BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pemasaran Jasa Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin dan mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik (Kotler, 2001:96). Dari defenisi diatas, dapat kita lihat bahwa selalu ada aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemberi jasa di dalam jasa, meskipun pihak-pihak yang terlibat tidak selalu menyadarinya. Jasa juga bukan merupakan barang, jasa adalah suatu proses atau aktifitas, dan aktifitas-aktifitas tersebut tidak berwujud. Meskipun para pakar memiliki beberapa perbedaan dalam mendefenisikan jasa, kita tidak ingin memperdebatkan lebih lanjut perbedaan tersebut. 2.1.2 Karakteristik Jasa Berdasarkan pengertian jasa yang telah dibahas sebelumnya, Tjiptono (2005:18) menguraikan ada lima karakteristik utama jasa bagi pembeli pertamanya, yaitu: 1. Tidak berwujud (Intangibility) Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat, atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bagi para pelanggan, Universitas Sumatera Utara ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi karena terbatasnya search qualities, yakni karakteristik fisik yang dapat dievaluasi pembeli sebelum pembelian dilakukan. Untuk jasa, kualitas apa dan bagaimana yang akan diteriman konsumen, umumnya tidak diketahui sebelum jasa bersangkutan dikonsumsi. 2. Tidak dapat dipisahkan (Inseparability) Barang biasa diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sementara jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. 3. Berubah-ubah (Variability / Heterogenity) Jasa bersifat variabel karena merupakan non-standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal ini dikarenakan jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi dan konsumsinya yang cenderung tidak bisa diprediksi dan cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan perilakunya. 4. Tidak tahan lama (Perishability) Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapasitas jalur telepon yang tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan. 5. Lack of Ownership Lack of Ownership merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan atau menjualnya. Di lain pihak, pelanggan (pembeli jasa) mungkin hanya memiliki Universitas Sumatera Utara akses personel atas suatu jasa untuk jangka waktu terbatas (misalnya kamar hotel, penyewaan mobil, jasa penerbangan dan pendidikan). 2.1.3 Bauran Pemasaran Jasa Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. Alat-alat tersebut dapat digunakan untuk menyusun strategi jangka panjang dan merancang program taktik jangka pendek. Keputusan mengenai setiap unsur bauran pemasaran ini saling berkaitan satu sama lain. Kendati demikian, tingkat kepentingan yang ditekankan kepada masing-masing unsur antar jasa cenderung bervariasi (Tjiptono, 2005:31). Bauran pemasaran jasa meliputi: 1. Product, merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang ditujukan untuk tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Dalam konteks ini prodik dapat berbentuk apa saja (baik yang berwujut maupun yang tidak berwujut) yang dapat ditawarkan kepada pelanggan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. 2. Pricing, keputusan bauran harga dengan kebijakan strategis dan taktis, seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran dan tingkat harga. 3. Promotion, bauran promosi tradisional terdiri dari berbagai metode untuk mengkomunikasikan jasa kepada para pelanggan. Diantara metode tersebut adalah periklanan, promosi penjualan, direct selling, dan personel selling. 4. Place, Keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa untuk konsumen, keputusan meliputi keputusan lokasi fisik. 5. People, orang merupakan unsur vital dalam bauran pemasarn jasa. Dalam produksi barang, orang tidak terlalu memusingkan kondisi karyawan yang Universitas Sumatera Utara bekerja dalam memprouksi barang tersebut, apakah dia bicara yang kurang sopan, berpakaian yang tidak rapi, kurang disiplin dan lain-lain. Yang penting bagi konsumen adalah kualitas barang yang diproduksi. Tetapi beda halnya pada produksi jasa, tindakan setiap orang berpengaruh terhadap hasil yang diterima pelanggan. 