PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216 PENGARUH ASAM STEARAT TERHADAP PROSES PEMISAHAN ION CUPRI DENGAN EMULSI PARAFIN Nur Hapsari, Erry Septawati, dan Ni Luh Putu Djuwanika Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur Jl. Raya Rungkut Madya, Gunung Anyar Surabaya 60294 Telp. (031) 8782179 E-mail : [email protected] Abstrak Limbah industri umumnya mengandung berbagai konstituen zat pencemar. Salah satu zat pencemar tersebut adalah tembaga yang bersifat toksik (beracun). Oleh karena itu pemisahan terhadap zat tersebut sangat penting sebelum dibuang ke lingkungan sesuai dengan ambang batas yang telah ditentukan oleh pemerintah. Salah satu teknik pemisahannya adalah dengan menggunakan emuls imembran cair. Emulsi membran cair dapat dibentuk dengan pembuatan emulsi w/o terlebih dahulu, yaitu dengan mengaduk dua fase yang tidak saling campur, yaitu fasa membran dan fase internal dengan mengaduk kecepatan pengadukan 10.000 rpm selama 6 menit. Fase membran terdiri dari parafin 44 ml, surfaktan SPAN-80 1ml dan carrier asam stearat 5 ml. Sedangkan fase internal terdiri dari H2SO4 1 M sebanyak 50 ml. Kemudian membuat emulsi w/o/w dengan mencampurkan emulsi w/o pada fase eksternal yang berisi senyawa yang akan dipisahkan (Cu2+) dengan konsentrasi awal Cu2+ sebesar 100 ppm campuran tersebut diaduk dengan kecepatan 200 rpm dengan perbandingan volume 1 :3. Pada emulsi membran cair ini dilakukan dengan peubah konsentrasi asam stearat sebesar 10, 15, 20, 25, 35, 45 % b dan waktu pengadukan emulsi w/o/w sebesar 10,15,20, 25, 30, 35, 40 menit. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa asam stearat dapat digunakan sebagai carrier pada proses pemisahan ion Cu2+ dengan menggunakan fase membran cair. Kondisi optimum diperoleh pada konsentrasi asam stearat 40% b dan waktu pengadukan 35 menit dengan % penurunan sebesar 99,989%. Kata Kunci : emulsi; membran cair; surfaktan; carrier Pendahuluan Membran cair adalah suatu fase yang bersifat pemisah semi permeabel yang berada diantara dua fase cair lain yang sejenis. Membran cair tidak bisa larut dalam kedua fase yang dipisahkannya. Kedua fase yang dibatasi oleh membran masing-masing disebut fase eksternal dan fase internal. Fase eksternal berisi senyawasenyawa yang akan dipisahkan sedangkan fase internal merupakan fase penerima senyawa-senyawa yang telah dipisahkan melalui fase membran. Emulsi adalah koloid zat cair dalam zat cair lain yang tidak saling larut. (Hartomo. A. J & Widiatmoko, 1993). Dan koloid ini terbentuk dengan mengaduk campuran dua zat cair tersebut dengan kecepatan tinggi. Emulsi ada 2 tipe, yaitu emulsi minyak dalam air (o/w) dimana minyak terdispersi dalam air dan emulsi air dalam minyak (w/o) dimana air terdispersi dalam minyak. Sistem emulsi membran cair merupakan membran cair yang terbentuk dengan membuat emulsi terlebih dahulu dengan mengaduk dua fase yang tidak saling larut, yaitu fase membran dan fase internal sehingga terbentuk butir-butir kecil. Tiap butiran emulsi terdiri dari tetes-tetes yang sangat kecil dengan diameter 1-10µm. Emulsi yang telah dibuat kemudian didispersikan ke dalam fase eksternal dengan cara pengadukan sehingga terbentuk butiran kecil yang biasanya berdiameter 1-2 mm dan emulsi ini disebut dengan sistem multi emulsi. Sistem multi emulsi terdiri dari 2 tipe, yaitu minyak dalam air dengan fase kontinue air (o/w/o) dan air dalam minyak dengan fase kontinue air (w/o/w). Pada penelitian ini yang digunakan adalah jenis emulsi w/o/w. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG F-8-1 fase internal fase eksternal fase membran Gb. I. Sistem emulsi membran cair jenis w/o/w Ukuran butiran emulsi yang kecil menyebabkan butiran tersebut mudah sekali pecah. Oleh karena itu untuk mencegahnya perlu ditambahakan surfaktan/zat pengemulsi pada fase membran. Surfaktan adalah zat pengaktif permukaan yang mempunyai dua bagian, yaitu kepala (hidrofil) dan ekor ( hidrofob). Bagian hidrofil terdiri dari atas gugus polar (mengutub) yang berafinitas ke larutan berair. Sedangkan untuk bagian hidrofob terdiri atas rantai hidrokarbon yang tertarik ke minyak. Surfaktan akan menempatkan diri pada batas antar mukanya sehingga dapat mengurangi tegangan permukaan lalu minyak dan gugus mengutubanya akan bercampur menyatu membentuk emulsi. Untuk itu surfaktan harus dipilih berdasarkan sifat ionik, tipe kimia, HLB (Hidrofile-Lipophile Balance) dan jumlah yang digunakan. Menurut Mulder (1991) ada 2 macam mekanisme pemisahan pada membran cair, yaitu pemisahan yang tidak menggunakan carrier disebut transport diffusif dan yang menggunakan carrier disebut transport berfasilitas. Pada penggunaaan carrier sebgai media transport, pengangkutan komponen A terjadi karena adanya carrier C dimana komponen A dan carrier C membentuk komplek AC yang berdiffusi melewati fase membran. Secara skematik pemisahan pada membran cair adalah sebagai berikut : Transport diffusif Transport berfasilitas Uncoupled A A A A AC Membran Membran Coupled AC A B B A BC Membran Gb.II. Mekanisme transport carrier pada membran cair Ada dua komponen yang selalu berikatan dengan carrier sebagai media transport. Jenis tipe ini disebut dengan coupled transport. Ada dua jenis tipe coupled transport, yaitu co-coupled transport dimana dua komponen bergerak pada arah yang sama dan counter – coupled transport dimana dua komponen bergerak pada arah yang berlawanan. Carrier pada emulsi membran cair berfungsi media transportasi ion dari fase eksternal ke fase internal. Yaitu dengan cara menambahkan carrier tersebut ke liquid membrannya sehingga bisa dikatakan bahwa pemilihan carrier dalam proses pemisahan yang menggunakan metode emulsi membran cair merupakan kunci utama dalam proses tersebut. Yang menjadi ciri khas dari carrier adalah reaksinya harus dapat balik (reversibel), yaitu kembalinya carrier ke fase eksternal setelah membawa logam-logam menuju ke fase internal. Selain itu juga harus mempunyai selektifitas yang tinggi terhadap logam, berkemampuan ekstraksi JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK F-8-2 UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG yang cukup tinggi pada permukaan fase eksternal dan mempunyai kecepatan untuk memindahkan senyawa yang akan dipisahkan ke fase internal (Nakashio Fumiyuki, 1993). Carrier pada membran cair dapat digunakan untuk pemisahan kation, anion, gas dan campuran organik. Pada penelitian ini digunakan carrier asam stearat pada membran cair untuk pemisahan kation, yaitu ion logam Cu2+ yang tidak dapat larut dalam fase membran untuk jenis minyak. Oleh karena itu dibutuhkan carrier/pengompleks yang dapat berikatan dengan ion logam sehingga membentuk senyawa komplek yang larut dalam minyak lalu berdifusi melewati fase membran. Gambar dibawah ini menunjukkan proses pemisahan ion Cu2+ dengan menggunakan teknik emulsi membran cair. Ion Cu2+ bereaksi dengan carrier/ zat pengompleks, yaitu asam stearat (RH) pada permukaan luar fase membran membentuk kompleks (CuR2) yang larut dalam fase membran. Kemudian kompleks ini berdifusi ke dalam fase membran. Ion Cu2+ dilepaskan ke dalam larutan pembebas (fase internal). Carrier/zat pengompleks yang telah melepaskan ion Cu2+ bergerak kembali ke permukaan bagian luar fase membran untuk membentuk kompleks dengan ion Cu2+ dan proses ini berlangsung secara simultan dalam satu tahap., Secara sistematis reaksinya adalah sebagai berikut : Cu2+ + 2 RH Cu2+ CuR2 + 2H+ Cu2+ RH Fase Membran Fase eksternal H+ Fase internal H+ CuR2 Cu2+ H+ Gb. III. Mekanisme Proses Pemisahan Ion Cu2+ O Jika asam stearat mempunyai struktur kimia : CH3 – (CH2)16 – C asam stearat dan logam Cu2+ adalah sebagai berikut : O CH3 – (CH2)16 – C maka kompleks yang terjadi OH O Cu O C – (CH2)16 – CH3 O Bahan Bahan yang digunakan adalah larutan CuSO4, aquadest, asam stearat, asam sulfat, parafin dan SPAN – 80 (Sorbiton monooleat). Metode Penelitian Emulsi membran cair dibentuk dengan pembuatan