JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-1 1 Analisis Ferroresonance pada Transformator Tiga Fasa 150 kV Akibat Ketidaksimetrian Histerisis pada Inti Besi Rahmi Citra Pertiwi, I Made Yulistya Negara, I Gusti Ngurah Satriyadi H. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] ; [email protected] Abstrak—Fenomena ferroresonance merupakan fenomena resonansi non linear yang disebabkan oleh kondisi abormal switching salah satu atau dua fasa. Fenomena ini dapat menyebabkan tegangan lebih dan arus lebih pada transformator. Transformator selalu memiliki histerisis non linear pada inti besinya. Pada umumnya nilai histerisis transformator adalah simetris. Pada studi ini akan membahas terjadinya ferroresonance yang dipengaruhi histerisis asimetris pada salah satu transformator š × š fasa. Transformator yang digunakan adalah transformator daya 150/20 kV konfigurasi Y-Y. Pada studi ini nilai fluks pada salah satu transformator divariasikan lalu akan dianalisis tegangan lebih dan arus lebih pada fenomena ferroresonance. Hasil akhir yang didapatkan adalah adanya perubahan nilai tegangan lebih dan arus lebih ferroresonance dari kondisi histerisis simetris pada ketiga inti besi transformator terhadap kondisi histerisis asimetris pada salah satu inti besi transformator. Kata Kunci—Arus lebih, ferroresonance, histerisis, tegangan lebih. pada kurva saturasi atau kejenuhan, dan disebut dengan histerisis magnetik. Penyebab utama dari fenomena ini adalah munculnya lebih dari satu respon steady state yang stabil pada parameter jaringan yang sama. Gejala transient, lightning overvoltage, pengisian tanaga transformator atau beban, kemunculan atau penghilangan gangguan, memungkinkan sebagai penyebab ferroresonance. Responnya dapat berubah secara tiba-tiba dari respon steady state normal (sinusoidal pada frekuensi yang sama sebagai sumber) ke respon steady state ferroresonance yang ditandai dengan level harminonisa dan overvoltage yang tinggi, yang dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan listrik [3]. B. Rangkaian Dasar Ferroresonance [3] Pemahaman dari osilasi bebas dari rangkaian dasar ferroresonance mengilustrasikan perilaku yang spesifik. Rugi rugi diabaikan dan kurva magnetisasi (i) sederhana dari kumparan inti besi dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. I. PENDAHULUAN K C T RANSFORMATOR adalah salah satu mesin listrik yang berperan dalam penyaluran daya sistem arus bolak-balik (AC). Kinerja dan keandalannya sangat berperan besar. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja transformator Salah satunya adalah fenomena ferroresonance pada transformator. Ferroresonance atau dikenal juga dengan sebutan resonansi non-linier merupakan suatu fenomena kelistrikan yang sangat kompleks. Ferroresonance fenomena resonansi non-linier yang dapat mempengaruhi jaringan listrik. Tingkat tegangan lebih atau arus lebih yang terjadi dapat berbahaya bagi peralatan listrik. Hal ini perlu diperhatikan dalam penyaluran tenaga listrik [1]. V VL R i Gambar 1. Rangkaian ferroresonance sederhana [3] max sat Ls L Imax sat Gambar 2. Karakteristik š [3] II. FERRORESONANCE A. Pengertian Ferroresonance Ferroresonance merupakan interaksi isolasi kompleks dari induktansi non linear inti besi ferromagnetik dengan sistem kapasitansi. Osilasi ini berdampak pada kenaikan suhu dan kegagalan isolasi pada transformator sehingga dapat mengganggu penyaluran daya [2]. Ferroresonance merupakan situasi resonansi dengan ketidaklinieran induktansi, dimana reaktansi induktif tidak hanya bergantung pada frekuensi tetapi juga pada kerapatan fluks magnetik dari inti besi (contoh: inti besi transformator). Secara teori, induktansi yang tidak linier mengakibatkan timbulnya dua reaktansi induktif (pada zona linier dan zona saturasi) menurut situasi Gambar 3. Osilasi bebas dari rangkaian ferroresonace seri [3] Korespondensi bentuk gelombang pada gambar 3 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-2 2 merupakan tipikal dari ferroresonance periodik. Secara umum, tegangan pada kapasitansi terminal diasumsikan sama dengan V0. III. PARAMETER HISTERISIS Dalam kondisi ini transformator dimodelkan berupa beban resistif (R) sebesar 60 MVA. Nilai R yang digunakan adalah sebesar 11,54 Ohm. Pada kondisi normal respon tegangan sumber dapat dilihat