praba prayascitta - Jurnal Online UM

advertisement
1
PRODUKSI KALIMAT PADA PENYANDANG GAGAP
Praba Prayascitta, Widodo, dan Karkono
Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected]
ABSTRAK: Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan (1) struktur kalimat
penyandang gagap, (2) penjedaan yang dihasilkan pada penyandang gagap, dan
(3) perilaku penyerta yang ditunjukkan oleh penyandang gagap ketika
memproduksi kalimat. Desain penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan
kajian studi kasus. Hasil penelitian adalah: (1) struktur kalimat pada penyandang
gagap terbagi menjadi tiga yaitu struktur kalimat teratur, struktur kalimat tidak
tuntas, dan struktur kalimat lompat; (2) penjedaan yang dihasilkan pada
penyandang gagap terbagi menjadi jeda diam dan jeda isi. Letak jeda diam pada
awal, tengah, dan akhir kalimat. Adapun jeda isi terletak pada awal dan tengah
kalimat; dan (3) perilaku penyerta yang dihasilkan penyandang gagap berupa
mimik wajah, gerakan tangan, arah pandangan, gerakan bibir, dan gerakan tubuh
yang lain.
Kata Kunci: produksi kalimat, gangguan berbahasa, gangguan berbicara,
penyandang gagap.
Bahasa merupakan sistem tanda bunyi yang arbitrer dan telah disepakati
serta dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Dalam hal ini, kelompok
masyarakat ‘tertentu’ yang dimaksud adalah satu kesatuan masyarakat dalam
suatu wilayah yang memiliki pemahaman bersama terhadap bahasa yang
digunakan sebagai alat komunikasi.
Salah satu faktor dalam diri manusia yang memiliki pengaruh besar dalam
kegiatan berbahasa adalah sistem kerja otak. Sistem kerja otak memiliki pengaruh
besar terhadap kegiatan berbahasa. Besarnya pengaruh sistem kerja otak dalam
kegiatan berbahasa karena otak merupakan sentral dari seluruh kegiatan tubuh
manusia. Oleh karena itu, jika sistem kerja otak terganggu, maka otomatis
kegiatan berbahasa juga terganggu.
Salah satu kelainan bawaan yang menyerang sistem kerja saraf atau otak
adalah gangguan berbicara pada penyandang gagap. Gagap atau stuttering
merupakan salah satu bentuk kelainan bicara yang ditandai dengan tersendatnya
pengucapan kata-kata. Gagap terjadi ketika sebagian kata terasa lenyap, penutur
mengetahui kata itu, akan tetapi tidak dapat menghasilkannya (Cahyono,
1994:262). Wujudnya secara umum, tiba-tiba anak kehilangan ide untuk
mengucapkan apa yang ingin dia ungkapkan sehingga suara yang keluar terpatahpatah dan diulang-ulang sampai tidak mampu mengeluarkan bunyi suara
sedikitpun untuk beberapa lama. Reaksi ini bersamaan dengan kekejangan otot
leher dan diafragma yang disebabkan oleh tidak sempurnanya koordinasi otot-otot
bicara. Bila ketegangan sudah berlalu, akan meluncur serentetan kata-kata sampai
ada kekejangan otot lagi.
Pendapat lainnya menyatakan bahwa gagap adalah masalah gangguan
bicara yang mempengaruhi kefasihan berbicara. Mereka yang mengalami
kesulitan ini ditandai pengulangan bagian pertama dari kata yang ingin
diucapkannya atau menahan bunyi tunggal di tengah kata. Sebagian orang yang
2
gagap malah lebih parah, tidak ada satupun kata yang terucap, semua tertahan di
kerongkongan.
Menyimak adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat
reseftif. Dengan demikian di sini berarti bukan sekedar mendengarkan bunyibunyi bahasa melainkan sekaligus memahaminya. Dalam bahasa pertama (bahasa
ibu), kita memperoleh keterampilan mendengarkan melalui proses yang tidak kita
sadari sehingga kitapun tidak menyadari begitu kompleksnya proses
pemmerolehan keterampilan mendengar tersebut.
Berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan
pikiran, gagasan, serta perasaan (Tarigan, 1986:14). Dapat dikatakan bahwa
berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan
yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot tubuh manusia demi
maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara
merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik.