emulsi w/o terlebih dahulu, yaitu dengan mengaduk 2 fase yang tidak saling campur, yaitu fase membran dan fase internal dengan kecepatan pengadukan sebesar 10.000 rpm selama 6 menit. Fase membran terdiri dari 44 ml. Surfaktan SPAN – 80 1 ml dan carrier asam stearat 5 ml sedangkan fase internal terdiri dari H2SO4 1 M sebanyak 50 ml. Kemudian membuat emulsi w/o/w dengan mendispersikan emulsi w/o pada fase eksternal yang berisi senyawa yang akan dipisahkan (Cu2+) dengan konsentrasi awal Cu2+ sebesar 100 ppm, campuran tersebut diaduk dengan kecepatan 200 rpm dengan perbandingan volume 1 : 3. Pada emulsi membran cair ini dilakukan dengan peubah konsentrasi asam stearat sebesar 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, % b dan waktu pengadukan emulsi w/o/w sebesar 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40 menit. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG F-8-3 Fase eksternal Parafin, Carrier, Surfactant Fase internal Refinat Emulsi w/o Emulsi w/o/w Gb. IV. Susunan peralatan membran cair Hasil dan pembahasan 9 Konsentrasu Cu (II) (ppm 8 7 10 menit 6 15 menit 20 menit 5 25 menit 4 30 menit 35 menit 3 40 menit 2 1 0 10 15 20 25 30 35 40 Konsentrasi Asam Stearat (%b) Gb. V. Hubungan antara Konsentrasi Asam Stearat (%b) dengan Konsentrasi Cu2+ (ppm) pada berbagai Waktu Pengadukan (menit) Pada gambar 5 terlihat bahwa konsentrasi Cu2+ cenderung bertambah turun dengan bertambahanya konsentrasi asam stearat. Hal ini disebabkan karena asam stearat dapat berikatan dengan ion logam hingga membentuk senyawa kompleks yang larut dalam fase membran sehingga makin tinggi konsentrasi asam stearat maka pembentukan kompleks tembaga dan asam stearat pada permukaan luar fase membran akan semakin efektif. Hasil terbaik terlihat pada konsentrasi asam stearat 40% dengan waktu pengadukan 35 menit diperoleh konsentrasi Cu2+ terkecil sebesar 0,011 ppm. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG F-8-4 100 99 98 10 menit % Penuruna 97 15 menit 96 20 menit 25 menit 95 30 menit 94 35 menit 93 40 menit 92 91 90 10 15 20 25 30 35 40 Konsentrasi Asam Stearat (%b) Gb. VI. Hubungan antara Konsentrasi Asam Stearat (%b) dengan % Penurunan pada berbagai Waktu Pengadukan (menit) Pada gambar 6 terlihat bahwa penurunan cenderung bertambah naik dengan bertambahnya konsentrasi asam stearat. Ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi asam stearat akan memperbesar % penurunan. Hal ini disebabkan semakin banyak asam stearat yang digunakan maka pembentukan kompleks tembaga dan asam stearat akan semakin efektif. Hasil terbaik terlihat pada konsentrasi asam stearat 40% dengan waktu pengadukan 35 menit yang menunjukkan % penurunan terbesar yaitu 99,989%. Kesimpulan • Asam stearat dapat membentuk kompleks dengan logam Cu (II) sehingga dapat digunakan sebagai carrier pada teknik emulsi membran cair dimana semakin tinggi konsentrasi asam stearat maka semakin besar pula % penurunannya. • Diperoleh kondisi terbaik pada konsentrasi asam stearat 40% dengan waktu pengadukan 35 menit menunjukkan konsentrasi Cu (II) terkecil sebesar 0,011 ppm. • Diperoleh % penurunan pada kondisi terbaik terhadap logam Cu (II) sebesar 99,989%. Daftar Pustaka Boyadziev. L and Lazarova. Z. 1995, ”Membran Separation Technology Principles and Application”, Noble. R. D and Setrn. S. A edition, Elsevier Science, Bulgaria, hal 283-352. Hartomo . A. J dan Widiatmoko, 1993, ”Emulsi dan Pangan Instant”, Andi Offset, Yogyakarta, hal 13-33. Mulder, 1991, ”Basic Principles of Membrane Technology”, Kluver Academic Publisher, Netherland, hal 244-259. Nakashio Fumiyuki, 1993, ”Recent Advances in Separation of Metal by Liquid Surfactant Membranes”, Journal Of Chemical Engineering of Japan, 26, hal 123-133. Othmer. K, 1978, ”Encyclopedia of Chemical Technology ”, edisi 3, John Wiley And Sons, Inc, Hal 127137. Porter. M.R. 1994. ”Handbook of Surfactant”, Edisi 2, London, hal 185. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG F-8-5