PERILAKU PEMILIH (Dinamika Pilihan Rasional Dalam

advertisement
PERILAKU PEMILIH
(Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan
Jokowi-Basuki Pada Pemilihan Umum Gubernur
DKI Jakarta 2012)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana sosial (S.Sos)
Oleh:
Muhammad Ferdiansyah Zidni
109033200049
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
PERILAKU PEMILIH
( Uinamit<a Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Jokowi-Basuki Pada
Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta20l2\
l. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
persyaratan memperoleh gelar Strata
I di Universitas
satu
Islam Negeri rufN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
ini telah
saya
di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
J.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri rufN)
Syarif Hidayatull ah Jakarta.
Jakarta, 17 Januai2014
Muhammad Ferdiansvah Zidni
Perilaku Pemilih
' @inamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Jokowi-Basuki
Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012)
SKRIPSI
Diaj ukan Untuk Memenuhi P ersyaratan M empero leh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
il'Iuh ammad Ferdians-v-ah Zidni
Nrilr. 109033200049
Pembimbing
\
7z*L ,r
,/
Survani. i\f.Si
NrP. 19770424 200710 2 003
PROGR{N{ STUDI TLMU POLITIK
FAKULTAS ILNIU SOSL{L DA.'\ IL}IU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAilI NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAI(ARTA
2014
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama
: Muhammad Ferdiansyah
NIM
: 109033200049
Program Studi
:Ilmu Politik
Zidni
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
PERILAKU PEMILIH
(Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Jokorvi-Basuki Pada Pemilihan
Umum Gubernur DKI Jakarta2012)
Dan memenuhi syarat untuk diuji.
Jakarta, 17 Januan2014
Mengetahui,
Menyetujui,
Ketua Program Studi
Pembimbing
Li
,)
|w'[1r
Suryani. M.Si
NIP. 19651212199203
NIP. 19770421200710 2 003
1 004
lil
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
Perilaku Pemilih: Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan
Jokowi-Basuki Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta
2012
Oleh
Muhammad Ferdiansyah Zidni
109033200049
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17
Januari 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua,
Sekretaris,
NIP. 19730927 200501 r 008
Penguji II,
Penguji I,
NIP. 1965t212199203
1
Dr. Nawin/ddin. M.A
NIP. 197201052001l2 I 003
004
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal l7 Januari
2014.
Ketua Program Str.rdi
FISIP UIN Jakarta
Ali Muhhanif.
Ph. D
NIP. 19651212199203
ru
ABSTRAK
Muhammad Ferdiansyah Zidni
Perilaku Pemilih
“ Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo - Basuki
Tjahaja Purnama Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012”
Skripsi ini membahas tentang hubungan kemenangan Jokowi-Basuki
dengan kemunculan para pemilih rasional. Materi yang dibahas adalah perilaku
pemilih yang rasional di wilayah DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganalisa hubungan antara terbentuknya rasionalitas antara pihak
masyarakat dan pemerintah di DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan studi
pustaka dan wawancara. Peneliti menemukan bahwa dalam proses terciptanya
pilihan rasional didukung oleh kondisi sosio demografi penduduk Jakarta yang
relatif berpendidikan, dan melek informasi. Pilihan rasional ini muncul ketika
masyarakat tidak merasakan dampak langsung terhadap kebijakan dari
pemerintahan Fauzi Bowo. Dengan hadirnya Jokowi-Basuki yang memiliki
prestasi dan track record yang sudah teruji ketika mereka menjadi kepala daerah
di daerah asal masing-masing dan pro-rakyat membuat masyarakat berpaling dari
calon yang berasal dari incumbent. Sikap apatis masyarakat terhadap
pemerintahan Fauzi Bowo semakin meningkat ketika terjadi banyaknya kasus
korupsi yang melibatkan elit-elit partai, dan diketahui bahwa Fauzi BowoNachrowi Ramli adalah pasangan incumbent yang berkoalisi dengan banyaknya
partai-partai besar yang anggotanya banyak terlibat kasus korupsi.
Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori perilaku
pemilih. Dari analisis melalui teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pilihan
rasional di wilayah Jakarta karena masyarakat tidak puas dengan kinerja
Pemerintahan Fauzi Bowo. Selain itu, juga ditemukan bahwa masyarakat Jakarta
semakin cerdas sehingga sangat rasional dalam menentukan pilihan dan memiliki
pertimbangan logis bahkan ideologis. Faktor etnisitas dan agama juga tidak lagi
menjadi determinasi signifikan. Masyarakat lebih melihat track record dan
komitmen dari seorang figur.
v
KATA PENGANTAR
‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬
Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala puji dan syukur kepada Allah swt yang senantiasa melimpahkan
rahmat. Rabbnya semua alam semesta, Sang Cahaya atas segala cahaya, Yang
kasihsayang-Nya melebihi Maryam terhadap Isa. Dengan hidayah dan inayah-Nya
kepada peneliti sehingga hanya karena limpahan nikmat-nikmat itu peneliti dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan waktu yang diharapkan. Shalawat dan salam
penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sang senyum dari
Yang Maha Penyayang, kekasih dari semua pecinta, pembimbing bagi siapa yang
mencari-Nya, pemegang kunci gerbang menuju-Nya. Yang tiada terhitung jasanya
bagi umat manusia, dengan membawa umatnya dari alam kegelapan karena
kebodohan kepada alam yang terang benderang yang bertaburan ilmu
pengetahuan.
Ide skripsi ini sendiri lahir ketika hidup saya sedang berada dalam fase
perenungan eksistensial (tepatnya frustrasi) tentang apa makna kehidupan saya,
siapa saya ini dan mau ke mana. Jadi, awalnya saya berpikir bahwa skripsi ini
harus sedapat mungkin merupakan persoalan yang memang ingin saya ketahui,
dan harus menghasilkan jawaban atas pertanyaan saya sendiri. Ada hal menarik
yang terjadi pada saya dalam pembuatan skripsi ini. Pada saat itu sudah
sedemikian jenuh dan kehilangan minat dengan skripsi dan kuliah, bahkan dengan
sebagian besar kehidupan saya. Ujung-ujungnya saya kembali mempertanyakan
eksistensi diri dan makna hidup. Kemudian saya berusaha berdoa dan
vi
memperbaiki shalat, karena saya pikir dengan itu hidup akan lurus kembali
(ternyata di sinilah amat bodohnya saya). Rasanya baru setelah itulah saya
berusaha merubah hidup ini dengan berusaha sedikit lebih serius (dan ternyata
teramat sangat tidak mudah).
Pada akhirnya, walaupun melalui sebuah perenungan yang lama, tentunya
ditambah dengan ketidakdisiplinan dan ketidaksesuaian dengan target lulus tepat
waktu (ini kalimat penyesalan, bukan permohonan maklum). Masih amat sangat
banyak kekurangan dari karya ini, dan peneliti sendiri menganggap hasil akhir
karya ini sebagai karya seorang seniman yang baru belajar membiasakan diri
menggunakan media baru untuk menuangkan ide dan kreativitas. Sehubungan
dengan telah selesainya penulisan Skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis baik berupa
motivasi, saran, kritik, gagasan, finansial, dan tenaga kepada penulis pada masa
pencarian data dan referensi demi terselesaikannya penulisan Skripsi ini. Kepada
mereka, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada:
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. DR Bachtiar Effendy MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik.
3. Bapak Ali Munhanif, Ph.D. Selaku Ketua Prodi Ilmu Politik UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan nasehat dan
motivasi di tengah kesibukannya bagi penulis.
vii
4. Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si. Selaku Sekretaris Prodi Ilmu Politik
yang banyak memberikan masukan dan rujukan inspirasi di tengah
kebimbangan penulis dalam menuntut ilmu selama di FISIP.
5. Mamah tercinta dan tersayang yang meski telah tiada di dunia, tapi
saya merasa mamah selalu ada disisi saya. Sehingga saya terus
berusaha bangkit ketika saya terjatuh agar mamah bisa bangga melihat
saya dari Surga. Papah yang selalu memotovasi saya untuk menjaga
dan mengangkat harkat dan marbat keluarga. Kemudian kakak dan
adik-adik yang selalu sabar dengan tingkahlaku saya.
6. Ibu Suryani, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen
pembimbing akademik saya. Di sela-sela segala kesibukannya, beliau
tetap bersedia meluangkan waktunya, dan tetap membimbing saya
dengan sepenuh hati, kesabaran , ketelitian dan selalu memberikan
motivasi yang luar biasa disaat saya patah semangat. Terimakasih saya
rasanya tidak akan cukup untuk beliau.
7. Para dosen tercinta selama 4 tahun menuntut ilmu di FISIP, Ibu
Haniah, Bapak A.Bakir Ihsan M.Si, Bapak Idris Thaha M.Si, Bapak
Dr. Shirodjudin Aly, Drs. Armein Daulay M.Si, Ibu Gefarina Djohan
MA, serta seluruh dosen di Prodi Ilmu Politik yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
8. Staf dan Karyawan FISIP yang banyak membantu penulis dalam surat
menyurat, Pak Jajang, Pak Amali, Pak Nanda, Ibu Lili dan semua yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
viii
9. Teman-teman seperjuangan ilmu politik 2009. Abdul Gofur Khafi, S.
Fadel Abu Bakar, Algi, Fikri, Selamet, Eko Indrayadi, Bagus Salim
Muharram, Meutia Rahmawati, Mizar, Nuzula, Odit, Agil, Rizkynoa,
Rizky R, Riza, Arep, Iir, Fili, Ali, Ilham, Dhani dan semuanya yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. “semoga cita-cita dan
harapan kita akan segera terwujud.
10. Teman-teman di SHALTER CF. Ahmad Ikbal, Nurul Choiri, Ahmad
Zakaria, Ardiansyah, Zayadi, Akbar dan Ambon Rahmat. Terima kasih
karena kalian selalu bisa menghibur Penulis disaat jenuh dengan
kekonyolan kalian.
11. Mas Kiki atas berbagi pengalamannya, motivasi dan menyediakan
tempat untuk Peneliti mengerjakan Skripsi ini dengan tenang.
12. Teman-Teman di KIBAR. Pak Bintang, Bang Wahyu, Deden, Jafar
,Bang Sawal, Quro, Agung, Umar, Usturi, Unga, Kiki, Naila, Elita,
Mutia dan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
13. Cak Junet, tukang fotocopy langganan Penulis yang selama kuliah
mengeprint tugas ditempatnya.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar dapat sempurnanya karya penulis ini. Karena tiada gading yang
tak retak. Penulis juga sadar sebagai manusia sering melakukan khilaf dan
kekurangan. Semoga karya penulis melalui skripsi ini dapat bermanfaat.
ix
Jakarta, 17 Januari 2014
Muhammad Ferdiansyah Zidni
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK…………........................................................................
KATA PENGANTAR…..................................................................
DAFTAR ISI……………………..........……………………….......
DAFTAR TABEL.............................................................................
v
vi
xi
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................
1
B. Pertanyaan Penelitian........................................................
6
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian........................................
6
D. Tinjauan Pustaka...............................................................
7
E. Kerangka Teoritis..............................................................
9
1. Definisi Perilaku Pemilih............................................
9
a.
Pendekatan Sosiologis....................................
11
b.
Pendekatan Psikologis....................................
13
c.
Pendekatan Pilihan Rasional...........................
15
F. Metodologi Penelitian.......................................................
25
G. Sistematika Penulisan.......................................................
27
BAB II PROFIL JOKO WIDODO DAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA
A. Biografi Jokowi……………….........................................
29
B. Biografi Basuki Tjahaja Purnama….………....................
37
BAB III SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDUDUK KOTA
JAKARTA
A. Sejarah Jakarta..................................................................
46
1. Aspek Geografis..........................................................
46
2. Aspek Nomenklatur....................................................
49
3. Aspek Sosio-Historis..................................................
52
B. Demografi Masyarakat Kota Jakarta................................
57
1. Agama.........................................................................
58
2. Etnis............................................................................
60
xi
3. Pendidikan...................................................................
62
BAB IV PILKADA 2007 DAN DINAMIKA PILIHAN RASIONAL PADA
PILKADA DKI JAKARTA 2012
A. Pemilu Kepala Daerah DKI Jakarta 2007..........................
B. Dinamika Pilihan Rasional Pada Pilkada DKI Jakarta 2012
1. Berdasarkan Sosiologis...................................................
2. Berdasarkan Psikologis...................................................
3. Berdasarkan Pilihan Rasional (Rasional-Choice)........
65
69
70
73
76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................
86
B. Saran...................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………........
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………....…...
xiv
xii
DAFTAR TABEL
Tabel III.A.
Jumlah Penduduk menurut Agama dan Kepercayaan, Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2012.........................................................
Tabel.III.B.
Jumlah
Suku
Bangsa
Provinsi
DKI
Jakarta,
2010.................................................................................
58
Tahun
61
Tabel III.C.
Data Penduduk Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Pendidikan
2012.................................................................................
62
Tabel IV.
Hasil Perolehan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI
83
Jakarta 2012.....................................................................
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Di dalam suatu negara demokrasi, pemilihan umum dianggap sebagai
lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Dan hasil pemilihan umum
diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan
kebebasan berserikat,dianggap untuk mencerminkan keakuratan partisipasi serta
aspirasi masyarakat. Memilih merupakan aktifitas menentukan keputusan secara
langsung maupun tidak langsung.
Di Indonesia sendiri, pemilihan umum (pemilu) pada awalnya ditujukan
untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002,
pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh
MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun
dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan
pertama kali pada Pemilu 2004.1
Dan pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007,
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan
sebagai bagian dari rezim pemilu. Setelah diberlakukan otonomi daerah,
pemilihan kepala daerah bukan lagi dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi DKI Jakarta, tetapi dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu, sebagai
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia. Diakses pada 25 September
2013.
1
medium pilihan publik, seharusnya mengkondisikan seluruh pihak yang terlibat
untuk belajar berbagi peran sehingga tidak semuanya harus berpusat pada salah
satu aktor atau salah satu lokus (Pusat).2
Dengan demikian, pemilu kepala daerah secara langsung merupakan
indikator pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan
kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen politik lokal secara demokratis.3
Jika mengacu pada Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun
2004, pemilihan kepala daerah hanya dilaksanakan satu putaran jika ada
pemenang yang meraih suara di atas 25 persen. Namun, pilkada dapat
dilangsungkan dalam dua putaran jika DPR dapat menyelesaikan perubahan UU
No 34/1999 mengenai Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI). Undang-undang
Pemerintahan DKI mengharuskan kemenangan 50 persen plus satu bagi calon
pasangan kepala daerah4.
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
diselenggarakan pada 8 Agustus 2007 di Provinsi DKI Jakarta merupakan yang
pertama dalam sejarah pemilihan kepala daerah di Indonesia.
Hasilnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menetapkan
pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Fauzi Bowo - Prianto sebagai
pemenang pada Pemilu kepala daerah DKI Jakarta 2007 dengan perolehan suara
2
Ahmad Nadir, Pilkada Langsung Dan Masa Depan Demokrasi (Malang: Averroes Press,
2005), 39.
3
Ambo Upe, Sosiologi Politik Kontemporer (Jakarta: Prestasi pustaka, 2008), 44-45.
4
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2007. Diakses
pada 25 September 2013.
2
2.109.511. Juri Ardiantoro Ketua KPU DKI Jakarta pada tanggal 20 Juli 2007
mengatakan "Berdasarkan penghitungan hasil rekapitulasi suara dari enam
wilayah pemilihan maka pasangan calon Fauzi Bowo - Prianto memperoleh 57,87
persen suara, sedangkan pasangan Adang Daradjatun - Dani Anwar memperoleh
42,13 persen suara setara dengan 1.535.555".5
Kemudian pada Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi DKI Jakarta 2012, Fauzi Bowo (Foke) mencalonkan diri kembali dengan
pasangan barunya yaitu Nachrowi Ramli (Nara) dan harus mengikuti babak
penentuan lagi. Pemilihan umum ini diikuti oleh enam calon pasangan gubernur
dan wakil gubernur, yaitu 4 pasangan diusung oleh partai politik dan dua pasang
berasal dari calon independen. Pada putaran pertama 11 Juli 2012 hasil
perhitungan KPU Provinsi DKI Jakartaa secara resmi memutuskan;6 Fauzi BowoNachrowi Ramli (diusung Demokrat - 34,05%), Hendardji Soepandji-Ahmad Riza
Patria (Independent - 1,98%), Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (diusung
PDIP dan Gerindra - 42,60%), Hidayat Nur Wahid-Didik J.Rachbini (diusung
PKS dan PAN - 11,72%), Faisal Batu Bara-Biem Triani Benjamin (Independent 4,98%), dan Alex Noerdin-Nono Sampono (diusung Golkar, PPP dan PDS 4,57%).
Memasuki putaran kedua pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012,
mulai timbul isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Para calon pemilih
ini di hasut agar tidak memilih pasangan dengan suku dan agama tertentu.
5
http://www.antaranews.com/berita/74054/kpu-tetapkan-fauzi-bowo-prianto-pemenangpilkada-dki-2007. Diakses pada 25 September 2013.
6
Husein Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi (Jakarta: Firdaus, 2012), 12.
3
Hasutan beredar lewat selebaran, situs-situs jejaring sosial, forum-forum internet,
dan pesan berantai lewat telepon seluler. Pemilih mendapat hasutan agar tak
memilih orang non-Jakarta, apalagi berasal dari agama dan etnis tertentu. Masingmasing pasangan membantah telah melakukan serangan bernada SARA.
Tim sukses pasangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama (JokowiBasuki) merasa menjadi sasaran kampanye hitam bernuansa SARA. Meski begitu,
Ketua Tim sukses Jokowi-Basuki, Cheppy Wartono mengatakan, munculnya isu
SARA justru menguntungkan mereka. “Kami santai saja, lha wong banyak yang
menanggapinya negatif. Malah, banyak yang tambah respek sama Jokowi-Basuki.
Jadinya menguntungkan kita,” Selasa 17 Juli 2012.7
Dan berlanjut pada kasus Rhoma Irama yang mencuat karena dalam
ceramahnya di Masjid Al Isra, Tanjung Duren, Jakarta, pada Sabtu 28 Juli 2012,
ia membahas calon keduanya dengan menyinggung masalah suku dan agama
calon tersebut. Bahkan ia juga mengatakan kepada jama’ah masjid jangan
memilih pemimpin yang tidak seiman.8
Kemudian pada hasil hitung cepat di hari pemilu putaran kedua tanggal 20
September 2012 yang ditayangkan sejumlah stasiun televisi mengunggulkan
pasangan Jokowi-Basuki meraih suara sekitar 54-56%, sementara Foke-Nara
berkisar 44-46%. Publikasi sejumlah media cetak sehari setelah pemilu (21/9)
7
http://www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/07/18/m7cge5-isu-saramulai-mengelinding-di-pilkada-dki. Diakses pada 2 Oktober 2013.
8
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/03/10272565/Rhoma.Irama.Batal.Penuhi.Pa
nggilan.Panwaslu. Diakses pada 2 Oktober 2013.
4
mengungkapkan, pasangan Jokowi-Basuki tetap unggul atas pasangan Foke-Nara;
LSI dengan (53,81%:46,19%), Indobarometer (54,11%:45,89%), Indonesian
Network
Election
Survey
(57,39%:42,61%),
Jaringan
Suara
Indonesia
(53,28%:46,72%), Saiful Mujani Research and Consulting (53,27%:46,73%), dan
Lingkaran Survei Indonesia (53,68%:46,32%), Kompas (52,97%:47,03%).9
Akhirnya hasil pilkada DKI Jakarta putaran 2 diumumkan oleh Ketua
KPUD DKI Jakarta, Dahliah Umar pada Sabtu, 29 September 2012. Penetapan
dilakukan sesuai dengan hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi
sehari sebelumnya. Pasangan Jokowi-Basuki meraih 2.472.130 (53,82%) suara,
sedangkan Foke-Nara mendapatkan 2.120.815 (46,18%) suara. Dengan selisih
351.315 (7,65%) suara, Dahliah Umar pun menyatakan, "Pasangan nomor urut 3
Jokowi-Basuki meraih suara terbanyak dalam putaran kedua."10
Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Basuki) yang hanya di
dukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerakan
Indonesia Raya (Gerindra) dapat unggul di tengah-tengah isu SARA oleh rivalnya
yaitu Fauzi Bowo (Foke) dan Nachrowi Ramli (Nara) sebagai pasangan
incumbent yang di dukung Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN),
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai
9
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2012. Diakses
pada 25 September 2013.
10
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2012. Diakses
pada 25 September 2013.
5
Bulan Bintang (PBB), Partai Matahari Bangsa (PMB), Partai Kebangkitan
Nasional Ulama (PKNU) dan juga sebagai putra daerah.
Meskipun seringkali unsur etnis ataupun primordial dipandang eksis dan
tetap berjalan dalam pilkada di Indonesia. Namun, khususnya untuk wilayah
Jakarta yang memiliki penduduk yang heterogen dan memiliki tingkat kritisisme
yang tinggi terhadap politik. Oleh karena itu, sebagai sebuah hipotesis awal
penelitian untuk skripsi ini, peneliti melihat bahwa perilaku pemilih pada
pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012, memberikan kesan bahwa pilihan
rasional semakin tumbuh dikalangan masyarakat DKI Jakarta.
B.
Pertanyaan Penelitian
Untuk membuat penelitian skripsi ini lebih terarah, maka penulis
memutuskan untuk melakukan penelitian berdasarkan masalah yang mendasar
mengenai penelitian ini, yaitu: Bagaimana perubahan perilaku pemilih masyarakat
Jakarta dalam Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012 ?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memahami perilaku pemilih pada pemilihan
umum Gubernur DKI Jakarta 2012, fokus ini mengarah pada Pilihan Rasional
yang semakin tumbuh dikalangan masyarakat DKI Jakarta. Dari kemenangan
pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Basuki) dari
rivalnya yaitu Fauzi Bowo (Foke) dan Nachrowi Ramli (Nara) yang merupakan
pasangan incumbent dan putra daerah.
6
Sedangkan manfaat penelitian ini di bagi dua :
a.
Manfaat akademik
Untuk memperkaya khazanah intelektual politik. Peneliti mengharapkan
agar penelitian ini bermanfaat dan dapat memberikan arti akademis dalam
menambah informasi dan memperkaya wawasan politik terutama dalam
mengamati dan menganalisa Perilaku Pemilih yang berperan penting dalam
pemilihan umum di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta.
b.
Manfaat tehnis
Semoga penelitian ini dapat memberikan masukan kepada Pemda DKI
Jakarta, Partai Politik atau pun calon-calon pejabat publik mendatang bagaimana
dalam menampung aspirasi politik masyarakat untuk kemudian mencari strategi
menarik minat masyarakat agar layak dipilih dan memenangkan pemilu meski
berada pada situasi yang tadinya di anggap kental akan etnisitasnya dan
berhadapan dengan rival yang memiliki kekuatan massa.
D.
Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, ada literatur yang penulis jadikan sebagai acuan dan
tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menemukan sisi menarik
atau sisi lain dan kegunaan dari penelitian skripsi yang sedang penulis teliti.
Adanya tinjauan pustaka yang penulis temukan sebagai instrumen perbandingan
dalam melakukan penelitian mengenai Perilaku Pemilih : Dinamika Pilihan
7
Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama Pada
Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012, diantaranya:
Skripsi yang berjudul Tokoh Masyarakat Dan Perilaku Pemilih: Studi Kasus
Tentang Perilaku Pemilih Tokoh Masyarakat Pada Pilkada Gubernur 2006 Di
Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, oleh: Maspanur, Mahasiswa Universitas
Hasanuddin, Program studi ilmu politik, jurusan politik pemerintahan, fakultas
ilmu sosial dan ilmu politik.
Dalam skripsi ini membahas tentang Etnisitas pada perilaku pemilih
menjadi hal sangat mendasar dalam tingkah laku memilih tokoh masyarakat pada
Pilkada Gubernur tahun 2006 yang berlangsung di Kabupaten Mamuju Sulawesi
Barat. Kuatnya ikatan kekerabatan (darah dan kekeluargaan) dan kesamaan
kesukuan, agama, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor primordial
yang membentuk perilaku memilih masyarakat.
Hal tersebut yang mengindikasikan bahwa perilaku memilih tokoh
masyarakat di Kabupaten Mamuju, masih tergolong sektarian dan dapat
menghambat proses demokratisasi di tingkat lokal. Tanggal 24 juli 2006 hasil
perolehan suara pada pilkada Gubernur 2006 di Kabupaten Mamuju Sulawesi
Barat, terpilihlah Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2006-2011 yakni Anwar
Adnan Saleh dan Amri Sanusi.
Alasan masyarakat memilih pasangan tersebut karena adanya ikatan
primordial/ kesukuan sehingga masyarakat Mamuju lebih dominan memilih
pasangan Anwar Adnan Saleh dan Amri Sanusi karena masyarakat menganggap
bahwa putera daerahlah yang seharusnya yang menjadi pemimpin didaerahnya
8
sendiri. Dan Tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan cara
deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis dan mendalam.
E.
Kerangka Teoritis
Dalam penelitian ini penulis menggunakan Perilaku Pemilih sebagai
landasan teori. Teori ini menempatkan perilaku politik sebagai variabel yang
ditentukan atau dipengaruhi oleh sosiologis, psikologis dan pilihan rasional.
Untuk itu pada bagian ini penulis menggunakan teori tersebut untuk menjelaskan
Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja
Purnama pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012.
