PERILAKU PEMILIH (Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Jokowi-Basuki Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana sosial (S.Sos) Oleh: Muhammad Ferdiansyah Zidni 109033200049 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Skripsi yang berjudul: PERILAKU PEMILIH ( Uinamit<a Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Jokowi-Basuki Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta20l2\ l. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah persyaratan memperoleh gelar Strata I di Universitas satu Islam Negeri rufN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ini telah saya di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. J. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri rufN) Syarif Hidayatull ah Jakarta. Jakarta, 17 Januai2014 Muhammad Ferdiansvah Zidni Perilaku Pemilih ' @inamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Jokowi-Basuki Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012) SKRIPSI Diaj ukan Untuk Memenuhi P ersyaratan M empero leh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: il'Iuh ammad Ferdians-v-ah Zidni Nrilr. 109033200049 Pembimbing \ 7z*L ,r ,/ Survani. i\f.Si NrP. 19770424 200710 2 003 PROGR{N{ STUDI TLMU POLITIK FAKULTAS ILNIU SOSL{L DA.'\ IL}IU POLITIK UNIVERSITAS ISLAilI NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAI(ARTA 2014 PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa: Nama : Muhammad Ferdiansyah NIM : 109033200049 Program Studi :Ilmu Politik Zidni Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul: PERILAKU PEMILIH (Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Jokorvi-Basuki Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta2012) Dan memenuhi syarat untuk diuji. Jakarta, 17 Januan2014 Mengetahui, Menyetujui, Ketua Program Studi Pembimbing Li ,) |w'[1r Suryani. M.Si NIP. 19651212199203 NIP. 19770421200710 2 003 1 004 lil PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI Perilaku Pemilih: Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Jokowi-Basuki Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012 Oleh Muhammad Ferdiansyah Zidni 109033200049 Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Januari 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik. Ketua, Sekretaris, NIP. 19730927 200501 r 008 Penguji II, Penguji I, NIP. 1965t212199203 1 Dr. Nawin/ddin. M.A NIP. 197201052001l2 I 003 004 Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal l7 Januari 2014. Ketua Program Str.rdi FISIP UIN Jakarta Ali Muhhanif. Ph. D NIP. 19651212199203 ru ABSTRAK Muhammad Ferdiansyah Zidni Perilaku Pemilih “ Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012” Skripsi ini membahas tentang hubungan kemenangan Jokowi-Basuki dengan kemunculan para pemilih rasional. Materi yang dibahas adalah perilaku pemilih yang rasional di wilayah DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa hubungan antara terbentuknya rasionalitas antara pihak masyarakat dan pemerintah di DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara. Peneliti menemukan bahwa dalam proses terciptanya pilihan rasional didukung oleh kondisi sosio demografi penduduk Jakarta yang relatif berpendidikan, dan melek informasi. Pilihan rasional ini muncul ketika masyarakat tidak merasakan dampak langsung terhadap kebijakan dari pemerintahan Fauzi Bowo. Dengan hadirnya Jokowi-Basuki yang memiliki prestasi dan track record yang sudah teruji ketika mereka menjadi kepala daerah di daerah asal masing-masing dan pro-rakyat membuat masyarakat berpaling dari calon yang berasal dari incumbent. Sikap apatis masyarakat terhadap pemerintahan Fauzi Bowo semakin meningkat ketika terjadi banyaknya kasus korupsi yang melibatkan elit-elit partai, dan diketahui bahwa Fauzi BowoNachrowi Ramli adalah pasangan incumbent yang berkoalisi dengan banyaknya partai-partai besar yang anggotanya banyak terlibat kasus korupsi. Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori perilaku pemilih. Dari analisis melalui teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pilihan rasional di wilayah Jakarta karena masyarakat tidak puas dengan kinerja Pemerintahan Fauzi Bowo. Selain itu, juga ditemukan bahwa masyarakat Jakarta semakin cerdas sehingga sangat rasional dalam menentukan pilihan dan memiliki pertimbangan logis bahkan ideologis. Faktor etnisitas dan agama juga tidak lagi menjadi determinasi signifikan. Masyarakat lebih melihat track record dan komitmen dari seorang figur. v KATA PENGANTAR بسم اهلل الرحمن الرحيم Assalamu’alaikum wr.wb. Segala puji dan syukur kepada Allah swt yang senantiasa melimpahkan rahmat. Rabbnya semua alam semesta, Sang Cahaya atas segala cahaya, Yang kasihsayang-Nya melebihi Maryam terhadap Isa. Dengan hidayah dan inayah-Nya kepada peneliti sehingga hanya karena limpahan nikmat-nikmat itu peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan waktu yang diharapkan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sang senyum dari Yang Maha Penyayang, kekasih dari semua pecinta, pembimbing bagi siapa yang mencari-Nya, pemegang kunci gerbang menuju-Nya. Yang tiada terhitung jasanya bagi umat manusia, dengan membawa umatnya dari alam kegelapan karena kebodohan kepada alam yang terang benderang yang bertaburan ilmu pengetahuan. Ide skripsi ini sendiri lahir ketika hidup saya sedang berada dalam fase perenungan eksistensial (tepatnya frustrasi) tentang apa makna kehidupan saya, siapa saya ini dan mau ke mana. Jadi, awalnya saya berpikir bahwa skripsi ini harus sedapat mungkin merupakan persoalan yang memang ingin saya ketahui, dan harus menghasilkan jawaban atas pertanyaan saya sendiri. Ada hal menarik yang terjadi pada saya dalam pembuatan skripsi ini. Pada saat itu sudah sedemikian jenuh dan kehilangan minat dengan skripsi dan kuliah, bahkan dengan sebagian besar kehidupan saya. Ujung-ujungnya saya kembali mempertanyakan eksistensi diri dan makna hidup. Kemudian saya berusaha berdoa dan vi memperbaiki shalat, karena saya pikir dengan itu hidup akan lurus kembali (ternyata di sinilah amat bodohnya saya). Rasanya baru setelah itulah saya berusaha merubah hidup ini dengan berusaha sedikit lebih serius (dan ternyata teramat sangat tidak mudah). Pada akhirnya, walaupun melalui sebuah perenungan yang lama, tentunya ditambah dengan ketidakdisiplinan dan ketidaksesuaian dengan target lulus tepat waktu (ini kalimat penyesalan, bukan permohonan maklum). Masih amat sangat banyak kekurangan dari karya ini, dan peneliti sendiri menganggap hasil akhir karya ini sebagai karya seorang seniman yang baru belajar membiasakan diri menggunakan media baru untuk menuangkan ide dan kreativitas. Sehubungan dengan telah selesainya penulisan Skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis baik berupa motivasi, saran, kritik, gagasan, finansial, dan tenaga kepada penulis pada masa pencarian data dan referensi demi terselesaikannya penulisan Skripsi ini. Kepada mereka, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada: 1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Prof. DR Bachtiar Effendy MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 3. Bapak Ali Munhanif, Ph.D. Selaku Ketua Prodi Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan nasehat dan motivasi di tengah kesibukannya bagi penulis. vii 4. Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si. Selaku Sekretaris Prodi Ilmu Politik yang banyak memberikan masukan dan rujukan inspirasi di tengah kebimbangan penulis dalam menuntut ilmu selama di FISIP. 5. Mamah tercinta dan tersayang yang meski telah tiada di dunia, tapi saya merasa mamah selalu ada disisi saya. Sehingga saya terus berusaha bangkit ketika saya terjatuh agar mamah bisa bangga melihat saya dari Surga. Papah yang selalu memotovasi saya untuk menjaga dan mengangkat harkat dan marbat keluarga. Kemudian kakak dan adik-adik yang selalu sabar dengan tingkahlaku saya. 6. Ibu Suryani, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik saya. Di sela-sela segala kesibukannya, beliau tetap bersedia meluangkan waktunya, dan tetap membimbing saya dengan sepenuh hati, kesabaran , ketelitian dan selalu memberikan motivasi yang luar biasa disaat saya patah semangat. Terimakasih saya rasanya tidak akan cukup untuk beliau. 7. Para dosen tercinta selama 4 tahun menuntut ilmu di FISIP, Ibu Haniah, Bapak A.Bakir Ihsan M.Si, Bapak Idris Thaha M.Si, Bapak Dr. Shirodjudin Aly, Drs. Armein Daulay M.Si, Ibu Gefarina Djohan MA, serta seluruh dosen di Prodi Ilmu Politik yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. 8. Staf dan Karyawan FISIP yang banyak membantu penulis dalam surat menyurat, Pak Jajang, Pak Amali, Pak Nanda, Ibu Lili dan semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. viii 9. Teman-teman seperjuangan ilmu politik 2009. Abdul Gofur Khafi, S. Fadel Abu Bakar, Algi, Fikri, Selamet, Eko Indrayadi, Bagus Salim Muharram, Meutia Rahmawati, Mizar, Nuzula, Odit, Agil, Rizkynoa, Rizky R, Riza, Arep, Iir, Fili, Ali, Ilham, Dhani dan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. “semoga cita-cita dan harapan kita akan segera terwujud. 10. Teman-teman di SHALTER CF. Ahmad Ikbal, Nurul Choiri, Ahmad Zakaria, Ardiansyah, Zayadi, Akbar dan Ambon Rahmat. Terima kasih karena kalian selalu bisa menghibur Penulis disaat jenuh dengan kekonyolan kalian. 11. Mas Kiki atas berbagi pengalamannya, motivasi dan menyediakan tempat untuk Peneliti mengerjakan Skripsi ini dengan tenang. 12. Teman-Teman di KIBAR. Pak Bintang, Bang Wahyu, Deden, Jafar ,Bang Sawal, Quro, Agung, Umar, Usturi, Unga, Kiki, Naila, Elita, Mutia dan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. 13. Cak Junet, tukang fotocopy langganan Penulis yang selama kuliah mengeprint tugas ditempatnya. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat sempurnanya karya penulis ini. Karena tiada gading yang tak retak. Penulis juga sadar sebagai manusia sering melakukan khilaf dan kekurangan. Semoga karya penulis melalui skripsi ini dapat bermanfaat. ix Jakarta, 17 Januari 2014 Muhammad Ferdiansyah Zidni x DAFTAR ISI ABSTRAK…………........................................................................ KATA PENGANTAR….................................................................. DAFTAR ISI……………………..........………………………....... DAFTAR TABEL............................................................................. v vi xi xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................... 1 B. Pertanyaan Penelitian........................................................ 6 C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian........................................ 6 D. Tinjauan Pustaka............................................................... 7 E. Kerangka Teoritis.............................................................. 9 1. Definisi Perilaku Pemilih............................................ 9 a. Pendekatan Sosiologis.................................... 11 b. Pendekatan Psikologis.................................... 13 c. Pendekatan Pilihan Rasional........................... 15 F. Metodologi Penelitian....................................................... 25 G. Sistematika Penulisan....................................................... 27 BAB II PROFIL JOKO WIDODO DAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA A. Biografi Jokowi………………......................................... 29 B. Biografi Basuki Tjahaja Purnama….……….................... 37 BAB III SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDUDUK KOTA JAKARTA A. Sejarah Jakarta.................................................................. 46 1. Aspek Geografis.......................................................... 46 2. Aspek Nomenklatur.................................................... 49 3. Aspek Sosio-Historis.................................................. 52 B. Demografi Masyarakat Kota Jakarta................................ 57 1. Agama......................................................................... 58 2. Etnis............................................................................ 60 xi 3. Pendidikan................................................................... 62 BAB IV PILKADA 2007 DAN DINAMIKA PILIHAN RASIONAL PADA PILKADA DKI JAKARTA 2012 A. Pemilu Kepala Daerah DKI Jakarta 2007.......................... B. Dinamika Pilihan Rasional Pada Pilkada DKI Jakarta 2012 1. Berdasarkan Sosiologis................................................... 2. Berdasarkan Psikologis................................................... 3. Berdasarkan Pilihan Rasional (Rasional-Choice)........ 65 69 70 73 76 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................... 86 B. Saran................................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………........ LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………....…... xiv xii DAFTAR TABEL Tabel III.A. Jumlah Penduduk menurut Agama dan Kepercayaan, Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012......................................................... Tabel.III.B. Jumlah Suku Bangsa Provinsi DKI Jakarta, 2010................................................................................. 58 Tahun 61 Tabel III.C. Data Penduduk Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Pendidikan 2012................................................................................. 62 Tabel IV. Hasil Perolehan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI 83 Jakarta 2012..................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu negara demokrasi, pemilihan umum dianggap sebagai lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Dan hasil pemilihan umum diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat,dianggap untuk mencerminkan keakuratan partisipasi serta aspirasi masyarakat. Memilih merupakan aktifitas menentukan keputusan secara langsung maupun tidak langsung. Di Indonesia sendiri, pemilihan umum (pemilu) pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004.1 Dan pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Setelah diberlakukan otonomi daerah, pemilihan kepala daerah bukan lagi dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta, tetapi dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu, sebagai 1 http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia. Diakses pada 25 September 2013. 1 medium pilihan publik, seharusnya mengkondisikan seluruh pihak yang terlibat untuk belajar berbagi peran sehingga tidak semuanya harus berpusat pada salah satu aktor atau salah satu lokus (Pusat).2 Dengan demikian, pemilu kepala daerah secara langsung merupakan indikator pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen politik lokal secara demokratis.3 Jika mengacu pada Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004, pemilihan kepala daerah hanya dilaksanakan satu putaran jika ada pemenang yang meraih suara di atas 25 persen. Namun, pilkada dapat dilangsungkan dalam dua putaran jika DPR dapat menyelesaikan perubahan UU No 34/1999 mengenai Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI). Undang-undang Pemerintahan DKI mengharuskan kemenangan 50 persen plus satu bagi calon pasangan kepala daerah4. Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diselenggarakan pada 8 Agustus 2007 di Provinsi DKI Jakarta merupakan yang pertama dalam sejarah pemilihan kepala daerah di Indonesia. Hasilnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menetapkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Fauzi Bowo - Prianto sebagai pemenang pada Pemilu kepala daerah DKI Jakarta 2007 dengan perolehan suara 2 Ahmad Nadir, Pilkada Langsung Dan Masa Depan Demokrasi (Malang: Averroes Press, 2005), 39. 3 Ambo Upe, Sosiologi Politik Kontemporer (Jakarta: Prestasi pustaka, 2008), 44-45. 4 http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2007. Diakses pada 25 September 2013. 2 2.109.511. Juri Ardiantoro Ketua KPU DKI Jakarta pada tanggal 20 Juli 2007 mengatakan "Berdasarkan penghitungan hasil rekapitulasi suara dari enam wilayah pemilihan maka pasangan calon Fauzi Bowo - Prianto memperoleh 57,87 persen suara, sedangkan pasangan Adang Daradjatun - Dani Anwar memperoleh 42,13 persen suara setara dengan 1.535.555".5 Kemudian pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta 2012, Fauzi Bowo (Foke) mencalonkan diri kembali dengan pasangan barunya yaitu Nachrowi Ramli (Nara) dan harus mengikuti babak penentuan lagi. Pemilihan umum ini diikuti oleh enam calon pasangan gubernur dan wakil gubernur, yaitu 4 pasangan diusung oleh partai politik dan dua pasang berasal dari calon independen. Pada putaran pertama 11 Juli 2012 hasil perhitungan KPU Provinsi DKI Jakartaa secara resmi memutuskan;6 Fauzi BowoNachrowi Ramli (diusung Demokrat - 34,05%), Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria (Independent - 1,98%), Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (diusung PDIP dan Gerindra - 42,60%), Hidayat Nur Wahid-Didik J.Rachbini (diusung PKS dan PAN - 11,72%), Faisal Batu Bara-Biem Triani Benjamin (Independent 4,98%), dan Alex Noerdin-Nono Sampono (diusung Golkar, PPP dan PDS 4,57%). Memasuki putaran kedua pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012, mulai timbul isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Para calon pemilih ini di hasut agar tidak memilih pasangan dengan suku dan agama tertentu. 5 http://www.antaranews.com/berita/74054/kpu-tetapkan-fauzi-bowo-prianto-pemenangpilkada-dki-2007. Diakses pada 25 September 2013. 6 Husein Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi (Jakarta: Firdaus, 2012), 12. 3 Hasutan beredar lewat selebaran, situs-situs jejaring sosial, forum-forum internet, dan pesan berantai lewat telepon seluler. Pemilih mendapat hasutan agar tak memilih orang non-Jakarta, apalagi berasal dari agama dan etnis tertentu. Masingmasing pasangan membantah telah melakukan serangan bernada SARA. Tim sukses pasangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama (JokowiBasuki) merasa menjadi sasaran kampanye hitam bernuansa SARA. Meski begitu, Ketua Tim sukses Jokowi-Basuki, Cheppy Wartono mengatakan, munculnya isu SARA justru menguntungkan mereka. “Kami santai saja, lha wong banyak yang menanggapinya negatif. Malah, banyak yang tambah respek sama Jokowi-Basuki. Jadinya menguntungkan kita,” Selasa 17 Juli 2012.7 Dan berlanjut pada kasus Rhoma Irama yang mencuat karena dalam ceramahnya di Masjid Al Isra, Tanjung Duren, Jakarta, pada Sabtu 28 Juli 2012, ia membahas calon keduanya dengan menyinggung masalah suku dan agama calon tersebut. Bahkan ia juga mengatakan kepada jama’ah masjid jangan memilih pemimpin yang tidak seiman.8 Kemudian pada hasil hitung cepat di hari pemilu putaran kedua tanggal 20 September 2012 yang ditayangkan sejumlah stasiun televisi mengunggulkan pasangan Jokowi-Basuki meraih suara sekitar 54-56%, sementara Foke-Nara berkisar 44-46%. Publikasi sejumlah media cetak sehari setelah pemilu (21/9) 7 http://www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/07/18/m7cge5-isu-saramulai-mengelinding-di-pilkada-dki. Diakses pada 2 Oktober 2013. 8 http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/03/10272565/Rhoma.Irama.Batal.Penuhi.Pa nggilan.Panwaslu. Diakses pada 2 Oktober 2013. 4 mengungkapkan, pasangan Jokowi-Basuki tetap unggul atas pasangan Foke-Nara; LSI dengan (53,81%:46,19%), Indobarometer (54,11%:45,89%), Indonesian Network Election Survey (57,39%:42,61%), Jaringan Suara Indonesia (53,28%:46,72%), Saiful Mujani Research and Consulting (53,27%:46,73%), dan Lingkaran Survei Indonesia (53,68%:46,32%), Kompas (52,97%:47,03%).9 Akhirnya hasil pilkada DKI Jakarta putaran 2 diumumkan oleh Ketua KPUD DKI Jakarta, Dahliah Umar pada Sabtu, 29 September 2012. Penetapan dilakukan sesuai dengan hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi sehari sebelumnya. Pasangan Jokowi-Basuki meraih 2.472.130 (53,82%) suara, sedangkan Foke-Nara mendapatkan 2.120.815 (46,18%) suara. Dengan selisih 351.315 (7,65%) suara, Dahliah Umar pun menyatakan, "Pasangan nomor urut 3 Jokowi-Basuki meraih suara terbanyak dalam putaran kedua."10 Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Basuki) yang hanya di dukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dapat unggul di tengah-tengah isu SARA oleh rivalnya yaitu Fauzi Bowo (Foke) dan Nachrowi Ramli (Nara) sebagai pasangan incumbent yang di dukung Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai 9 http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2012. Diakses pada 25 September 2013. 10 http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2012. Diakses pada 25 September 2013. 5 Bulan Bintang (PBB), Partai Matahari Bangsa (PMB), Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) dan juga sebagai putra daerah. Meskipun seringkali unsur etnis ataupun primordial dipandang eksis dan tetap berjalan dalam pilkada di Indonesia. Namun, khususnya untuk wilayah Jakarta yang memiliki penduduk yang heterogen dan memiliki tingkat kritisisme yang tinggi terhadap politik. Oleh karena itu, sebagai sebuah hipotesis awal penelitian untuk skripsi ini, peneliti melihat bahwa perilaku pemilih pada pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012, memberikan kesan bahwa pilihan rasional semakin tumbuh dikalangan masyarakat DKI Jakarta. B. Pertanyaan Penelitian Untuk membuat penelitian skripsi ini lebih terarah, maka penulis memutuskan untuk melakukan penelitian berdasarkan masalah yang mendasar mengenai penelitian ini, yaitu: Bagaimana perubahan perilaku pemilih masyarakat Jakarta dalam Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012 ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memahami perilaku pemilih pada pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012, fokus ini mengarah pada Pilihan Rasional yang semakin tumbuh dikalangan masyarakat DKI Jakarta. Dari kemenangan pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Basuki) dari rivalnya yaitu Fauzi Bowo (Foke) dan Nachrowi Ramli (Nara) yang merupakan pasangan incumbent dan putra daerah. 