hubungan antara self efficacy dengan kemampuan komunikasi

advertisement
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
ISSN : 2088-5326
HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIK PADA SISWA SMPN 2 PADANG
PANJANG
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3)
1) Psikologi, U n i v e r s i t a s P u t r a I n d o n e s i a “ Y P T K , P a d a n g
2) Psikologi, U n i v e r s i t a s P u t r a I n d o n e s i a “ Y P T K , P a d a n g
3) Psikologi, U n i v e r s i t a s P u t r a I n d o n e s i a “ Y P T K , P a d a n g
[email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran secara empirik tentang hubungan
antara self efficacy dengan kemampuan komunikasi matematik pada siswa SMPN 2 Padang Panjang.
Variabel dependen dalam penelitian ini self efficacy dan variabel independen adalah kemampuan
komunikasi matematik. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self efficacy
berdasarkan teori Bandura (2010) dan skala komunikasi matematik berdasarkan teori Elliot dan Kenney
(dalam Putri, 2011). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMPN 2 Padang Panjang berjumlah 142 siswa.
Hasil uji coba menunjukkan koefisien validitas pada skala self efficacy bergerak dari 0, 325
sampai 0,671, sedangkan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,907. Hasil koefisien validitas pada skala
komunikasi matematik bergerak dari 0,333 sampai 0,606, sedangkan koefisien reliabilitasnya sebesar
0,902. Hasil uji hipótesis menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar 0,622 dengan taraf signifikan
p=0,000 (p<0,01). Artinya terdapat hubungan yang searah antara self efficacy dengan kemampuan
komunikasi matematik pada siswa kelas 2 di SMPN 2 Padang Panjang, dimana semakin tinggi self
efficacy yang dialami siswa maka komunikasi matematik semakin tinggi juga., dan sebaliknya semakin
rendah self efficacy yang dilakukan oleh siswa maka kemampuan akan komunikasinya akan semakin
rendah.
Kata Kunci : self efficacy, komunikasi matematik.
1.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hak seluruh warga
negara tanpa membedakan asal-usul, status
sosial ekonomi, maupun keadaan fisik
seseorang,
termasuk
anak-anak
yang
mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan
dalam UUD 1945 pasal 31 (1). Pada UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, hak anak untuk
memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa
adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang
mempunyai kelainan atau anak yang
berkebutuhan
khusus.
Zaman
sekarang
menuntut masyarakat untuk bisa melahirkan
perubahan-perubahan akan penyesuaian diri,
pengembangan diri dan kemajuan diri. Individu
dapat menyesuaikan diri, mengembangkan diri
serta kemajuan diri dengan adanya perubahanperubahan yang terjadi pada individu dengan
meningkatkan kualitas dirinya. Salah satu cara
meningkatkan kualitas diri tersebut adalah
melalui pendidikan.
Perkembangan pendidikan di Indonesia
sangat
pesat
terutama
dalam
bidang
telekomunikasi dan informasi. Akibat dari
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi
tersebut, arus informasi datang dari berbagai
penjuru dunia secara cepat. Menampilkan
keunggulan pada keadaan yang selalu berubah
dan kompetitif ini, kita perlu memiliki
kemampuan
memperoleh,
memilih
dan
mengelola informasi, kemampuan untuk dapat
berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif,
dan kemampuan untuk dapat bekerja sama
secara efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini
dapat
dikembangkan
melalui
proses
pembelajaran matematika karena matematika
memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan
jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan
siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir
rasional. Munandar (dalam Moma, 2012)
mengatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut
berpikir divergen) ialah memberikan macam-
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
14
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
macam kemungkinan jawaban berdasarkan
informasi yang diberikan dengan penekanan
pada keragaman jumlah dan kesesuaian.
Matematika umumnya identik dengan
perhitungan angka-angka dan rumus-rumus,
sehingga
muncullah
anggapan
bahwa
kemampuan komunikasi tidak dapat dibangun
oleh pembelajaran matematika. Padahal,
pengembangan komunikasi merupakan salah
satu tujuan pembelajaran matematika. Peraturan
Menteri Nomor 23 Tahun 2006 menyebutkan
bahwa melalui pembelajaran matematika, siswa
diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Menurut Greenes dan Schulman (dalam
Hamidah,
2013)
menyebutkan
bahwa,
komunikasi matematik memiliki peran: (1)
kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan
konsep dan strategi matematik; (2) modal
keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan
dan penyelesaian dalam eksplorasi dan
investigasi matematika; (3) wadah bagi siswa
dalam berkomunikasi dengan temannya untuk
memperoleh informasi, membagi pikiran dan
penemuan, curah pendapat, menilai dan
mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.
Hal ini menunjukan bahwa kemampuan
komunikasi matematik merupakan hal yang
penting dalam membantu seseorang menyusun
proses berpikirnya.
Herdian
(dalam
Hamidah,
2013)
menyebutkan bahwa komunikasi secara umum
dapat diartikan sebagai suatu cara untuk
menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan
ke penerima pesan untuk memberitahu,
pendapat, atau perilaku baik langsung secara
lisan, maupun tak langsung melalui media.
Kemampuan komunikasi matematis dapat
diartikan sebagai suatu kemampuan siswa
dalam
menyampaikan
sesuatu
yang
diketahuinya melalui peristiwa dialog atau
saling berhubungan yang terjadi di lingkungan
kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan
yang dialihkan berisi tentang materi matematika
yang dipelajari siswa. Misalnya berupa konsep,
rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah.
Secara umum tulisan ini akan menelaah
hubungan
antara
self-efficacy
dengan
kemampuan komunikasi matematik. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah selfefficacy
yang
tinggi
pada
seseorang
menyebabkan
tinggi
pula
kemampuan
komunikasi
matematiknya
atau
malah
sebaliknya.
Matematika sebagai salah satu
disiplin ilmu tidak terlepas kaitannya dengan
dunia
pendidikan
terutama
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang memegang peranan penting. Mengingat
pentingnya matematika dalam ilmu pengetahuan
ISSN : 2088-5326
dan teknologi, maka sudah sewajarnya
matematika sebagai pelajaran wajib dikuasai
dan dipahami dengan baik oleh siswa di
sekolah-sekolah. Matematika penting sebagai
pembimbing pola pikir maupun sebagai
pembentuk sikap. Oleh sebab itu guru
mempunyai peran penting membantu siswa agar
dapat belajar matematika dengan baik.
Salah satu kemampuan matematik yang
harus dikuasai dalam pembelajaran matematika
adalah kemampuan komunikasi. Untuk itu siswa
harus mempunyai kemampuan komunikasi
simatematis yang baik. Bagi siswa yang terlibat
dalam komunikasi matematik dengan gurunya
maupun dengan teman-temannya, baik secara
lisan maupun tertulis, baik pada saat
pembelajaran berlangsung maupun diluar kelas,
akan sangat banyak manfaatnya untuk
meningkatkan pemahaman matematis mereka.
Proses komunikasi didunia pendidikan bisa
berupa komunikasi verbal, non verbal, maupun
komunikasi melalui media pelajaran. Turmudi
(dalam Marlina,dkk ,2014) menyatakan
komunikasi adalah bagian yang esensial dari
matematika dan pendidikan matematika. Hal ini
merupakan cara untuk berbagi gagasan dan
mengklasifikasikan
pemahaman.
Proses
komunikasi membantu membangun makna dan
kelengkapan gagasan dan membuat hal ini
menjadi milik publik.
Ketika seorang siswa ditantang dan diminta
berargumentasi untuk mengkomunikasikan hasil
pemikiran mereka kepada orang lain secara
lisan atau tulisan, mereka belajar untuk
menjelaskan dan meyakinkan orang lain,
mendengarkan gagasan atau penjelasan orang
lain, dan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan pengalaman mereka.