1. Definisi Perilaku Pemilih
“Perilaku adalah sifat alamiah manusia yang dapat membedakan
manusia dengan manusia lainnya, dan menjadi ciri khas individu dengan
individu yang lain. Dalam konteks politik, perilaku dikategorikan sebagai
interaksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga-lembaga
pemerintah, dan diantara kelompok dan individu dalam masyarakat
dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan keputusan
politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Memilih adalah suatu
kegiatan atau aktifitas yang merupakan proses menentukan sesuatu yang
dianggap cocok dan sesuai dengan keinginan seseorang atau kelompok,
baik yang bersifat eksklusif maupun yang inklusif. Memilih merupakan
aktifitas menentukan keputusan secara langsung maupun tidak
langsung”.11
Di dalam masyarakat, individu berperilaku dan berinteraksi, sebagian dari
perilaku dan interaksi dapat dilihat dari perilaku politik, yaitu perilaku yang
bersangkut paut dengan proses politik. Sebagian lainnya berupa perilaku ekonomi,
11
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT.Grasindo, 1992), 15.
9
keluarga, agama, dan budaya. Sebagai contoh, yang termasuk kedalam kategori
ekonomi, yaitu kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, menjual dan
membeli barang dan jasa, mengkonsumsi barang dan jasa, menukar, menanam,
dan menspekulasikan modal.
Namun, hendaklah diketahui pula tidak semua
individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan politik.
Menurut Ramlan Surbakti, menilai perilaku memilih ialah keikutsertaan
warga negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat
keputusan, yaitu apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum.12
Perilaku pemilih merupakan realitas sosial politik yang tidak terlepas dari
pengaruh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal perilaku politik
merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai dari lingkungannya, sedangkan secara
internal merupakan tindakan yang didasarkan atas rasionalitas berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pemilih. Misalnya saja
isu-isu dan kebijakan politik, Tapi ada juga sekelompok orang yang memilih
kandidat karena dianggap representatif dengan agama atau keyakinannya,
sementara kelompok lainnya memilih kandidat politik tertentu karena dianggap
representatif dengan kelas sosialnya, bahkan ada juga kelompok yang memilih
sebagai ekspresi dari sikap loyal pada ketokohan figur tertentu. Sehingga yang
paling mendasar dalam mempengaruhi perilaku pemilih antara lain pengaruh elit,
identifikasi kepartaian sistem sosial,media massa dan aliran politik.
12
Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 145.
10
Pembahasan perilaku pemilih dalam kemenangan Jokowi-Basuki pada
pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2012 tentu tidak hanya sekedar
mendeskripsikan perilaku tersebut, tapi proses pengambilan keputusan yang
terjadi sebelumnya juga perlu ikut di jelaskan. Hal ini mencakup berbagai faktor
yang berpengaruh, baik untuk jangka waktu pendek maupun jangka panjang, dan
secara emosional ataupun rasional.
Ada tiga macam pendekatan atau dasar pemikiran yang berusaha
menerangkan perilaku pemilu. Ketiganya tidak sepenuhnya berbeda, dan dalam
beberapa hal ketiganya bahkan saling membangun/mendasari serta memiliki
urutan kronologis yang jelas. Pendekatan tersebut adalah, pendekatan sosiologis,
pendekatan psikologis, dan pendekatan pilihan rasional (rational-choice).13
Penjelasannya sebagai berikut:
a.
Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis menentukan perilaku memilih pada para pemilih,
terutama kelas sosial, agama, dan kelompok etnik/ kedaerahan/ bahasa. Subkultur
tertentu memiliki kondisi sosial tertentu yang pada akhirnya bermuara pada
perilaku tertentu.14 Kondisi yang sama antar anggota subkultur terjadi karena
sepanjang hidup mereka dipengarui lingkungan fisik dan sosio kultural yang
relatif sama. Mereka dipengaruhi oleh kelompok-kelompok referensi yang sama.
Kerena itu, mereka memiliki kepercayaan, nilai, dan harapan yang juga relatif
13
Dieter Roth, Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode, Dodi
Ambardi, ed., (Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung dan LSI, 2009), 23.
14
Saiful Mujani, R. William Liddle, dan Kuskrido Ambardi. 2012. Kuasa Rakyat: Analisa
Tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru.
(Jakarta: Mizan Media Utama (MMU), 2012), 6.
11
sama, termasuk dalam kaitannya dengan preferensi pilihan politik. Dengan
pendekatan ini, para anggota subkultur yang sama cenderung mempunyai prefensi
politik yang sama pula.
Pendekatan ini berdasarkan pengelompokan sosial, baik secara formal
ataupun informal. Secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam organisasiorganisasi keagamaan, organisasi-organisasi profesi, dan sebagainya. Dan
kelompok-kelompok informal seperti keluarga, pertemuan, ataupun kelompokkelompok kecil lainnya, merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami
perilaku politik seseorang, karena kelompok-kelompok inilah yang mempunyai
peranan yang sangat besar dalam menentukan sikap, persepsi dan orientasi
seseorang.
Menurut Paul F. Lazarsfeld, manusia terikat di dalam berbagai lingkaran
sosial, contohnya keluarga, lingkaran rekan-rekan, tempat kerja dan sebagainya.
Dia menerapkan cara ini pada para pemilih, bahwa seorang pemilih hidup dalam
konteks tertentu: status ekonominya, agamanya, tempat tinggalnya, pekerjaannya,
dan usianya untuk mendefinisikan lingkaran sosial yang mempengaruhi keputusan
para pemilih. Setiap lingkaran sosial memiliki normanya tersendiri, kepatuhan
terhadap norma-norma tersebut menghasilkan integrasi. Namun konteks ini turut
mengkontrol perilaku individu dengan cara memberikan tekanan agar individu
tersebut menyesuaikan diri, sebab pada dasarnya setiap orang ingin hidup dengan
tentram, tanpa bersitegang dengan lingkungan sosialnya.15
15
Paul F Paul F Lazarsfeld, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet (1968): The People’s
Choice, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet (1968): The People’s Choice. How The Voter Makes
Up His Mind in a Presidential Campaign (New York: Tubingen, 1944), 148.
12
b.
Pendekatan Psikologis
Pendekatan psikologis berusaha untuk menerangkan faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi keputusan pemilu jangka pendek atau keputusan yang
diambil dalam waktu yang singkat. Hal ini berusaha menjelaskan melalui trias
determinan dengan melihat sosialisasinya dalam menentukan perilaku politik
pemilih,
bukan
karakteristik
sosiologisnya.
Jadi
pendekatan
psikologis
menekankan pada tiga aspek, yaitu identifikasi partai, orientasi, dan isu orientasi
kandidat.16 Sementara itu faktor-faktor lainnya yang sudah ada terlebih dahulu
(seperti misalnya keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu) dianggap memberi
pengaruh langsung terhadap perilaku pemilih.
Inti dasar pemikiran ini dituangkan dalam bentuk sebuah variabel yaitu
identifikasi partai (party identification). Variabel ini digunakan untuk mengukur
jumlah faktor-faktor kecenderungan pribadi maupun politik yang relevan bagi
seorang individu. Apabila faktor-faktor kecenderungan (seperti misalnya
pengalaman pribadi atau orientasi politik) diumpamakan sebagai suatu aliran yang
dituangkan melewati sebuah corong, maka identifikasi partai yang merupakan
semacam keanggotaan psikologis partai, dapat diumpamakan sebagai sebuah
saringan dalam corong kausal/ penyebab ini (funnel of cautality).17
Identifikasi dalam sebuah partai tentu biasanya tidak harus dengan
keanggotaan yang formil/resmi seorang individu dalam sebuah partai. Oleh karena
16
Roth, Studi Pemilu Empiris, 38.
17
Angus Campbell, Philip E. Converse, dan Warren E. Miller, dan Donal E. Stokes et al.
The American Voter (New York: Tubingen, 1960), 24-34.
13
itu keanggotaan partai secara psikologis juga disebut dengan orientasi partai yang
efektif, sebuah efek yang sama sekali tidak menggunakan istilah “keanggotaan”.
Identifikasi partai seringkali diwariskan orang tua kepada anak-anak mereka18.
Seiring dengan bertambahnya usia, identifikasi partai menjadi semakin
stabil dan intensif. Kemudian identifikasi partai menjadi orientasi yang permanen,
yang tidak berubah dari pemilu ke pemilu. Tapi kalau seseorang mengalami
perubahan pribadi yang besar (misalnya menikah, pindah profesi atau tempat
tinggal) atau situasi politik yang luar biasa (seperti krisis ekonomi atau perang),
maka identifikasi partai ini dapat berubah.19
Pendekatan psikologis membedakan antara kekuatan, arah dan intensitas
orientasi, baik dalam orientasi isu maupun orientasi kandidat.20 Isu-isu khusus
hanya dapat mempengaruhi perilaku pemilu individu apabila memenuhi tiga
persyaratan dasar: isu tersebut harus dapat ditangkap oleh pemilih, isu tersebut
dianggap penting oleh pemilih, pada akhirnya pemilih harus mampu
menggolongkan posisi pribadinya (baik secara positif atau negatif) terhadap
konsep pemecahan permasalahan yang ditawarkan oleh sekurang-kurangnya satu
partai.21
Dalam orientasi kandidat pun berlaku ketentuan: semakin sering sang
pemilih mengambil posisi terhadap kandidat-kandidat yang ada, semakin besar
18
Campbell et al, The American Voter, 146-148.
19
Campbell et al, The American Voter, 149-160.
20
Angus Campbell, Geral Gurin, dan Warren E. Miller, The Voter Decides (Evan-ston,
1954), 112-143.
21
Campbell et al, The American Voter, 170.
14
pula kemungkinan bahwa ia akan berpartisipasi dalam pemilu. Bila posisi/
pandangan sang pemilih semakin cocok dengan kandidat sebuah partai tertentu,
maka semakin besar pulalah kemungkinan bahwa ia akan memilih kandidat
tersebut. Para peneliti pemilu dari Ann Arbor berpandangan bahwa preferensi
kandidat dan orientasi isu lebih tergantung kepada perubahan dan fluktuasi
dibandingkan dengan identifikasi partai.22
Oleh karena itu, Angus Campbell sejak tahun 1960 sudah memandang
identifikasi partai sebagai sebuah ikatan partai psikologis dan stabil, yang tidak
lagi dipengaruhi oleh faktor pengaruh jangka pendek.23
c.
Pendekatan Pilihan Rasional (Rational-Choice)
Pusat perhatian berbagai pendekatan teoritis mengenai perilaku pemilih
yang rasional terletak pada perhitungan biaya dan manfaat (cost and benefit). Dari
pendekatan pilihan rasional, yang menentukan dalam sebuah pemilu bukanlah
adanya ketergantungan terhadap ikatan sosial struktural atau ikatan partai yang
kuat, melainkan hasil penilaian rasional dari warga yang baik.
Sebenarnya pendekatan pilihan rasional diadopsi dari ilmu ekonomi. Karena
didalam ilmu ekonomi menekankan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini senada dengan perilaku politik yaitu
seseorang memutuskan memilih kandidat tertentu setelah mempertimbangkan
untung ruginya sejauhmana program-program yang disodorkan oleh kandidat
22
Campbell et al, The Voter Decides, 183.
23
Campbell et al. The American Voter, 121.
15
tersebut akan menguntungkan dirinya, atau sebaliknya malah merugikan. Para
pemilih akan cenderung memilih kandidat yang kerugiannya paling minim.
Dalam konteks pendekatan semacam ini, sikap dan pilihan politik tokohtokoh populer tidak selalu diikuti oleh para pengikutnya kalau ternyata secara
rasional tidak menguntungkan. Beberapa indikator yang biasa dipakai oleh para
pemilih untuk menilai seorang kandidat khususnya bagi pejabat yang hendak
mencalonkan kembali, diantaranya kualitas, kompetensi, dan integrasi kandidat.24
Pada awal 60-an, Valdimer O Key menuding bahwa kedua pendekatan
untuk menerangkan perilaku pemilih yang selama ini berlaku (yaitu pendekatan
sosiologis dan pendekatan psikologis), merendahkan rasionalitas manusia.25
Menurut Key, masing-masing pemilih menetapkan pilihannya secara retrospektif,
yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan pada
periode legislatif terakhir sudah baik bagi dirinya sendiri dan bagi negara, atau
justru sebaliknya. Penilaian ini juga dipengaruhi oleh penilaian terhadap
pemerintah di masa lampau. Apabila hasil penilaian kinerja pemerintah yang
berkuasa (juga bila dibandingkan dengan pendahulunya) positif, maka mereka
akan di pilih kembali. Apabila hasil penilaiannya negatif, maka pemerintahan
tersebut tidak akan dipilih kembali.26
Menurut Anthony Downs, pemilih yang rasional hanya menuruti
kepentingannya sendiri atau kalaupun tidak, akan selalu mendahulukan
24
http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihan-rasional/.
Diakses pada 3 Oktober 2013.
25
Valdimer O Key, The Responsible Electorate: Rationality in Presidential Voting 19361960 (Melbourne: Cambridge University Press, 1966), 7.
26
Key, The Responsible Electorate, 61.
16
kepentingannya sendiri di atas kepentingan orang lain, ini disebut dengan selfinterest axiom.27 Walaupun menurut Downs, tidak semua orang merupakan orang
yang egois, ”bahkan dalam politik sekalipun,” namun ia tiba pada kesimpulan
bahwa “sosok-sosok heroik” ini dari segi jumlah dapat diabaikan.28
Manusia
bertindak
egois,
terutama
oleh
karena
mereka
ingin
mengoptimalkan kesejahteraan material mereka, yaitu pemasukan atau harta
benda mereka. Jika hal ini diterapkan kepada perilaku pemilu, maka ini berarti
bahwa pemilih yang rasional akan memilih partai atau kandidat yang paling
menjanjikan keuntungan bagi dirinya. Pemilih tidak terlalu tertarik kepada konsep
politis sebuah partai, melainkan pada keuntungan terbesar yang dapat ia peroleh
apabila partai atau kandidat ini menduduki pemerintahan dibandingkan dengan
partai atau kandidat lain.
Untuk dapat memperkirakan atau menghitung keuntungan ini, Downs
mengistilahkannya sebagai “utility maximation,” pemilih harus memiliki
informasi mengenai kegiatan partai atau kandidat di masa lalu dan apa yang
mungkin dilakukan partai atau kandidat di masa mendatang. Dan pemilih yang
rasional membutuhkan informasi yang lengkap. Dengan adanya informasi yang
lengkap, alternatif-alternatif pilihan lebih mudah untuk dirumuskan.29
Menurut Ramlan Surbakti dan Dennis Kavanaagh, bahwa pilihan rasional
melihat kegiatan perilaku memilih sebagai produk kalkulasi antara untung dan
27
Anthony Downs, Okonomische Theorie der Demokratie, engl.: An Economic Theory of
Democracy 1957 (New York: Tubingen, 1968), 26.
28
Downs, Okonomische Theorie der Demokratie, 27.
29
Roth, Studi Pemilu Empiris, 49.
17
rugi. Ini disebabkan karena pemilih tidak hanya mempertimbangkan ongkos
memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan,
tetapi juga perbedaan dari alternatif-alternatif berupa pilihan yang ada. Pemilih di
dalam pendekatan ini diasumsikan memiliki motivasi, prinsip, pendidikan,
pengetahuan, dan informasi yang cukup.30
Pilihan politik yang mereka ambil dalam pemilu bukanlah karena faktor
kebetulan atau kebiasan melainkan menurut pemikiran dan pertimbangan yang
logis. Berdasarkan informasi, pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki pemilih
memutuskan harus menentukan pilihannya dengan pertimbangan untung dan
ruginya untuk menetapkan pilihan atas alternatif-alternatif yang ada kepada
pilihan yang terbaik dan yang paling menguntungkan baik untuk kepentingan
sendiri (self interest) maupun untuk kepentingan umum.
Sehingga pada kenyataannnya, terdapat sebagian pemilih yang mengubah
pilihan politiknya dari satu pemilu ke pemilu lainnya. Fenomena tersebut
menunjukkan bahwa terdapat variabel-variabel lain yaitu faktor kondisi yang juga
turut mempengaruhi pemilih ketika menentukan pilihan politiknya pada pemilu.
Hal ini disebabkan seorang pemilih tidak hanya pasif, terbelenggu oleh
karakteristik sosiologis dan faktor psikologis akan tetapi merupakan individu yang
aktif dan bebas bertindak.
Dari pendekatan rasional, faktor-faktor kondisi berupa isu-isu politik dan
kandidat yang dicalonkan memiliki peranan yang penting dalam menentukan dan
merubah referensi pilihan politik seorang pemilih karena melalui penilaian
30
Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 146.
18
terhadap isu-isu politik dan kandidat dengan berdasarkan pertimbanganpertimbangan yang rasional, seorang pemilih akan dibimbing untuk menentukan
pilihan politiknya. Orientasi isu berpusat pada pertanyaan apa yang seharusnya
dilakukan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi
masyarakat, bangsa dan negara. Sementara orientasi kandidat mengacu pada
persepsi dan sikap seorang pemilih terhadap kepribadian kandidat tanpa
memperdulikan label partai yang mengusung kandidat tersebut.31
Pengaruh isu yang ditawarkan bersifat situasional (tidak permanen/
berubah-ubah) terkait erat dengan peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, politik,
hukum, dan keamanan khususnya yang kontekstual dan dramatis. Sementara itu
dalam menilai seorang kandidat menurut Him Melweit, terdapat dua variabel yang
harus dimiliki oleh seorang kandidat. Variabel pertama adalah kualitas
instrumental yaitu tindakan yang diyakini pemilih akan direalisasikan oleh
kandidat apabila ia kelak menang dalan pemilu. Variabel kedua adalah kualitas
simbolis yaitu kualitas keperibadian kandidat yang berkaitan dengan integrasi diri,
ketegasan, kejujuran, kewibawaan, kepedulian, ketaatan pada norma dan aturan
dan sebagainya.32
Menurut Dan Nimmo, pemberi suara yang rasional pada hakikatnya adalah
aksional diri, yaitu sifat yang intrinsik pada setiap karakter personal pemberi suara
31
http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihanrasional/. Diakses pada 3 Oktober 2013.
32
Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 148.
19
yang turut memutuskan pemberian suara pada kebanyakan warganegara. Orang
yang rasional yaitu:33
1. Selalu dapat mengambil keputusan bila dihadapkan pada alternatif
2. Memilah alternatif-alternatif sehingga masing-masing apakah lebih
disukai, sama saja atau lebih rendah bila dibandingkan dengan alternatif
yang lain
3. Menyusun alternatif-alternatif dengan cara yang transitif; jika A lebih
disukai daripada B, dan B daripada C, maka A lebih disukai daripada C
4. Selalu memilih alternatif yang peringkat preferensi paling tinggi dan
5. Selalu mengambil putusan yang sama bila dihadapkan pada alternatifalternatif yang sama, dan bahwa pemberi suara rasional selalu dapat
mengambil keputusan apabila dihadapkan pada altenatif dengan memilah
alternatif itu, yang lebih disukai, sama atau lebih rendah dari alternatif
yang lain, menyusunnya dan kemudian memilih dari alternatif-alternatif
tersebut yang peringkat preferensinya paling tinggi dan selalu mengambil
keputusan yang sama apabila dihadapkan pada alternatif-alternatif yang
sama.
Penerapan pendekatan rational choice dalam ilmu politik salah satunya
adalah untuk menjelaskan perilaku memilih suatu masyarakat terhadap kandidat
atau partai tertentu dalam konteks pemilu. Teori pilihan rasional sangat cocok
untuk menjelaskan variasi perilaku memilih pada suatu kelompok yang secara
33
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek (Bandung: CV. Remaja Karya),
148.
20
psikologis memiliki persamaan karakteristik. Pergeseran pilihan dari satu pemilu
ke pemilu yang lain dari orang yang sama dan status sosial yang sama tidak dapat
dijelaskan melalui pendekatan sosiologis maupun psikologis. Dua pendekatan
terakhir tersebut menempatkan pemilih pada situasi dimana mereka tidak
mempunyai kehendak bebas karena ruang geraknya ditentukan oleh posisi
individu dalam lapisan sosialnya.
Sedangkan dalam pendekatan rasional yang menghasilkan pilihan rasional
pula terdapat faktor-faktor situasional yang ikut berperan dalam mempengaruhi
pilihan politik seseorang, misalnya faktor isu-isu politik ataupun kandidat yang
dicalonkan. Dengan demikian muncul asumsi bahwa para pemilih mempunyai
kemampuan untuk menilai isu-isu politik tersebut. Dengan kata lain pemilih dapat
menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional.
Sebagai individu yang mendukung legitimasi sistem pemilihan demokratis,
maka seorang warga negara harus memiliki kemampuan untuk mengetahui
konsekwensi dari pilihannya. Kehendak rakyat merupakan perwujudan dari
seluruh pilihan rasional individu yang dikumpulkan (public choice).
Dalam konteks pemilu di Australia, istilah public digunakan untuk mewakili
masyarakat Australia yang terdiri dari individu-individu dengan keanekaragaman
karakteristiknya. Mereka bertindak sebagai responden dalam pemilu yang masingmasing memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk melakukan pilihan politik.
Public choice dalam konteks pemilu sangat penting artinya bagi kelangsungan
roda pemerintahan di suatu negara. Bagaimana agenda politik dalam suatu negara
21
itu disusun, tergantung dari pilihan masyarakat terhadap agenda yang ditawarkan
melalui pemilihan umum.
Akan tetapi yang menjadi permasalahan dari pilihan kolektif semacam ini
adalah bagaimana mengkombinasikan berbagai macam prefensi individu-individu
kedalam sebuah kebijakan yang akan diterima secara luas oleh masyarakat.34
Terkait dengan hal tersebut, pemilu digunakan sebagai sarana untuk menentukan
suara terbesar dari masyarakat, karena hanya pilihan mayoritaslah yang akan
mendominasi arah politik suatu negara. Disamping itu, dalam perannya sebagai
individu yang independen, manusia akan selalu mengejar seluruh kepentingannya
dengan maksimal dan membuat pilihan-pilihan yang sulit untuk diwujudkan oleh
pemerintah di negaranya, akan tetapi dalam peran manusia sebagai anggota
sebuah komunitas atau masyarakat, hal itu tidak berlaku.
Menurut Buchanan dan Tullock, dalam menentukan suatu public choice,
terdapat aspek-aspek yang lebih daripada sekedar memenuhi peraturan politik
pemerintah dalam pemilu. Aspek-aspek tersebut meliputi pilihan-pilihan untuk
membuat suatu keputusan sosial dengan mempertimbangkan lembaga-lembaga
perekonomian yang bebas dari campur tangan pemerintah, disamping mekanisme
34
James Q. Wilson, Marc K. Landy dan Martin A. Levin, The New Politics of Public
Policy: New Politics, New Ellites, Old Publics (London: The Johns Hopkins University Press,
1995), 263.
22
pemerintahan lain yang terpusat dalam suatu negara dan lembaga-lembaga yang
menggabungkan antara sektor publik dan sektor privat.35
Kemudian Buchanan dan Tullock juga menyatakan bahwa untuk
menghasilkan keputusan sosial tersebut dibutuhkan adanya integrasi antara politik
dan ekonomi. Integrasi tersebut akan sangat berguna untuk memahami hal-hal
seperti mengapa pemerintah melakukan pengaturan terhadap sistem pasar,
redistribusi
terhadap
kekayaan, serta bagaimana kekuatan pasar
dapat
mempengaruhi tujuan-tujuan politik. Semua segi-segi ekonomi dan politik
tersebut hanya dapat dipahami jika kita memandangnya dari perspektif teori yang
sama.36
Pada kenyataannya terutama di daerah pedesaan, tidak semua pilihan
menggunakan prinsip-prinsip rasionalitas didalam menentukan pilihannya.
Pemilih yang berprinsip rasional lebih banyak ditemukan pada orang-orang yang
bermukim didaerah urban. Tingkat pendidikan yang dimiliki serta pemahaman
akan politik mempunyai korelasi positif terhadap perilaku pemilih yang semakin
rasional. Penduduk yang bermukim di negara-negara maju, seperti Australia yang
terkenal memiliki tingkat pendidikan yang sangat tinggi, hal itu dapat dilihat dari
tingkat buta huruf yang sangat minim.
35
Peter C. Ordeshook, James E. Alf dan Kenneth A. Shelpse, The Emerging Discipline of
Political Economy: Perspective on Positive Political Economy (Melbourne: Cambridge University
Press, 1990),15.
36
Peter C. Ordeshook et al. The Emerging Discipline of Political Economy, 15.
23
Menurut Saiful Mujani, seorang pemilih akan cenderung memilih partai
politik atau kandidat yang berkuasa di pemerintahan dalam pemilu apabila merasa
keadaan ekonomi rumah tangga pemilih tersebut atau ekonomi nasional pada saat
itu lebih baik dibandingkan dari tahun sebelumnya, sebaliknya pemilih akan
menghukumnya dengan tidak memilih jika keadaan ekonomi rumah tangga dan
nasional tidak lebih baik atau menjadi lebih buruk.37
Pertimbangan ini tidak hanya terbatas pada kehidupan ekonomi, melainkan
juga kehidupan politik, sosial, hukum dan keamanan. Menurutnya dalam
mengevaluasi kinerja pemerintah, media massa terutama yang massif seperti
televisi memiliki peranan yang sangat menentukan. Melalui informasi yang
berasal dari media massa, seorang pemilih dapat menilai apakah kinerja
pemerintah sudah maksimal atau hanya jalan ditempat.