6. Physical Evidence, karakteristik yang intangibility menyebabkan konsumen tidak bisa menilai suatu jasa sebelum mengkonsumsinya. Pada jasa salah satu unsur penting dalam bauran pemasaran adalah upaya mengurangi tingkat risiko tersebut dengan cara menawarkan bukti fisik. Bukti fisik tersebut ada dalam berbagai bentuk, misalnya brosur tentang apartemen dan foto tentang jasa sewa apartemen tersebut. 7. Process, merupakan faktor yang penting dalam penyaluran jasa, misalnya karyawan bus yang berbicara tidak sopan sehingga membentuk persepsi negatif bagi konsumen. 8. Customer Service. Makna layanan pelanggan berbeda antar organisasi. Dalam sektor jasa, layanan pelanggan dapat diartikan sebagai kualitas total jasa yang dipersepsikan oleh pelanggan. Oleh sebab itu, tanggung jawab atas unsur bauran pemasaran ini tidak bisa diisolasi hanya pada departemen layanan pelanggan, tetapi menjadi perhatian dan tanggung jawab semua personel produksi, baik yang dikerjakan oleh organisasi jasa maupun pemasok. Pertumbuhan jasa yang begitu cepat disebabkan oleh berbagai faktor yang mendorong pertumbuhan bisnis jasa, diantaranya dipicu oleh perubahan demografis, perubahan sosial, perubahan perekonomian, perubahan politik dan hukum. Universitas Sumatera Utara 2.1.4 Kualitas Pelayanan (Service Quality) 2.1.4.1 Defenisi Kualitas Konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk/jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. Kualitas memberikan nilai tambah berupa motivasi khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Ikatan emosional semacam ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan. Pada gilirannya, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. 2.1.4.2 Defenisi Kualitas Pelayanan Menurut Goetsh dan Davis (Tjiptono, 2005:51) Kualitas adalah “suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau memiliki harapan”. Menurut American Society for Quality Control (Lupiyoadi, 2001 : 144) Kualitas pelayanan adalah “keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk/jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten“. Universitas Sumatera Utara Konsep kualitas pelayanan pada dasarnya bersifat relatif, yaitu tergantung dari perspektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi. Pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas pelayanan yang seharusnya konsisten satu sama lainnya, yaitu : persepsi pelanggan, produk dan pelayanan, dan proses. Ketiga orientasi ini dapat dibedakan dengan jelas bahkan produknya adalah proses itu sendiri (Lupiyoadi, 2001 :144). Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (Tjiptono, 2008:95) ada 5 (lima) dimensi dalam menentukan kualitas pelayanan yaitu : 1. Reliabilitas (reliability) Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk menyampaikan layanan yang dijanjikan akurat sejak pertama kali. Sebagai contoh, sebuah perusahaan mungkin memilih konsultan berdasarkan reputasi. Apabila konsultan tersebut mampu memberikan apa yang diinginkan klien, klien tersebuat akan puas dan membayar fee konsultansi. Namun, apabila konsultan tersebut gagal mewujudkan apa yang diinginkan oleh klien, fee tidak akan dibayar penuh (tergantung negosiasi awal) 2. Daya tanggap (responsiveness) Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan segera. Dengan kata lain, apakah ada keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap. 3. Jaminan (assurance) Berkenaan dengan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya diri (trust) dan keyakinan pelanggan (confidence). Bila klien yang menggunakan jasa konsultan, klien Universitas Sumatera Utara tentu ingin mendapat jaminan bahwa konsultan yang akan disewa benar-benar ahli dan kompeten dalam mengatasi masalahnya. 4. Empati (empathy) Berarti bahwa perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. 5. Bukti fisik (tangibles) Berkenaan dengan penampilan fisik fasilitas layanan, peralatan/perlengkapan, sumber daya manusia, dan materi komunikasi perusahaan. Sebagai contoh, investasi dekorasi dan pencahayaan akan dilakukan oleh jasa salon yang khusus melayani klien vip (very important person) dengan tarif yang mahal yang meyakini bahwa dekorasi dan pencahayaan mempengaruhi baiknya jasa salon tesebut. 