BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada usia lanjut adalah osteoporosis. Osteoporosis merupakan penyakit metabolik yang terjadi pada tulang. Penyakit ini mempunyai beberapa sifat khas, antara lain berupa massa tulang yang rendah disertai mikroarsitektur tulang. Osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena penurunan massa tulang terjadi tanpa disertai gejala. Apabila telah mencapai tahap lanjut, gejala tersebut baru bisa dikenali (Jahari & Prihartini, 2007). Osteoporosis dapat terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang. Di Amerika Serikat, sekitar 10 juta penduduknya menderita osteoporosis (Jahari & Prihartini, 2007). Sedangkan di Indonesia, prevalensinya mencapai 19,7%. Analisis data resiko osteporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes yang dipublikasikan tahun 2006 menyatakan bahwa 2 dari 5 orang Indonesia memiliki resiko osteoporosis. Osteoporosis yang terjadi pada wanita dengan usia di atas 50 tahun mencapai 32,2% sedangkan pada pria dengan usia di atas 50 tahun mencapai 28,8% (Junaidi, 2007). Berdasarkan data tersebut, osteoporosis dapat terjadi baik pada pria maupun wanita, terutama yang berusia lanjut. Nutrisi merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam penanganan osteoporosis. Prihatini dkk (2010) telah melakukan penelitian tentang faktor resiko osteoporosis di tiga provinsi di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa proporsi seseorang yang beresiko osteoporosis dengan kecukupan protein, kalsium, fosfor, dan magnesium <70% AKG lebih tinggi 1 2 daripada proporsi orang yang memiliki kecukupan zat gizi tersebut >70%. Selain itu, faktor gaya hidup seperti kebiasaan tidak minum susu dapat meningkatkan resiko osteoporosis. Hal ini didukung oleh penelitian Du (2002) yang menemukan bahwa konsumsi susu pada remaja wanita akan memberikan dampak pada kepadatan tulang yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak atau hanya sedikit mengonsumsi susu. Hasil penelitian Suryono (2007) juga menyimpulkan bahwa pemberian susu kalsium tinggi berpengaruh pada peningkatan kepadatan tulang pinggang, semakin tinggi volume susu kalsium tinggi dikonsumsi, maka makin tinggi kepadatan tulang pinggang. Dari penelitian yang telah ada dapat diketahui bahwa kalsium memiliki pengaruh penting dalam pembentukan tulang. Untuk memaksimalkan penanganan osteoporosis perlu diperhatikan komponen-komponen lain yang mendukung dari segi nutrisi salah satunya adalah pemanfaatan prebiotik. Inulin, oligofruktosa, dan galaktooligosakarida adalah prebiotik yang paling banyak diteliti berkaitan dengan penyerapan mineral (Scholz-ahrens, et al., 2007). Studi yang dilakukan oleh (Coudray et al., 1997) menunjukkan bahwa asupan inulin sebanyak 40 g per hari akan menstimulasi penyerapan kalsium pada pria muda. Adanya efek tersebut berkaitan dengan kelarutan mineral yang disebabkan oleh adanya peningkatan bakteri yang memproduksi asam lemak rantai pendek. Produk fermentasi bakteri terutama laktat dan butirat akan memperluas permukaan absorbsi sehingga akan meningkatkan penyerapan kalsium pada usus (Scholz-ahrens, et al., 2007). Salah satu unsur penting dalam proses pembentukan tulang adalah kolagen. Fungsi kolagen adalah sebagai pengikat jaringan dalam pertumbuhan tulang dan kulit. Dalam pertumbuhan tulang tidak cukup hanya memperhatikan kalsium karena tulang juga terdiri dari fosfat dan kolagen. Jika tidak ada kolagen, 3 tulang akan mudah rapuh dan pecah (Astawan, 2008). Salah satu sumber daya laut yang mengandung kolagen adalah teripang. Kandungan kolagen yang terdapat dalam tubuh teripang mencapai 80% dari total protein yang dimilikinya. Konsumsi 3 g teripang kering per hari dapat mengurangi arthralgia (Chen, 2003). Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Pengaruh Prebiotik, Kalsium, dan Kolagen Terhadap Pembentukan Massa Tulang Tikus dengan Osteoporosis oleh Penggalih (2015). Penelitian tersebut merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui efek pemberian prebiotik, kalsium, dan kolagen terhadap pembentukan massa tulang tikus baik yang sehat maupun dengan osteoporosis. Hasil dari penelitian ini adalah pakan yang mengandung pakan standar, inulin, dan teripang memiliki hasil yang lebih baik dalam memperbaiki mineralisasi tulang tikus. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pengembangan produk berbahan dasar kalsium, inulin, dan teripang sangat berpotensi untuk dilakukan agar dapat bermanfaat bagi masyarakat luas terutama untuk kesehatan tulang. Namun, saat ini belum banyak dikembangkan suatu produk yang mengandung ketiga bahan tersebut. Oleh karena itu, peneliti ingin membuat produk berupa susu yang mengandung ketiga komponen tersebut, kemudian menguji mutu organoleptik dan sifat fisikokimianya. Susu merupakan produk makanan yang mudah dan praktis untuk dikonsumsi serta diminati oleh berbagai kalangan. Dengan adanya pengembangan produk tersebut, diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif makanan yang bermanfaat untuk masyarakat. 