Dari sosok Jokowi sendiri, warga Jakarta dapat mempertimbangkan hak
pilihnya dengan melihat Jokowi sebagai figur yang merakyat dengan integritasnya
melakukan kerja-kerja nyata dan hasil konkret dalam menata Solo ke arah yang
lebih
baik
selama
masa
kepemimpinannya.
Sebagai
walikota
dengan
kepemimpinannya yang khas ia mendapatkan prestasi sebagai The City of Major
Foundation yang berbasis internasional di London Inggris. Yang memasukkan
Jokowi pada beberapa jejeran 25 nama terbaik dari pengamatan khusus sebagai
Walikota terbaik di dunia dengan penilaian yang dibuat berdasarkan tingkat
37
Saiful Mujani, Penjelasan Aliran dan Kelas Sosial sudah tidak memadai, dalam
http://islamlib.com?page.php?page=article&id=703.
http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihan-rasional/. Diakses
pada 3 Oktober 2013.
24
kepuasan penduduk terhadap kinerja dan kenyamanan terhadap pelayanan public
yang tersedia selama menjabat.38
Kemudian memperoleh penghargaan Bung Hatta Anticorruption Award
pada Tahun 2010. Ini adalah bukti dari tindakan,upaya dan integritas Jokowi
dalam membangun sistem layanan publik yang terbuka demi mewujudkan
reformasi birokrasi.39 Dan Basuki yang juga mendapat julukan sebagai pejabat
anti korupsi semasa ia menjabat sebagai Bupati Belitung. Kedua figur ini sudah
menunjukan kinerjanya yang baik di daerahnya masing-masing sebelum
mencalonkan diri sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, hal ini bisa
dijadikan warga Jakarta sebagai pertimbangan atau acuan untuk memilih gubernur
dan wakil gubernur DKI Jakarta untuk periode 2012 s/d 2017.
2.
Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe kualitatif.
40
Prosedur
penelitian
ini
menghasilkan
data
yang
deskriptif,
yaitu
menggambarkan dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang
sedang diteliti, dalam hal ini mengenai Perilaku Pemilih: Dinamika Pilihan
Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama Pada
38
Bimo Nugroho dan Ajianto Dwi Nugroho, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraa (Jakarta:
Gramedia, 2012) 12.
39
Nugroho dan Ajianto, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraa, 18-23.
40
Alam, Syamsir dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006), 30.
25
Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012. Agar dapat menghadirkan
sesuatu yang baru bagi kajian perilaku politik dalam pilkada saat ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a.
Studi literatur dan dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan
data mengenai masalah-masalah yang bersangkutan melalui literatur buku, surat
kabar, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan objek yang sedang diteliti.
b.
Wawancara, teknik wawancara ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan data dan informasi melalui tanya jawab dengan mengajukan
beberapa
pertanyaan
yang
tidak
berstruktur
kepada
pihak-pihak
yang
berkompeten mengenai kasus ini seperti tim sukses Jokowi-Basuki, Warga
Jakarta, serta Jokowi-Basuki sendiri jika memungkinkan. Teknik ini memberikan
informasi secara langsung dari narasumber yang berkompeten dalam pembahasan
skripsi ini.
3. Teknik Analisa Data
Adapun teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analisis, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran
terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara memberikan
interpretasi terhadap data-data tersebut. Dengan menggunakan teknik penelitian
ini berharap dapat memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta seputar perilaku politik dalam pilkada di DKI Jakarta
2012.
26
Untuk pedoman penulisan ini, penulis menggunakan buku terbitan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Panduan
Penyusunan Proposal dan Skrispi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 sebagai pedoman.
3.
Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menyusun pembahasan menjadi
beberapa bagian dari sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, pada bab ini penulis berusaha menguraikan
permasalahan yang melatarbelakangi penulisan dengan pembahasan dan
perumusan masalah serta tujuan terkait dalam penelitian mengenai Perilaku
Pemilih: Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Joko Widodo-Basuki
Tjahaja Purnama Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012 dengan
teori Perilaku Pemilih sebagai pendekatan yang menjelaskan pokok permasalahan
skripsi ini yang berdasarkan pada metode penelitian kualitatif.
Bab II : Pada bab ini penulis membahas sekilas tentang biografi serta profil
dari tokoh Jokowi dan Basuki tentang bagaimana didalamnya menjelaskan
mengenai beberapa kiprah Jokowi dan Basuki didalam struktur perpolitikan di
Indonesia sebelum menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta
2012-2017.
27
Bab III : Pada bab ini penulis memaparkan Strategi Politik Joko Widodo
saat berkampanye pada Pilgub DKI Jakarta 2012.
Bab IV : Pada bab ini merupakan bagian terpenting dari penulisan skripsi,
karena berisikan tentang permasalahan yang penulis angkat. Penulis akan
menjelaskan perubahan perilaku pemilih masyarakat Jakarta dengan kemunculan
pilihan rasional dalam kemenangan Joko Widodo – Basuki Tjahaja Purnama Pada
Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012.
Bab V : Pada bab ini penulis berupaya untuk menyimpulkan pembahasan
mengenai skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada pokok permasalahan
perubahan perilaku pemilih masyarakat Jakarta dengan kemunculan pilihan
rasional dalam kemenangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama Pada
Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012. Dan selanjutnya saran yang
berkaitan dengan masalah yang diajukan dari keseluruhan skripsi ini bagi para
pembaca.
28
BAB II
PROFIL JOKO WIDODO DAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA
A.
Biografi Joko Widodo
Ir. H. Joko Widodo lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961, ia merupakan anak
dari seorang tukang kayu ataupun penjual kayu di pinggir jalan, yaitu Noto
Mihardjo yang tinggal di sekitar bantaran kali anyar Solo. Setelah kelahirannya,
Jokowi dan orangtuanya pindah ke Srambatan di bantaran Kali Premulung.
Karena kondisi ekonomi keluarganya saat itu sangat memprihatinkan, kemudian
keluarganya memutuskan untuk pindah lagi ke Manggung bantaran Kali Pepe
karena tidak memiliki banyak uang untuk mengontrak.1
Hal ini membuat keluarganya selalu berpindah-pindah tempat tinggal,
bahkan pada saat Jokowi dan keluarganya tinggal di Manggung bantaran Kali
Pepe, mereka harus pindah lagi. Tapi kepindahannya lebih karena penggusuran
oleh pemerintah Kota Surakarta yang dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya,
bukan karena tidak mampu membayar kontrakan. Celakanya, pemerintah pada
saat itu hanya memberikan sepetak tanah di tempat baru tanpa uang ganti rugi
untuk membangun rumah baru. Karena tidak memiliki uang untuk membangun
rumah Jokowi dan keluarganya tinggal di rumah kakak ibunya di kawasan
Gondang. Dan setelah setahun menumpang, akhirnya mereka sekeluarga pindah
ke rumah di sebelah barat Manahan di Jalan Ahmad Yani Solo.2
1
Biografi Jokowi http://wikipedia/Biografi/?Jokowi.com. Diakses pada 27 Oktober 2013.
Bimo Nugroho dan Ajianto Dwi Nugroho, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraa (Jakarta:
Gramedia, 2012) 15.
2
29
Semasa kecilnya, Jokowi tidak semestinya seperti anak-anak pada usianya
yang mempunyai banyak waktu untuk bermain. Dia lebih sering pergi ke pasar
tradisional untuk berdagang apa saja ataupun menjadi kuli panggul. Dan disaat
hujan datang, tak jarang ia menjadi ojek payung, baginya pekerjaan apapun itu
asalkan halal dan bisa meringankan beban orangtuanya untuk membiayai
sekolahnya akan ia kerjakan. Hingga akhirnya Jokowi dapat mengenyam
pendidikan di SDN 111 Tirtoyoso Solo, SMPN 1 Solo, SMAN 6 Solo, Fakultas
Kehutanan Universitas Gadja Mada (UGM) Yogyakarta dan lulusan pada tahun
1985.
Pria dengan postur tubuh kurus ini sejak remaja tidak hanya menyukai nasi
kucing dan musik dengan genre Rock tetapi ia juga suka mendaki gunung. Hobi
ini disebutnya sebagai kegiatan “mbois” dan dimulai saat ia menjadi anggota
Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Kehutanan UGM (Silvagama). Beberapa
gunung di Jawa dan luar Jawa pernah didaki bersama teman-temannya di
Silvagama.
Jokowi menikah dengan Ny. Hj. Iriana dan dikaruniai 2 orang putra putri
yang bernama Gibran Rakabuming Raka dan Kahiyang Ayu Kaesang Pangarep.
Ia adalah seorang pengusaha mebel rumah dan taman yang memiliki prestasi
dalam karirnya yaitu sebagai Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo
(1990), Ketua Bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan Industri
Surakarta (1992-1996), dan Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan
Indonesia Surakarta (2002-2007).
30
Julukan Jokowi sendiri ia dapat dari pembelinya di Prancis. Kata dia,
“begitu banyak nama dengan nama depan Joko yang jadi eksportir mebel kayu.
Pembeli dari luar negeri bingung untuk membedakan, Joko yang ini apa Joko
yang itu. Makanya, saya terus diberi nama khusus, yaitu Jokowi. Panggilan itu
kemudian melekat sampai sekarang.” Di kartu namanya pun dia pun tertulis,
Jokowi, Wali Kota Solo. Dia juga pernah mengecek, di Solo yang namanya persis
Joko Widodo ada 16 orang.3
Setelah sukses di dunia bisnis dan memiliki teman-teman dekat di Asosiasi
Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Jokowi didorong untuk
masuk ke dalam dunia politik. Dari teman-temannya ini, Jokowi dibantu untuk
memutuskan maju atau tidaknya ia dalam pencalonan walikota Solo. Saat
memutuskan untuk maju, Jokowi pada saat itu belum berafiliasi dengan partai
politik dan bersama dengan teman-temannya di Asmindo ia menimbang-nimbang
partai mana yang akan dia rangkul untuk maju dalam pencalonan itu.
Dalam penjajakannya, Jokowi mempertimbangkan dua kemungkinan.
Pertama, melalui PDIP dengan alasan basis konstituen PDIP di Solo banyak.
Kedua, dengan koalisi partai politik agar suaranya bisa mengimbangi PDIP di
Solo. Dan akhirnya, Jokowi dipertemukan dengan ketua dewan pimpinan cabang
PDIP (DPC) F Hadi Rudyatmo. Jokowi merasa memiliki kesamaan visi dan misi
dengan politisi PDIP itu.4
3
http://jokowirisingstar.wordpress.com/2012/10/26/profil-lengkap-dan-riwayat-hidupjokowi/. Diakses pada 27 Oktober 2013.
4
Nugroho dan Nugroho, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraan, 9-10.
31
Ketika mencalonkan diri sebagai walikota, banyak yang meragukan
kemampuan Jokowi yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman
ini, bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak
gebrakan progresif dilakukan olehnya.5
Kebijakannya yang cenderung pro-masyarakat terutama pada masyarakat
bawah dengan gebrakan-gebrakannya dalam melakukan pembenahan sistem di
Kota Solo. Dimulai dari pembenahan sistem pembuatan KTP dalam tempo waktu
yang relative cepat, sampai mempermudah pembuatan surat perizinan dalam
waktu yang singkat pula. Sistem ini pun berjalan dengan baik tanpa hambatan
walaupun hal ini menimbulkan resistensi dikalangan birokrat. Akan tetapi hal ini
lah yang membuat Jokowi semakin dikenal di Kota Solo dengan sosok yang
rendah hati dan apa adanya.
Kemudian Jokowi berhasil memindahkan PKL di Kecamatan Banjarsari
yang sudah dijadikan tempat jualan, bahkan juga tempat tinggal selama lebih dari
20 tahun. Kawasan itu sebetulnya kawasan elite, tapi karena menjadi tempat
dagang sekaligus tempat tinggal, yang terlihat adalah kekumuhan. Lima tahun
yang lalu, mereka diundang Jokowi makan di ruang rapat rumah dinas wali kota.
Jokowi ajak makan siang, ataupun makan malam untuk melakukan komunikasi
langsung, rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat.
Sampai 54 kali, selama tujuh bulan seperti ini. Akhirnya, mereka mau pindah.
“Enggak usah di-gebukin”, ujar Jokowi.
5
http://wikipedia/Biografi/?Jokowi.com. Diakses pada 27 Oktober 2013.
32
Jokowi juga berhasil merenovasi 34 pasar dan membangun pasar yang baru
di tujuh lokasi. Dengan pengelolaan yang baik, pasar ini mendatangkan
pendapatan daerah yang besar. Awalnya pendapatan dari pasar hanya Rp 7,8
miliar, sekarang Rp 19,2 miliar. Hotel hanya Rp 10 miliar, restoran Rp 5 miliar,
parkir Rp 1,8 miliar, advertising Rp 4 miliar. Hasil Rp 19,2 miliar itu hanya dari
retribusi harian Rp 2.600. Pedagangnya banyak sekali, ini yang harus dilihat.
Dengan manajemen yang bagus, tidak akan rugi membangun pasar. Jadi
masyarakat dan pedagang terlayani, pemerintah juga dapat income. Sementara
Jokowi mengatakan, “Kalau mall, saya tidak tahu, paling hanya membayar IMB
saja, kita mau tarik apa lagi?. Oleh karena itu, mall dan hypermarket kita batasi.
Bahkan, minimarket juga saya stop izinnya. Rencananya dulu akan ada 60-80
yang buka, tapi tidak saya izinkan. Sekarang hanya ada belasan”.6
Jokowi pun semakin di kenal dalam kancah Nasional, saat mendukung
penuh inovasi siswa-siswa sekolah kejuruan di Solo yaitu mobil „Esemka‟. Mobil
hasil inovasi ini lah yang menggantikan mobil dinas Jokowi semasa menjabat
Walikota Solo dan membawanya ke Jakarta untuk Uji Emisi. Usahanya dalam
membangkitkan rintisan mobil nasional ini tidak sia-sia karena membuahkan hasil
yang memuaskan dengan lolos uji emisi.
Branding untuk kota Solo juga dilakukan Jokowi dengan menyetujui slogan
Kota Solo yaitu “Solo: The Spirit of Java”. Langkah yang dilakukannya cukup
progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa. Sebagai tindak lanjut branding, ia
6
http://jokowirisingstar.wordpress.com/2012/10/26/profil-lengkap-dan-riwayat-hidupjokowi/. Diakses pada 27 Oktober 2013.
33
mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan
Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan
Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober
2008. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik
Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang saat itu
terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. Pada tahun 2008
FMD diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran.
Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat dengan
banyaknya gebrakkan progresif yang dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil
contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka
perjalanan bisnisnya. Sehingga Solo mendapatkan beberapa prestasi seperti :

Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa
Tengah.

Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan.

Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan.

Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen
Pekerjaan Umum.

Kota dengan Tata Ruang Terbaik ke-2 di Indonesia.
Sebagai Walikota yang dapat dibilang sukses merubah Kota Solo menjadi
lebih baik dengan kepemimpinannya, Jokowi pun mendapatkan beberapa
penghargaan seperti :
34

Majalah Tempo memilih Jokowi sebagai salah satu dari “10 Tokoh
2008″.

Menjadi Walikota terbaik tahun 2009 sebagai The City of Major
Foundation yang berbasis internasional di London Inggris, ini
memasukkan Jokowi pada beberapa jejeran 25 nama terbaik berdasarkan
pengamatan khusus sebagai Walikota terbaik di dunia dengan penilaian
yang dibuat berdasarkan tingkat kepuasan penduduk terhadap kinerja dan
kenyamanan terhadap pelayanan public yang tersedia selama menjabat.

Meraih penghargaan Bung Hatta Anticorruption Award pada
Tahun 2010, atas kepemimpinan dan kinerjanya sebagai sosok yang
bersih,santun dan anti korupsi selama membangun dan memimpin kota
Solo.

Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Award.
Gaya kepemimpinannya yang memihak pada rakyat tidak begitu saja turun
dari langit, melainkan telah tertanam dalam diri Jokowi sejak kecil. Ia menyatakan
“Itu semua karena saya pernah jadi korban gusuran.” Sikap dan perilakunya yang
“ngewongke wong” atau memanusiakan manusia dan pengayom, membuat rakyat
Solo memilihnya kembali untuk periode kedua.7
Pada awal pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta 2012-2017 dari
fraksi PDIP, Jokowi tidak mendapatkan restu dari ketua MPR Taufik Kiemas, tapi
keputusan dari ketua umum PDIP yaitu Megawati Soekarnoputri agar Jokowi
7
http://tandepolicy.com/download-gratis-ebook-jokowi-spirit-bantaran-kali-anyar.html.
Diakses pada 27 Oktober 2013.
35
tetap maju sebagai bakal calon Gubernur DKI Jakarta. Megawati menganggap
Jokowi sesuai dengan apa yang di cita-citakan PDIP untuk mendapatkan seorang
pemimpin
yang
memperjuangkan
rakyatnya
dan
sudah
terbukti
dari
kepemimpinannya saat menjadi Walikota Solo. Dan Jokowi sendiri tidak bisa
menolak keputusan dari ketua umum PDIP itu. Padahal Jokowi sendiri awalnya
tidak berniat untuk mencalonkan diri karena merasa dirinya belum memiliki
kapasitas sebagai calon gubernur DKI Jakarta terlebih lagi karena ia masih
menjabat sebagai Walikota Solo.8
Akhirnya Jokowi mendaftarkan diri ke KPU DKI Jakarta sebagai calon
gubernur DKI Jakarta di saat-saat injury time, yaitu pada hari terakhir pendaftaran
cagub dan cawagub DKI Jakarta tanggal 19 Maret 2012 sekitar pukul 17.30 WIB.
Jokowi pun baru mengumumkan wakilnya hanya beberapa jam sebelum
mendaftar ke KPU DKI. Jokowi mendaftarkan diri sebagai Cagub DKI bersama
wakilnya Basuki Tjahaja Purnama yang diusung oleh PDIP dan Partai Gerindra.
Setelah lolos dalam tahap verifikasi KPU DKI, Jokowi-Basuki kemudian secara
resmi ditetapkan sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta
dengan nomor urut 3 pada 10 Mei 2012.
Bahkan berdasarkan hasil survei ilmiah dari sejumlah ilmuwan dari
Universitas Indonesia yang bekerjasama dengan lembaga survei The Cyrus
Network diluar dugaan. Nama Jokowi masuk dalam bursa calon kandidat DKI
Jakarta dengan ranking pertama yang teruji dan tersaring. Dari berbagai macam
survei yang dilakukan menghasilkan beberapa nama yang potensial dapat
8
Nugroho dan Nugrogo. Jokowi Politik Tanpa Pencitraan, 18-23.
36
menduduki kursi gubernur DKI Jakarta antara lain yaitu Jokowi, Faisal Basri,
Fauzi Bowo, Sandiaga dan Chairul Tanjung.9
B.
Biografi Basuki Tjahaja Purnama
Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM. (nama Tionghoa: Zhong Wanxie) lahir di
Manggar, Belitung Timur pada tanggal 29 Juni 1966. Dia adalah anak pertama
dari pasangan Indra Tjahaja Purnama (Zhong Kim Nam) dan Buniarti Ningsing
(Bun Nen Caw). Ia memiliki tiga orang adik, yaitu dr. Basuri Tjahaja Purnama,
M.Gizi.Sp.GK. (dokter PNS), Fifi Lety, S.H., L.L.M. (praktisi hukum), Harry
Basuki, M.B.A. (praktisi dan konsultan bidang pariwisata dan perhotelan).
Keluarganya adalah keturunan Tionghoa-Indonesia dari suku Hakka (Kejia).10
Masa kecil Basuki lebih banyak dihabiskan di Desa Gantung, Kecamatan
Gantung, Kabupaten Belitung Timur, ia bersekolah di SDN No. 3 Gantung,
Belitung Timur, 1977. Hingga selesai menamatkan pendidikan sekolah menengah
tingkat pertama di SMP No. 1 Gantung, Belitung Timur, 1981. Ia melanjutkan
sekolahnya di Jakarta. Sekalipun demikian, ia selalu berlibur ke kampung
halaman. Karena ayahnya pernah berpesan, jangan pernah lupakan kampung
halaman.
9
Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi Ahok (Jakarta: Talenta
Makara, 2012), 2-6.
10
http://id.wikipedia.org/wiki/Basuki_Tjahaja_Purnama. Diakses pada 28 Oktober 2013.
37
Jika pada umumnya anak-anak memperoleh transmisi pendidikan moral,
wejangan dan nasehat di malam hari sebelum tidur. Namun berbeda dengan
sistem pendidikan yang berlaku di keluarga Basuki. Khusus wejangan dan
pendidikan dari bapaknya dilakukan dimeja makan, karena Basuki dan saudarasaudaranya diwajibkan untuk selalu makan bersama dengan posisi duduk yang
sama dari hari kehari.
Dalam kesempatan itu pula, bapaknya selalu menyampaikan harapanharapannya kepada putra-putri nya jika kelak telah dewasa. Diantaranya, yang
masih tertanam dalam benak Basuki hingga saat ini, bahwa bapaknya sering
mengatakan ia tidak akan mewariskan harta berupa uang ke anaknya, meski
kalaupun memiliki uang yang berlimpah atau disebut orang kaya, karena uang itu
akan lenyap seketika saat dirampok. Tetapi jika terdidik dan memiliki nama
baik,maka itulah harta sejati yang tidak bisa diambil siapapun.
Setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama di kampung
halaman, Basuki dan adik-adiknya di sekolahnya di Jakarta. Ia melanjutkan
sekolahnya di SMA III PSKD Jakarta, 1984. Meskipun dari segi lokasi mereka
berjauhan dengan orangtuanya, namun pendidikan keluarga tidak pernah berhenti
dilakukan kedua orangtuanya. Dan jika tiba saat liburan sekolah, mereka
diwajibkan untuk pulang kampung, hal ini sempat di protes anak-anaknya. Karena
sebagai anak remaja mereka ingin berlibur ketempat-tempat wisata, seperti Bali
atau luar negeri.
38
Namun bapaknya menyatakan alasan yang sangat bijak dibalik kewajiban
pulang kampung tersebut, tak lain menjaga agar hati anak-anaknya tetap merakyat
dan tetap merasakan menjadi bagian anak-anak kampung. Dari situ juga anakanaknya dapat menjaga hubungan emosional dengan kampung halamannya, bisa
empati dengan penderitaan anak-anak sebayanya yang tidak memiliki kesempatan
bersekolah seperti mereka.
Basuki yang diharapkan bapaknya untuk menjadi seorang dokter, akhirnya
melanjutkan perguruan tingginya di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia (UKI), namun hanya menjalani perkuliahan selama 1 minggu dan
kemudian pindah kuliah ke Fakultas Teknologi Mineral Jurusan Teknik Geologi
di Universitas Trisakti. Setelah lulus dan mendapatkan gelar Insinyur Geologi,
pada tahun 1989 Basuki kembali ke Belitung dan mendirikan CV Panda yang
bergerak di bidang kontraktor pertambangan PT Timah.11
Pada tahun 1991, Basuki melanjutkan kuliah dengan mengambil bidang
manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta.
Setelah gelar Magister Manajemen (M.M.) diraihnya, kemudian ia bekerja di PT
Simaxindo Primadaya di Jakarta. Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor
pembangunan pembangkit listrik. Ia menjabat sebagai staf direksi bidang analisa
biaya dan keuangan proyek.
11
Basuki Tjahaja Purnama, Merubah Indonesia (Bangka Belitung: Center For Democracy
and Transparency, 2008), 12-14.
39
Dengan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya bekerja,
Pada 1992 Basuki mendirikan PT Nurindra Ekapersada, yang merupakan awal
persiapan dari Gravel Pack Sand (GPS) di tahun 1995. Setelah berhenti bekerja
untuk PT Simaxindo pada tahun 1995, Basuki mendirikan pabrik pengolahan asir
kuarsa pertama di Belitung, yang berlokasi di Dusun Gunung Nayo, Desa Air
Kelik,
Kecamatan Kelapa Kampit, Belitung Timur. Perusahaan tersebut dia
dirikan dengan mengadopsi dan mengadaptasi teknologi Amerika Serikat dan
Jerman.
Basuki berharap ini bisa dijadikan proyek percontohan bagi kesejahteraan
stakeholder (pemegang saham, karyawan dan rakyat) juga diharapkan dapat
memberikan konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah Belitung Timur dengan
memberdayakan
sumberdaya
mineral
yang
terbatas.
Bersama
dengan
berkembangnya pabrik tersebut, kawasan industri dan pelabuhan samudra
berkembang. Kawasan tersebut sekarang dikenal dengan nama Kawasan Industri
Air Kelik (KIAK).12
Pria yang memiliki hobi menulis ini menikah pada 6 September 1997
dengan Veronica, S.T. kelahiran Medan, Sumatera Utara, dan dikaruniai 3 orang
putra-putri bernama Nicholas, Nathania, dan Daud Albeenner. Pada akhir tahun
2004, Basuki berhasil meyakinkan seorang investor Korea untuk membangun Tin
Smelter (peleburan bijih timah) di KIAK. Investor asing tersebut tertarik dengan
12
Purnama, Merubah Indonesia, 121.
40
konsep yang disepakati untuk menyediakan fasilitas komplek pabrik maupun
pergudangan lengkap dengan pelabuhan bertaraf internasional di KIAK.