6 Sedangkan manfaat penelitian ini di bagi dua : a. Manfaat akademik Untuk memperkaya khazanah intelektual politik. Peneliti mengharapkan agar penelitian ini bermanfaat dan dapat memberikan arti akademis dalam menambah informasi dan memperkaya wawasan politik terutama dalam mengamati dan menganalisa Perilaku Pemilih yang berperan penting dalam pemilihan umum di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. b. Manfaat tehnis Semoga penelitian ini dapat memberikan masukan kepada Pemda DKI Jakarta, Partai Politik atau pun calon-calon pejabat publik mendatang bagaimana dalam menampung aspirasi politik masyarakat untuk kemudian mencari strategi menarik minat masyarakat agar layak dipilih dan memenangkan pemilu meski berada pada situasi yang tadinya di anggap kental akan etnisitasnya dan berhadapan dengan rival yang memiliki kekuatan massa. D. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini, ada literatur yang penulis jadikan sebagai acuan dan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menemukan sisi menarik atau sisi lain dan kegunaan dari penelitian skripsi yang sedang penulis teliti. Adanya tinjauan pustaka yang penulis temukan sebagai instrumen perbandingan dalam melakukan penelitian mengenai Perilaku Pemilih : Dinamika Pilihan 7 Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012, diantaranya: Skripsi yang berjudul Tokoh Masyarakat Dan Perilaku Pemilih: Studi Kasus Tentang Perilaku Pemilih Tokoh Masyarakat Pada Pilkada Gubernur 2006 Di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, oleh: Maspanur, Mahasiswa Universitas Hasanuddin, Program studi ilmu politik, jurusan politik pemerintahan, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik. Dalam skripsi ini membahas tentang Etnisitas pada perilaku pemilih menjadi hal sangat mendasar dalam tingkah laku memilih tokoh masyarakat pada Pilkada Gubernur tahun 2006 yang berlangsung di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat. Kuatnya ikatan kekerabatan (darah dan kekeluargaan) dan kesamaan kesukuan, agama, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor primordial yang membentuk perilaku memilih masyarakat. Hal tersebut yang mengindikasikan bahwa perilaku memilih tokoh masyarakat di Kabupaten Mamuju, masih tergolong sektarian dan dapat menghambat proses demokratisasi di tingkat lokal. Tanggal 24 juli 2006 hasil perolehan suara pada pilkada Gubernur 2006 di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, terpilihlah Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2006-2011 yakni Anwar Adnan Saleh dan Amri Sanusi. Alasan masyarakat memilih pasangan tersebut karena adanya ikatan primordial/ kesukuan sehingga masyarakat Mamuju lebih dominan memilih pasangan Anwar Adnan Saleh dan Amri Sanusi karena masyarakat menganggap bahwa putera daerahlah yang seharusnya yang menjadi pemimpin didaerahnya 8 sendiri. Dan Tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan cara deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis dan mendalam. E. Kerangka Teoritis Dalam penelitian ini penulis menggunakan Perilaku Pemilih sebagai landasan teori. Teori ini menempatkan perilaku politik sebagai variabel yang ditentukan atau dipengaruhi oleh sosiologis, psikologis dan pilihan rasional. Untuk itu pada bagian ini penulis menggunakan teori tersebut untuk menjelaskan Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012. 1. Definisi Perilaku Pemilih “Perilaku adalah sifat alamiah manusia yang dapat membedakan manusia dengan manusia lainnya, dan menjadi ciri khas individu dengan individu yang lain. Dalam konteks politik, perilaku dikategorikan sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah, dan diantara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Memilih adalah suatu kegiatan atau aktifitas yang merupakan proses menentukan sesuatu yang dianggap cocok dan sesuai dengan keinginan seseorang atau kelompok, baik yang bersifat eksklusif maupun yang inklusif. Memilih merupakan aktifitas menentukan keputusan secara langsung maupun tidak langsung”.11 Di dalam masyarakat, individu berperilaku dan berinteraksi, sebagian dari perilaku dan interaksi dapat dilihat dari perilaku politik, yaitu perilaku yang bersangkut paut dengan proses politik. Sebagian lainnya berupa perilaku ekonomi, 11 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT.Grasindo, 1992), 15. 9 keluarga, agama, dan budaya. Sebagai contoh, yang termasuk kedalam kategori ekonomi, yaitu kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, menjual dan membeli barang dan jasa, mengkonsumsi barang dan jasa, menukar, menanam, dan menspekulasikan modal. Namun, hendaklah diketahui pula tidak semua individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan politik. Menurut Ramlan Surbakti, menilai perilaku memilih ialah keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yaitu apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum.12 Perilaku pemilih merupakan realitas sosial politik yang tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal perilaku politik merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan secara internal merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pemilih. Misalnya saja isu-isu dan kebijakan politik, Tapi ada juga sekelompok orang yang memilih kandidat karena dianggap representatif dengan agama atau keyakinannya, sementara kelompok lainnya memilih kandidat politik tertentu karena dianggap representatif dengan kelas sosialnya, bahkan ada juga kelompok yang memilih sebagai ekspresi dari sikap loyal pada ketokohan figur tertentu. Sehingga yang paling mendasar dalam mempengaruhi perilaku pemilih antara lain pengaruh elit, identifikasi kepartaian sistem sosial,media massa dan aliran politik. 12 Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 145. 10 Pembahasan perilaku pemilih dalam kemenangan Jokowi-Basuki pada pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012 tentu tidak hanya sekedar mendeskripsikan perilaku tersebut, tapi proses pengambilan keputusan yang terjadi sebelumnya juga perlu ikut di jelaskan. Hal ini mencakup berbagai faktor yang berpengaruh, baik untuk jangka waktu pendek maupun jangka panjang, dan secara emosional ataupun rasional. Ada tiga macam pendekatan atau dasar pemikiran yang berusaha menerangkan perilaku pemilu. Ketiganya tidak sepenuhnya berbeda, dan dalam beberapa hal ketiganya bahkan saling membangun/mendasari serta memiliki urutan kronologis yang jelas. Pendekatan tersebut adalah, pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan pilihan rasional (rational-choice).13 Penjelasannya sebagai berikut: a. Pendekatan Sosiologis Pendekatan sosiologis menentukan perilaku memilih pada para pemilih, terutama kelas sosial, agama, dan kelompok etnik/ kedaerahan/ bahasa. Subkultur tertentu memiliki kondisi sosial tertentu yang pada akhirnya bermuara pada perilaku tertentu.14 Kondisi yang sama antar anggota subkultur terjadi karena sepanjang hidup mereka dipengarui lingkungan fisik dan sosio kultural yang relatif sama. Mereka dipengaruhi oleh kelompok-kelompok referensi yang sama. Kerena itu, mereka memiliki kepercayaan, nilai, dan harapan yang juga relatif 13 Dieter Roth, Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode, Dodi Ambardi, ed., (Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung dan LSI, 2009), 23. 14 Saiful Mujani, R. William Liddle, dan Kuskrido Ambardi. 2012. Kuasa Rakyat: Analisa Tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru. (Jakarta: Mizan Media Utama (MMU), 2012), 6. 11 sama, termasuk dalam kaitannya dengan preferensi pilihan politik. Dengan pendekatan ini, para anggota subkultur yang sama cenderung mempunyai prefensi politik yang sama pula. Pendekatan ini berdasarkan pengelompokan sosial, baik secara formal ataupun informal. Secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam organisasiorganisasi keagamaan, organisasi-organisasi profesi, dan sebagainya. Dan kelompok-kelompok informal seperti keluarga, pertemuan, ataupun kelompokkelompok kecil lainnya, merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami perilaku politik seseorang, karena kelompok-kelompok inilah yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan sikap, persepsi dan orientasi seseorang. Menurut Paul F. Lazarsfeld, manusia terikat di dalam berbagai lingkaran sosial, contohnya keluarga, lingkaran rekan-rekan, tempat kerja dan sebagainya. Dia menerapkan cara ini pada para pemilih, bahwa seorang pemilih hidup dalam konteks tertentu: status ekonominya, agamanya, tempat tinggalnya, pekerjaannya, dan usianya untuk mendefinisikan lingkaran sosial yang mempengaruhi keputusan para pemilih. Setiap lingkaran sosial memiliki normanya tersendiri, kepatuhan terhadap norma-norma tersebut menghasilkan integrasi. Namun konteks ini turut mengkontrol perilaku individu dengan cara memberikan tekanan agar individu tersebut menyesuaikan diri, sebab pada dasarnya setiap orang ingin hidup dengan tentram, tanpa bersitegang dengan lingkungan sosialnya.15 15 Paul F Paul F Lazarsfeld, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet (1968): The People’s Choice, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet (1968): The People’s Choice. How The Voter Makes Up His Mind in a Presidential Campaign (New York: Tubingen, 1944), 148. 12 b. Pendekatan Psikologis Pendekatan psikologis berusaha untuk menerangkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan pemilu jangka pendek atau keputusan yang diambil dalam waktu yang singkat. Hal ini berusaha menjelaskan melalui trias determinan dengan melihat sosialisasinya dalam menentukan perilaku politik pemilih, bukan karakteristik sosiologisnya. Jadi pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek, yaitu identifikasi partai, orientasi, dan isu orientasi kandidat.16 Sementara itu faktor-faktor lainnya yang sudah ada terlebih dahulu (seperti misalnya keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu) dianggap memberi pengaruh langsung terhadap perilaku pemilih. Inti dasar pemikiran ini dituangkan dalam bentuk sebuah variabel yaitu identifikasi partai (party identification). Variabel ini digunakan untuk mengukur jumlah faktor-faktor kecenderungan pribadi maupun politik yang relevan bagi seorang individu. Apabila faktor-faktor kecenderungan (seperti misalnya pengalaman pribadi atau orientasi politik) diumpamakan sebagai suatu aliran yang dituangkan melewati sebuah corong, maka identifikasi partai yang merupakan semacam keanggotaan psikologis partai, dapat diumpamakan sebagai sebuah saringan dalam corong kausal/ penyebab ini (funnel of cautality).17 Identifikasi dalam sebuah partai tentu biasanya tidak harus dengan keanggotaan yang formil/resmi seorang individu dalam sebuah partai. Oleh karena 16 Roth, Studi Pemilu Empiris, 38. 17 Angus Campbell, Philip E. Converse, dan Warren E. Miller, dan Donal E. Stokes et al. The American Voter (New York: Tubingen, 1960), 24-34. 13 itu keanggotaan partai secara psikologis juga disebut dengan orientasi partai yang efektif, sebuah efek yang sama sekali tidak menggunakan istilah “keanggotaan”. Identifikasi partai seringkali diwariskan orang tua kepada anak-anak mereka18. Seiring dengan bertambahnya usia, identifikasi partai menjadi semakin stabil dan intensif. Kemudian identifikasi partai menjadi orientasi yang permanen, yang tidak berubah dari pemilu ke pemilu. Tapi kalau seseorang mengalami perubahan pribadi yang besar (misalnya menikah, pindah profesi atau tempat tinggal) atau situasi politik yang luar biasa (seperti krisis ekonomi atau perang), maka identifikasi partai ini dapat berubah.19 Pendekatan psikologis membedakan antara kekuatan, arah dan intensitas orientasi, baik dalam orientasi isu maupun orientasi kandidat.20 Isu-isu khusus hanya dapat mempengaruhi perilaku pemilu individu apabila memenuhi tiga persyaratan dasar: isu tersebut harus dapat ditangkap oleh pemilih, isu tersebut dianggap penting oleh pemilih, pada akhirnya pemilih harus mampu menggolongkan posisi pribadinya (baik secara positif atau negatif) terhadap konsep pemecahan permasalahan yang ditawarkan oleh sekurang-kurangnya satu partai.21 Dalam orientasi kandidat pun berlaku ketentuan: semakin sering sang pemilih mengambil posisi terhadap kandidat-kandidat yang ada, semakin besar 18 Campbell et al, The American Voter, 146-148. 19 Campbell et al, The American Voter, 149-160. 20 Angus Campbell, Geral Gurin, dan Warren E. Miller, The Voter Decides (Evan-ston, 1954), 112-143. 21 Campbell et al, The American Voter, 170. 14 pula kemungkinan bahwa ia akan berpartisipasi dalam pemilu. Bila posisi/ pandangan sang pemilih semakin cocok dengan kandidat sebuah partai tertentu, maka semakin besar pulalah kemungkinan bahwa ia akan memilih kandidat tersebut. Para peneliti pemilu dari Ann Arbor berpandangan bahwa preferensi kandidat dan orientasi isu lebih tergantung kepada perubahan dan fluktuasi dibandingkan dengan identifikasi partai.22 Oleh karena itu, Angus Campbell sejak tahun 1960 sudah memandang identifikasi partai sebagai sebuah ikatan partai psikologis dan stabil, yang tidak lagi dipengaruhi oleh faktor pengaruh jangka pendek.23 c. Pendekatan Pilihan Rasional (Rational-Choice) Pusat perhatian berbagai pendekatan teoritis mengenai perilaku pemilih yang rasional terletak pada perhitungan biaya dan manfaat (cost and benefit). Dari pendekatan pilihan rasional, yang menentukan dalam sebuah pemilu bukanlah adanya ketergantungan terhadap ikatan sosial struktural atau ikatan partai yang kuat, melainkan hasil penilaian rasional dari warga yang baik. Sebenarnya pendekatan pilihan rasional diadopsi dari ilmu ekonomi. Karena didalam ilmu ekonomi menekankan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini senada dengan perilaku politik yaitu seseorang memutuskan memilih kandidat tertentu setelah mempertimbangkan untung ruginya sejauhmana program-program yang disodorkan oleh kandidat 22 Campbell et al, The Voter Decides, 183. 23 Campbell et al. The American Voter, 121. 15 tersebut akan menguntungkan dirinya, atau sebaliknya malah merugikan. Para pemilih akan cenderung memilih kandidat yang kerugiannya paling minim. Dalam konteks pendekatan semacam ini, sikap dan pilihan politik tokohtokoh populer tidak selalu diikuti oleh para pengikutnya kalau ternyata secara rasional tidak menguntungkan. Beberapa indikator yang biasa dipakai oleh para pemilih untuk menilai seorang kandidat khususnya bagi pejabat yang hendak mencalonkan kembali, diantaranya kualitas, kompetensi, dan integrasi kandidat.24 Pada awal 60-an, Valdimer O Key menuding bahwa kedua pendekatan untuk menerangkan perilaku pemilih yang selama ini berlaku (yaitu pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis), merendahkan rasionalitas manusia.25 Menurut Key, masing-masing pemilih menetapkan pilihannya secara retrospektif, yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan pada periode legislatif terakhir sudah baik bagi dirinya sendiri dan bagi negara, atau justru sebaliknya. Penilaian ini juga dipengaruhi oleh penilaian terhadap pemerintah di masa lampau. Apabila hasil penilaian kinerja pemerintah yang berkuasa (juga bila dibandingkan dengan pendahulunya) positif, maka mereka akan di pilih kembali. Apabila hasil penilaiannya negatif, maka pemerintahan tersebut tidak akan dipilih kembali.26 Menurut Anthony Downs, pemilih yang rasional hanya menuruti kepentingannya sendiri atau kalaupun tidak, akan selalu mendahulukan 24 http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihan-rasional/. Diakses pada 3 Oktober 2013. 25 Valdimer O Key, The Responsible Electorate: Rationality in Presidential Voting 19361960 (Melbourne: Cambridge University Press, 1966), 7. 26 Key, The Responsible Electorate, 61. 16 kepentingannya sendiri di atas kepentingan orang lain, ini disebut dengan selfinterest axiom.27 Walaupun menurut Downs, tidak semua orang merupakan orang yang egois, ”bahkan dalam politik sekalipun,” namun ia tiba pada kesimpulan bahwa “sosok-sosok heroik” ini dari segi jumlah dapat diabaikan.28 Manusia bertindak egois, terutama oleh karena mereka ingin mengoptimalkan kesejahteraan material mereka, yaitu pemasukan atau harta benda mereka. Jika hal ini diterapkan kepada perilaku pemilu, maka ini berarti bahwa pemilih yang rasional akan memilih partai atau kandidat yang paling menjanjikan keuntungan bagi dirinya. Pemilih tidak terlalu tertarik kepada konsep politis sebuah partai, melainkan pada keuntungan terbesar yang dapat ia peroleh apabila partai atau kandidat ini menduduki pemerintahan dibandingkan dengan partai atau kandidat lain. Untuk dapat memperkirakan atau menghitung keuntungan ini, Downs mengistilahkannya sebagai “utility maximation,” pemilih harus memiliki informasi mengenai kegiatan partai atau kandidat di masa lalu dan apa yang mungkin dilakukan partai atau kandidat di masa mendatang. Dan pemilih yang rasional membutuhkan informasi yang lengkap. Dengan adanya informasi yang lengkap, alternatif-alternatif pilihan lebih mudah untuk dirumuskan.29 Menurut Ramlan Surbakti dan Dennis Kavanaagh, bahwa pilihan rasional melihat kegiatan perilaku memilih sebagai produk kalkulasi antara untung dan 27 Anthony Downs, Okonomische Theorie der Demokratie, engl.: An Economic Theory of Democracy 1957 (New York: Tubingen, 1968), 26. 28 Downs, Okonomische Theorie der Demokratie, 27. 29 Roth, Studi Pemilu Empiris, 49. 17 rugi. Ini disebabkan karena pemilih tidak hanya mempertimbangkan ongkos memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif-alternatif berupa pilihan yang ada. Pemilih di dalam pendekatan ini diasumsikan memiliki motivasi, prinsip, pendidikan, pengetahuan, dan informasi yang cukup.30 Pilihan politik yang mereka ambil dalam pemilu bukanlah karena faktor kebetulan atau kebiasan melainkan menurut pemikiran dan pertimbangan yang logis. Berdasarkan informasi, pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki pemilih memutuskan harus menentukan pilihannya dengan pertimbangan untung dan ruginya untuk menetapkan pilihan atas alternatif-alternatif yang ada kepada pilihan yang terbaik dan yang paling menguntungkan baik untuk kepentingan sendiri (self interest) maupun untuk kepentingan umum. Sehingga pada kenyataannnya, terdapat sebagian pemilih yang mengubah pilihan politiknya dari satu pemilu ke pemilu lainnya. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa terdapat variabel-variabel lain yaitu faktor kondisi yang juga turut mempengaruhi pemilih ketika menentukan pilihan politiknya pada pemilu. Hal ini disebabkan seorang pemilih tidak hanya pasif, terbelenggu oleh karakteristik sosiologis dan faktor psikologis akan tetapi merupakan individu yang aktif dan bebas bertindak. Dari pendekatan rasional, faktor-faktor kondisi berupa isu-isu politik dan kandidat yang dicalonkan memiliki peranan yang penting dalam menentukan dan merubah referensi pilihan politik seorang pemilih karena melalui penilaian 30 Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 146. 18 terhadap isu-isu politik dan kandidat dengan berdasarkan pertimbanganpertimbangan yang rasional, seorang pemilih akan dibimbing untuk menentukan pilihan politiknya. Orientasi isu berpusat pada pertanyaan apa yang seharusnya dilakukan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara. Sementara orientasi kandidat mengacu pada persepsi dan sikap seorang pemilih terhadap kepribadian kandidat tanpa memperdulikan label partai yang mengusung kandidat tersebut.31 Pengaruh isu yang ditawarkan bersifat situasional (tidak permanen/ berubah-ubah) terkait erat dengan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, politik, hukum, dan keamanan khususnya yang kontekstual dan dramatis. Sementara itu dalam menilai seorang kandidat menurut Him Melweit, terdapat dua variabel yang harus dimiliki oleh seorang kandidat. Variabel pertama adalah kualitas instrumental yaitu tindakan yang diyakini pemilih akan direalisasikan oleh kandidat apabila ia kelak menang dalan pemilu. Variabel kedua adalah kualitas simbolis yaitu kualitas keperibadian kandidat yang berkaitan dengan integrasi diri, ketegasan, kejujuran, kewibawaan, kepedulian, ketaatan pada norma dan aturan dan sebagainya.32 Menurut Dan Nimmo, pemberi suara yang rasional pada hakikatnya adalah aksional diri, yaitu sifat yang intrinsik pada setiap karakter personal pemberi suara 31 http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihanrasional/. Diakses pada 3 Oktober 2013. 32 Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 148. 19 yang turut memutuskan pemberian suara pada kebanyakan warganegara. Orang yang rasional yaitu:33 1. Selalu dapat mengambil keputusan bila dihadapkan pada alternatif 2. Memilah alternatif-alternatif sehingga masing-masing apakah lebih disukai, sama saja atau lebih rendah bila dibandingkan dengan alternatif yang lain 3. Menyusun alternatif-alternatif dengan cara yang transitif; jika A lebih disukai daripada B, dan B daripada C, maka A lebih disukai daripada C 4. Selalu memilih alternatif yang peringkat preferensi paling tinggi dan 5. Selalu mengambil putusan yang sama bila dihadapkan pada alternatifalternatif yang sama, dan bahwa pemberi suara rasional selalu dapat mengambil keputusan apabila dihadapkan pada altenatif dengan memilah alternatif itu, yang lebih disukai, sama atau lebih rendah dari alternatif yang lain, menyusunnya dan kemudian memilih dari alternatif-alternatif tersebut yang peringkat preferensinya paling tinggi dan selalu mengambil keputusan yang sama apabila dihadapkan pada alternatif-alternatif yang sama. Penerapan pendekatan rational choice dalam ilmu politik salah satunya adalah untuk menjelaskan perilaku memilih suatu masyarakat terhadap kandidat atau partai tertentu dalam konteks pemilu. Teori pilihan rasional sangat cocok untuk menjelaskan variasi perilaku memilih pada suatu kelompok yang secara 33 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek (Bandung: CV. Remaja Karya), 148. 