Dalam pembelajaran matematika, komunikasi
menjadi aspek penting untuk menunjang
keberhasilan siswa dalam belajar. Dengan
kemampuan komunikasi siswa dapat saling
bertukar ide-ide dalam matematika sehingga
pembelajaran akan lebih bermakna. Siswa akan
mendapatkan wawasan kedalam pemikiran
mereka. Kramarski (dalam Marlina,dkk ,2014),
komunikasi matematik sebagai penjelasan
verbal dari penalaran matematik yang diukur
melalui tiga dimensi yaitu kebenaran
(correctness), kelancaran dalam memberikan
bermacam-macam
jawaban
benar
dan
representasi matematik, dalam bentuk formal,
visual, persamaan aljabar, dan diagram.
Setiap orang tentunya mengetahui akan
kelebihan dan kekurangan yang mereka punya.
Ketika mereka merasa punya kelebihan akan
sesuatu, maka mereka akan yakin akan dirinya
bahwa mereka mampu melakukan sesuatu
tersebut. Biasanya matematika menjadi lawan
terbesar bagi para pelajar. Orang yang memiliki
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
15
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
self efficacy rendah akan merasa tidak mampu
menyelesaikan persoalan tentang matematika,
mereka akan mengganggap itu adalah sebuah
kegagalan dan kemudian menyerah. Namun
ketika ada diantara mereka yang mempunyai
keyakinan akan dirinya untuk bisa terus belajar
dan mengganggap tidak bisa itu adalah sebagai
kurangnya usaha, maka mereka inilah orang
yang memeliki self efficay tinggi. Orang yang
memiliki self efficacy tinggi akan berusaha
belajar matemtika yang mereka anggap susah,
sehingga
mereka
bisa
memecahkan
persoalannya. Ketika mereka bisa memecahkan
persoalan matematika dengan banyak pola,
simbol, gambar, angka dan sebagainya, maka
kemampuan komunikasi akan matematiknya
sangat baik. Nuzulia (dalam Maryati, 2008)
mengatakan bahwa keyakinan diri atau self
efficacy merupakan kepercayaan yang dimiliki
individu
tentang
kemampuan
atau
ketidakmampuan untuk menunjukkan suatu
perilaku atau sekumpulan perilaku tertentu. Self
efficacy juga merupakan cara pandang
seseorang terhadap kualitas dirinya sendiri baik
buruk dan dapat dibangun sesuai karakteristik
seseorang.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti
tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai
hubungan antara self efficacy dengan
kemampuan komunikasi matematik pada siswa
SMPN 2 Padang Panjang. Penelitian mengenai
self efficacy ini sebelumnya juga pernah
dilakukan oleh peneliti lain, seperti Hamidah,
M.Pd yang mengadakan penelitian dengan judul
“ Pengaruh self efficacy terhadap kemampuan
komunikasi matematik” dan dalam penelitian
laiinya oleh Dona Dinda Pratiwi, dkk dengan
judul penelitian “Kemampuan komunikasi
matematis
dalam
pemecahan
masalah
matematika sesuai dengan gaya kognitif pada
siswa kelas IX SMP N 1 Surakarta tahun
pelajaran 2012/2013”. Beda penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah dalam
segi judul penelitian, tempat penelitian, subjek
penelitian, dan tahun penelitian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dikemukakan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah
ada hubungan antara self efficacy dengan
kemampuan komunikasi matematik pada siswa
SMP N 2 Padang Panjang?”.
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui bagaimana hubungan antara
self
efficacy
dengan
kemampuan
komunikasi matematik pada siswa SMP N
2 Padang Panjang.
D.
Manfaat Penelitian
ISSN : 2088-5326
Penelitian
ini dilakukan dengan
harapan dapat memberikan manfaat teoritis
dan praktis sebagai berikut:
1) Manfaat Teoritis
Dengan penelitian ini, akan dapat
memberikan sumbangan pemikiran
bagi ilmu pengetahuan psikologi,
khususnya di bidang psikologi
pendidikan dan psikologi komunikasi.
2) Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Diharapkan
siswa
lebih
termotivasi lagi untuk belajar
khususnya
kemampuan
matematika,
karena
dengan
kemampuan tersebut siswa dapat
berkembang secara optimal, baik
secara komunikasi, argumentasi,
koneksi,
maupun
dalam
pemecahan masalah kedepannya.
b. Bagi guru
Guru bisa lebih besemangat untuk
memberi
pelajaran
kepada
siswanya
dengan
adanya
pemahaman mengenai pentingnya
kemampuan
komunikasi
matematik pada setiap siswa.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan
dapat
menjadi
referensi dan bahan perbandingan
bagi
semua
pihak
untuk
melakukan penelitian selanjutnya
yang ada kaitannya dengan
hubungan antara self efficacy
dengan kemampuan komunikasi
matematik.
2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemampuan Komunikasi Matematik
1. Pengertian komunikasi matematik
Istilah “komunikasi” merupakan
terjemahan dari bahasa Inggris
communication yang dikembangkan di
Amerika Serikat. Komunikasi menurut
bahasa (etimologi) berasal dari bahasa
latin, salah satunya yaitu communicare
yang berarti berpartisipasi ataupun
memberitahukan.
Pengertian
komunikasi secara etimologi ini
memberi pengertian bahwa komunikasi
dilakukan hendaknya dengan lambanglambang atau bahasa yang mempunyai
kesamaan arti antara orang yang
memberi pesan dengan orang yang
menerima pesan. Komunikasi adalah
proses berbagi makna melalui prilaku
verbal dan non verbal. Segala prilaku
disebut komunikasi jika melibatkan
dua orang atau lebih (Mulyana, 2008).
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
16
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
The National Center of Teaching
of Mathematics (dalam Kadir, dkk,
2010) menjelaskan bahwa komunikasi
merupakan bagian esensial dari
matematika
dan
pendidikan
matematika.
Pendapat
ini
mengisyaratkan
pentingnya
komunikasi
dalam
pembelajaran
matematika, melalui komunikasi, siswa
dapat
menyampaikan
ide-idenya
kepada guru dan kepada siswa yang
lainnya. Menurut Wahyudin (dalam
Fachrurazi,
2011)
Komunikasi
merupakan cara berbagi gagasan dan
mengklasifikasikan
pemahaman.
Melalui komunikasi, gagasan menjadi
objek-objek refleksi, penghalusan,
diskusi, dan perombakan.
Dimyati & Mudjiono (2010)
mengatakan
Komunikasi
dapat
diartikan sebagai menyampaikan dan
memperoleh fakta, konsep, dan prinsip
ilmu pengetahuan dalam bentuk suara,
visual, atau suara visual. Hal ini
didasarkan bahwa semua orang
mempunyai
kebutuhan
untuk
mengemukakan ide, perasaan dan
kebutuhan orang lain pada diri kita.
Komunikasi merupakan bagian yang
sangat penting pada matematika dan
pendidikan matematika. Komunikasi
merupakan cara berbagi ide dan
memperjelas pemahaman. Ide dapat
dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan,
dan
dikembangkan
melalui
komunikasi.
Dalam komunikasi matematika,
siswa dilibatkan secara aktif untuk
berbagi ide dengan siswa lain dalam
mengerjakan soal-soal matematika.
Sebagaimana dikatakan (Syaban, 2008)
bahwa: “Komunikasi
matematika
merupakan
refleksi
pemahaman
matematik dan merupakan bagian dari
daya
matematik.
Siswa-siswa
mempelajari matematika seakan-akan
mereka berbicara dan menulis tentang
apa yang mereka sedang kerjakan.
Mereka dilibatkan secara aktif dalam
mengerjakan
matematika,
ketika
mereka diminta untuk memikirkan ideide mereka, atau berbicara dengan dan
mendengarkan siswa lain, dalam
berbagi ide, strategi dan solusi.”
