ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN RUPTUR

advertisement
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS
DENGAN RUPTUR PERINEUM DI BPM
Hj. WIWIN WINTARSIH, AM.Keb
KOTA TASIKMALAYA
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai
Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh :
SINTA WULANSARI
NIM. 13DB277041
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN RUPTUR PERINEUM DI
BPM HJ.WIWIN WINTARSIH, AM.Keb KOTA TASIKMALAYA1
Sinta wulansari2Rosidah Solihah3Asep Gunawan4
INTISARI
Ruptur perineum merupakan salah satu penyumbang angka kematian ibu.
Berdasarkan hasil survei di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, data yang diperoleh dari bulan
Januari- April 2016 terdapat 34 ibu bersalin, 20 diantaranya mengalami luka pada
perineum, dan mengalami ruptur derajat II. Ruptur perineum dapat didefinisikan sebagai
robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan. Ruptur perineum merupakan
salah satu penyebab dari terjadinnya infeksi yang dapat menyebabkan kematian pada ibu
nifas jika tidak ditangani dengan baik dan benar. Perawatan luka bekas jahitan sangat
penting dilakukan karena luka bekas jahitan jalan lahir ini bila tidak dirawat dapat
menimbulkan infeksi, ibu menjadi panas, luka basah dan jahitan terbuka, bahkan ada yang
mengeluarkan bau busuk dari jalan lahir (vagina).
Tujuan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata
dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan ruptur perineum dengan
menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan pada ibu nifas dengan ruptur
perineum dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan
kebidanan pada ibu nifas dengan ruptur perineum ini dilakukan 1 minggu di bd. Wiwin
Wintarsih, AM.Keb Kota Tasikmalaya.
Dari hasil penyusunan Laporan Tugas Akhir ini mendapatkan gambaran dari
pengalaman nyata dalam pengetahuan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan ruptur
perineum. Kesimpulan dari pelaksanaa asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan ruptur
perineum di Bd. Wiwin Wintarsih, AM.Keb Kota Tasikmalaya dilaksanakan cukup baik.
Kata Kunci
: Nifas, Ruptur Perineum
Kepustakaan :13 buku (2006-2015)
Halaman
:i-xi, 52 halaman, 7 lampiran
1
Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis3Dosen
STIKes Muhammadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kematian dan kesakitan akibat komplikasi kehamilan, persalinan,
nifas saat ini di dunia masih sangat tinggi. Tahun 2010 setiap 1 menit di
dunia seorang ibu meninggal dunia. Dengan demikian dalam 1 tahun ada
600.000 orang ibu meninggal sia- sia saat melahirkan. World Health
Organization (WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap
harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses kelahiran. Sekitar 99%
dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang (ICD-10, 2012;
WHO, 2014).
Menurut WHO pada tahun 2014, Angka Kematian (AKI) Ibu masih
tinggi. Di dunia yaitu 289.000 jiwa. Amerika Serikat yaitu 9300 jiwa, Afrika
Utara 179.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu
di negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 214 per 100.000
kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160
per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup,
Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000
kelahiran hidup (WHO, 2014).
Jumlah kematian Ibu relatif menurun pada tahun 2014 dan 2015
dibandingkan pada tahun 2013. Saat ini Angka Kematian Ibu (AKI)
mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup, sementara Target RPJMN
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) pada tahun 2019
angka kematian ibu adalah 306 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka
Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2012 adalah 32 per 1000 kelahiran
hidup dan target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional) yang ingin dicapai pada tahun 2019 nanti adalah 24 kematian
setiap 1000 kelahiran hidup (DepKes RI, 2016).
Menurut DEPKES RI 2016 secara nasional penyebab langsung
kematian ibu dengan penyumbang AKI terbesar adalah perdarahan 24
orang%, komplikasi perineum 8%, infeksi 11%, partus macet 5%.
(DEPKES RI 2013).
1
2
Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat, Indina Istiyantari menyatakan angka kematian ibu di
Jawa Barat pada 2013 hingga 2014 menurun. Angka kematian ibu dan
bayi di Jawa Barat pada 2013 adalah 781 kasus dan pada tahun 2014
turun menjadi 747 kasus. Penurunan angka kematian ibu dan bayi di
Jawa Barat tersebut, menurut dia, tidak terlepas dari upaya Pemprov
Jawa Barat dalam peningkatan kesehatan dan pelayanan kesehatan
untuk masyarakat. Salah satunya adalah melalui 'Gerakan Penyelamatan
Ibu dan Bayi Baru Lahir' dengan program Emas atau Expanding Maternal
dan Neonatal Survival ini” (DinKes Prov Jabar, 2014).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya,
angka Kematian Ibu pada tahun 2014 adalah sebanyak 29 orang,dan
tahun 2015 adalah sebanyak 20 orang ( Dinkes Kota Tasikmalaya, 2016).
Kebutuhan ibu pada saat masa nifas sangatlah penting untuk
menunjang
cepatnya
pemulihan
ibu
pada
saat
nifas,
terutama
penyembuhan perineum ibu akibat ruptur perineum pada saat proses
persalinan. Beberapa hal yang dibutuhkan ibu nifas meliputi nutrisi dan
cairan, ambulasi dini, kebersihan diri/perineum, istirahat, seksual, dan
latihan senam nifas.
Menurut penelitian Afandi, Suhartika dan ferial (2014) ibu post
partum membutuhkan mobilisasi dini untuk mempercepat pemulihan
ruptur perineum, karena Mobilisasi yang cukup lebih berpeluang
mempercepat
kesembuhan
luka
perineum
dibandingkan
dengan
mobilisasi yang kurang. Roper (2009) juga menyatakan bahwa mobilisasi
segera secara bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka
dan mencegah terjadi infeksi serta trombosis vena. Bila terlalu dini
melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Selain itu
menjaga personal hygine juga bisa mengurangi sumber infeksi dan
meningkatkan perasaan nyaman pada ibu.
Perawatan masa nifas ini sangat diperlukan karena merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian
ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa
nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Sarwono, 2009).
3
Untuk mencegah timbulnya infeksi atau komplikasi lainnya pada
masa nifas utamanya dengan ruptur pada perineum dapat dilakukan
dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan antara lain perawatan
perineum secara intensif.
Asuhan masa nifas ini sangat diperlukan terutama pada 24-48 jam
pertama. Perdarahan pasca persalinan, infeksi masa nifas, demam,
payudara berubah merah, panas, nyeri, infeksi pada perineum, vulva,
vagina, serviks, dan endometrium adalah perubahan yang dapat terjadi
pada mada nifas (Yeti, 2011).
Asuhan kebidanan yang perlu dilakukan pada masa nifas yaitu
seperti perawatan luka post partum untuk pencegahan infeksi dengan
tehnik aseptik, untuk mencegah terjadinya komplikasi pada ibu post
partum (Rukhiyah, A. 2011).
Berdasarkan hasil survei di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, data yang
diperoleh dari bulan Januari- April 2016 terdapat 34 ibu bersalin, 20
diantaranya mengalami luka pada perineum, dan mengalami ruptur
derajat II.
