4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desain Tapak Menurut Simonds dan Starke (2006), desain merupakan proses pemberian bentuk adalah kreasi dari tempat, ruang, atau segala sesuatu yang dibuat manusia untuk mewujudkan tujuan awal yang ingin dicapai. Desain dimulai dengan tujuan konseptual dari ruang atau objek alam. Menurut Winarwan, Umbu, dan Gunawan (2010), desain memiliki dua sisi komplementer. Di satu sisi, desain merupakan sebuah ide yang utuh, lengkap dan logis dan dapat berdiri sendiri. Di sisi yang lain, desain hanyalah suatu keadaan potensial yang tak lengkap, yang hanya bisa mencapai kepenuhannya melalui konstruksi dalam ruang dan waktu. Ingels (2004) menyatakan bahwa pedoman desain adalah prinsip desain. Prinsip menjadi standar sebuah desain untuk dibuat, diukur, didiskusikan, dan dievaluasi. Keenam prinsip dasar tersebut adalah balance, focalization of interest, simplicity, rhythm and line, proportion dan unity. Balance adalah pengaturan secara simetri, asimetri, dan proksimal/distal. Keseimbangan simetri memiliki pencerminan dari sisi yang lainnya dan umum dipakai pada taman formal. Keseimbangan asimetri merupakan keseimbangan dengan komposisi yang tidak sama. Keseimbangan proksimal juga merupakan keseimbangan dengan komposisi yang tidak sama, namun memiliki pendistribusian yang jauh lebih dalam. Focalization of interest adalah menyeleksi dan memposisikan satu kekuatan visual dalam komposisi. Simplicity adalah prinsip yang menimbulkan perasaan lebih nyaman dengan lanskap tanpa menjauhi kesederhanaan dan mengurangi kompleksitas dari variasi warna, bentuk, ataupun tekstur. Rhythm and line adalah pengulangan dengan interval tertentu sehingga tercipta ritme, sedangkan line melengkapi dari ritme dan tercipta dari pertemuan material yang berbeda dan tercipta dari kesatuan dua batas material yang tajam. Proportion adalah perbandingan ukuran baik antara pola secara vertikal maupun horizontal dari masing-masing elemen lanskap. Unity merupakan kesatuan dari semua bagian yang terpisah dan memberikan kontribusi dari keseluruhan total desain. 5 2.2 Proses Desain Tapak Menurut Hakim dan Utomo (2008), proses desain yang sistematik pada garis besarnya terbagi menjadi dua bagian, yakni tahapan Programming dan tahapan Design. Pada tahapan program lebih ditekankan pada menganalisis segala aspek yang terkait pada rancangan hingga menghasilkan suatu konsep skematik yang nantinya menjadi landasan pada tahapan Design Development. Desain detail lanskap adalah usaha seleksi dan ketepatan penggunaaan komponen/elemen, material/bahan lanskap, tanaman, kombinasi pemecahan detail berbagai elemen taman seperti: pedestrian, plaza, air mancur, kolam, bollard, dan sebagainya. Kesemuanya merupakan pemecahan yang spesifik dan berkualitas dari diagram/program ruang dan area dari sebuah rencana rinci tapak. Menurut Booth (1983), proses desain umumnya memiliki tahap-tahap penerimaan proyek, riset dan analisis, desain, dan gambar konstruksi. Tahap penerimaan proyek (project acceptance) adalah penerimaan proposal proyek dan penyetujuan oleh kedua pihak yaitu arsitek lanskap dan klien. Klien menjelaskan keinginannya kepada arsitek lanskap, kemudian terjadi kesepakatan diantara kedua belah pihak. Selanjutnya arsitek lanskap mempersiapkan proposal yang mencakup pelayanan, produk, dan biaya. Jika klien setuju maka kedua belah pihak menandatangani kontrak. Tahap kedua adalah riset dan analisis (research and analysis). Pada tahap ini dilakukan persiapan rencana dasar, inventarisasi tapak (pengumpulan data) dan analisis (evaluasi), wawancara dengan pemilik (client) serta pembentukan program. Kunjungan langsung ke tapak juga termasuk bagian dari tahap ini. Tahap ketiga adalah desain (design), yang terdiri dari: a. diagram fungsi ideal (ideal functional diagram), yaitu tahap awal pembuatan grafis suatu desain untuk mengidentifikasi hubungan yang paling tepat antara fungsi usulan utama dengan ruang desain/desain, b. diagram