BAB I - ETD UGM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Saat ini, sistem dan transformasi antar koordinat merupakan suatu pekerjaan yang
rutin dilakukan di bidang survei pemetaan. Sistem dan Transformasi koordinat yang
sering digunakan yaitu sistem koordinat sebangun, sistem koordinat afin, sistem
koordinat geografis, sistem koordnat geodetis, sistem koordinat Universal Transverse
Mercator dan sistem koordinat lainnya. Untuk memproses transformasi hasil koordinat
pada sistem koordinat tersebut, sampai saat ini sudah tersedia berbagai program untuk
melakukan perhitungan data sistem dan transformasi koordinat. Salah satu program yang
sering digunakan adalah program aplikasi GeoCal. Namun program aplikasi tersebut
belum menyediakan menu atau submenu yang dapat menghitung data sistem koordinat
sebangun dan sistem koordinat afin serta berbagai pilihan ellipsoid referensi yang akan
digunakan untuk melakukan perhitungan sistem koordinat geodetis, sistem koordinat
kartesian tiga dimensi, serta sistem koordinat universal transverse Mercator. Hal ini
harus ditindak lanjut karena setiap wilayah di muka bumi menggunakan ellipsoid
referensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu program aplikasi
yang dapat memuat pilihan ellipsoid referensi secara umum sehingga dapat digunakan
secara lebih luas.
Proses penyelesaian hasil transformasi antar koordinat tersebut jika dilakukan
dengan cara manual akan membutuhkan waktu yang lama, dan mungkin untuk sebagian
orang rumus transformasi antar koordinat sangat membinggunkan dan membosankan,
oleh karena itu perlu dibuat suatu program transformasi koordinat agar proses
penyelesaiannya lebih mudah dan lebih cepat.
I. 2. Tujuan Proyek
Tujuan proyek ini adalah dihasilkannya program aplikasi yang dapat dijalankan
secara indepeden (executable) untuk memudahkan proses hitungan transformasi antar
koordinat.
1
2
I. 3. Manfaat Proyek
Manfaat proyek ini adalah sebagai salah satu aplikasi yang digunakan untuk
mempercepat proses perhitungan antar sistem koordinat.
\
I. 4. Cakupan Proyek
Cakupan kegiatan dalam proyek ini meliputi:
1. Transformasi sistem koordinat sebangun 2 dimensi
2. Transformasi sistem koordinat affine 2 dimensi
3. Transformasi sistem koordinat geodetis (lintang, bujur, tinggi) ke sistem koordinat
kartesian3 dimensi (X, Y, Z) dan kebalikannnya
4. Transformasi sistem koordinat geodetis (lintang, bujur) ke sistem koordinat
Universal Transversal Mercator (UTM) (Easting, Northing) dan kebalikannya.
I. 5. Landasan Teori
Transformasi titik-titik dari satu sistem koordinat ke sistem koordinat yang lain
merupakan sebuah permasalahan yang ada pada pengukuran dan pemetaan (Gilanhi,
2008). Transformasi dapat diartikan sebagai suatu metode yang dapat digunakan untuk
memanipulasi lokasi sebuah titik. Apabila transformasi dikenakan terhadap sekumpulan
titik yang membentuk sebuah benda (obyek) maka benda tersebut akan mengalami
perubahan. Perubahan dalam hal ini adalah perubahan dari lokasi awal suatu benda
menujulokasi yang baru dari benda tersebut.
I. 5.1. Sistem koordinat sebangun dua dimensi (2D)
Sistem koordinat sebangun dua dimensi mempunyai sifat sebagai berikut (Anam,
2006):
a) Mempertahankan sudut obyek
b) Jarak antara titik-titik berubah secara konstan atau mempunyai skala yang konstan
pada semua arah
c) Mempertahankan bentuk obyek
Sistem transformasi koordinat sebangun dua dimensi dapat diuraikan berdasarkan
tiga tahap proses antara lain (Gilanhi, 2010).
3
1. Rotasi: objek dirotasi (diputar) terhadap titik tertentu tanpa mengubah bentuk dan
ukurannya. Untuk melakukan rotasi perlu diketahui sudut rotasi α dan pivot point
(X, Y) atau titik rotasi dimana obyek dirotasi. Nilai positif dari sudut rotasi
menentukan arah rotasi berlawanan dengan arah putaran jarum jam dan
sebaliknya nilai negatif akan memutar obyek searah putaran jarum jam. Hal
inidapat dilihat pada gambar I. 1
Y
(X, Y)
r
θ
0
X
Gambar I.1 Proses rotasi pada sistem koordinat 2D
Pada gambar I.1 di atas terlihat posisi koordinat (X,Y) yang membentuk sudut
θ terhadap sumbu X. Dengan menggunakan trigonometri dasar, dapat dihitung X
dan Y seperti pada persamaan (I.1) dan (I.2) berikut :
X = r cos θ ..........................................................................................................(I.1)
Y = r sin θ...........................................................................................................(I.2)
Y’
Y
X
X’
r
θ
α
X
Gambar I.2 Rotasi dari sistem (X, Y) ke sistem (X’, Y’) pada sistem koordinat 2D
Titik hasil rotasi yaitu X’ dan Y’ dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
(I.1) dan (I.2), sehingga memperoleh persamaan (I.3) dan (I.4) sebagai berikut
(Gilanhi, 2010) :
X’ = X cos α - Ysin α ............................................................................................. (I.3)
4
Y’ = X sin α + Y cos α ........................................................................................... (I.4)
2. Scalling
Scalling atau penskalaan adalah proses untuk mengubah ukuran objek. Objek
dapat diskalakan dengan arah horizontal maupun vertikal dengan cara mengalikan
koordinat tiap objek dengan faktor konstanta.