Masa nifas (Puerperium) merupakan masa setelah keluarnya
plasenta sampai alat- alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan
secara normal masa nifas berlangsung 6 minggu (Wulandari dan
Handayani, 2011). Masa nifas adalah masa setelah melahirkan 6 minggu
atau 40 hari menurut hitungan awam. Prose ini dimulai setelah selesainya
persalinan dan berakhir sampai alat- alat reproduksi kembali seperti
keadaan sebelum hamil / tidak hamil sebagai akibat dari adanya
perubahan fisiologis dan psikologis karena proses persainan. ( Saleha,
2009).
Dalil hadis dibawah ini menjelaskan tentang masa nifas yang
berbunyi:
4
Artinya: Dari Ummi Salamah r.a berkata: “adalah wanita- wanita
dari istri- istri Nabi SAW, mereka tidah shalat diwaktu nifas selama 40
hari, dan Nabi SAW tidak memerintahkannya mengqadla shalat karena
nifas” (H.R Abu Dawud).
At- Tirmizi berkata setelah menjelaskan hadis ini : bahwa para ahli
ilmu dikalangan sahabat nabi para tabi’in dan orang- orang sesudahnya
sepakat bahwa wanita yang mendapatkan nifas harus meninggalkan
shalat selama 40 hari kecuali darahnya itu berhenti sebelum empat puluh
hari. Bila demikian ia harus mandi dan salat. Namun bila selama empat
puluh hari darah masih tetap keluar kebanyakan ahli ilmu berkata bahwa
dia tidak boleh meninggalkan shalatnya.
Dari hasil kajian pada responden di BPM Hj. Wiwin Wintarsih,
AM.Keb Kota Tasikmalaya pada hari jumat, 18 Maret 2016 ditemukan
hasil pemeriksaan bahwa pada Ny. B terdapat robekan di mukosa vagina,
komisura, kulit perineum dan otot perineum (Ruptur Perineum).
Berdasarkan
latar
belakang
diatas,
penulis
tertarik
untuk
memberikan asuhan kebidanan pada Ny. B P1A0 dengan Ruptur
Perineum, di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan
yaitu “ Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur
Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya?
C. TUJUAN
1.
Tujuan Umum
Mampu melakukan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb
Kota Tasikmalaya.
2.
Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb
Kota Tasikmalaya, diharapkan penulis mampu:
5
a. Dapat melakukan pengkajian Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb
Kota Tasikmalaya
b. Dapat melakukan Interprertasi data untuk menegakan diagnosa
masalah serta kebutuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan
Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota
Tasikmalaya.
c. Dapat menegakan diagnosa dan masalah potensial
terhadap
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di
BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya.
d. Dapat
melaksanakan
tindakan
segera
terhadap
Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj.
Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya.
e. Dapat merencanakan tindakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM.
Keb Kota Tasikmalaya.
f.
Dapat melaksanakan tindakan sesuai perencanaan terhadap
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di
BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya.
g. Dapat mengevaluasi Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan
Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM.Keb Kota
Tasikmalaya.
D. MANFAAT
Diharapkan Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi:
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut guna
meningkatkan kualitas pendidikan.
2. Bagi Lahan Peraktik
Diharapkan hasil ini dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan
pelayanan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan ruptur
perineum.
6
3. Bagi Profesi Bidan
Menjadi
informasi
dan
upaya
meningkatkan
pelayanan
kebidanan khusus pada ibu bersalin dan terutama dalam memberikan
pengetahuan, pengawasan, dan pelayanan dengan kasus Ruptur
Perineum.
4. Bagi Pasien / Klien
Untuk meningkatkan pengetahuan pasien / klien tentang nifas
khususnya yang mengenai pengetahuan dan penanganan ruptur
perineum yang di derita oleh ibu saat ini.
5. Bagi Penulis Lainnya
Sebagai sarana dan bahan referensi bagi mahasiswa untuk
menambah pengetahuan dan wawasan melalui asuhan kebidanan
pada ibu nifas dengan ruptur perineum sesuai dengan prosedur.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP NIFAS
1.
Pengertian masa nifas
a.
Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah
masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas
dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan
pulihnya kembali organ- organ yang berkaitan dengan kandungan,
yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya
berkaitan saat melahirkan (Suherni, dkk).
b.
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu
(Prawirohardjo, 2013).
c.
Puerperium atau periode pasca persalinan ( post partum ) ialah
waktu antara kelahiran plasenta dan membran yang menandai
berakhirnya periode intrapartum sampai menuju kembalinya
sistem reproduksi wanita tersebut ke kondisi tidak hamil. (Varney,
2007).
2.
Tujuan masa nifas
Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas adalah untuk :
a.
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
b.
Melaksanakan
skrining
secara
komprehensif,
deteksi
dini,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya.
c.
Memberikan pendidikan kesehatan perawatan kesehatan diri,
nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi,
serta perawatan bayi sehari-hari.
d.
Memberikan Pelayanan KB.
e.
Mendapatkan kesehatan emosional. (Rimadhini, 2014).
7
8
3.
Peran dan tanggung jawab bidan pada masa nifas
Bidan memiliki peran yang sangat penting dalam pemberian
asuhan post partum. Adapun peran dan tanggung jawab bidan dalam
masa nifas antara lain :
a.
Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa
nifas
sesuai
dengan
kebutuhan
ibu
untuk
mengurangi
ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
b.
Memberikan dukungan serta memantau kesehatan fisik ibu dan
bayi.
c.
Mendukung dan memantau kesehatan psikologis, emosi, sosial
serta memberikan semangat kepada ibu.
d.
Sebagai promotor antara ibu dan bayi serta keluarga.
e.
Memantau ibu dalam menyusui bayinya dan mendorong ibu
untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
f.
Membangun kepercayaan diri ibu dalam perannya sebagai ibu.
g.
Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang
berkaitan ibu dan anak mampu melakukan kegiatan administrasi.
h.
Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
i.
Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
pencegahan
perdarahan,
mengenali
tanda-tanda
bahaya,
menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang
aman.
j.
Melakukan manajemen asuhan dengan mengumpulkan data,
menetapkan
diagnosan
melaksanakannya
untuk
dan
rencana
mempercepat
tindakan
proses
serta
pemulihan,
mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi
selama periode nifas.
k.
4.
Memberikan asuhan secara profesional. (Rimadhini, 2014).
Tahapan masa nifas
Adapun tahapan-tahapan masa nifas (post partum/ puerperium)
adalah:
a.
Periode immediete post partum atau Puerperium dini adalah
masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan
9
karena atonia uteri. Oleh sebab itu bidan harus dengan teratur
melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea,
tekanan darah dan suhu.
b.
Periode Intermedial atau Early post partum ( 24 jam – 1 minggu).
Di fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak
ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta
ibu dapat menyusui bayinya dengan baik.
c.
