BAB III PANDANGAN ULAMA TENTANG ASURANSI JIWA A

advertisement
31
BAB III
PANDANGAN ULAMA TENTANG ASURANSI JIWA
A. Asuransi Jiwa dan manfaatnya
Berdasarkan pembahasan yang sudah dikemukakan jelas bahwa
asuransi adalah jasa keuangan yang pola kerjanya menghimpun dana
masyarakat melalui premi asuransi dan memberi perlindungan kepada anggota
masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian
karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup matinya seseorang.
Dapat dipahami bersama bahwa dalam asuransi terlibat dua belah pihak,
yaitu penanggung dan tertanggung. Pihak pertama biasanya berwujud lembaga
atau perusahaan asuransi (penaggung). Sedangkan pihak kedua adalah
tertanggung atau orang yang akan menderita karena suatu peristiwa yang
belum
terjadisebagai
kontrak
pertanggungan
ini
pihak
tertanggung
berkewajiban berkewajiban membayar uang premi kepada pihak penaggung
(perusahaan asuransi).
Dewasa ini asuransi bagi sebagian masyrakat Islam Indonesia masih
belum terlalu akrab, khususnya bagi masyarakat menengah kebawah , tetapi
untuk Negara Negara maju memiliki asuransi telah menjadi hal yang umum
dan bahkan wajib untuk dimiliki, ada pepatah yang mengatakan “sedia
payung
sebelum
hujun”
yang
berarti
bahwa
semua
orang
harus
mempersiapkan segala sesuatu untuk mengantisipasi hal hal yang terjadi di
32
masa depan, jadi saat musibah yang menghampiri kita sudah siap dengan
segala sesuatu hal yang sudah persiapkan yaitu asuransi. Sedangangkan untuk
manfaat asuransi jiwa yang dapat dirasakan yaitu:
1) Manfaat tafakuli pada produk tabungan
Yaitu jika peserta ditakdirkan meninggal dunia dalam masa
perjanjian maka ahli waris akan memperoleh dana tabungan yang telah
disetor, bagian keuntungan atas hasil investasi mudharabah dari rekening
tabungan dan selisih dari manfaat tafakul awal (rencana menabung)
dengan premi yang sudah dibayar. Tetapi apabila peserta mengundurkan
diri sebelum perjanjian berakhir maka peserta hanya memperoleh dana
rekening yang telah disetor dan bagian keuntungan atas hasil atas hasil
investasi mudharabah dari rekening tabungan.
Sistem inilah sebagai implementasi dari akad tafakuli dan akad
mudharabah, sehingga asuransi terhindar dari unsur gharar dan maisir.
2) Manfaat tafakuli pada produk non saving
Yang dimaksud hal ini yaitu bila peserta ditakdirkan meninggal
dunia dalam masa perjanjian maka ahli warisnya akan memperoleh dana
santunan meninggal dari perusahaan, sesuai dengan jumlah yang
direncanakan oleh peserta, sedangkan bila peserta hidup sampai perjanjian
berakhir maka peserta akan mendapatkan bagian keuntungan atas rekening
33
tabarru‟ yang telah ditentukan oleh perusahaan dengan sekema
mudharabbah.1
3) Asuransi jiwa Pengganti program jaring pengaman Sosial pemerintah.
Beberapa pemerintah di dunia menyediakan jaring pengaman atau
program kesejahteraan sosial untuk mengatasi masalah pengangguran
manusia lanjut usia dan para pengungsi (untuk di indonesia saat ini
program kesejahteraan tersebut belum berlaku)
Jika mayoritas penduduk di negara tersebut memiliki program
asuransi jiwa,maka permasalahan kesejahteraan sosial di negara tersebut
akan berkurang. Hal ini memungkinkan pemerintah menggunakan
sejumlah dana untuk dialokasikan guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan baik.
4) Asuransi jiwa dan stabilitas Masyarakat
Seperti telah kita lihat bersama di topik sebelumnya,yaitu asuransi
jiwa dapat meredam rasa cemas tiap individu,terhadap permasalahan
keuangan mereka dimasa depan, terhadap kemungkinan kerugian
keuangan jika terjadi resiko. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan
stabilitas perekonomian masyarakat. jadi memiliki asuransi jiwa tentunya
meningkatkan rasa aman terhadap kemungkinan terjadi kebangkrutan
secara ekonomi jika musibah atau resiko buruk terjadi.