Pada tahun itu juga Basuki terjun ke dunia politik dan bergabung di bawah
bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB yang didirikan oleh Alm.
Sjahrir) sebagai ketua DPC Partai PIB Kabupaten Belitung Timur. Pada pemilu
2004 ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan terpilih menjadi anggota
DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009. Ternyata menjadi seorang
wakil rakyat di DPRD, tidaklah cukup bagi seorang Basuki untuk ikut
mensejahterahkan rakyat. Belum lagi persoalan tidak sejalannya pemikiran, ide
dan sikap dengan anggota dewan yang lain. Dan ditambah pola kerja penggunaan
anggaran APBD oleh pemerintah daerah yang tidak memihak kepada rakyat.
Oleh sebab itu, setahun kemudian Basuki mecalonkan diri dalam Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Belitung Timur Tahun 2005, Basuki
berpasangan dengan Khairul Effendi, B.Sc. dari Partai Nasional Banteng
Kemerdekaan (PNBK) sebagai calon Bupati-Wakil Bupati Belitung Timur
periode 2005-2010. Dengan mengantongi suara 37,13 persen pasangan ini terpilih
menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belitung Timur definitif pertama.
Pasangan Basuki-Khairul ini unggul di Kabupaten Belitung Timur yang menjadi
lumbung suara Partai Bulan Bintang (PBB) pada pemilu legislatif tahun 2004 lalu.
Kiprahnya
selama
menjadi
Bupati
Belitung
timur
telah
berhasil
menyelesaikan dua masalah utama yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat,
yaitu pendidikan dan kesehatan. Dimana dibaawah kepemimpinannya Pemerintah
41
Kabupaten Belitung Timur membebaskan biaya pendidikan hingga sampai
SMA/SMK dan berobat gratis sampai dengan rumah sakit tingkat provinsi, dalam
program jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Mengirim empat siswa
berprestasi dari keluarga yang kurang mampu untuk melanjutkan belajar gratis di
Universitas Trisakti Jakarta, serta sepuluh orang siswa berprestasi di Universitass
Bangka Belitung.
Selain pendidikan dan kesehatan yang mendapatkan porsi sekitar 40 persen
dari APBN, Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung Timur menyediakan dana
santunan kematian sebesar Rp 500 ribu, dengan syarat membuat akte kematian.
Subsidi pembangunan rumah juga diberikan untuk keluarga yang kurang mampu.
Basuki juga membuat kebijakan memberikan honor kepada ketua Rt sebesar Rp
300 ribu/bulan, kepala dusun sebesar Rp 640 ribu/bulan, dan kepala desa Rp 2
juta/bulan. Sisi lain dari Basuki dinilai menegakkan disiplin kerja yang cukup
keras dikalangan Pemda Kabupaten Belitung Timur.
Beberapa penghargaan telah di terima oleh Basuki selama menjabat Bupati
Belitung Timur. Penghargaan yang berintegritas dan prestisius itu sebagai bentuk
apresiasi dari hasil dedikasi dan kinerjanya memimpin Kabupaten Belitung Timur.
Diantaranya adalah, dinobatkan sebagai 10 Tokoh Pilihan Yang Mengubah
Indonesia versi majalah Tempo 2006 edisi khusus Tokoh Pilihan. Basuki terpilih
karena kiprahnya selama menjabat Bupati Belitung Timur berhasil menggebrak
dua permasalah utama yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, yaitu
pendidikan dan kesehatan.
42
Kemudian Basuki menerima PIN Emas dari Fordeka (Forum Demokrasi
Kebangsaan) yang diberikan langsung oleh mantan ketua MPR RI yang juga
tokoh reformasi yaitu Pror. Dr. Amien Rais di Jakarta pada tanggal 29 Oktober
2006. Penghargaan ini diberikan karena Basuki dianggap sebagai salah satu tokoh
reformasi dari kalangan masyarakat Tionghoa, yang berhasil menjadi pemimpin
dan mampu melaksanakan tugasnya dengan berbagai hal yang baik, sejalan
dengan apa yang dicita-citakan dalam perjuangan reformasi.
Tidak hanya itu, Basuki juga dinobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi 2006
oleh Koalisi Kebersamaan Tiga Pilar Kemitraan. Penganugrahan Tiga Pilar
Award, sebagai penyelenggara negara yang komit terhadap pemberantasan
korupsi. Penyerahan Award ini diberikan secara langsung oleh Menteri
Komunikasi dan Informatika, Sofyan A Djalil pada tanggal 1 Februari 2007.
Penganugrahan penghargaan ini diberikan kepada Basuki karena dinilai berhasil
menjalankan praktik anti korupsi, antara lain dengan tindakannya mengalihkan
tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk kepentingan rakyat, yaitu untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat
Belitung Timur. Basuki kemudian mengajukan pengunduran dirinya untuk maju
dalam Pilgub Bangka Belitung 2007. Pada 22 Desember 2007, ia resmi
menyerahkan jabatannya kepada wakilnya, Khairul Effendi.13
Dalam pencalonannya pada Pilgub Bangka Belitung 2007-2012, Basuki
berpasangan dengan Dr. Ir. Eko Cahyono., M.Eng. Tapi Basuki mengalami
13
Purnama, Merubah Indonesia, 124.
43
kekalahan pada pemilihan kepala daerah Provinsi Bangka Belitung ini. Ia
menganggap banyaknya terjadi kecurangan, sehingga pasangan ini hanya
memperoleh suara pada urutan kedua dengan prosentase 32,62%, kalah dengan
jumlah 14.000 suara. Dan pasangan ini tidak berhasil terpilih sebagai Gubernur
dan Wakil Gubernur Bangka Belitung 2007-2012. Dalam hal ini, Basuki telah
menyampaikannya kepda Mahkamah Agung. Namun hasil putusan dari
Mahkamah Agung menolak keberatan yang diajukan Basuki, karena hal tersebut
diluar kewenangan Mahkamah Agung.
Pada sidang terbuka yang dipimpin oleh hakim agung Paulus Efendi
Lotulung di gedung Mahkamah Agung ini, pasangan Basuki - Eko Cahyono
meminta Mahkamah Agung untuk membatalkan hasil Pilkada Bangka Belitung
dengan mengajukin bukti dokumen dan sejumlah saksi, sebab telah terjadi upaya
sistematis yang dilakukan KPUD untuk menghilangkan hak pilih warga Bangka
Belitung. Namun menurut majelis hakim, persoalan-persoalan teknis pemilihan
yang terjadi sebelum pemungutan suara dilaksanakan adalah kewenangan Panitia
Pengawas Pemilu (Panwaslu), berdasarkan ketentuan UU 32/2004. Dan
Kewenangan Mahkamah Agung sendiri tercantum dalam pasal 106 ayat 2 UU
32/2004, yaitu terbatas hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang
mempengaruhi hasil terpilihnya pasangan calon. Akhirnya Pilkada Bangka
Belitung dimenangkan oleh H. Eko Maulana Ali, SE. dengan wakilnya H. Rustam
Effendi, B.Sc.14
14
Purnama, Merubah Indonesia, 124.
44
Kemudian Basuki mendirikan yayasan/LSM dengan nama Center for
Democracy and Transparency 3.1, dengan visi mewujudkan tokoh-tokoh yang
BTP ( Bersih Transparan dan Profesional) menjadi pejabat publik melalui pilkada
langsung.15 Pada tahun 2008 Basuki menulis buku biografinya yang berjudul
“Merubah Indonesia”, sebagai alat pemberi inspirasi bagi semua orang agar mau
terjun ke dunia politik secara baik dan benar serta tidak melupakan tujuan
utamanya, untuk mensejahterakan rakyat banyak.
Sampai akhirnya pada tahun 2012, Basuki mencalonkan diri sebagai Wakil
Gubernur DKI Jakarta yang berpasangan dengan Joko Widodo dengan diusung
PDIP dan Gerindra, pasangan ini berhasil memenangkannya dalam dua kali
pemungutan suara, dan di tengah-tengah isu SARA oleh rivalnya Foke – Nara
yang merupakan pasangan incumbent dan sebagai putra daerah. Basuki ingin
menunjukkan bahwa politik yang berakal sehat mendidik rakyat untuk memilih
pejabat berdasarkan unsur BTP (Bersih Transparan dan Profesional) bukan karena
unsur SARA, yang seharusnya dilakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
15
www.cdt31.org. Diakses pada 30 Oktober 2013.
45
BAB III
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDUDUK KOTA JAKARTA
A.
Sejarah Jakarta
Dalam perkembangannya, sejarah Jakarta bisa dilihat pada tiga aspek.
Pertama, sejarah Jakarta dilihat dari aspek geografis. Kedua, Jakarta dilihat dari
aspek nomenklatur/penamaan. Dan ketiga, Jakarta diliat dari aspek sosio-historis.
Sejarah Jakarta dilihat dari aspek geografis menjelaskan tentang bagaimana
asal mula dataran Jakarta. Apakah datarannya sudah ada sejak dahulu? Ataukah
keberadaannya baru?. Seandainya dataran Jakarta itu ada dari sejak dahulu, itu
tidak masalah. Tapi seandainya dataran Jakarta itu baru, maka dari mana asal
dataran Jakarta itu dan bagaimana sejarahnya.
Secara nomenklatur dapat dijelaskan bagaimana sejarah istilah Sunda
Kelapa lalu menjadi Jayakarta, kemudian menjadi Batavia, sampai akhirnya
manjadi nama Jakartaa hingga sekarang.
Secara sosio-historisnya, akan dapat dijelaskan tentang perkembangan
masyarakat Jakarta yang terkait dengan keberadaan suku, agama dan pengaruhpengaruh budaya yang membentuk karakter masyarakat.
1. Aspek Geografis
Dari aspek geogrfis, ada beberapa perspektif yang telah mengupas sejarah
Jakarta dari sisi geografisnya yang mengindikasikan bahwa Jakarta sebagai kota
46
yang baru dibuat pada masa Belanda. Salah satunya, ada yang mengatakan bahwa
Jakarta itu adalah hasil kreasi bangsa Eropa yang didirikan di lahan kosong
dengan bahan-bahan yang benar-benar baru.1 Namun pandangan ini begitu tidak
relevan setelah kita kembalikan pada sejarah zaman kerajaan Sunda.
Pulau Jawa ada sebagian tradisi dan karakter suku yang berbeda dengan
suku Jawa lainnya, yaitu Suku Sunda. Suku Sunda berkembang di sebelah barat
pulau Jawa, dimana daerah itu sekarang dikenal dengan Jawa Barat. Di Jawa
Barat terdapat sebuah kerajaan besar yaitu Padjajaran, yang ibu kotanya terletak
dekat pegunungan di daerah Bogor, tepatnya ada di sebelah selatan Jakarta. Pada
saat itu kerajaan Padjajaran membangun beberapa lokus-lokus ekonomi,
Didirikannya perkebunan, pertanian dan pelabuhan. Perkebunan dan pertanian
meliputi wilayah dataran dan pegunungan di Jawa Barat. Sedangkan untuk
pelabuhan, terletak di wilayah pesisir pantai Jawa Barat. Salah satu dari pelabuhan
terkenalnya bernama Sunda Kelapa.2 Sunda Kelapa merupakan pelabuhan aktif
kerajaan Padjajaran, yang juga merupakan cikal-bakal terbentuknya kota Jakarta.
Dataran yang kita kenal dengan Sunda Kelapa pada masa prasejarah telah
terdapat pemukiman manusia.3 Dataran ini terbentuk dari endapan lumpur yang
terbawa dari pegunungan berapi bagian selatan Jawa Barat. Dataran yang
terbentuk dari endapan lumpur ini berbentuk kipas dan semakin meluas karna
distribusi lumpur yang terus-menerus mengalir dari pegunungan berapi Jawa
1
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, (Jakarta: Masup Jakarta, 2011), 1.
2
Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 5.
3
Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 4.
47
Barat melaui beberapa sungai. Sungai-sungai itu yang kita kenal sekarang dengan
sungai Cisadane, Angke, Ciliwung, Bekasi dan Citarum.
Proyek pembentukan sungai-sungai ini telah dimulai pada masa Raja
Purnawarman. Ia adalah salah satu raja dari kerajaan Tarumanagara. kerajaan ini
adalah kerajaan pertama di Jawa Barat. Di sini tidak akan dibahas lebih jauh
mengenai kerajaan Tarumanagara karena bukan fokus pembahasan. Sebagai bukti
bahwa proyek sungai ini digalang pada masa kerajaan Tarumanagara adalah
ditemukannya batu prasasti dan juga peralatanprimitif dari zaman Neolotikum
(Zaman perunggu dan Zaman besi) di dekat pelabuhan Tanjung Priok masa kini. 4
Dari pemaparan di atas dapat di lihat bahwa dataran sunda kelapa (cikalbakal Jakarta) telah ada sejak masa prasejarah dan telah banyak pemukiman
manusia pada masa kerajaan pertama di Jawa Barat. Pembuktian ini menepis
klaim salah satu perspektif sejarah yang mengatakan bahwa Jakarta hasil kreasi
bangsa Eropa.
Kota Jakarta sekarang memiliki luas wilayah 661,52 km2 (lautan: 6.977,5
km2), terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi dan 1 kabupaten administratif,
yakni: kota administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2. Jakarta Utara
dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan
dengan luas 145,73 km2 dan Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2. Serta
kabupaten administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2.
4
Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 5.
48
Disebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi
tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan
timur berbatasan dengan kota Depok, Kabupaten Bogor, kota Bekasi dan
Kabupaten Bekasi. Disebelah barat berbatasan dengan Kota Tanggerang dan
Kabupaten Tanggerang. Serta disebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.5
2. Aspek Nomenklatur
Kedua, dari aspek nomenklaturnya, Jakarta disebut sebagai Sunda Kelapa
karena letaknya yang berada pada wilayah yang memiliki karakter suku yang
berbeda dari suku jawa lainnya yaitu wilayah Jawa bagian Barat dan nama
sukunya adalah Sunda. Kemudian, karena saking banyaknya pohon kelapa yang
tumbuh di wilayah itu, lalu dinamai dengan Sunda Kelapa.
Sunda Kelapa dalam sejarahnya menjadi titik perebutan antara armada
Portugis dengan orang pribumi yang sudah beragama Islam. Bangsa Portugis
memiliki keinginan kuat untuk selalu mendominasi dan memonopoli. Lalu
muncullah Fatahillah dari Kesultanan Banten sebagai panglima gerakan
perlawanan sekaligus penakluk dan berhasil memukul mundur armada Portugis.6
Dari kemenangannya tersebut Fatahillah menamai Sunda Kelapa dengan nama
Jayakarta. Yang artinya adalah kemenangan dan kejayaan.
5
www.jakarta.go.id. Diakses pada 16 Desember 2013.
6
Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 8.
49
Setelah Portugis, Belanda ikut mengincar Jayakarta atas dasar, pertama,
pelabuhan ini dipandang strategis menjadi tempat peristirahatan dan cocok untuk
dijadikan markas karena kondisinya yang berdekatan dengan Selat Sunda yang
selalu dilalui kapal-kapal Belanda yang melintasi samudra Hindia dari dan menuju
Eropa. Kedua, Belanda memandang bahwa pangeran Jayakarta (pemegang
kekuasaan di Jayakarta) sudah tidak tunduk lagi terhadap kekuasaan Banten,
pangeran Jayakarta berkehendak membangun kemandirian Jayakarta dengan cara
menarik para pedagang dari Banten. Dari kondisi inilah, pangeran Jayakarta
dengan Belanda bekerjasama dan terlibat dalam kontrak untuk pendirian gudanggudang di tepi timur kali Ciliwung.
Pendirian gudang-gudang tersebut dimaksudkan untuk tempat penampungan
rempah-rempah yang disuplai dari wilayah Jawa Barat. Gudang-gudang itu juga
merupakan proyek jendral VOC yang bernama Jan Pieterzoon Coen pada tahun
1618.7 Coen adalah penguasa VOC yang memaksimalkan ambisinya untuk
menguasai Jayakarta, sehingga seringkali dia mengirim surat kepada pihak
Belanda untuk membantu gerakannya di Jayakarta, karena Coen juga menyadari
kondisinya yang kurang membaik dan terlibat perselisihan dagang dengan Inggris.
Di samping itu Coen juga merasa semakin diancam keberadaannya oleh
kesultanan Banten. Tapi ternyata bukan hanya Coen, melainkan semua kubu ini
saling merasa terancam, yang mengakibatkan mereka saling memperkuat
7
Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 10.
50
barisannya. Akhirnya, Coen memperkuat pertahanan bangunan milik Belanda dan
memperkuat pertahanan dengan menambah tentara Garnisun.8
Pertahanan ini bukan hanya sebatas untuk mengantisipasi serangan
pasukan Inggris dan Banten saja. melainkan benar-benar sebagai tindakan refresif
untuk penyerangan dan mendomonasi Jayakarta. Pernyataan Coen yang
mengindikasikan keinginannya untuk berperang bisa kita lihat dalam surat yang
dikirimnya kepada Heeren XVII:
“Mohon tuan-tuan yang terhormat bayangkan bagaimana kami
duduk manis di sini sementara ancaman dari segala penjuru menekan
kami. Walaupun demikian, kami tidak gentar... karena itulah saya sekali
lagi mengharapkan dengan segala kerendahan hati agar tuan-tuan
secepatnya mengirimkan pasukan, kapal dan dan dana dalam jumlah besar
serta berbagai kebutuhan lain. jika permintaan ini dipenuhi, semuanya
akan baik-baik saja; jika tidak, tuan-tuan akan menyesalinya. Jangan putus
asa dan jangan ampuni musuh, tidak ada yang dapat menghambat atau
membahayakan kita, karena Tuhan berada di sisi kita. Jangan pula
terpengaruh dengan kekalahan-kekalahan sebelumnya karena kita dapat
membuat pencapaian besar di Hindia dan di saat yang bersamaan
mendapatkan keuntungan besar setiap tahun dari wilayah ini”.9
Pada tanggal 14 Desember 1618 Inggris menangkap kapal Belanda di
Banten. Dibalasnya oleh Coen dengan membakar pos-pos Inggris yang berada di
Jayakarta. Lalu keduanya terlibat pertempuran kecil. 14 armada Inggris
menghadapi 8 armada Belanda. Belanda berhasil dikalahkan namun Coen
menyeru pos-pos VOC yang berada di luar Jayakarta dan menghantam Inggris
8
Sebagian besar tentara garnisun adalah orang lokal, karena dapat menghemat pengeluaran.
Lih, Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 19.
9
H.T. Colenbrander dan Jan Pietersz Coen: Levensbeschrijving, (’S-gravenhage: nijhoff,
1934), 142-148.
51
yang berada di Jayakarta. Serbuan itu menuai hasil yang gemilang karna Belanda
berhasil memukul mundur Inggris. Dari kemenangan itulah jendral Coen
merayakannya dengan mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia.10 Penamaan
ini dilakukan untuk menghormati para leluhur dari Belanda. Dan nama itu pun
mulai diakui dan menjadi terkenal pada tahun 1621.
Selanjutnya Jepang pun datang ke tanah Nusantara ingin juga menduduki
wilayah ini dan memonopoli kekayaan alam Nusantara,selayaknya Belanda dan
Inggris. Pada masa kependudukan Jepang pada 1942, semua peninggalan Belanda
digantinya dengan khas Jepang. Pembelajaran bahasa Belanda dilarang dan
digantikan dengan bahasa Jepang. Bahasa Belanda total dilarang dan harus
menggunakan bahasa Jepang atau bahasa Indonesia. Batavia diganti namanya
menjadi Jakarta. Dari beberapa sumber yang dibaca, penulis tidak menemukan
alasan yang signifikan terkait penamaan Batavia yang diganti menjadi Jakarta
oleh Jepang.
3. Aspek Sosio-Historis
Secara sosio-historisnya dapat dilihat langsung pada penamaan suku yang
ada di Jakarta. Dulu pada abad ke-15 sebelum ada kota Batavia, ada suku yang
telah dikenal dengan nama betawi. Menurut Ridwan Saidi, nama ini didapat dari
pohon yang banyak difungsikan sebagai gagang senjata keris atau gagang pisau
dan golok karena batang pohon ini berbentuk bulat seperti guling, mudah diraut
10
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, 15.
52
dan kokoh.11 Penamaan pada suku ini dikaitkan dengan kecenderungan
masyarakat ketika itu yang menamai daerah dengan menggunakan nama pohon.
Pohon betawi ini memiliki nama ilmiah guling Betawi cassia glauca. Sejenis
tanaman perdu yang memiliki kayu bulat.
Suku Betawi adalah suku baru yang menetap diJakarta. Suku Betawi adalah
suku yang dihasilkan dari perpaduan etnis yang sudah ada dan pendatang. Sukusuku itu adalah suku Sunda, Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makasar, Ambon, Melayu,
Toinghoa, India dan Eropa.12 Berdasarkan kepentingannya, selain suku Sunda,
suku-suku ini berdatangan untuk berdagang. Kemudian mereka menetap dan
berkembang. Termasuk bangsa Eropa, yang pada awalnya bertujuan untuk
berdagang sampai kemudian menjajah. Sebagian dari mereka ada yang menetap
dan menjadi bagian dari suku asli. Semua kondisi ini merupakan implikasi dari
daerah yang berfungsi sebagai kota pelabuhan yang aktif.
Pada masa kedatangan Portugis, Pelabuhan–pelabuhan di dataran Nusantara
pelan-pelan mulai bermunculan. Peranan pelabuhan tersebut sebagai bagian
penting dalam jaringan perdagangan Indonesia. Pada pertumbuhan perdagangan
ini, pelabuhan di pantai barat malaya yang kita kenal dengan Selat Malaka,
menjadi semakin penting karena kapal-kapal pedagang asing sering melewati selat
ini jika ingin melakukan perjalanan antara Nusantara dan negeri Barat. Selat
Malaka menjadi sepi dari pedagang asing setelah Selat Malaka dikuasai oleh
11
http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=40450 . Diakses pada
29 November 2013.
12
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi, Diakses pada 29 November 2013.
53
Portugis. Yang ada hanya pedagang pribumi dan Portugis saja yang menetap di
Selat Malaka. kondisi ini menuaikan hasil yang sangat menguntungkan bagi
Sunda Kelapa. Karena ketika itu, Sunda Kelapa ramai didatangi oleh pedagang
yang beragama Islam dari Arab, Persia dan India.
Kedatangan para pedagang dan saudagar ke pelabuhan Sunda Kelapa, disini
bukan hanya menikmati hasil secara ekonomis saja, melainkan kenikmatan
heterogensi ideologi agama pun sangat dirasakan. Dari pedagang India, sudah
banyak terjadi akulturasi dari para pedagang yang beragama Hindu hingga
menjadikan masyarakat pribumi ikut memeluk agama Hindu. Begitu pula dari
pedagang Arab, Persia dan India yang memberikan pengaruh hingga banyak juga
yaang tertarik dan memeluk agama Islam. Banyak juga pedagang Portugis yang
berdagang dan beristirahat di pelabuhan Sunda Kelapa, telah banyak juga
masyarakat dari Sunda Kelapa ini yang beragama Kristen. Bahkan dari setiap
suku yang datang dan bertempat tinggal di sini, itu menjadi cikal-bakal agama
baru. Karena dari suku tersebut, mereka memiliki kepercayaannya masingmasing. Seperti Tionghoa dengan Konghucunya dan lain-lain.
Dulu di Sunda Kelapa, agama yang paling mendominasi masyarakatnya
adalah agama Hindu. Namun dominasi Hindu di Sunda Kelapa, lambat-laun
memudar dari pemeluknya. Masyarakatnya mulai terjerat dalam kepercayaan baru
yang dianggap lebih rasional. Penyebaran agama Islam dan agama Kristen lebih
banyak mendapatkan perhatian masyarakat dan pada akhirnya sebagian besar
masyarakat berpindah haluan pada agama tersebut. Hal ini tampak dari jumlah
54
tempat-tempat ibadahnya jika kita lihat kondisi saat ini.Dan dua agama inilah
yang sekarang mendominasi penduduk Kota Jakarta.
Pergolakan ideologi agama yang dibawa oleh masing-masing etnis telah
mengkondisikan
penduduk
Jakarta
menjadi
penduduk
yang
menyadari
keragaman. Setelah itu kalau kembali pada masa kolonial, akan ditemukan sebuah
kebijakan politik dari pemerintah kolonial Belanda. Yang disebut dengan Politik
Etis, yang menjadi salah satu instrumen penting pada pembentukkan dan
perubahan karakter masyarakat Jakarta. Kebijakan ini yang menjadikan
masyarakat ortodok menjadi terdidik. Bukan hanya berimplikasi pada pendidikan
masyarakat, tetapi kebijakan itu juga telah merubah suasana Jakarta dari
masyarakat yang cenderung feodal kepada kondisi yang rasional.
Politik Etis atau politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang
menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi
kesejahteraan pribumi.13 Ide politik etis ini berawal dari kritikan seorang
wartawan dan politikus Belanda yang bernama Pieter Brooshooftdan C.Th. van
Deventer yang kemudian dapat menyentuh hati Ratu Wilhelmina untuk peduli
pada nasib pribumi. Ratu wilhelmina mengeluarkan kebijakan politik etis itu pada
tanggal 17 September 1901 yang ditegaskan dalam pidatonya: ”...bahwa
pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld)
terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda”.14
13
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Etis. Diakses pada 4 Desember 2013.