Periode late Puerperium (1 – 5 minggu). Di periode ini bidan
tetap melakukan perawatan dan pemerikaan sehari- hari serta
konseling KB (Saleha, 2009).
5.
Kebijakan Program nasional masa nifas
Pemerintah
melalui
departemen
kesehatan,
juga
telah
memberikan kebijakan dalam hal ini, sesuai dengan dasar kesehatan
pada ibu pada masa nifas, yakni paling sedikit 4 kali kunjungan pada
masa nifas.
Tujuan kebijakan tersebut ialah:
1.
Untuk menilai kesehatan ibu dan kesehatan bayi baru lahir.
2.
Pencegahan
terhadap
kemungkinan-kemungkinan
adanya
gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
3.
Mendeteksi adanya kejadian- kejadian pada masa nifas.
4.
Menangani berbagai masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu maupun bayinya pada masa nifas.
6.
Perubahan Fisiologis Pada masa Nifas
1.
Uterus
Ukuran uterus mengecil kembali (Setelah 2 hari pasca
persalinan, setinggi umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul,
setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil). (Saleha,
2009).
10
Tabel 2.1 Involusi Uterus:
No
Waktu Involusi
Tinggi Fundus Uteri
Berat Uterus
1.
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000 gram
2.
Placenta lahir
Dua jari bawah pusat
750 gram
3.
1 Minggu
Pertengahan pusat simfisis
500 gram
4.
2 Minggu
Tidak teraba diatas simfisis
350 gram
5.
6 Minggu
Bertambah kecil
50 gram
6.
8 minggu
Sebesar normal
30 gram
Sumber: (Ai Yeyeh, 2014)
2.
Lochea
Berikut ini adalah beberapa jenis lochea yang terdapat pada
wanita pada masa nifas :
a) Lochea rubra
Berwarna merah kehitaman karena berisi sisa darah,
vernik casseosa, rambut lanugo, sisa mekonium. Muncul pada
hari ke 1-3 pasca persalinan.
b) Lochea Sanguinolenta
Berwarna putih bercampur merah berisi darah dan lendir
yang keluar pada hari ke 3-7 sampai pasca persalinan.
c)
Lochea Serosa
Muncul pada hari ke 7-14 pasca persalinan, berwarna
kekuning/ kecoklatan mengandung lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi
plasenta.
d)
Lochea Alba
Muncul sejak >14 hari pasca persalinan, berwarna putih
mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati.
e) Lochea Purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau
busuk.
11
f)
Lochea Ostatis
Lochea yang tidak lancar keluarnya, umumnya jumlah
Lochea yang keluar lebih sedikit bila wanita post partu dalam
keadaan berbaring dari pada berdiri. Akibat pembuangan
bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam keadaan
berbaring dan kemudian akan mengalir saat berdiri. Total
jumlah rata- rata pengeluaran Lochea sekitar 250- 270 ml. (Sari
dan Rimadhini, 2014).
3.
Perubahan vagina dan perineum
a)
Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga
seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang
dapat
mengadakan
kontraksi
sedangkan
serviks
tidak
berkontraksi. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena
pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat
perlukaan- perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa
masuk ke rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jam
dan setelah 7 hari dapat dilalui dengan 1 jari.
b)
Vagina
Pada minggu ke tiga, vagina mengecil dan timbul vugae
(lipatan- lipatan atau kerutan- kerutan) kembali.
c)
Perubahan pada perineum
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin melewati pintu bawah
panggul dengan ukuran yang lebih besar. Dalam penyembuhan
luka memiliki fase-fase pada keluhan yang dirasakan ibu pada
hari pertama sampai hari ke-3 ini merupakan fase inflamasi,
dimana pada fase ini ibu akan merasakan nyeri pada luka
jahitan di perineum, hal ini akan terjadi sampai 4 hari post
partum.
4.
Perubahan Tanda- Tanda Vital
a)
Suhu badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit
(37,5-38oC) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan,
12
kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila keadaan normal,
suhu badan menjadi biasa. Biasanya hari ke-3 suhu badan
naik lagi karena ada pembentukan ASI dan payudara menjadi
bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu
tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium,
mastitis, traktus genetalia, atau sistem lain.
b)
Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/menit.
Sehabis melahirkan denyut jantung biasanya lebih cepat.
c)
Tekanan Darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah
akan rendah setelah melahirkan karena ada perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada post partum menandakan
terjadinya preeklamsi post partum.
d)
Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan
keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal,
pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada
gangguan khusus pada saluran nafas (Rahayu, 2012).
B. KEBUTUHAN DASAR IBU NIFAS
1.
Nutrisi dan cairan
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari: makan dengan
diet seimbang untuk mendapat protein, mineral dan vitamin yang
cukup, munum sedikitnya 3 liter air setiap harinya, (anjurkan ibu untuk
minum setiap kali menyusui), pil zat besi harus diminum untuk
menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin, minum
kapsul vit A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A pada bayi
melalui ASInya. (Sari dan Rimadhini , 2014).
2.
Ambulasi
Ibu yang baru melahirkan mungkin enggan untuk banyak
bergerak karena merasa lemah dan letih. Namun ibu harus dibantu
turun dari tempat tidur dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
13
pervaginam. Ambulasi dini sangat penting untuk mencegah trombosis
vena.
Tujuannya untuk menguatkan otot perut, menghasilkan bentuk
tubuh yang baik, mengencangkan otot dasar panggul sehingga
mencegah atau memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh tubuh. (Sari
dan Rimadhini, 2014).
3.
Eliminasi
Biasanya dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah
dapat buang air kecil. Semakin lama urine ditahan maka dapat
mengakibatkan infeksi. Buang air kecil setelah melahirkan dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi post partum. Pada 24
jam pertama, pasien juga harus sudah dapat buang air besar. (Sari
dan Rimadhini , 2014).
4.
Kebersihan diri/ perineum
Pada ibu masa nifas sebenarnya dianjurkan membersihkan
seluruh tubuh. Mengajarkan pada ibu bagaimana cara membersihkan
daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti
untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu dari depan
ke belakang anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan diri setelah
selesai buang air kecil dan buang air besar.
Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya 2 klai
sehari. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan ibu
untuk menghindari dan menyentuh daerah luka. Apabila perawatan
perineum yang dilakukan tidak benar, akan mengakibatkan infeksi
karena kondisi perineum yang terkena lochea dan penyebab akan
sangat
menunjang
perkembangbiakan
bakteri
yang
akan
menyebabkan timbulnya infeksi pada ruptur perineum (Rukiyah, 2010)
5. Istirahat
Istirahat pada ibu selama masa nifas beristirahat cukup untuk
mencegah kelelahan yang berlebihan. Kebutuhan istirahat sangat
dibutuhkan oleh ibu beberapa jam setelah melahirkan. Kebutuhan tidur
rata-rata orang dewasa 7-8 jam per 24 jam (Dewi, 2011).
Kurangnya istirahat dapat mempengaruhi ibu dalam beberapa
hal: mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses
14
involusi uterus dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi
dan ketidak mampuan mengurus bayi dan dirinya sendiri. (Sari dan
Rimadhini , 2014).