5) Asuransi jiwa sebagai sebuah sumber keuangan.
1
179-180
Syakir Sula Muhammad, Asuransi syari‟ah, Jakarta: Gema Insani, 2004, hlm.
34
Perusahaan asuransi jiwa menyediakan dana untuk bisnis bisnis
baru,mereka juga menyalurkan dana bagi pemerintah untuk membiayai
pembangunan perumahan, alat-alat pertanian, alan-jalan dan insfratuktur
lainnya yang bersifat jangka panjang. Jadi sebagai tambahan,selain
adanya jaminan jumlah dana,perusahaan-perusahaan juga menawarkan
pinjaman.Hal ini dapat anda tekankan ketika anda berusaha menjual
6) Asuransi jiwa untuk kebahagian masyarakat
Masyrakat yang bahagia akan membentuk individu yang bahagia
dan sebaliknya. Asuransi jiwa berusaha keras untuk menciptakan hal
tersebut dengan memberikan kompensasi keuangan jika seorang individu
mengalami resiko maka masalah kebangkrutan keuangan oleh karena
resiko tersebut dapat teratasi.
B. Metode Penanganan Resiko
Hubungan antara resiko dan asuransi merupakan hubungan yang erat
satu dengan yang lain. Yang satu akan selalu melekat dan mengikuti yang lain,
dalam asuransi resiko selalu dipergunakan untuk dalam arti pesimis
sebagaimana yang ditegaskan oleh D.S Hansell. Oleh karena itu sangat tepat
ungkapan dari S.S Huebner Cs yang mengatakan Risk is traditionally referred
to as the raw material of insurance. Jadi adalah tidak mungkin apabbila kita
berbicara mengenai asuransi tanpa kita berbicara mengenai risiko, karena risiko
merupakan pengertian dalam asuransi. Salah satu cara penanganan resiko yang
lazim dilakukan adalah dengan mengalihkannya atau mentransfernya kepada
pihak lain yang bersedia untuk menerimanya.
35
Risiko merupakan suatu hal yang selalu melekat dan megikuti seluruh
kegiatan manusia di dunia ini maka manusia juga berusaha bagaimana caranya
agar hidup dan kehidupan ini menjadi aman tentram dan tetap dalam keadaan
yang diinginkan. Mengingat hal tersebut maka menimbulkan motivasi manusia
untuk mengatasinya, A. Maslow menggambarkan lima hal. Yaitu sebagai
upaya upaya manusia untuk tetap dalam keadaan rasa aman. Keadaan merasa
aman merupakan salah satu kebutuhan manusia.
Pada hakikatnya meniadakan risiko seluruhnya adalah tidak mungkin
bagi setiap kejadian atau peristiwa, oleh karena itu mau tidak mau beberapa
risiko tetap harus diterima/ di tanggung sendiri yaitu apabila:2
1. Tidak ada cara praktis untuk menghindari, hal ini dapat terjadi pada suatu
risiko pada suatu risiko yang sulit dideteksi.
2. Tidak mengetahui sama sekali tentang adanya suatu risiko tertentu.
3. Adanya akibat akibat yang timbul yang tidak begitu serius.
4. Adanya akibat akibat tertentu dalam rangka mungkin dari risiko yang dapat
diterima.
5. Risiko risiko tertentu secara aktif memang diinginkan oleh yang
berkepentingan (misalnya yang berkaitan dengan hobi)
Manajemen risiko mempunyai pengertian sebagai langkah langkah
manajemen pada umumnya dengan tujuan untuk menghadapi risiko dengan
cara berikut:
2
D. S Hansell, Elementof insurance, Great Britain: mocdonal & Evans Ltd, hal.3.
36
1) Menemukan kemungkinan adanya suatu risiko dengan pengamatan dan
imajinasi
2) Pengadaan istimidasi terhadap kemungkinan berdasarkan perkiraan semula
dan potensi kerugian.
3) Mempertimbangkan metode untuk menghadapi risiko risiko.
4) Menyediakan sarana dan mengevakuasi keputusan yang diambil.
Tindakan tindakan di atas dapat dilakukan dengan tujuan lebih lanjut
guna:
1) Mengurangi biaya dengan memilih perangkat alat alat untuk manajemen
risiko paling ekonomis.
2) Mengurangi rasa khawatir terhadap risiko umum.
3) Dapat menyelamatkan perusahaan dari kemungkinan kegagalan, paling
tidak dapat mengadakan stabilitas keuntungan.