Produksi kalimat merupakan sebuah tahap yang menghasilkan tuturan
yang melalui tiga tahap dasar. Tiga tahap itu antara lain, yaitu (1) konseptualisasi
atau pembuatan konsep, (2) formulasi atau penyusunan kategori dan struktur
sintaktik, dan (3) artikulasi atau perwujudan dalam bentuk bunyi.
Ada beberapa hal lain, selain ketiga tahap dalam menghasilkan tuturan,
yang perlu diperhatikan dalam produksi kalimat yakni senyapan dan kekeliruan
yang bisa terjadi. Dardjowidjojo (2005:143) menyatakan bahwa, senyapan terjadi
dapat disebabkan oleh dua hal yakni keraguan pembicara dan pernafasan.
Kekeliruan dalam memproduksi kalimat dapat disebabkan kilir lidah dan afasia.
Dardjowidjojo (2012:142) berpendapat bahwa yang dipakai untuk
menyimpulkan proses mental yang terjadi pada waktu kita berujar ada dua
macam, yakni, senyapan (pause) dan kekeliruan (errors). Kekeliruan itu sendiri
terbagi menjadi dua kelompok, yakni, kekeliruan karena kilir lidah dan kekeliruan
karena pembicara menderita afasia. Senyapan (pauses) pada dasaranya ketika
pengujaran yang ideal terwujud dalam suatu bentuk ujaran yang lancar, sejak
ujaran itu dimulai sampai ujaran itu selesai. Kata-katanya terangkai dengan rapi,
diujarkan dalam suatu urutan yang tak terputus, dan kalu pun ada senyapan,
senyapan itu terjadi pada konstituen-konstituen yang memang memungkinkan
untuk disenyapi. Intonasinya pun merupakan suatu kesatuan dari awal sampai
akhir. Akan tetapi, ujaran ideal semacam itu tidak selamanya kita buat. Tidak
semua orang dapat berbicara selancar ini untuk semua topik pembicaraan. Pada
umumnya orang berbicara sambil berpikir sehingga makin sulit topik yang
dibicarakan makin besar jumlah senyapan yang muncul.
Penyandang gagap adalah seseorang yang mengalami gangguan pada
kemampuan motoriknya. Gerakan-gerakan penyandang gagap sulit untuk
dikendalikan. Sekecil apapun gerakan yang muncul, menimbulkan efek pada
performa mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan produksi kalimat pada
penyandang gagap. Terdapat tiga hal yang menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu
(1) mengetahui struktur kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap, (2)
mengetahui penjedaan yang terjadi ketika penyandang gagap memproduksi
3
kalimat, dan (3) mengetahui perilaku penyerta yang muncul ketika penyandang
gagap memproduksi kalimat.
METODE
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif. Kealamiahan dari
penelitian ini dapat dilihat dari objek yang digunakan, yaitu objek yang asli atau
alamiah, tidak mengada-ada dan tentunya tidak ada manipulasi. Penelitian ini
menggunakan seorang penyandang gagap sebagai sumber data yang menghasilkan
data dan menjadi pembahasan dalam penelitian ini. Data yang ditemukan berupa
produksi kalimat penyandang gagap, penjedaan atau senyapan dalam kalimat, dan
perilaku penyerta yang ditunjukkan oleh informan ketika memproduksi kalimat
baik dalam konteks informal atau formal. Konteks informal di sisni berarti bahwa
penyandang gagap memproduksi dalam sebuah pembicaraan santai dengan
peneliti. Adapun konteks formal terjadi ketika informan melakukan diskusi kelas
dengan teman-temannya. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik untuk
memperoleh data. Teknik yang digunakan beserta kegunaannya terbagi menjadi
empat. Pertama, observasi partisipatif yaitu peneliti tidak ikut di dalam kehidupan
yang akan diteliti, dan secara terpisah bertindak sebagai pengamat. Dalam hal ini
peneliti hanya bertindak sebagai penonton saja tanpa harus ikut terjun langsung ke
lapangan.
Kedua, wawancara tak terstruktur untuk mencari data-data alamiah dari
informan. pelaksanaan wawancara tak terstruktur menggunakan media perekaman
yang hanya terbatas pada aspek audio saja. Penggunaan media perekaman audio
ini bertujuan untuk merekam semua perkataan dari informan untuk selanjutnya
ditranskrip dan diklasifikasi berdasar rumusan masalah yaitu struktur kalimat dan
penjedaan. Selain itu dalam proses wawancara tak terstruktur ini, peneliti juga
menyiapkan catatan lapangan yang berfungsi untuk mencatat perilaku penyerta
yang ditunjukkan oleh informan ketika memproduksi kalimat.