fungsi keterhubungan tapak (site-related functional diagram), yaitu pembuatan metode keterhubungan ruang dalam diagram fungsi ideal untuk mengetahui kondisi dari tapak tersebut, 6 c. rencana konsep (concept plan), yaitu perkembangan dari diagram keterhubungan fungsi tapak dengan membagi area ke dalam penggunaan yang lebih spesifik, d. studi tentang komposisi bentuk (form composition study), yaitu pertimbangan praktis dari fungsi dan lokasi serta persetujuan dari desainer, e. desain awal (preliminary master plan), yaitu penggabungan/penyatuan semua elemen desain dengan gaya grafis semi komplit. Semua elemen desain dipertimbangkan sebagai komponen yang berhubungan dalam keseluruhan lingkungan, f. rencana induk (master plan), yaitu perbaikan desain awal, g. desain skematik (schematic design), yaitu pembuatan desain gambar lebih dalam dan detail pada proyek dengan skala yang besar dengan tata guna lahan yang banyak. Pada skala kecil seperti perumahan atau vest-pocket park, rencana induk dan rencana skematik dianggap sama, dan h. pengembangan desain (design development), yaitu pembuatan desain gambar dengan konsentrasi lebih detail terhadap penampilan dan kesatuan dari material. Tahap selanjutnya adalah pembuatan gambar konstruksi (construction drawings). Gambar-gambar tersebut meliputi layout plan, grading plan, rencana penanaman, dan detail konstruksi serta spesifikasinya. Semua gambar tersebut dipersiapkan sebagai komunikasi pada tahap pembangunan/implementasi semua elemen dalam proyek. Lebih jauh lagi Booth (1983) mengungkapkan bahwa urutan tahap tersebut merepresentasikan sebuah urutan yang ideal pada proses desain, namun beberapa tahapan dapat mengalami overlap atau dilakukan sekaligus secara bersamaan. Meskipun demikian, tidak ada satupun tahapan dari proses desain yang muncul secara terpisah dari lainnya. 2.3 Perumahan dan Permukiman Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 4 Tahun 1992 dalam pada Pasal 1 ayat (1) menjelaskan tentang perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan; ayat (2) menjelaskan tentang 7 permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan; ayat (6) menjelaskan tentang sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Fasilitas penunjang dimaksud dapat meliputi aspek ekonomi yang antara lain, berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan yang tidak mencemari lingkungan, sedangkan fasilitas penunjang yang meliputi aspek sosial budaya, antara lain berupa bangunan pelayanan umum dan pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga, pemakaman, dan pertamanan. 2.4 Ruang Terbuka Menurut Hariyono (2010), ruang terbuka publik ialah suatu tempat yang dapat menunjukkan peletakkan sebuah objek. Tempat ini dapat diakses secara fisik maupun visual oleh masyarakat umum, dapat berupa jalan, trotoar, taman, lapangan, dan lain-lain. Menurut Simonds dan Starke (2006), ruang terbuka adalah suatu tempat tak beraspal dan lahan terbuka yang tidak dibangun. Pada daerah metropolitan, ruang terbuka dapat berupa taman, tempat rekreasi atau taman disepanjang sungai alami dan saluran drainase. Ruang terbuka diasumsikan sebagai bagian dari karakter arsitektural dan termasuk ke dalam elemen bangunan. Ruang terbuka biasa disebut sebagai perluasan dari bangunan, melengkapi bangunan itu sendiri, dan tidak bisa dipisahkan. Dalam skala kota, ruang terbuka bisa diartikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Keseimbangan antara masa bangunan dan RTH sangat perlu dilakukan. Hakim dan Utomo (2008), menjelaskan bahwa ruang terbuka umum memiliki tiga komponen penting, yaitu: (1) bentuk dasar dari ruang terbuka selalu terletak di luar massa bangunan, (2) dapat dimanfaatkan dan dipergunakan oleh setiap orang, dan (3) memberi kesempatan untuk bermacam-macam kegiatan (multi fungsi). Contoh ruang terbuka umum adalah jalan, pedestrian, taman lingkungan, plaza, lapangan olahraga, taman rekreasi, dan taman kota. Lebih jauh lagi, Laurie (1986) menyatakan bahwa terdapat tiga tipe taman umum yang dapat difungsikan sebagai ruang terbuka, yakni taman ketetanggaan (neighborhood 8 park), taman lingkungan (community park), dan taman raya kota (city park). Masing-masing tipe taman tersebut memiliki standar dan pedoman yang berbeda. 