seminar skripsi biologi i - Jurnal STKIP Pembangunan Indonesia

advertisement
BIODEGRADASI PETROLEUM OLEH BAKTERI
DARI SEDIMEN SUNGAI TALLO MAKASSAR
Agus Darmawan Idris1
ABSTRACT
The purpose of this riset is to detect biodegradation capacity by bacteria from
sediment river tallo makassar towards pollution from spilled oil around the river stream, this
riset uses method sterilely sampling in 3 different points stasion around tallo river stream.
From prakultur stage and stage culture. in observation is got 2 different isolat from sample
stasion 1 and 1 isolat from sample stasion 2 with different 2 isolat from sample stasion 3, all
morphology of this bacteria is a stick type and belong gram negative. Analysis towards
biodegradation capacity of bacteria is by visual observation during incubation period with
existence of emulsifikasi phenomenon and colour change. in quantitative test of
biodegradation capacity from each stasion, known the biggest biodegradation capacity
happen in sample from stasion 2 that is 46,16 % and furthermore sample from stasion 1 that
is 40,5 % with stasion 3 that is 22,05 %. in qualitative test uses kromatografi gas, based on
result kromatogram relative perfect carbon chain severance happen in sample from stasion 2
that can degradation carbon chain c13 until c24 and in sample from stasion 1 carbon
degradation process happens in carbon c13, c19, c22, c23, c27 while in sample from stason 3
degradation process happens in carbon c16, c18, c22, and c24
PENDAHULUAN
Meningkatnya pembangunan industri di sekitar daerah aliran sungai serta
pemanfaatan sungai dalam aktivitas transportasi masyarakat merupakan salah satu faktor
yang memberikan dampak besar terhadap pencemaran oleh minyak di daerah sungai. Selain
itu kadang terjadi kecelakaan di dalam kegiatan pengangkutan minyak secara besar- besaran
di lautan sehingga sejumlah kecil dari minyak mentah dan minyak olahan masuk ke daerah
estuaria dan sungai sebagai dampak dari kecelakaan kapal tangki saluran minyak dan lainlain dan sebagai konsekwensi dari aktivitas perminyakan di lautan (Whitham B.T., 1974).
Akibat dari pencemaran akan memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan masyarakat di
sekitar sungai dan juga akan merusak ekosistem sungai yang akan mengancam kehidupan
berbagai organisme yang hidup di sungai tersebut.
Penanggulangan polusi minyak dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu secara
fisik, kimia dan biologi. Secara fisik, misalnya dengan penjaringan lapisan minyak yang
mengapung. Hal ini mempunyai konsekuensi penyediaan sarana-prasarana pembuangan
minyak bumi yang bersangkutan, yang apabila jumlah polutan meliputi jutaan metrik ton
tentu akan menimbulkan masalah baru. Secara kimia, antara lain dilakukan dengan
penggunaan senyawa dispersan atau surfaktan, tetapi dispersan justru dapat menimbulkan
dampak negatif yang justru lebih tinggi dibandingkan polusi minyak itu sendiri. Beberapa
dispersan mengandung senyawa kimia yang menghambat aktifitas mikroba (Erni Martani,
1992).
Secara mikrobiologis, hal ini dilakukan dengan usaha menginokulasikan mikroba
pendegradasi minyak bumi atau divariasi dengan usaha tertentu dengan tujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroba inokulan tersebut (misalnya penambahan
nutrient tertentu yang merupakan faktor pembatas aktivitas mikroba). Sehinga dapat
mengubah limbah minyak yang berbahaya menjadi senyawa yang dapat dimanfaatkan oleh
1
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Hasanuddin
1
organisme yang lain. Cara mikrobiologi ini merupakan salah satu cara yang saat ini
dikembangkan oleh beberapa negara maju, seperti Jepang dan Kanada (Erni Martani, 1992).
Para ahli telah berhasil mengisolasi beberapa bakteri yang mampu menggunakan
minyak pencemar sebagai sumber karbon dan energi, yang pada akhirnya minyak didegradasi
menjadi karbondioksida dan air. Oleh Rhenheimer (Aquatic Microbiology,1994) menyatakan
bahwa Fuhs telah berhasil mengisolasi bakteri yang mampu mendegradasi hidrokarbon yang
terdapat di dalam sediment, danau dan kolam. Pada kondisi yang sesuai hampir semua
hidrokarbon dapat dihancurkan oleh mikroorganisme, bakteri pendagradasi tersebut
di
dominasi oleh beberapa genera yaitu Pseudomonas, Vibrio, Spirillum, Flavobacterium,
Achromobakter, Bacillus dan Nocardia .
Keberhasilan para ahli tersebut mendorong peneliti untuk melakukan isolasi bakteri
pada daerah sungai yang berperanan sebagai sarana dalam aktivitas transportasi perairan dan
merupakan tempat pembuangan limbah-limbah industri.
BAHAN DAN METODOLOGI
Bahan-bahan yang digunakan adalah : sampel dari bagian sedimen Sungai Tallo,
NaOH, Toluen, Kalium Hidroksida (KOH), Metanol-KOH, H2SO4, FeSO4, K2HPO4, , Silika
Gel, Extrack ragi, Bacto Agar, Glas Wall, HCl, Kristal violet (90%), Ethanol (95 %),
Amonium oksalat, Iodium, Kalium Iodida, Alkohol (96%), Safranin, Aquades, Spiritus,
Petrolum jenis Sahara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, bakteri yang digunakan adalah bakteri yang diisolasi dari
Sedimen di perairan sungai Tallo Makassar, lokasi pengambilan sampel di lakukan pada
aliran sungai Tallo di sekitar kawasan Industri Makassar (PT. KIMA).
Pada pengambilan sampel di tetapkan 3 stasion, dengan jarak antara stasion sekitar
300-500 meter. Penentuan lokasi untuk setiap stasion didasarkan oleh kondisi dan letak dari
masing-masing stasion terhadap aliran limbah industri yang mengandung hidrokarbon dan
limbah rumah tangga. (Peta Terlampir).
Lokasi stasion I merupakan aliran sungai Tallo yang berasal dari pertemuan aliran
sungai di kota Makassar dan daerah sekitar pemukiman penduduk, terletak sekitar 300-500
meter sebelum stasion II dengan kondisi air coklat dan keruh dan terlihat limbah rumat
tangga .
Stasion II merupakan muara dari aliran sungai kecil yang melewati kawasan Industri
secara langsung, dengan kodisi air yang keruh.
Sedangkan pada Stasion III berada lebih dekat dari muara dibandingkan letak staion
yang lain, terletak sekitar 300-500 meter setelah stasion II dengan kondisi air yang keruh dan
agak kehitaman .
Secara visual, di permukaan perairan pada setiap stasion tampak lapisan-lapisan tipis
petroleum, hal ini dapat disebabkan meningkatnya pembangunan industri di sekitar daerah
aliran sungai serta pemanfaatan sungai dalam aktivitas transportasi masyarakat.
Untuk data penunjang, dilakukan pengukuran parameter fisika-kimia dari setiap
stasion. Pengukuran parameter fisika - kimia dapat dilihat pada tabel berikut ini
2
Tabel 1.1 Data Parameter Fisika- Kimia Pada Perairan Sungai Tallo Makassar.
Stasion
Parameter
Kimia
1
Fisika
Salinitas :
18 Kedalaman : 2 (‰)
2,5 m
Suhu
: 32oC
pH
: 6,5
2
Salinitas :
18 Kedalaman : 1 (‰)
1,5 m
Suhu
: 32oC
pH
: 6,5
3
Salinitas :
19 Kedalaman : 1 (‰)
1,5 m
Suhu
: 32oC
pH
:7
Sumber: Analisis Data
Tekstur Sedimen
Berlumpur, berwarna kecoklatan, bau
menyengat
Berlumpur, berwarna coklat , bau
menyengat,
Berpasir, berwarna kehitaman, bau sangat
menyengat
A. Petroleum Sebagai Sumber Karbon
Jenis petroleum yang digunakan dalam penelitian ini adalah petroleum jenis Sahara.
Petroleum Sahara berwarna coklat kehitaman dan encer. Komposisi kimia dari petroleum
jenis Sahara mengandung berbagai jenis campuran hidrokarbon aliphatik dan aromatik serta
sejumlah kecil senyawa yang mengandung nitrogen, sulfur dan oksigen dan berbagai logam
namun ikatan kimianya tidak diketahui secara pasti.
B. Seleksi Dan Pembiakan Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon
Untuk mendapatkan bakteri yang mempunyai kemampuan untuk mendegradasi
hidrokarbon, maka terlebih dahulu dilakukan beberapa tahap pertumbuhan dan penyeleksian.
Tahapan yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu : Pembuatan suspensi, tahap prakultur
dan tahap kultur.
C. Pengamatan Pertumbuhan Bakteri Secara Visual
Proses pertumbuhan bakteri pendegradasi hidrokarbon dalam media kultur, akan
nampak setelah beberapa hari inkubasi. Pertumbuhan ini diamati dari perubahan warna
kultur, emulsifikasi dan pengurangan jumlah petroleum Perubahan ini membuktikan adanya
aktifitas pertumbuhan bakteri pada substrat yang diberikan.
Dari hasil pengamatan visual, menunjukkan bahwa telah terjadi pertumbuhan bakteri
pendegraadsi hidrokarbon yang diperoleh dari tiap stasion. Hal ini ditandai dengan adanya
perubahan warna masing-masing kultur dari tiap-tiap stasion yang semula bening pada masa
awal tahap kultur , berubah menjadi kuning keruh untuk kultur dari stasion I, krem
kekuningan untuk kultur dari stasion II dan coklat muda untuk kultur dari stasion III. Hal ini
diikuti dengan terjadinya pengurangan petroleum secara kuantitas. Pengurangan jumlah
petroleum untuk setiap kultur tidak dapat diukur secara pasti untuk setiap pengamatan visual
yang dilakukan, sehingga nilai yang dicantumkan dalam tabel adalah perkiraan dalam
persentase.
Pada awal kultur 1 x 24 jam sebagian besar petroleum berada dipinggir dan melekat
pada dinding erlenmeyer namun setelah 4 x 24 jam sampai 6 x 24 jam terjadi pengurangan
jumlah petroleum yang melekat pada dinding erlenmeyer . Kemungkinan hal tersebut
3
disebabkan adanya bakteri yangt tumbuh pada media kultur tersebut menghasilkan zat yang
bersifat pengemulsi mengakibatkan bekurangnya petroleum yang melekat pada dinding
erlenmeyer. Zat yang bersifat pengemulsi atau emulsan adalah senyawa yang dapat dihasilkan
oleh bakteri yang ditumbuhkan pada substrat, senyawa tersebut dapat menurunkan tegangan
permukaan antara air dan minyak, sehingga memungkinkan terjadinya proses antara
keduanya. Husain et.al. (.1997), mengemukakan bahwa mikroba yang tumbuh pada substrat
yang mengandung senyawa hidrokarbon dapat mensekresikan senyawa yang bersifat
pengemulsi dan dikenal dengan nama "biosurfactan". Surface Active Agent" disingkat dengan
"surfactan" adalah bahan kimia dengan struktur molekul terdiri atas satu grup hidrofobik
berafinitasrendah terhadap fase "aqueous" dan satu grup hidrofilik yan mudah larut dalam
fase "aqueous"
Rembeliosari et.al., dalam Austin (1993), mengatakan bahwa pertumbuhan bakteri
hidrokarbon mendorong produksi "biosurfaktan" yang dapat mengemulsi substrat. Demikian
juga Veshuren dan Vischer dalam Gunalan (1993), mengemukakan bahwa "surfaktan" dapat
meningkatkan keberadaan polutan hidrofobik dalam fase "aqueous" dan melepaskan ikatan
polutan dengan pertikel padar.
Pada masing-masing kultur terlihat adanya endapan-endapan berbentuk butirbutiran pada dasar erlenmeyer. Husain et.al.,(1997), mengemukakan bahwa bakteri
mengeluarkan sekret metabolit yang memungkinkan bakteri untuk dapat melekat atau
membungkus senyawa hidrokarbon membentuk gerombolan-gerombolan yang menyerupai
anggur. Cara ini dikenal dengan fenomena adderens.
D. Pertumbuhan Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon
Pengukuran pertumbuhan bakteri pendegradasi Hidrokarbon dilakukan berdasarkan
kekeruhan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 610 nm. Hasil
pengukuran tersebut dari masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Pengamatan Pertumbuhan Populasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon
Waktu Inkubasi
(Jam)
0
24
48
72
96
126
148
160
192
216
240
264
288
312
336
Nilai Densitas Optik (DO) bakteri pada
610
nm
S1
S2
S3
0,125
0,108
0,125
0,155
0,130
0,154
0,187
0,162
0,174
0,227
0,200
0,201
0,252
0,240
0,222
0,292
0,301
0,237
0,328
0,349
0,252
0,367
0,420
0,263
0,398
0,461
0,276
0,432
0,509
0,285
0,456
0,523
0,292
0,469
0,532
0,301
0,475
0,551
0,310
0,495
0,569
0,328
0,509
0,585
0,337
Sumber: Analisis Data
4
Nilai yang didapat dari hasil pengukuran diatas kemudian di plot pada kertas
semilogaritma untuk membuat kurva pertumbuhan populasi bakteri, dengan nilai DO yang
diproyeksikan sebagai sumbu Y dan waktu inkubasi sebagai sumbu X dapat dilihat pada
grafik 1 (Gambar 3).
S1
S2
S3
(JAM)
Gambar 1.1
Kurva Pertumbuhan Populasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon dari Sedimen
Sungai Tallo Makassar.
Keterangan : - S1 : sampel dari stasion
- S2 : sampel dari stasion
- S3 : sampel dari stasion
Pengukuran pertumbuhan berdasarkan pada tingkat kekeruhan (densitas optik) dari
masing-masing kultur, dengan asumsi bahwa peningkatan kekeruhan terjadi disebabkan
adanya pertumbuhan bakteri.
Pada kurva pertumbuhan sampel S1 diperoleh densitas optik (DO) pada awal masa
inkubasi yaitu 0,125, dan memasuki fase eksponensial terdapat kenaikan densitas optik
(DO) menjadi 0,252, dan cendrung naik hingga akhir masa inkubasi (15 x 24 ). Pada kurva
ini tidak teramati adanya fase adaptasi namun langsung masuk ke fase eksponensial dengan
fase yang cendrung linier.
Untuk kurva pertumbuhan sampel S2 diperoleh densitas optik (DO) pada awal masa
inkubasi yaitu 0,108 pada waktu memasuki fase eksponensial terdapat kenaikan densitas
optik (DO) menjadi 0,240 dan cendrung naik hingga akhir masa inkubasi (15 x 24 ),.pada
kurva ini juga tidak teramati adanya fase adaptasi namun langsung masuk ke fase
eksponensial dengan fase yang cendrung linier. Dari hasil pengamatan fase eksponensial pada
kurva ini lebih tinggi dari pada fase eksponensial dari kultur yang lain.
Nilai densitas optik (DO) pada awal masa inkubasi untuk kurva pertumbuhan sampel
S1 yaitu 0,125, dan pada waktu memasuki fase eksponensial terdapat kenaikan densitas optik
(DO) menjadi 0,252, dan cendrung naik hingga akhir masa inkubasi (15 x 24 ). Pada kurva
ini tidak teramati adanya fase adaptasi namun langsung masuk ke fase eksponensial dengan
fase yang cendrung linier.
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa pertumbuhan bakteri pendegradasi
hidrokarbon yang paling cepat terjadi pada sampel S2 dibandingkan sampel S1 dan S3, hal
ini dapat terjadi karena sampel S2 berasal dari stasion 2 yang terletak di daerah terdekat
dengan kawasan industri dan di daerah tersebut lebih banyak terdapat petroleum
5
dibandingkan stasion 1 dan stsion 3, sehingga sampel bakteri dai stasion 2 memiliki kapasitas
yang tinggi untuk mendegradasi hidrokarbon yang berasal dari petroleum.
Diperolehnya bentuk kurva pertumbuhan dengan fase linier dikarenakan masih
tersedianya cukup susbtrat yang memungkunkan untuk tumbuh, setelah terlebih dahulu
mengalami fase perlambatan yang disebabkan berbagai faktor penghambat pertumbuhan.
Namun secara rasio perbandingan nilai pembelahan sel lebih dominan dibandingkan sel yang
mengalami kematian.
Setelah fase logaritma, maka pertumbuhan sel bakteri akan memasuki fase yang
diperlambat. Hal tersebut disebabkan oleh karena kehabisan nutrisi dan adanya akumulasi
senyawa toksik yang dihasilkan dari metabolisme sel. Selanjutnya Pertumbuhan sel akan
memasuki fase stasioner, fase dimana jumlah sel yang membelah sama dengan jumlah
kematian sel yang tua (Pelczar dan Chan, 1986). Adanya kemungkinan penurunan nilai
densitas optik setelah fase linear dapat disebabkan berbagai faktor yang dapat menghambat
pertumbuhan. Dan kurva pertumbuhan yang cendrung meningkat kembali dikarenakan masih
terjadinya cukup substrat yang memungkinkan untuk tumbuh.
E. Analisa Biodegradasi Secara Kuantitatif
Pengukuran efektifitas biodegradasi melalui perhitungan persentase hidrokarbon yang
hilang atau terdegradasi oleh bakteri dimaksudkan untuk menentukan kapasitas biodegradasi
secara kuantitatif
Dari proses ekstraksi didapatkan ekstrak bahan organik (EBO) yang berbeda beratnya
untuk masing-masing sampel, seperti pada tabel dibawah ini
Tabel 1.3. Hasil Analisa Kuantitatif Biodegradasi Petroleum Jenis Sahara
Berat
Berat
Kontrol
Awal
(gram)
0,5696
Akhir
(gram)
0,5684
1
0.5749
0.1699
40,38
%
2
0.5753
0.1137
46,02
%
3
0.5751
0.3546
21,93
%
Stasion
Persentase biodegradasi
(%)
-
Sumber: Analisis Data
Dari hasil pengamatan pada tabel 1.3 menunjukkan bahwa tingkat biodegradasi dari
sampel pada stasion 2 menunjukkan persentasi yang paling tinggi yaitu 46,02 % dan
selanjutnya sampel dari stasion 1 yaitu 40,38 %, sedangkan tingkat biodegradasi sampel dari
stasion 3 menunjukkan persentase terendah yaitu 21,93 %. Tingginya tingkat degradasi pada
sedimen juga telah dikemukakan oleh beberapa ahli bahwa jumlah bakteri pendegradasi
hidrokarbon jauh lebih besar pada sedimen dibandingkan dengan yang terdapat pada badan
air. (Linstrom,.1991).
Adanya perbedaan dari persentase bidegradasi secara kuantitatif untuk masing-masing
kultur dati tiap stasion disebabkan kemampuan yang berbeda-beda dari masing-masing
kultur dalam mendegradasi petroleum.
Rendahnya tingkat biodegradasi pada sampel dari setiap stasion 3 disebabkan
beberapa faktor yang berpengaruh antara lain letak lokasi stasion 3 yang berdekatan dengan
6
muara sungai dan pemukiman penduduk sehingga perairan di daerah tersebut terakumulasi
dengan berbagai polutan dan sampah-sampah organik yang memungkinkan bakteri di daerah
tersebut lebih cendrung memetabolisme bahan organik dari sampah-sampah organik dan
sumber nutrien lainnya dibandingkan mendegradasi hidrokarbon, sehingga pada tahap kultur
bakteri dari stasion 3 susah beradaptasi dengan sumber karbon dari petroleum, selain itu
faktor lain yang menghambat adalah kepekatan hara makanan organik dan komposisi kimia
dari minyak. Disamping itu pula kemungkinan adanya baketri yang menghasilkan produk
metabolik yang bersifat toksik bagi bakteri lainnya, sehingga proses biodegradasi tersebut
tidak mencapai tingkat yang lebih tinggi.
F. Analisa Biodegradasi Secara Kualitatif
Untuk mengetahui efektifitas biodegradasi dari masing-masing sampel pada tiap
stasion maka dilakukan pengujian biodegradasi secara kuaitatif untuk mengetahui
kemampuan bakteri dalam memutuskan jenis rantai karbon yang terdapat di dalam petroleum
pada proses degradasi. Masing-masing sampel dari ketiga stasion dan kontrol terlebih dahulu
diadakan pemisahan (fraksinasi) dengan menggunakan kolom fraksinasi. Hal ini
dimaksudkan untuk memisahkan fraksi alkana dengan fraksi aromatiknya, selanjutnya hanya
fraksi alkana yang dapat dibaca atau dilewatkan pada alat kromatografi fase gas yang
digunakan. Setelah diinjeksikan ke dalam kromatografi fase gas, selanjutnya diperoleh hasil
kromatogram yang berupa pik.
Biodegradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme sebagian besar dikontrol oleh faktor
abiotik. Secara umum faktor tersebut mempengaruhi mikroba dan aktifitas enzim. Kemudian
ketahanan polutan petrolum juga bergantung pada kuantitas dan kualitas dari campuran
hidrokarbon yang dikandung dan sifat yang mempengaruhinya seperti tempratur, nutrien dan
oksigen (Bertrand 1986). Menurut Jalaluddin, proses penguraian hidrokarbon minyak bumi
berlangsung tidak secara keseluruhan tetapi dengan urutan : sebagian atau seluruh senyawa nalkana, hanya sedikit senyawa alkana dengan rantai bercabang, sikloalkana dan aromatik
dengan jumlah cincin rendah.
Gambar 1.2.
Kromatogram kontrol dengan substrat petroleum Sahara
7
Gambar 1.3.
Kromatogram kultur S1 dengan substrat petroleum Sahara
Gambar 1.4.
Kromatogram kultur S2 dengan substrat petroleum Sahara
Gambar 1.5.
Kromatogram kultur S3 dengan substrat petroleum Sahara
Rantai karbon yang mengalami pemutusan selama masa inkubasi yaitu + 15 hari. akan
dapat diketahui dengan
membandingkan kromatogram sampel dan kontrol Hasil
kromatogram yang di dapat dibandingkan dengan kromatogram kontrol pada petrolum yang
sama.. Pemutusan rantai karbon ini dapat dilihat pada Gambar 1.2, 1.3, 1.4 dan 1.5.
Pada Kromatogram kultur dari stasion 1 (Gambar 1.2) rantai karbon n-alkana (C10C30) dapat terputus, hal ini terlihat pada rantai karbon C 13, C19, C22, C23 dan C27 dapat
terputus dengan baik. Kemampuan pemutusan rantai karbon dari fraksi alkana yang
terkandung dalam substrat berhubungan dengan tingginya kemampuan bakteri untuk
menyerang dan memutuskan rantai karbon tersebut.
Untuk Kromatogram kultur dari stasion 2 (Gambar 1.3) rantai karbon n-alkana (C10C30) dapat terputus, hal ini terlihat pada rantai karbon C 13 sampai C24 dapat terputus dengan
sempurna.. Banyak rantai karbon yang putus
pada sampel dari tiap-tiap stasion,
kemungkinan disebabkan oleh kemampuan bakteri pendegradasi hidrokarbon yang sangat
8
tinggi, selain itu komposisi kimia dari petroleum jenis Sahara yang kemungkinan mempunyai
rantai n-alkana yang tidak terlalu panjang atau bercabang sehingga memudahkan bakteri
memutuskan rantai karbon tersebut
Kromatogram kultur dari stasion 3 (Gambar 1.4) menunjukkan terputusnya rantai
karbon n-alkana (C10-C30), hal ini terlihat pada rantai karbon C16, C18, C22, C24 dengan baik.
Semantara itu dalam NAS (1975), mengatakan bahwa laju biodegradasi bergantung pada
komposisi kimia hidrokarbon itu sendiri, makin panjang rantainya, maka makin sulit
terdegradasi.
G. Pertumbuhan Bakteri pada Media Agar Padat
Penanaman pada media agar cawan bertujuan untuk mendapatkan koloni bakteri yang
benar-benar terpisah yang dilanjutkan dengan pengamatan bentuk morfologi bakteri.
Berdasarkan hasil pengamatan diatas, untuk sampel dari Stasion I didapatkan 2 isolat
yaitu I1 dengan bentuk koloni circular dan I2 dengan bentuk koloni irregular, sedangkan
dari sampel Stasion 2 didapatkan isolat I3 dengan bentuk koloni circular dan untuk sampel
dari Stasion 3 didapatkan 2 isolat yaitu I 4 dengan bentuk koloni circular dan I5 dengan
bentuk koloni Irreguler. (Gambar 9)
Berdasarkan hasil pengamatan (tabel 4) ke-5 isolat tersebut ternyata semua merupakan
golongan bakteri gram negatif dengan bentuk sel bakteri dari semua isolat adalah berbentuk
batang.
Pelczar dan Chan (1986), mengatakan bahwa dinding sel bakteri gram negatif
memiliki kandungan lipid yang lebih tinggi (11%-22%) daripada dinding bakteri gram positif
yang hanya 1%-4%. Pada saat pemberian cat kristal violet, zat yang bermuatan positif akan
terikat pada dinding sel yang bermuatan negatif. Setelah ditetesi larutan yodium, maka
yodium dan larutan kristal violet akan membentuk kompleks UK-Y antara dinding dan
membran sel. Namun pada saat ditetesi larutan alkohol, lipid yang terdapat pada dinding sel
bakteri terekstraksi sehingga pori-pori mengembang, kompleks UK-Y keluar dari sel dan
menjadi tidak berwarna. Sehingga pada saat sel bakteri diberi cat lawan yaitu safranin maka
sel akan menyerap cat tersebut yang mengakibatkan sel bakteri terlihat berwarna merah.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil yang diperoleh dari penelitian Biodegradasi petroleum oleh baketri dari sedimen
sungai Tallo adalah
Pada pengamatan visual selama masa inkubasi menampakkan adanya kemampuan
sampel bakteri untuk tumbuh pada substrat hidrokarbon, hal ini dapat terlihat dari adanya
fenomena emulsifikasi dan perlekatan oleh bakteri yang membungkus senyawa hidrokarbon
membentuk gerombolan-gerombolan yang menyerupai anggur serta perubahan warna dan
pengurangan petroleum yang terjadi pada setiap sampel dari masing-masing stasiun..
Pertumbuhan bakteri yang paling baik pada substrat hidrokarbon selama 15 hari (336
jam) pengamatan, terjadi pada sampel dari stasion 2 dengan nilai densitas optik pada akhir
pengamatan yaitu 0,585 dan selanjutnya sampel dari stasion 1 dengan nilai densitas optik
yaitu 0,509 serta sampel dari stasion 3 dengan nilai densitas optik yaitu 0,337
Untuk uji kuantitatif terjadi perbedaan kapasitas bidegradasi dari masing-masing
stasion, kapasitas bidegradasi terbesar terjadi pada sampel dari stasion 2 yaitu 46,16 % dan
selanjutnya sampel dari stasion 1 yaitu 40,5 % serta stasion 3 yaitu 22,05 %.
Untuk uji kualitatif, berdasarkan hasil kromatogram pemutusan rantai karbon relatif
sempurna terjadi pada sampel dari stasion 2 yang dapat mendegradasi rantai karbon c 13
sampai c24 dan pada sampel dari stasion 1 proses degradasi karbon terjadi pada karbon C 13,
9
C19, C22, C23, C27 sedangkan pada sampel dari stason 3 proses degradasi terjadi pada karbon
C16, C18, C22, dan C24
Pada pengamatan morfologi bakteri didapatkan 2 isolat yang berbeda dari sampel
stasion 1 dan 1 isolat dari sampel stasion 2 serta 2 isolat yang berbeda dari sampel stasion 3
yang semuanya berbentuk batang dan termasuk gram negatif.
B. Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai karakterisasi dari masing-masing
isolat yang telah di dapat dan kemudian dilakukan pengujian kapasitas degradasi pada jenis
petroleum yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Austin, B., 1993, Marine Microbiology, Cambridge University Press, London.
Bertrand, J.C.,1986, Controlled Marine Ecosystem In The Invertigation Of Oil
Biodegradation at sea, Microbiological Science, Vol 3 No7
Gunalan, 1993. Penerapan Bioremediation Untuk Melenyapkan Polutan Organik Dari
Lingkungan.Fak. Pertanian. Universitas Sriwijaya Palembang
Husain, D.R., Goutx M. Bezae, C. Gilewcs, M dan Bertrand, J.C., 1997, Morphological
adaptation of Pseudomonas nautica strain 617 to growth on eicosone and modes of
eicocone uptake, letters in Applied Microbiology
Kelar, B.D. dan Jackson, J.B.C.1998, Long-Therm Assesment Of Oil Spill At Bahia Las
Minas, Panama Us Departement of interior, Mineral Manegement Services, New
Orleans.
Martani, Erni, DR. IR, 1992, Monograf
Bioteknologi Lingkungan ,
Pusat Antar
Universitas (PAU), UGM. Yogyakarta.
Pelczar M.J, dan Chan E.C.S., 1986, Dasar-dasar Mikrobiologi, Universitas Indonesia,
Jakarta
Rhenheimer, G., 1994, Aquatic Microbiology, Inst. Of Marine sciens, Univ. of Kiel
Germany.
Whitham B.T., 1974, Marine Pollution by oil, Applied Science publishers LTD
10
IDENTIFIKASI COLIFORM DARI SUMBER AIR BAKU
PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA MAKASSAR2
Hasria Alang3, Hastuti4
ABSTRAK
Air bersih adalah air yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari dan
kualitasnya sesuai dengan peraturan pemerintah dan dapat diminum apabila dimasak. Untuk
mengetahui kualitas air maka dapat dilihat dari higinitasnya menggunakan indeks Coliform
atau Most Probable Number of Coliform Organisme (MPN) seperti peraturan menteri tentang
kriteria standar kualitas yaitu PRRI No. 82/2001 that 1000 MPN/100 ml. Tujuan penelitin
ini adalah untuk melihat kualitas air baku PDAM Makassar dengan melihat hadirnya bakteri
pencemar dan mengidentifikasi bakteri kontaminan golongan Enterobacteriaceae dari
sumber air baku PDAM Makassar. Teknik sampling penelitian yaitu Purpose sampling.
Sampel diperoleh dari sumber air baku Panaikang/Ratulangi, Bili-bili and Somba Opu
menggunakan botol transport dan selanjutnya di bawa ke Laboatorium Biologi STKIP-PI
Makassar untuk uji Mikrobiologi. Deteksi jumlah bakteri Coloform dan Escherichia coli
menggunakan metode MPN sesuai prosedur Waluyo yang meliputi uji penduga, uji
penegas,uji lengkap dan pewarnaan gram. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai MNP
Panaikang >1100 sel/100 mL sampel, Somba Opu 1100 sel/100 mL dan Bili bili 150 sel/100
mL sampel.
ABSTRACT
Clean water is the water that’s used for everyday purpose and its quality meets the
requirements of applicable laws and regulations and can be drunk when cooked. To claim
water quality in terms hygiene, can be used Coliform ideks or Most Probable Number of
Coliform Organisme (MPN) in accordance with ministerial regulations microbiological
quality standard criteria PRRI No. 82/2001 that 1000 MPN/100 ml. The aim of this study to
see the quality of the raw water taps PDAM Makassar by looking at the presence of bacterial
contaminants and identify bacterial contaminants Enterobacteriaceae from raw water source
PDAM Makassar. Sampling techniques in this sudy is Purpose sampling. Samples taken from
raw water Panaikang/Ratulangi, Bili-bili and Somba Opu using by transport bottle and further
micrioblogical tested at Biology Laboratory at STKIP-PI Makassar. Deteremination of the
number of Coliform bacterial and Escherichia coli with Waluyo procedure accordance with
the MPN method covering Presumptive Test, Confirmed Test, Complete test and gram
staining. The result of these study shows that the value of MPN Panaikang >1100 sel/100 mL
sample, and Somba Opu 1100 sel/100 mL and than Bili bili 150 sel/100 mL sample.
Key word : Coliform, Enterobacteriaceae, Medium pertumbuhan, PDAM
2
Hibah Penelitian Dosen Pemula Tahun 2014
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar.
4
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar.
3
11
PENDAHULUAN
Air sebagai materi esensial dalam kehidupan tampak dari kebutuhan untuk keperluan
sehari-hari. Semakin tinggi taraf kehidupan seseorang semakin meningkat pula kebutuhan
manusia akan air. Jumlah penduduk dunia setiap hari bertambah, sehingga mengakibatkan
jumlah kebutuhan air ikut meningkat. Mengutip Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan industri, terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan
air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum
apabila dimasak.
Parameter Kualitas Air yang digunakan untuk kebutuhan manusia haruslah air yang
tidak tercemar atau memenuhi persyaratan fisika, kimia, dan biologis. Syarat Biologis air
yaitu tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri
patogen penyebab penyakit (Suriawiria,1996 ). Atau biasa lebih dikenl dengan nama
Coliform.