2.1.4.3 Karakteristik Pelayanan Ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh pelayanan menurut Zemke (dalam Ratminto dan Atik, 2005:3) yaitu : 1. Konsumen memiliki kenangan atau memori atas pengalaman menerima pelayanan, yang tidak bisa dijual atau diberikan kepada orang lain. 2. Tujuan penyelenggaraan pelayanan adalah keunikan, setiap pelanggan dan setiap kontak adalah dianggap sesuatu yang “spesial”. 3. Suatu pelayanan terjadi pada saat tertentu, ini tidak dapat disimpan di gudang atau dikirimkan barang contohnya. 4. Konsumen melakukan kontrol kualitas dengan cara membandingkan harapan dan pengalaman yang diperolehnya. Universitas Sumatera Utara 5. Jika terjadi kesalahan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh karyawan untuk memperbaiki adalah meminta maaf. 6. Moral karyawan sangat menentukan untuk kelancaran pemberian pelayanan. Menurut Tjiptono (2005:117), beberapa aspek yang perlu dicermati karyawan dalam memberikan pelayanan kepada konsumen, agar dapat memberikan kepuasan adalah sebagai berikut : 1. Suasana lingkungan yang bisa membuat konsumen nyaman dan senang. 2. Pelatihan dan pengembangan serta pemberdayaan karyawan agar dapat memahami dan menangani respon emosional pelanggan. 3. Sistem penanganan keluhan yang responsif, empatik, adil, dan efektif. 4. Menggunakan pendekatan komunikasi berbeda untuk kategori individu yang berlainan. 5. Menawarkan nilai sosial dan emosional tertentu. 6. Mendirikan kelompok konsumen eksklusif yang mengelola aktivitas khusus. 7. Menerapkan pengalaman untuk menciptakan kegembiraan kepada konsumen. 2.1.5 Nilai Pelanggan (Customer Value) 2.1.5.1 Pengertian Pelanggan Pelanggan menurut Cambridge Internasional Dictionaries dalam Lupioyadi (2006 : 143), adalah “a person who buys goods or services” atau pelanggan adalah seseorang yang membeli barang atau jasa. Sementara menurut Webster’s 1928 Dictionary dalam Lupioyadi (2006 : 143) pelanggan adalah “one who frequents any place of sale for the sake or producing what he wants…”. Pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama Universitas Sumatera Utara untuk memenuhi keinginannya. Pelanggan merupakan seseorang yang secara berulang kali (continue) datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan jasa dan membayar produk dan jasa tersebut. 2.1.5.2 Defenisi Nilai Pelanggan Slywotzky dalam Tjiptono (2005:296) mengungkapkan bahwa “menciptakan dan memberikan nilai pelanggan (customer value) superior (yang paling tinggi) kepada high-value customer yang bisa meningkatkan nilai sebuah organisasi (value of an organization)”. Menurut Woodruff (1997:142), nilai pelanggan (customer value) adalah “pilihan yang dirasakan pelanggan dan evaluasi terhadap atribut produk dan jasa, kinerja atribut dan konsekuensi yang timbul dari penggunaan produk untuk mencapai tujuan dan maksud konsumen ketika menggunakan produk”. Woodruff juga mendefenisikan customer value sebagai “persepsi pelanggan terhadap konsekuensi yang diinginkannya dari penggunaan suatu produk/customer value dapat dijabarkan preferensi yang pelanggan rasakan terhadap ciri produk, kinerja dan sejauh mana telah memenuhi apa yang diinginkannya”. Zeithaml dalam Tjiptono (2005:296) mendefenisikan nilai pelanggan (customer value) sebagai “penilaian keseluruhan konsumen terhadap utilitas sebuah produk berdasarkan persepinya terhadap apa yang diterima dan apa yang diberikan”. Begitu juga Monroe dalam Tjiptono (2005:296) mendefinisikan nilai pelanggan adalah trade off antara persepsi pelanggan terhadap kualitas atau manfaat produk dan pengorbanan yang dilakukan lewat harga yang dibayarkan. Goostain dalam Tjiptono (2005:296) juga mendefenisikan nilai pelanggan adalah Universitas Sumatera Utara ikatan emosional yang terjalin antara pelanggan dan produsen setelah pelanggan menggunakan produk dan jasa dari perusahaan dan mendapati bahwa produk atau jasa tersebut memberi nilai tambah. 2.1.5.3 Hirarki Nilai Pelanggan Menurut Woodruff (1997:142), hirarki nilai pelanggan (customer value) terdiri dari 3 tingkatan yaitu : 1. Atribut produk atau jasa (product attributes), dasar hirarki yaitu pelanggan belajar berfikir mengenai produk atau jasa sebagai rangkaian dari atribut dan kinerja atribut. 