UNSUR-UNSUR KEJAHATAN UNSURTERHADAP KEMANUSIAAN Oleh: Rudi M. Rizki Disampaikan s p ddalam Training, g, “Trainingg Hukum u u HAM bbagi g Dosen ose Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Indonesia, diselenggarakan oleh Pusat Suti HAM UII bekerjasama dengan NCHR University of Oslo Norway, di Yogyakarta tanggal 22-24 September 2005 K j h t Kejahatan thdp thd Kemanusiaan K i (Ps. 9 UU 26/2000) z “salah satu perbuatan yg dilakukan sbg bagian dr serangan yg meluas / sistematis yg diketahuinya bhw serangan tsb ditujukan secara langsung thdp pddk sipil, berupa: – – – – – – – – – – pembunuhan pemusnahan perbudakan d deportasi t i pencabutan kebebasan sewenang-wenang p y penyiksaan pemerkosaan / kejahatan seksual lainnya penganiayaan / persekusi / penindasan penghilangan paksa apartheid” Pengantar 9 9 9 9 Petersburg Declaration 1868: crimes against humanity Hague Convention 1907: laws of humanity dsr perlindungan kombatan & penduduk sipil Pembunuhan thdp WN Turki keturunan Armenia 1915: crimes against humanity and civilization → intervensi humaniter Negara harus bertanggung jawab atas KTK yg dilakukan negara thdp warganegaranya. 9 9 9 IMT : kejahatan perang – KTK KTK: pembunuhan, pemusanahan, perbudakan, b d k d deportasi t i perbuatan b t tdk manusiawi lainnya yg dilakukan thdp pddk sipil, i il dilakukan dil k k sebelum b l / ketika k tik perang berlangsung. Meliputi persekusi thdp pddk sipil i il yg didasarkan did k pd d alasan2 l 2 politik, litik rasial/ i l/ agama (Art. 6 London Charter ) Nuremberg principles: pertanggungjawaban pidana secara individual →1954 UN Code of Offences Against The Peace and Security of Mankind 9 Pertanggungjawaban P t j b Prinsip Nuremberg : i di id individu d l dalam 9 Setiap orang yg melakukan kejahatan int’l bertgjwb atas perbuatannya & harus dihukum. 9 Jika Jik hk nasional i l tdk mengatur t tdk berarti b ti pelaku l k bebas 9 Jabatan Kepala Negara / Pejabat Pemerintah tidak membebaskannya dr tg jwb menurut HI 9 No superior order principle. principle 9 Setiap orang yg didakwa melakukan kejahatan internasional mempunyai hak atas fair trial Kejahatan menurut hukum internasional : 9 kejahatan terhadap perdamaian; 9 kejahatan perang 9 KTK : pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, deportasi dan perbuatan yg tidak b berperikemanusiaan ik i thd thdp penduduk d d k sipil/ i il/ persekusi berdasarkan alasan politik, ras, agama, 9 Keterlibatan Kete lib t (complicity li it ) dlm dl pelaksanaan l k KTK = kejahatan menurut hukum inte nasional internasional. 9 UU 26/2000 Pasal 1 (4) : “Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, baik sipil, sipil militer, militer maupun polisi yang bertanggungjawab secara individual” 9 Prinsip yurisdiksi universal: no safe haven 9 hostis humanis generis 9 ICC : Most serious crimes: – Genosida – Kejahatan Perang – Kejahatan h terhadap h d Kemanusiaan UNSUR--UNSUR KTK UNSUR “salah satu perbuatan” 9 Setiap S ti ti d k tindakan yg disebutkan di b tk dl dlm P 9 Ps adalah KTK. 9 Tidak Tid k disyaratkan di tk h lebih hrs l bih dr d satu t tindak ti d k pidana (mis : pembunuhan & perkosaan) “yang dilakukan sebagai bagian