Coliform merupakan salah satu Indikator pencemaran mikrobiologi (Tururaja, Tresia
& Rina Mongea. 2010). Beberapa bakteri Coliform ada yang bersifat pathogen atau
menyebabkan penyakit. Karenanya, timbul istilah yang disebut sebagai water born deseases
atau penyakit-penyakit yang dapat ditularkan melalui air (transmitted by water). Bakteri
Coliform yang ada dalam air dikelompkkan dalam dua kelompok yaitu kelopok Fecal
(Escherichia coli) dan Non-Fecal Coliform (Enterobacter aerogenus). Hadirnya Escherichia
coli merupakan indikator adanya cemaran tinja dari manusia dan hewan berdarah panas,
sedangkan Non-Fecal Coliform mengindikasikan adanya sanitasi yang kurang baik misalnya
adanya bangkai dari hewan berdara panas lainnya. Berdasarkan beberapa penelitian
sebelumnya menayatkan bahwa bakteri Coliform ini menghasilkan zat etionin yang dapat
menyebabkan kanker. Selain itu, bakteri pembusuk ini juga memproduksi bermacam-macam
racun seperti indol dan skatol yang dapat menimbulkan penyakit bila jumlahnya berlebih di
dalam tubuh (Pracoyo, 2006). E. coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan
maupun manusia, sedangkan E.aerogenes biasanya di temukan pada hewan atau tanamantanaman yang telah mati
PDAM Kota Makassar memberikan pelayanan air minum untuk penduduk wilayah
kota Makassar secara keseluruhan. Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kota
Makassar untuk melayani penyediaan air minumnya sebagian besar berasal dari air
permukaan (sungai), yaitu Sungai Jeneberang (Intake Ratulangi dan Bili-bili/Somba Opu)
dan dan Sungai Maros (bendung Lekopancing/Lekopadang) yang jaraknya sejauh ± 29,6 Km
dari Kota Makassar
Permasalahan dalam pengelolaan air baku pada kedua bendungan (Bili-bili dan
Lekopancing/Lekopadang) tersebut adalah soal pencemaran. Misalnya pada bendungan Bilibili, disana ditemukan beberapa rumah makan yang limbahnya langsung dibuang ke dalam
air sehingga memungkinkan timbulnya pencemaran biologi seperti Coliform (Anonim1,
2013). Ataukah air baku Panaikang yang disekitarnya banyak terdapat rumah penduduk serta
tumpukan sampah yang kemungkinan akan menambah tingkat pencemaran Coliform dalam
air baku tersebut.
METODOLOGI
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui kualitas
dan kandungan bakteri pencemar Coliform (Escherichia coli dan Coliform) dari sumber air
baku PDAM Makassar. Pengambian sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
12
purpose sampling. Sampel di ambil dari air baku Panaikan/Ratulangi, air baku Bili-Bili dan
Somba Opu serta air PDAM Makassar yang diambil dari beberapa kecamatan sebagai
pembanding. Teknik pengumpuan data meliputi pengenceran sampel dan pengujian sampel
berdasarkan standar waluyo (2009) meliputi uji penduga menggunakan medium LB, uji
penguat menggunakan medium BGLB, uji lengkap menggunakan medium EMBA dan SSA,
serta uji morfologi/pewarnaan gram. Analisis data menggunakan teknik analisis secara
kualitatif. Hasil analisis dibandingkan dengan peraturan tentang baku mutu lingkungan
Standar Kualitas Air Baku untuk air minum mengacu pada : Peraturan Menteri Kriteria
baku Mutu Mikrobiologi PRRI No. 82/2001
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa bahwa nilai MNP Panaikang >1100 sel/100
mL sampel, Somba Opu 1100 sel/100 mL dan Bili bili 150 sel/100 mL sampel. Dari hasil uji
lengkap juga mengindikasikan bahwa air baku PDAM Makassar mengandung bakteri
Coliform Fecal yaitu Escherichia coli, dan Shigella, salmonella sp dan bakteri Fecal nonColiform yaitu Enterobacter aerogenes. Jumlah Escherichia coli terbanyak ditemukan secara
berturut-turut yaitu pada air baku Panaikang, Somba Opu dan Bili-bili. Sedangkan untuk
Salmonella ditemukan di air baku Panaikang dan Somba Opu, Shigella ditemukan di air baku
Panaikang dan Enterobacter aerogenes terbanyak ditemukan di air baku Bili-bili
Penelitian ini meliputi empat tahapan yaitu uji penduga menggunakan Lactosa Broth
(LB), uji penegas menggunakan Brilliant Green Lactose Bile (BGLB), uji kesempurnaan
menggunakan EMBA dan SSA dan pewarnaan gram. LB digunakan dalam uji penduga
untuk mendeteksi adanya Coliform. Jika dalam sampel terbentuk gas maka hal ini
menandakan bahwa proses fermentasi Coliform telah terjadi. Pemeriksaan lanjut bakteri
coliform yaitu uji penegas pada medium BGLB. Uji penegas dilakukan untuk menegaskan
keberadaan coliform karena pada uji penduga hasil yang positif tidak selalu disebabkan oleh
adanya bakteri coliform. BGLB mengandung hijau brilian yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri gram negatif tertentu selain coliform, juga mengandung eosin yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan hanya dapat menumbuhkan bakteri
gram negative.
Pemeriksaan bakteri Escherichia coli dilakukan dengan menginokulasi 1 ose sampel
yang ditelah ditanam dalam media uji penegas, pada media selektif yaitu Eosin Methylene
Blue Agar (EMBA). Media ini merupakan media selektif untuk menumbuhkan Escherichia
coli. EMBA mengandung laktosa, bila dalam biakan terdapat bakteri Escherichia coli maka
asam yang dihasilkan dari fermentasi laktosa akan menghasilkan warna koloni yang spesifik
untuk bakteri Escherichia coli yaitu koloni yang berwarna hijau dengan kilap logam
sedangkan Coliform non fecal lain yang dapat tumbuh koloninya berwarna cokelat
menunjukkan adanya Enterobacter aerogenes ataupun koloni yang tidak berwarna.
SSA merupakan medium spesifik untuk menumbuhkan Salmonella sp dan Shigella sp.
SSA mengandung pepton dan laktosa. Mikroba yang tumbuh pada medium ini akan
memfermentasi laktosa sehingga menghasilkan warna pertumbuhan pada media. Salmonella
sp akan menghasilkan warna koloni putih transparan sedangkan Shigella sp menghasilkan
warna putih dengan tepi warna kehitaman.
Pewarnaan gram berfungsi untuk membedakan antara bakteri gram positif dan bakteri
gram negatif. Gram positif memberikan warna ungu sedangkan gram negative memberikan
warna merah. Dinding sel bakteri gram positif tersusun dari peptidoglikan, sedangkan bakteri
gram negatif tersusun dari lipid. Tahap awal dari pewarnaan adalah fiksasi yaitu melewatkan
aposan bakteri di atas bunsen. Tujuan dari fiksasi adalah melekatkan bakteri agar dapat
melekat kuat di atas objek glass serta membunuh bakteri tetapi tidak merusak dinding sel
bakteri tersebut. Pewarnaan gram meliputi empat tahapan yaitu pemberian cat utama yaitu
13
cristal violet, mordan lugol, alkohol aceton, dan safranin.
Hasil penelitian setelah pewarnaan gram dari medium EMBA dan SSA memberikan hasil
berupa warna merah dan koloni yang berbentuk batang (bacil). Warna merah yang
dihasilkan mengindikasikan bahwa bakteri tersebut adalah gram negatif.
Escherichia coli, Enterobacetr aerogenes dan salmonella sp merupakan bakteri gram
negatif berbentuk batang. Dari hasil penelitian mengindikasikan bahwa air baku PDAM
Makassar mengandung bakteri Coliform Fecal yaitu Escherichia coli, dan salmonella sp dan
bakteri Fecal non-Coliform yaitu Enterobacter aerogenes.
Untuk menentukan jumlah Escherichia coli dan Coliform dalam sampel
menggunakan uji MPN (Most Probability Number/sebagai perkiraan jumlah individu
bakteri). Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95% sehingga pada setiap nilai MPN.
Satuan yang digunakan, umumnya per 100 ml atau per gram. Misalnya terdapat nilai MPN
10/gram dalam sampel air, artinya dalam sampel air tersebut diperkirakan setidaknya
mengandung 10 coliform pada setiap gramnya. Makin kecil nilai MPN, maka makin tinggi
kualitas air tersebut. Hasil penelitian menunjukkan adanya Escherichia coli dan Coliform
untuk kedua Air baku tersebut. Nilai MPN untuk air baku PDAM Panaikang diperoleh >1100
sel/100 mL sampel, Somba Opu 1100 sel/100 mL sampel dan Bili-bili 150 sel/100 mL
sampel. Air baku dari water treatment process atau air sungai yang baik seharusnya memiliki
jumlah E.coli dan Coliform 0-1100 sel/100 mL sampel air (Lestari, 2013), sedangkan menurut
(Anonim2, 2012) kriteria baku mutu mikrobiologi yaitu PPRI No 82 Tahun 2001 menyatakan
bahwa baku mutu E.coli dan Coliform non Fecal adalah Coliform adalah 1000/100 ml. Hal
ini berarti berdasarkan kriteria baku mutu mikrobiologi yaitu PPRI No 82 Tahun 2001 bahwa
jumlah kontaminasi Escherichia coli dan Coliform non Fecal yang ditemukan pada sampel
air baku Panaikang dan Somba Opu telah melebihi ambang batas. Sedangkan jumlah
kontaminasi Escherichia coli dan Coliform non Fecal yang ditemukan pada sampel air baku
Bili-bili masih dalam batas normal. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Hamluddin (2011)
yang menemukan terjadinya penceman E.coli dan Coliform pada sumber air baku PDAM
Tirta Bhagasasi dan dan PDAM Jaya Jakarta yang menemukan E.coli dan Coliform non
Fecal diatas 1100/100 ml .
Jumlah bakteri coliform dan E.coli di perairan ini dipengaruhi oleh aktivitas manusia
yang ada di sekitar tempat tersebut. Kepadatan penduduk menyebabkan lahan banyak
digunakan untuk pemukiman dan pembangunan sehingga jarak antar rumah semakin dekat.
Aktifitas penduduk dapat mempengaruhi kualitas air tanah karena semua aktifitas penduduk
dapat menghasilkan limbah domestik yang berbeda-beda. Semakin tinggi tingkat aktifitas
penduduk berarti semakin banyak limbah domestik yang dihasilkan penduduk dan
menyebabkan semakin besar dampak atau pencemaran yang akan ditimbulkan terhadap
kualitas air baku PDAM yang ada disekitarnya.
Sumber E.coli dan Coliform bisa berasal dari limbah rumah tangga, bangkai ataupun
kotoran hewan. Tingginya jumlah E.coli dan Coliform yang ditemukan pada air baku
Panaikang dan Somba Opu di duga diakibatkan oleh saluran yang dilewati oleh aliran air
baku telah tercemar oleh limbah rumah tangga seperti air buangan dari kamar mandi, WC,
dapur dan bekas cucian yang dibuang oleh penduduk yang bermukim di pinggiran saluran air
baku tersebut ataupun dari kantor, rumah makan, maupun rumah sakit sebagai limbah
domestik. Sedangkan jumlah E.coli dan Coliform dari air baku Bili-bili jauh lebih sedikit
karena saluran yang dilewati oleh aliran air baku IPA Bili-bili tidak melewati pemukiman
penduduk sehingga kemungkinan untuk terjadinya tingkat pencemaran yang tinggi akibat
limbah domestik tidak terjadi/tidak ditemukan. Hanya saja, adanya E.coli dan Coliform di
tempat ini kemungkinan berasal dari longsor di kaki Gunung Bawakaraeng yang biasa terjadi
khususnya pada musim hujan, mengalir masuk ke waduk Bilibili hingga air baku menjadi
keruh. Selain itu, di bendungan Bili-bili juga ditemukan beberapa rumah makan yang
14
limbahnya langsung dibuang ke dalam air sehingga memungkinkan timbulnya pencemaran
biologi seperti Coliform (Anonim1, 2013).
Salah satu upaya untuk menetralisir pengaruh penceman E.coli dan Coliform pada
sumber air baku PDAM adalah dengan menambahkan kapur atau kaporit. Kaporit atau
kalsium hipoklorit dengan rumus Ca(ClO)2 merupakan desinfektan yang paling umum
digunakan untuk membunuh bakteri yang menkontaminasi air. Untuk mendukung teori
tersebut, maka kami juga mengambil sampel air PDAM dari beberapa kecamatan yang ada di
Makassar untuk melihat nilai MPN serta keberadaan Escherichia coli diantaranya kecamatan
Buakana, Banta-Bantaeng, Rappocini, Tamalate dan Panakkukang. Nilai MPN yang
diperoleh untuk kecamatan Buakana dan Banta-Bantaeng diperoleh nilai MPN <3 sel/100 mL
sampel, kecamatan Rappocini 9 sel/100 mL sampel, kecamatan Tamalate >3 sel/100 mL
sampel dan kecamatan Panakkukang >1100 sel/100 mL sampel. Setelah dilakukan pengujian
juga ternyata diperoleh Escherichia coli dalam sampel air PAM kecamatan Panakkukang. Hal
ini berarti bahwa pemberian kaporit ke dalam air baku pengolahan PDAM Makassar telah
mampu membunuh Coliform yang ada di dalam air PAM tersebut dan telah mamanuhi
standar teknis dan air PDAM siap didistribusikan kepada masyarakat, walaupun masih ada
kecamatan yang masih memiliki nilai MPN yang tinggi Air PAM yang merupakan air bersih
seharusnya memiliki kualitas yang memenuhi syarat kesehatan yaitu tidak mengandung
Escherichia coli dan Fecal non Coliform. Hal ini bisa terjadi karena mungkin kaporit yang
diberikan pada air tersebut masih kurang sehingga belum mampu membunuh Coliform yang
ada dalam air baku tersebut ataukah pemberian kaporit pada air PDAM yang tidak merata
sehingga masih ditemukan Coliform pada beberapa kecamatan yang ada di Makassar.
Namun penggunaan kaporit yang berlebihan juga tidak dianjurkan karena juga
memiliki efek samping terhadap kesehatan diantaranya adalah pempercepat penuaan dini
sebab merusak lapisan epidermis kulit dengan merusal sel-sel kulit, merusak batang rambut
dan mempengaruhi terjadinya pengikisan yang cepat dan permanen pada enamel (lapisan luar
gigi) (Anonim3, 2012). Serta penambahan kaporit ke dalam air akan menghasilkan senyawa
kimia sampingan yang bernama Trihalometana (THM). Senyawa ini banyak diklaim oleh
para pakar air di luar negeri sebagai penyebab produksi radikal bebas dalam tubuh
(mengakibatkan kerusakan sel dan bersifat karsinogenik atau pemicu kanker (Mulyono,
2010).
Efek penggunaan kaporit ini dapat diminimalisisr dengan penambahan kaporit dalam
jumlah yang tepat. Menurut Permenkes, RI No 907/ Menkes/ SK/ VII/ 2002, sebagai mana
kadar maksimal klorida yang diperbolehkan untuk air minum adalah 250 mg/l Awaluddin
dalam Anonim4 ( 2012) .
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kualitas sumber air baku PDAM Makassar yaitu merupakan golongan B (Panaikang
> 1100 sel /100 mL sampel, Somba Opu 1100 sel /100 mL sampel, dan Bili-bili yaitu
150 sel/100 mL sampel) artinya dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah
sebagai air minum dan keperluan rumah tangga dengan cara pemberian kaporit dalam
jumlah maksimum yang diperbolehkan
2. Bakteri pencemar yang ada di sumber air baku PDAM Makassar yaitu Escherichia
coli, Salmonella sp dan Fecal non-Coliform (Enterobacter aerogenes). Hal ini berarti
bahwa air baku PDAM Makassar tercemar oleh Feces manusia dan bangkai hewan
ataupun tumbuhan
15
B. Saran
1. Diharapkan agar pemerintah
a. melakukan audit atau monitoring secara berkala untuk mendeteksi apakah peranan
pemberian kaporit dalam air masih sesuai atau perlu penambahan
b. membuat sumur resapan bagi masyarakat yang tinggal dekat saluran yang dilalui oleh
aliran air baku PDAM sebagai tempat untuk membuang limbah domestik sehingga
tidak mencemari lingkungan
2. Pada semua industri penghasil air limbah diharuskan mempunyai instalasi pengolahan air
limbah (IPAL) sehingga air limbah rumah tangga (domestic) diolah terlebih dahulu
sebelum dibuang kesaluran pembuangan yang menuju kearah saluran baku dengan
maksud menurunkan jumlah Coliform dan menghindari jumlah/kadar Coliform yang
semakin tinggi dalam air baku PDAM Makassar
DAFTAR PUSTAKA
Anonim , 2013. http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/timur/sulsel/makassar.pdf. Diakses
tanggal 3 Desember 2013.
Anonim4, 2012. Pemeriksaan Kesadahan dan Klor di Kawasan Sekitar KL. FKM UNHAS.
Pracoyo, N.E. 2006. Penelitian Bakteriologik Air Minum Isi Ulang di Daerah Jabotabek.
Cermin Dunia Kedokteran 152, hal. 37-40
Tururaja, Tresia & Rina Mongea. 2010. Bakteri Coliform di Perairan Teluk Doreri,
Manokwari Aspek Pencemaran Laut dan Identifikasi Species. Ilmu Kelautan Vol. 15
(1), hal. 47-52
Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. Penerbit Universitas Muhammadiyah. Malang.
1
16
PEMANFAATAN BAKTERI SELULOLITIK DAN BAKTERI PENAMBAT
NITROGEN UNTUK DEKOMPOSISI LIMBAH PERTANIAN5
Adriani6, Andi Taskirah7
ABSTRACT
Agricultural waste is a byproduct of agricultural products that can be used as
compost. Several studies have shown that some types of microorganisms can be utilized for
agricultural waste decomposition.the combination of cellulolytic bacteria with other bacteria
have been carried out for the composition process. The research methods include isolation
stages cellulolytic bacteria and nitrogen-fixing bacteria , the selection of potential isolates and
application on agricultural waste . The success of decomposition in terms of several
parameters , among which is the C / N ratio , pH , levels of C - total and total-N . Analysis of
C - organic decomposition levels were analyzed using Walkley and Black , as well as N total with Micro Kjehdahl method . The results showed the treatment combination of
cellulolytic bacteria and nitrogen-fixing bacteria give better results in the decomposition of
agricultural wastes
Keywords : cellulolytic bacteria , nitrogen-fixing bacteria , decomposition of agricultural
wastes
PENDAHULUAN
Tanaman pertanian misalnya padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian
besar masyarakat Indonesia. Hasil sampingan dari pertanian berupa jerami padi, tongkol
jagung, sabuk kelapa, sisa sayuran, ampas tebu ataupun kulit ubi jalar, belum dimanfaatkan
secara optimal.Nur et al. (2009) memaparkan bahwa limbah pertanian yang berasal dari
produk sampingan tanaman budidaya sangat penting untuk dimanfaatkan secara optimal,
seperti misalnya pemanfaatan jerami padi untuk mengembalikan kesuburan tanah.
Dekomposisi jerami padi akan menghasilkan kompos yang sangat bermanfaat bagi para
petani.
Selulosa merupakan komponen penting pembentukan struktur serat pada tanaman,
tersusun secara kristal dan amorfik, serta dapat digunakan mikroba pendegradasi selulosa
untuk pertumbuhannya (Singh et al., 2010). Ketersediaan selulosa dalam limbah pertanian,
serta potensi bakteri menghasilkan enzim pemecah selulosa menjadikan proses dekomposisi
limbah pertanian dengan melibatkan bakteri mulai marak dikembangkan. Hasil penelitian
Istiqlalah (2006), Meryandani (2009) dan Elvia (2010) melaporkan bahwa Bacillus subtilis
dan Pseudomonas tergolong sebagai bakteri yang dapat dimanfaatkan untuk dekomposisi
limbah pertanian. Sedangkan Nur et al. (2009) menemukan kombinasi perlakuan antara
bakteri selulolitik dan bakteri xilanolitik yang dapat meningkatkan laju dekomposisi jerami
padi.
Potensi masing-masing bakteri selulolitik dan bakteri penambat nitrogen sebagai
dekomposer limbah telah dibuktikan melalui beberapa penelitian. Setiap bakteri memiliki
karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Jika kedua bakteri potensial
tersebut dikombinasikan secara bersamaan dalam dekomposisi limbah pertanian, maka
diharapkan akan diperoleh produk lebih baik berdasarkan parameter dekomposisi yang telah
ditetapkan. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya dilakukan penelitian mengenai
5
Hibah Penelitian Dosen Pemula Tahun 2014
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
7
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
6
17
pemanfaatan kombinasi kedua bakteri tersebut dalam dekomposisi limbah pertanian.Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kandungan bakteri selulolitik dan
bakteri penambat nitrogen pada tanah yang diisolasi, dan melihat pengaruh kombinasi kedua
jenis bakteri tersebut sebagai decomposer limbah pertanian.
METODOLOGI
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dilakukan pada bulan April-September
2014.Bertempat di Lab.Biologi STKIP PI Makassar dan Laboratorium Tanah Kab.Maros.
Alat dan bahan.
Alat-alat yang digunakan merupakan peralatan yang umum dipakai dalam penelitian
mikrobiologi. Bahan-bahan yang digunakan antara lain ialah sampel tanah, limbah pertanian,
kantong dekomposisi, medium Nutrient Agar, medium agar Carboxymetilcellulose (CMC),
medium Manitol Ashby, NaCI, Congo Red, minyak emersi dan pewarna Gram.
Cara kerja :
Sampel tanah yang diperoleh diencerkan secara bertingkat dan disebar pada medium selektif.
Bakteri selulolitik.Untuk mendapatkan bakteri selulolitik, sampel disebar pada permukaan
medium CMC dan diinkubasi selama 48 jam. Isolat yang tumbuh selanjutnya dimurnikan dan
diseleksi secara kualitatif menggunakan diameter zona hambatan. Isolat dengan nisbah
selulolitik terbesar dipilih sebagai isolat yang potensial untuk mendekomposisi limbah
pertanian
Bakteri penambat nitrogen.Medium yang digunakan adalah medium Mannitol Ashby,
dimana sampel diinkubasi selama 72 jam pada suhu ruangan. Koloni yang tumbuh
selanjutnya diidentifikasi melalui pewarnaan gram. Isolat yang tumbuh diinokulasikan ke
dalam medium cair Mannitol Ashby dan diinkubasi menggunakan shaker pada kecepatan 125
rpm, suhu 300C selama 72 jam.Kultur bakteri dihitung kemampuan penambatan nitrogennya
melalui metode mikro-kjehdal.
Dekomposisi Limbah pertanian. Limbah pertanian digunakan sebagai substrat dekomposisi.
Preparasi substrat dilakukan berdasarkan Nur et al. (2009) dan Twab-Seoudi (2013) , dengan
cara mencacah tongkol jagung dengan ukuran 2 – 5 cm. Kemudian substrat dimasukkan
dalam kantong plastik dan disterilisasi. Banyaknya substrat yang digunakan adalah 3.0
kg/sampel.
Kombinasi isolat bakteri, meliputi bakteri selulolitik dan bakteri penambat nitrogen
digunakan sebagai kombinasi inokulan dalam dekomposisi limbah pertanian.Masing-masing
kombinasi bakteri diinokulasikan pada setiap kantong dekomposisi, yang bertindak sebagai
kontrol merupakan kantong dekomposisi yang tidak diinokulasikan isolat
bakteri.Dekomposisi substrat dilakukan selama 4 – 6 minggu dan pengukuran parameter
dekomposisi dilakukan secara berkala.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Tabel 3.1 :Kemampuan penambatan nitrogen ketiga isolat Azotobacter sp
No Isolat
N(%)
1
Isolat Azotobacter sp A
0,64
2
Isolat Azotobacter sp B
4,03
3
Isolat Azotobacter sp C
1,14
Sumber: Analisis data 2014
18
Tabel 3.2 : Hasil pengamatan minggu pertama
No
Perlakuan
Parameter dekomposisi limbah jagung
pH C-organik (%) N-total (%)
Ratio C/N
1 Isolat Azotobacter B 6,1
10,49
0,34
26,25
2 Isolat selulolitik B
6,4
13,49
0,42
32,11
3 Kombinasi 2 isolat
6,9
9,08
0,41
22,14
Sumber: Analisis data 2014
Tabel 3.3 : Hasil Pengamatan Minggu Kedua
No
Perlakuan
Parameter dekomposisi limbah jagung
pH
C-organik (%) N-total (%) Ratio C/N
1 Isolat Azotobacter B
6,43
7,02
0,41
17,12
2 Isolat selulolitik B
6,69
13
0,42
30,95
3 Kombinasi 2 isolat
7,1
9,67
0,41
23, 58
Sumber: Analisis data 2014
Tabel 3.4 : Hasil Pengamatan Minggu Ketiga
No
Perlakuan
Parameter dekomposisi limbah jagung
pH
C-organik (%) N-total (%) Ratio C/N
1 Isolat Azotobacter B
6,99
6,63
0,48
17,4
2 Isolat selulolitik B
7,4
10,66
0,47
22,6
3 Kombinasi 2 isolat
7,46
8,37
0,4
20,95
Sumber: Analisis data 2014
Tabel 3.5 : Hasil Pengamatan Minggu Keempat
Perlakuan
Parameter dekomposisi limbah jagung
No
pH
C-organik (%)
N-total (%)
Ratio C/N
1 Isolat Azotobacter B
7,29
3,44
0,41
9,71
2 Isolat selulolitik B
7,69
8,29
0,43
19,27
3 Kombinasi 2 isolat
7,59
7,62
0,4
19,5
Sumber: Analisis data 2014
B. Pembahasan
Seleksi bakteri selulolitik dari lahan pertanian di Makassar menghasilkan 4 isolate.
Isolate bakteri yang ditumbuhkan pada medium CMC memiliki kemampuan dalam
menghasilkan enzim selulase ditandai dengan terbentuknya zona bening pada permukaan
medium. Hal ini menunjukkan bahwa isolate uji yang digunakan memiliki kemampuan dalam
menghidrolisis substrat berupa selulosa. Semakin besar zona bening yang terbentuk maka
potensi selulolitik isolat bakteri tersebut semakin besar (Meryandini, 2009).Hasil pengamatan
secara makroskopik terhadap isolat bakteri selulolitik memperlihatkan koloni yang berwarna
putih kekuningan, bentuk bulat, tepi rata, elevasi konveks, termasuk bakteri gram positif.
Dari hasil seleksi bakteri penambat nitrogen diperoleh 3 isolat dengan ciri morfologi
berupa warna putih, bentuk bulat dengan elevasi konveks dan tepi tidak rata.Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Metasari (2013) diperkirakan bakteri ini termasuk golongan
Azotobacter.Hal ini diperkuat dengan tumbuhnya koloni bakteri pada permukaan medium
Mannitol yang spesifik untuk pertumbuhan bakteri Azotobacter. Golongan Azotobacter
merupakan bakteri yang hidup pada tanah dan mampu menambat N2 bebas/nonsimbiotik
(Irianto, 2006).
19
1. Kemampuan penambatan Nitrogen
Kemampuan penambatan nitrogen oleh Azotobacter spyang ditumbuhkan pada medium
Manitol Ashby ditetapkan berdasarkan metode mikro Kjehdahl, hasil perhitungan terlihat
pada Tabel I. Hasil pengukuran dari ketiga isolat Azotobacter sp yang diperoleh
menunjukkanbahwa masing-masing isolat memilikikemampuan beragam dalam memfiksasi
nitrogen. Kemampuan isolat Azotobacter sp B dalam memfiksasi nitrogen lebih tinggi
dibandingkan dengan dua isolat lainnya, ditandai dengan jumlah nitrogen yang dihasilkan
sebanyak 4,03%, sedangkan masing-masing Isolat Azotobacter sp A dan C adalah 0,64 % dan
1,14%.
Penambatan nitrogen oleh bakteri sangat penting dalam proses dekomposisi. Kizilkaya
(2009) melaporkan bahwa kemampuan penambatan nitrogen oleh Azotobacter sp berada pada
kisaran nilai 3,5 – 29,35 g N/ ml.Dengan demikian, isolat Azotobacter sp B akan digunakan
selanjutnya dalam proses dekomposisi limbah jagung. Parameter dekomposisi limbah jagung
berupa profil pH, kadar nitrogen total (N-Total), karbon organik (C-Organik) dan rasio C/N.
2. Profil Perubahan pH Dekomposisi Subsrat
Pengukuran pH substrat dilakukan selama proses dekomposisi limbah, masing-masing
perlakuan menunjukkan perubahan pH yang teramati dalam selang waktu tujuh hari selama
empat minggu. Perlakuan dekomposisi menggunakan isolat AzotobacterB, isolat selulolitik
B, serta kombinasinya menunjukkan kecenderungan untuk mengalami perubahan pH menuju
kondisi basa (Gambar 3.1).
Isolat Azotobacter B
pH substrat
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Isolat selulolitik B
Kombinasi Azotobacter B dan
selulolitik B
I
II
III
IV
Waktu dekomposisi (minggu)
Gambar 3. 1.
Profil perubahan pH dekomposisi limbah jagung
Pada akhir pengamatan dekomposisi menggunakan isolat Azotobacter B menunjukkan
nilai pH sebesar 7,29, isolat selulolitik B sebesar 7,69 dan perlakuan kombinasi kedua isolat
mencapai 7,59. Adapun perbedaan nilai pH yang muncul tidak berbeda jauh antara ketiga
perlakuan tersebut, karena ketiganya menunjukkan nilai pH berkisar antara 7, 5 – 7, 7.
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dekomposisi limbah jagung pada
setiap perlakuan menyebabkan perubahan pH substrat dari kondisi asam menjadi basa. Hasil
ini pun mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Nur et al. (2009) sebelumnya
.
3. Perubahan C-Organik dan N-total
Kadar C-organik pada dekomposisi limbah jagung menunjukkan penurunan jumlah
karbon pada masing-masing perlakuan bakteri. Perlakuan dekomposisi menggunakan isolat
20
Azotobacter sp B dan isolat selulolitik B memperlihatkan penurunan kadar C-organik pada
minggu kedua dekomposisi. (Gambar 2).
Penurunan C-organik terjadi secara signifikan sampai dengan minggu keempat
dekomposisi, dengan nilai C-organik sebesar 3,44 % serta 8, 29 % masing-masing untuk
isolat Azotobacter sp B dan isolat selulolitik B. Pada perlakuan kombinasi isolat Azotobacter
sp B dan isolat selulolitik B pun menunjukkan penurunan C-organik mencapai 7, 62 % pada
minggu keempat dekomposisi. Adapun peningkatan C-organik pada minggu kedua
dekomposisi sebesar 9, 67% dapat disebabkan karena kemampuan isolat bakteri untuk
memanfaatkan sumber nutrisi selain karbon, meski pada pengamatan berikutnya yaitu pada
minggu ketiga dekomposisi terjadi penurunan kadar C-organik menjadi 8, 37%, dan
cenderung menurun seiring bertambahnya waktu dekomposisi. Kadar C-organik yang
menurun selama proses dekomposisi merupakan indikator bahwa terdapat bakteri yang
mampu memanfaatkan kandungan karbon pada limbah jagung sebagai sumber karbon bagi
pertumbuhannya.
16
Isolat Azotobacter B
14
Isolat selulolitik B
12
8
6
4
Kombinasi Azotobacter B dan
selulolitik B
C-Organik (%)
10
2
0
I
II
III
IV
Waktu dekomposisi (minggu)
Gambar 3.2.
Profil perhitungan C-Organik (%) dekomposisi limbah jagung
Kadar C-organik yang menurun umumnya akan diikuti pula oleh penurunan kadar Ntotal sebagai akibat aktivitas bakteri dalam memanfaatkan unsur nitrogen yang terdapat pada
substrat atau media tumbuh. Profil perhitungan N-total terlihat pada Gambar 3, dari hasil
tersebut diperoleh bahwa kadar N-total limbah jagung pada masing-masing perlakuan
memberikan hasil yang beragam. Perlakuan dekomposisi menggunakan isolat Azotobacter sp
B memiliki kadar N-total yang meningkat sampai dengan minggu ketigadekomposisi dan
menurun mencapai 0, 41% pada minggu keempat. Sedangkan N-total isolat selulolitik dan
kombinasi antaraAzotobacterB dan selulolitik B menurun sebesar 0, 43% dan 0, 4% pada
masing-masing perlakuan
4. Rasio C/ N
Setiap perlakuan menunjukkan penurunan rasio C/N yang teramati sejak minggu kedua
dekomposisi..
21
Kadar N-total (%)
0.6
Isolat Azotobacter B
0.5
Isolat selulolitik B
0.4
Kombinasi Azotobacter B dan
selulolitik B
0.3
0.2
0.1
0
I
II
III
IV
Waktu dekomposisi (minggu)
Gambar 3.3.
Profil perhitungan N-Total (%) dekomposisi limbah jagung
Rasio C/N terendah diperoleh pada minggu keempat dekomposisi dengan nilai yang beragam
pada masing-masing perlakuan (Gambar 4).
35
30
Isolat Azotobacter B
25
Isolat selulolitik B
15
10
5
Rasio C/N
20
Kombinasi Azotobacter B dan
selulolitik B
Waktu dekomposisi (minggu)
0
I
II
III
IV
Gambar 3.4.
Profil C/N dekomposisi limbah jagung
Perlakuan menggunakan isolat Azotobacter spB memiliki rasio C/N terendah pada
nilai 9, 71%. Isolat selulolitik dan kombinasinya dengan isolatAzotobacter sp B berturut-turut
adalah 19, 27% dan 19, 5%. Hasil penelitian dapat dilihat secara rinci pada Tabel I, serta
Tabel IV sebagai pembanding berdasarkan ketentuan SNI-19-7030-2004.
Tabel 3.6. Karakterisitik dekomposisi berdasarkan SNI-19-7030-2004
Batas pH
C-organik (%) N- total (%) Rasio C/N (%)
Min.