Ketiga, transkrip data dilakukan ketika hasil wawancara tak terstruktur
yang berbentuk rekaman audio selesai dilakukan. Hasil wawancara tersebut
diubah menjadi bentuk tulisan. Kegunaan dari transkrip adalah untuk
mempermudah proses pengerjaan laporan penelitian karena data yang tersaji
sudah dalam bentuk tulisan.
Keempat, pengodean dalam metode penelitian ini adalah menganalisis data
yang telah didapat ketika proses wawancara. Analisis data yang dilakukan
berdasarkan catatan lapangan dan rekaman audio yang diperoleh peneliti saat
melakukan proses wawancara.
Penelitian ini menggunakan instrumen yang difungsikan ketika terjadi
proses wawancara, yaitu handphone sebagai media untuk merekam produksi
kalimat yang berbentuk audio, catatan lapangan yang berguna untuk mencatat
perilaku penyerta yang ditunjukkan oleh informan ketika memproduksi kalimat,
dan format table atau isian yang digunakan untuk mengklasifikasikan hasil dari
data yang diinginkan berupa struktur kalimat, penjedaan, dan perilaku penyerta
yang terjadi dalam proses produksi kalimat penyandang gagap.
Teknik yang digunakan dalam menganalisis data yang didapat terdiri dari
lima tahap hingga didapatkan kesimpulan dari analisis data, yaitu (1) data yang
telah didapat berupa hasil rekaman kemudian ditranskrip ke dalam bentuk tulisan,
4
(2) melakukan pengodean setelah data terkumpul, (3) mengklasifikasikan data
yang telah terkumpul berdasarkan rumusan masalah, (4) identifikasi dan
penafsiran, dan (5) penafsiran selesai, kemudian ditarik kesimpulan.
HASIL
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan tiga macam hal
yang berpengaruh pada produksi kalimat penyandang gagap yaitu struktur
kalimat, penjedaan atau senyapan, dan perilaku penyerta. Pertama, struktur
kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap terbagi menjadi tiga yaitu; (1)
struktur kalimat teratur yang berarti jawaban informan mempunyai struktur
kalimat teratur dan dapat dipahami, (2) struktur kalimat lompat yang berarti
kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap tidak selesai kemudian
dilanjutkan dengan kalimat lain yang memiliki fokus berbeda sehingga tidak
membentuk kesatuan makna, dan (3) struktur kalimat tidak tuntas yang berarti
ketika informan mengucapkan sebuah kalimat, maka akan terhenti di tengah jalan
dan makna utuh dalam ucapan tersebut tidak akan diketahui secara sempurna.
Kedua, penjedaan yang diproduksi ketika penyandang gagap sedang
memproduksi kalimat dibagi menjadi dua yaitu jeda isi dan jeda diam. Jeda isi
dalam produksi kalimat penyandang gagap biasanya berdurasi antara 0-2 detik.
Penanda keberadaan jeda isi pada produksi kalimat penyandang gagap dalam
penelitian ini ditemukan saat berada dalam kondisi (1) penutur tidak siap memulai
percakapan, (2) mengalami kealpaan saat proses pemilihan kata, (3) kehilangan
fokus saat menjawab, dan (4) terlalu hati-hati dalam menjawab.
Yang kedua adalah jeda diam. Biasanya durasi jeda isi yang dialami oleh
penyandang gagap yaitu berkisar antara 2-4 detik. Penanda keberadaan jeda diam
pada produksi kalimat penyandang gagap dalam penelitian ini ditemukan saat
penutur berada dalam kondisi (1) penutur tidak siap memulai percakapan, (2)
mengalami kealpaan saat proses pemilihan kata, (3) kehilangan fokus saat
menjawab, dan (4) terlalu hati-hati dalam menjawab. Karakteristik kemunculan
jeda diam ini sama dengan karakteristik kemunculan jeda isi, tapi yang
membedakan adalah durasi yang diperlakukan oleh penutur dalam memproduksi
kalimat maupun kekuatan pernafasan si penutur setiap memproduksi kalimat yang
akan diucapkannya.