Dari persamaan (I.3) dan (I.4) maka akan memperoleh persamaan (I.5) dan (I.6)
sebagai berikut:
X’ = S X cos α – S Y sin α ……………………………………………………… (I.5)
Y’ = S X sin α + S Y cos α ……………………………………...……………….. (I.6)
Jika S cos α = a dan S sin α = b maka persamaan (I.5) dan (I.6) di atas dapat disusun
pada persamaan (I.7) dan (I.8) sebagai berikut:
X’ = a X – bY …………………………………………………………….……. (I.7)
Y’ = b X + aY …………………………………………….……….…………… (I.8)
3. Translasi
Translasi adalah objek dipindahkan ke lokasi baru tanpa mengubah bentuk,
ukuran atau orientasinya. Dalam hal ini rotasi pada sumbu arah X ditandai dengan Tx
dan pada arah sumbu Y ditandai dengan Ty, sehingga persamaan (I.7) dan (I.8) di
atas dapat disusun kembali menjadi (Anam, 2006) :
X’ = a X – bY + Tx ……………………………………………………………. (I. 9)
Y’ = b X + aY + Ty ……………………….………………………..………… (I.10)
a = S Cos α ………………………………………………………..…………….. (I.11)
b = S Sin α ……………………………………………………..….…………….. (I.12)
S = (a2 + b2)0.5 ………….………………………………….……………...…….. (I.13)
α = arctan (-b/a) ………………………………………….……………………... (I.14)
Persamaan (I.9) dan (I.10) di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks adalah
sebagaimana disajikan pada persamaan (I.15) berikut:
= ……………………………………..……………… (I.15)
Dari persamaan (I.15) dapat diuraikan menjadi persamaan (I.16)
F = A X ……………………………………………………………………….... (I.16)
F=,A=, X=
rangan:
5
X’, Y’ : sistem koordinat sebangun 2D yang dicari
X,Y : sistem koordinat 2D yang diketahui
α : sudut rotasi pada sistem (X’, Y’)
S : penskalaan
a, b, Tx, Ty : parameter persamaan konformal
Tx, Ty
: Translasi ke arah sumbu X dan sumbu Y
Untuk menentukan nilai-nilai parameter transformasi di atas tersebut minimal
membutuhkan dua titik sekutu yang koordinatnya diketahui dalam kedua sistem
tersebut. Persamaan (I.16) di atas penyelesaiannya adalah :
X = A-1 F …………………………………………..……………...…………….. (I.17)
Persamaan (I.17) di atas digunakan jika jumlah minimum titik sekutu sama dengan
dua (2). Jika jumlah titik sekutu yang digunakan lebih dari dua (2), maka persamaan
(I.16) dia atas dapat diuraikan sebagai berikut:
AT F = AT A X (ruas kiri dan kanan dikalikan dengan AT)
X = (ATA)-1 AT F ………………………………….…………………………… (I.18)
I. 5.2. Sistem koordinat afin dua dimensi (2D)
Pada dasarnya transformasi afin terdiri dari unsur-unsur transformsi scaling,
skewing, rotating, dan translating, masing-masing unsur transformasi tersebut dapat
diilustrasikan dengan skema perubahan dimensi, bentuk, dan posisi seperti gambar I.3
Gambar I.3. Unsur – unsur Sistem transformasi afin (Fahrurrazi, dkk., 2010)
Bentuk umum transformasi afin dari sistem X, Y ke sistem X’, Y’ dapat dilihat
pada gambar I. 4
6
Gambar I.4. Transformasi afin (Fahrurrazi, dkk., 2010)
Pada gambar I.4 di atas dapat diuraikan sehingga mendapat persamaan (I.19) dan
persamaan (I.20) berikut:
X’ = mx X cos αx + my Y sin αy + ∆x ……………………………………………….. (I.19)
Y’ = - mx X sin αx + my Y cos αy + ∆y ………………………………...…………… (I.20)
Persamaan I. 19 dan I. 20 dapat disusun kembali menjadi persamaan (I.21) dan
persamaan (I.22) berikut (Fahrurrazi, dkk., 2010):
X’ = aX + bY + Tx....................................................................................................... (I.21)
Y’ = cX + dY + Ty........................................................................................................(I.22)