6, 8
9, 8
0, 4
10
Max. 7, 49
32
20
Sumber: (Cahaya & Nugroho, 2009)
Berdasarkan Tabel II dan III, proses dekomposisi menggunakan isolat selulolilitik B
dan kombinasi dengan isolat Azotobacter sp B akan terjadi lebih baik jika dibandingkan
dengan perlakuan dekomposisi menggunakan isolat Azotobacter sp B secara tunggal. Hal ini
terlihat jelas pada parameter dekomposisi berupa pH, C-organik, N-total dan rasio C/N yang
diukur pada minggu keempat dekomposisi.Acuan karakteristik berdasarkan SNI-19-703022
2004 perlu digunakan agar dapat melihat perbedaan kemampuan dekomposisi pada masingmasing perlakuan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perlakuan kombinasi dari dua isolat pada
proses dekomposisi limbah jagung memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
perlakuan secara tunggal. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat adanya sinergisme kedua isolat
bakteri dalam memanfaatkan sumber karbon yang terdapat dalam limbah jagung untuk
menunjang pertumbuhannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat bakteri selulolitik dan bakteri penambat nitrogen (Azotobacter sp) pada tanah
pertanian yang diisolasi
2. Kombinasi antara bakteri selulolitik dan bakteri penambat nitrogen (Azotobacter sp)
memberikan hasil yang lebih baik sebagai dekomposer limbah pertanian dibandingkan
dengan perlakuan tunggal
B. Saran
Sebaiknya dilakukan identifikasi lebih lanjut terhadap jenis Azotobacter dan isolat bakteri
selulolitik yang ditemukan
DAFTAR PUSTAKA
Elvia, Selvi. 2010. Identifikasi Bakteri Selulolitik Dari Pelapukan Bahan organik
Berdasarkan Analisis Sekuens Gen 16S Rrna. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas
Andalas, Padang.
Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2. CV Yrama
Widya, Bandung
Istiqlalah, Atik. 2006. Biodegradasi Membran Selulosa Asetat Berpori dari Limbah Kulit
Nanas Menggunakan Bacillus subtillis. Skripsi Fakultas MIPA, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Kizilkaya R. 2009. Nitrogen Fixation Capacity OfAzotobacter spp Strains Isolated From
Soils In Different Ecosystems And Relationship Between Them And The
Microbiological Properties Of Soils. J. Environ. Biol 30(1) : 73 – 82.
Meryandani et al. 2009.Isolasi Bakteri Selulotik dan Karakterisasi Enzimnya. Jurnal Makara
Sains, Vol.13 No. 1
Metasari, Kristian. 2011. Eksplorasi Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiosis Dari Tanah
Kawasan Mangrove Wonorejo Surabaya.
Nur HS, Meryandini A, Hamim.2009.Pemanfaatan Bakteri selulolitik dan xilanolitik yang
potensial untuk dekomposisi jerami padi.Jurnal. Tanah Trop. 14(1) : 71 – 80.
Singh M, Khanna S, Prakash NT. 2010. Influence Of Cellulolytic Bacteria Augmentation On
Organic Carbon And Available Phosphorus In Sandy Loam Soil Under Cultivation.
Journal of Agricultural Science 2(3) : 137 – 145
Twab-Seoudi OA. 2013. Enhancement of cotton stalks composting with certain microbial
inoculation.J. Adv. Lab. Res. Biol 4(1) : 26 – 35.
23
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJARAN MAHASISWA BIOLOGI
MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION
DENGAN PENDEKATAN SALINGTEMAS PADA MATA KULIAH PENGETAHUAN
LINGKUNGAN8
Eka Apriyanti9, Ninah Wahyuni Amalia10
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa
melalui penerapan model kooperatif group investigation dengan pendekatan salingtemas pada
mata kuliah pengetahuan lingkungan Program Studi Pendidikan Biologi STKIP-PI
Makassar.Jenis penelitian ini ádalah penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian ini yaitu
mahasiswa program studi pendidikan biologi yang sedang menempuh mata kuliah
Pengetahuan Lingkungan pada semester genap (dua) tahun akademik 2013/2014. Prosedur
Penelitian dilaksanakan melalui proses beralur terdiri dari 4 tahap, yaitu: perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi.Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan teknik observasi, tes, dan dokumentasi. Observasi digunakan untuk mengetahui
kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan mahasiswa pada saat kegiatan pembelajaran
meliputi 6 tahap yakni grouping, planning, investigation, organizing, presenting dan
evaluating.Tes hasil belajar dilaksanakan tiap akhir siklus untuk mengetahui sejauhmana
pemahaman mahasiswa terhadap materi yang diberikan.Dokumentasi digunakan untuk
mengumpulkan data hasil kinerja/prestasi mahasiswa selama proses pembelajaran
berlangsung.Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik persentase,
statistik deskriptif, dan analisis kualitatif.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan model kooperatif Group
Investigation dengan pendekatan salingtemas dapat meningkatkan aktivitas mahasiswa pada
mata kuliah pengetahuan lingkungan dengan nilai 64,44 (kategori cukup baik) pada siklus I
dan meningkat menjadi 77,78 (kategori baik) pada siklus II, (2) Penerapan model kooperatif
Group Investigation dengan pendekatan salingtemas dapat meningkatkan hasil belajar
mahasiswa pada mata kuliah pengetahuan lingkungan dengan nilai evaluasi rata-rata 63,58
(kategori cukup baik) pada siklus I dan pada siklus II mengalami peningkatan dengan nilai
rata-rata 72,70 (kategori baik) dengan presentase ketuntasan klasikal 75, 76%.
Keywords: Kooperatif Group Investigation, PTK, Pendekatan salingtemas
PENDAHULUAN
Program studi pendidikan biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Pembangunan Indonesia (STKIP-PI) Makassar menawarkan mata kuliah pengetahuan
lingkungan kepada mahasiswa pada semester genap.Mata kuliah ini merupakan mata kuliah
wajib dengan bobot 2 sks. Pada tahun 2012, perkuliahan pengetahuan lingkungan diikuti
oleh mahasiswa berjumlah 153 orang yang tebagi ke dalam 5 kelas yakni IIA-IIE dengan
rata-rata jumlah mahasiswa tiap kelas 30 orang. Berdasarkan sistem penilaian dengan kriteria
yang telah ditentukan, sebanyak 14% mahasiswa mendapatkan nilai A, mendapatkan nilai B
8
Hibah Penelitian Dosen Pemula 2014
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
10
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
9
24
sebanyak 41%, nilai C sebanyak 33% , nilai D sebanyak 9% dan nilai E sebanyak 3%.
Beberapa mahasiswa mengambil mata kuliah lebih dari satu kali sebagai upaya perbaikan
nilai yang diperoleh.Berdasarkan data hasil belajar yang diperoleh tersebut menunjukkan
bahwa tingkat pemahaman mahasiswa terhadap materi masih kurang optimal.
Oleh karena itu permasalahan yang perlu segera dicari solusinya adalah bagaimana
usahayang tepat untuk perbaikan pengajaran mata kuliah pengetahuan lingkungan, agar
mahasiswa dapat dengan mudah menyerap dan memahaminya. Perlu dicari strategi
pembelajaran yang tepat. Dengan demikian diharapkan motivasi mahasiswa untuk memahami
dan menguasai materi kuliah pengetahuan lingkungan yang diberikan oleh dosen dapat
dicapainya dengan optimal.
Kompetensi yang diharapkan bagi mahasiswa yang mempelajari mata
kuliahpengetahuan lingkunganyakni mahasiswa mampu memahami konsep-konsep dasar
mengenai lingkungan hidup serta mampu menganalisis permasalahan lingkungan dalam skala
global, nasional maupun lokal, dan dapat menghubungkan antara kegiatan manusia dengan
potensi, prospek serta strategi pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara
berkesinambungan.
Permasalahan lingkungan yang dihadapi saat ini banyak kaitannya dengan dinamika
kependudukan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana serta
kurang terkendalinya pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi maju sehingga
dapat mempercepat eksploitasi sumber daya secara berlebihan.Oleh karena itu dalam
mempelajari pengetahuan lingkungan kita harus menghubungkan antara
unsurlingkungan, masyarakat, sains dan teknologi yang tergabung dalam salingtemas.
METODOLOGI
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (classroom action
research), dengan menempuh prosedur yang dikembangkan Kemmis dan Taggart yaitu
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subyek penelitian ini yaitu mahasiswa
semester genap (semester dua) kelas C Program Studi Pendidikan Biologi STKIP-PI
Makassar tahun akademik 2013/2014 yang sedang menempuh mata kuliah pengetahuan
lingkungan.
B. Prosedur Penelitian
Sesuai dengan karakteristik dari PTK, penelitian ini akan dilaksanakan dalam
beberapa siklus. Dalam setiap siklus terdapat empat tahapan kegiatan, diantaranya: 1)
perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Pengamatan (observasi), dan Refleksi. Secara lebih
detail, prosedur kerja penelitian disajikan dalam diagram alur berikut:
Refleksi
Refleksi
Siklus
I
Observasi
Perencanaan
Siklus
II
Pelaksan
an
Observasi
Gambar 4.1.
25
Perencanaan
Pelaksan
an
C.
1)
2)
3)
Diagram alur Penelitian Tindakan Kelas
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan ada 3 macam yakni:
Lembar observasi terstruktur aktivitas belajar mahasiswa
Lembar observasi terstruktur aktivitas mengajar dosen
Lembar soal tes hasil belajar
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pelaksanaan pengumpulan data aktivitas belajar mahasiswa dan aktivitas
mengajar dosen dilakukan dengan cara melakukan observasi selama pembelajaran langsung
untuk setiap siklus. Observasi dilakukan oleh anggota tim peneliti yang bertindak sebagai
observer , dengan menggunakan pedoman berupa daftar lembar observasi terstruktur.
Cara skoring indikator aktivitas belajar adalah dengan memberikan skor 1 (artinya
aktivitas paling rendah/jelek) sampai yang tertinggi 5 (artinya aktivitas belajar yang paling
tinggi/ideal). Karena ada 18 indikator maka akan diperoleh total skor = 90
E. Teknik Analisis Data
Data hasil
observasi aktivitas belajar mahasiswa dan dosen akan dianalisis.
Selanjutnya berdasarkan data-data yang terkumpul setelah dilakukan tabulasi dan skoring,
akan ditafsirkan menggunakan kajian teori yang telah dikembangkan, serta menggunakan
pengalaman empiris yang sering dialami ketika melaksanakan pembelajaran di kelas.
Kriteria refleksi data-data atau batas target pencapaian tindakan menggunakan kriteria
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kriteria Pencapaian tindakan
Skor
Nilai
Kualifikasi
85 – 100
A
Baik sekali
70 – 84
B
Baik
55 – 69
C
Cukup
50– 54
D
Kurang
< 49
E
Kurang sekali
Untuk menghitung nilai rata-rata hasil belajar digunakan rumus sebagai berikut:
𝑥=
Keterangan:
x
= Mean (rata-rata)
 xi = Jumlah data ke-i
n
= Banyak data
(Sudjana,2005)
𝑥𝑖
𝑛
Persentasi
Pada perhitungan persentasi hasil belajar digunakan rumus sebagai berikut:
f
P=
x 100%
N
Keterangan :
P
= Angka persentase
26
f
= Frekuensi yang sedang dicari persentasinya.
N
= Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu). (Sugijono, 2005).
F. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan aktivitas peserta didik. Apabila terjadi peningkatan aktivitas
peserta didik selama proses pembelajaran dari siklus I ke siklus II melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan pendekatan salingtemas.
Indikator keberhasilan hasil belajar peserta didik.Data hasil belajar peserta didik
setelah dilakukan koreksi dan scoring akan dianalisis berdasarkan kriteria ketuntasan belajar
yakni 75% dari jumlah peserta didik telah mencapai KKM 70 sebagai nilai ketuntasan peserta
didik dalam penguasaan materi yang diberikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Temuan Penelitian
Model pembelajaran Group Investigation ini masih baru bagi semester II program
studi pendidikan Biologi STKIP-PI Makassar karena belum pernah dilakukan sebelumnya.
Pada awal penelitian mahasiswa masih banyak memerlukan penjelasan tentang cara
belajar dengan menggunakan model pembelajaran group investigation.
1. Rencana umum pelaksanaan tindakan
Rencana umum yang dibuat tim peneliti sebelum dilaksanakan penelitian adalah
sebagai berikut:
1) Membuat perangkat pembelajaran khususnya langkah-langkah (sintaks) model
pembelajarankooperatif GI.
2) Membuat instrument-instrumen yang digunakan, yaitu lembar observasi untuk mengamati
aktivitas pengajar dan peserta didik dalam proses pembelajaran, dan lembar soal untuk
mengukur tingkat penguasaan materi pembelajaran oleh peserta didik.
2. Pelaksaan tindakan pembelajaran siklus I
Siklus I dilaksanakan dalam 5 kali pertemuan membahas Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup; Pemanfaatan Lingkungan oleh Manusia; Iptek dan Lingkungan; Etika
Lingkungan; dan Pembangunan Berkelanjutan.
a. Persiapan (planning)
(1) Menjelaskan Kompetensi Dasar sehingga mahasiswa memahami apa yang akan
dipelajari (Lampiran 2)
(2) Menginterpretasikan materi kuliah yang akan dijabarkan,
(3) Membagi indikator sesuai dengan kelompok-kelompoknya (Lamp. 3)
(4) Membentuk kelompok (Lampiran 4)
(5) Memonitor aktivitas/kegiatan mahasiswa (Lampiran 5)
b. Pelaksanaan (acting)
Membuka materi kemudian menjelaskan tahapan pembelajaran yang akan dilalui
mahasiswa. Selanjutnya melaksanakan pembelajaran sesuai dengan sintaks yang
direncanakan dalam perangkat pembelajaran. Sintaks model pembelajaran GI yang
direncanakan meliputi 6 tahap: grouping, planning, investigation, organizing, presenting,
dan evaluating.Setelah tahapan inti pembelajaran, dosen memberikan tes hasil belajar
kepada mahasiswa.
c. Pengamatan (observing)
Tim peneliti terdiri dari dua orang, yang masing-masing bertindak memberikan
materi (mengajar) dan melakukan pengamatan aktivitasmahasiswa dan dosen. Pelaksanaan
pengamatan selama 2 jam kuliah.
1) Pengamatan aktivitas mahasiswa
Dari hasil observasi aktivitas belajar mahasiswa yang terdiri dari 18 indikator,
diperoleh gambaran aktivitas mahasiswa dalam proses belajar, yang disajikan dalam tabel
27
berikut:
Tabel 3.2. Hasil observasi aktivitas belajar mahasiswa siklus I
No.
Tahap
Skor
1
Grouping
11
2
Planning
12
3
Investigation
9
4
Organizing
9
5
Presenting
11
6
Evaluation
6
Jumlah
58
Sumber: Analisis data 2014
Tabel hasil observasi aktivitas belajar mahasiswa dengan diperoleh jumlah skor = 58,
atau jika dinyatakan dengan nilai: 58/90 x 100 = 64,44 dan jika dinyatakan dengan kategori
adalah cukup. Sehingga perlu adanya tindakan lanjut pada siklus II dikarenakan pada siklus I
ini hasil masih kurang maksimal.
2) Tes hasil belajar mahasiswa
Nilai tes hasil belajar mahasiswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran siklus I
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.3. Nilai hasil tes belajar siklus I
N
Nilai
Nilai
Total
Presentase
Rata-rata
(Jumlah siswa) tertinggi Terendah Nilai
ketuntasan
33
91
35
2098
63,58
60,60%
Sumber: Analisis data 2014
Berdasarkan tabel 3.3 nampak bahwa hasil belajar pada siklus I hanya diperoleh taraf
ketuntasan belajar 60,60%, berarti tidak tuntas. Padahal menurut teori belajar tuntas setiap
proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila setiap kelas telah menguasai materi
pembelajaran antara 70% -75% (J.Block dalam Lukman 2000;29).
d. Refleksi
Secara rinci kekurangan yang nampak pada siklus I sebagai berikut:
1. Tahap grouping
1) Dosen sudah cukup baik dalam memberikan arahannamun mahasiswa masih terlihat
canggung karena belum terbiasa dengan model group investigation
2) Mahasiswa terbagi ke dalam beberapa kelompok heterogen sesuai dengan materi yang
akan diinvestigasi .Beberapa kelompok jumlah anggotanya lebih dari 6 orang
dikarenakan jumlah mahasiswa yang cukup besar dalam satu kelas yakni 33 orang.
2. Tahap planning
1) Dosen cukup efektif memberikan penjelasan atau memberikan pengarahan kepada
mahasiswa dalam merencanakan topik yang akan dibahas oleh masing-masing
kelompok.
2) Mahasiswa mampubekerjasama dengan kelompok meskipun ada beberapa yang pasif.
3) Sebagian besar mahasiswa sudah dapat menentukan mengenai apa yang akan dilakukan
3. Tahap investigation
1) Karena keterbatasan waktu tiap pertemuan (2 jam kuliah), maka tahap investigasi
dilaksanakan secara mandiri diluar jam perkuliahan yang dikoordinir oleh masingmasing ketua kelompok yang kemudian bentuk partisipasi tiap anggota dalam kegiatan
kelompok akan disampaikan melalui lembar kegiatan yang telah dibagikan.
2) Pada umumnya mahasiswa telah dapat menemukan sumber-sumber informasi yang
lebih luas
28
3) Masih ada anggota kelompok yang pasif berdasarkan hasil pengamatan dan komunikasi
dengan ketua kelompok masing-masing
3) Telah terjadi diskusi yang cukup baik dalam beberapa kelompok.
4. Tahap organizing
1) Pada umumnya sebagian besar anggota kelompok telah aktif dan berusaha memberikan
kontribusinya pada pekerjaan kelompok.
2) Dosen memberikan petujuk dalam membuat laporan. Namun demikian ada sebagian
kelompok yang masih belum memahami.
5. Tahap presenting
1)Bentuk penyajian kelompok masih monoton, pada umumnya sama yaitu membacakan
pokok-pokok hasil kerja kelompok.
2) Sebagian anggota kelompok penyaji belum memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi, jawaban yang diberikan kurang terarah.
3) Kelompok yang menjadi pendengar memperhatikan isi presentasi masing-masing
kelompok meskipun bentuk respon pertanyaan masih sedikit dan dosen masih harus
memberikan arahan agar mahasiswa bisa lebih aktif.
6. Tahap evaluating
1) Mahasiswa masihnampak kesulitan untuk menggabungkan, mengkolaborasi, hasil
presentasi dari seluruh kelompok
2) Dosen melakukan evaluasi dan mahasiswa nampak siap mengerjakan soal-soal yang
diberikan.
Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan tahapan-tahapan pembelajaran pada siklus I
sebagaimana diuraikan di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa secara prinsip
langkah-langkah (sintaks) model pembelajaran group investigation sudah diterapkan dengan
cukup baik namun masih terdapat kekurangan-kekurangan yang masih perlu diperbaiki pada
siklus II.
3. Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus II
Siklus II dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan membahasPencemaran Lingkungan, Jenisjenis Pencemaran; Pencemaran Tanah, Pencemaran Air, Pencemaran Udara dan
Pencemaran Suara.
a. Persiapan (planning)
Pada dasarnya persiapan yang dilakukan pada siklus II sama seperti siklus sebelumnya.
(1) Menjelaskan Kompetensi Dasar sehingga mahasiswa memahami apa yang akan
dipelajari (Lampiran 2)
(2) Menginterpretasikan materi kuliah yang akan dijabarkan,
(3) Membagi indikator sesuai dengan kelompok-kelompoknya (Lamp. 3)
(4) Membentuk kelompok (Lampiran 4)
(5) Memonitor aktivitas/kegiatan mahasiswa (Lampiran 5)
b. Pelaksanaan (acting)
Dosen memberikan penegasan beberapa hal yang belum diikuti atau belum
dilaksanakan secara benar oleh mahasiswa saat mengikuti pembelajaran pada siklus
sebelumnya.Selanjutnya melaksanakan pembelajaran sesuai dengan sintaks yang
direncanakan dalam perangkat pembelajaran.Sebagaimana siklus I sintaks model
pembelajaran GI yang direncanakan sama seperti siklus sebelumnya meliputi 6 tahap:
grouping, planning, investigation, organizing, presenting, dan evaluating.Setelah tahapan
inti pembelajaran, dosen memberikan tes hasil belajar kepada mahasiswa.
c. Pengamatan (observing)
Tim peneliti terdiri dari dua orang, yang masing-masing bertindak memberikan
materi (mengajar) dan melakukan pengamatan aktivitas mahasiswa dan dosen.
Pelaksanaan pengamatan sama seperti siklus sebelumnya selama 2 jam kuliah.
29
1) Pengamatan aktivitas mahasiswa
Dari hasil observasi aktivitas belajar mahasiswa yang terdiri dari 18 indikator,
diperoleh gambaran aktivitas mahasiswa dalam proses belajar, yang disajikan dalam tabel
berikut:
Table 3.4. Hasil observasi aktivitas belajar mahasiswa siklus II
No.
Tahap
Skor
1
Grouping
12
2
Planning
15
3
Investigation
11
4
Organizing
12
5
Presenting
12
6
Evaluation
8
Jumlah
70
Sumber: Analisis data 2014
Tabel 3.4 aktivitas belajar mahasiswa dengan diperoleh jumlah skor = 70, atau jika
dinyatakan dengan nilai: 70/90 x 100 = 77,78 dan jika dinyatakan dengan kategori adalah
baik. Dengan kategori tersebut pelaksanaan tahapan-tahapan yang telah dilaksanakan sesuai
metode pebelajaran group investigation telah sesuai.
2) Tes hasil belajar mahasiswa
Nilai tes hasil belajar mahasiswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran (post test)
siklus II disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.5. Nilai hasil tes belajar siklus II
N
Nilai
Nilai
Total
Presentase
Rata-rata
(Jumlah siswa) tertinggi Terendah Nilai
ketuntasan
33
96
45
2399
72,70
75,76 %
Sumber: Analisis data 2014
Berdasarkan tabel 3.5 nampak bahwa hasil belajar pada siklus II diperoleh taraf
ketuntasan belajar 75,76%, berarti tuntas. Hasil belajar mahasiswa dengan nilai sesuai KKM
70 telah mencapai lebih dari 75% sesuai yang diharapkan untuk mencapai ketuntasan.
d. Refleksi
Secara rinci kekurangan yang nampak pada siklus II sebagai berikut:
1. Tahap grouping
1) Dosen sudah cukup baik dalam memberikan arahan dan mahasiswa sudah mulai
terbiasa, tidak canggung, lebih rileks dan antusias.
2) Pembentukan kelompok sudah cepat
3) Mahasiswa sudah dapat memilih sendiri dengan siapa mereka akan berkelompok
sesuai dengan topik yang diinginkan
2. Tahap planning
1) Dosen cukup efektif memberikan penjelasan atau memberikan pengarahan kepada
mahasiswa dalam merencanakan topik yang akan dibahas oleh masing-masing
kelompok.
2) Mahasiswa mampu bekerjasama dengan kelompok dan sudah mampu menentukan
mengenai apa yang akan dilakukan dan rencana yang akan dikerjakan.
3. Tahap investigation
1) Mahasiswa telah dapat menemukan sumber-sumber informasi yang lebih luas melalui
observasi lingkungan sekitar, buku-buku dan internet
2) Telah terjadi diskusi yang cukup baik dan terarah.
4. Tahap organizing
30
1) Pada umumnya sebagian besar anggota kelompok telah aktif dan berusaha memberikan
kontribusinya pada pekerjaan kelompok.
2) Mahasiswa juga sudah memahami bagaimana membuat laporan.
5. Tahap presenting
1) Bentuk penyajian kelompok lebih menarik dan variatif
2) Kelompok yang menjadi pendengar memperhatikan isi presentasi masing-masing
kelompok dan memberikan pertanyaan yang cukup baik
3) Kelompok penyaji mampu memberikan jawaban cukup baik dan lebih percaya diri
mengemukakan pendapatnya.
6. Tahap evaluating
1) Mahasiswa mampu membuat kesimpulan tentang hasil presentasi seluruh kelompok
2) Dosen melakukan evaluasi dan mahasiswa nampak siap mengerjakan soal-soal yang
diberikan.
Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan tahapan-tahapan pembelajaran pada siklus II
sebagaimana diuraikan di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa secara prinsip
langkah-langkah (sintaks) model pembelajaran group investigation sudahbaik dan dapat
diterapkan.
B. Pembahasan Hasil Tindakan
Model Group Investigation menimbulkan suasana saling bekerjasama dan berinteraksi
antar mahasiswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, saling berdiskusi dan
berargumentasi dalam memahami suatu masalah serta mencari solusinya. Mahasiswa dilatih
untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan
suatu presentasi yang menarik dari berbagai topikyang telah dipelajari.
Model Pembelajaran Group investigation yang diterapkan pada mata kuliah
Pengetahuan Lingkungan menggunakan pendekatan salingtemassebab permasalahan
lingkungan yang dihadapi saat ini banyak kaitannya dengan aktivitas manusia, pemanfaatan
dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana serta kurang terkendalinya
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi maju.
Model pembelajaran dengan pendekatan Salingtemas dikembangkan dengan tujuan
agar: 1) peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial dengan topik pembelajaran di
dalam kelas, 2) peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan/prespektif untuk
menyikapi berbagai isu/situasi yang berkembang di masyarakat berdasarkan pandangan
ilmiah, dan 3) peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang
memiliki tanggungjawab sosial.
Berdasarkan hasil pengamatan selama dua siklus tindakan sebagaimana telah
dikemukakan di atas, dapat dikemukakan perbandingan efektivitas tindakan masing-masing
siklus sebagai berikut:
Tabel 3.6 Perbandingan hasil tindakan siklus I dan siklus II
Siklus-1
Siklus-2
Aspek
Nilai
Kategori Nilai Kategori
Aktivitas Mahasiswa
64,44
C
77,78
B
Aktivitas Dosen
74,73
B
87,38
SB
Hasil belajar
63,58
C
72,70
B
Sumber: Analisis data 2014
K=kurang, C= cukup, B= baik, BS= baik sekali
Tabel 3.6 menunjukkan adanya kemajuanyang signifikan dari siklus I ke siklusII ,
yang menandakan bahwa tindakan yang diberikan benar-benar menuju ke arah lebih baik, dan
memberikan pengaruh yang baik pula terhadap aktivitas mahasiswa, dosen dan hasil belajar.
31
Data-data hasil observasi sebagaimana disajikan dalam tabel di atas jika disajikan
dengan grafik sebagai berikut:
100
80
60
Aktivitas Mahasiswa
40
Aktivitas Dosen
20
Hasil Belajar
0
Siklus I
Siklus II
Gambar 3.2
Perbandingan Hasil Tindakan
Berdasarkan tabel dan grafik sebagaimana dikemukakan di atas nampak bahwa
tindakan yang diberikan selama dua siklus menunjukkan efektivitas yang cenderung
meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran GI dengan
pendekatan salingtemas terbukti efektivitasnya untuk meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar mahasiswa.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan serta
dihubungkan dengan rumusan masalah maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Penerapan model kooperatif Group Investigation dengan pendekatan salingtemas
dapatmeningkatkan aktivitasmahasiswa pada mata kuliah pengetahuan lingkungan
dengan nilai64,44(kategori cukup baik) pada siklus I dan meningkat menjadi
77,78 (kategori baik) pada siklus II.
2. Penerapan model kooperatif Group Investigation dengan pendekatan salingtemas
dapatmeningkatkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah pengetahuan
lingkungan dengan nilai evaluasi rata-rata 63,58 (kategori cukup baik) pada siklus
I dan pada siklus II mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata 72,70 (kategori
baik) dengan presentase ketuntasan klasikal 75, 76%.
B. Saran
Berdasarkan penelitian dalam menerapkan model pembelajaran GI pada mata kuliah
pengetahuan lingkungan di STKIP-PI Makassar, maka dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Sebagaimana tujuan pengembangan model pembelajaran GI adalah untuk
mengembangkan kemampuan kerjasama. Oleh sebab itu guru atau dosen sebagai
pelaksana pembelajaran harus mengutamakan proses yang mendukung terciptanya
suasana kerja kelompok. Misalnya mulai dari pengaturan kelas, pembagian
kelompok-kelompok kecil, penentuan masalah atau topik hingga bagaimana
membuat presentasi sebagai laporan juga harus mencerminkan suasana belajar
kelompok.
2. Mengingat langkah-langkah (sintaks) model pembelajaran GI yang relative
panjang dan kompleks maka sebelum memilih model ini hendaknya di uji coba
terlebih dahulu. Hal ini dirasakan akan lebih baik karena karakteristik peserta
32
didik, karakteristik materi akan sangat menentukan bagaimana pengajar dapat
melaksanakan langkah-langkah pembelajaran secara tepat.
3. Group Investigation (GI) sebagai sebuah model pembelajaran dapat dikatakan
masih bersifat model hipotetik. Oleh karena itu perlu untuk mengujinya apakah
model pembelajaran GI sesuai dengan seluruh karakteristik materi dan
karakteristik peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2011.Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Rosda
Binadja, A. 2002. Pemikiran dalam SETS. Makalah. Semiloka Pendidikan SETS. Recsamas.
Depdikbud.(1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
E. Mulyasa. (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Suparlan.
Ferdinand,fictor dan Moekti Ariwibowo.Praktis Belajar Biologi untuk Kelas X. BSE (Buku
Sekolah Elektronik) : Departemen Pendidikan Nasional.
Hamdani. 2010.Strategi Belajar Mengajar.Bandung : Pustaka Setia
Muqowim. 2012.Pengembangan Soft Skills Guru.Yogyakarta:Pedagogia
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta. Rineka Cipta
Slavin, Rober E. 2009.Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media
S. Nasution. 1996. Didaktik asas-asas mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Soemanto. 1990. Psikologi pendidikan. Jakarta: Rineka cipta.
Sudjana .1997. Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Rosdakarya. Wikipedia.com
Sudjana, Nana. 2005.Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar baru
Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta
Suhardjono. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:Bumi Aksara
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: PT Bumi Aksara
Suparno. Paul.1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Trianto. 2011.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.Jakarta: Prenada Media
Grup.
Wahidin. 2006.Metode Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung:Sangga Buana.
Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
33
PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS BAKTERI ASAM LAKTAT
TERHADAP KADAR PROTEIN SOYGHURT
Kamrianti Ramli11
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kadar protein soyghurt yang
menggunakan satu jenis bakteri asam laktat dan yang dikombinasikan dengan Streptococcus
thermophillus.. Variabel dalam penelitian ini adalah berbagai jenis bakteri asam laktat sebagai
variabel bebas dan kadar protein soyghurt sebagai variabel terikat. Desain penelitian yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 7 macam perlakuan
yaitu: susu kedelai (Po), Lactobacillus casei (P1), L. bulgaricus (P2), L. acidophillus (P3),
sedangkan untuk bakteri kombinasi yaitu Lactobacillus casei + Streptococcus thermophillus
(P4), L. bulgaricus + S. thermophillus (P5), L. acidophillus + S. thermophillus (P6). Setiap
perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati adalah kadar protein soyghurt.
Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Varians dan dilanjutkan dengan Uji BNT α =
0,01. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai jenis Bakteri Asam Laktat
berpengaruh sangat nyata dalam perubahan kadar protein soyghurt. Pada perlakuan jenis
bakteri L. casei (P1)tunggal menunjukkan pengaruh sangat nyata pada perubahan kadar
protein soyghurt yaitu 27,393 ppm, sedangkan yang dikombinasikan dengan S. thermophillus
tidak berbeda nyata pada perlakuan P1yaitu L. casei + S. thermophillus (P4)dan L.
acidophillus + S. thermophillus (P6), sementara perlakuan L. bulgaricus + S. thermophillus
tidak berbeda nyata dengan perlakuan (P4) dan (P6).
PENDAHULUAN
Kedelai (Glycine max (L) Merr) merupakan sumber protein nabati yang dapat
digunakan sebagai pengganti akan kebutuhan protein hewani. Kedelai mengandung protein
35%, bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-43%. Dibandingkan
dengan jagung, beras, kacang hijau, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein
yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Nilai protein kedelai jika
difermentasi dan dimasak akan memiliki mutu yang lebih baik dari jenis kacang-kacangan
lain. Makanan yang dibuat dari olahan kedelai terfermentasi antara lain yaitu kecap, tempe,
tauco, nata de soya dan susu asam kedelai (soyghurt) (Cahyadi, 2006).
Kedelai merupakan bahan makanan yang sangat berkhasiat bagi pertumbuhan dan
menjaga kondisi sel-sel tubuh. Menurut Suprapto(1992) bahwa kandungan gizi dari bahan
olahan yang berasal dari kacang kedelai (per 100 gram) yaitu protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, fospor, Fe, Vit A, tiamin, dan air.Kedelai mengandung protein 35%, bahkan pada
varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-43%. Nilai protein kedelai jika
difermentasi akan memiliki mutu yang lebih baik.
Susu kedelai yang diberi penambahan bakteri asam laktat akan menghasilkan susu
asam kedelai yang bergizi bagi pencernaan manusia. Susu asam kedelai atau kata lainnya
adalah soyghurt merupakan susu asam terfermentasi, dimana proses fermentasi tentunya
melibatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang sering terlibat dalam proses
fermentasi susu misalnya L. casei yang dapat kita jumpai pada minuman yakult. L. casei
11
Jurusan D III Kebidanan Akedemi Kebidanan MADANI
34
merupakan salah satu jenis bakteri asam laktat. Dalam penelitian ini menggunakan bakteri
asam laktat seperti L. acidophillus, L. casei, L. bulgaricus, dan S. thermophillus.