2.5 Taman Lingkungan dan Taman Ketetanggaan Menurut Simonds dan Starke (2006), taman lingkungan merupakan fasilitas bagi sebuah community, serta memiliki segi-segi lingkungan yang diinginkan keluarga seperti: akses mobil, tempat parkir, akses berjalan kaki, terlindung dari lalu lintas, udara segar, privacy, ruang yang cukup terlindungi, gabungan antara indoor dan outdoor living, serta kontak dengan alam. Fungsi taman lingkungan bagi pemakainya sebagai tempat rekreasi aktif maupun pasif yang mencakup tempat beristirahat atau tempat menghirup udara segar, untuk meningkatkan perasaan bertetangga (sosialisasi) dan merupakan sarana fisik untuk memecahkan kehidupan sehari-hari yang monoton dan menjemukan. Untuk menjadikan taman lingkungan tersebut dapat dinikmati oleh para pengunjung, maka taman dilengkapi dengan fasilitas penunjang yang termasuk dalam elemen lanskap di dalam taman tersebut. Beberapa elemen lanskap yang dimaksud antara lain: site furniture, penataan vegetasi, permainan air, dan ruang-ruang yang terbentuk dalam taman tersebut, seperti area duduk (seating area) dan area bermain (playground). Menurut Laurie (1986), neighborhood park merupakan unit terkecil dari segi skala taman. Neighborhood park dapat berupa lapangan bermain, atau blok halaman bermain untuk dipakai anak-anak usia pra-sekolah, dan sebaiknya berada dalam jarak tempuh berjalan kaki dari perumahan, bertempat di bagian dalam sebuah blok kota. Ukurannya sebaiknya diantara 0.05 hektar sampai 0.1 hektar dan terutama penting untuk daerah berkepadatan tinggi. Golongan lainnya berada pada tingkat lingkungan setempat, yaitu taman raya lingkungan, lapangan bermain, pusat rekreasi, ataupun kombinasi dari ketiganya. Lingkungan tersebut biasanya digambarkan sebagai wilayah yang dilayani oleh sekolah dasar. Fasilitasnya harus menyediakan rekreasi di dalam dan di luar ruangan untuk anak-anak berusia sekitar 5-14 tahun. Untuk anak-anak usia pra-sekolah dan kelompok keluarganya juga harus disediakan sebuah taman dengan luas daerah minimum sebesar 0,8 hektar. Idealnya, lapangan bermain tersebut diletakkan sejarak ½ mil dari masing-masing rumah. Standar terbaru 9 menganjurkan bahwa sebaiknya terdapat 0.4 hektar taman lingkungan setempat bagi wilayah berpenduduk 800 orang. Fasilitas dan taman raya tersebut harus mencerminkan budaya penduduk setempat. Menurut Dahl dan Molnar (2003), neighborhood park memiliki luas antara 0,8 – 2 hektar dengan fasilitas yang termasuk di dalamnya diantaranya: open lawn, pepohonan, semak, walks, kursi taman, titik vokal seperti ornamen kolam atau air mancur, sandbox, play apparatus, dan table-game area. Community playfield memiliki luas antara 6-10 hektar dengan fasilitas yang mencakup lapangan olahraga yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan; lapangan untuk permainan tenis, berkuda, shuffleboard dan lapangan untuk permainan lainnya; lawn area untuk croquet, archery, dan lawn untuk olahraga lainnya; kolam renang outdoor, band shell, area piknik keluarga, tempat bermain anak-anak, tempat berkemah, dan area parkir. Menurut Arifin et al (2008), taman ketetanggaan adalah taman umum pada skala Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW) dengan fasilitas sederhana sebagai sarana rekreasi, sosialisasi, dan olah raga RT/RW setempat. Ukuran taman ini berkisar 250-2500 m². Fasilitas pada taman ini disesuaikan dengan keinginan warga, seperti area bermain anak, area duduk/sosialisasi, lapangan olahraga, jogging track, area refleksi, tempat cuci tangan, dan lain-lain. Taman lingkungan adalah taman umum pada skala kecamatan atau kelurahan dengan fungsi sama dengan taman kota namun dengan fasilitas yang lebih sederhana. Pengguna