1 PRODUKSI KALIMAT PADA PENYANDANG GAGAP Praba Prayascitta, Widodo, dan Karkono Universitas Negeri Malang E-mail: [email protected] ABSTRAK: Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan (1) struktur kalimat penyandang gagap, (2) penjedaan yang dihasilkan pada penyandang gagap, dan (3) perilaku penyerta yang ditunjukkan oleh penyandang gagap ketika memproduksi kalimat. Desain penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan kajian studi kasus. Hasil penelitian adalah: (1) struktur kalimat pada penyandang gagap terbagi menjadi tiga yaitu struktur kalimat teratur, struktur kalimat tidak tuntas, dan struktur kalimat lompat; (2) penjedaan yang dihasilkan pada penyandang gagap terbagi menjadi jeda diam dan jeda isi. Letak jeda diam pada awal, tengah, dan akhir kalimat. Adapun jeda isi terletak pada awal dan tengah kalimat; dan (3) perilaku penyerta yang dihasilkan penyandang gagap berupa mimik wajah, gerakan tangan, arah pandangan, gerakan bibir, dan gerakan tubuh yang lain. Kata Kunci: produksi kalimat, gangguan berbahasa, gangguan berbicara, penyandang gagap. Bahasa merupakan sistem tanda bunyi yang arbitrer dan telah disepakati serta dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Dalam hal ini, kelompok masyarakat ‘tertentu’ yang dimaksud adalah satu kesatuan masyarakat dalam suatu wilayah yang memiliki pemahaman bersama terhadap bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi. Salah satu faktor dalam diri manusia yang memiliki pengaruh besar dalam kegiatan berbahasa adalah sistem kerja otak. Sistem kerja otak memiliki pengaruh besar terhadap kegiatan berbahasa. Besarnya pengaruh sistem kerja otak dalam kegiatan berbahasa karena otak merupakan sentral dari seluruh kegiatan tubuh manusia. Oleh karena itu, jika sistem kerja otak terganggu, maka otomatis kegiatan berbahasa juga terganggu. Salah satu kelainan bawaan yang menyerang sistem kerja saraf atau otak adalah gangguan berbicara pada penyandang gagap. Gagap atau stuttering merupakan salah satu bentuk kelainan bicara yang ditandai dengan tersendatnya pengucapan kata-kata. Gagap terjadi ketika sebagian kata terasa lenyap, penutur mengetahui kata itu, akan tetapi tidak dapat menghasilkannya (Cahyono, 1994:262). Wujudnya secara umum, tiba-tiba anak kehilangan ide untuk mengucapkan apa yang ingin dia ungkapkan sehingga suara yang keluar terpatahpatah dan diulang-ulang sampai tidak mampu mengeluarkan bunyi suara sedikitpun untuk beberapa lama. Reaksi ini bersamaan dengan kekejangan otot leher dan diafragma yang disebabkan oleh tidak sempurnanya koordinasi otot-otot bicara. Bila ketegangan sudah berlalu, akan meluncur serentetan kata-kata sampai ada kekejangan otot lagi. Pendapat lainnya menyatakan bahwa gagap adalah masalah gangguan bicara yang mempengaruhi kefasihan berbicara. Mereka yang mengalami kesulitan ini ditandai pengulangan bagian pertama dari kata yang ingin diucapkannya atau menahan bunyi tunggal di tengah kata. Sebagian orang yang 2 gagap malah lebih parah, tidak ada satupun kata yang terucap, semua tertahan di kerongkongan. Menyimak adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat reseftif. Dengan demikian di sini berarti bukan sekedar mendengarkan bunyibunyi bahasa melainkan sekaligus memahaminya. Dalam bahasa pertama (bahasa ibu), kita memperoleh keterampilan mendengarkan melalui proses yang tidak kita sadari sehingga kitapun tidak menyadari begitu kompleksnya proses pemmerolehan keterampilan mendengar tersebut. Berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan, serta perasaan (Tarigan, 1986:14). Dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik. Produksi kalimat merupakan sebuah tahap yang menghasilkan tuturan yang melalui tiga tahap dasar. Tiga tahap itu antara lain, yaitu (1) konseptualisasi