∆x = Tx dan ∆y = Ty
a = mx cos αx ………………………………………………………….…………………… (I.23)
b = my sin αy ………………………………………………………..………….…………… (I.24)
c = - mx sin αx ……………………………………………………..…………...…………… (I.25)
d = my cos αy ………………………………………………………..……………………… (I.26)
αx = arc tan (c/a) ……………………………………..……………………..……………… (I.27)
αy = arc tan (b/d) ………………………………………….………………..……………… (I.28)
mx = (a2 + c2)0.5 ………….…………………………..………………..…..…...…….. (I.29)
my = (b2 + d2)0.5 ………….…………………………..………………...……...…….. (I.30)
Persamaan (I.21) dan (I.22) di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks, seperti yang
disajikan pada persamaan (I.31) berikut (Fahrurrazi, dkk., 2010):
= ………………………………………………….. (I.31)
A=,X=,F=
F = A X …………………………………………………...………………………… (I.32)
rangan:
X’, Y’ : sistem koordinat 2D sebangun yang dicari
7
X,Y : sistem koordinat 2D yang diketahui
mx , my : faktor skala pada masing-masing sumbu X dan Y
αx , αy : sudut rotasi pada masing- masing sumbu X dan Y
a, b, c, d, e, Tx, Ty : parameter persamaan konformal
Persamaan (I.32) di atas dapat diuraikan kembali menjadi persamaan (I.33) berikut
adalah:
X = A-1 F ……………………………………...…………………………………….. (I.33)
Persamaan (I.33) di atas digunakan jika jumlah minimum titik sekutu sama
dengan tiga (3). Jika jumlaha titik sekutu yang digunakan lebih dari tiga (3) maka
persamaan (I.32) di atas dapat diuraikan persamaan (I.34) berikut:
AT F = AT A X (ruas kiri dan kanan dikalikan dengan AT)
X = (ATA)-1 AT F …………………………………………….………………..…… (I.34)
I. 5.3. Transformasi sistem koordinat kartesi 3D (X, Y, Z ) ke sistem koordinat
geodetis (φ, λ, h) dan sebaliknya
Posisi suatu titik biasanya dinyatakan dengan koordinat, dan koordinat itu
akan mengacu pada suatu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat sendiri
merupakan sekumpulan aturan yang menentukan cara untuk memberikan koordinatkoordinat pada lokasi (Anam, 2006). Cara untuk menentukan suatu sistem koordinat
adalah sebagai berikut:
1. Menentukan lokasi titik nol (pusat salib sumbu)
2. Menentukan orientasi ketiga sumbu X, sumbu Y dan sumbu Z
3. Menentukan parameter-parameter (kartesian, kurvalinear), yang digunakan untuk
mendefinisikan posisi suatu titik terhadap sistem koordinat.
Sistem koordinat secara umum dapat dibagi atas dua (2) macam yaitu
sistem koordinat dua dimensi dan sistem koordinat tiga dimensi. Sistem koordinat dua
dimensi sudah dibahas pada sub bab sebelumnya dan pada sub bab ini akan
membahas tentang sistem koordinat tiga dimensi.
Sistem koordinat tiga (3) dimensi yang biasa digunakan adalah sistem
koordinat geodetis (φ, λ, h) dan sistem koordinat kartesian tiga dimensi (X, Y, Z).
Sistem koordinat geodetis menggunakan dua unsur sudut dan satu tinggi dan
mengacu pada salah satu ellipsoid referensi yaitu : lintang (latitude), bujur (longitude)
8
dan tinggi normal di atas ellipsoid referensi (Anam, 2006). Gambar I.5 menujukan
hubungan antara sistem koordinat kartesi 3D (X, Y, Z) dan sistem koordinat geodetis
(φ, λ, h).
(X, Y, Z) atau (φ, λ, h)
X
Y
Gambar I.5 Sistem koordinat kartesian 3D
Keterangan gambar :
λp : bujur geodetis titik P
φp : lintang geodetis titik P
hp : tinggi geodetis titik P
Xp : absis titik P
Yp : absis titik P
Zp : absis titik P
O : origin sistem koordinat geodetik berhimpit dengan origin sistem koordinat kartesi
3D.