Secara umum orang orang yang memang mempunyai tanggung jawab
atas pengelolaan risiko menggunakan manjemen risiko dengan proses atau
langkah lanhkah sebagai berikut:
1) Mengadakan identifikasi risiko.
2) Mengadakan evaluasi risiko.
3) Mengadakan seleksi dengan metode yang terbaik antara lain.
 Mencegah kerugian dan mengadakan pengawasan.
 Menghindari
 Menahan
37
 Transfer
4) Melaksanakan progam
5) Melaksanakan pemeriksaan ulang.
Kemungkinan tidakan tindakan diatas dalam banyak hal dapat
diandalkan sebagai suatu metode atau atau cara yang baik dan tepat untuk
pemindahan risiko.masing masing mempnyai kekurangan dan kelebihan,
sehingga orang tetap mencari cara yang paling tepat dan aman untuk
menghindarinya atau paling tidak untuk mengurangi akibat yang timbul,
khusus terhadap akibat.
Salah satu metode yang paling baik untuk penanganan risiko tidak
lainadalah dengan cara mentransfernya atau mengalihkannya kepada pihak lain
dengan jalan mengadakan perjanjian asuransi.3
C. Pendapat Ulama Tentang Asuransi Jiwa
Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai pendapat ulama mengenai
asuransi jiwa, maka sebelumnya kita mengerti dulu arti dari ulama itu sendiri.
Dalam ensilopedia islam bahwa pengertian ulama adalah orang orang
yang sangat tahu dan orang orang yang banyak ilmunya dengan demikian arti
lugawi. Sedangkan dalam pengertian istilah yang berkembang dalam
pemahaman umat islam, “Ulama” adalah orang yang ahli dalam ilmu agama
3
Dr. Hartono Sri Rejeki, S.H. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta:
Sinar Grafik, 2001, hal, 67-69.
38
islam dan mempunya intregitas kepribadian yang tinggi dan mulia serta
berakhlkul karimah dan sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat.4
Syaikh Ibnu Abidin dari Mazhab Hanafi.5 Orang yang pertama kali
berbicaa tentang asuransi dikalangan fiqh islam adalah Muhammad Amin ibnu
umar yang terkenal dengan sebutan Ibnu Abidin Addimasyqi dalam kitabnya
yang terkenal, Hasyiyah Ibnu Abidin, bal Al-jihad, pasal isti‟man al-kafir, ia
menulis, “telah menjadi kebiasaan bila para pedagang menyewa kapal dari
seorang harby, mereka membayar upah pengangkutannya. Disamping itu ia
juga membayar sejumlah uang untuk seorang Harby yang berada di Negara
asal penyewa kapal yang disebut sukarah „premi asuransi‟ dengan ketentuan
bahwa barang barang pemakai kapal yang berada di kapal yang di sewa itu,
apabila musnah karna kebakaran, kapal tenggelam atau dibajak dan
sebaginya. Maka penerima uang premi asuransi itu menjadi penanggung,
sebagai imbalan dari uang yang diambil dari pedagang itu. Kemudian ia
mengatakan, “yang jelas menurut saya, tidak boleh (tidak halal) bagi pedagang
itu mengambil uang pengganti dari barang barangnya yang telah musnah,
karena yang demikian itu iltizamu ma lam yalzam mewajibkan sesuatu yang
tidak lazim/ wajib, dengan ungkapan inilah, sehingga Ibnu Abidin dianggap
orang pertama di kalangan fuqaha yang membahas masalah asuransi.
4
Departemen Agama RI, Ensiklopedia Islam, Jakarta: CV.Anda Utama,tt, hlm.1249.
5
Ali Yafie, Asuransi Dalam Pandangan Islam, Mengagas Fiqih Sosial, Bandung:
Mizan, hal, 211-212.
39
Selain Syaikh Ibnu Abidin, ulama yang mengharamkan asuransi lainya
adalah Syekh Muhammad Al-Ghajali6, ulama dan tokoh haraki dari mesir.
