Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 ISSN : 2088-5326 HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK PADA SISWA SMPN 2 PADANG PANJANG Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) 1) Psikologi, U n i v e r s i t a s P u t r a I n d o n e s i a “ Y P T K , P a d a n g 2) Psikologi, U n i v e r s i t a s P u t r a I n d o n e s i a “ Y P T K , P a d a n g 3) Psikologi, U n i v e r s i t a s P u t r a I n d o n e s i a “ Y P T K , P a d a n g [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara empirik tentang hubungan antara self efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik pada siswa SMPN 2 Padang Panjang. Variabel dependen dalam penelitian ini self efficacy dan variabel independen adalah kemampuan komunikasi matematik. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self efficacy berdasarkan teori Bandura (2010) dan skala komunikasi matematik berdasarkan teori Elliot dan Kenney (dalam Putri, 2011). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMPN 2 Padang Panjang berjumlah 142 siswa. Hasil uji coba menunjukkan koefisien validitas pada skala self efficacy bergerak dari 0, 325 sampai 0,671, sedangkan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,907. Hasil koefisien validitas pada skala komunikasi matematik bergerak dari 0,333 sampai 0,606, sedangkan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,902. Hasil uji hipótesis menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar 0,622 dengan taraf signifikan p=0,000 (p<0,01). Artinya terdapat hubungan yang searah antara self efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik pada siswa kelas 2 di SMPN 2 Padang Panjang, dimana semakin tinggi self efficacy yang dialami siswa maka komunikasi matematik semakin tinggi juga., dan sebaliknya semakin rendah self efficacy yang dilakukan oleh siswa maka kemampuan akan komunikasinya akan semakin rendah. Kata Kunci : self efficacy, komunikasi matematik. 1. A. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 (1). Pada UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Zaman sekarang menuntut masyarakat untuk bisa melahirkan perubahan-perubahan akan penyesuaian diri, pengembangan diri dan kemajuan diri. Individu dapat menyesuaikan diri, mengembangkan diri serta kemajuan diri dengan adanya perubahanperubahan yang terjadi pada individu dengan meningkatkan kualitas dirinya. Salah satu cara meningkatkan kualitas diri tersebut adalah melalui pendidikan. Perkembangan pendidikan di Indonesia sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Akibat dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tersebut, arus informasi datang dari berbagai penjuru dunia secara cepat. Menampilkan keunggulan pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif ini, kita perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi, kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir rasional. Munandar (dalam Moma, 2012) mengatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir divergen) ialah memberikan macam- Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 14 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 macam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian. Matematika umumnya identik dengan perhitungan angka-angka dan rumus-rumus, sehingga muncullah anggapan bahwa kemampuan komunikasi tidak dapat dibangun oleh pembelajaran matematika. Padahal, pengembangan komunikasi merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika. Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2006 menyebutkan bahwa melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Menurut Greenes dan Schulman (dalam Hamidah, 2013) menyebutkan bahwa, komunikasi matematik memiliki peran: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik; (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika; (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan komunikasi matematik merupakan hal yang penting dalam membantu seseorang menyusun proses berpikirnya. Herdian (dalam Hamidah, 2013) menyebutkan bahwa komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling berhubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa. Misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Secara umum tulisan ini akan menelaah hubungan antara self-efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah selfefficacy yang tinggi pada seseorang menyebabkan tinggi pula kemampuan komunikasi matematiknya atau malah sebaliknya. Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu tidak terlepas kaitannya dengan dunia pendidikan terutama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memegang peranan penting. Mengingat pentingnya matematika dalam ilmu pengetahuan ISSN : 2088-5326 dan teknologi, maka sudah sewajarnya matematika sebagai pelajaran wajib dikuasai dan dipahami dengan baik oleh siswa di sekolah-sekolah. Matematika penting sebagai pembimbing pola pikir maupun sebagai pembentuk sikap. Oleh sebab itu guru mempunyai peran penting membantu siswa agar dapat belajar matematika dengan baik. Salah satu kemampuan matematik yang harus dikuasai dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi. Untuk itu siswa harus mempunyai kemampuan komunikasi simatematis yang baik. Bagi siswa yang terlibat dalam komunikasi matematik dengan gurunya maupun dengan teman-temannya, baik secara lisan maupun tertulis, baik pada saat pembelajaran berlangsung maupun diluar kelas, akan sangat banyak manfaatnya untuk meningkatkan pemahaman matematis mereka. Proses komunikasi didunia pendidikan bisa berupa komunikasi verbal, non verbal, maupun komunikasi melalui media pelajaran. Turmudi (dalam Marlina,dkk ,2014) menyatakan komunikasi adalah bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Hal ini merupakan cara untuk berbagi gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman. Proses komunikasi membantu membangun makna dan kelengkapan gagasan dan membuat hal ini menjadi milik publik. Ketika seorang siswa ditantang dan diminta berargumentasi untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka kepada orang lain secara lisan atau tulisan, mereka belajar untuk menjelaskan dan meyakinkan orang lain, mendengarkan gagasan atau penjelasan orang lain, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengalaman mereka. Dalam pembelajaran matematika, komunikasi menjadi aspek penting untuk menunjang keberhasilan siswa dalam belajar. Dengan kemampuan komunikasi siswa dapat saling