Bakteri asam laktat menggunakan zat protein yang terkandung pada susu kedelai
sebagai sintesis penyusun selnya.Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui pengaruh
penambahan berbagai bakteri asam laktat terhadap kadar protein soyghurt.
METODOLOGI
Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas
adalah berbagai jenis bakteri asam laktat sedangkan variabel terikatnya adalah kadar protein
soyghurt. Desain penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari
tujuh perlakuan dengan tiga ulangan. Lay out perlakuannya adalah sebagai berikut:
Cara Kerja
Pembuatan Susu Kedelai
Biji kedelai disortasi untuk mendapatkan biji yang baik yaitu tidak terapung pada
permukaan air, lalu direndam selama 24 jam. Setelah perendaman kulit bijinya dihilangkan,
lalu di bilas hingga bersih. Biji kedelai yang telah dikuliti ditimbang (440,90 g). Setelah
ditimbang, kedelai direbus hingga mendidih selama 15 menit pada suhu 80ºC. Setelah
direbus, dihangatkan hingga mencapai suhu 45ºC. lalu kedelai dihaluskan memakai blender
dan ditambahkan air sebanyak 500 ml sampai menjadi bubur. Bubur kedelai disaring untuk
diambil sarinya, lalu sari kedelai ditambahkan air sebanyak 2 liter, gula pasir (83,48 g), susu
skim (17,40 g) dan vanili (2 gr), lalu direbus hingga mendidih selama 15 menit pada suhu
80ºC. Setelah direbus, susu kedelai dihangatkan hingga mencapai suhu 45ºC.
Pembuatan starter Bakteri Asam Laktat
Susu kedelai yang telah jadi dimasukkan ke dalam botol starter (4 botol), masingmasing diisi sebanyak 350 ml. Semua botol ditutupi dengan kapas dan aluminium foil. Botol
starter dimasukkan pada water bath yang telah mencapai suhu 70ºC untuk pasteurisasi
sebanyak 4 kali . Setelah pasteurisasi, masing-masing botol starter diberi label (Lactobacillus
bulgaricus, L. casei, L. acidophilus, dan Streptococcus thermophillus), lalu setiap botol
diberikan masing-masing 2 ose sesuai jenis biakan pada setiap label pada botol. Setelah itu,
botol starter diinkubasi selama 1 hari pada suhu ruang 28ºC.
Membuat susu kedelai. Susu kedelai yang sudah jadi diberi perlakuan yakni diberikan
penambahan bakteri asam laktat. Tujuh botol masing-masing diisi dengan susu kedelai.
Po = susu kedelai (100 ml)
P1 = Po + 40 ml L.casei
P2 = Po + 40 ml L. bulgaricus
P3 = Po + 40 ml L. acidophilus
P4 = Po + 20 ml L. casei + 20 ml S. thermophillus
P5 = Po + 20 L. bulgaricus + 20 ml S. thermophillus
P6 = Po + 20 ml L. acidophillus + 20 ml S. thermophillus
35
Setelah botol sampel diberi perlakuan, lalu botol dimasukkan pada oven selama 5 jam pada
suhu 45ºC. Setelah itu, dimasukkan di lemari pendingin.
Penyiapan Pereaksi Biuret
Ditimbang CuSO45H20 0,75 g dan natrium tartrat 2,25 g kemudian di larutkan dalam
250 ml NaOH 0,2 M. Ditimbang 1,25 g KI dan dicukupkan volumenya dengan NaOH 0,2 M
hingga 500 ml.
Penyiapan Kurva baku
Dibuat larutan bovine serum albumin dengan konsentrasi 0,2 ppm; 0,4 ppm; 0,6 ppm;
0,8 ppm; dan 1 ppm. Masing-masing larutan tersebut diambil 4 ml dan ditambahkan dengan 6
ml pereaksi biuret, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 520
nm. Blanko yang digunakan adalah biuret tanpa penambahan bovine serum albumin.
Kadar Protein
Metode biuret merupakan salah satu cara yang terbaik untuk menentukan kadar
protein suatu larutan. Dalam larutan basa Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida
(-CO-NH-) suatu protein yang menghasilkan warna ungu dengan absorban maksimum pada
520 nm. Absorban ini berbanding langsung dengan konsentrasi protein pada dasarnya
mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama persatuan berat.
Masing-masing sampel diambil sebanyak 5 ml untuk di sentrifuge. Sampel yang telah
di sentrifuge di simpan pada tabung reaksi. Setiap tabung reaksi berisi 1 ml soyghurt
ditambahkan 9 ml aquades steril dan 20 tetes pereaksi biuret. Dikocok sampai pembentukan
warna ungu sempurna. Selanjutnya, di ukur kadar protein terlarutnya pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang 520 nm. Blankonya menggunakan 10 ml aquades ditambah 20
tetes pereaksi biuret. Pada penggunaan spektrofotometer dengan menggunakan panjang
gelombang tetap, harus diadakan pengecekan ulang dengan menekan tombol transmitance
100 % t, setelah itu menekan tombol mode dan cahaya merah yang tadinya berada di
transmitance akan berpindah ke absorbance (0,0 a). Pada saat angka pada tampilan alat 0,00 a
maka larutan cuplikan segera dimasukkan pada ruang adapter dengan menyesuaikan tanda
garis putih cuvet dan garis pada permukaan ruang adapter. Data pengukuran larutan cuplikan
akan terbaca secara langsung. Setelah itu larutan cuplikan dikeluarkan dan memasukkan
kembali larutan standar untuk mengecek ulang angka transmittance dan absorbance.
Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari hasil pengukuran berupa kadar protein terlarut soyghurt,
sebelum dan sesudah perlakuan untuk dianalisa. Pengukuran total asam tertitrasi dilakukan
sesudah perlakuan serta pengukuran nilai pH soyghurt.
Teknik Pengolahan dan analisis data
Data dianalisis secara statistika menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap)
mengetahui ada tidaknya perubahan kadar protein soyghurt setelah pemberian jenis bakteri
asam laktat. Data yang diperoleh adalah berupa pengaruh pemberian berbagai jenis bakteri
asam laktat terhadap protein dari soyghurt, yang akan dianalisis dengan uji varians, jika
berpengaruh maka dilanjutkan dengan uji BNT dengan tingkat kepercayaan = 0,01.
Hasil Penelitian
1. Kadar Protein Soyghurt
Protein merupakan gabungan dari asam-asam amino sehingga membentuk rantai yang
panjang. Pengukuran protein dilakukan untuk mengetahui jumlah protein yang terdapat di
dalam soyghurt yang dianalisa sebelum dan setelah ditambahkan berbagai jenis bakteri asam
laktat.
36
Tabel 5.1. Rata-rata konsentrasi protein terlarut (ppm) dari soyghurt dengan
pemberian berbagai jenis bakteri asam laktat
Ulangan
Perlakuan
Jumlah
Rerata
I
II
III
P0
190,727
198,909
183,454
573,090
191,030e
P1
29,818
27,090
25,272
82,18
27,393a
P2
83,909
89,363
71,636
244,908
81,636c
P3
101,181
123,454
98,454
323,089
107,696d
P4
31,636
36,181
39,363
107,18
35,726ab
P5
44,818
51,181
43,000
138,999
46,333b
P6
37,545
43,000
45,272
125,817
41,939ab
519,634
569,178
506,451
1595,263
Jumlah
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata
pada taraf α= 0,01 (BNT = 18,024)
Berdasarkan hasil uji BNT α = 0,01 pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan
pemberian bakteri asam laktat tunggal yakni Lactobacillus casei memberikan pengaruh
sangat nyata terhadap perlakuan Po (kontrol), P2, P3, dan P5, tetapi tidak berbeda nyata pada
perlakuan P4 dan P6. Perlakuan P4, P5, dan P6 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda sangat nyata
pada perlakuan Po, P2, dan P3.
Hubungan perlakuan bakteri asam laktat dengan kadar protein (ppm) dapat dilihat
pada berikut
Gambar 5.1
Histogram rata-rata kadar protein dengan perlakuan pemberian berbagai jenis bakteri
asam laktat
37
Kadar protein yang diperoleh dari penelitian merupakan protein dari konsentrasi susu
kedelai dan soyghurt. Kadar protein pada perlakuan Po (kontrol) dalam hal ini susu kedelai
menghasilkan rata-rata 191,030 ppm. Kadar protein pada susu kedelai cukup tinggi, karena
tidak ada penambahan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat yang ditambahkan pada susu
fermentasi akan mengubah beberapa zat gizi, salah satunya adalah protein. Kadar protein
setelah penambahan bakteri asam laktat yaitu pada perlakuan P 2 dan P3 secara berturut-turut
adalah 81,636 ppm dan 107,696 ppm. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pada saat
penambahan bakteri sebanyak 40 ml belum tentu dalam 40 ml tersebut terkandung banyak
jumlah bakteri. Semakin banyak jumlah bakteri yang terkandung pada susu, berarti semakin
banyak pula protein yang digunakan oleh bakteri. Berbeda halnya pada perlakuan P 1 yang
memiliki kadar protein 27,393 ppm. Perlakuan P1juga ditambahkan 40 ml bakteri, sehingga
diduga bahwa dalam medium terkandung banyak jumlah bakteri. Perlakuan P 4dan
P6menunjukkan hal yang sama dengan perlakuan P1, bedanya yaitu terdapat dua jenis bakteri
asam laktat pada perlakuan P4dan P6, begitu pun dengan perlakuan P5. Hal ini menunjukkan
bahwa ketika ditambahkan bakteri baik yang sebanyak 40 ml atau 20 ml, jika di dalam
medium tidak terkandung banyak jumlah bakteri yang diberikan berarti protein yang
digunakan oleh bakteri juga sedikit, dibandingkan dengan medium yang mengandung banyak
bakteri. Hal ini juga disebabkan karena setiap jenis bakteri asam laktat memiliki kemampuan
proteolitik yang berbeda.
Protein berfungsi dalam mensintesis komponen sel bakteri. Oleh karena itu, protein
terlebih dahulu diubah menjadi unit-unit terkecil yaitu asam amino. Kebutuhan akan asam
amino sangat berperan bagi bakteri asam laktat. Asam amino merupakan penyusun protein,
dimana protein dalam penelitian ini mengalami degradasi oleh enzim protease dan peptidase
yang ada pada medium. Menurut Djide (2005) bahwa bakteri asam laktat membutuhkan
beberapa asam amino untuk pertumbuhannya yang pada umumnya adalah asam glutamat dan
valin. Bakteri asam laktat bersifat proteolitik lemah, sehingga kehadiran enzim protease dan
peptidase sangat berperan dalam proses perombakan protein menjadi unit-unit terkecil yakni
asam amino. Hal ini sejalan dengan pendapat Surono (2004), bahwa dalam fermentasi susu
ada beberapa zat gizi yang mengalami perubahan, salah satunya adalah protein. Protein yang
terkandung di dalam susu akan dirombak oleh bakteri asam laktat dan menghasilkan asam
amino bebas yang banyak. Asam amino ini akan digunakan oleh bakteri untuk mensintesis
selnya.
Pada perlakuan jenis bakteri kombinasi menghasilkan kadar protein yang tidak
berbeda nyata. Hal ini disebabkan adanya suatu simbiosis yang dapat meningkatkan efisiensi
kerja kedua bakteri dalam memfermentasi karbohidrat dan nutrisi lainnya (protein). Selain
itu, pada perlakuan jenis bakteri tunggal yakni Lactobacillus casei tidak berbeda nyata
dengan perlakuan P4 dan P6. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kebutuhan asam
aminonya lebih banyak guna sebagai penyusun dinding selnya yakni peptidoglikan, sehingga
banyak protein yang dirombak. L. bulgaricus memiliki kadar protein 81,636 ppm. Menurut
Kuraisy (1999), bahwa L. bulgaricus agak lambat reaksinya dalam menfermentasi gula. Gula
merupakan sumber energi dan karbon bagi pertumbuhannya, selain asam amino sehingga
dengan reaksi yang lambat menghasilkan kadar protein yang berbeda sangat nyata pada tiap
perlakuan soyghurt. Demikian halnya dengan L. acidophillus, rata-rata kadar proteinnya
adalah 107,696 ppm. Menurut Surono (2004), bahwa tidak semua strain L. acidophillus akan
memberikan efek yang sama dalam hal kemampuan aktivitas enzimnya. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh enzim proteolitik yang lemah dalam merombak protein menjadi asam-asam
amino. Selain itu, juga disebabkan akan kebutuhan asam amino bagi pertumbuhannya yang
membedakan dengan jenis bakteri asam laktat lainnya.
38
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
yang terjadi pada kadar protein soyghurt setelah pemberian berbagai jenis bakteri asam laktat,
yaitu pada perlakuan P1 (Lactobacillus casei), P4(L. casei + Streptococcus thermophillus) dan
P6(L. acidophilus + S. thermophillus) menunjukkan penggunaan protein yang sangat banyak
oleh bakteri asam laktat untuk dirombak dan menghasilkan asam-asam amino yang berfungsi
untuk mensintesis komponen-komponen sel dari bakteri itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Busthanul, N dan J. Langkong. 2004. Pengaruh Bahan Penstabil Agar Terhadap Mutu Susu
Asam Kedelai (Soyghurt) (Glycine max (L) Merr). Fakultas Pertanian dan Kehutanan
UNHAS. Makassar.
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.
Gobel, B.R. 2005. Uraian Umum Tentang Bakteri Asam Laktat. FMIPA UNHAS. Makassar
Kuraisy, S.N.A. 1999. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa terhadap Produksi Soyghurt oleh
Campuran Bakteri S. thermophillus dan L. bulgaricus. FMIPA UNHAS. Makassar.
Suprapto. 1992. Bertanam Kedelai. Swadaya. Bandung.
Surono, I.S. 2004. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. YAPMMI. Jakarta.
Ubbe, U. 2005. Potensi Bakteri Asam Laktat Dalam Bidang Bioteknologi. Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan
FMIPA UNHAS. Makassar.
39
POTENSI ISOLAT LOKAL Bacillus thuringiensis SEBAGAI PENGHASIL PROTEIN
PROTOKSIN DAN ENZIM KITINASE
Maisya Zahra Al Banna12
ABSTRACT
Bacillus thuringiensis secreted chitinase and protoxin protein which is play an
important role in their pathogenicity to insect pest. This research was aimed to determined the
ability of B. thuringiensis Lot II and B. thuringiensis 47 to produce chitinase enzyme and
protoxin protein. Both of an isolates showed the clear zone when grown in a medium
containing chitin agar, which is means they have secreted exochitinase enzyme. Optimum
production of chitinase from B. thuringiensis subsp. pakistani was obtained at 24th hour, B.
thuringiensis Lot II was optimum at 21th hour and B. thuringiensis 47 was optimum at 21st
hour. The highest production of protoxin protein from B. thuringiensis Lot II was obtained at
33rd hour, whereas B. thuringiensis 47 at 36th hour.
Keyword : B. thuringiensis, chitinase, protoxin
PENDAHULUAN
Bakteri Bacillus thuringiensis termasuk sebagai bakteri Gram positif yang berpotensi
dikembangkan sebagai bioinsektisida. Bioinsektisida berbahan aktif B. thuringiensis yang
digunakan untuk lahan pertanoan di Indonesia sebagian besar diimpor dari berbagai Negara,
diantaranya Dipel yang diproduksi oleh Amerika Serikat, dan Thuricide dari Swiss. Di lain
sisi, kelimpahan populasi B. thuringiensis yang cukup tinggi di habitat tanah akan
memperbedar perolehan isolat berpotensi.
Muharsini et al. (2003) telah mengisolasi B. thuringiensis dari sampel tanah Provinsi
Jawa Barat, Yogyakarta dan Sulawesi Selatan. Letak geografis dan kondisi tanah dilaporkan
mempengaruhi germinasi endospora. Lokasi pengambilan sampel pada dataran tinggi
menunjukkan populasi B. thuringiensis yang lebih tinggi dibandingkan pada dataran rendah.
Khudra (2011) berhasil mengisolasi isolat potensi B. thuringiensis dari lokasi pengambilan di
Lampung, Kalimantan Timur dan Bali. Dua isolat yang diperoleh selanjutnya digunakan
dalam penelitian ini.
Bakteri B. thuringiensis dapat membentuk endospora yang memiliki sifat resisten
terhadap cekaman lingkungan. Endospora tersebut mengandung kristal protein yang disebut
sebagai protoksin. Protoksin inilah yang memiliki potensi dikembangkan sebagai insektisidal
alami bagi beberapa jenis hama pertanian.
Bakteri B. thuringiensis dilaporkan memiliki aktivitas anticendawan karena dapat
memproduksi enzim kitinase. Penelitian Ramirez et al. (2004), serta Usharani dan Gowda
(2011) menunjukkan bahwa cendawan patogen berupa Fussarium oxysporum, Aspergillus
flavus, dan Beauveria bassiana dapat dihambat pertumbuhannya mencapai 100% pada media
tumbuh yang mengandung kitinase.
Potensi toksisitas protoksin dua isolat lokal B. thuringiensis terhadap ulat grayak telah
dilakukan oleh Khudra (2011) dan Sukmawaty (2012), namun studi mengenai produksi
protoksin tidak dilakukan, demikian pula dengan aktivitas kitinolitik isolat tersebut.
12
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
40
METODOLOGI
Bahan dan Metode
Isolat untuk memperoleh isolat B. thuringiensis dilakukan oleh Khudra (2011) pada
15 sampel tanah yang diperoleh dari tiga lokasi berbeda, yaitu Lampung, Kalimantan Timur
dan Bali. Hasil isolasi kemudian diseleksi, didapatkan 453 koloni bakteri yang menunjukkan
ciri-ciri morfologi kelompok Bacillus. Dari total isolat yang diperoleh, hanya dua isolat
(11,3%) yang menunjukkan ciri koloni, morfologi mirip B. thuringiensis serta memiliki
kristal protein. Dua isolat tersebut ialah B. thuringiensis Lot II, B. thuringiensis 47 serta isolat
pembanding B. thuringiensis subsp. pakistani yang disimpan dalam koleksi kultur IPBCC,
Departemen Biologi, IPB. Isolat B. thuringiensis diremajakan dengan cara digores kuadran
pada media Nutrien Agar (NA) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
Komposisi media tumbuh akan mempengaruhi pertumbuhan kultur bakteri. Dalam
penelitian ini terlebih dahulu ditentukan media tumbuh yang tepat, dengan cara
menumbuhkan isolat pada dua media yang berbeda, yaitu media Nutrient Broth (NB) sebagai
media umum, dan media selektif. Komposisi media selektif ditentukan berdasarkan Atlas
(1946) (g/L) : glukosa 3,0 g, (NH4)2SO4 2,0 g, ekstrak khamir 2,0 g, K2HPO4.3H2O 0,5 g,
Mg2SO4.7H2O 0,2 g, CaCI2.2H2O 0,08 g, MnSO4.4H2O 0,05 g, dan pH 7,0.
Produksi protoksin kedua isolat B. thuringiensis dilakukan setelah ditentukan media
tumbuh yang paling baik menunjang pertumbuhan kultur. Protein protoksin diperoleh
menggunakan prinsip pelarutan Kristal protein insektisidal dalam kondisi alkalin. Sebanyak 1
ml sampel yang diperoleh dari kultur produksi, disentrifugasi pada kecepatan 10.000 g, 10
menit, 4oC. Pelet dikumpulkan untuk mengukur konsentrasi protoksin. Pengukuran
konsentrasi protein protoksin dilakukan berdasarkan Vu et al. (2009), selanjutnya ditentukan
kadar proteinnya menggunakan metode Bradford (1976).
Aktivitas kitinolotik dari B. thuringiensis diketahui dengan cara menumbuhkan isolat
pada media produksi kitinase (g/L) : Mg2SO4.7H2O 0,1 g, K2HPO4 1,0 g, NaCI 1,0 g,
ekstrak khamir 7,0 g, koloidal kitin 3,0 g, agar Bacto 20 g, dan pH 7,0, serta diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 30oC. Aktivitas kitinolitik ditandai dengan terbentuknya zona
bening pada koloni bakteri yang tumbuh.
Pengukuran pertumbuhan isolat dan produksi enzim kitinase menggunakan media produksi
kitinase (g/L) : MgSO4.7H2O 0,1 g, K2HPO4 1 g, NaCI 1 g, ekstrak kamir 7 g, koloidal kitin 3
g, pH 7. Kultur cair bakteri diinokulasikan sebanyak 10% dari total volume media produksi
dengan jumlah sel 107 sel/ml pada media pertumbuhan, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC
dengan kecepatan agitasi 120 rpm. Inkubasi dilakukan selama 36 jam, dan setiap 3 jam
sampel diambil dan diukur absorbansi pada panjang gelombang (λ) 590 nm untuk mengukur
pertumbuhan bakteri, serta aktivitas enzim kitinase (Nurdebyandaru et al. 2010)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bakteri, secara umum, mengalami beberapa fase pertumbuhan yaitu fase adaptasi,
fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Periode pada masing-masing fase
pertumbuhan bervariasi untuk setiap kultur bakteri. Penentuan media tumbuh dilakukan
untuk menduga waktu terjadinya fase stasioner dari kultur bakteri B. thuringiensis. Fase
stasioner dikenal pula sebagai fase sporulasi, dimana sintesis dan pembentukan kristal protein
terjadi pada fase tersebut. Komposisi media terbukti mempengaruhi terjadinya fase stasioner.
Isolat bakteri yang ditumbuhkan pada media selektif menunjukkan fase stasioner terjadi pada
jam ke-24, dan jam ke-32 untuk media NB (Gambar 1.6).
Perbedaan fase sporulasi tersebut dapat disebabkan oleh komposisi media tumbuh.
Komposisi sumber karbon mempengaruhi durasi terjadinya fase eksponensial yang
menyebabkan lambatnya sel mencapai fase stasioner, sintesis endospora dan produksi toksin.
Perbedaan struktur kimia sumber karbon juga akan mempengaruhi kecepatan hidrolisisnya
41
oleh kultur bakteri (Black & Snyman, 1991; Montiel et al., 2012; Shojaaddini et al., 2010 ;
Mazmira et al., 2012). Yussof et al. 2003) memaparkan faktor lainnya berupa keberadaan
amonium sulfat sebagai sumber nitrogen dapat memicu sporulasi protoksin. Kandungan
amonium sulfat terkandung di dalam media selektif yang digunakan, sedangkan pada media
NB tidak.
Dari hasil tersebut diperoleh bahwa kultur yang ditumbuhkan pada media selektif
mengalami sporulasi lebih cepat dibandingkan kultur pada media NB. Dengan demikian,
media selektif akan digunakan selanjutnya untuk produksi protein protoksin.
Gambar 6.1
Pertumbuhan kultur bakteri B. thuringiensis pada media selektif dan media NB
Produksi protein protoksin diamati selama 36 jam waktu inkubasi dengan selang
pengamatan setiap 3 jam. Pengamatan pertumbuhan digunakan untuk mengetahui fase
pertumbuhan bakteri dalam waktu 36 jam inkubasi. Isolat B. thuringiensis memasuki fase
logaritmik yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel (CFU/ ml) (Gambar 2).
Pertumbuhan logaritmik isolat B. thuringiensis Lot II dan B. thuringiensis 47 pada jam ke-33,
sedangkan isolat B. thuringiensis subsp. pakistani terjadi sampai dengan jam ke-36.
Penurunan jumlah sel terjadi pada interval jam ke-54 dan 72. Selama pengamatan
pertumbuhan sel, dilakukan pula pengukuran protein protoksin pada setiap isolat. Produksi
protoksin dimulai pada pertumbuhan logaritmik, selanjutnya mengalami penurunan produksi
setelah melewati jam ke-36, penurunan produksi protoksin terjadi dalam interval jam ke-54
dan 72.
Isolat B. thuringiensis Lot II dan 47 menghasilkan protoksin lebih cepat, yaiu pada
jam ke-0 dengan konsentrasi protoksin berturut-turut 0,0005 mg/ml dan 0,0014 mg/ml.
Konsentrasi protein protoksin tertinggi diperoleh pada jam ke-36, dengan nilai berturut-turut
0,511 mg/ml 0,470 mg/ml dan 0,177 untuk isolate B. thuringiensis subsp. Pakistani, B.
thuringiensis Lot II dan B. thuringiensis 47. Konsentrasi protoksin dari setiap isolat
cenderung menurun seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi kultur. Kemampuan ketiga
isolat B. thuringiensis dalam menghasilkan enzim kitinase juga diamati bersamaan dengan
pengamatan pertumbuhan dan produksi protein protoksin.
42
Gambar 6.2.
Pertumbuhan dan produksi protein protoksin pada media produksi kitin.
(a) Isolat B. thuringiensis subsp. Pakistani, (b) isolat B. thuringiensis Lot II,
dan (c) isolat B. thuringiensis 47.
Garis putus-putus (----) menunjukkan tifak dilakukan pengukuran log sel dan
konsentrasi protoksin. Aktivitas kitinase diketahui melalui zona bening yang dibentuk oleh
tiap isolat pada media kitin agar. Zona bening menandakan aktivitas perombakan kitin yang
terkandung di dalam substrat berupa media. Kemampuan isolat B. thuringiensis dalam
menghasilkan enzim kitinase memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Ramirez et al
(2004).
Aktivitas kitinase dari setiap isolat menunjukkan waktu optimum berbeda (Gambar 3.
Enzim kitinase isolat B. thuringiensis subsp. pakistani dan B. thuringiensis 47 dihasilkan
pada jam ke-9 dengan nilai berturut-turut 0,004 U/ml dan 0,00025 U/ml, sedangkan isolat B.
thuringiensis Lot II pada jam ke-12 dengan nilai 0,026 U/ml. Aktivitas kitinase isolat B.
thuringiensis subsp. pakistani optimum pada jam ke-24 dengan nilai 0,049 U/ml. Isolat B.
thuringiensis Lot II dan 47 optimum menghasilkan kitinase pada jam ke-21 dengan nilai
0,115 U/ml dan 0,058 U/ml. Selanjutnya setelah melewati waktu optimum, akan terjadi
penurunan produksi enzim kitinase pada masing-masing isolat.
43
Gambar 6.3.
Aktivitas kitinase isolat B. thuringiensis
KESIMPULAN
Pertumbuhan tiga isolat lokal B. thuringiensis pada media kitin dapat memproduksi
enzim kitinase dan protoksin. Protein protoksin dihasilkan pada awal pertumbuhan, meskipun
dengan jumlah yang sangat kecil. Isolat B. thuringiensis subsp. pakistani memproduksi
protoksin pada jam ke-3, isolat B. thuringiensis Lot II dan Isolat B. thuringiensis 47
memproduksi protoksin pada jam ke-0. Enzim kitinase B. thuringiensis subsp. pakistani dan
B. thuringiensis 47 dihasilkan pada jam ke-9, sedangkan B. thuringiensis Lot II
menghasilkan kitiinase pada jam ke-12
DAFTAR PUSTAKA
Khudra IA. 2011. Isolasi bakteri Bacillus thuringiensis dari tanah dan pengujian toksisitasnya
terhadap ulat grayak (Sphodoptera litura) [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor
Muharsini S, Wardhana AH, Rijzaani H, Amirhusein B. 2003. Karakterisasi isolat Bacillus
thuringiensis dari beberapa daerah di Jawa dan Sulawesi Selatan untuk kontrol
biologi lalat Myasis Chrysomya bezziana. JITV 8:256-263.
Nurdebyandaru N, Mubarik NR, Prawasti TS. 2010. Chitinolytic bacteria isolated from chili
rhizospere : chitinase characterization and application as biocontrol for Aphis
gossypii. Microbiol Indones 4:103 – 107.
Ramirez AR, Abarca BIE, Uscanan GA, Jones PMH, Barboza-Corona JE. 2004. Antifungal
activity of Bacillus thuringiensis chitinase and its potential for the biocontrol of
phytopathogenic fungi in soybean seeds. J Food Microbiol Safety 69:131-134.
Sukmawaty E. 2012. Efektivitas protoksin Bacillus thuringiensis subsp.aizawai, konidia
Beauveria bassiana dan campurannya terhadap ulat grayak Spodopteras litura F
[tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Usharani TR, Gowda TKS. 2011. Cloning of chitinase gene from Bacillus thuringiensis.
Indian J Biotechnol 10:264-269.
Vu KD, Yan S, Tyagi RD, Valero JR, Surampali RY. 2009. Induced production of chitinase to
enhance entomotoxicity of Bacillus thuringiensis employing strach industry
wastewater as a substrat. J Biores Technol 100:5260-5269.
44
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS HIPERTEXT PADA
MATERI POKOK STRUKTUR ATOM DAN TABEL PERIODIK TERHADAP
HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMAN 3 MAKASSAR
Fandi Ahmad13
ABSTRACT
This research is a quasi experiment that aims to determine the effect the use of
hypertext-based as media on atomic structure and periodic table to the study results of the
students Class X of SMAN 3 Makassar with "pre and post-test control group design." The
population for this study is the students class X SMAN 3 Makassar, that consists of nine
classes and the samples consits of two that a class experiment X2 and X3 class as a control
group that created by random sampling method. Variables consisted of free variables by using
media-based learning hipertext. while the dependent variable is learning of student result. The
data was collected by pretest and posttest. Data were analyzed by descriptive and inferential
statistics with SPSS (Statistial Package for Social Science) for Windows version 16. The
results showed the average value of experimental pretest was 21.88 with a standard deviation
of 8.21 and the average posttest value was 73.59 with a standard deviation of 10.15. While
the control class average pretest value was 22.50 with a standard deviation of 8.80 and the
average value posttest was 65.88 with a standard deviation of 10.17. ANACOVA test results,
obtained significance value of p = 0.000 <α = 0.05, This means that Ho is rejected and the H I
is received, the hypertext-based as media on Atomic Structure and Periodic Table influence
on students result learning at class X SMAN 3 Makassar.
Keywords: Quasi experimental Research, hipertext-based media, the results of learning.
PENDAHULUAN
Pesatnya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut telah menghadirkan
tantangan bagi seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan. Pendidikan
saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan yang sangat kompleks, salah satunya adalah
peningkatan sumber daya manusia yang mampu bersaing dan berkiprah pada saat ini. Untuk
itu, lembaga pendidikan sebagai suatu institusi yang bertujuan untuk meningkatkan sumber
daya manusia diharapkan mampu memberikan yang terbaik dengan melakukan terobosan
berikut upaya perbaikan dengan tujuan untuk peningkatan kualitas proses dan produk
pendidikan.
Penggunaan hasil teknologi dalam pendidikan merupakan bagian dari teknologi
pendidikan. Salah satu pemanfaatan penggunaan hasil teknologi dalam pendidikan, antara
lain penggunaan media pengajaran seperti slide, OHP, komputer, dan laboratorium bahasa.
Sehubungan dengan berkembangnya teknologi komputer yang dapat mengakses internet,
maka keterbatasan sumber-sumber belajar, informasi, pengenalan bahasa, mulai dapat
teratasi.
Profesionalisme guru tidak cukup hanya dengan kemampuan membelajarkan siswa,
tetapi juga harus mampu mengelola informasi dan lingkungan untuk memfasilitasi kegiatan
belajar siswa. Konsep lingkungan dalam proses pembelajaran meliputi tempat belajar,
metode, media, sistem penilaian, serta sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mengemas
pembelajaran dan mengatur bimbingan belajar termasuk metode dapat memudahkan siswa
13
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
45
belajar.
Metode pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pembelajaran atau sering
dikenal dengan media pembelajaran sudah banyak ditemui di sekolah-sekolah. Namun
terkadang alat peraga yang digunakan masih kurang menarik dikarenakan kurang atraktif dan
monoton. Salah satu metode pembelajaran yang sekarang ini dapat dikembangkan adalah
dengan memanfaatkan teknologi komputer sebagai media pembelajaran. Perkembangan
teknologi komputer terutama dalam bidang perangkat lunak yang makin pesat, dalam
penerapannya sangat mendukung pengembangan sebagai media pembelajaran.
Nana Sudjana (2002) mengatakan bahwa media pembelajaran dapat meningkatkan
aktivitas proses belajar mengajar siswa. Media pembelajaran yang pada gilirannya
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar yang dicapainya. Salah satu alasan, mengapa
media pembelajaran dapat meningkatkan proses belajar siswa adalah berkenaan dengan taraf
berpikir siswa. Taraf berpikir siswa mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir
sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pengajaran erat kaitannya
dengan tahapan berpikir sebab melalui media pengajaran hal-hal yang abstrak dapat
dikongkritkan.
Materi struktur atom dan tabel periodik merupakan materi kimia yang berisikan konsepkonsep abstrak seperti elektron, neutron, atom, proton dan lain-lain konsep ini merupakan
konsep dasar dalam mempelajari materi kimia baik jenjang SMA maupun universitas. Untuk
itu, diperlukan adanya upaya untuk membuat konsep abstrak tersebut menjadi konkrit. Salah
satunya dengan menggunakan media pembelajaran yang dapat membuat konsep yang abstrak
menjadi konkrit dalam hal ini media berbasis hypertext.