atau pembuatan konsep, (2) formulasi atau penyusunan kategori dan struktur sintaktik, dan (3) artikulasi atau perwujudan dalam bentuk bunyi. Ada beberapa hal lain, selain ketiga tahap dalam menghasilkan tuturan, yang perlu diperhatikan dalam produksi kalimat yakni senyapan dan kekeliruan yang bisa terjadi. Dardjowidjojo (2005:143) menyatakan bahwa, senyapan terjadi dapat disebabkan oleh dua hal yakni keraguan pembicara dan pernafasan. Kekeliruan dalam memproduksi kalimat dapat disebabkan kilir lidah dan afasia. Dardjowidjojo (2012:142) berpendapat bahwa yang dipakai untuk menyimpulkan proses mental yang terjadi pada waktu kita berujar ada dua macam, yakni, senyapan (pause) dan kekeliruan (errors). Kekeliruan itu sendiri terbagi menjadi dua kelompok, yakni, kekeliruan karena kilir lidah dan kekeliruan karena pembicara menderita afasia. Senyapan (pauses) pada dasaranya ketika pengujaran yang ideal terwujud dalam suatu bentuk ujaran yang lancar, sejak ujaran itu dimulai sampai ujaran itu selesai. Kata-katanya terangkai dengan rapi, diujarkan dalam suatu urutan yang tak terputus, dan kalu pun ada senyapan, senyapan itu terjadi pada konstituen-konstituen yang memang memungkinkan untuk disenyapi. Intonasinya pun merupakan suatu kesatuan dari awal sampai akhir. Akan tetapi, ujaran ideal semacam itu tidak selamanya kita buat. Tidak semua orang dapat berbicara selancar ini untuk semua topik pembicaraan. Pada umumnya orang berbicara sambil berpikir sehingga makin sulit topik yang dibicarakan makin besar jumlah senyapan yang muncul. Penyandang gagap adalah seseorang yang mengalami gangguan pada kemampuan motoriknya. Gerakan-gerakan penyandang gagap sulit untuk dikendalikan. Sekecil apapun gerakan yang muncul, menimbulkan efek pada performa mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan produksi kalimat pada penyandang gagap. Terdapat tiga hal yang menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mengetahui struktur kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap, (2) mengetahui penjedaan yang terjadi ketika penyandang gagap memproduksi 3 kalimat, dan (3) mengetahui perilaku penyerta yang muncul ketika penyandang gagap memproduksi kalimat. METODE Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif. Kealamiahan dari penelitian ini dapat dilihat dari objek yang digunakan, yaitu objek yang asli atau alamiah, tidak mengada-ada dan tentunya tidak ada manipulasi. Penelitian ini menggunakan seorang penyandang gagap sebagai sumber data yang menghasilkan data dan menjadi pembahasan dalam penelitian ini. Data yang ditemukan berupa produksi kalimat penyandang gagap, penjedaan atau senyapan dalam kalimat, dan perilaku penyerta yang ditunjukkan oleh informan ketika memproduksi kalimat baik dalam konteks informal atau formal. Konteks informal di sisni berarti bahwa penyandang gagap memproduksi dalam sebuah pembicaraan santai dengan peneliti. Adapun konteks formal terjadi ketika informan melakukan diskusi kelas dengan teman-temannya. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik untuk memperoleh data. Teknik yang digunakan beserta kegunaannya terbagi menjadi empat. Pertama, observasi partisipatif yaitu peneliti tidak ikut di dalam kehidupan yang akan diteliti, dan secara terpisah bertindak sebagai pengamat. Dalam hal ini peneliti hanya bertindak sebagai penonton saja tanpa harus ikut terjun langsung ke lapangan. Kedua, wawancara tak terstruktur untuk mencari data-data alamiah dari informan. pelaksanaan wawancara tak terstruktur menggunakan media perekaman yang hanya terbatas pada aspek audio saja. Penggunaan media perekaman audio ini bertujuan untuk merekam semua perkataan dari informan untuk selanjutnya ditranskrip dan diklasifikasi berdasar rumusan masalah yaitu struktur kalimat dan