Berdasarkan
pengertian
komunikasi di atas dapat disimpulkan
bahwa
kemampuan
komunikasi
matematika merupakan kemampuan
seseorang dalam mengkomunikasikan
gagasan atau ide-ide matematika
ISSN : 2088-5326
dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan
atau masalah serta mendiskusikannya
dengan orang lain.
Anggapan ini tentu saja tidak
tepat, karena menurut Greenes dan
Schulman (dalam Pratiwi, 2012)
mengatakan
bahwa
komunikasi
matematika memiliki peran:
a. Kekuatan sentral bagi siswa
dalam merumuskan konsep
dan strategi matematika
b. Modal keberhasilan bagi siswa
terhadap pendekatan dan
penyelesaian dalam eksplorasi
dan investigasi matematika
c. Wadah bagi siswa dalam
berkomunikasi
dengan
temannya untuk memperoleh
informasi, membagi pikiran
dan
penemuan,
curah
pendapat,
menilai
dan
mempertajam
ide
untuk
meyakinkan yang lain.
Kemampuan
berkomunikasi
menjadi salah satu syarat yang
memegang peranan penting karena
membantu dalam proses penyusunan
pikiran, menghubungkan gagasan
dengan gagasan lain sehingga dapat
mengisi hal-hal yang kurang dalam
seluruh jaringan gagasan siswa.
Sejalan dengan itu, Lindquist (dalam
Fitrie, 2002) menyatakan bahwa kita
memerlukan
komunikasi
dalam
matematika jika hendak meraih secara
penuh tujuan sosial, seperti melek
matematika, belajar seumur hidup, dan
matematika untuk semua orang.
Bahkan membangun komunikasi
matematika menurut The National
Center
Teaching
Mathematics
(NCTM) memberikan manfaat pada
siswa berupa:
a. Memodelkan situasi dengan
lisan, tertulis, gambar, grafik,
dan secara aljabar.
b. Merefleksi
dan
mengklarifikasi
dalam
berpikir mengenai gagasangagasan matematika dalam
berbagai situasi.
c. Mengembangkan pemahaman
terhadap
gagasan-gagasan
matematika termasuk peranan
definisi-definisi
dalam
matematika.
d. Menggunakan keterampilan
membaca, mendengar, dan
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
17
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
menulis
untuk
menginterpretasikan
dan
mengevaluasi
gagasan
matematika.
e. Mengkaji gagasan matematika
melalui konjektur dan alasan
yang meyakinkan.
f. Memahami nilai dari notasi
dan peran matematika dalam
pengembangan
gagasan
matematika.
Komunikasi matematis adalah
cara untuk menyampaikan ide-ide
pemecahan masalah, strategi maupun
solusi matematika baik secara tertulis
maupun
lisan.
Kemampuan
komunikasi
matematis
dalam
pemecahan masalah menurut National
Council of Teachers of Mathematics
(dalam Marlina,dkk , 2014) dapat
dilihat ketika siswa menganalisis dan
menilai pemikiran dan strategi
matematis
orang
lain
dan
menggunakan bahasa matematika
untuk menyatakan ide matematika
dengan tepat. Selain itu, menurut riset
Schoen, Bean, dan Zieberth (dalam
Pratiwi,
2014)
kemampuan
memberikan dugaan tentang gambargambar geometri juga termasuk
kemampuan komunikasi matematis.
Melalui komunikasi, siswa dapat
mengeksplorasi
dan
mengonsolidasikan
pemikiran
matematisnya,
pengetahuan
dan
pengembangan dalam memecahkan
masalah dengan penggunaan bahasa
matematis
dapat
dikembangkan,
sehingga komunikasi matematis dapat
dibentuk. Menurut Hirschfeld (dalam
Pratiwi, 2014) komunikasi adalah
bagian penting dari matematika dan
pendidikan matematika. Pentingnya
komunikasi
tersebut
membuat
beberapa ahli melakukan riset tentang
komunikasi matematis. Beberapa hasil
temuan
penelitian
menurut
Osterholm,dkk (dalam Pratiwi, 2014)
menunjukkan bahwa kemampuan
komunikasi matematis siswa dinilai
masih rendah terutama keterampilan
dan ketelitian dalam mencermati atau
mengenali
sebuah
persoalan
matematika. Menurut riset Bergeson
dalam penelitian Gusni Satriawati
(2006) mengemukakan bahwa siswa
sulit mengomunikasikan informasi
visual
terutama
dalam
mengomunikasikan sebuah lingkungan
tiga dimensi (misalnya, sebuah
ISSN : 2088-5326
bangunan terbuat dari balok kecil)
melalui alat dua dimensi (misalnya,
kertas dan pensil) atau sebaliknya.
Pengertian komunikasi secara
etimologi ini memberi pengertian
bahwa
komunikasi
dilakukan
hendaknya dengan lambang-lambang
atau
bahasa
yang
mempunyai
kesamaan arti antara orang yang
memberi pesan dengan orang yang
menerima pesan. Sedangkan menurut
istilah (terminologi) seperti yang
diungkapkan oleh Berelson dan Steiner
(dalam
Ramdhanimiftah,
2009)
“komunikasi
adalah
proses
penyampaian informasi,
gagasan,
emosi, keahlian dan lain-lain melalui
penggunaan simbol-simbol seperti
kata-kata, gambar, angka-angka dan
lain-lain”.
Dapat disimpulkan bahwa
komunikasi matematik merupakan
pemahaman matematik dan bagian dari
daya matematik dengan pengolahannya
menggunakan cara penyampaikan ideide pemecahan masalah, strategi
maupun solusi matematika baik secara
tertulis maupun lisan, sedangkan
kemampuan komunikasi matematik
merupakan analisis dan penilaian
pemikiran, strategi matematis orang
lain, penggunaan bahasa matematika
untuk menyatakan ide matematika
dengan tepat, serta kemampuan
memberikan dugaan tentang gambargambar geometri.
2.
Pembagian
Komunikasi
Matematik
Gusni (2006) dalam Algoritma dan
Jurnal
matematika
membagi
kemampuan komunikasi matematik
menjadi tiga, yaitu:
a. Written Text
Pemberian jawaban dengan
menggunakan bahasa sendiri,
membuat model situasi atau
persoalan menggunakan lisan,
tulisan, konkrit, grafik dan
aljabar, menjelaskan dan
membuat pertanyaan tentang
matematika
yang
telah
dipelajari,
mendengarkan,
mendiskusikan, dan menulis
tentang matematika, membuat
konjektur, menyusun argumen
dan generalisasi.
b. Drawing
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
18
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
Merefleksikan benda-benda
nyata, gambar dan diagram ke
dalam ide-ide matematika.
c. Mathematical Expression
Mengekspresikan
konsep
matematika
dengan
menyatakan peristiwa seharihari dalam bahasa atau simbol
matematika.
3.
Aspek-aspek
Komunikasi
Matematis
Aspek komunikasi matematis
menurut Elliot dan Kenney (dalam
Putri, 2011) terbagi menjadi 4 aspek
yaitu:
1. Kemampuan
tata
bahasa
(grammatical competence)
Merupakan kemampuan
siswa dalam menggunakan
tata bahasa matematika. Tata
bahasa dalam konteks ini
meliputi kosakata dan struktur
yang terlihat dalam hal
memahami definisi dari suatu
istilah
matematika
serta
menggunakan simbol/notasi
matematika secara tepat.
2. Kemampuan
memahami
wacana
(discourse
competence)
Merupakan kemampuan
siswa untuk memahami serta
mendeskripsikan informasiinformasi penting dari suatu
wacana matematika. Wacana
matematika dalam konteks
discourse
competence
meliputi
permasalahn
matematika
maupun
pernyataan/pendapat
matematika.
3. Kemampuan sosiolinguistik
(sociolinguistic competence)
Merupakan kemampuan
siswa
dalam
mengetahui
permasalahan kultural atau
sosial yang biasanya muncul
dalam konteks permasalahan
matematika.