Muslich (2008: 114-115), mengatakan bahwa jeda atau senyapan memiliki
fungsi yang lebih penting dalam bahasa Indonesia yaitu sebagai pembeda makna.
Peletakan jeda atau senyapan yang tepat dapat memberikan maksud yang tepat
dari sebuah kalimat. Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian ini, senyapan
atau jeda dalam kalimat yang diproduksi oleh informan terletak pada awal
kalimat, tengah kalimat dan akhir kalimat.
Penelitian ini menemukan sebuah fakta bahwa jeda juga memiliki durasi.
Peneliti mengklasifikasikan hal tersebut menjadi dua jenis durasi yaitu durasi jeda
antara 0 sampai 2 detik dan durasi jeda antara 2-4 detik. Durasi jeda erat
hubungannya dengan perilaku penyerta berupa gerakan tubuh misalnya tangan
dan gesture. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa jenis penjedaan dalam produksi kalimat penyandang gagap juga
memengaruhi durasi jeda. Dalam penjedaan isi, durasi jeda relatif lebih singkat
dibanding durasi jeda diam. Durasi jeda isi berkisar antara 1-2 detik, hal ini
berupa kesenyapan sementara yang bisaanya dikarenakan karena hilang fokus
5
ataupun kesulitan penyamapaian oleh penutur. Sementara temuan mengenai durasi
jeda diam menunjukkan bahwa durasi jeda diam lebih lama dari jeda isi, yaitu
antara 2-4 detik bahkan pada gejala tertentu jeda diam ini bisa membuat kalimat
yang akan diproduksi tidak jadi diproduksi. Durasi jeda yang berkisar antara 0-2
detik bisaa disebut jeda isi dan jeda yang berkisar antara 2-4 detik disebut jeda isi.
Ketiga, perilaku penyerta yang terjadi ketika informan sedang
memproduksi kalimat. Terbagi menjadi lima yaitu, (1) perilaku penyerta berupa
mimik wajah, (2) perilaku penyerta berupa gerakan tangan, (3) perilaku penyerta
berupa arah pandangan, (4) perilaku penyerta berupa gerakan bibir, dan (5)
perilaku penyerta berupa gerakan-gerakan dari bagian tubuh yang lain.
PEMBAHASAN
Struktur Kalimat yang Diproduksi Penyandang Gagap
Struktur kalimat penyandang gagap yang ditemukan dalam penelitian ini
meliputi (1) struktur kalimat teratur, (2) struktur kalimat lompat, dan (3) struktur
kalimat tidak tuntas. Struktur kalimat adalah hubungan struktural antara katadengan kata, atau kelompok kata dengan kelompok kata yang lain dan berbedabeda. Produksi kalimat, sebagai bentuk dari kegiatan berkomunikasi juga
menghasilkan kalimat-kalimat dengan struktur-struktur tertentu. Bentuk struktur
kalimat adalah pola dari sebuah kalimat berdasarkan letak fungsi sintaksisnya,
meliputi subjek, predikat, objek, dan keterangan.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diperoleh temuan mengenai
struktur kalimat yang diproduksi penyandang gagap dan pengaruh gagap terhadap
struktur kalimat. Pertama, pembahasan mengenai struktur kalimat yang
diproduksi penyandang gagap. Dalam penelitian ini, pembahasan mengenai
struktur kalimat yang diproduksi penyandang gagap meliputi tiga temuan, yaitu
struktur kalimat teratur, struktur kalimat tidak tuntas, dan struktur kalimat lompat.
Keberadaan kalimat dengan struktur yang teratur dalam produksi kalimat oleh
penyandang gagap ini menunjukkan bahwa pemahaman yang tinggi dari informan
mengenai pertanyaan yang diajukan sehingga informan tidak kesulitan menjawab.
Asumsi lainnya adalah informan berada dalam kondisi suasana santai sehingga
kalimat yang diproduksi lebih teratur. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa
orang yang gagap akan lebih sulit untuk berbicara lancar jika mengalami stres,
kelelahan atau berbicara di depan orang banyak tapi kebanyakan orang yang
gagap akan lebih mudah berbicara jika dalam suasana yang santai.
