BIODEGRADASI PETROLEUM OLEH BAKTERI DARI SEDIMEN SUNGAI TALLO MAKASSAR Agus Darmawan Idris1 ABSTRACT The purpose of this riset is to detect biodegradation capacity by bacteria from sediment river tallo makassar towards pollution from spilled oil around the river stream, this riset uses method sterilely sampling in 3 different points stasion around tallo river stream. From prakultur stage and stage culture. in observation is got 2 different isolat from sample stasion 1 and 1 isolat from sample stasion 2 with different 2 isolat from sample stasion 3, all morphology of this bacteria is a stick type and belong gram negative. Analysis towards biodegradation capacity of bacteria is by visual observation during incubation period with existence of emulsifikasi phenomenon and colour change. in quantitative test of biodegradation capacity from each stasion, known the biggest biodegradation capacity happen in sample from stasion 2 that is 46,16 % and furthermore sample from stasion 1 that is 40,5 % with stasion 3 that is 22,05 %. in qualitative test uses kromatografi gas, based on result kromatogram relative perfect carbon chain severance happen in sample from stasion 2 that can degradation carbon chain c13 until c24 and in sample from stasion 1 carbon degradation process happens in carbon c13, c19, c22, c23, c27 while in sample from stason 3 degradation process happens in carbon c16, c18, c22, and c24 PENDAHULUAN Meningkatnya pembangunan industri di sekitar daerah aliran sungai serta pemanfaatan sungai dalam aktivitas transportasi masyarakat merupakan salah satu faktor yang memberikan dampak besar terhadap pencemaran oleh minyak di daerah sungai. Selain itu kadang terjadi kecelakaan di dalam kegiatan pengangkutan minyak secara besar- besaran di lautan sehingga sejumlah kecil dari minyak mentah dan minyak olahan masuk ke daerah estuaria dan sungai sebagai dampak dari kecelakaan kapal tangki saluran minyak dan lainlain dan sebagai konsekwensi dari aktivitas perminyakan di lautan (Whitham B.T., 1974). Akibat dari pencemaran akan memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan masyarakat di sekitar sungai dan juga akan merusak ekosistem sungai yang akan mengancam kehidupan berbagai organisme yang hidup di sungai tersebut. Penanggulangan polusi minyak dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu secara fisik, kimia dan biologi. Secara fisik, misalnya dengan penjaringan lapisan minyak yang mengapung. Hal ini mempunyai konsekuensi penyediaan sarana-prasarana pembuangan minyak bumi yang bersangkutan, yang apabila jumlah polutan meliputi jutaan metrik ton tentu akan menimbulkan masalah baru. Secara kimia, antara lain dilakukan dengan penggunaan senyawa dispersan atau surfaktan, tetapi dispersan justru dapat menimbulkan dampak negatif yang justru lebih tinggi dibandingkan polusi minyak itu sendiri. Beberapa dispersan mengandung senyawa kimia yang menghambat aktifitas mikroba (Erni Martani, 1992). Secara mikrobiologis, hal ini dilakukan dengan usaha menginokulasikan mikroba pendegradasi minyak bumi atau divariasi dengan usaha tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroba inokulan tersebut (misalnya penambahan nutrient tertentu yang merupakan faktor pembatas aktivitas mikroba). Sehinga dapat mengubah limbah minyak yang berbahaya menjadi senyawa yang dapat dimanfaatkan oleh 1 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Hasanuddin 1 organisme yang lain. Cara mikrobiologi ini merupakan salah satu cara yang saat ini dikembangkan oleh beberapa negara maju, seperti Jepang dan Kanada (Erni Martani, 1992). Para ahli telah berhasil mengisolasi beberapa bakteri yang mampu menggunakan minyak pencemar sebagai sumber karbon dan energi, yang pada akhirnya minyak didegradasi menjadi karbondioksida dan air. Oleh Rhenheimer (Aquatic Microbiology,1994) menyatakan bahwa Fuhs telah berhasil mengisolasi bakteri yang mampu mendegradasi hidrokarbon yang terdapat di dalam sediment, danau dan kolam. Pada kondisi yang sesuai hampir semua hidrokarbon dapat dihancurkan oleh mikroorganisme, bakteri pendagradasi tersebut di dominasi oleh beberapa genera yaitu Pseudomonas, Vibrio, Spirillum, Flavobacterium, Achromobakter, Bacillus dan Nocardia . Keberhasilan para ahli tersebut mendorong peneliti untuk melakukan isolasi bakteri pada daerah sungai yang berperanan sebagai sarana dalam aktivitas transportasi perairan dan merupakan tempat pembuangan limbah-limbah industri. BAHAN DAN METODOLOGI Bahan-bahan yang digunakan adalah : sampel dari bagian sedimen Sungai Tallo, NaOH, Toluen, Kalium Hidroksida (KOH), Metanol-KOH, H2SO4, FeSO4, K2HPO4, , Silika Gel, Extrack ragi, Bacto Agar, Glas Wall, HCl, Kristal violet (90%), Ethanol (95 %), Amonium oksalat, Iodium, Kalium Iodida, Alkohol (96%), Safranin, Aquades, Spiritus, Petrolum jenis Sahara HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, bakteri yang digunakan adalah bakteri yang diisolasi dari Sedimen di perairan sungai Tallo Makassar, lokasi pengambilan sampel di lakukan pada aliran sungai Tallo di sekitar kawasan Industri Makassar (PT. KIMA). Pada pengambilan sampel di tetapkan 3 stasion, dengan jarak antara stasion sekitar 300-500 meter. Penentuan lokasi untuk setiap stasion didasarkan oleh kondisi dan letak dari masing-masing stasion terhadap aliran limbah industri yang mengandung hidrokarbon dan limbah rumah tangga. (Peta Terlampir). Lokasi stasion I merupakan aliran sungai Tallo yang berasal dari pertemuan aliran sungai di kota Makassar dan daerah sekitar pemukiman penduduk, terletak sekitar 300-500 meter sebelum stasion II dengan kondisi air coklat dan keruh dan terlihat limbah rumat tangga . Stasion II merupakan muara dari aliran sungai kecil yang melewati kawasan Industri secara langsung, dengan kodisi air yang keruh. Sedangkan pada Stasion III berada lebih dekat dari muara dibandingkan letak staion yang lain, terletak sekitar 300-500 meter setelah stasion II dengan kondisi air yang keruh dan agak kehitaman . Secara visual, di permukaan perairan pada setiap stasion tampak lapisan-lapisan tipis petroleum, hal ini dapat disebabkan meningkatnya pembangunan industri di sekitar daerah aliran sungai serta pemanfaatan sungai dalam aktivitas transportasi masyarakat. Untuk data penunjang, dilakukan pengukuran parameter fisika-kimia dari setiap stasion. Pengukuran parameter fisika - kimia dapat dilihat pada tabel berikut ini 2 Tabel 1.1 Data Parameter Fisika- Kimia Pada Perairan Sungai Tallo Makassar. Stasion Parameter Kimia 1 Fisika Salinitas : 18 Kedalaman : 2 (‰) 2,5 m Suhu : 32oC pH : 6,5 2 Salinitas : 18 Kedalaman : 1 (‰) 1,5 m Suhu : 32oC pH : 6,5 3 Salinitas : 19 Kedalaman : 1 (‰) 1,5 m Suhu : 32oC pH :7 Sumber: Analisis Data Tekstur Sedimen Berlumpur, berwarna kecoklatan, bau menyengat Berlumpur, berwarna coklat , bau menyengat, Berpasir, berwarna kehitaman, bau sangat menyengat A. Petroleum Sebagai Sumber Karbon Jenis petroleum yang digunakan dalam penelitian ini adalah petroleum jenis Sahara. Petroleum Sahara berwarna coklat kehitaman dan encer. Komposisi kimia dari petroleum jenis Sahara mengandung berbagai jenis campuran hidrokarbon aliphatik dan aromatik serta sejumlah kecil senyawa yang mengandung nitrogen, sulfur dan oksigen dan berbagai logam namun ikatan kimianya tidak diketahui secara pasti. B. Seleksi Dan Pembiakan Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon Untuk mendapatkan bakteri yang mempunyai kemampuan untuk mendegradasi hidrokarbon, maka terlebih dahulu dilakukan beberapa tahap pertumbuhan dan penyeleksian. Tahapan yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu : Pembuatan suspensi, tahap prakultur dan tahap kultur. C. Pengamatan Pertumbuhan Bakteri Secara Visual Proses pertumbuhan bakteri pendegradasi hidrokarbon dalam media kultur, akan nampak setelah beberapa hari inkubasi. Pertumbuhan ini diamati dari perubahan warna kultur, emulsifikasi dan pengurangan jumlah petroleum Perubahan ini membuktikan adanya aktifitas pertumbuhan bakteri pada substrat yang diberikan. Dari hasil pengamatan visual, menunjukkan bahwa telah terjadi pertumbuhan bakteri pendegraadsi hidrokarbon yang diperoleh dari tiap stasion. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan warna masing-masing kultur dari tiap-tiap stasion yang semula bening pada masa awal tahap kultur , berubah menjadi kuning keruh untuk kultur dari stasion I, krem kekuningan untuk kultur dari stasion II dan coklat muda untuk kultur dari stasion III. Hal ini diikuti dengan terjadinya pengurangan petroleum secara kuantitas. Pengurangan jumlah petroleum untuk setiap kultur tidak dapat diukur secara pasti untuk setiap pengamatan visual yang dilakukan, sehingga nilai yang dicantumkan dalam tabel adalah perkiraan dalam persentase. Pada awal kultur 1 x 24 jam sebagian besar petroleum berada dipinggir dan melekat pada dinding erlenmeyer namun setelah 4 x 24 jam sampai 6 x 24 jam terjadi pengurangan jumlah petroleum yang melekat pada dinding erlenmeyer . Kemungkinan hal tersebut 3 disebabkan adanya bakteri yangt tumbuh pada media kultur tersebut menghasilkan zat yang bersifat pengemulsi mengakibatkan bekurangnya petroleum yang melekat pada dinding erlenmeyer. Zat yang bersifat pengemulsi atau emulsan adalah senyawa yang dapat dihasilkan oleh bakteri yang ditumbuhkan pada substrat, senyawa tersebut dapat menurunkan tegangan permukaan antara air dan minyak, sehingga memungkinkan terjadinya proses antara keduanya. Husain et.al. (.1997), mengemukakan bahwa mikroba yang tumbuh pada substrat yang mengandung senyawa hidrokarbon dapat mensekresikan senyawa yang bersifat pengemulsi dan dikenal dengan nama "biosurfactan". Surface Active Agent" disingkat dengan "surfactan" adalah bahan kimia dengan struktur molekul terdiri atas satu grup hidrofobik berafinitasrendah terhadap fase "aqueous" dan satu grup hidrofilik yan mudah larut dalam fase "aqueous" Rembeliosari et.al., dalam Austin (1993), mengatakan bahwa pertumbuhan bakteri hidrokarbon mendorong produksi "biosurfaktan" yang dapat mengemulsi substrat. Demikian juga Veshuren dan Vischer dalam Gunalan (1993), mengemukakan bahwa "surfaktan" dapat meningkatkan keberadaan polutan hidrofobik dalam fase "aqueous" dan melepaskan ikatan polutan dengan pertikel padar. Pada masing-masing kultur terlihat adanya endapan-endapan berbentuk butirbutiran pada dasar erlenmeyer. Husain et.al.,(1997), mengemukakan bahwa bakteri mengeluarkan sekret metabolit yang memungkinkan bakteri untuk dapat melekat atau membungkus senyawa hidrokarbon membentuk gerombolan-gerombolan yang menyerupai anggur. Cara ini dikenal dengan fenomena adderens. D. Pertumbuhan Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon Pengukuran pertumbuhan bakteri pendegradasi Hidrokarbon dilakukan berdasarkan kekeruhan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 610 nm. Hasil pengukuran tersebut dari masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Pengamatan Pertumbuhan Populasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon Waktu Inkubasi (Jam) 0 24 48 72 96 126 148 160 192 216 240 264 288 312 336 Nilai Densitas Optik (DO) bakteri pada 610 nm S1 S2 S3 0,125 0,108 0,125 0,155 0,130 0,154 0,187 0,162 0,174 0,227 0,200 0,201 0,252 0,240 0,222 0,292 0,301 0,237 0,328 0,349 0,252 0,367 0,420 0,263 0,398 0,461 0,276 0,432 0,509 0,285 0,456 0,523 0,292 0,469 0,532 0,301 0,475 0,551 0,310 0,495 0,569 0,328 0,509 0,585 0,337 Sumber: Analisis Data 4 Nilai yang didapat dari hasil pengukuran diatas kemudian di plot pada kertas semilogaritma untuk membuat kurva pertumbuhan populasi bakteri, dengan nilai DO yang diproyeksikan sebagai sumbu Y dan waktu inkubasi sebagai sumbu X dapat dilihat pada grafik 1 (Gambar 3). S1 S2 S3 (JAM) Gambar 1.1 Kurva Pertumbuhan Populasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon dari Sedimen Sungai Tallo Makassar. Keterangan : - S1 : sampel dari stasion - S2 : sampel dari stasion - S3 : sampel dari stasion Pengukuran pertumbuhan berdasarkan pada tingkat kekeruhan (densitas optik) dari masing-masing kultur, dengan asumsi bahwa peningkatan kekeruhan terjadi disebabkan adanya pertumbuhan bakteri. Pada kurva pertumbuhan sampel S1 diperoleh densitas optik (DO) pada awal masa inkubasi yaitu 0,125, dan memasuki fase eksponensial terdapat kenaikan densitas optik (DO) menjadi 0,252, dan cendrung naik hingga akhir masa inkubasi (15 x 24 ). Pada kurva ini tidak teramati adanya fase adaptasi namun langsung masuk ke fase eksponensial dengan fase yang cendrung linier. Untuk kurva pertumbuhan sampel S2 diperoleh densitas optik (DO) pada awal masa inkubasi yaitu 0,108 pada waktu memasuki fase eksponensial terdapat kenaikan densitas optik (DO) menjadi 0,240 dan cendrung naik hingga akhir masa inkubasi (15 x 24 ),.pada kurva ini juga tidak teramati adanya fase adaptasi namun langsung masuk ke fase eksponensial dengan fase yang cendrung linier. Dari hasil pengamatan fase eksponensial pada kurva ini lebih tinggi dari pada fase eksponensial dari kultur yang lain. Nilai densitas optik (DO) pada awal masa inkubasi untuk kurva pertumbuhan sampel S1 yaitu 0,125, dan pada waktu memasuki fase eksponensial terdapat kenaikan densitas optik (DO) menjadi 0,252, dan cendrung naik hingga akhir masa inkubasi (15 x 24 ). Pada kurva ini tidak teramati adanya fase adaptasi namun langsung masuk ke fase eksponensial dengan fase yang cendrung linier. Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa pertumbuhan bakteri pendegradasi hidrokarbon yang paling cepat terjadi pada sampel S2 dibandingkan sampel S1 dan S3, hal ini dapat terjadi karena sampel S2 berasal dari stasion 2 yang terletak di daerah terdekat dengan kawasan industri dan di daerah tersebut lebih banyak terdapat petroleum 5 dibandingkan stasion 1 dan stsion 3, sehingga sampel bakteri dai stasion 2 memiliki kapasitas yang tinggi untuk mendegradasi hidrokarbon yang berasal dari petroleum. Diperolehnya bentuk kurva pertumbuhan dengan fase linier dikarenakan masih tersedianya cukup susbtrat yang memungkunkan untuk tumbuh, setelah terlebih dahulu mengalami fase perlambatan yang disebabkan berbagai faktor penghambat pertumbuhan. Namun secara rasio perbandingan nilai pembelahan sel lebih dominan dibandingkan sel yang mengalami kematian. Setelah fase logaritma, maka pertumbuhan sel bakteri akan memasuki fase yang diperlambat. Hal tersebut disebabkan oleh karena kehabisan nutrisi dan adanya akumulasi senyawa toksik yang dihasilkan dari metabolisme sel. Selanjutnya Pertumbuhan sel akan memasuki fase stasioner, fase dimana jumlah sel yang membelah sama dengan jumlah kematian sel yang tua (Pelczar dan Chan, 1986). Adanya kemungkinan penurunan nilai densitas optik setelah fase linear dapat disebabkan berbagai faktor yang dapat menghambat pertumbuhan. Dan kurva pertumbuhan yang cendrung meningkat kembali dikarenakan masih terjadinya cukup substrat yang memungkinkan untuk tumbuh. E. Analisa Biodegradasi Secara Kuantitatif Pengukuran efektifitas biodegradasi melalui perhitungan persentase hidrokarbon yang hilang atau terdegradasi oleh bakteri dimaksudkan untuk menentukan kapasitas biodegradasi secara kuantitatif Dari proses ekstraksi didapatkan ekstrak bahan organik (EBO) yang berbeda beratnya untuk masing-masing sampel, seperti pada tabel dibawah ini Tabel 1.3. Hasil Analisa Kuantitatif Biodegradasi Petroleum Jenis Sahara Berat Berat Kontrol Awal (gram) 0,5696 Akhir (gram) 0,5684 1 0.5749 0.1699 40,38 % 2 0.5753 0.1137 46,02 % 3 0.5751 0.3546 21,93 % Stasion Persentase biodegradasi (%) - Sumber: Analisis Data Dari hasil pengamatan pada tabel 1.3 menunjukkan bahwa tingkat biodegradasi dari sampel pada stasion 2 menunjukkan persentasi yang paling tinggi yaitu 46,02 % dan selanjutnya sampel dari stasion 1 yaitu 40,38 %, sedangkan tingkat biodegradasi sampel dari stasion 3 menunjukkan persentase terendah yaitu 21,93 %. Tingginya tingkat degradasi pada sedimen juga telah dikemukakan oleh beberapa ahli bahwa jumlah bakteri pendegradasi hidrokarbon jauh lebih besar pada sedimen dibandingkan dengan yang terdapat pada badan air. (Linstrom,.1991). Adanya perbedaan dari persentase bidegradasi secara kuantitatif untuk masing-masing kultur dati tiap stasion disebabkan kemampuan yang berbeda-beda dari masing-masing kultur dalam mendegradasi petroleum. Rendahnya tingkat biodegradasi pada sampel dari setiap stasion 3 disebabkan beberapa faktor yang berpengaruh antara lain letak lokasi stasion 3 yang berdekatan dengan 6 muara sungai dan pemukiman penduduk sehingga perairan di daerah tersebut terakumulasi dengan berbagai polutan dan sampah-sampah organik yang memungkinkan bakteri di daerah tersebut lebih cendrung memetabolisme bahan organik dari sampah-sampah organik dan sumber nutrien lainnya dibandingkan mendegradasi hidrokarbon, sehingga pada tahap kultur bakteri dari stasion 3 susah beradaptasi dengan sumber karbon dari petroleum, selain itu faktor lain yang menghambat adalah kepekatan hara makanan organik dan komposisi kimia dari minyak. Disamping itu pula kemungkinan adanya baketri yang menghasilkan produk metabolik yang bersifat toksik bagi bakteri lainnya, sehingga proses biodegradasi tersebut tidak mencapai tingkat yang lebih tinggi. F. Analisa Biodegradasi Secara Kualitatif Untuk mengetahui efektifitas biodegradasi dari masing-masing sampel pada tiap stasion maka dilakukan pengujian biodegradasi secara kuaitatif untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam memutuskan jenis rantai karbon yang terdapat di dalam petroleum pada proses degradasi. Masing-masing sampel dari ketiga stasion dan kontrol terlebih dahulu diadakan pemisahan (fraksinasi) dengan menggunakan kolom fraksinasi. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan fraksi alkana dengan fraksi aromatiknya, selanjutnya hanya fraksi alkana yang dapat dibaca atau dilewatkan pada alat kromatografi fase gas yang digunakan. Setelah diinjeksikan ke dalam kromatografi fase gas, selanjutnya diperoleh hasil kromatogram yang berupa pik. Biodegradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme sebagian besar dikontrol oleh faktor abiotik. Secara umum faktor tersebut mempengaruhi mikroba dan aktifitas enzim. Kemudian ketahanan polutan petrolum juga bergantung pada kuantitas dan kualitas dari campuran hidrokarbon yang dikandung dan sifat yang mempengaruhinya seperti tempratur, nutrien dan oksigen (Bertrand 1986). Menurut Jalaluddin, proses penguraian hidrokarbon minyak bumi berlangsung tidak secara keseluruhan tetapi dengan urutan : sebagian atau seluruh senyawa nalkana, hanya sedikit senyawa alkana dengan rantai bercabang, sikloalkana dan aromatik dengan jumlah cincin rendah. Gambar 1.2. Kromatogram kontrol dengan substrat petroleum Sahara 7 Gambar 1.3. Kromatogram kultur S1 dengan substrat petroleum Sahara Gambar 1.4. Kromatogram kultur S2 dengan substrat petroleum Sahara Gambar 1.5. Kromatogram kultur S3 dengan substrat petroleum Sahara Rantai karbon yang mengalami pemutusan selama masa inkubasi yaitu + 15 hari. akan dapat diketahui dengan membandingkan kromatogram sampel dan kontrol Hasil kromatogram yang di dapat dibandingkan dengan kromatogram kontrol pada petrolum yang sama.. Pemutusan rantai karbon ini dapat dilihat pada Gambar 1.2, 1.3, 1.4 dan 1.5. Pada Kromatogram kultur dari stasion 1 (Gambar 1.2) rantai karbon n-alkana (C10C30) dapat terputus, hal ini terlihat pada rantai karbon C 13, C19, C22, C23 dan C27 dapat terputus dengan baik. Kemampuan pemutusan rantai karbon dari fraksi alkana yang terkandung dalam substrat berhubungan dengan tingginya kemampuan bakteri untuk menyerang dan memutuskan rantai karbon tersebut. Untuk Kromatogram kultur dari stasion 2 (Gambar 1.3) rantai karbon n-alkana (C10C30) dapat terputus, hal ini terlihat pada rantai karbon C 13 sampai C24 dapat terputus dengan sempurna.. Banyak rantai karbon yang putus pada sampel dari tiap-tiap stasion, kemungkinan disebabkan oleh kemampuan bakteri pendegradasi hidrokarbon yang sangat 8 tinggi, selain itu komposisi kimia dari petroleum jenis Sahara yang kemungkinan mempunyai rantai n-alkana yang tidak terlalu panjang atau bercabang sehingga memudahkan bakteri memutuskan rantai karbon tersebut Kromatogram kultur dari stasion 3 (Gambar 1.4) menunjukkan terputusnya rantai karbon n-alkana (C10-C30), hal ini terlihat pada rantai karbon C16, C18, C22, C24 dengan baik. Semantara itu dalam NAS (1975), mengatakan bahwa laju biodegradasi bergantung pada komposisi kimia hidrokarbon itu sendiri, makin panjang rantainya, maka makin sulit terdegradasi. G. Pertumbuhan Bakteri pada Media Agar Padat Penanaman pada media agar cawan bertujuan untuk mendapatkan koloni bakteri yang benar-benar terpisah yang dilanjutkan dengan pengamatan bentuk morfologi bakteri. Berdasarkan hasil pengamatan diatas, untuk sampel dari Stasion I didapatkan 2 isolat yaitu I1 dengan bentuk koloni circular dan I2 dengan bentuk koloni irregular, sedangkan dari sampel Stasion 2 didapatkan isolat I3 dengan bentuk koloni circular dan untuk sampel dari Stasion 3 didapatkan 2 isolat yaitu I 4 dengan bentuk koloni circular dan I5 dengan bentuk koloni Irreguler. (Gambar 9) Berdasarkan hasil pengamatan (tabel 4) ke-5 isolat tersebut ternyata semua merupakan golongan bakteri gram negatif dengan bentuk sel bakteri dari semua isolat adalah berbentuk batang. Pelczar dan Chan (1986), mengatakan bahwa dinding sel bakteri gram negatif memiliki kandungan lipid yang lebih tinggi (11%-22%) daripada dinding bakteri gram positif yang hanya 1%-4%. Pada saat pemberian cat kristal violet, zat yang bermuatan positif akan terikat pada dinding sel yang bermuatan negatif. Setelah ditetesi larutan yodium, maka yodium dan larutan kristal violet akan membentuk kompleks UK-Y antara dinding dan membran sel. Namun pada saat ditetesi larutan alkohol, lipid yang terdapat pada dinding sel bakteri terekstraksi sehingga pori-pori mengembang, kompleks UK-Y keluar dari sel dan menjadi tidak berwarna. Sehingga pada saat sel bakteri diberi cat lawan yaitu safranin maka sel akan menyerap cat tersebut yang mengakibatkan sel bakteri terlihat berwarna merah. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil yang diperoleh dari penelitian Biodegradasi petroleum oleh baketri dari sedimen sungai Tallo adalah Pada pengamatan visual selama masa inkubasi menampakkan adanya kemampuan sampel bakteri untuk tumbuh pada substrat hidrokarbon, hal ini dapat terlihat dari adanya fenomena emulsifikasi dan perlekatan oleh bakteri yang membungkus senyawa hidrokarbon membentuk gerombolan-gerombolan yang menyerupai anggur serta perubahan warna dan pengurangan petroleum yang terjadi pada setiap sampel dari masing-masing stasiun.. Pertumbuhan bakteri yang paling baik pada substrat hidrokarbon selama 15 hari (336 jam) pengamatan, terjadi pada sampel dari stasion 2 dengan nilai densitas optik pada akhir pengamatan yaitu 0,585 dan selanjutnya sampel dari stasion 1 dengan nilai densitas optik yaitu 0,509 serta sampel dari stasion 3 dengan nilai densitas optik yaitu 0,337 Untuk uji kuantitatif terjadi perbedaan kapasitas bidegradasi dari masing-masing stasion, kapasitas bidegradasi terbesar terjadi pada sampel dari stasion 2 yaitu 46,16 % dan selanjutnya sampel dari stasion 1 yaitu 40,5 % serta stasion 3 yaitu 22,05 %. Untuk uji kualitatif, berdasarkan hasil kromatogram pemutusan rantai karbon relatif sempurna terjadi pada sampel dari stasion 2 yang dapat mendegradasi rantai karbon c 13 sampai c24 dan pada sampel dari stasion 1 proses degradasi karbon terjadi pada karbon C 13, 9 C19, C22, C23, C27 sedangkan pada sampel dari stason 3 proses degradasi terjadi pada karbon C16, C18, C22, dan C24 Pada pengamatan morfologi bakteri didapatkan 2 isolat yang berbeda dari sampel stasion 1 dan 1 isolat dari sampel stasion 2 serta 2 isolat yang berbeda dari sampel stasion 3 yang semuanya berbentuk batang dan termasuk gram negatif. B. Saran Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai karakterisasi dari masing-masing isolat yang telah di dapat dan kemudian dilakukan pengujian kapasitas degradasi pada jenis petroleum yang lain. DAFTAR PUSTAKA Austin, B., 1993, Marine Microbiology, Cambridge University Press, London. Bertrand, J.C.,1986, Controlled Marine Ecosystem In The Invertigation Of Oil Biodegradation at sea, Microbiological Science, Vol 3 No7 Gunalan, 1993. Penerapan Bioremediation Untuk Melenyapkan Polutan Organik Dari Lingkungan.Fak. Pertanian. Universitas Sriwijaya Palembang Husain, D.R., Goutx M. Bezae, C. Gilewcs, M dan Bertrand, J.C., 1997, Morphological adaptation of Pseudomonas nautica strain 617 to growth on eicosone and modes of eicocone uptake, letters in Applied Microbiology Kelar, B.D. dan Jackson, J.B.C.1998, Long-Therm Assesment Of Oil Spill At Bahia Las Minas, Panama Us Departement of interior, Mineral Manegement Services, New Orleans. Martani, Erni, DR. IR, 1992, Monograf Bioteknologi Lingkungan , Pusat Antar Universitas (PAU), UGM. Yogyakarta. Pelczar M.J, dan Chan E.C.S., 1986, Dasar-dasar Mikrobiologi, Universitas Indonesia, Jakarta Rhenheimer, G., 1994, Aquatic Microbiology, Inst. Of Marine sciens, Univ. of Kiel Germany. Whitham B.T., 1974, Marine Pollution by oil, Applied Science publishers LTD 10 IDENTIFIKASI COLIFORM DARI SUMBER AIR BAKU PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA MAKASSAR2 Hasria Alang3, Hastuti4 ABSTRAK Air bersih adalah air yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya sesuai dengan peraturan pemerintah dan dapat diminum apabila dimasak. Untuk mengetahui kualitas air maka dapat dilihat dari higinitasnya menggunakan indeks Coliform atau Most Probable Number of Coliform Organisme (MPN) seperti peraturan menteri tentang kriteria standar kualitas yaitu PRRI No. 82/2001 that 1000 MPN/100 ml. Tujuan penelitin ini adalah untuk melihat kualitas air baku PDAM Makassar dengan melihat hadirnya bakteri pencemar dan mengidentifikasi bakteri kontaminan golongan Enterobacteriaceae dari sumber air baku PDAM Makassar. Teknik sampling penelitian yaitu Purpose sampling. Sampel diperoleh dari sumber air baku Panaikang/Ratulangi, Bili-bili and Somba Opu menggunakan botol transport dan selanjutnya di bawa ke Laboatorium Biologi STKIP-PI Makassar untuk uji Mikrobiologi. Deteksi jumlah bakteri Coloform dan Escherichia coli menggunakan metode MPN sesuai prosedur Waluyo yang meliputi uji penduga, uji penegas,uji lengkap dan pewarnaan gram. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai MNP Panaikang >1100 sel/100 mL sampel, Somba Opu 1100 sel/100 mL dan Bili bili 150 sel/100 mL sampel. ABSTRACT Clean water is the water that’s used for everyday purpose and its quality meets the requirements of applicable laws and regulations and can be drunk when cooked. To claim water quality in terms hygiene, can be used Coliform ideks or Most Probable Number of Coliform Organisme (MPN) in accordance with ministerial regulations microbiological quality standard criteria PRRI No. 82/2001 that 1000 MPN/100 ml. The aim of this study to see the quality of the raw water taps PDAM Makassar by looking at the presence of bacterial contaminants and identify bacterial contaminants Enterobacteriaceae from raw water source PDAM Makassar. Sampling techniques in this sudy is Purpose sampling. Samples taken from raw water Panaikang/Ratulangi, Bili-bili and Somba Opu using by transport bottle and further micrioblogical tested at Biology Laboratory at STKIP-PI Makassar. Deteremination of the number of Coliform bacterial and Escherichia coli with Waluyo procedure accordance with the MPN method covering Presumptive Test, Confirmed Test, Complete test and gram staining. The result of these study shows that the value of MPN Panaikang >1100 sel/100 mL sample, and Somba Opu 1100 sel/100 mL and than Bili bili 150 sel/100 mL sample. Key word : Coliform, Enterobacteriaceae, Medium pertumbuhan, PDAM 2 Hibah Penelitian Dosen Pemula Tahun 2014 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar. 4 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar. 3 11 PENDAHULUAN Air sebagai materi esensial dalam kehidupan tampak dari kebutuhan untuk keperluan sehari-hari. Semakin tinggi taraf kehidupan seseorang semakin meningkat pula kebutuhan manusia akan air. Jumlah penduduk dunia setiap hari bertambah, sehingga mengakibatkan jumlah kebutuhan air ikut meningkat. Mengutip Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan industri, terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Parameter Kualitas Air yang digunakan untuk kebutuhan manusia haruslah air yang tidak tercemar atau memenuhi persyaratan fisika, kimia, dan biologis. Syarat Biologis air yaitu tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit (Suriawiria,1996 ). Atau biasa lebih dikenl dengan nama Coliform. Coliform merupakan salah satu Indikator pencemaran mikrobiologi (Tururaja, Tresia & Rina Mongea. 2010). Beberapa bakteri Coliform ada yang bersifat pathogen atau menyebabkan penyakit. Karenanya, timbul istilah yang disebut sebagai water born deseases atau penyakit-penyakit yang dapat ditularkan melalui air (transmitted by water). Bakteri Coliform yang ada dalam air dikelompkkan dalam dua kelompok yaitu kelopok Fecal (Escherichia coli) dan Non-Fecal Coliform (Enterobacter aerogenus). Hadirnya Escherichia coli merupakan indikator adanya cemaran tinja dari manusia dan hewan berdarah panas, sedangkan Non-Fecal Coliform mengindikasikan adanya sanitasi yang kurang baik misalnya adanya bangkai dari hewan berdara panas lainnya. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya menayatkan bahwa bakteri Coliform ini menghasilkan zat etionin yang dapat menyebabkan kanker. Selain itu, bakteri pembusuk ini juga memproduksi bermacam-macam racun seperti indol dan skatol yang dapat menimbulkan penyakit bila jumlahnya berlebih di dalam tubuh (Pracoyo, 2006). E. coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan maupun manusia, sedangkan E.aerogenes biasanya di temukan pada hewan atau tanamantanaman yang telah mati PDAM Kota Makassar memberikan pelayanan air minum untuk penduduk wilayah kota Makassar secara keseluruhan. Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kota Makassar untuk melayani penyediaan air minumnya sebagian besar berasal dari air permukaan (sungai), yaitu Sungai Jeneberang (Intake Ratulangi dan Bili-bili/Somba Opu) dan dan Sungai Maros (bendung Lekopancing/Lekopadang) yang jaraknya sejauh ± 29,6 Km dari Kota Makassar Permasalahan dalam pengelolaan air baku pada kedua bendungan (Bili-bili dan Lekopancing/Lekopadang) tersebut adalah soal pencemaran. Misalnya pada bendungan Bilibili, disana ditemukan beberapa rumah makan yang limbahnya langsung dibuang ke dalam air sehingga memungkinkan timbulnya pencemaran biologi seperti Coliform (Anonim1, 2013). Ataukah air baku Panaikang yang disekitarnya banyak terdapat rumah penduduk serta tumpukan sampah yang kemungkinan akan menambah tingkat pencemaran Coliform dalam air baku tersebut. METODOLOGI Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui kualitas dan kandungan bakteri pencemar Coliform (Escherichia coli dan Coliform) dari sumber air baku PDAM Makassar. Pengambian sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik 12 purpose sampling. Sampel di ambil dari air baku Panaikan/Ratulangi, air baku Bili-Bili dan Somba Opu serta air PDAM Makassar yang diambil dari beberapa kecamatan sebagai pembanding. Teknik pengumpuan data meliputi pengenceran sampel dan pengujian sampel berdasarkan standar waluyo (2009) meliputi uji penduga menggunakan medium LB, uji penguat menggunakan medium BGLB, uji lengkap menggunakan medium EMBA dan SSA, serta uji morfologi/pewarnaan gram. Analisis data menggunakan teknik analisis secara kualitatif. Hasil analisis dibandingkan dengan peraturan tentang baku mutu lingkungan Standar Kualitas Air Baku untuk air minum mengacu pada : Peraturan Menteri Kriteria baku Mutu Mikrobiologi PRRI No. 82/2001 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian memperlihatkan bahwa bahwa nilai MNP Panaikang >1100 sel/100 mL sampel, Somba Opu 1100 sel/100 mL dan Bili bili 150 sel/100 mL sampel. Dari hasil uji lengkap juga mengindikasikan bahwa air baku PDAM Makassar mengandung bakteri Coliform Fecal yaitu Escherichia coli, dan Shigella, salmonella sp dan bakteri Fecal nonColiform yaitu Enterobacter aerogenes. Jumlah Escherichia coli terbanyak ditemukan secara berturut-turut yaitu pada air baku Panaikang, Somba Opu dan Bili-bili. Sedangkan untuk Salmonella ditemukan di air baku Panaikang dan Somba Opu, Shigella ditemukan di air baku Panaikang dan Enterobacter aerogenes terbanyak ditemukan di air baku Bili-bili Penelitian ini meliputi empat tahapan yaitu uji penduga menggunakan Lactosa Broth (LB), uji penegas menggunakan Brilliant Green Lactose Bile (BGLB), uji kesempurnaan menggunakan EMBA dan SSA dan pewarnaan gram. LB digunakan dalam uji penduga untuk mendeteksi adanya Coliform. Jika dalam sampel terbentuk gas maka hal ini menandakan bahwa proses fermentasi Coliform telah terjadi. Pemeriksaan lanjut bakteri coliform yaitu uji penegas pada medium BGLB. Uji penegas dilakukan untuk menegaskan keberadaan coliform karena pada uji penduga hasil yang positif tidak selalu disebabkan oleh adanya bakteri coliform. BGLB mengandung hijau brilian yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif tertentu selain coliform, juga mengandung eosin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan hanya dapat menumbuhkan bakteri gram negative. Pemeriksaan bakteri Escherichia coli dilakukan dengan menginokulasi 1 ose sampel yang ditelah ditanam dalam media uji penegas, pada media selektif yaitu Eosin Methylene Blue Agar (EMBA). Media ini merupakan media selektif untuk menumbuhkan Escherichia coli. EMBA mengandung laktosa, bila dalam biakan terdapat bakteri Escherichia coli maka asam yang dihasilkan dari fermentasi laktosa akan menghasilkan warna koloni yang spesifik untuk bakteri Escherichia coli yaitu koloni yang berwarna hijau dengan kilap logam sedangkan Coliform non fecal lain yang dapat tumbuh koloninya berwarna cokelat menunjukkan adanya Enterobacter aerogenes ataupun koloni yang tidak berwarna. SSA merupakan medium spesifik untuk menumbuhkan Salmonella sp dan Shigella sp. SSA mengandung pepton dan laktosa. Mikroba yang tumbuh pada medium ini akan memfermentasi laktosa sehingga menghasilkan warna pertumbuhan pada media. Salmonella sp akan menghasilkan warna koloni putih transparan sedangkan Shigella sp menghasilkan warna putih dengan tepi warna kehitaman. Pewarnaan gram berfungsi untuk membedakan antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Gram positif memberikan warna ungu sedangkan gram negative memberikan warna merah. Dinding sel bakteri gram positif tersusun dari peptidoglikan, sedangkan bakteri gram negatif tersusun dari lipid. Tahap awal dari pewarnaan adalah fiksasi yaitu melewatkan aposan bakteri di atas bunsen. Tujuan dari fiksasi adalah melekatkan bakteri agar dapat melekat kuat di atas objek glass serta membunuh bakteri tetapi tidak merusak dinding sel bakteri tersebut. Pewarnaan gram meliputi empat tahapan yaitu pemberian cat utama yaitu 13 cristal violet, mordan lugol, alkohol aceton, dan safranin. Hasil penelitian setelah pewarnaan gram dari medium EMBA dan SSA memberikan hasil berupa warna merah dan koloni yang berbentuk batang (bacil). Warna merah yang dihasilkan mengindikasikan bahwa bakteri tersebut adalah gram negatif. Escherichia coli, Enterobacetr aerogenes dan salmonella sp merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang. Dari hasil penelitian mengindikasikan bahwa air baku PDAM Makassar mengandung bakteri Coliform Fecal yaitu Escherichia coli, dan salmonella sp dan bakteri Fecal non-Coliform yaitu Enterobacter aerogenes. Untuk menentukan jumlah Escherichia coli dan Coliform dalam sampel menggunakan uji MPN (Most Probability Number/sebagai perkiraan jumlah individu bakteri). Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95% sehingga pada setiap nilai MPN. Satuan yang digunakan, umumnya per 100 ml atau per gram. Misalnya terdapat nilai MPN 10/gram dalam sampel air, artinya dalam sampel air tersebut diperkirakan setidaknya mengandung 10 coliform pada setiap gramnya. Makin kecil nilai MPN, maka makin tinggi kualitas air tersebut. Hasil penelitian menunjukkan adanya Escherichia coli dan Coliform untuk kedua Air baku tersebut. Nilai MPN untuk air baku PDAM Panaikang diperoleh >1100 sel/100 mL sampel, Somba Opu 1100 sel/100 mL sampel dan Bili-bili 150 sel/100 mL sampel. Air baku dari water treatment process atau air sungai yang baik seharusnya memiliki jumlah E.coli dan Coliform 0-1100 sel/100 mL sampel air (Lestari, 2013), sedangkan menurut (Anonim2, 2012) kriteria baku mutu mikrobiologi yaitu PPRI No 82 Tahun 2001 menyatakan bahwa baku mutu E.coli dan Coliform non Fecal adalah Coliform adalah 1000/100 ml. Hal ini berarti berdasarkan kriteria baku mutu mikrobiologi yaitu PPRI No 82 Tahun 2001 bahwa jumlah kontaminasi Escherichia coli dan Coliform non Fecal yang ditemukan pada sampel air baku Panaikang dan Somba Opu telah melebihi ambang batas. Sedangkan jumlah kontaminasi Escherichia coli dan Coliform non Fecal yang ditemukan pada sampel air baku Bili-bili masih dalam batas normal. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Hamluddin (2011) yang menemukan terjadinya penceman E.coli dan Coliform pada sumber air baku PDAM Tirta Bhagasasi dan dan PDAM Jaya Jakarta yang menemukan E.coli dan Coliform non Fecal diatas 1100/100 ml . Jumlah bakteri coliform dan E.coli di perairan ini dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang ada di sekitar tempat tersebut. Kepadatan penduduk menyebabkan lahan banyak digunakan untuk pemukiman dan pembangunan sehingga jarak antar rumah semakin dekat. Aktifitas penduduk dapat mempengaruhi kualitas air tanah karena semua aktifitas penduduk dapat menghasilkan limbah domestik yang berbeda-beda. Semakin tinggi tingkat aktifitas penduduk berarti semakin banyak limbah domestik yang dihasilkan penduduk dan menyebabkan semakin besar dampak atau pencemaran yang akan ditimbulkan terhadap kualitas air baku PDAM yang ada disekitarnya. Sumber E.coli dan Coliform bisa berasal dari limbah rumah tangga, bangkai ataupun kotoran hewan. Tingginya jumlah E.coli dan Coliform yang ditemukan pada air baku Panaikang dan Somba Opu di duga diakibatkan oleh saluran yang dilewati oleh aliran air baku telah tercemar oleh limbah rumah tangga seperti air buangan dari kamar mandi, WC, dapur dan bekas cucian yang dibuang oleh penduduk yang bermukim di pinggiran saluran air baku tersebut ataupun dari kantor, rumah makan, maupun rumah sakit sebagai limbah domestik. Sedangkan jumlah E.coli dan Coliform dari air baku Bili-bili jauh lebih sedikit karena saluran yang dilewati oleh aliran air baku IPA Bili-bili tidak melewati pemukiman penduduk sehingga kemungkinan untuk terjadinya tingkat pencemaran yang tinggi akibat limbah domestik tidak terjadi/tidak ditemukan. Hanya saja, adanya E.coli dan Coliform di tempat ini kemungkinan berasal dari longsor di kaki Gunung Bawakaraeng yang biasa terjadi khususnya pada musim hujan, mengalir masuk ke waduk Bilibili hingga air baku menjadi keruh. Selain itu, di bendungan Bili-bili juga ditemukan beberapa rumah makan yang 14 limbahnya langsung dibuang ke dalam air sehingga memungkinkan timbulnya pencemaran biologi seperti Coliform (Anonim1, 2013). Salah satu upaya untuk menetralisir pengaruh penceman E.coli dan Coliform pada sumber air baku PDAM adalah dengan menambahkan kapur atau kaporit. Kaporit atau kalsium hipoklorit dengan rumus Ca(ClO)2 merupakan desinfektan yang paling umum digunakan untuk membunuh bakteri yang menkontaminasi air. Untuk mendukung teori tersebut, maka kami juga mengambil sampel air PDAM dari beberapa kecamatan yang ada di Makassar untuk melihat nilai MPN serta keberadaan Escherichia coli diantaranya kecamatan Buakana, Banta-Bantaeng, Rappocini, Tamalate dan Panakkukang. Nilai MPN yang diperoleh untuk kecamatan Buakana dan Banta-Bantaeng diperoleh nilai MPN <3 sel/100 mL sampel, kecamatan Rappocini 9 sel/100 mL sampel, kecamatan Tamalate >3 sel/100 mL sampel dan kecamatan Panakkukang >1100 sel/100 mL sampel. Setelah dilakukan pengujian juga ternyata diperoleh Escherichia coli dalam sampel air PAM kecamatan Panakkukang. Hal ini berarti bahwa pemberian kaporit ke dalam air baku pengolahan PDAM Makassar telah mampu membunuh Coliform yang ada di dalam air PAM tersebut dan telah mamanuhi standar teknis dan air PDAM siap didistribusikan kepada masyarakat, walaupun masih ada kecamatan yang masih memiliki nilai MPN yang tinggi Air PAM yang merupakan air bersih seharusnya memiliki kualitas yang memenuhi syarat kesehatan yaitu tidak mengandung Escherichia coli dan Fecal non Coliform. Hal ini bisa terjadi karena mungkin kaporit yang diberikan pada air tersebut masih kurang sehingga belum mampu membunuh Coliform yang ada dalam air baku tersebut ataukah pemberian kaporit pada air PDAM yang tidak merata sehingga masih ditemukan Coliform pada beberapa kecamatan yang ada di Makassar. Namun penggunaan kaporit yang berlebihan juga tidak dianjurkan karena juga memiliki efek samping terhadap kesehatan diantaranya adalah pempercepat penuaan dini sebab merusak lapisan epidermis kulit dengan merusal sel-sel kulit, merusak batang rambut dan mempengaruhi terjadinya pengikisan yang cepat dan permanen pada enamel (lapisan luar gigi) (Anonim3, 2012). Serta penambahan kaporit ke dalam air akan menghasilkan senyawa kimia sampingan yang bernama Trihalometana (THM). Senyawa ini banyak diklaim oleh para pakar air di luar negeri sebagai penyebab produksi radikal bebas dalam tubuh (mengakibatkan kerusakan sel dan bersifat karsinogenik atau pemicu kanker (Mulyono, 2010). Efek penggunaan kaporit ini dapat diminimalisisr dengan penambahan kaporit dalam jumlah yang tepat. Menurut Permenkes, RI No 907/ Menkes/ SK/ VII/ 2002, sebagai mana kadar maksimal klorida yang diperbolehkan untuk air minum adalah 250 mg/l Awaluddin dalam Anonim4 ( 2012) . KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kualitas sumber air baku PDAM Makassar yaitu merupakan golongan B (Panaikang > 1100 sel /100 mL sampel, Somba Opu 1100 sel /100 mL sampel, dan Bili-bili yaitu 150 sel/100 mL sampel) artinya dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga dengan cara pemberian kaporit dalam jumlah maksimum yang diperbolehkan 2. Bakteri pencemar yang ada di sumber air baku PDAM Makassar yaitu Escherichia coli, Salmonella sp dan Fecal non-Coliform (Enterobacter aerogenes). Hal ini berarti bahwa air baku PDAM Makassar tercemar oleh Feces manusia dan bangkai hewan ataupun tumbuhan 15 B. Saran 1. Diharapkan agar pemerintah a. melakukan audit atau monitoring secara berkala untuk mendeteksi apakah peranan pemberian kaporit dalam air masih sesuai atau perlu penambahan b. membuat sumur resapan bagi masyarakat yang tinggal dekat saluran yang dilalui oleh aliran air baku PDAM sebagai tempat untuk membuang limbah domestik sehingga tidak mencemari lingkungan 2. Pada semua industri penghasil air limbah diharuskan mempunyai instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sehingga air limbah rumah tangga (domestic) diolah terlebih dahulu sebelum dibuang kesaluran pembuangan yang menuju kearah saluran baku dengan maksud menurunkan jumlah Coliform dan menghindari jumlah/kadar Coliform yang semakin tinggi dalam air baku PDAM Makassar DAFTAR PUSTAKA Anonim , 2013. http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/timur/sulsel/makassar.pdf. Diakses tanggal 3 Desember 2013. Anonim4, 2012. Pemeriksaan Kesadahan dan Klor di Kawasan Sekitar KL. FKM UNHAS. Pracoyo, N.E. 2006. Penelitian Bakteriologik Air Minum Isi Ulang di Daerah Jabotabek. Cermin Dunia Kedokteran 152, hal. 37-40 Tururaja, Tresia & Rina Mongea. 2010. Bakteri Coliform di Perairan Teluk Doreri, Manokwari Aspek Pencemaran Laut dan Identifikasi Species. Ilmu Kelautan Vol. 15 (1), hal. 47-52 Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. Penerbit Universitas Muhammadiyah. Malang. 1 16 PEMANFAATAN BAKTERI SELULOLITIK DAN BAKTERI PENAMBAT NITROGEN UNTUK DEKOMPOSISI LIMBAH PERTANIAN5 Adriani6, Andi Taskirah7 ABSTRACT Agricultural waste is a byproduct of agricultural products that can be used as compost. Several studies have shown that some types of microorganisms can be utilized for agricultural waste decomposition.the combination of cellulolytic bacteria with other bacteria have been carried out for the composition process. The research methods include isolation stages cellulolytic bacteria and nitrogen-fixing bacteria , the selection of potential isolates and application on agricultural waste . The success of decomposition in terms of several parameters , among which is the C / N ratio , pH , levels of C - total and total-N . Analysis of C - organic decomposition levels were analyzed using Walkley and Black , as well as N total with Micro Kjehdahl method . The results showed the treatment combination of cellulolytic bacteria and nitrogen-fixing bacteria give better results in the decomposition of agricultural wastes Keywords : cellulolytic bacteria , nitrogen-fixing bacteria , decomposition of agricultural wastes PENDAHULUAN Tanaman pertanian misalnya padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hasil sampingan dari pertanian berupa jerami padi, tongkol jagung, sabuk kelapa, sisa sayuran, ampas tebu ataupun kulit ubi jalar, belum dimanfaatkan secara optimal.Nur et al. (2009) memaparkan bahwa limbah pertanian yang berasal dari produk sampingan tanaman budidaya sangat penting untuk dimanfaatkan secara optimal, seperti misalnya pemanfaatan jerami padi untuk mengembalikan kesuburan tanah. Dekomposisi jerami padi akan menghasilkan kompos yang sangat bermanfaat bagi para petani. Selulosa merupakan komponen penting pembentukan struktur serat pada tanaman, tersusun secara kristal dan amorfik, serta dapat digunakan mikroba pendegradasi selulosa untuk pertumbuhannya (Singh et al., 2010). Ketersediaan selulosa dalam limbah pertanian, serta potensi bakteri menghasilkan enzim pemecah selulosa menjadikan proses dekomposisi limbah pertanian dengan melibatkan bakteri mulai marak dikembangkan. Hasil penelitian Istiqlalah (2006), Meryandani (2009) dan Elvia (2010) melaporkan bahwa Bacillus subtilis dan Pseudomonas tergolong sebagai bakteri yang dapat dimanfaatkan untuk dekomposisi limbah pertanian. Sedangkan Nur et al. (2009) menemukan kombinasi perlakuan antara bakteri selulolitik dan bakteri xilanolitik yang dapat meningkatkan laju dekomposisi jerami padi. Potensi masing-masing bakteri selulolitik dan bakteri penambat nitrogen sebagai dekomposer limbah telah dibuktikan melalui beberapa penelitian. Setiap bakteri memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Jika kedua bakteri potensial tersebut dikombinasikan secara bersamaan dalam dekomposisi limbah pertanian, maka diharapkan akan diperoleh produk lebih baik berdasarkan parameter dekomposisi yang telah ditetapkan. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya dilakukan penelitian mengenai 5 Hibah Penelitian Dosen Pemula Tahun 2014 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar 7 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar 6 17 pemanfaatan kombinasi kedua bakteri tersebut dalam dekomposisi limbah pertanian.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kandungan bakteri selulolitik dan bakteri penambat nitrogen pada tanah yang diisolasi, dan melihat pengaruh kombinasi kedua jenis bakteri tersebut sebagai decomposer limbah pertanian. METODOLOGI Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dilakukan pada bulan April-September 2014.Bertempat di Lab.Biologi STKIP PI Makassar dan Laboratorium Tanah Kab.Maros. Alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan merupakan peralatan yang umum dipakai dalam penelitian mikrobiologi. Bahan-bahan yang digunakan antara lain ialah sampel tanah, limbah pertanian, kantong dekomposisi, medium Nutrient Agar, medium agar Carboxymetilcellulose (CMC), medium Manitol Ashby, NaCI, Congo Red, minyak emersi dan pewarna Gram. Cara kerja : Sampel tanah yang diperoleh diencerkan secara bertingkat dan disebar pada medium selektif. Bakteri selulolitik.Untuk mendapatkan bakteri selulolitik, sampel disebar pada permukaan medium CMC dan diinkubasi selama 48 jam. Isolat yang tumbuh selanjutnya dimurnikan dan diseleksi secara kualitatif menggunakan diameter zona hambatan. Isolat dengan nisbah selulolitik terbesar dipilih sebagai isolat yang potensial untuk mendekomposisi limbah pertanian Bakteri penambat nitrogen.Medium yang digunakan adalah medium Mannitol Ashby, dimana sampel diinkubasi selama 72 jam pada suhu ruangan. Koloni yang tumbuh selanjutnya diidentifikasi melalui pewarnaan gram. Isolat yang tumbuh diinokulasikan ke dalam medium cair Mannitol Ashby dan diinkubasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm, suhu 300C selama 72 jam.Kultur bakteri dihitung kemampuan penambatan nitrogennya melalui metode mikro-kjehdal. Dekomposisi Limbah pertanian. Limbah pertanian digunakan sebagai substrat dekomposisi. Preparasi substrat dilakukan berdasarkan Nur et al. (2009) dan Twab-Seoudi (2013) , dengan cara mencacah tongkol jagung dengan ukuran 2 – 5 cm. Kemudian substrat dimasukkan dalam kantong plastik dan disterilisasi. Banyaknya substrat yang digunakan adalah 3.0 kg/sampel. Kombinasi isolat bakteri, meliputi bakteri selulolitik dan bakteri penambat nitrogen digunakan sebagai kombinasi inokulan dalam dekomposisi limbah pertanian.Masing-masing kombinasi bakteri diinokulasikan pada setiap kantong dekomposisi, yang bertindak sebagai kontrol merupakan kantong dekomposisi yang tidak diinokulasikan isolat bakteri.Dekomposisi substrat dilakukan selama 4 – 6 minggu dan pengukuran parameter dekomposisi dilakukan secara berkala. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Tabel 3.1 :Kemampuan penambatan nitrogen ketiga isolat Azotobacter sp No Isolat N(%) 1 Isolat Azotobacter sp A 0,64 2 Isolat Azotobacter sp B 4,03 3 Isolat Azotobacter sp C 1,14 Sumber: Analisis data 2014 18 Tabel 3.2 : Hasil pengamatan minggu pertama No Perlakuan Parameter dekomposisi limbah jagung pH C-organik (%) N-total (%) Ratio C/N 1 Isolat Azotobacter B 6,1 10,49 0,34 26,25 2 Isolat selulolitik B 6,4 13,49 0,42 32,11 3 Kombinasi 2 isolat 6,9 9,08 0,41 22,14 Sumber: Analisis data 2014 Tabel 3.3 : Hasil Pengamatan Minggu Kedua No Perlakuan Parameter dekomposisi limbah jagung pH C-organik (%) N-total (%) Ratio C/N 1 Isolat Azotobacter B 6,43 7,02 0,41 17,12 2 Isolat selulolitik B 6,69 13 0,42 30,95 3 Kombinasi 2 isolat 7,1 9,67 0,41 23, 58 Sumber: Analisis data 2014 Tabel 3.4 : Hasil Pengamatan Minggu Ketiga No Perlakuan Parameter dekomposisi limbah jagung pH C-organik (%) N-total (%) Ratio C/N 1 Isolat Azotobacter B 6,99 6,63 0,48 17,4 2 Isolat selulolitik B 7,4 10,66 0,47 22,6 3 Kombinasi 2 isolat 7,46 8,37 0,4 20,95 Sumber: Analisis data 2014 Tabel 3.5 : Hasil Pengamatan Minggu Keempat Perlakuan Parameter dekomposisi limbah jagung No pH C-organik (%) N-total (%) Ratio C/N 1 Isolat Azotobacter B 7,29 3,44 0,41 9,71 2 Isolat selulolitik B 7,69 8,29 0,43 19,27 3 Kombinasi 2 isolat 7,59 7,62 0,4 19,5 Sumber: Analisis data 2014 B. Pembahasan Seleksi bakteri selulolitik dari lahan pertanian di Makassar menghasilkan 4 isolate. Isolate bakteri yang ditumbuhkan pada medium CMC memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim selulase ditandai dengan terbentuknya zona bening pada permukaan medium. Hal ini menunjukkan bahwa isolate uji yang digunakan memiliki kemampuan dalam menghidrolisis substrat berupa selulosa. Semakin besar zona bening yang terbentuk maka potensi selulolitik isolat bakteri tersebut semakin besar (Meryandini, 2009).Hasil pengamatan secara makroskopik terhadap isolat bakteri selulolitik memperlihatkan koloni yang berwarna putih kekuningan, bentuk bulat, tepi rata, elevasi konveks, termasuk bakteri gram positif. Dari hasil seleksi bakteri penambat nitrogen diperoleh 3 isolat dengan ciri morfologi berupa warna putih, bentuk bulat dengan elevasi konveks dan tepi tidak rata.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Metasari (2013) diperkirakan bakteri ini termasuk golongan Azotobacter.Hal ini diperkuat dengan tumbuhnya koloni bakteri pada permukaan medium Mannitol yang spesifik untuk pertumbuhan bakteri Azotobacter. Golongan Azotobacter merupakan bakteri yang hidup pada tanah dan mampu menambat N2 bebas/nonsimbiotik (Irianto, 2006). 19 1. Kemampuan penambatan Nitrogen Kemampuan penambatan nitrogen oleh Azotobacter spyang ditumbuhkan pada medium Manitol Ashby ditetapkan berdasarkan metode mikro Kjehdahl, hasil perhitungan terlihat pada Tabel I. Hasil pengukuran dari ketiga isolat Azotobacter sp yang diperoleh menunjukkanbahwa masing-masing isolat memilikikemampuan beragam dalam memfiksasi nitrogen. Kemampuan isolat Azotobacter sp B dalam memfiksasi nitrogen lebih tinggi dibandingkan dengan dua isolat lainnya, ditandai dengan jumlah nitrogen yang dihasilkan sebanyak 4,03%, sedangkan masing-masing Isolat Azotobacter sp A dan C adalah 0,64 % dan 1,14%. Penambatan nitrogen oleh bakteri sangat penting dalam proses dekomposisi. Kizilkaya (2009) melaporkan bahwa kemampuan penambatan nitrogen oleh Azotobacter sp berada pada kisaran nilai 3,5 – 29,35 g N/ ml.Dengan demikian, isolat Azotobacter sp B akan digunakan selanjutnya dalam proses dekomposisi limbah jagung. Parameter dekomposisi limbah jagung berupa profil pH, kadar nitrogen total (N-Total), karbon organik (C-Organik) dan rasio C/N. 2. Profil Perubahan pH Dekomposisi Subsrat Pengukuran pH substrat dilakukan selama proses dekomposisi limbah, masing-masing perlakuan menunjukkan perubahan pH yang teramati dalam selang waktu tujuh hari selama empat minggu. Perlakuan dekomposisi menggunakan isolat AzotobacterB, isolat selulolitik B, serta kombinasinya menunjukkan kecenderungan untuk mengalami perubahan pH menuju kondisi basa (Gambar 3.1). Isolat Azotobacter B pH substrat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Isolat selulolitik B Kombinasi Azotobacter B dan selulolitik B I II III IV Waktu dekomposisi (minggu) Gambar 3. 1. Profil perubahan pH dekomposisi limbah jagung Pada akhir pengamatan dekomposisi menggunakan isolat Azotobacter B menunjukkan nilai pH sebesar 7,29, isolat selulolitik B sebesar 7,69 dan perlakuan kombinasi kedua isolat mencapai 7,59. Adapun perbedaan nilai pH yang muncul tidak berbeda jauh antara ketiga perlakuan tersebut, karena ketiganya menunjukkan nilai pH berkisar antara 7, 5 – 7, 7. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dekomposisi limbah jagung pada setiap perlakuan menyebabkan perubahan pH substrat dari kondisi asam menjadi basa. Hasil ini pun mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Nur et al. (2009) sebelumnya . 3. Perubahan C-Organik dan N-total Kadar C-organik pada dekomposisi limbah jagung menunjukkan penurunan jumlah karbon pada masing-masing perlakuan bakteri. Perlakuan dekomposisi menggunakan isolat 20 Azotobacter sp B dan isolat selulolitik B memperlihatkan penurunan kadar C-organik pada minggu kedua dekomposisi. (Gambar 2). Penurunan C-organik terjadi secara signifikan sampai dengan minggu keempat dekomposisi, dengan nilai C-organik sebesar 3,44 % serta 8, 29 % masing-masing untuk isolat Azotobacter sp B dan isolat selulolitik B. Pada perlakuan kombinasi isolat Azotobacter sp B dan isolat selulolitik B pun menunjukkan penurunan C-organik mencapai 7, 62 % pada minggu keempat dekomposisi. Adapun peningkatan C-organik pada minggu kedua dekomposisi sebesar 9, 67% dapat disebabkan karena kemampuan isolat bakteri untuk memanfaatkan sumber nutrisi selain karbon, meski pada pengamatan berikutnya yaitu pada minggu ketiga dekomposisi terjadi penurunan kadar C-organik menjadi 8, 37%, dan cenderung menurun seiring bertambahnya waktu dekomposisi. Kadar C-organik yang menurun selama proses dekomposisi merupakan indikator bahwa terdapat bakteri yang mampu memanfaatkan kandungan karbon pada limbah jagung sebagai sumber karbon bagi pertumbuhannya. 16 Isolat Azotobacter B 14 Isolat selulolitik B 12 8 6 4 Kombinasi Azotobacter B dan selulolitik B C-Organik (%) 10 2 0 I II III IV Waktu dekomposisi (minggu) Gambar 3.2. Profil perhitungan C-Organik (%) dekomposisi limbah jagung Kadar C-organik yang menurun umumnya akan diikuti pula oleh penurunan kadar Ntotal sebagai akibat aktivitas bakteri dalam memanfaatkan unsur nitrogen yang terdapat pada substrat atau media tumbuh. Profil perhitungan N-total terlihat pada Gambar 3, dari hasil tersebut diperoleh bahwa kadar N-total limbah jagung pada masing-masing perlakuan memberikan hasil yang beragam. Perlakuan dekomposisi menggunakan isolat Azotobacter sp B memiliki kadar N-total yang meningkat sampai dengan minggu ketigadekomposisi dan menurun mencapai 0, 41% pada minggu keempat. Sedangkan N-total isolat selulolitik dan kombinasi antaraAzotobacterB dan selulolitik B menurun sebesar 0, 43% dan 0, 4% pada masing-masing perlakuan 4. Rasio C/ N Setiap perlakuan menunjukkan penurunan rasio C/N yang teramati sejak minggu kedua dekomposisi.. 21 Kadar N-total (%) 0.6 Isolat Azotobacter B 0.5 Isolat selulolitik B 0.4 Kombinasi Azotobacter B dan selulolitik B 0.3 0.2 0.1 0 I II III IV Waktu dekomposisi (minggu) Gambar 3.3. Profil perhitungan N-Total (%) dekomposisi limbah jagung Rasio C/N terendah diperoleh pada minggu keempat dekomposisi dengan nilai yang beragam pada masing-masing perlakuan (Gambar 4). 35 30 Isolat Azotobacter B 25 Isolat selulolitik B 15 10 5 Rasio C/N 20 Kombinasi Azotobacter B dan selulolitik B Waktu dekomposisi (minggu) 0 I II III IV Gambar 3.4. Profil C/N dekomposisi limbah jagung Perlakuan menggunakan isolat Azotobacter spB memiliki rasio C/N terendah pada nilai 9, 71%. Isolat selulolitik dan kombinasinya dengan isolatAzotobacter sp B berturut-turut adalah 19, 27% dan 19, 5%. Hasil penelitian dapat dilihat secara rinci pada Tabel I, serta Tabel IV sebagai pembanding berdasarkan ketentuan SNI-19-7030-2004. Tabel 3.6. Karakterisitik dekomposisi berdasarkan SNI-19-7030-2004 Batas pH C-organik (%) N- total (%) Rasio C/N (%) Min. 6, 8 9, 8 0, 4 10 Max. 7, 49 32 20 Sumber: (Cahaya & Nugroho, 2009) Berdasarkan Tabel II dan III, proses dekomposisi menggunakan isolat selulolilitik B dan kombinasi dengan isolat Azotobacter sp B akan terjadi lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan dekomposisi menggunakan isolat Azotobacter sp B secara tunggal. Hal ini terlihat jelas pada parameter dekomposisi berupa pH, C-organik, N-total dan rasio C/N yang diukur pada minggu keempat dekomposisi.Acuan karakteristik berdasarkan SNI-19-703022 2004 perlu digunakan agar dapat melihat perbedaan kemampuan dekomposisi pada masingmasing perlakuan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perlakuan kombinasi dari dua isolat pada proses dekomposisi limbah jagung memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan secara tunggal. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat adanya sinergisme kedua isolat bakteri dalam memanfaatkan sumber karbon yang terdapat dalam limbah jagung untuk menunjang pertumbuhannya. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat bakteri selulolitik dan bakteri penambat nitrogen (Azotobacter sp) pada tanah pertanian yang diisolasi 2. Kombinasi antara bakteri selulolitik dan bakteri penambat nitrogen (Azotobacter sp) memberikan hasil yang lebih baik sebagai dekomposer limbah pertanian dibandingkan dengan perlakuan tunggal B. Saran Sebaiknya dilakukan identifikasi lebih lanjut terhadap jenis Azotobacter dan isolat bakteri selulolitik yang ditemukan DAFTAR PUSTAKA Elvia, Selvi. 2010. Identifikasi Bakteri Selulolitik Dari Pelapukan Bahan organik Berdasarkan Analisis Sekuens Gen 16S Rrna. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang. Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2. CV Yrama Widya, Bandung Istiqlalah, Atik. 2006. Biodegradasi Membran Selulosa Asetat Berpori dari Limbah Kulit Nanas Menggunakan Bacillus subtillis. Skripsi Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kizilkaya R. 2009. Nitrogen Fixation Capacity OfAzotobacter spp Strains Isolated From Soils In Different Ecosystems And Relationship Between Them And The Microbiological Properties Of Soils. J. Environ. Biol 30(1) : 73 – 82. Meryandani et al. 2009.Isolasi Bakteri Selulotik dan Karakterisasi Enzimnya. Jurnal Makara Sains, Vol.13 No. 1 Metasari, Kristian. 2011. Eksplorasi Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiosis Dari Tanah Kawasan Mangrove Wonorejo Surabaya. Nur HS, Meryandini A, Hamim.2009.Pemanfaatan Bakteri selulolitik dan xilanolitik yang potensial untuk dekomposisi jerami padi.Jurnal. Tanah Trop. 14(1) : 71 – 80. Singh M, Khanna S, Prakash NT. 2010. Influence Of Cellulolytic Bacteria Augmentation On Organic Carbon And Available Phosphorus In Sandy Loam Soil Under Cultivation. Journal of Agricultural Science 2(3) : 137 – 145 Twab-Seoudi OA. 2013. Enhancement of cotton stalks composting with certain microbial inoculation.J. Adv. Lab. Res. Biol 4(1) : 26 – 35. 23 PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJARAN MAHASISWA BIOLOGI MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION DENGAN PENDEKATAN SALINGTEMAS PADA MATA KULIAH PENGETAHUAN LINGKUNGAN8 Eka Apriyanti9, Ninah Wahyuni Amalia10 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa melalui penerapan model kooperatif group investigation dengan pendekatan salingtemas pada mata kuliah pengetahuan lingkungan Program Studi Pendidikan Biologi STKIP-PI Makassar.Jenis penelitian ini ádalah penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian ini yaitu mahasiswa program studi pendidikan biologi yang sedang menempuh mata kuliah Pengetahuan Lingkungan pada semester genap (dua) tahun akademik 2013/2014. Prosedur Penelitian dilaksanakan melalui proses beralur terdiri dari 4 tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, tes, dan dokumentasi. Observasi digunakan untuk mengetahui kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan mahasiswa pada saat kegiatan pembelajaran meliputi 6 tahap yakni grouping, planning, investigation, organizing, presenting dan evaluating.Tes hasil belajar dilaksanakan tiap akhir siklus untuk mengetahui sejauhmana pemahaman mahasiswa terhadap materi yang diberikan.Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data hasil kinerja/prestasi mahasiswa selama proses pembelajaran berlangsung.Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik persentase, statistik deskriptif, dan analisis kualitatif. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penerapan model kooperatif Group Investigation dengan pendekatan salingtemas dapat meningkatkan aktivitas mahasiswa pada mata kuliah pengetahuan lingkungan dengan nilai 64,44 (kategori cukup baik) pada siklus I dan meningkat menjadi 77,78 (kategori baik) pada siklus II, (2) Penerapan model kooperatif Group Investigation dengan pendekatan salingtemas dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah pengetahuan lingkungan dengan nilai evaluasi rata-rata 63,58 (kategori cukup baik) pada siklus I dan pada siklus II mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata 72,70 (kategori baik) dengan presentase ketuntasan klasikal 75, 76%. Keywords: Kooperatif Group Investigation, PTK, Pendekatan salingtemas PENDAHULUAN Program studi pendidikan biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Pembangunan Indonesia (STKIP-PI) Makassar menawarkan mata kuliah pengetahuan lingkungan kepada mahasiswa pada semester genap.Mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib dengan bobot 2 sks. Pada tahun 2012, perkuliahan pengetahuan lingkungan diikuti oleh mahasiswa berjumlah 153 orang yang tebagi ke dalam 5 kelas yakni IIA-IIE dengan rata-rata jumlah mahasiswa tiap kelas 30 orang. Berdasarkan sistem penilaian dengan kriteria yang telah ditentukan, sebanyak 14% mahasiswa mendapatkan nilai A, mendapatkan nilai B 8 Hibah Penelitian Dosen Pemula 2014 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar 10 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar 9 24 sebanyak 41%, nilai C sebanyak 33% , nilai D sebanyak 9% dan nilai E sebanyak 3%. Beberapa mahasiswa mengambil mata kuliah lebih dari satu kali sebagai upaya perbaikan nilai yang diperoleh.Berdasarkan data hasil belajar yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa tingkat pemahaman mahasiswa terhadap materi masih kurang optimal. Oleh karena itu permasalahan yang perlu segera dicari solusinya adalah bagaimana usahayang tepat untuk perbaikan pengajaran mata kuliah pengetahuan lingkungan, agar mahasiswa dapat dengan mudah menyerap dan memahaminya. Perlu dicari strategi pembelajaran yang tepat. Dengan demikian diharapkan motivasi mahasiswa untuk memahami dan menguasai materi kuliah pengetahuan lingkungan yang diberikan oleh dosen dapat dicapainya dengan optimal. Kompetensi yang diharapkan bagi mahasiswa yang mempelajari mata kuliahpengetahuan lingkunganyakni mahasiswa mampu memahami konsep-konsep dasar mengenai lingkungan hidup serta mampu menganalisis permasalahan lingkungan dalam skala global, nasional maupun lokal, dan dapat menghubungkan antara kegiatan manusia dengan potensi, prospek serta strategi pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkesinambungan. Permasalahan lingkungan yang dihadapi saat ini banyak kaitannya dengan dinamika kependudukan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana serta kurang terkendalinya pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi maju sehingga dapat mempercepat eksploitasi sumber daya secara berlebihan.Oleh karena itu dalam mempelajari pengetahuan lingkungan kita harus menghubungkan antara unsurlingkungan, masyarakat, sains dan teknologi yang tergabung dalam salingtemas. METODOLOGI A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research), dengan menempuh prosedur yang dikembangkan Kemmis dan Taggart yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subyek penelitian ini yaitu mahasiswa semester genap (semester dua) kelas C Program Studi Pendidikan Biologi STKIP-PI Makassar tahun akademik 2013/2014 yang sedang menempuh mata kuliah pengetahuan lingkungan. B. Prosedur Penelitian Sesuai dengan karakteristik dari PTK, penelitian ini akan dilaksanakan dalam beberapa siklus. Dalam setiap siklus terdapat empat tahapan kegiatan, diantaranya: 1) perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) Pengamatan (observasi), dan Refleksi. Secara lebih detail, prosedur kerja penelitian disajikan dalam diagram alur berikut: Refleksi Refleksi Siklus I Observasi Perencanaan Siklus II Pelaksan an Observasi Gambar 4.1. 25 Perencanaan Pelaksan an C. 1) 2) 3) Diagram alur Penelitian Tindakan Kelas Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan ada 3 macam yakni: Lembar observasi terstruktur aktivitas belajar mahasiswa Lembar observasi terstruktur aktivitas mengajar dosen Lembar soal tes hasil belajar D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pelaksanaan pengumpulan data aktivitas belajar mahasiswa dan aktivitas mengajar dosen dilakukan dengan cara melakukan observasi selama pembelajaran langsung untuk setiap siklus. Observasi dilakukan oleh anggota tim peneliti yang bertindak sebagai observer , dengan menggunakan pedoman berupa daftar lembar observasi terstruktur. Cara skoring indikator aktivitas belajar adalah dengan memberikan skor 1 (artinya aktivitas paling rendah/jelek) sampai yang tertinggi 5 (artinya aktivitas belajar yang paling tinggi/ideal). Karena ada 18 indikator maka akan diperoleh total skor = 90 E. Teknik Analisis Data Data hasil observasi aktivitas belajar mahasiswa dan dosen akan dianalisis. Selanjutnya berdasarkan data-data yang terkumpul setelah dilakukan tabulasi dan skoring, akan ditafsirkan menggunakan kajian teori yang telah dikembangkan, serta menggunakan pengalaman empiris yang sering dialami ketika melaksanakan pembelajaran di kelas. Kriteria refleksi data-data atau batas target pencapaian tindakan menggunakan kriteria sebagai berikut: Tabel 3.1 Kriteria Pencapaian tindakan Skor Nilai Kualifikasi 85 – 100 A Baik sekali 70 – 84 B Baik 55 – 69 C Cukup 50– 54 D Kurang < 49 E Kurang sekali Untuk menghitung nilai rata-rata hasil belajar digunakan rumus sebagai berikut: 𝑥= Keterangan: x = Mean (rata-rata) xi = Jumlah data ke-i n = Banyak data (Sudjana,2005) 𝑥𝑖 𝑛 Persentasi Pada perhitungan persentasi hasil belajar digunakan rumus sebagai berikut: f P= x 100% N Keterangan : P = Angka persentase 26 f = Frekuensi yang sedang dicari persentasinya. N = Number of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu). (Sugijono, 2005). F. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan aktivitas peserta didik. Apabila terjadi peningkatan aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran dari siklus I ke siklus II melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan pendekatan salingtemas. Indikator keberhasilan hasil belajar peserta didik.Data hasil belajar peserta didik setelah dilakukan koreksi dan scoring akan dianalisis berdasarkan kriteria ketuntasan belajar yakni 75% dari jumlah peserta didik telah mencapai KKM 70 sebagai nilai ketuntasan peserta didik dalam penguasaan materi yang diberikan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Temuan Penelitian Model pembelajaran Group Investigation ini masih baru bagi semester II program studi pendidikan Biologi STKIP-PI Makassar karena belum pernah dilakukan sebelumnya. Pada awal penelitian mahasiswa masih banyak memerlukan penjelasan tentang cara belajar dengan menggunakan model pembelajaran group investigation. 1. Rencana umum pelaksanaan tindakan Rencana umum yang dibuat tim peneliti sebelum dilaksanakan penelitian adalah sebagai berikut: 1) Membuat perangkat pembelajaran khususnya langkah-langkah (sintaks) model pembelajarankooperatif GI. 2) Membuat instrument-instrumen yang digunakan, yaitu lembar observasi untuk mengamati aktivitas pengajar dan peserta didik dalam proses pembelajaran, dan lembar soal untuk mengukur tingkat penguasaan materi pembelajaran oleh peserta didik. 2. Pelaksaan tindakan pembelajaran siklus I Siklus I dilaksanakan dalam 5 kali pertemuan membahas Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; Pemanfaatan Lingkungan oleh Manusia; Iptek dan Lingkungan; Etika Lingkungan; dan Pembangunan Berkelanjutan. a. Persiapan (planning) (1) Menjelaskan Kompetensi Dasar sehingga mahasiswa memahami apa yang akan dipelajari (Lampiran 2) (2) Menginterpretasikan materi kuliah yang akan dijabarkan, (3) Membagi indikator sesuai dengan kelompok-kelompoknya (Lamp. 3) (4) Membentuk kelompok (Lampiran 4) (5) Memonitor aktivitas/kegiatan mahasiswa (Lampiran 5) b. Pelaksanaan (acting) Membuka materi kemudian menjelaskan tahapan pembelajaran yang akan dilalui mahasiswa. Selanjutnya melaksanakan pembelajaran sesuai dengan sintaks yang direncanakan dalam perangkat pembelajaran. Sintaks model pembelajaran GI yang direncanakan meliputi 6 tahap: grouping, planning, investigation, organizing, presenting, dan evaluating.Setelah tahapan inti pembelajaran, dosen memberikan tes hasil belajar kepada mahasiswa. c. Pengamatan (observing) Tim peneliti terdiri dari dua orang, yang masing-masing bertindak memberikan materi (mengajar) dan melakukan pengamatan aktivitasmahasiswa dan dosen. Pelaksanaan pengamatan selama 2 jam kuliah. 1) Pengamatan aktivitas mahasiswa Dari hasil observasi aktivitas belajar mahasiswa yang terdiri dari 18 indikator, diperoleh gambaran aktivitas mahasiswa dalam proses belajar, yang disajikan dalam tabel 27 berikut: Tabel 3.2. Hasil observasi aktivitas belajar mahasiswa siklus I No. Tahap Skor 1 Grouping 11 2 Planning 12 3 Investigation 9 4 Organizing 9 5 Presenting 11 6 Evaluation 6 Jumlah 58 Sumber: Analisis data 2014 Tabel hasil observasi aktivitas belajar mahasiswa dengan diperoleh jumlah skor = 58, atau jika dinyatakan dengan nilai: 58/90 x 100 = 64,44 dan jika dinyatakan dengan kategori adalah cukup. Sehingga perlu adanya tindakan lanjut pada siklus II dikarenakan pada siklus I ini hasil masih kurang maksimal. 2) Tes hasil belajar mahasiswa Nilai tes hasil belajar mahasiswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran siklus I disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3.3. Nilai hasil tes belajar siklus I N Nilai Nilai Total Presentase Rata-rata (Jumlah siswa) tertinggi Terendah Nilai ketuntasan 33 91 35 2098 63,58 60,60% Sumber: Analisis data 2014 Berdasarkan tabel 3.3 nampak bahwa hasil belajar pada siklus I hanya diperoleh taraf ketuntasan belajar 60,60%, berarti tidak tuntas. Padahal menurut teori belajar tuntas setiap proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila setiap kelas telah menguasai materi pembelajaran antara 70% -75% (J.Block dalam Lukman 2000;29). d. Refleksi Secara rinci kekurangan yang nampak pada siklus I sebagai berikut: 1. Tahap grouping 1) Dosen sudah cukup baik dalam memberikan arahannamun mahasiswa masih terlihat canggung karena belum terbiasa dengan model group investigation 2) Mahasiswa terbagi ke dalam beberapa kelompok heterogen sesuai dengan materi yang akan diinvestigasi .Beberapa kelompok jumlah anggotanya lebih dari 6 orang dikarenakan jumlah mahasiswa yang cukup besar dalam satu kelas yakni 33 orang. 2. Tahap planning 1) Dosen cukup efektif memberikan penjelasan atau memberikan pengarahan kepada mahasiswa dalam merencanakan topik yang akan dibahas oleh masing-masing kelompok. 2) Mahasiswa mampubekerjasama dengan kelompok meskipun ada beberapa yang pasif. 3) Sebagian besar mahasiswa sudah dapat menentukan mengenai apa yang akan dilakukan 3. Tahap investigation 1) Karena keterbatasan waktu tiap pertemuan (2 jam kuliah), maka tahap investigasi dilaksanakan secara mandiri diluar jam perkuliahan yang dikoordinir oleh masingmasing ketua kelompok yang kemudian bentuk partisipasi tiap anggota dalam kegiatan kelompok akan disampaikan melalui lembar kegiatan yang telah dibagikan. 2) Pada umumnya mahasiswa telah dapat menemukan sumber-sumber informasi yang lebih luas 28 3) Masih ada anggota kelompok yang pasif berdasarkan hasil pengamatan dan komunikasi dengan ketua kelompok masing-masing 3) Telah terjadi diskusi yang cukup baik dalam beberapa kelompok. 4. Tahap organizing 1) Pada umumnya sebagian besar anggota kelompok telah aktif dan berusaha memberikan kontribusinya pada pekerjaan kelompok. 2) Dosen memberikan petujuk dalam membuat laporan. Namun demikian ada sebagian kelompok yang masih belum memahami. 5. Tahap presenting 1)Bentuk penyajian kelompok masih monoton, pada umumnya sama yaitu membacakan pokok-pokok hasil kerja kelompok. 2) Sebagian anggota kelompok penyaji belum memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, jawaban yang diberikan kurang terarah. 3) Kelompok yang menjadi pendengar memperhatikan isi presentasi masing-masing kelompok meskipun bentuk respon pertanyaan masih sedikit dan dosen masih harus memberikan arahan agar mahasiswa bisa lebih aktif. 6. Tahap evaluating 1) Mahasiswa masihnampak kesulitan untuk menggabungkan, mengkolaborasi, hasil presentasi dari seluruh kelompok 2) Dosen melakukan evaluasi dan mahasiswa nampak siap mengerjakan soal-soal yang diberikan. Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan tahapan-tahapan pembelajaran pada siklus I sebagaimana diuraikan di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa secara prinsip langkah-langkah (sintaks) model pembelajaran group investigation sudah diterapkan dengan cukup baik namun masih terdapat kekurangan-kekurangan yang masih perlu diperbaiki pada siklus II. 3. Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus II Siklus II dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan membahasPencemaran Lingkungan, Jenisjenis Pencemaran; Pencemaran Tanah, Pencemaran Air, Pencemaran Udara dan Pencemaran Suara. a. Persiapan (planning) Pada dasarnya persiapan yang dilakukan pada siklus II sama seperti siklus sebelumnya. (1) Menjelaskan Kompetensi Dasar sehingga mahasiswa memahami apa yang akan dipelajari (Lampiran 2) (2) Menginterpretasikan materi kuliah yang akan dijabarkan, (3) Membagi indikator sesuai dengan kelompok-kelompoknya (Lamp. 3) (4) Membentuk kelompok (Lampiran 4) (5) Memonitor aktivitas/kegiatan mahasiswa (Lampiran 5) b. Pelaksanaan (acting) Dosen memberikan penegasan beberapa hal yang belum diikuti atau belum dilaksanakan secara benar oleh mahasiswa saat mengikuti pembelajaran pada siklus sebelumnya.Selanjutnya melaksanakan pembelajaran sesuai dengan sintaks yang direncanakan dalam perangkat pembelajaran.Sebagaimana siklus I sintaks model pembelajaran GI yang direncanakan sama seperti siklus sebelumnya meliputi 6 tahap: grouping, planning, investigation, organizing, presenting, dan evaluating.Setelah tahapan inti pembelajaran, dosen memberikan tes hasil belajar kepada mahasiswa. c. Pengamatan (observing) Tim peneliti terdiri dari dua orang, yang masing-masing bertindak memberikan materi (mengajar) dan melakukan pengamatan aktivitas mahasiswa dan dosen. Pelaksanaan pengamatan sama seperti siklus sebelumnya selama 2 jam kuliah. 29 1) Pengamatan aktivitas mahasiswa Dari hasil observasi aktivitas belajar mahasiswa yang terdiri dari 18 indikator, diperoleh gambaran aktivitas mahasiswa dalam proses belajar, yang disajikan dalam tabel berikut: Table 3.4. Hasil observasi aktivitas belajar mahasiswa siklus II No. Tahap Skor 1 Grouping 12 2 Planning 15 3 Investigation 11 4 Organizing 12 5 Presenting 12 6 Evaluation 8 Jumlah 70 Sumber: Analisis data 2014 Tabel 3.4 aktivitas belajar mahasiswa dengan diperoleh jumlah skor = 70, atau jika dinyatakan dengan nilai: 70/90 x 100 = 77,78 dan jika dinyatakan dengan kategori adalah baik. Dengan kategori tersebut pelaksanaan tahapan-tahapan yang telah dilaksanakan sesuai metode pebelajaran group investigation telah sesuai. 2) Tes hasil belajar mahasiswa Nilai tes hasil belajar mahasiswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran (post test) siklus II disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3.5. Nilai hasil tes belajar siklus II N Nilai Nilai Total Presentase Rata-rata (Jumlah siswa) tertinggi Terendah Nilai ketuntasan 33 96 45 2399 72,70 75,76 % Sumber: Analisis data 2014 Berdasarkan tabel 3.5 nampak bahwa hasil belajar pada siklus II diperoleh taraf ketuntasan belajar 75,76%, berarti tuntas. Hasil belajar mahasiswa dengan nilai sesuai KKM 70 telah mencapai lebih dari 75% sesuai yang diharapkan untuk mencapai ketuntasan. d. Refleksi Secara rinci kekurangan yang nampak pada siklus II sebagai berikut: 1. Tahap grouping 1) Dosen sudah cukup baik dalam memberikan arahan dan mahasiswa sudah mulai terbiasa, tidak canggung, lebih rileks dan antusias. 2) Pembentukan kelompok sudah cepat 3) Mahasiswa sudah dapat memilih sendiri dengan siapa mereka akan berkelompok sesuai dengan topik yang diinginkan 2. Tahap planning 1) Dosen cukup efektif memberikan penjelasan atau memberikan pengarahan kepada mahasiswa dalam merencanakan topik yang akan dibahas oleh masing-masing kelompok. 2) Mahasiswa mampu bekerjasama dengan kelompok dan sudah mampu menentukan mengenai apa yang akan dilakukan dan rencana yang akan dikerjakan. 3. Tahap investigation 1) Mahasiswa telah dapat menemukan sumber-sumber informasi yang lebih luas melalui observasi lingkungan sekitar, buku-buku dan internet 2) Telah terjadi diskusi yang cukup baik dan terarah. 4. Tahap organizing 30 1) Pada umumnya sebagian besar anggota kelompok telah aktif dan berusaha memberikan kontribusinya pada pekerjaan kelompok. 2) Mahasiswa juga sudah memahami bagaimana membuat laporan. 5. Tahap presenting 1) Bentuk penyajian kelompok lebih menarik dan variatif 2) Kelompok yang menjadi pendengar memperhatikan isi presentasi masing-masing kelompok dan memberikan pertanyaan yang cukup baik 3) Kelompok penyaji mampu memberikan jawaban cukup baik dan lebih percaya diri mengemukakan pendapatnya. 6. Tahap evaluating 1) Mahasiswa mampu membuat kesimpulan tentang hasil presentasi seluruh kelompok 2) Dosen melakukan evaluasi dan mahasiswa nampak siap mengerjakan soal-soal yang diberikan. Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan tahapan-tahapan pembelajaran pada siklus II sebagaimana diuraikan di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa secara prinsip langkah-langkah (sintaks) model pembelajaran group investigation sudahbaik dan dapat diterapkan. B. Pembahasan Hasil Tindakan Model Group Investigation menimbulkan suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar mahasiswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, saling berdiskusi dan berargumentasi dalam memahami suatu masalah serta mencari solusinya. Mahasiswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topikyang telah dipelajari. Model Pembelajaran Group investigation yang diterapkan pada mata kuliah Pengetahuan Lingkungan menggunakan pendekatan salingtemassebab permasalahan lingkungan yang dihadapi saat ini banyak kaitannya dengan aktivitas manusia, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana serta kurang terkendalinya pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi maju. Model pembelajaran dengan pendekatan Salingtemas dikembangkan dengan tujuan agar: 1) peserta didik mampu menghubungkan realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas, 2) peserta didik mampu menggunakan berbagai jalan/prespektif untuk menyikapi berbagai isu/situasi yang berkembang di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah, dan 3) peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki tanggungjawab sosial. Berdasarkan hasil pengamatan selama dua siklus tindakan sebagaimana telah dikemukakan di atas, dapat dikemukakan perbandingan efektivitas tindakan masing-masing siklus sebagai berikut: Tabel 3.6 Perbandingan hasil tindakan siklus I dan siklus II Siklus-1 Siklus-2 Aspek Nilai Kategori Nilai Kategori Aktivitas Mahasiswa 64,44 C 77,78 B Aktivitas Dosen 74,73 B 87,38 SB Hasil belajar 63,58 C 72,70 B Sumber: Analisis data 2014 K=kurang, C= cukup, B= baik, BS= baik sekali Tabel 3.6 menunjukkan adanya kemajuanyang signifikan dari siklus I ke siklusII , yang menandakan bahwa tindakan yang diberikan benar-benar menuju ke arah lebih baik, dan memberikan pengaruh yang baik pula terhadap aktivitas mahasiswa, dosen dan hasil belajar. 31 Data-data hasil observasi sebagaimana disajikan dalam tabel di atas jika disajikan dengan grafik sebagai berikut: 100 80 60 Aktivitas Mahasiswa 40 Aktivitas Dosen 20 Hasil Belajar 0 Siklus I Siklus II Gambar 3.2 Perbandingan Hasil Tindakan Berdasarkan tabel dan grafik sebagaimana dikemukakan di atas nampak bahwa tindakan yang diberikan selama dua siklus menunjukkan efektivitas yang cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran GI dengan pendekatan salingtemas terbukti efektivitasnya untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mahasiswa. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan serta dihubungkan dengan rumusan masalah maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Penerapan model kooperatif Group Investigation dengan pendekatan salingtemas dapatmeningkatkan aktivitasmahasiswa pada mata kuliah pengetahuan lingkungan dengan nilai64,44(kategori cukup baik) pada siklus I dan meningkat menjadi 77,78 (kategori baik) pada siklus II. 2. Penerapan model kooperatif Group Investigation dengan pendekatan salingtemas dapatmeningkatkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah pengetahuan lingkungan dengan nilai evaluasi rata-rata 63,58 (kategori cukup baik) pada siklus I dan pada siklus II mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata 72,70 (kategori baik) dengan presentase ketuntasan klasikal 75, 76%. B. Saran Berdasarkan penelitian dalam menerapkan model pembelajaran GI pada mata kuliah pengetahuan lingkungan di STKIP-PI Makassar, maka dikemukakan saran sebagai berikut: 1. Sebagaimana tujuan pengembangan model pembelajaran GI adalah untuk mengembangkan kemampuan kerjasama. Oleh sebab itu guru atau dosen sebagai pelaksana pembelajaran harus mengutamakan proses yang mendukung terciptanya suasana kerja kelompok. Misalnya mulai dari pengaturan kelas, pembagian kelompok-kelompok kecil, penentuan masalah atau topik hingga bagaimana membuat presentasi sebagai laporan juga harus mencerminkan suasana belajar kelompok. 2. Mengingat langkah-langkah (sintaks) model pembelajaran GI yang relative panjang dan kompleks maka sebelum memilih model ini hendaknya di uji coba terlebih dahulu. Hal ini dirasakan akan lebih baik karena karakteristik peserta 32 didik, karakteristik materi akan sangat menentukan bagaimana pengajar dapat melaksanakan langkah-langkah pembelajaran secara tepat. 3. Group Investigation (GI) sebagai sebuah model pembelajaran dapat dikatakan masih bersifat model hipotetik. Oleh karena itu perlu untuk mengujinya apakah model pembelajaran GI sesuai dengan seluruh karakteristik materi dan karakteristik peserta didik. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zainal. 2011.Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Rosda Binadja, A. 2002. Pemikiran dalam SETS. Makalah. Semiloka Pendidikan SETS. Recsamas. Depdikbud.(1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. E. Mulyasa. (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Suparlan. Ferdinand,fictor dan Moekti Ariwibowo.Praktis Belajar Biologi untuk Kelas X. BSE (Buku Sekolah Elektronik) : Departemen Pendidikan Nasional. Hamdani. 2010.Strategi Belajar Mengajar.Bandung : Pustaka Setia Muqowim. 2012.Pengembangan Soft Skills Guru.Yogyakarta:Pedagogia Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta. Rineka Cipta Slavin, Rober E. 2009.Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media S. Nasution. 1996. Didaktik asas-asas mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Soemanto. 1990. Psikologi pendidikan. Jakarta: Rineka cipta. Sudjana .1997. Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Rosdakarya. Wikipedia.com Sudjana, Nana. 2005.Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar baru Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta Suhardjono. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:Bumi Aksara Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: PT Bumi Aksara Suparno. Paul.1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Trianto. 2011.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.Jakarta: Prenada Media Grup. Wahidin. 2006.Metode Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung:Sangga Buana. Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo. 33 PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP KADAR PROTEIN SOYGHURT Kamrianti Ramli11 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kadar protein soyghurt yang menggunakan satu jenis bakteri asam laktat dan yang dikombinasikan dengan Streptococcus thermophillus.. Variabel dalam penelitian ini adalah berbagai jenis bakteri asam laktat sebagai variabel bebas dan kadar protein soyghurt sebagai variabel terikat. Desain penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 7 macam perlakuan yaitu: susu kedelai (Po), Lactobacillus casei (P1), L. bulgaricus (P2), L. acidophillus (P3), sedangkan untuk bakteri kombinasi yaitu Lactobacillus casei + Streptococcus thermophillus (P4), L. bulgaricus + S. thermophillus (P5), L. acidophillus + S. thermophillus (P6). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati adalah kadar protein soyghurt. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Varians dan dilanjutkan dengan Uji BNT α = 0,01. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai jenis Bakteri Asam Laktat berpengaruh sangat nyata dalam perubahan kadar protein soyghurt. Pada perlakuan jenis bakteri L. casei (P1)tunggal menunjukkan pengaruh sangat nyata pada perubahan kadar protein soyghurt yaitu 27,393 ppm, sedangkan yang dikombinasikan dengan S. thermophillus tidak berbeda nyata pada perlakuan P1yaitu L. casei + S. thermophillus (P4)dan L. acidophillus + S. thermophillus (P6), sementara perlakuan L. bulgaricus + S. thermophillus tidak berbeda nyata dengan perlakuan (P4) dan (P6). PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max (L) Merr) merupakan sumber protein nabati yang dapat digunakan sebagai pengganti akan kebutuhan protein hewani. Kedelai mengandung protein 35%, bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-43%. Dibandingkan dengan jagung, beras, kacang hijau, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Nilai protein kedelai jika difermentasi dan dimasak akan memiliki mutu yang lebih baik dari jenis kacang-kacangan lain. Makanan yang dibuat dari olahan kedelai terfermentasi antara lain yaitu kecap, tempe, tauco, nata de soya dan susu asam kedelai (soyghurt) (Cahyadi, 2006). Kedelai merupakan bahan makanan yang sangat berkhasiat bagi pertumbuhan dan menjaga kondisi sel-sel tubuh. Menurut Suprapto(1992) bahwa kandungan gizi dari bahan olahan yang berasal dari kacang kedelai (per 100 gram) yaitu protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fospor, Fe, Vit A, tiamin, dan air.Kedelai mengandung protein 35%, bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-43%. Nilai protein kedelai jika difermentasi akan memiliki mutu yang lebih baik. Susu kedelai yang diberi penambahan bakteri asam laktat akan menghasilkan susu asam kedelai yang bergizi bagi pencernaan manusia. Susu asam kedelai atau kata lainnya adalah soyghurt merupakan susu asam terfermentasi, dimana proses fermentasi tentunya melibatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang sering terlibat dalam proses fermentasi susu misalnya L. casei yang dapat kita jumpai pada minuman yakult. L. casei 11 Jurusan D III Kebidanan Akedemi Kebidanan MADANI 34 merupakan salah satu jenis bakteri asam laktat. Dalam penelitian ini menggunakan bakteri asam laktat seperti L. acidophillus, L. casei, L. bulgaricus, dan S. thermophillus. Bakteri asam laktat menggunakan zat protein yang terkandung pada susu kedelai sebagai sintesis penyusun selnya.Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui pengaruh penambahan berbagai bakteri asam laktat terhadap kadar protein soyghurt. METODOLOGI Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah berbagai jenis bakteri asam laktat sedangkan variabel terikatnya adalah kadar protein soyghurt. Desain penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari tujuh perlakuan dengan tiga ulangan. Lay out perlakuannya adalah sebagai berikut: Cara Kerja Pembuatan Susu Kedelai Biji kedelai disortasi untuk mendapatkan biji yang baik yaitu tidak terapung pada permukaan air, lalu direndam selama 24 jam. Setelah perendaman kulit bijinya dihilangkan, lalu di bilas hingga bersih. Biji kedelai yang telah dikuliti ditimbang (440,90 g). Setelah ditimbang, kedelai direbus hingga mendidih selama 15 menit pada suhu 80ºC. Setelah direbus, dihangatkan hingga mencapai suhu 45ºC. lalu kedelai dihaluskan memakai blender dan ditambahkan air sebanyak 500 ml sampai menjadi bubur. Bubur kedelai disaring untuk diambil sarinya, lalu sari kedelai ditambahkan air sebanyak 2 liter, gula pasir (83,48 g), susu skim (17,40 g) dan vanili (2 gr), lalu direbus hingga mendidih selama 15 menit pada suhu 80ºC. Setelah direbus, susu kedelai dihangatkan hingga mencapai suhu 45ºC. Pembuatan starter Bakteri Asam Laktat Susu kedelai yang telah jadi dimasukkan ke dalam botol starter (4 botol), masingmasing diisi sebanyak 350 ml. Semua botol ditutupi dengan kapas dan aluminium foil. Botol starter dimasukkan pada water bath yang telah mencapai suhu 70ºC untuk pasteurisasi sebanyak 4 kali . Setelah pasteurisasi, masing-masing botol starter diberi label (Lactobacillus bulgaricus, L. casei, L. acidophilus, dan Streptococcus thermophillus), lalu setiap botol diberikan masing-masing 2 ose sesuai jenis biakan pada setiap label pada botol. Setelah itu, botol starter diinkubasi selama 1 hari pada suhu ruang 28ºC. Membuat susu kedelai. Susu kedelai yang sudah jadi diberi perlakuan yakni diberikan penambahan bakteri asam laktat. Tujuh botol masing-masing diisi dengan susu kedelai. Po = susu kedelai (100 ml) P1 = Po + 40 ml L.casei P2 = Po + 40 ml L. bulgaricus P3 = Po + 40 ml L. acidophilus P4 = Po + 20 ml L. casei + 20 ml S. thermophillus P5 = Po + 20 L. bulgaricus + 20 ml S. thermophillus P6 = Po + 20 ml L. acidophillus + 20 ml S. thermophillus 35 Setelah botol sampel diberi perlakuan, lalu botol dimasukkan pada oven selama 5 jam pada suhu 45ºC. Setelah itu, dimasukkan di lemari pendingin. Penyiapan Pereaksi Biuret Ditimbang CuSO45H20 0,75 g dan natrium tartrat 2,25 g kemudian di larutkan dalam 250 ml NaOH 0,2 M. Ditimbang 1,25 g KI dan dicukupkan volumenya dengan NaOH 0,2 M hingga 500 ml. Penyiapan Kurva baku Dibuat larutan bovine serum albumin dengan konsentrasi 0,2 ppm; 0,4 ppm; 0,6 ppm; 0,8 ppm; dan 1 ppm. Masing-masing larutan tersebut diambil 4 ml dan ditambahkan dengan 6 ml pereaksi biuret, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 520 nm. Blanko yang digunakan adalah biuret tanpa penambahan bovine serum albumin. Kadar Protein Metode biuret merupakan salah satu cara yang terbaik untuk menentukan kadar protein suatu larutan. Dalam larutan basa Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida (-CO-NH-) suatu protein yang menghasilkan warna ungu dengan absorban maksimum pada 520 nm. Absorban ini berbanding langsung dengan konsentrasi protein pada dasarnya mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama persatuan berat. Masing-masing sampel diambil sebanyak 5 ml untuk di sentrifuge. Sampel yang telah di sentrifuge di simpan pada tabung reaksi. Setiap tabung reaksi berisi 1 ml soyghurt ditambahkan 9 ml aquades steril dan 20 tetes pereaksi biuret. Dikocok sampai pembentukan warna ungu sempurna. Selanjutnya, di ukur kadar protein terlarutnya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 520 nm. Blankonya menggunakan 10 ml aquades ditambah 20 tetes pereaksi biuret. Pada penggunaan spektrofotometer dengan menggunakan panjang gelombang tetap, harus diadakan pengecekan ulang dengan menekan tombol transmitance 100 % t, setelah itu menekan tombol mode dan cahaya merah yang tadinya berada di transmitance akan berpindah ke absorbance (0,0 a). Pada saat angka pada tampilan alat 0,00 a maka larutan cuplikan segera dimasukkan pada ruang adapter dengan menyesuaikan tanda garis putih cuvet dan garis pada permukaan ruang adapter. Data pengukuran larutan cuplikan akan terbaca secara langsung. Setelah itu larutan cuplikan dikeluarkan dan memasukkan kembali larutan standar untuk mengecek ulang angka transmittance dan absorbance. Teknik Pengumpulan Data Data dikumpulkan dari hasil pengukuran berupa kadar protein terlarut soyghurt, sebelum dan sesudah perlakuan untuk dianalisa. Pengukuran total asam tertitrasi dilakukan sesudah perlakuan serta pengukuran nilai pH soyghurt. Teknik Pengolahan dan analisis data Data dianalisis secara statistika menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) mengetahui ada tidaknya perubahan kadar protein soyghurt setelah pemberian jenis bakteri asam laktat. Data yang diperoleh adalah berupa pengaruh pemberian berbagai jenis bakteri asam laktat terhadap protein dari soyghurt, yang akan dianalisis dengan uji varians, jika berpengaruh maka dilanjutkan dengan uji BNT dengan tingkat kepercayaan = 0,01. Hasil Penelitian 1. Kadar Protein Soyghurt Protein merupakan gabungan dari asam-asam amino sehingga membentuk rantai yang panjang. Pengukuran protein dilakukan untuk mengetahui jumlah protein yang terdapat di dalam soyghurt yang dianalisa sebelum dan setelah ditambahkan berbagai jenis bakteri asam laktat. 