14
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Etis. Diakses pada 4 Desember 2013.
55
Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan
politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang meliputi:

Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan
dan bendungan untuk keperluan pertanian

Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi

Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan
pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu
sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus Politik
Etis.
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda
dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi
dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk
dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat
berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan
pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat
berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) sebagai Menteri
Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun
1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa
yang hampir merata di daerah-daerah.
56
Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental
antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung
politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi
sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan
kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan
diri menurut model negeri Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut
pendidikan ke arah swadaya.
Demografi Masyarakat Kota Jakarta
B.
Demografi atau ilmu kependudukan merupakan ilmu yang mempelajari
dinamika kependudukan manusia, yang meliputi ukuran, struktur, distribusi
penduduk, dan bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat
kelahiran, kematian, migrasi serta penuaan. Namun analisis kependudukan bisa
merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasari
kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama dan etnis.15 Jadi demografi
adalah studi ilmiah terhadap penduduk manusia, terutama mengenai jumlah,
struktur dan perkembangannya.16 Salah satu hal yang memegang peranan penting
dalam tercapainya pembangunan di suatu wilayah adalah penduduk di wilayah itu
sendiri. Selain itu aspek kependudukan juga berkaitan dengan masalah
pembangunan,
karena
tujuan
dari
pembangunan
adalah
meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
15
http://id.wikipedia.org/wiki/Demografi. Diakses pada 23 November 2013.
16
Said Rusli, Pengantar Ilmu Kependudukan (Jakarta, LP3ES, 2012), 2.
57
Namun disini Penulis hanya akan memaparkan mengenai agama, etnis dan
pendidikan yang berkaitan dengan perilaku politik masyarakat Jakarta dalam rana
pilkada. Dengan luas sekitar 661,52 km2 (lautan: 6.977,5 km2), berdasarkan
sensus penduduk yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI
pada tahun 2012, jumlah penduduk Jakarta 9.756.944 jiwa. Jakarta yang
merupakan Ibu Kota Negara Republik
Indonesia, dapat di ibaratkan sebagai
miniatur Indonesia yang lengkap dengan kemajemukan masyarakatnya. Hal ini
disebabkan karena Jakarta dijadikan pusat pemerintahan dan perekonomian yang
menjadikannya salah satu daya tarik penduduk daerah lain untuk datang mengadu
nasib dan sekaligus menetap di DKI Jakarta.
1. Agama
Tabel III.A.
Jumlah Penduduk menurut Agama dan Kepercayaan, Provinsi DKI Jakarta,
Tahun 2012.
Agama dan
Kepercayaan
Jakarta
Pusat
Jakarta
Utara
Jakarta
Barat
Jakarta
Selatan
Jakarta
Timur
Kep.
Seribu
DKI
Jakarta
%
ISLAM
857.609
1.262.516
1.643.734
1.869.682
2.434.612
23.115
8.091.268
82,93
PROTESTAN
105.354
174.340
233.211
110.310
229.275
12
852.502
8,74
50.219
81.525
136.592
56.096
78.437
1
402.870
4,13
HINDU
3.632
4.119
2.794
3.831
5.416
1
19.793
0,20
BUDHA
43.684
121.490
197.005
11.691
15.717
0
389.587
3,99
KHONGHUCU
78
181
279
60
150
0
748
0,01
KEPERCAYAAN
31
9
21
34
81
0
176
0,00
1.060.607
1.644.180
2.213.636
2.051.704
2.763.688
23.129
9.756.944
100,00
KATHOLIK
JUMLAH
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta.
58
Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam. Menurut data
pemerintah DKI pada tahun 2012, komposisi penganut agama di kota ini adalah
Islam (82,93 %), Kristen Protestan (8,74 %), Katolik (4,13 %), Hindu (0,20 %),
dan Buddha (3,99 %) dan Konghucu (0,01 %). Angka ini tidak jauh berbeda
dengan keadaan pada tahun 2005, dimana umat Islam berjumlah 84,4%; diikuti
oleh Protestan (6,2 %), Katolik (5,7 %), Hindu (1,2 %) dan Buddha (3,5 %),
Jumlah umat Buddha terlihat lebih sedikit meski ummat Konghucu juga ikut
tercakup di dalamnya. Sejak tahun 1980, sensus penduduk tidak mencatat agama
yang dianut selain keenam agama yang diakui pemerintah.17
Di Jakarta berbagai tempat peribadatan agama-agama tersebut pun dapat
dijumpai. Masjid dan mushola, sebagai rumah ibadah umat Islam, tersebar di
seluruh penjuru kota, bahkan hampir di setiap lingkungan. Masjid terbesar di
Jakarta adalah masjid nasional, Masjid Istiqlal, yang terletak di Gambir. Sejumlah
masjid penting lain adalah Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru, Masjid At
Tin di Taman Mini, dan Masjid Sunda Kelapa di Menteng.
Sedangkan gereja besar yang terdapat di Jakarta antara lain, Gereja Katedral
Jakarta, Gereja Santa Theresia di Menteng, dan Gereja Santo Yakobus di Kelapa
Gading untuk umat Katolik. Masih dalam lingkungan di dekatnya, terdapat
bangunan Gereja Immanuel yang terletak di seberang Stasiun Gambir bagi umat
Kristen Protestan. Selain itu, ada Gereja Koinonia di Jatinegara, Gereja Sion di
Jakarta Kota, Gereja Kristen Toraja di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
17
http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta. Diakses pada 5 Desember
2013.
59
Bagi umat Hindu yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya, terdapat Pura
Adhitya Jaya yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur, dan Pura Segara di
Cilincing, Jakarta Utara. Rumah ibadah umat Buddha antara lain Vihara
Dhammacakka Jaya di Sunter, Vihara Theravada Buddha Sasana di Kelapa
Gading, dan Vihara Silaparamitha di Cipinang Jaya. Sedangkan bagi penganut
Konghucu terdapat Kelenteng Jin Tek Yin. Jakarta juga memiliki satu sinagoga
yang digunakan oleh pekerja asing Yahudi.
Hampir tidak ada konflik agama yang terjadi di Jakarta. Hal tersebut
dikarenakan masyarakat Jakarta sudah terbiasa dari nenek moyangnya dengan
keberagaman beragama sejak masa kolonial. Toleransi yang tinggi dalam
perbedaan beragama dapat terlihat dari tempat ibadah ummat Islam dengan
ummat Kristen yang berhadap-hadapan, yaitu Masjid Istiqlal dengan Gereja
Katedral yang terletak di Gambir. Dengan begitu, Basuki yang memeluk agama
Khonghucu memang mempunyai peluang menang dalam pilkada DKI Jakarta
2012.
2. Etnis
Pada tahun 1961, orang Betawi masih menjadi mayoritas di wilayah
pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung.
Namun pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah
banyak menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota.
60
Orang Cina biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah permukiman yang
dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau Kampung Cina dapat dijumpai di
Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain perumahan-perumahan baru di wilayah
Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Mereka telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17.
Orang Cina banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang. Selain
etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berdagang, di antaranya
perdagangan grosir dan eceran di pasar-pasar tradisional kota Jakarta. Masyarakat
dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis, Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi
di wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih banyak terdapat masyarakat
keturunan Portugis, serta orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina.
Tabel.III.B.
Jumlah Suku Bangsa Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2010.
Jakarta
Pusat
Jakarta
Utara
Jakarta
Barat
Jakarta
Selatan
Jakarta
Timur
JAWA
258.142
635.073
715.836
816.019
1.026.571
BETAWI
301.667
257.104
677.561
659.799
SUNDA
136.154
267.234
333.343
272.069
CINA
68.186
198.248
313.178
BATAK
21.031
46.322
56.450
MINANGKABAU
33.726
23.948
MELAYU
16.315
28.840
Etnis
Kep.
Seribu
DKI
Jakarta
%
1.807
3.453.448
36.17
795.826
8.765
2.700.722
28.29
383.143
3.082
1.395.025
14.61
22.979
29.767
14
632.372
6.62
56.350
146.433
59
326.645
3.42
41.955
72.440
99.918
31
272.018
2.85
46.703
36.437
50.575
352
179.222
1.88
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS).
Komposisi etnis penduduk Jakarta pada tahun 2005 terdiri dari orang Jawa
sebanyak 35,16%, Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Cina (5,53%), Batak
(3,61%), Minangkabau (3,18%) dan Melayu (1,62%).18 Sementara jika melihat
18
http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta. Diakses pada 5 Desember
2013.
61
Tabel III.B. Komposisi etnis penduduk Jakarta tahun 2010, tercatat setidaknya
terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta, terdiri dari orang Jawa sebanyak
36,17 %, Betawi (28,29 %), Sunda (14,61 %), Cina (6,62 %), Batak (3,42 %),
Minangkabau (2,85 %) dan Melayu (1,88 %). Dari data tersebut, tampak terjadi
peningkatan prosentase pada suku Jawa, Betawi, Cina dan Melayu. Namun terjadi
penurunan prosentase pada suku Sunda, Batak dan Minangkabau.
3. Pendidikan
Tabel III.C.
Data Penduduk WNI Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Pendidikan 2012.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
NAMA
KAB.
Kep.
Seribu
Jakarta
Pusat
Jakarta
Utara
Jakarta
Barat
Jakarta
Selatan
Jakarta
Timur
Provinsi DKI
Jakarta
BLM SKLH
1.136
BLM
TMT SD
2.253
SD
SEDERAJAT
7.346
21.483
97.577
38.712
SLTP
SLTA
D I / D II
D III
SI
S II
S III
3.819
4.943
134
195
555
21
0
112.714
148.438
416.829
3.978
38.882
100.504
8.707
718
142.191
197.455
278.771
623.226
4.749
41.862
115.515
8.184
500
52.528
185.884
279.105
360.340
811.738
7.761
52.639
195.894
13.359
793
43.576
184.933
194.290
249.944
756.290
10.530
90.344
255.923
28.435
2.269
65.316
248.854
261.119
363.190
1.073.164
13.597
110.739
281.739
23.354
1.481
222.751
861.692
1.052.029
1.404.502
3.686.190
40.749
334.661
950.130
82.060
5.761
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta.
Pendidikan penduduk masyarakat Jakarta dari tingkat terendah yaitu SD
Sederajat sebanyak 1.052.029, dilanjutkan dengan pendidikan menengah SLTA
(3.686.190) dan pendidikan S1 (950.130). Dapat dilihat bahwa pendidikan yang
62
dimiliki masyarakat Jakarta paling banyak adalah SLTA. Tingkat pendidikan di
Jakarta semakin membaik karena berdasarkan Pasal 6 UU No. 20 tahun 2003,
bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun
wajib mengikuti pendidikan dasar. Dari hasil Sensus Penduduk 2010, persentase
penduduk 7-15 tahun yang belum/tidak sekolah sebesar 1,12 persen dan yang
tidak sekolah lagi sebesar 5,22 persen.19
Ukuran atau indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia (SDM)
terkait dengan pendidikan antara lain pendidikan yang ditamatkan dan Angka
Melek Huruf (AMH). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, persentase
penduduk 5 tahun yang berpendidikan minimal tamat SMP/Sederajat sebesar
66,40 persen, dan AMH penduduk berusia 15 tahun ke atas sebesar 99,09 persen
yang berarti dari setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada 99 orang yang
melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca dan menulis
huruf latin atau huruf lainnya.
Dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi maka pilihan yang
diambilpun akan semakin rasional. Namun Jakarta yang hanya didominasi oleh
penduduk yang berpendidikan menengah sudah bisa menilai sosok seorang
pemimpin dengan rasional, bukan lagi hanya melihat kesamaan etnis atau agama.
Dari jumlah penduduk DKI Jakarta sekitar 9.756.944 jiwa dan jumlah pada
DPT putaran pertama pilkada DKI Jakarta 11 Juli 2012 adalah 6.983.693
19
www.bps.go.id. Diakses pada 4 Desember 2013.
63
pemilih.20 Putaran kedua pilkada DKI Jakarta pada 20 September 2012.
Berdasarkan penambahan dari warga yang mendaftar pada 25 Juli hingga 4
Agustus, didapat 34.603 warga yang sah menjadi pemilih tambahan. Dengan
demikian, jumlah DPT juga naik menjadi 6.996.951 pemilih pada 20 September
2012.21
Secara keseluruhan para pemilih sudah memperoleh pendidikan yang cukup
baik. Dengan mereka melek huruf atau bisa membaca, dapat mengkonsumsi
informasi-informasi yang ada di media cetak atau pun media elektronik. Menilai
kandidat yang akan dipilih dan mengetahui isu yang beredar pada saat pilkada
akan dan berlangsung. Pola-pola kesadaran politik dari sikap kritis dan partisipasi
yang besar dalam masyarakat terhadap pemerintah pun tercipta karena mereka
merasa bahwa pemerintah mempunyai pengaruh pada kehidupan mereka.22
Dengan demikian masyarakat akan memilih kandidat yang menurutnya dapat
merubah kehidupannya kearah yang lebih baik berdasarkan pilihan yang rasional.
20
http://www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/06/03/m502n2-inilahjumlah-akhir-dpt-pilgub-dki. Diakses pada 5 Desember 2013.
21
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/07/18420426/Inilah.Jumlah.DPT.Putaran.K
edua.Pilkada.DKI. Diakses pada 5 Desember 2013.
22
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik, (Jakarta: PT. BINA AKSARA,
1984), 56.
64
BAB IV
PILKADA 2007 DAN DINAMIKA PILIHAN RASIONAL PADA PILKADA
DKI JAKARTA 2012
A.
Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta 2007
Pilkada DKI Jakarta pertama kali diselenggarakan pada tanggal 8 Agustus
2007. Pada Pilkada DKI 2007 diikuti oleh dua pasangan calon gubernur dan wakil
gubernur, yakni Adang Daradjatun-Dani Anwar dan Fauzi Bowo-Prijanto. Dalam
undian nomor urut, pasangan Adang-Dani mendapatkan nomor urut 1. AdangDani diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) partai yang pada Pemilu 2004
keluar sebagai pemenang pemilu di Jakarta menggeser posisi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) yang memenangi Pemilu 1999.
Dan pasangan Fauzi-Prijanto mendapatkan nomor urut 2 yang diusung
oleh koalisi 20 partai politik, seperti PDIP, Partai Golkar, Partai Demokrat, PPP,
PDS dan lain-lain. Secara kuantitatif, koalisi pendukung Fauzi-Prijanto cukup
besar baik di parlemen maupun rasio akumulasi perolehan suara dalam Pemilu
2004. Saat itu, Fauzi Bowo berposisi sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta,
sedangkan Prijanto adalah jenderal TNI Angkatan Darat. Adang adalah mantan
Wakil Kepala Polri, sedangkan Dani Anwar waktu itu sebagai anggota DPRD
DKI Jakarta dari Fraksi PKS.1
Pada masa kampanye terpampang spanduk kedua kandidat yang saling
menyindir. Salah satu contoh sindiran dari tim Adang pada upaya tim Fauzi Bowo
yang berusaha membangun citra dirinya sebagai ”ahlinye” dalam menata Jakarta,
1
www.kpujakarta.go.id. Diakses pada 2 Desember 2013.
65
dengan sindiran ("John Travolta makan kue cucur, Jakarta kok makin ancur.
Ahlinye Kemane?"). Tim sukses Fauzi Bowo yang mengusung isu sentral ”Jakarta
Untuk Semua” juga melakukan serangan balik pada kubu Adang. Misalnya dia
menyoroti eksklusifitas PKS yang begitu ”pede” mengusung calonnya seorang
diri (“Jakarta Untuk Semua, Bukan Milik Satu Golongan,”). Mereka juga
menyerang isu utama yang diangkat kubu Adang untuk membenahi Jakarta.
(”Benahi Jakarta Bukan Hanya Retorika, Serahkan pada Ahlinya”).
Menurut Majalah TRUST membahas isu pada pilkada DKI Jakarta 2007
bahwa Fauzi Bowo mengeluarkan ratusan miliar untuk mencari dukungan partai
politik dan bernilai lebih dari Rp 200 miliar untuk tiap partai besar. Dan situs
WikiLeaks juga membahas isu tersebut yang bertema ”PKS versus Dunia Dalam
Pemilihan Gubernur Jakarta”, WikiLeaks membeberkan dugaan jual beli
dukungan dengan nilai yang berbeda dengan Majalah TRUST. Fauzi menggalang
koalisi menggunakan uang untuk membeli suara tiga dari empat partai besar di
Jakarta dengan mengeluarkan dana setidaknya Rp5 miliar per partai. Sutiyoso
sebagai Gubernur sebelumnya disebut-sebut sebagai penyandang dana utama pada
kampanye Foke. PKS pun mengapa hanya mengusung satu calon saja yaitu
Adang, dikarenakan Adang sendiri disebut-sebut membayar partai itu sebesar
Rp15 miliar hingga Rp25 miliar.2
Dari 5.725.767 orang yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT),
hanya sebanyak 3.737.059 orang yang menggunakan hak pilihnya. Hasil akhir
2
http://metro.news.viva.co.id/news/read/333470-wikileaks-juga-soroti-pilkada-dki-2007.
Diakses pada 2 Desember 2013.
66
rekapitulasi perhitungan suara oleh KPU Provinsi DKI Jakarta adalah:Fauzi Bowo
dan Prijanto 2.109.511 suara (57,87%), Adang Daradjatun dan Dani Anwar
1.535.555 suara (42,13%).3 Dapat terlihat dari pemaparan diatas bahwa peran
partai pada pilkada saat itu masih sangat berpengaruh untuk meraup suara dari
para pemilih.
Meskipun Direktur Eksekutif The Indonesian Institue, Jeffrie Geovanie,
mengatakan dukungan politik atas pasangan Fauzie Bowo-Prijanto terlihat tak
didasarkan pada grass-root, lebih karena elit parpol.4 Dan tidak meraih
kemenangan mutlak, hanya meraih kemenangan sedikit di atas 50 persen. Artinya,
dukungan ke-20 parpol itu hanya menghasilkan minimum simple majorit`. Namun
bagi sebagian warga Jakarta mengungkapkan bahwa pilihannya terhadap
pasangan nomor dua karena Foke sebagai putra daerah dianggapnya lebih
memahami kondisi Jakarta dan tahu bagaimana memimpin Jakarta di masa
mendatang agar lebih baik, sesuai dengan citra dirinya sebagai “ahlinye”. Bahkan
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat
PDIP Taufiq Kiemas pada saat itu mencoblos pasangan Fauzi-Prijanto.5
Akhirnya pada tanggal 16 Agustus 2007, anggota KPU DKI, Muflizar
menyatakan Fauzi-Prijanto sebagai pemenang pilkada DKI Jakarta 2007. Dan
penetapan dilakukan di Ruang Sumba, Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng,
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2007. Diakses
pada 2 Desember 2013.
4
http://www.antaranews.com/news/73269/france-says-libya-arms-delivery-not-breach-ofun. Diakses pada 4 Desember 2013.
5
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=34955. Diakses pada 4 Desember 2013.
67
Jakarta Pusat.6 Setelah Mardiyanto membacakan Keputusan Presiden Nomor 91/P
Tahun 2007, pada tanggal 22 September 2007. Selanjutnya Fauzi-Prijanto dilantik
sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2013 pada
tanggal 7 Oktober 2007.7
Dapat dilihat pada kemenangan Foke dalam pilkada DKI Jakarta 2007
tidak terlepas dari pengaruh sosiologis yang menentukan perilaku pemilih
berdasarkan dari segi etnis/kedaerahan. Karena setiap lingkaran sosial memiliki
normanya tersendiri, kepatuhan terhadap norma-norma tersebut menghasilkan
integrasi. Dari konteks ini turut mengkontrol perilaku individu dengan cara
memberikan tekanan agar individu tersebut menyesuaikan diri, sebab pada
dasarnya setiap orang ingin hidup dengan tentram, tanpa bersitegang dengan
lingkungan sosialnya.8
Dan merujuk pada pendekatan psikologis, dari segi identifikasi partai atau
party identification juga turut menentukan perilaku pemilih. Tentu keanggotaan
partai secara psikologis juga disebut dengan orientasi partai yang efektif, sebuah
definisi yang sama sekali tidak menggunakan istilah keanggotaan. Oleh karena itu
biasanya tidak berjalan seiring dengan keanggotaan formil/resmi seorang individu
6
http://news.detik.com/read/2007/08/16/081215/817889/10/fauzi-prijanto-akan-ditetapkanmenang-pilkada-dki-siang-ini. Diakses pada 4 Desember 2013.
7
http://news.detik.com/read/2007/10/07/154808/838937/10/fauzi-bowo-resmi-jadigubernur-dki-jakarta. Diakses pada 4 Desember 2013.
8
Paul F Paul F Lazarsfeld, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet (1968): The People’s
Choice, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet (1968): The People’s Choice. How The Voter Makes
Up His Mind in a Presidential Campaign (New York: Tubingen, 1944),148.
68
dalam sebuah partai. Identifikasi partai pun seringkali di wariskan orang tua
kepada anak-anak mereka.9
B.
Dinamika Pilihan Rasional Pada Pilkada DKI Jakarta 2012
Jakarta yang merupakah Ibukota Negara menjadi parameter bagi Republik
Indonesia. Terlebih kemunculan tokoh-tokoh daerah seperti Jokowi dan Basuki
makin membuat „laga‟ perebutan kursi DKI Jakarta-1 makin sengit dan menarik
untuk di analisa. Apalagi hasilnya Jokowi-Basuki dapat mengalahkan calon-calon
lain, bahkan incumbent. Keberhasilan Jokowi-Basuki mengalahkan calon-calon
lain, termasuk incumbent setidaknya mampu menjadi tolak ukur bahwa
masyarakat Jakarta menginginkan perubahan dari kondisi yang ada pada saat
kepemimpinan gubernur sebelumnya.
Dengan kesederhanaan sikapnya, integritas pribadi serta prestasi saat
menjadi Kepala Daerah menjadi modal sosial pasangan ini dalam bertarung
dengan kandidat lain. Tapi kemenangan yang diraih pasangan ini tidak
sesederhana sikap yang dimiliki Jokowi. Artinya, terjadi persaingan sengit
didalam proses kemenangannya. Dan tidak terlepas dari beberapa faktor yang
mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihan.
Dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu
bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap
keadaan. Dinamika juga terjadi adanya interaksi dan interdependensi antara
masyarakat dengan masyarakat lain dalam sebuah wilayah secara keseluruhan.
9
Angus Campbell, Philip E. Converse, dan Warren E. Miller, dan Donal E. Stokes et al. The
American Voter (New York: Tubingen, 1960), 24-34.
69
Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada masyarakat, semangat kelompok
masyarakat (group spirit) terus-menerus ada dalam masyarakat itu, oleh karena itu
masyarakat yang bersangkutan dapat berubah.10
Dalam melihat pergerakan atau perubahan yang terjadi dalam masyarakat
Jakarta, secara teoritis perilaku pemilih dapat menjelaskannya dengan tiga
pendekatan. Yaitu pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis dan pendekatan
pilihan rasional atau rational-choice.11 Ketiganya tidak sepenuhnya berbeda,
dalam beberapa hal ketiganya bahkan saling membangun/mendasari serta
memiliki urutan kronologis yang jelas. Hal tersebut akan diuraikan pada bagian
berikut ini:
1. Berdasarkan Sosiologis
Pendekatan sosiologis menentukan perilaku memilih pada para pemilih,
terutama kelas sosial, agama, dan kelompok etnis/ kedaerahan/ bahasa. Subkultur
tertentu memiliki kondisi sosial tertentu yang pada akhirnya bermuara pada
perilaku tertentu.12
Pendekatan ini berdasarkan pengelompokan sosial, baik secara formal
ataupun informal. Secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam organisasi10
Nazaruddin Sjamsudin, Dinamika Politik Indonesia ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1993), tersedia di http://sangaji.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/14/tambahan-tugas-daslog/; Internet;
diakses pada 19 Januari 2014.
11
Dieter Roth, Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode, Dodi
Ambardi, ed., (Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung dan LSI, 2009), 23.
12
Saiful Mujani, R. William Liddle, dan Kuskrido Ambardi. 2012. Kuasa Rakyat: Analisa
Tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru.
(Jakarta: Mizan Media Utama (MMU), 2012), 6.
70
organisasi keagamaan, organisasi-organisasi profesi, dan sebagainya. Dan
kelompok-kelompok informal seperti keluarga, pertemuan, ataupun kelompokkelompok kecil lainnya, merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami
perilaku politik seseorang, karena kelompok-kelompok inilah yang mempunyai
peranan yang sangat besar dalam menentukan sikap, persepsi dan orientasi
seseorang.
Secara politis, Foke sebagai incumbent mendapat keuntungan karena
mempunyai modal kekuasaan dan materi untuk mempermudah penggalangan
dukungan. Seperti yang diungkapkan Asri Mulya ( 46 Tahun, Warga Jakarta)
mengatakan bahwa Foke telah menjanjikan kepada Pegawai Negeri Sipil ( PNS)
di Jakarta jika dia terpilih kembali sebagai Gubernur Jakarta, maka Foke akan
menaikan gaji PNS. Dan ibu Asri yang memiliki suami seorang PNS pada pilkada
DKI Jakarta kemarin memilih Foke karena suruhan oleh suami agar seluruh
anggota keluarganya memilih Foke.13
Meskipun mayoritas pemilih DKI Jakarta cukup rasional, namun sensitivitas
isu-isu SARA menjadi alat propaganda untuk menjatuhkan lawan. Menariknya
dari seluruh kandidat, Basuki memiliki tingkat rawan bidik paling tinggi, dari sisi
etnisitas dan agama. Prefensi pilihan atas pertimbangan SARA juga nyata dalam
Pilkada DKI Jakarta 2012. Penduduk Jakarta dari segi agama mayoritas adalah
Islam 82,93%. Dalam hal budaya politik, pengaruh agama atas budaya tergantung
pada pentingnya peran agama dalam masyarakat dan bila dirasa penting oleh
seseorang, agama dapat memengaruhi cara pandang dan penilaiannya atas aspek13
Wawancara dengan Asri Mulya, di Jakarta pada 23 Desember 2013.
