ANALISIS RASIO INDIKATOR TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN METODE RGEC PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) Tbk Firda Maulidiyah Agustina Universitas Negeri Surabaya [email protected] ABSTRAKSI The aim of the research is to analyse the ratio indicator bank performance of Bank Tabungan Negara with using Risk Profile Governance Earnings and Capital (RGEC). This research using quantitative method. The research result using data financial report period 2011-2013. Ratio in this research is NPL, IRR, LR, ROA, NIM, and CAR. The result is overall performance Bank BTN is good at three years later and make Bank BTN include as category healthy bank in Indonesian with stabil condition. Keywords : RGEC, ratio indicator bank performance, Bank BTN PENDAHULUAN Bank memiliki peranan penting dalam memajukan perekonomian suatu Negara. Selain memiliki fungsi utama untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana ke masyarakat, Bank juga dianggap sebagai penggerak perekonomian Negara. Karena pentingnya keberadaan bank, maka diperlukan penilaian kesehatan bank. Dengan adanya penilaian kesehatan bank ini diharapkan bank dapat selalu mengevaluasi dan meningkatkan kinerja agar terhindar dari risiko kebangkrutan. 1 Secara garis besar, suatu bank dikatakan sehat apabila bank dapat menjalankan kegiatan dan fungsi bisnisnya dengan baik. Bank tersebut dapat melakukan tanggung jawabnya sebagai suatu lembaga keuangan yang dipercaya oleh masyarakat untuk menyalurkan dana ke masyarakat dalam berbagai produk yang ada seperti kredit, deposito dan lainnya. Bank juga dapat membantu pemerintah dalam memutuskan suatu kebijakan khususnya kebijakan moneter. Kesehatan suatu bank dapat dilihat dari kinerja keuangan bank tersebut. Ketika suatu bank dinyatakan dalam kondisi yang kurang sehat atau bahkan tidak sehat maka tidak hanya berdampak pada bank itu sendiri melainkan juga berdampak pada pihak-pihak yang terkait. Pada prinsipnya tingkat kesehatan, pengelolaan bank, dan kelangsungan usaha Bank merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari manajemen bank. Oleh karena itu, bank wajib memelihara dan memperbaiki tingkat kesehatannya secara berkala dan mengambil langkah-langkah perbaikan secara efektif. Bank Indonesia sebagai bank sentral juga harus mengevaluasi, menilai tingkat kesehatan bank dan melakukan tindakan pengawasan yang diperlukan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, bank Indonesia mengatur ketentuan mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank. Sesuai Surat keputusan direksi Bank Indonesia nomor 30/12/KEP/DIR dan surat edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997 yaitu tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Indonesia. Penilaian ini dengan memperhatikan beberapa komponen yang biasa disebut dengan istilah CAMEL yaitu Capital (Permodalan), Assets (Aktiva), Management (Manajemen), Earnings (Rentabilitas), Liquidity (Likuiditas). Kemudian terdapat tambahan 2 komponen yaitu sensitivity of market (Sensitivitas terhadap resiko pasar) sehingga berubah menjadi CAMELS sesuai dengan surat edaran Bank Indonesia nomor 6/23/DNP tahun 2004. Setelah itu, dengan adanya pengalaman dari krisis keuangan global yang terjadi beberapa tahun terakhir mendorong perlunya peningkatan efektivitas penerapan Manajemen Risiko dan Good Corporate Governance (GCG). Hal tersebut bertujuan agar Bank mampu mengidentifikasi permasalahan secara lebih dini, melakukan tindak lanjut perbaikan yang sesuai dan lebih cepat, serta menerapkan GCG dan Manajemen Risiko yang lebih baik sehingga Bank lebih tahan dalam menghadapi krisis. Sejalan dengan perkembangan tersebut, maka Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dengan menggunakan cakupan penilaian meliputi faktor–faktor yaitu Profil Risiko (Risk Profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (Earnings) dan Permodalan (Capital) atau disingkat dengan istilah RGEC berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP pada tanggal 25 Oktober 2011 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Penilaian Kesehatan suatu bank tidak dapat terlepas dari penggunaan rasio keuangan yang digunakan sebagai indikator atau parameter dalam menilai sehat tidaknya suatu bank. Rasio keuangan berguna untuk menganalisis laporan keuangan. Dan Analisis Keuangan dapat digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Sebagaimana Hapsari (2010) mengungkapkan bahwa dengan menggunakan analisis laporan keuangan dapat membantu para pelaku bisnis, baik pemerintah maupun 3 swasta serta pemakai laporan keuangan lainnya untuk menilai kondisi keuangan perbankan. Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk merupakan salah satu perseroan terbatas yang bergerak di bidang jasa perbankan. Bank ini termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada tahun 1968. Bank ini memiliki visi menjadi bank yang terkemuka dalam pembiayaan perumahan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka Bank BTN berusaha untuk memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan perumahan dan industri terkait pembiayaan konsumsi dan usaha kecil menengah, meningkatkan keunggulam kompetitif melalui inovasi pengembangan produk, jasa dan jaringan strategis berbasis teknologi terkini, menyiapkan dan mengembangkan Human Capital yang berkualitas, professional dan memiliki integritas yang tinggi, melaksanakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan Good Corporate Governance untuk meningkatkan shareholder value serta mempedulikan kepentingan masyarakat dan lingkungannya. Akhir-akhir ini terdapat isu yang banyak diperbincangkan dikalangan masyarakat ekonomi yaitu rencana akuisisi Bank Tabungan Negara (BTN) oleh Bank Mandiri. Dengan demikian berarti, Bank BTN masih tetap ada namun terdapat pengambilalihan kepemilikan perusahaan kepada Bank Mandiri. Terdapat beberapa alasan dari rencana akuisisi yang diungkapkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan kepada JPNN. Pertama, gagasan rencana akuisisi ini sangat bagus untuk kemajuan Indonesia. Kedua, Bank BTN selama ini dinilai tidak memiliki cukup kemampuan ikut mendorong pembangunan perumahan rakyat. Ketiga, saat ini bank Indonesia sudah waktunya memiliki bank yang lebih besar dari bank yang dimiliki Negara 4 Malaysia. Keempat, dengan adanya bank yang lebih besar di Indonesia akan mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia juga akan membesar. Padahal Bank BTN tergolong merupakan bank yang sehat. Hal ini terlihat pada Laporan Tahunan Bank Tahun 2007 yang menjelaskan bahwa Bank BTN tergolong Bank yang “baik” dengan nilai komposit 1,55. Selain itu, setiap tahunnya Bank BTN selalu berusaha menunjukkan kinerja yang baik dan optimal untuk mewujudkan visinya. Hal ini dapat dilihat dari kinerja keuangan Bank. Pada tahun 2009 Bank BTN berhasil masuk dalam jajaran 10 bank terbesar di Indonesia dari segi aset serta penyaluran kredit. Hal tersebut terbukti dengan adanya pencapaian kinerja Bank BTN yang semakin meningkat tiap tahunnya sebagaimana yang tercermin dalam grafik sebagai berikut: Pencapaian Kinerja Bank BTN (dalam Miliar rupiah) 80000 Laba bersih 70000 60000 50000 Total Aset 40000 30000 Pendapatan bunga dan bagi hasil 20000 10000 0 -10000 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 -20000 Grafik 1. Pencapaian Kinerja Bank BTN Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa Bank BTN selalu menunjukkan usaha yang maksimal untuk meningkatkan kinerjanya. Meski total aset pada tahun 5 1999 menurun dari tahun 1998, namun selalu terjadi peningkatan di tahun berikutnya. Kemudian dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu tahun 2005 sampai 2010 terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan pada aset produktif dan kredit yang diberikan oleh Bank BTN yang juga meningkat drastis dari tahun ke tahun. Hal serupa juga ditunjukkan pada laba bersih Bank BTN yang terus mengalami peningkatan. Meski pada 3 tahun pertama mengalami kerugian namun pada tahun 2001 BTN meningkatkan kinerjanya sehingga tidak mengalami kerugian dan laba sebesar Rp 125 miliar. Kemudian pada tahun–tahun berikutnya perlahanlahan terus mengalami laba hingga pada tahun 2010 mengalami peningakatan laba 2 kali lipat dari tahun sebelumnya yaitu Rp 916 miliar. Adanya peningkatan laba Bank BTN juga disebabkan oleh adanya peningkatan pendapatan bunga dan bagi hasil yang diterima. Seperti yang terlihat dalam grafik, pendapatan bunga dan bagi hasil terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 pendapatan mencapai Rp 6.499 Miliar. Mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 5.730 Miliar. Selain itu, peningkatan kinerja juga dapat dilihat dengan menggunakan rasio keuangan sebagaimana yang tercantum dalam grafik berikut: 6 Grafik Rasio