Keberadaan struktur kalimat tidak tuntas dalam produksi kalimat oleh
penyandang gagap ini diperkirakan memiliki kesamaan dengan struktur kalimat
tidak teratur. Keduanya diperkirakan disebabkan oleh faktor kebingungan
menjawab atau menyampaikan konsep dan penyampaian yang tidak teratur
(terlalu cepat). Melihat gejala yang ditimbulkan, kondisi kemungkinan penyebab
struktur kalimat tidak tuntas lebih parah dibandingkan dengan gejala struktur
kalimat tidak teratur. Pada struktur kalimat tidak tuntas, gejala yang muncul lebih
parah sehingga produksi kalimatnya terpotong sehingga tidak memiliki makna
yang tidak utuh dan susah untuk dipahami. Dalam struktur kalimat tidak tuntas,
ditemukan sebuah jeda isi yang letaknya di akhir kalimat. Jeda isi di akhir kalimat
menunjukkan bahwa penyandang gagap memiliki sebuah konsep kata atau kalimat
yang sebenarnya ingin diucapkan, namun tidak dapat terproduksi dengan baik
sehingga membentuk sebuah jeda sekaligus menjadikan struktur kalimatnya tidak
6
tuntas. Kesenyapan dan keraguan dalam ujaran terjadi karena pembicara lupa
kata-kata apa yang dia perlukan, atau dia sedang mencari kata yang paling tepat,
dsb. Kesalahan kilir lidah seperti kelapa untuk kepala menunjukkan bahwa kata
ternyata tidak tersimpan secara utuh dan orang harus meramunya (Meyer 2000:
51). Pendapat ahli tersebut mendasari pembahasan tentang struktur kalimat tidak
tuntas yang terjadi pada penyandang gagap. Struktur kalimat tidak tuntas yang
diproduksi oleh penyandang gagap terjadi karena hilang konsep kata atau takut
untuk mengucapkan kata-kata sulit sehingga yang terjadi hanya sebuah jeda diam.
Keberadaan struktur kalimat yang terlihat lompat dalam produksi kalimat
oleh penyandang gagap disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ketidaksiapan
informan ketika menjawab, konsep jawaban yang tidak utuh, dan pelesapan fungsi
kalimat yang tidak membentuk koherensi kalimat.
Kedua, pengaruh gagap terhadap produksi kalimat. Produksi kalimat yang
dihasilkan oleh penyandang gagap tidak selalu teratur sesuai dengan pola yang
baik dalam bahasa Indonesia. Struktur kalimat yang tidak baku ini bisaanya
disebabkan karena produksi kalimat tidak utuh (pelesapan), produksi kalimat tidak
selesai, produksi kalimat yang memiliki lebih dari satu makna, hingga produksi
kalimat yang tidak sesuai konsep pikiran.
Kalimat seharusnya memiliki kesatuan makna, sementara karakteristik
penyandang gagap cenderung kesulitan dalam membentuk konsep berfikir dan
membentuk satu kalimat dengan kesatuan makna. Selain itu, kesulitan dalam
penyampaian juga mempengaruhi struktur kalimat yang diproduksi oleh
penyandang gagap. Dalam kasus ini, sering kali informan melakukan kesalahan
pembentukan kalimat karena informan mengalami kehilangan fokus,
menyampaikan sesuatu yang tidak dikehendaki, ataupun terlalu hati-hati dalam
menyusun kalimat yang justru membuat kalimat yang terbentuk menjadi tidak
baku.
Penjedaan dalam Kalimat yang Diproduksi oleh Penyandang Gagap.
Penjedaan yang terjadi ketika penyandang gagap memproduksi kalimat
terbagi menjadi jeda diam dan jeda isi. Masing-masing jeda tersebut memiliki
durasi dan letak yang berbeda. Jeda di dalam sebuah kalimat memiliki peranan
yang cukup penting. Jeda berfungsi sebagai salah satu pemberi makna pada
kalimat. Jeda dapat hadir baik antarkalimat, antarfrase, antarkata, antarmorfem,
antarsilaba, maupun antarfonem. Pada kalimat yang telah diproduksi oleh
penyandang gagap, jeda muncul secara tidak teratur. Kemunculanan jeda pun
terbagi menjadi dua jenis yaitu, jeda isi dan jeda diam.