Pada tahun 1884, disepakati bahwa meridian Royal Observatory di Greenwich,
Inggris sebagai meridian utama (prime meridian) dan diberikan nilai nol untuk
bujurnya. Bujur suatu titik pada ellipsoid adalah sudut antara meridian yang melewati
titik itu dan meridian utama. Garis bujur ini dibagi menjadi dua belahan yaitu bagian
timur dari meridian utama (00 – 1800) dan bagian barat dari meridian utama ke barat
((00 – 1800). Ekuator dari ellipsoid dipilih sebagai lingkaran yang lintangnya bernilai
nol. Lintang suatu titik adalah sudut antara bidang ekuator dan garis tegak lurus pada
9
ellipsoid pada titik tersebut. Lintang dinyatakan 00 – 900 utara dan selatan dari bidang
ekuator. Nilai lintang 900 baik utara maupun selatan merupakan suatu titik tunggal
yang disebut kutub dari ellipsoid (Fahrurrazi, dkk., 2010). Jadi lintang dan bujur
memberikan suatu posisi pada permukaan dari ellipsoid yang digunakan. Karena titiktitik real pada permukaan bumi fisik sebenarnya bisa di atas atau di bawah
permukaan ellipsoid, dengan hal ini maka butuh suatu koordinat ketiga yang disebut
tinggi ellipsoid (h). Tinggi ellipsoid merupakan jarak dari suatu titik pada permukaan
ellipsoid sepanjang garis lurus yang tegak lurus pada permukaan ellipsoid (Riyadi,
2009).
Untuk mentransformasikan sistem koordinat geodetis (φ, λ, h)
ke sistem
koordinat kartesian 3D (X, Y, Z) dan sebaliknya perlu menetapkan terlebih dahulu
beberapa parameter ellipsoid refererensi. Ellipsoid referensi adalah ellipsoid yang
diasumsikan sebagai model matematis bumi untuk digunakan sebagai acuan dalam
penentuan posisi. Beberapa rumus dasar ellipsoid disajikan sebagai berikut
(Muryamto,1999).
a. Pengepengan (flattening)
f …………………………………………………………….……… (I.35)
b. Eksentrisitas pertama (first eccentricity)
e2 = …………………………………………………….....………….(I.35)
c. Eksentrisitas kedua (second eccentricity)
e’2 = ……………………………………………………….….….….(I.36)
d. Hubungan antara e dan e’
e2 = ………………………………………………….………….…….(I.37)
e. Hubungan antara e dan f
e2 = 2f – f ……………………………………………………….……..…….(I.38)
f. Jari – jari kelengkungan vertikal utama (N)
N=
a
1 e
2
2
Sin 
…………………………………………………..…….(I.39)
10
Transformasi koordinat geodetis (φ, λ, h) ke sistem koordinat kartesian 3D (X, Y,
Z) menggunakan rumus persamaan (I.40) sampai dengan (I.42) berikut (Fahrurrazi,
dkk., 2010) :
X = (N+h) cosφ cos λ ............................................................................................ (I.40)
Y = (N+h) cosφ sin λ ........................................................................................... (I.41)
Z = (N(1-e2)+H) sin φ ......................................................................................... (I.42)
Rumus transformasi sistem koordinat kartesian (X, Y, Z) ke sistem koordinat
geodetis (φ, λ, h) dapat ditunjukan pada persamaan (I.43) sampai dengan persamaan
(I.46) :
λ = arc tan (
Y
) ................................................................................................... (I. 43)
X
berikut ini adalah cara menghitung φ (lintang):
1) Menghitung lintang pendekatan (φ0) dengan rumus
Z
φ0 = arc tan {
2
2
2
} ......................................................... (I. 44)
(1  e )( X  Y )
2) Menghitung N dengan nilai φ 0 (lintang pendekatan)
3) Menghitung nilai φ dengan rumus
2
φ = arc tan {
Z  e N * Sin 
2
X Y
2
} ................................................................ (I. 45)
4) Proses hitungan lintang (φ) akan dihitung secara berulang (iterasi), yaitu mulai
lagi langkah no. 2 dengan lintang pendekatan sama dengan hasil rumus persamaan
I.45 yang telah dihitung. Iterasi dihentikanjika nilai lintang (φ) pada iterasi ke-n
sama dengan nilai lintang (φ ) pada iterasi n-1
5) Menghitung nilai h (tinggi normal di atas ellipsoid) dengan rumus
2
2
Y
X
h =(
)  N .................................................................................. (I. 46)
Cos
I. 5. 4. Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)
Sistem proyeksi UTM ini serupa dengan sistem proyeksi Transverse Mercator
(TM), perbedaannya adalah bahwa sistem proyeksi UTM membagi globe (bola bumi)
11
menjadi 60 zona dengan lebar masing-masing zona adalah 60, tiap-tiap zona mempunyai
meridian sentral sendiri. Berikut adalah cirri-ciri proyeksi UTM antara lain (Muryamto,
1999):
1) Silinder, transversal, secant, dan konform
2) Memotong bola bumi di dua meridian standar k = 1
3) Lebar zona adalah 60 sehingga bumi dibagi menjadi 60 zona
4) Meridian tengah (sentral) tiap zona k = 0,9996
5) Ellipsoid referensi GRS 1967
6) Absis semu (T) : 500.000 m ± X
7) Ordinat semu (U) : 10.000.000 m – Y.