dari serangan …”” 9 Tindakan harus mrpkn bagian dari serangan “serangan” 9 Tidak harus : 9 9 9 9 9 9 merupakan k serangan militer ilit / yg melibatkan lib tk kekuatan k k t militer, menggunakan kekuatan bersenjata atau pasukan2 dgn k k kekerasan terjadi krn balas dendam sbg akibat dr permusuhan bersenjata berhubungan dgn sengketa bersenjata Termasuk kampanye / operasi yg ditujukan thdp pddk sipil Perbuatan berganda (muliple acts): bukan perbuatan tunggal/tersendiri / acak (random) “meluas meluas atau sistematik” sistematik 9 Yang membedakan dr kejahatan biasa shg menjadikannya sbg kejahatan internasional 9 tdk mensyaratkan bhw setiap unsur kejahatan yg dilakukan harus selalu meluas / sistematis. 9 Jika Jik terjadi t j di pembunuhan, b h perkosaan k dan d pemukulan, setiap kejahatan itu tidak perlu harus meluas / sistematis,, jika j kesatuan dari tindakantindakan di atas sudah memenuhi unsur meluas atau sistematis. 9“meluas” 9 Jumlah korban 9 Perbuatan yg: 9 massive, 9 se sering g ((frequent), eque t), berulang-ulang 9 skala besar, 9 Dilakukan secara kolektif dgn “considerable considerable seriousness seriousness” 9“sistematik” 9 Adanya pola atau rencana mengenai cara2 yg akan dilakukan 9 mencerminkan “suatu pola / metode tertentu” yg diorganisir secara menyeluruh & menggunakan pola yg tetap 9 Unsur “meluas” atau “sistematis” tdk hrs dibuktikan keduanya. Akayesu z a. b. c. d. e. z a. b. c c. “meluas” meluas sebagai : tindakan massive, berulang-ulang, g g, berskala besar, dilakukan secara kolektif dgn dampak serius diarahkan thdp sejumlah besar korban (multiplicity of victim)” ”sistematis” sebagai: diorganisasikan dgn baik mengikuti pola tertentu yg terus menerus berdasarkan kebijakan yg melibatkan sumberdaya publik / privat yg substansial meskipun bkn mrpkn kebijakan Neg sec formal 9 Rencana tidak harus dinyatakan tegas / terang terangan 9 Indikasi adanya rencana (Blaskic) 9 Latar blk politik & historis atas kejahatan yg dilakukan 9 Latar belakang organsatoris & institusional p g media 9 Propaganda 9 Mobilisasi angkatan bersenjata 9 Serangan militer yg berulang & terkoordinasi 9 Hubungan hirarki antara: militer - struktur politik program politiknya. 9 Perubahan komposisi etnis penduduk 9 Aturan2 yg diskriminatif 9 Skala tindak kekerasan, khususnya pembunuhan dan kekerasan fisik lainnya, perkosaan, penahanan sewenangwenang, deportasi dan pengusiran / perusakan benda2 non-militer, khususnya benda2 suci 9 9 Utk membuktikan sebagai “bagian bagian dr serangan meluas / sistematis thdp penduduk sipil” : adanya keterkaitan antara tindakan pelaku dgn serangan keterkaitan tergantung pd situasi setiap kasus. kasus Mis: 9 ada kesamaan antara tindakan pelaku dgn penyerangan ; 9 keadaan ketika serangan terjadi dgn keadaan ketika pelaku melakukan tindak pidana ; 9 kedekatan waktu & tempat tindak pidana dilakukan dengan serangan 9 9 Harus “ditujukan kepada penduduk sipil”, tidak berati semua penduduk suatu negara, entitas / wilayah harus menjadi sasaran serangan. serangan “penduduk sipil”: semua org yg tdk ikut sec aktif dlm permusuhan, yg bkn lagi pihak peserta tempur, hors de combat karena sakit, sakit terluka, terluka