pada gambar 5. B. Analisis Kondisi Munculnya Ferroresonance Parameter histerisis yang digunakan pada ketiga transformator saat keadaan normal untuk simulasi ini adalah dengan menggunakan kondisi histerisis dengan besar arus dan fluks yang diinginkan. Selain kondisi histerisis simetris divariasikan pula beberapa macam kondisi histerisis asimetris pada transformator B. Histerisis yang digunakan dibuat menjadi tingkatan yang berbeda dari nilai histerisis sebelumnya yaitu histerisis dengan fluks yang lebih kecil dan histerisis dengan fluks yang lebih besar, sedangkan untuk nilai arus selalu sama. IV. HASIL SIMULASI DAN ANALISA Dampak ferroresonance dianalisis berdasarkan pada hasil simulasi yang telah dilakukan. Permodelan yang digunakan adalah permodelan pada sistem transmisi yang dihubungkan dengan sebuah transformator 3 × 1 fasa 150/20 kV yang terhubung Y-Y. Transformator tersebut terhubung langsung pada beban dengan kapasitas sebesar 60 MVA. Permodelan yang digunakan dapat terlihat seperti gambar 4 berikut ini. 1. Ferroresonance dengan Fluks Histerisis Simetris Pada kondisi munculnya ferroresonance ini diakibatkan satu fasa terbuka pada t = 0,1 s pada fasa A dengan histerisis yang sama pada ketiga transformator. Besarnya tegangan yang muncul merupakan tegangan lebih adalah sebesar 389,81 kV. Sedangkan sisi sekunder memiliki nilai puncak sebesar 23,54kV. Pada respon tegangan primer dan sekunder memiliki fundamental frekuensi sistem. Hal ini menandakan bahwa respon tegangan primer ini tergolong ke dalam jenis ferroresonance fundamental mode. Gambar 6 Respon tegangan primer dengan histerisis simetris Gambar 7. Respon arus arus sekunder dengan histerisis simetris Gambar 4. Rangkaian simulasi Sumber 150 kV akan menyuplai tegangan yang disalurkan melalui saluran distribusi dengan panjang saluran 10 km. Circuit Breaker berfungsi sebagai pemutus daya dan switch pada proses switching. Sedangkan beban yang digunakan dalam simulasi ini dimodelkan dengan beban resistif (R). A. Analisis Kondisi Normal Pada keadaan normal, tegangan puncak yang terukur dari sumber sebesar 122,47 kV tampak pada Gambar 5. Hal ini sesuai dengan perhitungan pada persamaan 1 dan 2, dimana 150 kV merupakan V(ph-ph) sedangkan tegangan yang terukur adalah Všāšš š −šššš¢šš (max ) ). Všāšš š −ššš š¢šš (rms ) = Všāšš š −šššš¢šš (max ) V š ā šš š −š ā šš š (rms ) 3 = 2. Všāšš š −šššš¢šš (1) (rms ) (2) (4) Gambar 5. Respon tegangan sumber Respon arus sisi primer memiliki arus puncak sebesar 1516,6 A. Dapat diamati bahwa terbukanya satu fasa dengan histerisis asimetris pada simulasi ini memberikan respon arus dengan jenis ferroresonance chaotic mode. Sedangkan untuk respon arus pada sisi sekunder memiliki nilai puncak sebesar 2040,1 A. Bentuk karakteristik respon arus pada sisi sekunder tergolong jenis ferroresonance fundamental mode. 2. Ferroresonance dengan Fluks Histerisis Asimetris yang Lebih Kecil Untuk memunculkan ferroresonance pada kali ini tetap dengan menggunakan terbukanya salah satu fasa pada sistem pada t = 0,1 s fasa A. Hasil fenomena ferroresonance ini akan dianalisa akibat pengaruh perubahan histerisis fluks yang terdapat pada salah satu transformatornya. Histerisis yang berbeda akan diberikan kepada transformator B yang mana nilai dari fluks akan menjadi lebih kecil dibandingkan Transformator A dan C. Bentuk respon tegangan pada sisi primer dan sekunder dengan nilai puncak masing-masing sebesar 398,68 kV dan 23,89 kV. Respon arus pada sisi primer memiliki nilai puncak sebesar 1443,9 A sedangkan arus pada sisi sekunder memiliki nilai puncak arus sebesar 2070,8 A. Gambar 8. Respon tegangan primer dengan histerisis asimetris yang lebih kecil JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-3 Gambar 9. Respon arus sekunder dengan histerisis asimetris yang lebih kecil 3 F. Respon Arus Sekunder Kemudian tabel 4 didapatkan kenaikan atau perubahan arus lebih antara kondisi histerisis simetris terhadap kondisi histerisis asimetris sebesar 1,5 % untuk fluks yang lebih kecil dan 0,56 % untuk fluks yang lebih besar dari kondisi histerisis simetris. Tabel 4. Nilai arus puncak sekunder untuk 3 kondisi 3. Ferroresonance dengan Fluks Histerisis Asimetris yang Lebih Besar Pada kondisi pemunculan fenomena ferroresonance kali ini diterapkan dengan memberikan nilai fluks untuk histerisis transformator dengan nilai yang lebih besar pada inti besi transformator B. Respon tegangan puncak primer sebesar 390,85 kV dan sisi sekunder sebesar 23,67 kV. Sedangkan respon dari arus lebih yang terjadi pada transformator sisi primer dan sekunder sebesar 1534,1 A dan 2051,7 A. C. Respon Tegangan Primer 1. 