6. Seksual
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan suami istri begitu
darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua jarinya
kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu
tidak merasakan ketidaknyamanan, aman untuk melakukan hubungan
suami istri kapanpun ibu siap.
Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan
suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6
minggu setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan
yang bersangkutan. (Sari dan Rimadhini , 2014).
7. Keluarga Berencana
Keluarga berencana juga salah satu hal yang penting untuk
menghindari/
mencegah
terjadinya
kehamilan
sebagai
akibat
pertemuan antara sel telur dan sel sperma. Program kontrasepsi harus
secepatnya dilakukan sebelum hubungan seksual karena ada
kemungkinan hamil kembali dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan.
(Sari dan Rimadhini , 2014).
8. Latihan senam nifas
Latihan/ senam nifas penting dilakukan untuk mengembalikan
otot-otot perut dan panggul menjadi normal. Ibu merasa lebih kuat dan
ini menyebabkan
otot perutnya
menjadi lebih
kuat sehingga
mengurangi rasa sakit pada punggung.
Tujuan senam nifas :
a)
Membantu mempercepat proses pemulihan ibu
b)
Mempercepat proses involusi uterus
c)
Membantu memulihkan dan mengencangkan otot panggul, perut
dan perineum
d)
Memperlancar pengeluaran lochea
e)
Membantu mengurangi rasa sakit
f)
Mengurangi kelainan dan komplikasi masa nifas
15
g)
Merelaksasikan otot-otot yang menunjang proses kehamilan dan
persalinan.
Manfaat senam nifas adalah :
a)
Membantu memperbaiki sirkulasi darah.
b)
Memperbaiki sikap tubuh dan punggung pasca persalinan.
c)
Memperbaiki otot tonus, pelvis dan pereganga otot abdomen.
d)
Membantu ibu lebih rileks dan segar pasca persalinan.
e)
Memperbaiki dan memperkuat otot panggul. (Sari dan Rimadhini ,
2014).
Menurut Jurnal Afandi, Suhartika dan ferial (2014) adanya
hubungan yang positif antara mobilisasi dini terhadap percepatan
kesembuhan ruptur perineum pada ibu post patum. mobilisasi yang
cukup lebih berpeluang mempercepat kesembuhan ruptur perineum
dibandingkan dengan mobilisasi dini yang kurang.
Roper (2009) menyatakan bahwa mobilisasi segera secara
bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka dan
mencegah terjadi infeksi serta trombosis vena. Bila terlalu dini
melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Jadi
mobilisasi secara teratur dan bertahap yang diikuti dengan latihan
adalah hal yang paling dianjurkan.
Hasil penelitin yang dilakukan Dewi (2011) waktu mobilisasi
dilakukan 2-4 jam post partum dan waktu mobilisasi 6-8 jam post
partum
akan lebih cepat menyembuhkan ruptur perineumnya.
Berdasarkan keterangan diatas, maka peneliti berasumsi bahwa
mobilisasi dini yang baik dapat membantu penyembuhan ruptur
perineum dengan cepat dikarenakan mobilisasi dini atau pergerakan
segera yang dilakukan ibu post partum memperlancar sirkulasi darah
dan membantu pemulihan dan mencegah terjadinya infeksi.
Dari hasil penelitian bivariat juga menunjukan hubungan yang
signifikan antara personal hygine terhadap penyembuhan ruptur
perineum pada ibu post partum.
Penyebuhan ruptur pada ibu pasca bersalin dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya mobilisasi dini, nutrisi, dan perawatan
perineum (kebersihan diri). (Anggraeni, 2010).
16
Hal ini juga didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh
Rahma Windi Hapsari (2010) yang menyatakan bahwa dalam masa
nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna dan berangsurangsur pulih seperti ke keadaan sebelum hamil. Kebutuhan-kebutuhan
yang dibutuhkan ibu nifas, salah satunya adalah kebersihan diri atau
personal hygine. Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber
infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman pada ibu.
C. RUPTUR RERINEUM
1.
Pengertian Ruptur Perineum
a.
Ruptur Perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum
sewaktu persalinan (Mochtar, 2011).
b.
Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat. Robekan perineum
terjadi pada hampir semua primipara (Winkjosastro, 2005).
c.
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan
tidak
jarang
juga
pada
persalinan
berikutnya.
(Prawirohardjo,2007).
2. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Robekan
a.
Faktor Predisposisi
Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah
faktor ibu, faktor janin, dan faktor persalinan pervaginam. Diantara
faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai beriut :
1)
Faktor Ibu
a)
Paritas
Jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500
gram yang pernah dilahirkan hidup atau mati bilah berat
badan tidak diketahui maka dipakai umur kehamilan lebih
dari 24 minggu. (Sumarah, 2008).
b)
Meneran
Kejadian
laserasi
akan
meningkat
jika
bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak tepat dapat mengatur
kecepatan
kelahiran
bayi
dan
mencegah
terjadinya
laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala
17
bayi pada diameter 5-6 cm sedang membuka vulva
(crowning)
karena
pengendalian
kecepatan
dan
pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan
perineum
dapat
mengurangi
kemungkinan
terjadinya
robekan.
Cara meneran yang efektif adalah:

Anjurkan
ibu untuk meneran mengikuti
dorongan alamiahnya selama kontraksi.

Beritahukan untuk tidak menahan nafas saat
meneran.

Minta
untuk
berhenti
meneran
dan
beristirahat diantara kontraksi.

Jika ibu berbaring miring atau setengah
duduk, ia akan lebih mudah meneran jika
lutut ditarik ke arah dada dagu ditempelkan
ke dada.

Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong
saat meneran.

Tidak
diperbolehkan
untuk
mendorong
fundus untuk membantu kelahiran bayi.
Dorongan
pada
fundus
dapat
mengakibatkan resiko distosia bahu dan
ruptur uteri. (Asuhan Persalinan Normal,
2008).
b.
Faktor Janin
1)
Berat Badan Bayi Baru lahir
Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang
ditimbang 24 jam pertama kelahiran. Semakin besar berat
bayi yang dilahirkan meningkatkan resiko terjadinya ruptur
perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki
bobot 4000 gram. (Saifuddin, 2008).
18
2)
Presentasi
Presentasi digunakan untuk menentukan bagian
yang ada di bagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi
atau pada pemeriksaan dalam.
Macam- macam presentasi dapat dibedakan menjadi:
a) Presentasi Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin
memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter pada
waktu masuk panggul atau diameter submento bregmatika
sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara
glabella dan dagu.
b) Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian
(pertengahan), hal ini berlawanan dengan presentasi muka
yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah
daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan
penunjuknya adalah dahi.
c) Presentasi Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan
kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub
bawah dengan penunjuknya adalah sacrum.
c.