bertukar ide-ide dalam matematika sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Siswa akan mendapatkan wawasan kedalam pemikiran mereka. Kramarski (dalam Marlina,dkk ,2014), komunikasi matematik sebagai penjelasan verbal dari penalaran matematik yang diukur melalui tiga dimensi yaitu kebenaran (correctness), kelancaran dalam memberikan bermacam-macam jawaban benar dan representasi matematik, dalam bentuk formal, visual, persamaan aljabar, dan diagram. Setiap orang tentunya mengetahui akan kelebihan dan kekurangan yang mereka punya. Ketika mereka merasa punya kelebihan akan sesuatu, maka mereka akan yakin akan dirinya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu tersebut. Biasanya matematika menjadi lawan terbesar bagi para pelajar. Orang yang memiliki Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 15 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 self efficacy rendah akan merasa tidak mampu menyelesaikan persoalan tentang matematika, mereka akan mengganggap itu adalah sebuah kegagalan dan kemudian menyerah. Namun ketika ada diantara mereka yang mempunyai keyakinan akan dirinya untuk bisa terus belajar dan mengganggap tidak bisa itu adalah sebagai kurangnya usaha, maka mereka inilah orang yang memeliki self efficay tinggi. Orang yang memiliki self efficacy tinggi akan berusaha belajar matemtika yang mereka anggap susah, sehingga mereka bisa memecahkan persoalannya. Ketika mereka bisa memecahkan persoalan matematika dengan banyak pola, simbol, gambar, angka dan sebagainya, maka kemampuan komunikasi akan matematiknya sangat baik. Nuzulia (dalam Maryati, 2008) mengatakan bahwa keyakinan diri atau self efficacy merupakan kepercayaan yang dimiliki individu tentang kemampuan atau ketidakmampuan untuk menunjukkan suatu perilaku atau sekumpulan perilaku tertentu. Self efficacy juga merupakan cara pandang seseorang terhadap kualitas dirinya sendiri baik buruk dan dapat dibangun sesuai karakteristik seseorang. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara self efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik pada siswa SMPN 2 Padang Panjang. Penelitian mengenai self efficacy ini sebelumnya juga pernah dilakukan oleh peneliti lain, seperti Hamidah, M.Pd yang mengadakan penelitian dengan judul “ Pengaruh self efficacy terhadap kemampuan komunikasi matematik” dan dalam penelitian laiinya oleh Dona Dinda Pratiwi, dkk dengan judul penelitian “Kemampuan komunikasi matematis dalam pemecahan masalah matematika sesuai dengan gaya kognitif pada siswa kelas IX SMP N 1 Surakarta tahun pelajaran 2012/2013”. Beda penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam segi judul penelitian, tempat penelitian, subjek penelitian, dan tahun penelitian. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah ada hubungan antara self efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik pada siswa SMP N 2 Padang Panjang?”. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara self efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik pada siswa SMP N 2 Padang Panjang. D. Manfaat Penelitian ISSN : 2088-5326 Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis Dengan penelitian ini, akan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan psikologi, khususnya di bidang psikologi pendidikan dan psikologi komunikasi. 2) Manfaat Praktis a. Bagi siswa Diharapkan siswa lebih termotivasi lagi untuk belajar khususnya kemampuan matematika, karena dengan kemampuan tersebut siswa dapat berkembang secara optimal, baik secara komunikasi, argumentasi, koneksi, maupun dalam pemecahan masalah kedepannya. b. Bagi guru Guru bisa lebih besemangat untuk memberi pelajaran kepada siswanya dengan adanya pemahaman mengenai pentingnya kemampuan komunikasi matematik pada setiap siswa. c. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan perbandingan bagi semua pihak untuk melakukan penelitian selanjutnya yang ada kaitannya dengan hubungan antara self efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik. 2. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematik 1. Pengertian komunikasi matematik Istilah “komunikasi” merupakan terjemahan dari bahasa Inggris communication yang dikembangkan di Amerika Serikat. Komunikasi menurut bahasa (etimologi) berasal dari bahasa latin, salah satunya yaitu communicare yang berarti berpartisipasi ataupun memberitahukan. Pengertian komunikasi secara etimologi ini memberi pengertian bahwa komunikasi dilakukan hendaknya dengan lambanglambang atau bahasa yang mempunyai kesamaan arti antara orang yang memberi pesan dengan orang yang menerima pesan. Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui prilaku verbal dan non verbal. Segala prilaku disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih (Mulyana, 2008). Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 16 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 The National Center of Teaching of Mathematics (dalam Kadir, dkk, 2010) menjelaskan bahwa komunikasi merupakan bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Pendapat ini mengisyaratkan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika, melalui komunikasi, siswa dapat menyampaikan ide-idenya kepada guru dan kepada siswa yang lainnya. Menurut Wahyudin (dalam Fachrurazi, 2011) Komunikasi merupakan cara berbagi gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman. Melalui komunikasi, gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan. Dimyati & Mudjiono (2010) mengatakan Komunikasi dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Hal ini didasarkan bahwa semua orang mempunyai kebutuhan untuk mengemukakan ide, perasaan dan kebutuhan orang lain pada diri kita. Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting pada matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman. Ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan melalui komunikasi. Dalam komunikasi matematika, siswa dilibatkan secara aktif untuk berbagi ide dengan siswa lain dalam mengerjakan soal-soal matematika. Sebagaimana dikatakan (Syaban, 2008) bahwa: “Komunikasi matematika merupakan refleksi pemahaman matematik dan merupakan bagian dari daya matematik. Siswa-siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ideide mereka, atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide, strategi dan solusi.” Berdasarkan pengertian komunikasi di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan gagasan atau ide-ide matematika ISSN : 2088-5326 dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah serta mendiskusikannya dengan orang lain. Anggapan ini tentu saja tidak tepat, karena menurut Greenes dan Schulman (dalam Pratiwi, 2012) mengatakan bahwa komunikasi matematika memiliki peran: a. Kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika b. Modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika c. Wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain. Kemampuan berkomunikasi menjadi salah satu syarat yang memegang peranan penting karena membantu dalam proses penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan dengan gagasan lain sehingga dapat mengisi hal-hal yang kurang dalam seluruh jaringan gagasan siswa. Sejalan dengan itu, Lindquist (dalam Fitrie, 2002) menyatakan bahwa kita memerlukan komunikasi dalam matematika jika hendak meraih secara penuh tujuan sosial, seperti melek matematika, belajar seumur hidup, dan matematika untuk semua orang. Bahkan membangun komunikasi matematika menurut The National Center Teaching Mathematics (NCTM) memberikan manfaat pada siswa berupa: a. Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar. b. Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasangagasan matematika dalam berbagai situasi. c. Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika. d. Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 17 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika. e. Mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan. f. Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika. Komunikasi matematis adalah cara untuk menyampaikan ide-ide pemecahan masalah, strategi maupun solusi matematika baik secara tertulis maupun lisan. Kemampuan komunikasi matematis dalam pemecahan masalah menurut National Council of Teachers of Mathematics (dalam Marlina,dkk , 2014) dapat dilihat ketika siswa menganalisis dan menilai pemikiran dan strategi matematis orang lain dan menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide matematika dengan tepat. Selain itu, menurut riset Schoen, Bean, dan Zieberth (dalam Pratiwi, 2014) kemampuan memberikan dugaan tentang gambargambar geometri juga termasuk kemampuan komunikasi matematis. Melalui komunikasi, siswa dapat mengeksplorasi dan mengonsolidasikan pemikiran matematisnya, pengetahuan dan pengembangan dalam memecahkan masalah dengan penggunaan bahasa matematis dapat dikembangkan, sehingga komunikasi matematis dapat dibentuk. Menurut Hirschfeld (dalam Pratiwi, 2014) komunikasi adalah bagian penting dari matematika dan pendidikan matematika. Pentingnya komunikasi tersebut membuat beberapa ahli melakukan riset tentang komunikasi matematis. Beberapa hasil temuan penelitian menurut Osterholm,dkk (dalam Pratiwi, 2014) menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa dinilai masih rendah terutama keterampilan dan ketelitian dalam mencermati atau mengenali sebuah persoalan matematika. Menurut riset Bergeson dalam penelitian Gusni Satriawati (2006) mengemukakan bahwa siswa sulit mengomunikasikan informasi visual terutama dalam mengomunikasikan sebuah lingkungan tiga dimensi (misalnya, sebuah ISSN : 2088-5326 bangunan terbuat dari balok kecil) melalui alat dua dimensi (misalnya, kertas dan pensil) atau sebaliknya. Pengertian komunikasi secara etimologi ini memberi pengertian bahwa komunikasi dilakukan hendaknya dengan lambang-lambang atau bahasa yang mempunyai kesamaan arti antara orang yang memberi pesan dengan orang yang menerima pesan. Sedangkan menurut istilah (terminologi) seperti yang diungkapkan oleh Berelson dan Steiner (dalam Ramdhanimiftah, 2009) “komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka dan lain-lain”. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematik merupakan pemahaman matematik dan bagian dari daya matematik dengan pengolahannya menggunakan cara penyampaikan ideide pemecahan masalah, strategi maupun solusi matematika baik secara tertulis maupun lisan, sedangkan kemampuan komunikasi matematik merupakan analisis dan penilaian pemikiran, strategi matematis orang lain, penggunaan bahasa matematika untuk menyatakan ide matematika dengan tepat, serta kemampuan memberikan dugaan tentang gambargambar geometri. 2. Pembagian Komunikasi Matematik Gusni (2006) dalam Algoritma dan Jurnal matematika membagi kemampuan komunikasi matematik menjadi tiga, yaitu: a. Written Text Pemberian jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan lisan, tulisan, konkrit, grafik dan aljabar, menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen dan generalisasi. b. Drawing Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 18 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 Merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika. c. Mathematical Expression Mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa seharihari dalam bahasa atau simbol matematika. 3. Aspek-aspek Komunikasi Matematis Aspek komunikasi matematis menurut Elliot dan Kenney (dalam Putri, 2011) terbagi menjadi 4 aspek yaitu: 1. Kemampuan tata bahasa (grammatical competence) Merupakan kemampuan siswa dalam menggunakan tata bahasa matematika. Tata bahasa dalam konteks ini meliputi kosakata dan struktur yang terlihat dalam hal memahami definisi dari suatu istilah matematika serta menggunakan simbol/notasi matematika secara tepat. 2. Kemampuan memahami wacana (discourse competence) Merupakan kemampuan siswa untuk memahami serta mendeskripsikan informasiinformasi penting dari suatu wacana matematika. Wacana matematika dalam konteks discourse competence meliputi permasalahn matematika maupun pernyataan/pendapat matematika. 3. Kemampuan sosiolinguistik (sociolinguistic competence) Merupakan kemampuan siswa dalam mengetahui permasalahan kultural atau sosial yang biasanya muncul dalam konteks permasalahan matematika. Permasalahan kultural dalam hal ini adalah permasalahan kontekstual dalam matematika. Siswa dilatih untuk mampu menyelesaikan permasalahan matematika yang menyangkut persoalan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Kemampuan strategis (strategic competence) ISSN : 2088-5326 Merupakan kemampuan siswa untuk dapat menguraikan sandi/kode dalam pesan matematika. Menguraikan sandi/kode dalam pesan-pesan matemtika adalah menguraikan unsurunsur penting (kata kunci) dari suatu permasalahan matematika kemudian menyelesaikannya secara runtut seperti: membuat konjektur prediksi atas hubungan antar konsep dalam matematika, menyampaikan ide/relasi matematika dengan gambar, grafik maupun aljabar, dan menyelesaikan persoalan secara runtut. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis merupakan suatu cara bagi siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide atau strategi matematika dengan mempelajari matematika yang meliputi kosakata dan struktur matematika, memahami serta mendeskripsikan informasi-informasi penting dari suatu wacana matematika, mengetahui informasi-informasi kultural atau sosial dalam konteks permasalan matematika, dan dapat menguraikan sandi/kode dalam pesan-pesan matematika. 4. Indikator komunikasi matematis Indikator komunikasi matematis menurut NCTM (dalam Fachrurazi, 2011) antara lain: a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual b. Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya c. Kemampuan dalam menggunakan istilahistilah, notasi-notasi matematika dan strukturstrukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 19 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 5. hubungan-hubungan dengan model-model situasi. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Menurut Gusni (Pratiwi, 2013), ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematik, antara lain: 1. Pengetahuan prasyarat (Prior Knowledge) Pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai akibat proses belajar sebelumnya. Hasil belajar siswa tentu saja bervariasi sesuai dengan kemampuan siswa itu sendiri. Jenis kemampuan yang dimiliki siswa sangat menentukan hasil pembelajaran selanjutnya. 2. Kemampuan membaca, diskusi dan menulis Dalam komunikasi matematik, kemampuan membaca, diskusi, dan menulis dapat membantu siswa memperjelas pemikiran dan dapat mempertajam pemahaman. 3. Pemahaman matematik Pemahaman matematik merupakan kemamapuan siswa untuk menjelaskan suatu situasi dan suatu tindakan matematik. 1. B. Self Efficacy Pengertian self efficacy Menurut Bandura (2010), selfefficacy adalah belief atau keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif. Self-efficacy juga merupakan suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan. Self efficacy adalah keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan sesuatu bentuk control terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan Bandura (2010). Bandura beranggapan bahwa “keyakinan atas efikasi seseorang adalah landasan dari agen manusia”. Manusia yang yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang mempuyai ISSN : 2088-5326 potensi untuk dapat mengubah kejadian di lingkungannya, akan lebih mungkin untuk bertindak dan lebih mungkin untuk menjadi sukses dari pada manusia yang mempunyai efikasi diri yang rendah. Bandura (2010) menyatakan bahwa ada dua proses belajar yang terpenting. Pertama, proses belajar learning by observation yaitu manusia belajar melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain dan kedua, proses belajar vicarious learning yaitu manusia belajar mengamati konsekuensi perilaku orang lain. 2. Aspek-aspek self efficacy Menurut Bandura (2010) terdapat tiga aspek dari self efficacy pada diri individu, yaitu: a. Tingkatan (level) Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya. b. Dimensi kekuatan (strength) Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. c. Dimensi generalisasi (generality) Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku, yang mana individu merasa yakin akan kemampuannya. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy menurut Bandura (2010) yaitu : a. Pengalaman menguasai sesuatu (mastery experiences) Pengalaman menguasai sesuatu mempengaruhi self efficacy yaitu performa masa lalu. Secara umum, performa yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan, kegagalan cenderung akan menurunkan hal tersebut. b. Modelling sosial Self efficacy meningkat saat seseorang mengobservasi pencapaian orang lain yang mempunyai kompetensi yang setara, namun akan berkurang saat seseorang melihat rekan sebaya gagal. c. Persuasi Sosial (Social Persuation) Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 20 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 4. Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas. d. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and emotional states) Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatik lainnya. Self-efficacy biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan kecemasan sebaliknya selfefficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula. Manfaat self efficacy Bandura (2003) juga menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat dari self-efficacy yaitu: a. Pilihan perilaku Dengan adanya self-efficacy yang dimiliki, individu akan menetapkan tindakan apa yang akan ia lakukan dalam menghadapi suatu tugas untuk mencapai tujuan yang diiinginkannya. b. Pilihan karir Self-efficacy merupakan mediator yang cukup berpengaruh terhadap pemilihan karir seseorang. Bila seseorang merasa mampu melaksanakan tugas-tugas dalam karir tertentu maka biasanya ia akan memilih karir tesebut. c. Kuantitas usaha dan keinginan untuk bertahan pada suatu tugas Individu yang memiliki selfefficacy yang tinggi biasanya akan berusaha keras untuk menghadapi kesulitan dan bertahan dalam mengerjakan suatu tugas bila mereka telah ISSN : 2088-5326 5. mempunyai keterampilan prasyarat. Sedangkan individu yang mempunyai self-efficacy yang rendah akan terganggu oleh keraguan terhadap kemampuan diri dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas. e. Kualitas usaha Penggunaan strategi dalam memproses suatu tugas secara lebih mendalam dan keterlibatan kognitif dalam belajar memiliki hubungan yang erat dengan self-efficacy yang tinggi. Suatu penelitian dari Pintrich dan De Groot menemukan bahwa siswa yang memiliki self-efficacy tinggi cenderung akan memperlihatkan penggunaan kognitif dan strategi belajar yang lebih bervariasi. Strategi untuk meningkatkan self efficacy Dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematik seseorang, seseorang tersebut harus mampu memunculkan self-efficacy dalam dirinya. Self-efficacy yang tinggi seseorang akan mampu mengatasi kecemasan berbicaranya dalam menyampaikan ide-ide matematik, mampu menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif, yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukannya. Lebih lanjut, dengan self-efficacy yang tinggi mengurangi kemungkinan seseorang menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang seperti matematika. Menurut Goetz (dalam Hamidah, 2013), mengembangkan komunikasi matematik tidak berbeda jauh dengan mengembangkan kemampuan komunikasi pada umumnya. Schunck (dalam Hamidah, 2013) menyebutkan bahwa ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan self-efficacy, diantaranya: 1. Mengajarkan siswa suatu strategi khusus sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk fokus pada tugastugasnya. Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 21 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 2. 3. 4. 5. 6. 7. Memandu siswa dalam menetapkan tujuan, khususnya dalam membuat tujuan jangka pendek setelah mereka mebuat tujuan jangka panjang. Memberikan reward untuk performa siswa. Mengkombinasikan strategi training dengan menekankan pada tujuan dan memberi feedback pada siswa tentang hasil pembelajarannya. Memberikan support atau dukungan pada siswa. Dukungan yang positif dapat berasal dari guru seperti pernyataan “kamu dapat melakukan ini”, orang tua dan peers. Meyakinkan bahwa siswa tidak terlalu aroused dan cemas karena hal itu justru akan menurunkan self-efficacy siswa. Menyediakan siswa model yang bersifat positif seperti adult dan peer. Karakteristik tertentu dari model dapat meningkatkan self-efficacy siswa. Modelling efektif untuk meningkatkan self-efficacy khususnya ketika siswa mengobservasi keberhasilan teman peer nya yang sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama dengan mereka. C. Hubungan Self efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik Menurut Brenner (dalam Kadir, dkk , 2010) menyatakan bahwa peningkatan kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan matematika adalah salah satu dari tujuan untuk pergerakan reformasi matematika. Menurutnya penekanan terhadap komunikasi dalam pergerakan reformasi matematika berasal dari suatu konsensus bahwa hasil pembelajaran sangat efektif di dalam suatu konteks sosial. Melalui konteks sosial yang dirancang dalam pembelajaran matematika, siswa dapat mengkomunikasikan berbagai ide yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah matematika. Menurut Lubienski (dalam Kadir, dkk , 2010), kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan masalah matematika pada umumnya ditunjang oleh pemahaman mereka terhadap bahasa. Bahasa memungkinkan ISSN : 2088-5326 manusia berpikir secara abstrak dimana objekobjek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak, Suriasumantri (2013). Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifissal” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus mati (Suriasumantri, 2013). Self efficacy mempengaruhi bagaimana individu berpikir, merasa, memotivasi diri, dan bertindak. Bandura (dalam Hamidah, 2013) menyatakan bahwa perasaan positif yang tepat tentang self efficacy dapat mempertinggi prestasi, meyakini kemampuan, mengembangkan motivasi dengan penilaian seseorang akan kemampuan dirinya dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Perasaan negatif tentang self efficacy menyebabkan siswa menghindari tantangan, melakukan sesuatu dengan lemah, fokus pada hambatan, dan mempersiapkan diri untuk outcomes yang kurang baik. Dalam memecahkan masalah matematika yang relatif dianggap sulit, individu yang mempunyai keraguan tentang kemampuannya akan mengurangi usahanya bahkan cenderung akan menyerah. Individu yang mempunyai self efficacy tinggi menganggap kegagalan sebagai kurangnya usaha, sedangkan individu yang memiliki self efficacy rendah menganggap kegagalan berasal dari kurangnya kemampuan. Individu dengan self efficacy yang tinggi mampu mengkomunikasikan gagasan dengan tindakan yang bijak dan dapat berlangsung efektif (dalam Hamidah, 2013). Efikasi diri bukan merupakan ekspektasi dari hasil tindakan kita. Bandura (2010) membedakan antara ekspektasi mengenai efikasi dan ekspektasi mengenai hasil. Efikasi merujuk pada keyakinan diri seseorang bahwa orang tersebut memeliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku, sementara ekspektsi atas hasil merujuk pada prediksi dari kemungkinan mengenai konsekuensi perilaku tersebut. Hasil tidak boleh digabungkan dengan keberhasilan dalam melakukan perilaku tersebut, hasil merujuk pada konsekuensi dari perilaku, bukan penyelesaian melakukan tindakan tersebut (2010). D. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara self efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik pada siswa SMPN 2 Padang Panjang. 3. METODOLOGI PENELITIAN Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 22 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel independen(X) :Self Efficacy Variabel dependen (Y) :Komunikasi Matematis B. Definisi Operasional Variabel Penelitian Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan, yang dapat diamati atau dapat diobservasi (Suryabrata, 2006). Definisi operasional self efficacy adalah keyakinan atau kepercayaan diri seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk dapat menguasai situasi dan mengontrol hasil yang positif dari usaha yang telah dilakukan. Variabel ini akan diukur berdasarkan beberapa aspek menurut Bandura (2010) adalah level (tingkatan), strength (dimensi kekuatan), dan generality (dimensi generaliti). Definisi operasional kemampuan komunikasi matematik adalah analisis dan penilaian pemikiran, strategi matematis orang lain, penggunaan bahasa matematika untuk menyatakan ide matematika dengan tepat, serta kemampuan memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri. Variabel ini diukur berdasarkan empat aspek, yaitu kemampuan tata bahasa (grammatical competence), kemampuan memahami wacana (discourse competence), kemampuan sosiolinguistik (sociolinguistic competence), kemampuan strategis (strategic competence). C. 1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Penelitian Menurut Sugiyono (2013) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP N 2 Padang Panjang yang terdiri dari 5 kelas. Semua siswa kelas VIII berjumlah 142 orang. 2. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri yang dimiliki populasi. Sampel merupakan representasi yang baik bagi populasinya dan sangat tergantung pada sejauhmana karakteristik sampel sama dengan karakteristik populasinya (Azwar, 2003). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah stratified random sampling. Stratified random sampling adalah dimana data dikelompokkan ke dalam strata-strata yang didasarkan atas perbedaan sifat atau karakter sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik stratified random sampling digunakan bila populasi ISSN : 2088-5326 mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2012). D. 1. Metode dan Alat Pengumpulan Data Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa skala self efficacy dan skala komunikasi matematis. Skala dapat dicirikan sebagai stimulasi yang berupa pernyataan, artinya stimulasi tersebut tidak langsung mengungkapkan atribut yang hendak diukur, melainkan diungkapkan melalui aspek atau indikator perilaku dari atribut yang diukur (Azwar, 2003). Peneliti menggunakan skala self efficacy yang peneliti susun berdasarkan pendapat Bandura (2010) dan skala komunikasi matematik yang peneliti susun berdasarkan pendapat Elliot dan Kenney (dalam Putri, 2011). Format respon jawaban skala self efficacy dan komunikasi matematik terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Peneliti tidak menggunakan pilihan jawaban tengah ”R” (Ragu-ragu), sebagaimana menurut Azwar (2003) apabila pilihan jawaban tengah disediakan, maka subjek akan cenderung memilih jawaban tengah, sehingga data mengenai perbedaan di antara subjek menjadi kurang informatif dan sikap subjek yang sebenarnya tidak dapat diketahui secara jelas. 2. Uji Coba Alat Ukur Penlitian a. Uji Validitas Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2013). Disamping itu Sumanto (2014) menyatakan bahwa validitas adalah tingkat saat instrument mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebuah instrument tisak bisa untuk sembarang kelompok, suatu instrument Validitas yang akan digunakan adalah validitas isi dan validitas konstrak. Menurut Azwar (2013) validitas isi yaitu validitas yang menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh alat tes tersebut. Sedangkan validitas konstrak adalah validitas yang bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana suatu tes mengukur trait atau konstrak teoritik yang hendak diukur. Menurut Azwar (2013) koefisien validitas dapat Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 23 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 dianggap memuaskan apabila rxy melebihi 0,30. Jika nilainya kurang dari 0,30 maka disarankan untuk tidak memilihnya sebagai item alat ukur karena dapat diinterpretasikan sebagai item yang memiliki daya diskriminasi rendah. Dengan ini pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan formulasi Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS for windows 21.0. b. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian, atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran, yaitu sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan (Azwar, 2013). Apabila suatu alat ukur dapat dipakai dua kali untuk pengukuran yang sama dengan hasil yang relatif sama, maka alat ukur tersebut dikatakan reliabel. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas dengan angka yang berkisar antara 0 sampai dengan 1,00. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan formulasi Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS for windows 21.0 E. Teknik Analisis Data Skala dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment Pearson dengan bantuan program SPSS versi 21.0 for windows, yang merupakan salah satu teknik untuk menghitung besarnya koefisien korelasi antara dua variabel (Azwar, 2003). Alasan pemakaian teknik analisis statistik tersebut adalah karena penelitian ini akan mencoba menguji hipotesis hubungan antara variabel dependent (X) dengan satu variabel independent (Y) dengan jenis datanya skor interval atau rasio. Uji hipotesis korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jika p<0,05, maka dikatakan bahwa kedua variabel penelitian mempunyai kontribusi hubungan yang signifikan. 1. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian ini dilakukan di SMPN 2 Padang Panjang, Jalan Sutan Syahrir Kelurahan Silaing Bawah Kota Padang Panjang. Pada tahun 2011 melalui SK Direktur PSMP Dirjen Mandikdasmen Depdiknas menjadi sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Lokasi sekolah berada dekat dengan jalan raya, ISSN : 2088-5326 dengan bangunan sekolah terdiri dari 47 ruangan. 2. Uji Coba Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini di ujicobakan terlebih dahulu atau dilakukan try out dengan tujuan untuk menyeleksi aitem-aitem manakah yang valid dan reliabel agar dapat digunakan dalam penelitian. Peneliti melakukan try out pada tanggal 17 Januari 2015 pukul 13.00 WIB sampai jam 13.45WIB kepada satu kelas siswa SMPN 35 Padang dengan jumlah siswa 32 orang, dan memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian. Skala yang digunakan peneliti di dalam penelitian adalah skala self efficacy dan skala komunikasi matematik. a. Validitas Alat Ukur Hasil uji coba terhadap skala dengan melalui analisis uji validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut: 1. Skala self efficacy Koefisien validitas ditetapkan sebesar 0,30, sehingga diperoleh hasil dari jumlah aitem awal 36 pernyataan, gugur 6 aitem sehingga jumlah aitem yang valid dan reliabel adalah 30 aitem, dengan nilai corrected itemtotal correlation berkisar antara 0,325 sampai dengan 0,671 sedangkan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,907. 2. Skala komunikasi matematik Koefisien validitas ditetapkan sebesar 0,30, sehingga diperoleh hasil dari jumlah aitem awal 36 pernyataan, gugur 5 aitem sehingga jumlah aitem yang valid dan reliabel adalah 31 pernyataan, dengan nilai corrected item-total correlation berkisar antara 0,333 sampai dengan 0,606 sedangkan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,902. b. Reliabilitas Alat Ukur Hasil uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan program SPSS versi 21.0 for windows. Koefisien reliabilitas untuk skala self efficacy α=0,907 artinya derajat reliabilitas tinggi sedangkan untuk skala komunikasi matematik diperoleh sebesar α=0,902 artinya derajat reliabilitas tinggi. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2003). B. Pelaksanaan Penelitian 1. Penentuan subjek penelitian Subjek penelitian siswa kelas 2 SMPN 2 kelas 2 Padang Panjang. Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 24 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 2. Prosedur pelaksanaan pengumpulan data Sebelum memulai penelitian terlebih dahulu peneliti meminta persetujuan dari dosen pembimbing untuk mengambil data. Setelah diberikan izin untuk pengambilan data, peneliti melakukan pengumpulan data melalui penyebaran skala kepada subjek penelitian. 