Permasalahan
kultural dalam hal ini adalah
permasalahan
kontekstual
dalam matematika. Siswa
dilatih
untuk
mampu
menyelesaikan permasalahan
matematika yang menyangkut
persoalan dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Kemampuan
strategis
(strategic competence)
ISSN : 2088-5326
Merupakan kemampuan
siswa
untuk
dapat
menguraikan
sandi/kode
dalam pesan matematika.
Menguraikan
sandi/kode
dalam pesan-pesan matemtika
adalah menguraikan unsurunsur penting (kata kunci) dari
suatu
permasalahan
matematika
kemudian
menyelesaikannya
secara
runtut
seperti:
membuat
konjektur
prediksi
atas
hubungan antar konsep dalam
matematika, menyampaikan
ide/relasi matematika dengan
gambar,
grafik
maupun
aljabar, dan menyelesaikan
persoalan secara runtut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis
merupakan suatu cara bagi siswa untuk
mengkomunikasikan
ide-ide
atau
strategi
matematika
dengan
mempelajari matematika yang meliputi
kosakata dan struktur matematika,
memahami serta mendeskripsikan
informasi-informasi penting dari suatu
wacana
matematika,
mengetahui
informasi-informasi kultural atau sosial
dalam konteks permasalan matematika,
dan dapat menguraikan sandi/kode
dalam pesan-pesan matematika.
4.
Indikator
komunikasi
matematis
Indikator
komunikasi
matematis menurut NCTM (dalam
Fachrurazi, 2011) antara lain:
a. Kemampuan
mengekspresikan ide-ide
matematis melalui lisan,
tulisan,
dan
mendemonstrasikannya
serta menggambarkannya
secara visual
b. Kemampuan memahami,
mengiterpretasikan, dan
mengevaluasi
ide-ide
matematis baik secara
lisan, tulisan, maupun
dalam bentuk visual
lainnya
c. Kemampuan
dalam
menggunakan
istilahistilah,
notasi-notasi
matematika dan strukturstrukturnya
untuk
menyajikan
ide-ide,
menggambarkan
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
19
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
5.
hubungan-hubungan
dengan
model-model
situasi.
Faktor Yang Mempengaruhi
Kemampuan Komunikasi
Menurut Gusni (Pratiwi, 2013),
ada beberapa faktor yang berkaitan
dengan
kemampuan
komunikasi
matematik, antara lain:
1. Pengetahuan prasyarat (Prior
Knowledge)
Pengetahuan
prasyarat
merupakan pengetahuan yang
telah dimiliki siswa sebagai
akibat
proses
belajar
sebelumnya. Hasil belajar
siswa tentu saja bervariasi
sesuai dengan kemampuan
siswa itu sendiri. Jenis
kemampuan yang dimiliki
siswa sangat menentukan hasil
pembelajaran selanjutnya.
2. Kemampuan
membaca,
diskusi dan menulis
Dalam komunikasi matematik,
kemampuan
membaca,
diskusi, dan menulis dapat
membantu siswa memperjelas
pemikiran
dan
dapat
mempertajam pemahaman.
3. Pemahaman matematik
Pemahaman
matematik
merupakan
kemamapuan
siswa untuk menjelaskan suatu
situasi dan suatu tindakan
matematik.
1.
B. Self Efficacy
Pengertian self efficacy
Menurut Bandura (2010), selfefficacy adalah belief atau keyakinan
seseorang bahwa ia dapat menguasai
situasi dan menghasilkan hasil
(outcomes) yang positif. Self-efficacy
juga merupakan suatu keadaan dimana
seseorang yakin dan percaya bahwa
mereka dapat mengontrol hasil dari
usaha yang telah dilakukan.
Self efficacy adalah keyakinan
seseorang dalam kemampuannya untuk
melakukan sesuatu bentuk control
terhadap keberfungsian orang itu sendiri
dan kejadian dalam lingkungan Bandura
(2010). Bandura beranggapan bahwa
“keyakinan atas efikasi seseorang adalah
landasan dari agen manusia”. Manusia
yang yakin bahwa mereka dapat
melakukan sesuatu yang mempuyai
ISSN : 2088-5326
potensi untuk dapat mengubah kejadian
di lingkungannya, akan lebih mungkin
untuk bertindak dan lebih mungkin untuk
menjadi sukses dari pada manusia yang
mempunyai efikasi diri yang rendah.
Bandura (2010) menyatakan bahwa
ada dua proses belajar yang terpenting.
Pertama, proses belajar learning by
observation yaitu manusia belajar
melalui pengamatan terhadap perilaku
orang lain dan kedua, proses belajar
vicarious learning yaitu manusia belajar
mengamati konsekuensi perilaku orang
lain.
2. Aspek-aspek self efficacy
Menurut Bandura (2010) terdapat
tiga aspek dari self efficacy pada diri
individu, yaitu:
a. Tingkatan (level)
Dimensi ini berkaitan dengan
derajat kesulitan tugas ketika
individu merasa mampu untuk
melakukannya.
b. Dimensi kekuatan (strength)
Dimensi ini berkaitan dengan
tingkat kekuatan dari keyakinan
atau
pengharapan
individu
mengenai kemampuannya.
c. Dimensi generalisasi (generality)
Dimensi ini berkaitan dengan luas
bidang tingkah laku, yang mana
individu merasa yakin akan
kemampuannya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
self efficacy
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi self-efficacy menurut
Bandura (2010) yaitu :
a. Pengalaman
menguasai
sesuatu (mastery experiences)
Pengalaman
menguasai
sesuatu mempengaruhi self
efficacy yaitu performa masa
lalu. Secara umum, performa
yang
berhasil
akan
meningkatkan
ekspektasi
mengenai
kemampuan,
kegagalan cenderung akan
menurunkan hal tersebut.
b. Modelling sosial
Self efficacy meningkat saat
seseorang
mengobservasi
pencapaian orang lain yang
mempunyai kompetensi yang
setara, namun akan berkurang
saat seseorang melihat rekan
sebaya gagal.
c. Persuasi
Sosial
(Social
Persuation)
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
20
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
4.
Informasi tentang kemampuan
yang disampaikan secara
verbal oleh seseorang yang
berpengaruh
biasanya
digunakan untuk meyakinkan
seseorang bahwa ia cukup
mampu melakukan suatu
tugas.
d. Keadaan
fisiologis
dan
emosional (physiological and
emotional states)
Kecemasan dan stress yang
terjadi dalam diri seseorang
ketika melakukan tugas sering
diartikan
sebagai
suatu
kegagalan. Pada umumnya
seseorang cenderung akan
mengharapkan keberhasilan
dalam kondisi yang tidak
diwarnai oleh ketegangan dan
tidak
merasakan
adanya
keluhan
atau
gangguan
somatik lainnya. Self-efficacy
biasanya
ditandai
oleh
rendahnya tingkat stress dan
kecemasan sebaliknya selfefficacy yang rendah ditandai
oleh tingkat stress dan
kecemasan yang tinggi pula.
Manfaat self efficacy
Bandura
(2003)
juga
menyebutkan bahwa ada beberapa
manfaat dari self-efficacy yaitu:
a. Pilihan perilaku
Dengan adanya self-efficacy
yang dimiliki, individu akan
menetapkan tindakan apa yang
akan ia lakukan dalam
menghadapi suatu tugas untuk
mencapai
tujuan
yang
diiinginkannya.
b. Pilihan karir
Self-efficacy
merupakan
mediator
yang
cukup
berpengaruh
terhadap
pemilihan karir seseorang.
