agustus 2011 "Pergilah, kembalilah ke jalanmu" Intisari Tema Tema

advertisement
MINGGU 1 - agustus 2011
”Pergilah, kembalilah ke jalanmu”
1 Raja 19:15 - Roma 10:14-15
Intisari Tema:
Tema:
Pendekatan budaya berperan penting dalam
melakukan Pekabaran Injil.
Tokoh:
Tokoh:
• Kyai Sadrach (pekabaran injil)
• Ignatius Slamet Rijadi (pahlawan nasional asal tanah Jawa)
Nuansa:
Nuansa: Budaya Jawa
KYAI SADRACH
1835- 1924
Mengenal Kristen & Dibaptis
Kyai Sadrach dilahirkan dari keluarga Islam Jawa. Ia adalah salah seorang
yang menjadi penyebar agama Kristen di tanah Jawa. Nama kelahirannya
adalah Radin Abbas.
Setelah belajar di Pesantren di Jombang, Radin Abbas hijrah ke
Semarang dan mulai mengenal Kristen melalui penginjil bernama Hoezoo.
Perkenalan antara Radin Abbas dengan Kyai Tunggul Wulung yang telah
berpindah Kristen, menyebabkan hati Radin makin terdorong dan sangat
condong kepada Agama Kristen. Hingga akhirnya ia menjadi orang
Kristen.
Radin dibaptis di Batavia pada usia 26 tahun dan menjadi anggota gereja
Zion Batavia yang beraliran Hervormd. Nama baptisnya adalah Sadrach.
Menyebarkan Agama Kristen
Di Purworejo Sadrach diangkat anak oleh Pendeta Stevens-Philips tapi
kemudian lebih tertarik dengan gaya “Kristen Jawa” daripada “Kristen
Londo”
Sadrach dikenal mampu mengendalikan roh jahat dan iblis sehingga
sering disebut sebagai “pendeta ngelmu”
Metode pengajaran Sadrach adalah melalui debat umum yang bisa
berlangsung sampai beberapa hari dimana guru-guru terkemuka bersama
muridnya akhirnya mengakui dan berhasil diyakinkan mengenai
kepercayaan Kristen.
Karena berbasis Kejawen, maka pendirian Gereja maupun metode
penyampaian Injil juga berpenampilan Jawa. Sadrach membangun agama
Kristen Jawa yang tetap dekat sekali dengan bentuk-bentuk keagamaan
yang dikenal di dalam Islam dan ngelmu.
Menyebarkan agama Kristen
Gereja dibangun berbentuk
menyerupai joglo dengan atap
bertingkat tiga.
Jika dilihat sepintas, bangunan
tersebut mirip dengan masjid.
Hanya saja Mustaka yang terletak di
atap diganti dengan tanda Salib.
Salibnya pun berbeda, tidak seperti
yang biasa kita lihat di gerejagereja yang berbentuk tanda †.
Salibnya merupakan persilangan
antara senjata Cakra (milik Prabu
Kresna) dan panah Pasopati (milik
Arjuna). Di mana masing-masing
senjata itu memiliki makna yang
identik dengan tanda Salib.
Menyebarkan agama Kristen
Salah satu kunci keberhasilan Sadrach adalah menggabungkan ajaran
ajaran Kristen dengan budaya Jawa seperti Yesus Kristus yang
diasosiasikan dengan Ratu Adil.
Dalam pengajarannya Sadrach sering menggunakan simbol, yaitu “sapu”,
yang artinya: Jemaat harus bersatu dan kuat, terikat satu sama lain
bagaikan sapu yang diibaratkan sebagai Yesus.
Ia juga tetap mempertahankan tradisi kejawen dalam masyarakat dengan
memasukan doa doa Kristen.
Selain tetap memakai panggilan Kiai, Sadrach juga mempraktekan apa
yang pernah dilakukan para Wali Sanga menaklukan masyarakat Hindu.
Persis ketika Sunan Ngampel sering melakukan ‘ duel ‘ mengadu ilmu
dengan pemuka Hindu Majapahit.
Menyebarkan agama Kristen
Dalam mengabarkan berita suka cita, Kyai Sadrach bahkan
menggunakan wayang dan tembang-tembang Jawa. Bahkan doa "Bapa
Kami" pun disulap menjadi tembang Macapat berjudul "Pucung
Pandonga Rama Kawula".
Dengan cara akulturasi budaya ini, maka jemaat Kristiani berkembang
dengan pesat. Akan tetapi, cara ini tidak disukai oleh Zending (hierarki
Gereja Kristen Eropa - Belanda).
Terjadi pertentangan antara Zending dengan Kyai Sadrach pada masa
itu. Meskipun demikian, Kyai Sadrach tidak berputus asa. Beliau tetap
meneruskan kabar suka cita ini dengan cara beliau. Jemaat yang
semula kecil, terus bertambah dan hingga kini dikenal dengan "Gereja
Kristen Jawa".
Menyebarkan agama Kristen
Sadrach menjadi guru yang sangat berpengaruh sehingga sempat
dipenjara oleh pemerintah Belanda karena dianggap memiliki pengaruh
yang kuat di kalangan pribumi.
Yang menarik adalah bahwa keberhasilan pekabaran Injil pada abad 19 di
Jawa adalah hasil aktivitas orang orang pribumi sendiri.
Terlepas dari aktivitas misionaris Eropa, pada tahun 1889 jemaahnya
disekitar Kedu sudah mencapai hampir 3000, sementara petugas zending
yang bekerja lebih lama hanya mempunyai pengikut puluhan saja.
Meninggal dunia
Kyai Sadrach memiliki seorang
istri bernama Nyai Deboradan
anak angkat Yotham Martareja.