71
aspek kehidupan karena semakin seseorang memandang sebuah agama sebagai
hal yang penting dalam kehidupan maka akan semakin tinggi pula ia memandang
aspek-aspek kehidupan menurut perspektif agama yang diyakininya14.
Muhammad Ali Harist ( 40 Tahun, Tokoh Agama) mengatakan bahwa ia
memilih Foke karena satu keyakinan, baik dengan Foke maupun Nara. Meskipun
dari segi etnis pun ia sama dengan Foke-Nara, namun ia lebih condong dari sisi
agama. Ia juga menilai bahwa ummat Islam sendiri sekarang sudah tidak
memperdulikan Al-Qur‟an dan Hadist, hanya memikirkan bagaimana pemimpin
yang bersih dan jujur.15
Memang, jika menyangkut masalah keyakinan atau aqidah tidak bisa di
bohongi, namun H.Muntazah ( 61 Tahun, Tokoh Agama) mengatakan bahwa
demokrasi itu bukan untuk sekelompok-sekelompok orang saja, karena jika di
bidang agama adalah urusan masing-masing pribadi. Menurutnya dalam
pemerintahan yang dibutuhkan itu adalah kinerjanya yang baik, tidak harus sesuai
etnis atau agamanya, karena kita bersuku-bangsa.16
Preferensi pemilih dengan pertimbangan etnisitas juga memegang peranan
penting. Isu putra daerah terutama menguat sejak otonomi daerah di Indonesia.
Trend penolakan kandidat yang tidak berasal dari daerah yang bersangkutan
sebenarnya berakar dari resistensi atas pola sentralistik sebelumnya dimana
banyak figure kepala daerah yang di drop dari pusat. Ketika semangat resistensi
14
15
16
Saiful Mujani, William, Kuskrido. Muslim Demokrat (Jakarta: Gramedia, 2007), 126.
Wawancara dengan Muhammad Ali Harist, di Jakarta pada 21 Desember 2013.
Wawancara dengan H. Muntazah, di Jakarta pada 23 Desember 2013.
72
itu mereda, isu putra daerah lebih menjurus kepada keraguan sosok dari luar
daerah untuk menyelesaikan masalah daerah yang notabene belum dikenalnya.17
Namun hasil survey Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis
(Puskaptis)
menunjukan
bahwa
sebanyak
65,69%
masyarakat
Jakarta
menganggap Gubernur Jakarta nanti tidak harus putra daerah. 18 Dari sini terlihat
isu putra daerah tidak lagi relevan di Jakarta. Lagipula mayoritas etnis di Jakarta
adalah Jawa yaitu 36,17% yang secara primordial menguntungkan bagi Jokowi.
2. Berdasarkan Psikologis
Pendekatan psikologis berusaha untuk menerangkan faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi keputusan pemilu jangka pendek atau keputusan yang
diambil dalam waktu yang singkat. Hal ini berusaha menjelaskan melalui trias
determinan dengan melihat sosialisasinya dalam menentukan perilaku politik
pemilih,
bukan
karakteristik
sosiologisnya.
Jadi
pendekatan
psikologis
menekankan pada tiga aspek, yaitu identifikasi partai, orientasi isu, dan orientasi
kandidat.19
Identifikasi dalam sebuah partai tentu biasanya tidak harus dengan
keanggotaan yang formil/resmi seorang individu dalam sebuah partai. Oleh karena
itu keanggotaan partai secara psikologis juga disebut dengan orientasi partai yang
17
Husein Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi, (Jakarta: Firdaus, 2012), 43.
18
Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi, 44.
19
Roth, Studi Pemilu Empiris, 38.
73
efektif, sebuah efek yang sama sekali tidak menggunakan istilah keanggotaan.
Identifikasi partai seringkali di wariskan orang tua kepada anak-anak mereka20.
Pada putaran ke-2 betul-betul menjadi pertarungan yang sangat sengit,
karena seluruh partai besar yang jagoannya kalah dalam putaran pertama
berkoalisi dengan incumbent. Partai-partai besar seperti Golkar, PPP, PKS dan
PAN secara resmi mendukung Foke dalam putaran ke-2. Konfigurasi koalisi
putaran ke-2 menjadi bukti Jokowi mampu mengalahkan incumbent dan
legitimasi parpol dimata publik semakin melemah. Hal tersebut menandakan
bahwa parpol tidak lagi menjadi determinasi kunci dalam pilkada. Justru dengan
terbangunnya koalisi pragmatis makin menguatkan image publik bahwa Foke
lebih memilih strategi elitis dan malah akan terbebani dengan utang budi pada
banyaknya investor politik yang mengusungnya dalam pilkada DKI Jakarta
2012.21
Preferensi orientasi isu dan orientasi kandidat lebih tergantung kepada
perubahan dan fluktuasi dibandingkan dengan identifikasi partai.22 Orientasi isu
hanya dapat mempengaruhi perilaku pemilu individu apabila memenuhi tiga
persyaratan dasar: isu tersebut harus dapat ditangkap oleh pemilih, isu tersebut
dianggap penting oleh pemilih, pada akhirnya pemilih harus mampu
menggolongkan posisi pribadinya (baik secara positif atau negatif) terhadap
20
Campbell et al, The American Voter, 146-148.
21
Wawan Fahrudin dan Ardi Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok (Jakarta:
Telentamakara, 2012), 22.
22
Angus Campbell, Geral Gurin, dan Warren E. Miller, The Voter Decides (Evan-ston,
1954), 183.
74
konsep pemecahan permasalahan yang ditawarkan oleh sekurang-kurangnya satu
partai.23
Dalam hal ini isu SARA cukup ampuh untuk menghembuskan negative
campaign, apalagi jelang putaran ke-2 yang melewati bulan suci ramadhan dan
mengingat mayoritas masyarakat Jakarta adalah muslim. Sehingga pemilih terlalu
fokus kepada Basuki yang diketahui sebagai non muslim. Foke rupanya tidak
begitu paham tentang realitas sosiologis masyarakat metropolitan yang berpikir
modern dan multikultur. Jargon kampanyenya yang berbau primordial tak
mempan mempengaruhi
persepsi
masyarakat, bahkan justru menggerus
dukungannya. Abdul Munir (25 Tahun, Warga Jakarta) mengatakan jika ingin
melihat dari sisi agama tidak jadi masalah, karena pertama walaupun non muslim
Basuki itu bukan DKI 1 tapi Jokowi lah Gubernurnya dan Basuki wakilnya.
Kedua, Basuki mempunyai kapabilitas. Terbukti saat ia menjabat sebagai Bupati
Belitung, dia menaikan Haji orang banyak dan tidak segan-segan untuk
menyumbang.24
Isu putra daerah pun terbukti menuai kegagalan. Sentimen etnis yang
dihembuskan Foke-Nara justru memperkuat sentimen Jawa untuk berada dalam
barisan Jokowi-Basuki. Isu primordialisme meredup lantaran masyarakat Jakarta
memiliki pola pikir rasional. Dari masyarakat Betawi pun paham betul pentingnya
mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan daerah karena Jakarta
adalah ibukota Republik Indonesia, tempat berkumpulnya beragam suku, agama,
23
Campbell et al, The American Voter, 170.
24
Wawancara dengan Abdul Munir, di Jakarta pada 24 Desember 2013.
75
ras dan antargolongan. Network Elections Survey (NES) menyisir persepsi publik
Jakarta yang berasal dari suku Jawa sebanyak 43,7 % memilih pasangan JokowiBasuki, sementara yang memilih Foke-Nara hanya 18,4 %. Dan persepsi suku
Betawi ternyata 47,8 % memilih pasangan Jokowi-Basuki, sementara Foke-Nara
hanya 19,7 %. Di kalangan ummaat Islam, Jokowi-Basuki juga unggul dengan
presentase 37.9 %, sementara yang memilih Foke-Nara hanya 20,8 %.25
3. Berdasarkan Pilihan Rasional ( Rasional-Choice )
Dari pendekatan pilihan rasional, yang menentukan dalam sebuah pemilu
bukanlah adanya ketergantungan terhadap ikatan sosial struktural atau ikatan
partai yang kuat, melainkan hasil penilaian rasional dari warga yang baik.
Penulis menemukan benang merah pilihan rasional dalam pemilu dari
pendapat yang senada menurut Vandimer O Key, Anthony Downs dan Saiful
Mujani yaitu, masing-masing pemilih menentukan pilihannya secara retrospektif,
yaitu dengan menilai apakah kinerja kandidat yang menjalankan pemerintahan
pada periode legislatif terakhir sudah baik bagi dirinya sendiri dan bagi
pemerintahan, atau justru sebaliknya. Penilaian ini juga di pengaruhi oleh
penilaian terhadap pemerintah di masa lampau. Apabila hasil penilaian kinerja
pemerintah yang berkuasa (juga bila dibandingkan dengan pendahulunya) positif,
25
Bimo Nugroho dan Ajianto Dwi Nugroho, Jokowi: Politik Tanpa Pencitraan (Jakarta:
Gramedia, 2012), 83.
76
maka mereka akan di pilih kembali. Apabila hasil penilaiannya negatif, maka
pemerintahan tersebut tidak akan dipilih kembali.26
Salah satu kunci keberhasilan daerah berada pada pundak pemimpin.
Peningkatan pelayanan publik, pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan
dan kesehatan, serta tingkat kemajuan pembangunan infrastruktur daerah
setidaknya menjadi indikator untuk mengukur tingkat kemajuan suatu daerah.
Kinerja pemerintahan Foke pun menjadi kata kunci bagaimana calon pemilih
menilai.
Dalam pemerintahannya, Foke berhasil merealisasikan Banjir Kanal Timur
(BKT), penambahan jalur busway, Kawasan Parkit Terpadu, Car Free Day ( Hari
Bebas Kendaraan Bermotor), pembangunan tanggul di pantai utara Jakarta,
pengendalian air tanah, dll.27 Namun sangat disayangkan bahwa realitas
keberhasilan Foke tidak diiringi dengan komunikasi politik yang baik. Hampir
tidak ada pemberitaan positif terkait statement Foke yang menguatkan
keberhasilannya dalam mengolah kota Jakarta.
Faktor lainnya yang membuat penilaian positif Foke tertutup adalah faktor
ketidakpuasan warga atas kinerjanya. Gamal Abdul Naser ( 49 Tahun, Warga
Jakarta) menilai bahwa kinerja pemerintahan pada saat Foke menjabat sebagai
Gubernur masih standar-standar saja, warga tidak merasakan perubahan yang
26
Valdimer O Key, The Responsible Electorate: Rationality in Presidential Voting 19361960 (Melbourne: Cambridge University Press, 1966), 61. Roth, Studi Pemilu Empiris, 49. Saiful
Mujani, Penjelasan Aliran dan Kelas Sosial sudah tidak memadai, dalam
http://islamlib.com?page.php?page=article&id=703.
http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihan-rasional/.
Diakses pada 3 Oktober 2013.
27
Fahrudin dan Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok, 34.
77
menonjol.28 Dari hasil survey Puskaptis menunjukan proporsi terbesar 54,5 %
responden yang menilai kinerja pemerintahan Foke tidak memuaskan. Responden
yang mengaku puas hanya 23,3 %. Selebihnya, 16,8 responden abai atau tidak
tahu.29 Hal ini menjadi faktor pendorong signifikan kekalahan Foke.
Kekalahan Foke-Nara juga tidak lepas dari menurunnya citra Partai
Demokrat di tingkat nasional. Keterlibatan kader Partai Demokrat dalam kasuskasus korupsi, seperti Angelina Sondakh (wakil Sekjen Partai demokrat), M.
Nazarudin (mantan bendahara Partai Demokrat), dan beberapa kader yang diduga
terlibat korupsi seperti Anas Urbaningrum (Ketua Partai Demokrat), Andi
Malarangeng (Menpora sekaligus Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat)
dalam kasus pembangunan pusat olah raga di Hambalang, Jawa Barat. Dan
terakhir kasus pengusaha Hartati Murdaya (anggota Dewan Pembin Partai
Demokrat) yang terlibat kasus suap Bupati Buol, Sulawesi Tengah.30
Berbagai kasus korupsi yang menimpa kader Partai Demokrat tersebut,
secara tidak langsung memberikan pengaruh pada menurunnya kepercayaan
masarakat pada Partai Demokrat dan turut berkontribusi bagi kekalahan FokeNara pada Pilkada DKI Jakarta 2012.
Kondisi sosial-kemasyarakatan Jakarta merupakan faktor yang kuat
membuat publik menaruh ketidakpercayaan kepada petahan. Sebagian besar
masyarakat
sudah
semakin
merasakan
semrawutnya
kondisi
28
Wawancara dengan Gamal Abdul Naser, di Jakarta pada 21 Desember 2013.
29
Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi, 23.
30
Fahrudin dan Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Basuki, 46.
78
sosial-
kemasyarakatan Jakarta. Masyarakat setiap hari bergulat dengan kemacetan,
sehingga waktu dan tenaga terbuang sia-sia dijalan. Kemudian kriminalitas,
buruknya transportasi publik, serta kerap dihantui dengan banjir tatkala hujan
lebat mengguyur DKI Jakarta atau bahkan „banjir kiriman‟ dari daerah sub-urban
DKI Jakarta lekat dengan sosok Foke dengan jargon „ahlinye‟.
Jika sudah tidak puas, harapan yang terbersit pada warga tentu adanya suatu
perubahan. Dari hasil survey Puskaptis sebesar 61 % responden menginginkan
perubahan ke arah yang lebih baik.31 Munculnya figur Jokowi-Basuki mampu
mewakili sebagian besar harapan masyarakat Jakarta untuk perubahan Jakarta
kearah yang lebih baik. Dalam perspektif marketing, positioning Jokowi sangat
tepat dalam merebut simpati publik dan mood pemilih.
Demokrasi langsung yang sekarang ini dianut di Indonesia memiliki
konsekuensi pada tingginya biaya politik. Sistem demokrasi pasar bebas tersebut
telah membentuk oligarkhi pemegang kuasa uang. Semakin besar kekuatan
modal, maka makin berpeluang untuk memenangkan pertarungan Pemilu/
Pilkada. Dengan tingginya biaya yang tidak berimbang dengan renumelasi Kepala
Daerah dan anggota legislatif maka akan membuka peluang korupsi untuk
mengembalikan modal yang telah dikeluarkan atau balas budi para donatur.
Penyebab utama praktik korupsi politik adalah sistem pendanaan partai yang
rapuh, sistem politik atau pemilu berbiaya tinggi, serta perekrutan partai yang
transaksional dan berbasis uang.32
31
Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi, 23.
32
Fahrudin dan Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok, 76.
79
Namun bukan hal yang utopia lagi harapan untuk membuat demokrasi yang
lebih murah dan rasional atas kemenangan Jokowi-Basuki dalam pilkada DKI
Jakarta 2012. Kekuatan Jokowi dalam berkampanye memang bukan pada mesin
uang. Jokowi lebih memilih personal brand yang kuat, baik dari pretariprestasinya selama ini maupun sikapnya yang bersahaja dan sederhana. Kekuatan
Jokowi adalah kedekatannya dengan rakyat. Baginya, sederet prestasi yang telah
diukirnya tak cukup menjadi modal meraih dukungan warga ibu kota Jakarta.
Oleh karena itu, Jokowi merasa harus „turun gunung‟ menyambangi warga.
Jokowi sangat memahami ilmu komunikasi, keterampilan terbesarnya adalah
dalam berdialog dan bernegosiasi. Jokowi mampu berinteraksi dengan
masyarakat, tanpa sekat, merakyat dan dengan bahasa yang dipahami warga.
Menurutnya dengan cara itu dia baru benar-benar bisa meyakinkan warga Ibukota
sehingga mempercayainya memimpin Jakarta. Kepada warga Jokowi meyakinkan
bahwa dia mampu mewujudkan „Jakarta Baru‟ yang lebih baik sesuai slogan
kampanyenya.
Sosok Jokowi ini berbandingan terbalik dengan Foke yang terkesan formal,
protokoler, elitis, arogan sehingga tertanam dalam ingatan masyarakat persepsi
bahwa Foke tidak menyentuh langsung persoalan masyarakat dan lebih memilih
para kelas atas yang memang selama ini mendukungnya.
Sejak awal Jokowi paham dia tidak akan bisa mengalahkan Foke jika
memakai kekuatan uang. Biaya kampanye Jokowi-Basuki pun tidak seperti biaya
kampanye yang biasanya dikeluarkan oleh kandidat pilkada lain di Indonesia.
Masyarakat yang harus berkampanye dan membiayai kampanyenya. Disini
80
Jokowi melatih masyarakat untuk memutar uang dalam kerja politik. Pertama,
mereka menjual baju kotak-kotak untuk mengumpulkan dana politik. Kedua,
karena kebetulan waktu pelaksanaan pilkada berdekatan dengan bulan suci
Ramadhan, mereka berkreasi dengan membuat peci, baju koko dan sarung yang
dipadukan dengan idendtitas kotak-kotak. Ketiga, memproduksi suvenir massal
seperti gantungan kunci Jokowi-Basuki, DVD dan lagu yang bisa dijadikan RBT
serta dinyanyikan oleh para pengamen di bus, halte dan terminal.33
Setidaknya indikator untuk menakar antusiasme masyarakat terlihat dari
kemauan masyarakat untuk membeli kemeja kotak-kotak dan atribut kotak-kotak,
yang memang menjadi salah satu strategi fundraising bagi tim kampanye Jokowi.
Secara formal dan informal, bukan Jokowi-Basuki dan tim sukses yang
membiayai kampanyenya, melainkan masyarakat yang membiayai politik mereka
sendiri. Jokowi memberi inspirasi bahwa kemenangannya itu bukanlah sematamata kemenangannya dan Basuki, tapi terlebih merupakan kemenangan bagi
seluruh rakyat Jakarta. Masyarakatlah yang berinvestasi, menanam, merawat dan
memetik buah politik mereka sendiri. Strategi komunikasi yang langsung
bersentuhan dengan rakyat itu diyakini Jokowi mampu mengalahkan kekuatan
uang yang di pakai tim lain. Oleh karenanya Jokowi lebih memilih berkampanye
dengan
mengunjungin
langsung
lokasi-lokasi
atau
komunitas-komunitas
masyarakat dari pada menghadiri seminar atau beriklan di televisi. Jokowi juga
senantiasa
mengkomunikasikan
langsung
program-programnya
masyarakat secara sederhana dan mudah dipahami.
33
Nugroho dan Nugroho, Jokowi, 47.
81
kepada
Abdul Munir (25 Tahun, Warga Jakarta) menilai bahwa Jokowi itu tidak
pintar-pintar sekali, akan tetapi dia pekerja keras dan total dalam bekerja.
Kemudian dengan dia blusukan (keluar masuk – bahasa Jawa) itu masyarakat
senang karena merasa lebih dihargai sebagai manusia.34 Ketimbang calon lain
yang lebih dominan lewat pengerahan massa, acara bagi-bagi sembako,
pengobatan gratis dan membuat warga larut dalam sajian tarian dan atraksi musik
sejumlah artis di panggung kampanye yang hanya ampuh untuk mengumpulkan
warga berduyun-duyun dalam kampanye, namun mereka sebatas menikmati
hiburan bukan mendengar dan memahami visi misi serta program para politisi.
Jokowi juga menolak menggunakan iklan di media massa sebagai bagian
dari strategi kampanyenya dan menganggap poster atau pun spanduk hanya akan
mengotori kota. Karena Jokowi-Basuki dan tim nya mengandalkan liputan dan
program. Sikap friendly oleh Jokowi terhadap wartawan menjadikannya sebagai
media darling. Maka dari itu, tak heran jika hasil pantauan Aliansi Jurnalistik
Indonesia (AJI) menyebutkan dalam pemberitaan Pilkada DKI Jakarta 2012, 1
Juli - 31 Juli 2012, Jokowi merupakan calon dengan berita positif terbanyak,
yakni 441 berita atau 12,79%. Sebaliknya Foke mendapat pemberitaan bernada
negatif paling banyak, yaitu 98 berita atau 2,84%.35 Keterbukaan informasi
melalui pemberitaan sangat menguntungkan Jokowi-Basuki untuk menyiarkan
keberhasilan dan track record yang telah dibangunnya.
34
Wawancara dengan Abdul Munir, di Jakarta pada 24 Desember 2013.
35
Fahrudin dan Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok, 31.
82
Strategi komunikasi politik Foke dalam Pilkada DKI Jakarta yang lebih
mengedepankan pendekatan elit parpol dibandingkan dengan akar rumput
(grassroots) justru membuat Foke kehilangan momentum untuk mendulang
simpati dari kalangan bawah. Putaran ke-2 Pilkada DKI Jakarta 2012
membuktikan hal ini, bahwa Foke lebih cenderung membangun koalisi-koalisi
parpol dari pada mengubah strategi komunikasi dan penyapaan warga. Akhirnya
citra yang terbangun dalam benak publik, Foke terkesan agresif dan elitis.
Tabel IV.
Hasil Perolehan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta 2012
Pasangan
Perolehan Suara Pilkada DKI Jakarta 2012
Putaran Pertama
Putaran Kedua
Foke-Nara
Hendardji-Riza
Jokowi-Basuki
Hidayat-Didik
Faisal-Biem
Alex-Nono
34,05 %
1,98 %
42,60 %
11,72 %
4,98 %
4,57 %
46,18 %
53,82 %
Sumber: KPUD DKI Jakarta
Keberhasilan Jokowi memikat masyarakat bukan karena komunikasi yang
baik saja. Masyarakat semakin memantapkan pilihannya kepada Jokowi-Basuki
dari sederet prestasi dan pengalaman yang sudah teruji jadi pasangan ini. Sebagai
bukti komitmen kebijakan Jokowi pro-rakyat, pada salah satu prestasinya Jokowi
yaitu mendapatkan anugerah Best City Award dalam konferensi Partnership for
Democratic Local Governance in Southeast Asia ( Delgosea Conference) di
83
Bangkok, pada 9 Agustus 2012.36 Penghargaan ini diberikan karena Jokowi dinilai
berhasil menerapkan kebijakan yang membuat masyarakat mau mendukung dan
melaksanakannya.
Warga merindukan pemimpin yang memiliki rekam jejak yang bersih serta
serius memberantas korupsi. Jokowi selama menjadi Walikota Solo sudah
membuktikannya dengan meraih penghargaan Bung Hatta Anticorruption Award
pada tahun 2010 atas kepemimpinan dan kinerjanya sebagai sosok yang bersih,
santun dan anti korupsi selama membangun dan memimpin kota Solo. Demikian
juga Basuki selama menjabat Bupati Belitung Timur, yang dinobatkan sebagai
Tokoh Anti Korupsi pada tahun 2006 oleh Koalisi Kebersamaan Tiga Pilar
Kemitraan karena Basuki dinilai berhasil menjalankan praktik anti korupsi, antara
lain dengan tindakan pengalihkan tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk
kepentingan rakyat Belitung Timur. Adanya indikasi terhadap politik pencintraan
membuat masyarakat menjadi jenuh. Maka Track Record (rekam jejak) Jokowibasuki dalam penataan dan membangun daerahnya menjadi bukti aktual, yang
menjadi nilai lebih bagi pemilih untuk dibandingkan dengan calon lain.
Rakyat pun semakin cerdas dan terus belajar, bahwa pesta demokrasi dari
Pemilu/ Pilkada menjadi saat-saat untuk „memeras‟ calon yang layak dan teruji.
Rakyat merasa pantas untuk melakukan itu karena setelah calon terpilih tak jarang
mereka lupa janji-janji selama kampanye. Rakyat ingin kemajuan yang lebih baik
untuk Kota Jakarta yang bisa dirasakan juga perubahannya oleh rakyat. Dan dari
hasil survey Puskaptis mencatat testimoni warga terhadap sosok Jokowi. Beberapa
36
Fahrudin dan Nuswantoro, Kartu Sukses Jokowi-Ahok, 52.
84
hal positif yang tercitra pada Jokowi antara lain jujur, bersahaja, kharismatik,
berani
mengambil
keputusan,
pengalaman
luas,
berkomunikasi
dengan
masyarakat, punya perhatian tinggi kepada rakyat kecil.37 Poin-poin inilah yang
menjadi landasan mendasar bagi pemilih melimpahkan suaranya ke Jokowi.
37
Yazid, Kenapa Foke dan Jokowi, 46.
85
BAB V
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kemenangan Jokowi-Basuki dapat dikatakan sebuah anomali. Peristiwa
yang tidak biasa ini karena masyarakat Jakarta mampu meruntuhkan kuasa uang
yang dikalahkan dengan rasionalitas pemilih. Artinya, pendidikan politik dan
kecerdasan pemilih untuk menakar seorang figur sudah tidak lagi semata-mata
karena basis dukungan logistik yang kuat, namun lebih pada aspek-aspek yang
substantif seperti integritas dan keterujian melalui track record.