Bila seseorang merasa mampu
melaksanakan
tugas-tugas
dalam karir tertentu maka
biasanya ia akan memilih
karir tesebut.
c. Kuantitas usaha dan keinginan
untuk bertahan pada suatu
tugas
Individu yang memiliki selfefficacy yang tinggi biasanya
akan berusaha keras untuk
menghadapi kesulitan dan
bertahan dalam mengerjakan
suatu tugas bila mereka telah
ISSN : 2088-5326
5.
mempunyai
keterampilan
prasyarat. Sedangkan individu
yang mempunyai self-efficacy
yang rendah akan terganggu
oleh
keraguan
terhadap
kemampuan diri dan mudah
menyerah bila menghadapi
kesulitan dalam mengerjakan
tugas.
e. Kualitas usaha
Penggunaan strategi dalam
memproses suatu tugas secara
lebih
mendalam
dan
keterlibatan kognitif dalam
belajar memiliki hubungan
yang erat dengan self-efficacy
yang tinggi. Suatu penelitian
dari Pintrich dan De Groot
menemukan bahwa siswa
yang memiliki self-efficacy
tinggi
cenderung
akan
memperlihatkan penggunaan
kognitif dan strategi belajar
yang lebih bervariasi.
Strategi untuk meningkatkan self
efficacy
Dalam meningkatkan kemampuan
komunikasi matematik seseorang,
seseorang tersebut harus mampu
memunculkan self-efficacy dalam
dirinya. Self-efficacy yang tinggi
seseorang akan mampu mengatasi
kecemasan
berbicaranya
dalam
menyampaikan ide-ide matematik,
mampu
menguasai
situasi
dan
menghasilkan hasil (outcomes) yang
positif, yakin dan percaya bahwa
mereka dapat mengontrol hasil dari
usaha yang telah dilakukannya. Lebih
lanjut, dengan self-efficacy yang tinggi
mengurangi kemungkinan seseorang
menghindari pelajaran yang banyak
tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas
yang menantang seperti matematika.
Menurut Goetz (dalam Hamidah,
2013), mengembangkan komunikasi
matematik tidak berbeda jauh dengan
mengembangkan
kemampuan
komunikasi pada umumnya.
Schunck (dalam Hamidah, 2013)
menyebutkan bahwa ada beberapa
strategi yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan
self-efficacy,
diantaranya:
1. Mengajarkan siswa suatu
strategi khusus sehingga dapat
meningkatkan kemampuannya
untuk fokus pada tugastugasnya.
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
21
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Memandu
siswa
dalam
menetapkan
tujuan,
khususnya dalam membuat
tujuan jangka pendek setelah
mereka mebuat tujuan jangka
panjang.
Memberikan reward untuk
performa siswa.
Mengkombinasikan strategi
training dengan menekankan
pada tujuan dan memberi
feedback pada siswa tentang
hasil pembelajarannya.
Memberikan support atau
dukungan
pada
siswa.
Dukungan yang positif dapat
berasal dari guru seperti
pernyataan
“kamu
dapat
melakukan ini”, orang tua dan
peers.
Meyakinkan bahwa siswa
tidak terlalu aroused dan
cemas karena hal itu justru
akan menurunkan self-efficacy
siswa.
Menyediakan siswa model
yang bersifat positif seperti
adult dan peer. Karakteristik
tertentu dari model dapat
meningkatkan
self-efficacy
siswa. Modelling efektif untuk
meningkatkan
self-efficacy
khususnya
ketika
siswa
mengobservasi keberhasilan
teman
peer
nya
yang
sebenarnya
mempunyai
kemampuan
yang
sama
dengan mereka.
C. Hubungan Self efficacy dengan
kemampuan komunikasi matematik
Menurut Brenner (dalam Kadir, dkk ,
2010)
menyatakan
bahwa
peningkatan
kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan
matematika adalah salah satu dari tujuan untuk
pergerakan reformasi matematika. Menurutnya
penekanan
terhadap
komunikasi
dalam
pergerakan reformasi matematika berasal dari
suatu konsensus bahwa hasil pembelajaran
sangat efektif di dalam suatu konteks sosial.
Melalui konteks sosial yang dirancang dalam
pembelajaran
matematika,
siswa
dapat
mengkomunikasikan
berbagai
ide
yang
dimilikinya untuk menyelesaikan masalah
matematika.
Menurut Lubienski (dalam Kadir, dkk ,
2010),
kemampuan
siswa
dalam
mengkomunikasikan masalah matematika pada
umumnya ditunjang oleh pemahaman mereka
terhadap bahasa. Bahasa memungkinkan
ISSN : 2088-5326
manusia berpikir secara abstrak dimana objekobjek faktual ditransformasikan menjadi
simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak,
Suriasumantri (2013). Matematika adalah
bahasa yang melambangkan serangkaian makna
dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.
Lambang-lambang
matematika
bersifat
“artifissal” yang baru mempunyai arti setelah
sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu
maka matematika hanya merupakan kumpulan
rumus-rumus mati (Suriasumantri, 2013).
Self efficacy mempengaruhi bagaimana
individu berpikir, merasa, memotivasi diri, dan
bertindak. Bandura (dalam Hamidah, 2013)
menyatakan bahwa perasaan positif yang tepat
tentang self efficacy dapat mempertinggi
prestasi,
meyakini
kemampuan,
mengembangkan motivasi dengan penilaian
seseorang akan kemampuan dirinya dalam
menyelesaikan suatu tugas tertentu. Perasaan
negatif tentang self efficacy menyebabkan siswa
menghindari tantangan, melakukan sesuatu
dengan lemah, fokus pada hambatan, dan
mempersiapkan diri untuk outcomes yang
kurang baik. Dalam memecahkan masalah
matematika yang relatif dianggap sulit, individu
yang
mempunyai
keraguan
tentang
kemampuannya akan mengurangi usahanya
bahkan cenderung akan menyerah. Individu
yang mempunyai
self
efficacy
tinggi
menganggap kegagalan sebagai kurangnya
usaha, sedangkan individu yang memiliki self
efficacy rendah menganggap kegagalan berasal
dari kurangnya kemampuan. Individu dengan
self
efficacy
yang
tinggi
mampu
mengkomunikasikan gagasan dengan tindakan
yang bijak dan dapat berlangsung efektif (dalam
Hamidah, 2013).
Efikasi
diri
bukan
merupakan
ekspektasi dari hasil tindakan kita. Bandura
(2010)
membedakan
antara
ekspektasi
mengenai efikasi dan ekspektasi mengenai hasil.
Efikasi merujuk pada keyakinan diri seseorang
bahwa orang tersebut memeliki kemampuan
untuk melakukan suatu perilaku, sementara
ekspektsi atas hasil merujuk pada prediksi dari
kemungkinan mengenai konsekuensi perilaku
tersebut. Hasil tidak boleh digabungkan dengan
keberhasilan dalam melakukan perilaku
tersebut, hasil merujuk pada konsekuensi dari
perilaku, bukan penyelesaian melakukan
tindakan tersebut (2010).
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat
hubungan antara self efficacy dengan
kemampuan komunikasi matematik pada siswa
SMPN 2 Padang Panjang.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
22
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel independen(X) :Self Efficacy
Variabel dependen (Y) :Komunikasi
Matematis
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah definisi yang
didasarkan
atas
sifat-sifat
hal
yang
didefinisikan, yang dapat diamati atau dapat
diobservasi (Suryabrata, 2006).
Definisi operasional self efficacy adalah
keyakinan atau kepercayaan diri seseorang
terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk
dapat menguasai situasi dan mengontrol hasil
yang positif dari usaha yang telah dilakukan.
Variabel ini akan diukur berdasarkan beberapa
aspek menurut Bandura (2010) adalah level
(tingkatan), strength (dimensi kekuatan), dan
generality (dimensi generaliti).
Definisi
operasional
kemampuan
komunikasi matematik adalah analisis dan
penilaian pemikiran, strategi matematis orang
lain, penggunaan bahasa matematika untuk
menyatakan ide matematika dengan tepat, serta
kemampuan memberikan dugaan tentang
gambar-gambar geometri. Variabel ini diukur
berdasarkan empat aspek, yaitu kemampuan tata
bahasa (grammatical competence), kemampuan
memahami wacana (discourse competence),
kemampuan sosiolinguistik (sociolinguistic
competence), kemampuan strategis (strategic
competence).