penjedaan. Selain itu dalam proses wawancara tak terstruktur ini, peneliti juga menyiapkan catatan lapangan yang berfungsi untuk mencatat perilaku penyerta yang ditunjukkan oleh informan ketika memproduksi kalimat. Ketiga, transkrip data dilakukan ketika hasil wawancara tak terstruktur yang berbentuk rekaman audio selesai dilakukan. Hasil wawancara tersebut diubah menjadi bentuk tulisan. Kegunaan dari transkrip adalah untuk mempermudah proses pengerjaan laporan penelitian karena data yang tersaji sudah dalam bentuk tulisan. Keempat, pengodean dalam metode penelitian ini adalah menganalisis data yang telah didapat ketika proses wawancara. Analisis data yang dilakukan berdasarkan catatan lapangan dan rekaman audio yang diperoleh peneliti saat melakukan proses wawancara. Penelitian ini menggunakan instrumen yang difungsikan ketika terjadi proses wawancara, yaitu handphone sebagai media untuk merekam produksi kalimat yang berbentuk audio, catatan lapangan yang berguna untuk mencatat perilaku penyerta yang ditunjukkan oleh informan ketika memproduksi kalimat, dan format table atau isian yang digunakan untuk mengklasifikasikan hasil dari data yang diinginkan berupa struktur kalimat, penjedaan, dan perilaku penyerta yang terjadi dalam proses produksi kalimat penyandang gagap. Teknik yang digunakan dalam menganalisis data yang didapat terdiri dari lima tahap hingga didapatkan kesimpulan dari analisis data, yaitu (1) data yang telah didapat berupa hasil rekaman kemudian ditranskrip ke dalam bentuk tulisan, 4 (2) melakukan pengodean setelah data terkumpul, (3) mengklasifikasikan data yang telah terkumpul berdasarkan rumusan masalah, (4) identifikasi dan penafsiran, dan (5) penafsiran selesai, kemudian ditarik kesimpulan. HASIL Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan tiga macam hal yang berpengaruh pada produksi kalimat penyandang gagap yaitu struktur kalimat, penjedaan atau senyapan, dan perilaku penyerta. Pertama, struktur kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap terbagi menjadi tiga yaitu; (1) struktur kalimat teratur yang berarti jawaban informan mempunyai struktur kalimat teratur dan dapat dipahami, (2) struktur kalimat lompat yang berarti kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap tidak selesai kemudian dilanjutkan dengan kalimat lain yang memiliki fokus berbeda sehingga tidak membentuk kesatuan makna, dan (3) struktur kalimat tidak tuntas yang berarti ketika informan mengucapkan sebuah kalimat, maka akan terhenti di tengah jalan dan makna utuh dalam ucapan tersebut tidak akan diketahui secara sempurna. Kedua, penjedaan yang diproduksi ketika penyandang gagap sedang memproduksi kalimat dibagi menjadi dua yaitu jeda isi dan jeda diam. Jeda isi dalam produksi kalimat penyandang gagap biasanya berdurasi antara 0-2 detik. Penanda keberadaan jeda isi pada produksi kalimat penyandang gagap dalam penelitian ini ditemukan saat berada dalam kondisi (1) penutur tidak siap memulai percakapan, (2) mengalami kealpaan saat proses pemilihan kata, (3) kehilangan fokus saat menjawab, dan (4) terlalu hati-hati dalam menjawab. Yang kedua adalah jeda diam. Biasanya durasi jeda isi yang dialami oleh penyandang gagap yaitu berkisar antara 2-4 detik. Penanda keberadaan jeda diam pada produksi kalimat penyandang gagap dalam penelitian ini ditemukan saat penutur berada dalam kondisi (1) penutur tidak siap memulai percakapan, (2) mengalami kealpaan saat proses pemilihan kata, (3) kehilangan fokus saat menjawab, dan (4) terlalu hati-hati dalam menjawab. Karakteristik kemunculan jeda diam ini sama dengan karakteristik kemunculan jeda isi, tapi yang membedakan adalah durasi yang diperlakukan oleh penutur dalam memproduksi kalimat maupun kekuatan pernafasan si penutur setiap memproduksi kalimat yang akan diucapkannya. Muslich (2008: 114-115), mengatakan bahwa jeda atau senyapan memiliki fungsi yang lebih penting dalam bahasa Indonesia yaitu sebagai pembeda makna. Peletakan jeda atau senyapan yang tepat dapat memberikan maksud yang tepat dari sebuah kalimat. Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian ini, senyapan atau jeda dalam kalimat yang diproduksi oleh informan terletak pada awal kalimat, tengah kalimat dan akhir kalimat. Penelitian ini menemukan sebuah fakta bahwa jeda juga memiliki durasi. Peneliti mengklasifikasikan hal tersebut menjadi dua jenis durasi yaitu durasi jeda antara 0 sampai 2 detik dan durasi jeda antara 2-4 detik. Durasi jeda erat hubungannya dengan perilaku penyerta berupa gerakan tubuh misalnya tangan dan gesture. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa jenis penjedaan dalam produksi kalimat penyandang gagap juga memengaruhi durasi jeda. Dalam penjedaan isi, durasi jeda relatif lebih singkat dibanding durasi jeda diam. Durasi jeda isi berkisar antara 1-2 detik, hal ini berupa kesenyapan sementara yang bisaanya dikarenakan karena hilang fokus 5 ataupun kesulitan penyamapaian oleh penutur. Sementara temuan mengenai durasi jeda diam menunjukkan bahwa durasi jeda diam lebih lama dari jeda isi, yaitu antara 2-4 detik bahkan pada gejala tertentu jeda diam ini bisa membuat kalimat yang akan diproduksi tidak jadi diproduksi. Durasi jeda yang berkisar antara 0-2 detik bisaa disebut jeda isi dan jeda yang berkisar antara 2-4 detik disebut jeda isi. Ketiga, perilaku penyerta yang terjadi ketika informan sedang memproduksi kalimat. Terbagi menjadi lima yaitu, (1) perilaku penyerta berupa mimik wajah, (2) perilaku penyerta berupa gerakan tangan, (3) perilaku penyerta berupa arah pandangan, (4) perilaku penyerta berupa gerakan bibir, dan (5) perilaku penyerta berupa gerakan-gerakan dari bagian tubuh yang lain. PEMBAHASAN Struktur Kalimat yang Diproduksi Penyandang Gagap Struktur kalimat penyandang gagap yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi (1) struktur kalimat teratur, (2) struktur kalimat lompat, dan (3) struktur kalimat tidak tuntas. Struktur kalimat adalah hubungan struktural antara katadengan kata, atau kelompok kata dengan kelompok kata yang lain dan berbedabeda. Produksi kalimat, sebagai bentuk dari kegiatan berkomunikasi juga menghasilkan kalimat-kalimat dengan struktur-struktur tertentu. Bentuk struktur kalimat adalah pola dari sebuah kalimat berdasarkan letak fungsi sintaksisnya, meliputi subjek, predikat, objek, dan keterangan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diperoleh temuan mengenai struktur kalimat yang diproduksi penyandang gagap dan pengaruh gagap terhadap struktur kalimat. Pertama, pembahasan mengenai struktur kalimat yang diproduksi penyandang gagap. Dalam penelitian ini, pembahasan mengenai struktur kalimat yang diproduksi penyandang gagap meliputi tiga temuan, yaitu struktur kalimat teratur, struktur kalimat tidak tuntas, dan struktur kalimat lompat. Keberadaan kalimat dengan struktur yang teratur dalam produksi kalimat oleh penyandang gagap ini menunjukkan bahwa pemahaman yang tinggi dari informan mengenai pertanyaan yang diajukan sehingga informan tidak kesulitan menjawab. Asumsi lainnya adalah informan berada dalam kondisi suasana santai sehingga kalimat yang diproduksi lebih teratur. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa orang yang gagap akan lebih sulit untuk berbicara lancar jika mengalami stres, kelelahan atau berbicara di depan orang banyak tapi kebanyakan orang yang gagap akan lebih mudah berbicara jika dalam suasana yang santai. Keberadaan struktur kalimat tidak tuntas dalam produksi kalimat oleh penyandang gagap ini diperkirakan memiliki kesamaan dengan struktur kalimat tidak teratur. Keduanya diperkirakan disebabkan oleh faktor kebingungan menjawab atau menyampaikan konsep dan penyampaian yang tidak teratur (terlalu cepat). Melihat gejala yang ditimbulkan, kondisi kemungkinan penyebab struktur kalimat tidak tuntas lebih parah dibandingkan dengan gejala struktur kalimat tidak teratur. Pada struktur kalimat tidak tuntas, gejala yang muncul lebih parah sehingga produksi kalimatnya terpotong sehingga tidak memiliki makna yang tidak utuh dan susah untuk dipahami. Dalam struktur kalimat tidak tuntas, ditemukan sebuah jeda isi yang letaknya di akhir kalimat. Jeda isi di akhir kalimat menunjukkan bahwa penyandang gagap memiliki sebuah konsep kata atau kalimat yang sebenarnya ingin diucapkan, namun tidak dapat terproduksi dengan baik sehingga membentuk sebuah jeda sekaligus menjadikan struktur kalimatnya tidak 6 tuntas. Kesenyapan dan keraguan dalam ujaran terjadi karena pembicara lupa kata-kata apa yang dia perlukan, atau dia sedang mencari kata yang paling tepat, dsb. Kesalahan kilir lidah seperti kelapa untuk kepala menunjukkan bahwa kata ternyata tidak tersimpan secara utuh dan orang harus meramunya (Meyer 2000: 51). Pendapat ahli tersebut mendasari pembahasan tentang struktur kalimat tidak tuntas yang terjadi pada penyandang gagap. Struktur kalimat tidak tuntas yang diproduksi oleh penyandang gagap terjadi karena hilang konsep kata atau takut untuk mengucapkan kata-kata sulit sehingga yang terjadi hanya sebuah jeda diam. Keberadaan struktur kalimat yang terlihat lompat dalam produksi kalimat oleh penyandang gagap disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ketidaksiapan informan ketika menjawab, konsep jawaban yang tidak utuh, dan pelesapan fungsi kalimat yang tidak membentuk koherensi kalimat. Kedua, pengaruh gagap terhadap produksi kalimat. Produksi kalimat yang dihasilkan oleh penyandang gagap tidak selalu teratur sesuai dengan pola yang baik dalam bahasa Indonesia. Struktur kalimat yang tidak baku ini bisaanya disebabkan karena produksi kalimat tidak utuh (pelesapan), produksi kalimat tidak selesai, produksi kalimat yang memiliki lebih dari satu makna, hingga produksi kalimat yang tidak sesuai konsep pikiran. Kalimat seharusnya memiliki kesatuan makna, sementara karakteristik penyandang gagap cenderung kesulitan dalam membentuk konsep berfikir dan membentuk satu kalimat dengan kesatuan makna. Selain itu, kesulitan dalam penyampaian juga mempengaruhi struktur kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap. Dalam kasus ini, sering kali informan melakukan kesalahan pembentukan kalimat karena informan mengalami kehilangan fokus, menyampaikan sesuatu yang tidak dikehendaki, ataupun terlalu hati-hati dalam menyusun kalimat yang justru membuat kalimat yang terbentuk menjadi tidak baku. Penjedaan dalam Kalimat yang Diproduksi oleh Penyandang Gagap. Penjedaan yang terjadi ketika penyandang gagap memproduksi kalimat terbagi menjadi jeda diam dan jeda isi. Masing-masing jeda tersebut memiliki durasi dan letak yang berbeda. Jeda di dalam sebuah kalimat memiliki peranan yang cukup penting. Jeda berfungsi sebagai salah satu pemberi makna pada kalimat. Jeda dapat hadir baik antarkalimat, antarfrase, antarkata, antarmorfem, antarsilaba, maupun antarfonem. Pada kalimat yang telah diproduksi oleh penyandang gagap, jeda muncul secara tidak teratur. Kemunculanan jeda pun terbagi menjadi dua jenis yaitu, jeda isi dan jeda diam. Kemunculan jeda yang tidak biasa pada produksi kalimat penyandang gagap sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyandang gagap memiliki gangguan dalam berkomunikasi yang ditandai oleh satu dari beberapa karakteristik, antara lain (1) repetisis dari suara- suara dan suku kata, (2) perpanjangan pada suara- suara tertentu, (3) penyisipan suara- suara yang tidak tepat, (4) kata - kata yang terputus, seperti adanya jeda di antara kata - kata yang diucapkan, (5) hambatan dalam berbicara, (6) circumlocution (subtitusi kata - kata alternatif untuk menghindari kata- kata yang bermasalah), (7) tampak adanya tekanan fisik ketika mengucapkan kata - kata, dan (8) repetisi dari kata yang terdiri dari suku kata tunggal (Dittmann, 2000: 14). 