ditawan / karena alasan lain Penjelasan Psl 9 UU 26/2000: “serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil” adalah suatu rangkaian perbuatan yg dilakukan thdp penduduk sipil sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atau kebijakan yg berhubungan g dengan g organisasi. g 9 “directed”: ditujukan 9 Serangan yg dilakukan oleh sekelompok orang thdp tempat2 kesatuan / polisi, bukan KTK 9 “yang diketahuinya bhw serangan g tsb …” – Pelaku hrs melakukan dgn memiliki pengetahuan ttg luasnya / sistematiknya serangan. – Pengetahuan P t h d dptt b bersifat if t aktual kt l / kkonstruktif t ktif – Tdk hrs mengetahui: z z kkeseluruhan l h serangan dgn d rinci i i bhw perbuatannya itu tidak manusiawi atau menimbulkan KTK “pembunuhan” p 9 ILC: sudah dilarang dlm hukum semua negara 9 Sesuai KUHP Psl 338 / 340 9 Akayesu : pembunuhan thdp manusia secara tdk sah dan sengaja dgn unsur2: 9 korbannya mati; 9 kematiannya disebabkan krn perbuatan tdk sah / pembiaran dr pelaku p / bawahannya y krn p 9 Pd waktu kejadian, pelaku / bawahannya mengetahui bhw perbuatan thdp fisik korban dpt menyebabkan b bk kematian, k ti tidak tid k perlu l menunjukan j k telah menimbulkan kematian / tidak. 9 Celebici C l bi i: sama dgn d “grave “ b breaches” h ” dlm dl Konvensi Jenewa, dgn syarat “adanya niat pelaku l k utk tk membunuh b h / menimbulkan i b lk luka l k serius thdp korban” “pemusnahan” pemusnahan • Unsur2nya : 1. Pelaku membunuh (bagian dr pembunuhan massal suatu kel) 2 Menimbulkan 2. M i b lk kondisi k di i kehdpn yg menyebabkan kehancuran suatu kel. • Sama dgn Konvensi Genosida tp bkn thdp protected group p g p sbgmn g halnya y genosida g Karateristik brdsrkan p praktek int’l : 9 Pembunuhan dlm skala yg besar, menimbulkan korban yg banyak dan memenuhi persyaratan pembunuhan b h dlm dl Psl. P l 9a 9 9 Penghancuran massal 9 Termasuk situasi ketika sekelompok orang dgn karakteristik yg berbeda terbunuh 9 Pelaku tdk perlu mengetahui siapa korbannya, bisa meliputi klp politik, klp sosial tertentu, dll. • Psl 9 (b) UU 26/2000 : pemusnahanÆ menimbulkan penderitaan dgn sengaja a.l : Menghambat pemasokkan barang dan obatobat obatan yg dpt menimbulkan pemusnahan p penduduk “perbudakan” perbudakan 9 a. b. 9 9 Unsur : pelaku U l k menggunakan k kekuasaan k k apapun yg melekat atas hak kepemilikan trhdp seorg/lbh, co to contoh: membeli, menjual, meminjamkan, atau mempertukarkan org Mengambil keuntungan dr mereka atas tecabutnya kebebasan mereka Perbudakan dlm arti luas, tmsk praktek2 yg menyerupai perbudakan (perhambaan, buruh paksa, traficking) Slavery Convention 1926: status / kondisi dimana seseorang berada b d di d bwh b h status pemilikan l k orang lain 9 Servitude Se tude: se semua ua bentuk be tu dominasi do as / perendahan martabat seseorg oleh org lain, tmsk s p praktek2 a menyerupai y upa perbudakan p buda a 9 Buruh paksa: semua pekerjaan/jasa yg diperoleh dr seseorg yg dibawah ancaman/sbg hukuman dmn org ybs tdk mempunyai hukuman, kerelaan utk melakukannya (ILO) 9 ILC: “… memberikan status/memperlakukan seseorg sbg budak / pekerja paksa, bertetangan dgn HI “Pengusiran / pemindahan penduduk secara p paksa” (deportasi ( p paksa) p ) 9 Pengusiran (deportation): pemindahan paksa k dari d i satu t neg ke k neg lain l i 9 Pemindahan p penduduk sec paksa: p pemindahan paksa penduduk dr satu g daerah ke daerah lain dlm satu negara. 