taman ini pada umumnya warga kecamatan/kelurahan bersangkutan. Ukuran taman ini berkisar 1-3 hektar. Fasilitas yang ada pada taman lingkungan meliputi fasilitas rekreasi (tempat bermain anak, tempat bersantai, panggung); fasilitas olahraga (jogging track, lapangan bermain bola, lapangan tenis, basket, voli, badminton, fasilitas refleksi); fasilitas sosialisasi (ruang piknik, ruang yang memungkinkan untuk sosialisasi baik untuk kelompok kecil maupun besar); fasilitas jalan/jalan setapak, pintu gerbang masuk taman, tempat parkir, dan sebagainya. Penanggung jawab taman ini adalah pemerintah kecamatan atau kelurahan, sedangkan pengelola taman adalah pemerintah atau dapat bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat. 10 2.6 Konsultan Lanskap Menurut Morrow (1988), konsultan lanskap adalah individu kunci atau organisasi yang bertanggung jawab untuk memberikan saran dan mendesain sebuah proyek. Di dalam sebuah konsultan lanskap, terdapat kontrak, yaitu persetujuan diantara pemilik dan desainer dalam menetapkan tanggung jawab untuk mendesain sebuah proyek. Dahl dan Molnar (2003) menyatakan bahwa arsitek lanskap atau desainer taman adalah seseorang atau tim yang memiliki kemampuan desain dan mengoordinasikan proses desain. Ketika orang tersebut bekerja dalam sebuah organisasi, tanggung jawabnya adalah mendesain taman yang tepat dan kreatif sesuai dengan keinginan pengguna tapak. Ingels (2004) menyatakan bahwa arsitek lanskap adalah profesional yang mengonsepkan ruang luar. Mereka mencari keseimbangan yang sempurna antara keinginan klien, kapabilitas sebuah tapak, dan hal yang menarik dari lingkungan. Demikian juga yang dinyatakan oleh Sharky (1994) bahwa konsultan adalah seseorang yang menyediakan pelayanan konsultasi dalam industri desain dengan menawarkan ide, rekomendasi, saran, dan keahlian teknis yang dipertukarkan dengan harga atau biaya. Konsultasi merupakan aktivitas penyedia saran dalam bentuk informasi, rekomendasi, atau ide. Sebagai pertukaran pelayanan konsultan, klien membayar konsultan dengan sejumlah biaya yang disepakati antara kedua pihak berdasarkan spesifikasi dan ruang lingkup pekerjaan. Jenis aktivitas konsultasi meliputi riset, investigasi, pendapat ahli, rekomendasi teknis, analisis dan evaluasi, perbaikan anggaran biaya dan modal, atau rencana pelaksanaan proyek. Contoh servis yang diberikan oleh konsultan lanskap meliputi: 1. merekomendasikan material penanaman yang sesuai dengan kondisi tapak, 2. memberikan spesifikasi teknis material lanskap secara tertulis, 3. mempersiapkan program pemeliharaan lanskap, 4. memberikan pendapat dari seorang ahli, 5. mempersiapkan anggaran biaya dan rekomendasi (perbaikan) modal, dan 6. merencanakan pelaksanaan proyek yang diajukan. 11 2.7 Manajemen Proyek Menurut Robbins dan Coulter (2003), manajemen adalah proses pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Proses manajemen mencakup empat fungsi utama, yaitu: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling). Soeharto (1995) mengemukakan bahwa kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas. Artinya, proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran, harus dikerjakan sesuai dengan kurun waktu dan tanggal akhir yang telah ditentukan, produk atau hasil kegiatan proyek harus memenuhi spesifikasi dan kriteria yang dipersyaratkan. Menurut Cleland dan Ireland (2002), manajemen proyek merupakan hal terpenting dalam sebuah pelaksanaan pembangunan. Manajemen proyek memiliki dua komponen utama, yaitu strategi dan implementasi. Manajemen ini didukung oleh perencanaan proyek yang mendeterminasikan secara rasional dan berkelanjutan. Perencanaan proyek merupakan penentuan rasional untuk memulai, mempertahankan dan menghentikan proyek. Konsep dasar perencanaan dan rencana pemantauan pengembangan proyek dianalisis sesuai dengan kebutuhan dan penggunaan utilitas yang tersedia (Gambar 1). Gambar 1. Bagan Perencanaan Proyek (sumber: Cleland dan Ireland, 2002)