Kontestasi politik lewat Pemilu/ Pilkada yang selama ini sangat tinggi biaya
politiknya setidaknya akan berubah dengan lebih mengedepankan figur yang
berintegritas dan berkomitmen. Hal ini memunculkan harapan bagi demokrasi
yang lebih sehat dan substantif, bukan lagi pada politik transaksional yang selama
ini kerap muncul dalam setiap Pemilu/Pilkada. Maka efisiensi Pilkada akan
sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi.
Fenomena Jokowi-Basuki menepis asumsi-asumsi bahwa kuasa uang,
identitas dan isu Ras akan menentukan jumlah perolehan suara. Kemenangannya
dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 merupakan manifestasi kemenangan kuasa
rakyat atas kuasa modal/uang. Kemenangan kuasa rakyat atas doniman oligarki
ekonomi. Rakyat DKI Jakarta menginginkan adanya perubahan dari status quo
dan sudah tidak mempertimbangkan faktor uang dalam menentukan preferensi
pilihan kepada calon.
86
Jokowi juga diuntungkan oleh kondisi sosio demografi penduduk Jakarta
yang relatif berpendidikan tinggi, dan melek informasi. Pemilih berpendidikan
sangat rasional dalam menentukan pilihan dan memiliki pertimbangan logis
bahkan ideologis. Pilkada DKI Jakarta 2012 juga memberikan pelajaran berharga
bahwa sudah tidak ada dikotomi etnisitas. Masyarakat Jakarta tidak lagi melihat
dari apakah Jokowi putra daerah atau bukan, namun lebih didasarkan pada
keberhasilan Jokowi dalam menata kota Solo yang menjadi preferensi masyarakat
dalam memilih.
Selain itu, faktor agama juga tidak lagi menjadi determinasi signifikan.
Penerimaan masyarakat Jakarta terhadap sosok Basuki membuktikan hal tersebut.
Masyarakat lebih melihat track record prestasi Basuki selama menjabat menjadi
Bupati Belitung Timur dan anggota DPR RI, bukan lagi melihat dari minoritas
Tionghoa yang beragama non muslim. Track record politik harus diimbangi
dengan ‘keberhasilan’ bagi seorang tokoh. Oleh karena itu, sangat penting bagi
tokoh politik untuk membangun keberhasilan yang akan diingat dalam memori
masyarakat banyak.
2.
Saran
Masyarakat sudah jenuh dengan politik pencitraan. Masyarakat menuntut
adanya kerja nyata dan kebijakan yang memihak bukan hanya pada segelintir
orang dan kelompok tertentu, namun tidak menyentuh kepentingan publik.
Persoalan yang melingkupi DKI Jakarta disebabkan kegagalan pemerintah daerah
merumuskan kebijakan publik yang komprehensif dan fokus pada masalah publik
87
dan berpihak pada kepentingan masyarakat, dan mewujudkannya dalam politik
anggaran yang berpihak pada publik. Karena kegagalan ini bersumber pada
lemahnya praktik good, effective and clean governance.
Jakarta sendiri akan dilihat sebagai barometer, semoga virus Jokoi-Basuki
dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 akan menyebar dan memberikan efek domino
pada Pilkada-Pilkada di daerah lain, bahkan efeknya akan terasa bervibrasi pada
persiapan Pilpres 2014. Ini akan menjadi angin segar bagi masa depan demokrasi
Indonesia. Demokrasi yang berbasis kelas menengah terdidik, rasional dan tidak
mudah terpengaruh dengan money politics.
Melihat realitas politik dalam kontestansi Pilkada DKI Jakarta 2012,
menuntut Parpol untuk mengkonsolidasikan secara internal untuk menakar dan
memilah figur-figur setidaknya memunculkan figur yang semirip dengan karakter
yang dibangun Jokowi-Basuki, baik personal maupun track record politik. Para
elit politik harus mulai menata strategi terutama dalam pencalonan menuju kursi
RI 1. Apatisme publik terhadap realitas politik sekarang ini harus diredam dengan
berbagai aksi nyata dan minus pencitraan. Parpol harus mengidentifikasi tokohtokoh yang benar-benar bekerja untuk rakyat, melakukan penyapaan melalui
program-program pemberdayaan secara nyata.
Urgensi regenerasi kader menjadi sangat signifikan. Keberhasilan JokowiBasuki menjadi bukti bahwa masyarakat butuh tokoh alternatif yang ‘segar’ dan
memberikan harapan baru, bukan sekedar janji, namun sesuatu yang terukur dan
rasional. Kompetensi, komitmen, ketegasan, integritas, empati pda penderitaan
88
rakyat menjadi sederet kunci kesuksesan yang harus dimiliki kandidat yang akan
diusung oleh parpol untuk berkompetisi menjadi Capres 2014.
Tanpa itu semua, maka seorang figur hanya akan mengandalkan pencitraan
belaka. Dengan semakin meningkatnya kesadaran demokrasi, pendidikan politik
dan kuatnya arus informasi maka pencitraan tidak lagi cukup mengakomodir
seorang tokoh untuk dapat meraih simpati dan dukungan publik. Pilkada DKI
Jakarta 2012 menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa masyarakat
sudah rasional dalam menentukan pilihan, dan era baru demokrasi sejati akan
bersemai di Republik Indonesia tercinta.
89
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Alam, Syamsir, dan Jaenal Aripin, 2006, Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:
UIN Jakarta Press.
Almond ,Gabriel A, Sidney Verba,1984, Budaya Politik. Jakarta: PT. BINA
AKSARA.
Blackburn, Susan, 2011, Jakarta Sejarah 400 Tahun. Jakarta: Masup Jakarta.
Campbell, Angus, Philip E. Converse, dan Warren E. Miller, dan Donal E. Stokes
et al, 1960, The American Voter. New York: Tubingen.
Campbell, Angus, Geral Gurin, dan Warren E. Miller,1954, The Voter Decides.
Evan-ston.
Colenbrander, H.T, dan Jan Pietersz Coen, 1934, Levensbeschrijving. Sgravenhage: Nijhoff.
Downs, Anthony, 1968, Okonomische Theorie der Demokratie, engl.: An
Economic Theory of Democracy 1957. New York: Tubingen.
Fahrudin, Wawan, dan Ardi Nuswantoro,2012, Kartu Sukses Jokowi Ahok.
Jakarta: Talenta Makara.
Key, Valdimer O,1966, The Responsible Electorate: Rationality in Presidential
Voting 1936-1960. Melbourne: Cambridge University Press.
Lazarsfeld, Paul F, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet, 1944, The People’s
Choice. How The Voter Makes Up His Mind in a Presidential Campaign.
New York: Tubingen.
Mujani, Saiful, R. William Liddle, dan Kuskrido Ambardi, 2012. Kuasa Rakyat:
Analisa Tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden
Indonesia Pasca-Orde Baru. Jakarta: Mizan Media Utama.
______, 2007, Muslim Demokrat. Jakarta: Gramedia.
Nadir, Ahmad, 2005, Pilkada Langsung Dan Masa Depan Demokrasi. Malang:
Averroes Press.
Nimmo, Dan,2008, Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Bandung: CV.
Remaja Karya.
Nugroho ,Bimo dan Ajianto Dwi Nugroho,2012, Jokowi: Politik Tanpa
Pencitraa. Jakarta: Gramedia.
Ordeshook, Peter C, James E. Alf, dan Kenneth A. Shelpse,1990, The Emerging
Discipline of Political Economy: Perspective on Positive Political Economy.
Melbourne: Cambridge University Press.
Purnama, Basuki Tjahaja, 2008, Merubah Indonesia. Bangka Belitung: Center For
Democracy and Transparency.
Roth, Dieter, 2009, Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-teori, Instrumen dan
Metode, Dodi Ambardi, ed., Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung dan LSI.
Rusli, Said, 2012, Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES.
Surbakti, Ramlan, 1992, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT.Grasindo.
Upe, Ambo, 2008, Sosiologi Politik Kontemporer. Jakarta: Prestasi Pustaka.
xiv
Wilson, James Q, Marc K. Landy, dan Martin A. Levin,1995, The New Politics of
Public Policy: New Politics, New Ellites, Old Publics. London: The Johns
Hopkins University Press.
Yazid, Husein, 2012, Kenapa Foke dan Jokowi. Jakarta: Firdaus.
WAWANCARA:
Wawancara dengan Gamal Abdul Naser sebagai warga biasa. Jakarta, 21
Desember 2013.
Wawancara dengan Asri Mulya sebagai warga biasa. Jakarta, 23 Desember 2013.
Wawancara dengan Muhammad Ali Harist sebagai tokoh agama. Jakarta, 21
Desember 2013.
Wawancara dengan H. Muntazah sebagai tokoh agama. Jakarta, 23 Desember
2013.
Wawancara dengan Lanny Barra Safiyuni sebagai warga yang berintelektual.
Jakarta, 23 Desember 2013.
Wawancara dengan Abdul Munir sebagai warga yang berintelektual. Jakarta, 24
Desember 2013.
INTERNET:
Sejahaeah Pemilihan Umum Kepala Daerah diakses pada 5 Desember 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta.
“Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007” diakses pada 5 Desember 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta.
“Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004” dan “Undangundang Nomor 34 Tahun 1999” diakses pada 25 September 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_200
7.
Hasilnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, diakses pada 25
September 2013.
http://www.antaranews.com/berita/74054/kpu-tetapkan-fauzi-bowo-priantopemenang-pilkada-dki-2007.
Tim sukses pasangan Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Basuki)
merasa menjadi sasaran kampanye hitam bernuansa SARA, diakses pada 2
Oktober 2013.
http://www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/07/18/m7cge5isu-sara-mulai-mengelinding-di-pilkada-dki.
Ceramah Rhoma Irama di Masjid Al Isra, diakses pada 2 Oktober 2013.
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/03/10272565/Rhoma.Irama.B
atal.Penuhi.Panggilan.Panwaslu.
Hasil hitung cepat di hari pemilu putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 20012,
diakses pada 25 September 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_201
2.
xv
Hasil pilkada DKI Jakarta putaran 2 diumumkan oleh Ketua KPUD DKI Jakarta,
Dahliah Umar. Diakses pada 25 September 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_201
2.
Teori Pilihan Rasional, diakses pada 3 Oktober 2013
http://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teoripilihan-rasional/.
Biografi Jokowi, diakses pada 27 Oktober 2013.
http://wikipedia/Biografi/?Jokowi.com.
Biografi Jokowi, diakses pada 27 Oktober 2013.
http://jokowirisingstar.wordpress.com/2012/10/26/profil-lengkap-danriwayat-hidup-jokowi/.
Kepemimpinan Jokowi DI Solo, diakses pada 27 Oktober 2013.
http://tandepolicy.com/download-gratis-ebook-jokowi-spirit-bantaran-kalianyar.html.
Biografi Basuki, diakses pada 28 Oktober 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Basuki_Tjahaja_Purnama.
Center for Democracy and Transparency 3.1, diakses pada 29 Oktober 2013
www.cdt31.org.
Sejarah Jakarta, diakses pada 16 Desember 2013.
www.jakarta.go.id.
Penamaan Suku Betawi, diakses pada 29 November 2013
http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=40450 ..
Sejarah Suku Betawi, diakses pada 29 November 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi,
Politik Etis, diakses pada 4 Desember 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Etis.
Demografi Jakarta, diakses pada 23 November 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Demografi.
Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta, diakses pada 5 Desember 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta.
Etnis Penduduk Jakarta pada tahun 2005, diakses pada 5 Desember 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta.
Pendidikan penduduk Jakarta, diakses pada 4 Desember 2013.
www.bps.go.id.
Jumlah DPT Putaran Pertama Pilkada DKI Jakarta 11 Juli 2012, diakses pada 5
Desember 2013.
http://www.republika.co.id/berita/menuju-jakarta-1/news/12/06/03/m502n2inilah-jumlah-akhir-dpt-pilgub-dki.
Jumlah DPT Putaran Kedua Pilkada DKI Jakarta 20 September 2012, diakses
pada 5 Desember 2013.
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/07/18420426/Inilah.Jumlah.D
PT.Putaran.Kedua.Pilkada.DKI.
Pilkada DKI Jakarta 2007, diakses pada 2 Desember 2013.
www.kpujakarta.go.id.
xvi
Isu Pada Pilkada DKI Jakarta 2007, diakses pada 2 Desember 2013.
http://metro.news.viva.co.id/news/read/333470-wikileaks-juga-sorotipilkada-dki-2007.
Pilkada DKI Jakarta 2007, Diakses pada 2 Desember 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_200
7.
Dukungan Politik atas Pasangan Fauzi Bowo-Prijanto Pada Pilkada DKI Jakarta
2007, diakses pada 4 Desember 2013.
http://www.antaranews.com/news/73269/france-says-libya-arms-deliverynot-breach-of-un.
Dukungan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati dan Ketua Dewan
Pertimbangan Pusat PDIP Taufiq Kiemas atas Pasangan Fauzi BowoPrijanto Pada Pilkada DKI Jakarta 2007, diakses pada 4 Desember 2013.
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=34955.
Fauzi-Prijanto sebagai pemenang Pilkada DKI Jakarta 2007, diakses pada 4
Desember 2013.
http://news.detik.com/read/2007/08/16/081215/817889/10/fauzi-prijantoakan-ditetapkan-menang-pilkada-dki-siang-ini.
Pelantikan Fauzi-Prijanto sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta
periode 2007-2013, diakses pada 4 Desember 2013.
http://news.detik.com/read/2007/10/07/154808/838937/10/fauzi-boworesmi-jadi-gubernur-dki-jakarta.
Sjamsudin, Nazaruddin, Dinamika Politik Indonesia ( Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1993), tersedia di
http://sangaji.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/14/tambahan-tugas-daslog/;
Internet; diakses pada 19 Januari 2014.
xvii
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Nama
: Gamal Abdul Naser
Umur
: 49 tahun
Pendidikan
: SLTA
Etnis
: Betawi
Agama
: Islam
Organisasi Agama
:-
Organisasi Massa
:-
Kategori Responden : Warga Biasa
* Sudah 4 Kali Mengikuti Pemilu
* Pilkada DKI Jakarta 2012 Memilih: Jokowi
Jakarta, 21 Desember 2013
T
: Bagaimana penilaian anda terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat sebagai
Gubernur Jakarta?
J
: Penilaian saya masih standar-standar saja, maksudnya belum mengalami
perubahah-perubahan yang menonjol.
T
: Pemerintahan mana yang paling disukai, saat pemerintahan Foke atau
pemerintahan Jokowi?
J
: Pada dasarnya saya proletar yah tidak memilih kemana-mana, yang penting jika
seorang pimpinan itu baik ya kita harus mendukungnya
T
: Pada saat-saat kampanye pilkada DKI Jakarta 2012 terjadi isu SARA, tanggapan
anda bagaimana mengenai isu SARA tersebut?
J
: Tentang etnis sih, etnis mana saja yang mencalonkan diri dalam pemerintahan
terserah saja, asal membawa perubahan yang lebih baikdan berhasil dari
sebelumnya.
T
: Kalau begitu sejauh mana pengaruh latar belakang Cagub dan Cawagub yang anda
pilih dari segi etnis/agamanya?
J
: Kalau saya yang lebih mendasar itu personalnya, yang membawa kebaikan unntuk
orang banyak atau tidak. Jika misinya membawa kebaikan yang meluas maka itu
yang harus kita dukung, tidak memandang dari etnis atau agama tertentu.
T
: Pada saat-saat kampanye, ada tidak tim sukses yang menawarkan anda sejumlah
uang agar anda memilihh Cagub tertentu?
J
: Karena saya proletar, jadi tidak ada penawaran-penawaran yang datang kepada
saya, karena saya juga tidak punya pengikut.
T
: Menurut anda abagaimana pemimpin yang ideal yang bisa memimpin Jakarta
kearah yang lebih baik?
J
: Kalau enurut saya yang penting dia punya kekuatan, kemudian juga punya standar
yang di tentukan pemerintah untuk menjadi Gubernur Jakarta dan juga mempunyai
massa yang baik sehingga bisa mengembangka kepemimpinannya dan bisa diterima
oleh orang banyak.
T
: Pada pilkada kemarin pilih siapa om dan kenapa alasannya?
J
: Kemarin kebetulan saya memilih yang baru yaitu Jokowi, sebab saya berprinsip “
pertahankan tradisi lama yang baik dan ambil tradisi yang baru jika lebih baik”.
T
: Memang sejauh mana anda mengenal sosok Jokowi?
J
: Saya melihat profil Jokowi baru dari telvisi saja, tapi secara luas saya juga kurang
tau. Dari sepak terjangnya yang diberitakan, kemudian juga dia mau terjun langsung
kelapangan karena sudah diamanatkan warganya. Nah itu menjadi dasar kenapa saya
mendukung Jokowi.
T
: Jadi anda memilih Jokowi berdasarkan kinerjanya yang baik sebelum mencalonkan
diri sebagai Cagub Jakarta?
J
: Ya betul sekali, karena masalah kinerjanya dalam berita-berita sudah diperlihatkan
kemajuanny. Kemudian dari perbincangan orang-orang dapat merasakan hasil dari
kinerjanya Jokowi.
T
: Apakah Jokowi termasuk dalam kriteria seorang pemimpin yang ideal menurut
anda tadi?
J
: Kelihatannya sudah memenuhi persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin yang
ideal. Dia punya ketegasan, mau terjun langsung kelapngan. Mau mengawasi
langsung dengan terjun kelapangan dan mengambil tindakan agar seluruh
pegawainya untuk bekerja. Jadi dia juga tidak bekerja sendiri, sama-sama bekerja
dan bekerja sama.
T
: Apa harapan anda kedepannya kepada Gubernur yang terpilih sekarang yaitu bapak
Jokowi untuk kemajuan kota Jakarta?
J
: Semoga sepak terjangnya mendapat sambutan baik dari masyaraakat Jakarta. Yang
jelas beliau sudah membawa kebaikan dan betul-betul memperhatikan perubahan-
perubahan yang menuju kabaikan dan harus di dukung orang-orang yang
menggunakan akalnya.
T
: Memang anda ingin Jakarta seperti apa kedepannya?
J
: Kalau saya sendiri sebagai manusia tidak punya harapan yang muluk-muluk, yang
penting sapat menjalankan aktifitas sehari-hari dengan baik, tenang, aman dan
lancar. Itu sudah menjadi hal yang patut disukuri, intinya kami masyarakat bawah
ingin diperhatikan pemerintah. Dan tidak hanya pimpinan pucuknya saya yang
bekerja tapi pimpinan yang bawahnya juga harus ikut bekerja biar sama-sama kerja.
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Nama
: Asri Mulya
Umur
: 46 tahun
Pendidikan
: SMP
Etnis
: Betawi
Agama
: Islam
Organisasi Agama
:-
Organisasi Massa
:-
Kategori Responden : Warga Biasa
* Sudah 5 Kali Mengikuti Pemilu
* Pilkada DKI Jakarta 2012 Memilih: Foke
Jakarta, 23 Desember 2013
T
: Bagaimana penilaian Ibu terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat sebagai
Gubernur Jakarta?
J
: Kalau menurut saya stantar saja saat Foke menjadi Gubernur.
T
: Kalau begitu, pemerintahan mana yang paling ibu sukai, ketika Foke menjabat atau
sekarang saat Jokowi menjabar sebagai Gubernur?
J
: Kayanya yang sekarang deh, pas Jokowi Ahok kelihatan perubahannya.
T
: Pada masa-masa kampanye kan terjadi isu SARA, bagaimmana tanggapan ibu
mengenai isu tersebut?
J
: Kalau tanggapan saya mah biasa saja.
T
: Terus apakan latar belakang Cagub dan Cawagub berpengaruh pada pilihan anda?
J
: Dengan piliohan saya kemarin sih ada pengaruh etnis
T
: Pada masa-masa kampanye ada tidak sih bu tim sukses yang menawarkan ibu
sejumlah uang agar ibu memilih Cagub tertentu?
J
: Tidak ada.
T
: Menurut ibu pemimpin yang ideal untuk memimpin Jakarta kearah yang lebih
baik?
J
: Pemimpin yang merakyat, yang mau melihat orang bawahan, saya mau yang
seperti itu. Jangan mementingkan yang diatas saja, tapi turun langsung kaya Jokowi
sekarang.
T
: Kemarin Ibu memilih siapa dan kenapa memilih Cagub tersebut?
J
: Saya kemarin milih Foke, alasannya sih sebenernya rahasia. Disuruh keluara juga,
suami nyuruh pilih Foke.
T
: Ibu sendiri sejauh mana mengenal Foke?
J
: Tentang Foke saya melihat dari televisi saja sih.
T
: Menurut Ibu dari prestasi atau kinerjanya Foke seperti apa?
J
: Prestasinya dia sih bagus, tapi kayanya dia lebih cenderung kurang memperhatikan
orang bawahan.
T
: Jadi ibu memilih Foke karena dari segi etnis dan bujukan keluarga yah bu?
J
: Dari agamanya juga sih, dia Betawi dan Islam.
T
: Memang menurut ibu Foke sudah sesuai atau belum sih dengan kriteria seorang
pemimpin yang ideal seperti yang ibu sampaikan tadi?
J
: Belum sih, tapi saya pilih. Karena suami saya kan PNS, jadi waktu itu Foke
menjanjikan kalau dia terpilih kembali sebagai Gubernur Jakarta, maka gaji PNS
akan dinaikan.
T
: Harapan ibu apa pada Gubernur yang terpilih sekarang, yaitu Bapak Jokowi , ibu
mau seperti apa untuk kemajuan kota Jakarta?
J
: Pokoknya sekarang berharap pada Jokowi, dia harus liat rakyat yang dibawah.
Terus jangan mementingkan yang atas saja. Tapi yang bawah juga diperhatikan. Kan
rakyat masih banyak yang susah jadi harus diperhatikan. Jokowi yang sering turun
ke masyarakat harus terus berjalan. Perubahan juga sekarang sudah banyak yah
selama Jokowi menjabat, ketimbang yang dulu.
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Nama
: H. Muntazah
Umur
: 61 tahun
Pendidikan
: SD
Etnis
: Betawi
Agama
: Islam
Organisasi Agama
:-
Organisasi Massa
:-
Kategori Responden : Tokoh Agama
* Sudah 5 Kali Mengikuti Pemilu
* Pilkada DKI Jakarta 2012 Memilih: Jokowi
Jakarta, 23 Desember 2013
T
: Bagaimana penilaian Bapak terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat sebagai
Gubernur Jakarta?
J
: Pas Fauzi Bowo tidak ada perubahan-perubahan, tidak terasa dan terlihat.
T
: Lebih suka saat Pemerintahan Foke atau Pemerintahan Jokowi sekarang pak?
J
: Lebih suka sekarangada kenyataannya keliatan jelas.
T
: Kemarin kan saat kampanye ada isu SARA tuh pak, yang membahas etnis dan
agama Cagub dan Cawagub tertentu, tanggapan Bapak tentang isu itu bagaimana?
J
: Kita ini kan nasionalis, kalau dibidang agama beda. Ini kan demokrasi, bukan
untuk sekelompok-sekelompok orang.
T
: Sejauh mana pengaruh latar belakang Cagub dan Cawagub yang anda pilih?
J
: Kalau menurut saya, orang yang dibutuhkan kerjaannya yang benar. Tidak perlu
sesuai etnis/ agamanya, karena kita kan berbangsa-bangsa bersuku-suku.
T
: Pada saat kampanye, ada tidak tim sukses yang menawarkan Bapak sejumlah uang
agar memilih Cagub tertentu?
J
: Tidak ada, saya tidak ada gitu-gituan.
T
: Menurut Bapak pemimpin yang ideal seperti apa, yang bisa memimpin Jakarta
kearah yang lebih baik?
J
: Yang kerjanya nyata, adanya perubahan. Tidak Cuma ngomong saja.
T
: Siapa dan kenapa Bapak memilih Cagub tersebut?
J
: Kemarin saya milih Jokowi, karena dari informasi masyarakat kerjanya kelihatan,
bukan karena etnis atau agamanya. Saya melihat orangnya dan kerjaannya, dia mau
turun kebawah.
T
: Apa Jokowi sudah sesuai dengan kriteria seorang pemimpin yang ideal untuk
Jakarta?
J
: Kalau menurut saya mah paling ideal dia, tidak ada lagi. Bisa-bisa dia diangkat
menjadi Presiden. Karena orang-orang bisa lihat kerja nyatanya dia. Sekarang
Presiden saja kurang tegas, yang katanya mau berantas korupsi tapi anggota dia
sendiri yang korupsi, tidak tegas.
T
: Terus apa harapan bapak pada Gubernur yang terpilih sekarang, yaitu bapak
Jokowi untuk kemajuan kota Jakarta?
J
: Harapannya ya biar lebih bagus lagi, jangan seperti yang sudah-sudah pada
melempem kerjanya.
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Nama
: Muhammad Ali Harist
Umur
: 40 tahun
Pendidikan
: Aliah/SLTA
Etnis
: Betawi
Agama
: Islam
Organisasi Agama
:-
Organisasi Massa
:-
Kategori Responden : Tokoh Agama
* Sudah 5 Kali Mengikuti Pemilu
* Pilkada DKI Jakarta 2012 Memilih: Foke
Jakarta, 21 Desember 2013
T
: Bagaimana penilaian bang Ali terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat
sebagai Gubernur Jakarta?