20 psikologis memiliki persamaan karakteristik. Pergeseran pilihan dari satu pemilu ke pemilu yang lain dari orang yang sama dan status sosial yang sama tidak dapat dijelaskan melalui pendekatan sosiologis maupun psikologis. Dua pendekatan terakhir tersebut menempatkan pemilih pada situasi dimana mereka tidak mempunyai kehendak bebas karena ruang geraknya ditentukan oleh posisi individu dalam lapisan sosialnya. Sedangkan dalam pendekatan rasional yang menghasilkan pilihan rasional pula terdapat faktor-faktor situasional yang ikut berperan dalam mempengaruhi pilihan politik seseorang, misalnya faktor isu-isu politik ataupun kandidat yang dicalonkan. Dengan demikian muncul asumsi bahwa para pemilih mempunyai kemampuan untuk menilai isu-isu politik tersebut. Dengan kata lain pemilih dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional. Sebagai individu yang mendukung legitimasi sistem pemilihan demokratis, maka seorang warga negara harus memiliki kemampuan untuk mengetahui konsekwensi dari pilihannya. Kehendak rakyat merupakan perwujudan dari seluruh pilihan rasional individu yang dikumpulkan (public choice). Dalam konteks pemilu di Australia, istilah public digunakan untuk mewakili masyarakat Australia yang terdiri dari individu-individu dengan keanekaragaman karakteristiknya. Mereka bertindak sebagai responden dalam pemilu yang masingmasing memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk melakukan pilihan politik. Public choice dalam konteks pemilu sangat penting artinya bagi kelangsungan roda pemerintahan di suatu negara. Bagaimana agenda politik dalam suatu negara 21 itu disusun, tergantung dari pilihan masyarakat terhadap agenda yang ditawarkan melalui pemilihan umum. Akan tetapi yang menjadi permasalahan dari pilihan kolektif semacam ini adalah bagaimana mengkombinasikan berbagai macam prefensi individu-individu kedalam sebuah kebijakan yang akan diterima secara luas oleh masyarakat.34 Terkait dengan hal tersebut, pemilu digunakan sebagai sarana untuk menentukan suara terbesar dari masyarakat, karena hanya pilihan mayoritaslah yang akan mendominasi arah politik suatu negara. Disamping itu, dalam perannya sebagai individu yang independen, manusia akan selalu mengejar seluruh kepentingannya dengan maksimal dan membuat pilihan-pilihan yang sulit untuk diwujudkan oleh pemerintah di negaranya, akan tetapi dalam peran manusia sebagai anggota sebuah komunitas atau masyarakat, hal itu tidak berlaku. Menurut Buchanan dan Tullock, dalam menentukan suatu public choice, terdapat aspek-aspek yang lebih daripada sekedar memenuhi peraturan politik pemerintah dalam pemilu. Aspek-aspek tersebut meliputi pilihan-pilihan untuk membuat suatu keputusan sosial dengan mempertimbangkan lembaga-lembaga perekonomian yang bebas dari campur tangan pemerintah, disamping mekanisme 34 James Q. Wilson, Marc K. Landy dan Martin A. Levin, The New Politics of Public Policy: New Politics, New Ellites, Old Publics (London: The Johns Hopkins University Press, 1995), 263. 22 pemerintahan lain yang terpusat dalam suatu negara dan lembaga-lembaga yang menggabungkan antara sektor publik dan sektor privat.35 Kemudian Buchanan dan Tullock juga menyatakan bahwa untuk menghasilkan keputusan sosial tersebut dibutuhkan adanya integrasi antara politik dan ekonomi. Integrasi tersebut akan sangat berguna untuk memahami hal-hal seperti mengapa pemerintah melakukan pengaturan terhadap sistem pasar, redistribusi terhadap kekayaan, serta bagaimana kekuatan pasar dapat mempengaruhi tujuan-tujuan politik. Semua segi-segi ekonomi dan politik tersebut hanya dapat dipahami jika kita memandangnya dari perspektif teori yang sama.36 Pada kenyataannya terutama di daerah pedesaan, tidak semua pilihan menggunakan prinsip-prinsip rasionalitas didalam menentukan pilihannya. Pemilih yang berprinsip rasional lebih banyak ditemukan pada orang-orang yang bermukim didaerah urban. Tingkat pendidikan yang dimiliki serta pemahaman akan politik mempunyai korelasi positif terhadap perilaku pemilih yang semakin rasional. Penduduk yang bermukim di negara-negara maju, seperti Australia yang terkenal memiliki tingkat pendidikan yang sangat tinggi, hal itu dapat dilihat dari tingkat buta huruf yang sangat minim. 35 Peter C. Ordeshook, James E. Alf dan Kenneth A. Shelpse, The Emerging Discipline of Political Economy: Perspective on Positive Political Economy (Melbourne: Cambridge University Press, 1990),15. 36 Peter C. Ordeshook et al. The Emerging Discipline of Political Economy, 15. 23 Menurut Saiful Mujani, seorang pemilih akan cenderung memilih partai politik atau kandidat yang berkuasa di pemerintahan dalam pemilu apabila merasa keadaan ekonomi rumah tangga pemilih tersebut atau ekonomi nasional pada saat itu lebih baik dibandingkan dari tahun sebelumnya, sebaliknya pemilih akan menghukumnya dengan tidak memilih jika keadaan ekonomi rumah tangga dan nasional tidak lebih baik atau menjadi lebih buruk.37 Pertimbangan ini tidak hanya terbatas pada kehidupan ekonomi, melainkan juga kehidupan politik, sosial, hukum dan keamanan. Menurutnya dalam mengevaluasi kinerja pemerintah, media massa terutama yang massif seperti televisi memiliki peranan yang sangat menentukan. Melalui informasi yang berasal dari media massa, seorang pemilih dapat menilai apakah kinerja pemerintah sudah maksimal atau hanya jalan ditempat. Dari sosok Jokowi sendiri, warga Jakarta dapat mempertimbangkan hak pilihnya dengan melihat Jokowi sebagai figur yang merakyat dengan integritasnya melakukan kerja-kerja nyata dan hasil konkret dalam menata Solo ke arah yang lebih baik selama masa kepemimpinannya. Sebagai walikota dengan kepemimpinannya yang khas ia mendapatkan prestasi sebagai The City of Major Foundation yang berbasis internasional di London Inggris. Yang memasukkan Jokowi pada beberapa jejeran 25 nama terbaik dari pengamatan khusus sebagai Walikota terbaik di dunia dengan penilaian yang dibuat berdasarkan tingkat 37 Saiful Mujani, Penjelasan Aliran dan Kelas Sosial sudah tidak memadai, dalam http://islamlib.com?page.php?page=article&id=703. http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihan-rasional/. Diakses pada 3 Oktober 2013. 24 kepuasan penduduk terhadap kinerja dan kenyamanan terhadap pelayanan public yang tersedia selama menjabat.38 Kemudian memperoleh penghargaan Bung Hatta Anticorruption Award pada Tahun 2010. Ini adalah bukti dari tindakan,upaya dan integritas Jokowi dalam membangun sistem layanan publik yang terbuka demi mewujudkan reformasi birokrasi.39 Dan Basuki yang juga mendapat julukan sebagai pejabat anti korupsi semasa ia menjabat sebagai Bupati Belitung. Kedua figur ini sudah menunjukan kinerjanya yang baik di daerahnya masing-masing sebelum mencalonkan diri sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, hal ini bisa dijadikan warga Jakarta sebagai pertimbangan atau acuan untuk memilih gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta untuk periode 2012 s/d 2017. 2. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe kualitatif. 40 Prosedur penelitian ini menghasilkan data yang deskriptif, yaitu menggambarkan dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti, dalam hal ini mengenai Perilaku Pemilih: Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama Pada 38 Bimo Nugroho dan Ajianto Dwi Nugroho, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraa (Jakarta: Gramedia, 2012) 12. 39 Nugroho dan Ajianto, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraa, 18-23. 40 Alam, Syamsir dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), 30. 25 Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012. Agar dapat menghadirkan sesuatu yang baru bagi kajian perilaku politik dalam pilkada saat ini. 2. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Studi literatur dan dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai masalah-masalah yang bersangkutan melalui literatur buku, surat kabar, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan objek yang sedang diteliti. b. Wawancara, teknik wawancara ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi melalui tanya jawab dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak berstruktur kepada pihak-pihak yang berkompeten mengenai kasus ini seperti tim sukses Jokowi-Basuki, Warga Jakarta, serta Jokowi-Basuki sendiri jika memungkinkan. Teknik ini memberikan informasi secara langsung dari narasumber yang berkompeten dalam pembahasan skripsi ini. 3. Teknik Analisa Data Adapun teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara memberikan interpretasi terhadap data-data tersebut. Dengan menggunakan teknik penelitian ini berharap dapat memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta seputar perilaku politik dalam pilkada di DKI Jakarta 2012. 26 Untuk pedoman penulisan ini, penulis menggunakan buku terbitan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Panduan Penyusunan Proposal dan Skrispi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 sebagai pedoman. 3. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menyusun pembahasan menjadi beberapa bagian dari sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan, pada bab ini penulis berusaha menguraikan permasalahan yang melatarbelakangi penulisan dengan pembahasan dan perumusan masalah serta tujuan terkait dalam penelitian mengenai Perilaku Pemilih: Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012 dengan teori Perilaku Pemilih sebagai pendekatan yang menjelaskan pokok permasalahan skripsi ini yang berdasarkan pada metode penelitian kualitatif. Bab II : Pada bab ini penulis membahas sekilas tentang biografi serta profil dari tokoh Jokowi dan Basuki tentang bagaimana didalamnya menjelaskan mengenai beberapa kiprah Jokowi dan Basuki didalam struktur perpolitikan di Indonesia sebelum menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012-2017. 27 Bab III : Pada bab ini penulis memaparkan Strategi Politik Joko Widodo saat berkampanye pada Pilgub DKI Jakarta 2012. Bab IV : Pada bab ini merupakan bagian terpenting dari penulisan skripsi, karena berisikan tentang permasalahan yang penulis angkat. Penulis akan menjelaskan perubahan perilaku pemilih masyarakat Jakarta dengan kemunculan pilihan rasional dalam kemenangan Joko Widodo – Basuki Tjahaja Purnama Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012. Bab V : Pada bab ini penulis berupaya untuk menyimpulkan pembahasan mengenai skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada pokok permasalahan perubahan perilaku pemilih masyarakat Jakarta dengan kemunculan pilihan rasional dalam kemenangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012. Dan selanjutnya saran yang berkaitan dengan masalah yang diajukan dari keseluruhan skripsi ini bagi para pembaca. 28 BAB II PROFIL JOKO WIDODO DAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA A. Biografi Joko Widodo Ir. H. Joko Widodo lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961, ia merupakan anak dari seorang tukang kayu ataupun penjual kayu di pinggir jalan, yaitu Noto Mihardjo yang tinggal di sekitar bantaran kali anyar Solo. Setelah kelahirannya, Jokowi dan orangtuanya pindah ke Srambatan di bantaran Kali Premulung. Karena kondisi ekonomi keluarganya saat itu sangat memprihatinkan, kemudian keluarganya memutuskan untuk pindah lagi ke Manggung bantaran Kali Pepe karena tidak memiliki banyak uang untuk mengontrak.1 Hal ini membuat keluarganya selalu berpindah-pindah tempat tinggal, bahkan pada saat Jokowi dan keluarganya tinggal di Manggung bantaran Kali Pepe, mereka harus pindah lagi. Tapi kepindahannya lebih karena penggusuran oleh pemerintah Kota Surakarta yang dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya, bukan karena tidak mampu membayar kontrakan. Celakanya, pemerintah pada saat itu hanya memberikan sepetak tanah di tempat baru tanpa uang ganti rugi untuk membangun rumah baru. Karena tidak memiliki uang untuk membangun rumah Jokowi dan keluarganya tinggal di rumah kakak ibunya di kawasan Gondang. Dan setelah setahun menumpang, akhirnya mereka sekeluarga pindah ke rumah di sebelah barat Manahan di Jalan Ahmad Yani Solo.2 1 Biografi Jokowi http://wikipedia/Biografi/?Jokowi.com. Diakses pada 27 Oktober 2013. Bimo Nugroho dan Ajianto Dwi Nugroho, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraa (Jakarta: Gramedia, 2012) 15. 2 29 Semasa kecilnya, Jokowi tidak semestinya seperti anak-anak pada usianya yang mempunyai banyak waktu untuk bermain. Dia lebih sering pergi ke pasar tradisional untuk berdagang apa saja ataupun menjadi kuli panggul. Dan disaat hujan datang, tak jarang ia menjadi ojek payung, baginya pekerjaan apapun itu asalkan halal dan bisa meringankan beban orangtuanya untuk membiayai sekolahnya akan ia kerjakan. Hingga akhirnya Jokowi dapat mengenyam pendidikan di SDN 111 Tirtoyoso Solo, SMPN 1 Solo, SMAN 6 Solo, Fakultas Kehutanan Universitas Gadja Mada (UGM) Yogyakarta dan lulusan pada tahun 1985. Pria dengan postur tubuh kurus ini sejak remaja tidak hanya menyukai nasi kucing dan musik dengan genre Rock tetapi ia juga suka mendaki gunung. Hobi ini disebutnya sebagai kegiatan “mbois” dan dimulai saat ia menjadi anggota Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Kehutanan UGM (Silvagama). Beberapa gunung di Jawa dan luar Jawa pernah didaki bersama teman-temannya di Silvagama. Jokowi menikah dengan Ny. Hj. Iriana dan dikaruniai 2 orang putra putri yang bernama Gibran Rakabuming Raka dan Kahiyang Ayu Kaesang Pangarep. Ia adalah seorang pengusaha mebel rumah dan taman yang memiliki prestasi dalam karirnya yaitu sebagai Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990), Ketua Bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996), dan Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007). 30 Julukan Jokowi sendiri ia dapat dari pembelinya di Prancis. Kata dia, “begitu banyak nama dengan nama depan Joko yang jadi eksportir mebel kayu. Pembeli dari luar negeri bingung untuk membedakan, Joko yang ini apa Joko yang itu. Makanya, saya terus diberi nama khusus, yaitu Jokowi. Panggilan itu kemudian melekat sampai sekarang.” Di kartu namanya pun dia pun tertulis, Jokowi, Wali Kota Solo. Dia juga pernah mengecek, di Solo yang namanya persis Joko Widodo ada 16 orang.3 Setelah sukses di dunia bisnis dan memiliki teman-teman dekat di Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Jokowi didorong untuk masuk ke dalam dunia politik. Dari teman-temannya ini, Jokowi dibantu untuk memutuskan maju atau tidaknya ia dalam pencalonan walikota Solo. Saat memutuskan untuk maju, Jokowi pada saat itu belum berafiliasi dengan partai politik dan bersama dengan teman-temannya di Asmindo ia menimbang-nimbang partai mana yang akan dia rangkul untuk maju dalam pencalonan itu. Dalam penjajakannya, Jokowi mempertimbangkan dua kemungkinan. Pertama, melalui PDIP dengan alasan basis konstituen PDIP di Solo banyak. Kedua, dengan koalisi partai politik agar suaranya bisa mengimbangi PDIP di Solo. Dan akhirnya, Jokowi dipertemukan dengan ketua dewan pimpinan cabang PDIP (DPC) F Hadi Rudyatmo. Jokowi merasa memiliki kesamaan visi dan misi dengan politisi PDIP itu.4 3 http://jokowirisingstar.wordpress.com/2012/10/26/profil-lengkap-dan-riwayat-hidupjokowi/. Diakses pada 27 Oktober 2013. 4 Nugroho dan Nugroho, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraan, 9-10. 31 Ketika mencalonkan diri sebagai walikota, banyak yang meragukan kemampuan Jokowi yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini, bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya.5 Kebijakannya yang cenderung pro-masyarakat terutama pada masyarakat bawah dengan gebrakan-gebrakannya dalam melakukan pembenahan sistem di Kota Solo. Dimulai dari pembenahan sistem pembuatan KTP dalam tempo waktu yang relative cepat, sampai mempermudah pembuatan surat perizinan dalam waktu yang singkat pula. Sistem ini pun berjalan dengan baik tanpa hambatan walaupun hal ini menimbulkan resistensi dikalangan birokrat. Akan tetapi hal ini lah yang membuat Jokowi semakin dikenal di Kota Solo dengan sosok yang rendah hati dan apa adanya. Kemudian Jokowi berhasil memindahkan PKL di Kecamatan Banjarsari yang sudah dijadikan tempat jualan, bahkan juga tempat tinggal selama lebih dari 20 tahun. Kawasan itu sebetulnya kawasan elite, tapi karena menjadi tempat dagang sekaligus tempat tinggal, yang terlihat adalah kekumuhan. Lima tahun yang lalu, mereka diundang Jokowi makan di ruang rapat rumah dinas wali kota. Jokowi ajak makan siang, ataupun makan malam untuk melakukan komunikasi langsung, rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat. Sampai 54 kali, selama tujuh bulan seperti ini. Akhirnya, mereka mau pindah. “Enggak usah di-gebukin”, ujar Jokowi. 5 http://wikipedia/Biografi/?Jokowi.com. Diakses pada 27 Oktober 2013. 32 Jokowi juga berhasil merenovasi 34 pasar dan membangun pasar yang baru di tujuh lokasi. Dengan pengelolaan yang baik, pasar ini mendatangkan pendapatan daerah yang besar. Awalnya pendapatan dari pasar hanya Rp 7,8 miliar, sekarang Rp 19,2 miliar. Hotel hanya Rp 10 miliar, restoran Rp 5 miliar, parkir Rp 1,8 miliar, advertising Rp 4 miliar. Hasil Rp 19,2 miliar itu hanya dari retribusi harian Rp 2.600. Pedagangnya banyak sekali, ini yang harus dilihat. Dengan manajemen yang bagus, tidak akan rugi membangun pasar. Jadi masyarakat dan pedagang terlayani, pemerintah juga dapat income. Sementara Jokowi mengatakan, “Kalau mall, saya tidak tahu, paling hanya membayar IMB saja, kita mau tarik apa lagi?. Oleh karena itu, mall dan hypermarket kita batasi. Bahkan, minimarket juga saya stop izinnya. Rencananya dulu akan ada 60-80 yang buka, tapi tidak saya izinkan. Sekarang hanya ada belasan”.6 Jokowi pun semakin di kenal dalam kancah Nasional, saat mendukung penuh inovasi siswa-siswa sekolah kejuruan di Solo yaitu mobil „Esemka‟. Mobil hasil inovasi ini lah yang menggantikan mobil dinas Jokowi semasa menjabat Walikota Solo dan membawanya ke Jakarta untuk Uji Emisi. Usahanya dalam membangkitkan rintisan mobil nasional ini tidak sia-sia karena membuahkan hasil yang memuaskan dengan lolos uji emisi. Branding untuk kota Solo juga dilakukan Jokowi dengan menyetujui slogan Kota Solo yaitu “Solo: The Spirit of Java”. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa. Sebagai tindak lanjut branding, ia 6 http://jokowirisingstar.wordpress.com/2012/10/26/profil-lengkap-dan-riwayat-hidupjokowi/. Diakses pada 27 Oktober 2013. 33 mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang saat itu terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. Pada tahun 2008 FMD diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran. Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat dengan banyaknya gebrakkan progresif yang dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya. Sehingga Solo mendapatkan beberapa prestasi seperti : Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Tengah. Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan. Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen Pekerjaan Umum. Kota dengan Tata Ruang Terbaik ke-2 di Indonesia. Sebagai Walikota yang dapat dibilang sukses merubah Kota Solo menjadi lebih baik dengan kepemimpinannya, Jokowi pun mendapatkan beberapa penghargaan seperti : 34 Majalah Tempo memilih Jokowi sebagai salah satu dari “10 Tokoh 2008″. Menjadi Walikota terbaik tahun 2009 sebagai The City of Major Foundation yang berbasis internasional di London Inggris, ini memasukkan Jokowi pada beberapa jejeran 25 nama terbaik berdasarkan pengamatan khusus sebagai Walikota terbaik di dunia dengan penilaian yang dibuat berdasarkan tingkat kepuasan penduduk terhadap kinerja dan kenyamanan terhadap pelayanan public yang tersedia selama menjabat. Meraih penghargaan Bung Hatta Anticorruption Award pada Tahun 2010, atas kepemimpinan dan kinerjanya sebagai sosok yang bersih,santun dan anti korupsi selama membangun dan memimpin kota Solo. Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Award. Gaya kepemimpinannya yang memihak pada rakyat tidak begitu saja turun dari langit, melainkan telah tertanam dalam diri Jokowi sejak kecil. Ia menyatakan “Itu semua karena saya pernah jadi korban gusuran.” Sikap dan perilakunya yang “ngewongke wong” atau memanusiakan manusia dan pengayom, membuat rakyat Solo memilihnya kembali untuk periode kedua.7 Pada awal pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta 2012-2017 dari fraksi PDIP, Jokowi tidak mendapatkan restu dari ketua MPR Taufik Kiemas, tapi keputusan dari ketua umum PDIP yaitu Megawati Soekarnoputri agar Jokowi 7 http://tandepolicy.com/download-gratis-ebook-jokowi-spirit-bantaran-kali-anyar.html. Diakses pada 27 Oktober 2013. 35 tetap maju sebagai bakal calon Gubernur DKI Jakarta. Megawati menganggap Jokowi sesuai dengan apa yang di cita-citakan PDIP untuk mendapatkan seorang pemimpin yang memperjuangkan rakyatnya dan sudah terbukti dari kepemimpinannya saat menjadi Walikota Solo. Dan Jokowi sendiri tidak bisa menolak keputusan dari ketua umum PDIP itu. Padahal Jokowi sendiri awalnya tidak berniat untuk mencalonkan diri karena merasa dirinya belum memiliki kapasitas sebagai calon gubernur DKI Jakarta terlebih lagi karena ia masih menjabat sebagai Walikota Solo.8 Akhirnya Jokowi mendaftarkan diri ke KPU DKI Jakarta sebagai calon gubernur DKI Jakarta di saat-saat injury time, yaitu pada hari terakhir pendaftaran cagub dan cawagub DKI Jakarta tanggal 19 Maret 2012 sekitar pukul 17.30 WIB. Jokowi pun baru mengumumkan wakilnya hanya beberapa jam sebelum mendaftar ke KPU DKI. Jokowi mendaftarkan diri sebagai Cagub DKI bersama wakilnya Basuki Tjahaja Purnama yang diusung oleh PDIP dan Partai Gerindra. Setelah lolos dalam tahap verifikasi KPU DKI, Jokowi-Basuki kemudian secara resmi ditetapkan sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta dengan nomor urut 3 pada 10 Mei 2012. Bahkan berdasarkan hasil survei ilmiah dari sejumlah ilmuwan dari Universitas Indonesia yang bekerjasama dengan lembaga survei The Cyrus Network diluar dugaan. Nama Jokowi masuk dalam bursa calon kandidat DKI Jakarta dengan ranking pertama yang teruji dan tersaring. Dari berbagai macam survei yang dilakukan menghasilkan beberapa nama yang potensial dapat 8 Nugroho dan Nugrogo. Jokowi Politik Tanpa Pencitraan, 18-23. 36 menduduki kursi gubernur DKI Jakarta antara lain yaitu Jokowi, Faisal Basri, Fauzi Bowo, Sandiaga dan Chairul Tanjung.9 B. Biografi Basuki Tjahaja Purnama Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM. (nama Tionghoa: Zhong Wanxie) lahir di Manggar, Belitung Timur pada tanggal 29 Juni 1966. Dia adalah anak pertama dari pasangan Indra Tjahaja Purnama (Zhong Kim Nam) dan Buniarti Ningsing (Bun Nen Caw). Ia memiliki tiga orang adik, yaitu dr. Basuri Tjahaja Purnama, M.Gizi.Sp.GK. (dokter PNS), Fifi Lety, S.H., L.L.M. (praktisi hukum), Harry Basuki, M.B.A. (praktisi dan konsultan bidang pariwisata dan perhotelan). Keluarganya adalah keturunan Tionghoa-Indonesia dari suku Hakka (Kejia).10 Masa kecil Basuki lebih banyak dihabiskan di Desa Gantung, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, ia bersekolah di SDN No. 3 Gantung, Belitung Timur, 1977. Hingga selesai menamatkan pendidikan sekolah menengah tingkat pertama di SMP No. 1 Gantung, Belitung Timur, 1981. Ia melanjutkan sekolahnya di Jakarta. Sekalipun demikian, ia selalu berlibur ke kampung halaman. Karena ayahnya pernah berpesan, jangan pernah lupakan kampung halaman. 