Kemunculan jeda yang tidak biasa pada produksi kalimat penyandang
gagap sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyandang gagap memiliki
gangguan dalam berkomunikasi yang ditandai oleh satu dari beberapa
karakteristik, antara lain (1) repetisis dari suara- suara dan suku kata, (2)
perpanjangan pada suara- suara tertentu, (3) penyisipan suara- suara yang tidak
tepat, (4) kata - kata yang terputus, seperti adanya jeda di antara kata - kata yang
diucapkan, (5) hambatan dalam berbicara, (6) circumlocution (subtitusi kata - kata
alternatif untuk menghindari kata- kata yang bermasalah), (7) tampak adanya
tekanan fisik ketika mengucapkan kata - kata, dan (8) repetisi dari kata yang
terdiri dari suku kata tunggal (Dittmann, 2000: 14).
7
Kemunculan jeda isi dalam penelitian ini dapat dideteksi pada beberapa
kondisi tertentu. Kemunculan jeda isi dalam kalimat yang diproduksi oleh
penyandang gagap biasanya terjadi di awal, tengah kalimat, dan akhir kalimat.
Jeda isi di awal kalimat kemungkinan disebabkan oleh ketidaksiapan ataupun hatihati berlebih dalam memulai atau meyusun kalimat. Adapun, kemunculan jeda isi
di tengah kalimat terjadi saat informan bingung menjawab, hilang fokus, dan saat
informan kesulitan atau tidak bisa menyampaikan maksud. Jeda isi di akhir
kalimat menunjukkan bahwa penyandang gagap memiliki sebuah konsep kata atau
kalimat yang sebenarnya ingin diucapkan, namun tidak dapat terproduksi dengan
baik sehingga membentuk sebuah jeda sekaligus menjadikan struktur kalimatnya
tidak tuntas.
Kemunculan jeda diam dalam penelitian ini dapat dideteksi pada beberapa
kondisi tertentu. Kemunculan jeda diam dalam kalimat yang diproduksi oleh
penyandang gagap biasanya terjadi di awal, tengah, dan akhir kalimat.
Kemunculan jeda diam di awal kalimat terjadi ketika informan tidak siap dalam
menjawab ataupun kehilangan ide atau gagasan untuk menjawab. kemudian,
kemunculan jeda diam di tengah kalimat rata-rata disebabkan oleh hilang fokus
yang parah di tengah produksi kalimat. Adapun jeda diam di akhir kalimat
menunjukkan bahwa penyandang gagap memiliki sebuah konsep kata atau kalimat
yang sebenarnya ingin diucapkan, namun tidak dapat terproduksi dengan baik
sehingga membentuk sebuah jeda sekaligus menjadikan struktur kalimatnya tidak
tuntas.
Boomer dalam Dardjowidjojo (2012: 146) menerangkan ada yang
mengatakan bahwa senyapan terdapat terutama sesudah kata pertama dalam suatu
kalimat atau klausa. Namun peneliti mendapat temuan bahwa senyapan juga
terjadi pada akhir kalimat yang berkaitan dengan struktur kalimat tidak tuntas.
Clark & Clark (1997: 267) menyatakan para ahli sepakat bahwa senyapan terjadi
di tempat-tempat tertentu yakni, (1) jeda gramatikal, (2) batas konstituen yang
lain, dan (3) sebelum kata utama pertama dalam konstituen. Pendapat tersebut
menjadi rujukan bagi peneliti untuk menguatkan pendapat dalam penelitian ini.
Namun, untuk poin ketiga, peneliti kurang sepakat karena pada jeda diam akhir
kalimat, tidak ada kata yang diucapkan oleh informan, hanya berupa jeda diam.
jadi peneliti mempunyai sebuah pandangan bahwa letak jeda juga pada akhir
kalimat.
Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa sebenarnya perbedaan jeda
diam dan jeda isi hanya pada tingkat keparahan gejala. Jeda isi terjadi karena
gejala gagap yang relatif rendah sampai sedang, adapun jeda diam terjadi karena
gejala yang lebih parah dan bahkan memungkinkan penyandang gagap kehilangan
gagasan dan menghentikan percakapan. Hal ini juga ditandai dengan durasi jeda
yang dihasilkan. Durasi jeda isi berkisar antara 1-2 detik, adapun durasi jeda diam
berkisar antara 2-4 detik bahkan jika gejala yang muncul parah, maka jeda diam
bisa menyebabkan penyandang gagap memutus kalimat.