Faktor Persalinan Pervaginam
1)
Vakum ekstrasi
Adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin
dilahirkan dengan ekstraksi menggunakan tekanan negatif
dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya. Waktu yang
diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik
relatif lebih lama dari pada forsep (lebih dari 10 menit).
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah robekan pada
serviks uteri dan robekan pada vagina dan ruptur perineum.
2)
Ekstrasi Vacum/ Forsep
Adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan
dengan cunan yang dipasang dikepala janin. Komplikasi
yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan ini adalah ruptur
19
uteri, robekan portio, vagina, ruptur perineum, syok,
perdarahan post partum, pecahnya varices vagina.
3)
Embriotomi
Embriotomi
adalah
prosedur
penyelesaian
persalinan dengan jalan melakukan pengurangan volume
atau merubah struktur organ tertentu pada bayi dengan
tujuan untuk memberi peluang yang lebih besar untuk
melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut.
4)
Persalinan Presipitatus
Persalinan presipitatus adalah persalinan yang
berlangsung sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam,
dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi uterus dan
rahim yang terlau kuat, atau pada keadaan yang sangat
jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada saat his
sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan
yang sangat kuat (Cunningham, 2005). Menurut buku
Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) laserasi spontan
pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali.
d.
Faktor Penolong Persalinan
Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan
berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan
persalinan yang salah merupakan salah satu penyebab terjadinya
ruptur perineum, sehingga sangat diperlukan kerjasama dengan
ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur
ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah
laserasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tombokan, Adam,
dan Tarelluan faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian
ruptur perineum pada persalinan normal tergolong umur 20- 35
tahun, dengan berat kisaran 2500-4000 gram pada paritas dengan
primipara. Persalinan normal yang mengalami ruptur spontan lebih
banyak dari episiotomi, terdapat hubungan yang signifikan antara
20
usia, dan berat badan dengan kejadian ruptur perineum pada
persalinan normal.
3. Klasifikasi Ruptur Perineum
Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat
ruptur perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :
a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
1)
Mukosa Vagina
2)
Komisura posterior
3)
Kulit perineum
b. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
1)
Mukosa Vagina
2)
Komisura posterior
3)
Kulit perineum
4)
Otot perineum
c. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah:
1)
Mukosa Vagina
2)
Komisura posterior
3)
Kulit perineum
4)
Otot perineum
5)
Otot spingter ani
d. Ruptur perineum
derajat empat, dengan
jaringan
yang
mengalami robekan adalah :
1)
Mukosa Vagina
2)
Komisura posterior
3)
Kulit perineum
4)
Otot perineum
5)
Dinding depan rectum
4. Tujuan Perawatan Ruptur Perineum
Tujuan perawatan perineum adalah mencegah terjadinya
infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan. Untuk mencegah
21
terjadinya infeksi, menjaga kebersihan perineum dan memberikan
rasa nyaman pada pasien.
a.
Lingkup perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk mencegah
infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya
mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau
akibat dari perkembangan bakteri pada peralatan penampung
loche (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
b.
Waktu perawatan
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas
pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi
kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada
pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu
diperlukan pembersihan perineum.
Pada saat buang air kecil, kemungkinan besar terjadi
kontaminasi air seni pada rektu akibatnya dapat memicu
pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan
pembersihan perineum.
Pada saat buang air besar diperlukan pembersihan sisasisa kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya
kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya
bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dari
perineum secara keseluruhan.
Perawatan luka perineum yaitu :
1)
Membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari
depan ke belakang, setelah BAB dan BAK, dengan
menggunakan air dingin dan sabun.
2)
Mengganti pembalut 2x sehari.
3)
Merawat luka perineum dengan tehnik septik aseptik yaitu
dibersihkan dengan air bersih dan kassa steril.
4)
Mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan
kelamin.
5)
Tetap menjaga personal hygine (Rahayu, 2012).
22
5. Dampak Dari Perawatan Perineum
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat
menghindarkan hal berikut ini :
a. Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lochea dan lembab akan
sangat menunjang perkembang biakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
b. Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada
saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat
berkaitan pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih
maupun infeksi jalan lahir.
c. Kematian ibu post partum
Penanganan
komplikasi
yang
lambat
menyebabkan
terjadinya kematian pad ibu post partum mengingat kondisi fisik
ibu post partum masih lemah (Rukhiyah, A. 2011).
D. TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN
1.
Pengertian Asuhan Kebidanan
Prosedur tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan
wewenang dalam lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan dengan memperhatikan pengaruh- pengaruh sosial,
budaya, psikologis, emosional, spiritual, fisik, etik, dan kode etik serta
hubungan interpersonal dan hak dalam mengambil keputusan
dengan prinsip kemitraan dengan perempuan dan mengutamakan
keamanan ibu, janin dan penolong serta kepuasan perempuan dan
keluarganya, (Tresnawati, 2012).
a.
Manajemen Kebidanan
Manajemen
kebidanan
adalah
pendekatan
yang
digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan
masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisa data,
diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
(walyani, 2015).
23
Manajemen
asuhan
kebidanan
menurut
varney
(7langkah) (Tresnawati, 2012) meliputi:
1)
Langkah I: Pengumpulan data dasar
Pada langkah pertama ini berisi semua informasi yang
akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien. Yang terdiri dari data subjektif dan data objektif.
Data subjektif adalah yang menggambarkan pendokumentasian
hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa. Yang termasuk
data subjektif antara lain biodata, riwayat menstruasi, riwayat
kesehatan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan dan nifas,
biopsikologi spiritual, pengetahuan klien.
Data
objektif
adalah
yang
menggambarkan
pendokumentasian hasil pemeriksaan klien, hasil laboratorium
dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus. Data
objektif terdiri dari pemeriksaan fisik yang sesuai dengan
kebutuhan pemerisaan tanda- tanda vital, pemeriksaan khusus
(Inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), pemeriksaan penunjang
(laboratorium, catatan baru dan sebelumnya).
2)
Langkah II: Intrepetasi data dasar.
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnose
atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas datadata yang telah dilakumpulkan.
3)
Langkah III: Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
dan mengantisipasi penanganannya.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial
atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa atau masalah
yang
sudah
diidentifikasi.
Langkah
yang
membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan
diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap diagnosa atau
masalah potensial ini benar- benar terjadi.
4)
Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera,
untuk
melakukan
konsultasi,
kolaborasi
kesehatan lain berdasarkan kondisi klien.
dengan
tenaga
24
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan
atau dokter dan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama
dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien.
5)
Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh.
Pada langkah ini direncanakan usaha yang ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang
telah diidentifikasi atau diantisipasi.
6)
Langkah VI : Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan
aman.
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara
efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya
oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim
kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukan sendiri ia
tetap
memikul
tanggung
jawab
untuk
mengarahkan
pelaksanaannya.
7)
Langkah VII : Evaluasi.
Pada langkah ini dilakukan keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah benar-benar akan terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasikan didalam diagnosan dan
masalah rencana tersebut dianggap efektif jika memang benar
di dalam pelaksanaannya.