9 Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi Ahok (Jakarta: Talenta Makara, 2012), 2-6. 10 http://id.wikipedia.org/wiki/Basuki_Tjahaja_Purnama. Diakses pada 28 Oktober 2013. 37 Jika pada umumnya anak-anak memperoleh transmisi pendidikan moral, wejangan dan nasehat di malam hari sebelum tidur. Namun berbeda dengan sistem pendidikan yang berlaku di keluarga Basuki. Khusus wejangan dan pendidikan dari bapaknya dilakukan dimeja makan, karena Basuki dan saudarasaudaranya diwajibkan untuk selalu makan bersama dengan posisi duduk yang sama dari hari kehari. Dalam kesempatan itu pula, bapaknya selalu menyampaikan harapanharapannya kepada putra-putri nya jika kelak telah dewasa. Diantaranya, yang masih tertanam dalam benak Basuki hingga saat ini, bahwa bapaknya sering mengatakan ia tidak akan mewariskan harta berupa uang ke anaknya, meski kalaupun memiliki uang yang berlimpah atau disebut orang kaya, karena uang itu akan lenyap seketika saat dirampok. Tetapi jika terdidik dan memiliki nama baik,maka itulah harta sejati yang tidak bisa diambil siapapun. Setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama di kampung halaman, Basuki dan adik-adiknya di sekolahnya di Jakarta. Ia melanjutkan sekolahnya di SMA III PSKD Jakarta, 1984. Meskipun dari segi lokasi mereka berjauhan dengan orangtuanya, namun pendidikan keluarga tidak pernah berhenti dilakukan kedua orangtuanya. Dan jika tiba saat liburan sekolah, mereka diwajibkan untuk pulang kampung, hal ini sempat di protes anak-anaknya. Karena sebagai anak remaja mereka ingin berlibur ketempat-tempat wisata, seperti Bali atau luar negeri. 38 Namun bapaknya menyatakan alasan yang sangat bijak dibalik kewajiban pulang kampung tersebut, tak lain menjaga agar hati anak-anaknya tetap merakyat dan tetap merasakan menjadi bagian anak-anak kampung. Dari situ juga anakanaknya dapat menjaga hubungan emosional dengan kampung halamannya, bisa empati dengan penderitaan anak-anak sebayanya yang tidak memiliki kesempatan bersekolah seperti mereka. Basuki yang diharapkan bapaknya untuk menjadi seorang dokter, akhirnya melanjutkan perguruan tingginya di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI), namun hanya menjalani perkuliahan selama 1 minggu dan kemudian pindah kuliah ke Fakultas Teknologi Mineral Jurusan Teknik Geologi di Universitas Trisakti. Setelah lulus dan mendapatkan gelar Insinyur Geologi, pada tahun 1989 Basuki kembali ke Belitung dan mendirikan CV Panda yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan PT Timah.11 Pada tahun 1991, Basuki melanjutkan kuliah dengan mengambil bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Setelah gelar Magister Manajemen (M.M.) diraihnya, kemudian ia bekerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta. Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik. Ia menjabat sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek. 11 Basuki Tjahaja Purnama, Merubah Indonesia (Bangka Belitung: Center For Democracy and Transparency, 2008), 12-14. 39 Dengan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya bekerja, Pada 1992 Basuki mendirikan PT Nurindra Ekapersada, yang merupakan awal persiapan dari Gravel Pack Sand (GPS) di tahun 1995. Setelah berhenti bekerja untuk PT Simaxindo pada tahun 1995, Basuki mendirikan pabrik pengolahan asir kuarsa pertama di Belitung, yang berlokasi di Dusun Gunung Nayo, Desa Air Kelik, Kecamatan Kelapa Kampit, Belitung Timur. Perusahaan tersebut dia dirikan dengan mengadopsi dan mengadaptasi teknologi Amerika Serikat dan Jerman. Basuki berharap ini bisa dijadikan proyek percontohan bagi kesejahteraan stakeholder (pemegang saham, karyawan dan rakyat) juga diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah Belitung Timur dengan memberdayakan sumberdaya mineral yang terbatas. Bersama dengan berkembangnya pabrik tersebut, kawasan industri dan pelabuhan samudra berkembang. Kawasan tersebut sekarang dikenal dengan nama Kawasan Industri Air Kelik (KIAK).12 Pria yang memiliki hobi menulis ini menikah pada 6 September 1997 dengan Veronica, S.T. kelahiran Medan, Sumatera Utara, dan dikaruniai 3 orang putra-putri bernama Nicholas, Nathania, dan Daud Albeenner. Pada akhir tahun 2004, Basuki berhasil meyakinkan seorang investor Korea untuk membangun Tin Smelter (peleburan bijih timah) di KIAK. Investor asing tersebut tertarik dengan 12 Purnama, Merubah Indonesia, 121. 40 konsep yang disepakati untuk menyediakan fasilitas komplek pabrik maupun pergudangan lengkap dengan pelabuhan bertaraf internasional di KIAK. Pada tahun itu juga Basuki terjun ke dunia politik dan bergabung di bawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB yang didirikan oleh Alm. Sjahrir) sebagai ketua DPC Partai PIB Kabupaten Belitung Timur. Pada pemilu 2004 ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009. Ternyata menjadi seorang wakil rakyat di DPRD, tidaklah cukup bagi seorang Basuki untuk ikut mensejahterahkan rakyat. Belum lagi persoalan tidak sejalannya pemikiran, ide dan sikap dengan anggota dewan yang lain. Dan ditambah pola kerja penggunaan anggaran APBD oleh pemerintah daerah yang tidak memihak kepada rakyat. Oleh sebab itu, setahun kemudian Basuki mecalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Belitung Timur Tahun 2005, Basuki berpasangan dengan Khairul Effendi, B.Sc. dari Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) sebagai calon Bupati-Wakil Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Dengan mengantongi suara 37,13 persen pasangan ini terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belitung Timur definitif pertama. Pasangan Basuki-Khairul ini unggul di Kabupaten Belitung Timur yang menjadi lumbung suara Partai Bulan Bintang (PBB) pada pemilu legislatif tahun 2004 lalu. Kiprahnya selama menjadi Bupati Belitung timur telah berhasil menyelesaikan dua masalah utama yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, yaitu pendidikan dan kesehatan. Dimana dibaawah kepemimpinannya Pemerintah 41 Kabupaten Belitung Timur membebaskan biaya pendidikan hingga sampai SMA/SMK dan berobat gratis sampai dengan rumah sakit tingkat provinsi, dalam program jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Mengirim empat siswa berprestasi dari keluarga yang kurang mampu untuk melanjutkan belajar gratis di Universitas Trisakti Jakarta, serta sepuluh orang siswa berprestasi di Universitass Bangka Belitung. Selain pendidikan dan kesehatan yang mendapatkan porsi sekitar 40 persen dari APBN, Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung Timur menyediakan dana santunan kematian sebesar Rp 500 ribu, dengan syarat membuat akte kematian. Subsidi pembangunan rumah juga diberikan untuk keluarga yang kurang mampu. Basuki juga membuat kebijakan memberikan honor kepada ketua Rt sebesar Rp 300 ribu/bulan, kepala dusun sebesar Rp 640 ribu/bulan, dan kepala desa Rp 2 juta/bulan. Sisi lain dari Basuki dinilai menegakkan disiplin kerja yang cukup keras dikalangan Pemda Kabupaten Belitung Timur. Beberapa penghargaan telah di terima oleh Basuki selama menjabat Bupati Belitung Timur. Penghargaan yang berintegritas dan prestisius itu sebagai bentuk apresiasi dari hasil dedikasi dan kinerjanya memimpin Kabupaten Belitung Timur. Diantaranya adalah, dinobatkan sebagai 10 Tokoh Pilihan Yang Mengubah Indonesia versi majalah Tempo 2006 edisi khusus Tokoh Pilihan. Basuki terpilih karena kiprahnya selama menjabat Bupati Belitung Timur berhasil menggebrak dua permasalah utama yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, yaitu pendidikan dan kesehatan. 42 Kemudian Basuki menerima PIN Emas dari Fordeka (Forum Demokrasi Kebangsaan) yang diberikan langsung oleh mantan ketua MPR RI yang juga tokoh reformasi yaitu Pror. Dr. Amien Rais di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2006. Penghargaan ini diberikan karena Basuki dianggap sebagai salah satu tokoh reformasi dari kalangan masyarakat Tionghoa, yang berhasil menjadi pemimpin dan mampu melaksanakan tugasnya dengan berbagai hal yang baik, sejalan dengan apa yang dicita-citakan dalam perjuangan reformasi. Tidak hanya itu, Basuki juga dinobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi 2006 oleh Koalisi Kebersamaan Tiga Pilar Kemitraan. Penganugrahan Tiga Pilar Award, sebagai penyelenggara negara yang komit terhadap pemberantasan korupsi. Penyerahan Award ini diberikan secara langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Sofyan A Djalil pada tanggal 1 Februari 2007. Penganugrahan penghargaan ini diberikan kepada Basuki karena dinilai berhasil menjalankan praktik anti korupsi, antara lain dengan tindakannya mengalihkan tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk kepentingan rakyat, yaitu untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat Belitung Timur. Basuki kemudian mengajukan pengunduran dirinya untuk maju dalam Pilgub Bangka Belitung 2007. Pada 22 Desember 2007, ia resmi menyerahkan jabatannya kepada wakilnya, Khairul Effendi.13 Dalam pencalonannya pada Pilgub Bangka Belitung 2007-2012, Basuki berpasangan dengan Dr. Ir. Eko Cahyono., M.Eng. Tapi Basuki mengalami 13 Purnama, Merubah Indonesia, 124. 43 kekalahan pada pemilihan kepala daerah Provinsi Bangka Belitung ini. Ia menganggap banyaknya terjadi kecurangan, sehingga pasangan ini hanya memperoleh suara pada urutan kedua dengan prosentase 32,62%, kalah dengan jumlah 14.000 suara. Dan pasangan ini tidak berhasil terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Bangka Belitung 2007-2012. Dalam hal ini, Basuki telah menyampaikannya kepda Mahkamah Agung. Namun hasil putusan dari Mahkamah Agung menolak keberatan yang diajukan Basuki, karena hal tersebut diluar kewenangan Mahkamah Agung. Pada sidang terbuka yang dipimpin oleh hakim agung Paulus Efendi Lotulung di gedung Mahkamah Agung ini, pasangan Basuki - Eko Cahyono meminta Mahkamah Agung untuk membatalkan hasil Pilkada Bangka Belitung dengan mengajukin bukti dokumen dan sejumlah saksi, sebab telah terjadi upaya sistematis yang dilakukan KPUD untuk menghilangkan hak pilih warga Bangka Belitung. Namun menurut majelis hakim, persoalan-persoalan teknis pemilihan yang terjadi sebelum pemungutan suara dilaksanakan adalah kewenangan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), berdasarkan ketentuan UU 32/2004. Dan Kewenangan Mahkamah Agung sendiri tercantum dalam pasal 106 ayat 2 UU 32/2004, yaitu terbatas hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi hasil terpilihnya pasangan calon. Akhirnya Pilkada Bangka Belitung dimenangkan oleh H. Eko Maulana Ali, SE. dengan wakilnya H. Rustam Effendi, B.Sc.14 14 Purnama, Merubah Indonesia, 124. 44 Kemudian Basuki mendirikan yayasan/LSM dengan nama Center for Democracy and Transparency 3.1, dengan visi mewujudkan tokoh-tokoh yang BTP ( Bersih Transparan dan Profesional) menjadi pejabat publik melalui pilkada langsung.15 Pada tahun 2008 Basuki menulis buku biografinya yang berjudul “Merubah Indonesia”, sebagai alat pemberi inspirasi bagi semua orang agar mau terjun ke dunia politik secara baik dan benar serta tidak melupakan tujuan utamanya, untuk mensejahterakan rakyat banyak. Sampai akhirnya pada tahun 2012, Basuki mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta yang berpasangan dengan Joko Widodo dengan diusung PDIP dan Gerindra, pasangan ini berhasil memenangkannya dalam dua kali pemungutan suara, dan di tengah-tengah isu SARA oleh rivalnya Foke – Nara yang merupakan pasangan incumbent dan sebagai putra daerah. Basuki ingin menunjukkan bahwa politik yang berakal sehat mendidik rakyat untuk memilih pejabat berdasarkan unsur BTP (Bersih Transparan dan Profesional) bukan karena unsur SARA, yang seharusnya dilakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 15 www.cdt31.org. Diakses pada 30 Oktober 2013. 45 BAB III SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDUDUK KOTA JAKARTA A. Sejarah Jakarta Dalam perkembangannya, sejarah Jakarta bisa dilihat pada tiga aspek. Pertama, sejarah Jakarta dilihat dari aspek geografis. Kedua, Jakarta dilihat dari aspek nomenklatur/penamaan. Dan ketiga, Jakarta diliat dari aspek sosio-historis. Sejarah Jakarta dilihat dari aspek geografis menjelaskan tentang bagaimana asal mula dataran Jakarta. Apakah datarannya sudah ada sejak dahulu? Ataukah keberadaannya baru?. Seandainya dataran Jakarta itu ada dari sejak dahulu, itu tidak masalah. Tapi seandainya dataran Jakarta itu baru, maka dari mana asal dataran Jakarta itu dan bagaimana sejarahnya. Secara nomenklatur dapat dijelaskan bagaimana sejarah istilah Sunda Kelapa lalu menjadi Jayakarta, kemudian menjadi Batavia, sampai akhirnya manjadi nama Jakartaa hingga sekarang. Secara sosio-historisnya, akan dapat dijelaskan tentang perkembangan masyarakat Jakarta yang terkait dengan keberadaan suku, agama dan pengaruhpengaruh budaya yang membentuk karakter masyarakat. 1. Aspek Geografis Dari aspek geogrfis, ada beberapa perspektif yang telah mengupas sejarah Jakarta dari sisi geografisnya yang mengindikasikan bahwa Jakarta sebagai kota 46 yang baru dibuat pada masa Belanda. Salah satunya, ada yang mengatakan bahwa Jakarta itu adalah hasil kreasi bangsa Eropa yang didirikan di lahan kosong dengan bahan-bahan yang benar-benar baru.1 Namun pandangan ini begitu tidak relevan setelah kita kembalikan pada sejarah zaman kerajaan Sunda. Pulau Jawa ada sebagian tradisi dan karakter suku yang berbeda dengan suku Jawa lainnya, yaitu Suku Sunda. Suku Sunda berkembang di sebelah barat pulau Jawa, dimana daerah itu sekarang dikenal dengan Jawa Barat. Di Jawa Barat terdapat sebuah kerajaan besar yaitu Padjajaran, yang ibu kotanya terletak dekat pegunungan di daerah Bogor, tepatnya ada di sebelah selatan Jakarta. Pada saat itu kerajaan Padjajaran membangun beberapa lokus-lokus ekonomi, Didirikannya perkebunan, pertanian dan pelabuhan. Perkebunan dan pertanian meliputi wilayah dataran dan pegunungan di Jawa Barat. Sedangkan untuk pelabuhan, terletak di wilayah pesisir pantai Jawa Barat. Salah satu dari pelabuhan terkenalnya bernama Sunda Kelapa.2 Sunda Kelapa merupakan pelabuhan aktif kerajaan Padjajaran, yang juga merupakan cikal-bakal terbentuknya kota Jakarta. Dataran yang kita kenal dengan Sunda Kelapa pada masa prasejarah telah terdapat pemukiman manusia.3 Dataran ini terbentuk dari endapan lumpur yang terbawa dari pegunungan berapi bagian selatan Jawa Barat. Dataran yang terbentuk dari endapan lumpur ini berbentuk kipas dan semakin meluas karna distribusi lumpur yang terus-menerus mengalir dari pegunungan berapi Jawa 1 Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, (Jakarta: Masup Jakarta, 2011), 1. 2 Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 5. 3 Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 4. 47 Barat melaui beberapa sungai. Sungai-sungai itu yang kita kenal sekarang dengan sungai Cisadane, Angke, Ciliwung, Bekasi dan Citarum. Proyek pembentukan sungai-sungai ini telah dimulai pada masa Raja Purnawarman. Ia adalah salah satu raja dari kerajaan Tarumanagara. kerajaan ini adalah kerajaan pertama di Jawa Barat. Di sini tidak akan dibahas lebih jauh mengenai kerajaan Tarumanagara karena bukan fokus pembahasan. Sebagai bukti bahwa proyek sungai ini digalang pada masa kerajaan Tarumanagara adalah ditemukannya batu prasasti dan juga peralatanprimitif dari zaman Neolotikum (Zaman perunggu dan Zaman besi) di dekat pelabuhan Tanjung Priok masa kini. 4 Dari pemaparan di atas dapat di lihat bahwa dataran sunda kelapa (cikalbakal Jakarta) telah ada sejak masa prasejarah dan telah banyak pemukiman manusia pada masa kerajaan pertama di Jawa Barat. Pembuktian ini menepis klaim salah satu perspektif sejarah yang mengatakan bahwa Jakarta hasil kreasi bangsa Eropa. Kota Jakarta sekarang memiliki luas wilayah 661,52 km2 (lautan: 6.977,5 km2), terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi dan 1 kabupaten administratif, yakni: kota administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2. Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2 dan Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2. Serta kabupaten administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. 4 Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 5. 48 Disebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan kota Depok, Kabupaten Bogor, kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Disebelah barat berbatasan dengan Kota Tanggerang dan Kabupaten Tanggerang. Serta disebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.5 2. Aspek Nomenklatur Kedua, dari aspek nomenklaturnya, Jakarta disebut sebagai Sunda Kelapa karena letaknya yang berada pada wilayah yang memiliki karakter suku yang berbeda dari suku jawa lainnya yaitu wilayah Jawa bagian Barat dan nama sukunya adalah Sunda. Kemudian, karena saking banyaknya pohon kelapa yang tumbuh di wilayah itu, lalu dinamai dengan Sunda Kelapa. Sunda Kelapa dalam sejarahnya menjadi titik perebutan antara armada Portugis dengan orang pribumi yang sudah beragama Islam. Bangsa Portugis memiliki keinginan kuat untuk selalu mendominasi dan memonopoli. Lalu muncullah Fatahillah dari Kesultanan Banten sebagai panglima gerakan perlawanan sekaligus penakluk dan berhasil memukul mundur armada Portugis.6 Dari kemenangannya tersebut Fatahillah menamai Sunda Kelapa dengan nama Jayakarta. Yang artinya adalah kemenangan dan kejayaan. 5 www.jakarta.go.id. Diakses pada 16 Desember 2013. 6 Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 8. 49 Setelah Portugis, Belanda ikut mengincar Jayakarta atas dasar, pertama, pelabuhan ini dipandang strategis menjadi tempat peristirahatan dan cocok untuk dijadikan markas karena kondisinya yang berdekatan dengan Selat Sunda yang selalu dilalui kapal-kapal Belanda yang melintasi samudra Hindia dari dan menuju Eropa. Kedua, Belanda memandang bahwa pangeran Jayakarta (pemegang kekuasaan di Jayakarta) sudah tidak tunduk lagi terhadap kekuasaan Banten, pangeran Jayakarta berkehendak membangun kemandirian Jayakarta dengan cara menarik para pedagang dari Banten. Dari kondisi inilah, pangeran Jayakarta dengan Belanda bekerjasama dan terlibat dalam kontrak untuk pendirian gudanggudang di tepi timur kali Ciliwung. Pendirian gudang-gudang tersebut dimaksudkan untuk tempat penampungan rempah-rempah yang disuplai dari wilayah Jawa Barat. Gudang-gudang itu juga merupakan proyek jendral VOC yang bernama Jan Pieterzoon Coen pada tahun 1618.7 Coen adalah penguasa VOC yang memaksimalkan ambisinya untuk menguasai Jayakarta, sehingga seringkali dia mengirim surat kepada pihak Belanda untuk membantu gerakannya di Jayakarta, karena Coen juga menyadari kondisinya yang kurang membaik dan terlibat perselisihan dagang dengan Inggris. Di samping itu Coen juga merasa semakin diancam keberadaannya oleh kesultanan Banten. Tapi ternyata bukan hanya Coen, melainkan semua kubu ini saling merasa terancam, yang mengakibatkan mereka saling memperkuat 7 Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 10. 50 barisannya. Akhirnya, Coen memperkuat pertahanan bangunan milik Belanda dan memperkuat pertahanan dengan menambah tentara Garnisun.8 Pertahanan ini bukan hanya sebatas untuk mengantisipasi serangan pasukan Inggris dan Banten saja. melainkan benar-benar sebagai tindakan refresif untuk penyerangan dan mendomonasi Jayakarta. Pernyataan Coen yang mengindikasikan keinginannya untuk berperang bisa kita lihat dalam surat yang dikirimnya kepada Heeren XVII: “Mohon tuan-tuan yang terhormat bayangkan bagaimana kami duduk manis di sini sementara ancaman dari segala penjuru menekan kami. Walaupun demikian, kami tidak gentar... karena itulah saya sekali lagi mengharapkan dengan segala kerendahan hati agar tuan-tuan secepatnya mengirimkan pasukan, kapal dan dan dana dalam jumlah besar serta berbagai kebutuhan lain. jika permintaan ini dipenuhi, semuanya akan baik-baik saja; jika tidak, tuan-tuan akan menyesalinya. Jangan putus asa dan jangan ampuni musuh, tidak ada yang dapat menghambat atau membahayakan kita, karena Tuhan berada di sisi kita. Jangan pula terpengaruh dengan kekalahan-kekalahan sebelumnya karena kita dapat membuat pencapaian besar di Hindia dan di saat yang bersamaan mendapatkan keuntungan besar setiap tahun dari wilayah ini”.9 Pada tanggal 14 Desember 1618 Inggris menangkap kapal Belanda di Banten. Dibalasnya oleh Coen dengan membakar pos-pos Inggris yang berada di Jayakarta. Lalu keduanya terlibat pertempuran kecil. 14 armada Inggris menghadapi 8 armada Belanda. Belanda berhasil dikalahkan namun Coen menyeru pos-pos VOC yang berada di luar Jayakarta dan menghantam Inggris 8 Sebagian besar tentara garnisun adalah orang lokal, karena dapat menghemat pengeluaran. Lih, Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 19. 9 H.T. Colenbrander dan Jan Pietersz Coen: Levensbeschrijving, (’S-gravenhage: nijhoff, 1934), 142-148. 51 yang berada di Jayakarta. Serbuan itu menuai hasil yang gemilang karna Belanda berhasil memukul mundur Inggris. Dari kemenangan itulah jendral Coen merayakannya dengan mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia.10 Penamaan ini dilakukan untuk menghormati para leluhur dari Belanda. Dan nama itu pun mulai diakui dan menjadi terkenal pada tahun 1621. Selanjutnya Jepang pun datang ke tanah Nusantara ingin juga menduduki wilayah ini dan memonopoli kekayaan alam Nusantara,selayaknya Belanda dan Inggris. Pada masa kependudukan Jepang pada 1942, semua peninggalan Belanda digantinya dengan khas Jepang. Pembelajaran bahasa Belanda dilarang dan digantikan dengan bahasa Jepang. Bahasa Belanda total dilarang dan harus menggunakan bahasa Jepang atau bahasa Indonesia. Batavia diganti namanya menjadi Jakarta. Dari beberapa sumber yang dibaca, penulis tidak menemukan alasan yang signifikan terkait penamaan Batavia yang diganti menjadi Jakarta oleh Jepang. 3. Aspek Sosio-Historis Secara sosio-historisnya dapat dilihat langsung pada penamaan suku yang ada di Jakarta. Dulu pada abad ke-15 sebelum ada kota Batavia, ada suku yang telah dikenal dengan nama betawi. Menurut Ridwan Saidi, nama ini didapat dari pohon yang banyak difungsikan sebagai gagang senjata keris atau gagang pisau dan golok karena batang pohon ini berbentuk bulat seperti guling, mudah diraut 10 Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 15. 