2. Konsekuensi produk dan jasa (product consequences), konsekuensi yang diinginkan oleh pelanggan ketika informan membeli dan menggunakan produk jasa. 3. Maksud dan tujuan pelanggan (customer’ goals and purposes), maksud dan tujuan pelanggan yang dicapai melalui konsekuensi tertentu dari penggunaan produk jasa. 2.1.5.4 Dimensi Nilai Pelanggan Sweeney dan Soutar dalam Tjiptono (2005:298), dimensi nilai terdiri dari 4, yaitu : 1. Emotional value, utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif/emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk. 2. Social value, utilitas yang didapat dari kemampuan produk untuk meningkatkan konsep diri-sosial konsumen. Universitas Sumatera Utara 3. Quality/performance value, utilitas yang didapat dari produk karena reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. 4. Price/value of money, utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kinerja yang diharapkan dari suatu produk atau jasa. 2.1.5.5 Tipe Pelanggan Sheth & Mittal dalam Tjiptono (2005:162), mengelompokkan pelanggan kedalam 3 kategori, yaitu : user, buyer, dan payer. 1. User, yaitu orang yang secara aktual mengonsumsi atau menggunakan produk atau menerima manfaat dari jasa yang dibeli 2. Buyer, yaitu orang yang berpartisipasi dalam pengadaan produk (procurement) 3. Payer, orang yang mendanai atau membiayai pembelian. Kemudian tiga kategori diatas, diturunkan menjadi 9 tipe nilai pelanggan : 1. Performance value adalah kualitas hasil fisik dari penggunaan suatu produk atau jasa. produk/jasa Dengan kata lain, tipe nilai ini mencerminkan kemampuan melaksanakan fungsi fisik utamanya secara konsisten. Performance value terletak pada dan berasal dari komponen fisik dan desain jasa. 2. Social value adalah manfaat produk/jasa yang bertujuan untuk memuaskan keinginan seseorang dalam mendapatkan pengakuan atau kebanggaan sosial. Pelanggan yang mengutamakan social value akan memilih produk/jasa yang mengkomunikasikan citra yang selaras dengan teman- temannya atau menyampaikan citra sosial yang ingin ditampilkannya. Universitas Sumatera Utara 3. Emotional value adalah kesenangan dan kepuasan emosional yang didapatkan user dari produk/jasa. 4. Price value harga yang fair dan biaya-biaya financial lainnya yang berkaitan dengan upaya mendapatkan produk/jasa. 5. Credit value berupa situasi terbebas dari keharusan membayar kas pada saat pembelian atau membayar dalam waktu dekat. Pada prinsipnya, nilai ini menawarkan kenyaman berkenaan dengan pembayaran. Credit value lebih menekankan pada aspek kenyamanan (convenience). 6. Financing value penawaran syarat dan finansial skedul pembayaran yang lebih longgar dan terjangkau. Financing value lebih menekankan pada aspek keterjangkauan (affordability) dan sangat penting/efektif saat harga produk dan jasa sangat mahal. 7. Service value berupa bantuan yang diharapkan pelanggan berkaitan dengan pembelian produk/jasa. Bantuan yang dimaksud yaitu : a. Bantuan dan advis sebelum pembelian b. Bantuan dan advis purnabeli dalam mempertahankan nlai pemakaian produk c. Bebas dari risiko salah beli dalam bentuk jaminan pengembalian uang (refund) dan penukaran produk. 8. Convinience value berupa penghematan waktu dan usaha yang dibutuhkan untuk memperoleh produk/jasa. 9. Personalization value yang meliputi : menerima produk/jasa disesuaikan dengan kondisi pelanggan (customization) dan memberikan pengalaman positif dari pelanggan (interpersonal interaction). Universitas Sumatera Utara 2.1.6 Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) 2.1.6.1 Definisi Kepuasan Pelanggan Kata ‘kepuasan atau satisfaction’ berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan dan membuat). Berikut ini definisi kepuasan konsumen dari beberapa pakar ekonomi, yaitu : 1. Menurut Howard & Shets (dalam Tjiptono, 2005:349) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan adalah “situasi kognitif pembeli berkenaan dengan kesepadanan atau ketidaksepadanan antara hasil yang didapatkan dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan”. 