7 Kemunculan jeda isi dalam penelitian ini dapat dideteksi pada beberapa kondisi tertentu. Kemunculan jeda isi dalam kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap biasanya terjadi di awal, tengah kalimat, dan akhir kalimat. Jeda isi di awal kalimat kemungkinan disebabkan oleh ketidaksiapan ataupun hatihati berlebih dalam memulai atau meyusun kalimat. Adapun, kemunculan jeda isi di tengah kalimat terjadi saat informan bingung menjawab, hilang fokus, dan saat informan kesulitan atau tidak bisa menyampaikan maksud. Jeda isi di akhir kalimat menunjukkan bahwa penyandang gagap memiliki sebuah konsep kata atau kalimat yang sebenarnya ingin diucapkan, namun tidak dapat terproduksi dengan baik sehingga membentuk sebuah jeda sekaligus menjadikan struktur kalimatnya tidak tuntas. Kemunculan jeda diam dalam penelitian ini dapat dideteksi pada beberapa kondisi tertentu. Kemunculan jeda diam dalam kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap biasanya terjadi di awal, tengah, dan akhir kalimat. Kemunculan jeda diam di awal kalimat terjadi ketika informan tidak siap dalam menjawab ataupun kehilangan ide atau gagasan untuk menjawab. kemudian, kemunculan jeda diam di tengah kalimat rata-rata disebabkan oleh hilang fokus yang parah di tengah produksi kalimat. Adapun jeda diam di akhir kalimat menunjukkan bahwa penyandang gagap memiliki sebuah konsep kata atau kalimat yang sebenarnya ingin diucapkan, namun tidak dapat terproduksi dengan baik sehingga membentuk sebuah jeda sekaligus menjadikan struktur kalimatnya tidak tuntas. Boomer dalam Dardjowidjojo (2012: 146) menerangkan ada yang mengatakan bahwa senyapan terdapat terutama sesudah kata pertama dalam suatu kalimat atau klausa. Namun peneliti mendapat temuan bahwa senyapan juga terjadi pada akhir kalimat yang berkaitan dengan struktur kalimat tidak tuntas. Clark & Clark (1997: 267) menyatakan para ahli sepakat bahwa senyapan terjadi di tempat-tempat tertentu yakni, (1) jeda gramatikal, (2) batas konstituen yang lain, dan (3) sebelum kata utama pertama dalam konstituen. Pendapat tersebut menjadi rujukan bagi peneliti untuk menguatkan pendapat dalam penelitian ini. Namun, untuk poin ketiga, peneliti kurang sepakat karena pada jeda diam akhir kalimat, tidak ada kata yang diucapkan oleh informan, hanya berupa jeda diam. jadi peneliti mempunyai sebuah pandangan bahwa letak jeda juga pada akhir kalimat. Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa sebenarnya perbedaan jeda diam dan jeda isi hanya pada tingkat keparahan gejala. Jeda isi terjadi karena gejala gagap yang relatif rendah sampai sedang, adapun jeda diam terjadi karena gejala yang lebih parah dan bahkan memungkinkan penyandang gagap kehilangan gagasan dan menghentikan percakapan. Hal ini juga ditandai dengan durasi jeda yang dihasilkan. Durasi jeda isi berkisar antara 1-2 detik, adapun durasi jeda diam berkisar antara 2-4 detik bahkan jika gejala yang muncul parah, maka jeda diam bisa menyebabkan penyandang gagap memutus kalimat. Pada penyandang gagap terhadap penyebab lain yang menyebabkan terjadinya jeda karena ketidaksiapan, kehilangan fokus saat berbicara, tidak bisa menyampaikan maksud dalam pikiran, sampai terlalu hati-hati dalam berbicara. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Dardjowidjojo (2005:144) yang menjelaskan bahwa kehadiran jeda atau senyapan dapat diakibatkan oleh (1) ketidaksiapan dalam memulai percakapan, (2) kealpaan terhadap proses pemilihan kata yang 8 akan digunakan, dan (3) kehati-hatian dalam penggunaan kata. Namun, selain faktor tersebut, kemunculan penjedaan pada penyandang gagap juga disebabkan oleh ketidakmampuan dalam mengatur sirkulasi oksigen di dalam paru-parunya. Penyandang gagap, memiliki tingkat kehati-hatian yang sangat tinggi terhadap pilihan kata. Pengaruh kehadiran konsonan dalam sebuah kata yang diproduksi ikut mempengaruhi jumlah udara yang keluar dari paru-paru ketika memproduksi sebuah kalimat. Oleh karena itu, semakin banyak jeda isi semakin kacau tatanan struktur dan intonasi dari sebuah kalimat yang diproduksi. Adapun jeda diam yang muncul, selain sebagai lambang terjadinya pelepasan fungsi kalimat, juga menjadi penanda kehati-hatian dalam memilih kata dan proses berfikir serta kesiapan dalam memproduksi kalimat. Perilaku Penyerta yang Ditunjukkan oleh Penyandang Gagap. Perilaku penyerta yang muncul ketika penyandang gagap memproduksi kalimat terbagi menjadi perilaku penyerta berupa gerakan bibir, arah pandangan, gerakan tangan, mimik wajah, serta gerakan tubuh yang lain. Penyandang gagap adalah seseorang yang mengalami gangguan pada kemampuan motoriknya. Gerakan-gerakan penyandang gagap sulit untuk dikendalikan. Sekecil apapun gerakan yang muncul, menimbulkan efek pada performa mereka. Di dalam kegiatan berbahasa, terutama kegiatan memproduksi kalimat, penyandang gagap juga memunculkan gerakan-gerakan yang sedikit banyak mempengaruhi produksi kalimat. Oleh karena itu, dalam hasil analisis data ditemukan dua jenis gerakan yang mempengaruhi proses produksi kalimat. Kedua jenis gerakan tersebut adalah (1) gerakan yang membantu proses produksi kalimat dan (2) gerakan yang menghambat proses produksi kalimat. Berdasarkan temuan penelitian, dapat diketahui bahwa gerakan kecil dan ringan merupakan gerakan yang cukup membantu penyandang gagap. Gerakan seperti menggerak-gerakkan tangan adalah gerakan yang membantu memproduksi kalimat. Gerakan menulis, berjalan, dan mengubah posisi duduk, merupakan gerakan yang menghambat produksi kalimat. Gerakan-gerakan ini memberikan pengaruh santai kepada penyandang gagap sehingga membantu produksi kalimat. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa orang yang gagap akan lebih sulit untuk berbicara lancar jika mengalami stres, kelelahan atau berbicara di depan orang banyak,tapi kebanyakan orang yang gagap akan lebih mudah berbicara jika dalam suasana yang santai. Penyandang gagap, akan memproduksi kalimat dengan intonasi final yang tidak sempurna, struktur yang tidak tersusun rapi, dan senyapan yang tidak teratur, apabila penyandang gagap melakukan gerakan-gerakan yang terlalu berlebih, seperti menulis atau berjalan. Hal ini terjadi, karena gerakan-gerakan tersebut mengganggu konsentrasi dan pengaturan diri terhadap kemampuan motorik (bergerak, bernafas, dan berbicara) mereka. Akan tetapi, gerakan yang ringan dan sederhana dapat membantu memproduksi kalimat yang dibantu pula oleh kehadiran senyapan diam sebagai bentuk dari kesiapan memproduksi kalimat. 9 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis, dapat ditarik kesimpulan mengenai (1) struktur kalimat yang dihasilkan penyandang gagap, (2) penjedaan kalimat yang dihasilkan oleh penyandang gagap, dan (3) perilaku penyerta yang ditunjukkan oleh penyandang gagap ketika memproduksi kalimat. Struktur kalimat yang dihasilkan penyandang gagap dibedakan menjadi tiga, yaitu struktur kalimat teratur, struktur tidak tuntas, dan struktur kalimat lompat. Produksi kalimat yang dihasilkan oleh penyandang gagap tidak selalu teratur sesuai dengan pola yang baik dalam bahasa Indonesia serta tidak memiliki koherensi yang baik. Struktur kalimat yang tidak baku ini biasanya disebabkan