Dalam kitabnya Al-Islam Wal Munahijji Al-Isytiraakiyah (islam dan pokok
pokok ajaran sosialisme) menyatakan bahwa asuransi itu mengandung riba
karena beberapa hal, diantaranya yaitu:
1. apabila waktu perjanjian telah habis, maka uang premi dikembalikan kepada
terjamin dengan disertai bunganya dan ini adalah riba. Apabila jangka
waktu yang tersebut dalam polis belum habis dan perjanjian diputus, maka
uang premi dikembalikan dengan dikurangi biaya biaya administrasi dan
muamalah semacam itu dilarang oleh hukum agama (syara‟)
2. ganti kerugian yang diberikan kepada terjamin pada waktu terjadinya
peristiwa yang disebut di dalam polis, juga tidak dapat diterima oleh syara‟,
karena orang orang yang mengajarkan asuransi bukan syarikat didalam
untung rugi, sedangkan orang orang lain ikut memberikan sahamnya dalam
uang yang diberikan kepada terjamin.
3. Maskapai asuransi di dalam kebanyakan usahanya. Menjalankan pekerjaan
riba seperti pinjaman berbunga.
4. Perusahaan asuransi didalam usahanya mendekati pada usaha lotere.
Dimana hanya sebagian kecil dari yang membutuhkan dapat mengambil
manfaat.
6
Ir. Sula Muhammad syakir, AAIJ, FIIS, asuransi Syariah, Jakarta: Gema Insani,
2004, hal,60-61.
40
5. Asuransi dengan arti ini merupakan salah satu alat untuk berbuat dosa.
Banyak alasan uang dicari cari guna mengorek keuntungan dengan
mengharap datangnya peristiwa yang tiba tiba.
Ulama yang ketiga yang mengharamkan asuransi adalah guru besar
Universitas Qatar, syekh Muhammad Yusuf Al-Qaradhawi dalam kitabnya AlHalal Wal Haram Fil Islam (halal dan haram dalam islam) mengatakan bahwa
asuransi dalam praktik sekarang ini bertentangan dengan prinsip prinsip
syariah islam. Beliau mencontohkan dalam asuransi kecelakaan, yaitu seorang
anggota membayar sejumlah uang setiap bulan, apabila dia bisa lolos dari
kecelakaan maka uang jaminan itu hilang atau hangus, sedangkan si pemilik
perusahaan akan menguasai sejumlah uang tersebut dan sedikitpun ia tidak
mengembalikan kepada anggota asuransi tersebut. Tetapi bila terjadi suatu
kecelakaan, maka perusahaan akan membayar sejumlah uang yang telah
diperjamjikan bersama, Usaha semacam ini sama sekali jauh dari watak
perdagangan dan solidaritas bersyarikat.
Ulama lain yang mengharamkan adalah Syekh Abu Zahro Ulama fiqh
termasyur dan banyak menulis karya ilmiah tentang hukum islam, guru besar
Universitas kairo mesir7, menyimpulkan bahwa asuransi sosial (saling
menolong) adalah halal dan sebagai perkara alami yang perlu diadakan,
sedangkan asuransi yang semata mata bersifat komersial/ nonsosial hukumnya
haram, dapat disimpulkan sebagai berikut:
7
Ir. Sula Muhammad syakir, AAIJ, FIIS, op.cit, hal 62
41
1. Asuransi yang bersifat perkumpulan dengan tujuan sosial adalah halal dan
tidak ada syubhah di dalamnya
2. Tidak menyetujui akad akad asuransi yang tidak bersifat perkumpulan
dengan alasan ada syubatu qimar dan gharar di dalamnya sehingga gharar
itu menjadi penyebab tidak sahnya semua akad.
3. Tidak menyetujui akad akad asuransi yang tidak bersifat perkumpulan
dengan alasan ada syubatu qimar dan gharar di dalamnya sehingga gharar
itu menjadi penyebab tidak sahnya semua akad.
4. Merupakan „aqd al sharf‟ persetujuan jual beli uang dan aqd al sharf itu
tidak sah bila tidak tunai.
5. Tidak ada keadaan memaksa (dharuah) dalam bidang perekonomian yang
mewajibkan
Dr. Muhammad muslehuddin guru besar hukum islam universitas
London dalam desertasi doktonya yang berjudul Insurance And Islamic Law
mengatakan bahwa kontrak asuransi konvensional ditolak oleh ulama atau
kalangan cendikiawan muslim dengan berbagai alasan, sementara penyokong
modernis islam berkeras bahwa asuansi boleh menurut hokum islam, keberatan
para ulama terutama adalah sebagai berikut:
1. Asuransi merupakan kontrak perjudian
2. Asuransi hanyalah pertaruhan
3. Asuransi bersifat tidak pasti
4. Asuransi jiwa adalah alat dengan mana suatu usaha dilakukan untuk
menggantikan kehendak tuhan
42
5. Dalam asuransi jumlah jiwa premi tidak tentu, karena peserta asuransi tidak
tahu berapa berapa kali cicilan yang hatrus dibayarkan sampai meninggal.
6. Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang dibayarkan oleh peserta
asuransi dalam surat surat berharga (sekuritas) berbunga. Sedangkan dalam
asuransi jiwa, peserta atas kematiannya berhak mendapat jauh lebih banyak
dari jumlah yang telah dibayarkan, yang itu merupakan riba
7. Seluruh bisnis asuransi di dasarkan pada riba yang hukumnya haram.
Karena itulah ulama dengan keras menyatakan perang terhadap asuransi dan
dengan tegas berpendapat bahwa kontrak asuransi secara diametric
bertentangan dengan standart standart yang ditetapkan oleh hokum islam.
Asuransi berbahaya, tidak adil dan tidak pasti.
Sedangkan menurut mantan ketua MUI, Rais Am NU, guru besar ilmu
fiqih prof, KH. Ali Yafie merupakan salah satu ulama yang sangat independen
pendapatnya di Indonesia dan berperan besar dalam BMI, asuransi Takaful,
bank dan asuransi syari‟ah pertama di Indonesia setelah membahas dan
mengkaji lebih dalam apa itu asuransi, bentuk bentuk , tujuan dan kaitannya
dengan perundang undangan di Indonesia serta menelaah pendapat ulama
ulama ternama yang dikutip dalam tulisannya, kemudian berkesimpulan
bahwa:
1. Masalah asuransi penting mendapat perhatian para ulama karena merupakan
suatu kenyataan (waqi‟ah) yang mempunyai peranan banyak dalam segi
hukum kehidupan masyarakat dan melibatkan banyak orang dan golongan.
43
2. Asuransi diciptakan di dunia barat dan diatur oleh hukum sehingga
mempunyai watak , bentuk, sifat dan tujuan sendiri yang membedakan ia
(dalam kebutuhannya) dari wujud muamalat yang dikenal dalam fiqih yang
beredar dalam dunia islam.
3. Dari tiga jenis asuransi, dua diantaranya yaitu asuransi perkumpulan (atta‟min at-ta‟awuni) dan asuransi wajib (at-ta‟min al-ilzami) dapat
memperoleh tempat dalam lingkungan patokan patokan muamalah yang di
tetapkan oleh hukum syara‟. karena layak diberi perhatian kearah
pengembangan menjadi wasilah masyru‟ah
Dikemukakan pula Pandangan ulama yang dituangkan dalam pendapat
internasional maupun nasional, muktamar atau fatwa oleh majelis majma dan
atau ormas islam salah satunya dalam:
1. Muktamar ekonomi islam, yang bersidang pertama kali pada tahun 1976 di
mekah yang dihadiri 200 ulama, profesor syari‟ah dan pakar pakar okonomi
dari berbagai Negara muslim, dalam keputusannya tentang asuransi
menyimpulkan bahwa asuransi konvensional hukumnya haram, karena
mengandung riba dan gharar.
2. Majma‟ Al-fiqih al-islami al-„Alami (kesatuan ulama fiqih dunia) yang
bersidang pada tahun 1979 di Mekah al –Mukkaramah. Keputusan
mayoritas ulama adalah asuransi jenis perniagaan haram hukumnya, baik
asuransi jiwa maupun lainnya.
3. Majelis kesatuan ulama besar dalam musyawarah pada tahun 1977 di Arab
Saudi memutuskan bahwa asuransi jenis perniagaan hukumnya haram.
44
4. Fatwa jawatan kuasa kebangsaan Malaysia, pada tanggal 15 juni 1972,
Insurance Nyawa (asuransi jiwa) sebagaimana yang dijalankan oleh
perusahaan asuransi sekarang ini adalah muamalat yang fasid karena tidak
sesuai dengan prinsip prinsip islam, derimana akan\tnya mengandung
gharar, judi dan riba maka hukumnya menurut islam adalah haram.
Meskipun ulama diatas menganggap bahwa asuransi hukumnya haram,
tetapi ada pula pendapat pendapat ulama yang membolehkan asuransi,
diantaranya yaitu Syaikh Abdur Rohman Isa adalah seorang guru besar
Universitas Al-Azhar dengan tegas menyatakan bahwa asuransi merupakan
praktek muamalah dengan gaya baru yang belum dijumpai imam imam
terdahulu, demikian juga para sahabat Nabi. Pekerjaan ini menghasilkan
kemaslahatan ekonomi. Ulama telah menetapkan bahwa kepentingan umum
yang selaras dengan hukum syara‟ yang patut diamalkan. Karena asuransi
menyangkut kepentingan umum maka halal menurut syara‟.