2. Menurut Westbrook & Reilly (dalam Tjiptono, 2005:349) berpendapat bahwa “kepuasan pelanggan merupakan respon emosional terhadap pengalamanpengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau bahkan pola perilaku (perilaku berbelanja, dan perilaku pembeli), serta pasar secara keseluruhan”. 3. Menurut Kottler (2005:36) mengungkapkan bahwa “ kepuasan adalah sebagai perasaan suka/tidak seseorang terhadap suatu produk setelah ia membandingkan prestasi produk tersebut dengan harapannya”. 4. Menurut Mowen (dalam Tjiptono 2005: 349) merumuskan “kepuasan pelanggan adalah sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan (acquisition) dan pemakainya”. Universitas Sumatera Utara Pemakaian/ Konsumsi Produk Harapan akan Kinerja/ Kualitas Produk Konfirmasi/ Diskonfirmasi Produk Evaluasi terhadap Keadilan Pertukaran Evaluasi Kinerja/ Kualitas Produk Atribusi Penyebab Kinerja Produk Respons Emosional Kepuasan/ Ketidakpuasan Pelanggan Sumber : Tjiptono (2005:350) Gambar 2.1 Model Kepuasan/Ketidakpuasan Universitas Sumatera Utara Perusahaan perlu mengetahui hal-hal sebagai berikut agar dapat mengembangkan suatu mekanisme pemberian pelayanan yang memuaskan pelanggan, maka: 1. Mengetahui apa yang pelanggan pikirkan tentang perusahaan, pelayanan yang diberikan perusahaan dan pesaing. 2. Mengukur dan mengerjakan kinerja perusahaan. 3. Mempergunakan kelebihan perusahaan dalam pemilihan pasar. 4. Memanfaatkan kelemahan perusahaan dalam peluang pengembangan sebelum pesaing memulainya. 5. Membangun wahana komunikasi internal sehingga setiap personil mengetahui apa yang mereka kerjakan. 6. Menunjukkan komitmen perusahaan terhadap kualitas dan pelanggan. 2.1.6.2 Manfaat Program Kepuasan Konsumen Menurut Tjiptono (2005 : 352), manfaat pokok dari kepuasan konsumen antara lain : 1. Reaksi terhadap produsen memiliki biaya yang rendah Fokus pada kepuasan pelanggan merupakan upaya mempertahankan pelanggan dalam rangka menghadapi para produsen berbiaya rendah. Banyak perusahaan yang mendapat cukup banyak pelanggan yang bersedia membayar harga lebih mahal untuk pelayanan dan kualitas yang lebih baik. Hal ini menjadi peluang bagi para produsen berbiaya rendah sehingga mereka mampu bersaing dengan para pesaing melalui peluang-peluang tersebut. 2. Manfaat ekonomi retensi pelanggan versus perpetual prospecting Universitas Sumatera Utara Berbagai studi menunjukkan bahwa mempertahankan dan memuaskan pelanggan saat ini lebih murah dibanding terus-menerus berupaya menarik pelanggan baru. 3. Nilai kumulatif dari relasi berkelanjutan Upaya mempertahankan loyalitas pelanggan terhadap produk dan jasa perusahaan selama periode waktu yang lama bisa menghasilkan anuitas yang jauh lebih besar daripada pembelian individual. 4. Daya persuasif Banyak industri (khususnya sektor jasa), berpendapat bahwa opini positif dari teman dan keluarga jauh lebih persuasif daripada iklan. Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang tidak hanya meneliti kepuasan total namun juga menelaah sejauh mana pelanggan bersedia merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain. Apalagi ada kecenderungan seorang pelanggan menceritakan pengalaman buruknya kepada orang lain dari pada pelanggan yang puas menyampaikan pengalaman positifnya. 5. Reduksi sensitifitas harga Pelanggan yang puas dan loyal terhadap sebuah perusahaan cenderung lebih jarang menawar harga untuk setiap pembelian individualnya. disebabkan faktor kepercayaan telah terbentuk. Hal ini Dalam banyak kasus, kepuasan pelanggan mengalihkan fokus pada harga pelayanan dan kualitas. 6. Kepuasan pelanggan sebagai indikator kesuksesan bisnis dimasa depan. Pada hakikatnya kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang, karena dibutuhkan waktu cukup lama sebelum bisa membangun dan mendapatkan reputasi atas layanan prima. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan merupakan indikator kesuksesan bisnis di masa depan yang Universitas Sumatera Utara mengukur kecenderungan reaksi pelanggan terhadap perusahaan di masa yang akan datang. 