C.
1.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2013) populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau
subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP N 2
Padang Panjang yang terdiri dari 5 kelas. Semua
siswa kelas VIII berjumlah 142 orang.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi
yang memiliki ciri-ciri yang dimiliki
populasi. Sampel merupakan representasi
yang baik bagi populasinya dan sangat
tergantung pada sejauhmana karakteristik
sampel
sama
dengan
karakteristik
populasinya (Azwar, 2003).
Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah stratified random
sampling. Stratified random sampling
adalah dimana data dikelompokkan ke
dalam strata-strata yang didasarkan atas
perbedaan sifat atau karakter sesuai dengan
tujuan penelitian. Teknik stratified random
sampling
digunakan
bila
populasi
ISSN : 2088-5326
mempunyai anggota/unsur yang tidak
homogen dan berstrata secara proporsional
(Sugiyono, 2012).
D.
1.
Metode dan Alat Pengumpulan Data
Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berupa skala self
efficacy dan skala komunikasi matematis.
Skala dapat dicirikan sebagai stimulasi
yang berupa pernyataan, artinya stimulasi
tersebut tidak langsung mengungkapkan
atribut yang hendak diukur, melainkan
diungkapkan melalui aspek atau indikator
perilaku dari atribut yang diukur (Azwar,
2003). Peneliti menggunakan skala self
efficacy yang peneliti susun berdasarkan
pendapat Bandura (2010) dan skala
komunikasi matematik yang peneliti
susun berdasarkan pendapat Elliot dan
Kenney (dalam Putri, 2011).
Format respon jawaban skala self
efficacy dan komunikasi matematik
terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu
SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak
Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).
Peneliti tidak menggunakan pilihan
jawaban tengah ”R” (Ragu-ragu),
sebagaimana menurut Azwar (2003)
apabila
pilihan
jawaban
tengah
disediakan, maka subjek akan cenderung
memilih jawaban tengah, sehingga data
mengenai perbedaan di antara subjek
menjadi kurang informatif dan sikap
subjek yang sebenarnya tidak dapat
diketahui secara jelas.
2. Uji Coba Alat Ukur Penlitian
a. Uji Validitas
Validitas adalah sejauh mana ketepatan
dan kecermatan suatu instrumen pengukur
(tes) dalam melakukan fungsi ukurnya
(Azwar, 2013). Disamping itu Sumanto
(2014) menyatakan bahwa validitas adalah
tingkat saat instrument mengukur apa yang
seharusnya diukur. Sebuah instrument
tisak bisa untuk sembarang kelompok,
suatu instrument
Validitas yang akan digunakan adalah
validitas isi dan validitas konstrak.
Menurut Azwar (2013) validitas isi yaitu
validitas yang menunjukkan sejauh mana
aitem-aitem
dalam
tes
mencakup
keseluruhan kawasan isi yang hendak
diukur oleh alat tes tersebut. Sedangkan
validitas konstrak adalah validitas yang
bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana
suatu tes mengukur trait atau konstrak
teoritik yang hendak diukur. Menurut
Azwar (2013) koefisien validitas dapat
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
23
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
dianggap memuaskan apabila rxy melebihi
0,30. Jika nilainya kurang dari 0,30 maka
disarankan untuk tidak memilihnya
sebagai item alat ukur karena dapat
diinterpretasikan sebagai item yang
memiliki daya diskriminasi rendah.
Dengan ini pengujian validitas dilakukan
dengan menggunakan formulasi Alpha
Cronbach dengan bantuan SPSS for
windows 21.0.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah derajat ketepatan,
ketelitian,
atau
keakuratan
yang
ditunjukkan oleh instrumen pengukuran,
yaitu sejauh mana suatu alat ukur dapat
dipercaya dan diandalkan (Azwar, 2013).
Apabila suatu alat ukur dapat dipakai dua
kali untuk pengukuran yang sama
dengan hasil yang relatif sama, maka alat
ukur
tersebut
dikatakan
reliabel.
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien
reliabilitas dengan angka yang berkisar
antara 0 sampai dengan 1,00. Pengujian
reliabilitas dalam penelitian ini akan
dilakukan
dengan
menggunakan
formulasi Alpha Cronbach dengan
bantuan SPSS for windows 21.0
E.
Teknik Analisis Data
Skala dalam penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan teknik korelasi
product moment Pearson dengan bantuan
program SPSS versi 21.0 for windows,
yang merupakan salah satu teknik untuk
menghitung besarnya koefisien korelasi
antara dua variabel (Azwar, 2003). Alasan
pemakaian teknik analisis statistik tersebut
adalah karena penelitian ini akan mencoba
menguji hipotesis hubungan antara
variabel dependent (X) dengan satu
variabel independent (Y) dengan jenis
datanya skor interval atau rasio. Uji
hipotesis korelasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jika p<0,05, maka
dikatakan bahwa kedua variabel penelitian
mempunyai kontribusi hubungan yang
signifikan.
1. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi Kancah
Penelitian ini dilakukan di SMPN 2
Padang Panjang, Jalan Sutan Syahrir
Kelurahan Silaing Bawah Kota Padang
Panjang. Pada tahun 2011 melalui SK
Direktur PSMP Dirjen Mandikdasmen
Depdiknas menjadi sekolah Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional. Lokasi
sekolah berada dekat dengan jalan raya,
ISSN : 2088-5326
dengan bangunan sekolah terdiri dari 47
ruangan.
2. Uji Coba Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini di ujicobakan terlebih dahulu
atau dilakukan try out dengan tujuan untuk
menyeleksi aitem-aitem manakah yang
valid dan reliabel agar dapat digunakan
dalam penelitian. Peneliti melakukan try
out pada tanggal 17 Januari 2015 pukul
13.00 WIB sampai jam 13.45WIB kepada
satu kelas siswa SMPN 35 Padang dengan
jumlah siswa 32 orang, dan memiliki
karakteristik
sama
dengan
subjek
penelitian. Skala yang digunakan peneliti di
dalam penelitian adalah skala self efficacy
dan skala komunikasi matematik.
a. Validitas Alat Ukur
Hasil uji coba terhadap skala
dengan melalui analisis uji validitas dan
reliabilitas adalah sebagai berikut:
1. Skala self efficacy
Koefisien validitas ditetapkan sebesar
0,30, sehingga diperoleh hasil dari
jumlah aitem awal 36 pernyataan,
gugur 6 aitem sehingga jumlah aitem
yang valid dan reliabel adalah 30
aitem, dengan nilai corrected itemtotal correlation berkisar antara 0,325
sampai dengan 0,671 sedangkan
koefisien reliabilitasnya sebesar 0,907.
2. Skala komunikasi matematik
Koefisien validitas ditetapkan sebesar
0,30, sehingga diperoleh hasil dari
jumlah aitem awal 36 pernyataan,
gugur 5 aitem sehingga jumlah aitem
yang valid dan reliabel adalah 31
pernyataan, dengan nilai corrected
item-total correlation berkisar antara
0,333 sampai dengan 0,606 sedangkan
koefisien reliabilitasnya sebesar 0,902.
b. Reliabilitas Alat Ukur
Hasil uji reliabilitas pada penelitian ini
menggunakan rumus Alpha Cronbach
dengan program SPSS versi 21.0 for
windows. Koefisien reliabilitas untuk skala
self efficacy α=0,907 artinya derajat
reliabilitas tinggi sedangkan untuk skala
komunikasi matematik diperoleh sebesar
α=0,902 artinya derajat reliabilitas tinggi.
Semakin tinggi koefisien reliabilitas
mendekati angka 1,00 berarti semakin
tinggi reliabilitasnya, sebaliknya koefisien
yang semakin rendah mendekati angka 0
berarti semakin rendah reliabilitasnya
(Azwar, 2003).
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan subjek penelitian
Subjek penelitian siswa kelas 2
SMPN 2 kelas 2 Padang Panjang.