Dari segi pengajaran, lingkungan belajar hypertext dapat dikelola untuk menyediakan
pengajaran yang mampu mengembangkan fleksibilitas kognitif. Fleksibilitas kognitif ini
termasuk kemampuan untuk mengaitkan kembali pengetahuan dari perspektif kasus dan
konsep yang berbeda, dan pada saat diperlukan dapat mengkonstruksikan konsep dan kasus
tersebut untuk memahami suatu hal atau memecahkan suatu masalah. Syukur, 2003 juga
mengemukakan bahwa membaca melalui hypertext merupakan satu proses yang dinamis
yang menyediakan peluang kepada pembaca dalam menyediakan ruang fleksibilitias kepada
pembaca ketimbang buku-buku teks, membina pengetahuan melalui pembinaan kognitif
melalui teks, analisis antara teks dan pendekatan pada berbagai perspektif terhadap satu
persatu masalah yang ingin dipecahkan.
Berdasarkan hasil observasi penulis di SMA Negeri 3 Makassar, SMA ini terdiri atas 9
kelas untuk kelas X yang siswanya terdistribusi secara homogen artinya tidak terdapat kelas
unggulan. Rata-rata tingkat pemahaman siswa SMA Negeri 3 Makassar pada materi struktur
atom dan tabel periodik pada tahun 2013 adalah sebesar 55 jauh dari ketuntasan yang ada
pada sekolah tersebut sebesar 70, sehingga dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa kelas X
SMA Negeri 3 Makassar masih rendah.
SMA Negeri 3 Makassar adalah salah satu sekolah dengan fasilitas laboratorium
multimedia yang tergolong lengkap, tetapi hanya digunakan untuk mata pelajaran TIK
(Teknologi Informasi dan Komputer), alangkah baiknya jika penggunaan laboratorium
tersebut juga dimanfaatkan untuk menunjang pembelajaran lainnya selain mata pelajaran
TIK, termasuk pada mata pelajaran kimia.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti perlu melakukan penelitian tentang
pengaruh penggunaan media berbasis hypertext pada materi pokok struktur atom dan tabel
periodik terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 3 Makassar.
METODOLOGI
Jenis Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang pelaksanaanya
dilakukan pada dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun variabel dalam
46
penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu
pembelajaran dengan menggunakan media berbasis hypertext dan variabel terikat yaitu hasil
belajar.
Disain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-test post-test control
Group Design. Kelompok eksperimen mendapat perlakuan pembelajaran menggunakan
media berbasis hypertext dalam materi pokok struktur atom dan tabel periodik, sedangkan
kelompok kontrol diberikan materi pokok struktur atom dan tabel periodik tanpa
menggunakan media berbasis hypertext (secara konvensional dengan media menggunakan
papan tulis).
Disain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Jenis Kelompok Pre-Test Treatmen
Keterangan:
R1
Post-Test
R1
O1
X1
O2
R2
O3
X2
O4
= Kelompok eksperimen (diajar dengan menggunakan media berbasis
hypertext)
= Kelompok kontrol (diajar secara konvensional)
= Pre-test yang diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
= Post-test yang diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok
R2
O1 dan O3
O2 dan O4
kontrol
X1
= Treatment (perlakuan dengan media berbasis hypertext)
X2
= Treatment (perlakuan tanpa menggunakan media
pembelajaran secara konvensional), (Sugiyono, 2008)
hypertext atau
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas X SMA Negeri 3 Makassar tahun
pelajaran 2010/2011 yang terdiri dari sembilan kelas. Jumlah siswa setiap kelas terdiri dari 32
orang. Karena semua kelas X diasumsikan memiliki kemampuan yang sama, maka dilakukan
pengambilan sampel secara random sampling (acak). Penentuan kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dilakukan dengan cara pengundian, dan diperoleh kelas X2 sebagai
kelompok eksperimen dan kelas X3 sebagai kelompok kontrol.
Pelaksanaan penelitian ini terdiri atas beberapa tahap yaitu:
1. Tahap persiapan
Sebelum pelaksanaan proses belajar mengajar terlebih dahulu dibuat beberapa persiapan
yaitu:
a. Mengadakan observasi ke sekolah dan berkonsultasi dengan guru bidang studi kimia
kelas X mengenai kelas yang akan digunakan, waktu penelitian, keadaan siswa serta
materi pelajaran yang akan diteliti
b. Mempersiapkan media berbasis hypertext yang akan digunakan pada kelas eksperimen.
c. Membuat RPP untuk materi struktur atom dan tabel periodik untuk kelas kontrol dan
eksperimen.
d. Menyusun instrument berupa tes hasil belajar yang terdiri dari soal pilihan ganda.
e. Memvalidasi instrumen penelitian yang berupa tes hasil belajar di kelas XI IPA 6 SMA
Negeri 3 Makassar. Validasi instrument penelitian meliputi validasi item dan validasi isi.
Validasi item dihitung dengan rumus korelasi product moment Pearson, sedangkan yang
bertindak sebagai validator isi adalah guru kimia kelas X SMA Negeri 3 Makassar.
47
f. Menghitung reliabilitas instrument dengan menggunakan rumus Kuder-Richardson (K-R
20).
2. Tahap pelaksanaan penelitian
a. Memberikan pretest kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Tahap pelaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 3.1.
c. Memberikan posttest kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Tabel 7.1 Tahap pelaksanaan pembelajaran
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Kegiatan awal (5 menit)
1. Guru mengecek kehadiran siswa.
2. Guru mempersiapkan siswa untuk
belajar.
Kegiatan awal (5 menit)
1. Guru mengecek kehadiran siswa.
2. Guru mempersiapkan siswa untuk
belajar dengan menggunakan
komputer.
Kegiatan Inti (80 menit)
1. Guru memberikan informasi tentang
tujuan yang ingin dicapai dalam
pembelajaran dan mempersiapkan
siswa
untuk
belajar
dengan
menggunakan
buku teks.
Kegiatan Inti (80 menit)
1. Guru memberikan informasi
tentang tujuan yang ingin dicapai
dalam
pembelajaran
dan
mempersiapkan siswa untuk
belajar dengan menggunakan
komputer dimana didalamnya
terdapat materi
pelajaran dalam bentuk hiperteks.
2. Guru menjelaskan materi struktur
atom dan sistem periodik secara
singkat didepan kelas
2. Guru menjelaskan materi struktur
atom dan sistem periodik dengan 3. Guru memberikan soal latihan untuk
diselesaikan siswa di kelas.
menggunakan media
berbasis
hiperteks yang terdapat dalam
computer
3. Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengerjakan
soal latihan.
Kegiatan akhir (5 menit)
1. Guru memberikan tugas rumah.
2. Guru meminta siswa mempelajari
materi selanjutnya.
Kegiatan akhir (5 menit)
1. Guru memberikan tugas rumah.
2. Guru meminta siswa mempelajari
materi selanjutnya.
3. Tahap Pengumpulan Data
Data hasil belajar yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah melalui tes objektif
sebanyak 25 soal yang sebelumnya telah dilakukan validasi item dan validasi isi. Uji validitas
dilakukan secara manual dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007.
48
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Langkah pertama, uji validitas soal materi pokok struktur atom dan tabel periodik dengan
cara memberikan soal-soal mengenai struktur atom dan tabel periodik kepada kelas XI
IPA 6 SMA Negeri 3 Makassar. Sebanyak 25 soal yang valid kemudian dijadikan
instrumen penelitian.(Lampiran 8)
b. Langkah kedua, tiap kelas diberikan pre-test dengan cara memberikan soal-soal yang
telah di validasi .
c. Langkah ketiga, tiap kelas diberikan perlakuan yaitu kelompok eksperimen atau kelas X2
diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext yang bertempat di laboratorium
komputer SMA Negeri 3 Makassar dengan cara penyajian media yaitu media berbasis
hypertext di berikan disetiap komputer siswa. Sedangkan, kelompok kontrol kelas X3
diajar tanpa menggunakan media berbasis hypertext atau diajar secara konvensional,
bertempat di kelas X3.
d. Langkah keempat, tiap kelas diberikan post-test dengan cara memberikan soal-soal materi
pokok struktur atom dan tabel periodik.
e. Langkah kelima, data-data hasil penelitian yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan
dianalisis dengan menggunakan metode statistik deskriptif dan statistik inferensial
melalui analisis kovarians.
Teknik Analisis Data
1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif betujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi
melalui penggambaran karakteristik distribusi nilai responden pada masing-masing kelompok
yang terdiri dari skor rata-rata (mean), simpangan baku, skor tertinggi, dan skor terendah,
kemudian kemudian dikategorikan menurut kriteria nilai ketuntasan yang digunakan di
SMAN 3 Makassar pada materi Struktur atom dan tabel periodik yaitu nilai 0-69 berada pada
kategori tidak tuntas sedangkan nilai > 69 berada pada kategori tuntas.
2. Analisis Statistik Inferensial
Analisis statistik inferensial digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diujikan.
Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian analisis, yakni uji
normalitas dan uji homogenitas
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari populasi dalam
hal ini nilai tes hasil belajar siswa berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data
hasil belajar kimia siswa dihitung dengan bantuan SPSS for windows dengan analisis OneSample-Kolmogorov-Smirnov Test. Dengan kriteria pengujian: apabila signifikansi (Assymp.
sig) yang diperoleh lebih besar dari = 0,05 maka data tersebut berasal dari populasi yang
terdistribusi normal dan sebaliknya.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data yang
diperoleh bersifat homogen. Pengujian homogenitas data hasil belajar kimia siswa dihitung
dengan bantuan SPSS for windows dengan analisis Levene Statistic Test. Dengan kriteria
pengujian: Jika nilai signifikansi (p) yang diperoleh lebih besar dari = 0,05 maka data
tersebut homogen.
c. Uji Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji adalah tidak terdapat pengaruh penggunaan media berbasis
hypertext terhadap hasil belajar kimia siswa (Ho) dan terdapat pengaruh penggunaan media
49
berbasis hypertext terhadap hasil belajar kimia siswa (H1).
Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka hipotesis tersebut dirumuskan sebagai
berikut:
Ho : XA = XB
Lawan
H1 : XA ≠ XB
Dimana :
Ho : Tidak ada pengaruh pengunaan media berbasis hypertext terhadap hasil belajar siswa
kelas X SMA Negeri 3 Makassar
H1 : Ada pengaruh penggunaan media berbasis hypertext terhadap hasil belajar siswa kelas
X SMA Negeri 3 Makassar
XA : Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media berbasis
hypertext
XB : Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional
Pengujian hipotesis dilakukan dengan bantuan SPSS for Windows dengan analisis Univariate
analysis of variance dengan kriteria pengujian: Ho diterima jika nilai signifikansi p lebih
besar dari 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian
Hasil analisis deskriptif terhadap hasil belajar siswa pada kelas yang diajar dengan
menggunakan media berbasis hypertext dan metode konvensional dapat dilihat pada Tabel
dibawah ini
Tabel 7.2. Deskripsi Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol
Nilai statistik
Kelas eksperimen
Kelas kontrol
Pre-test
Pos-test
Pre-test
Post-test
32
32
32
32
8
52
8
48
36
92
36
88
21.88
73.59
22.5
65.88
8.21
10.15
8.8
10.17
Statistik
Ukuran sampel
Nilai terendah
Nilai tertinggi
Nilai rata-rata(mean)
Standar deviasi (Sd)
Sumber: Analisis data 2014
Berdasarkan Tabel 7.2 dapat diketahui bahwa nilai terendah pre-test untuk kelas
eksperimen dan untuk kelas kontrol sama yaitu 8, sedangkan nilai tertinggi untuk kelas
eksperimen dan untuk kelas kontrol sama yaitu 36. Adapun nilai rata-rata siswa kelas
eksperimen yaitu 21,88 dengan standar deviasi sebesar 8,21 lebih tinggi jika dibandingkan
untuk kelas kontrol yaitu nilai rata-rata 22,50 dengan standar deviasi sebesar 8,80.
Setelah diberikan perlakuan dan dilakukan post-test baik kelas eksperimen, maupun
kelas kontrol mengalami peningkatan. Akan tetapi peningkatan nilai yang sangat tinggi
terjadi pada kelas eksperimen. Adapun nilai terendah post-test untuk kelas eksperimen yaitu
52 lebih tinggi jika dibandingkan pada kelas kontrol yang hanya 48, sedangkan nilai tertinggi
untuk kelas eksperimen yaitu 92 lebih tinggi jika dibandingkan pada kelas kontrol yang
hanya 88. Adapun nilai rata-rata siswa kelas eksperimen yaitu 73,59 lebih tingi jika
dibandingkan pada kelas kontrol yang hanya 65,88. Akan tetapi untuk nilai standar deviasi
untuk kelas eksperimen sebesar 10,15 lebih rendah jika dibandingkan dengan kelas kontrol
yaitu sebesar 10,17.
Apabila nilai hasil belajar siswa dikategorikan berdasarkan tuntas dan tidak tuntas
maka diperoleh frekuensi dan persentase, untuk kelas eksperimen yakni kelas yang diajar
50
dengan menggunakan media berbasis hypertext dan kelas kontrol yakni kelas yang diajar
secara konvensional yang dapat dilihat pada Tabel 7.3.
Tabel 7.3 Kategorisasi ketuntasan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 3
Makassar
Media berbasis Hiperteks
Ceramah
Nilai Kategori
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
0-69 Tidak tuntas
6
> 69
Tuntas
26
Sumber: Analisis data 2014
18,75%
81,25%
18
14
56,25%
43,75%
Dari Tabel 7.3 memperlihatkan bahwa nilai hasil belajar siswa kelas eksperimen, yang
tergolong dalam kategori tuntas sebanyak 26 siswa dengan persentase 81,25% dan yang
tergolong dalam kategori tidak tuntas sebanyak 6 siswa dengan persentase 18,75%. Pada
kelas kontrol, siswa yang tergolong dalam kategori tuntas sebanyak 14 siswa dengan
persentase 43,75% dan siswa yang tergolong tidak tuntas sebanyak 18 orang dengan
persentase 56,25%. Ini menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen yakni siswa yang diajar
dengan menggunakan media berbasis hypertext lebih banyak yang tergolong dalam kategori
tuntas jika dibandingkan dengan kelas kontrol yakni siswa yang diajar metode ceramah.
Untuk lebih jelasnya, data ketuntasan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol dapat dilihat histogram pada Gambar 7.1.
100
80
60
40
20
0
Tuntas
Tidak Tuntas
Media berbasis
Hiperteks
Konvensional
(Ceramah)
Gambar 7.1
Histogram persentase ketuntasan hasil belajar siswa yang diajar dengan media berbasis
Hypertext dan metode konvensional (ceramah)
B. Analisis Statistik Inferensial
a. Pengujian Prasyarat Analisis
Syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan pengujian hipotesis yaitu melakukan
pengujian normalitas dan pengujian homogenitas.
1) Uji Normalitas
Pengujian normalitas dengan SPSS for windows dengan analisis One-SampleKolmogorov-Smirnov Test untuk data pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol menunjukkan bahwa data setiap kelompok terdistribusi normal, karena nilai
signifikansi (p) > α = 0,05 selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12.
2) Uji homogenitas
Pengujian homogenitas data hasil belajar kimia siswa juga dihitung dengan bantuan
SPSS for windows dengan analisis Levene Statistic Test. Uji ini dilakukan untuk data pretest
dan postest diperoleh p > α = 0,05 hal ini menunjukkan bahwa data pretest dan postest
berasal dari populasi yang homogen selengkapnya dilihat pada lampiran 12.
3) Pengujian hipotesis
Berdasarkan pengujian prasyarat analisis, data kelas yang diajar dengan media berbasis
51
Hypertext dan kelas yang diajar dengan metode konvensional ceramah dinyatakan
berdistribusi normal dan homogen. Hasil analisis dengan bantuan SPSS for Windows
menggunakan analisis Univariate analysis of variance, diperoleh nilai signifikansi p = 0,000
< α = 0,050 ( Lampiran 12 ) yang menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H 1 diterima, sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan media berbasis hypertext terhadap hasil
belajar siswa kelas X SMA Negeri 3 Makassar pada materi pokok struktur atom dan tabel
periodik.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif data pretest untuk nilai terendah dan
tertinggi pada kelas eksperimen sama dengan kelas kontrol yaitu 8 dan 36. Akan tetapi nilai
rata-rata siswa kelas kontrol lebih tinggi yaitu 22,5 dengan standar deviasi 8,80 jika
dibandingkan kelas eksperimen yang hanya 21,88 dengan standar deviasi 8,21. Setelah diberi
perlakuan untuk masing-masing kelas terjadi peningkatan hasil belajar terlihat dari nilai
posttest masing-masing kelas.. Adapun nilai terendah post-test untuk kelas eksperimen
mempunyai selisih 4 angka lebih tinggi dengan kelas kontrol yang hanya 48, begitupun
dengan nilai tertinggi untuk kelas eksperimen mempunyai selisih 4 angka lebih tinggi dengan
kelas kontrol yang hanya 88. Adapun nilai rata-rata siswa kelas eksperimen mempunyai
selisih 7,71 angka dengan kelas kontrol yang hanya 65,88. Akan tetapi untuk nilai standar
deviasi untuk kelas eksperimen yaitu 10,15 lebih rendah dengan kelas kontrol yaitu 10,17.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar pada kelas yang diajar dengan
menggunakan media berbasis hypertext lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan hasil
belajar pada kelas yang diajar dengan metode ceramah. Nilai standar deviasi kelas kontrol
untuk pre-test maupun post-test lebih tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen berarti
nilai yang diperoleh siswa tersebar jauh dari nilai rata-rata pada kelas kontrol atau
kemampuan yang dimiliki oleh tiap siswa tidak merata.
Berdasarkan kategori tuntas dan tidak tuntas, maka persentase ketuntasan kelas yang
diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext adalah 81,25% sedangkan kelas yang
diajar secara konvensional adalah 43,75%. Hal ini menggambarkan bahwa pencapaian hasil
belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext lebih tinggi dari
pada siswa yang diajar secara konvensional (ceramah).
Hasil uji hipotesis dengan menganalisis hasil pos-test dengan menggunakan uji t
diperoleh thitung > ttabel dengan nilai signifikansi α = 0,05 menunjukkan HO ditolak dan HI
dinyatakan diterima. Sedangkan hasil yang diperoleh dengan bantuan SPSS for Windows
menggunakan analisis Univariate analysis of variance, diperoleh nilai signifikansi p = 0,000
< α = 0,050 menunjukkan bahwa H 0 ditolak dan H1 dinyatakan diterima sehingga
disimpulkan bahwa, terdapat pengaruh penggunaan media berbasis hypertext pada materi
pokok struktur atom dan tabel periodik terhadap hasil belajar siswa Kelas X SMAN 3
Makassar
Berdasarkan pemantauan peneliti selama melakukan kegiatan penelitian pada kelas
yang diajar dengan pembelajaran konvensional (ceramah), hanya sebagian siswa yang terlibat
secara aktif dalam pembelajaran . Peranan guru sangat dominan karena harus menjelaskan
materi secara tuntas, hal ini disebabkan karena siswa merasa bosan dengan situasi belajar
yang sama pada tiap proses belajar mengajar, meskipun diberi kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan atau pendapat, hanya sebagian kecil siswa yang aktif . Sedangkan pada kelas
eksperimen, siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar, hal ini terlihat dari keseriusan,
perhatian serta keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab soal-soal yang diberikan. Hal
ini disebabkan karena media ini dilengkapi dengan video, gambar dan animasi yang dapat
menarik perhatian siswa sehingga dapat lebih fokus dalam proses belajar dan media ini
mampu membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak pada materi struktur
52
atom dan tabel periodik menjadi konkret, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
Penjelasan diatas sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa media pembelajaran
dapat meningkatkan proses belajar mengajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan mengapa
media pengajaran dapat meningkatkan proses belajar siswa antara lain: Pengajaran akan lebih
menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar dan Siswa lebih
banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga
aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemostrasikan, dan lain-lain.(Nana Sudjana,
2002)
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media
pembelajaran berbasis hypertext meningkatkan hasil belajar siswa pada kelas yang diajar
dengan menggunakan media berbasis hypertext dalam hal ini kelas eksperimen, akan tetapi
banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa seperti kecerdasan, lingkungan,
psikologi dan sebagainya, bukan hanya dengan menggunakan media berbasis hypertext.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
penggunaan media berbasis hypertext pada materi pokok struktur atom dan tabel periodik
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 3 Makassar.
B. Saran
Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan, maka penulis menyarankan bagi:
1. Guru bidang studi kimia untuk mempertimbangkan penggunaan media berbasis
hypertext dalam proses belajar mengajar pada materi pokok struktur atom dan tabel
periodik.
2. Peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian lanjutan tentang penggunaan media
berbasis hypertext, agar meneliti materi pokok yang lain sehingga penelitian tentang
penggunaan media berbasis hypertext akan lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Abd Halig, 2007, Belajar dan Pembelajaran, Badan Penerbit UNM: Makassar
Ahmad, R., 1997, Pengantar interaksi belajar mengajar, Tarsito: Bandung.
Amir, Degeng., 2007, Media Pembelajaran, PGSD FIP Universitas Negeri
Makassar:
Makassar
Arifin, Mulyati, dkk., 2003, Strategi belajar mengajar kimia, Universitas Pendidikan
Indonesia: Bandung.
Ena, Ouda Teda., 2001, Membuat Media Pembelajaran Interaktif dengan Piranti Lunak
Presentasi. Yogyakarta: Indonesian Language and Culture Intensive Course
Universitas Sanata Dharma.
www.ialf.edu/kipbipa/papers/oudatedaena.doc
(Download tanggal: 2 November 2009).
Hamalik, 2003, Proses Belajar Mengajar, Bandung: Bumi Aksara.
Irvan Permana, 2009, Memahami Kimia 1, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
53
PENGELOLAAN DANA BOS BERDASARKAN RAPAT KEGIATAN DAN
ANGGARAN SEKOLAH (RKAS) DALAM MENINGKATKAN PROSES BELAJAR
MENGAJAR
Husain AS14
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengelolaan Dana BOS dalam meningkatkan
Proses Belajar Mengajar (PBM) pada SDN Pajjaiang 2 Kec.Biringkanaya Makassar.
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, interview dan dokumentasi. Sedangkan
analisa data menggunakan metode deskriptif terhadap pengelolaan dana BOS dalam
meningkan proses belajar mengajar.Hasil penelitian menunjukkan bahwapengelolaan dana
BOS triwulan I tahun 2014 telah dibelanjakan sesuai Rencana Kegiatan dan Anggaran
Sekolah (RKAS) SDN Pajjaiang 2 Kec. Biringkanaya Makassar, guna meningkatkan proses
belajar mengajar.
Kata kunci: Pengelolaan Dana BOS, Proses Belajar Mengajar.
PENDAHULUAN
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah suatu kegiatan yang merupakan
implementasi kebijakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan, khususnya dalam
mendukung program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.Berdasarkan Undang Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 34 ayat 2 menyebutkan
bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal
pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya serta wajib belajar merupakan
tanggung jawab Negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah daerah
dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada
tingkat pendidikan dasar serta satuan pendidikan lain yang sederajat dengan menjamin bahwa
peserta didik tidak terbebani biaya pendidikan.
Salah satu indikator penuntasan program WAJAR 9 Tahun dapat diukur dengan Angka
Partisipasi Kasar (APK) SD. Pada tahun 2005 APK SD telah mencapai 115%, sehingga
program tersebut dinilai tuntas 7 tahun lebih awal dari target deklarasi Education For All
(EFA) di Dakar.
Pada tahun 2014 , anggaran yang diterima oleh SDN Pajaiang 2 Kecamatan
Biringkanaya Makassar. Sebesar Rp. 580.000,-/siswa. Dana tersebut terbagi dalam empat
triwulan. Dengan demikian, maka anggaran dana BOS yang diterima dalam setiap triwulan
sebesar Rp. 145.000,-/siswa dan anggaran tersebut dipergunakan dalamPBM.Hal inilahyang
menjadi daya tarik tersendiri bagipenulis untuk melakukan penelitian guna mengetahui,
apakah pengelolaan dana BOS triwulan pertama tahun 2014 telah dibelanjakan sesuai
Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) SDN Pajaiang 2 Kec. Biringkanaya
Makassar?.
1. Dana Bantuan Operasional Sekolah
Adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan
biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program
14
Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar DPK Kopertis Wilayah IX
Sulawesi
54
wajib belajar.Menurut PP 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, biaya non
personalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tidak
langsung berupa daya listrik, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana,
uang lembur, transportasi, konsumsi,dan biaya pajak.
2. Tujuan dan Sasaran Bantuan Operasional Sekolah
a. Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa dengan sasaran SD/SDLB negeri dan
SMP/SMPLB/SMPT (terbuka) negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali pada
rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI).
Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan
fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh
berlebih.
b. Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk
apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta. Meringankan beban biaya operasional
sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
3. Pengelolaan Dana BOS
Pengelolaan dananya didasarkan pada kesepakatan antara Tim Manajemen Sekolah,
Dewan Guru dan Komite Sekolahsecara tertulis dalam bentuk berita acara rapat dan
tandatangani oleh peserta rapat.
4. Proses Belajar Mengajar
Belajar, adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.Tafsiran lain
tentang belajar yang menyatakan, bahwa suatu proses perubahan tingkah laku individu
melalui interaksi dengan lingkungan. Sedangkan mengajarmenurut Hamlik(2007) ialah
menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah. Kriteria ini sejalan
dengan pendapat dari teori pendidikan yang bersikap pada mata pelajaran yang disebut
formal atau tradisional.
METODOLOGI
1. Lokasi, Waktu dan DesainPenelitian, di SDN Pajjaiang 2 Kecamatan Biringkanaya
Makassar, pada bulan April 2014.Desain penelitian adalah studi kasus yang
mendeskripsikan pengelolaan dana BOS terhadap peningkatan proses belajar mengajar
(PBM).
2. Obyek Penelitian, antara lain Kepala sekolah, guru-guru, tenaga kependidikan (staf) dan
siswa pada SDN Pajaiang 2 Kecamatan Biringkanaya Makassar.
3. Jenis Dan Teknik Pengumpulan Data
a. Datakualitatif yaitu data yang diperoleh dariSDN Pajjaiang 2 Kecamatan Biringkanaya
Makassar, dalam bentuk informasi baik secara lisan maupun secara tertulis, seperti
pengambilan data yaitu: gambaran singkat RKAS Triwulan I, Buku Kas Umum, Data
Siswa dan Struktur Organisasi.
b. Data kuantitatif yaitu data yang diperoleh dari SDN Pajjaiang 2 Kec. Biringkanaya
Makassar, dalam bentuk angka yaitu jumlah dana BOS yang diterima pada triwulan I.
4. Teknik Pengumpulan Data, dilapang (field research), yaitu dengan cara:
a. Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung pada obyek penelitian dan
mengumpulkan data yang diperlukan.
b. Wawancara yaitu mengadakan tanya jawab dengan kepala sekolah, guru, tenaga
kependidikan dan siswa pada SDN Pajjaiang 2 Kec. Biringkanaya Makassar.
c. Dokumentasi yaitu melakukan dokumentasi pada saat pengambilan data RKAS, Buku
Kas Umum, Data Siswa, Struktur Organisasi pada SDN Pajjaiang 2 Kec. Biringkanaya
Makassar.
55
5. Teknik Analisis Data, digunakan analisis deskriptif, yakni mendeskripsikan tentang
penerapan anggaran berbasis kinerja pengelolaan dana BOS terhadap peningkatan proses
belajar mengajar (PBM) yakni penganggaran serta sasaran program dan besar bantuan
dana BOS di sekolah. Hasil analisis data tersebut dijadikan landasan untuk pengelolaan
dana BOS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Visi, Misi dan Tujuan
Berprestasi, berbudaya, beriman, dan bertakwa, dengan meningkatkan kompetensi pendidik
dan tenaga kependidikan, disiplin warga sekolah, rata-rata nilai kelulusan siswa, pengadaan
sarana dan prasarana pendidikan, prestasi dalam bidang akademik, seni dan keterampilan,
pelaksanaan sholat berjamaah, pengajian rutin, dan baca tulis Al-Qur’an serta memiliki
lingkungan sekolah yang aman, bersih, indah dan sejuk, sehingga sekolah menjadi kondusif.
2. Struktur Organisasi
Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
disepakati. Agar organisasi berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya, maka perlu
dibentuk struktur organisasi yang memegang peranan penting dan tidak boleh diabaikan
oleh setiap organisasi baik swasta dan pemerintah.
3. Pembahasan
Kondisi Umum Pengelolaan Dana BOS SDNPajjaiang 2 Kec.Biringkanaya Makassar,
Secara garis besar, pengelolaan keuangan dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitupenerimaan dan pengeluaran. Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan
kedudukan suatu pemerintah dalam melaksanakan otonomi daerah. Konsekuensi logis
pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No. 29 Tahun 1999 dan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 menyebabkan perubahan dalam manajemen
keuangan daerah, reformasi anggaran.
Dalam manajemen berbasis sekolah penggunaan dana BOS di Sekolah harus didasarkan
pada kesempatan dan keputusan bersama antara tim manajemen BOS sekolah, dewan
guru dan Komite Sekolah. Hasil kesepakatan di atas harus dituangkan secara tertulis
dalam bentuk berita acara rapat dan ditandatangani oleh peserta rapat.Dana BOS yang
diterima oleh sekolah, dapat digunakan untuk membiayai komponen kegiatan-kegiatan
berikut:
Kegiatan belajar mengajar, pengadaan sarana dan prasarana serta digunakan untuk
peningkatan mutu sekolah.Pertanggungjawabannya dilakukan triwulan yang dilakukan di
dalam rapat dewan sekolah, yang diikuti oleh komponen sekolah, masyarakat dan
pemerintah daerah.
RKAS: yang telah dianggarkan pada Triwulan I2014 sejumlah Rp. 40.165.000,-. dengan
rekapitulasi realisasi penggunaan dana BOS triwulan Itahun 2014 adalah sebagai berikut:
a. Program Kegiatan Pengembangan Standar Isi sebesar Rp. 5.359.000,b. Program Kegiatan Pengembangan Pendidik dan tenaga Kependidikan Rp. 5.130.000,c. Program Kegiatan Pengembangan Sarana dan Prasarana Sekolah Rp. 16. 487.020,d. Program Kegiatan Pengembangan Standar Pembiayaan Rp 12.088.980,e. Program Kegiatan Pengembangan dan Implementasi Rp. 1.100.000,Dengan melihat hasil perbandingan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah dan
rekafitulasi realisasi pengunaan dana BOS periode Januari sampai dengan Maret 2014 yang
dijabarkan dalam Buku Kas Umum dapat dijelaskan bahwa pengelolaan Dana BOS Triwulan
I tahun 2014 telah dibelanjakan sesuai dengan RKASyang telah disusun sebesar Rp
40.165.000,-.
56
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan sebelumnya, maka
penulis berkesimpulan bahwa pengelolaan dana BOS triwulan I tahun 2014 telah
dibelanjakan sesuai Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) SDN Pajaiang 2
Kecamatan Biringkanaya Makassar. Karena itu penulis menyarankan agar Kepala sekolah
dan Pengurus Komite tetap konsisten dalam penyusunan anggaran yang diikuti dengan
pengawasan yang ketat untuk menghindari penyalagunaan anggaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 Tentang
Rencana Kerja Pemerintah, Depdagri, Jakarta.
Bastian, Indra.2001, Manual Keuangan Daerah 2001, Pusat Pembangunan Akuntansi FEUGM, Yogyakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2000,Manajemen Sekolah, Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menegah, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2010,Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah,
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
Hamalik Oemar, 2007,Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara , Jakarta
Hidayat, Setia. 2001. Antisipasi Pengembangan Pendidikan Dalam Rangka Otonom Daerah,
Edisi Revisi,Bandung: UPI
Kementrian Pendidikan Dan Kebudayan, 2013,Petunjuk Teknis Penggunaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan Operasional Sekolah, Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar, Jakarta.
Mulyasa, M. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Nafarin. M. 2007,Penganggaran Perusahaan,Edisi Revisi, Penerbit Salemba Empat,
Indonesia.
Ratna. 2014, Hasil penelitian Dana Bos di SD Tamalate Makassar, STKIP-PI, Makassar
Ruky. Achmad S, 2001,Sistem Manajemen Kinerja, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Undang-Undang No.20 tahun 2013, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor: 29 tahun 2009
Peraturan Pemerintah Nomor: 25 tahun 2000.
57
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN APTITUDE-TREATMENT
INTERACTION (ATI) TERHADAP HASIL BELAJAR AGAMA ISLAM PADA SISWA
KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 POLONGBANGKENG UTARA
Harun Abdullah15
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Aptitude-Treatment Interaction (ATI) terhadap Hasil Belajar Agama Islam pada Siswa Kelas
XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara. Populasi penelitian ini adalah siswa SMA
Negeri 1 Polongbangkeng Utara kelas XI IPS. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas
XI IPS 1 SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah tes/evaluasi dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan
analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial yaitu uji-t.
Berdasarkan hasil penelitian, hasil belajar siswa memperlihatkan bahwa ada pengaruh
penerapan model pembelajaran ATI terhadap hasil belajar siswa. Hasil analisis inferensial
uji-t menunjukkan bahwa thitung > ttabel pada taraf nyata  = 0,05 diperoleh thitung = 16,97 dan
ttable =1,706 , karena thitung lebih besar dari ttable yaitu 16,97> 1,706 maka H1 diterima. Hal
ini menunjukkan bahwa variabel penerapan model pembelajaran aptitude treatment
interaction (ATI) berpengaruh positif terhadap variabel hasil belajar siswa kelas XI IPS SMA
Negeri 1 Polongbangkeng Utara.