4 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana mutu organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur, dan kelarutan) susu yang mengandung kalsium, prebiotik, dan kolagen? 2. Bagaimana sifat fisikokimia (kadar gula total, gula reduksi, sukrosa, , protein, lemak, air, abu, kalsium, inulin, dan pH) susu yang mengandung kalsium, prebiotik, dan kolagen? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Menghasilkan produk berupa susu yang mengandung kalsium, prebiotik, dan kolagen. 2. Tujuan khusus: a. Mengetahui mutu organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur, dan kelarutan) susu yang mengandung kalsium, prebiotik, dan kolagen. b. Mengetahui sifat fisikokimia (gula total, gula reduksi, sukrosa, protein, lemak, kadar air, kadar abu, kadar kalsium, dan pH) susu yang mengandung kalsium, prebiotik, dan kolagen. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Peneliti Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan di bidang gizi terutama pengetahuan tentang pengembangan produk makanan dan teknologi pangan di bidang gizi serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengenai pengujian organoleptik dan fisikokimia. 5 2. Untuk Industri Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan membuka peluang pengembangan produk berbahan dasar prebiotik, kalsium, dan kolagen yang bermanfaat untuk kesehatan terutama untuk kesehatan tulang dan penanganan osteoporosis, serta membuka peluang pemanfaatan sumber daya laut yaitu teripang untuk pengembangan produk pangan. 3. Untuk Masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu memberikan produk alternatif makanan yang mengandung prebiotik, kalsium, dan kolagen yang bermanfaat untuk kesehatan, khususnya untuk penanganan osteoporosis. 4. Untuk Pemerintah Penelitian ini memberikan diharapkan pemahaman mampu membantu pemerintah kepada masyarakat tentang dalam makanan fungsional dan dapat memanfaatkan sumber daya laut yang dimiliki untuk pengembangan produk pangan. E. Keaslian Penelitian 1. Pengaruh Prebiotik, Kalsium, dan Kolagen Terhadap Pembentukan Massa Tulang Tikus dengan Osteoporosis: Penggalih, Mirza Hapsari Sakti Titis (2015). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk mengetahui mengetahui efek probiotik dalam penggunaan kalsium dan kolagen untuk pembentukan massa tulang secara in vivo baik pada tikus sehat maupun dengan osteoporosis. Terdapat empat perlakuan yang 6 diberikan yaitu tikus yang diberi pakan A (pakan standar), B (pakan standar + inulin), C (pakan standar + inulin + teripang), dan D (pakan standar + inulin + teripang + kalsium). Penelitian dilakukan dengan tiga tahap yaitu yaitu masa adaptasi, masa osteoporosis, dan masa perlakuan. Kemudian dilakukan pengecekan terhadap Bone Specific Alkaline Phosphatase Serum dan analisis arsitektur tulang secara histologis sebagai penanda keadaan osteoporosis. Hasil dari penelitian ini pada alkaline phosphat hasil pemeriksaan dengan metode ELISA terdapat penurunan kadar alkalin phosphat pada semua kelompok. Pada tikus sehat, pembentukan tulang lebih baik pada kelompok yang diberi pakan B (pakan standar + inulin) dan D (pakan standar + inulin + teripang + kalsium) meskipun tidak signifikan. Pada hasil ketebalan tulang dengan pengecatan Hematoxylin-Eosin, terdapat perbedaan rata-rata ketebalan tulang tikus yang menderita osteoporosis yang signifikan pada kelompok A (pakan standar) dan C (pakan standar + inulin + teripang) (p = 0,027 dan p = 0,014). Secara subjektif, pemberian pakan D (pakan standar + inulin + teripang + kalsium) menunjukkan serat kolagen yang lebih banyak melalui pengecatan Mallory. Kesimpulan secara umum adalah pakan yang mengandung pakan standar, inulin dan teripang lebih baik dalam memperbaiki mineralisasi tulang. Persamaan dengan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu bahan yang digunakan adalah kalsium, inulin, dan teripang. Perbedaannya adalah penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan target tikus, sedangkan penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian observasional berupa pengembangan produk dengan target manusia. 7 2. Tingkat Penerimaan Konsumen terhadap Formulasi Susu Kedelai di Kel Tanggungharjo dan Uji Kadar Protein serta Kalsium: Hamidah, Atik Nehru (2003). Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pendekatan cross sectional tentang formulasi susu kedelai. Sampel formulasi susu kedelai yang digunakan adalah susu kedelai murni, susu kedelai yang ditambah kacang hijau, dan susu kedelai yang ditambah pisang Ambon. Kemudian ketiga sampel tersebut diuji kadar protein dan kalsium serta duji tingkat penerimaannya. Hasil dari penelitian ini adalah kadar protein tertinggi terdapat pada formulasi susu kedelai yang ditambah kacang hijau dan kadar kalsium tertinggi terdapat pada formulasi susu kedelai murni. Hasil uji penerimaan konsumen terhadap penerimaan formulasi susu kedelai menunjukkan bahwa dilihat dari aspek warna, responden lebih menyukai formulasi susu kedelai murni. Sedangkan dari segi aroma, responden lebih menyukai formulasi susu kedelai murni dan formulasi susu kedelai yang ditambah pisang Ambon. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah formulasi produk berupa susu dan dilakukannya uji tingkat kesukaan terhadap produk. Selain itu penelitian ini juga melakukan pengujian sifat fisikokimia berupa uji kadar protein. Perbedaan penelitian ini adalah bahan dasar formulasi yang digunakan yaitu susu kedelai, kacang hijau, dan pisang Ambon. 3. Formulasi Minuman Sinbiotik dengan Penambahan Puree Pisang Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dan Inulin Menggunakan Inokulum Lactobacillus casei: Desnilasari, Dewi (2014). 8 Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan produk minuman sinbiotik. Sinbiotik adalah kombinasi antara prebiotik dan probiotik. Pisang ambon merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung prebiotik. Untuk menghasilkan produk minuman sinbiotik, digunakan pisang ambon dan inokulum L. Casei sebagai starternya, serta ditambahkan inulin agar diperoleh minuman sinbiotik yang disukai. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh formulasi produk minuman sinbiotik yang paling disukai. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu optimasi penggunaan puree pisang ambon dan susu skim dalam minuman sinbiotik menggunakan uji organoleptik. Jika sudah didapatkan formulasi yang terbaik lalu dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu optimasi penambahan inulin sebagai prebiotik melalui uji sensorik serta uji organoleptik dengan melakukan uji rating hedonik. Tahap ketiga yaitu analisis mutu minuman sinbiotik terpilih pada tahap kedua dengan parameter mutu kimia dan mikrobiologi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah diperoleh minuman sinbiotik terbaik yaitu formulasi perbandingan puree pisang dan susu skim 1:1 dengan penambahan inulin 2%. Analisis mutu minuman sinbiotik menunjukkan bahwa kadar air yang terkandung adalah 84,46%, kadar abu 0,75%, kadar protein 2,79%, kadar lemak 0,2%, kadar karbohidrat 11,8%, total BAL 3,6 x 10 9 cfu/ml, cemaran Coliform dibawah ambang batas yang ditetapkan dan Salmonella negatif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah pengembangan produk yang menggunakan prebiotik inulin sebagai salah satu bahan dasarnya. Selain itu, pada penelitian ini juga digunakan uji organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap produk. Perbedaannya 9 adalah penelitian ini mengembangkan produk minuman sinbiotik berbasis puree pisang ambon, sedangkan penelitian yang dilakukan adalah pengembangan produk berupa susu yang mengandung prebiotik, inulin, dan kalsium. 4. Potensi Ekstrak, Hidrolisat dan Isolat Protein Teripang Pasir (Holothuria scabra J.) untuk Menurunkan Kadar Glukosa Darah dan Memperbaiki Profil Sel Beta Pankreas Tikus Diabetes Mellitus: Karnila, Rahman (2012). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang memanfaatkan sumber daya laut yaitu teripang pasir untuk menurunkan kadar glukosa daran dan memperbaiki sel beta pankreas pada tikus diabetes mellitus. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan jenis asam amino pada protein teripang yang dapat digunakan sebagai stimulator sekresi insulin oleh sel beta pankreas tikus model dan DM. Penelitian dilakukan dengan tiga tahap yaitu persiapan dan analisis kimia daging teripang, pembuatan dan analisis asam amino penyusun protein pada ekstrak, hidrolisat dan isolat, serta tahap terakhir yaitu uji efek hipoglikemik ekstrak, hidrolisat dan isolat pada tikus coba. Hasil dari penelitian ini adalah kandungan protein daging teripang yaitu (9,94%bb), kadar lemak (0,54%bb), kadar abu (1,86%bb), kadar air (87,03%), dan karbohidrat (0,64% by different). Sedangkan kandungan protein tepung daging teripang yaitu (61,31%), kadar lemak (3,68%), kadar abu (12,52%), kadar air (9,13%), dan karbohidrat (0,64% by different) dengan rendemen sebesar 10,16%. Dari hasil uji hipoglikemik dengan berbagai dosis didapatkan hasil bahwa dosis 30 mg/kg bb untuk hidrolisat isolat dan konsentrat menunjukkan hasil yang terbaik pada uji hipoglikemik. Persamaan penelitian ini dengan penelitian ini dengan 10 penelitian yang dilakukan adalah pengembangan sumber daya laut yaitu teripang. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis proksimat berupa analisis protein, lemak, kadar abu, kadar air, dan kadar karbohidrat. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan tidak menguji efek dari produk yang dikembangkan.