Batasan lintang masing-masing zona adalah 840 utara bumi dan 800 selatan bumi.
Sedangkan cara penomoran zona dimulai dari zona 1 yaitu dari bujur 1800 barat (BB)
sampai dengan bujur 1740 barat (BB), zona 2 dari bujur 1740 barat (BB) sampai dengan
bujur 1680 barat (BB), demikian seterusnya ke arah timur sampai zona 60 untuk bujur
1740 timur (BT) sampai dengan bujur 1800 timur (BT).
Setiap jalur selebar 80 lintang diberi kode huruf, dimulai dari 800 LS sampai
dengan 720 LS diberi huruf C dan berakhir dengan huruf X pada jalur 720 LU dan 840 LU
(huruf I dan O tidak digunakan). Pada jalur terakhir tersebut ukuran zona 60 bujur x 120
lintang. Pembagian dan penomoran zona UTM tersebut dapat dilihat pada gambar I. 6.
Gambar I.6. Penomoran Zona UTM (Prihandito, 2010)
12
Untuk wilyah Indonesia terletak antara zona 46 sampai dengan zona 54 dan batas
parallel 100 lintang utara (LU) dan 150 lintang selatan (LS) dengan empat (4) satuan
daerah yaitu L, M, N, dan P dengan setiap zona berukuran 60 bujur x 80 lintang. Nomor
zona dan meridian tengah wilayah Indonesia dapat dilihat pada table I.1 (Muryamto,
1999) .
Tabel I.1 Nomor zona dan meridian tengah wilayah Indonesia
Zone
Meridian tengah
46
930
47
990
48
1050
49
1110
50
1170
51
1230
52
1290
53
1350
54
1410
I. 5. 4. 1. Transformasi sistem koordinat geodetis (φ, λ) ke sistem koordinat UTM
(Easting, Northing)
Rumus yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan transformasi
koordinat geodetis (φ, λ) ke sistem koordinat UTM (Easting, Northing) dapat diuraikan
pada persamaan (I.47) sampai dengan persamaan (I.51) berikut (Muryamto, 1999):
1) Utara Ekuator
Northing = U’ = (I) + (II) p2 + ( III) p4 + (A6) p6 ................................................ (I.47)
T’ = (IV) p + (V) p2 + (B5) p 5 .......................................................................... (I.48)
2) Selatan Ekuator
Northing = U = 10.000.000 – U’ .......................................................................... (I.49)
Jika titik terletak di timur meridian tengah, maka Easting = T = 500.000 + T’ ........ (I.50)
Jika titik terletak di barat meridian tengah Easting = T = 500.000 – T’ ..................... (I.51)
13
Nilia p dan nilai koefisien I, II, III, V, A6, B5 dan nilai m dapat ditunjukan pada
persamaan (I.52) sampai dengan persamaan (I.61)
p = 0,0001 * db ………………………………………………………………...…… (I.52)
db = λ’ – λ ( db selalu bernilai positif) ………………………………….……..…… (I.53)
(I)
= k0 . m …………………………………………………………………...…… (I.54)
(II) = k0 N sin φ cos φ sin2 1’’ 108/2 …………………………………………….... (I.55)
(III) = k0 N sin φ cos3 φ sin 4 1” 106 (5 - tan 2 φ + 9 e2 cos 2 φ + 4e4 cos 4 φ)/24
Cos4φ) /24 ……………………………………………………….……….… (I.56)
(IV) = k0 N Cos φ Sin 1” 104 …………………………………………..…………. (I.57)
(V) = k0 N Cos3φ Sin3 1” 1012 (1- tan2 φ + e2 Cos2 φ)/6 ………………..……….. (I.58)
(A6) = k0 N Sin6 1” Sin φ Cos5 φ (61-58 tan2 φ + tan4 φ + 270 e2 Cos2 φ
– 330 Sin2 φ ) 1024 / 720 ………………………………………….……….... (I.59)
(B5) = k0 N Cos5 φ Sin51” (5-18 tan2 φ + tan4 φ + 14 e2 Cos2 φ –
58 e2 Sin2 φ ) 1020 / 120 ……………………...……………………….……... (I.60)
m = a (1-e2) { - Sin 8 - }
…………………………………………………………………………...….. (I.61)
Nilai koefisien A, B, C, D, E, dan F dapat tunjukan pada persamaan (I.62) sampai
dengan persamaan (I.67) berikut:
A = + …………...……..… (I.62)
B = …………………………. (I.63)
C = ………………………………… (I.64)
D = …………………………………………. (I.65)
E = ………………………………………………….….. (I.66)
F = …………………………………………………………….…... (I.67)
Keterangan :
Easting, Northing = titik koordinat pada UTM
k0
= faktor skala pada meridian tengah = 0,9996
φ