Meninggal dunia di Purworejo
pada usia 89 tahun (14 Nov
1924).
Gereja Kristen Jawa (GJ) Karangjasa yang terletak di Kecamatan Butuh
Kabupaten Purworejo ini merupakan Gereja Kristen Jawa tertua di
Pulau Jawa. Gereja ini dibangun oleh Kyai Sadrach pada saat Indonesia
berada di bawah pemerintahan kolonial Belanda.
Di belakang gereja, terdapat sebuah pendopo kecil yang menjadi teras
rumah Kyai Sadrach pada masa lalu. Rumah tersebut kini difungsikan
sebagai museum bukti sejarah napak tilas Kyai Sadrach di Purworejo. Di
sana terdapat ruang tempat Kyai Sadrach berdialog, meja tempat Kyai
Sadrach menulis dan menyiapkan khotbah, hingga tempat tidur Kyai.
Peninggalan-peninggalan beliau pun tersimpan dengan rapi di ruangan kecil
bernuansa Jawa.
Di sekitar gereja dan museum, terdapat rumah retreat dan tempat tinggal
anak angkat Kyai Sadrach beserta keturunan-keturunannya. Mereka lah yang
menjadi "juru kunci" gereja Kyai Sadrach yang kini disebut dengan GKJ
Karangjasa.
Ignatius Slamet Rijadi
Lahir di Donokusuman Solo, 28 Mei 1926
Meninggal di Ambon, Maluku 4 November 1950 pada usia 24 tahun
Ia merupakan pencetus pasukan khusus TNI yang sekarang dikenal dengan
nama Kopassus.
Perwira menengah yang sangat muda ini adalah ahli taktik dan strategi, dia
sangat agresif menyerang namun selalu menghindari kontak senjata yang
merugikan.
Dia gemar membaca dan gemar menulis. Salah satu petunjuk perang gerilya
pertama TNI yang tertulis adalah buah karyanya. Dalam tulisan itu dia
menyebutkan pentingnya agresivitas, taktik regu kecil, menghormati rakyat,
menghemat amunisi, dan cara membiayai gerilya.
Kesuksesan Slamet Riyadi dalam bidang militer tidak membuat beliau
sombong namun demikian dia pasrahkan segalanya kepada Allah dan itu
ditunjukkan dengan kesadaran diri untuk di baptis dengan mengambil nama
baptis Ignatius.
Jasa-jasanya:
• Menumpas pemberontakan PKI di Madiun 1948
• Memimpin serangan umum Surakarta dimulai tanggal 7 Agustus 1949,
selama empat hari empat malam
• Menumpas APRA di Jabar 1949
• Menumpas pemberontakan Kapten Andi Aziz di Makasar dan
pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipelopori oleh Dr.
Soumokil dan kawan-kawan tahun 1950. Dalam tugas inilah ia gugur muda
dalam usia 24 tahun. Ia tertembak di depan benteng Victoria setelah
berusaha merebutnya
Saduran ajaran budaya Jawa
Dalam kehidupan sehari-hari hendaklah kita terbiasa untuk menerapkan
"TIGA JA", artinya :
1. A(ja) Dumeh, jangan sok
2. A(ja) Kagetan, jangan mudah terkejut
3. A(ja) Gumunan, jangan mudah merasa heran
AJA DUMEH, artinya jangan sok.
Dalam praktek keseharian, sifat "sok" ini karena kita merasa 'lebih'
dibandingkan orang lain, sok kaya, sok berpangkat, sok terhormat, sok
pandai, dll.
Bukan berarti kita tidak bersyukur terhadap pemberian Tuhan atas
kelebihan yang kita dapatkan, tetapi hendaknya kita menyikapi kelebihan
tersebut sebagai ‘ ‘kepercayaan’ yang dikaruniakanNya. Ajaran ini
menghindarkan kita dari sifat sombong, takabur, mau menang sendiri,
dan lebih berintrospeksi serta mawas diri lebih dalam lagi.
Saduran ajaran budaya Jawa
AJA KAGETAN, artinya jangan mudah terkejut.
Hal ini mengajarkan kepada kita agar menjadi manusia yang sareh, sabar,
tegar dan kuat. Apabila kita 'kagetan' maka kita akan mudah 'shock' oleh halhal yang sepele. Misalnya kita akan mudah histeris apabila menerima kabar
yang menyedihkan, menggembirakan, menjatuhkan, dsb.
Aja Kagetan juga mengajari kita untuk bijaksana dalam kesabaran, agar
dalam bermasyarakat kita bisa menyatu atau berbaur dengan semua
lapisan, pandai membawa diri, dan tidak 'over acting'.
Aja Kagetan mengajarkan agar kita secara perlahan memiliki ketahanan
mental, sehingga dalam situasi yang terburuk sekalipun kita memiliki
kekuatan dan ketegaran hati.
Saduran ajaran budaya Jawa
AJA GUMUNAN, artinya jangan mudah heran.
Nasehat ini dimaksudkan agar kita sebagai manusia tidak mudah heran
apabila melihat 'kelebihan' yang bersifat duniawi, yang hanya bersifat
sementara.
Apabila kita dapat menahan diri, tidak heran melihat kilau dunia, dan
kita hanya fokus terhadap Tuhan, minimal kita tidak akan merusak
ibadah kita dan kesabaran kita menerima hidup.
Bukan berarti kita harus pasrah bongkokan menerima keadaan dan
kekurangan dengan pasif, tetapi kita dapat secara positif berjuang
dengan tenang dan telaten dan kita dapat merasakan bahwa Tuhan
selalu mendampingi kita.
Salam budaya
Sumber : Wikipedia dan sumber lainnya
Download