9 “paksa” (forced): segala bentuk tekanan yg membuat mereka meninggalkan tempat asalnya. “perampasan pe a pasa kemerdekaan e e de aa / kebebasan ebebasa fisik lain sec. sewenangsewenang-wenang yg melanggar hukum internasional internasional” 9 Perampasan kebebasan / pemenjaraan / penahanan se wenang2 yg dilarang dlm instrumen HAM & HHI se-wenang2 9 “Non-derogable rights” 9 Perampasan kemerdekaan … 9 Jika tdk ada dasar hukum seseorg tetap ditahan setelah menjalani j hukuman / diberi amnesti 9 Tidak sesuai dgn hak atas peradilan yg adil 9 Jika kondisinya menunjukan adanya penyiksaan / perlakuan k j kejam, tdk manusiawi i i & merendahkan d hk martabat. t b t “ketentuan pokok hukum internasional” 9 Treaty 9 custom 9 general principles 9 Standard minimum: 9 Hak utk bebas dr penahanan se-wenang2 9 Hak atas fair trial : i.e 9 9 9 9 Akses kpd pengadilan Bersalah / tidak hrs ditentukan pengadilan Membebaskan jika terbukti tdk bersalah P Pengadilan dil yg kompeten k t & tdk berpihak b ih k “penyiksaan” p y b. Unsurnya: U Pelaku membuat korban mengalami rasa sakit yg mendalam ((severe)) baik fisik/mental Korban berada dlm tahanan/di bwh kontrol pelaku Bukan akibat dr penghukuman yg sah 9 Non derogable rights 9 a. a. 9 9 9 9 9 9 9 Definisi sama dgn g Konvensi Anti Penyiksaan: y perbuatan sengaja rasa sakit / p penderitaan yg hebat jjasmani / rohani dilakukan oleh/ hasutan /persetujuan / sepengetahuan aparat tujuan: info / pengakuan / hukuman / ancaman, diskriminasi tdk trmsk rasa sakit dr penghukuman sah “perkosaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran paksa, kehamilan paksa, sterilisasi paksa / bentuk2 kekerasan seksual lainnya” lainnya z Definisi: – “dimasukannya “di k setiap ti b d benda, t trmsk k (dan (d tid k tidak terbatas) pd penis, thdp vagina / anus korban dlm pemaksaan / tekanan,, atau kondisi kekerasan,, p dimasukannya penis ke dalam mulut korban dlm kondisi kekerasan atau pemaksaan”. – “serangan “ thd fisik thdp fi ik seseorang dlm dl bentuk b t k seksual k l thdp seseorang dlm keadaan yg memaksa” (Akayeshu y , ICTR)) – “non-consensual intercourse” – dapat melibatkan pemasukan benda dan atau penggunaan lubang2 pd tubuh manusia yg bukan utk sesuatu yg seksual. z Delalic & Furundzija: unsur2 obyektif perkosaan k : – penetrasi seksual walaupun ringan; – thdp vagina / anus korban oleh penis pelaku / benda b d lain l i yg digunakan di k pelaku; atau – thdp mulut korban oleh penis pelaku – dengan tekanan, kekerasan / ancaman thdp korban / orang ketiga. ketiga Ak Akayeshu h : – “kondisi memaksa / menekan (coercive) tdk perlu dibuktikan dgn diperlihatkannya kekuatan fisik – “ancaman, intimidasi, pemaksaan dan bentuk-bentuk p penekanan lainnya y dimana korban dlm ketakutan / keputusasaan dpt menunjukan j adanya y p penekanan” – “keadaan menekan biasanya terjadi pd situasi2 tertentu spt adnya konflik bersenjata / kehadiran militer” z z z ““perbudakan b d k seksual” k