Pada penyandang gagap terhadap penyebab lain yang menyebabkan
terjadinya jeda karena ketidaksiapan, kehilangan fokus saat berbicara, tidak bisa
menyampaikan maksud dalam pikiran, sampai terlalu hati-hati dalam berbicara.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Dardjowidjojo (2005:144) yang menjelaskan
bahwa kehadiran jeda atau senyapan dapat diakibatkan oleh (1) ketidaksiapan
dalam memulai percakapan, (2) kealpaan terhadap proses pemilihan kata yang
8
akan digunakan, dan (3) kehati-hatian dalam penggunaan kata. Namun, selain
faktor tersebut, kemunculan penjedaan pada penyandang gagap juga disebabkan
oleh ketidakmampuan dalam mengatur sirkulasi oksigen di dalam paru-parunya.
Penyandang gagap, memiliki tingkat kehati-hatian yang sangat tinggi
terhadap pilihan kata. Pengaruh kehadiran konsonan dalam sebuah kata yang
diproduksi ikut mempengaruhi jumlah udara yang keluar dari paru-paru ketika
memproduksi sebuah kalimat. Oleh karena itu, semakin banyak jeda isi semakin
kacau tatanan struktur dan intonasi dari sebuah kalimat yang diproduksi. Adapun
jeda diam yang muncul, selain sebagai lambang terjadinya pelepasan fungsi
kalimat, juga menjadi penanda kehati-hatian dalam memilih kata dan proses
berfikir serta kesiapan dalam memproduksi kalimat.
Perilaku Penyerta yang Ditunjukkan oleh Penyandang Gagap.
Perilaku penyerta yang muncul ketika penyandang gagap memproduksi
kalimat terbagi menjadi perilaku penyerta berupa gerakan bibir, arah pandangan,
gerakan tangan, mimik wajah, serta gerakan tubuh yang lain.
Penyandang gagap adalah seseorang yang mengalami gangguan pada
kemampuan motoriknya. Gerakan-gerakan penyandang gagap sulit untuk
dikendalikan. Sekecil apapun gerakan yang muncul, menimbulkan efek pada
performa mereka.
Di dalam kegiatan berbahasa, terutama kegiatan memproduksi kalimat,
penyandang gagap juga memunculkan gerakan-gerakan yang sedikit banyak
mempengaruhi produksi kalimat. Oleh karena itu, dalam hasil analisis data
ditemukan dua jenis gerakan yang mempengaruhi proses produksi kalimat. Kedua
jenis gerakan tersebut adalah (1) gerakan yang membantu proses produksi kalimat
dan (2) gerakan yang menghambat proses produksi kalimat.
Berdasarkan temuan penelitian, dapat diketahui bahwa gerakan kecil dan
ringan merupakan gerakan yang cukup membantu penyandang gagap. Gerakan
seperti menggerak-gerakkan tangan adalah gerakan yang membantu memproduksi
kalimat. Gerakan menulis, berjalan, dan mengubah posisi duduk, merupakan
gerakan yang menghambat produksi kalimat. Gerakan-gerakan ini memberikan
pengaruh santai kepada penyandang gagap sehingga membantu produksi kalimat.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa orang yang gagap akan lebih
sulit untuk berbicara lancar jika mengalami stres, kelelahan atau berbicara di
depan orang banyak,tapi kebanyakan orang yang gagap akan lebih mudah
berbicara jika dalam suasana yang santai.
Penyandang gagap, akan memproduksi kalimat dengan intonasi final yang
tidak sempurna, struktur yang tidak tersusun rapi, dan senyapan yang tidak teratur,
apabila penyandang gagap melakukan gerakan-gerakan yang terlalu berlebih,
seperti menulis atau berjalan. Hal ini terjadi, karena gerakan-gerakan tersebut
mengganggu konsentrasi dan pengaturan diri terhadap kemampuan motorik
(bergerak, bernafas, dan berbicara) mereka. Akan tetapi, gerakan yang ringan dan
sederhana dapat membantu memproduksi kalimat yang dibantu pula oleh
kehadiran senyapan diam sebagai bentuk dari kesiapan memproduksi kalimat.
9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis, dapat ditarik kesimpulan mengenai (1) struktur
kalimat yang dihasilkan penyandang gagap, (2) penjedaan kalimat yang dihasilkan
oleh penyandang gagap, dan (3) perilaku penyerta yang ditunjukkan oleh
penyandang gagap ketika memproduksi kalimat. Struktur kalimat yang dihasilkan
penyandang gagap dibedakan menjadi tiga, yaitu struktur kalimat teratur, struktur
tidak tuntas, dan struktur kalimat lompat. Produksi kalimat yang dihasilkan oleh
penyandang gagap tidak selalu teratur sesuai dengan pola yang baik dalam bahasa
Indonesia serta tidak memiliki koherensi yang baik. Struktur kalimat yang tidak
baku ini biasanya disebabkan karena produksi kalimat tidak utuh (pelesapan),
produksi kalimat tidak selesai, produksi kalimat yang memiliki lebih dari satu
makna, hingga produksi kalimat yang tidak sesuai konsep pikiran.