J
: Sepertinya kemajuan sih ada, tapi kalau disamakan yang sekarang tinggal
diteruskan lah. Untuk masalah pembangunan sih semuajuga sama, tapi sekarang
tinggal meneruskan saja.
T
: Pemerintahan mana yang paling disukai?
J
: Kalau pada saat Foke menjabat, ditingkat kelurahan lebih cepat karena memang
ada uang kerjanya. Kalau sekarang memang bagus disiplin kerjanya, tapi lelet di
kelurahan itu karena di awasi KPK jadi mereka merasa gimana gitu. Jadi lelet,
harusnya selesai istirahat kerja jam satu siang, ini jam dua siang baru kerja lagi yang
saya lihat.
T
: Pada saat-saat kampanye terjadi isu SARA, kalau beng Ali sendiri bagaimana
tanggapannya?
J
: Kita ini kan mayoritas penduduknya Islam, sebenarnya bukan isu SARA tapi ulama
itu tugasnya menyampaikan kepada ummat dari Al-Qur’an dan Hadist. Karena
memang sudah akhir jaman, yang namanya ummat Islam sendiri Al-Qur’an dan
Hadist sudah dicuekin, mereka itu hanya mikir bagaimana memimpin itu bersih dan
jujur. Kalau dibilang isu SARA sih itu untuk orang-orang yang tidak mengerti saja.
Jelas bahwa di Al-Qur’an tertulis, seorang muslim harus memilih pemimpin yang
seiman.
T
: Bang H.Rhoma Irama pun pada dakwanya mengatakan bahwa jangan memilih
pemimpin yang tidak seiman, pendapat bang Ali sendiri bagaimana?
J
: Ya benar, dia menyampaikan dari Al-Qur’an jangan memilih pemimpin yang tidak
seaqidah, karena nanti suatu saat akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
T
: Kalau begitu, sejauh mana pengaruh latar belakang Cagub dan Cawagub yang anda
pilih, apakah dari segi etnis/agama harus sesuai dengan anda?
J
: Kalau dari etnis sih tidak harus sesuai, hanya kalau yang namanya aqidah itu kan
tidak bisa dibohongi.
T
: Ada tidak sih tim sukses yang menawarkan bang Ali sejumlah uang agar memilih
Cagub tertentu?
J
: Tidak ada, kalau saya mah lillahi ta’ala.
T
: Bagaimana sih pemimpin yang ideal yang menurut bang Ali bisa memimpin
Jakarta kearah yang lebih baik?
J
: Ya yang tahu wilayah, sudah mengerti tentang karakter warganya, mengerti ilmuilmu kenegaraan.
T
: Terus kemarin memilih siapa bang dan kenapa memilih Cagub tersebut?
J
: Kalau bang Ali kemarin milih Foke, alasannya karena pertama masalah aqidah,
kedua hati emang lebih condong ke Foke, murni lillahi ta’ala bukan karena imingiming uang dan sebagainya. Lebih ke agama,bukan karena satu suku.
T
: Memang sejauh mana bang Ali mengetahui kinerjanya Foke di pemerintahan?
J
: Tidak tau sih, karena dari sisi agama saja.
T
: Apakah Foke sudah sesuai dengan kriteria sosok seorang pemimpin yang ideal
menurut bang Ali tadi?
J
: Disebut ideal ya tidak, disebut tidak ya ideal juga. Yang pasti mah dari satu
keyakinan.
T
: Apa harapan bang Ali pada Gubernur yang terpilih sekarang yaitu bapak Jokowi
untuk kemajuan kota Jakarta?
J
: Yang pasti dalam menempatkan pemimpin seperti di kelurahan Lenteng Agung
harus sesuai dengan kultur yang ada disitu. Agar ada kerjasama antara warga dan
Lurah itu sendiri. Juga sesuai dengan apa yang di yakini oleh mayoritas warganya.
Karena kalau suatu daerah dipimpin oleh seorang perempuan maka tunggu saat
kehancuran, tidak tau kapan. Bukan mempermasalahkan kinerjanya tapi harus sesuai
dengan mayoritas agama warga itu. Toh masih banyak laki-laki yang kinerjanya juga
baik. Warga Lenteng hanya ingin Lurahnya diganti, masa memindahkan PKL yang
segitu banyak bisa, menukar atu Lurah saja tidak bisa.
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Nama
: Abdul Munir
Umur
: 25 tahun
Pendidikan
: D IV
Etnis
: Jawa
Agama
: Islam
Organisasi Agama
: Zakir Naik Club Indonesia
Organisasi Massa
:-
Kategori Responden : Intelektual
* Sudah 2 Kali Mengikuti Pemilu
* Pilkada DKI Jakarta 2012 Memilih: Jokowi
Jakarta, 24 Desember 2013
T
: Bagaimana penilaian anda terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat sebagai
Gubernur Jakarta?
J
: Wah berantakkan sekali, karena memang terasa sekali yah. Foke sekarang sudah di
gantikan oleh Jokowi, itu terasa sekali bahwa Foke tidak melakukan apa-apa, seperti
banjir dan kemacetan. Ya Jakarta semrawut tidak ada perubahan. Tapi setelah
Jokowi menjabat terasa perubahannya, wilayah di tata dan birokrasi menjadi lebih
baik. Dari semua perubahan-perubahan yang Jokowi lakukan itu menggambarkan
kalau Foke tidak melakukan apa-apa, dia tidak menunjukan perubahan sama sekali.
T
: Dari situ kan anda bisa menilai, Pemerintahan Foke atau Jokowi yang paling anda
sukai?
J
: Kalau menurut saya sih Pemerintahan Jokowi yah, karena Jokowi itu merakyat.
T
: Bagaimana tanggapan anda mengenai isu SARA Yang terjadi pada saat-saat
kampanye Pilkada DKI Jakarta 2012?
J
: Kalau menurut saya sih, jika dilihat dari sisi agama memang kita sebagai orang
muslim harus memilih pemimpin yang muslim juga. Tapi kalau memang dia punya
kompeten tidak masalah dan memang dari sisi Ahok sendiri, dia bukan yang nomer
satu tapi dua. Jadi buat saya, pertama kalau mau dilihat dari sisi agama dulu its ok,
karena Jokowi muslim. Kedua, Ahok itu kan wakilnya, walaupun dia bukan muslim.
Ketiga, Ahok pun punya kapabilitas waktu jadi Bupati Belitung walaupun dia non
Islam, dia menaikan Haji orang-orang banyak dan tidak segan-segan untuk
menyumbang.
T
: Sejauh mana pengaruh latar belakang Cagub dan Cawagub yang anda pilih?
J
: Sangat berpengaruh, soalnya kalau kita memilih asal pilih saja sama dengan beli
kucing dalam karung.Waktu itu ada Foke dan Jokowi, jelas ketika saya memilih
Jokowi karena dia adalah Walikota terbaik nomer dua di dunia dari sekian
banyaknya kota di dunia. Dari sisi Ahok, kita kan bangsa yang plural yah, jadi tidak
masalah kalau misalnya ada orang yang berbeda etnis atau ras dengan kita. Dia
keturunan Cina, tapi kalau memang kapabilitasnya tinggi ya bagus, toh di Belitung
pun kemajuannya pesat. Jadi Jokowi dan Ahok itu memang pasangan yang tepat dan
pas.
T
: Berarti anda memilih bukan karena harus sesuai dengan etnis atau agama anda?
J
: Tidak, saya tidak memilih dari segi agama, tapi tetap itu menjadi pertimbangan
karena saya sendiri muslim. Kan kita buat kemajuan bersama juga yah dan terbukti
bahwa sampai sekarang juga sudah bnyak perubahan yang membawa kemajuan.
T
: Ketika masa-masa kampanye, apakah ada tim sukses yang menawarkan and
sejumlah uang agar anda memilih Cagub tertentu?
J
: Kalau itu memang sudah menjadi rahasia umum yah, saya sendiri tidak tertarik
dengan politik uang. Kalau saya memilih ya itu karena memang ada beban moral,
kalau pun saya salah ya saya merasa bersalah. Contohnya waktu jaman pilpres saya
memilih SBY, tapi sekarang saya menyesal sudah memilih dia. Dan saat saya
memilih Jokowi, saya pikirkan matang-matang secara rasional. Walaupun di
lingkungan saya bekerja banyak sekali yang menyarankan memilih Cagub tertentru,
tapi iming-iming tidk dalam bentuk uang, melainkan berupa. Dan sekarang politisi
tidak mau memberikan uang atau barang sebelum benar-benar dipilih. Jadi
masyarakat harus memberikan bukti dengan memfoto hasil coblosannya dn
memperlihatkannya pada tim suksesnya.
T
: Bagaimana pemimpin yang ideal menurut anda, untuk memimpin Jakarta kearah
yang lebih baik?
J
: Yang pasti dia harus berpengalaman dengan kinerjanya yang bagus, berprestasi dan
merakyat. Jadi begini, menurut saya Jokowi itu tidak pintar-pintar sekali namun dia
pekerja keras dan dia total dalam bekerja. Kemudian dengan dia blusukan itu
masyarakat senang, ini loh pemimpin yyang kita cari, ini loh pemimpin yang ideal.
Jadi tidak perlu dia pintar sekali, jago bahasa Inggris, lulusan S2 duluar negeri tidak
perlu. Kita sebagai masyarakat cukup butuh pemimpin yang merakyat, blusukan,
jujur, apa adanya dan tidak neko-neko. Dulu pun saat menjabat sebagai Walikota
Solo, dia tidak mengambil gajinya, betul-betul kerja untuk rakyat.
T
: Sejauh mana anda mengenal Jokowi?
J
: Sebelum saya memilihnya, saya cari tau dulu tentang Jokowi, kenapa sih saya
memilih Jokowi! Yang jadi pertanyaan, ini kok Walikota tidak mengambil gajinya!
T
: Apakah calon tersebut sudah sesuai dengan kriteria seorang pemimpin yang ideal
menurut anda tadi?
J
: Sebenernya belum bisa diukur secara keseluruhan sudah pas atau belum, karena
belum ada setengah masa jabatan yah. Tapi dari sini sudah terlihat banyak
perubahan dan semua orang senang dengan gaya kepemimpinannya yang apa
adanya. Kalau boleh saya bilang, menurut saya dia sudah bisa menjadi Presiden, tapi
kan masih punnya masa jabatan sebagai Gubernur Jakarta. Ya tolong di bereskan
dulu Jakarta, dibersihkan dulu, dirapihkan dulu. Setelah masa jabatan Gubernur, mau
dia menjadi Presiden terserah. Jokowi saya rasa sudah ideal, dia negosiator yng
ulung, gaya kepemiminannya bagus, skillnya, kapabilitynya, pengalamannya dan di
padu dengan wakilnya yaitu Ahok.
T
: Apa harapan anda pada Gubernur yang terpilih sekarang yaitu bapak Joko Widodo
untuk kemajuan kota Jakarta?
J
: Jokowi segera menyelesaikan masalah kemacetan dan banjir. Karena itu membuat
stres orang dijalan, waktupun jadi habis dijalan, energi juga terbuang dijalan. Ya
harapan saya Jokowi jadi Gubernur dulu saja 5 tahun, nanti dia mau jadi Presiden
bebas-bebas saja, mau jadi Gubernur lagi tidak apa-apa justru lebih bagus lagi.
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Nama
: Lanny Barra Safiyuni
Umur
: 22 tahun
Pendidikan
:SI
Etnis
: Betawi
Agama
: Islam
Organisasi Agama
: Hijaby IISIP
Organisasi Massa
:-
Kategori Responden : Intelektual
* Sudah 2 Kali Mengikuti Pemilu
* Pilkda DKI Jakarta Memilih: Foke
Jakarta, 23 Desember 2013
T
: Bagaimana penilaian anda terhadap Pemerintahan ketika Foke menjabat sebagai
Gubernur Jakarta?
J
: Menurut saya pada Pemerintahan yang dipimpin oleh Foke sudah cukup optimal,
namun memang kembali lagi kepada setiap kebijakannya. Setiap menurun kebawah
otomatis kan yang menjalankannya itu tidak satu dua orang tapi banyak dan setiap
kepala itu berbeda. Maka dari itu untuk pelaksanaan kebijakam tersebut ada saja
kendala-kendala dari bawah.
T
: Sekarang kita berada pada pemerintahan Jokowi, dari siutu anda bisa menilai
pemerintahan Foke atau pemerintahan Jokowi yang paling anda sukai?
J
: Saat cukup senang dengan kinerja pemerintah saat ini yang di pimpin oleh bapak
Jokowi dan wakilnya bapak Ahok, karena ada beberapa terobosan-terobosan yang
dikeluarkan mereka berdua untuk meluruskan setiap kebelokan yang terjadi pada
pemerintahan sebelumnya. Khususnya kepada bapak Ahok, saya senang sekali
dengan gayanya walaupun yang katanya dia “ si pemarah “ itu, tapi itu salah satu
gertakan untuk membangkitkan semangat yang lainnya.
T
: Bagaimana tanggapan anda mengenai isu SARA yang terjadi pada masa-masa
kampanye pilkada DKI Jakarta 2012, apalagi dengan adanya dakwa H.Rhoma Irama
yang mengatakan jangan memilih pemimpin yang tidak seiman?
J
: Namanya politik ada sisi baik dan buruknya. Dan ada juga pro kontra. Politik itu
kan seni untuk mencapai kepentinngandan dan menurut saya dengan cara tersebut
dari pihak lawan Jokowi untuk merebut suara darinya menurut saya itu sangat
disayangkan. Padahal kita tau Indonesia itu tidak hanya muslim, Indonesia itu
mempunyai enam agama dan beragam etnis. Jadi kita tidak boleh mendeskriditkan
agama atau etnis tertentu.
T
: Sejauh mana pengaruh latar belakang Cagub dan Cawagub yang anda pilih, apakah
dari segi agama/ etnis harus sesua dengan anda?
J
: Saya tidak terlalu mementingkan SARA, tapi yang terpenting itu kinerjanya.
T
: Pada saat kampanye berlangsung atau detik-detik pemungutan suara, apakah ada
tim sukses yang menawarkan anda sejumlah uang agar anda memilih calon tertentu?
J
: Untuk money politic alhamdulillah tidak ada dan dengan idealis yang saya miliki
akan saya tolak, tapi tidak ada kok.
T
: Bagaimana pemimpin yang ideal menurut anda untuk memimpin Jakartake arah
yang lebih baik?
J
: Pemimpin yang tegas, karena masyarakat Jakarta ini beranekaragam. Jadi untuk
menyelaraskan itu kita butuh pemimmpin yang tegas. Ibaarat kereta apa, buntutnya
harus mengikuti kepalanya, jika kepalanya lurus maka buntutnya pun harus ikut
lurus.
T
: Siapa dan kenapa anda memilihh Cagub tersebut?
J
: Saya memilih Foke, karena saya melihat saat kepemimpinannya cukup bagus dan
saya belum tau Jokowi kepemimpinannya seperti apa. Sya juga belum percaya betul
dengan Jokowi jaadi saya memilih Foke dan kebetulan Foke sudah sering ke
kelurahan saya melakukan kegiatan-kegiatan.
T
: Memang sejauh mana anda mengenal Foke?
J
: Di bilang mengenal tapi tidak mengenal sekali, saya taunya dari televisi dan saya
suka cara orang berbicara. Foke ketika berbicara bagus menggunakan kata-kata
formal, dari penampilannya juga cukup mempuni untuk menjadi seorang Gubernur.
T
: Berarti anda memilih Foke berdasarkan apa, apakah karena prestasinya atau
melihatnya dari segi etnis/agama?
J
: Saya melihatnya dari penampilan, kalau soal etnis saya tidak terlalu mementingkan
dan saya merasa Jakarta waktu dipimpin Foke cukup baik walaupun prestasinya
tidak terlihat.
T
: Apakah Foke sudah sesuai dengan kriteria seorang pemimpin yang ideal menurut
anda tadi?
J
: Untuk mencapai sesuatu yang ideal itu butuh waktu panjang dan untuk sempurna
itu kan susa. Saya orang yang bersukur jadi ketika kebijakan sudah bagus ya saya
sukuri.
T
: Apa harapan anda pada Gubernur yang terpilih sekarang yaitu Bapak Jokowi untuk
kemajuan kota Jakarta?
J
: Saya berharap Bapak Jokowi tetap melakukan blusukan, Bapak Ahok tetap
mengkritik, menindak tegas dan memberikan sanksi kepada setiap pelanggar
kebijakan pemerintah.Saya ingin MRT cepat diselesaikan, kemudian armada busway
ditambahkan. Dan astu lagi, pajak kendaraan bermotor dibesarkan karena dengan
pajak dan harga kendaraan yang murah maka akan menambah volume kendaraan
dan menjadi macet.
KEMENT4RIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH J A KARTA
FAKULTAS ILI\{U SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Jl. Kertanrukti, Pisangan, Ciputat 154 l9 Jakarta Selatiln
'lilp.
02 I -747052 I 5, Fax. 02 l -747020 I
l
\\'cbsite: wrvw.uiujkt.ac. id: E-urail: lisip_uirr(i:q1ry:rhoo.r-o
Jakarta, I I Desember20l3
Nomor,
:
Un.0 1/I'l 1/PP.O0.10
Lampiran
Hal
:
Pengantar Permohonan Warvancara
Keoada
17
63 120i3
Yth.
Pinr.i....-ri.1.ttlrrC.:t.{::!y..:'.
8,
n
Y
e
neqtq
€a^ ( r g,\ p,-ov,,''5; p K\
J ar.ar c'
..JI. 5..,P.e r.'r:r s,..... i\::{q.:.7
di Jakarta
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Dekan Fakultas IlmuSosial dan Ilntu Politik (FISIP), Universitas Islanr Negeri
(UtN) Syarif Hidayatullah, Jakafia, tnenerangkatr bahs'a:
Nama
Ternpat, tanggal lahir
: Muhammad Ferdiansl'ah
: Jakarta,02 Juni 1991
NIM
: 109033200049
Semester
:IX
Program Studi
:
Zidni
Ilmu Politik
adalah mahasisu,a FISIP, UIN Syarif Hidal'atullah, Jakarta. Tahun akaiienrik
2013/2014 yang masih aktif kuliah. Mahasisrva kami ini sedang men):usun skripsi
dengan judul: Perilaku Pemilih : Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan
Joko Widodo - Basuki lahaja Purnama Pada Penrilihan Umum Gubernur DKI
Jakarta 2012. Untuk keperluan tersebut, kami berharap yang bersangkutan dapat
diberi izin untuk mengumpulkan data/rvawancara.
Demikian surat permohonan ini dibuat, atas perhatian dan kerjasama
Bapak/lbu, kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
A.n. Dekan,
Wakil
Bidang
ase$'o
199003 I
'l-enrbusan
:
Dekan FISIP
\r\r.H g
"o?lzQt
Z\ON\
3%833
[trl,r
{t" -
o0l b
LEMBAR PENGANTAR
No. srt / kode
n/;Ul'tar,-n'\?,A
VIN
Kepada
:
7e,rdi^^ 9uF
Z)
, |h44' Q-c^p-c
Perihal / lsi ringkas
' psrttuoho Ao,v.
\,r.1a,.t +-lctv.,c.a-r>--
I
rst.masuk
[fi
tZ - (
Tgl. srt
Diteruskan
Pengolah
Penerima
:
Y
Lamprran
:
l/-
La-
(u
,-,
Vtd q o
Pengirim:
Disimpan
,b1e>L
it N rttt6 3tt o t\ t\ r{ or
o FI N
ro \t to t\
or d'l ut FI d or (n d t\ ut @
o o .l o N
frl ro ro ?{ o €
a ele co
FI
rr) N o m g m t\
fn g aa <l ri d
CO
ro o o ci
o fo olt{
N c; c; o c, N
ct l?
ut
c; d ci ct o ct ci ci o ci ct ct c;
(n
GI
E
r
fn
]n NIN
J
F m
N
fo
rt
.{
N
N
Yt
(o
o
F
o
r{
o
N
ut ul a! N FI h N c{, r.f| u)
co r{ co N ut N t\ <l c{ ct
o. (o t\ Gl
FI
ut o m <t c(' (n
({ t\ d rn
co ln d
o
r/t oi
rt
F
f{
o
or ao r^
N
^,
.J
F
m ro <t
d
N
ff1
r{
lI
o
O!
@ a4
rc
rI,
€
€
ot
t'! n? ro
G
d
an
a-l
$ \t \l GI <t
(o
o |"\ m
ql m
an Fl .a- d
arl
€
ol N
6
N
\t
FI
N
ao
rf t\lN
fn q ItrlN
ut tflcn
@
ut
N
t6
z:)
t\
ro
(t
co
m ro
o r)
o-
@
..1
@
yt
gr
an
!t
\l N st r..
N
H ri \t c{
to or
11
F.
s'!
1,]
o9
€ q
rt
\t
fa
ro
|.\
o;
m
i
r\
t/t
I
c:
r-'
d d
q
o
d
co
co
\t
q
o
t\ o
o
(o
(4
€
t\
\t m co
q
vl
N r;
o
d
CN
C'r
<l
,n' \t
6
N
rn
<t
ro
H
€ l'..
m t\
v rl (t N
ro
(o'
d
dl
H
@
(rr @
q.
Gd \d N
(l,
d ct
ot
t
o
@
rn d m r/l H
co ro ('' lr1 t'\
ro
d
<t c!
Ol
rn
N
(^o
F{
d N f!
@ ('t rtt
H o m
h st o'
il
6 N
@
ro fi1
A to
F
vErc
I
n f)o
u,
F
att
z.
I
E
6
6
co
6
9.
N
d €
b
@
s frl
o
F.
rl
n
ol
F.
o
<l
o-
F
@
lru
d
m ri h
m
m m F\
@
Or
N
m
€
l-.
@
@
n
@
<t
g)
@
@
N
<t
o
d.
@
6
€
6
@
m
ao-
€
o
(o
o
F. 1 q
6 c;
oo
n
l-- m
6
o
o
r-
a
a
rn
r
io .j m
n
6
N
n
ro ar) o
N o
o n m
F
co
d
@
q'
N
|'\
r.1
ut m
N
o o o o
o) rn q
N
a!'
(o 6
d
di
dlo
dlN
@lh
@
q
N
o
o
@
6
N
I
co
rn' f;
N
Ols
dl@
slr
Nle
N
nl9
rco (o
q
ri m
n
€ tJ1 rul
o
c
l
E
c
(o
(o-
o
crl
olN
dlc
dlv
NIN
co
Or
o Ol
oi
d
tr
\Z
n
r.t
ol@
NIN
ol ol6
lvi
m N
(o
t-
d
rn
N
o;
€
n
IR
too
co
c
a
o
"o-
€
N
@
N
@ (o
N
F
h
o
rN o o om
€ \
N
.q o
o'
N
@
N
o
n n
ia
N.
n
d
ql@
olm
mlN
dto
olm
ml@
@
(o
".-l
;o
t-.
rl
O
N
li
vo
>z
f
o
f
o
z.
LIJ
o_
o
r
H
6
d
@ ol
ol
ui dl r;
=
q
9
3
^il
s
@
cG
o
n o
m o)
d
rn
F\
@
@-
o gr
6
N
m
(o-
o
<t
N
m N
('r @ H
to N
\
<l
CO
.i t.
d
4
o
6
tn
N
n
j
6
@
o o
o Nq
N
F\
d
N
N
_o-
€
H
o
"1
€
o r r r €
@ r
o
€- \ r
.q €
\
o d o
r;
N
o
N
c
co
€
lro
€
;
co
6
N.
€
E,
ri
lo
6
6
d
E
:Z
N
F\
N
t
d
@
d
Ll-'
F
o
o
o
ro
si
z
F
F
f
6
:)
z.
n r- r
o
q coo rN
@
N
m m N
@ m
m
o
<t
F
Ll-'
<J
F\
d
to
o
)<
6)
ln
o
@
@lH
alm
qlo
o
f
t\
co
co
F
r.c,
o
f
z.
4
.b
+
€
n
6
to
l
fl,/)
o-
F\
o
m
>Z
$.
d
N
d
ll
@
(o
u) ot t'. ro rl
.t
H
ttl
@
rn o) <t
f
-o
o (ol@
N
n
m
lco
6
O
rnl6
@16
Flh
6lm
N
€
o
ri
o
o
N
o
€-
6
6
o
o
@ <t
olo
N
@
g'
.'! o-
o-
N
so
T;
;
€ o
q
r.o
q
oFJ
J
6
J
o'
o
v
o
6
F
U
f
!
0
U
g
6
J
o
l'
G
!
!a
C
rc
o .! o .g
5
d
z
d
m
9!n
E
I:.
o
:
o
E
a
io
I
J
u
c
b(
ct
c
f
: 't
6
E
G
J
N
color
OJ
q
ft
E
E
l!
IU
co 6
co !c €c
d
o
H
d
J
N
cn
o
]a
c
o
o
o
"i
v1
.s
G
f
E
o
G
6
@
ro
r
dil,
@
ot
c
o
co
o
N
4
:
zo
;
]
o
o
€
J
J
E
f
€
€ @ .c f
3
o a -e -c
6 E
f
c
o G l -c @ JJ €
:c
o
c
6
N
N
<t
ro F
c
l
t
c
€
c
l-1
6
dl
o
)
,l
t
E
c
G
.,1
>t
9
c
G
c o
a F
o
\
J
J
3
Download