modal dengan baik. Hal ini terbukti dengan Rasio CAR yang selalu berada
di atas Rasio kecukupan Modal yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar
8%.
4. Dilihat dari ketiga penilaian faktor kesehatan Bank melalui indikator rasio
keuangan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja Bank BTN yang
baik tiga tahun terakhir ini menempatkan posisi bank BTN sebagai bank
yang Sehat dan dalam keadaan yang stabil dan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu Diah Esti Putri, I Dewa dan I Gst. Ayu Eka Damayanthi. 2013.Analisis
Perbedaan Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan RGEC Pada Perusahaan
Perbankan Besar dan Kecil. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 5.2.
Bali: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Bank Indonesia. 2011.Surat Edaran Nomor 13/24/DPNP Perihal Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum.(www.bi.go.id, diakses 28 April 2014).
Bank Indonesia. 2011.Surat Edaran Nomor 13/1/PBI/2011 Perihal Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum.(www.bi.go.id, diakses 28 April 2014).
Bank Indonesia. 1997.Surat Edaran Nomor 30/3/UPPB Perihal Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum.(www.bi.go.id, diakses 28 April 2014).
Bank Indonesia. 2004.Surat Edaran Nomor 6/23/DNP Perihal Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum.(www.bi.go.id, diakses 28 April 2014).
Bank
Indonesia. 1998.Undang – Undang Nomor
(www.bi.go.id, diakses tanggal 07 Mei 2014).
10
tentang
Perbankan
25
Cahyono, A.Kartika. 2008. Pengaruh Rasio CAR, NPL, NIM, dan GWM terhadap
Pertumbuhan Laba Bank go public 2005-2007. Jurnal Universitas Kristen
Satyawacana.(www.google.com diakses 29 April 2014)
Christanti, Pradipta Widya. 2010. Analisis Tingkat Keseshatan Bank Metode
CAMEL Terhadap PD. BPR BKK Karangmalang Sragen Periode 2007-2009.
Tugas Akhir. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Sebelas Maret.
Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Bogor: Ghalia Indonesia
Doloksaribu, Tio Arriela, 2013. Pengaruh Rasio Indikator Tingkat Kesehatan Bank
Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan Perbankan Go Public (Studi Empiris
pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI Periode 20092011).(www.google.com, diakses 29 April 2014)
Hapsari, Nesti.2010. Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan laba
Masa Mendatang Pada Perusahaan Sektor Perbakan Yang Terdaftar Di Bursa
Efek,Jakarta. Jurnal Universitas Diponegoro (online)(prints.undip.ac.id,
diakses 29 April 2014)
Kusumawati, Melia. 2013. Analisis Komparatif Kinerja Keuangan Perbankan
Berdasarkan Metode CAMELS dan RGEC Pada PT. BANK MANDIRI
(Persero) Tbk. Jurnal Akuntansi. Surabaya: Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Surabaya.
Mujiono, T.P. 1995. Aplikasi Akuntansi Manajemen dalam Praktik Perbankan. BPFE
Yogyakarta.
Permana, Bayu Aji. 2012. Analisis Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Metode
CAMELS dan RGEC. Jurnal Akuntansi. Vol. 1, No. 1. Surabaya: Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Surabaya.
Santoso, 1996. The Determinants of Problem Bank in Indonesia (An Empirical
Study), (www.bi.go.id, diakses 07 Mei 2014).
Sawir,A. 2005.Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan. Ed. 3. PT. Gramedia Pustaka
Utama
Setyorini, 2012. Analisis Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan pada
Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Socientia Jurnal Ilmu-Ilmu
Sosial.Vol.4 No.1:179-185
Taswan, 2008. Akuntansi Perbankan:
Yogyakarta:STIM Yogyakarta
Transaksi
dalam
Valuta
Rupiah.
26
Totok, Sigit. 2006. Bank dan lembaga Keuangan Lain Ed 2. Jakarta: Salemba Empat
Wirawan, Rizki Yudha. 2013. Analisis Tingkat Kesehatan Keuangan Terhadap
Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan BUMN Sektor Perbankan Di Indonesia.
Skripsi. Makassar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
27
Download