Kata Kunci: Aptitude-Treatment Interaction, Hasil Belajar, Agama Islam
PENDAHULUAN
Peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran harus mendapatkan perhatian yang
serius, karena pembangunan Indonesia dimasa mendatang makin memerlukan manusia yang
berkualitas dan mandiri. Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut diperlukan berbagai upaya
yang hampir mencakup semua komponen pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dalam
proses belajar mengajar, pengadaan buku pelajaran dan sarana belajar lainnya yang berkenaan
dengan mutu pendidikan, serta peningkatan kualitas guru.
Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk
menghasilkan suatu perubahan menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai.
Manusia tanpa belajar akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang tidak lain juga merupakan produk kegiatan berpikir
manusia pendahulunya.
Dalam pencapaian tujuan pendidikan, pemerintah telah berusaha dan bekerja keras
melakukan pembinaan dan pengembangan pendidikan demi meningkatkan mutu pendidikan
di Indonesia dan meningkatkan profesional guru baik perbaikan lembaga pendidikan,
penataran guru maupun sertifikasi guru.
Berdasarkan pasal 19 ayat 1 PP No. 19 Tahun 2005 bahwa “proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Salah satu upaya dalam meningkatkan prestasi belajar adalah dengan meningkatkan
15
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia Makassar
58
kemampuan para guru. Peningkatan mutu pendidikan tersebut tidak lepas dari peran seorang
guru. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi
pedagogik.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang perlu dimiliki oleh seorang guru
dalam meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Dalam aspek ini guru harus mampu mengenal
karakteristik peserta didik. Karakteristik peserta didik terkait dengan aspek fisik, intelektual,
sosial, emosional, moral dan latar belakang sosial budaya. Guru harus mampu menetapkan
berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif
dan efektif sesuai dengan standar kompetensi guru. Guru mampu menyesuaikan metode
pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mampu memotivasi mereka untuk
belajar.
Lingkungan belajar harus didisain sedemikian rupa sehingga siswa tidak merasa jenuh
dan termotivasi untuk mengikuti setiap langkah pembelajaran. Ketidakbetahan serta rasa
jenuh yang terkadang melanda sebagian besar peserta didik dalam belajar, antara lain
dipengaruhi oleh model pembelajaran, media, serta metode yang digunakan guru dalam
proses pembelajaran.
Upaya memperbaiki proses pembelajaran di Sekolah diperlukan berbagai model
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran. Yang dimaksud kondisi
pembelajaran disini yaitu tujuan bidang studi, materi bidang studi serta yang paling mendasar
adalah karakteristik siswa. salah satu hal yang termasuk ke dalam karakteristik siswa adalah
kemampuan awal siswa dalam menerima pelajaran.
Setiap siswa memiliki potensi yang perlu dikembangkan. Tindakan atau perilaku
belajar dapat ditata atau dipengaruhi. Akan tetapi, tindakan atau perilaku belajar seorang
siswa akan tetap berjalan sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Siswa yang lambat
berpikir tidak mungkin dipaksakan untuk bertindak secara cepat. Sebaliknya, siswa yang
memiliki kemampuan berpikir cepat, sangatlah tidak bijaksana dan tidak mungkin dipaksa
bertindak dengan cara lambat.
Siswa yang lambat dalam menerima pelajaran akan semakin tertinggal jika
perencanaan pembelajaran tidak dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan daya pikir
siswa. Sedangkan siswa yang memiliki daya tangkap cepat kemungkinan dapat berfikir
semakin maju. Namun, besar kemungkinan juga mereka tidak akan berkembang karena
dipaksakan untuk mengikuti pola berpikir siswa yang memiliki kemampuan berpikir lebih
lambat.
Rancangan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan karakteristik siswa perlu
dipertimbangkan karena adanya perbedaan karakteristik dan kemampuan intelektual siswa.
Salah satu model pembelajaran yang melaksanakan pembelajaran sesuai dengan karakteristik
siswa dalam hal ini kemampuan individu siswa adalah model pembelajaran ATI (Aptitudetreatment Interaction).
Menurut nurdin (2005:37): ATI (Aptitude-treatment Interaction) adalah suatu konsep
atau pendekatan yang memiliki sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang efektif
digunakan untuk menangani siswa tertentu sesuai dengan karakteristik dan kemampuan siswa
yang berbeda. Dengan asumsi bahwa optimalisasi hasil belajar dapat dicapai melalui
penyesuaian antara pembelajaran dengan perbedaan kemampuan (aptitude) siswa.
Secara hakiki, ATI bertujuan untuk menciptakan dan mengembangkan suatu model
pembelajaran yang betul-betul memperhatikan kaitan antara kemampuan seseorang dengan
pengalaman belajar atau dengan metode pembelajaran.
ATI berupaya menemukan dan memilih sejumlah kiat. Kiat tersebut dijadikan sebagai
treatment yang tepat dengan kaitannya terhadap perbedaan kemampuan siswa. Kemudian
melalui suatu interaksi, treatment-treatment tersebut dikembangkan dalam pembelajaran,
dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar.
59
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan penulis pada siswa kelas XI IPS di
SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara pada bulan februari 2014 diperoleh keterangan dari
guru bidang studi Agama Islam bahwa nilai ulangan harian Agama Islam kelas XI IPS
tersebut 83,33 % memperoleh nilai di bawah standar kelulusan. Ini dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:
Tabel 9.1. Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng
Utara
Jumlah siswa
10 orang
6 orang
15 orang
23 orang
42 orang
Sumber: SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara
Interval nilai
80-100
66-79
56-65
40-55
≤39
Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata hasil belajar Agama Islam
siswa kelas XI IPS SMAN 1 Polongbangkeng Utara berada di bawah nilai KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan di sekolah tersebut, yaitu 70 dari skor ideal 100
sehingga masih perlu ditingkatkan. Beberapa kendala utama sehingga hasil belajar Agama
Islam belum mencapai taraf yang diharapkan adalah kurangnya motivasi untuk belajar
Agama Islam. Kendala lain adalah kekuatan mengingat materi yang diajarkan serta seringnya
Agama Islam dianggap oleh siswa sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami.
Dari beberapa kendala di atas timbul karena proses belajar yang masih menyamakan
perlakuan-perlakuan dalam pembelajaran yang tidak disesuaikan dengan perbedaan
kemampuan siswa. Siswa yang lambat dalam menerima pelajaran akan semakin tertinggal
jika perencanaan pembelajaran tidak dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan daya pikir
siswa. Sedangkan siswa yang memiliki daya tangkap cepat kemungkinan dapat berpikir
semakin maju, namun besar kemungkinan juga mereka tidak akan berkembang karena
dipaksakan untuk mengikuti pola berpikir siswa yang memiliki kemampuan berpikir lebih
lambat. Begitu pula sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan berpikir lambat akan
semakin tertinggal jika dipaksakan untuk mengikuti pola berpikir siswa yang memiliki
kemampuan cepat. Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi kendalakendala tersebut adalah penerapan model pembelajaran yang memperhatikan karakteristik
peserta didik, dalam hal ini adalah model pembelajaran ATI.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh penerapan
model pembelajaran ATI terhadap hasil belajar Agama Islam pada siswa kelas XI IPS di SMA
Negeri 1 Polongbangkeng Utara?. Dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah “Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran ATI terhadap hasil
belajar Agama Islam pada siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara”.
Pembelajaran merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh seorang guru dengan
peserta didik untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu cara agar tujuan tersebut
dapat tercapai dengan baik maka diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan
karakter siswa.
Menurut Trianto (2010:51) “Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran yang akan
digunakan, termasuk di dalam tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas”.
Menurut Nurdin (2005:37) Secara subtantif dan teoritik “ATI dapat diartikan sebagai
suatu konsep pendekatan yang memilik sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang
60
efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan kemampuan masing-masing”.
Menurut Snow dalam Nurdin (2005:37) “ATI merupakan sebuah konsep (model)
yang berisikan sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang efektif digunakan untuk
menangani peserta didik tertentu sesuai dengan karakteristik kemampuannya”.
Didasari oleh asumsi bahwa optimalisasi prestasi akademik/hasil belajar dapat dicapai
melalui penyesuaian antara pembelajaran dengan perbedaan kemampuan peserta didik.
Menurut Cronbach dalam Nurdin (2005:38) : ATI adalah sebuah pendekatan yang
berusaha mencari dan menemukan perlakuan-perlakuan (treatment) yang cocok dengan
perbedaan kemampuan peserta didik, yaitu perlakuan secara optimal efektif diterapkan untuk
peserta didik yang berbeda tingkat kemampuannya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan model pembelajaran ATI adalah sebuah model pembelajaran yang menyesuaikan
pembelajaran dengan karakteristik kemampuan peserta didik, sehingga model pembelajaran
tersebut efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan kemampuannya masingmasing.
METODOLOGI
A. Variabel Penelitian dan Disain Penelitian
1. Variabel penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (indpendent variabel)
dan variabel terikat (dependen variabel).
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran ATI (X)
b. Varibel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar Agama Islam pada peserta didik
kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara (Y).
2. Disain penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen berupa Pre Eksperimenal design yang
menggunakan disain Pre Test and Post Test Group. Di dalam disain ini dilakukan dua kali
observasi yaitu sebelum eksperimen (01) dan setelah eksperimen (02). Menurut Arikunto
(2006:85), pola disain pre test and post test group adalah:
01
X
02
Keterangan:
01
: Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (pre-test)
02
: Observasi yang dilakukan setelah eksperimen (post-test)
X
: Treatment (perlakuan)
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara
sekaligus sebagai sampel (sampling jenuh). Teknik pengumpulan data berupa evaluasi/tes dan
dokumentasi dan dianalisis dengan menggunakan pengujian Analisis Statistik deskriptif dan
analisis statistik Inferensial yaitu dengan menggunakan analisis uji-t. Rancangan dari
keseluruhan kegiatan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada bagan disain
penelitian berikut ini:
61
SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara
Kelas XI IPS
Model Pembelajaran ATI
---
Teknik Pengumpulan
Data:
1. Evaluasi/Tes
2. Dokumentasi
Hasil Belajar Akuntansi
1. Trietment Awal
2. Pengelompokan Peserta didik
3. Pemberian Perlakuan
4. Achievement Test
Evaluasi meliputi:
1. Ranah kognitif
2. Ranah afektif
3. Ranah psikomotoris
Teknik Analisis Data
1. Analisis statistik deskriptif
2. Analisis Statistik Inferensial
Hasil dan Kesimpulan
Gambar 9.1.
Skema Desain Penelitian
B. Definisi Operasionaal Variabel dan Pengukuran Variabel
1. Definisi operasional
Definisi operasional dapat memberikan kemudahan penjelasan secara spesifik tentang
variabel yang akan diteliti.
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Model pembelajaran ATI adalah model pembelajaran yang membagi peserta didik ke
dalam tiga kelompok yaitu kelompok cepat, sedang dan lambat dimana kelompok cepat
diberi perlakuan berupa modul kelompok sedang dan lambat dibimbing oleh guru secara
konvensional dan diberikan media berupa modul kemudian kelompok lambat
ditambahkan dengan tutorial selama 30 menit.
b. Hasil belajar Agama Islam adalah nilai rata-rata mata pelajaran Agama Islam yang
diperoleh peserta didik SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara setelah mengikuti post test
dan perbandingan antara nilai post test dengan pre test.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan model pembelajaran ATI, siswa dikelompokkan kedalam 3 kelompok:
kelompok cepat (laba rugi), kelompok sedang (ekuitas), kelompok lambat (neraca).
Pengelompokan ini diperoleh dari hasil aptitude testing (placement test) yang dilakukan oleh
62
peneliti sebelum pemberian, selain itu pengelompokan siswa dilakukan dengan
mempertimbangkan peringkat siswa serta keseharian siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran dengan informasi yang diperoleh dari guru mata pelajaran Agama Islam. Proses
pengelompokan tersebut dari 27 siswa pada kelas XI IPS SMA Negeri 1 polongbangkeng
Utara diperoleh 6 siswa pada kategori kelompok cepat, 10 siswa pada kategori kelompok
sedang, dan 11 siswa pada kategori kelompok lambat. Sebelum memberikan perlakuan
kepada masing-masing kelompok terlebih dahulu diberikan soal pre test sebagai bahan
perbandingan dengan hasil post test untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran ATI
terhadap hasil belajar. Perlakuan yang diberikan kepada tiap kelompok berbeda sesuai
dengan kemampuannya. Perlakuan yang diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan
cepat berupa self learning atau belajar mandiri melalui modul. Belajar mandiri dengan
kemampuan cepat dianggap mampu mengikuti laju kemampuan masing-masing. Jika siswa
dengan kemampuan cepat dibelajarkan dengan teman-temannya yang memiliki kemampuan
lambat dan sedang , siswa kelompok cepat tersebut akan merasa bosan dan sering tidak
memperhatikan penjelasan guru,karena kebiasaan yang dilakukan oleh guru sering kali
mengulang penjelasan untuk memenuhi kebutuhan siswa yang lambat dalam menerima
materi.
Perlakuan yang diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan sedang dan
lambat diajar dalam situasi kelas yang terstruktur dengan pembelajaran regular. Secara
psikologis siswa dengan kemampuan yang lebih lambat akan merasa minder dan malu untuk
mengungkapkan pendapat jika diajar bersama dengan teman-teman yang pintar. Ketika
dipisahkan dengan teman-teman yang pintar maka mereka merasa lebih percaya diri dan
memperlihatkan antusias yang cukup besar dalam menerima pelajaran. Perlakuan khusus
diberikan kepada siswa dengan kemampuan lambat dalam menerima pelajaran sehingga
diberikan bantuan dalam belajar melalui tambahan jam belajar (tutorial) yang dilaksanakan
diluar jam pelajaran, biasanya dilaksanakan pada saat istirahat ataupun pulang sekolah.
Setelah rangkaian treatment dalam proses pembelajaran tersebut peneliti memberikan soal
post test berupa soal evaluasi sebagai bahan perbandingan dengan hasil pre test yang telah
diberikan sebelum treatment tersebut.
Peningkatan aktivitas siswa seperti menjawab pertanyaan, mengajukan pendapat serta
bertanya tersebut sangat terlihat pada kelompok sedang. Kelompok sedang yang mendapat
treatment (perlakuan) pembelajaran konvensional bersama kelompok lambat, selalu antusias
dalam mengikuti setiap fase-fase pembelajaran. Siswa selalu aktif menjawab pertanyaan,
bertanya, mengerjakan tugas, mencatat materi dan menyimpulkan pelajaran.
Siswa yang memiliki kemampuan sedang timbul rasa percaya diri yang tinggi dalam
belajar, karena selama ini mereka dibayang-bayangi rasa takut salah dan ditertawakan oleh
siswa yang pandai dalam menyatakan pendapat. Terpisahnya mereka belajar dengan siswa
pandai maka muncul suasana kompetitif dalam belajar. Siswa yang memiliki kemampuan
sedang tidak merasa canggung lagi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru dan
menyampaikan pendapat sendiri.
Kelompok lambat juga terlihat peningkatan hasil belajarnya, disamping telah terlepas
dari dominasi siswa yang berkemampuan tinggi mereka juga merasa telah memiliki percaya
diri dalam mengeluarkan pendapat dan menjawab pertanyaan. Siswa kelompok lambat lebih
rajin mencatat penjelasan yang disampaikan guru serta serius dalam menyimak penjelasan
guru. Mereka juga lebih aktif dalam mengerjakan latihan ataupun tugas yang diberikan.
Siswa yang memiliki kemampuan yang agak lambat dari teman-temannya lebih berani dan
tidak malu lagi untuk mengeluarkan pendapat dan menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan guru ataupun teman-teman lainnya. Mereka juga lebih berani mengungkapkan
pertanyaan dan menjawab pertanyaan. Peningkatan tersebut dikarenakan kelompok lambat di
tangani dengan perlakuan spesial re-teaching (tutorial). Kemampuan lambat tertutupi
63
dengan adanya waktu tutorial yang diberikan oleh guru setelah waktu pulang sekolah selesai.
Kelas tutorial memiliki pengaruh penting, selain mengulangi pelajaran yang telah
diajarkan sebelumnya pada kelas konvensional juga menjawab soal-soal dan tempat bagi
kelompok lambat untuk mengejar ketertinggalannya dengan teman lainnya. Kelas tutorial
hanya terdiri dari siwa kelompok lambat, suasananya tidak terlalu formal, siswa menjadi
lebih santai dan tidak tegang sehingga lebih mudah dalam menerima pelajaran. Pada kelas
tutorial guru selalu memberikan dorongan dan memperhatikan kebutuhan serta kesanggupan
belajar kelompok lambat.
Layaknya kelompok sedang dan lambat, kelompok cepat juga mengalami peningkatan
yang sangat pesat. Peningkatan tersebut dikarenakan mereka belajar dengan menggunakan
cara mereka sendiri. Mereka belajar sendiri tanpa harus menunggu penyampaian materi dari
guru dan tanpa harus dirugikan dengan menunggu teman yang memiliki kemampuan lebih
lambat dari mereka. Kelompok cepat lebih aktif dalam belajar baik dengan menggunakan
modul maupun buku-buku pelajaran lain yang relevan. Kelompok cepat lebih aktif
mengembangkan diskusi bersama teman-temannya tanpa bantuan guru serta mengerjakan
tugas latihan dan membahas bersama teman-temannya.
Peningkatan-peningkatan yang diuraikan di atas membuktikan bahwa ada pengaruh
penerapan model pembelajaran aptitude treatment interaction (ATI) terhadap hasil belajar
siswa yang membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran ATI dapat meningkatkan
hasil belajar siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara. Sehingga dapat
pula dinyatakan bahwa model pembelajaran ATI efektif dalam mengoptimalkan prestasi atau
hasil belajar siswa baik yang memiliki kemampuan lambat, sedang, maupun cepat.
1. Hasil Belajar
Penelitian ini telah dilaksanakan pada kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 Polongbangkeng
Utara, tahun ajaran 2013/2004 yang diajar dengan model pembelajaran Aptitude Tretment
Interaction (ATI). Dalam penelitian ini proses pembelajaran dilaksanakan sebanyak 6 kali
pertemuan dengan alokasi waktu 15 jam pelajaran dengan penambahan jam untuk kelas
tutorial 6 jam pelajaran. Adapun di bawah ini dipaparkan perbandingan nilai pretest dan
posttest melalui nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-rata serta standar deviasi yang
diperoleh siswa pada kelompok cepat, kelompok sedang dan kelompok lambat.
Tabel 9.2. Perbandingan Nilai tertinggi, terendah, nilai rata-rata dan standar deviasi
pretest dan posttest pada kelompok cepat, sedang dan lambat.
Klp
Kelompok cepat
Kelompok sedang
Kelompok lambat
Nilai
Nilai tertinggi
Nilai terrendah
Nilai rata-rata
Standar deviasi
Pretest
60
39
49,2
8,0
Posttest
98
84
90,3
6,2
Pretest
50
32
40,8
10,3
Posttest
90
66
80,2
11,4
Pretest
32
23
29,2
4,1
Posttest
80
52
65,6
13,4
Sumber: SMA Negeri 1 polongbangkeng utara (data diolah)
Berdasarkan pada tabel 9.2 hasil olah data memperlihatkan adanya perbedaan hasil
belajar Agama Islam siswa SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara pada materi jurnal umum
dan buku besar sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran Aptitude Treatment
Interaction (ATI). Hal ini dapat dibuktikan dari perbedaan nilai rata-rata antara pretest dan
posttest. Pada kelompok cepat, nilai rata-rata pretestnya adalah 49,2 dan nilai rata-rata
posttest setelah diajar dengan menggunakan model pembelajaran ATI adalah 90,3, pada
kelompok sedang nilai rata-rata pretestnya adalah 40,8 dan nilai rata-rata posttestnya setelah
diajar dengan menggunakan model pembelajaran ATI adalah 80,2, pada kelompok lambat
64
nilai rata-rata pretestnya adalah 29,2 dan nilai rata-rata posttestnya setelah diajar dengan
menggunakan model pembelajaran ATI adalah 65,6.
Peningkatan hasil belajar siswa tersebut dikarenakan setiap siswa dikelompokkan
sesuai dengan kemampuan awal mereka dalam menangkap pelajaran. Siswa yang diajar
sesuai dengan kemampuan awaln siswa dalam memahami pelajaran, sehingga tidak ada
kelompok siswa yang dirugikan karena materi pelajaran yang terlalu cepat ataupun terlalu
lambat.
Optimalisasi prestasi/hasil belajar dapat dicapai melalui penyesuaian antara
pembelajaran dengan perbedaan kemampuan siswa. Penyesuaian pembelajaran dengan
kesanggupan individual berarti bahwa yang harus diperhatikan bukan hanya siswa yang
lambat dalam menerima pelajaran tetapi jug anak-anak yang pandai, sehingga setiap siswa
berkembang dengan kecepatannya masing-masing.
Keseluruhan nilai pretest yang diperoleh siswa kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 Polut,
frekuensi dan persentase nilai yang diperoleh kelompok cepat, kelompok sedang, dan
kelompok lambat pada pretest untuk tiap kategori pada interval nilai tertentu dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 9.3. Frekuensi dan persentase Interval pengkategorian nilai kelompok cepat,
sedang dan lambat pada pretese.
Interval
Klp cepat
Klp sedang
Klp lambat
Kategori
nilai
F
P(%)
F P(%)
F P(%)
80 – 100 0
0
0
Sangat Baik
66 – 79
0
0
0
Baik
56 – 65
2
0
0
Cukup
33,3% 40 – 55
3
50 %
5
50 %
0
Kurang
<39
1
16,7% 5
50 %
11 100%
Gagal
Jumlah
6
10 100%
11 100%
100%
Sumber: SMA Negeri 1 Polongbangkeng utara (data diolah)
Tabel 9.3 menunjukkan bahwa pada pretest, kelompok cepat yang mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan model ATI pada materi jurnal umum dan buku besar
persentase dari 6 siswa yang dikategorikan baik sekali adalah 0% dikategorikan baik dan
33,3% dikategorikan cukup, 50% dikategorikan kurang dan 16,7% dikategorikan gagal.
Sedangkan persentase dari 10 siswa kelompok sedang adalah 0 % dikategorikan sangat baik,
0% dikategorikan baik, 0% dikategorikan cukup dan 50 % dikategorikan kurang, dan 50%
dikategorikan gagal. Kemudian persentase dari 11 siswa kelompok lambat adalah 0 %
dikategorikan sangat baik, 0% dikategorikan baik, 0% dikategorikan cukup dan 0 %
dikategorikan kurang, dan 100 % dikategorikan gagal.
Salah satu faktor yang mempengaruhi sehingga persentase hasil belajar pada pretest
ini sangat rendah adalah model/ strategi pembelajaran yang menyamakan perlakuan kepada
seluruh siswa. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan sedang dan lambat tidak bisa
mengikuti proses pembelajaran secata optimal karena keterbatasan kemampuan siswa yang
tidak bisa mengikuti kemampuan siswa yang berkemampuan cepat. Begitu pula sebaliknya,
ketika guru melaksanakan pembelajaran dengan mengikuti kemampuan siswa lambat dan
tidak memperhatikan kemampuan siswa kelompok cepat maka siswa yang memiliki
kemampuan cepat akan merasa bosan akibat penjelasan yang berulang-ulang dari guru yang
mengakibatkan perhatian siswa berkurang.
Tahap berikut setelah dilakukan pretest, Siswa kelas XI IPS1 SMA Negeri 1
Polongbangkeng Utara kemudian diajar dengan menggunakan model pembelajar ATI.
Sehingga diperoleh frekuensi dan persentase nilai kelompok cepat, kelompok sedang, dan
kelompok lambat untuk tiap kategori (sangat baik, baik, cukup, kurang, gagal ) pada interval
65
nilai tertentu dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9.4. Frekuensi dan persentase Interval pengkategorian nilai kelompok cepat,
sedang dan lambat pada posttest
Interval nilai
Klp cepat
Klp sedang
Klp lambat
Kategori
F
P(%)
F
P(%)
F
P(%)
80-100
6
100%
6
60%
1
9,0%
Sangat Baik
66-79
0
4
40%
3
27,3%
Baik
56-65
0
5
45,5%
Cukup
0
40-55
0
0
2
18,2%
Kurang
30-39
0
0
Gagal
0
Jumlah
6
100% 10
100% 11
100%
Sumber: SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara (data diolah)
Tabel 9.4 menunjukkan persentase dari 6 siswa kelompok cepat yang mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan model ATI pada materi jurnal umum dan buku besar
adalah 100 % dikategorikan baik sekali dibandingkan dengan persentase yang diperoleh pada
persentase interval pretest pada tabel 5 yaitu 0 % dikategorikan baik sekali.
Salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya persentase interval nilai
kelompok cepat pada post adalah perlakuan (treatment) yang diberikan kepada kelompok
cepat dalam bentuk belajar mandiri menggunakan modul serta kebesan yang diberikan
kepada kelompok siswa tersebut untuk menggali potensi mereka sesuai dengan kemampuan
mereka dengan menggunakan berbagai sumber informasi lain seperti buku-buku yang relevan
serta media pembelajaran yang menunjang.
Pembelajaran untuk siswa berkemampuan cepat akan lebih efektif bila lingkungan
belajar dikondisikan secara fleksibel, menyenangkan, tidak terlalu terstruktur dan tidak kaku.
Sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan dan gaya belajar mereka.
Pada kelompok sedang, persentase dari 10 siswa adalah 60% dikategorikan sangat
baik, 40 % dikategorikan baik, 0 % dikategorikan cukup, 0% dikategorikan kurang, dan 0%
dikategorikan gagal. Kemudian persentase dari 11 siswa kelompok lambat adalah 9,0%
dikategorikan sangat baik, 37,3 % dikategorikan baik, 45,5% dikategorikan cukup dan 18,2
% dikategorikan kurang, dan 0% dikategorikan gagal.
Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan persentase hasil belajar kelompok
sedang dan lambat pada post test sejalan dengan prinsip pembelajaran ATI yaitu lingkungan
belajar yang terstruktur sangat sesuai bagi siswa yang memiliki kemampuan lambat, bagi
siswa yng memiliki rasa percaya diri kurang belajarnya akan lebih berhasil bila berada dalam
lingkungan belajar yang sangat terstruktur. Selain itu penambahan jam pelajaran serta
motivasi-motivasi yang diberikan kepada siswa pada kategori kelompok lambat dan sedang
juga sangat berpengaruh.
Pembelajaran yang dikembangkan dalam suasana yang menyenangkan dan bebas dari
tekanan dapat meningkatkan aktivitas belajar dan meningkatkan perolehan hasil belajar
siswa. Hasil belajar yang diperoleh siswa bergantung pada bagaimana kondisi pembelajaran
guru di kelas.
Siswa yang mempunyai kemampuan belajar sedang dan lambat atau yang mempunyai
tingkat kepercayaan diri yang kurang, belajarnya akan lebih efektif dan berhasil jika
lingkungan belajarnya ditata sedemikian rupa atau diatur secara terstruktur.
2. Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dengan menggunakan uji-t adalah: ada pengaruh penerapan
model pembelajaran Aptitude-Treatment Interaction (ATI) terhadap hasil belajar siswa kelas
XI IPS1 SMA Negeri 1 POLUT.
Pengujian statistiknya:
66
Kriteria pengujian untuk uji t adalah thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima,
namun jika thitung <ttabel maka H1 ditolak dan H0 diterima. Hasil perhitungan dengan
menggunakan uji-t pada taraf nyata  = 0,05 diperoleh thitung = 16,97 dan ttable =1,70 ,
karena thitung lebih besar dari ttable ( 16,97> 1,70) maka H1 diterima. selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 3.
Hal ini menunjukkan bahwa variabel penerapan model pembelajaran aptitude
treatment interaction (ATI) berpengaruh positif signifikan terhadap variabel hasil belajar
siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kelas XI IPA SMA DH Negeri 1
Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar tahun ajaran 2013/2014 kelas XI IPS tentang
pengaruh penerapan model pembelajaran ATI terhadap hasil belajar Agama Islam siswa Kelas
XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara maka penulis dapat memberikan kesimpulan
untuk memudahkan para pembaca dalam memahami tulisan ini secara singkat.berikut ini
yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian sebagai berikut:
1. Hasil analisis yang diperoleh baik secara deskriptif maupun inferensial
memperlihatkan adanya perbedaan hasil belajar Agama Islam siswa Kelas XI IPS
SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara sebelum dan sesudah menggunakan model
pembelajaran ATI. Hal ini dapat dibuktikan dari perbedaan nilai rata-rata pre test dan
post test siswa.
2. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t dengan tingkat
kepercayaan 90% menunjukkan bahwa hasil perhitungan pada taraf nyata α=0,01
diperoleh thitung =13,1 dan ttabel =2,47, dengan demikian hipotesis dari penelitian ini
diterima yaitu model pembelajaran ATI berpengaruh positif terhadap hasil belajar
Agama Islam siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara
B. Saran
Sehubungan dengan kesimpulan hasil penelitian di atas maka saran yang
dapat
dikemukakan oleh penulis adalah :
1. Model pembelajaran Aptitude Treatment-Interaction (ATI) dapat menjadi salah satu
alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran Agama Islam
untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Model pembelajaran Aptitude Treatment- Interaction (ATI) dapat terus dikembangkan
dan dikolaborasikan dengan metode dan penggunaan media lain sehingga dapat menjadi
lebih menarik lagi untuk lebih meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Nur Mimin & Fitria, Hartatik. 2009. Ekonomi untuk SMA Dan MA Kelas X.
Jakarta:Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Daryanto, 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurdin, Syafruddin. 2005. Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keanekaragaman
Individu Peserta didik. Ciputat: Quantum Teaching.
Rusman.2012. Belajar Dan Pembelajaran Berbasis Computer Mengembangkan
Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: Alfabeta
Sudjana, Nana. 2013. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya
67
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MAHASISWA YANG MASUK MELALUI
JALUR SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI DENGAN
JALUR MANDIRI
Muhammad Azis16
ABSTRAK
Perbandingan Hasil Belajar Mahasiswa Melalui Sistem Masuk Jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan Jalur Mandiri pada Mahasiswa Program
Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara mahasiswa
yang diterima melalui jalur SNMPTN dan jalur mandiri pada mahasiswa Program Studi
Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar.Variabel dalam
penelitian ini adalah hasil belajar mahasiswa yang diukur dengan satuan pengukuran
persentase. Populasinya adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Makassar, dengan sampel 60 orang, jalur SNMPTN 30 orang
dan jalur mandiri 30 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, data
diolah dengan menggunakan rumus Uji beda Independent Sample T-tes
Untuk menguji perbedaan hasil belajar antara mahasiswa yang diterima melalui jalur
SNMPTN dan jalur mandiri digunakan analisis uji-t untuk membandingkan dua kelompok
mean dari dua sampel yang berbeda, dimana hasil yang diperoleh yakni: bahwa thitung (2,041)
> dari ttabel (1,67155) pada tingkat kekeliruan 5 persen dan derajat bebas 58, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar mahasiswa yang diterima melalui jalur
SNMPTN dengan melalui jalur mandiri. Hasil belajar mahasiswa yang diterima melalui jalur
SMPTN lebih rendah dari pada yang diterima melalui jalur mandiri pada mahasiswa Program
Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar.
Kata Kunci : Hasil belajar, SNMPTN, jalur mandiri
PENDAHULUAN
Era globalisasi tidak hanya berdampak pada bidang ekonomi, tetapi hampir pada
seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk pada pendidikan tinggi. Era globalisasi adalah
era persaingan mutu atau kualitas. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus berbasis pada
mutu.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan memiliki peranan yang
sangat penting, untuk menjamin kelangsungan kehidupan dan perkembangan bangsa.
Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Hal ini
sebagaimana tercantum dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara.
Pendidikan sebagai suatu upaya untuk membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdedikasi tinggi memerlukan suatu pendukung yaitu mutu pendidikan.
16
Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar
68
Mutu pendidikan di Indonesia saat ini masih cenderung rendah bila dibandingkan dengan
negara-negara maju di dunia. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa
rendahnya mutu pendidikan saat ini berkaitan erat dengan rendahnya motivasi siswa dalam
belajar.
Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan dengan melakukan
perbaikan semua komponen pendidikan baik kurikulum, peningkatan kualitas guru, maupun
sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar mengajar untuk dapat meningkatkan
mutu pendidikan.
Selain itu perbaikan-perbaikan juga dilakukan pada kegiatan seleksi masuk
perguruan tinggi. Kegiatan seleksi masuk perguruan tinggi dimaksudkan untuk melakukan
perluasan akses pendidikan bagi semua lapisan masyarakat Indonesia tanpa membedakan
jenis kelamin, ras, suku, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, selain itu
mahasiswa baru yang berkualitas secara akademis akan mampu mengikuti dan menyelesaikan
studi di universitas sesuai dengan batas waktu dan ketentuan yang berlaku.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan formulasi
dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dilakukan dengan jalur
undangan, SNMPTN dan jalur mandiri. Kebijakan menetapkan jalur SNMPTN dan jalur
mandiri merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 34 Tahun
2010. Dalam Peraturan tersebut dinyatakan penerimaan mahasiswa baru di PTN melalui dua
skema, yaitu SNMPTN dan jalur mandiri.