Penjedaan kalimat yang dihasilkan oleh penyandang gagap dibedakan
menjadi dua, yaitu jeda isi dan jeda diam. Kemunculan jeda isi dalam kalimat
yang diproduksi oleh penyandang gagap terjadi di awal,tengah, dan akhir kalimat.
Kemunculan jeda diam dalam kalimat yang diproduksi oleh penyandang gagap
biasanya terjadi di awal, tengah, dan akhir kalimat. Kemunculan jeda diam terjadi
ketika informan tidak siap dalam menjawab ataupun kehilangan ide atau gagasan
untuk menjawab, dan hilang fokus yang parah di tengah proses produksi kalimat.
Perilaku penyerta yang dihasilkan oleh penyandang gagap meliputi mimik
wajah, gerakan tangan, arah pandangan, gerakan bibir, dan gerakan-gerakan tubuh
yang lain. Mimik wajah yang ditunjukkan oleh penyandang gagap dalam
memproduksi kalimat meliputi mimik wajah terkejut, cerah, bingung, canggung,
riang, dan datar. Gerakan tangan yang ditunjukkan oleh penyandang gagap dalam
memproduksi kalimat meliputi gerakan tangan mengukir dengan telunjuk,
menggaruk kepala, dan menggambar di udara. Arah pandangan yang ditunjukkan
oleh penyandang gagap dalam memproduksi kalimat meliputi arah pandangan
depan, samping, atas, dan bawah. Gerakan bibir yang ditunjukkan oleh
penyandang gagap dalam memproduksi kalimat meliputi gerakan bibir ke depan
dan gerakan bibir mengunyah. Adapun gerakan-gerakan dari bagian tubuh lain
yang ditunjukkan oleh penyandang gagap dalam memproduksi kalimat meliputi
gerakan tubuh maju, bergeser, menyamping, membungkuk, dan gerakan tubuh ke
depan.
Saran
Berdasarkan analisis penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa
gagap memiliki karakteristik, gejala, dan pengaruh pada produksi kalimat.
Berdasarkan hasil tersebut, saran yang dapat diberikan antara lain sebagai berikut.
Kepada peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai gangguan berbahasa lainnya untuk memperkaya pengetahuan mengenai
gangguan berbahasa, sehingga dapat dikembangan solusi terbaik yang mampu
mengatasi gangguan berbahasa.
Selain hal di atas, penelitian ini juga bermanfaat untuk memperkaya
khasanah temuan penelitian dalam lingkup psikolinguistik, memberikan masukan
terhadap penyandang gagap sehingga tidak mempunyai dampak negatif terhadap
proses komunikasinya, dan manfaat bagi para guru adalah dapat memberikan
10
bantuan kepada penyandang gagap di kelas sehingga tidak mengalami hambatan
dalam kegiatan belajar mengajar.
DAFTAR RUJUKAN
Cahyono, B.Y. 1994. Kristal – Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga
University Press.
Clark, H. H. dan E. V. Clark. 1997. Psychology and Language: An Introduction to
Psycholinguistics. New York: Harcourt Brace and Jovanovich, Inc.
Dardjowidjojo, S. 2005. Psikolinguistik, Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Dardjowidjojo, S. 2012. Psikolinguistik, Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Dittmann, A.T. (Ed). 2000. Journal of Personality and Social Psychology. San
Fransisco: APA.
Meyer, A. S. 2000. Form Representation in Word Formation. Dalam Wheeldon
(Ed.), Aspects of Language Production (hlm 34-39). Birmingham:
Psychology Press.
Muslich, M. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia, Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi
Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Galia Indonesia.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Tarigan, H.G. 1986. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
http://kerriemearns.blogspot.com/2010/06/gangguan-gagap.html (Online), diakses
21 Februari 2013.
http://niethazakia.blogspot.com/2012/10/gangguan-kelancaran-berbicaragagap.html. (Online) diakses 20 Maret 2013.
Download