25
Alur fikir bidan
pencatatan dari Asuhan Kebidanan
Proses Manajemen
Kebidanan
7 Langkah Verney
Pendokumentasian
Asuhan Kebidanan
5 Langkah
(Kompetensi Bidan)
SOAP NOTES
Data
Data
Subjektif, Objektif
Masalah/ Diagnosa
Assesment/
Assesment/
Diagnosis
Diagnosis
Antisipasi Diagnosis/
Masalah Potensial
Kebutuhan Segera
Untuk Konsultasi,
Kolaborasi
Perencanaan
Perencanaan
Implementasi
Implementasi
Evaluasi
Evaluasi
Gambar 2.2 Alur pikir bidan.
Sumber : Rukiyah, 2009
Plan :
1. Mandiri
2. Kolaboratif
3. Rujukan
26
Soap merupakan singkatan dari :
S : Subjektif
a.
Menggambarkan pendokumentasian pengumpulan data klien
melalui anamnesa.
b.
Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil beratnya pada
klien, suami atau keluarga ( identitas umum, keluhan, riwayat,
menarche, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat
persalinan, riwayat KB, riwayat penyakit keluarga, riwayat
keturunan, riwayat psikososial, pola hidup).
c.
Catatan ini berhubungan denga masalah sudut pandang klien
ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan dicatat
sebagai kutipan langsung atau ringkasan berhunungan dengan
diagnosa. Pada orang yang bisu, dibagian data belakang ‘S’
diberi tanda ‘O’ atau ‘X’ ini menandakan orang itu bisu. Data
subjektif menguatkan diagnosa yang dibuat.
O : Objektif
a. menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien,
hasil laboratorium, dan tes dagnostik lain yang dirumuskan dalam
data fokus untuk mendukung assesment.
b. Tanda gejala objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
(keadaan umum, vital sign, fisik, pemeriksaan, laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang, pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi).
c. Data ini memberi bukti gejala klinis klien dan fakta yang
berhubungan dengan diagnosa. Data fisiologis, hasil observasi,
informasi kajian teknologi (hasil laboratorium, sinar-X, rekaman
CTG,dll) serta informasi dari keluarga atau orang lain dapat
dimasukkan dalam kategori ini. Apa yang diobservasi oleh bidan
akan menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang dapat
ditegakan.
A : Assesment
a. Masalah atau diagnosa yang ditegakan berdasarkan data atau
informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau
27
disimpulkan. Karena keadaan klien terus berubah dan selalu ada
informasi baru baik subjektif maupun objektif, maka proses
pengkajian
adalah
suatu
proses
yang
dinamik.
Sering
menganalisis adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti
perkembangan klien.
b. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi :
1) Diagnosa/ masalah
a) Diagnosa adalah rumusan dari hasil pengkajian mengenai
kondisi klien : hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahit.
b) Masalah adalah segala sesuatu yang menyimpang sehingga
kebutuhan klien terganggu.
2) Antisipasi masalah lain/ Diagnosa Potensial.
P : Menggambarkan pendokumentasian dari pencatatan dan evaluasi
berdasarkan assesment. Untuk perencanaan, implementasi dan
evaluasi dimasukan dalam ‘P’.
Perencanan
Membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang,
Untuk mengusahakan tercapainya kondisi klien yang sebaik mungkin.
Pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan
sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien dan
keluarga,
kemudian
membuat
kesepakatan
bersama
sebelum
melaksanakannya (Walyani, 2015).
Implementasi
Pada langkah ini rencana asuhan yang komprehensif yang
telah dibuat dapat dilaksanakan secara efisien seluruhnya oleh bidan
ataupun dokter (Walyani, 2015). Pelaksanaan rencana tindakan untuk
menghilangkan dan mengurangi masalah klien. Tindakan ini harus
disetujui oleh klien.
Evaluasi
Tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil merupakan hal
penting untuk menilai keefektifan asuhan yang diberikan. Analisis dari
hasil yang dicapai menjadi fokus dari ketetapan nilai tindakan.
28
Hasil dari asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan
kebutuhan akan kebutuhan apakah yang benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan diagnosa masalah (Walyani, 2015).
b.
Langkah-langkah Manajemen Kebidanan pada Ibu Masa Nifas
Dalam memberikan asuhan kebidanan pada klien, bidan
menggunakan metode pendekatan pemecahan masalah dengan
difokuskan pada proses sistematis dan analisis, dalam memberikan
asuhan kebidanan yang terbaru yaitu dengan menggunakan SOAP
yang didalamnya terdapat poin- poin 7 langkah Varney, diantaranya:
1)
S : Subjektif
Didalamnya terdapat poin yang 1 pada langkah Varney yaitu
pengumuman data dasar yang didapatkan dengan cara wawancara
pada klien. Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan
data klien melalui anamnesa. Data subjektif ini diperoleh dari hasil
bertanya kepada pasien, suami, keluarga, yaitu diantaranya :
identitas umum, keluhan, riwayat menarche, riwayat perkawinan,
riwayat kehamilan, riwayat persalinan, KB, penyakit baik itu penyakit
keluarga, keturunan menular maupun menahun. Riwayat psikologi
dan psikososial, serta pola aktivitas.
2)
O : Objektif
Didalamnya terdapat 1 poin langkah varney yaitu pengumpulan
data
dasar
yang
dapat
dilakukan
petugas
kesehatan.
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, hasil
lab dan hasil tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus
untuk untuk mendukung analisa. Data objektif ini diperoleh dari hasil
pemeriksaan diantaranya : pemeriksaan umum, tanda- tanda vital,
fisik khusus kebidanan, pemeriksaan dalam, penunjang, pemeriksaan
inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi.
3)
A : Analisa data
Di dalamnya terdapat poin yang ke II, III, IV pada langkah
varney. Masalah atau diagnose yang ditegakan berdasarkan data
atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan. Karena
keadaan pasien terus berubah dan ada informasi baru baik
diungkapkan
secara
terpisah
pada
proses
yang
dinamik.
29
Menganalisa
adalah
sesuatu
yang
penting
dalam
mengikuti
perkembangan pasien dan manajemen suatu perubahan baru cepat
diketahui dan dapat diambil tindakan yang tepat.
4) P : Penatalaksanaan
Didalamnya terdapat poin ke V, VI, VII langkah Varney.
menggunakan pendokumentasian dari perencanaan tindakan saat itu
yang akan datang. Untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien
yang
sebaik
mungkin
atau
menjaga,
mempertahankan,
kesejahteraannya. Proses itu termasuk kriteria tujuan tertentu dari
kebutuhan pasien yang harus dicapi dalam batas waktu tertentu (
Rahayu, dkk 2014).
E. KONSEP DASAR ASUHAN NIFAS
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu ( 42 hari ) setelah itu. Pelayanan
pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan deteksi dini,
dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta
penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan,
imunisasi, dan nutrisi bagi ibu. (Prawirohardjo, 2009).