l” dianggap d sbg b bentuk b k lain dr perbudakan. “ k “seksual”: l” akibat kib dr d perbudakan b d k ini i i tdk dk hanya h mrpkn pembatasan seseorang / kebebasan bergerak tetapi juga pelanggaran atas hak bergerak, seseorang untuk menentukan aktivitas seksualnya. seksualnya perbudakan seksual meliputi situasi dimana perempuan mengalami kawin paksa, paksa ditempatkan sebagai hamba / sebagai buruh paksa (forced labour) yg p p pd akhirnya y melibatkan pemaksaan seksual, tmsk perkosaan oleh pelakunya. Pelapor Khusus WG Bentuk2 Kontemporer Perbudakan: – semua praktek penahanan perempuan pd kamp2 perkosaan, comfort station, kawin paksa / kawin perkosaan sementara dgn tentara, dan praktek2 yg menganggap g gg p p perempuan p sebagai g benda bergerak, g , merupakan bentuk2 perbudakan yg dilarang berdasarkan norma hukum yg memaksa (peremptory t norms). ) z z “pelacuran paksa”: utk mencakup situasi yg bk mrpkn bkn k perbudakan, b d k ttp utkk situasi i i dimana seseorang terpaksa melakukan aktivitas ki i seksual k l guna memperoleh l h suatu kebutuhan hidupnya (mis: makanan) / utk menghindari hi d i suatu t kerusakan k k / kerugian k i yg lebih besar lagi. “pelacuran paksa” tdk sama dgn “perkosaan” krn sulit utk memenuhi unsur paksaan, tekanan /ancaman kekerasan sebagaimana diintepretasikan kasus Akayeshu z “ “penghamilan h il paksa” k ”. – “paksa” menunjukan bhw penghamilan itu dil k dilakuan d dgn melibatkan lib tk k k kekerasan / paksaan, k tmsk penggunaan ancaman kekerasan. – Segala bentuk kekerasan menghilangkan kerelaan (consent) korban utk menjadi hamil – tidak mensyaratkan korban hrs berada dlm tahanan / di bawah kekuasaan pelaku. – namun dpt juga melibatkan perkosaan atau tmsk “bentuk lain dr “kekerasan seksual yang kekejiannya setara”. z z z z Kekerasan seksual memp arti yg lebih luas, luas bukan perkosaan saja. Statuta ICC “bentuk lain dr kekerasan seksual yg kekejiannya setara”, mencakup setiap tindak kekerasan yg dilakukan utk maksud seksual / dgn sasaran seksualitas. Akayeshu: kekerasan seksual, seksual termasuk perkosaan: setiap perbuatan bersifat seksual yg d dilakukan a u a tthp p seseo seseorang a g yg be berada ada d di bawah tekanan. Kekerasan asa sseksual sua tdk d terbatas ba as pd sserangan a ga fisik thdp badan manusia tp dpt mencakup perbuatan yg tdk mengandung penetrasi / bahkan kontak fisik. z z Kekerasan k seksual k l mencakup k serangan fisik f k& psikis yg ditujukan thdp seseorang yg brersifat seksual. seksual Furundzija: kekerasan seksual menurut aturan hk pidana int int’ll tdk hanya perkosaan saja, ttp meliputi setiap serangan seksual yg serius yg tdk cukup dgn adanya penetrasi aktual saja, tp mencakup semua serangan yg serius yg sifatnya y seksual yg dilakukan thdp p integritas fisik & moral seseorang dgn cara2 yg mengandung paksaan, ancaman kekerasan / intimidasi shg merendahkan & menghina martabat korban. z “sterilisasi paksa” – diilhami p percobaan medis yg terjadi j di kamp-kamp p p konsentrasi PD II, dilakukan thdp tawanan perang / penduduk sipil. – Sterilisasi tanpa persetujuan korban dapat dinyatakan sebagai kejahatan genosida apabila dilakukan dgn maksud utk menghancurkan / memusnahkan suatu kelompok tertentu baik secara keseluruhan atau sebagian. – Dalam artian genosida: sterilisasi paksa termasuk ke dalam “mengenakan g tindakan2 yg dimaksudkan utk mencegah kehamilan dlm suatu kelompok” “penganiayaan” p g y 9 9 9 a. b. c c. “penganiayaan” bukan dlm pengertian KUHP tapi “persecution” (persekusi) dpt berupa setiap perbuatan pelanggaran HAM yg lain yg tdk tercantum dlm KTK Unsurnya : Pelaku mencabut hak2 fundamental korban dgn kejam Korban dijadikan target dgn alasan identitas yg didasarkan pd politik, politik ras, ras kebangsaan, kebangsaan atnis, atnis budaya, agama, gender, dll Tindakan tsb berkaitan dgn Statuta Roma psl 7(1)/kejahatan lain dlm jurisdiksi Mahkamah 9 9 9 orang2 / kelompok tertentu secara berulangulang / konstan hak-hak dasarnya disangkal / ditolak “kelompok” / “perkumpulan” tertentu didasari persamaan paham, politik, ras, kebangsaan, agama, jenis kelamin / alasan2 lain Kelompok / kolektivitas hrs “identifiable” identifiable / tdk sama dgn klp pelaku “alasan” 9 9 9 9 9 9 Nuremberg: dgn alasan politik, ras, agama Tokyo: y agama g Draft Code 1945: “sosial, politik, agama, budaya” y ICTR: politik, ras, agama, bangsa, etnis ICTR: Maksud diskriminatif (ICTY Tadic) SC: politis, ras, bagsa, etnis, budaya, agama, jenis kelamin “alasan alasan lain yang diakui secara universal universal” 9 International Standards: UDHR & ICCPR “penghilangan orang secara paksa” Deklarasi PBB ttg Penghilangan Paksa 1992 z Praktek sistematik kejahatan ini mrpkn bentuk dr KTK z “seseorang seseorang ditangkap ditangkap, ditahan / diculik berlawanan dgn kehendaknya / dicabut kebebasannya oleh pejabat resmi dr cabang / tingkatan tertentu dr P Pemerintah i t h / oleh l h kelompok k l k tergorganisir t i i / oleh l h perorangan yg bertindak atas nama / dgn dukungan (langsung / tdk langsung), dgn izin / pengetahuan Pemerintah, yg diikuti dgn perahasiaan ttg nasib dan keberadaan korban / dgn penolakan ttg pencabutan kebebasannya shg ybs berada di luar jangkauan kebebasannya, perlindungan hukum” z Pencabutan kebebasan dgn: – – – – z Penangkapan Penahanan Penculikan; atau Cara2 lain Partisipasi Negara / Organisasi Politik : – Semula: hrs melibatkan agen negara / atas izin / sepengetahuan agen negara – Diperluas : “penangkapan, penahanan / penculikan oleh atau dgn otorisasi, dukungan / pengetahuan dari ….. suatu organisasi politik” – Maksud: untuk menjauhkan korban dr perlindungan hukum – Penolakan memberitahukan ttg g pencabutan p kebebasannya / ttg keberadaannya. “apartheid” z z z z ““pemisahan i h ras yg kaku k k dlm dl bid perumahan, h pendidikan, pelayanan kesehatan, pekerjaan, dlm setiap set ap kehidupan e dupa pub publik & swasta s asta d dlm p prakteknya a te ya melibatkan pelanggaran HAM yg meluas & sistematik” K Konvensi i Apartheid: A th id “apartheid “ th id merupakan k KTK” Protokol I Konvensi Jenewa: “praktek apartheid & perlakuan tdk manusiawi & merendahkan martabat yg melibatkan penyerangan thdp martabat pribadi, yg didasari diskrimnasi ras merupakan pelanggaran b t thd berat thdp iinstumen t i i” ini” “praktek & kebijakan pemisahan & diskriminasi ras sbgmn yg di Afrika Selatan