36 Tabel 5.1. Rata-rata konsentrasi protein terlarut (ppm) dari soyghurt dengan pemberian berbagai jenis bakteri asam laktat Ulangan Perlakuan Jumlah Rerata I II III P0 190,727 198,909 183,454 573,090 191,030e P1 29,818 27,090 25,272 82,18 27,393a P2 83,909 89,363 71,636 244,908 81,636c P3 101,181 123,454 98,454 323,089 107,696d P4 31,636 36,181 39,363 107,18 35,726ab P5 44,818 51,181 43,000 138,999 46,333b P6 37,545 43,000 45,272 125,817 41,939ab 519,634 569,178 506,451 1595,263 Jumlah Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf α= 0,01 (BNT = 18,024) Berdasarkan hasil uji BNT α = 0,01 pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian bakteri asam laktat tunggal yakni Lactobacillus casei memberikan pengaruh sangat nyata terhadap perlakuan Po (kontrol), P2, P3, dan P5, tetapi tidak berbeda nyata pada perlakuan P4 dan P6. Perlakuan P4, P5, dan P6 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda sangat nyata pada perlakuan Po, P2, dan P3. Hubungan perlakuan bakteri asam laktat dengan kadar protein (ppm) dapat dilihat pada berikut Gambar 5.1 Histogram rata-rata kadar protein dengan perlakuan pemberian berbagai jenis bakteri asam laktat 37 Kadar protein yang diperoleh dari penelitian merupakan protein dari konsentrasi susu kedelai dan soyghurt. Kadar protein pada perlakuan Po (kontrol) dalam hal ini susu kedelai menghasilkan rata-rata 191,030 ppm. Kadar protein pada susu kedelai cukup tinggi, karena tidak ada penambahan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat yang ditambahkan pada susu fermentasi akan mengubah beberapa zat gizi, salah satunya adalah protein. Kadar protein setelah penambahan bakteri asam laktat yaitu pada perlakuan P 2 dan P3 secara berturut-turut adalah 81,636 ppm dan 107,696 ppm. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pada saat penambahan bakteri sebanyak 40 ml belum tentu dalam 40 ml tersebut terkandung banyak jumlah bakteri. Semakin banyak jumlah bakteri yang terkandung pada susu, berarti semakin banyak pula protein yang digunakan oleh bakteri. Berbeda halnya pada perlakuan P 1 yang memiliki kadar protein 27,393 ppm. Perlakuan P1juga ditambahkan 40 ml bakteri, sehingga diduga bahwa dalam medium terkandung banyak jumlah bakteri. Perlakuan P 4dan P6menunjukkan hal yang sama dengan perlakuan P1, bedanya yaitu terdapat dua jenis bakteri asam laktat pada perlakuan P4dan P6, begitu pun dengan perlakuan P5. Hal ini menunjukkan bahwa ketika ditambahkan bakteri baik yang sebanyak 40 ml atau 20 ml, jika di dalam medium tidak terkandung banyak jumlah bakteri yang diberikan berarti protein yang digunakan oleh bakteri juga sedikit, dibandingkan dengan medium yang mengandung banyak bakteri. Hal ini juga disebabkan karena setiap jenis bakteri asam laktat memiliki kemampuan proteolitik yang berbeda. Protein berfungsi dalam mensintesis komponen sel bakteri. Oleh karena itu, protein terlebih dahulu diubah menjadi unit-unit terkecil yaitu asam amino. Kebutuhan akan asam amino sangat berperan bagi bakteri asam laktat. Asam amino merupakan penyusun protein, dimana protein dalam penelitian ini mengalami degradasi oleh enzim protease dan peptidase yang ada pada medium. Menurut Djide (2005) bahwa bakteri asam laktat membutuhkan beberapa asam amino untuk pertumbuhannya yang pada umumnya adalah asam glutamat dan valin. Bakteri asam laktat bersifat proteolitik lemah, sehingga kehadiran enzim protease dan peptidase sangat berperan dalam proses perombakan protein menjadi unit-unit terkecil yakni asam amino. Hal ini sejalan dengan pendapat Surono (2004), bahwa dalam fermentasi susu ada beberapa zat gizi yang mengalami perubahan, salah satunya adalah protein. Protein yang terkandung di dalam susu akan dirombak oleh bakteri asam laktat dan menghasilkan asam amino bebas yang banyak. Asam amino ini akan digunakan oleh bakteri untuk mensintesis selnya. Pada perlakuan jenis bakteri kombinasi menghasilkan kadar protein yang tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan adanya suatu simbiosis yang dapat meningkatkan efisiensi kerja kedua bakteri dalam memfermentasi karbohidrat dan nutrisi lainnya (protein). Selain itu, pada perlakuan jenis bakteri tunggal yakni Lactobacillus casei tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 dan P6. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kebutuhan asam aminonya lebih banyak guna sebagai penyusun dinding selnya yakni peptidoglikan, sehingga banyak protein yang dirombak. L. bulgaricus memiliki kadar protein 81,636 ppm. Menurut Kuraisy (1999), bahwa L. bulgaricus agak lambat reaksinya dalam menfermentasi gula. Gula merupakan sumber energi dan karbon bagi pertumbuhannya, selain asam amino sehingga dengan reaksi yang lambat menghasilkan kadar protein yang berbeda sangat nyata pada tiap perlakuan soyghurt. Demikian halnya dengan L. acidophillus, rata-rata kadar proteinnya adalah 107,696 ppm. Menurut Surono (2004), bahwa tidak semua strain L. acidophillus akan memberikan efek yang sama dalam hal kemampuan aktivitas enzimnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh enzim proteolitik yang lemah dalam merombak protein menjadi asam-asam amino. Selain itu, juga disebabkan akan kebutuhan asam amino bagi pertumbuhannya yang membedakan dengan jenis bakteri asam laktat lainnya. 38 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang terjadi pada kadar protein soyghurt setelah pemberian berbagai jenis bakteri asam laktat, yaitu pada perlakuan P1 (Lactobacillus casei), P4(L. casei + Streptococcus thermophillus) dan P6(L. acidophilus + S. thermophillus) menunjukkan penggunaan protein yang sangat banyak oleh bakteri asam laktat untuk dirombak dan menghasilkan asam-asam amino yang berfungsi untuk mensintesis komponen-komponen sel dari bakteri itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Busthanul, N dan J. Langkong. 2004. Pengaruh Bahan Penstabil Agar Terhadap Mutu Susu Asam Kedelai (Soyghurt) (Glycine max (L) Merr). Fakultas Pertanian dan Kehutanan UNHAS. Makassar. Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung. Gobel, B.R. 2005. Uraian Umum Tentang Bakteri Asam Laktat. FMIPA UNHAS. Makassar Kuraisy, S.N.A. 1999. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa terhadap Produksi Soyghurt oleh Campuran Bakteri S. thermophillus dan L. bulgaricus. FMIPA UNHAS. Makassar. Suprapto. 1992. Bertanam Kedelai. Swadaya. Bandung. Surono, I.S. 2004. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. YAPMMI. Jakarta. Ubbe, U. 2005. Potensi Bakteri Asam Laktat Dalam Bidang Bioteknologi. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan FMIPA UNHAS. Makassar. 39 POTENSI ISOLAT LOKAL Bacillus thuringiensis SEBAGAI PENGHASIL PROTEIN PROTOKSIN DAN ENZIM KITINASE Maisya Zahra Al Banna12 ABSTRACT Bacillus thuringiensis secreted chitinase and protoxin protein which is play an important role in their pathogenicity to insect pest. This research was aimed to determined the ability of B. thuringiensis Lot II and B. thuringiensis 47 to produce chitinase enzyme and protoxin protein. Both of an isolates showed the clear zone when grown in a medium containing chitin agar, which is means they have secreted exochitinase enzyme. Optimum production of chitinase from B. thuringiensis subsp. pakistani was obtained at 24th hour, B. thuringiensis Lot II was optimum at 21th hour and B. thuringiensis 47 was optimum at 21st hour. The highest production of protoxin protein from B. thuringiensis Lot II was obtained at 33rd hour, whereas B. thuringiensis 47 at 36th hour. Keyword : B. thuringiensis, chitinase, protoxin PENDAHULUAN Bakteri Bacillus thuringiensis termasuk sebagai bakteri Gram positif yang berpotensi dikembangkan sebagai bioinsektisida. Bioinsektisida berbahan aktif B. thuringiensis yang digunakan untuk lahan pertanoan di Indonesia sebagian besar diimpor dari berbagai Negara, diantaranya Dipel yang diproduksi oleh Amerika Serikat, dan Thuricide dari Swiss. Di lain sisi, kelimpahan populasi B. thuringiensis yang cukup tinggi di habitat tanah akan memperbedar perolehan isolat berpotensi. Muharsini et al. (2003) telah mengisolasi B. thuringiensis dari sampel tanah Provinsi Jawa Barat, Yogyakarta dan Sulawesi Selatan. Letak geografis dan kondisi tanah dilaporkan mempengaruhi germinasi endospora. Lokasi pengambilan sampel pada dataran tinggi menunjukkan populasi B. thuringiensis yang lebih tinggi dibandingkan pada dataran rendah. Khudra (2011) berhasil mengisolasi isolat potensi B. thuringiensis dari lokasi pengambilan di Lampung, Kalimantan Timur dan Bali. Dua isolat yang diperoleh selanjutnya digunakan dalam penelitian ini. Bakteri B. thuringiensis dapat membentuk endospora yang memiliki sifat resisten terhadap cekaman lingkungan. Endospora tersebut mengandung kristal protein yang disebut sebagai protoksin. Protoksin inilah yang memiliki potensi dikembangkan sebagai insektisidal alami bagi beberapa jenis hama pertanian. Bakteri B. thuringiensis dilaporkan memiliki aktivitas anticendawan karena dapat memproduksi enzim kitinase. Penelitian Ramirez et al. (2004), serta Usharani dan Gowda (2011) menunjukkan bahwa cendawan patogen berupa Fussarium oxysporum, Aspergillus flavus, dan Beauveria bassiana dapat dihambat pertumbuhannya mencapai 100% pada media tumbuh yang mengandung kitinase. Potensi toksisitas protoksin dua isolat lokal B. thuringiensis terhadap ulat grayak telah dilakukan oleh Khudra (2011) dan Sukmawaty (2012), namun studi mengenai produksi protoksin tidak dilakukan, demikian pula dengan aktivitas kitinolitik isolat tersebut. 12 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar 40 METODOLOGI Bahan dan Metode Isolat untuk memperoleh isolat B. thuringiensis dilakukan oleh Khudra (2011) pada 15 sampel tanah yang diperoleh dari tiga lokasi berbeda, yaitu Lampung, Kalimantan Timur dan Bali. Hasil isolasi kemudian diseleksi, didapatkan 453 koloni bakteri yang menunjukkan ciri-ciri morfologi kelompok Bacillus. Dari total isolat yang diperoleh, hanya dua isolat (11,3%) yang menunjukkan ciri koloni, morfologi mirip B. thuringiensis serta memiliki kristal protein. Dua isolat tersebut ialah B. thuringiensis Lot II, B. thuringiensis 47 serta isolat pembanding B. thuringiensis subsp. pakistani yang disimpan dalam koleksi kultur IPBCC, Departemen Biologi, IPB. Isolat B. thuringiensis diremajakan dengan cara digores kuadran pada media Nutrien Agar (NA) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Komposisi media tumbuh akan mempengaruhi pertumbuhan kultur bakteri. Dalam penelitian ini terlebih dahulu ditentukan media tumbuh yang tepat, dengan cara menumbuhkan isolat pada dua media yang berbeda, yaitu media Nutrient Broth (NB) sebagai media umum, dan media selektif. Komposisi media selektif ditentukan berdasarkan Atlas (1946) (g/L) : glukosa 3,0 g, (NH4)2SO4 2,0 g, ekstrak khamir 2,0 g, K2HPO4.3H2O 0,5 g, Mg2SO4.7H2O 0,2 g, CaCI2.2H2O 0,08 g, MnSO4.4H2O 0,05 g, dan pH 7,0. Produksi protoksin kedua isolat B. thuringiensis dilakukan setelah ditentukan media tumbuh yang paling baik menunjang pertumbuhan kultur. Protein protoksin diperoleh menggunakan prinsip pelarutan Kristal protein insektisidal dalam kondisi alkalin. Sebanyak 1 ml sampel yang diperoleh dari kultur produksi, disentrifugasi pada kecepatan 10.000 g, 10 menit, 4oC. Pelet dikumpulkan untuk mengukur konsentrasi protoksin. Pengukuran konsentrasi protein protoksin dilakukan berdasarkan Vu et al. (2009), selanjutnya ditentukan kadar proteinnya menggunakan metode Bradford (1976). Aktivitas kitinolotik dari B. thuringiensis diketahui dengan cara menumbuhkan isolat pada media produksi kitinase (g/L) : Mg2SO4.7H2O 0,1 g, K2HPO4 1,0 g, NaCI 1,0 g, ekstrak khamir 7,0 g, koloidal kitin 3,0 g, agar Bacto 20 g, dan pH 7,0, serta diinkubasi selama 48 jam pada suhu 30oC. Aktivitas kitinolitik ditandai dengan terbentuknya zona bening pada koloni bakteri yang tumbuh. Pengukuran pertumbuhan isolat dan produksi enzim kitinase menggunakan media produksi kitinase (g/L) : MgSO4.7H2O 0,1 g, K2HPO4 1 g, NaCI 1 g, ekstrak kamir 7 g, koloidal kitin 3 g, pH 7. Kultur cair bakteri diinokulasikan sebanyak 10% dari total volume media produksi dengan jumlah sel 107 sel/ml pada media pertumbuhan, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC dengan kecepatan agitasi 120 rpm. Inkubasi dilakukan selama 36 jam, dan setiap 3 jam sampel diambil dan diukur absorbansi pada panjang gelombang (λ) 590 nm untuk mengukur pertumbuhan bakteri, serta aktivitas enzim kitinase (Nurdebyandaru et al. 2010) HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteri, secara umum, mengalami beberapa fase pertumbuhan yaitu fase adaptasi, fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Periode pada masing-masing fase pertumbuhan bervariasi untuk setiap kultur bakteri. Penentuan media tumbuh dilakukan untuk menduga waktu terjadinya fase stasioner dari kultur bakteri B. thuringiensis. Fase stasioner dikenal pula sebagai fase sporulasi, dimana sintesis dan pembentukan kristal protein terjadi pada fase tersebut. Komposisi media terbukti mempengaruhi terjadinya fase stasioner. Isolat bakteri yang ditumbuhkan pada media selektif menunjukkan fase stasioner terjadi pada jam ke-24, dan jam ke-32 untuk media NB (Gambar 1.6). Perbedaan fase sporulasi tersebut dapat disebabkan oleh komposisi media tumbuh. Komposisi sumber karbon mempengaruhi durasi terjadinya fase eksponensial yang menyebabkan lambatnya sel mencapai fase stasioner, sintesis endospora dan produksi toksin. Perbedaan struktur kimia sumber karbon juga akan mempengaruhi kecepatan hidrolisisnya 41 oleh kultur bakteri (Black & Snyman, 1991; Montiel et al., 2012; Shojaaddini et al., 2010 ; Mazmira et al., 2012). Yussof et al. 2003) memaparkan faktor lainnya berupa keberadaan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen dapat memicu sporulasi protoksin. Kandungan amonium sulfat terkandung di dalam media selektif yang digunakan, sedangkan pada media NB tidak. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa kultur yang ditumbuhkan pada media selektif mengalami sporulasi lebih cepat dibandingkan kultur pada media NB. Dengan demikian, media selektif akan digunakan selanjutnya untuk produksi protein protoksin. Gambar 6.1 Pertumbuhan kultur bakteri B. thuringiensis pada media selektif dan media NB Produksi protein protoksin diamati selama 36 jam waktu inkubasi dengan selang pengamatan setiap 3 jam. Pengamatan pertumbuhan digunakan untuk mengetahui fase pertumbuhan bakteri dalam waktu 36 jam inkubasi. Isolat B. thuringiensis memasuki fase logaritmik yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel (CFU/ ml) (Gambar 2). Pertumbuhan logaritmik isolat B. thuringiensis Lot II dan B. thuringiensis 47 pada jam ke-33, sedangkan isolat B. thuringiensis subsp. pakistani terjadi sampai dengan jam ke-36. Penurunan jumlah sel terjadi pada interval jam ke-54 dan 72. Selama pengamatan pertumbuhan sel, dilakukan pula pengukuran protein protoksin pada setiap isolat. Produksi protoksin dimulai pada pertumbuhan logaritmik, selanjutnya mengalami penurunan produksi setelah melewati jam ke-36, penurunan produksi protoksin terjadi dalam interval jam ke-54 dan 72. Isolat B. thuringiensis Lot II dan 47 menghasilkan protoksin lebih cepat, yaiu pada jam ke-0 dengan konsentrasi protoksin berturut-turut 0,0005 mg/ml dan 0,0014 mg/ml. Konsentrasi protein protoksin tertinggi diperoleh pada jam ke-36, dengan nilai berturut-turut 0,511 mg/ml 0,470 mg/ml dan 0,177 untuk isolate B. thuringiensis subsp. Pakistani, B. thuringiensis Lot II dan B. thuringiensis 47. Konsentrasi protoksin dari setiap isolat cenderung menurun seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi kultur. Kemampuan ketiga isolat B. thuringiensis dalam menghasilkan enzim kitinase juga diamati bersamaan dengan pengamatan pertumbuhan dan produksi protein protoksin. 42 Gambar 6.2. Pertumbuhan dan produksi protein protoksin pada media produksi kitin. (a) Isolat B. thuringiensis subsp. Pakistani, (b) isolat B. thuringiensis Lot II, dan (c) isolat B. thuringiensis 47. Garis putus-putus (----) menunjukkan tifak dilakukan pengukuran log sel dan konsentrasi protoksin. Aktivitas kitinase diketahui melalui zona bening yang dibentuk oleh tiap isolat pada media kitin agar. Zona bening menandakan aktivitas perombakan kitin yang terkandung di dalam substrat berupa media. Kemampuan isolat B. thuringiensis dalam menghasilkan enzim kitinase memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Ramirez et al (2004). Aktivitas kitinase dari setiap isolat menunjukkan waktu optimum berbeda (Gambar 3. Enzim kitinase isolat B. thuringiensis subsp. pakistani dan B. thuringiensis 47 dihasilkan pada jam ke-9 dengan nilai berturut-turut 0,004 U/ml dan 0,00025 U/ml, sedangkan isolat B. thuringiensis Lot II pada jam ke-12 dengan nilai 0,026 U/ml. Aktivitas kitinase isolat B. thuringiensis subsp. pakistani optimum pada jam ke-24 dengan nilai 0,049 U/ml. Isolat B. thuringiensis Lot II dan 47 optimum menghasilkan kitinase pada jam ke-21 dengan nilai 0,115 U/ml dan 0,058 U/ml. Selanjutnya setelah melewati waktu optimum, akan terjadi penurunan produksi enzim kitinase pada masing-masing isolat. 43 Gambar 6.3. Aktivitas kitinase isolat B. thuringiensis KESIMPULAN Pertumbuhan tiga isolat lokal B. thuringiensis pada media kitin dapat memproduksi enzim kitinase dan protoksin. Protein protoksin dihasilkan pada awal pertumbuhan, meskipun dengan jumlah yang sangat kecil. Isolat B. thuringiensis subsp. pakistani memproduksi protoksin pada jam ke-3, isolat B. thuringiensis Lot II dan Isolat B. thuringiensis 47 memproduksi protoksin pada jam ke-0. Enzim kitinase B. thuringiensis subsp. pakistani dan B. thuringiensis 47 dihasilkan pada jam ke-9, sedangkan B. thuringiensis Lot II menghasilkan kitiinase pada jam ke-12 DAFTAR PUSTAKA Khudra IA. 2011. Isolasi bakteri Bacillus thuringiensis dari tanah dan pengujian toksisitasnya terhadap ulat grayak (Sphodoptera litura) [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor Muharsini S, Wardhana AH, Rijzaani H, Amirhusein B. 2003. Karakterisasi isolat Bacillus thuringiensis dari beberapa daerah di Jawa dan Sulawesi Selatan untuk kontrol biologi lalat Myasis Chrysomya bezziana. JITV 8:256-263. Nurdebyandaru N, Mubarik NR, Prawasti TS. 2010. Chitinolytic bacteria isolated from chili rhizospere : chitinase characterization and application as biocontrol for Aphis gossypii. Microbiol Indones 4:103 – 107. Ramirez AR, Abarca BIE, Uscanan GA, Jones PMH, Barboza-Corona JE. 2004. Antifungal activity of Bacillus thuringiensis chitinase and its potential for the biocontrol of phytopathogenic fungi in soybean seeds. J Food Microbiol Safety 69:131-134. Sukmawaty E. 2012. Efektivitas protoksin Bacillus thuringiensis subsp.aizawai, konidia Beauveria bassiana dan campurannya terhadap ulat grayak Spodopteras litura F [tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Usharani TR, Gowda TKS. 2011. Cloning of chitinase gene from Bacillus thuringiensis. Indian J Biotechnol 10:264-269. Vu KD, Yan S, Tyagi RD, Valero JR, Surampali RY. 2009. Induced production of chitinase to enhance entomotoxicity of Bacillus thuringiensis employing strach industry wastewater as a substrat. J Biores Technol 100:5260-5269. 44 PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS HIPERTEXT PADA MATERI POKOK STRUKTUR ATOM DAN TABEL PERIODIK TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMAN 3 MAKASSAR Fandi Ahmad13 ABSTRACT This research is a quasi experiment that aims to determine the effect the use of hypertext-based as media on atomic structure and periodic table to the study results of the students Class X of SMAN 3 Makassar with "pre and post-test control group design." The population for this study is the students class X SMAN 3 Makassar, that consists of nine classes and the samples consits of two that a class experiment X2 and X3 class as a control group that created by random sampling method. Variables consisted of free variables by using media-based learning hipertext. while the dependent variable is learning of student result. The data was collected by pretest and posttest. Data were analyzed by descriptive and inferential statistics with SPSS (Statistial Package for Social Science) for Windows version 16. The results showed the average value of experimental pretest was 21.88 with a standard deviation of 8.21 and the average posttest value was 73.59 with a standard deviation of 10.15. While the control class average pretest value was 22.50 with a standard deviation of 8.80 and the average value posttest was 65.88 with a standard deviation of 10.17. ANACOVA test results, obtained significance value of p = 0.000 <α = 0.05, This means that Ho is rejected and the H I is received, the hypertext-based as media on Atomic Structure and Periodic Table influence on students result learning at class X SMAN 3 Makassar. Keywords: Quasi experimental Research, hipertext-based media, the results of learning. PENDAHULUAN Pesatnya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut telah menghadirkan tantangan bagi seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan. Pendidikan saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan yang sangat kompleks, salah satunya adalah peningkatan sumber daya manusia yang mampu bersaing dan berkiprah pada saat ini. Untuk itu, lembaga pendidikan sebagai suatu institusi yang bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia diharapkan mampu memberikan yang terbaik dengan melakukan terobosan berikut upaya perbaikan dengan tujuan untuk peningkatan kualitas proses dan produk pendidikan. Penggunaan hasil teknologi dalam pendidikan merupakan bagian dari teknologi pendidikan. Salah satu pemanfaatan penggunaan hasil teknologi dalam pendidikan, antara lain penggunaan media pengajaran seperti slide, OHP, komputer, dan laboratorium bahasa. Sehubungan dengan berkembangnya teknologi komputer yang dapat mengakses internet, maka keterbatasan sumber-sumber belajar, informasi, pengenalan bahasa, mulai dapat teratasi. Profesionalisme guru tidak cukup hanya dengan kemampuan membelajarkan siswa, tetapi juga harus mampu mengelola informasi dan lingkungan untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa. Konsep lingkungan dalam proses pembelajaran meliputi tempat belajar, metode, media, sistem penilaian, serta sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mengemas pembelajaran dan mengatur bimbingan belajar termasuk metode dapat memudahkan siswa 13 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar 45 belajar. Metode pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pembelajaran atau sering dikenal dengan media pembelajaran sudah banyak ditemui di sekolah-sekolah. Namun terkadang alat peraga yang digunakan masih kurang menarik dikarenakan kurang atraktif dan monoton. Salah satu metode pembelajaran yang sekarang ini dapat dikembangkan adalah dengan memanfaatkan teknologi komputer sebagai media pembelajaran. Perkembangan teknologi komputer terutama dalam bidang perangkat lunak yang makin pesat, dalam penerapannya sangat mendukung pengembangan sebagai media pembelajaran. Nana Sudjana (2002) mengatakan bahwa media pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas proses belajar mengajar siswa. Media pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar yang dicapainya. Salah satu alasan, mengapa media pembelajaran dapat meningkatkan proses belajar siswa adalah berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir siswa mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pengajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikir sebab melalui media pengajaran hal-hal yang abstrak dapat dikongkritkan. Materi struktur atom dan tabel periodik merupakan materi kimia yang berisikan konsepkonsep abstrak seperti elektron, neutron, atom, proton dan lain-lain konsep ini merupakan konsep dasar dalam mempelajari materi kimia baik jenjang SMA maupun universitas. Untuk itu, diperlukan adanya upaya untuk membuat konsep abstrak tersebut menjadi konkrit. Salah satunya dengan menggunakan media pembelajaran yang dapat membuat konsep yang abstrak menjadi konkrit dalam hal ini media berbasis hypertext. Dari segi pengajaran, lingkungan belajar hypertext dapat dikelola untuk menyediakan pengajaran yang mampu mengembangkan fleksibilitas kognitif. Fleksibilitas kognitif ini termasuk kemampuan untuk mengaitkan kembali pengetahuan dari perspektif kasus dan konsep yang berbeda, dan pada saat diperlukan dapat mengkonstruksikan konsep dan kasus tersebut untuk memahami suatu hal atau memecahkan suatu masalah. Syukur, 2003 juga mengemukakan bahwa membaca melalui hypertext merupakan satu proses yang dinamis yang menyediakan peluang kepada pembaca dalam menyediakan ruang fleksibilitias kepada pembaca ketimbang buku-buku teks, membina pengetahuan melalui pembinaan kognitif melalui teks, analisis antara teks dan pendekatan pada berbagai perspektif terhadap satu persatu masalah yang ingin dipecahkan. Berdasarkan hasil observasi penulis di SMA Negeri 3 Makassar, SMA ini terdiri atas 9 kelas untuk kelas X yang siswanya terdistribusi secara homogen artinya tidak terdapat kelas unggulan. Rata-rata tingkat pemahaman siswa SMA Negeri 3 Makassar pada materi struktur atom dan tabel periodik pada tahun 2013 adalah sebesar 55 jauh dari ketuntasan yang ada pada sekolah tersebut sebesar 70, sehingga dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 3 Makassar masih rendah. SMA Negeri 3 Makassar adalah salah satu sekolah dengan fasilitas laboratorium multimedia yang tergolong lengkap, tetapi hanya digunakan untuk mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komputer), alangkah baiknya jika penggunaan laboratorium tersebut juga dimanfaatkan untuk menunjang pembelajaran lainnya selain mata pelajaran TIK, termasuk pada mata pelajaran kimia. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti perlu melakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan media berbasis hypertext pada materi pokok struktur atom dan tabel periodik terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 3 Makassar. METODOLOGI Jenis Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang pelaksanaanya dilakukan pada dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun variabel dalam 46 penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu pembelajaran dengan menggunakan media berbasis hypertext dan variabel terikat yaitu hasil belajar. Disain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-test post-test control Group Design. Kelompok eksperimen mendapat perlakuan pembelajaran menggunakan media berbasis hypertext dalam materi pokok struktur atom dan tabel periodik, sedangkan kelompok kontrol diberikan materi pokok struktur atom dan tabel periodik tanpa menggunakan media berbasis hypertext (secara konvensional dengan media menggunakan papan tulis). Disain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Jenis Kelompok Pre-Test Treatmen Keterangan: R1 Post-Test R1 O1 X1 O2 R2 O3 X2 O4 = Kelompok eksperimen (diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext) = Kelompok kontrol (diajar secara konvensional) = Pre-test yang diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol = Post-test yang diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok R2 O1 dan O3 O2 dan O4 kontrol X1 = Treatment (perlakuan dengan media berbasis hypertext) X2 = Treatment (perlakuan tanpa menggunakan media pembelajaran secara konvensional), (Sugiyono, 2008) hypertext atau Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas X SMA Negeri 3 Makassar tahun pelajaran 2010/2011 yang terdiri dari sembilan kelas. Jumlah siswa setiap kelas terdiri dari 32 orang. Karena semua kelas X diasumsikan memiliki kemampuan yang sama, maka dilakukan pengambilan sampel secara random sampling (acak). Penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan cara pengundian, dan diperoleh kelas X2 sebagai kelompok eksperimen dan kelas X3 sebagai kelompok kontrol. Pelaksanaan penelitian ini terdiri atas beberapa tahap yaitu: 1. Tahap persiapan Sebelum pelaksanaan proses belajar mengajar terlebih dahulu dibuat beberapa persiapan yaitu: a. Mengadakan observasi ke sekolah dan berkonsultasi dengan guru bidang studi kimia kelas X mengenai kelas yang akan digunakan, waktu penelitian, keadaan siswa serta materi pelajaran yang akan diteliti b. Mempersiapkan media berbasis hypertext yang akan digunakan pada kelas eksperimen. c. Membuat RPP untuk materi struktur atom dan tabel periodik untuk kelas kontrol dan eksperimen. d. Menyusun instrument berupa tes hasil belajar yang terdiri dari soal pilihan ganda. e. Memvalidasi instrumen penelitian yang berupa tes hasil belajar di kelas XI IPA 6 SMA Negeri 3 Makassar. Validasi instrument penelitian meliputi validasi item dan validasi isi. Validasi item dihitung dengan rumus korelasi product moment Pearson, sedangkan yang bertindak sebagai validator isi adalah guru kimia kelas X SMA Negeri 3 Makassar. 