Asuhan pada masa nifas adalah asuhan yang diberikan pada ibu
nifas tersebut selama dari kelahiran plasenta dan selaput janin hingga
kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. (Varney,
2008).
Sebagian besar asuhan yang diberikan untuk memulihkan atau
menyembuhkan dan pengembalian, alat- alat kandungan ke keadaan
sebelum hamil (Jenny, 2006).
1. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit
4 kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :
a. Menilai kondisi ibu dan bayi.
b. Melakukan
pencegahan
terhadap
kemungkinan-kemungkinan
adanya gangguan kesehatan ibu dan bayinya.
30
c. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa
nifas.
d. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
2. Asuhan Kebidanan Ibu Post Partum Di Rumah
a. Jadwal Kunjungan Rumah
Ibu nifas sebaiknya paling sedikit melakukan 4 kali kujungan
masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir
dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalahmasalah yang terjadi (Rahayu dkk, 2014).
Namun dalam pelaksanaan kunjungan masa nifas sangat
jarang terwujud dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu
faktor fisik dan lingkungan ibu yang biasanya ibu mengalami
keletihan setelah proses persalinan dan membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk beristirahat, sehingga mereka enggan untuk
melakukan kunjungan nifas kecuali bila tenaga kesehatan dalam hal
ini bidan yang melakukan pertolongan persalinan datang melakukan
kunjungan ke rumah ibu. Dilihat dari faktor lingkungan dan keluarga
juga berpengaruh dimana ibu biasanya setelah melahirkan tidak
dianjurkan untuk bepergian sendiri tanpa ada yang menemani
sehingga ibu memiliki kesulitan untuk menyesuaikan waktu dengan
anggota keluarga yang bersedia untuk mengantar ibu melakukan
kunjungan nifas. (Rukhiyah dkk, 2013).
Asuhan post partum dirumah difokuskan pada pengkajian,
penyuluhan dan konseling. Dalam memberikan asuhan kebidanan
di rumah bidan dan keluarga diupayakan dapat berinteraksi dalam
suasana yang respek dan kekeluargaan. Tantangan yang dihadapi
bidan dalam melakukan pengkajian dan peningkatan perawatan
pada ibu dan bayi di rumah pada pelaksanaannya bisa cukup umur,
sehingga bidan akan memberi banyak
kesempatan untuk
menggunakan keahlian berfikir secara kritis untuk meningkatkan
suatu fikiran kreatif perawatan bersama keluarga.
31
1)
Perencanaan kunjungan rumah
a. Merencanakan kunjungan rumah dalam waktu tidak lebih
dari 24- 48 jam setelah kepulangan klien ke rumah.
b.
Pastikan keluarga telah mengetahui rencana mengenai
kunjungan rumah dan waktu kunjungan bidan ke rumah
telah direncanakan bersama anggota keluarga.
c.
2)
Menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan rumah.
Keamanan merupakan hal yang harus difikirkan oleh bidan
tindakan kewaspadaan ini dapat meliputi :
a.
Mengetahui dengan jelas alamat yang lengkap arah rumah
klien.
b. Gambar rute alamat klien dengan peta sebelum berangkat
perhatikan keadaan di sekitar lingkungan rumah klien.
c. Beritahu rekan kerja anda ketika anda pergi untuk kunjungan.
d. Beri kabar kepada rekan anda segera setelah kunjungan
selesai. (Ambarwati, 2009).
Kesehatan ibu merupakan komponen yang sangat
penting dalam kesehatan reproduksi karena seluruh anggota
yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Bila ibu
sehat maka akan menghasilkan bayi yang sehat yang akan
menjadi generasi kuat. Ibu yang sehat juga menciptakan
keluarga sehat dan bahagia.
waktu melakukan kunjungan masa nifas :
1) 6-8 jam post partum
a) Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena
atonia uteri.
b) Mendeteksi dan perawatan penyebab lain
pedarahan: rujuk bila perdarahan berlanjut.
c) Meberikan konseling pada ibu dan salah satu
anggota keluarga tentang cara mencegah
perdarahan ya ng disebabkan atonia uteri.
d) Pemberian ASI awal.
32
e) Memberi supervisi kepada ibu bagaimana tehnik
melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru
lahir.
f)
Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan
hipotermi. Bila ada bidan atau petugas lain yang
membantu melahirkan, maka petugas atau bidan
itu harus tinggal dengan ibu dan bayi untuk 2 jam
pertama. (Yetti Anggraini, 2010).
2) 6 hari post partum
a) Memastikan involusi uterus berjalan dengan
normal.
b) Menilai adanya tanda- tanda demam, infeksi, dan
pendarahan.
c) Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
d) Memastikan ibu mendapatkan makanan yang
bergizi dan cukup cairan.
e) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar
serta tidak ada tanda- tanda kesulitan menyusui.
f)
Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru
lahir.
3) 2 minggu post partum
a) Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan
asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post
partum.
4) 6 minggu post partum
a) Menanyakan penyulit- penyulit yang dialami ibu
selama masa nifas.
b) Memberikan konseling KB secara dini. (Sari dan
Rimadhini, 2014).
3. Kewenangan Bidan dalam Penanganan Masa Nifas
Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan pelayanan Praktik Bidan,
bidan memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan sesuai pasal
9 meliputi :
33
a. Pelayanan kesehatan ibu.
b. Pelayanan kesehatan anak.
c. Pelayanan
kesehatan
reproduksi
perempuan
dan
keluarga
berencana.
Dalam Pasal 10 kewenangan bidan menjalankan program
pemerintah sesuai pasal 9 ayat a berkaitan pada kesehatan ibu meliputi:
a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil.
b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.
c. Pelayanan pesalinan normal.
d. Pelayanan ibu nifas normal.
e. Pelayanan ibu menyusui.
f.
Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
Kewenangan :
a. Episiotomi.
b. Penjahitan luka jalan lahir derajat I dan II.
c. Penanganan kegawat daruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil.
e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas.
f.
Fasilitas/ bimbingan inisiasi menyusui dini (IMD) dan promosi asir
susu ibu (ASI) eksklusif.
g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala III dan post
partum.
h. Penyuluhan dan konseling.
i.
Bimbinga pada kelompok ibu hamil.
j.
Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Pelayanan kesehatan anak sesuai dengan pasal 9 ayat b meliputi:
a. Pelayanan bayi baru lahir.
b. Pelayanan bayi.
c. Pelayanan anak balita.
d. Pelayanan anak pra sekolah.
Kewenangan :
a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini (IMD), injeksi vitamin K
34
1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan
perawatan tali pusat.
b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk.
c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak pra
sekolah.
f.
Pemberian konseling dan penyuluhan.
g. Pemberian surat keterangan kelahiran.
F. TINJAUAN NIFAS MENURUT ISLAM
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita karena
melahirkan. Para ulama bahkan mengkategorikan darah yang keluar
karena kegugran termasuk nifas juga. Jadi bila seorang wanita
melahirkan bayi meninggal di dalam kandungan dan setelah itu keluar
darah, maka darah itu termasuk darah nifas.