52 dan kokoh.11 Penamaan pada suku ini dikaitkan dengan kecenderungan masyarakat ketika itu yang menamai daerah dengan menggunakan nama pohon. Pohon betawi ini memiliki nama ilmiah guling Betawi cassia glauca. Sejenis tanaman perdu yang memiliki kayu bulat. Suku Betawi adalah suku baru yang menetap diJakarta. Suku Betawi adalah suku yang dihasilkan dari perpaduan etnis yang sudah ada dan pendatang. Sukusuku itu adalah suku Sunda, Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makasar, Ambon, Melayu, Toinghoa, India dan Eropa.12 Berdasarkan kepentingannya, selain suku Sunda, suku-suku ini berdatangan untuk berdagang. Kemudian mereka menetap dan berkembang. Termasuk bangsa Eropa, yang pada awalnya bertujuan untuk berdagang sampai kemudian menjajah. Sebagian dari mereka ada yang menetap dan menjadi bagian dari suku asli. Semua kondisi ini merupakan implikasi dari daerah yang berfungsi sebagai kota pelabuhan yang aktif. Pada masa kedatangan Portugis, Pelabuhan–pelabuhan di dataran Nusantara pelan-pelan mulai bermunculan. Peranan pelabuhan tersebut sebagai bagian penting dalam jaringan perdagangan Indonesia. Pada pertumbuhan perdagangan ini, pelabuhan di pantai barat malaya yang kita kenal dengan Selat Malaka, menjadi semakin penting karena kapal-kapal pedagang asing sering melewati selat ini jika ingin melakukan perjalanan antara Nusantara dan negeri Barat. Selat Malaka menjadi sepi dari pedagang asing setelah Selat Malaka dikuasai oleh 11 http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=40450 . Diakses pada 29 November 2013. 12 http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi, Diakses pada 29 November 2013. 53 Portugis. Yang ada hanya pedagang pribumi dan Portugis saja yang menetap di Selat Malaka. kondisi ini menuaikan hasil yang sangat menguntungkan bagi Sunda Kelapa. Karena ketika itu, Sunda Kelapa ramai didatangi oleh pedagang yang beragama Islam dari Arab, Persia dan India. Kedatangan para pedagang dan saudagar ke pelabuhan Sunda Kelapa, disini bukan hanya menikmati hasil secara ekonomis saja, melainkan kenikmatan heterogensi ideologi agama pun sangat dirasakan. Dari pedagang India, sudah banyak terjadi akulturasi dari para pedagang yang beragama Hindu hingga menjadikan masyarakat pribumi ikut memeluk agama Hindu. Begitu pula dari pedagang Arab, Persia dan India yang memberikan pengaruh hingga banyak juga yaang tertarik dan memeluk agama Islam. Banyak juga pedagang Portugis yang berdagang dan beristirahat di pelabuhan Sunda Kelapa, telah banyak juga masyarakat dari Sunda Kelapa ini yang beragama Kristen. Bahkan dari setiap suku yang datang dan bertempat tinggal di sini, itu menjadi cikal-bakal agama baru. Karena dari suku tersebut, mereka memiliki kepercayaannya masingmasing. Seperti Tionghoa dengan Konghucunya dan lain-lain. Dulu di Sunda Kelapa, agama yang paling mendominasi masyarakatnya adalah agama Hindu. Namun dominasi Hindu di Sunda Kelapa, lambat-laun memudar dari pemeluknya. Masyarakatnya mulai terjerat dalam kepercayaan baru yang dianggap lebih rasional. Penyebaran agama Islam dan agama Kristen lebih banyak mendapatkan perhatian masyarakat dan pada akhirnya sebagian besar masyarakat berpindah haluan pada agama tersebut. Hal ini tampak dari jumlah 54 tempat-tempat ibadahnya jika kita lihat kondisi saat ini.Dan dua agama inilah yang sekarang mendominasi penduduk Kota Jakarta. Pergolakan ideologi agama yang dibawa oleh masing-masing etnis telah mengkondisikan penduduk Jakarta menjadi penduduk yang menyadari keragaman. Setelah itu kalau kembali pada masa kolonial, akan ditemukan sebuah kebijakan politik dari pemerintah kolonial Belanda. Yang disebut dengan Politik Etis, yang menjadi salah satu instrumen penting pada pembentukkan dan perubahan karakter masyarakat Jakarta. Kebijakan ini yang menjadikan masyarakat ortodok menjadi terdidik. Bukan hanya berimplikasi pada pendidikan masyarakat, tetapi kebijakan itu juga telah merubah suasana Jakarta dari masyarakat yang cenderung feodal kepada kondisi yang rasional. Politik Etis atau politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi.13 Ide politik etis ini berawal dari kritikan seorang wartawan dan politikus Belanda yang bernama Pieter Brooshooftdan C.Th. van Deventer yang kemudian dapat menyentuh hati Ratu Wilhelmina untuk peduli pada nasib pribumi. Ratu wilhelmina mengeluarkan kebijakan politik etis itu pada tanggal 17 September 1901 yang ditegaskan dalam pidatonya: ”...bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda”.14 13 http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Etis. Diakses pada 4 Desember 2013. 14 http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Etis. Diakses pada 4 Desember 2013. 55 Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang meliputi: Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus Politik Etis. Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia. Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah. 56 Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model negeri Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya. Demografi Masyarakat Kota Jakarta B. Demografi atau ilmu kependudukan merupakan ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan manusia, yang meliputi ukuran, struktur, distribusi penduduk, dan bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi serta penuaan. Namun analisis kependudukan bisa merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasari kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama dan etnis.15 Jadi demografi adalah studi ilmiah terhadap penduduk manusia, terutama mengenai jumlah, struktur dan perkembangannya.16 Salah satu hal yang memegang peranan penting dalam tercapainya pembangunan di suatu wilayah adalah penduduk di wilayah itu sendiri. Selain itu aspek kependudukan juga berkaitan dengan masalah pembangunan, karena tujuan dari pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. 15 http://id.wikipedia.org/wiki/Demografi. Diakses pada 23 November 2013. 16 Said Rusli, Pengantar Ilmu Kependudukan (Jakarta, LP3ES, 2012), 2. 57 Namun disini Penulis hanya akan memaparkan mengenai agama, etnis dan pendidikan yang berkaitan dengan perilaku politik masyarakat Jakarta dalam rana pilkada. Dengan luas sekitar 661,52 km2 (lautan: 6.977,5 km2), berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI pada tahun 2012, jumlah penduduk Jakarta 9.756.944 jiwa. Jakarta yang merupakan Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dapat di ibaratkan sebagai miniatur Indonesia yang lengkap dengan kemajemukan masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena Jakarta dijadikan pusat pemerintahan dan perekonomian yang menjadikannya salah satu daya tarik penduduk daerah lain untuk datang mengadu nasib dan sekaligus menetap di DKI Jakarta. 1. Agama Tabel III.A. Jumlah Penduduk menurut Agama dan Kepercayaan, Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2012. Agama dan Kepercayaan Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kep. Seribu DKI Jakarta % ISLAM 857.609 1.262.516 1.643.734 1.869.682 2.434.612 23.115 8.091.268 82,93 PROTESTAN 105.354 174.340 233.211 110.310 229.275 12 852.502 8,74 50.219 81.525 136.592 56.096 78.437 1 402.870 4,13 HINDU 3.632 4.119 2.794 3.831 5.416 1 19.793 0,20 BUDHA 43.684 121.490 197.005 11.691 15.717 0 389.587 3,99 KHONGHUCU 78 181 279 60 150 0 748 0,01 KEPERCAYAAN 31 9 21 34 81 0 176 0,00 1.060.607 1.644.180 2.213.636 2.051.704 2.763.688 23.129 9.756.944 100,00 KATHOLIK JUMLAH Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta. 58 Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam. Menurut data pemerintah DKI pada tahun 2012, komposisi penganut agama di kota ini adalah Islam (82,93 %), Kristen Protestan (8,74 %), Katolik (4,13 %), Hindu (0,20 %), dan Buddha (3,99 %) dan Konghucu (0,01 %). Angka ini tidak jauh berbeda dengan keadaan pada tahun 2005, dimana umat Islam berjumlah 84,4%; diikuti oleh Protestan (6,2 %), Katolik (5,7 %), Hindu (1,2 %) dan Buddha (3,5 %), Jumlah umat Buddha terlihat lebih sedikit meski ummat Konghucu juga ikut tercakup di dalamnya. Sejak tahun 1980, sensus penduduk tidak mencatat agama yang dianut selain keenam agama yang diakui pemerintah.17 Di Jakarta berbagai tempat peribadatan agama-agama tersebut pun dapat dijumpai. Masjid dan mushola, sebagai rumah ibadah umat Islam, tersebar di seluruh penjuru kota, bahkan hampir di setiap lingkungan. Masjid terbesar di Jakarta adalah masjid nasional, Masjid Istiqlal, yang terletak di Gambir. Sejumlah masjid penting lain adalah Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru, Masjid At Tin di Taman Mini, dan Masjid Sunda Kelapa di Menteng. Sedangkan gereja besar yang terdapat di Jakarta antara lain, Gereja Katedral Jakarta, Gereja Santa Theresia di Menteng, dan Gereja Santo Yakobus di Kelapa Gading untuk umat Katolik. Masih dalam lingkungan di dekatnya, terdapat bangunan Gereja Immanuel yang terletak di seberang Stasiun Gambir bagi umat Kristen Protestan. Selain itu, ada Gereja Koinonia di Jatinegara, Gereja Sion di Jakarta Kota, Gereja Kristen Toraja di Kelapa Gading, Jakarta Utara. 17 http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta. Diakses pada 5 Desember 2013. 59 Bagi umat Hindu yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya, terdapat Pura Adhitya Jaya yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur, dan Pura Segara di Cilincing, Jakarta Utara. Rumah ibadah umat Buddha antara lain Vihara Dhammacakka Jaya di Sunter, Vihara Theravada Buddha Sasana di Kelapa Gading, dan Vihara Silaparamitha di Cipinang Jaya. Sedangkan bagi penganut Konghucu terdapat Kelenteng Jin Tek Yin. Jakarta juga memiliki satu sinagoga yang digunakan oleh pekerja asing Yahudi. Hampir tidak ada konflik agama yang terjadi di Jakarta. Hal tersebut dikarenakan masyarakat Jakarta sudah terbiasa dari nenek moyangnya dengan keberagaman beragama sejak masa kolonial. Toleransi yang tinggi dalam perbedaan beragama dapat terlihat dari tempat ibadah ummat Islam dengan ummat Kristen yang berhadap-hadapan, yaitu Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral yang terletak di Gambir. Dengan begitu, Basuki yang memeluk agama Khonghucu memang mempunyai peluang menang dalam pilkada DKI Jakarta 2012. 2. Etnis Pada tahun 1961, orang Betawi masih menjadi mayoritas di wilayah pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung. Namun pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota. 60 Orang Cina biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah permukiman yang dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau Kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain perumahan-perumahan baru di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Mereka telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Orang Cina banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang. Selain etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan eceran di pasar-pasar tradisional kota Jakarta. Masyarakat dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis, Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi di wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih banyak terdapat masyarakat keturunan Portugis, serta orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina. Tabel.III.B. Jumlah Suku Bangsa Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2010. Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur JAWA 258.142 635.073 715.836 816.019 1.026.571 BETAWI 301.667 257.104 677.561 659.799 SUNDA 136.154 267.234 333.343 272.069 CINA 68.186 198.248 313.178 BATAK 21.031 46.322 56.450 MINANGKABAU 33.726 23.948 MELAYU 16.315 28.840 Etnis Kep. Seribu DKI Jakarta % 1.807 3.453.448 36.17 795.826 8.765 2.700.722 28.29 383.143 3.082 1.395.025 14.61 22.979 29.767 14 632.372 6.62 56.350 146.433 59 326.645 3.42 41.955 72.440 99.918 31 272.018 2.85 46.703 36.437 50.575 352 179.222 1.88 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS). Komposisi etnis penduduk Jakarta pada tahun 2005 terdiri dari orang Jawa sebanyak 35,16%, Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Cina (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%) dan Melayu (1,62%).18 Sementara jika melihat 18 http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta. Diakses pada 5 Desember 2013. 61 Tabel III.B. Komposisi etnis penduduk Jakarta tahun 2010, tercatat setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta, terdiri dari orang Jawa sebanyak 36,17 %, Betawi (28,29 %), Sunda (14,61 %), Cina (6,62 %), Batak (3,42 %), Minangkabau (2,85 %) dan Melayu (1,88 %). Dari data tersebut, tampak terjadi peningkatan prosentase pada suku Jawa, Betawi, Cina dan Melayu. Namun terjadi penurunan prosentase pada suku Sunda, Batak dan Minangkabau. 3. Pendidikan Tabel III.C. Data Penduduk WNI Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Pendidikan 2012. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. NAMA KAB. Kep. Seribu Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta BLM SKLH 1.136 BLM TMT SD 2.253 SD SEDERAJAT 7.346 21.483 97.577 38.712 SLTP SLTA D I / D II D III SI S II S III 3.819 4.943 134 195 555 21 0 112.714 148.438 416.829 3.978 38.882 100.504 8.707 718 142.191 197.455 278.771 623.226 4.749 41.862 115.515 8.184 500 52.528 185.884 279.105 360.340 811.738 7.761 52.639 195.894 13.359 793 43.576 184.933 194.290 249.944 756.290 10.530 90.344 255.923 28.435 2.269 65.316 248.854 261.119 363.190 1.073.164 13.597 110.739 281.739 23.354 1.481 222.751 861.692 1.052.029 1.404.502 3.686.190 40.749 334.661 950.130 82.060 5.761 Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta. Pendidikan penduduk masyarakat Jakarta dari tingkat terendah yaitu SD Sederajat sebanyak 1.052.029, dilanjutkan dengan pendidikan menengah SLTA (3.686.190) dan pendidikan S1 (950.130). Dapat dilihat bahwa pendidikan yang 62 dimiliki masyarakat Jakarta paling banyak adalah SLTA. Tingkat pendidikan di Jakarta semakin membaik karena berdasarkan Pasal 6 UU No. 20 tahun 2003, bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dari hasil Sensus Penduduk 2010, persentase penduduk 7-15 tahun yang belum/tidak sekolah sebesar 1,12 persen dan yang tidak sekolah lagi sebesar 5,22 persen.19 Ukuran atau indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia (SDM) terkait dengan pendidikan antara lain pendidikan yang ditamatkan dan Angka Melek Huruf (AMH). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, persentase penduduk 5 tahun yang berpendidikan minimal tamat SMP/Sederajat sebesar 66,40 persen, dan AMH penduduk berusia 15 tahun ke atas sebesar 99,09 persen yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada 99 orang yang melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi maka pilihan yang diambilpun akan semakin rasional. Namun Jakarta yang hanya didominasi oleh penduduk yang berpendidikan menengah sudah bisa menilai sosok seorang pemimpin dengan rasional, bukan lagi hanya melihat kesamaan etnis atau agama. Dari jumlah penduduk DKI Jakarta sekitar 9.756.944 jiwa dan jumlah pada DPT putaran pertama pilkada DKI Jakarta 11 Juli 2012 adalah 6.983.693 19 www.bps.go.id. Diakses pada 4 Desember 2013. 63 pemilih.20 Putaran kedua pilkada DKI Jakarta pada 20 September 2012. Berdasarkan penambahan dari warga yang mendaftar pada 25 Juli hingga 4 Agustus, didapat 34.603 warga yang sah menjadi pemilih tambahan. Dengan demikian, jumlah DPT juga naik menjadi 6.996.951 pemilih pada 20 September 2012.21 Secara keseluruhan para pemilih sudah memperoleh pendidikan yang cukup baik. Dengan mereka melek huruf atau bisa membaca, dapat mengkonsumsi informasi-informasi yang ada di media cetak atau pun media elektronik. Menilai kandidat yang akan dipilih dan mengetahui isu yang beredar pada saat pilkada akan dan berlangsung. Pola-pola kesadaran politik dari sikap kritis dan partisipasi yang besar dalam masyarakat terhadap pemerintah pun tercipta karena mereka merasa bahwa pemerintah mempunyai pengaruh pada kehidupan mereka.22 Dengan demikian masyarakat akan memilih kandidat yang menurutnya dapat merubah kehidupannya kearah yang lebih baik berdasarkan pilihan yang rasional. 20 http://www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/06/03/m502n2-inilahjumlah-akhir-dpt-pilgub-dki. Diakses pada 5 Desember 2013. 21 http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/07/18420426/Inilah.Jumlah.DPT.Putaran.K edua.Pilkada.DKI. Diakses pada 5 Desember 2013. 22 Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik, (Jakarta: PT. BINA AKSARA, 1984), 56. 64 BAB IV PILKADA 2007 DAN DINAMIKA PILIHAN RASIONAL PADA PILKADA DKI JAKARTA 2012 A. Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta 2007 Pilkada DKI Jakarta pertama kali diselenggarakan pada tanggal 8 Agustus 2007. Pada Pilkada DKI 2007 diikuti oleh dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, yakni Adang Daradjatun-Dani Anwar dan Fauzi Bowo-Prijanto. Dalam undian nomor urut, pasangan Adang-Dani mendapatkan nomor urut 1. AdangDani diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) partai yang pada Pemilu 2004 keluar sebagai pemenang pemilu di Jakarta menggeser posisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang memenangi Pemilu 1999. Dan pasangan Fauzi-Prijanto mendapatkan nomor urut 2 yang diusung oleh koalisi 20 partai politik, seperti PDIP, Partai Golkar, Partai Demokrat, PPP, PDS dan lain-lain. Secara kuantitatif, koalisi pendukung Fauzi-Prijanto cukup besar baik di parlemen maupun rasio akumulasi perolehan suara dalam Pemilu 2004. Saat itu, Fauzi Bowo berposisi sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, sedangkan Prijanto adalah jenderal TNI Angkatan Darat. Adang adalah mantan Wakil Kepala Polri, sedangkan Dani Anwar waktu itu sebagai anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS.1 Pada masa kampanye terpampang spanduk kedua kandidat yang saling menyindir. Salah satu contoh sindiran dari tim Adang pada upaya tim Fauzi Bowo yang berusaha membangun citra dirinya sebagai ”ahlinye” dalam menata Jakarta, 1 www.kpujakarta.go.id. Diakses pada 2 Desember 2013. 65 dengan sindiran ("John Travolta makan kue cucur, Jakarta kok makin ancur. Ahlinye Kemane?"). Tim sukses Fauzi Bowo yang mengusung isu sentral ”Jakarta Untuk Semua” juga melakukan serangan balik pada kubu Adang. Misalnya dia menyoroti eksklusifitas PKS yang begitu ”pede” mengusung calonnya seorang diri (“Jakarta Untuk Semua, Bukan Milik Satu Golongan,”). Mereka juga menyerang isu utama yang diangkat kubu Adang untuk membenahi Jakarta. (”Benahi Jakarta Bukan Hanya Retorika, Serahkan pada Ahlinya”). Menurut Majalah TRUST membahas isu pada pilkada DKI Jakarta 2007 bahwa Fauzi Bowo mengeluarkan ratusan miliar untuk mencari dukungan partai politik dan bernilai lebih dari Rp 200 miliar untuk tiap partai besar. Dan situs WikiLeaks juga membahas isu tersebut yang bertema ”PKS versus Dunia Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta”, WikiLeaks membeberkan dugaan jual beli dukungan dengan nilai yang berbeda dengan Majalah TRUST. Fauzi menggalang koalisi menggunakan uang untuk membeli suara tiga dari empat partai besar di Jakarta dengan mengeluarkan dana setidaknya Rp5 miliar per partai. Sutiyoso sebagai Gubernur sebelumnya disebut-sebut sebagai penyandang dana utama pada kampanye Foke. PKS pun mengapa hanya mengusung satu calon saja yaitu Adang, dikarenakan Adang sendiri disebut-sebut membayar partai itu sebesar Rp15 miliar hingga Rp25 miliar.2 Dari 5.725.767 orang yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), hanya sebanyak 3.737.059 orang yang menggunakan hak pilihnya. Hasil akhir 2 http://metro.news.viva.co.id/news/read/333470-wikileaks-juga-soroti-pilkada-dki-2007. Diakses pada 2 Desember 2013. 66 rekapitulasi perhitungan suara oleh KPU Provinsi DKI Jakarta adalah:Fauzi Bowo dan Prijanto 2.109.511 suara (57,87%), Adang Daradjatun dan Dani Anwar 1.535.555 suara (42,13%).3 Dapat terlihat dari pemaparan diatas bahwa peran partai pada pilkada saat itu masih sangat berpengaruh untuk meraup suara dari para pemilih. Meskipun Direktur Eksekutif The Indonesian Institue, Jeffrie Geovanie, mengatakan dukungan politik atas pasangan Fauzie Bowo-Prijanto terlihat tak didasarkan pada grass-root, lebih karena elit parpol.4 Dan tidak meraih kemenangan mutlak, hanya meraih kemenangan sedikit di atas 50 persen. Artinya, dukungan ke-20 parpol itu hanya menghasilkan minimum simple majorit`. Namun bagi sebagian warga Jakarta mengungkapkan bahwa pilihannya terhadap pasangan nomor dua karena Foke sebagai putra daerah dianggapnya lebih memahami kondisi Jakarta dan tahu bagaimana memimpin Jakarta di masa mendatang agar lebih baik, sesuai dengan citra dirinya sebagai “ahlinye”. Bahkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP Taufiq Kiemas pada saat itu mencoblos pasangan Fauzi-Prijanto.5 Akhirnya pada tanggal 16 Agustus 2007, anggota KPU DKI, Muflizar menyatakan Fauzi-Prijanto sebagai pemenang pilkada DKI Jakarta 2007. Dan penetapan dilakukan di Ruang Sumba, Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng, 3 http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2007. Diakses pada 2 Desember 2013. 4 http://www.antaranews.com/news/73269/france-says-libya-arms-delivery-not-breach-ofun. Diakses pada 4 Desember 2013. 5 http://www.pelita.or.id/baca.php?id=34955. Diakses pada 4 Desember 2013. 67 Jakarta Pusat.6 Setelah Mardiyanto membacakan Keputusan Presiden Nomor 91/P Tahun 2007, pada tanggal 22 September 2007. Selanjutnya Fauzi-Prijanto dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2013 pada tanggal 7 Oktober 2007.7 Dapat dilihat pada kemenangan Foke dalam pilkada DKI Jakarta 2007 tidak terlepas dari pengaruh sosiologis yang menentukan perilaku pemilih berdasarkan dari segi etnis/kedaerahan. Karena setiap lingkaran sosial memiliki normanya tersendiri, kepatuhan terhadap norma-norma tersebut menghasilkan integrasi. Dari konteks ini turut mengkontrol perilaku individu dengan cara memberikan tekanan agar individu tersebut menyesuaikan diri, sebab pada dasarnya setiap orang ingin hidup dengan tentram, tanpa bersitegang dengan lingkungan sosialnya.8 Dan merujuk pada pendekatan psikologis, dari segi identifikasi partai atau party identification juga turut menentukan perilaku pemilih. Tentu keanggotaan partai secara psikologis juga disebut dengan orientasi partai yang efektif, sebuah definisi yang sama sekali tidak menggunakan istilah keanggotaan. Oleh karena itu biasanya tidak berjalan seiring dengan keanggotaan formil/resmi seorang individu 6 http://news.detik.com/read/2007/08/16/081215/817889/10/fauzi-prijanto-akan-ditetapkanmenang-pilkada-dki-siang-ini. Diakses pada 4 Desember 2013. 