Selanjutnya
Syaikh
Abdur
Rohman
Isa
mengataka
bahwa
sesungguhnya perusahaan asuransi dengan nasabahnya saling mengikat dalam
perbuatan ini atas dasar saling meridhai merupakan perbuatan yang melayani
kepentingan umum, memelihara harta milik orang orang dan menolak resiko
harta benda yang terancam bahaya. Sebaliknya perusahaan asuransi
memperoleh laba yang memadai yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Kedua belah pihat sepakat atas perbuatan yang mengandung maslahat yang
45
berhubungan dengan apa yang telah diciptakan oleh Allah Swt bagi
kepentingan manusia8.
Ulama yang selanjutnya yang memperbolehkan asuransi adalah Syekh
Abdul Wahab kholaf yang merupakan guru besar hokum islam universitas
kairo, beliau mengatakan bahwa asuransi itu boleh sebab termasuk akad
mudharabah. Akad mudharabah dalam syariat islam adalah perjanjian
persekutuan dalam keuntungan dengan modal yang diberikan oleh satu pihak
dan dengan tenaga di pihak yang lain. Demikian pula dalam asuransi, nasabah
memberikan memberikan hartanya dengan jalan membayar premi, sementara
dari pihak lain (perusahaan asuransi) memutarkan harta tadi, sehingga dapat
menghasilkan keuntunga timbale balik baik bagi nasabah maupun perusahaan
sesuai dengan perjanjian mereka. Dalam hubungan ini ada yang memandang
bahwa pembagian keuntungan yang dilakukan oleh perusahaan asuransi
dengan menetapkan (bunga kredit) sebesar misalnya 3% atau 4% (di Indonesia
biasanya sekitar 7% sampai9%) adalah mudhorobah yang tidsk sah, maka
Syekh Abdul Wahab memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1) Tafsir ayat riba dalam surat Al-Baqarah adalah, “Tiadalah termasuk riba
yang diharamkan dalam nash (yang sudah jelas keharamannya), apabila
seseorang memberikan modalnya kepada orang lain (untuk dijadikan modal
usaha) dengan menetapkan bagian keuntungan tertentu dari modal itu.”
Memang hal ini berbeda dengan pendapat fuqaha yang menetapkan
8
Konsep Asuransi Menurut Islam, Lampiran Keputusan Munas Alim Ulama Nahdlatul
Ulama 1992, No.03/Munas/1992
46
keuntungan pemilik modal, berdasarkan keuntungan yang diperoleh dalam
perusahaan. Namun atas dasar kepentingan mashlahah, maka yang
demikian itu tidak mengandung suatu dosa atau kesalahan. Selain itu kerja
sama semacam ini bermanfaat bagi keduanya, baik bagi pemilik modal
maupun pengusaha sendiri.
2) Persyaratan dalam mudharabah bahwa bagian keuntungan berdaskan laba
dan keuntungan tertentu (presentase dari modal) belu diterima oleh sebagian
mujtahidin “fuqaha” dan hal itu bukanlah merupakan suatu hokum yang
telah disepakati.
Dalam majalah Hiwaul Islam Syekh Abdul Wahab menyimpulkan
bahwa perikatan asuransi jiwa adalah akad yang sah, berguna bagi para
anggota (nasabah), bagi perusahaan asurnsi, bagi masyarakat dan tidak
merusak seseorang, juga tidak memakan harta seseorang dengan cara tidak
benar, malainkan marupakan tabungan, koprasi dan memberikan kecukupan
kecukupan bagi nasabah yang umurnya telah lanjut dan kepentingan ahli waris,
ketika tiba tiba meninggal dunia. Syariat islam hanya mengharamkan yang
merusak atau bahayanya lebih besar dari manfaatnya.
Sarjana dan pakar ekonomi Pakistan, Syaikh Muhammad, MA, LLB
juga membolehkan asuransi jiwa dan asuransi konvensional lainnya dengan
alasan:
1) Persetujuan asuransi tidak menghilangkan arti tawakal kepada allah.
2) Di dalam asuransi tidak ada pihak yang dirugikan dan merugikan.
47
Download