= lintang (latitude) (DMS)
λ
= bujur (longitude) (DMS)
λ’
= nilai bujur pada meridian tengah
a
= nilai sumbu panjang pada ellipsoid referensi (m)
14
e
= nilai eksentrisitas pada ellipsoid referensi
db
= selisih nilai bujur titik terhadap meridian tengah
m
= panjang busur meridian yang dihitung dari ekuator
I. 5. 4. 2. Transformasi sistem koordinat UTM (X, Y) ke sistem koordinat geodetis
(φ, λ)
Untuk melakukan transformasi balik dari sistem koordinat UTM (X, Y) ke sistem
koordinat geodetis (φ, λ)
dapat ditunjukan pada persamaan (I.68) sampai dengan
persamaan (I.70) berikut (Muryamto, 1999):
φ = φ’ – (VII) . q2 + (VIII) . q4 – (D6) . q6 atau
φ = φ’ – {(VII) . q2 - (VIII) . q4 + (D6) . q6 }………..……………………...….….. (I.68)
db = (IX) . q – (X) . q3 + (E5) . q5 ………………….……………………...…….…. (I.69)
λ = λ’ ± db …………………………………………………………………...…..….. (I.70)
Untuk menghitung lintang (φ) dengan menggunakan lintang kaki (φ’) dengan
rumus pada persamaan (I.71) sampai dengan persamaan (I.75) berikut (Muryamto, 1999):
φ’={} ρ0 …………………………………………………………..….... (I.71)
ε=
………………………………………………………...………….... (I.72)
μ=
………………………...…………………..………....…. (I.73)
Titik terletak disebelah selatan ekuator :
γ=
……………………..……………………………..……..…. (I.74)
Titik terletak di sebelah utara ekuator :
γ=
…………………………………...………………………………..……….. (I.75)
Untuk menghitung nilai bujur (λ) dengan mengasumsikan nilai T. Jika T lebih
besar dari 500.000 meter, titik berada disebelah Timur Meridian Tengah. Oleh karena itu,
db (beda-bujur) yang diperoleh harus ditambah dengan meridian tengah (λ’) untuk
bujur – timur, dan dikurangkan untuk bujur-barat. Jika T lebih kecil dari 500.000 meter,
titik berada disebelah barat meridian tengah (λ’). Dalam hal ini, db dikurangkan terhadap
λ’ untuk bujur-timur (BT), dan ditambahkan untuk bujur-barat (BB).
Nilai q dan nilai koefisien VII, VIII, IX, D6 dan E5 dapat ditunjukan pada
persamaan (I.76) sampai dengan persamaan (I.81) berikut (Muryamto, 1999:
15
q = 0,000001 * T’………………………………………………………………...…. (I.76)
(VII) = tan φ (1 + e2 cos2 φ ) 1012 / 2 k02 N sin 1”) ……………………………..…. (I.77)
(VIII) = tan φ (5 + 3 tan2 φ + 6 e2 cos2 – 6 e2 sin2 φ – 3 e4 cos4 φ – 9 e4 cos2 φ sin2 φ)
1024/ (24 k04 N4 sin 1”) …………………………………………………...… (I.78)
(IX) = 106 / (k0 N sin 1”) ………………………………………………………..…... (I.79)
(D6) = tan φ Cos5 φ (61+90 tan2 φ +45 tan4 φ + 107 e2 Cos2 φ – 162 e2 ………..... (I.80)
(E5) = (5+28 tan2 φ + 24 tan4 φ + 6 e2 Cos2 φ+ 8 e2 sin2 φ) 1030 /
120 k05 N5 sin 1”)………………………………………………………….… (I.81)
Keterangan :
Easting, Norting = titik koordinat pada UTM
k0
= faktor skala pada meridian tengah = 0,9996
φ
= lintang (latitude)
λ
= bujur (longitude) (DMS)
φ’
= lintang pendekatan
a
= nilai sumbu panjang pada ellipsoid referensi (m)
e
= nilai eksentrisitas pada ellipsoid referensi
db
= selisih nilai bujur titik terhadap meridian tengah.
Harga db (beda-bujur) dan q harus selalu positif. Ketentuan ini untuk
memudahkan perhitungan dalam melaksanakan penjumalahan aljabar daripada hargaharga φ dan λ tampa memperhatikan letak titik terhadap meridian tengah terlebih dahulu
dan pula besarnya harga φ dan λ harus dihitung sesuai dengan rumus yang diberikan.
I. 5.5. Bahasa Pemrograman Visual Basic 6.0
Bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 merupakan salah satu development tools untuk
membangun suatu aplikasi dalam lingkungan windows. Dalam pengembangan aplikasi,
visual basic menggunakan pendekatan visual untuk merancang dalam bentuk form,
sedangkan untuk kodingnya menggunakan dialek bahasa basic yang cenderung mudah
dipelajari.