SNMPTN merupakan satu-satunya pola seleksi yang dilaksanakan secara bersama
oleh seluruh perguruan tinggi negeri dalam satu sistem yang terpadu dan diselenggarakan
secara serentak. Oleh karena itu, tes masuk perguruan tinggi diharapkan dapat menjaring
mahasiswa yang berkualitas dan masuk pada jurusan yang sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuan calon peserta didik. Kemudian dengan diketahui kapasitas mahasiswa yang
masuk, institusi pendidikan tersebut dapat menentukan atau mempersiapkan metode yang
tepat dalam pencapai target keluaran yang berkualitas. Agar tujuan itu tercapai, maka alat tes
yang digunakan hendaknya telah teruji reliabilitas dan validitasnya.
Menurut Akhmaloka (2012:46) Tujuan diselenggarakannya jalur mandiri yaitu : (1)
Memberikan kesempatan kepada seluruh anak bangsa yang tidak lulus dalam penyeleksian
melalui jalur SNMPTN untuk bisa mengikuti seleksi kembali masuk PTN melalui jalur
mandiri untuk memperoleh pendidikan tinggi. (2)Mendapatkan calon mahasiswa baru terbaik
melalui seleksi siswa yang mempunyai prestasi akademik di SMA/SMK/MA/MAK,
termasuk Sekolah RI di Luar Negeri.
Penerimaan mahasiswa baru di Universitas Negeri Makassar dilakukan dengan tiga
jalur yaitu, jalur PMDK/undangan, SNMPTN dan jalur mandiri. Penerimaan mahasiswa
melalui jalur SNMPTN Universitas Negeri Makassar menerima mahasiswa melalui tes
berskala nasional. Sedangkan untuk jalur mandiri yaitu UNM membuka pendaftaran sendiri.
Calon mahasiswa yang ingin masuk melalui jalur ini harus mendaftar langsung ke UNM dan
ujian langsung di universtas tersebut.
Jalur mandiri dibuka untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang tidak
lulus dalam tes SNPTN. Jalur mandiri ini biasanya identik dengan biaya mahal, tetapi jalur
ini menjadi alternatif terakhir bagi mereka yang sangat mengidamkan menjadi mahasiswa
perguruan tinggi negeri. Penyelenggaraan jalur masuk mandiri untuk calon mahasiswa baru
lebih mahal dibandingkan jalur masuk lainnya karena penerapan subsidi silang. Sistem
subsidi silang merupakan langkah untuk membantu kalangan mahasiswa miskin. Dengan
menerapkan subsidi silang biaya dari kalangan mahasiswa yang mampu, antara lain dijaring
dari penerimaan mahasiswa jalur mandiri tersebut. Karena itu, biaya masuk dari jalur mandiri
memang lebih mahal dibandingkan melalui SNMPTN karena pembiayaan mereka itu
nantinya untuk subsidi silang bagi mahasiswa yang kurang beruntung secara ekonomi.
69
Berbeda dengan soal-soal SNMPTN yang telah disiapkan oleh pihak pusat, soal tes
jalur mandiri UNM dibuat oleh pihak UNM sendiri. Model tes masuk UNM melalui
SNMPTN berbeda dengan jalur mandiri. Model SNMPTN hanya tes intelektual saja,
sedangkan tes jalur mandiri terdiri dari beberapa tes yaitu tes tulis (intelektual dan
kepribadian), tes wawancara. Pada tes kepribadian dibuat berupa skala pengukuran
kepribadian.
Program Studi Pendidikan Akuntansi merupakan salah satu program studi yang ada
di Universitas Negeri Makassar yang banyak diminati calon mahasiswa sejak dahulu. Calon
mahasiswa yang mendaftara pada Program Studi Pendidikan Akuntansi berasal dari berbagai
sekolah (SMA,SMK,dan MA, dan dari berbagai daerah/ provinsi di Indonesia. Mahasiswa
program studi Pendidikan Akuntansi sebagian masuk melalui Jalur Seleksi SNMPTN dan
sebagian lagi melalui jalur mandiri.
Mahasiswa jalur SNMPTN dan jalur mandiri menempuh proses pembelajaran dan
penilaian yang sama yang meliputi kuis, tugas terstruktur, ujian tengah semester dan ujian
akhir semester untuk setiap mata kuliah yang diajarkan. Tingkat keberhasilan kedua
kelompok mahasiswa tersebut (SNMPTN dan mandiri) dapat dilihat dari Indeks Prestasi
Kumulatif (IPK) yang diperoleh mahasiswa pada setiap akhir semester.
Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
digolongkan menjadi dua golongan faktor intern dan faktor ekstern:
1) Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.
a. Faktor Jasmaniah
- Faktor kesehatan adalah keadaan atau hal sehat, kesahatan seseorang berpengaruh
terhadap belajarnya. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang
terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing dan
ngatuk.
- Cacat tubuh adalah sesuatuyang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna
mengenai tubuh/badan. Cacat dapat berupa buta, tuli, patah kaki, dan lumpuh.
b. Faktor Psikologis
Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang
mempengaruhi belajar.Faktor-faktor itu adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan, dan kelelahan.
2) Faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu.
a. Faktor Keluarga
Siswa yang akan belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua
mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekoomi
keluarga.
b. Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan
waktu sekolah standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c. Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa.
Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat yang semuanya
mempegaruhi belajar
- Kegiatan siswa dalam masyarakat akan mempengaruhi perkembangan pribadinya,
perlu kiranya membatasi kegiatan dengan masyarakat supaya tidak mengganggu
belajarnya.
- Mass media adalah bioskop, radio, TV, surat kabar, majalah, buku-buku, dan komik.
Semunya itu ada dan beredar dalam masyarakat.
- Teman bergaul pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya.
70
Pentingnya hasil belajar dimaksudkan sebagai cermin untuk melihat kembali apakah
tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan apakah proses belajar mengajar telah berlangsung
efektif (Purwanto, 2013:47). Hasil belajar adalah tingkat keberhasilan dengan mempelajari
mata pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil
(Arikunto, 1997:86)
Hamalik (2012:33) “Belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar lebih baik
daripada belajar tanpa minat”. Hal ini membuktikan bahwa minat dan kemampuan selalu
berkontribusi dalam pencapaian hasil belajar seorang peserta didik.
METODOLOGI
Penenelitian ini dilakukan di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. Secara
khusus yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi
Pendidikan Akuntansi. Adapun kriteria data yang akan dijadikan sebagai sampel adalah:
1. Mahasiswa aktif angkatan 2012 yang masuk melalui jalur SNMPTN dan jalur mandiri.
2. Hasil belajar dari mahasiswa yang terjaring sebagai sampel selama 3 semester.
Variabel dalam penelitian ini adalah hasil belajar mahasiswa yang diterima melalui
jalur SNMPTN dan jalur mandiri pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Makassar.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi
(berkaitan dengan hasil belajar mahasiswa).
Metode analisis data yang digunakan adalah membandingkan hasil belajar mahasiswa
yang masuk melalui jalur SNMPTN dengan jalur mandiri angkatan 2012 pada Program Studi
Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. Analisis ini dilakukan
dengan menggunakan prosedur sebagai berikut:
1. Analisis hasil belajar mata kuliah bersyarat mahasiswa melalui sistem masuk Jalur
SNMPTN dan Jalur mandiri pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Makassar.
2. Analisis hasil belajar semester I-III mahasiswa melalui sistem masuk Jalur mandiri dan
Jalur SNMPTN pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Makassar.
3. Analisis perbandingan hasil belajar antara mahasiswa melalui sistem masuk jalur
SNMPTN dengan jalur mandiri pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Makassar.
Analisis yang digunakan adalah Uji beda Independent Sample T-test untuk
membandingkan dua kelompok mean dari dua sampel yang berbeda (Martono, 2011).Untuk
itu rumus yang digunakan sebagai berikut :
t1 2 
X1  X
t
= Nilai thitung
X1
= rata-rata kelompok 1
= rata-rata kelompok 2
= Varian kelompok 1
= Varian kelompok 2
= Jumlah Sampel kelompok 1
X2
SD12
SD22
n1
2
 SD 
 SD2 2 





 n1  1
 n2  1 
2
1
71
n2
= Jumlah Sampel kelompok 2
Rumus variansi masing-masing kelompok
2
X1
2

2
SD1
=
 X1
n1
 
2
SD2
=
X
2
2
 
 X2
2
n2
Kriteria Pengujian Hipotesis :
1. Apabila nilai thitung lebih kecil dari nilai ttabel pada taraf signifikan 5% artinya tidak
berbeda secara signifikan.
2. Apabila nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel pada taraf signifikan 5% artinya berbeda
secara signifikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis hasil belajar mata kuliah bersyarat mahasiswa SNMPTN dan Mandiri.
1. Menghitung rata-rata nilai Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II, Akuntansi
Keuangan Madya I mahasiswa jalur SNMPTN.
 fx =
f
 fx =
x
f
 fx =
x
f
x
Nilai Pengantar Akuntansi I
Nilai Pengantar Akuntansi II
Nilai Akuntansi Keuangan Madya I
= 3,13
= 3,26
= 3,26
Ket : ƒ : Banyaknya mahasiswa yang memperoleh nilai
χ : Nilai mata kuliah
Nilai rata-rata hasil belajar mata kuliah Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II
dan Akuntansi Keuangan Madya I mahasiswa jalur SNMPTN yaitu nilai Pengantar
Akuntansi I sebesar 3,13, Pengantar Akuntansi II sebesar 3,26 dan Akuntansi Keuangan
Madya I sebesar 3,26.
2. Menghitung rata-rata nilai Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II dan
Akuntansi Keuangan Madya I mahasiswa jalur Mandiri.
 fx =
f
 fx =
x
f
 fx =
x
f
x
Nilai Pengantar Akuntansi I
Nilai Pengantar Akuntansi II
Nilai Akuntansi Keuangan Madya I
72
= 3,63
= 3,33
= 3,63
Ket : ƒ : Banyaknya mahasiswa yang memperoleh nilai
χ : Nilai mata kuliah
Nilai rata-rata hasil belajar mata kuliah Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II
dan Akuntansi Keuangan Madya I mahasiswa jalur mandiri, yaitu nilai Pengantar Akuntansi I
sebesar 3,63 , Pengantar Akuntansi II sebesar 3,33 , dan Akuntansi Keuangan Madya I
sebesar 3,63.
Dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar mata kuliah Pengantar Akuntansi I, Pengantar
Akuntansi II dan Akuntansi Keuangan Madya I mahasiswa yang masuk melalui jalur
SNMPTN dan mandiri terdapat perbedaan. Nilai rata-rata mata kuliah bersyarat mahasiswa
yang masuk melalui jalur mandiri sebesar 3,53 lebih tinggi dari pada nilai rata-rata mata
kuliah bersyarat mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN sebesar 3,22.
B. Analisis hasil belajar semester 1-III mahasiswa SNMPTN dan Mandiri
1. Menghitung rata-rata IPK mahasiswa yang masuk melalui SNMTN
x= ∑
=
= 3,51
2. Menghitung rata-rata IPK mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri
x= ∑
=
= 3,63
Nilai rata-rata hasil belajar dari semua mata kuliah mahasiswa yang melalui sistem
masuk jalur SNMPTN dan jalur mandiri terdapat perbedaan yaitu hasil belajar mahasiswa
yang melalui sistem masuk jalur mandiri lebih tinggi yaitu sebesar 3,63 dari pada hasil
belajar mahasiswa yang melalui sistem masuk jalur SNMPTN sebesar 3,51.
C. Analisis perbandingan hasil belajar mahasiswa SNMPTN dan Mandiri.
Adapun keputusan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan adalah jika thitung< ttabel
pada taraf signifikan 5 persen artinya tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar antara
mahasiswa melalui sistem masuk jalur SNMPTN dengan jalur mandiri, Sebaliknya jika
thitung>ttabel pada taraf signifikan 5 persen artinya terdapat perbedaan yang signifikan hasil
belajar antara mahasiswa melalui system masuk jalur SNMPTN dengan jalur mandiri.Nilai
rata-rata IPK mahasiswa semester I-III yang melalui sistem masuk jalur SNMTN dan jalur
mandiri.
73
Tabel 10.1. Nilai rata-rata IPK Mahasiswa yang Masuk Melalui sistem Jalur SNMPTN
dan Jalur Mandiri.
NO
X1
X2
X12
X22
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
JUMLAH
RATA-RATA
3,37
3,8
3,7
3,93
3,74
2,39
3,66
3,4
3,63
3,28
3,52
3,3
3,93
3,42
3,47
3,52
3,68
3,35
3,73
3,43
3,25
3,45
3,4
3,43
3,69
3,67
3,54
3,81
3,59
3,3
105,38
3,51
3,54
3,50
3,69
3,63
3,39
3,53
3,97
3,65
3,64
3,55
3,44
3,70
3,80
3,70
3,66
3,52
3,78
3,56
3,42
3,46
3,78
3,42
4,00
3,57
3,89
3,49
3,73
3,70
3,53
3,80
109,04
3,63
11,36
14,44
13,69
15,44
13,99
5,71
13,40
11,56
13,18
10,76
12,39
10,89
15,44
11,70
12,04
12,39
13,54
11,22
13,91
11,76
10,56
11,90
11,56
11,76
13,62
13,47
12,53
14,52
12,89
10,89
372,52
12,53
12,25
13,62
13,18
11,49
12,46
15,76
13,32
13,25
12,60
11,83
13,69
14,44
13,69
13,40
12,39
14,29
12,67
11,70
11,97
14,29
11,70
16,00
12,74
15,13
12,18
13,91
13,69
12,46
14,44
397,08
Nilai rata-rata IPK mahasiswa jalur SNMPTN ( X 1 ) adalah 3,51 dan nilai rata-rata
ipk mahasiswa jalur mandiri ( X 2 ) adalah 3.63.
Dari nilai rata-rata maka dapat dicari nilai statistik uji t dengan perhitungan sebagai
berikut:
74
Tabel 10.2. Group Statistics t test
Group Statistics
JALUR
N
NILAI SNMPTN
Mean
30
MANDIR
30
I
Sumber: Analisis Data 2014
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
3.5127
.28491
.05202
3.6347
.16128
.02945
Tabel 10.3. Uji Beda Independent Samples Test
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
Df
NEqual variances
2.51
Iassumed
.118
58
2
2.041
L
A
IEqual variances
45.855
not assumed
2.041
Sumber: Analisis Data 2014
95%
Confidence
Interval of the
Sig. Mean Std. Error
Difference
(2- Differen Differenc
tailed)
ce
e
Lower Upper
.046 -.12200
.05977 -.24165 -.00235
.047 -.12200
.05977 -.24233 -.00167
Selanjutnya nilai t yang diperoleh dibandingkan dengan t tabel, pada tingkat kekeliruan 5
persen dan derajat bebas 58 menunjukkan bahwa thitung (2,041) > dari ttabel(1,67155) maka
dengan tingkat kepercayaan 95 persen disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar
antara mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN dengan jalur mandiri pada mahasiswa
Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar.
Adanya perbedaan hasil belajar yang diperoleh setiap mahsiswa dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Perbedaan dengan melihat seleksi masuk ini lebih menekankan pada
seleksinya sehingga yang mempunyai penguasaan yang lebih baik dalam menjawab soal-soal
SNMPTN berarti lebih berpeluang lulus melalui jalaur ini, dengan demikian unsur
objetivitasnya lebih tinggi. Sedangkan jalur mandiri bukan hanya penguasaan menjawab soalsoal ujian yang ada, karena selain soal ujian tulis ada juga wawancara yang dalam hal ini
memperhatikan beberapa hal misalnya motivasi calon, penampilan, cara berkomunikasi,
bahkan jalur mandiri ini sangat memungkinkan terjadinya unsur subjektifitas.
Perbedaan hasil belajar mahasiswa secara umum dapat dipengaruhi baik faktor
internal yang berasal dari dalam diri mahasiswa, misalnya motivasi, minat, intelegensi, dan
lain-lain, maupun faktor eksternal yang berasal dari luar diri mahasiswa misalnya perhatian
orang tua, sarana dan prasarana belajar, faktor guru serta faktor masyarakat.
Selain faktor internal dan eksternal yang disebutkan di atas nampaknya yang dominan
75
menjadi faktor penyebab perbedaan hasil belajar pada kedua jalur ini yaitu: faktor
pengetahuan dasar yang dimiliki mahsiswa dimana pada jalur mandiri memiliki pengetahuan
dasar lebih tinggi dibandingkan dengan jalur SNMPTN. Mahasiswa yang diterima di jalur
mandiri kebanyakan telah memiliki pengetahuan dan keterampilan bidang akuntansi yang
dibawa dari sekolah lanjutan SMA, SMK, MA.
Faktor lain yang juga mempengaruhi perbedaan hasil belajar anatara mahasiswa jalur
SNMPTN dan jalur mandiri adalah faktor biaya pendidikan. Jalur mandiri dengan beban
pendidikan yang lebih besar jumlahnya kemungkinan menjadi pendorong bagi mahasiswa
untuk lebih sungguh-sungguh dalam mengikuti seluruh aktivitas kuliah bahkan berusaha
untuk lebih cepat menyelesaikan studinya.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian perbandingan hasil belajar mahasiswa yang masuk
melalui jalur SNMPTN dengan jalur mandiri pada mahasiswa Program Studi Pendidikan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Nilai rata-rata mata kuliah Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II, dan
Akuntansi Keuangan Madya I mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN lebih
rendah disbanding mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri. Nilai IPK rata-rata
mahasiswa jalur SNMPTN lebih rendah yaitu sebesar 3,51 sedangkan nilai IPK ratarata mahasiswa jalur mandiri yaitu sebesar 3,63.
2. Terdapat perbedaan hasil belajar antara mahasiswa melalui sistem masuk jalur
SNMPTN dengan jalur mandiri. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji-t yang
menunjukkan bahwa Thitung (2,041) > dari Ttabel(1,67155).
3. Hasil belajar mahasiswa jalur mandiri lebih baik dibanding jalur SNMPTN dengan
melihat nilai IPK rata-rata mahasiswa kedua jalur tersebut. Mahasiswa yang terdaftar
sebagai mahasiswa jalur SNMPTN terdiri dari mahasiswa yang berasal dari jurusan IPA
sebanyak 13 orang, IPS 5 orang dan SMK Akuntansi 12 orang. Mahasiswa yang
terdaftar sebagai mahasiswa jalur mandiri terdiri dari mahasiswa yang berasal dari
jurusan IPA sebanyak 7 orang, IPS 15 orang dan SMK Akuntansi 8 orang. Sehingga
dari data tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar mahasiswa yang diterima jalur
mandiri lebih baik dibanding jalur SNMPTN karena mahasiswa jalur Mandiri lebih
banyak yang memiliki dasar akuntansi dari jurusan IPS dan SMK Akuntansi.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian maka peneliti dapat memberikan saran:
1. Sebaiknya pihak universitas menambah kouta mahasiswa yang masuk melalui jalur
mandiri, melihat dari hasil penelitian menunjukkan hasil belajar (IPK) mahasiswa jalur
mandiri lebih tinggi di bandingkan mahasiswa jalur SNMPTN.
2. Bagi peneliti selanjutnya, apabila ingin meneliti lebih lanjut tentang permasalahan yang
sama dengan penelitian ini, maka diharapkan mampu
memperhatikan faktor-faktor penyebab perbedaan hasil belajar anatara mahasiswa jalur
SNMPTN dengan jalur mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmaloka.2012.Informasi SNMPTN.Jakarta : Panitia SNMPTN
Arikunto Suharsimi 1997. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Jakarta Bumi Aksara.
Buku Panduan UNM.2012.Makassar : Badan Penerbit UNM
76
Hamalik Oemar.2012.Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara
Purwanto.2013. Evaluasi Hasil Belajar,Yogjakarta: Pustaka Belajar.
Slameto.2010.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinyas, Jakarta:, Rineka Cipta
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2007. Jakarta.
Sinar Grafika
77
PENGARUH KOMPENSASI FINANSIAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN
FRONT LINER PADA HOTEL IMPERIAL ARYA DUTA DI KOTA MAKASSAR
M. Taslim Dangnga17
ABSTRAK
Fokus kajian dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kompensasi finansial
terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota
Makassar, sedangkan sampel adalah karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di
Kota Makassar. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah
metode analisis regresi berganda dengan dua variable dengan bentuk umum persamaannya
adalah Ŷ = β0 + β1 x1 + β2 x2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial gaji
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Setiap peningkatan 1 satuan gaji, maka
akan menambah tingkat kinerja karyawan sebesar 0,595 %. Peningkatan pemberian gaji, akan
dibarengi dengan meningkatnya pula kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial
Aryaduta di Kota Makassar. Meskipun berpengaruh positif tidak signifikan, terlihat dari hasil
uji t dimana t hitung lebih kecil dari t tabel (1,048 < 2,145). Dalam hal ini menjelaskan bahwa
program gaji yang diterapkan dalam perusahaan sangat baik. Berbeda dengan gaji, secara
parsial insentif berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial
Aryaduta di Kota Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 satuan
insentif, maka akan menurunkan tingkat kinerja karyawan sebesar -0,524 %. Hasil lain dari
penelitian yaitu menunjukkan bahwa insentif secara parsial berpengaruh negatif tetapi tidak
signifikan terhadap kinerja karyawan terbukti dari uji t, dimana t hitung lebih kecil dari t tabel
(-1,117 < 2,145).
Kata Kunci : Kompensasi Finansial dan Kinerja Karyawan
PENDAHULUAN
Kualitas sumber daya manusia dapat diperoleh melalui beberapa upaya, diantaranya
dengan pemberian pendidikan dan pelatihan, pembinaan disiplin, pemberian sanksi yang
tegas dan penilaian prestasi kerja. Disiplin akan mendorong karyawan untuk konsisten
terhadap waktu kerja (penggunaan jam kerja dan tingkat penyelesaian pekerjaan), sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Sanksi yang tegas akan mendorong
karyawan memperkecil tingkat kesalahan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan sesuai
ketentuan yang telah ditetapkan.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia sulit akan dicapai tanpa adanya motivasi
yang tinggi dan kemauan yang besar dari karyawan yang dapat mendorong dirinya lebih
maju dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Indikator utama yang harus dimiliki
seseorang dalam mencapai tujuan tertentu adalah bagaimana menumbuhkan motivasi
tersebut, mereka dapat berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya melalui usaha
dan kerja keras.
Motivasi sangat berhubungan dengan faktor psikologis seseorang yang mencerminkan
hubungan atau interaksi antara sikap, kebutuhan dan kepuasan yang terjadi pada diri manusia
sehingga dapat mempengaruhi kinerjanya. Tanpa motivasi orang tidak akan dapat melakukan
sesuatu.
17
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar
78
METODOLOGI
Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode
analisis regresi berganda dengan dua variabel. Analisis ini untuk mempelajari hubungan
fungsional antara dua variabel bebas atau variabel independen (X) dengan satu variabel
terikat atau variabel dependen (Y). Apabila hubungannya bersifat linear maka bentuk umum
persamaannya adalah :
Ŷ = β0 + β1 x1 + β2 x2
Dimana :
Ŷ : Kinerja Karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar
B : Parameter
X1 : Gaji
X2 : Insentif
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Regresi Linear Berganda
Dalam menganalisis pengaruh gaji dan insentif terhadap kinerja karyawan, maka
digunakan analisis statistik regresi linear berganda untuk menguji pengaruh dua atau lebih
variabel independen terhadap satu variabel dependen dengan persamaan sebagai berikut :
KK = α + β1 G + β2
Tabel Regresi Berganda Pengaruh Gaji dan Insentif terhadap Kinerja Karyawan
Unstandardized Coefficients
Model
B
Std. Eror
1 (Constant)
42.819
12.106
Gaji
.595
.568
Insentif
.-524
.468
Berdasarkan hasil tabel di atas, maka dapat diketahui nilai koefisien dan konstanta,
sehingga dapat dimasukkan ke dalam persamaan garis regresi berganda sebagai berikut :
KK = α + β1 G + β2 I
KK = 42.819 + 0,595 (G) - 0,524 (I)
Dengan memperhatikan nilai koefisien arah dari masing-masing variabel bebas (Y)
pada persamaan regresi linear berganda di atas, maka nilai konstanta dan nilai koefisien arah
X dapat dijelaskan sebagai berikut :
α = 42.819
Nilai konstanta (α) sebesar 42.819 artinya tanpa mempertimbangkan pengaruh
manapun maka nilai kinerja karyawan sebesar 42.819. Apabila gaji dan insentif tidak ada
atau sama dengan nol maka nilai kinerja karyawan akan meningkat sebesar 42.819 satuan
kinerja.
G = 0,595
Variabel gaji berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan dengan nilai koefisien
sebesar 0,595. Hal ini berarti semakin besar gaji yang dirasakan karyawan maka akan
mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan sebesar 0,595 satuan kinerja.
I = -0,524
Variabel insentif berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan dengan nilai
koefisien - 0,524. Hal ini berarti semakin besar insentif yang dirasakan oleh karyawan maka
akan mempengaruhi kinerja karyawan sebesar -0,524 satuan kinerja.
Analisis Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur layak tidaknya model regresi
berganda. Layak yang dimaksud adalah kemampuan variabel X1 dan X2 dalam memprediksi
variabel dependen (Y).
79
Tabel Pengaruh Gaji (X1) dan Insentif (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y)
pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar
Model Summaryb
Adjusted R
Std. Error of
DurbinModel
R
R Square
Square
the Estimate
Watson
a
1
.308
.095
-.045
2.46145
.852
a. Predictors : (Constant), Gaji, Insentif
b. Dependent Variable : Kinerja Karyawan
Korelasi ganda atau R diperoleh nilai R sebesar 0,308 atau 3,08 %. Dimana jika R
berada pada interval 0,20 – 0,39 interpretasinya rendah. Pada tabel di atas nilai R sebesar
0,308 yang artinya hubungan gaji dan insentif terhadap kinerja karyawan (Y) secara simultan
berada pada level rendah.
Berdasarkan tabel di atas, koefisien determinasi (R-Square) diperoleh nilai R-Square
sebesar 0,095 atau 9,5 %. Hal Ini menunjukkan bahwa hanya 9,5 % dari Y bisa dijelaskan
oleh X₁ dan X₂ dan 90,5 % dipengaruhi oleh variabel lain. Rumus regresi berganda di atas
tidak layak untuk memprediksi Y.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis data yang menunjukkan bahwa secara parsial gaji memiliki pengaruh
positif terhadap kinerja karyawan. Setiap peningkatan 1 satuan gaji, maka akan menambah
tingkat kinerja karyawan sebesar 0,595 %. Peningkatan pemberian gaji, akan dibarengi
dengan meningkatnya pula kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di
Kota Makassar. Meskipun berpengaruh positif tidak signifikan, terlihat dari hasil uji t dimana
t hitung lebih kecil dari t tabel (1,048 < 2,145). Dalam hal ini menjelaskan bahwa program
gaji yang diterapkan dalam perusahaan sangat baik.
Berbeda dengan gaji, secara parsial insentif berpengaruh negatif terhadap kinerja
karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 satuan insentif, maka akan menurunkan tingkat
kinerja karyawan sebesar -0,524 %. Hasil lain dari penelitian yaitu menunjukkan bahwa
insentif secara parsial berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja karyawan
terbukti dari uji t, dimana t hitung lebih kecil dari t tabel (-1,117 < 2,145). Dari hasil
wawancara, Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar selain meningkatkan kinerja
karyawan juga memacu karyawannya untuk memiliki kompetensi ataupun keahlian yang baik
dalam bidang masing-masing. Adapun penilaian kinerja karyawan yang dilakukan oleh Hotel
Imperial Aryaduta di Kota Makassar yaitu terdiri dari empat unsur penilaian yang dinilai
setiap tahun yaitu : cara kerja, output kinerja, kompetensi teknis, dan kompetensi perilaku.
Pemberian bobot ditetapkan melalui ketetapan Direksi sesuai dengan dinamika yang terjadi di
perusahaan. Jika karyawan melaksanakan tugasnya dengan baik, maka karyawan tersebut
berhak mendapat kenaikan grade atau kelas atau promosi. Peningkatan kinerja karyawan di
perusahaan yaitu jasa produksi yang menjadi hak karyawan. Jasa produksi ini biasanya
diberikan setiap tahun oleh perusahaan divisi sesuai skala penilaian tiap perusahaan divisi.
Pengaruh gaji dan insentif secara simultan terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel
Imperial Aryaduta di Kota Makassar.
Hipotesis ketiga dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaji dan
insentif secara simultan terhadap kinerja karyawan pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota
Makassar. Dari hasil pengolahan data menunjukkan persamaan regresinya adalah GI = 42.816
+ 0,595 (G) -0,524 (I), secara simultan gaji dan insentif berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Hasil uji F menunjukkan bahwa
80
secara simultan gaji dan insentif berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap kinerja
karyawan pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar, ini ditunjukkan dari hasil
perbandingan F hitung lebih kecil dari F tabel (0,680 < 3,73) dapat disimpulkan bahwa H0
diterima dan H1 ditolak yang artinya gaji dan insentif secara simultan berpengaruh tetapi
tidak signifikan terhadap kinerja karyawan pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bagian ini akan membahas antara lain mengenai kesimpulan hipotesis dan kesimpulan
masalah penelitian seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Berdasarkan
pembahasan yang telah diuraikan mengenai pengaruh gaji dan insentif terhadap kinerja
karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar, yang dianalisis
menggunakan alat analisis SPSS 12 for Windows seperti yang telah dibahas dalam bab
sebelumnya. Dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Gaji memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja karyawan front
liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar.
2. Insentif memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja karyawan
front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Secara parsial menunjukkan
bahwa peranan gaji dan insentif dalam meningkatkan kinerja karyawan rendah dalam
lingkup perusahaan.
3. Gaji dan insentif secara simultan berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap kinerja
karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar.
B. Saran
Dari hasil analisis dan kesimpulan yang ada, serta berdasarkan pada kritik dan saran
responden yang terlampir pada kuesioner, penulis berusaha mengajukan beberapa masukan
atau saran bagi perusahaan yang bersangkutan untuk menciptakan strategi yang cocok guna
meningkatkan kinerja karyawan. Beberapa masukan yang dapat dipertimbangkan oleh
perusahaan atau terkait dengan adanya temuan hipotesis di atas antara lain :
1. Dengan adanya pemberian motivasi ekstrinsik dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Oleh karena itu, pengaturan dengan berdasarkan rasional yang memberikan rasa adil
serta memperhatikan kebutuhan karyawan.
2. Mengingat adanya pengaruh yang signifikan di dalam pemberian gaji dan insentif
terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar,
maka diharapkan kepada pimpinan perusahaan untuk dapat meningkatkan tingkat
pemberian motivasi utamanya gaji dan insentif dalam rangka peningkatan kesejahteraan
ekonomi karyawan sesuai dengan pendapatan perusahaan.
3. Diharapkan perusahaan agar dapat meningkatkan gaji dan insentif kepada karyawan agar
dapat lebih bekerja dengan giat.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Syafaruddin. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian : Suatu pendekatan Praktek, Penerbit P.T.
Rineka Cipta. Jakarta.
Fhathoni, A.R. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit P.T. Rineka Cipta.
Jakarta.
Girosudarmo, I. dan Sudita, N. 2000. Perilaku Keorganisasian. Penerbit BPFE. Yogyakarta.
Hasibuan, S.M. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Irawan. 1997. Manajemen Unjuk Kerja. Penerbit Gramedia. Jakarta.
81
PENGARUH STRUKTUR AKTIVA DAN OPERATING LEVERAGE TERHADAP
STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MAKANAN DAN MINUMAN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Nurdin18
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh struktur aktiva dan
operating leverage secara parsial dan simultan terhadap struktur modal, serta variabel mana
yang berpengaruh dominan terhadap struktur modal pada perusahaan makanan dan minuman
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan ex-post facto, dengan jenis data sekunder serta menggunakan
teknik analisis regresi ganda, korelasi, uji t dan uji F yang sebelumnya diuji menggunakan uji
ekonometri dan uji asumsi klasik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007-2010, sampel
sebanyak 10 perusahaan. Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi dan wawancara.
Hasil analisis regresi ganda menunjukkan persamaan: Ŷ = 27,574 + 0,661(X1) 0,271 (X2), yang berarti bahwa nilai konstanta 27,574 adalah besarnya struktur modal tanpa
mempertimbangkan tinggi rendahnya struktur aktiva dan operating leverage (DOL).