3. Jadwal pengumpulan data Penelitian dilakukan dengan menyebarkan skala self efficacy dan skala komunikasi matematik. Pengambilan data dilakukan pada hari senin tanggal 19 Januari 2015 dimulai pukul 13.15-15.00 WIB. Skala yang telah diisi oleh siswa SMPN 2 kelas 2 di Padang Panjang langsung dikembalikan kepada peneliti. C. Analisis Data Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu peneliti melakukan uji asumsi terhadap data hasil penelitian yang meliputi uji normalitas sebaran dan uji linieritas hubungan antar variabel penelitian. 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian (Priyatno, 2008). Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui apakah sampel yang dipilih berasal dari populasi yang terdistribusi secara normal (Priyatno, 2008). Nilai signifikansi pada skala self efficacy sebesar p=0,232. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai p>0,05, artinya sebaran skala self efficacy terdistribusi secara normal, sedangkan untuk skala komunikasi matematik diperoleh nilai signifikansi sebesar p=0,129. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai p>0,05, artinya sebaran terdistribusi secara normal. 2. Uji Linieritas Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier atau tidak secara signifikan (Priyatno, 2008). Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi. Pengujian ini dilakukan dengan bantuan progran SPSS 21,0 for windows, yang hasilnya dapat dilihat sebagai berikut: ISSN : 2088-5326 N 142 Tabel 1 Uji Linieritas Df Mean F square 1 7681,628 84,199 Sig 0,000 Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai F=84,199 dengan signifikansi sebesar p=0,000 (p<0,05), artinya varians pada skala self efficacy dan skala komunikasi matematik tergolong linier. 2. Uji hipotesis Pengolahan data penelitian tentang hubungan antara self efficacy dengan komunikasi matematik kepada 142 orang siswa SMPN 2 Padang Panjang menggunakan uji statistik Pearson Product Moment dengan bantuan program SPSS 21,0 For Windows. Hasil perhitungan uji korelasi Product Moment (Pearson) dengan menggunakan bantuan SPSS 21,0 for windows dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2 Hasil uji korelasi antara Self Efficacy denganKomunikasi Matematik Nilai R P Kesimpu korelasi square lan (r) 0.622 0,387 0,000 hipotesis diterima Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh koefisien korelasi antara variabel self efficacy dengan komunikasi matematik sebesar rxy=0,622 dengan taraf signifikansi p=0,000, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan komunikasi matematik pada siswa kelas 2 SMPN 2 Padang Panjang dengan arah hubungan positif. Hal ini berarti apabila interaksi self efficacy, maka siswa tersebut akan mempunyai komunikasi matematik yang tinggi, begitu juga sebaliknya apabila self efficacy yang rendah, maka siswa tersebut akan mempunyai komunikasi matematik yang rendah. Hal ini diperkuat dengan hasil uji signifikansi dengan bantuan SPSS versi 21.0 for windows. Didapatkan p=0,000 < 0,01 level of significant (), di mana menurut Nugroho (2005) hipotesis diterima, artinya terdapat korelasi yang signifikan antara self efficacy dengan komunikasi matematik pada siswa SMPN 2 Padang Panjang. Berikut tabel deskriptif statistik dari variabel Kompensasi dan Loyalitas berdasarkan mean empirik dan mean hipotetik: Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 25 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 ISSN : 2088-5326 Tabel 3 Descriptive statistic Variabel Mean Min Max Standar deviasi Self Efficacy Komunika si Matematik 90,95 77 57 114 11,869 101,5 211 69 123 11,522 Berdasarkan nilai mean empirik, maka subjek dapat dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah, dengan ketentuan sebagai berikut : Tabel 4 Norma Kategorisasi Norma Kategorisasi X < (µ - 1,0 σ) Rendah (µ - 1,0 σ) ≤ X < Sedang (µ + 1,0 σ) (µ + 1,0 σ) ≤ X Tinggi Keterangan: µ = mean atau rata-rata σ = standar deviasi X = raw score Berdasarkan norma di atas, maka diperoleh kategorisasi subjek penelitian pada variabel self efficacy dan komunikasi matematik sebagai berikut: Tabel 5 Pengelompokkan Kategorisasi Subjek pada Masing-masing Variabel Jum Variabel Skor (%) Kategori lah Self X < 79 23 16% Rendah Efficacy 79-102 97 68% Sedang X ≥ 102 22 16% Tinggi Komunikasi X < 90 30 21% Rendah Matematik 90-113 89 63% Sedang X ≥ 113 23 16% Tinggi Berdasarkan tabel 5, dapat diperoleh gambaran bahwa self efficacy siswa sebagian besar berada pada kategori sedang, yaitu sebesar 68%, siswa dengan kategori self efficacy tinggi sebesar 16%, dan siswa dengan kategori self efficacy rendah sebesar 16%, sedangkan untuk variabel komunikasi matematik diperoleh gambaran bahwa sebagian besar berada pada kategori sedang, yaitu sebesar 63%, siswa yang memiliki komunikasi matematik yang tinggi sebesar 16%, dan siswa yang memiliki komunikasi matematik dengan kategori rendah sebesar 21%. Adapun sumbangan efektif (R square) dari variabel self efficacy terhadap kemampuan komunikasi matematik dapat ditentukan dengan menggunakan rumus koefisien determinan sebagai berikut: KP = r2 x 100% = (0,622)2 x 100% = 38,68% = 39% Keterangan: KP = Nilai Koefisien Determinan r = Nilai Koefisien Korelasi $ D. Pembahasan Berdasarkan hasil uji korelasi Product Moment (Pearson) yang dilakukan dengan bantuan SPSS versi 21.0 for windows, di mana level of significant () 0,000 dan diperoleh p = 0,000 serta koefisien korelasi (rxy) = 0,622. P < 0,01 maka hipotesis diterima dengan arah yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik pada siswa kelas 2 SMPN 2 Padang Panjang. Arah hubungan positif berarti semakin tinggi self efficacy siswa maka kemampuan komunikasi matematiknya juga akan tinggi, sebaliknya jika self efficacy siswa rendah maka kemampuan komunikasi matematiknya akan rendah. Bandura (2010) menyatakan bahwa selfefficacy adalah belief atau keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif. Bandura beranggapan bahwa “keyakinan atas efikasi seseorang adalah landasan dari agen manusia”. Manusia yang yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang mempuyai potensi untuk dapat mengubah kejadian di lingkungannya, akan lebih mungkin untuk bertindak dan lebih mungkin untuk menjadi sukses dari pada manusia yang mempunyai efikasi diri yang rendah. Bandura (2010) menyatakan bahwa ada dua proses belajar yang terpenting. Pertama, proses belajar learning by observation yaitu manusia belajar melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain dan kedua, proses belajar vicarious learning yaitu manusia belajar mengamati konsekuensi perilaku orang lain. Melalui hasil pengolahan data penelitian didapatkan bahwa self efficacy, persentase tertinggi berada pada sedang, yaitu sebesar 68%, siswa dengan kategori self efficacy tinggi sebesar 16%, dan siswa dengan kategori self efficacy rendah sebesar 16%, sedangkan untuk variabel komunikasi matematik diperoleh gambaran bahwa sebagian besar berada pada kategori sedang, yaitu sebesar 63%, siswa yang memiliki komunikasi matematik yang tinggi sebesar 16%, dan siswa yang memiliki komunikasi matematik dengan kategori rendah Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 26 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 sebesar 21%. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai sumbangan efektif self efficacy terhadap komunikasi matematik siswa, maka diperoleh nilai sumbangan efektif (SE) = 39%, dan sisanya sebesar 61% dipengaruhi oleh faktor lain, di antaranya menurut Gusni (Pratiwi, 2013) yaitu pengetahuan prasyarat (Prior Knowledge), kemampuan membaca, diskusi dan menulis akan membantu siswa memperjelas pemikiran dan dapat mempertajam pemahaman, serta pemahaman matematik untuk menjelaskan suatu situasi dan suatu tindakan matematik. Hamidah (2013) mengatakan bahwa self efficacy yang dimiliki seseorang memberi pengaruh yang besar terhadap kemampuan komunikasi matematik. Hal ini dimaksudkan bahwa semakin tinggi self efficacy seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya baik dalam merumuskan konsep, menyampaikan ide, dan mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain, maka semakin tinggi pula kemampuan komunikasi matematiknya. Sebaliknya semakin rendah self efficacy seseorang maka semakin rendah pula kemampuan komunikasi matematiknya. 3. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu terdapat hubungan antara self efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik pada siswa kelas 2 SMPN 2 Padang Panjang yang berarti bahwa semakin tinggi self efficacy siswa, maka kemampuan komunikasi matematik siswa akan tinggi, sebaliknya jika self efficacy siswa rendah, maka kemampuan komunikasi matematik siwa akan rendah. Besarnya sumbangan efektif variabel self efficacy terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa kelas 2 SMPN2 Padang Panjang adalah sebesar 39%. Gambaran secara umum dari subjek penelitian yaitu self efficacy para siswa berada pada kategori sedang dan para siswa memiliki kemampuan komunikasi matematik yang sedang. B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada siswa SMPN 2 Padang Panjang tentang self efficacy terhadap kemampuan komunikasi matematik, maka peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi siswa disarankan untuk lebih yakin lagi belajar khususnya matematika, karena dengan ISSN : 2088-5326 kemampuan belajar matematika siswa dapat berkembang secara optimal, baik secara komunikasi, argumentasi, koneksi, maupun dalam pemecahan masalah matematika. Caranya yaitu dengan memperbanyak latihan matematika, diskusi dengan kelompok baik kelompok dengan guru ataupun kelompok dengan teman-teman. 2. Bagi guru disarankan untuk memperhatikan dan menciptakan proses belajar mengajar yang menarik dengan matematika, dimana bisa dilakukan dengan diskusi, bermain dengan kata-kata atau istilah matematika yang mudah diingat dan dipahami siswa, serta bisa dengan mencoba permainan ular tangga matematika. 3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dan berminat dengan permasalahan yang sama dengan penelitian ini disarankan dapat mempertimbangkan variabel-variabel lain seperti pengetahuan prasyarat (Prior Knowledge), kemampuan membaca, diskusi dan menulis serta pemahaman matematik dalam belajar matematika . DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. 2003. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar . 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Darkasyi, dkk. 2014. “Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Motivasi Siswa dengan Pembelajaran Pendekatan Quantum Learning pada Siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe”. Jurnal Didaktik Matematika, Vol 1. No. 1, April 2014. Fatlah. 2013. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad dan Self Efficacy Siswa Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP”. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Terbuka. Jakarta. Feist, dan Feist. 2010. Teori Kepribadian Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika Hamidah. 2012. Pengaruh Self Efficacy terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik. STKIP Siliwangi Bandung. Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 27 Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015 Karlimah. 2010. “Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”. Jurnal Pendidikan, Vol. 11, No. 2, September 2010. ISSN : 2088-5326 STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1, No. 1, Februari 2012. Lestari. 2013. “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dalam menyelesaikan Soal Cerita Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah”. Jurnal Pendidikan, Vol.14, No. 2, September 2013. Mahmudi, Ali. 2009. “Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika”. Jurnal MIPMIPA UNHALU, Vol. 8, No. 1, Februari 2009, ISSN 1412-2318. Marlina. 2014. “Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Self Efficacy Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Diskursif”. Jurnal Didaktik Matematika, Vol. 1, No. 1, April 2014. Pratiwi, Dona Dinda. 2013. “Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Sesuai Dengan Gaya Kognitif Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013”. Juranal Pembelajaran Matematika, Vol. 1, No. 5, (2013). Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: PT. Buku Kta. Putri, Runtyani Irjayanti. 2011. “Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Reciprocal Teaching Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Di Kelas VIIID SMP Negeri Magelang”. Skripsi Program Studi Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suriasumantri, JS. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: Sinar Harapan Risnawita, R. 2010. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Umar. 2012. “Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran Matematika”. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . . 28