I. 5.5.1. Pengertian Visual Basic
Visual Basic adalah salah satu bahasa pemrograman komputer. Bahasa
pemrograman Visual Basic, dikembangkan oleh Microsoft sejak tahun 1991,yang
16
kemudian terus dirilis sesuai dengan tuntutan perkembangannya yang hingga kini
muncullah Visual Basic versi 6.0 merupakan produk rilis di akhir tahun 1998. Microsoft
umumnya membuat tiga edisi Visual Basic yaitu :
1. Standard Edition merupakan produk dasar.
2. Profesional Edition berisi tambahan Microsoft Jet Data Access Engine (database)
dan pembuatan server OLE automation.
3. Enterprise Edition adalah edisi client-server.
Visual Basic merupakan salah satu Development Tool yaitu alat bantu untuk
membuat berbagai macam program komputer, khususnya yang menggunakan sistem
operasi Windows atau yang berbasiskan grafis (GUI – Graphical User Interface) dengan
komponen ActiveX Control. Dengan komponen ini memungkinkan penguna untuk
memanggil dan menggunakan semua model data yang ada di dalam sistem operasi
windows. Hal ini juga ditunjang dengan teknik pemrograman di dalam Visual Basic yang
mengadopsi dua macam jenis pemrograman yaitu Pemrograman Visual dan Object
Oriented Programming (OOP). Visual Basic 6.0 sebetulnya perkembangan dari versi
sebelumnya dengan beberapa penambahan komponen yang sedang tren saat ini, seperti
kemampuan pemrograman internet dengan DHTML (Dynamic HyperText Mark
Language), dan beberapa penambahan fitur database dan multimedia yang semakin baik.
I.5.5.2. Interface (antar muka) Visual Basic 6.0
Interface (antar muka) Visual Basic 6.0, berisi menu, toolbar, toolbox, form,
project explorer dan property seperti terlihat pada gambar I.7
17
Gambar I.7. Interface visual basic 6.0
Pembuatan program aplikasi menggunakan Visual Basic dilakukan dengan membuat
tampilan aplikasi pada form, kemudian diberi script program di dalam komponen-komponen
yang diperlukan. Form disusun oleh komponen-komponen yang berada di Toolbox, dan
setiap komponen yang dipakai harus diatur propertinya lewat jendela Property. Menu pada
dasarnya adalah operasional standar di dalam sistem operasi windows, seperti membuat form
baru, membuat project baru, membuka project dan menyimpan project. Di samping itu
terdapat fasilitas-fasilitas pemakaian visual basic pada menu.
Toolbox berisi komponen-komponen yang bisa digunakan oleh suatu project aktif,
artinya isi komponen dalam toolbox sangat tergantung pada jenis project yang dibangun.
Komponen standar dalam toolbox dapat dilihat pada gambar I.8
18
Gambar I.8. Komponen standar dalam toolbox
Adapun secara garis besar fungsi dari masing-masing kontrol-kontrol tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Pointer bukan merupakan suatu kontrol; gunakan icon ini ketika ingin memilih
kontrol yang sudah berada pada form.
b. PictureBox adalah kontrol yang digunakan untuk menampilkan image dengan format:
BMP, DIB (bitmap), ICO (icon), CUR (cursor), WMF (metafile), EMF (enhanced
metafile), GIF, dan JPEG.
c. Label adalah kontrol yang digunakan untuk menampilkan teks atau informasi namun
tidak dapat diperbaiki oleh pemakai saat dioperasikan.
d. TextBox adalah kontrol yang mengandung string yang dapat diperbaiki oleh pemakai
saat dioperasikan,yang dapat berupa satu baris tunggal, atau banyak baris.
e. Frame adalah kontrol yang digunakan sebagai kontainer bagi kontrol lainnya.
f. CommandButton,digunakan untuk membangkitkan event proses tertentu ketika
pemakai melakukan penekanan tombol.
g. CheckBox digunakan untuk pilihan yang isinya bernilai yes/no, true/false yang dapat
digunakan untuk lebih dari satu pilihan.
h. OptionButton digunakan sebagai pilihan terhadap beberapa option yang hanya dapat
dipilih salah satunya. ListBox mengandung sejumlah item, dan user dapat memilih
lebih dari satu (bergantung pada property MultiSelect).
i. ComboBox merupakan konbinasi dari TextBox dan ListBox dimana pemasukkan data
dapat dilakukan dengan mengetikkan maupun memilih data.
19
j. HScrollBar dan VScrollBar digunakan untuk membentuk scrollbar yang berdiri
sendiri.
k. Timer digunakan untuk proses background yang diaktifkan berdasarkan interval
waktu tertentu. Merupakan kontrol non-visual.
l. DriveListBox, DirListBox, dan FileListBox sering digunakan untuk membentuk
dialog box yang berkaitan dengan file.
m. Shape dan Line digunakan untuk menampilkan bentuk seperti garis, persegi, bulatan,
oval.
n. Image, menyerupai kotak gambar (image box) tapi tidak dapat digunakan sebagai
kontainer bagi kontrol lainnya. Sesuatu yang perlu diketahui bahwa kontrol image
menggunakan resource yang lebih kecil dibandingkan dengan PictureBox
o. Data, digunakan untuk data binding
p. OLE, dapat digunakan sebagai tempat bagi program eksternal seperti Microsoft Excel,
Word, dan lain-lain.