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
24
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
2. Prosedur pelaksanaan pengumpulan data
Sebelum
memulai
penelitian
terlebih dahulu peneliti meminta
persetujuan dari dosen pembimbing
untuk mengambil data. Setelah diberikan
izin untuk pengambilan data, peneliti
melakukan pengumpulan data melalui
penyebaran
skala
kepada
subjek
penelitian.
3. Jadwal pengumpulan data
Penelitian
dilakukan
dengan
menyebarkan skala self efficacy dan
skala
komunikasi
matematik.
Pengambilan data dilakukan pada hari
senin tanggal 19 Januari 2015 dimulai
pukul 13.15-15.00 WIB. Skala yang
telah diisi oleh siswa SMPN 2 kelas 2 di
Padang Panjang langsung dikembalikan
kepada peneliti.
C. Analisis Data
Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih
dahulu peneliti melakukan uji asumsi
terhadap data hasil penelitian yang meliputi
uji normalitas sebaran dan uji linieritas
hubungan antar variabel penelitian.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk
mengetahui distribusi data dalam
variabel yang akan digunakan dalam
penelitian (Priyatno, 2008). Data yang
baik dan layak digunakan dalam
penelitian adalah data yang memiliki
distribusi normal. Uji normalitas dalam
penelitian
ini
menggunakan
uji
Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui
apakah sampel yang dipilih berasal dari
populasi yang terdistribusi secara normal
(Priyatno, 2008).
Nilai signifikansi pada skala self
efficacy sebesar p=0,232. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai p>0,05,
artinya sebaran skala self efficacy
terdistribusi secara normal, sedangkan
untuk skala komunikasi matematik
diperoleh nilai signifikansi sebesar
p=0,129. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa nilai p>0,05, artinya sebaran
terdistribusi secara normal.
2. Uji Linieritas
Uji linieritas bertujuan untuk
mengetahui apakah dua
variabel
mempunyai hubungan yang linier atau
tidak secara signifikan (Priyatno, 2008).
Uji ini biasanya digunakan sebagai
prasyarat dalam analisis korelasi.
Pengujian ini dilakukan dengan bantuan
progran SPSS 21,0 for windows, yang
hasilnya dapat dilihat sebagai berikut:
ISSN : 2088-5326
N
142
Tabel 1
Uji Linieritas
Df
Mean
F
square
1
7681,628 84,199
Sig
0,000
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh
nilai F=84,199 dengan signifikansi sebesar
p=0,000 (p<0,05), artinya varians pada
skala self efficacy dan skala komunikasi
matematik tergolong linier.
2.
Uji hipotesis
Pengolahan data penelitian tentang
hubungan antara self efficacy dengan
komunikasi matematik kepada 142 orang
siswa SMPN 2 Padang Panjang
menggunakan uji statistik Pearson
Product Moment dengan bantuan program
SPSS 21,0 For Windows. Hasil
perhitungan uji korelasi Product Moment
(Pearson) dengan menggunakan bantuan
SPSS 21,0 for windows dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2
Hasil uji korelasi antara Self
Efficacy denganKomunikasi Matematik
Nilai
R
P
Kesimpu
korelasi square
lan
(r)
0.622
0,387
0,000 hipotesis
diterima
Berdasarkan tabel di atas, maka
diperoleh koefisien korelasi antara variabel
self efficacy dengan komunikasi matematik
sebesar
rxy=0,622
dengan
taraf
signifikansi
p=0,000,
maka
dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara self efficacy dengan
komunikasi matematik pada siswa kelas 2
SMPN 2 Padang Panjang dengan arah
hubungan positif. Hal ini berarti apabila
interaksi self efficacy, maka siswa tersebut
akan mempunyai komunikasi matematik
yang tinggi, begitu juga sebaliknya apabila
self efficacy yang rendah, maka siswa
tersebut akan mempunyai komunikasi
matematik yang rendah. Hal ini diperkuat
dengan hasil uji signifikansi dengan
bantuan SPSS versi 21.0 for windows.
Didapatkan p=0,000 < 0,01 level of
significant (), di mana menurut Nugroho
(2005) hipotesis diterima, artinya terdapat
korelasi yang signifikan antara self efficacy
dengan komunikasi matematik pada siswa
SMPN 2 Padang Panjang.
Berikut tabel deskriptif statistik dari
variabel Kompensasi dan Loyalitas
berdasarkan mean empirik dan mean
hipotetik:
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
25
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
ISSN : 2088-5326
Tabel 3
Descriptive statistic
Variabel
Mean
Min
Max
Standar
deviasi
Self
Efficacy
Komunika
si
Matematik
90,95
77
57
114
11,869
101,5
211
69
123
11,522
Berdasarkan nilai mean empirik,
maka subjek dapat dikategorikan menjadi
tinggi, sedang, dan rendah, dengan
ketentuan sebagai berikut :
Tabel 4
Norma Kategorisasi
Norma
Kategorisasi
X < (µ - 1,0 σ)
Rendah
(µ - 1,0 σ) ≤ X <
Sedang
(µ + 1,0 σ)
(µ + 1,0 σ) ≤ X
Tinggi
Keterangan: µ = mean atau rata-rata
σ = standar deviasi
X = raw score
Berdasarkan norma di atas, maka
diperoleh kategorisasi subjek penelitian
pada variabel self efficacy dan komunikasi
matematik sebagai berikut:
Tabel 5
Pengelompokkan Kategorisasi Subjek
pada Masing-masing Variabel
Jum
Variabel
Skor
(%) Kategori
lah
Self
X < 79
23
16%
Rendah
Efficacy
79-102
97
68%
Sedang
X ≥ 102
22
16%
Tinggi
Komunikasi X < 90
30
21%
Rendah
Matematik
90-113
89
63%
Sedang
X ≥ 113
23
16%
Tinggi
Berdasarkan
tabel 5, dapat
diperoleh gambaran bahwa self efficacy
siswa sebagian besar berada pada kategori
sedang, yaitu sebesar 68%, siswa dengan
kategori self efficacy tinggi sebesar 16%,
dan siswa dengan kategori self efficacy
rendah sebesar 16%, sedangkan untuk
variabel komunikasi matematik diperoleh
gambaran bahwa sebagian besar berada pada
kategori sedang, yaitu sebesar 63%, siswa
yang memiliki komunikasi matematik yang
tinggi sebesar 16%, dan siswa yang
memiliki komunikasi matematik dengan
kategori rendah sebesar 21%. Adapun
sumbangan efektif (R square) dari variabel
self
efficacy
terhadap
kemampuan
komunikasi matematik dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus koefisien
determinan sebagai berikut:
KP
= r2 x 100%
= (0,622)2 x 100%
= 38,68%
= 39%
Keterangan:
KP
= Nilai Koefisien Determinan
r
= Nilai Koefisien Korelasi
$
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil uji korelasi Product
Moment (Pearson) yang dilakukan dengan
bantuan SPSS versi 21.0 for windows, di mana
level of significant () 0,000 dan diperoleh p =
0,000 serta koefisien korelasi (rxy) = 0,622. P <
0,01 maka hipotesis diterima dengan arah yang
positif. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara self efficacy
dengan kemampuan komunikasi matematik
pada siswa kelas 2 SMPN 2 Padang Panjang.
Arah hubungan positif berarti semakin tinggi
self efficacy siswa maka kemampuan
komunikasi matematiknya juga akan tinggi,
sebaliknya jika self efficacy siswa rendah maka
kemampuan komunikasi matematiknya akan
rendah.
Bandura (2010) menyatakan bahwa selfefficacy adalah belief atau keyakinan seseorang
bahwa ia dapat menguasai situasi dan
menghasilkan hasil (outcomes) yang positif.