Keuangan Bank BTN (dalam %) 300 200 ROA NIM 100 CAR 0 -100 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 NPL BOPO LDR -200 -300 Grafik 2. Rasio Keuangan Bank BTN Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa Rasio Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang semakin menurun dari tahun 1999 sampai tahun 2010 yang berarti semakin rendah rasio ini menunjukkan semakin baik kinerja manajemen. Berlaku pula untuk rasio kredit bermasalah yang mengalami penurunan pada 5 tahun terakhir dengan demikian Bank BTN dapat menurunkan resiko piutang tak tertagih. Kemudian, untuk rasio Kredit yang diberikan dan pembiayaan/piutang syariah terhadap simpanan (LDR) juga mengalami penurunan dari tahun 1998 sampi tahun 2002 kemudian terus mengalami peningkatan hingga tahun 2010. Dilihat dari rasio Kecukupan Modal (CAR) terjadi penurunan drastic pada tahun 1999 sebesar 236,17% kemudian terjadi peningkatan menjadi -8.65%. dan pada tahun 2002 Bank BTN sudah mulai memperbaiki kinerjanya terbukti dengan CAR yang sudah tidak minus lagi yaitu 10.85% sampai pada tahun 2009 meningkat menjadi 21,54% yang memungkinkan Bank BTN untuk melakukan ekspansi kredit hingga beberapa tahun ke depan. Meski terdapat beberapa rasio keuangan yang fluktuatif disebabkan adanya krisis global yang melanda pada tahun 2008. Bank BTN berusaha melakukan upaya 7 dan langkah untuk tetap mepertahankan kinerja keuangannya agar tetap stabil. Berdasarkan hasil tersebut, Peneliti ingin mengetahui, “Bagaimana Analisis Rasio Indikator Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan Metode RGEC pada Bank BTN Tahun 2011 - 2013”. Pada penelitian ini faktor yang diteliti utuk menentukan tingkat kesehatan bank dapat dilihat melalui rasio indikator tingkat kesehatan bank menggunakan metode RGEC adalah Profil Risiko (Risk Profile) yang diwakili Risiko kredit melalui rasio kredit bermasalah (NPL), Risiko pasar melalui rasio suku bunga (IRR), dan Risiko likuiditas melalui rasio likuiditas (LR), Rentabilitas (Earnings) yang dapat dinilai melalui Return On Assets (ROA) dan Net Interest Margin (NIM) dan Permodalan (Capital) melalui Rasio Kecukupan Modal (CAR). Untuk Good Corporate Governance (GCG) dalam penelitian ini tidak dilibatkan karena merupakan faktor kualitatif dan tidak menggunakan rasio keuangan. KAJIAN PUSTAKA Kesehatan Bank Menurut Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kulaitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati–hatian. Menurut Tio Arrriela (2011) prinsip kehati-hatian merupakan prinsip yang dibentuk sejak tahun 1998. Prinsip tersebut mewajibkan untuk memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas 8 aset, kualitas manajemen, likuidasi, rentabilitas dan solvabilitas. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga perbankan harus memelihara kesehatan bank dengan prinsip kehatihatian untuk melewati krisis global 2008 (Darwini,2005). Kesehatan Bank yang merupakan cerminan kondisi dan kinerja Bank merupakan sarana bagi otoritas pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan terhadap bank. Selain itu, kesehatan bank juga menjadi kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen), dan masyarakat pengguna jasa bank. (Rizki Yudha,2013) Kesehatan bank diartikan sebagai kemampuan suatu bak untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik denga cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Pengertian tentang kesehatan bank diatas merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya. Kegiatan tersebut meliputi: (Sigit Totok, 2006) a. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri b. Kemampuan mengelola dana c. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat d. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain e. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku. 9 Metode RGEC Untuk menilai tingkat kesehatan Bank, Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan berdasarkan Risiko (Risk-based Bank Rating). Faktor faktor penilaian meliputi Profil Risiko, GCG, Rentabilitas, dan Permodalan. Penilaian Profil Risiko Penilaian faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas peneapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko yang wajib dinilai terdiri atas delapan jenis risiko yaitu : a. Risiko Kredit Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko kredit pada umumnya terdapat pada seluruh aktivitas Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pada pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjam dana (borrower). Risiko kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Risiko kredit dapat diukur melalui Rasio Net Performing Loan (NPL). NPL = ℎ Menurut Setyorini (2012) Rasio NPL menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh 10 pihak bank. Kredit yang dimaksud dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. b. Risiko Pasar Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan harga option. Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar, Risiko ekuitas, dan Risiko komoditas. Risiko suku bunga dapat berasal baik dari posisi trading book maupun posisi banking book. Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko ekuitas dan komoditas wajib diterapkan oleh Bank yang melakukan konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Cakupan posisi trading book dan banking book mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan memperhitungkan Risiko Pasar. Risiko Pasar dapat diukur dengan menggunakan Interest Rate Risk (IRR). Menurut Santoso (1996) IRR merupakan salah satu model yang digunakan untuk mendeteksi secara umum sensitivitas bank terhadap pergerakan suku bunga. Rasio ini memperlihatkan risiko yang mengukur besaran bunga yang diterima oleh bank dibandingkan dengan bunga yang dibayar (Sawir,2005). IRR = x 100% Risk Sensitivity Asset meliputi Sertifikat Bank Indonesia, Giro Bank Indonesia, Penempatan pada Bank Lain, Surat berharga yang dimiliki, Kredit yang diberikan, dan Penyertaan. Sedangkan Risk Sensitivity Liablity meliputi 11 Giro, Tabungan, Sertifikat Deposito, Deposito Berjangka, Simpanan dari Bank Lain, Surat Berharga yang Diterbitkan, dan Pinjaman yang Diterima. c. Risiko Likuiditas Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dariaset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko ini disebut juga juga Risiko likuiditas pendanaan. Risiko likuiditas juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan Bank melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar yang parah. Risiko ini disebut sebagai Risiko likuiditas pasar. Menurut, Mujiono (1995) Liquidity risk menunjukkan risiko yng dihadapi oleh bank karena mengalami kegagalan untuk memenuhi kewajiban terhadap deposannya, dengan alat – alat likuid yang tersedia karena harus digunakan oleh bank yang bersangkutan untuk membayar kewajiban yang harus segera dilunasi. Untuk menilai risiko ini dengan: Liquidity risk = d. Risiko Operasional Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan system, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Sumber 12 Risiko Operasional dapat disebabkan antara lain oleh Sumber Daya Manusia, Proses, Sistem, dan kejadian eksternal. e. Risiko Hukum Risiko Hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga dapat timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang – undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai. f. Risiko Stratejik Risiko Stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan Bank dalam mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan staratejik serta kegagaln dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik antara lain ditimbulkan dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan strategi, ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. g. Risiko Kepatuhan Risiko Kepatuhan adalah Risiko yang timbul akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber risiko Kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum. 13 h. Risiko Reputasi Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negative terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam mengkategorikan sumber risiko Reputasi bersifat tidak langsung dan bersifat langsung. Penilaian Good Corporate Governance (GCG) Penilaian faktor GCG merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen Bank atas pelaksanaan prinsip – prinsip GCG. Prinsip – prinsip GCG dan fokus penilaian terhadap pelaksanaan prinsip – prinsip GCG berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan GCG bagi Bank Umum dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian Rentabilitas Penilaian faktor Rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja Rentabilitas, sumber – sumber Rentabilitas, kesinambungan Rentabilitas, dan manajemen Rentabilitas. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, stabilitas rentabilitas Bank, dan perbandingan kinerja Bank dengan kinerja peer group, baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menentukan peer group, Bank perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha Bank serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki. Penilaian Faktor Rentabilitas dapat diukur dengan menggunakan Return On Asset (ROA) ROA = − 14 Dapat juga dinilai menggunakan Net Interest Margin (NIM) NIM = ℎ − NIM adalah Rasio yang mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga ersih dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2008). Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No 31/147/KEP/DIR Tentang Kualitas Aktiva Produktif menjelaskan bahwa Aktiva Produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank penyertaan, termasuk komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administrative. Penilaian Permodalan (Capital) Penilaian atas fakor permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan permodalan dan kecukupan pengelolan permodalan. Dalam melakukan perhitungan permodalan, Bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Umum. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan Permodalan, Bank juga harus disediakan untuk mengantisipasi risiko tersebut. Rasio Kecukupan Modal dapat digunakan untuk mengukur permodalan dengan rumus CAR = Menurut Dendawijaya (2009) CAR ( merupakan ) indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian 15 – kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. Nilai rasio CAR yang meningkat akan menghasilkan laba yang mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan lah adanya peningkatan jumlah pada modal sendiri sehingga modal sendiri tersebut dapat digunakan untuk mengelola aset yang ada dan perputaran aset tersebut dapat meningkatkan kinerja perusahaan yang secara tidak langsung akan meningkatkan laba perusahaan perbankan (Cahyono, 2008) METODOLOGI PENELITIAN Obyek penelitian ini pada Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang menjelaskan data berupa angka atau numerik kemudian dijelaskan menggunakan kata–kata untuk memperjelas data. Metode ini digunakan untuk mengetahui bagaimana kesehatan Bank BTN dilihat dari kinerja keuangannya dengan menggunakan metode RGEC. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa Laporan Keuangan PT. Bank BTN Tbk periode 2011–2013. Dilihat dari jenis data, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif karena data yang diolah dan dianalisis adalah data kuantitatif. Sumber Data dari Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan yang dipublikasikan oleh bank yang bersangkutan. Data diperoleh dari website bank yang bersangkutan yaitu www.btn.co.id, website Bursa efek Indonesia yaitu www.idx.co.id, dan website Bank Indonesia yaitu www.bi.go.id. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mendapatkan laporan keuangan bank BTN periode 2011-2013. Selanjutnya peneliti mengumpulkan, mencatat, menghitung dan mengkaji semua informasi yang terkait dan dibutuhkan pada laporan keuangan bank. 16 Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif dengan menghitung rasio keuangan yang menjadi indikator dalam penilaian tingkat kesehatan bank menggunakan RGEC, kemudian memaparkan hasil analisis rasio dan menarik kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Tingkat Kesehatan pada Bank BTN dapat dinilai melalui beberapa faktor, yaitu: 1. Penilaian Faktor Profil Risiko (Risk) Risiko Kredit (Risk Profile) Risiko kredit dapat dihitung dengan membagi kredit bermasalah dengan total kredit. Kredit Bermasalah adalah kredit kepada pihak ketiga bukan Bank yang tergolong kurang lancar, diragukan dan macet. Sedangkan Total Kredit adalah Kredit kepada pihak ketiga bukan Bank. Sehingga pada Bank BTN, Rasio Kredit Bermasalah atau Net Performing Loan (NPL) NPL 2011 2012 2013 2,23% 3,12% 3,04% Tabel 1. Perhitungan rasio NPL Berdasarkan perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa pada tahun 2011 ke 2012 terjadi peningkatan NPL sebesar 0,89%. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan pada jumlah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga baik berupa kredit maupun pembiayaan syariah. Pada tahun 2011 jumlah kredit yang diberikan keseluruhan mencapai Rp 62.619.586.000.000. 