I. 5.5.3. Konsep dasar pemrograman visual basic 6.0
Konsep dasar pemrograman Visual Basic 6.0, adalah pembuatan form dengan
mengikuti aturan pemrograman property, metode dan event.
1. Property: Setiap komponen di dalam pemrograman Visual Basic dapat diatur
propertinya sesuai dengan kebutuhan aplikasi. Property yang tidak boleh dilupakan
pada setiap komponen adalah “Name”, yang berarti nama variable (komponen) yang
akan digunakan dalam scripting. Properti “Name” ini hanya bisa diatur melalui
jendela property, sedangkan nilai propertis yang lain bisa diatur melalui script seperti:
Command1.Caption=”Play”
Text1.Text=”Visual Basic”
Label1.Visible=False
Timer1.Enable=True
2. Metode: Bahwa jalannya program dapat diatur sesuai aplikasi dengan menggunakan
metode pemrograman yang diatur sebagai aksi dari setiap komponen. Metode inilah
tempat untuk mengekpresikan logika pemrograman dari pembuatan suatu program
aplikasi.
20
3. Event: Setiap komponen dapat beraksi melalui event, seperti event click pada
command button yang tertulis dalam layar script Command1_Click, atau event Mouse
Down pada picture yang tertulis dengan Picture1_MouseDown. Pengaturan event
dalam setiap komponen yang akan menjalankan semua metode yang dibuat.
I.5.5.4. Membuat Form Baru
Untuk memulai pembuatan program aplikasi di dalam Visual Basic, yang
dilakukan adalah membuat project baru. Project adalah sekumpulan form, modul, fungsi,
data dan laporan yang digunakan dalam suatu aplikasi. Membuat project baru dapat
dilakukan dengan memilih menu File, kemudian New Project atau dengan menekan ikon
new project pada Toolbar yang terletak di pojok kiri atas. Setelah itu akan muncul
konfirmasi untuk jenis project dari program aplikasi yan akan dibuat seperti terlihat pada
gambar I.9
Gambar I.9 Layer pemilihan jenis project
Visual Basic 6.0 menyediakan I.10 jenis project yang bisa dibuat seperti terlihat
pada gambar 1.3 di atas. Ada beberapa project yang biasa digunakan oleh banyak
pengguna Visual Basic, antara lain:
a.Standard EXE: Project standar dalam Visual Basic dengan komponen-komponen
standar. Jenis project ini sangat sederhana, tetapi memiliki keunggulan bahwa semua
komponennya dapat diakui oleh semua unit komputer dan semua user meskipun
bukan administrator.
b.
ActiveX EXE: Project ini adalah project ActiveX berisi komponen-komponen
kemampuan intuk berinteraksi dengan semua aplikasi di sistem operasi windows.
21
c.ActiveX DLL: Project ini menghasilkan sebuah aplikasi library yang selanjutnya dapat
digunakan oleh semua aplikasi di sistem operasi windows.
d.
ActiveX Control: Project ini menghasilkan komponen-komponen baru untuk
aplikasi Visual Basic yang lain
e. VB Application Wizard: Project ini memandu pengguna untuk membuat aplikasi
secara mudah tanpa harus pusing-pusing dengan perintah-perintah pemrograman.
f. Addin: Project seperti Standard EXE tetapi dengan berbagai macam komponen
tambahan yang memungkinkan kebebasan kreasi dari pengguna.
g.
Data project: Project ini melengkapi komponennya dengan komponen-komponen
database. Sehingga bisa dikatakan project ini memang disediakan untuk keperluan
pembuatan aplikasi database.
h.
DHTML Application: Project ini digunakan untuk membuat aplikasi internet
pada sisi client (client side) dengan fungsi-fungsi DHTML.
i. IIS Application: Project ini menghasilkan apliaksi internet pada sisi server (server side)
dengan komponen-komponen CGI (Common Gateway Interface). Selanjutnya pilih
Standard EXE dan tekan OK, dengan demikian project sudah siap dibuat. Hal ini
dapat dilihat pada gambar I.10 dan gambar I.11
Gambar I.10. Jendela form
22
Gambar I.11. Jendela form
Pada jendela form, pengguna dalam membangun tampilan dari program aplikasi
yang akan dibuat dengan mengatur komponen-komponen baik letak, properti dan
event-nya. Untuk mengambil suatu komponen dari Toolbox dapat dilakukan dengan
klik komponen tersebut.
Download