karena produksi kalimat tidak utuh (pelesapan), produksi kalimat tidak selesai, produksi kalimat yang memiliki lebih dari satu makna, hingga produksi kalimat yang tidak sesuai konsep pikiran. Penjedaan kalimat yang dihasilkan oleh penyandang gagap dibedakan menjadi dua, yaitu jeda isi dan jeda diam. Kemunculan jeda isi dalam kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap terjadi di awal,tengah, dan akhir kalimat. Kemunculan jeda diam dalam kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap biasanya terjadi di awal, tengah, dan akhir kalimat. Kemunculan jeda diam terjadi ketika informan tidak siap dalam menjawab ataupun kehilangan ide atau gagasan untuk menjawab, dan hilang fokus yang parah di tengah proses produksi kalimat. Perilaku penyerta yang dihasilkan oleh penyandang gagap meliputi mimik wajah, gerakan tangan, arah pandangan, gerakan bibir, dan gerakan-gerakan tubuh yang lain. Mimik wajah yang ditunjukkan oleh penyandang gagap dalam memproduksi kalimat meliputi mimik wajah terkejut, cerah, bingung, canggung, riang, dan datar. Gerakan tangan yang ditunjukkan oleh penyandang gagap dalam memproduksi kalimat meliputi gerakan tangan mengukir dengan telunjuk, menggaruk kepala, dan menggambar di udara. Arah pandangan yang ditunjukkan oleh penyandang gagap dalam memproduksi kalimat meliputi arah pandangan depan, samping, atas, dan bawah. Gerakan bibir yang ditunjukkan oleh penyandang gagap dalam memproduksi kalimat meliputi gerakan bibir ke depan dan gerakan bibir mengunyah. Adapun gerakan-gerakan dari bagian tubuh lain yang ditunjukkan oleh penyandang gagap dalam memproduksi kalimat meliputi gerakan tubuh maju, bergeser, menyamping, membungkuk, dan gerakan tubuh ke depan. Saran Berdasarkan analisis penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa gagap memiliki karakteristik, gejala, dan pengaruh pada produksi kalimat. Berdasarkan hasil tersebut, saran yang dapat diberikan antara lain sebagai berikut. Kepada peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian lebih lanjut mengenai gangguan berbahasa lainnya untuk memperkaya pengetahuan mengenai gangguan berbahasa, sehingga dapat dikembangan solusi terbaik yang mampu mengatasi gangguan berbahasa. Selain hal di atas, penelitian ini juga bermanfaat untuk memperkaya khasanah temuan penelitian dalam lingkup psikolinguistik, memberikan masukan terhadap penyandang gagap sehingga tidak mempunyai dampak negatif terhadap proses komunikasinya, dan manfaat bagi para guru adalah dapat memberikan 10 bantuan kepada penyandang gagap di kelas sehingga tidak mengalami hambatan dalam kegiatan belajar mengajar. DAFTAR RUJUKAN Cahyono, B.Y. 1994. Kristal – Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press. Clark, H. H. dan E. V. Clark. 1997. Psychology and Language: An Introduction to Psycholinguistics. New York: Harcourt Brace and Jovanovich, Inc. Dardjowidjojo, S. 2005. Psikolinguistik, Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Dardjowidjojo, S. 2012. Psikolinguistik, Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Dittmann, A.T. (Ed). 2000. Journal of Personality and Social Psychology. San Fransisco: APA. Meyer, A. S. 2000. Form Representation in Word Formation. Dalam Wheeldon (Ed.), Aspects of Language Production (hlm 34-39). Birmingham: Psychology Press. Muslich, M. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia, Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Galia Indonesia. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. Tarigan, H.G. 1986. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. http://kerriemearns.blogspot.com/2010/06/gangguan-gagap.html (Online), diakses 21 Februari 2013. http://niethazakia.blogspot.com/2012/10/gangguan-kelancaran-berbicaragagap.html. (Online) diakses 20 Maret 2013.