17 Sedangkan pada tahun 2012, terjadi peningkatan yang signifikan menjadi Rp 80.430.049.000.000. Secara umum, Semakin besar kredit yang diberikan, semakin besar pula risiko piutang tak tertagih atau kredit bermasalah. Namun, bukan berarti selalu demikian. Seperti halnya pada tahun 2013, terjadi penurunan rasio NPL menjadi 3,04%. Padahal, jika dilihat dari laporan posisi keuangan jumlah kredit yang diberikan melambung tinggi dari tahun sebelumnya yaitu mencapai Rp 99.330.214.000.000. Hal ini terjadi karena pada tahun 2013 sebagian besar kredit kepada pihak ketiga bukan bank tergolong lancer daripada tahun sebelumnya. Semakin rendah rasio ini maka semakin rendah pula kemungkinan bank mengalami kerugian,akibat adanya piutang yang tidak tertagih dan secara otomatis laba pun akan semakin meningkat. Dengan menurunnya rasio kredit bermasalah, Bank BTN telah menunjukkan kerja keras, fokus kolektabilitas, dan kinerja yang baik untuk mengurangi jumlah kredit bermasalah. Risiko Pasar ( Market Risk) Risiko Pasar adalah risiko yang timbul dari pergerakan variable pasar dari portofolio yang dimiliki Bank. Termasuk didalamnya adalah risiko perubahan harga instrument keuangan akibat perubahan faktor – faktor pasar, seperti perubahan suku bunga dan perubahan nilai tukar mata uang asing. Risiko tingkat bunga timbul dari adanya kemungkinan bahwa perubahan tingkat suku bunga akan mempengaruhi arus kas masa depan dari nilai wajar instrument keuangan. Oleh sebab itu, untuk mengukur risiko suku bunga dapat menggunakan Interest Rate Risk (IRR). 18 IRR 2011 2012 2013 115,70% 113,04% 112,65% Tabel 2. Perhitungan rasio IRR Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun IRR semakin menurun. Hal ini dikarenakan Pada tahun 2012 dan 2013 baik dari Risk Sensitivity Asset (RSA) maupun Risk Sensitivity Liability (RSL) mengalami peningkatan satu sama lain dibandingkan tahun 2011. Secara otomatis, rasio perbandingannya akan menurun. Meskipun hanya mengalami penurunan kurang dari 1% persen tiap tahunnya. Hal ini harus turut mendapat perhatian lebih. Karena, jika terus terjadi penurunan maka kemungkinan bank mengalami kerugian semakin tinggi dan akan mempengaruhi arus kas di masa depan. Risiko Likuiditas Rasio ini merupakan perbandingan aset likuid primer dan aset likuid sekunder dengan total aset. Aset likuid primer adalah aset yang sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh tempo, yang terdiri dari Kas, Penempatan pada Bank Indonesia, Surat berharga yang tersedia untuk dijual, Seluruh surat berharga pemerintah yang tersedia untuk dijual dan diperdagangkan aktif dan memiliki sisa jatuh waktu 1 tahun atau kurang. Sedangkan untuk Aset likuid sekunder adalah sejumlah aset likuid dengan kualitas lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan likuiditas atas penarikan dana pihak ketiga dan kewajiban jatuh 19 tempo yang terdiri dari Surat berharga pemerintah yang tersedia untuk dijual dan diperdagangkan pada pasar aktif dan memiliki sisa jatuh waktu lebih dari 1 tahun tapi kurang dari 5 tahun, Surat berharga pemerintah yang memiliki sisa jatuh waktu sampai dengan 1 tahun dan surat berharga pemerintah yang diperjualbelikan dan tersedia untuk dijual dengan sisa jatuh waktu lebih dari 5 tahun dengan nilai haircut 25%. LR 2011 2012 2013 19,18% 17,26% 12,19% Tabel 3. Perhitungan rasio LR Berdasarkan data laporan keuangan Bank BTN, komponen aset likuid primer mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke 2012. Sedangkan dari tahun 2012 ke 2013 terjadi penurunan. Sedangkan untuk komponen aset likuid sekunder tiap tahunnya mengalami peningkatan. Sejalan dengan komponen aset likuid sekunder, total aset dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2011, 2012, dan 2013 masing – masing yaitu Rp 89.121.459.000.000, Rp 111.748.593.000.000, Rp 131.169.730.000.000. Dilihat dari rasio likuiditas, semakin besar rasio maka semakin besar risiko yang dihadapi oleh bank karena mengalami kegagalan untuk memenuhi kewajiban terhadap deposannya. Pada Bank BTN sejak tahun 2011 hingga 2013 rasio likuiditasnya semakin menurun. Hal ini menunjukkan risiko untuk mengalami kegagalan untuk melunasi kewajibannya dalam janga pendek 20 semakin rendah. Hal ini tentu berdampak positif bagi kinerja keuangan Bank BTN. 2. Penilaian Faktor Rentabilitas (Earnings) Return On Asset (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen Bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari total keseluruhan aset bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan Bank BTN, laba sebelum pajak dari tahun 2011 sampai 2013 selalu mengalami kenaikan yaitu Rp 1.522.260.000.000, Rp 1.863.202.000.000, Rp 2.140.771.000.000. Seiring dengan meningkatnya laba, total Aset pun juga meningkat yaitu Rp 89.121.459.000.000, Rp 111.748.593.000.000 dan Rp 131.169.730.000.000. Sehingga diperoleh rasio sebagai berikut : ROA 2011 2012 2013 1,70% 1,67% 1,63% Tabel 4. Perhitungan rasio ROA Berdasarkan hasil rasio tersebut, Pada Bank BTN dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Namun, meskipun terjadi penurunan ROA, baik Total aset ataupun Laba sebelum pajak mengalami kenaikan setiap tahunnya. Sehingga, dapat disimpulkan Bahwa kemampuan Bank BTN untuk menghasilkan laba melalui total aktiva cenderung stabil. 21 Net Interest Margin (NIM) Rasio ini mengukur kemampuan aset produktif atas hasil pendapatannya. Rasio ini juga merupakan perbandingan pendapatan bunga setelah dikurangi beban bunga dengan Total aset produktif. NIM 2011 2012 2013 5,76% 5,83% 5,44% Tabel 5. Perhitungan rasio NIM Pada tahun 2011 hingga 2013 terdapat peningkatan pada pendapatan bunga bersih. Pada tahun 2011 jumlah pendapatan bunga bersih yaitu Rp 3.785.873.000.000. Pada tahun 2012 berjumlah Rp 4.726.819.000.000. dan pada tahun 2013 terjadi kenaikan menjadi Rp 5.653.323.000.000. Pada tahun 2011 menuju 2012 terdapat peningkatan walau tidak signifikan menunjukkan kemampuan aset produktif yang baik atas hasil pendapatan bunga. Namun terjadi penurunan hanya beberapa persen saja dikarenakan terdapat kenaikan beban bunga yang awalnya pada tahun 2012 sebesar Rp 4.080.603.000.000 menjadi Rp 5.115.187.000.000 pada tahun 2013 sebagai dampak adanya kenaikan BI rate. Meskipun demikian, Bank BTN masih dapat mempertahankan margin pendapatan bunga bersih selalu diatas 5% sehingga Bank masih memiliki profitabilitas yang baik. 3. Penilaian Faktor Permodalan (Capital) Rasio Capital Adequency Ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank yang mengukur kecukupan modal untuk menunjang aktiva yang mengandung 22 risiko. misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan rasio perbandingan antara Modal dengan Aset Tertimbang Menurut Risiko. Risiko yang dimaksud disini ada 3 risiko yaitu risiko Kredit, Risiko Operasional dan risiko Pasar.Perhitungan modal dan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (KPMM). CAR 2011 2012 2013 15,03% 17,69% 15,62% Tabel 6. Perhitungan rasio CAR Berdasarkan data dari laporan Keuangan Bank BTN. Jumlah dari Modal Inti dan Modal pelengkap mengalami peningkatan tiap tahunnya yaitu Pada tahun 2011 mencapai Rp 6.968.366.000.000, Pada tahun 2012 mencapai Rp 9.433.162.000.000 dan pada tahun 2013 mencapai 10.353.005.000.000. Kemudian untuk perhitungan ATMR untuk risiko kredit, risiko operasional dan risiko pasar setiap tahun juga mengalami kenaikan. Adapun jumlah ATMR berturut – turut dari tahun 2011 hingga 2013 yakni Rp 46.373.034.000.000, Rp 53.321.389.000.000, Rp 66.261.700.000.000. Sehingga, Rasio Kecukupan Modal yang didapat adalah 15,03% untuk tahun 2011, 17,69% untuk tahun 2012, dan 15,62% untuk tahun 2013. Jika diamati, terjadi pada tahun 2012 terjadi peningkatan 2% dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini disebabkan adanya peningkatan modal yang naik signifikan. Dengan Rasio Kecukupan Modal Minimum yang ditetapkan BI sebesar 8%, 23 maka rasio CAR 17,69% lebih tinggi dari rasio kecukupan modal yang ditetapkan BI. Kemudian pada tahun 2013 terjadi penurunan 2% dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2012. Meskipun demikian, rasio kecukupan modal bank sebesar 15,62% masih berada diatas rasio minimal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 8%. Hal ini berarti bahwa Bank sudah memenuhi peraturan Bank Indonesia. Dengan demikian, Bank telah mengelola modal dengan baik dan memiliki kecukupan modal untuk melindungi dari risiko kebangkrutan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ; 1. Penilaian Faktor Profil Risiko untuk Risiko Kredit melalui Rasio NPL menjelaskan bahwa rasio NPL sudah cukup baik terbukti dengan adanya penurunan NPL. Untuk Risiko Pasar melalui Rasio IRR terjadi penurunan tiap tahunnya sehingga harus diperlukan perhatian penuh guna mencegah terjadinya kerugian arus kas di masa depan. Kemudian untuk Risiko Likuiditas melalui Rasio Likuiditas yang menunjukkan penurunan setiap tahunnya menunjukkan kemungkinan kecil untuk mengalami kegagalan dalam melunasi kewajibannya. 