2. Asimetris Fluks Kecil (kV) Asimetris Fluks Besar (kV) 389,81 398,68 390,85 Tegangan lebih paling tinggi pada sisi primer dengan 3 kondisi akan dianalisa selisih atau perubahan tegangan lebih yang terjadi antara kondisi histerisis simetris terhadap asimetris dengan fluks kecil dan juga besar. Didapatkan terjadi kenaikan 2,27 % ketika kondisi histerisis asimetris dengan fluks kecil, sedangkan kondisi histerisis asimetris dengan fluks yang besar hanya naik 0,26 % dari kondisi histerisis simetris. 3. 4. D. Respon Tegangan Sekunder Tabel 2. Nilai tegangan puncak sekunder untuk 3 kondisi Simetris (kV) Asimetris Fluks Kecil (kV) Asimetris Fluks Besar (kV) 23,54 23,89 23,67 Nilai puncak tegangan lebih sekunder yang tertinggi dari ketiga kondisi akan didapatkan kenaikan atau perubahan tegangan lebih antara kondisi histerisis simetris terhadap kondisi histerisis asimetris. Ketika kondisi histerisis asimetris dengan fluks lebih kecil mengalami kenaikan 1,48 % dan kondisi histerisis asimetris dengan fluks kecil naik 0,55 % dari kondisi histerisis simetris. E. Respon Arus Primer Pada tabel 3 tampak terjadi penurunan 4,79 % nilai arus lebih pada kondisi histerisis asimetris dengan fluks yang lebih kecil dari kondisi histerisis simetris, sedangkan pada kondisi histerisis asimetris dengan fluks lebih besar mengalami kenaikan sebesar 2,25 %. Asimetris Fluks Kecil (Ampere) Asimetris Fluks Besar (Ampere) 2040,1 2070,8 2051,7 V. KESIMPULAN Tabel 1. Nilai tegangan puncak primer untuk 3 kondisi Simetris (kV) Simetris (Ampere) Nilai tegangan lebih primer mencapai nilai dan kenaikan tertinggi ketika kondisi histerisis asimetris dengan fluks yang lebih kecil yaitu 2,27 % dari kondisi histerisis simetris sebesar 389,81 kV. Nilai tegangan lebih sekunder transformator naik paling tinggi terjadi ketika kondisi histerisis asimetris dengan fluks yang lebih kecil yaitu 1,48 % dari kondisi histerisis simetris sebesar 23,54 %. Nilai arus lebih untuk fenomena ferroresonance pada sisi primer transformator dengan kondisi histerisis simetris sebesar 1516,6 A. Pada kondisi histerisis asimetris dengan fluks lebih besar naik 1,15 %. Arus lebih tertinggi dicapai ketika kondisi histerisis asimetris dengan fluks yang lebih besar. Arus lebih pada sisi sekunder mencapai nilai puncak sebesar 2040,1 A ketika kondisi histerisis simetris. Sedangkan ketika kondisi histerisis asimetris dengan fluks yang lebih kecil memiliki nilai arus puncak sebesar 2078,8 A atau naik 1,5 % dari kondisi histerisis simetris. Nilai arus lebih tertinggi dicapai ketika kondisi histerisis asimetris dengan fluks yang lebih kecil. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] Tabel 3. Nilai arus puncak primer untuk 3 kondisi [8] Simetris (Ampere) Asimetris Fluks Kecil (Ampere) Asimetris Fluks Besar (Ampere) [9] 1516,6 1443,9 1534,1 Santoso, Surya, Dugan, Roger C., Grebe, Thomas E., “Modeling Ferroresonance Phenomena in An Underground Distribution System”, IEEE, USA, 2000. Moses, Paul S., Masoum, Mohammad A. S., Toliyat, Hamid A., “Impact of Hysteresis and Magnetic Couplings on the Stability Domain of Ferroresonance in Asymmetric Three-Phase Three-Leg Transformer” IEEE, USA, 2011. Ferracci, P., “Ferroresonance”, Group Schneider: Cahier no 190, pp. 128, March 1998. Wiratha, Putu, Wegadiputra, “Analisis Fenomena Ferroresonance pada Capacitive Voltage Transformer (CVT) Akibat Pelepasan Beban Secara Mendadak”, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2011 Sulasno, “Teknik Konversi Energi Listrik dan Sistem Pengaturan”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009 Muljono, Dr, Prof., Sunarto, Ir, M.Sc., “ Listrik Magnet”, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2003. Gussow, Milton, “Theory and Problems of Basic Electricity”, New York, MacGraw-Hill Book Company, 1983. Berahim, Hamzah, Ir., “Pengantar Teknik Tenaga Lisrtrik”, Yogyakarta, Andi Offset, 1991 . Zuhal, “ Dasar Tenaga Listrik”, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 1982.