7 http://news.detik.com/read/2007/10/07/154808/838937/10/fauzi-bowo-resmi-jadigubernur-dki-jakarta. Diakses pada 4 Desember 2013. 8 Paul F Paul F Lazarsfeld, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet (1968): The People’s Choice, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet (1968): The People’s Choice. How The Voter Makes Up His Mind in a Presidential Campaign (New York: Tubingen, 1944),148. 68 dalam sebuah partai. Identifikasi partai pun seringkali di wariskan orang tua kepada anak-anak mereka.9 B. Dinamika Pilihan Rasional Pada Pilkada DKI Jakarta 2012 Jakarta yang merupakah Ibukota Negara menjadi parameter bagi Republik Indonesia. Terlebih kemunculan tokoh-tokoh daerah seperti Jokowi dan Basuki makin membuat „laga‟ perebutan kursi DKI Jakarta-1 makin sengit dan menarik untuk di analisa. Apalagi hasilnya Jokowi-Basuki dapat mengalahkan calon-calon lain, bahkan incumbent. Keberhasilan Jokowi-Basuki mengalahkan calon-calon lain, termasuk incumbent setidaknya mampu menjadi tolak ukur bahwa masyarakat Jakarta menginginkan perubahan dari kondisi yang ada pada saat kepemimpinan gubernur sebelumnya. Dengan kesederhanaan sikapnya, integritas pribadi serta prestasi saat menjadi Kepala Daerah menjadi modal sosial pasangan ini dalam bertarung dengan kandidat lain. Tapi kemenangan yang diraih pasangan ini tidak sesederhana sikap yang dimiliki Jokowi. Artinya, terjadi persaingan sengit didalam proses kemenangannya. Dan tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihan. Dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika juga terjadi adanya interaksi dan interdependensi antara masyarakat dengan masyarakat lain dalam sebuah wilayah secara keseluruhan. 9 Angus Campbell, Philip E. Converse, dan Warren E. Miller, dan Donal E. Stokes et al. The American Voter (New York: Tubingen, 1960), 24-34. 69 Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada masyarakat, semangat kelompok masyarakat (group spirit) terus-menerus ada dalam masyarakat itu, oleh karena itu masyarakat yang bersangkutan dapat berubah.10 Dalam melihat pergerakan atau perubahan yang terjadi dalam masyarakat Jakarta, secara teoritis perilaku pemilih dapat menjelaskannya dengan tiga pendekatan. Yaitu pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis dan pendekatan pilihan rasional atau rational-choice.11 Ketiganya tidak sepenuhnya berbeda, dalam beberapa hal ketiganya bahkan saling membangun/mendasari serta memiliki urutan kronologis yang jelas. Hal tersebut akan diuraikan pada bagian berikut ini: 1. Berdasarkan Sosiologis Pendekatan sosiologis menentukan perilaku memilih pada para pemilih, terutama kelas sosial, agama, dan kelompok etnis/ kedaerahan/ bahasa. Subkultur tertentu memiliki kondisi sosial tertentu yang pada akhirnya bermuara pada perilaku tertentu.12 Pendekatan ini berdasarkan pengelompokan sosial, baik secara formal ataupun informal. Secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam organisasi10 Nazaruddin Sjamsudin, Dinamika Politik Indonesia ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), tersedia di http://sangaji.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/14/tambahan-tugas-daslog/; Internet; diakses pada 19 Januari 2014. 11 Dieter Roth, Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode, Dodi Ambardi, ed., (Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung dan LSI, 2009), 23. 12 Saiful Mujani, R. William Liddle, dan Kuskrido Ambardi. 2012. Kuasa Rakyat: Analisa Tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru. (Jakarta: Mizan Media Utama (MMU), 2012), 6. 70 organisasi keagamaan, organisasi-organisasi profesi, dan sebagainya. Dan kelompok-kelompok informal seperti keluarga, pertemuan, ataupun kelompokkelompok kecil lainnya, merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami perilaku politik seseorang, karena kelompok-kelompok inilah yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan sikap, persepsi dan orientasi seseorang. Secara politis, Foke sebagai incumbent mendapat keuntungan karena mempunyai modal kekuasaan dan materi untuk mempermudah penggalangan dukungan. Seperti yang diungkapkan Asri Mulya ( 46 Tahun, Warga Jakarta) mengatakan bahwa Foke telah menjanjikan kepada Pegawai Negeri Sipil ( PNS) di Jakarta jika dia terpilih kembali sebagai Gubernur Jakarta, maka Foke akan menaikan gaji PNS. Dan ibu Asri yang memiliki suami seorang PNS pada pilkada DKI Jakarta kemarin memilih Foke karena suruhan oleh suami agar seluruh anggota keluarganya memilih Foke.13 Meskipun mayoritas pemilih DKI Jakarta cukup rasional, namun sensitivitas isu-isu SARA menjadi alat propaganda untuk menjatuhkan lawan. Menariknya dari seluruh kandidat, Basuki memiliki tingkat rawan bidik paling tinggi, dari sisi etnisitas dan agama. Prefensi pilihan atas pertimbangan SARA juga nyata dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. Penduduk Jakarta dari segi agama mayoritas adalah Islam 82,93%. Dalam hal budaya politik, pengaruh agama atas budaya tergantung pada pentingnya peran agama dalam masyarakat dan bila dirasa penting oleh seseorang, agama dapat memengaruhi cara pandang dan penilaiannya atas aspek13 Wawancara dengan Asri Mulya, di Jakarta pada 23 Desember 2013. 71 aspek kehidupan karena semakin seseorang memandang sebuah agama sebagai hal yang penting dalam kehidupan maka akan semakin tinggi pula ia memandang aspek-aspek kehidupan menurut perspektif agama yang diyakininya14. Muhammad Ali Harist ( 40 Tahun, Tokoh Agama) mengatakan bahwa ia memilih Foke karena satu keyakinan, baik dengan Foke maupun Nara. Meskipun dari segi etnis pun ia sama dengan Foke-Nara, namun ia lebih condong dari sisi agama. Ia juga menilai bahwa ummat Islam sendiri sekarang sudah tidak memperdulikan Al-Qur‟an dan Hadist, hanya memikirkan bagaimana pemimpin yang bersih dan jujur.15 Memang, jika menyangkut masalah keyakinan atau aqidah tidak bisa di bohongi, namun H.Muntazah ( 61 Tahun, Tokoh Agama) mengatakan bahwa demokrasi itu bukan untuk sekelompok-sekelompok orang saja, karena jika di bidang agama adalah urusan masing-masing pribadi. Menurutnya dalam pemerintahan yang dibutuhkan itu adalah kinerjanya yang baik, tidak harus sesuai etnis atau agamanya, karena kita bersuku-bangsa.16 Preferensi pemilih dengan pertimbangan etnisitas juga memegang peranan penting. Isu putra daerah terutama menguat sejak otonomi daerah di Indonesia. Trend penolakan kandidat yang tidak berasal dari daerah yang bersangkutan sebenarnya berakar dari resistensi atas pola sentralistik sebelumnya dimana banyak figure kepala daerah yang di drop dari pusat. Ketika semangat resistensi 14 15 16 Saiful Mujani, William, Kuskrido. Muslim Demokrat (Jakarta: Gramedia, 2007), 126. Wawancara dengan Muhammad Ali Harist, di Jakarta pada 21 Desember 2013. Wawancara dengan H. Muntazah, di Jakarta pada 23 Desember 2013. 72 itu mereda, isu putra daerah lebih menjurus kepada keraguan sosok dari luar daerah untuk menyelesaikan masalah daerah yang notabene belum dikenalnya.17 Namun hasil survey Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) menunjukan bahwa sebanyak 65,69% masyarakat Jakarta menganggap Gubernur Jakarta nanti tidak harus putra daerah. 18 Dari sini terlihat isu putra daerah tidak lagi relevan di Jakarta. Lagipula mayoritas etnis di Jakarta adalah Jawa yaitu 36,17% yang secara primordial menguntungkan bagi Jokowi. 2. Berdasarkan Psikologis Pendekatan psikologis berusaha untuk menerangkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan pemilu jangka pendek atau keputusan yang diambil dalam waktu yang singkat. Hal ini berusaha menjelaskan melalui trias determinan dengan melihat sosialisasinya dalam menentukan perilaku politik pemilih, bukan karakteristik sosiologisnya. Jadi pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek, yaitu identifikasi partai, orientasi isu, dan orientasi kandidat.19 Identifikasi dalam sebuah partai tentu biasanya tidak harus dengan keanggotaan yang formil/resmi seorang individu dalam sebuah partai. Oleh karena itu keanggotaan partai secara psikologis juga disebut dengan orientasi partai yang 17 Husein Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi, (Jakarta: Firdaus, 2012), 43. 18 Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi, 44. 19 Roth, Studi Pemilu Empiris, 38. 73 efektif, sebuah efek yang sama sekali tidak menggunakan istilah keanggotaan. Identifikasi partai seringkali di wariskan orang tua kepada anak-anak mereka20. Pada putaran ke-2 betul-betul menjadi pertarungan yang sangat sengit, karena seluruh partai besar yang jagoannya kalah dalam putaran pertama berkoalisi dengan incumbent. Partai-partai besar seperti Golkar, PPP, PKS dan PAN secara resmi mendukung Foke dalam putaran ke-2. Konfigurasi koalisi putaran ke-2 menjadi bukti Jokowi mampu mengalahkan incumbent dan legitimasi parpol dimata publik semakin melemah. Hal tersebut menandakan bahwa parpol tidak lagi menjadi determinasi kunci dalam pilkada. Justru dengan terbangunnya koalisi pragmatis makin menguatkan image publik bahwa Foke lebih memilih strategi elitis dan malah akan terbebani dengan utang budi pada banyaknya investor politik yang mengusungnya dalam pilkada DKI Jakarta 2012.21 Preferensi orientasi isu dan orientasi kandidat lebih tergantung kepada perubahan dan fluktuasi dibandingkan dengan identifikasi partai.22 Orientasi isu hanya dapat mempengaruhi perilaku pemilu individu apabila memenuhi tiga persyaratan dasar: isu tersebut harus dapat ditangkap oleh pemilih, isu tersebut dianggap penting oleh pemilih, pada akhirnya pemilih harus mampu menggolongkan posisi pribadinya (baik secara positif atau negatif) terhadap 20 Campbell et al, The American Voter, 146-148. 21 Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok (Jakarta: Telentamakara, 2012), 22. 22 Angus Campbell, Geral Gurin, dan Warren E. Miller, The Voter Decides (Evan-ston, 1954), 183. 74 konsep pemecahan permasalahan yang ditawarkan oleh sekurang-kurangnya satu partai.23 Dalam hal ini isu SARA cukup ampuh untuk menghembuskan negative campaign, apalagi jelang putaran ke-2 yang melewati bulan suci ramadhan dan mengingat mayoritas masyarakat Jakarta adalah muslim. Sehingga pemilih terlalu fokus kepada Basuki yang diketahui sebagai non muslim. Foke rupanya tidak begitu paham tentang realitas sosiologis masyarakat metropolitan yang berpikir modern dan multikultur. Jargon kampanyenya yang berbau primordial tak mempan mempengaruhi persepsi masyarakat, bahkan justru menggerus dukungannya. Abdul Munir (25 Tahun, Warga Jakarta) mengatakan jika ingin melihat dari sisi agama tidak jadi masalah, karena pertama walaupun non muslim Basuki itu bukan DKI 1 tapi Jokowi lah Gubernurnya dan Basuki wakilnya. Kedua, Basuki mempunyai kapabilitas. Terbukti saat ia menjabat sebagai Bupati Belitung, dia menaikan Haji orang banyak dan tidak segan-segan untuk menyumbang.24 Isu putra daerah pun terbukti menuai kegagalan. Sentimen etnis yang dihembuskan Foke-Nara justru memperkuat sentimen Jawa untuk berada dalam barisan Jokowi-Basuki. Isu primordialisme meredup lantaran masyarakat Jakarta memiliki pola pikir rasional. Dari masyarakat Betawi pun paham betul pentingnya mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan daerah karena Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia, tempat berkumpulnya beragam suku, agama, 23 Campbell et al, The American Voter, 170. 24 Wawancara dengan Abdul Munir, di Jakarta pada 24 Desember 2013. 75 ras dan antargolongan. Network Elections Survey (NES) menyisir persepsi publik Jakarta yang berasal dari suku Jawa sebanyak 43,7 % memilih pasangan JokowiBasuki, sementara yang memilih Foke-Nara hanya 18,4 %. Dan persepsi suku Betawi ternyata 47,8 % memilih pasangan Jokowi-Basuki, sementara Foke-Nara hanya 19,7 %. Di kalangan ummaat Islam, Jokowi-Basuki juga unggul dengan presentase 37.9 %, sementara yang memilih Foke-Nara hanya 20,8 %.25 3. Berdasarkan Pilihan Rasional ( Rasional-Choice ) Dari pendekatan pilihan rasional, yang menentukan dalam sebuah pemilu bukanlah adanya ketergantungan terhadap ikatan sosial struktural atau ikatan partai yang kuat, melainkan hasil penilaian rasional dari warga yang baik. Penulis menemukan benang merah pilihan rasional dalam pemilu dari pendapat yang senada menurut Vandimer O Key, Anthony Downs dan Saiful Mujani yaitu, masing-masing pemilih menentukan pilihannya secara retrospektif, yaitu dengan menilai apakah kinerja kandidat yang menjalankan pemerintahan pada periode legislatif terakhir sudah baik bagi dirinya sendiri dan bagi pemerintahan, atau justru sebaliknya. Penilaian ini juga di pengaruhi oleh penilaian terhadap pemerintah di masa lampau. Apabila hasil penilaian kinerja pemerintah yang berkuasa (juga bila dibandingkan dengan pendahulunya) positif, 25 Bimo Nugroho dan Ajianto Dwi Nugroho, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraan (Jakarta: Gramedia, 2012), 83. 76 maka mereka akan di pilih kembali. Apabila hasil penilaiannya negatif, maka pemerintahan tersebut tidak akan dipilih kembali.26 Salah satu kunci keberhasilan daerah berada pada pundak pemimpin. Peningkatan pelayanan publik, pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, serta tingkat kemajuan pembangunan infrastruktur daerah setidaknya menjadi indikator untuk mengukur tingkat kemajuan suatu daerah. Kinerja pemerintahan Foke pun menjadi kata kunci bagaimana calon pemilih menilai. Dalam pemerintahannya, Foke berhasil merealisasikan Banjir Kanal Timur (BKT), penambahan jalur busway, Kawasan Parkit Terpadu, Car Free Day ( Hari Bebas Kendaraan Bermotor), pembangunan tanggul di pantai utara Jakarta, pengendalian air tanah, dll.27 Namun sangat disayangkan bahwa realitas keberhasilan Foke tidak diiringi dengan komunikasi politik yang baik. Hampir tidak ada pemberitaan positif terkait statement Foke yang menguatkan keberhasilannya dalam mengolah kota Jakarta. Faktor lainnya yang membuat penilaian positif Foke tertutup adalah faktor ketidakpuasan warga atas kinerjanya. Gamal Abdul Naser ( 49 Tahun, Warga Jakarta) menilai bahwa kinerja pemerintahan pada saat Foke menjabat sebagai Gubernur masih standar-standar saja, warga tidak merasakan perubahan yang 26 Valdimer O Key, The Responsible Electorate: Rationality in Presidential Voting 19361960 (Melbourne: Cambridge University Press, 1966), 61. Roth, Studi Pemilu Empiris, 49. Saiful Mujani, Penjelasan Aliran dan Kelas Sosial sudah tidak memadai, dalam http://islamlib.com?page.php?page=article&id=703. http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihan-rasional/. Diakses pada 3 Oktober 2013. 27 Fahrudin dan Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok, 34. 77 menonjol.28 Dari hasil survey Puskaptis menunjukan proporsi terbesar 54,5 % responden yang menilai kinerja pemerintahan Foke tidak memuaskan. Responden yang mengaku puas hanya 23,3 %. Selebihnya, 16,8 responden abai atau tidak tahu.29 Hal ini menjadi faktor pendorong signifikan kekalahan Foke. Kekalahan Foke-Nara juga tidak lepas dari menurunnya citra Partai Demokrat di tingkat nasional. Keterlibatan kader Partai Demokrat dalam kasuskasus korupsi, seperti Angelina Sondakh (wakil Sekjen Partai demokrat), M. Nazarudin (mantan bendahara Partai Demokrat), dan beberapa kader yang diduga terlibat korupsi seperti Anas Urbaningrum (Ketua Partai Demokrat), Andi Malarangeng (Menpora sekaligus Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat) dalam kasus pembangunan pusat olah raga di Hambalang, Jawa Barat. Dan terakhir kasus pengusaha Hartati Murdaya (anggota Dewan Pembin Partai Demokrat) yang terlibat kasus suap Bupati Buol, Sulawesi Tengah.30 Berbagai kasus korupsi yang menimpa kader Partai Demokrat tersebut, secara tidak langsung memberikan pengaruh pada menurunnya kepercayaan masarakat pada Partai Demokrat dan turut berkontribusi bagi kekalahan FokeNara pada Pilkada DKI Jakarta 2012. Kondisi sosial-kemasyarakatan Jakarta merupakan faktor yang kuat membuat publik menaruh ketidakpercayaan kepada petahan. Sebagian besar masyarakat sudah semakin merasakan semrawutnya kondisi 28 Wawancara dengan Gamal Abdul Naser, di Jakarta pada 21 Desember 2013. 29 Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi, 23. 30 Fahrudin dan Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Basuki, 46. 78 sosial- kemasyarakatan Jakarta. Masyarakat setiap hari bergulat dengan kemacetan, sehingga waktu dan tenaga terbuang sia-sia dijalan. Kemudian kriminalitas, buruknya transportasi publik, serta kerap dihantui dengan banjir tatkala hujan lebat mengguyur DKI Jakarta atau bahkan „banjir kiriman‟ dari daerah sub-urban DKI Jakarta lekat dengan sosok Foke dengan jargon „ahlinye‟. Jika sudah tidak puas, harapan yang terbersit pada warga tentu adanya suatu perubahan. Dari hasil survey Puskaptis sebesar 61 % responden menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik.31 Munculnya figur Jokowi-Basuki mampu mewakili sebagian besar harapan masyarakat Jakarta untuk perubahan Jakarta kearah yang lebih baik. Dalam perspektif marketing, positioning Jokowi sangat tepat dalam merebut simpati publik dan mood pemilih. Demokrasi langsung yang sekarang ini dianut di Indonesia memiliki konsekuensi pada tingginya biaya politik. Sistem demokrasi pasar bebas tersebut telah membentuk oligarkhi pemegang kuasa uang. Semakin besar kekuatan modal, maka makin berpeluang untuk memenangkan pertarungan Pemilu/ Pilkada. Dengan tingginya biaya yang tidak berimbang dengan renumelasi Kepala Daerah dan anggota legislatif maka akan membuka peluang korupsi untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan atau balas budi para donatur. Penyebab utama praktik korupsi politik adalah sistem pendanaan partai yang rapuh, sistem politik atau pemilu berbiaya tinggi, serta perekrutan partai yang transaksional dan berbasis uang.32 31 Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi, 23. 32 Fahrudin dan Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok, 76. 79 Namun bukan hal yang utopia lagi harapan untuk membuat demokrasi yang lebih murah dan rasional atas kemenangan Jokowi-Basuki dalam pilkada DKI Jakarta 2012. Kekuatan Jokowi dalam berkampanye memang bukan pada mesin uang. Jokowi lebih memilih personal brand yang kuat, baik dari pretariprestasinya selama ini maupun sikapnya yang bersahaja dan sederhana. Kekuatan Jokowi adalah kedekatannya dengan rakyat. Baginya, sederet prestasi yang telah diukirnya tak cukup menjadi modal meraih dukungan warga ibu kota Jakarta. Oleh karena itu, Jokowi merasa harus „turun gunung‟ menyambangi warga. Jokowi sangat memahami ilmu komunikasi, keterampilan terbesarnya adalah dalam berdialog dan bernegosiasi. Jokowi mampu berinteraksi dengan masyarakat, tanpa sekat, merakyat dan dengan bahasa yang dipahami warga. Menurutnya dengan cara itu dia baru benar-benar bisa meyakinkan warga Ibukota sehingga mempercayainya memimpin Jakarta. Kepada warga Jokowi meyakinkan bahwa dia mampu mewujudkan „Jakarta Baru‟ yang lebih baik sesuai slogan kampanyenya. Sosok Jokowi ini berbandingan terbalik dengan Foke yang terkesan formal, protokoler, elitis, arogan sehingga tertanam dalam ingatan masyarakat persepsi bahwa Foke tidak menyentuh langsung persoalan masyarakat dan lebih memilih para kelas atas yang memang selama ini mendukungnya. Sejak awal Jokowi paham dia tidak akan bisa mengalahkan Foke jika memakai kekuatan uang. Biaya kampanye Jokowi-Basuki pun tidak seperti biaya kampanye yang biasanya dikeluarkan oleh kandidat pilkada lain di Indonesia. Masyarakat yang harus berkampanye dan membiayai kampanyenya. Disini 80 Jokowi melatih masyarakat untuk memutar uang dalam kerja politik. Pertama, mereka menjual baju kotak-kotak untuk mengumpulkan dana politik. Kedua, karena kebetulan waktu pelaksanaan pilkada berdekatan dengan bulan suci Ramadhan, mereka berkreasi dengan membuat peci, baju koko dan sarung yang dipadukan dengan idendtitas kotak-kotak. Ketiga, memproduksi suvenir massal seperti gantungan kunci Jokowi-Basuki, DVD dan lagu yang bisa dijadikan RBT serta dinyanyikan oleh para pengamen di bus, halte dan terminal.33 Setidaknya indikator untuk menakar antusiasme masyarakat terlihat dari kemauan masyarakat untuk membeli kemeja kotak-kotak dan atribut kotak-kotak, yang memang menjadi salah satu strategi fundraising bagi tim kampanye Jokowi. Secara formal dan informal, bukan Jokowi-Basuki dan tim sukses yang membiayai kampanyenya, melainkan masyarakat yang membiayai politik mereka sendiri. Jokowi memberi inspirasi bahwa kemenangannya itu bukanlah sematamata kemenangannya dan Basuki, tapi terlebih merupakan kemenangan bagi seluruh rakyat Jakarta. Masyarakatlah yang berinvestasi, menanam, merawat dan memetik buah politik mereka sendiri. Strategi komunikasi yang langsung bersentuhan dengan rakyat itu diyakini Jokowi mampu mengalahkan kekuatan uang yang di pakai tim lain. Oleh karenanya Jokowi lebih memilih berkampanye dengan mengunjungin langsung lokasi-lokasi atau komunitas-komunitas masyarakat dari pada menghadiri seminar atau beriklan di televisi. Jokowi juga senantiasa mengkomunikasikan langsung program-programnya masyarakat secara sederhana dan mudah dipahami. 33 Nugroho dan Nugroho, Jokowi, 47. 81 kepada Abdul Munir (25 Tahun, Warga Jakarta) menilai bahwa Jokowi itu tidak pintar-pintar sekali, akan tetapi dia pekerja keras dan total dalam bekerja. Kemudian dengan dia blusukan (keluar masuk – bahasa Jawa) itu masyarakat senang karena merasa lebih dihargai sebagai manusia.34 Ketimbang calon lain yang lebih dominan lewat pengerahan massa, acara bagi-bagi sembako, pengobatan gratis dan membuat warga larut dalam sajian tarian dan atraksi musik sejumlah artis di panggung kampanye yang hanya ampuh untuk mengumpulkan warga berduyun-duyun dalam kampanye, namun mereka sebatas menikmati hiburan bukan mendengar dan memahami visi misi serta program para politisi. Jokowi juga menolak menggunakan iklan di media massa sebagai bagian dari strategi kampanyenya dan menganggap poster atau pun spanduk hanya akan mengotori kota. Karena Jokowi-Basuki dan tim nya mengandalkan liputan dan program. Sikap friendly oleh Jokowi terhadap wartawan menjadikannya sebagai media darling. Maka dari itu, tak heran jika hasil pantauan Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) menyebutkan dalam pemberitaan Pilkada DKI Jakarta 2012, 1 Juli - 31 Juli 2012, Jokowi merupakan calon dengan berita positif terbanyak, yakni 441 berita atau 12,79%. Sebaliknya Foke mendapat pemberitaan bernada negatif paling banyak, yaitu 98 berita atau 2,84%.35 Keterbukaan informasi melalui pemberitaan sangat menguntungkan Jokowi-Basuki untuk menyiarkan keberhasilan dan track record yang telah dibangunnya. 