2. Penilaian Faktor Rentabilitas dianalisis melalui Rasio ROA dan NIM. Meski ROA mengalami penurunan tiap tahunnya, namun baik aset dan laba sebelum pajaknya selalu mengalami peningkatan sehingga dapat dikatakan stabil. Untuk rasio NIM, Bank BTN masih dapat 24 mempertahankan margin pendapatan bunga bersih selalu diatas 5% sehingga Bank masih memiliki profitabilitas yang baik. 3. Penilaian Faktor Permodalan yang dilihat melalui Rasio Kecukupan Modal, Bank BTN menunjukkan kinerja terbaiknya untuk mengelolan modal dengan baik. Hal ini terbukti dengan Rasio CAR yang selalu berada di atas Rasio kecukupan Modal yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 8%. 4. Dilihat dari ketiga penilaian faktor kesehatan Bank melalui indikator rasio keuangan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja Bank BTN yang baik tiga tahun terakhir ini menempatkan posisi bank BTN sebagai bank yang Sehat dan dalam keadaan yang stabil dan baik. DAFTAR PUSTAKA Ayu Diah Esti Putri, I Dewa dan I Gst. Ayu Eka Damayanthi. 2013.Analisis Perbedaan Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan RGEC Pada Perusahaan Perbankan Besar dan Kecil. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 5.2. Bali: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Bank Indonesia. 2011.Surat Edaran Nomor 13/24/DPNP Perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.(www.bi.go.id, diakses 28 April 2014). Bank Indonesia. 2011.Surat Edaran Nomor 13/1/PBI/2011 Perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.(www.bi.go.id, diakses 28 April 2014). Bank Indonesia. 1997.Surat Edaran Nomor 30/3/UPPB Perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.(www.bi.go.id, diakses 28 April 2014). Bank Indonesia. 2004.Surat Edaran Nomor 6/23/DNP Perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.(www.bi.go.id, diakses 28 April 2014). Bank Indonesia. 1998.Undang – Undang Nomor (www.bi.go.id, diakses tanggal 07 Mei 2014). 10 tentang Perbankan 25 Cahyono, A.Kartika. 2008. Pengaruh Rasio CAR, NPL, NIM, dan GWM terhadap Pertumbuhan Laba Bank go public 2005-2007. Jurnal Universitas Kristen Satyawacana.(www.google.com diakses 29 April 2014) Christanti, Pradipta Widya. 2010. Analisis Tingkat Keseshatan Bank Metode CAMEL Terhadap PD. BPR BKK Karangmalang Sragen Periode 2007-2009. Tugas Akhir. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Sebelas Maret. Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Bogor: Ghalia Indonesia Doloksaribu, Tio Arriela, 2013. Pengaruh Rasio Indikator Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan Perbankan Go Public (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI Periode 20092011).(www.google.com, diakses 29 April 2014) Hapsari, Nesti.2010. Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan laba Masa Mendatang Pada Perusahaan Sektor Perbakan Yang Terdaftar Di Bursa Efek,Jakarta. Jurnal Universitas Diponegoro (online)(prints.undip.ac.id, diakses 29 April 2014) Kusumawati, Melia. 2013. Analisis Komparatif Kinerja Keuangan Perbankan Berdasarkan Metode CAMELS dan RGEC Pada PT. BANK MANDIRI (Persero) Tbk. Jurnal Akuntansi. Surabaya: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya. Mujiono, T.P. 1995. Aplikasi Akuntansi Manajemen dalam Praktik Perbankan. BPFE Yogyakarta. Permana, Bayu Aji. 2012. Analisis Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Metode CAMELS dan RGEC. Jurnal Akuntansi. Vol. 1, No. 1. Surabaya: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya. Santoso, 1996. The Determinants of Problem Bank in Indonesia (An Empirical Study), (www.bi.go.id, diakses 07 Mei 2014). Sawir,A. 2005.Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan. Ed. 3. PT. Gramedia Pustaka Utama Setyorini, 2012. Analisis Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan pada Industri Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Socientia Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial.Vol.4 No.1:179-185 Taswan, 2008. Akuntansi Perbankan: Yogyakarta:STIM Yogyakarta Transaksi dalam Valuta Rupiah. 26 Totok, Sigit. 2006. Bank dan lembaga Keuangan Lain Ed 2. Jakarta: Salemba Empat Wirawan, Rizki Yudha. 2013. Analisis Tingkat Kesehatan Keuangan Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan BUMN Sektor Perbankan Di Indonesia. Skripsi. Makassar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. 27