Bandura beranggapan bahwa “keyakinan atas
efikasi seseorang adalah landasan dari agen
manusia”. Manusia yang yakin bahwa mereka
dapat melakukan sesuatu yang mempuyai
potensi untuk dapat mengubah kejadian di
lingkungannya, akan lebih mungkin untuk
bertindak dan lebih mungkin untuk menjadi
sukses dari pada manusia yang mempunyai
efikasi diri yang rendah. Bandura (2010)
menyatakan bahwa ada dua proses belajar yang
terpenting. Pertama, proses belajar learning by
observation yaitu manusia belajar melalui
pengamatan terhadap perilaku orang lain dan
kedua, proses belajar vicarious learning yaitu
manusia belajar mengamati konsekuensi
perilaku orang lain.
Melalui hasil pengolahan data penelitian
didapatkan bahwa self efficacy, persentase
tertinggi berada pada sedang, yaitu sebesar
68%, siswa dengan kategori self efficacy tinggi
sebesar 16%, dan siswa dengan kategori self
efficacy rendah sebesar 16%, sedangkan untuk
variabel komunikasi matematik diperoleh
gambaran bahwa sebagian besar berada pada
kategori sedang, yaitu sebesar 63%, siswa yang
memiliki komunikasi matematik yang tinggi
sebesar 16%, dan siswa yang memiliki
komunikasi matematik dengan kategori rendah
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
26
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
sebesar 21%. Berdasarkan hasil pengolahan data
mengenai sumbangan efektif self efficacy
terhadap komunikasi matematik siswa, maka
diperoleh nilai sumbangan efektif (SE) = 39%,
dan sisanya sebesar 61% dipengaruhi oleh
faktor lain, di antaranya menurut Gusni
(Pratiwi, 2013) yaitu pengetahuan prasyarat
(Prior Knowledge), kemampuan membaca,
diskusi dan menulis akan membantu siswa
memperjelas pemikiran dan dapat mempertajam
pemahaman, serta pemahaman matematik untuk
menjelaskan suatu situasi dan suatu tindakan
matematik.
Hamidah (2013) mengatakan bahwa self
efficacy yang dimiliki seseorang memberi
pengaruh yang besar terhadap kemampuan
komunikasi matematik. Hal ini dimaksudkan
bahwa semakin tinggi self efficacy seseorang
terhadap kemampuan yang dimilikinya baik
dalam merumuskan konsep, menyampaikan ide,
dan mempertajam ide untuk meyakinkan orang
lain, maka semakin tinggi pula kemampuan
komunikasi matematiknya. Sebaliknya semakin
rendah self efficacy seseorang maka semakin
rendah
pula
kemampuan
komunikasi
matematiknya.
3. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dari
penelitian yang telah dilakukan maka
dapat ditarik kesimpulan yaitu terdapat
hubungan antara self efficacy dengan
kemampuan komunikasi matematik pada
siswa kelas 2 SMPN 2 Padang Panjang
yang berarti bahwa semakin tinggi self
efficacy siswa, maka kemampuan
komunikasi matematik siswa akan tinggi,
sebaliknya jika self efficacy siswa
rendah, maka kemampuan komunikasi
matematik siwa akan rendah.
Besarnya sumbangan efektif variabel
self efficacy terhadap kemampuan
komunikasi matematik siswa kelas 2
SMPN2 Padang Panjang adalah sebesar
39%. Gambaran secara umum dari
subjek penelitian yaitu self efficacy para
siswa berada pada kategori sedang dan
para siswa memiliki kemampuan
komunikasi matematik yang sedang.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan pada siswa SMPN 2 Padang
Panjang tentang self efficacy terhadap
kemampuan komunikasi matematik,
maka peneliti menyampaikan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Bagi siswa disarankan untuk lebih
yakin
lagi
belajar
khususnya
matematika,
karena
dengan
ISSN : 2088-5326
kemampuan belajar matematika
siswa dapat berkembang secara
optimal, baik secara komunikasi,
argumentasi, koneksi, maupun dalam
pemecahan masalah matematika.
Caranya yaitu dengan memperbanyak
latihan matematika, diskusi dengan
kelompok baik kelompok dengan
guru ataupun kelompok dengan
teman-teman.
2. Bagi
guru
disarankan
untuk
memperhatikan
dan
menciptakan
proses belajar mengajar yang menarik
dengan matematika, dimana bisa
dilakukan dengan diskusi, bermain
dengan
kata-kata
atau
istilah
matematika yang mudah diingat dan
dipahami siswa, serta bisa dengan
mencoba permainan ular tangga
matematika.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik
dan berminat dengan permasalahan
yang sama dengan penelitian ini
disarankan dapat mempertimbangkan
variabel-variabel
lain
seperti
pengetahuan
prasyarat
(Prior
Knowledge), kemampuan membaca,
diskusi dan menulis serta pemahaman
matematik dalam belajar matematika
.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar,
S.
2003.
Metode
Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
. 2005. Penyusunan Skala Psikologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Darkasyi, dkk. 2014. “Peningkatan Kemampuan
Komunikasi Matematis dan Motivasi
Siswa dengan Pembelajaran Pendekatan
Quantum Learning pada Siswa SMP
Negeri 5 Lhokseumawe”. Jurnal
Didaktik Matematika, Vol 1. No. 1, April
2014.
Fatlah. 2013. “Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Stad dan Self Efficacy
Siswa
Terhadap
Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa SMP”.
Disertasi
Program
Pascasarjana
Universitas Terbuka. Jakarta.
Feist, dan Feist. 2010. Teori Kepribadian Edisi
7. Jakarta: Salemba Humanika
Hamidah. 2012. Pengaruh Self Efficacy
terhadap
Kemampuan
Komunikasi
Matematik. STKIP Siliwangi Bandung.
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
27
Psyche 165 Journal , Volume 8, No. 2, Juli 2015
Karlimah. 2010. “Kemampuan Komunikasi dan
Pemecahan
Masalah
Matematis
Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah
Dasar Melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah”. Jurnal Pendidikan, Vol. 11,
No. 2, September 2010.
ISSN : 2088-5326
STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1, No.
1, Februari 2012.
Lestari. 2013. “Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa Dalam
menyelesaikan Soal Cerita Melalui
Pendekatan Pemecahan Masalah”. Jurnal
Pendidikan, Vol.14, No. 2, September
2013.
Mahmudi, Ali. 2009. “Komunikasi dalam
Pembelajaran
Matematika”.
Jurnal
MIPMIPA UNHALU, Vol. 8, No. 1,
Februari 2009, ISSN 1412-2318.
Marlina. 2014. “Peningkatan Kemampuan
Komunikasi dan Self Efficacy Siswa
SMP dengan Menggunakan Pendekatan
Diskursif”. Jurnal Didaktik Matematika,
Vol. 1, No. 1, April 2014.
Pratiwi, Dona Dinda. 2013. “Kemampuan
Komunikasi
Matematis
Dalam
Pemecahan Masalah Matematika Sesuai
Dengan Gaya Kognitif Pada Siswa Kelas
IX SMP Negeri 1 Surakarta Tahun
Pelajaran
2012/2013”.
Juranal
Pembelajaran Matematika, Vol. 1, No. 5,
(2013).
Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS.
Yogyakarta: PT. Buku Kta.
Putri,
Runtyani Irjayanti. 2011. “Upaya
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Dalam Pembelajaran
Matematika
Melalui
Pendekatan
Reciprocal Teaching Dengan Model
Pembelajaran Kooperatif Di Kelas VIIID SMP Negeri Magelang”. Skripsi
Program Studi Matematika Universitas
Negeri Yogyakarta.
Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Suriasumantri, JS. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta:
Sinar Harapan
Risnawita, R. 2010. Teori-Teori Psikologi.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Umar.
2012. “Membangun Kemampuan
Komunikasi
Matematis
Dalam
Pembelajaran
Matematika”.
Jurnal
Ilmiah Program Studi Matematika
Desmawati1), Rina Mariana2) , Sitti Hutari Mulyani,3) – Hubungan Antara Self Efficacy . . .
28
Download