34 Wawancara dengan Abdul Munir, di Jakarta pada 24 Desember 2013. 35 Fahrudin dan Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok, 31. 82 Strategi komunikasi politik Foke dalam Pilkada DKI Jakarta yang lebih mengedepankan pendekatan elit parpol dibandingkan dengan akar rumput (grassroots) justru membuat Foke kehilangan momentum untuk mendulang simpati dari kalangan bawah. Putaran ke-2 Pilkada DKI Jakarta 2012 membuktikan hal ini, bahwa Foke lebih cenderung membangun koalisi-koalisi parpol dari pada mengubah strategi komunikasi dan penyapaan warga. Akhirnya citra yang terbangun dalam benak publik, Foke terkesan agresif dan elitis. Tabel IV. Hasil Perolehan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta 2012 Pasangan Perolehan Suara Pilkada DKI Jakarta 2012 Putaran Pertama Putaran Kedua Foke-Nara Hendardji-Riza Jokowi-Basuki Hidayat-Didik Faisal-Biem Alex-Nono 34,05 % 1,98 % 42,60 % 11,72 % 4,98 % 4,57 % 46,18 % 53,82 % Sumber: KPUD DKI Jakarta Keberhasilan Jokowi memikat masyarakat bukan karena komunikasi yang baik saja. Masyarakat semakin memantapkan pilihannya kepada Jokowi-Basuki dari sederet prestasi dan pengalaman yang sudah teruji jadi pasangan ini. Sebagai bukti komitmen kebijakan Jokowi pro-rakyat, pada salah satu prestasinya Jokowi yaitu mendapatkan anugerah Best City Award dalam konferensi Partnership for Democratic Local Governance in Southeast Asia ( Delgosea Conference) di 83 Bangkok, pada 9 Agustus 2012.36 Penghargaan ini diberikan karena Jokowi dinilai berhasil menerapkan kebijakan yang membuat masyarakat mau mendukung dan melaksanakannya. Warga merindukan pemimpin yang memiliki rekam jejak yang bersih serta serius memberantas korupsi. Jokowi selama menjadi Walikota Solo sudah membuktikannya dengan meraih penghargaan Bung Hatta Anticorruption Award pada tahun 2010 atas kepemimpinan dan kinerjanya sebagai sosok yang bersih, santun dan anti korupsi selama membangun dan memimpin kota Solo. Demikian juga Basuki selama menjabat Bupati Belitung Timur, yang dinobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi pada tahun 2006 oleh Koalisi Kebersamaan Tiga Pilar Kemitraan karena Basuki dinilai berhasil menjalankan praktik anti korupsi, antara lain dengan tindakan pengalihkan tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk kepentingan rakyat Belitung Timur. Adanya indikasi terhadap politik pencintraan membuat masyarakat menjadi jenuh. Maka Track Record (rekam jejak) Jokowibasuki dalam penataan dan membangun daerahnya menjadi bukti aktual, yang menjadi nilai lebih bagi pemilih untuk dibandingkan dengan calon lain. Rakyat pun semakin cerdas dan terus belajar, bahwa pesta demokrasi dari Pemilu/ Pilkada menjadi saat-saat untuk „memeras‟ calon yang layak dan teruji. Rakyat merasa pantas untuk melakukan itu karena setelah calon terpilih tak jarang mereka lupa janji-janji selama kampanye. Rakyat ingin kemajuan yang lebih baik untuk Kota Jakarta yang bisa dirasakan juga perubahannya oleh rakyat. Dan dari hasil survey Puskaptis mencatat testimoni warga terhadap sosok Jokowi. Beberapa 36 Fahrudin dan Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok, 52. 84 hal positif yang tercitra pada Jokowi antara lain jujur, bersahaja, kharismatik, berani mengambil keputusan, pengalaman luas, berkomunikasi dengan masyarakat, punya perhatian tinggi kepada rakyat kecil.37 Poin-poin inilah yang menjadi landasan mendasar bagi pemilih melimpahkan suaranya ke Jokowi. 37 Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi, 46. 85 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Kemenangan Jokowi-Basuki dapat dikatakan sebuah anomali. Peristiwa yang tidak biasa ini karena masyarakat Jakarta mampu meruntuhkan kuasa uang yang dikalahkan dengan rasionalitas pemilih. Artinya, pendidikan politik dan kecerdasan pemilih untuk menakar seorang figur sudah tidak lagi semata-mata karena basis dukungan logistik yang kuat, namun lebih pada aspek-aspek yang substantif seperti integritas dan keterujian melalui track record. Kontestasi politik lewat Pemilu/ Pilkada yang selama ini sangat tinggi biaya politiknya setidaknya akan berubah dengan lebih mengedepankan figur yang berintegritas dan berkomitmen. Hal ini memunculkan harapan bagi demokrasi yang lebih sehat dan substantif, bukan lagi pada politik transaksional yang selama ini kerap muncul dalam setiap Pemilu/Pilkada. Maka efisiensi Pilkada akan sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi. Fenomena Jokowi-Basuki menepis asumsi-asumsi bahwa kuasa uang, identitas dan isu Ras akan menentukan jumlah perolehan suara. Kemenangannya dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 merupakan manifestasi kemenangan kuasa rakyat atas kuasa modal/uang. Kemenangan kuasa rakyat atas doniman oligarki ekonomi. Rakyat DKI Jakarta menginginkan adanya perubahan dari status quo dan sudah tidak mempertimbangkan faktor uang dalam menentukan preferensi pilihan kepada calon. 86 Jokowi juga diuntungkan oleh kondisi sosio demografi penduduk Jakarta yang relatif berpendidikan tinggi, dan melek informasi. Pemilih berpendidikan sangat rasional dalam menentukan pilihan dan memiliki pertimbangan logis bahkan ideologis. Pilkada DKI Jakarta 2012 juga memberikan pelajaran berharga bahwa sudah tidak ada dikotomi etnisitas. Masyarakat Jakarta tidak lagi melihat dari apakah Jokowi putra daerah atau bukan, namun lebih didasarkan pada keberhasilan Jokowi dalam menata kota Solo yang menjadi preferensi masyarakat dalam memilih. Selain itu, faktor agama juga tidak lagi menjadi determinasi signifikan. Penerimaan masyarakat Jakarta terhadap sosok Basuki membuktikan hal tersebut. Masyarakat lebih melihat track record prestasi Basuki selama menjabat menjadi Bupati Belitung Timur dan anggota DPR RI, bukan lagi melihat dari minoritas Tionghoa yang beragama non muslim. Track record politik harus diimbangi dengan ‘keberhasilan’ bagi seorang tokoh. Oleh karena itu, sangat penting bagi tokoh politik untuk membangun keberhasilan yang akan diingat dalam memori masyarakat banyak. 2. Saran Masyarakat sudah jenuh dengan politik pencitraan. Masyarakat menuntut adanya kerja nyata dan kebijakan yang memihak bukan hanya pada segelintir orang dan kelompok tertentu, namun tidak menyentuh kepentingan publik. Persoalan yang melingkupi DKI Jakarta disebabkan kegagalan pemerintah daerah merumuskan kebijakan publik yang komprehensif dan fokus pada masalah publik 87 dan berpihak pada kepentingan masyarakat, dan mewujudkannya dalam politik anggaran yang berpihak pada publik. Karena kegagalan ini bersumber pada lemahnya praktik good, effective and clean governance. Jakarta sendiri akan dilihat sebagai barometer, semoga virus Jokoi-Basuki dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 akan menyebar dan memberikan efek domino pada Pilkada-Pilkada di daerah lain, bahkan efeknya akan terasa bervibrasi pada persiapan Pilpres 2014. Ini akan menjadi angin segar bagi masa depan demokrasi Indonesia. Demokrasi yang berbasis kelas menengah terdidik, rasional dan tidak mudah terpengaruh dengan money politics. Melihat realitas politik dalam kontestansi Pilkada DKI Jakarta 2012, menuntut Parpol untuk mengkonsolidasikan secara internal untuk menakar dan memilah figur-figur setidaknya memunculkan figur yang semirip dengan karakter yang dibangun Jokowi-Basuki, baik personal maupun track record politik. Para elit politik harus mulai menata strategi terutama dalam pencalonan menuju kursi RI 1. Apatisme publik terhadap realitas politik sekarang ini harus diredam dengan berbagai aksi nyata dan minus pencitraan. Parpol harus mengidentifikasi tokohtokoh yang benar-benar bekerja untuk rakyat, melakukan penyapaan melalui program-program pemberdayaan secara nyata. Urgensi regenerasi kader menjadi sangat signifikan. Keberhasilan JokowiBasuki menjadi bukti bahwa masyarakat butuh tokoh alternatif yang ‘segar’ dan memberikan harapan baru, bukan sekedar janji, namun sesuatu yang terukur dan rasional. Kompetensi, komitmen, ketegasan, integritas, empati pda penderitaan 88 rakyat menjadi sederet kunci kesuksesan yang harus dimiliki kandidat yang akan diusung oleh parpol untuk berkompetisi menjadi Capres 2014. Tanpa itu semua, maka seorang figur hanya akan mengandalkan pencitraan belaka. Dengan semakin meningkatnya kesadaran demokrasi, pendidikan politik dan kuatnya arus informasi maka pencitraan tidak lagi cukup mengakomodir seorang tokoh untuk dapat meraih simpati dan dukungan publik. Pilkada DKI Jakarta 2012 menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa masyarakat sudah rasional dalam menentukan pilihan, dan era baru demokrasi sejati akan bersemai di Republik Indonesia tercinta. 89 DAFTAR PUSTAKA BUKU: Alam, Syamsir, dan Jaenal Aripin, 2006, Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press. Almond ,Gabriel A, Sidney Verba,1984, Budaya Politik. Jakarta: PT. BINA AKSARA. Blackburn, Susan, 2011, Jakarta Sejarah 400 Tahun. Jakarta: Masup Jakarta. Campbell, Angus, Philip E. Converse, dan Warren E. Miller, dan Donal E. Stokes et al, 1960, The American Voter. New York: Tubingen. Campbell, Angus, Geral Gurin, dan Warren E. Miller,1954, The Voter Decides. Evan-ston. Colenbrander, H.T, dan Jan Pietersz Coen, 1934, Levensbeschrijving. Sgravenhage: Nijhoff. Downs, Anthony, 1968, Okonomische Theorie der Demokratie, engl.: An Economic Theory of Democracy 1957. New York: Tubingen. Fahrudin, Wawan, dan Ardi Nuswantoro,2012, Kartu Sukses Jokowi Ahok. Jakarta: Talenta Makara. Key, Valdimer O,1966, The Responsible Electorate: Rationality in Presidential Voting 1936-1960. Melbourne: Cambridge University Press. Lazarsfeld, Paul F, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet, 1944, The People’s Choice. How The Voter Makes Up His Mind in a Presidential Campaign. New York: Tubingen. Mujani, Saiful, R. William Liddle, dan Kuskrido Ambardi, 2012. Kuasa Rakyat: Analisa Tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru. Jakarta: Mizan Media Utama. ______, 2007, Muslim Demokrat. Jakarta: Gramedia. Nadir, Ahmad, 2005, Pilkada Langsung Dan Masa Depan Demokrasi. Malang: Averroes Press. Nimmo, Dan,2008, Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Bandung: CV. Remaja Karya. Nugroho ,Bimo dan Ajianto Dwi Nugroho,2012, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraa. Jakarta: Gramedia. Ordeshook, Peter C, James E. Alf, dan Kenneth A. Shelpse,1990, The Emerging Discipline of Political Economy: Perspective on Positive Political Economy. Melbourne: Cambridge University Press. Purnama, Basuki Tjahaja, 2008, Merubah Indonesia. Bangka Belitung: Center For Democracy and Transparency. Roth, Dieter, 2009, Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode, Dodi Ambardi, ed., Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung dan LSI. Rusli, Said, 2012, Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES. Surbakti, Ramlan, 1992, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT.Grasindo. Upe, Ambo, 2008, Sosiologi Politik Kontemporer. Jakarta: Prestasi Pustaka. xiv Wilson, James Q, Marc K. Landy, dan Martin A. Levin,1995, The New Politics of Public Policy: New Politics, New Ellites, Old Publics. London: The Johns Hopkins University Press. Yazid, Husein, 2012, Kenapa Foke dan Jokowi. Jakarta: Firdaus. WAWANCARA: Wawancara dengan Gamal Abdul Naser sebagai warga biasa. Jakarta, 21 Desember 2013. Wawancara dengan Asri Mulya sebagai warga biasa. Jakarta, 23 Desember 2013. Wawancara dengan Muhammad Ali Harist sebagai tokoh agama. Jakarta, 21 Desember 2013. Wawancara dengan H. Muntazah sebagai tokoh agama. Jakarta, 23 Desember 2013. Wawancara dengan Lanny Barra Safiyuni sebagai warga yang berintelektual. Jakarta, 23 Desember 2013. Wawancara dengan Abdul Munir sebagai warga yang berintelektual. Jakarta, 24 Desember 2013. INTERNET: Sejahaeah Pemilihan Umum Kepala Daerah diakses pada 5 Desember 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta. “Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007” diakses pada 5 Desember 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta. “Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004” dan “Undangundang Nomor 34 Tahun 1999” diakses pada 25 September 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_200 7. Hasilnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, diakses pada 25 September 2013. http://www.antaranews.com/berita/74054/kpu-tetapkan-fauzi-bowo-priantopemenang-pilkada-dki-2007. Tim sukses pasangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Basuki) merasa menjadi sasaran kampanye hitam bernuansa SARA, diakses pada 2 Oktober 2013. http://www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/07/18/m7cge5isu-sara-mulai-mengelinding-di-pilkada-dki. Ceramah Rhoma Irama di Masjid Al Isra, diakses pada 2 Oktober 2013. http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/03/10272565/Rhoma.Irama.B atal.Penuhi.Panggilan.Panwaslu. Hasil hitung cepat di hari pemilu putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 20012, diakses pada 25 September 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_201 2. xv Hasil pilkada DKI Jakarta putaran 2 diumumkan oleh Ketua KPUD DKI Jakarta, Dahliah Umar. Diakses pada 25 September 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_201 2. Teori Pilihan Rasional, diakses pada 3 Oktober 2013 http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teoripilihan-rasional/. Biografi Jokowi, diakses pada 27 Oktober 2013. http://wikipedia/Biografi/?Jokowi.com. Biografi Jokowi, diakses pada 27 Oktober 2013. http://jokowirisingstar.wordpress.com/2012/10/26/profil-lengkap-danriwayat-hidup-jokowi/. Kepemimpinan Jokowi DI Solo, diakses pada 27 Oktober 2013. http://tandepolicy.com/download-gratis-ebook-jokowi-spirit-bantaran-kalianyar.html. Biografi Basuki, diakses pada 28 Oktober 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Basuki_Tjahaja_Purnama. Center for Democracy and Transparency 3.1, diakses pada 29 Oktober 2013 www.cdt31.org. Sejarah Jakarta, diakses pada 16 Desember 2013. www.jakarta.go.id. Penamaan Suku Betawi, diakses pada 29 November 2013 http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=40450 .. Sejarah Suku Betawi, diakses pada 29 November 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi, Politik Etis, diakses pada 4 Desember 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Etis. Demografi Jakarta, diakses pada 23 November 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Demografi. Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta, diakses pada 5 Desember 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta. Etnis Penduduk Jakarta pada tahun 2005, diakses pada 5 Desember 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta. Pendidikan penduduk Jakarta, diakses pada 4 Desember 2013. www.bps.go.id. Jumlah DPT Putaran Pertama Pilkada DKI Jakarta 11 Juli 2012, diakses pada 5 Desember 2013. http://www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/06/03/m502n2inilah-jumlah-akhir-dpt-pilgub-dki. Jumlah DPT Putaran Kedua Pilkada DKI Jakarta 20 September 2012, diakses pada 5 Desember 2013. http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/07/18420426/Inilah.Jumlah.D PT.Putaran.Kedua.Pilkada.DKI. Pilkada DKI Jakarta 2007, diakses pada 2 Desember 2013. www.kpujakarta.go.id. xvi Isu Pada Pilkada DKI Jakarta 2007, diakses pada 2 Desember 2013. http://metro.news.viva.co.id/news/read/333470-wikileaks-juga-sorotipilkada-dki-2007. Pilkada DKI Jakarta 2007, Diakses pada 2 Desember 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_200 7. Dukungan Politik atas Pasangan Fauzi Bowo-Prijanto Pada Pilkada DKI Jakarta 2007, diakses pada 4 Desember 2013. http://www.antaranews.com/news/73269/france-says-libya-arms-deliverynot-breach-of-un. Dukungan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP Taufiq Kiemas atas Pasangan Fauzi BowoPrijanto Pada Pilkada DKI Jakarta 2007, diakses pada 4 Desember 2013. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=34955. Fauzi-Prijanto sebagai pemenang Pilkada DKI Jakarta 2007, diakses pada 4 Desember 2013. http://news.detik.com/read/2007/08/16/081215/817889/10/fauzi-prijantoakan-ditetapkan-menang-pilkada-dki-siang-ini. Pelantikan Fauzi-Prijanto sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2013, diakses pada 4 Desember 2013. http://news.detik.com/read/2007/10/07/154808/838937/10/fauzi-boworesmi-jadi-gubernur-dki-jakarta. Sjamsudin, Nazaruddin, Dinamika Politik Indonesia ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), tersedia di http://sangaji.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/14/tambahan-tugas-daslog/; Internet; diakses pada 19 Januari 2014. xvii TRANSKIP HASIL WAWANCARA Nama : Gamal Abdul Naser Umur : 49 tahun Pendidikan : SLTA Etnis : Betawi Agama : Islam Organisasi Agama :- Organisasi Massa :- Kategori Responden : Warga Biasa * Sudah 4 Kali Mengikuti Pemilu * Pilkada DKI Jakarta 2012 Memilih: Jokowi Jakarta, 21 Desember 2013 T : Bagaimana penilaian anda terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat sebagai Gubernur Jakarta? J : Penilaian saya masih standar-standar saja, maksudnya belum mengalami perubahah-perubahan yang menonjol. T : Pemerintahan mana yang paling disukai, saat pemerintahan Foke atau pemerintahan Jokowi? J : Pada dasarnya saya proletar yah tidak memilih kemana-mana, yang penting jika seorang pimpinan itu baik ya kita harus mendukungnya T : Pada saat-saat kampanye pilkada DKI Jakarta 2012 terjadi isu SARA, tanggapan anda bagaimana mengenai isu SARA tersebut? J : Tentang etnis sih, etnis mana saja yang mencalonkan diri dalam pemerintahan terserah saja, asal membawa perubahan yang lebih baikdan berhasil dari sebelumnya. T : Kalau begitu sejauh mana pengaruh latar belakang Cagub dan Cawagub yang anda pilih dari segi etnis/agamanya? J : Kalau saya yang lebih mendasar itu personalnya, yang membawa kebaikan unntuk orang banyak atau tidak. Jika misinya membawa kebaikan yang meluas maka itu yang harus kita dukung, tidak memandang dari etnis atau agama tertentu. T : Pada saat-saat kampanye, ada tidak tim sukses yang menawarkan anda sejumlah uang agar anda memilihh Cagub tertentu? J : Karena saya proletar, jadi tidak ada penawaran-penawaran yang datang kepada saya, karena saya juga tidak punya pengikut. T : Menurut anda abagaimana pemimpin yang ideal yang bisa memimpin Jakarta kearah yang lebih baik? J : Kalau enurut saya yang penting dia punya kekuatan, kemudian juga punya standar yang di tentukan pemerintah untuk menjadi Gubernur Jakarta dan juga mempunyai massa yang baik sehingga bisa mengembangka kepemimpinannya dan bisa diterima oleh orang banyak. T : Pada pilkada kemarin pilih siapa om dan kenapa alasannya? J : Kemarin kebetulan saya memilih yang baru yaitu Jokowi, sebab saya berprinsip “ pertahankan tradisi lama yang baik dan ambil tradisi yang baru jika lebih baik”. T : Memang sejauh mana anda mengenal sosok Jokowi? J : Saya melihat profil Jokowi baru dari telvisi saja, tapi secara luas saya juga kurang tau. Dari sepak terjangnya yang diberitakan, kemudian juga dia mau terjun langsung kelapangan karena sudah diamanatkan warganya. Nah itu menjadi dasar kenapa saya mendukung Jokowi. T : Jadi anda memilih Jokowi berdasarkan kinerjanya yang baik sebelum mencalonkan diri sebagai Cagub Jakarta? J : Ya betul sekali, karena masalah kinerjanya dalam berita-berita sudah diperlihatkan kemajuanny. Kemudian dari perbincangan orang-orang dapat merasakan hasil dari kinerjanya Jokowi. T : Apakah Jokowi termasuk dalam kriteria seorang pemimpin yang ideal menurut anda tadi? J : Kelihatannya sudah memenuhi persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin yang ideal. Dia punya ketegasan, mau terjun langsung kelapngan. Mau mengawasi langsung dengan terjun kelapangan dan mengambil tindakan agar seluruh pegawainya untuk bekerja. Jadi dia juga tidak bekerja sendiri, sama-sama bekerja dan bekerja sama. T : Apa harapan anda kedepannya kepada Gubernur yang terpilih sekarang yaitu bapak Jokowi untuk kemajuan kota Jakarta? J : Semoga sepak terjangnya mendapat sambutan baik dari masyaraakat Jakarta. Yang jelas beliau sudah membawa kebaikan dan betul-betul memperhatikan perubahan- perubahan yang menuju kabaikan dan harus di dukung orang-orang yang menggunakan akalnya. T : Memang anda ingin Jakarta seperti apa kedepannya? J : Kalau saya sendiri sebagai manusia tidak punya harapan yang muluk-muluk, yang penting sapat menjalankan aktifitas sehari-hari dengan baik, tenang, aman dan lancar. Itu sudah menjadi hal yang patut disukuri, intinya kami masyarakat bawah ingin diperhatikan pemerintah. Dan tidak hanya pimpinan pucuknya saya yang bekerja tapi pimpinan yang bawahnya juga harus ikut bekerja biar sama-sama kerja. TRANSKIP HASIL WAWANCARA Nama : Asri Mulya Umur : 46 tahun Pendidikan : SMP Etnis : Betawi Agama : Islam Organisasi Agama :- Organisasi Massa :- Kategori Responden : Warga Biasa * Sudah 5 Kali Mengikuti Pemilu * Pilkada DKI Jakarta 2012 Memilih: Foke Jakarta, 23 Desember 2013 T : Bagaimana penilaian Ibu terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat sebagai Gubernur Jakarta? J : Kalau menurut saya stantar saja saat Foke menjadi Gubernur. T : Kalau begitu, pemerintahan mana yang paling ibu sukai, ketika Foke menjabat atau sekarang saat Jokowi menjabar sebagai Gubernur? J : Kayanya yang sekarang deh, pas Jokowi Ahok kelihatan perubahannya. T : Pada masa-masa kampanye kan terjadi isu SARA, bagaimmana tanggapan ibu mengenai isu tersebut? J : Kalau tanggapan saya mah biasa saja. T : Terus apakan latar belakang Cagub dan Cawagub berpengaruh pada pilihan anda? J : Dengan piliohan saya kemarin sih ada pengaruh etnis T : Pada masa-masa kampanye ada tidak sih bu tim sukses yang menawarkan ibu sejumlah uang agar ibu memilih Cagub tertentu? J : Tidak ada. T : Menurut ibu pemimpin yang ideal untuk memimpin