www.hukumonline.com RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...... TAHUN .... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa-jasa Perbankan Syariah semakin meningkat; b. bahwa Perbankan Syariah memiliki kekhususan dibandingkan dengan perbankan konvensional; c. bahwa pengaturan mengenai Perbankan Syariah di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik, oleh karena itu bagi Perbankan Syariah perlu dibuat ketentuanketentuan khusus dalam suatu undang-undang tersendiri; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Perbankan Syariah. Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20,ayat (1), ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4357). Dengan Persetujuan Bersama: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERBANKAN SYARIAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 www.hukumonline.com www.hukumonline.com Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 2. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan. 3. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Bank Konvensional adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang beroperasi secara konvensional sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan. 5. Bank Umum adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan. 6. Bank Syariah adalah badan usaha yang berdasarkan prinsip syariah, menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan/atau investasi serta menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan bentuk-bentuk Iainnya yang telah mendapat izin dari Bank Indonesia untuk menyelenggarakan kegiatan usaha bank, terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 7. Bank Umum Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha Bank Umum berdasarkan prinsip syariah. 8. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha tertentu berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam Ialu lintas pembayaran dan dengan wilayah operasional yang bersifat terbatas. 9. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 10. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. 11. Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan. 12. Komite Perbankan Syariah adalah lembaga independen yang berwenang mengeluarkan ketetapan dan/atau opini mengenai kesesuaian produk dan/atau jasa Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah pada Bank Konvensional berdasarkan prinsip syariah. 13. Kantor Cabang adalah kantor cabang Bank Syariah yang bertanggung jawab kepada kantor pusat bank yang bersangkutan dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana kantor cabang tersebut melakukan usahanya. 14. Pihak terafiliasi adalah: a. Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; b. pihak yang memberikan jasanya kepada Bank Syariah, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya; c. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah baik langsung maupun tidak langsung, antara lain pengendali bank, pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga Dewan Pengawas Syariah, dan keluarga Direksi. 15. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpananannya serta nasabah investor dan investasinya. 16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank Syariah. www.hukumonline.com www.hukumonline.com 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank Syariah dalam bentuk simpanan berdasarkan akad antara Bank Syariah dengan nasabah yang bersangkutan. Nasabah Investor adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank Syariah dalam bentuk investasi berdasarkan akad antara Bank Syariah dengan nasabah yang bersangkutan. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah berdasarkan akad wadi'ah dalam bentuk giro atau tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Investasi adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah berdasarkan akad mudharabah dalam bentuk deposito, tabungan, atau bentuk Iainnya yang dipersamakan dengan itu. Giro adalah simpanan berdasarkan prinsip wadi'ah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan, Deposito adalah investasi dana berdasarkan prinsip mudharabah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan Bank Syariah. Tabungan adalah simpanan berdasarkan prinsip wadi'ah atau investasi dana berdasarkan prinsip mudharabah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Nasabah Penerima Fasilitas adalah nasabah yang memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiyah bittamlik; c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa; berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Agunan adalah jaminan tambahan berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada Bank Syariah, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan akad antara Bank Umum Syariah dan penitip, dengan ketentuan Bank Umum Syariah yang bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut. Wali Amanat adalah Bank Umum Syariah yang mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan akad antara Bank Umum Syariah yang bersangkutan dan emiten surat berharga tersebut. Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah dengan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah. Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Konsolidasi adalah peleburan dari dua bank atau lebih, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank oleh orang atau badan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. www.hukumonline.com www.hukumonline.com BAB II ASAS, TUJUAN, DAN FUNGSI Pasal 2 Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi, Prinsip Syariah, dan prinsip kehati-hatian. Pasal 3 Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan keadilan dan kesejahteraan rakyat. (1) (2) (3) Pasal 4 Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf tunai, hibah atau dana sosial Iainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan/atau pinjaman kebajikan. Ketentuan Iebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Bank Indonesia. BAB III PERIZINAN, BENTUK HUKUM, ANGGARAN DASAR, DAN KEPEMILIKAN Bagian Pertama Perizinan (1) (2) (3) (4) (5) (6) Pasal 5 Setiap pihak yang akan menjalankan fungsi Bank Syariah dan UUS wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Syariah. Untuk memperoleh izin usaha Bank Syariah harus memenuhi persyaratan sekurangkurangnya tentang: a. susunan organisasi dan kepengurusan; b. permodalan; c. kepemilikan; d. keahlian di bidang Perbankan Syariah; e. kelayakan usaha bank; dan f. sesuai Peraturan Bank Indonesia. Bank Syariah yang telah mendapat izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, wajib mencantumkan secara jelas kata syariah sesudah kata bank pada penulisan namanya. Bank Konvensional hanya dapat mengubah kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dengan izin Bank Indonesia. Bank Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank Konvensional. Bank Umum Konvensional yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib membuka UUS di kantor pusat bank dengan izin Bank Indonesia. Pasal 6 www.hukumonline.com www.hukumonline.com (1) (2) (3) (4) Pembukaan Kantor Cabang Bank Syariah dan UUS hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia. Pembukaan Kantor Cabang Bank Syariah dan UUS, Kantor Perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di Iuar negeri oleh Bank Umum Syariah, dan Bank Konvensional yang memiliki UUS hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia. Pembukaan kantor di bawah Kantor Cabang, wajib dilaporkan dan hanya dapat dilakukan setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak diizinkan untuk membuka kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor Iainnya di luar negeri. Bagian Kedua Bentuk Hukum Pasal 7 Bentuk hukum Bank Syariah adalah Perseroan Terbatas. Bagian Ketiga Anggaran Dasar Pasal 8 Di dalam Anggaran Dasar Bank Syariah selain memenuhi persyaratan Anggaran Dasar sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku memuat pula ketentuan: a. pengangkatan anggota Direksi dan Komisaris harus mendapat persetujuan Bank Indonesia; b. Rapat Umum Pemegang Saham Bank harus menetapkan tugas manajemen, remunerasi Komisaris dan Direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukkan dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan Iaba, dan hal-hal Iainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia. Bagian Keempat Pendirian dan Kepemilikan Bank Syariah (1) (2) (3) Pasal 9 Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh: a. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; b. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau c. Pemerintah Daerah. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh: a. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya Warga Negara Indonesia; b. Pemerintah Daerah; atau c. Dua pihak atau Iebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b. Maksimum kepemilikan warga negara asing dan/atau badan hukum asing terhadap Bank Umum Syariah ditetapkan oleh Peraturan Bank Indonesia. Pasal 10 Ketentuan Iebih lanjut mengenai perizinan, bentuk hukum, anggaran dasar, serta pendirian dan kepemilikan bank syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. www.hukumonline.com www.hukumonline.com Pasal 11 Besarnya modal disetor untuk mendirikan Bank Syariah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pasal 12 Sahara Bank Syariah hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama. Pasal 13 Bank Umum Syariah dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. (1) (2) Pasal 14 Warga Negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia, atau badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum Syariah, secara Iangsung atau melalui bursa efek. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 15 Perubahan kepemilikan Bank Syariah wajib: a. Memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 14; b. Dilaporkan ke Bank Indonesia. (1) (2) (1) (2) (3) (4) Pasal 16 UUS dapat menjadi Bank Umum Syariah tersendiri setelah mendapatkan izin dari Bank Indonesia. Izin perubahan UUS menjadi Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 17 Merger, konsolidasi, dan akuisisi Bank Syariah wajib terlebih dahulu mendapat izin Bank Indonesia. Dalam hal terjadi merger atau konsolidasi Bank Syariah dengan bank lainnya maka bank hasil merger atau konsolidasi tersebut wajib menjadi Bank Syariah. Dalam hal bank hasil merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beroperasi secara konvensional, maka bank konvensional wajib memiliki UUS. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi Bank Syariah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV JENIS, KEGIATAN USAHA BANK SYARIAH DAN KETENTUAN PELAKSANAAN PRINSIP SYARIAH Bagian Pertama Jenis dan Kegiatan Usaha Pasal 18 Jenis Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. www.hukumonline.com www.hukumonline.com Pasal 19 Kegiatan usaha Bank Umum Syariah dan UUS meliputi: a. simpanan berupa giro atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Prinsip Wadiah; b. investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Prinsip Mudharabah; c. pembiayaan bagi hasil berdasarkan Prinsip Mudharabah atau Musyarakah; d. pembiayaan untuk transaksi jual beli berdasarkan Prinsip Murabahah, Salam, atau Istishna; e. pinjaman berdasarkan Prinsip Qardh; f. penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan Prinsip Ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiyah Bittamlik; g. kegiatan pengambilalihan hutang berdasarkan Prinsip Hawalah; h. kegiatan usaha kartu debit dan/atau kartu pembayaran berdasarkan Prinsip Syariah; i. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah antara lain seperti Prinsip Mudharabah, Murabahah, Kafalah atau Hawalah; j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Bank Indonesia; k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; l. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak yang berdasarkan Prinsip Syariah; m. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; n. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan Prinsip Syariah; o. melakukan kegiatan sebagai wali amanat berdasarkan Prinsip Wakalah; p. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; q. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank Umum Syariah sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Bank Umum Syariah dan UUS dapat pula: a. melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah; b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah; c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip Syariah. e. melakukan kegiatan dalam pasar modal berdasarkan Prinsip Syariah; f. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank berdasarkan transaksi elektronik yang berdasarkan Prinsip Syariah. g. menerbitkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah, menawarkan dan memperdagangkan surat berharga itu baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang. www.hukumonline.com www.hukumonline.com h. i. j. menerbitkan surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah, menawarkan dan memperdagangkan surat berharga itu baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah; kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i wajib memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan. Pasal 21 Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi: a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk: 1. simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Prinsip Wadiah; 2. investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Prinsip Mudharabah; b. menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: 1. pembiayaan bagi hasil berdasarkan Prinsip Mudharabah atau Musyarakah; 2. pembiayaan untuk transaksi jual beli berdasarkan Prinsip Murabahah, Salam, atau Istishna'; 3. pinjaman berdasarkan Prinsip Qardh; 4. penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan Prinsip Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiyah Bittamlik; 5. kegiatan pengambilalihan hutang berdasarkan Prinsip Hawalah; c. menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Prinsip Wadi'ah atau investasi berdasarkan Prinsip Mudharabah; d. memindahkan uang baik untuk kepentingan. sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum. e. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. Bagian Kedua Kelayakan Penyaluran Dana (1) (2) Pasal 22 Bank Syariah harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah menyalurkan dana kepada Nasabah Penerima Fasilitas. Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Syariah wajib melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari calon Nasabah Penerima Fasilitas. Bagian Ketiga Larangan Bagi Bank Syariah (1) Pasal 23 Bank Umum Syariah dan UUS dilarang: a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. melakukan kegiatan usaha perasuransian; www.hukumonline.com www.hukumonline.com c. (2) melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20. kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan hanya sebagai agen pemasaran produk asuransi; Pasal 24 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dilarang: a. melakukan kegiatan usaha Bank yang bertentangan dengan prinsip Syariah; b. menerima simpanan berupa giro; c. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia; d. melakukan kegiatan usaha perasuransian kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi; e. melakukan penyertaan kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; f. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Bagian Keempat Ketentuan Pelaksanaan Prinsip Syariah Pasal 25 Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada Prinsip Syariah. BAB V PEMEGANG SAHAM PENGENDALI, DEWAN KOMISARIS, DEWAN PENGAWAS SYARIAH, DIREKSI, DAN TENAGA KERJA ASING Bagian Pertama Pemegang Saham Pengendali (1) (2) (3) (4) Pasal 26 Calon pemegang saham pengendali Bank Syariah wajib lulus uji kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Pemegang saham pengendali yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan wajib menurunkan kepemilikan sahamnya menjadi paling banyak 10 (sepuluh persen). Dalam hal pemegang saham pengendali tidak menurunkan kepemilikan sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka: a. hak suara pemegang saham pengendali tidak diperhitungkan dalam RUPS; b. hak suara pemegang saham pengendali tidak diperhitungkan sebagai penghitungan quorum atau tidaknya RUPS; c. deviden tidak boleh dibayarkan kepada pemegang saham pengendali sampai pemegang saham pengendali tersebut mengalihkan kepemilikannya; dan d. nama yang bersangkutan diumumkan kepada publik melalui 2 (dua) media massa yang mempunyai peredaran luas. Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kemampuan dan kepatutan diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Bagian Kedua www.hukumonline.com www.hukumonline.com Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Direksi, dan Pejabat Eksekutif (1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (1) (2) (3) (4) (1) (2) Pasal 27 Ketentuan-ketentuan mengenai syarat-syarat, jumlah, tugas, kewenangan, dan tanggung jawab, serta hal-hal lain yang menyangkut Dewan Komisaris dan Direksi Bank Syariah diatur dalam anggaran dasar bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat sekurangkurangnya 1 (satu) orang Komisaris yang melakukan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip syariah. Komisaris yang melakukan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaksanakan tugas-tugas yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia. Dewan Pengawas Syariah harus dibentuk di Bank Konvensional yang memiliki UUS untuk melakukan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip syariah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 28 Dalam jajaran Direksi bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) wajib terdapat 1 (satu) orang direktur yang bertugas untuk memastikan kepatuhan bank terhadap pelaksanaan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan Iainnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas untuk memastikan kepatuhan bank terhadap pelaksanaan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan Iainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 29 Calon Dewan Komisaris dan Direksi wajib lulus uji kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap Komisaris dan Direksi yang melanggar integritas dan kompetensi dilakukan oleh Bank Indonesia. Komisaris dan Direksi yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan wajib melepaskan jabatannya. Ketentuan Iebih lanjut mengenai uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 30 Dalam menjalankan kegiatan Bank Syariah, Direksi dapat mengangkat pejabat eksekutif. Pengangkatan pejabat eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bagian Ketiga Penggunaan Tenaga Asing (1) (2) Pasal 31 Dalam menjalankan kegiatannya, Bank Umum Syariah dapat menggunakan tenaga kerja asing. Tata cara penggunaan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI www.hukumonline.com www.hukumonline.com KOMITE PERBANKAN SYARIAH (1) (2) (3) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (1) (2) (3) Pasal 32 Ketetapan mengenai prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dikeluarkan oleh Komite Perbankan Syariah. Tugas dan tanggung jawab Komite Perbankan Syariah adalah mengeluarkan ketetapan dan/atau opini mengenai produk dan jasa Bank syariah dan UUS pada Bank Konvensional. Ketetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan oleh Bank Indonesia ke dalam Peraturan Bank Indonesia yang wajib dipatuhi oleh Bank Syariah dan UUS. Pasal 33 Komite Perbankan Syariah beranggotakan 7 (tujuh) orang, yang terdiri dari: a. 3 (tiga) orang atas usulan Majelis Ulama Indonesia; dan b. 4 (empat) orang atas usulan Bank Indonesia, dengan komposisi 2 (dua) orang berasal dari internal Bank Indonesia dan 2 (dua) orang berasal dari eksternal Bank Indonesia. Anggota Komite Perbankan Syariah diangkat untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Ketua Komite Perbankan Syariah dipilih dari dan oleh Anggota untuk masa tugas minimal 1 (satu) tahun. Anggota Komite Perbankan Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usulan Majelis Ulama Indonesia dan/atau Bank Indonesia. Anggota Komite Perbankan Syariah dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya, apabila a. diberhentikan oleh Presiden; b. meninggal dunia; c. mengundurkan diri secara tertulis kepada Presiden; dan/atau d. dihukum pidana oleh sebuah keputusan pengadilan yang bersifat tetap. Anggota Komite Perbankan Syariah dilarang menjadi pemegang saham pengendali bank syariah dan/atau bekerja sebagai Komisaris, Direksi, Dewan Pengawas Syariah, dan pegawai dari Bank Syariah dan/atau UUS. Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Pasal 34 Komite Perbankan Syariah berkedudukan di Ibukota Negara, yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh direktorat atau unit kerja yang membidangi perbankan syariah dalam organisasi Bank Indonesia. Seluruh biaya Komite Perbankan Syariah dibebankan pada anggaran operasional Bank Indonesia. Ketentuan Iebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. BAB VII PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN KEWAJIBAN PENGELOLAAN RISIKO Bagian Pertama Prinsip Transparansi Pasal 35 www.hukumonline.com www.hukumonline.com (1) (2) (3) Bank Syariah wajib menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas kepada publik. Dalam menerapkan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bank Syariah wajib menyusun prosedur internal mengenai pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ketentuan mengenai prinsip transparansi dan akuntabilitas, diatur Iebih lanjut dengan Peraturan Bank Indonesia. Bagian Kedua Prinsip Kehati-hatian (1) (2) (3) (4) (5) Pasal 36 Bank Syariah wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan tata kelola bank yang baik. Bank Syariah wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan keuangan berupa Neraca Tahunan dan perhitungan Laba Rugi Tahunan serta penjelasannya, serta laporan berkala Iainnya, dalam waktu dan bentuk yang diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Neraca serta perhitungan laba rugi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib terlebih dahulu diaudit oleh kantor akuntan publik. Bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Syariah wajib mengumumkan neraca dan laporan laba rugi kepada publik dalam waktu dan bentuk yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Pasal 37 Dalam menyalurkan pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha Iainnya, Bank Syariah wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank, dan kepentingan nasabah yang mempertanyakan dananya kepada bank. (1) (2) (3) (4) Pasal 38 Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga yang berbasis syariah atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah kepada Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima Fasilitas yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan Bank Syariah yang bersangkutan. Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal Bank Syariah yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah kepada: a. pemegang saham yang memiliki 10 % (sepuluh persen) atau lebih dari modal disetor Bank Syariah; b. anggota Dewan Komisaris; c. anggota Direksi; d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; e. pejabat bank lainnya; dan f. perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e. Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal Bank Syariah yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. www.hukumonline.com www.hukumonline.com (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bagian Ketiga Kewajiban Pengelolaan Risiko (1) (2) Pasal 39 Bank Syariah wajib menerapkan manajemen risiko, prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah. Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 40 Bank Syariah wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. (1) (2) (3) (4) Pasal 41 Bank Syariah dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui maupun diluar pelelangan, berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan pemberian kuasa untuk menjual dari pemilik agunan, dalam hal Nasabah Penerima Fasilitas tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan selambat-Iambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. Bank Syariah harus memperhitungkan harga pembelian agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kewajiban nasabah kepada Bank Syariah yang bersangkutan. Dalam hal harga pembelian agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi jumlah kewajiban nasabah kepada Bank Syariah, selisih kelebihan jumlah tersebut harus dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan biaya lelang dan biaya-biaya lain yang Iangsung terkait dengan proses pembelian agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur Iebih lanjut dengan Peraturan Bank Indonesia. BAB VIII RAHASIA BANK Bagian Pertama Cakupan Rahasia Bank Pasal 42 Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor dan Investasinya. Bagian Kedua Pengecualian Rahasia Bank (1) Pasal 43 Untuk kepentingan penyidikan pidana perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai www.hukumonline.com www.hukumonline.com (2) (1) (2) (3) (1) (2) (3) keadaan keuangan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tertentu kepada pejabat pajak. Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus menyebutkan nama pejabat pajak, nama nasabah wajib pajak, dan kasus yang dikehendaki keterangannya. Pasal 44 Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan atau investasi Nasabah Penerima Fasilitas: Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Penerima Fasilitas yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan. Pasal 45 Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim, untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan atau investasi tersangka atau terdakwa pada bank. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. Pasal 46 Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45. Pasal 47 Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada Pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. (1) (2) (1) (2) Pasal 48 Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Pasal 49 Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tersebut. Dalam hal Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan atau Nasabah Investor tersebut. www.hukumonline.com www.hukumonline.com Pasal 50 Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 45, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan. BAB IX TUGAS PENGATURAN DAN PENGAWASAN Bagian Pertama Pengaturan dan Pengawasan Pasal 51 Pengaturan dan pengawasan Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia. (1) (2) (1) (2) (3) (4) (5) Pasal 52 Bank Syariah wajib memelihara tingkat kesehatan yang meliputi sekurang-kurangnya mengenai kecukupan modal, kualitas aset, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas manajemen yang menggambarkan kapabilitas dalam aspek keuangan, kepatuhan terhadap prinsip syariah dan prinsip-prinsip manajemen islami, serta aspek Iainnya yang berhubungan dengan usaha Bank Syariah. Kriteria tingkat kesehatan dan ketentuan yang wajib dipenuhi oleh Bank Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 53 Bank Syariah wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Bank Syariah atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh Bank Syariah yang bersangkutan. Bank Indonesia dapat menugaskan kantor akuntan publik atau pihak Iainnya untuk dan atas nama Bank Indonesia, melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Keterangan dan laporan pemeriksaan tentang Bank Syariah yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak diumumkan dan bersifat rahasia. Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Bagian Kedua Tindak Lanjut Pengawasan (1) Pasal 54 Dalam hal Bank Syariah mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia berwenang melakukan tindakan-tindakan dalam rangka tindak lanjut pengawasan: a. membatasi kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham, komisaris, direksi, pemegang saham; b. meminta pemegang saham menambah modal; www.hukumonline.com www.hukumonline.com c. (2) (3) meminta pemegang saham mengganti Anggota Dewan Komisaris dan/atau Direksi Bank Syariah; d. meminta Bank Syariah menghapusbukukan penyaluran dana yang macet dan memperhitungkan kerugian Bank Syariah dengan modalnya; e. meminta Bank Syariah melakukan penggabungan atau peleburan dengan Bank Syariah lain; f. meminta Bank Syariah dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban; g. meminta Bank Syariah menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan Bank Syariah kepada pihak lain;dan/atau h. meminta Bank Syariah menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban Bank Syariah kepada pihak lain. Apabila tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dialami Bank Syariah dan/atau menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu Bank Syariah dapat membahayakan sistem perbankan, Bank Indonesia dapat: a. mencabut izin usaha Bank Syariah; dan b. memerintahkan Direksi Bank Syariah untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum Bank Syariah dan membentuk Tim Likuidasi. Dalam hal Direksi Bank Syariah tidak atau gagal menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Indonesia meminta kepada Pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum Bank Syariah, penunjukan Tim Likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB X JARING PENGAMAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH Pasal 55 Dalam hal terjadi kesulitan sistem Perbankan Syariah yang membahayakan perekonomian nasional, langkah-langkah penyehatan sistem Perbankan Syariah tunduk kepada undang-undang mengenai jaring pengaman sektor keuangan. BAB Xl KEWENANGAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN Pasal 56 Gubernur Bank Indonesia berwenang meminta kepada instansi yang berwenang untuk mencegah pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank, dan/atau pihak-pihak lain yang diduga terkait dengan tindak pidana di bidang perbankan ke luar wilayah Republik Indonesia. (1) (2) (3) (4) Pasal 57 Dalam hal Bank Indonesia berpendapat telah terjadi tindak pidana di bidang perbankan, Bank Indonesia berwenang melakukan penyidikan. Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai setelah ditetapkan oleh Pimpinan Bank Indonesia. Penyidikan dilaksanakan oleh Pegawai tertentu Bank Indonesia. Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana di bidang perbankan; www.hukumonline.com www.hukumonline.com b. (5) (6) (7) (1) (2) mencari, meneliti, dan mengumpulkan keterangan terkait laporan tindak pidana di bidang perbankan; c. memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan/atau barang bukti dari setiap pihak yang disangka melakukan, terlibat, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang perbankan; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perbankan; e. melakukan pemeriksaan di setiap tempat dan/atau orang yang diduga terdapat barang bukti terkait dengan tindak pidana di bidang perbankan; f. melakukan penyitaan terhadap barang bukti terkait tindak pidana di bidang perbankan; g. memerintahkan bank dan/atau lembaga keuangan lain untuk memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak terkait tindak pidana di bidang perbankan; h. meminta bantuan pihak lain dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perbankan; i. memotret objek dan/atau merekam pembicaraan terkait tindak pidana di bidang perbankan; j. menyatakan dihentikannya penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang dipandang perlu guna kelancaran penyidikan menurut peraturan yang berlaku. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat meminta bantuan aparat penegak hukum, berupa pencantuman dalam Daftar Pencarian Orang, pemanggilan paksa, penangkapan, penahanan, dan/atau bantuan lainnya yang diperlukan. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum. Ketentuan Iebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 58 Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidik, setiap pihak wajib: a. memenuhi panggilan, pemeriksaan, dan memberikan keterangan dan/atau barang bukti sebagaimana dimaksud Pasal 57 ayat (4) huruf c; b. memberikan akses terhadap pembukuan, catatan, dan dokumen lain sebagaimana dimaksud Pasal 57 ayat (4) huruf d; c. melaksanakan perintah pemblokiran sebagaimana dimaksud Pasal 57 ayat (4) huruf g. Setiap pihak dilarang menghambat dan/atau menghalang-halangi pelaksanaan kewenangan penyidik berupa: a. pemeriksaan di setiap tempat dan/atau orang yang diduga terdapat barang bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (4) huruf e; b. penyitaan terhadap barang bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (4) huruf f; c. pemotretan objek dan/atau perekaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (4) huruf i; d. tindakan lain yang dipandang perlu guna kelancaran penyidikan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF www.hukumonline.com www.hukumonline.com Pasal 59 Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada Bank Syariah atau UUS, Anggota Dewan Komisaris, Anggota Dewan Pengawas Syariah, Direksi atau pegawai Bank Syariah atau UUS yang menghalangi dan/atau tidak melaksanakan Prinsip Syariah dalam menjalankan usaha atau tugasnya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam UndangUndang ini. Pasal 60 Bank Indonesia dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada pemegang saham yang melanggar Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 47, dan Pasal 48. (1) (2) Pasal 61 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah: a. denda uang; b. teguran tertulis; c. penurunan tingkat kesehatan Bank Syariah; d. larangan untuk turut serta dalam kegiatan Miring; e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk Bank Syariah secara keseluruhan; f. pemberhentian pengurus Bank Syariah dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; g. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank Syariah, pemegang saham dalam daftar orang tercela dibidang perbankan; h. mencabut izin usaha. Pelaksanaan mengenai sanksi administratif terhadap Bank Syariah, Anggota Direksi, Komisaris, atau pegawai Bank Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur Iebih lanjut dengan Peraturan Bank Indonesia. BAB XIII KETENTUAN PIDANA (1) (2) (1) Pasal 62 Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha Bank Syariah tanpa izin usaha dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, serta denda paling sedikit Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum, penuntutan terhadap badan hukum dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya. Pasal 63 Setiap orang tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal. 43, Pasal 44, dan Pasal 45 dengan sengaja memaksa Bank Syariah atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun, serta denda paling sedikit Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). www.hukumonline.com www.hukumonline.com (2) Anggota Direksi, Komisaris, pegawai Bank Syariah atau pihak terafiliasi Iainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun, serta denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Pasal 64 Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai Bank Syariah yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun, serta denda paling sedikit Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (1) (2) (1) (2) Pasal 65 Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai Bank Syariah yang dengan sengaja tidak memberikan: a. keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46; b. atau tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2); diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai Bank Syariah yang lalai memberikan: a. keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44; b. atau tidak menyampaikan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2); diancam dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun, serta denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pasal 66 Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pengawal Bank Syariah yang dengan sengaja: a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah; b. menghilangkan atau tidak memasukan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah; c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu Bank Syariah, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan, atau merusak catatan pembukuan tersebut; diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda paling sedikit Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai Bank Syariah yang dengan sengaja: a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, Bank garansi, atau fasilitas penyaluran dana dari Bank Syariah,, atau dalam www.hukumonline.com www.hukumonline.com rangka pembelian atau pendiskontoan oleh Bank Syariah atas surat-surat wesel, surat promes, cek dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas penyaluran dananya pada Bank; b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi Bank Syariah; diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Pasal 67 Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi Bank Syariah diancam pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Pasal 68 Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai Bank Syariah untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan Bank Syariah tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi Bank Syariah, diancam pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda paling sedikit Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah); 1) 2) Pasal 69 Anggota Direksi atau pegawai Bank Syariah yang dengan sengaja: a. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan perbuatan tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi Bank Syariah atau menyebabkan keadaan keuangan Bank Syariah tidak sehat; b. menghalangi pemeriksaan atau tidak membantu pemeriksaan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris, atau Kantor Akuntan Publik yang ditugasi oleh Dewan Komisaris; c. memberikan penyaluran dana atau fasilitas penjaminan tanpa melalui prosedur intern dan ketentuan berlaku yang diwajibkan pada Bank Syariah; d. memberikan penyaluran dana atau fasilitas penjaminan dengan melanggar ketentuan Batas Maksimum Pemberian Penyaluran Dana sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini dan/atau ketentuan yang berlaku; diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah). Anggota Direksi dan pegawai Bank Syariah yang dengan sengaja melakukan penyalahgunaan dana Nasabah atau Bank Syariah diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah). Pasal 70 Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan/atau denda sekurangkurangnya Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). www.hukumonline.com www.hukumonline.com (1) (2) Pasal 71 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 sampai dengan Pasal 70 adalah kejahatan. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 60, dan Pasal 61 adalah pelanggaran. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 72 Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, segala ketentuan mengenai Perbankan Syariah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 73 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan mengenai Perbankan Syariah yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UndangUndang ini, sampai dengan dicabut, diganti atau diperbaharui. (1) (2) Pasal 74 Bank Syariah yang telah memiliki izin usaha pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini. Bank Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 75 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan Di Jakarta, www.hukumonline.com www.hukumonline.com Pada Tanggal ... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, Ttd. HAMID AWALUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR... www.hukumonline.com www.hukumonline.com RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PERBANKAN SYARIAH I. UMUM Sebagaimana diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur, berdasarkan demokrasi ekonomi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan. Guna mewujudkan tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional diarahkan pada perekonomian yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, andal, berkeadilan dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional. Perekonomian nasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perekonomian global. Indonesia menghadapi persaingan ekonomi global yang mewajibkan negara untuk memelihara persaingan yang sehat dengan tidak memberlakukan hambatan-hambatan perdagangan terhadap barang dan jasa dari negara lain. Agar tercapai tujuan pembangunan nasional dan dapat berperan aktif dalam persaingan global yang sehat, maka diperlukan partisipasi dan kontribusi semua elemen masyarakat untuk menggali berbagai potensi yang ada dan berkembang di masyarakat guna mendukung proses akselerasi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Sebagai salah satu bentuk penggalian potensi dan wujud kontribusi masyarakat dalam perekonomian nasional tersebut adalah pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai Islam (Syariah) dengan mengangkat prinsip-prinsipnya ke dalam Sistem Hukum Nasional. Prinsip-prinsip Syariah Islam berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan dan keseimbangan. Nilainilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada prinsip Syariah yang disebut perbankan Syariah. Prinsip perbankan Syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan menggunakan sistem bagi hasil. Dengan prinsip bagi hasil, Bank Syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena semua pihak dap at saling berbagi baik keuntungan maupun kerugian. Dalam jangka panjang, hai ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal raja tapi juga oleh pengelola modal. Perbankan Syariah sebagai subsistem dari sistem perbankan nasional memerlukan berbagai sarana pendukung agar memberi kontribusi optimal bagi pengembangan ekonomi nasional. Salah satu sarana pendukung vital adalah adanya pengaturan yang memadai dan sesuai dengan karakteristiknya. Pengaturan tersebut di antaranya dituangkan dalam Undang-Undang Perbankan Syariah. Pembentukan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi kebutuhan dan keniscayaan bagi berkembangnya lembaga tersebut. Pengaturan mengenai Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang mengakomodasi karakteristik operasional perbankan Syariah, sedangkan pertumbuhan dan volume usaha Bank Syariah berkembang cukup pesat. Oleh karena itu pengaturan tersendiri bagi perbankan Syariah merupakan hal yang mendesak dilakukan, untuk menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip Syariah serta prinsip kesehatan Bank bagi Bank Syariah. II. PASAL DEMI PASAL www.hukumonline.com www.hukumonline.com Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Prinsip Syariah tidak mengandung antara lain unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram dan dzalim: a. Riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasiah). b. Maisir adalah transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. c. Gharar adalah transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah. d. Haram adalah transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah. e. Dzalim adalah transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. f. Prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan efisien sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Pasal 3 Dalam mencapai tujuannya Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah). Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Yang dimaksud dengan menjalankan fungsi Bank Syariah adalah kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diperbolehkan oleh Undang-Undang. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) www.hukumonline.com www.hukumonline.com Yang dimaksud dengan jenis-jenis kantor lainnya antara lain Kantor di bawah Kantor Cabang. Ayat (3) Yang dimaksud dengan Kantor dibawah Kantor Cabang adalah Kantor Cabang Pembantu atau Kantor Kas yang kegiatan usahanya membantu kantor induknya. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Hal-hal yang dapat diatur dalam Peraturan Bank Indonesia antara lain: a. Wajib memberhentikan anggota direksi dan komisaris yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan; b. Pengalihan kepemilikan saham pengendali bank harus mendapat persetujuan Bank Indonesia; c. Pengalihan izin usaha dari nama lama ke nama baru, perubahan modal dasar, dan perubahan status menjadi bank terbuka harus mendapat persetujuan Bank Indonesia; d. Perubahan modal disetor bank yang meliputi penambahan, pengurangan dan komposisi harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia; e. Larangan menjaminkan saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali. Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Dalam hal salah satu pihak yang akan mendirikan Bank Umum Syariah adalah badan hukum asing, yang bersangkutan terlebih dahulu harus memperoleh rekomendasi dan otoritas moneter negara asal. Rekomendasi dimaksud sekurang-kurangnya memuat keterangan bahwa badan hukum asing yang bersangkutan mempunyai reputasi yang baik dan tidak pernah melakukan perbuatan tercela di bidang Perbankan. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 www.hukumonline.com www.hukumonline.com Besarnya modal yang disetor akan menentukan Struktur Bank Syariah berdasarkan strata permodalan dan cakupan kegiatan usaha. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Yang dimaksud dengan bursa efek adalah bursa efek nasional atau internasional. Penilaian Prinsip Syariah berdasarkan pada ketetapan atau opini dari Komite Perbankan Syariah. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Bank Indonesia mencakup antara lain: a. minimum kecukupan modal; b. persiapan sumber daya manusia; c. susunan organisasi dan kepengurusan; d. kelayakan usaha. Pasal 17 Ayat (1) Dalam melakukan merger (penggabungan), konsolidasi (peleburan), dan akuisisi (pengambilalihan) wajib dihindarkan timbulnya pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Demikian pula penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang dilakukan, tidak boleh merugikan kepentingan para nasabah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Huruf a www.hukumonline.com www.hukumonline.com Prinsip Wadiah adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang atau uang. Huruf b Prinsip Mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, shahib al-mal, atau Bank Syariah) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua ('amil, mudharib, atau nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Huruf c Prinsip Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. Huruf d Prinsip Murabahah adalah akad jual beli suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati; Prinsip Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga ditetapkan terlebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati; Prinsip Istishna adalah akad jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni) dan penjual (pembuat, shani'). Huruf e Prinsip Qardh adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati. Huruf f Yang dimaksud Prinsip Ijarah adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Yang dimaksud Prinsip Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Huruf g Prinsip Hawalah adalah akad pemindahan piutang nasabah (muhil) kepada Bank (muhal 'alaih) dari nasabah lain (muhal). Muhil meminta Bank untuk membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbal dari jual-beli, pada saat piutang jatuh tempo muhal akan membayar kepada Bank. Bank memperoleh imbalan sebagai jasa pemindahan. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Yang dimaksud transaksi nyata (underlying transaction) adalah transaksi yang dilandasi dengan aset yang berwujud (tangible asset). Prinsip Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan (kafil) bertanggungjawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan (makful). Prinsip Hawalah adalah akad pemindahan piutang nasabah (muhil) kepada bank (muhal'alaih) dari nasabah lain (muhal). Muhil meminta bank untuk membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul dari jual beli, pada saat piutang jatuh tempo muhal akan membayar kepada bank. Bank memperoleh imbalan sebagai jasa pemindahan. Huruf j Cukup jelas. Huruf k www.hukumonline.com www.hukumonline.com Cukup jelas Huruf I Cukup jelas Huruf m Cukup jelas Huruf n Cukup jelas Huruf o Prinsip Wakalah adalah akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa. Huruf p Yang termasuk dalam letter of credit adalah Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). Huruf q Yang dimaksud dengan kegiatan lainnya termasuk antara lain bank melakukan fungsi sosial dalam bentuk menerima dan menyalurkan dana zakat, infaq, dan shadaqah serta dana kebajikan. Pasal 20 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Penyertaan modal adalah penanaman dana Bank Syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan Syariah, termasuk penanaman dana dalam bentuk surat berharga yang dapat dikonversi menjadi saham (convertible bonds) atau jenis transaksi tertentu berdasarkan Prinsip Syariah yang berakibat Bank Syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan Syariah. Huruf c Penyertaan modal sementara adalah penyertaan modal Bank Syariah dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan penyaluran dana dan/atau piutang dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia. Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksudkan dengan jangka pendek adalah surat berharga yang berjangka sampai dengan satu tahun. Huruf h Yang dimaksud dengan jangka panjang adalah surat berharga Syariah yang berjangka lebih dari satu tahun. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. www.hukumonline.com www.hukumonline.com Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Kemauan berkaitan dengan itikad baik dari Nasabah Penerima Fasilitas untuk membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh Bank Syariah. Kemampuan berkaitan dengan keadaan keuangan dan/atau assets Nasabah Penerima Fasilitas sehingga mampu untuk membayar kembali penggunaan dana yang disalurkan oleh Bank Syariah. Ayat (2) Penilaian watak calon Nasabah Penerima Fasilitas terutama didasarkan kepada hubungan yang telah terjalin antara Bank Syariah dengan nasabah atau calon nasabah yang bersangkutan atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang dapat dipercaya, sehingga Bank Syariah dapat menyimpulkan bahwa calon Nasabah Penerima Fasilitas yang bersangkutan jujur, beritikad baik, dan tidak menyulitkan Bank Syariah dikemudian hari. Penilaian kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas terutama Bank harus meneliti tentang keahlian Penerima Fasilitas dalam bidang usahanya dan/atau kemampuan manajemen calon nasabah sehingga Bank Syariah merasa yakin bahwa usaha yang akan dibiayai dikelola oleh orang-orang yang tepat. Penilaian terhadap modal yang dimiliki calon Nasabah Penerima Fasilitas, terutama Bank Syariah harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara keseluruhan, baik untuk masa yang telah lalu maupun perkiraan untuk masa yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon Nasabah Penerima Fasilitas dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon nasabah yang bersangkutan. Dalam melakukan penilaian terhadap agunan, Bank Syariah harus menilai barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan fasilitas pembiayaan yang bersangkutan dan barang lain, surat berharga atau garansi risiko yang ditambahkan sebagai agunan tambahan, apakah sudah cukup memadai sehingga apabila Penerima Fasilitas kelak tidak dapat melunasi kewajibannya, agunan tersebut dapat digunakan untuk menanggung pembayaran kembali pembiayaan dari Bank Syariah yang bersangkutan. Penilaian terhadap prospek usaha calon Penerima Fasilitas, Bank Syariah terutama harus melakukan analisis mengenai keadaan pasar didalam maupun diluar negeri, baik untuk masa yang telah lalu maupun yang akan datang, sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon nasabah yang akan dibayai dengan fasilitas pembiayaan. Pasal 23 Huruf a Usaha yang bertentangan dengan prinsip Syariah antara lain usaha yang dianggap riba, maysir, gharar, haram, dan dholim. Huruf b Bank Syariah dapat memasarkan produk asuransi melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah. Semua tindakan Bank yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi Syariah. Huruf c Cukup jelas. Pasal 24 Huruf a www.hukumonline.com www.hukumonline.com Usaha yang bertentangan dengan prinsip Syariah antara lain adalah usaha yang dianggap riba, maysir, gharar, haram, dan dholim. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dapat memasarkan produk asuransi melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi Syariah. Semua tindakan Bank yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerja sama dimaksud menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi Syariah. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Pengendalian adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi pengelolaan dan/atau kebijakan perusahaan, termasuk bank, dengan cara apapun, baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang di maksud dengan Pemegang Saham Pengendali adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha yang: a. memiliki saham Bank Syariah sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara; b. memiliki saham perusahaan atau bank kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan atau bank, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengendalian terhadap Bank Syariah dapat dilakukan dengan cara-cara, antara lain sebagai berikut: a. memiliki secara sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank; b. secara langsung menjalankan manajemen dan/atau mempengaruhi kebijakan Bank Syariah; c. memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham yang apabila digunakan akan menyebabkan pihak tersebut memiliki dan/atau mengendalikan secara sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank; d. melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan bank (acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain, sehingga secara bersama-sama memiliki dan/atau mengendalikan 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank Syariah, baik langsung maupun tidak langsung dengan atau tanpa perjanjian tertulis; e. melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan bank (acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis dengan pihak lain, sehingga secara bersama-sama mempunyai hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham, yang apabila hak tersebut dilaksanakan menyebabkan www.hukumonline.com www.hukumonline.com pihak-pihak tersebut memiliki dan/atau mengendalikan secara bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank Syariah; f. mengendalikan satu atau lebih perusahaan lain yang secara keseluruhan memiliki dan/atau mengendalikan secara bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham bank; g. mempunyai kewenangan untuk menyetujui dan/atau memberhentikan Pengurus Bank Syariah; h. secara tidak langsung mempengaruhi atau menjalankan manajemen dan/atau kebijakan Bank Syariah; i. melakukan pengendalian terhadap perusahaan induk atau perusahaan induk di bidang keuangan dari Bank Syariah; j. melakukan pengendalian terhadap pihak yang melakukan pengendalian sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i. Uji kemampuan dan kepatutan sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia untuk menilai kompetensi, integritas dan kemampuan keuangan pemegang saham pengendali dan/atau pengurus bank. Mengingat tujuan uji kemampuan dan kepatutan adalah untuk memperoleh pemegang saham pengendali dan pengurus bank yang dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan maka penilaian dalam rangka uji kemampuan dan kepatutan oleh Bank Indonesia tidak perlu dipertanggungjawabkan. Ayat (2) Kewajiban melepaskan saham bagi Pemilik Bank yang tidak lulus uji kemampuan dan kepatutan adalah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan adalah Peraturan Bank Indonesia. Pokok-pokok pengaturan tugas direktur adalah: a. tugas dan tanggung jawab; b. pelaporan; c. perlindungan dalam pelaksanaan tugas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pejabat eksekutif adalah pejabat yang bertanggungjawab langsung kepada Direksi dan/atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional Bank Syariah seperti kepala divisi, pemimpin kantor cabang, atau kepala satuan kerja audit internal. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. www.hukumonline.com www.hukumonline.com Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan eksternal Bank Indonesia adalah orang yang tidak pernah bekerja di Bank Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Komite Perbankan Syariah dapat melakukan rotasi ketua, dan dapat menentukan sendiri masa tugas seorang Ketua, sepanjang masa keanggotaan individu Ketua didalam Komite Perbankan Syariah belum berakhir. Ayat (4) Apabila ada anggota Komite Perbankan Syariah yang diberhentikan, maka dalam jangka waktu 1 (satu) bulan harus dilakukan penggantian yang berasal dari unsur yang sama. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Selain masalah administrasi, keuangan, dan bantuan lain yang lazim dalam penyelenggaraan satu organisasi, bantuan ini dapat berupa pengkajian, sosialisasi dan diskusi publik, studi banding dan kegiatan lain yang relevan di bidang hukum syariah, bisnis perbankan syariah, produk dan jasa syariah, ilmu ekonomi dan keuangan syariah, serta bidang lain yang diperlukan. Ayat (2) Bank Indonesia menentukan tingkat remunerasi dan fasilitas bagi anggota Komite Perbankan Syariah. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Ayat (1) Dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern. www.hukumonline.com www.hukumonline.com Prinsip good corporate governance sekurang-kurangnya mendasarkan kepada transparansi, pertanggungjawaban (responsibility), akuntabilitas (accountability), kewajaran (fairness), independensi (independency) dan aspek moralitas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pengecualian ini dapat diberikan dengan memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang bersangkutan. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Ayat (1) Yang dimaksud dengan penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Syariah antara lain pembiayaan, piutang, pinjaman, sewa atau sewa beli (ijarah). Penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Syariah mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan Bank Syariah. Mengingat bahwa penyaluran dana dimaksud bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada Bank Syariah, risiko yang dihadapi Bank Syariah dapat berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karena itu, untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada Nasabah Debitur atau kelompok Nasabah Debitur tertentu. Kelompok (grup) merupakan kumpulan orang atau badan yang satu sama lain mempunyai kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan, dan/atau hubungan keuangan. Ayat (2) Bank Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang lebih rendah dari 30% (tiga puluh persen) dari modal Bank Syariah. Pengertian modal Bank Syariah ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan bank. Batas maksimum dimaksud adalah untuk masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas atau sekelompok Nasabah Penerima Fasilitas termasuk perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan keluarga dalam ketentuan ini adalah hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua baik menurut garis keturunan lurus maupun ke samping termasuk mertua, menantu, dan ipar. Huruf e www.hukumonline.com www.hukumonline.com Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (4) Bank Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang lebih rendah dari 20% (dua puluh persen) dari modal Bank Syariah. Pengertian modal Bank Syariah ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan Bank Syariah. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Manajemen Risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan oleh perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Prinsip mengenal nasabah (know your customer principle) adalah prinsip yang harus diterapkan oleh perbankan yang sekurang-kurangnya mencakup kegiatan penerimaan dan identifikasi nasabah, serta pemantauan kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Perlindungan nasabah dilakukan antara lain dengan cara adanya mekanisme pengaduan nasabah, meningkatkan transparansi produk dan edukasi terhadap nasabah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 40 Penjelasan yang diberikan kepada nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan untuk menjamin transparansi produk dan jasa bank. Apabila informasi tersebut telah disediakan, bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini. Pasal 41 Ayat (1) Pembelian agunan oleh bank melalui pelelangan dimaksudkan untuk membantu bank agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Penerima Fasilitasnya. Dalam hal bank sebagai pembeli agunan Nasabah Penerima Fasilitasnya, status bank adalah sama dengan pembeli bukan bank lainnya. Bank dimungkinkan membeli agunan di luar pelelangan dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Penerima Fasilitasnya. Batas waktu 1 tahun dengan memperhitungkan pemulihan kondisi likuiditas bank dan batas waktu ini merupakan jangka waktu yang wajar untuk menjual aset bank. Agunan yang dapat dibeli oleh bank adalah agunan yang pembiayaannya telah dikategorikan macet selama jangka waktu tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 42 www.hukumonline.com www.hukumonline.com Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1) Yang dimaksud dengan memperlihatkan bukti-bukti tertulis termasuk menyampaikan keterangan atau fotokopi. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Bank Indonesia adalah otoritas pengaturan dan pengawasan bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Bank Indonesia. Pengaturan yang dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain mengenai aspek kelembagaan, kepemilikan dan kepengurusan (termasuk uji kemampuan dan kepatutan), kegiatan usaha, pelaporan, serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional Bank Syariah. Pengaturan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dimuat dalam Peraturan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Bank Indonesia. Pengawasan bank meliputi pengawasan tidak langsung (off-site supervision) atas dasar laporan bank dan pengawasan langsung (on-site supervision) dalam bentuk pemeriksaan di kantor bank yang bersangkutan. Sejalan dengan itu Bank Indonesia diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pengawasan terhadap bank dengan menempuh langkahlangkah yang bersifat preventif maupun represif. Pasal 52 Ayat (1) Bank perlu menjaga tingkat kesehatannya dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat, mengingat bank terutama mengelola dana masyarakat yang disimpan pada bank berdasarkan kepercayaan. www.hukumonline.com www.hukumonline.com Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pihak lainnya adalah pihak-pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia memiliki kompetensi untuk melaksanakan pemeriksaan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (1) Keadaan suatu bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, kondisi usaha bank semakin memburuk, antara lain, ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas, serta pengelolaan bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehatihatian dan asas perbankan yang sehat. Dalam ayat ini ditetapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan terhadap bank yang mengalami kesulitan dan membahayakan kelangsungan usahanya, agar tidak terjadi pencabutan izin usahanya dan/atau tindakan likuidasi. Langkah-langkah dimaksud dilakukan dalam rangka mempertahankan atau menyelamatkan bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat. Huruf a Pembatasan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam hal ini antara lain meliputi dan tidak terbatas pada pembatasan keputusan pemberian/pemberian deviden atau keuntungan kepada pemilik Bank, kenaikan gaji bagi pegawai, pengurus, pembukaan kantor cabang , dan lain-lain. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan pihak lain dalam ayat ini adalah pihak-pihak di luar bank yang bersangkutan, baik bank lain, badan usaha lain maupun individu yang memenuhi persyaratan. www.hukumonline.com www.hukumonline.com Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pembubaran badan hukum Bank atau likuidasi dalam ayat ini merupakan suatu ketentuan khusus yang berlaku bagi Bank (lex specialis), oleh karena itu ketentuan perundangundangan tentang kepailitan tidak berlaku bagi Bank. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pegawai tertentu adalah pegawai Bank Indonesia yang diberi kewenangan karena jabatannya ataupun karena penunjukan oleh Pimpinan Bank Indonesia. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan setiap pihak tidak terbatas pada pemegang saham, direksi, komisaris, pejabat atau pegawai bank saja, melainkan juga terhadap pihak-pihak lain yang dianggap perlu untuk dilakukan pemeriksaan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Barang bukti berupa dokumen yang meliputi data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: a. tulisan, suara, atau gambar; b. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; c. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. Dalam hal dilakukan penyitaan dokumen maka penyitaan dilakukan dengan pembuatan Berita Acara Penyitaan. Huruf g Cukup jelas. Huruf h www.hukumonline.com www.hukumonline.com Cukup jelas. Huruf I Cukup jelas. Huruf j Penghentian penyidikan dilakukan karena alasan: 1. Tidak diperoleh bukti yang cukup. 2. Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana. 3. Penghentian penyidikan demi hukum: a. Nebis in idem; b. Tersangka meninggal dunia; c. Kadaluarsa. Huruf k Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Pada dasarnya sanksi administratif dikenakan terhadap anggota Komisaris atau anggota Direksi secara personal yang melakukan kesalahan, namun tidak menutup kemungkinan sanksi administratif dijatuhkan secara kolektif apabila kesalahan tersebut dilakukan secara kolektif. Dengan adanya ketentuan pasal ini, maka setiap pelanggaran terhadap Prinsip Syariah yang dilakukan oleh Anggota Dewan Komisaris, Pengawas Syariah, Direksi atau pegawai bank dapat dikenakan sanksi administratif. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 www.hukumonline.com www.hukumonline.com Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR ..... www.hukumonline.com