47 f. Menghitung reliabilitas instrument dengan menggunakan rumus Kuder-Richardson (K-R 20). 2. Tahap pelaksanaan penelitian a. Memberikan pretest kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol. b. Tahap pelaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 3.1. c. Memberikan posttest kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tabel 7.1 Tahap pelaksanaan pembelajaran Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Kegiatan awal (5 menit) 1. Guru mengecek kehadiran siswa. 2. Guru mempersiapkan siswa untuk belajar. Kegiatan awal (5 menit) 1. Guru mengecek kehadiran siswa. 2. Guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan menggunakan komputer. Kegiatan Inti (80 menit) 1. Guru memberikan informasi tentang tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran dan mempersiapkan siswa untuk belajar dengan menggunakan buku teks. Kegiatan Inti (80 menit) 1. Guru memberikan informasi tentang tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran dan mempersiapkan siswa untuk belajar dengan menggunakan komputer dimana didalamnya terdapat materi pelajaran dalam bentuk hiperteks. 2. Guru menjelaskan materi struktur atom dan sistem periodik secara singkat didepan kelas 2. Guru menjelaskan materi struktur atom dan sistem periodik dengan 3. Guru memberikan soal latihan untuk diselesaikan siswa di kelas. menggunakan media berbasis hiperteks yang terdapat dalam computer 3. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan soal latihan. Kegiatan akhir (5 menit) 1. Guru memberikan tugas rumah. 2. Guru meminta siswa mempelajari materi selanjutnya. Kegiatan akhir (5 menit) 1. Guru memberikan tugas rumah. 2. Guru meminta siswa mempelajari materi selanjutnya. 3. Tahap Pengumpulan Data Data hasil belajar yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah melalui tes objektif sebanyak 25 soal yang sebelumnya telah dilakukan validasi item dan validasi isi. Uji validitas dilakukan secara manual dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. 48 Prosedur pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dapat diuraikan sebagai berikut: a. Langkah pertama, uji validitas soal materi pokok struktur atom dan tabel periodik dengan cara memberikan soal-soal mengenai struktur atom dan tabel periodik kepada kelas XI IPA 6 SMA Negeri 3 Makassar. Sebanyak 25 soal yang valid kemudian dijadikan instrumen penelitian.(Lampiran 8) b. Langkah kedua, tiap kelas diberikan pre-test dengan cara memberikan soal-soal yang telah di validasi . c. Langkah ketiga, tiap kelas diberikan perlakuan yaitu kelompok eksperimen atau kelas X2 diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext yang bertempat di laboratorium komputer SMA Negeri 3 Makassar dengan cara penyajian media yaitu media berbasis hypertext di berikan disetiap komputer siswa. Sedangkan, kelompok kontrol kelas X3 diajar tanpa menggunakan media berbasis hypertext atau diajar secara konvensional, bertempat di kelas X3. d. Langkah keempat, tiap kelas diberikan post-test dengan cara memberikan soal-soal materi pokok struktur atom dan tabel periodik. e. Langkah kelima, data-data hasil penelitian yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan dianalisis dengan menggunakan metode statistik deskriptif dan statistik inferensial melalui analisis kovarians. Teknik Analisis Data 1. Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif betujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi melalui penggambaran karakteristik distribusi nilai responden pada masing-masing kelompok yang terdiri dari skor rata-rata (mean), simpangan baku, skor tertinggi, dan skor terendah, kemudian kemudian dikategorikan menurut kriteria nilai ketuntasan yang digunakan di SMAN 3 Makassar pada materi Struktur atom dan tabel periodik yaitu nilai 0-69 berada pada kategori tidak tuntas sedangkan nilai > 69 berada pada kategori tuntas. 2. Analisis Statistik Inferensial Analisis statistik inferensial digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diujikan. Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian analisis, yakni uji normalitas dan uji homogenitas a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari populasi dalam hal ini nilai tes hasil belajar siswa berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data hasil belajar kimia siswa dihitung dengan bantuan SPSS for windows dengan analisis OneSample-Kolmogorov-Smirnov Test. Dengan kriteria pengujian: apabila signifikansi (Assymp. sig) yang diperoleh lebih besar dari = 0,05 maka data tersebut berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan sebaliknya. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data yang diperoleh bersifat homogen. Pengujian homogenitas data hasil belajar kimia siswa dihitung dengan bantuan SPSS for windows dengan analisis Levene Statistic Test. Dengan kriteria pengujian: Jika nilai signifikansi (p) yang diperoleh lebih besar dari = 0,05 maka data tersebut homogen. c. Uji Hipotesis Hipotesis yang akan diuji adalah tidak terdapat pengaruh penggunaan media berbasis hypertext terhadap hasil belajar kimia siswa (Ho) dan terdapat pengaruh penggunaan media 49 berbasis hypertext terhadap hasil belajar kimia siswa (H1). Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka hipotesis tersebut dirumuskan sebagai berikut: Ho : XA = XB Lawan H1 : XA ≠ XB Dimana : Ho : Tidak ada pengaruh pengunaan media berbasis hypertext terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 3 Makassar H1 : Ada pengaruh penggunaan media berbasis hypertext terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 3 Makassar XA : Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext XB : Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional Pengujian hipotesis dilakukan dengan bantuan SPSS for Windows dengan analisis Univariate analysis of variance dengan kriteria pengujian: Ho diterima jika nilai signifikansi p lebih besar dari 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Hasil analisis deskriptif terhadap hasil belajar siswa pada kelas yang diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext dan metode konvensional dapat dilihat pada Tabel dibawah ini Tabel 7.2. Deskripsi Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol Nilai statistik Kelas eksperimen Kelas kontrol Pre-test Pos-test Pre-test Post-test 32 32 32 32 8 52 8 48 36 92 36 88 21.88 73.59 22.5 65.88 8.21 10.15 8.8 10.17 Statistik Ukuran sampel Nilai terendah Nilai tertinggi Nilai rata-rata(mean) Standar deviasi (Sd) Sumber: Analisis data 2014 Berdasarkan Tabel 7.2 dapat diketahui bahwa nilai terendah pre-test untuk kelas eksperimen dan untuk kelas kontrol sama yaitu 8, sedangkan nilai tertinggi untuk kelas eksperimen dan untuk kelas kontrol sama yaitu 36. Adapun nilai rata-rata siswa kelas eksperimen yaitu 21,88 dengan standar deviasi sebesar 8,21 lebih tinggi jika dibandingkan untuk kelas kontrol yaitu nilai rata-rata 22,50 dengan standar deviasi sebesar 8,80. Setelah diberikan perlakuan dan dilakukan post-test baik kelas eksperimen, maupun kelas kontrol mengalami peningkatan. Akan tetapi peningkatan nilai yang sangat tinggi terjadi pada kelas eksperimen. Adapun nilai terendah post-test untuk kelas eksperimen yaitu 52 lebih tinggi jika dibandingkan pada kelas kontrol yang hanya 48, sedangkan nilai tertinggi untuk kelas eksperimen yaitu 92 lebih tinggi jika dibandingkan pada kelas kontrol yang hanya 88. Adapun nilai rata-rata siswa kelas eksperimen yaitu 73,59 lebih tingi jika dibandingkan pada kelas kontrol yang hanya 65,88. Akan tetapi untuk nilai standar deviasi untuk kelas eksperimen sebesar 10,15 lebih rendah jika dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu sebesar 10,17. Apabila nilai hasil belajar siswa dikategorikan berdasarkan tuntas dan tidak tuntas maka diperoleh frekuensi dan persentase, untuk kelas eksperimen yakni kelas yang diajar 50 dengan menggunakan media berbasis hypertext dan kelas kontrol yakni kelas yang diajar secara konvensional yang dapat dilihat pada Tabel 7.3. Tabel 7.3 Kategorisasi ketuntasan hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 3 Makassar Media berbasis Hiperteks Ceramah Nilai Kategori Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase 0-69 Tidak tuntas 6 > 69 Tuntas 26 Sumber: Analisis data 2014 18,75% 81,25% 18 14 56,25% 43,75% Dari Tabel 7.3 memperlihatkan bahwa nilai hasil belajar siswa kelas eksperimen, yang tergolong dalam kategori tuntas sebanyak 26 siswa dengan persentase 81,25% dan yang tergolong dalam kategori tidak tuntas sebanyak 6 siswa dengan persentase 18,75%. Pada kelas kontrol, siswa yang tergolong dalam kategori tuntas sebanyak 14 siswa dengan persentase 43,75% dan siswa yang tergolong tidak tuntas sebanyak 18 orang dengan persentase 56,25%. Ini menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen yakni siswa yang diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext lebih banyak yang tergolong dalam kategori tuntas jika dibandingkan dengan kelas kontrol yakni siswa yang diajar metode ceramah. Untuk lebih jelasnya, data ketuntasan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat histogram pada Gambar 7.1. 100 80 60 40 20 0 Tuntas Tidak Tuntas Media berbasis Hiperteks Konvensional (Ceramah) Gambar 7.1 Histogram persentase ketuntasan hasil belajar siswa yang diajar dengan media berbasis Hypertext dan metode konvensional (ceramah) B. Analisis Statistik Inferensial a. Pengujian Prasyarat Analisis Syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan pengujian hipotesis yaitu melakukan pengujian normalitas dan pengujian homogenitas. 1) Uji Normalitas Pengujian normalitas dengan SPSS for windows dengan analisis One-SampleKolmogorov-Smirnov Test untuk data pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan bahwa data setiap kelompok terdistribusi normal, karena nilai signifikansi (p) > α = 0,05 selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12. 2) Uji homogenitas Pengujian homogenitas data hasil belajar kimia siswa juga dihitung dengan bantuan SPSS for windows dengan analisis Levene Statistic Test. Uji ini dilakukan untuk data pretest dan postest diperoleh p > α = 0,05 hal ini menunjukkan bahwa data pretest dan postest berasal dari populasi yang homogen selengkapnya dilihat pada lampiran 12. 3) Pengujian hipotesis Berdasarkan pengujian prasyarat analisis, data kelas yang diajar dengan media berbasis 51 Hypertext dan kelas yang diajar dengan metode konvensional ceramah dinyatakan berdistribusi normal dan homogen. Hasil analisis dengan bantuan SPSS for Windows menggunakan analisis Univariate analysis of variance, diperoleh nilai signifikansi p = 0,000 < α = 0,050 ( Lampiran 12 ) yang menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H 1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan media berbasis hypertext terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 3 Makassar pada materi pokok struktur atom dan tabel periodik. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif data pretest untuk nilai terendah dan tertinggi pada kelas eksperimen sama dengan kelas kontrol yaitu 8 dan 36. Akan tetapi nilai rata-rata siswa kelas kontrol lebih tinggi yaitu 22,5 dengan standar deviasi 8,80 jika dibandingkan kelas eksperimen yang hanya 21,88 dengan standar deviasi 8,21. Setelah diberi perlakuan untuk masing-masing kelas terjadi peningkatan hasil belajar terlihat dari nilai posttest masing-masing kelas.. Adapun nilai terendah post-test untuk kelas eksperimen mempunyai selisih 4 angka lebih tinggi dengan kelas kontrol yang hanya 48, begitupun dengan nilai tertinggi untuk kelas eksperimen mempunyai selisih 4 angka lebih tinggi dengan kelas kontrol yang hanya 88. Adapun nilai rata-rata siswa kelas eksperimen mempunyai selisih 7,71 angka dengan kelas kontrol yang hanya 65,88. Akan tetapi untuk nilai standar deviasi untuk kelas eksperimen yaitu 10,15 lebih rendah dengan kelas kontrol yaitu 10,17. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar pada kelas yang diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar pada kelas yang diajar dengan metode ceramah. Nilai standar deviasi kelas kontrol untuk pre-test maupun post-test lebih tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen berarti nilai yang diperoleh siswa tersebar jauh dari nilai rata-rata pada kelas kontrol atau kemampuan yang dimiliki oleh tiap siswa tidak merata. Berdasarkan kategori tuntas dan tidak tuntas, maka persentase ketuntasan kelas yang diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext adalah 81,25% sedangkan kelas yang diajar secara konvensional adalah 43,75%. Hal ini menggambarkan bahwa pencapaian hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext lebih tinggi dari pada siswa yang diajar secara konvensional (ceramah). Hasil uji hipotesis dengan menganalisis hasil pos-test dengan menggunakan uji t diperoleh thitung > ttabel dengan nilai signifikansi α = 0,05 menunjukkan HO ditolak dan HI dinyatakan diterima. Sedangkan hasil yang diperoleh dengan bantuan SPSS for Windows menggunakan analisis Univariate analysis of variance, diperoleh nilai signifikansi p = 0,000 < α = 0,050 menunjukkan bahwa H 0 ditolak dan H1 dinyatakan diterima sehingga disimpulkan bahwa, terdapat pengaruh penggunaan media berbasis hypertext pada materi pokok struktur atom dan tabel periodik terhadap hasil belajar siswa Kelas X SMAN 3 Makassar Berdasarkan pemantauan peneliti selama melakukan kegiatan penelitian pada kelas yang diajar dengan pembelajaran konvensional (ceramah), hanya sebagian siswa yang terlibat secara aktif dalam pembelajaran . Peranan guru sangat dominan karena harus menjelaskan materi secara tuntas, hal ini disebabkan karena siswa merasa bosan dengan situasi belajar yang sama pada tiap proses belajar mengajar, meskipun diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau pendapat, hanya sebagian kecil siswa yang aktif . Sedangkan pada kelas eksperimen, siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar, hal ini terlihat dari keseriusan, perhatian serta keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab soal-soal yang diberikan. Hal ini disebabkan karena media ini dilengkapi dengan video, gambar dan animasi yang dapat menarik perhatian siswa sehingga dapat lebih fokus dalam proses belajar dan media ini mampu membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak pada materi struktur 52 atom dan tabel periodik menjadi konkret, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Penjelasan diatas sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa media pembelajaran dapat meningkatkan proses belajar mengajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan mengapa media pengajaran dapat meningkatkan proses belajar siswa antara lain: Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar dan Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemostrasikan, dan lain-lain.(Nana Sudjana, 2002) Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran berbasis hypertext meningkatkan hasil belajar siswa pada kelas yang diajar dengan menggunakan media berbasis hypertext dalam hal ini kelas eksperimen, akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa seperti kecerdasan, lingkungan, psikologi dan sebagainya, bukan hanya dengan menggunakan media berbasis hypertext. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media berbasis hypertext pada materi pokok struktur atom dan tabel periodik berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 3 Makassar. B. Saran Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan, maka penulis menyarankan bagi: 1. Guru bidang studi kimia untuk mempertimbangkan penggunaan media berbasis hypertext dalam proses belajar mengajar pada materi pokok struktur atom dan tabel periodik. 2. Peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian lanjutan tentang penggunaan media berbasis hypertext, agar meneliti materi pokok yang lain sehingga penelitian tentang penggunaan media berbasis hypertext akan lebih luas. DAFTAR PUSTAKA Abd Halig, 2007, Belajar dan Pembelajaran, Badan Penerbit UNM: Makassar Ahmad, R., 1997, Pengantar interaksi belajar mengajar, Tarsito: Bandung. Amir, Degeng., 2007, Media Pembelajaran, PGSD FIP Universitas Negeri Makassar: Makassar Arifin, Mulyati, dkk., 2003, Strategi belajar mengajar kimia, Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung. Ena, Ouda Teda., 2001, Membuat Media Pembelajaran Interaktif dengan Piranti Lunak Presentasi. Yogyakarta: Indonesian Language and Culture Intensive Course Universitas Sanata Dharma. www.ialf.edu/kipbipa/papers/oudatedaena.doc (Download tanggal: 2 November 2009). Hamalik, 2003, Proses Belajar Mengajar, Bandung: Bumi Aksara. Irvan Permana, 2009, Memahami Kimia 1, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan 53 PENGELOLAAN DANA BOS BERDASARKAN RAPAT KEGIATAN DAN ANGGARAN SEKOLAH (RKAS) DALAM MENINGKATKAN PROSES BELAJAR MENGAJAR Husain AS14 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengelolaan Dana BOS dalam meningkatkan Proses Belajar Mengajar (PBM) pada SDN Pajjaiang 2 Kec.Biringkanaya Makassar. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, interview dan dokumentasi. Sedangkan analisa data menggunakan metode deskriptif terhadap pengelolaan dana BOS dalam meningkan proses belajar mengajar.Hasil penelitian menunjukkan bahwapengelolaan dana BOS triwulan I tahun 2014 telah dibelanjakan sesuai Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) SDN Pajjaiang 2 Kec. Biringkanaya Makassar, guna meningkatkan proses belajar mengajar. Kata kunci: Pengelolaan Dana BOS, Proses Belajar Mengajar. PENDAHULUAN Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah suatu kegiatan yang merupakan implementasi kebijakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan, khususnya dalam mendukung program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.Berdasarkan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya serta wajib belajar merupakan tanggung jawab Negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah daerah dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar serta satuan pendidikan lain yang sederajat dengan menjamin bahwa peserta didik tidak terbebani biaya pendidikan. Salah satu indikator penuntasan program WAJAR 9 Tahun dapat diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) SD. Pada tahun 2005 APK SD telah mencapai 115%, sehingga program tersebut dinilai tuntas 7 tahun lebih awal dari target deklarasi Education For All (EFA) di Dakar. Pada tahun 2014 , anggaran yang diterima oleh SDN Pajaiang 2 Kecamatan Biringkanaya Makassar. Sebesar Rp. 580.000,-/siswa. Dana tersebut terbagi dalam empat triwulan. Dengan demikian, maka anggaran dana BOS yang diterima dalam setiap triwulan sebesar Rp. 145.000,-/siswa dan anggaran tersebut dipergunakan dalamPBM.Hal inilahyang menjadi daya tarik tersendiri bagipenulis untuk melakukan penelitian guna mengetahui, apakah pengelolaan dana BOS triwulan pertama tahun 2014 telah dibelanjakan sesuai Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) SDN Pajaiang 2 Kec. Biringkanaya Makassar?. 1. Dana Bantuan Operasional Sekolah Adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program 14 Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar DPK Kopertis Wilayah IX Sulawesi 54 wajib belajar.Menurut PP 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, biaya non personalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tidak langsung berupa daya listrik, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi,dan biaya pajak. 2. Tujuan dan Sasaran Bantuan Operasional Sekolah a. Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa dengan sasaran SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (terbuka) negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih. b. Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta. Meringankan beban biaya operasional sekolah bagi siswa di sekolah swasta. 3. Pengelolaan Dana BOS Pengelolaan dananya didasarkan pada kesepakatan antara Tim Manajemen Sekolah, Dewan Guru dan Komite Sekolahsecara tertulis dalam bentuk berita acara rapat dan tandatangani oleh peserta rapat. 4. Proses Belajar Mengajar Belajar, adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.Tafsiran lain tentang belajar yang menyatakan, bahwa suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Sedangkan mengajarmenurut Hamlik(2007) ialah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah. Kriteria ini sejalan dengan pendapat dari teori pendidikan yang bersikap pada mata pelajaran yang disebut formal atau tradisional. METODOLOGI 1. Lokasi, Waktu dan DesainPenelitian, di SDN Pajjaiang 2 Kecamatan Biringkanaya Makassar, pada bulan April 2014.Desain penelitian adalah studi kasus yang mendeskripsikan pengelolaan dana BOS terhadap peningkatan proses belajar mengajar (PBM). 2. Obyek Penelitian, antara lain Kepala sekolah, guru-guru, tenaga kependidikan (staf) dan siswa pada SDN Pajaiang 2 Kecamatan Biringkanaya Makassar. 3. Jenis Dan Teknik Pengumpulan Data a. Datakualitatif yaitu data yang diperoleh dariSDN Pajjaiang 2 Kecamatan Biringkanaya Makassar, dalam bentuk informasi baik secara lisan maupun secara tertulis, seperti pengambilan data yaitu: gambaran singkat RKAS Triwulan I, Buku Kas Umum, Data Siswa dan Struktur Organisasi. b. Data kuantitatif yaitu data yang diperoleh dari SDN Pajjaiang 2 Kec. Biringkanaya Makassar, dalam bentuk angka yaitu jumlah dana BOS yang diterima pada triwulan I. 4. Teknik Pengumpulan Data, dilapang (field research), yaitu dengan cara: a. Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung pada obyek penelitian dan mengumpulkan data yang diperlukan. b. Wawancara yaitu mengadakan tanya jawab dengan kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan dan siswa pada SDN Pajjaiang 2 Kec. Biringkanaya Makassar. c. Dokumentasi yaitu melakukan dokumentasi pada saat pengambilan data RKAS, Buku Kas Umum, Data Siswa, Struktur Organisasi pada SDN Pajjaiang 2 Kec. Biringkanaya Makassar. 55 5. Teknik Analisis Data, digunakan analisis deskriptif, yakni mendeskripsikan tentang penerapan anggaran berbasis kinerja pengelolaan dana BOS terhadap peningkatan proses belajar mengajar (PBM) yakni penganggaran serta sasaran program dan besar bantuan dana BOS di sekolah. Hasil analisis data tersebut dijadikan landasan untuk pengelolaan dana BOS. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Visi, Misi dan Tujuan Berprestasi, berbudaya, beriman, dan bertakwa, dengan meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, disiplin warga sekolah, rata-rata nilai kelulusan siswa, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, prestasi dalam bidang akademik, seni dan keterampilan, pelaksanaan sholat berjamaah, pengajian rutin, dan baca tulis Al-Qur’an serta memiliki lingkungan sekolah yang aman, bersih, indah dan sejuk, sehingga sekolah menjadi kondusif. 2. Struktur Organisasi Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang disepakati. Agar organisasi berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya, maka perlu dibentuk struktur organisasi yang memegang peranan penting dan tidak boleh diabaikan oleh setiap organisasi baik swasta dan pemerintah. 3. Pembahasan Kondisi Umum Pengelolaan Dana BOS SDNPajjaiang 2 Kec.Biringkanaya Makassar, Secara garis besar, pengelolaan keuangan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitupenerimaan dan pengeluaran. Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah dalam melaksanakan otonomi daerah. Konsekuensi logis pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No. 29 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 menyebabkan perubahan dalam manajemen keuangan daerah, reformasi anggaran. Dalam manajemen berbasis sekolah penggunaan dana BOS di Sekolah harus didasarkan pada kesempatan dan keputusan bersama antara tim manajemen BOS sekolah, dewan guru dan Komite Sekolah. Hasil kesepakatan di atas harus dituangkan secara tertulis dalam bentuk berita acara rapat dan ditandatangani oleh peserta rapat.Dana BOS yang diterima oleh sekolah, dapat digunakan untuk membiayai komponen kegiatan-kegiatan berikut: Kegiatan belajar mengajar, pengadaan sarana dan prasarana serta digunakan untuk peningkatan mutu sekolah.Pertanggungjawabannya dilakukan triwulan yang dilakukan di dalam rapat dewan sekolah, yang diikuti oleh komponen sekolah, masyarakat dan pemerintah daerah. RKAS: yang telah dianggarkan pada Triwulan I2014 sejumlah Rp. 40.165.000,-. dengan rekapitulasi realisasi penggunaan dana BOS triwulan Itahun 2014 adalah sebagai berikut: a. Program Kegiatan Pengembangan Standar Isi sebesar Rp. 5.359.000,b. Program Kegiatan Pengembangan Pendidik dan tenaga Kependidikan Rp. 5.130.000,c. Program Kegiatan Pengembangan Sarana dan Prasarana Sekolah Rp. 16. 487.020,d. Program Kegiatan Pengembangan Standar Pembiayaan Rp 12.088.980,e. Program Kegiatan Pengembangan dan Implementasi Rp. 1.100.000,Dengan melihat hasil perbandingan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah dan rekafitulasi realisasi pengunaan dana BOS periode Januari sampai dengan Maret 2014 yang dijabarkan dalam Buku Kas Umum dapat dijelaskan bahwa pengelolaan Dana BOS Triwulan I tahun 2014 telah dibelanjakan sesuai dengan RKASyang telah disusun sebesar Rp 40.165.000,-. 56 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis berkesimpulan bahwa pengelolaan dana BOS triwulan I tahun 2014 telah dibelanjakan sesuai Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) SDN Pajaiang 2 Kecamatan Biringkanaya Makassar. Karena itu penulis menyarankan agar Kepala sekolah dan Pengurus Komite tetap konsisten dalam penyusunan anggaran yang diikuti dengan pengawasan yang ketat untuk menghindari penyalagunaan anggaran. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2004, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah, Depdagri, Jakarta. Bastian, Indra.2001, Manual Keuangan Daerah 2001, Pusat Pembangunan Akuntansi FEUGM, Yogyakarta. Departemen Pendidikan Nasional, 2000,Manajemen Sekolah, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menegah, Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional, 2010,Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta. Hamalik Oemar, 2007,Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara , Jakarta Hidayat, Setia. 2001. Antisipasi Pengembangan Pendidikan Dalam Rangka Otonom Daerah, Edisi Revisi,Bandung: UPI Kementrian Pendidikan Dan Kebudayan, 2013,Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan Operasional Sekolah, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Jakarta. Mulyasa, M. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Nafarin. M. 2007,Penganggaran Perusahaan,Edisi Revisi, Penerbit Salemba Empat, Indonesia. Ratna. 2014, Hasil penelitian Dana Bos di SD Tamalate Makassar, STKIP-PI, Makassar Ruky. Achmad S, 2001,Sistem Manajemen Kinerja, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Undang-Undang No.20 tahun 2013, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Nomor: 29 tahun 2009 Peraturan Pemerintah Nomor: 25 tahun 2000. 57 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN APTITUDE-TREATMENT INTERACTION (ATI) TERHADAP HASIL BELAJAR AGAMA ISLAM PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 POLONGBANGKENG UTARA Harun Abdullah15 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Aptitude-Treatment Interaction (ATI) terhadap Hasil Belajar Agama Islam pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara. Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara kelas XI IPS. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes/evaluasi dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial yaitu uji-t. Berdasarkan hasil penelitian, hasil belajar siswa memperlihatkan bahwa ada pengaruh penerapan model pembelajaran ATI terhadap hasil belajar siswa. Hasil analisis inferensial uji-t menunjukkan bahwa thitung > ttabel pada taraf nyata = 0,05 diperoleh thitung = 16,97 dan ttable =1,706 , karena thitung lebih besar dari ttable yaitu 16,97> 1,706 maka H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa variabel penerapan model pembelajaran aptitude treatment interaction (ATI) berpengaruh positif terhadap variabel hasil belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara. Kata Kunci: Aptitude-Treatment Interaction, Hasil Belajar, Agama Islam PENDAHULUAN Peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran harus mendapatkan perhatian yang serius, karena pembangunan Indonesia dimasa mendatang makin memerlukan manusia yang berkualitas dan mandiri. Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut diperlukan berbagai upaya yang hampir mencakup semua komponen pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dalam proses belajar mengajar, pengadaan buku pelajaran dan sarana belajar lainnya yang berkenaan dengan mutu pendidikan, serta peningkatan kualitas guru. Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan suatu perubahan menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Manusia tanpa belajar akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang tidak lain juga merupakan produk kegiatan berpikir manusia pendahulunya. Dalam pencapaian tujuan pendidikan, pemerintah telah berusaha dan bekerja keras melakukan pembinaan dan pengembangan pendidikan demi meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dan meningkatkan profesional guru baik perbaikan lembaga pendidikan, penataran guru maupun sertifikasi guru. Berdasarkan pasal 19 ayat 1 PP No. 19 Tahun 2005 bahwa “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Salah satu upaya dalam meningkatkan prestasi belajar adalah dengan meningkatkan 15 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia Makassar 58 kemampuan para guru. Peningkatan mutu pendidikan tersebut tidak lepas dari peran seorang guru. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang perlu dimiliki oleh seorang guru dalam meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Dalam aspek ini guru harus mampu mengenal karakteristik peserta didik. Karakteristik peserta didik terkait dengan aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral dan latar belakang sosial budaya. Guru harus mampu menetapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dan efektif sesuai dengan standar kompetensi guru. Guru mampu menyesuaikan metode pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mampu memotivasi mereka untuk belajar. Lingkungan belajar harus didisain sedemikian rupa sehingga siswa tidak merasa jenuh dan termotivasi untuk mengikuti setiap langkah pembelajaran. Ketidakbetahan serta rasa jenuh yang terkadang melanda sebagian besar peserta didik dalam belajar, antara lain dipengaruhi oleh model pembelajaran, media, serta metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Upaya memperbaiki proses pembelajaran di Sekolah diperlukan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran. Yang dimaksud kondisi pembelajaran disini yaitu tujuan bidang studi, materi bidang studi serta yang paling mendasar adalah karakteristik siswa. salah satu hal yang termasuk ke dalam karakteristik siswa adalah kemampuan awal siswa dalam menerima pelajaran. Setiap siswa memiliki potensi yang perlu dikembangkan. Tindakan atau perilaku belajar dapat ditata atau dipengaruhi. Akan tetapi, tindakan atau perilaku belajar seorang siswa akan tetap berjalan sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Siswa yang lambat berpikir tidak mungkin dipaksakan untuk bertindak secara cepat. Sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan berpikir cepat, sangatlah tidak bijaksana dan tidak mungkin dipaksa bertindak dengan cara lambat. Siswa yang lambat dalam menerima pelajaran akan semakin tertinggal jika perencanaan pembelajaran tidak dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan daya pikir siswa. Sedangkan siswa yang memiliki daya tangkap cepat kemungkinan dapat berfikir semakin maju. Namun, besar kemungkinan juga mereka tidak akan berkembang karena dipaksakan untuk mengikuti pola berpikir siswa yang memiliki kemampuan berpikir lebih lambat. Rancangan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan karakteristik siswa perlu dipertimbangkan karena adanya perbedaan karakteristik dan kemampuan intelektual siswa. Salah satu model pembelajaran yang melaksanakan pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dalam hal ini kemampuan individu siswa adalah model pembelajaran ATI (Aptitudetreatment Interaction). Menurut nurdin (2005:37): ATI (Aptitude-treatment Interaction) adalah suatu konsep atau pendekatan yang memiliki sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang efektif digunakan untuk menangani siswa tertentu sesuai dengan karakteristik dan kemampuan siswa yang berbeda. Dengan asumsi bahwa optimalisasi hasil belajar dapat dicapai melalui penyesuaian antara pembelajaran dengan perbedaan kemampuan (aptitude) siswa. Secara hakiki, ATI bertujuan untuk menciptakan dan mengembangkan suatu model pembelajaran yang betul-betul memperhatikan kaitan antara kemampuan seseorang dengan pengalaman belajar atau dengan metode pembelajaran. ATI berupaya menemukan dan memilih sejumlah kiat. Kiat tersebut dijadikan sebagai treatment yang tepat dengan kaitannya terhadap perbedaan kemampuan siswa. Kemudian melalui suatu interaksi, treatment-treatment tersebut dikembangkan dalam pembelajaran, dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar. 59 Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan penulis pada siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara pada bulan februari 2014 diperoleh keterangan dari guru bidang studi Agama Islam bahwa nilai ulangan harian Agama Islam kelas XI IPS tersebut 83,33 % memperoleh nilai di bawah standar kelulusan. Ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 9.1. Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara Jumlah siswa 10 orang 6 orang 15 orang 23 orang 42 orang Sumber: SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara Interval nilai 80-100 66-79 56-65 40-55 ≤39 Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata hasil belajar Agama Islam siswa kelas XI IPS SMAN 1 Polongbangkeng Utara berada di bawah nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan di sekolah tersebut, yaitu 70 dari skor ideal 100 sehingga masih perlu ditingkatkan. Beberapa kendala utama sehingga hasil belajar Agama Islam belum mencapai taraf yang diharapkan adalah kurangnya motivasi untuk belajar Agama Islam. Kendala lain adalah kekuatan mengingat materi yang diajarkan serta seringnya Agama Islam dianggap oleh siswa sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami. Dari beberapa kendala di atas timbul karena proses belajar yang masih menyamakan perlakuan-perlakuan dalam pembelajaran yang tidak disesuaikan dengan perbedaan kemampuan siswa. Siswa yang lambat dalam menerima pelajaran akan semakin tertinggal jika perencanaan pembelajaran tidak dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan daya pikir siswa. Sedangkan siswa yang memiliki daya tangkap cepat kemungkinan dapat berpikir semakin maju, namun besar kemungkinan juga mereka tidak akan berkembang karena dipaksakan untuk mengikuti pola berpikir siswa yang memiliki kemampuan berpikir lebih lambat. Begitu pula sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan berpikir lambat akan semakin tertinggal jika dipaksakan untuk mengikuti pola berpikir siswa yang memiliki kemampuan cepat. Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi kendalakendala tersebut adalah penerapan model pembelajaran yang memperhatikan karakteristik peserta didik, dalam hal ini adalah model pembelajaran ATI. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran ATI terhadap hasil belajar Agama Islam pada siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara?. Dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah “Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran ATI terhadap hasil belajar Agama Islam pada siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara”. Pembelajaran merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh seorang guru dengan peserta didik untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu cara agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik maka diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa. Menurut Trianto (2010:51) “Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalam tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, dan pengelolaan kelas”. Menurut Nurdin (2005:37) Secara subtantif dan teoritik “ATI dapat diartikan sebagai suatu konsep pendekatan yang memilik sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang 60 efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan kemampuan masing-masing”. Menurut Snow dalam Nurdin (2005:37) “ATI merupakan sebuah konsep (model) yang berisikan sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang efektif digunakan untuk menangani peserta didik tertentu sesuai dengan karakteristik kemampuannya”. Didasari oleh asumsi bahwa optimalisasi prestasi akademik/hasil belajar dapat dicapai melalui penyesuaian antara pembelajaran dengan perbedaan kemampuan peserta didik. Menurut Cronbach dalam Nurdin (2005:38) : ATI adalah sebuah pendekatan yang berusaha mencari dan menemukan perlakuan-perlakuan (treatment) yang cocok dengan perbedaan kemampuan peserta didik, yaitu perlakuan secara optimal efektif diterapkan untuk peserta didik yang berbeda tingkat kemampuannya. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran ATI adalah sebuah model pembelajaran yang menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik kemampuan peserta didik, sehingga model pembelajaran tersebut efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan kemampuannya masingmasing. METODOLOGI A. Variabel Penelitian dan Disain Penelitian 1. Variabel penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (indpendent variabel) dan variabel terikat (dependen variabel). a. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran ATI (X) b. Varibel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar Agama Islam pada peserta didik kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara (Y). 2. Disain penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimen berupa Pre Eksperimenal design yang menggunakan disain Pre Test and Post Test Group. Di dalam disain ini dilakukan dua kali observasi yaitu sebelum eksperimen (01) dan setelah eksperimen (02). Menurut Arikunto (2006:85), pola disain pre test and post test group adalah: 01 X 02 Keterangan: 01 : Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (pre-test) 02 : Observasi yang dilakukan setelah eksperimen (post-test) X : Treatment (perlakuan) Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara sekaligus sebagai sampel (sampling jenuh). Teknik pengumpulan data berupa evaluasi/tes dan dokumentasi dan dianalisis dengan menggunakan pengujian Analisis Statistik deskriptif dan analisis statistik Inferensial yaitu dengan menggunakan analisis uji-t. Rancangan dari keseluruhan kegiatan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada bagan disain penelitian berikut ini: 61 SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara Kelas XI IPS Model Pembelajaran ATI --- Teknik Pengumpulan Data: 1. Evaluasi/Tes 2. Dokumentasi Hasil Belajar Akuntansi 1. Trietment Awal 2. Pengelompokan Peserta didik 3. Pemberian Perlakuan 4. Achievement Test Evaluasi meliputi: 1. Ranah kognitif 2. Ranah afektif 3. Ranah psikomotoris Teknik Analisis Data 1. Analisis statistik deskriptif 2. Analisis Statistik Inferensial Hasil dan Kesimpulan Gambar 9.1. Skema Desain Penelitian B. Definisi Operasionaal Variabel dan Pengukuran Variabel 1. Definisi operasional Definisi operasional dapat memberikan kemudahan penjelasan secara spesifik tentang variabel yang akan diteliti. Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Model pembelajaran ATI adalah model pembelajaran yang membagi peserta didik ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok cepat, sedang dan lambat dimana kelompok cepat diberi perlakuan berupa modul kelompok sedang dan lambat dibimbing oleh guru secara konvensional dan diberikan media berupa modul kemudian kelompok lambat ditambahkan dengan tutorial selama 30 menit. b. Hasil belajar Agama Islam adalah nilai rata-rata mata pelajaran Agama Islam yang diperoleh peserta didik SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara setelah mengikuti post test dan perbandingan antara nilai post test dengan pre test. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan model pembelajaran ATI, siswa dikelompokkan kedalam 3 kelompok: kelompok cepat (laba rugi), kelompok sedang (ekuitas), kelompok lambat (neraca). Pengelompokan ini diperoleh dari hasil aptitude testing (placement test) yang dilakukan oleh 62 peneliti sebelum pemberian, selain itu pengelompokan siswa dilakukan dengan mempertimbangkan peringkat siswa serta keseharian siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dengan informasi yang diperoleh dari guru mata pelajaran Agama Islam. Proses pengelompokan tersebut dari 27 siswa pada kelas XI IPS SMA Negeri 1 polongbangkeng Utara diperoleh 6 siswa pada kategori kelompok cepat, 10 siswa pada kategori kelompok sedang, dan 11 siswa pada kategori kelompok lambat. Sebelum memberikan perlakuan kepada masing-masing kelompok terlebih dahulu diberikan soal pre test sebagai bahan perbandingan dengan hasil post test untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran ATI terhadap hasil belajar. Perlakuan yang diberikan kepada tiap kelompok berbeda sesuai dengan kemampuannya. Perlakuan yang diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan cepat berupa self learning atau belajar mandiri melalui modul. Belajar mandiri dengan kemampuan cepat dianggap mampu mengikuti laju kemampuan masing-masing. Jika siswa dengan kemampuan cepat dibelajarkan dengan teman-temannya yang memiliki kemampuan lambat dan sedang , siswa kelompok cepat tersebut akan merasa bosan dan sering tidak memperhatikan penjelasan guru,karena kebiasaan yang dilakukan oleh guru sering kali mengulang penjelasan untuk memenuhi kebutuhan siswa yang lambat dalam menerima materi. Perlakuan yang diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan sedang dan lambat diajar dalam situasi kelas yang terstruktur dengan pembelajaran regular. Secara psikologis siswa dengan kemampuan yang lebih lambat akan merasa minder dan malu untuk mengungkapkan pendapat jika diajar bersama dengan teman-teman yang pintar. Ketika dipisahkan dengan teman-teman yang pintar maka mereka merasa lebih percaya diri dan memperlihatkan antusias yang cukup besar dalam menerima pelajaran. Perlakuan khusus diberikan kepada siswa dengan kemampuan lambat dalam menerima pelajaran sehingga diberikan bantuan dalam belajar melalui tambahan jam belajar (tutorial) yang dilaksanakan diluar jam pelajaran, biasanya dilaksanakan pada saat istirahat ataupun pulang sekolah. Setelah rangkaian treatment dalam proses pembelajaran tersebut peneliti memberikan soal post test berupa soal evaluasi sebagai bahan perbandingan dengan hasil pre test yang telah diberikan sebelum treatment tersebut. Peningkatan aktivitas siswa seperti menjawab pertanyaan, mengajukan pendapat serta bertanya tersebut sangat terlihat pada kelompok sedang. Kelompok sedang yang mendapat treatment (perlakuan) pembelajaran konvensional bersama kelompok lambat, selalu antusias dalam mengikuti setiap fase-fase pembelajaran. Siswa selalu aktif menjawab pertanyaan, bertanya, mengerjakan tugas, mencatat materi dan menyimpulkan pelajaran. Siswa yang memiliki kemampuan sedang timbul rasa percaya diri yang tinggi dalam belajar, karena selama ini mereka dibayang-bayangi rasa takut salah dan ditertawakan oleh siswa yang pandai dalam menyatakan pendapat. Terpisahnya mereka belajar dengan siswa pandai maka muncul suasana kompetitif dalam belajar. Siswa yang memiliki kemampuan sedang tidak merasa canggung lagi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru dan menyampaikan pendapat sendiri. Kelompok lambat juga terlihat peningkatan hasil belajarnya, disamping telah terlepas dari dominasi siswa yang berkemampuan tinggi mereka juga merasa telah memiliki percaya diri dalam mengeluarkan pendapat dan menjawab pertanyaan. Siswa kelompok lambat lebih rajin mencatat penjelasan yang disampaikan guru serta serius dalam menyimak penjelasan guru. Mereka juga lebih aktif dalam mengerjakan latihan ataupun tugas yang diberikan. Siswa yang memiliki kemampuan yang agak lambat dari teman-temannya lebih berani dan tidak malu lagi untuk mengeluarkan pendapat dan menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru ataupun teman-teman lainnya. Mereka juga lebih berani mengungkapkan pertanyaan dan menjawab pertanyaan. Peningkatan tersebut dikarenakan kelompok lambat di tangani dengan perlakuan spesial re-teaching (tutorial). Kemampuan lambat tertutupi 63 dengan adanya waktu tutorial yang diberikan oleh guru setelah waktu pulang sekolah selesai. Kelas tutorial memiliki pengaruh penting, selain mengulangi pelajaran yang telah diajarkan sebelumnya pada kelas konvensional juga menjawab soal-soal dan tempat bagi kelompok lambat untuk mengejar ketertinggalannya dengan teman lainnya. Kelas tutorial hanya terdiri dari siwa kelompok lambat, suasananya tidak terlalu formal, siswa menjadi lebih santai dan tidak tegang sehingga lebih mudah dalam menerima pelajaran. Pada kelas tutorial guru selalu memberikan dorongan dan memperhatikan kebutuhan serta kesanggupan belajar kelompok lambat. Layaknya kelompok sedang dan lambat, kelompok cepat juga mengalami peningkatan yang sangat pesat. Peningkatan tersebut dikarenakan mereka belajar dengan menggunakan cara mereka sendiri. Mereka belajar sendiri tanpa harus menunggu penyampaian materi dari guru dan tanpa harus dirugikan dengan menunggu teman yang memiliki kemampuan lebih lambat dari mereka. Kelompok cepat lebih aktif dalam belajar baik dengan menggunakan modul maupun buku-buku pelajaran lain yang relevan. Kelompok cepat lebih aktif mengembangkan diskusi bersama teman-temannya tanpa bantuan guru serta mengerjakan tugas latihan dan membahas bersama teman-temannya. Peningkatan-peningkatan yang diuraikan di atas membuktikan bahwa ada pengaruh penerapan model pembelajaran aptitude treatment interaction (ATI) terhadap hasil belajar siswa yang membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran ATI dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara. Sehingga dapat pula dinyatakan bahwa model pembelajaran ATI efektif dalam mengoptimalkan prestasi atau hasil belajar siswa baik yang memiliki kemampuan lambat, sedang, maupun cepat. 1. Hasil Belajar Penelitian ini telah dilaksanakan pada kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara, tahun ajaran 2013/2004 yang diajar dengan model pembelajaran Aptitude Tretment Interaction (ATI). Dalam penelitian ini proses pembelajaran dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan dengan alokasi waktu 15 jam pelajaran dengan penambahan jam untuk kelas tutorial 6 jam pelajaran. Adapun di bawah ini dipaparkan perbandingan nilai pretest dan posttest melalui nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-rata serta standar deviasi yang diperoleh siswa pada kelompok cepat, kelompok sedang dan kelompok lambat. Tabel 9.2. Perbandingan Nilai tertinggi, terendah, nilai rata-rata dan standar deviasi pretest dan posttest pada kelompok cepat, sedang dan lambat. Klp Kelompok cepat Kelompok sedang Kelompok lambat Nilai Nilai tertinggi Nilai terrendah Nilai rata-rata Standar deviasi Pretest 60 39 49,2 8,0 Posttest 98 84 90,3 6,2 Pretest 50 32 40,8 10,3 Posttest 90 66 80,2 11,4 Pretest 32 23 29,2 4,1 Posttest 80 52 65,6 13,4 Sumber: SMA Negeri 1 polongbangkeng utara (data diolah) Berdasarkan pada tabel 9.2 hasil olah data memperlihatkan adanya perbedaan hasil belajar Agama Islam siswa SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara pada materi jurnal umum dan buku besar sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI). Hal ini dapat dibuktikan dari perbedaan nilai rata-rata antara pretest dan posttest. Pada kelompok cepat, nilai rata-rata pretestnya adalah 49,2 dan nilai rata-rata posttest setelah diajar dengan menggunakan model pembelajaran ATI adalah 90,3, pada kelompok sedang nilai rata-rata pretestnya adalah 40,8 dan nilai rata-rata posttestnya setelah diajar dengan menggunakan model pembelajaran ATI adalah 80,2, pada kelompok lambat 64 nilai rata-rata pretestnya adalah 29,2 dan nilai rata-rata posttestnya setelah diajar dengan menggunakan model pembelajaran ATI adalah 65,6. Peningkatan hasil belajar siswa tersebut dikarenakan setiap siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan awal mereka dalam menangkap pelajaran. Siswa yang diajar sesuai dengan kemampuan awaln siswa dalam memahami pelajaran, sehingga tidak ada kelompok siswa yang dirugikan karena materi pelajaran yang terlalu cepat ataupun terlalu lambat. Optimalisasi prestasi/hasil belajar dapat dicapai melalui penyesuaian antara pembelajaran dengan perbedaan kemampuan siswa. Penyesuaian pembelajaran dengan kesanggupan individual berarti bahwa yang harus diperhatikan bukan hanya siswa yang lambat dalam menerima pelajaran tetapi jug anak-anak yang pandai, sehingga setiap siswa berkembang dengan kecepatannya masing-masing. Keseluruhan nilai pretest yang diperoleh siswa kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 Polut, frekuensi dan persentase nilai yang diperoleh kelompok cepat, kelompok sedang, dan kelompok lambat pada pretest untuk tiap kategori pada interval nilai tertentu dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9.3. Frekuensi dan persentase Interval pengkategorian nilai kelompok cepat, sedang dan lambat pada pretese. Interval Klp cepat Klp sedang Klp lambat Kategori nilai F P(%) F P(%) F P(%) 80 – 100 0 0 0 Sangat Baik 66 – 79 0 0 0 Baik 56 – 65 2 0 0 Cukup 33,3% 40 – 55 3 50 % 5 50 % 0 Kurang <39 1 16,7% 5 50 % 11 100% Gagal Jumlah 6 10 100% 11 100% 100% Sumber: SMA Negeri 1 Polongbangkeng utara (data diolah) Tabel 9.3 menunjukkan bahwa pada pretest, kelompok cepat yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model ATI pada materi jurnal umum dan buku besar persentase dari 6 siswa yang dikategorikan baik sekali adalah 0% dikategorikan baik dan 33,3% dikategorikan cukup, 50% dikategorikan kurang dan 16,7% dikategorikan gagal. Sedangkan persentase dari 10 siswa kelompok sedang adalah 0 % dikategorikan sangat baik, 0% dikategorikan baik, 0% dikategorikan cukup dan 50 % dikategorikan kurang, dan 50% dikategorikan gagal. Kemudian persentase dari 11 siswa kelompok lambat adalah 0 % dikategorikan sangat baik, 0% dikategorikan baik, 0% dikategorikan cukup dan 0 % dikategorikan kurang, dan 100 % dikategorikan gagal. Salah satu faktor yang mempengaruhi sehingga persentase hasil belajar pada pretest ini sangat rendah adalah model/ strategi pembelajaran yang menyamakan perlakuan kepada seluruh siswa. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan sedang dan lambat tidak bisa mengikuti proses pembelajaran secata optimal karena keterbatasan kemampuan siswa yang tidak bisa mengikuti kemampuan siswa yang berkemampuan cepat. Begitu pula sebaliknya, ketika guru melaksanakan pembelajaran dengan mengikuti kemampuan siswa lambat dan tidak memperhatikan kemampuan siswa kelompok cepat maka siswa yang memiliki kemampuan cepat akan merasa bosan akibat penjelasan yang berulang-ulang dari guru yang mengakibatkan perhatian siswa berkurang. Tahap berikut setelah dilakukan pretest, Siswa kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara kemudian diajar dengan menggunakan model pembelajar ATI. Sehingga diperoleh frekuensi dan persentase nilai kelompok cepat, kelompok sedang, dan kelompok lambat untuk tiap kategori (sangat baik, baik, cukup, kurang, gagal ) pada interval 65 nilai tertentu dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9.4. Frekuensi dan persentase Interval pengkategorian nilai kelompok cepat, sedang dan lambat pada posttest Interval nilai Klp cepat Klp sedang Klp lambat Kategori F P(%) F P(%) F P(%) 80-100 6 100% 6 60% 1 9,0% Sangat Baik 66-79 0 4 40% 3 27,3% Baik 56-65 0 5 45,5% Cukup 0 40-55 0 0 2 18,2% Kurang 30-39 0 0 Gagal 0 Jumlah 6 100% 10 100% 11 100% Sumber: SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara (data diolah) Tabel 9.4 menunjukkan persentase dari 6 siswa kelompok cepat yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model ATI pada materi jurnal umum dan buku besar adalah 100 % dikategorikan baik sekali dibandingkan dengan persentase yang diperoleh pada persentase interval pretest pada tabel 5 yaitu 0 % dikategorikan baik sekali. Salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya persentase interval nilai kelompok cepat pada post adalah perlakuan (treatment) yang diberikan kepada kelompok cepat dalam bentuk belajar mandiri menggunakan modul serta kebesan yang diberikan kepada kelompok siswa tersebut untuk menggali potensi mereka sesuai dengan kemampuan mereka dengan menggunakan berbagai sumber informasi lain seperti buku-buku yang relevan serta media pembelajaran yang menunjang. Pembelajaran untuk siswa berkemampuan cepat akan lebih efektif bila lingkungan belajar dikondisikan secara fleksibel, menyenangkan, tidak terlalu terstruktur dan tidak kaku. Sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan dan gaya belajar mereka. Pada kelompok sedang, persentase dari 10 siswa adalah 60% dikategorikan sangat baik, 40 % dikategorikan baik, 0 % dikategorikan cukup, 0% dikategorikan kurang, dan 0% dikategorikan gagal. Kemudian persentase dari 11 siswa kelompok lambat adalah 9,0% dikategorikan sangat baik, 37,3 % dikategorikan baik, 45,5% dikategorikan cukup dan 18,2 % dikategorikan kurang, dan 0% dikategorikan gagal. Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan persentase hasil belajar kelompok sedang dan lambat pada post test sejalan dengan prinsip pembelajaran ATI yaitu lingkungan belajar yang terstruktur sangat sesuai bagi siswa yang memiliki kemampuan lambat, bagi siswa yng memiliki rasa percaya diri kurang belajarnya akan lebih berhasil bila berada dalam lingkungan belajar yang sangat terstruktur. Selain itu penambahan jam pelajaran serta motivasi-motivasi yang diberikan kepada siswa pada kategori kelompok lambat dan sedang juga sangat berpengaruh. Pembelajaran yang dikembangkan dalam suasana yang menyenangkan dan bebas dari tekanan dapat meningkatkan aktivitas belajar dan meningkatkan perolehan hasil belajar siswa. Hasil belajar yang diperoleh siswa bergantung pada bagaimana kondisi pembelajaran guru di kelas. Siswa yang mempunyai kemampuan belajar sedang dan lambat atau yang mempunyai tingkat kepercayaan diri yang kurang, belajarnya akan lebih efektif dan berhasil jika lingkungan belajarnya ditata sedemikian rupa atau diatur secara terstruktur. 2. Pengujian Hipotesis Hipotesis yang akan diuji dengan menggunakan uji-t adalah: ada pengaruh penerapan model pembelajaran Aptitude-Treatment Interaction (ATI) terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 POLUT. Pengujian statistiknya: 66 Kriteria pengujian untuk uji t adalah thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, namun jika thitung <ttabel maka H1 ditolak dan H0 diterima. Hasil perhitungan dengan menggunakan uji-t pada taraf nyata = 0,05 diperoleh thitung = 16,97 dan ttable =1,70 , karena thitung lebih besar dari ttable ( 16,97> 1,70) maka H1 diterima. selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3. Hal ini menunjukkan bahwa variabel penerapan model pembelajaran aptitude treatment interaction (ATI) berpengaruh positif signifikan terhadap variabel hasil belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kelas XI IPA SMA DH Negeri 1 Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar tahun ajaran 2013/2014 kelas XI IPS tentang pengaruh penerapan model pembelajaran ATI terhadap hasil belajar Agama Islam siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara maka penulis dapat memberikan kesimpulan untuk memudahkan para pembaca dalam memahami tulisan ini secara singkat.berikut ini yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian sebagai berikut: 1. Hasil analisis yang diperoleh baik secara deskriptif maupun inferensial memperlihatkan adanya perbedaan hasil belajar Agama Islam siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran ATI. Hal ini dapat dibuktikan dari perbedaan nilai rata-rata pre test dan post test siswa. 2. Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t dengan tingkat kepercayaan 90% menunjukkan bahwa hasil perhitungan pada taraf nyata α=0,01 diperoleh thitung =13,1 dan ttabel =2,47, dengan demikian hipotesis dari penelitian ini diterima yaitu model pembelajaran ATI berpengaruh positif terhadap hasil belajar Agama Islam siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara B. Saran Sehubungan dengan kesimpulan hasil penelitian di atas maka saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah : 1. Model pembelajaran Aptitude Treatment-Interaction (ATI) dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran Agama Islam untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Model pembelajaran Aptitude Treatment- Interaction (ATI) dapat terus dikembangkan dan dikolaborasikan dengan metode dan penggunaan media lain sehingga dapat menjadi lebih menarik lagi untuk lebih meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran DAFTAR PUSTAKA Aisyah, Nur Mimin & Fitria, Hartatik. 2009. Ekonomi untuk SMA Dan MA Kelas X. Jakarta:Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Daryanto, 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Nurdin, Syafruddin. 2005. Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keanekaragaman Individu Peserta didik. Ciputat: Quantum Teaching. Rusman.2012. Belajar Dan Pembelajaran Berbasis Computer Mengembangkan Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: Alfabeta Sudjana, Nana. 2013. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung:PT. Remaja Rosdakarya 67 PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MAHASISWA YANG MASUK MELALUI JALUR SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI DENGAN JALUR MANDIRI Muhammad Azis16 ABSTRAK Perbandingan Hasil Belajar Mahasiswa Melalui Sistem Masuk Jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan Jalur Mandiri pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara mahasiswa yang diterima melalui jalur SNMPTN dan jalur mandiri pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar.Variabel dalam penelitian ini adalah hasil belajar mahasiswa yang diukur dengan satuan pengukuran persentase. Populasinya adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar, dengan sampel 60 orang, jalur SNMPTN 30 orang dan jalur mandiri 30 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, data diolah dengan menggunakan rumus Uji beda Independent Sample T-tes Untuk menguji perbedaan hasil belajar antara mahasiswa yang diterima melalui jalur SNMPTN dan jalur mandiri digunakan analisis uji-t untuk membandingkan dua kelompok mean dari dua sampel yang berbeda, dimana hasil yang diperoleh yakni: bahwa thitung (2,041) > dari ttabel (1,67155) pada tingkat kekeliruan 5 persen dan derajat bebas 58, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar mahasiswa yang diterima melalui jalur SNMPTN dengan melalui jalur mandiri. Hasil belajar mahasiswa yang diterima melalui jalur SMPTN lebih rendah dari pada yang diterima melalui jalur mandiri pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. Kata Kunci : Hasil belajar, SNMPTN, jalur mandiri PENDAHULUAN Era globalisasi tidak hanya berdampak pada bidang ekonomi, tetapi hampir pada seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk pada pendidikan tinggi. Era globalisasi adalah era persaingan mutu atau kualitas. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus berbasis pada mutu. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, untuk menjamin kelangsungan kehidupan dan perkembangan bangsa. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Pendidikan sebagai suatu upaya untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan berdedikasi tinggi memerlukan suatu pendukung yaitu mutu pendidikan. 16 Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar 68 Mutu pendidikan di Indonesia saat ini masih cenderung rendah bila dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa rendahnya mutu pendidikan saat ini berkaitan erat dengan rendahnya motivasi siswa dalam belajar. Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan dengan melakukan perbaikan semua komponen pendidikan baik kurikulum, peningkatan kualitas guru, maupun sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar mengajar untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu perbaikan-perbaikan juga dilakukan pada kegiatan seleksi masuk perguruan tinggi. Kegiatan seleksi masuk perguruan tinggi dimaksudkan untuk melakukan perluasan akses pendidikan bagi semua lapisan masyarakat Indonesia tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, selain itu mahasiswa baru yang berkualitas secara akademis akan mampu mengikuti dan menyelesaikan studi di universitas sesuai dengan batas waktu dan ketentuan yang berlaku. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan formulasi dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dilakukan dengan jalur undangan, SNMPTN dan jalur mandiri. Kebijakan menetapkan jalur SNMPTN dan jalur mandiri merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 34 Tahun 2010. Dalam Peraturan tersebut dinyatakan penerimaan mahasiswa baru di PTN melalui dua skema, yaitu SNMPTN dan jalur mandiri. SNMPTN merupakan satu-satunya pola seleksi yang dilaksanakan secara bersama oleh seluruh perguruan tinggi negeri dalam satu sistem yang terpadu dan diselenggarakan secara serentak. Oleh karena itu, tes masuk perguruan tinggi diharapkan dapat menjaring mahasiswa yang berkualitas dan masuk pada jurusan yang sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan calon peserta didik. Kemudian dengan diketahui kapasitas mahasiswa yang masuk, institusi pendidikan tersebut dapat menentukan atau mempersiapkan metode yang tepat dalam pencapai target keluaran yang berkualitas. Agar tujuan itu tercapai, maka alat tes yang digunakan hendaknya telah teruji reliabilitas dan validitasnya. Menurut Akhmaloka (2012:46) Tujuan diselenggarakannya jalur mandiri yaitu : (1) Memberikan kesempatan kepada seluruh anak bangsa yang tidak lulus dalam penyeleksian melalui jalur SNMPTN untuk bisa mengikuti seleksi kembali masuk PTN melalui jalur mandiri untuk memperoleh pendidikan tinggi. (2)Mendapatkan calon mahasiswa baru terbaik melalui seleksi siswa yang mempunyai prestasi akademik di SMA/SMK/MA/MAK, termasuk Sekolah RI di Luar Negeri. Penerimaan mahasiswa baru di Universitas Negeri Makassar dilakukan dengan tiga jalur yaitu, jalur PMDK/undangan, SNMPTN dan jalur mandiri. Penerimaan mahasiswa melalui jalur SNMPTN Universitas Negeri Makassar menerima mahasiswa melalui tes berskala nasional. Sedangkan untuk jalur mandiri yaitu UNM membuka pendaftaran sendiri. Calon mahasiswa yang ingin masuk melalui jalur ini harus mendaftar langsung ke UNM dan ujian langsung di universtas tersebut. Jalur mandiri dibuka untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang tidak lulus dalam tes SNPTN. Jalur mandiri ini biasanya identik dengan biaya mahal, tetapi jalur ini menjadi alternatif terakhir bagi mereka yang sangat mengidamkan menjadi mahasiswa perguruan tinggi negeri. Penyelenggaraan jalur masuk mandiri untuk calon mahasiswa baru lebih mahal dibandingkan jalur masuk lainnya karena penerapan subsidi silang. Sistem subsidi silang merupakan langkah untuk membantu kalangan mahasiswa miskin. Dengan menerapkan subsidi silang biaya dari kalangan mahasiswa yang mampu, antara lain dijaring dari penerimaan mahasiswa jalur mandiri tersebut. Karena itu, biaya masuk dari jalur mandiri memang lebih mahal dibandingkan melalui SNMPTN karena pembiayaan mereka itu nantinya untuk subsidi silang bagi mahasiswa yang kurang beruntung secara ekonomi. 69 Berbeda dengan soal-soal SNMPTN yang telah disiapkan oleh pihak pusat, soal tes jalur mandiri UNM dibuat oleh pihak UNM sendiri. Model tes masuk UNM melalui SNMPTN berbeda dengan jalur mandiri. Model SNMPTN hanya tes intelektual saja, sedangkan tes jalur mandiri terdiri dari beberapa tes yaitu tes tulis (intelektual dan kepribadian), tes wawancara. Pada tes kepribadian dibuat berupa skala pengukuran kepribadian. Program Studi Pendidikan Akuntansi merupakan salah satu program studi yang ada di Universitas Negeri Makassar yang banyak diminati calon mahasiswa sejak dahulu. Calon mahasiswa yang mendaftara pada Program Studi Pendidikan Akuntansi berasal dari berbagai sekolah (SMA,SMK,dan MA, dan dari berbagai daerah/ provinsi di Indonesia. Mahasiswa program studi Pendidikan Akuntansi sebagian masuk melalui Jalur Seleksi SNMPTN dan sebagian lagi melalui jalur mandiri. Mahasiswa jalur SNMPTN dan jalur mandiri menempuh proses pembelajaran dan penilaian yang sama yang meliputi kuis, tugas terstruktur, ujian tengah semester dan ujian akhir semester untuk setiap mata kuliah yang diajarkan. Tingkat keberhasilan kedua kelompok mahasiswa tersebut (SNMPTN dan mandiri) dapat dilihat dari Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang diperoleh mahasiswa pada setiap akhir semester. Menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua golongan faktor intern dan faktor ekstern: 1) Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. a. Faktor Jasmaniah - Faktor kesehatan adalah keadaan atau hal sehat, kesahatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing dan ngatuk. - Cacat tubuh adalah sesuatuyang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Cacat dapat berupa buta, tuli, patah kaki, dan lumpuh. b. Faktor Psikologis Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar.Faktor-faktor itu adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan. 2) Faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. a. Faktor Keluarga Siswa yang akan belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekoomi keluarga. b. Faktor Sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. c. Faktor Masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat yang semuanya mempegaruhi belajar - Kegiatan siswa dalam masyarakat akan mempengaruhi perkembangan pribadinya, perlu kiranya membatasi kegiatan dengan masyarakat supaya tidak mengganggu belajarnya. - Mass media adalah bioskop, radio, TV, surat kabar, majalah, buku-buku, dan komik. Semunya itu ada dan beredar dalam masyarakat. - Teman bergaul pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya. 70 Pentingnya hasil belajar dimaksudkan sebagai cermin untuk melihat kembali apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan apakah proses belajar mengajar telah berlangsung efektif (Purwanto, 2013:47). Hasil belajar adalah tingkat keberhasilan dengan mempelajari mata pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil (Arikunto, 1997:86) Hamalik (2012:33) “Belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar lebih baik daripada belajar tanpa minat”. Hal ini membuktikan bahwa minat dan kemampuan selalu berkontribusi dalam pencapaian hasil belajar seorang peserta didik. METODOLOGI Penenelitian ini dilakukan di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. Secara khusus yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi. Adapun kriteria data yang akan dijadikan sebagai sampel adalah: 1. Mahasiswa aktif angkatan 2012 yang masuk melalui jalur SNMPTN dan jalur mandiri. 2. Hasil belajar dari mahasiswa yang terjaring sebagai sampel selama 3 semester. Variabel dalam penelitian ini adalah hasil belajar mahasiswa yang diterima melalui jalur SNMPTN dan jalur mandiri pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi (berkaitan dengan hasil belajar mahasiswa). Metode analisis data yang digunakan adalah membandingkan hasil belajar mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN dengan jalur mandiri angkatan 2012 pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan prosedur sebagai berikut: 1. Analisis hasil belajar mata kuliah bersyarat mahasiswa melalui sistem masuk Jalur SNMPTN dan Jalur mandiri pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. 2. Analisis hasil belajar semester I-III mahasiswa melalui sistem masuk Jalur mandiri dan Jalur SNMPTN pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. 3. Analisis perbandingan hasil belajar antara mahasiswa melalui sistem masuk jalur SNMPTN dengan jalur mandiri pada Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. Analisis yang digunakan adalah Uji beda Independent Sample T-test untuk membandingkan dua kelompok mean dari dua sampel yang berbeda (Martono, 2011).Untuk itu rumus yang digunakan sebagai berikut : t1 2 X1 X t = Nilai thitung X1 = rata-rata kelompok 1 = rata-rata kelompok 2 = Varian kelompok 1 = Varian kelompok 2 = Jumlah Sampel kelompok 1 X2 SD12 SD22 n1 2 SD SD2 2 n1 1 n2 1 2 1 71 n2 = Jumlah Sampel kelompok 2 Rumus variansi masing-masing kelompok 2 X1 2 2 SD1 = X1 n1 2 SD2 = X 2 2 X2 2 n2 Kriteria Pengujian Hipotesis : 1. Apabila nilai thitung lebih kecil dari nilai ttabel pada taraf signifikan 5% artinya tidak berbeda secara signifikan. 2. Apabila nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel pada taraf signifikan 5% artinya berbeda secara signifikan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis hasil belajar mata kuliah bersyarat mahasiswa SNMPTN dan Mandiri. 1. Menghitung rata-rata nilai Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II, Akuntansi Keuangan Madya I mahasiswa jalur SNMPTN. fx = f fx = x f fx = x f x Nilai Pengantar Akuntansi I Nilai Pengantar Akuntansi II Nilai Akuntansi Keuangan Madya I = 3,13 = 3,26 = 3,26 Ket : ƒ : Banyaknya mahasiswa yang memperoleh nilai χ : Nilai mata kuliah Nilai rata-rata hasil belajar mata kuliah Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II dan Akuntansi Keuangan Madya I mahasiswa jalur SNMPTN yaitu nilai Pengantar Akuntansi I sebesar 3,13, Pengantar Akuntansi II sebesar 3,26 dan Akuntansi Keuangan Madya I sebesar 3,26. 2. Menghitung rata-rata nilai Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II dan Akuntansi Keuangan Madya I mahasiswa jalur Mandiri. fx = f fx = x f fx = x f x Nilai Pengantar Akuntansi I Nilai Pengantar Akuntansi II Nilai Akuntansi Keuangan Madya I 72 = 3,63 = 3,33 = 3,63 Ket : ƒ : Banyaknya mahasiswa yang memperoleh nilai χ : Nilai mata kuliah Nilai rata-rata hasil belajar mata kuliah Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II dan Akuntansi Keuangan Madya I mahasiswa jalur mandiri, yaitu nilai Pengantar Akuntansi I sebesar 3,63 , Pengantar Akuntansi II sebesar 3,33 , dan Akuntansi Keuangan Madya I sebesar 3,63. Dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar mata kuliah Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II dan Akuntansi Keuangan Madya I mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN dan mandiri terdapat perbedaan. Nilai rata-rata mata kuliah bersyarat mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri sebesar 3,53 lebih tinggi dari pada nilai rata-rata mata kuliah bersyarat mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN sebesar 3,22. B. Analisis hasil belajar semester 1-III mahasiswa SNMPTN dan Mandiri 1. Menghitung rata-rata IPK mahasiswa yang masuk melalui SNMTN x= ∑ = = 3,51 2. Menghitung rata-rata IPK mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri x= ∑ = = 3,63 Nilai rata-rata hasil belajar dari semua mata kuliah mahasiswa yang melalui sistem masuk jalur SNMPTN dan jalur mandiri terdapat perbedaan yaitu hasil belajar mahasiswa yang melalui sistem masuk jalur mandiri lebih tinggi yaitu sebesar 3,63 dari pada hasil belajar mahasiswa yang melalui sistem masuk jalur SNMPTN sebesar 3,51. C. Analisis perbandingan hasil belajar mahasiswa SNMPTN dan Mandiri. Adapun keputusan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan adalah jika thitung< ttabel pada taraf signifikan 5 persen artinya tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar antara mahasiswa melalui sistem masuk jalur SNMPTN dengan jalur mandiri, Sebaliknya jika thitung>ttabel pada taraf signifikan 5 persen artinya terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar antara mahasiswa melalui system masuk jalur SNMPTN dengan jalur mandiri.Nilai rata-rata IPK mahasiswa semester I-III yang melalui sistem masuk jalur SNMTN dan jalur mandiri. 73 Tabel 10.1. Nilai rata-rata IPK Mahasiswa yang Masuk Melalui sistem Jalur SNMPTN dan Jalur Mandiri. NO X1 X2 X12 X22 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 JUMLAH RATA-RATA 3,37 3,8 3,7 3,93 3,74 2,39 3,66 3,4 3,63 3,28 3,52 3,3 3,93 3,42 3,47 3,52 3,68 3,35 3,73 3,43 3,25 3,45 3,4 3,43 3,69 3,67 3,54 3,81 3,59 3,3 105,38 3,51 3,54 3,50 3,69 3,63 3,39 3,53 3,97 3,65 3,64 3,55 3,44 3,70 3,80 3,70 3,66 3,52 3,78 3,56 3,42 3,46 3,78 3,42 4,00 3,57 3,89 3,49 3,73 3,70 3,53 3,80 109,04 3,63 11,36 14,44 13,69 15,44 13,99 5,71 13,40 11,56 13,18 10,76 12,39 10,89 15,44 11,70 12,04 12,39 13,54 11,22 13,91 11,76 10,56 11,90 11,56 11,76 13,62 13,47 12,53 14,52 12,89 10,89 372,52 12,53 12,25 13,62 13,18 11,49 12,46 15,76 13,32 13,25 12,60 11,83 13,69 14,44 13,69 13,40 12,39 14,29 12,67 11,70 11,97 14,29 11,70 16,00 12,74 15,13 12,18 13,91 13,69 12,46 14,44 397,08 Nilai rata-rata IPK mahasiswa jalur SNMPTN ( X 1 ) adalah 3,51 dan nilai rata-rata ipk mahasiswa jalur mandiri ( X 2 ) adalah 3.63. Dari nilai rata-rata maka dapat dicari nilai statistik uji t dengan perhitungan sebagai berikut: 74 Tabel 10.2. Group Statistics t test Group Statistics JALUR N NILAI SNMPTN Mean 30 MANDIR 30 I Sumber: Analisis Data 2014 Std. Deviation Std. Error Mean 3.5127 .28491 .05202 3.6347 .16128 .02945 Tabel 10.3. Uji Beda Independent Samples Test Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Sig. t-test for Equality of Means t Df NEqual variances 2.51 Iassumed .118 58 2 2.041 L A IEqual variances 45.855 not assumed 2.041 Sumber: Analisis Data 2014 95% Confidence Interval of the Sig. Mean Std. Error Difference (2- Differen Differenc tailed) ce e Lower Upper .046 -.12200 .05977 -.24165 -.00235 .047 -.12200 .05977 -.24233 -.00167 Selanjutnya nilai t yang diperoleh dibandingkan dengan t tabel, pada tingkat kekeliruan 5 persen dan derajat bebas 58 menunjukkan bahwa thitung (2,041) > dari ttabel(1,67155) maka dengan tingkat kepercayaan 95 persen disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN dengan jalur mandiri pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar. Adanya perbedaan hasil belajar yang diperoleh setiap mahsiswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perbedaan dengan melihat seleksi masuk ini lebih menekankan pada seleksinya sehingga yang mempunyai penguasaan yang lebih baik dalam menjawab soal-soal SNMPTN berarti lebih berpeluang lulus melalui jalaur ini, dengan demikian unsur objetivitasnya lebih tinggi. Sedangkan jalur mandiri bukan hanya penguasaan menjawab soalsoal ujian yang ada, karena selain soal ujian tulis ada juga wawancara yang dalam hal ini memperhatikan beberapa hal misalnya motivasi calon, penampilan, cara berkomunikasi, bahkan jalur mandiri ini sangat memungkinkan terjadinya unsur subjektifitas. Perbedaan hasil belajar mahasiswa secara umum dapat dipengaruhi baik faktor internal yang berasal dari dalam diri mahasiswa, misalnya motivasi, minat, intelegensi, dan lain-lain, maupun faktor eksternal yang berasal dari luar diri mahasiswa misalnya perhatian orang tua, sarana dan prasarana belajar, faktor guru serta faktor masyarakat. Selain faktor internal dan eksternal yang disebutkan di atas nampaknya yang dominan 75 menjadi faktor penyebab perbedaan hasil belajar pada kedua jalur ini yaitu: faktor pengetahuan dasar yang dimiliki mahsiswa dimana pada jalur mandiri memiliki pengetahuan dasar lebih tinggi dibandingkan dengan jalur SNMPTN. Mahasiswa yang diterima di jalur mandiri kebanyakan telah memiliki pengetahuan dan keterampilan bidang akuntansi yang dibawa dari sekolah lanjutan SMA, SMK, MA. Faktor lain yang juga mempengaruhi perbedaan hasil belajar anatara mahasiswa jalur SNMPTN dan jalur mandiri adalah faktor biaya pendidikan. Jalur mandiri dengan beban pendidikan yang lebih besar jumlahnya kemungkinan menjadi pendorong bagi mahasiswa untuk lebih sungguh-sungguh dalam mengikuti seluruh aktivitas kuliah bahkan berusaha untuk lebih cepat menyelesaikan studinya. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian perbandingan hasil belajar mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN dengan jalur mandiri pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Nilai rata-rata mata kuliah Pengantar Akuntansi I, Pengantar Akuntansi II, dan Akuntansi Keuangan Madya I mahasiswa yang masuk melalui jalur SNMPTN lebih rendah disbanding mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri. Nilai IPK rata-rata mahasiswa jalur SNMPTN lebih rendah yaitu sebesar 3,51 sedangkan nilai IPK ratarata mahasiswa jalur mandiri yaitu sebesar 3,63. 2. Terdapat perbedaan hasil belajar antara mahasiswa melalui sistem masuk jalur SNMPTN dengan jalur mandiri. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji-t yang menunjukkan bahwa Thitung (2,041) > dari Ttabel(1,67155). 3. Hasil belajar mahasiswa jalur mandiri lebih baik dibanding jalur SNMPTN dengan melihat nilai IPK rata-rata mahasiswa kedua jalur tersebut. Mahasiswa yang terdaftar sebagai mahasiswa jalur SNMPTN terdiri dari mahasiswa yang berasal dari jurusan IPA sebanyak 13 orang, IPS 5 orang dan SMK Akuntansi 12 orang. Mahasiswa yang terdaftar sebagai mahasiswa jalur mandiri terdiri dari mahasiswa yang berasal dari jurusan IPA sebanyak 7 orang, IPS 15 orang dan SMK Akuntansi 8 orang. Sehingga dari data tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar mahasiswa yang diterima jalur mandiri lebih baik dibanding jalur SNMPTN karena mahasiswa jalur Mandiri lebih banyak yang memiliki dasar akuntansi dari jurusan IPS dan SMK Akuntansi. B. Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian maka peneliti dapat memberikan saran: 1. Sebaiknya pihak universitas menambah kouta mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri, melihat dari hasil penelitian menunjukkan hasil belajar (IPK) mahasiswa jalur mandiri lebih tinggi di bandingkan mahasiswa jalur SNMPTN. 2. Bagi peneliti selanjutnya, apabila ingin meneliti lebih lanjut tentang permasalahan yang sama dengan penelitian ini, maka diharapkan mampu memperhatikan faktor-faktor penyebab perbedaan hasil belajar anatara mahasiswa jalur SNMPTN dengan jalur mandiri. DAFTAR PUSTAKA Akhmaloka.2012.Informasi SNMPTN.Jakarta : Panitia SNMPTN Arikunto Suharsimi 1997. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Jakarta Bumi Aksara. Buku Panduan UNM.2012.Makassar : Badan Penerbit UNM 76 Hamalik Oemar.2012.Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara Purwanto.2013. Evaluasi Hasil Belajar,Yogjakarta: Pustaka Belajar. Slameto.2010.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinyas, Jakarta:, Rineka Cipta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2007. Jakarta. Sinar Grafika 77 PENGARUH KOMPENSASI FINANSIAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN FRONT LINER PADA HOTEL IMPERIAL ARYA DUTA DI KOTA MAKASSAR M. Taslim Dangnga17 ABSTRAK Fokus kajian dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kompensasi finansial terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar, sedangkan sampel adalah karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi berganda dengan dua variable dengan bentuk umum persamaannya adalah Ŷ = β0 + β1 x1 + β2 x2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial gaji memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Setiap peningkatan 1 satuan gaji, maka akan menambah tingkat kinerja karyawan sebesar 0,595 %. Peningkatan pemberian gaji, akan dibarengi dengan meningkatnya pula kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Meskipun berpengaruh positif tidak signifikan, terlihat dari hasil uji t dimana t hitung lebih kecil dari t tabel (1,048 < 2,145). Dalam hal ini menjelaskan bahwa program gaji yang diterapkan dalam perusahaan sangat baik. Berbeda dengan gaji, secara parsial insentif berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 satuan insentif, maka akan menurunkan tingkat kinerja karyawan sebesar -0,524 %. Hasil lain dari penelitian yaitu menunjukkan bahwa insentif secara parsial berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja karyawan terbukti dari uji t, dimana t hitung lebih kecil dari t tabel (-1,117 < 2,145). Kata Kunci : Kompensasi Finansial dan Kinerja Karyawan PENDAHULUAN Kualitas sumber daya manusia dapat diperoleh melalui beberapa upaya, diantaranya dengan pemberian pendidikan dan pelatihan, pembinaan disiplin, pemberian sanksi yang tegas dan penilaian prestasi kerja. Disiplin akan mendorong karyawan untuk konsisten terhadap waktu kerja (penggunaan jam kerja dan tingkat penyelesaian pekerjaan), sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Sanksi yang tegas akan mendorong karyawan memperkecil tingkat kesalahan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sulit akan dicapai tanpa adanya motivasi yang tinggi dan kemauan yang besar dari karyawan yang dapat mendorong dirinya lebih maju dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Indikator utama yang harus dimiliki seseorang dalam mencapai tujuan tertentu adalah bagaimana menumbuhkan motivasi tersebut, mereka dapat berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya melalui usaha dan kerja keras. Motivasi sangat berhubungan dengan faktor psikologis seseorang yang mencerminkan hubungan atau interaksi antara sikap, kebutuhan dan kepuasan yang terjadi pada diri manusia sehingga dapat mempengaruhi kinerjanya. Tanpa motivasi orang tidak akan dapat melakukan sesuatu. 17 Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar 78 METODOLOGI Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi berganda dengan dua variabel. Analisis ini untuk mempelajari hubungan fungsional antara dua variabel bebas atau variabel independen (X) dengan satu variabel terikat atau variabel dependen (Y). Apabila hubungannya bersifat linear maka bentuk umum persamaannya adalah : Ŷ = β0 + β1 x1 + β2 x2 Dimana : Ŷ : Kinerja Karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar B : Parameter X1 : Gaji X2 : Insentif HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Regresi Linear Berganda Dalam menganalisis pengaruh gaji dan insentif terhadap kinerja karyawan, maka digunakan analisis statistik regresi linear berganda untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap satu variabel dependen dengan persamaan sebagai berikut : KK = α + β1 G + β2 Tabel Regresi Berganda Pengaruh Gaji dan Insentif terhadap Kinerja Karyawan Unstandardized Coefficients Model B Std. Eror 1 (Constant) 42.819 12.106 Gaji .595 .568 Insentif .-524 .468 Berdasarkan hasil tabel di atas, maka dapat diketahui nilai koefisien dan konstanta, sehingga dapat dimasukkan ke dalam persamaan garis regresi berganda sebagai berikut : KK = α + β1 G + β2 I KK = 42.819 + 0,595 (G) - 0,524 (I) Dengan memperhatikan nilai koefisien arah dari masing-masing variabel bebas (Y) pada persamaan regresi linear berganda di atas, maka nilai konstanta dan nilai koefisien arah X dapat dijelaskan sebagai berikut : α = 42.819 Nilai konstanta (α) sebesar 42.819 artinya tanpa mempertimbangkan pengaruh manapun maka nilai kinerja karyawan sebesar 42.819. Apabila gaji dan insentif tidak ada atau sama dengan nol maka nilai kinerja karyawan akan meningkat sebesar 42.819 satuan kinerja. G = 0,595 Variabel gaji berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan dengan nilai koefisien sebesar 0,595. Hal ini berarti semakin besar gaji yang dirasakan karyawan maka akan mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan sebesar 0,595 satuan kinerja. I = -0,524 Variabel insentif berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan dengan nilai koefisien - 0,524. Hal ini berarti semakin besar insentif yang dirasakan oleh karyawan maka akan mempengaruhi kinerja karyawan sebesar -0,524 satuan kinerja. Analisis Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur layak tidaknya model regresi berganda. Layak yang dimaksud adalah kemampuan variabel X1 dan X2 dalam memprediksi variabel dependen (Y). 79 Tabel Pengaruh Gaji (X1) dan Insentif (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y) pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar Model Summaryb Adjusted R Std. Error of DurbinModel R R Square Square the Estimate Watson a 1 .308 .095 -.045 2.46145 .852 a. Predictors : (Constant), Gaji, Insentif b. Dependent Variable : Kinerja Karyawan Korelasi ganda atau R diperoleh nilai R sebesar 0,308 atau 3,08 %. Dimana jika R berada pada interval 0,20 – 0,39 interpretasinya rendah. Pada tabel di atas nilai R sebesar 0,308 yang artinya hubungan gaji dan insentif terhadap kinerja karyawan (Y) secara simultan berada pada level rendah. Berdasarkan tabel di atas, koefisien determinasi (R-Square) diperoleh nilai R-Square sebesar 0,095 atau 9,5 %. Hal Ini menunjukkan bahwa hanya 9,5 % dari Y bisa dijelaskan oleh X₁ dan X₂ dan 90,5 % dipengaruhi oleh variabel lain. Rumus regresi berganda di atas tidak layak untuk memprediksi Y. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis data yang menunjukkan bahwa secara parsial gaji memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Setiap peningkatan 1 satuan gaji, maka akan menambah tingkat kinerja karyawan sebesar 0,595 %. Peningkatan pemberian gaji, akan dibarengi dengan meningkatnya pula kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Meskipun berpengaruh positif tidak signifikan, terlihat dari hasil uji t dimana t hitung lebih kecil dari t tabel (1,048 < 2,145). Dalam hal ini menjelaskan bahwa program gaji yang diterapkan dalam perusahaan sangat baik. Berbeda dengan gaji, secara parsial insentif berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 satuan insentif, maka akan menurunkan tingkat kinerja karyawan sebesar -0,524 %. Hasil lain dari penelitian yaitu menunjukkan bahwa insentif secara parsial berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja karyawan terbukti dari uji t, dimana t hitung lebih kecil dari t tabel (-1,117 < 2,145). Dari hasil wawancara, Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar selain meningkatkan kinerja karyawan juga memacu karyawannya untuk memiliki kompetensi ataupun keahlian yang baik dalam bidang masing-masing. Adapun penilaian kinerja karyawan yang dilakukan oleh Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar yaitu terdiri dari empat unsur penilaian yang dinilai setiap tahun yaitu : cara kerja, output kinerja, kompetensi teknis, dan kompetensi perilaku. Pemberian bobot ditetapkan melalui ketetapan Direksi sesuai dengan dinamika yang terjadi di perusahaan. Jika karyawan melaksanakan tugasnya dengan baik, maka karyawan tersebut berhak mendapat kenaikan grade atau kelas atau promosi. Peningkatan kinerja karyawan di perusahaan yaitu jasa produksi yang menjadi hak karyawan. Jasa produksi ini biasanya diberikan setiap tahun oleh perusahaan divisi sesuai skala penilaian tiap perusahaan divisi. Pengaruh gaji dan insentif secara simultan terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Hipotesis ketiga dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaji dan insentif secara simultan terhadap kinerja karyawan pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Dari hasil pengolahan data menunjukkan persamaan regresinya adalah GI = 42.816 + 0,595 (G) -0,524 (I), secara simultan gaji dan insentif berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Hasil uji F menunjukkan bahwa 80 secara simultan gaji dan insentif berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap kinerja karyawan pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar, ini ditunjukkan dari hasil perbandingan F hitung lebih kecil dari F tabel (0,680 < 3,73) dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya gaji dan insentif secara simultan berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap kinerja karyawan pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Bagian ini akan membahas antara lain mengenai kesimpulan hipotesis dan kesimpulan masalah penelitian seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan mengenai pengaruh gaji dan insentif terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar, yang dianalisis menggunakan alat analisis SPSS 12 for Windows seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya. Dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Gaji memiliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. 2. Insentif memiliki pengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. Secara parsial menunjukkan bahwa peranan gaji dan insentif dalam meningkatkan kinerja karyawan rendah dalam lingkup perusahaan. 3. Gaji dan insentif secara simultan berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar. B. Saran Dari hasil analisis dan kesimpulan yang ada, serta berdasarkan pada kritik dan saran responden yang terlampir pada kuesioner, penulis berusaha mengajukan beberapa masukan atau saran bagi perusahaan yang bersangkutan untuk menciptakan strategi yang cocok guna meningkatkan kinerja karyawan. Beberapa masukan yang dapat dipertimbangkan oleh perusahaan atau terkait dengan adanya temuan hipotesis di atas antara lain : 1. Dengan adanya pemberian motivasi ekstrinsik dapat meningkatkan kinerja karyawan. Oleh karena itu, pengaturan dengan berdasarkan rasional yang memberikan rasa adil serta memperhatikan kebutuhan karyawan. 2. Mengingat adanya pengaruh yang signifikan di dalam pemberian gaji dan insentif terhadap kinerja karyawan front liner pada Hotel Imperial Aryaduta di Kota Makassar, maka diharapkan kepada pimpinan perusahaan untuk dapat meningkatkan tingkat pemberian motivasi utamanya gaji dan insentif dalam rangka peningkatan kesejahteraan ekonomi karyawan sesuai dengan pendapatan perusahaan. 3. Diharapkan perusahaan agar dapat meningkatkan gaji dan insentif kepada karyawan agar dapat lebih bekerja dengan giat. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Syafaruddin. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit BPFE, Yogyakarta. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian : Suatu pendekatan Praktek, Penerbit P.T. Rineka Cipta. Jakarta. Fhathoni, A.R. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit P.T. Rineka Cipta. Jakarta. Girosudarmo, I. dan Sudita, N. 2000. Perilaku Keorganisasian. Penerbit BPFE. Yogyakarta. Hasibuan, S.M. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Irawan. 1997. Manajemen Unjuk Kerja. Penerbit Gramedia. Jakarta. 81 PENGARUH STRUKTUR AKTIVA DAN OPERATING LEVERAGE TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Nurdin18 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh struktur aktiva dan operating leverage secara parsial dan simultan terhadap struktur modal, serta variabel mana yang berpengaruh dominan terhadap struktur modal pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan ex-post facto, dengan jenis data sekunder serta menggunakan teknik analisis regresi ganda, korelasi, uji t dan uji F yang sebelumnya diuji menggunakan uji ekonometri dan uji asumsi klasik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007-2010, sampel sebanyak 10 perusahaan. Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi dan wawancara. Hasil analisis regresi ganda menunjukkan persamaan: Ŷ = 27,574 + 0,661(X1) 0,271 (X2), yang berarti bahwa nilai konstanta 27,574 adalah besarnya struktur modal tanpa mempertimbangkan tinggi rendahnya struktur aktiva dan operating leverage (DOL). Koefisien regresi struktur aktiva (X1) sebesar 0,661 artinya bahwa setiap bartambahnya struktur aktiva 1% akan menyebabkan peningkatan struktur modal sebesar 0,661 %. Dalam hal ini faktor lain yang mempengaruhi struktur modal dianggap tetap. Koefisien regresi untuk Operating Leverage (X2) sebesar -0,271 artinya bahwa setiap bertambahnya DOL 1 %, akan menyebabkan penurunan struktur modal sebesar 0,271 %. Dalam hal ini faktor lain yang mempengaruhi struktur modal dianggap tetap. Besarnya nilai korelasi (r) struktur aktiva dan DOL terhadap struktur modal yaitu sebesar 0,201. Nilai tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel tergolong rendah. Sedangkan koefisien determinasi (r 2) sebesar 0,041, hal ini berarti perubahan yang terjadi pada struktur modal sebesar 4,1% dipengaruhi oleh struktur aktiva dan DOL, sisanya 95,9% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan hasil analisis Uji-t variabel struktur modal menunjukkan bahwa nilai t hitung (0,994) < ttabel (1,703) dengan nilai signifikan 0,353 menunjukkan struktur aktiva tidak berpengaruh terhadap struktur modal, dan variabel DOL menunjukkan thitung (0,527) < ttabel (1,703) dengan nilai signifikan 0,602 menunjukkan bahwa DOL tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Berdasarkan hasil analisis Uji-F menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 0,570 dengan signifikan 0,572 dan Ftabel senilai 3,33. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil dari Ftabel (0,570 < 3,33). Sehingga hipotesis yang diajukan bahwa “struktur aktiva dan DOL tidak memiliki pengaruh secara simultan terhadap struktur modal” dinyatakan diterima (Ho diterima). PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi, dan sosial, perekonomian juga mengalami perkembangan yang pesat, khususnya di bidang bisnis. Dunia bisnis yang sedang mengalami era globalisasi menyebabkan persaingan yang ketat dan tajam, sehingga setiap perusahaan dituntut untuk berproduksi secara maksimal menghasilkan produk-produk yang berkualitas agar tetap unggul serta dapat bertahan dalam persaingan. Krisis global yang melanda dunia khususnya Indonesia di tahun 2008 menjadikan perekonomian Indonesia kembali memburuk. Banyak perusahaan yang bangkrut karena kurangnya manajemen dalam pengelolaan struktur modalnya. Manajemen yang baik 18 Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar 82 sebaiknya memperhatikan struktur modal yang optimal sehingga perusahaan dapat berkembang dengan baik. Struktur modal yang optimal yaitu struktur modal yang dapat meminimumkan biaya modal rata-rata atau memaksimumkan nilai perusahaan. Kondisi yang demikian selalu ingin dicapai oleh setiap perusahaan melalui kebijakan struktur modalnya. Setiap perusahaan memiliki rencana yang disusun dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu aspek penting untuk mengimplementasikan rencana tersebut adalah rencana pembelanjaan. Kegagalan dalam rencana pembelanjaan akan menghambat aktivitas perusahaan, demikian pula sebaliknya. Pengaturan yang tepat dalam rencana pembelanjaan akan membantu perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. Pada hakekatnya masalah pembelanjaan menyangkut keseimbangan antara struktur aktiva dan passiva yang dibutuhkan. Perimbangan dalam aktiva baik secara absolut ataupun relatif akan nampak pada struktur aktiva, sedangkan perimbangan dalam passiva baik secara absolute ataupun relatif akan tercermin pada struktur modal. Dalam mendirikan suatu perusahaan, modal merupakan salah satu elemen terpenting disamping sumber daya manusia, mesin, material, dan metode. Keputusan akan penanaman modal berkaitan dengan proses perencanaan, penetapan tujuan perusahaan dan pengaturan pendanaan. Dalam keputusan penanaman modal ini menempatkan sejumlah besar sumber daya pada resiko jangka panjang dan secara simultan mempengaruhi perkembangan perusahaan di masa depan. Baik buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi keuangan perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. Kesalahan dalam menentukan struktur modal akan mempunyai dampak yang luas terutama terhadap utang sehingga beban tetap yang harus ditanggung oleh perusahaan semakin besar. Hal ini berarti pula akan meningkatkan resiko finansial yaitu resiko tidak dapat membayar beban bunga atau tidak dapat membayar angsuran-angsuran utang bagi perusahaan. Dengan demikian kesalahan dalam penentuan struktur modal akan mempunyai dampak yang luas terhadap keuntungan perusahaan. Penggunaan sumber dana jangka waktu panjang seperti hutang jangka panjang, saham (baik saham biasa atau saham preferen), obligasi dan laba ditahan yang digunakan oleh perusahaan akan membentuk struktur modal perusahaan. Struktur modal pada dasarnya merupakan suatu pembiayaan permanen yang terdiri dari modal sendiri dan modal asing (Weston dan Brigham, 2005). Modal sendiri terdiri dari berbagai jenis saham dan laba ditahan, sedangkan modal asing terdiri dari berbagai hutang jangka panjang yang meliputi berbagai jenis obligasi, hutang hipotik dan lain-lain. Penggunaan modal asing akan menimbulkan beban yang tetap dan besarnya penggunaan modal asing ini akan menentukan leverage perusahaan. Adapun penentuan alternatif sumber dana pada suatu perusahaan dianggap penting karena masing-masing sumber dana tersebut memiliki biaya modal yang berbeda-beda, yang selanjutnya diharapkan perusahaan mampu menerapkan pemilihan alternatif sumber dana yang paling tepat. Struktur modal merupakan perimbangan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Besar kecilnya angka rasio struktur modal menunjukkan banyak sedikitnya jumlah utang jangka panjang dan modal sendiri yang diinvestasikan pada aktiva tetap yang digunakan untuk memperoleh laba operasi. Semakin besar angka rasio struktur modal berarti semakin banyak jumlah pinjaman jangka panjang atau semakin banyak bagian dari laba operasi yang digunakan untuk membayar bunga maupun angsuran pinjaman, akibatnya semakin sedikit jumlah laba bersih sesudah pajak. Sebaliknya, semakin kecil angka rasio struktur modal berarti semakin banyak jumlah modal sendiri atau semakin banyak laba bersih sesudah pajak yang diperoleh. 83 Tabel 12.1. Data Struktur Aktiva, Operating Leverage, dan Struktur Modal Perusahaan Makanan dan Minuman pada Bursa Efek Indonesia, tahun 2007 (dalam jutaan Rupiah) Tahun 2007 No. EMITEN Struktur Aktiva (%) Operating Leverage (kali) Struktur Modal (%) 1. AISA 65,66 -4 40,50 2. ADES 36,65 0,5 58,73 3. CEKA 25,64 -7,3 26,88 4. FAST 61,74 -2,5 17,04 5. INDF 60,25 -1,7 82,09 6. MYOR 44,86 -1,6 21,19 7. PSDN 44,18 1,8 124,33 8. STTP 60,48 2 12,05 9. TBLA 60,03 -3,5 104,41 10. ULTJ 59,50 3,8 28,00 Sumber : BEI PIPM Makassar, (data olah) Berdasarkan tabel 12.1. dapat dijelaskan bahwa naik turunnya struktur modal dipengaruhi oleh naik turunnya struktur aktiva dan operating leverage, dimana semakin kecil struktur aktiva dan operating leverage maka struktur modalnya juga kecil. Namun, ada pula struktur modal rendah tetapi memiliki struktur aktiva dan operating leverage yang tinggi yang dapat dilihat pada emiten STTP (no.8), dan ada pula struktur modal yang tinggi, tetapi memiliki struktur aktiva dan operating leverage yang rendah, yang dapat dilihat pada emiten PSDN (no.7). Dipilihnya perusahaan makanan dan minuman (foods dan beverages) karena industri tersebut cenderung intensif dalam modal guna pengembangan produk dan ekspansi pangsa pasarnya. Selain itu tingkat konsumsi masyarakat terhadap barang yang dihasilkan dalam industri tersebut sudah menjadi kebutuhan relatif tidak berubah baik kondisi perekonomian membaik maupun memburuk. METODOLOGI A. Variabel Penelitian Menurut Sugiyono (2009:3), “variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan.” Secara umum terdapat dua jenis variabel yang dapat digunakan dalam suatu penelitian. Kedua variabel tersebut adalah variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel dalam penelitian ini terdiri atas: a) Struktur Aktiva (X1) sebagai variabel bebas pertama, yang mempengaruhi variabel terikat. b) Operating Leverage (X2) sebagai variabel bebas kedua, yang mempengaruhi variabel terikat. c) Struktur Modal (Y) sebagai variabel terikat, yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya pengaruh variabel bebas. 1. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan suatu rancangan atau tata cara untuk menjabarkan berbagai variabel yang akan diteliti, kemudian membuat hubungan antara suatu variabel dengan variabel lain sehingga akan mudah dirumuskan masalah penelitiannya, pemilihan teori yang relevan, rumusan hipotesis yang diajukan, metode penelitian, instrumen penelitian, dan teknik analisis yang akan digunakan, serta kesimpulan yang diharapkan. 84 Penelitian ini bersifat kuantitatif yang berusaha menjawab masalah bagaimana pengaruh struktur aktiva dan operating leverage terhadap struktur modal pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia secara simultan dan parsial. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencari pengaruh variabel struktur aktiva dan operating leverage terhadap struktur modal baik secara simultan maupun parsial dengan menggunakan data-data yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif. Untuk melihat pengaruh struktur aktiva dan operating leverage terhadap struktur modal, maka digunakan analisa regresi linear berganda yang disertai dengan pengujian dan koreksi asumsi dasar klasik: asumsi klasik, autokorelasi, heteroskedastis dan multikolinieritas. Analisis regresi linear berganda merupakan persamaan yang bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh struktur aktiva dan operating leverage terhadap struktur modal. Sedangkan pembuktian hipotesis menggunakan uji statistik yaitu uji regresi secara simultan (Uji F) dan uji regresi parsial (Uji t) (Sugiyono, 2009:230-235). Adapun desain penelitian dapat dilihat pada gambar 2. Bursa Efek Indonesia Perusahaan Makanan dan Minuman yang Go Publik Laporan Keuangan (tahun 2008-2010) Dokumentasi Wawancara Struktur Aktiva Struktur Modal Operating Leverage ANALISIS DATA Menghitung Variabel Uji Asumsi Klasik Analisis Regresi Ganda Analisis Korelasi Uji t Uji F Kesimpulan Gambar 12.1 Skema Desain Penelitian B. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran pada variabel yang diteliti, maka di bawah ini akan diuraikan rumusan variabel secara operasional. Adapun variabel yang dimaksud adalah: a) Struktur Aktiva adalah perbandingan antara aktiva tetap dan total aktiva perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI yang dapat menentukan besarnya alokasi dana untuk masing-masing komponen aktiva. b) Operating Leverage adalah suatu sensitivitas laba operasi perusahaan sebelum bunga dan pajak (EBIT) terhadap perubahan volume penjualan perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI. c) Struktur Modal (capital structure) adalah perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri (ekuitas) perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI. 2. Pengukuran Variabel Pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : 85 a) Struktur aktiva adalah perbandingan antara aktiva tetap dan total dan dinyatakan dalam persentase (%). Adapun formulasi dari struktur aktiva adalah sebagai berikut (Weston dan Brigham 2005:175): Aktiva Tetap Struktur Aktiva = x 100 % Total Aktiva b) Operating Leverage adalah suatu sensitivitas laba operasi perusahaan sebelum bunga dan pajak (EBIT) terhadap perubahan volume penjualan. Dihitung dengan menggunakan tingkat leverage operasi (degree of operating leverage/DOL), yaitu rasio antara persentase perubahan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan persentase perubahan volume penjualan, dan dinyatakan dalam kali. Adapun formulasi dari struktur aktiva adalah (Warsono 2003:213) : % perubahan dalam EBIT DOL = % perubahan dalam Penjualan Misalkan DOL = 2, berarti kenaikan penjualan sebesar x persen akan menghasilkan kenaikan EBIT sebesar 2 x persen. Adapun persentase perubahan dalam EBIT dan persentase perubahan dalam Penjualan dapat dijabarkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Muslich 2004:71) : t1 − t 0 tn = x 100 % t0 Dimana: tn = Persentase Pertumbuhan Penjualan t1 = Persentase Penjualan tahun Pertama t0 = Pertumbuhan Penjualan tahun Dasar c) Struktur Modal (capital structure) adalah perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri (ekuitas) dan dinyatakan dalam persentase (%). Adapun formulasi dari struktur modal adalah sebagai berikut (Riyanto 2008:22) : Utang Jangka Panjang Struktur Modal = x 100% Modal Sendiri C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Sugiyono (2009:61) bahwa yang dimaksud dengan “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”. Maka populasi penelitian ini adalah perusahaan Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2008-2010 yaitu sebanyak 14 perusahaan. 2. Sampel Menurut Sugiyono (2009:62), “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Teknik penentuan sampel yang dilakukan adalah purposive sampling. Teknik ini dilakukan atas dasar bahwa data yang dipilih menjadi tema dalam penulisan ini dan merupakan data yang akurat dan memerlukan beberapa kriteria yang harus dipenuhi, maka dalam hal ini sampel diambil dengan kriteria sebagai berikut: a) Perusahaan makanan dan minuman yang telah go public, terdaftar sebagai perusahaan makanan dan minuman (Food & Beverages) di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai tahun 2008 sampai tahun 2010 secara terus menerus. Atau dengan kata lain emiten terus listing di BEI mulai tahun 2008 sampai tahun 2010 (tidak pernah di-delisting). 86 b) Mempublikasikan laporan keuangannya setiap tahun selama masa pengamatan. Jadi yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 10 perusahaan. D. Teknik Analisis Data Untuk menganalisis masalah dan menjawab hipotesis yang telah dikemukakan dalam penelitian ini, digunakan teknik analisis sebagai berikut : 1. Menghitung Variabel a) Struktur aktiva adalah perbandingan antara aktiva tetap dan total aktiva yang dapat menentukan besarnya alokasi dana untuk masing-masing komponen aktiva. Adapun formulasi dari struktur aktiva adalah sebagai berikut (Weston dan Brigham 2005:175): Aktiva Tetap Struktur Aktiva = x 100 % Total Aktiva b) Operating Leverage adalah suatu sensitivitas laba operasi perusahaan sebelum bunga dan pajak (EBIT) terhadap perubahan volume penjualan. Untuk menghitung seberapa besar pengaruh perubahan tersebut dapat digunakan tingkat leverage operasi (degree of operating leverage/DOL), yaitu rasio antara persentase perubahan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan persentase perubahan volume penjualan. Adapun formulasi dari struktur aktiva adalah (Warsono 2003:213) : % perubahan dalam EBIT DOL = % perubahan dalam Penjualan Misalkan DOL = 2, berarti kenaikan penjualan sebesar x persen akan menghasilkan kenaikan EBIT sebesar 2 x persen. Adapun persentase perubahan dalam EBIT dan persentase perubahan dalam Penjualan dapat dijabarkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Muslich 2004:71) : t1 − t 0 tn = x 100 % t0 Dimana: tn = Persentase Pertumbuhan Penjualan t1 = Persentase Penjualan tahun Pertama t0 = Pertumbuhan Penjualan tahun Dasar c) Struktur Modal (capital structure) adalah perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri (ekuitas). Adapun formulasi dari struktur modal adalah sebagai berikut (Riyanto 2008:22) : Utang Jangka Panjang Struktur Modal = x 100% Modal Sendiri 2. Pengujian Hipotesis a) Analisis regresi ganda. Analisis regresi ganda digunakan peneliti dengan maksud untuk mengetahui besarnya pengaruh struktur aktiva dan operating leverage terhadap struktur modal. Persamaan yang menyatakan bentuk hubungan antara variable independent (X) dan variable dependent (Y) disebut dengan persamaan regresi. Adapun bentuk persamaan regresi linear berganda yaitu (Sugiyono, 2009:275); Dimana : Ŷ = a + b1 X1 + b2 X2 Ŷ = Subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan (Struktur Modal) a = Harga Y ketika X = 0 (harga konstan pada saat X1 dan X2 = 0) 87 b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen (terikat) yang didasarkan pada perubahan variabel independen (bebas). Bila (+) arah garis naik, dan bila ( -) maka arah garis turun. X = Subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu. Struktur Aktiva, dan X 2 = Operating Leverage/DOL) (X 1 = Jika b1 dan b2 positif, maka hal ini menunjukkan hubungan yang searah antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lain peningkatan atau penurunan besarnya variabel bebas akan diikuti oleh peningkatan atau penurunan besarnya variabel terikat. Sedangkan jika nilai b1 dan b2 negatif berarti menunjukkan hubungan yang berlawanan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan kata lain setiap peningkatan besarnya nilai variabel bebas akan diikuti oleh penurunan besarnya nilai variabel terikat, dan sebaliknya. Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi, maka dapat berpedoman pada tabel nilai r berikut. Tabel 12.2. Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 - 0,199 Sangat Rendah 0,20 - 0,399 Rendah 0,40 - 0,599 Sedang 0,60 - 0,799 Kuat 0,80 - 1,000 Sangat Kuat Sumber: Sugiyono (2009 : 231) b) Uji-t Uji-t adalah pengujian koefisien regresi individual dan untuk mengetahui kemampuan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel dependen, dengan menganggap variabel lain konstan atau tetap. Uji parsial (t test) dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel-variabel independen, yaitu struktur aktiva, dan DOL secara individual terhadap variabel dependen, yaitu struktur modal perusahaan makanan dan minuman di BEI tahun 2008-2010 (Suliyanto, 2011). Adapun rumus yang dikemukakan oleh Sugiyono (2009:237) adalah sebagai berikut : t = Dimana : rp n−3 1 − r2p t = uji perbandingan (nilai t yang dihitung) rp = koefisien korelasi parsial n = jumlah periode tahun Sedangkan tahap-tahap pengujiannya adalah : a) Merumuskan hipotesis b) Menentukan tingkat signifikansi yaitu 0,05 atau 5 % c) Menentukan keputusan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel dengan kriteria sebagai berikut: 1) Jika thitung > ttabel, maka Ho ditolak 2) Jika thitung < ttabel, maka Ho diterima. d) Uji F 88 Uji F digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh seluruh variabel-variabel dengan cara bersama-sama terhadap variabel dependen. Adapun rumus yang dikemukakan oleh Sugiyono (2009:237) adalah sebagai berikut : 2 Fh = R /k 1 − R2 / (n − k − 1) Dimana : Fh = uji signifikansi (nilai F yang dihitung) R = koefisien korelasi ganda k = jumlah variabel independent n = jumlah periode tahun Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara Fhitung dan Ftabel. Apabila Fhitung > Ftabel maka variabel bebasnya memberikan pengaruh secara simultan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Regresi Berganda Untuk mengetahui pola pengaruh variabel bebas dalam penelitian ini, maka disusun persamaan regresi berganda. Regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas (Struktur Aktiva dan DOL) terhadap variabel terikat (Struktur Modal). Analisis regresi tersebut menghasilkan koefisien-koefisien regresi yang menunjukkan arah hubungan sebab akibat antara variabel bebas dan variabel terikat. Tabel 12.3. Hasil Analisis Uji Regresi Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients B 1 (Constant) Struktur Aktiva Std. Error 27.574 38.442 .661 .700 Standardized Coefficients t Sig. Beta .178 .717 .479 .944 .353 DOL -.271 .515 -.099 -.527 .602 a. Dependent Variable: Struktur Modal Sumber: Analisi data 2014 Berdasarkan perhitungan komputer program statistik SPSS 16.00 for windows di atas, diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Ŷ = 27,574 + 0,661 X1 − 0,271 (X2 ) Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa variabel bebas yang berpengaruh adalah Struktur Aktiva dengan koefisien sebesar 0,661. Kemudian variabel yang berpengaruh rendah yaitu variabel DOL dengan koefisien sebesar 0,271. Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa struktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal, yang berarti bahwa meningkatnya nilai struktur aktiva menyebabkan struktur modal juga meningkat. Sedangkan DOL memberikan pengaruh negatif terhadap struktur modal, yang berarti meningkatnya DOL mengakibatkan menurunnya struktur modal dalam hal penggunaan pendanaan perusahaan dari luar. Adapun masing-masing variabel bebas dari hasil persamaan regresi linear berganda tersebut,dapat diinterprestasikan pengaruhnya Struktur Modal sebagai berikut: 89 Nilai konstanta (α) sebesar 27,574 persen menunjukan nilai prediksi rata-rata struktur modal perusahaan apabila struktur aktiva dan DOL sama dengan nol. Struktur Aktiva (X1), memiliki koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,661, hal ini berarti apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah), maka perubahan struktur aktiva sebesar 1% akan meningkatkan nilai struktur modal sebesar 0,661%. DOL (X2), memiliki koefisien bertanda negatif sebesar 0,271, hal tersebut berarti apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya tetap (tidak berubah), maka perubahan dalam DOL sebesar 1 kali akan mengakibatkan penurunan terhadap risiko bisnis (struktur modal) sebesar 0,271 kali. Koefisien regresi untuk struktur aktiva sebesar 0,661 artinya bahwa setiap perubahan satu satuan aktiva (laporan keuangan) maka struktur modal akan mengalami kenaikan sebesar 0,661 %. Dalam hal ini faktor lain yang mempengaruhi struktur modal dianggap tetap. Koefisien regresi untuk Operating Leverage sebesar -0,271 artinya bahwa setiap perubahan satu satuan DOL (Degree of Operating Leverage), maka struktur modal akan mengalami penurunan sebesar 0,271 kali. Dalam hal ini faktor lain yang mempengaruhi struktur modal dianggap tetap. 1) Analisis Korelasi Untuk melihat pengaruh struktur aktiva dan DOL terhadap struktur modal dilakukan analisis korelasi. Koefisien korelasi pearson antara struktur aktiva dengan struktur modal adalah 0,175 dengan nilai signifikan 0,177, antara DOL dan struktur modal adalah -0,094 dengan nilai signifikan 0,310. Dengan melihat kondisi tersebut dimana nilai sig lebih besar (0,177) alpha (0,05) untuk struktur aktiva dengan struktur modal, maka Ha ditolak. Sedangkan untuk DOL dan struktur modal nilai sig lebih besar (0,310) alpha (0,05) maka Ha ditolak. Berarti untuk analisis korelasi struktur aktiva dan DOL tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Untuk nilai koefisien determinasi (r2) dari koefisien korelasi struktur aktiva, DOL dan struktur modal adalah 0,041 (pada tabel 11), hal ini berarti perubahan yang terjadi pada struktur modal sebesar 4,1% dipengaruhi oleh struktur aktiva dan operating leverage, sisanya 95,9% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil analisis korelasi dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 12.4. Hasil Analisis Korelasi Correlations Struktur Modal Struktur Aktiva DOL Pearson Correlation Struktur Modal 1.000 .175 -.094 Struktur Aktiva .175 1.000 .030 -.094 .030 1.000 Struktur Modal . .177 .310 Struktur Aktiva .177 . .438 DOL .310 .438 . Struktur Modal 30 30 30 Struktur Aktiva 30 30 30 DOL 30 30 30 DOL Sig. (1-tailed) N Sumber: Analisis data 2014 2) Hasil Uji t (Uji Parsial) Untuk menguji signifikan koefisien regresi digunakan uji t. Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen, yaitu Struktur Aktiva dan DOL, 90 terhadap variabel dependennya, yaitu struktur modal pada perusahaan makanan dan minuman di BEI tahun 2008-2010. Pengambilan keputusan didasarkan pada probabilitas signifikansi 0,05 (5%). Jika signifikansi lebih kecil atau sama dengan 0,05 (≤ 0,05) maka hipotesis kerja (H0) diterima dan sebaliknya. Tabel 12.5. Hasil Uji t (Parsial) Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients B 1 (Constant) Struktur Aktiva Standardized Coefficients Std. Error t Sig. Beta 27.574 38.442 .661 .700 DOL -.271 .515 a. Dependent Variable: Struktur Modal Sumber: Analisi data 2014 .717 .479 .178 .944 .353 -.099 -.527 .602 Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS 16.0 For Windows seperti terlihat pada tabel 8 menunjukkan bahwa nilai thitung masing-masing variabel struktur aktiva dan DOL adalah 0,994 dan -0,527 dengan ttabel sebesar 1,699 yang diperoleh dengan α= 5% (0,05) dan dk 27 (n-3). Hal ini menunjukkan bahwa pada struktur aktiva thitung lebih kecil dari ttabel (0,994 < 1,703), dengan tingkat signifikan 0,353 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian variabel struktur aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Untuk variabel DOL menunjukkan hal yang sama, yaitu t hitung lebih kecil dari ttabel (-0,527 < 1,703) dengan nilai signifikan 0,602 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian variabel DOL tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Ini berarti Ho diterima. 3) Hasil Uji F (Uji Simultan) Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara variabel struktur aktiva, dan operating leverage (DOL) secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel struktur modal pada perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007-2010, dilakukan Uji F (Uji Simultan) tingkat signifikan 5% (0,05). Hipotesis akan didukung bila Fhitung lebih besar dari Ftabel dan nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak. Berarti terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk lebih jelasnya hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 12.6. Hasil Uji F (Simultan) ANOVAb Sum of Squares Model 1 Regression Residual df Mean Square 2463.061 2 1231.530 58292.139 27 2158.968 F .570 Sig. .572a Total 60755.200 29 a. Predictors: (Constant), DOL, Struktur Aktiva b. Dependent Variable: Struktur Modal Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS 16.00 For 91 Windows seperti terlihat pada tabel 16, diperoleh nilai Fhitung sebesar 0,570 dengan signifikan 0,572 dan Ftabel senilai 3,33. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Fhitung lebih kecil dari Ftabel (0,570 < 3,33), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen (struktur aktiva dan DOL) secara bersama-sama (simultan) tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur aktiva. Ini berarti, Ho diterima. B. Analisis Pengaruh Struktur Aktiva dan Operating Leverage terhadap Struktur Modal Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur aktiva berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap struktur modal, sedangkan operating leverage (DOL) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap struktur modal. Berdasarkan analisis regresi linear berganda (tabel 10) dari perhitungan masing-masing perusahaan menunjukkan bahwa Y = 27,574 + 0,661 (X1) - 0,271 (X2). Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa jika X1 (Struktur Aktiva) meningkat sebesar satu satuan maka variabel Y (Struktur Modal) akan meningkat sebesar 0,661. Sedangkan jika X2 (Operating Leverage) meningkat sebesar satu satuan maka variabel Y (Struktur Modal) mengalami penurunan sebesar 0,271. Atau dengan kata lain dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa setiap penambahan struktur aktiva sebesar 1 % maka variabel terikat struktur modal akan naik sebesar 0,661 %. dan pengurangan variabel bebas DOL 1 kali maka variabel terikat struktur modal akan naik sebesar 0,271 kali. Model regresi ini memiliki nilai konstanta 27,574, hal ini berarti apabila strutkur aktiva dan operating leverage bernilai nol maka struktur modal akan menjadi 27,574. Untuk menguji signifikan koefisien regresi digunakan uji t. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 6, menunjukkan bahwa nilai thitung masing-masing variabel struktur aktiva dan DOL adalah 0,994 dan -0,527 dengan ttabel sebesar 1,703. Hal ini menunjukkan bahwa pada struktur aktiva thitung lebih kecil dari ttabel (0,994 < 1,703), dengan tingkat signifikan 0,353 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian variabel struktur aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Untuk variabel DOL menunjukkan hal yang sama, yaitu thitung lebih kecil dari ttabel (-0,527 < 1,703), dengan nilai signifikan 0,602 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian variabel DOL tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Ini berarti Ho diterima. Perusahaan yang mempunyai struktur aktiva akan mengoptimalkan aktiva tetap tersebut untuk meningkatkan tingkat leverage sehingga perusahaan yang bersangkutan akan banyak menggunakan utang jangka panjang daripada modal sendiri. Kepemilikan aktiva tersebut juga dapat memelihara nilai likuidasi perusahaan, sehingga proporsi aktiva yang lebih besar akan mendorong pemberi pinjaman untuk memberikan pinjaman. Tidak berpengaruhnya struktur aktiva terhadap strutkur modal disebabkan oleh kurangnya kemampuan perusahaan untuk memaksimalkan nilai aktiva tetap dengan menggunakan utang jangka panjang. Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya lebih banyak menggunakan modal sendiri sehingga modal dan laba tahun berjalan dalam perusahaan akan berkurang untuk membiayai aktiva tetap. Sedangkan untuk operating leverage karena sebagian perusahaan terutama pihak manajer dalam memutuskan struktur modal kurang memperhatikan masalah risiko bisnis yang dihadapi, sehingga perusahaan cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan yang dimiliki karena dengan demikian perusahaan akan mempunyai risiko bisnis yang lebih kecil. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian laporan arus kas dan profitabilitas terhadap return saham perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut : 92 1. 2. 3. Hasil analisis regresi ganda menunjukkan persamaan: Ŷ = 27,574 + 0,661(X1) - 0,271 (X2), yang berarti bahwa nilai konstanta 27,574 adalah besarnya struktur modal tanpa mempertimbangkan tinggi rendahnya struktur aktiva dan operating leverage (DOL). Hasil uji hipotesis secara parsial menunjukkan bahwa : Struktur Aktiva tidak berpengaruh terhadap struktur modal pada perusahaan makanan dan minuman di BEI tahun 2008-2010 Operating Leverage (DOL) tidak berpengaruh terhadap struktur modal pada perusahaan makanan dan minuman di BEI tahun 2008-2010. Struktur aktiva dan operating leverage secara bersama-sama (simultan) tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan perusahaan untuk memaksimalkan aktiva tetap dengan menggunakan utang jangka panjang. Pihak perusahaan lebih banyak menggunakan modal sendiri, sehingga modal dan laba tahun berjalan dalam perusahaan akan berkurang untuk membiayai aktiva tetap. Akibatnya tingkat leverage akan rendah dan risiko bisnis yang dihadapi akan lebih kecil. B. Saran Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka penulis mengajukan beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi perusahaan sampel, dalam mengambil , keputusan yaitu: 1. Meskipun struktur aktiva dan operating leverage tidak berpengaruh secara signifikan tapi sebaiknya dipertimbangkan agar pengambilan keputusan mengenai sumber pendanaan dapat dilakukan dengan tepat terutama yang bersumber dari utang dan modal sendiri sehingga keseimbangan finansial dan struktur modal yang optimal dapat dicapai. Hal tersebut dapat tercapai apabila jumlah utang yang dimiliki perusahaan tidak melebihi dari jumlah modal sendiri. 2. Agar perusahaan memiliki struktur modal yang baik maka perusahaan harus memperhatikan struktur modal. Struktur modal dikatakan baik jika jumlah utang jangka panjang lebih kecil dibandingkan modal sendirinya. Sehingga dapat dikatakan aktiva perusahaannya dibiayai oleh modal sendiri yang dimiliki perusahaan tersebut. 3. Penelitian ini menggunakan 2 variabel independen yaitu struktur aktiva dan operating leverage. Kedua variabel tersebut hanya mempengaruhi struktur modal sebesar 4,1%, sisanya 95,9% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian masih ada variabel lain di luar penelitian yang bisa dijadikan variabel independen. 4. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi struktur modal selain faktor struktur aktiva dan operating leverage pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Baridwan, Zaki. 2010. Intermediate Accounting. Edisi ke-8. Yogyakarta: BPFE. Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston. 2006. Manajemen Keuangan. Edisi Kedelapan. Buku II. Jakarta: Salemba Empat. Gurajati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga. Jumingan. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hakim, Abdul. 2004. Statistika Deskriptif untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: EKONISIA. Husnan, Suad. 2001. Pembelanjaan Perusahaan (Dasar–Dasar Manajemen Keuangan). Yogyakarta : Liberty. 93