Jakarta kearah yang lebih baik? J : Pemimpin yang merakyat, yang mau melihat orang bawahan, saya mau yang seperti itu. Jangan mementingkan yang diatas saja, tapi turun langsung kaya Jokowi sekarang. T : Kemarin Ibu memilih siapa dan kenapa memilih Cagub tersebut? J : Saya kemarin milih Foke, alasannya sih sebenernya rahasia. Disuruh keluara juga, suami nyuruh pilih Foke. T : Ibu sendiri sejauh mana mengenal Foke? J : Tentang Foke saya melihat dari televisi saja sih. T : Menurut Ibu dari prestasi atau kinerjanya Foke seperti apa? J : Prestasinya dia sih bagus, tapi kayanya dia lebih cenderung kurang memperhatikan orang bawahan. T : Jadi ibu memilih Foke karena dari segi etnis dan bujukan keluarga yah bu? J : Dari agamanya juga sih, dia Betawi dan Islam. T : Memang menurut ibu Foke sudah sesuai atau belum sih dengan kriteria seorang pemimpin yang ideal seperti yang ibu sampaikan tadi? J : Belum sih, tapi saya pilih. Karena suami saya kan PNS, jadi waktu itu Foke menjanjikan kalau dia terpilih kembali sebagai Gubernur Jakarta, maka gaji PNS akan dinaikan. T : Harapan ibu apa pada Gubernur yang terpilih sekarang, yaitu Bapak Jokowi , ibu mau seperti apa untuk kemajuan kota Jakarta? J : Pokoknya sekarang berharap pada Jokowi, dia harus liat rakyat yang dibawah. Terus jangan mementingkan yang atas saja. Tapi yang bawah juga diperhatikan. Kan rakyat masih banyak yang susah jadi harus diperhatikan. Jokowi yang sering turun ke masyarakat harus terus berjalan. Perubahan juga sekarang sudah banyak yah selama Jokowi menjabat, ketimbang yang dulu. TRANSKIP HASIL WAWANCARA Nama : H. Muntazah Umur : 61 tahun Pendidikan : SD Etnis : Betawi Agama : Islam Organisasi Agama :- Organisasi Massa :- Kategori Responden : Tokoh Agama * Sudah 5 Kali Mengikuti Pemilu * Pilkada DKI Jakarta 2012 Memilih: Jokowi Jakarta, 23 Desember 2013 T : Bagaimana penilaian Bapak terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat sebagai Gubernur Jakarta? J : Pas Fauzi Bowo tidak ada perubahan-perubahan, tidak terasa dan terlihat. T : Lebih suka saat Pemerintahan Foke atau Pemerintahan Jokowi sekarang pak? J : Lebih suka sekarangada kenyataannya keliatan jelas. T : Kemarin kan saat kampanye ada isu SARA tuh pak, yang membahas etnis dan agama Cagub dan Cawagub tertentu, tanggapan Bapak tentang isu itu bagaimana? J : Kita ini kan nasionalis, kalau dibidang agama beda. Ini kan demokrasi, bukan untuk sekelompok-sekelompok orang. T : Sejauh mana pengaruh latar belakang Cagub dan Cawagub yang anda pilih? J : Kalau menurut saya, orang yang dibutuhkan kerjaannya yang benar. Tidak perlu sesuai etnis/ agamanya, karena kita kan berbangsa-bangsa bersuku-suku. T : Pada saat kampanye, ada tidak tim sukses yang menawarkan Bapak sejumlah uang agar memilih Cagub tertentu? J : Tidak ada, saya tidak ada gitu-gituan. T : Menurut Bapak pemimpin yang ideal seperti apa, yang bisa memimpin Jakarta kearah yang lebih baik? J : Yang kerjanya nyata, adanya perubahan. Tidak Cuma ngomong saja. T : Siapa dan kenapa Bapak memilih Cagub tersebut? J : Kemarin saya milih Jokowi, karena dari informasi masyarakat kerjanya kelihatan, bukan karena etnis atau agamanya. Saya melihat orangnya dan kerjaannya, dia mau turun kebawah. T : Apa Jokowi sudah sesuai dengan kriteria seorang pemimpin yang ideal untuk Jakarta? J : Kalau menurut saya mah paling ideal dia, tidak ada lagi. Bisa-bisa dia diangkat menjadi Presiden. Karena orang-orang bisa lihat kerja nyatanya dia. Sekarang Presiden saja kurang tegas, yang katanya mau berantas korupsi tapi anggota dia sendiri yang korupsi, tidak tegas. T : Terus apa harapan bapak pada Gubernur yang terpilih sekarang, yaitu bapak Jokowi untuk kemajuan kota Jakarta? J : Harapannya ya biar lebih bagus lagi, jangan seperti yang sudah-sudah pada melempem kerjanya. TRANSKIP HASIL WAWANCARA Nama : Muhammad Ali Harist Umur : 40 tahun Pendidikan : Aliah/SLTA Etnis : Betawi Agama : Islam Organisasi Agama :- Organisasi Massa :- Kategori Responden : Tokoh Agama * Sudah 5 Kali Mengikuti Pemilu * Pilkada DKI Jakarta 2012 Memilih: Foke Jakarta, 21 Desember 2013 T : Bagaimana penilaian bang Ali terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat sebagai Gubernur Jakarta? J : Sepertinya kemajuan sih ada, tapi kalau disamakan yang sekarang tinggal diteruskan lah. Untuk masalah pembangunan sih semuajuga sama, tapi sekarang tinggal meneruskan saja. T : Pemerintahan mana yang paling disukai? J : Kalau pada saat Foke menjabat, ditingkat kelurahan lebih cepat karena memang ada uang kerjanya. Kalau sekarang memang bagus disiplin kerjanya, tapi lelet di kelurahan itu karena di awasi KPK jadi mereka merasa gimana gitu. Jadi lelet, harusnya selesai istirahat kerja jam satu siang, ini jam dua siang baru kerja lagi yang saya lihat. T : Pada saat-saat kampanye terjadi isu SARA, kalau beng Ali sendiri bagaimana tanggapannya? J : Kita ini kan mayoritas penduduknya Islam, sebenarnya bukan isu SARA tapi ulama itu tugasnya menyampaikan kepada ummat dari Al-Qur’an dan Hadist. Karena memang sudah akhir jaman, yang namanya ummat Islam sendiri Al-Qur’an dan Hadist sudah dicuekin, mereka itu hanya mikir bagaimana memimpin itu bersih dan jujur. Kalau dibilang isu SARA sih itu untuk orang-orang yang tidak mengerti saja. Jelas bahwa di Al-Qur’an tertulis, seorang muslim harus memilih pemimpin yang seiman. T : Bang H.Rhoma Irama pun pada dakwanya mengatakan bahwa jangan memilih pemimpin yang tidak seiman, pendapat bang Ali sendiri bagaimana? J : Ya benar, dia menyampaikan dari Al-Qur’an jangan memilih pemimpin yang tidak seaqidah, karena nanti suatu saat akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. T : Kalau begitu, sejauh mana pengaruh latar belakang Cagub dan Cawagub yang anda pilih, apakah dari segi etnis/agama harus sesuai dengan anda? J : Kalau dari etnis sih tidak harus sesuai, hanya kalau yang namanya aqidah itu kan tidak bisa dibohongi. T : Ada tidak sih tim sukses yang menawarkan bang Ali sejumlah uang agar memilih Cagub tertentu? J : Tidak ada, kalau saya mah lillahi ta’ala. T : Bagaimana sih pemimpin yang ideal yang menurut bang Ali bisa memimpin Jakarta kearah yang lebih baik? J : Ya yang tahu wilayah, sudah mengerti tentang karakter warganya, mengerti ilmuilmu kenegaraan. T : Terus kemarin memilih siapa bang dan kenapa memilih Cagub tersebut? J : Kalau bang Ali kemarin milih Foke, alasannya karena pertama masalah aqidah, kedua hati emang lebih condong ke Foke, murni lillahi ta’ala bukan karena imingiming uang dan sebagainya. Lebih ke agama,bukan karena satu suku. T : Memang sejauh mana bang Ali mengetahui kinerjanya Foke di pemerintahan? J : Tidak tau sih, karena dari sisi agama saja. T : Apakah Foke sudah sesuai dengan kriteria sosok seorang pemimpin yang ideal menurut bang Ali tadi? J : Disebut ideal ya tidak, disebut tidak ya ideal juga. Yang pasti mah dari satu keyakinan. T : Apa harapan bang Ali pada Gubernur yang terpilih sekarang yaitu bapak Jokowi untuk kemajuan kota Jakarta? J : Yang pasti dalam menempatkan pemimpin seperti di kelurahan Lenteng Agung harus sesuai dengan kultur yang ada disitu. Agar ada kerjasama antara warga dan Lurah itu sendiri. Juga sesuai dengan apa yang di yakini oleh mayoritas warganya. Karena kalau suatu daerah dipimpin oleh seorang perempuan maka tunggu saat kehancuran, tidak tau kapan. Bukan mempermasalahkan kinerjanya tapi harus sesuai dengan mayoritas agama warga itu. Toh masih banyak laki-laki yang kinerjanya juga baik. Warga Lenteng hanya ingin Lurahnya diganti, masa memindahkan PKL yang segitu banyak bisa, menukar atu Lurah saja tidak bisa. TRANSKIP HASIL WAWANCARA Nama : Abdul Munir Umur : 25 tahun Pendidikan : D IV Etnis : Jawa Agama : Islam Organisasi Agama : Zakir Naik Club Indonesia Organisasi Massa :- Kategori Responden : Intelektual * Sudah 2 Kali Mengikuti Pemilu * Pilkada DKI Jakarta 2012 Memilih: Jokowi Jakarta, 24 Desember 2013 T : Bagaimana penilaian anda terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat sebagai Gubernur Jakarta? J : Wah berantakkan sekali, karena memang terasa sekali yah. Foke sekarang sudah di gantikan oleh Jokowi, itu terasa sekali bahwa Foke tidak melakukan apa-apa, seperti banjir dan kemacetan. Ya Jakarta semrawut tidak ada perubahan. Tapi setelah Jokowi menjabat terasa perubahannya, wilayah di tata dan birokrasi menjadi lebih baik. Dari semua perubahan-perubahan yang Jokowi lakukan itu menggambarkan kalau Foke tidak melakukan apa-apa, dia tidak menunjukan perubahan sama sekali. T : Dari situ kan anda bisa menilai, Pemerintahan Foke atau Jokowi yang paling anda sukai? J : Kalau menurut saya sih Pemerintahan Jokowi yah, karena Jokowi itu merakyat. T : Bagaimana tanggapan anda mengenai isu SARA Yang terjadi pada saat-saat kampanye Pilkada DKI Jakarta 2012? J : Kalau menurut saya sih, jika dilihat dari sisi agama memang kita sebagai orang muslim harus memilih pemimpin yang muslim juga. Tapi kalau memang dia punya kompeten tidak masalah dan memang dari sisi Ahok sendiri, dia bukan yang nomer satu tapi dua. Jadi buat saya, pertama kalau mau dilihat dari sisi agama dulu its ok, karena Jokowi muslim. Kedua, Ahok itu kan wakilnya, walaupun dia bukan muslim. Ketiga, Ahok pun punya kapabilitas waktu jadi Bupati Belitung walaupun dia non Islam, dia menaikan Haji orang-orang banyak dan tidak segan-segan untuk menyumbang. T : Sejauh mana pengaruh latar belakang Cagub dan Cawagub yang anda pilih? J : Sangat berpengaruh, soalnya kalau kita memilih asal pilih saja sama dengan beli kucing dalam karung.Waktu itu ada Foke dan Jokowi, jelas ketika saya memilih Jokowi karena dia adalah Walikota terbaik nomer dua di dunia dari sekian banyaknya kota di dunia. Dari sisi Ahok, kita kan bangsa yang plural yah, jadi tidak masalah kalau misalnya ada orang yang berbeda etnis atau ras dengan kita. Dia keturunan Cina, tapi kalau memang kapabilitasnya tinggi ya bagus, toh di Belitung pun kemajuannya pesat. Jadi Jokowi dan Ahok itu memang pasangan yang tepat dan pas. T : Berarti anda memilih bukan karena harus sesuai dengan etnis atau agama anda? J : Tidak, saya tidak memilih dari segi agama, tapi tetap itu menjadi pertimbangan karena saya sendiri muslim. Kan kita buat kemajuan bersama juga yah dan terbukti bahwa sampai sekarang juga sudah bnyak perubahan yang membawa kemajuan. T : Ketika masa-masa kampanye, apakah ada tim sukses yang menawarkan and sejumlah uang agar anda memilih Cagub tertentu? J : Kalau itu memang sudah menjadi rahasia umum yah, saya sendiri tidak tertarik dengan politik uang. Kalau saya memilih ya itu karena memang ada beban moral, kalau pun saya salah ya saya merasa bersalah. Contohnya waktu jaman pilpres saya memilih SBY, tapi sekarang saya menyesal sudah memilih dia. Dan saat saya memilih Jokowi, saya pikirkan matang-matang secara rasional. Walaupun di lingkungan saya bekerja banyak sekali yang menyarankan memilih Cagub tertentru, tapi iming-iming tidk dalam bentuk uang, melainkan berupa. Dan sekarang politisi tidak mau memberikan uang atau barang sebelum benar-benar dipilih. Jadi masyarakat harus memberikan bukti dengan memfoto hasil coblosannya dn memperlihatkannya pada tim suksesnya. T : Bagaimana pemimpin yang ideal menurut anda, untuk memimpin Jakarta kearah yang lebih baik? J : Yang pasti dia harus berpengalaman dengan kinerjanya yang bagus, berprestasi dan merakyat. Jadi begini, menurut saya Jokowi itu tidak pintar-pintar sekali namun dia pekerja keras dan dia total dalam bekerja. Kemudian dengan dia blusukan itu masyarakat senang, ini loh pemimpin yyang kita cari, ini loh pemimpin yang ideal. Jadi tidak perlu dia pintar sekali, jago bahasa Inggris, lulusan S2 duluar negeri tidak perlu. Kita sebagai masyarakat cukup butuh pemimpin yang merakyat, blusukan, jujur, apa adanya dan tidak neko-neko. Dulu pun saat menjabat sebagai Walikota Solo, dia tidak mengambil gajinya, betul-betul kerja untuk rakyat. T : Sejauh mana anda mengenal Jokowi? J : Sebelum saya memilihnya, saya cari tau dulu tentang Jokowi, kenapa sih saya memilih Jokowi! Yang jadi pertanyaan, ini kok Walikota tidak mengambil gajinya! T : Apakah calon tersebut sudah sesuai dengan kriteria seorang pemimpin yang ideal menurut anda tadi? J : Sebenernya belum bisa diukur secara keseluruhan sudah pas atau belum, karena belum ada setengah masa jabatan yah. Tapi dari sini sudah terlihat banyak perubahan dan semua orang senang dengan gaya kepemimpinannya yang apa adanya. Kalau boleh saya bilang, menurut saya dia sudah bisa menjadi Presiden, tapi kan masih punnya masa jabatan sebagai Gubernur Jakarta. Ya tolong di bereskan dulu Jakarta, dibersihkan dulu, dirapihkan dulu. Setelah masa jabatan Gubernur, mau dia menjadi Presiden terserah. Jokowi saya rasa sudah ideal, dia negosiator yng ulung, gaya kepemiminannya bagus, skillnya, kapabilitynya, pengalamannya dan di padu dengan wakilnya yaitu Ahok. T : Apa harapan anda pada Gubernur yang terpilih sekarang yaitu bapak Joko Widodo untuk kemajuan kota Jakarta? J : Jokowi segera menyelesaikan masalah kemacetan dan banjir. Karena itu membuat stres orang dijalan, waktupun jadi habis dijalan, energi juga terbuang dijalan. Ya harapan saya Jokowi jadi Gubernur dulu saja 5 tahun, nanti dia mau jadi Presiden bebas-bebas saja, mau jadi Gubernur lagi tidak apa-apa justru lebih bagus lagi. TRANSKIP HASIL WAWANCARA Nama : Lanny Barra Safiyuni Umur : 22 tahun Pendidikan :SI Etnis : Betawi Agama : Islam Organisasi Agama : Hijaby IISIP Organisasi Massa :- Kategori Responden : Intelektual * Sudah 2 Kali Mengikuti Pemilu * Pilkda DKI Jakarta Memilih: Foke Jakarta, 23 Desember 2013 T : Bagaimana penilaian anda terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat sebagai Gubernur Jakarta? J : Menurut saya pada Pemerintahan yang dipimpin oleh Foke sudah cukup optimal, namun memang kembali lagi kepada setiap kebijakannya. Setiap menurun kebawah otomatis kan yang menjalankannya itu tidak satu dua orang tapi banyak dan setiap kepala itu berbeda. Maka dari itu untuk pelaksanaan kebijakam tersebut ada saja kendala-kendala dari bawah. T : Sekarang kita berada pada pemerintahan Jokowi, dari siutu anda bisa menilai pemerintahan Foke atau pemerintahan Jokowi yang paling anda sukai? J : Saat cukup senang dengan kinerja pemerintah saat ini yang di pimpin oleh bapak Jokowi dan wakilnya bapak Ahok, karena ada beberapa terobosan-terobosan yang dikeluarkan mereka berdua untuk meluruskan setiap kebelokan yang terjadi pada pemerintahan sebelumnya. Khususnya kepada bapak Ahok, saya senang sekali dengan gayanya walaupun yang katanya dia “ si pemarah “ itu, tapi itu salah satu gertakan untuk membangkitkan semangat yang lainnya. T : Bagaimana tanggapan anda mengenai isu SARA yang terjadi pada masa-masa kampanye pilkada DKI Jakarta 2012, apalagi dengan adanya dakwa H.Rhoma Irama yang mengatakan jangan memilih pemimpin yang tidak seiman? J : Namanya politik ada sisi baik dan buruknya. Dan ada juga pro kontra. Politik itu kan seni untuk mencapai kepentinngandan dan menurut saya dengan cara tersebut dari pihak lawan Jokowi untuk merebut suara darinya menurut saya itu sangat disayangkan. Padahal kita tau Indonesia itu tidak hanya muslim, Indonesia itu mempunyai enam agama dan beragam etnis. Jadi kita tidak boleh mendeskriditkan agama atau etnis tertentu. T : Sejauh mana pengaruh latar belakang Cagub dan Cawagub yang anda pilih, apakah dari segi agama/ etnis harus sesua dengan anda? J : Saya tidak terlalu mementingkan SARA, tapi yang terpenting itu kinerjanya. T : Pada saat kampanye berlangsung atau detik-detik pemungutan suara, apakah ada tim sukses yang menawarkan anda sejumlah uang agar anda memilih calon tertentu? J : Untuk money politic alhamdulillah tidak ada dan dengan idealis yang saya miliki akan saya tolak, tapi tidak ada kok. T : Bagaimana pemimpin yang ideal menurut anda untuk memimpin Jakartake arah yang lebih baik? J : Pemimpin yang tegas, karena masyarakat Jakarta ini beranekaragam. Jadi untuk menyelaraskan itu kita butuh pemimmpin yang tegas. Ibaarat kereta apa, buntutnya harus mengikuti kepalanya, jika kepalanya lurus maka buntutnya pun harus ikut lurus. T : Siapa dan kenapa anda memilihh Cagub tersebut? J : Saya memilih Foke, karena saya melihat saat kepemimpinannya cukup bagus dan saya belum tau Jokowi kepemimpinannya seperti apa. Sya juga belum percaya betul dengan Jokowi jaadi saya memilih Foke dan kebetulan Foke sudah sering ke kelurahan saya melakukan kegiatan-kegiatan. T : Memang sejauh mana anda mengenal Foke? J : Di bilang mengenal tapi tidak mengenal sekali, saya taunya dari televisi dan saya suka cara orang berbicara. Foke ketika berbicara bagus menggunakan kata-kata formal, dari penampilannya juga cukup mempuni untuk menjadi seorang Gubernur. T : Berarti anda memilih Foke berdasarkan apa, apakah karena prestasinya atau melihatnya dari segi etnis/agama? J : Saya melihatnya dari penampilan, kalau soal etnis saya tidak terlalu mementingkan dan saya merasa Jakarta waktu dipimpin Foke cukup baik walaupun prestasinya tidak terlihat. T : Apakah Foke sudah sesuai dengan kriteria seorang pemimpin yang ideal menurut anda tadi? J : Untuk mencapai sesuatu yang ideal itu butuh waktu panjang dan untuk sempurna itu kan susa. Saya orang yang bersukur jadi ketika kebijakan sudah bagus ya saya sukuri. T : Apa harapan anda pada Gubernur yang terpilih sekarang yaitu Bapak Jokowi untuk kemajuan kota Jakarta? J : Saya berharap Bapak Jokowi tetap melakukan blusukan, Bapak Ahok tetap mengkritik, menindak tegas dan memberikan sanksi kepada setiap pelanggar kebijakan pemerintah.Saya ingin MRT cepat diselesaikan, kemudian armada busway ditambahkan. Dan astu lagi, pajak kendaraan bermotor dibesarkan karena dengan pajak dan harga kendaraan yang murah maka akan menambah volume kendaraan dan menjadi macet. KEMENT4RIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH J A KARTA FAKULTAS ILI\{U SOSIAL DAN ILMU POLITIK Jl. Kertanrukti, Pisangan, Ciputat 154 l9 Jakarta Selatiln 'lilp. 02 I -747052 I 5, Fax. 02 l -747020 I l \\'cbsite: wrvw.uiujkt.ac. id: E-urail: lisip_uirr(i:q1ry:rhoo.r-o Jakarta, I I Desember20l3 Nomor, : Un.0 1/I'l 1/PP.O0.10 Lampiran Hal : Pengantar Permohonan Warvancara Keoada 17 63 120i3 Yth. Pinr.i....-ri.1.ttlrrC.:t.{::!y..:'. 8, n Y e neqtq €a^ ( r g,\ p,-ov,,''5; p K\ J ar.ar c' ..JI. 5..,P.e r.'r:r s,..... i\::{q.:.7 di Jakarta Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dekan Fakultas IlmuSosial dan Ilntu Politik (FISIP), Universitas Islanr Negeri (UtN) Syarif Hidayatullah, Jakafia, tnenerangkatr bahs'a: Nama Ternpat, tanggal lahir : Muhammad Ferdiansl'ah : Jakarta,02 Juni 1991 NIM : 109033200049 Semester :IX Program Studi : Zidni Ilmu Politik adalah mahasisu,a FISIP, UIN Syarif Hidal'atullah, Jakarta. Tahun akaiienrik 2013/2014 yang masih aktif kuliah. Mahasisrva kami ini sedang men):usun skripsi dengan judul: Perilaku Pemilih : Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo - Basuki lahaja Purnama Pada Penrilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012. Untuk keperluan tersebut, kami berharap yang bersangkutan dapat diberi izin untuk mengumpulkan data/rvawancara. Demikian surat permohonan ini dibuat, atas perhatian dan kerjasama Bapak/lbu, kami ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. A.n. Dekan, Wakil Bidang ase$'o 199003 I 'l-enrbusan : Dekan FISIP \r\r.H g "o?lzQt Z\ON\ 3%833 [trl,r {t" - o0l b LEMBAR PENGANTAR No. srt / kode n/;Ul'tar,-n'\?,A VIN Kepada : 7e,rdi^^ 9uF Z) , |h44' Q-c^p-c Perihal / lsi ringkas ' psrttuoho Ao,v. \,r.1a,.t +-lctv.,c.a-r>-- I rst.masuk [fi tZ - ( Tgl. srt Diteruskan Pengolah Penerima : Y Lamprran : l/- La- (u ,-, Vtd q o Pengirim: Disimpan ,b1e>L it N rttt6 3tt o t\ t\ r{ or o FI N ro \t to t\ or d'l ut FI d or (n d t\ ut @ o o .l o N frl ro ro ?{ o € a ele co FI rr) N o m g m t\ fn g aa <l ri d CO ro o o ci o fo olt{ N c; c; o c, N ct l? ut c; d ci ct o ct ci ci o ci ct ct c; (n GI E r fn ]n NIN J F m N fo rt .{ N N Yt (o o F o r{ o N ut ul a! N FI h N c{, r.f| u) co r{ co N ut N t\ <l c{ ct o. (o t\ Gl FI ut o m <t c(' (n ({ t\ d rn co ln d o r/t oi rt F f{ o or ao r^ N ^, .J F m ro <t d N ff1 r{ lI o O! @ a4 rc rI, € € ot t'! n? ro G d an a-l $ \t \l GI <t (o o |"\ m ql m an Fl .a- d arl € ol N 6 N \t FI N ao rf t\lN fn q ItrlN ut tflcn @ ut N t6 z:) t\ ro (t co m ro o r) o- @ ..1 @ yt gr an !t \l N st r.. N H ri \t c{ to or 11 F. s'! 1,] o9 € q rt \t fa ro |.\ o; m i r\ t/t I c: r-' d d q o d co co \t q o t\ o o (o (4 € t\ \t m co q vl N r; o d CN C'r <l ,n' \t 6 N rn <t ro H € l'.. m t\ v rl (t N ro (o' d dl H @ (rr @ q. Gd \d N (l, d ct ot t o @ rn d m r/l H co ro ('' lr1 t'\ ro d <t c! Ol rn N (^o F{ d N f! @ ('t rtt H o m h st o' il 6 N @ ro fi1 A to F vErc I n f)o u, F att z. I E 6 6 co 6 9. N d € b @ s frl o F. rl n ol F. o <l o- F @ lru d m ri h m m m F\ @ Or N m € l-. @ @ n @ <t g) @ @ N <t o d. @ 6 € 6 @ m ao- € o (o o F. 1 q 6 c; oo n l-- m 6 o o r- a a rn r io .j m n 6 N n ro ar) o N o o n m F co d @ q' N |'\ r.1 ut m N o o o o o) rn q N a!' (o 6 d di dlo dlN @lh @ q N o o @ 6 N I co rn' f; N Ols dl@ slr Nle N nl9 rco (o q ri m n € tJ1 rul o c l E c (o (o- o crl olN dlc dlv NIN co Or o Ol oi d tr \Z n r.t ol@ NIN ol ol6 lvi m N (o t- d rn N o; € n IR too co c a o "o- € N @ N @ (o N F h o rN o o om € \ N .q o o' N @ N o n n ia N. n d ql@ olm mlN dto olm ml@ @ (o ".-l ;o t-. rl O N li vo >z f o f o z. LIJ o_ o r H 6 d @ ol ol ui dl r; = q 9 3 ^il s @ cG o n o m o) d rn F\ @ @- o gr 6 N m (o- o <t N m N ('r @ H to N \ <l CO .i t. d 4 o 6 tn N n j 6 @ o o o Nq N F\ d N N _o- € H o "1 € o r r r € @ r o €- \ r .q € \ o d o r; N o N c co € lro € ; co 6 N. € E, ri lo 6 6 d E :Z N F\ N t d @ d Ll-' F o o o ro si z F F f 6 :) z. n r- r o q coo rN @ N m m N @ m m o <t F Ll-' <J F\ d to o )< 6) ln o @ @lH alm qlo o f t\ co co F r.c, o f z. 4 .b + € n 6 to l fl,/) o- F\ o m >Z $. d N d ll @ (o u) ot t'. ro rl .t H ttl @ rn o) <t f -o o (ol@ N n m lco 6 O rnl6 @16 Flh 6lm N € o ri o o N o €- 6 6 o o @ <t olo N @ g' .'! o- o- N so T; ; € o q r.o q oFJ J 6 J o' o v o 6 F U f ! 0 U g 6 J o l' G ! !a C rc o .! o .g 5 d z d m 9!n E I:. o : o E a io I J u c b( ct c f : 't 6 E G J N color OJ q ft E E l! IU co 6 co !c €c d o H d J N cn o ]a c o o o "i v1 .s G f E o G 6 @ ro r dil, @ ot c o co o N 4 : zo ; ] o o € J J E f € € @ .c f 3 o a -e -c 6 E f c o G l -c @ JJ € :c o c 6 N N <t ro F c l t c € c l-1 6 dl o ) ,l t E c G .,1 >t 9 c G c o a F o \ J J 3