Koefisien regresi struktur aktiva (X1) sebesar 0,661 artinya bahwa setiap bartambahnya
struktur aktiva 1% akan menyebabkan peningkatan struktur modal sebesar 0,661 %. Dalam
hal ini faktor lain yang mempengaruhi struktur modal dianggap tetap. Koefisien regresi untuk
Operating Leverage (X2) sebesar -0,271 artinya bahwa setiap bertambahnya DOL 1 %, akan
menyebabkan penurunan struktur modal sebesar 0,271 %. Dalam hal ini faktor lain yang
mempengaruhi struktur modal dianggap tetap. Besarnya nilai korelasi (r) struktur aktiva dan
DOL terhadap struktur modal yaitu sebesar 0,201. Nilai tersebut menunjukkan hubungan
kedua variabel tergolong rendah. Sedangkan koefisien determinasi (r 2) sebesar 0,041, hal ini
berarti perubahan yang terjadi pada struktur modal sebesar 4,1% dipengaruhi oleh struktur
aktiva dan DOL, sisanya 95,9% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan hasil analisis Uji-t
variabel struktur modal menunjukkan bahwa nilai t hitung (0,994) < ttabel (1,703) dengan nilai
signifikan 0,353 menunjukkan struktur aktiva tidak berpengaruh terhadap struktur modal, dan
variabel DOL menunjukkan thitung (0,527) < ttabel (1,703) dengan nilai signifikan 0,602
menunjukkan bahwa DOL tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Berdasarkan hasil
analisis Uji-F menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 0,570 dengan signifikan 0,572 dan
Ftabel senilai 3,33. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil dari Ftabel (0,570 <
3,33). Sehingga hipotesis yang diajukan bahwa “struktur aktiva dan DOL tidak memiliki
pengaruh secara simultan terhadap struktur modal” dinyatakan diterima (Ho diterima).
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi, dan sosial, perekonomian juga
mengalami perkembangan yang pesat, khususnya di bidang bisnis. Dunia bisnis yang sedang
mengalami era globalisasi menyebabkan persaingan yang ketat dan tajam, sehingga setiap
perusahaan dituntut untuk berproduksi secara maksimal menghasilkan produk-produk yang
berkualitas agar tetap unggul serta dapat bertahan dalam persaingan.
Krisis global yang melanda dunia khususnya Indonesia di tahun 2008 menjadikan
perekonomian Indonesia kembali memburuk. Banyak perusahaan yang bangkrut karena
kurangnya manajemen dalam pengelolaan struktur modalnya. Manajemen yang baik
18
Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
82
sebaiknya memperhatikan struktur modal yang optimal sehingga perusahaan dapat
berkembang dengan baik. Struktur modal yang optimal yaitu struktur modal yang dapat
meminimumkan biaya modal rata-rata atau memaksimumkan nilai perusahaan. Kondisi yang
demikian selalu ingin dicapai oleh setiap perusahaan melalui kebijakan struktur modalnya.
Setiap perusahaan memiliki rencana yang disusun dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan. Salah satu aspek penting untuk mengimplementasikan rencana tersebut
adalah rencana pembelanjaan. Kegagalan dalam rencana pembelanjaan akan menghambat
aktivitas perusahaan, demikian pula sebaliknya. Pengaturan yang tepat dalam rencana
pembelanjaan akan membantu perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. Pada hakekatnya
masalah pembelanjaan menyangkut keseimbangan antara struktur aktiva dan passiva yang
dibutuhkan. Perimbangan dalam aktiva baik secara absolut ataupun relatif akan nampak pada
struktur aktiva, sedangkan perimbangan dalam passiva baik secara absolute ataupun relatif
akan tercermin pada struktur modal.
Dalam mendirikan suatu perusahaan, modal merupakan salah satu elemen terpenting
disamping sumber daya manusia, mesin, material, dan metode. Keputusan akan penanaman
modal berkaitan dengan proses perencanaan, penetapan tujuan perusahaan dan pengaturan
pendanaan. Dalam keputusan penanaman modal ini menempatkan sejumlah besar sumber
daya pada resiko jangka panjang dan secara simultan mempengaruhi perkembangan
perusahaan di masa depan. Baik buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung
terhadap posisi keuangan perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai
perusahaan. Kesalahan dalam menentukan struktur modal akan mempunyai dampak yang
luas terutama terhadap utang sehingga beban tetap yang harus ditanggung oleh perusahaan
semakin besar. Hal ini berarti pula akan meningkatkan resiko finansial yaitu resiko tidak
dapat membayar beban bunga atau tidak dapat membayar angsuran-angsuran utang bagi
perusahaan. Dengan demikian kesalahan dalam penentuan struktur modal akan mempunyai
dampak yang luas terhadap keuntungan perusahaan.
Penggunaan sumber dana jangka waktu panjang seperti hutang jangka panjang, saham
(baik saham biasa atau saham preferen), obligasi dan laba ditahan yang digunakan oleh
perusahaan akan membentuk struktur modal perusahaan. Struktur modal pada dasarnya
merupakan suatu pembiayaan permanen yang terdiri dari modal sendiri dan modal asing
(Weston dan Brigham, 2005). Modal sendiri terdiri dari berbagai jenis saham dan laba
ditahan, sedangkan modal asing terdiri dari berbagai hutang jangka panjang yang meliputi
berbagai jenis obligasi, hutang hipotik dan lain-lain. Penggunaan modal asing akan
menimbulkan beban yang tetap dan besarnya penggunaan modal asing ini akan menentukan
leverage perusahaan. Adapun penentuan alternatif sumber dana pada suatu perusahaan
dianggap penting karena masing-masing sumber dana tersebut memiliki biaya modal yang
berbeda-beda, yang selanjutnya diharapkan perusahaan mampu menerapkan pemilihan
alternatif sumber dana yang paling tepat.
Struktur modal merupakan perimbangan antara utang jangka panjang dengan modal
sendiri. Besar kecilnya angka rasio struktur modal menunjukkan banyak sedikitnya jumlah
utang jangka panjang dan modal sendiri yang diinvestasikan pada aktiva tetap yang
digunakan untuk memperoleh laba operasi. Semakin besar angka rasio struktur modal berarti
semakin banyak jumlah pinjaman jangka panjang atau semakin banyak
bagian dari laba operasi yang digunakan untuk membayar bunga maupun angsuran pinjaman,
akibatnya semakin sedikit jumlah laba bersih sesudah pajak. Sebaliknya, semakin kecil angka
rasio struktur modal berarti semakin banyak jumlah modal sendiri atau semakin banyak laba
bersih sesudah pajak yang diperoleh.
83
Tabel 12.1. Data Struktur Aktiva, Operating Leverage, dan Struktur Modal Perusahaan
Makanan dan Minuman pada Bursa Efek Indonesia, tahun 2007 (dalam
jutaan Rupiah)
Tahun 2007
No.
EMITEN
Struktur
Aktiva (%)
Operating
Leverage (kali)
Struktur Modal
(%)
1.
AISA
65,66
-4
40,50
2.
ADES
36,65
0,5
58,73
3.
CEKA
25,64
-7,3
26,88
4.
FAST
61,74
-2,5
17,04
5.
INDF
60,25
-1,7
82,09
6.
MYOR
44,86
-1,6
21,19
7.
PSDN
44,18
1,8
124,33
8.
STTP
60,48
2
12,05
9.
TBLA
60,03
-3,5
104,41
10.
ULTJ
59,50
3,8
28,00
Sumber : BEI PIPM Makassar, (data olah)
Berdasarkan tabel 12.1. dapat dijelaskan bahwa naik turunnya struktur modal
dipengaruhi oleh naik turunnya struktur aktiva dan operating leverage, dimana semakin
kecil struktur aktiva dan operating leverage maka struktur modalnya juga kecil. Namun,
ada pula struktur modal rendah tetapi memiliki struktur aktiva dan operating leverage yang
tinggi yang dapat dilihat pada emiten STTP (no.8), dan ada pula struktur modal yang tinggi,
tetapi memiliki struktur aktiva dan operating leverage yang rendah, yang dapat dilihat pada
emiten PSDN (no.7).
Dipilihnya perusahaan makanan dan minuman (foods dan beverages) karena industri
tersebut cenderung intensif dalam modal guna pengembangan produk dan ekspansi pangsa
pasarnya. Selain itu tingkat konsumsi masyarakat terhadap barang yang dihasilkan dalam
industri tersebut sudah menjadi kebutuhan relatif tidak berubah baik kondisi perekonomian
membaik maupun memburuk.
METODOLOGI
A. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2009:3), “variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan.” Secara umum terdapat dua jenis variabel
yang dapat digunakan dalam suatu penelitian. Kedua variabel tersebut adalah variabel bebas
(X) dan variabel terikat (Y). Variabel dalam penelitian ini terdiri atas:
a) Struktur Aktiva (X1) sebagai variabel bebas pertama, yang mempengaruhi
variabel terikat.
b) Operating Leverage (X2) sebagai variabel bebas kedua, yang mempengaruhi
variabel terikat.
c) Struktur Modal (Y) sebagai variabel terikat, yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat adanya pengaruh variabel bebas.
1. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan suatu rancangan atau tata cara untuk menjabarkan
berbagai variabel yang akan diteliti, kemudian membuat hubungan antara suatu variabel
dengan variabel lain sehingga akan mudah dirumuskan masalah penelitiannya,
pemilihan teori yang relevan, rumusan hipotesis yang diajukan, metode penelitian,
instrumen penelitian, dan teknik analisis yang akan digunakan, serta kesimpulan yang
diharapkan.
84
Penelitian ini bersifat kuantitatif yang berusaha menjawab masalah bagaimana
pengaruh struktur aktiva dan operating leverage terhadap struktur modal pada perusahaan
makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia secara simultan dan parsial.
Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencari pengaruh
variabel struktur aktiva dan operating leverage terhadap struktur modal baik secara
simultan maupun parsial dengan menggunakan data-data yang dinyatakan dalam bentuk
kuantitatif.
Untuk melihat pengaruh struktur aktiva dan operating leverage terhadap
struktur modal, maka digunakan analisa regresi linear berganda yang disertai dengan
pengujian dan koreksi asumsi dasar klasik: asumsi klasik, autokorelasi, heteroskedastis dan
multikolinieritas. Analisis regresi linear berganda merupakan persamaan yang bertujuan
untuk mengetahui besarnya pengaruh struktur aktiva dan operating leverage terhadap struktur
modal. Sedangkan pembuktian hipotesis menggunakan uji statistik yaitu uji regresi secara
simultan (Uji F) dan uji regresi parsial (Uji t) (Sugiyono, 2009:230-235). Adapun desain
penelitian dapat dilihat pada gambar 2.
Bursa Efek Indonesia
Perusahaan Makanan dan Minuman
yang Go Publik
Laporan Keuangan
(tahun 2008-2010)
 Dokumentasi
 Wawancara
Struktur Aktiva
Struktur Modal
Operating Leverage
ANALISIS DATA






Menghitung Variabel
Uji Asumsi Klasik
Analisis Regresi Ganda
Analisis Korelasi
Uji t
Uji F
Kesimpulan
Gambar 12.1
Skema Desain Penelitian
B. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran pada variabel yang diteliti,
maka di bawah ini akan diuraikan rumusan variabel secara operasional. Adapun variabel
yang dimaksud adalah:
a) Struktur Aktiva adalah perbandingan antara aktiva tetap dan total aktiva perusahaan
makanan dan minuman yang terdaftar di BEI yang dapat menentukan besarnya alokasi
dana untuk masing-masing komponen aktiva.
b) Operating Leverage adalah suatu sensitivitas laba operasi perusahaan sebelum bunga
dan pajak (EBIT) terhadap perubahan volume penjualan perusahaan makanan dan
minuman yang terdaftar di BEI.
c) Struktur Modal (capital structure) adalah perbandingan antara utang jangka panjang
dengan modal sendiri (ekuitas) perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di
BEI.
2. Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
85
a) Struktur aktiva adalah perbandingan antara aktiva tetap dan total dan dinyatakan dalam
persentase (%). Adapun formulasi dari struktur aktiva adalah sebagai berikut (Weston
dan Brigham 2005:175):
Aktiva Tetap
Struktur Aktiva =
x 100 %
Total Aktiva
b) Operating Leverage adalah suatu sensitivitas laba operasi perusahaan sebelum bunga
dan pajak (EBIT) terhadap perubahan volume penjualan. Dihitung dengan
menggunakan tingkat leverage operasi (degree of operating leverage/DOL), yaitu rasio
antara persentase perubahan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan persentase
perubahan volume penjualan, dan dinyatakan dalam kali. Adapun formulasi dari
struktur aktiva adalah (Warsono 2003:213) :
% perubahan dalam EBIT
DOL =
% perubahan dalam Penjualan
Misalkan DOL = 2, berarti kenaikan penjualan sebesar x persen akan menghasilkan
kenaikan EBIT sebesar 2 x persen.
Adapun persentase perubahan dalam EBIT dan persentase perubahan dalam Penjualan
dapat dijabarkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Muslich 2004:71) :
t1 − t 0
tn =
x 100 %
t0
Dimana:
tn = Persentase Pertumbuhan Penjualan
t1 = Persentase Penjualan tahun Pertama
t0 = Pertumbuhan Penjualan tahun Dasar
c) Struktur Modal (capital structure) adalah perbandingan antara utang jangka panjang
dengan modal sendiri (ekuitas) dan dinyatakan dalam persentase (%). Adapun formulasi
dari struktur modal adalah sebagai berikut (Riyanto 2008:22) :
Utang Jangka Panjang
Struktur Modal =
x 100%
Modal Sendiri
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2009:61) bahwa yang dimaksud dengan “Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan”. Maka populasi penelitian ini adalah perusahaan Makanan dan Minuman yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2008-2010 yaitu sebanyak 14
perusahaan.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2009:62), “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Teknik penentuan sampel yang
dilakukan adalah purposive sampling. Teknik ini dilakukan atas dasar bahwa data yang
dipilih menjadi tema dalam penulisan ini dan merupakan data yang akurat dan
memerlukan beberapa kriteria yang harus dipenuhi, maka dalam hal ini sampel diambil
dengan kriteria sebagai berikut:
a) Perusahaan makanan dan minuman yang telah go public, terdaftar sebagai
perusahaan makanan dan minuman (Food & Beverages) di Bursa Efek Indonesia
(BEI) mulai tahun 2008 sampai tahun 2010 secara terus menerus. Atau dengan kata
lain emiten terus listing di BEI mulai tahun 2008 sampai tahun 2010 (tidak pernah
di-delisting).
86
b) Mempublikasikan laporan keuangannya setiap tahun selama masa pengamatan. Jadi
yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 10 perusahaan.
D. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis masalah dan menjawab hipotesis yang telah dikemukakan
dalam penelitian ini, digunakan teknik analisis sebagai berikut :
1. Menghitung Variabel
a) Struktur aktiva adalah perbandingan antara aktiva tetap dan total aktiva yang dapat
menentukan besarnya alokasi dana untuk masing-masing komponen aktiva. Adapun
formulasi dari struktur aktiva adalah sebagai berikut (Weston dan Brigham 2005:175):
Aktiva Tetap
Struktur Aktiva =
x 100 %
Total Aktiva
b) Operating Leverage adalah suatu sensitivitas laba operasi perusahaan sebelum bunga dan
pajak (EBIT) terhadap perubahan volume penjualan. Untuk menghitung seberapa besar
pengaruh perubahan tersebut dapat digunakan tingkat leverage operasi (degree of
operating leverage/DOL), yaitu rasio antara persentase perubahan laba sebelum bunga
dan pajak (EBIT) dengan persentase perubahan volume penjualan. Adapun formulasi
dari struktur aktiva adalah (Warsono 2003:213) :
% perubahan dalam EBIT
DOL =
% perubahan dalam Penjualan
Misalkan DOL = 2, berarti kenaikan penjualan sebesar x persen akan menghasilkan kenaikan
EBIT sebesar 2 x persen.
Adapun persentase perubahan dalam EBIT dan persentase perubahan dalam Penjualan dapat
dijabarkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Muslich 2004:71) :
t1 − t 0
tn =
x 100 %
t0
Dimana:
tn = Persentase Pertumbuhan Penjualan
t1 = Persentase Penjualan tahun Pertama
t0 = Pertumbuhan Penjualan tahun Dasar
c) Struktur Modal (capital structure) adalah perbandingan antara utang jangka panjang
dengan modal sendiri (ekuitas). Adapun formulasi dari struktur modal adalah sebagai
berikut (Riyanto 2008:22) :
Utang Jangka Panjang
Struktur Modal =
x 100%
Modal Sendiri
2. Pengujian Hipotesis
a) Analisis regresi ganda.
Analisis regresi ganda digunakan peneliti dengan maksud untuk mengetahui
besarnya pengaruh struktur aktiva dan operating leverage terhadap struktur modal.
Persamaan yang menyatakan bentuk hubungan antara variable independent (X) dan variable
dependent (Y) disebut dengan persamaan regresi.
Adapun bentuk persamaan regresi linear berganda yaitu (Sugiyono, 2009:275);
Dimana :
Ŷ = a + b1 X1 + b2 X2
Ŷ = Subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan (Struktur Modal)
a = Harga Y ketika X = 0 (harga konstan pada saat X1 dan X2 = 0)
87
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan
ataupun penurunan variabel dependen (terikat) yang didasarkan pada perubahan
variabel independen (bebas). Bila (+) arah garis naik, dan bila ( -) maka arah garis
turun.
X = Subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
Struktur Aktiva, dan X 2 = Operating Leverage/DOL)
(X 1 =
Jika b1 dan b2 positif, maka hal ini menunjukkan hubungan yang searah antara
variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lain peningkatan atau penurunan
besarnya variabel bebas akan diikuti oleh peningkatan atau penurunan besarnya variabel
terikat. Sedangkan jika nilai b1 dan b2 negatif berarti menunjukkan hubungan yang
berlawanan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lain setiap
peningkatan besarnya nilai variabel bebas akan diikuti oleh penurunan besarnya nilai variabel
terikat, dan sebaliknya.
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi, maka dapat
berpedoman pada tabel nilai r berikut.
Tabel 12.2. Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199
Sangat Rendah
0,20 - 0,399
Rendah
0,40 - 0,599
Sedang
0,60 - 0,799
Kuat
0,80 - 1,000
Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono (2009 : 231)
b) Uji-t
Uji-t adalah pengujian koefisien regresi individual dan untuk mengetahui
kemampuan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel dependen, dengan
menganggap variabel lain konstan atau tetap. Uji parsial (t test) dilakukan untuk menguji
signifikansi pengaruh variabel-variabel independen, yaitu struktur aktiva, dan DOL secara
individual terhadap variabel dependen, yaitu struktur modal perusahaan makanan dan
minuman di BEI tahun 2008-2010 (Suliyanto, 2011).
Adapun rumus yang dikemukakan oleh Sugiyono (2009:237) adalah sebagai berikut
:
t =
Dimana :
rp
n−3
1 − r2p
t = uji perbandingan (nilai t yang dihitung)
rp = koefisien korelasi parsial
n = jumlah periode tahun
Sedangkan tahap-tahap pengujiannya adalah :
a) Merumuskan hipotesis
b) Menentukan tingkat signifikansi yaitu 0,05 atau 5 %
c) Menentukan keputusan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel dengan
kriteria sebagai berikut:
1) Jika thitung > ttabel, maka Ho ditolak
2) Jika thitung < ttabel, maka Ho diterima.
d) Uji F
88
Uji F digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh seluruh variabel-variabel
dengan cara bersama-sama terhadap variabel dependen. Adapun rumus yang dikemukakan
oleh Sugiyono (2009:237) adalah sebagai berikut :
2
Fh =
R /k
1 − R2 / (n − k − 1)
Dimana :
Fh = uji signifikansi (nilai F yang dihitung)
R = koefisien korelasi ganda
k = jumlah variabel independent
n = jumlah periode tahun
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara Fhitung dan Ftabel. Apabila
Fhitung > Ftabel maka variabel bebasnya memberikan pengaruh secara simultan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Regresi Berganda
Untuk mengetahui pola pengaruh variabel bebas dalam penelitian ini, maka disusun
persamaan regresi berganda. Regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas (Struktur Aktiva dan DOL) terhadap variabel
terikat (Struktur Modal). Analisis regresi tersebut menghasilkan koefisien-koefisien regresi
yang menunjukkan arah hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat.
Tabel 12.3. Hasil Analisis Uji Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
B
1
(Constant)
Struktur
Aktiva
Std.
Error
27.574
38.442
.661
.700
Standardized
Coefficients
t
Sig.
Beta
.178
.717
.479
.944
.353
DOL
-.271
.515
-.099
-.527
.602
a. Dependent Variable: Struktur Modal
Sumber: Analisi data 2014
Berdasarkan perhitungan komputer program statistik SPSS 16.00 for windows di
atas, diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Ŷ = 27,574 + 0,661 X1 − 0,271 (X2 )
Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa variabel bebas yang berpengaruh adalah
Struktur Aktiva dengan koefisien sebesar 0,661. Kemudian variabel yang berpengaruh rendah
yaitu variabel DOL dengan koefisien sebesar 0,271. Dari persamaan tersebut dapat dilihat
bahwa struktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal, yang berarti bahwa
meningkatnya nilai struktur aktiva menyebabkan struktur modal juga meningkat. Sedangkan
DOL memberikan pengaruh negatif terhadap struktur modal, yang berarti meningkatnya DOL
mengakibatkan menurunnya struktur modal dalam hal penggunaan pendanaan perusahaan
dari luar.
Adapun masing-masing variabel bebas dari hasil persamaan regresi linear berganda
tersebut,dapat diinterprestasikan pengaruhnya Struktur Modal sebagai berikut:
89

Nilai konstanta (α) sebesar 27,574 persen menunjukan nilai prediksi rata-rata struktur
modal perusahaan apabila struktur aktiva dan DOL sama dengan nol.
 Struktur Aktiva (X1), memiliki koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,661, hal ini
berarti apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah), maka
perubahan struktur aktiva sebesar 1% akan meningkatkan nilai struktur modal sebesar
0,661%.
 DOL (X2), memiliki koefisien bertanda negatif sebesar 0,271, hal tersebut berarti
apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah), maka perubahan
dalam DOL sebesar 1 kali akan mengakibatkan penurunan terhadap risiko bisnis
(struktur modal) sebesar 0,271 kali.
 Koefisien regresi untuk struktur aktiva sebesar 0,661 artinya bahwa setiap perubahan
satu satuan aktiva (laporan keuangan) maka struktur modal akan mengalami kenaikan
sebesar 0,661 %. Dalam hal ini faktor lain yang mempengaruhi struktur modal
dianggap tetap.
 Koefisien regresi untuk Operating Leverage sebesar -0,271 artinya bahwa setiap
perubahan satu satuan DOL (Degree of Operating Leverage), maka struktur modal
akan mengalami penurunan sebesar 0,271 kali. Dalam hal ini faktor lain yang
mempengaruhi struktur modal dianggap tetap.
1) Analisis Korelasi
Untuk melihat pengaruh struktur aktiva dan DOL terhadap struktur modal dilakukan
analisis korelasi. Koefisien korelasi pearson antara struktur aktiva dengan struktur modal
adalah 0,175 dengan nilai signifikan 0,177, antara DOL dan struktur modal adalah -0,094
dengan nilai signifikan 0,310. Dengan melihat kondisi tersebut dimana nilai sig lebih besar
(0,177) alpha (0,05) untuk struktur aktiva dengan struktur modal, maka Ha ditolak.
Sedangkan untuk DOL dan struktur modal nilai sig lebih besar (0,310) alpha (0,05) maka Ha
ditolak. Berarti untuk analisis korelasi struktur aktiva dan DOL tidak berpengaruh terhadap
struktur modal. Untuk nilai koefisien determinasi (r2) dari koefisien korelasi struktur aktiva,
DOL dan struktur modal adalah 0,041 (pada tabel 11), hal ini berarti perubahan yang terjadi
pada struktur modal sebesar 4,1% dipengaruhi oleh struktur aktiva dan operating leverage,
sisanya 95,9% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil analisis korelasi dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 12.4. Hasil Analisis Korelasi
Correlations
Struktur Modal Struktur Aktiva
DOL
Pearson Correlation Struktur Modal
1.000
.175
-.094
Struktur Aktiva
.175
1.000
.030
-.094
.030
1.000
Struktur Modal
.
.177
.310
Struktur Aktiva
.177
.
.438
DOL
.310
.438
.
Struktur Modal
30
30
30
Struktur Aktiva
30
30
30
DOL
30
30
30
DOL
Sig. (1-tailed)
N
Sumber: Analisis data 2014
2) Hasil Uji t (Uji Parsial)
Untuk menguji signifikan koefisien regresi digunakan uji t. Uji t digunakan untuk
mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen, yaitu Struktur Aktiva dan DOL,
90
terhadap variabel dependennya, yaitu struktur modal pada perusahaan makanan dan minuman
di BEI tahun 2008-2010. Pengambilan keputusan didasarkan pada probabilitas signifikansi
0,05 (5%). Jika signifikansi lebih kecil atau sama dengan 0,05 (≤ 0,05) maka hipotesis kerja
(H0) diterima dan sebaliknya.
Tabel 12.5. Hasil Uji t (Parsial)
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
B
1
(Constant)
Struktur
Aktiva
Standardized
Coefficients
Std.
Error
t
Sig.
Beta
27.574
38.442
.661
.700
DOL
-.271
.515
a. Dependent Variable: Struktur Modal
Sumber: Analisi data 2014
.717
.479
.178
.944
.353
-.099
-.527
.602
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS 16.0 For
Windows seperti terlihat pada tabel 8 menunjukkan bahwa nilai thitung masing-masing variabel
struktur aktiva dan DOL adalah 0,994 dan -0,527 dengan ttabel sebesar 1,699 yang diperoleh
dengan α= 5% (0,05) dan dk 27 (n-3). Hal ini menunjukkan bahwa pada struktur aktiva thitung
lebih kecil dari ttabel (0,994 < 1,703), dengan tingkat signifikan 0,353 yang lebih besar dari
0,05. Dengan demikian variabel struktur aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap
struktur modal. Untuk variabel DOL menunjukkan hal yang sama, yaitu t hitung lebih kecil dari
ttabel (-0,527 < 1,703) dengan nilai signifikan 0,602 yang lebih besar dari 0,05. Dengan
demikian variabel DOL tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Ini berarti Ho diterima.
3) Hasil Uji F (Uji Simultan)
Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara variabel struktur aktiva, dan
operating leverage (DOL) secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel struktur modal
pada perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007-2010,
dilakukan Uji F (Uji Simultan) tingkat signifikan 5% (0,05).
Hipotesis akan didukung bila Fhitung lebih besar dari Ftabel dan nilai signifikan lebih
kecil dari 0,05 maka Ho ditolak. Berarti terdapat pengaruh signifikan antara variabel
independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk lebih jelasnya hasil
perhitungan dapat dilihat pada tabel 16.
Tabel 12.6. Hasil Uji F (Simultan)
ANOVAb
Sum of
Squares
Model
1
Regression
Residual
df
Mean Square
2463.061
2
1231.530
58292.139
27
2158.968
F
.570
Sig.
.572a
Total
60755.200
29
a. Predictors: (Constant), DOL, Struktur Aktiva
b. Dependent Variable: Struktur Modal
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS 16.00 For
91
Windows seperti terlihat pada tabel 16, diperoleh nilai Fhitung sebesar 0,570 dengan signifikan
0,572 dan Ftabel senilai 3,33. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil dari
Ftabel (0,570 < 3,33), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen (struktur aktiva
dan DOL) secara bersama-sama (simultan) tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur
aktiva. Ini berarti, Ho diterima.
B. Analisis Pengaruh Struktur Aktiva dan Operating Leverage terhadap Struktur
Modal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur aktiva berpengaruh positif tetapi tidak
signifikan terhadap struktur modal, sedangkan operating leverage (DOL) berpengaruh negatif
dan tidak signifikan terhadap struktur modal. Berdasarkan analisis regresi linear berganda
(tabel 10) dari perhitungan masing-masing perusahaan menunjukkan bahwa Y = 27,574 +
0,661 (X1) - 0,271 (X2). Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa jika X1 (Struktur
Aktiva) meningkat sebesar satu satuan maka variabel Y (Struktur Modal) akan meningkat
sebesar 0,661. Sedangkan jika X2 (Operating Leverage) meningkat sebesar satu satuan maka
variabel Y (Struktur Modal) mengalami penurunan sebesar 0,271. Atau dengan kata lain dari
persamaan diatas dapat dilihat bahwa setiap penambahan struktur aktiva sebesar 1 % maka
variabel terikat struktur modal akan naik sebesar 0,661 %. dan pengurangan variabel bebas
DOL 1 kali maka variabel terikat struktur modal akan naik sebesar 0,271 kali. Model regresi
ini memiliki nilai konstanta 27,574, hal ini berarti apabila strutkur aktiva dan operating
leverage bernilai nol maka struktur modal akan menjadi 27,574.
Untuk menguji signifikan koefisien regresi digunakan uji t. Berdasarkan hasil
analisis pada tabel 6, menunjukkan bahwa nilai thitung masing-masing variabel struktur aktiva
dan DOL adalah 0,994 dan -0,527 dengan ttabel sebesar 1,703. Hal ini menunjukkan bahwa
pada struktur aktiva thitung lebih kecil dari ttabel (0,994 < 1,703), dengan tingkat signifikan
0,353 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian variabel struktur aktiva tidak berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal. Untuk variabel DOL menunjukkan hal yang sama, yaitu thitung lebih kecil dari ttabel (-0,527 < 1,703), dengan nilai signifikan 0,602 yang lebih besar dari
0,05. Dengan demikian variabel DOL tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Ini berarti
Ho diterima.
Perusahaan yang mempunyai struktur aktiva akan mengoptimalkan aktiva tetap
tersebut untuk meningkatkan tingkat leverage sehingga perusahaan yang bersangkutan akan
banyak menggunakan utang jangka panjang daripada modal sendiri. Kepemilikan aktiva
tersebut juga dapat memelihara nilai likuidasi perusahaan, sehingga proporsi aktiva yang
lebih besar akan mendorong pemberi pinjaman untuk memberikan pinjaman.
Tidak berpengaruhnya struktur aktiva terhadap strutkur modal disebabkan oleh
kurangnya kemampuan perusahaan untuk memaksimalkan nilai aktiva tetap dengan
menggunakan utang jangka panjang. Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya lebih
banyak menggunakan modal sendiri sehingga modal dan laba tahun berjalan dalam
perusahaan akan berkurang untuk membiayai aktiva tetap. Sedangkan untuk operating
leverage karena sebagian perusahaan terutama pihak manajer dalam memutuskan struktur
modal kurang memperhatikan masalah risiko bisnis yang dihadapi, sehingga perusahaan
cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan yang dimiliki karena dengan
demikian perusahaan akan mempunyai risiko bisnis yang lebih kecil.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian laporan arus kas dan profitabilitas terhadap return
saham perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dapat
disimpulkan sebagai berikut :
92
1.
2.
3.
Hasil analisis regresi ganda menunjukkan persamaan:
Ŷ = 27,574 + 0,661(X1) - 0,271 (X2), yang berarti bahwa nilai konstanta 27,574 adalah
besarnya struktur modal tanpa mempertimbangkan tinggi rendahnya struktur aktiva dan
operating leverage (DOL).
Hasil uji hipotesis secara parsial menunjukkan bahwa :
 Struktur Aktiva tidak berpengaruh terhadap struktur modal pada perusahaan makanan
dan minuman di BEI tahun 2008-2010
 Operating Leverage (DOL) tidak berpengaruh terhadap struktur modal pada
perusahaan makanan dan minuman di BEI tahun 2008-2010.
Struktur aktiva dan operating leverage secara bersama-sama (simultan) tidak
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Ini disebabkan oleh kurangnya
kemampuan perusahaan untuk memaksimalkan aktiva tetap dengan menggunakan utang
jangka panjang. Pihak perusahaan lebih banyak menggunakan modal sendiri, sehingga
modal dan laba tahun berjalan dalam perusahaan akan berkurang untuk membiayai
aktiva tetap. Akibatnya tingkat leverage akan rendah dan risiko bisnis yang dihadapi
akan lebih kecil.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka penulis mengajukan beberapa
saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi perusahaan sampel, dalam mengambil ,
keputusan yaitu:
1. Meskipun struktur aktiva dan operating leverage tidak berpengaruh secara signifikan tapi
sebaiknya dipertimbangkan agar pengambilan keputusan mengenai sumber pendanaan
dapat dilakukan dengan tepat terutama yang bersumber dari utang dan modal sendiri
sehingga keseimbangan finansial dan struktur modal yang optimal dapat dicapai. Hal
tersebut dapat tercapai apabila jumlah utang yang dimiliki perusahaan tidak melebihi dari
jumlah modal sendiri.
2. Agar perusahaan memiliki struktur modal yang baik maka perusahaan harus
memperhatikan struktur modal. Struktur modal dikatakan baik jika jumlah utang jangka
panjang lebih kecil dibandingkan modal sendirinya. Sehingga dapat dikatakan aktiva
perusahaannya dibiayai oleh modal sendiri yang dimiliki perusahaan tersebut.
3. Penelitian ini menggunakan 2 variabel independen yaitu struktur aktiva dan operating
leverage. Kedua variabel tersebut hanya mempengaruhi struktur modal sebesar 4,1%,
sisanya 95,9% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Dengan demikian masih ada variabel lain di luar penelitian yang bisa dijadikan variabel
independen.
4. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti faktor-faktor lain yang
mempengaruhi struktur modal selain faktor struktur aktiva dan operating leverage pada
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Baridwan, Zaki. 2010. Intermediate Accounting. Edisi ke-8. Yogyakarta: BPFE.
Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston. 2006. Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan.
Buku II. Jakarta: Salemba Empat.
Gurajati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga.
Jumingan. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hakim, Abdul. 2004. Statistika Deskriptif untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta:
EKONISIA.
Husnan, Suad. 2001. Pembelanjaan Perusahaan (Dasar–Dasar Manajemen Keuangan).
Yogyakarta : Liberty.
93
Download