2.1.6.3 Elemen Program Kepuasan Pelanggan Menurut Tjiptono (2005:354), umumnya program kepuasan pelanggan meliputi kombinasi dari tujuh elemen utama yakni : 1. Barang dan jasa berkualitas Perusahaan yang ingin menerapkan program kepuasan pelanggan harus memiliki produk berkualitas baik dan layanan prima. Paling tidak, standarnya harus menyamai para pesaing utama dalam industri. Perusahaan yang tingkat kepuasan pelanggannya tinggi menyediakan tingkat layanan pelanggan yang tinggi pula. 2. Relationship Marketing Relationship Marketing adalah upaya menjalin relasi jangka panjang dengan para pelanggan dengan mengutamakan peluang untuk menjalin hubungan yang saling menguntungkan atas dasar kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Asumsinya adalah bahwa relasi yang kokoh dan saling menguntungkan antara penyedia jasa dan pelanggan dapat membangun bisnis ulangan dan menciptakan loyalitas pelanggan. 3. Program promosi loyalitas Program ini memberikan semacam “penghargaan” (rewards) khusus (seperti bonus, diskon, voucher, dan hadiah yang dikaitkan dengan frekuensi pembelian atau pemakaian produk/jasa perusahaan) kepada pelanggan rutin agar tetap loyal pada produk dari perusahaan yang bersangkutan. Melalui kerja sama Universitas Sumatera Utara seperti ini diharapkan kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan kepuasan serta loyalitas pelanggan akan semakin besar. 4. Fokus pada pelanggan terbaik (Best Customers) Fokus pada pelanggan terbaik maksudnya berfokus pada 20% dari pelanggan yang secara rutin mengonsumsi dan 80% dari penjualan. Pelanggan terbaik disini bukan hanya pelanggan yang rutin saja melainkan menyangkut pembayaran yang lancar dan tepat waktu, tidak terlalu banyak membutuhkan layananan tambahan dan relatif tidak sensitif terhadap harga lebih menyukai stabilitas daripada terus menerus berganti pemasok untuk mendapatkan harga murah. 5. Sistem penanganan komplain secara efektif Penanganan komplain terkait erat dengan kualitas produk. Fakta menunjukkan bahwa kebanyakan pelanggan mengalami berbagai macam masalah, setidaknya berkaitan dengan konsumsi beberapa jenis produk, waktu penyampaian, atau layanan pelanggan. Oleh sebab itu, setiap perusahaan harus memiliki sistem penanganan komplain yang efektif. Sistem penanganan komplain yang efektif membutuhkan beberapa aspek dalam rangka menyampaikan komentar, kritik, saran, pertanyaan ataupun komplain, diantaranya : a. Permohonan maaf kepada pelanggan atas ketidaknyamanan yang mereka alami. b. Empati terhadap pelanggan yang marah. c. Kecepatan dalam penanganan keluhan d. Kemudahan bagi konsumen untuk menghubungi perusahaan. Universitas Sumatera Utara 6. Unconditional guarantees Unconditional guarantees ini dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan program kepuasan pelanggan. Garansi merupakan janji eksplisit yang disampaikan kepada para pelanggan mengenai tingkat kinerja yang dapat diharapkan akan mereka terima. 2.1.6.4 Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen Ada empat metode yang banyak dipergunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan (Kotler, 2005 : 54) antara lain : 1. Sistem keluhan dan saran Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang biasa digunakan bisa berupa kotak saran, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, website dan lain-lain. Dimana metode ini dapat memberikan ide ataupun masukan yang berharga kepada perusahaan. 2. Ghost Shopping Ghost Shopping merupakan salah satu metode untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shopper untuk berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan dan pesaing. 3. Lost Customer Analysis Perusahaan sepantasnya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau beralih pemasok agar dapat memahami hal ini terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. Universitas Sumatera Utara 4. Survei kepuasan pelanggan Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan pelanggan menggunakan survey baik via pos, telepon, e-mail, maupun wawancara langsung. Ada lima faktor yang harus dipertimbangkan untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan (Lupiyoadi , 2001 :158) yaitu : a. Kualitas Produk Pelanggan akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. b. Kualitas Pelayanan Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. c. Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum padanya bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. d. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. e. Biaya Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu. Universitas Sumatera Utara 2.1.7 Loyalitas Pelanggan (Customer Loyality) Sheth & Mittal dalam Tjiptono (2005:387) Loyalitas pelanggan adalah “komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten“. Sementara Bendapudi & Berry mendefinisikan bahwa Loyalitas pelanggan “sebagai respon yang terkait erat dengan ikrar atau janji untuk memegang teguh komitmen yang mendasari kontinuitas relasi, dan biasanya tercermin dari pembelian berkelanjutan dari penyedia jasa yang sama atas dasar dedikasi maupun kendala pragmatis” Menurut Dick & Basu dalam Tjiptono (2005:392), dengan mengombinasikan komponen sikap dan perlaku pembelian ulang, maka didapat empat situasi kemungkinan loyalitas yaitu : 1. No Loyalty Bila sikap dan perilaku pemebelian ulang pelanggan sama- sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Kemungkinan penyebabnya adalah Pertama, sikap yang lemah (mendekati netral) bisa terjadi bila suatu produk/jasa baru diperkenalkan atau pemasarnya tidak mampu mengkomunikasikan keunggulan produknya. Kedua, berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan sama. Artinya, pemasar mungkin sukar membentuk sikap yang kuat/positif terhadap produk atau perusahaannya. 2. Spurious Loyalty Bila sikap relatif lemah disertai dengan pola pembelian ulang yang kuat, maka suprious loyalty akan terjadi. Situasi ini ditandai dengan faktor nonsikap terhadap perilaku, misalnya norma subjektif dan faktor situasional contohnya lokasi yang Universitas Sumatera Utara strategis yang menarik perhatian konsumen, faktor diskon, dan pengaruh sosial (social influence). 3. Latent Loyalty Situasi ini tercermin bila sikap yang kuat disertai dengan pola pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar para pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor nonsikap yang cenderung lebih kuat dalam menentukan pembelian ulang. 4. Loyalty Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar, dimana konsumen bersikap positif terhadap jasa atau penyedia jasa yang bersangkutan dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. Menurut Griffin (2003:31), loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku membeli, nasabah yang loyal adalah orang yang : 1. Melakukan pembelian berulang secara teratur 2. Membeli antar lini produk atau jasa 3. Mereferensikan kepada orang lain 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing. 2.1.8 Pewaralabaan (Franchising) Menurut Daft (2007:272), pewaralabaan (franchising) adalah “sebuah pengaturan dimana pemilik dari sebuah produk atau jasa mengizinkan orang lain membeli hak untuk mendistribusikan produk atau jasa tersebut dengan bantuan pemilik”. Sifat waralaba kebanyakan sangat menguntungkan karena pewaralaba menyediakan nama yang sebelumnya sudah terkenal, serta bantuan manajemen perusahaan disediakan dengan lengkap oleh pemberi waralaba. Karena itu Universitas Sumatera Utara waralaba termasuk salah satu bentuk perusahaan dibidang produk ataupun jasa yang sangat mudah dijalankan dan diperoleh, dimana hak distribusi diberikan penuh pada terwaralaba. 2.2 PenelitianTerdahulu Cahyadi (2010) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan pada Pizza Hut Sun Plaza”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel kualitas pelayanan yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan pada restoran Pizza Hut cabang Sun Plaza. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel kepuasan pelanggan sebagai variabel terikat , dan variabel bebas yang meliputi kehandalan (reability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), empati (emphaty) dan bukti fisik (tangibles). Dari hasil perhitungan regresi linier berganda diketahui bahwa variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5) yaitu berupa kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy), dan bukti fisik (tangibles) berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen Pizza Hut cabang Sun Plaza sebagai variabel terikat (Y). Ginting (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Nilai Pelanggan (Customer Value) Terhadap Loyalitas Pelanggan pada Metro Swalayan Medan Plaza”. Penelitian ini merupakan jenis penelitian asosiatif kausal yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Penelitian ini menggunakan 100 orang sebagai sampel penelitian yang didapatkan berdasarkan purposive sampling. Hasil penelitian berdasarkan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa secara simultan (bersama-sama) variabel Nilai Kinerja Produk (X1), Nilai Universitas Sumatera Utara Pelayanan (X2), dan Nilai Harga (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat yaitu Loyalitas (Y) pelanggan pada Metro Swalayan. Secara parsial variabel bebas yaitu Nilai Kinerja Produk (X1), Nilai Pelayanan (X2), dan Nilai Harga (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat yaitu Loyalitas (Y) pelanggan pada Metro Swalayan. Penelitian Nasution (2009) berjudul “Pengaruh Nilai Pelanggan (Customer Value) terhadap Loyalitas pada PT. Pelita Fajar Utama Medan”. Variabel yang diteliti adalah Nilai Produk, Nilai Pelayanan, dan Nilai Emosional. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh nilai pelanggan (Customer Value) terhadap loyalitas pelanggan P.T Pelita Fajar Utama Medan, serta untuk mengetahui dan menganalisis faktor manakah yang memiliki pengaruh dominan terhadap loyalitas pelanggan P.T Pelita Fajar Utama Medan. Metode penarikan sampel menggunakan metode sensus yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi dijadikan sampel. Jumlah sampel yang digunakan adalah 30. Hasil uji koefisien determinasi (R2) didapat sebesar 41,2% sisanya 58,8% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model analisis penelitian. 2.3 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Teori ini secara logis mencermati dokumentasi- dokumentasi dari riset-riset sebelumnya yang terdapat pada suatu area masalah yang sama secara umum. (Kuncoro,2009:45). Universitas Sumatera Utara Menurut Sheth & Mittal dalam Tjiptono (2005:387), loyalitas pelanggan adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Loyalitas pelanggan adalah hal yang harus paling diperhatikan oleh pemasar berkenaan dengan masa depan perusahaannya. Loyalitas pelanggan dapat ditumbuhkan dengan berbagai cara yaitu dengan memperhatikan faktor pendukung yang bisa menciptakan loyalitas itu sendiri. Loyalitas pelanggan (customer loyalty) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kualitas pelayanan (service quality), nilai pelanggan (customer value) dan kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Kualitas pelayanan seperti diungkapkan oleh Lewis & Booms dalam Tjiptono (2008:85) bisa diartikan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Artinya kualitas layanan ditentukan oleh kemampuan perusahaan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan sesuai dengan ekpektasi pelanggan. Zeithaml dalam Tjiptono (2005:296) mendefenisikan nilai pelanggan (customer value) sebagai penilaian keseluruhan konsumen terhadap utilitas sebuah produk berdasarkan persepinya terhadap apa yang diterima dan apa yang diberikan. Menurut Mowen (dalam Tjiptono 2005: 349) merumuskan kepuasan pelanggan adalah sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan (acquisition) dan pemakainya. Berdasarkan definisi dan pemikiran diatas, maka kerangka konseptual di dalam penelitian ini dapat dibuat secara skematis sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Kualitas Pelayanan (X1) Loyalitas Pelanggan (Y) Nilai Pelanggan (X2) Kepuasan Pelanggan (X3) Sumber : Tjiptono (2005), Kuncoro (2009 :45) (diolah oleh peneliti) Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis Hipotesis merupakan pernyataan atau jawaban sementara tentang hubungan antar variabel-variabel dalam penelitian, dan merupakan pernyataan paling spesifik (Kuncoro, 2009:59). Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual maka peneliti menetapkan hipotesis di dalam penelitian ini yaitu : “Kualitas pelayanan, nilai pelanggan dan kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan PT. Ultra Disc Cabang Padang Bulan”. Universitas Sumatera Utara