1. Lamanya nifas
Umumnya para ulama mengatakan bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk sebuah nifas bagi seorang wanita paling cepat
adalah hanya sekejap atau hanya sekali keluar. Bila seorang wanita
melahirkan dan darah berhenti begitu bayi lahir maka selesailah
masa nifasnya. Dan dia langsung serta puasa sebagaimana
biasanya.
Menurut as syafi’iyah biasanya nifas itu empat puluh hari,
sedangkan menurut al Malikyah dan juga as syafi’iyah paling lama
nifas itu adalah enam puluh hari. Menurut al- Hanifiyah an al
Hambaliah paling lama empat puluh hari. Bila lebih dari empat puluh
hari maka darah istihadhah. Dalilnya adalah hadist berikut ini :
35
Artinya: Dari Ummi Salamah r.a berkata: “adalah wanitawanita dari istri- istri Nabi SAW, mereka tidah shalat diwaktu nifas
selama 40 hari, dan Nabi SAW tidak memerintahkannya mengqadla
shalat karena nifas”. (H.R Abu Dawud).
At- Timizi berkata setelah menjelaskan hadist ini : bahwa
para ahli dikalangan sahabat nabi, para tabi’in dan orang- orang yang
sesudahnya sepakat bahwa wanita yang mendapat nifas harus
meninggalkan shalat selama empat puluh hari kecuali jika darahnya
itu berhenti sebelum empat puluh hari. Bila demikian ia harus mandi
dan shalat. Namun bila empat puluh hari darah masihn keluar
kebanyakan ahli ilmu berkata bahwa dia tidak boleh meninggalkan
shalatnya.
2. Hal- hal yang dilarang dilakukan wanita yang sedang nifas.
Wanita yang sedang nifas sama dengan hal- hal yang
diharamkan oleh wanita yang sedang haidh, yaitu :
a. Shalat
Wanita yang sedang mendapatkan nifas diharamkan untuk
melakukam shalat. Begitu juga mengqada’ shalat. Sebab
seorang wanita yang sedang mendapat nifas telah gugur
kewajibannya untuk melakukan shalat.
Dalilnya adalah hadist berikut ini :
Dari Fatimahbinti Abi Khubaisy bahwa Rasululloh SAW
bersabda : bila kamu mendapatkan nifas maka tinggalkan shalat.
b.
Puasa
Wanita
menjalankan
yang
puasa
sedang
dan
mendapatkan
untuk
itu
nifas
dilarang
diwajibkannya
untuk
menggantikannya di hari yang lain.
c.
Tawaf
Seorang wanita yang sedang mendapatkan nifas dilarang
melakukan tawaf. Sedangkan semua praktik ibadah haji tetap
boleh dilakukan sebab tawaf mensyaratkan seseorang suci dari
hadas besar.
36
Dari Aisyah r.a berkata bahwa Rasululloh SAW bersbda:
‘Bila kamu mendapat haid, lakukan semua peraktek ibadah haji
kecuali bertawaf di sekeliling ka’bah hingga kamu suci (H.R
Mutafaqq Alaih)
d.
Menyentuh mushaf dan membawanya.
e.
Bersetubuh
Wanita yang sedang mendapat nifas haram bersetubuh
dengan suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al- Qur’an AlKariem berikut ini :
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah :
“Haidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh, dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang
yang bertaubat dan menyukai orang- orang yang mensucikan
diri. (QS. Al- Baqarah :222)
Yang
dimaksud
menjauhi
mereka
adalah
tidak
menyetubuhinya. Karena dengan menyetubuhi seorang istri yang
sedang dalam masa nifas dapat menambah rasa sakit pada
kemaluan istri, apalagi jika terdapat luka jahitan pada perineum
istri. Dan sesungguhnya darah nifas dan darah haid itu sama.
Dari tinjauan islam, seorang wanita yang sedang dalam masa
nifas mengeluarkan darah kotor sampai 40 hari atau sampai
darah berhenti mengalir dari kemaluan dan itu diharamkan untuk
37
seorang suami mendekati istrinya sampai darah nifas berhenti,
dan istri mandi untuk bersuci.
DAFTAR PUSTAKA
Al- Qur’an, 2012. Al- Qur’an Mushaf Tajwid. CV Penerbit di Ponogoro
Allin,
(2011)
Seputar
Ruptur
Perineum
(internet)
http:
//www.bascometro.com. (Diakses tanggal 20 April 2016)
Anggraini, Y. (2010) Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka
Rihama
Azwar, Azrul. 2008. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui
Dini. Jakarta: JNPK-KR.
Bahiyatun, 2009 Buku Ajaran Asuhan Kebidanan Nifas Normal Jakarta:
EGC
Dewi, Sunarsih. 2011. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika
Diana,
(2012)
Asuhan
Kebidanan
Pada
Ibu
Nifas
Dengan
Penatalaksanaan Perawatan Luka Perineum
Endriani, 2012 Hubungan Umur, Paritas, dan Berat Bayi Lahir Dengan
Kejadian Laserasi Perineum Di Bidan Praktek Swasta Hj. Sri
Wahyuni, S.SIT Semarang
http:///jurnal.unimus.ac.id
Jannah N, (2011). Asuhan Kebidanan Ibu Nifas, Yogyakarta
Jenny, Sr. 2006. Perawatan Masa Nifas Ibu dan Bayi. Yogyakarta:
Sahabat Setia
Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Nany Vivian, (2014) Asuhan Kebidanan Masa Nifas, Jakarta
Notoatmodjo, S. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Peraturan
Mentri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan.
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP
Rukiyah, A. Y. Yulianti, L & Liana, M (2011). Asuhan Kebidanan III.
Jakarta: Trans Info Media
Saifuddin, Abdul B. 2008. Buku Acuan Nasional Pelaksanaan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Saleha, S. (2009) Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika
Sari, E. P & Rimadhini K. D. (2014) Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas
dan Menyusui. Jakarta Cv: Trans Info Medika
Suhartatik, 2014 Hubungan Mobilisasi Dini dan Personal Hygine
Terhadap Percepatan Kesembuhan Luka Perineum Pada Ibu
Post Partum Di RSIA Pertiwi Makassar
http:///library.stikesnh.ac.id
Sumarah, Widyastuti Yani, Wiyanti Nining. 2008. Perawatan Ibu Bersalin (
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin), Fitramaya Yogyakarta.
Tresnawati, F.
(2012)
Asuhan
Kebidanan. Jakarta: PT Prestasi
Pustakaraya
Varney, Hellen. 2007. Ilmu Kebidanan (Varney’s midwifery 3 nd.ed).
Bandung. Sekelola Publisher.
Walyani S E, (2015). Asuhan kebidanan Pada Kehamilan, Yogyakarta:
Pustaka Baru Prees
Wulandarin dan Handayani, 2011 Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Yanti, D & Sundarin, D (2011) Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Bandung:
Revika Aditama
Yeyeh Ai, dkk, (2011) Asuhan Kebidanan Nifas, Jakarta
Download