BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Imbalan Kerja (Employee Benefit) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010) menyatakan bahwa imbalan kerja adalah seluruh bentuk pemberian dari entitas atas jasa yang diberikan oleh pekerja. Dewan Standar Akuntansi Keuangan (2010) dalam Purba (2012: 21) menyatakan bahwa imbalan kerja adalah seluruh bentuk pemberian dari perusahaan atas jasa yang telah diberikan oleh pekerja. Imbalan kerja dibagi kedalam dua bagian berdasarkan sifat dan pembayarannya yaitu: 1. Imbalan Kerja Jangka Pendek (Short-Term Employee Benefit) Adalah imbalan kerja (selain dari pesangon, Pemutusan Kontrak Kerja (PKK)) yang terutang atau jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah akhir periode pelaporan saat pekerja memberikan jasa. Contoh: gaji karyawan, uang lembur, bonus, cuti tahunan yang diuangkan, tunjangan pajak penghasilan, tunjangan hari raya, iuran jaminan sosial tenaga kerja, tunjangan pengobatan, perumahan dan kompensasi lain. 2. Imbalan Kerja Jangka Panjang (Long-Term Employee Benefit) Adalah imbalan kerja yang diterima pekerja setelah pekerja sudah tidak aktif lagi bekerja. Contoh: imbalan penghargaan masa kerja, pesangon, cuti besar dan lain-lain. Imbalan kerja jangka panjang harus dicadangkan dengan 5 memperhitungkan nilai waktu dari manfaat yang diberikan kepada karyawan dan asumsi-asumsi aktuaria yang harus diperhitungkan. 2.1.2 Imbalan Pasca Kerja (Post Employment Benefit) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010) menyatakan bahwa imbalan pasca kerja adalah imbalan kerja (selain pesangon PKK) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan masa kerjanya. Contoh: tunjangan purnakarya seperti pensiun dan imbalan pasca kerja lain seperti asuransi jiwa pasca kerja dan tunjangan kesehatan pasca kerja. Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 11) menyatakan bahwa imbalan pasca kerja merupakan salah satu jenis imbalan kerja jangka panjang. Imbalan pasca kerja biasanya terdiri dari pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak (severance pay), penghargaan masa kerja (long service award), cuti besar berimbalan, dan lain-lain. Pembayaran imbalan pasca kerja dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Imbalan Pasca Kerja Tanpa Pendanaan (Unfunded) Adalah imbalan pasca kerja yang paling sederhana karena tidak didanai melalui dana pensiun ataupun asuransi tetapi melalui pembayaran kas. Pembayaran kas tersebut dilakukan terhadap uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak pada saat pekerja memasuki usia pensiun. Jika tidak didanai melalui dana pensiun ataupun asuransi, maka imbalan pasca kerja langsung dibukukan oleh perusahaan dengan membebankan beban imbalan pasca kerja (post employee benefits) dan 6 mengakui kewajiban imbalan pasca kerja (post employee benefits obligations). Rumusan yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya imbalan pasca kerja adalah sebagai berikut: Gaji saat pensiun = gaji sekarang per bulan x (1+presentase kenaikan gaji) (usia pensiun-usia saat pelaporan) a. Uang pesangon Uang pesangon = 2 x gaji saat pensiun x masa kerja Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa besarnya perhitungan pesangon disajikan dalam tabel 1, sebagai berikut: Tabel 1 Perhitungan Pesangon Masa Kerja (Dalam Tahun) MK < 1 1 ≤ MK < 2 2 ≤ MK < 3 3 ≤ MK < 4 4 ≤ MK < 5 5 ≤ MK < 6 6 ≤ MK < 7 7 ≤ MK < 8 8 ≤ MK P x Upah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sumber: Sinar Grafika: Undang-Undang Ketenagakerjaan Lengkap (2003) (Diolah) b. Uang penghargaan masa kerja Uang penghargaan masa kerja = masa kerja x gaji saat pensiun Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa besarnya perhitungan uang penghargaan masa kerja disajikan dalam tabel 2, sebagai berikut: 7 Tabel 2 Perhitungan Uang Penghargaan Masa Kerja Masa Kerja (Dalam Tahun) MK < 3 3 ≤ MK < 6 6 ≤ MK < 9 9 ≤ MK < 12 12 ≤ MK < 15 15 ≤ MK < 18 18 ≤ MK < 21 21 ≤ MK < 24 24 ≤ MK PMK x Upah 2 3 4 5 6 7 8 10 Sumber: Sinar Grafika Offset: Undang-Undang Ketenagakerjaan Lengkap (2003) (Diolah) c. Uang penggantian hak Uang penggantian hak = 15% x (uang pesangon + uang penghargaan masa kerja) d. Imbalan pasca kerja pada masa yang akan datang IPK pada masa yang akan datang = uang pesangon + uang penghargaan masa kerja + uang penggantian hak Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010) menyatakan bahwa imbalan pasca kerja diakui pada laporan keuangan dengan menggunakan metode project unit credit untuk menentukan nilai kini dari kewajiban imbalan pasti dan biaya jasa kini dengan perhitungan sebagai berikut: 8 a. Satuan unit manfaat Satuan unit manfaat = IPK pada masa yang akan datang Jumlah masa kerja b. Biaya jasa kini Biaya jasa kini = Satuan unit manfaat ((1+tingkat diskonto) sisa masa kerja ) c. Saldo awal kewajiban Saldo awal kewajiban = Biaya jasa kini x (tahun pada tanggal pelaporan – tahun masuk) d. Biaya bunga Biaya bunga = tingkat suku bunga diskonto x (biaya jasa kini + saldo awal kewajiban) Sigma Actuarial Consulting (2012) menyatakan bahwa metode perhitungan usia pekerja, masa kerja, proyeksi gaji, dan faktor imbalan dijelaskan sebagai berikut: a. Usia dan masa kerja dihitung tepat sampai ke bulan terdekat. b. Proyeksi gaji dihitung dengan skala gaji dengan asumsi kenaikan gaji efektif mulai bulan tertentu sesuai dengan kebijakan yang berlaku dalam perusahaan. c. Tingkat mortalita dan penurunan populasi lainnya dihitung berdasarkan umur ulang tahun terkahir. 2. Imbalan Pasca Kerja Dengan Pendanaan (Funded) Adalah imbalan pasca kerja yang memiliki permasalahan yang lebih rumit karena didanai melalui dana pensiun ataupun asuransi. Dalam 9 akuntansi pelaporan keuangan imbalan pasca kerja dengan pendanaan dikenal dengan asset program (plan asset). Dewan Standar Akuntansi Keuangan (2010) dalam Purba (2012: 47) menyatakan bahwa entitas bisnis yang mengelola aset program diwajibkan menyajikan laporan keuangan berdasarkan PSAK No. 18 (Revisi 2010). Salah satu mengapa perusahaan ikut serta dalam dana pensiun atau asuransi adalah untuk meringankan pembayaran imbalan pasca kerja pada masa yang akan datang. Pembayaran pada saat pemutusan hubungan kerja dapat mengganggu likuiditas perusahaan, apalagi pemutusan hubungan kerja tersebut tidak terencana. Maka dengan hal tersebut Perusahaan melakukan kebijakan anuitas hidup. Utami et al., (2012: 48) menyatakan bahwa anuitas hidup adalah serangkaian pembayaran secara berkala (dengan jumlah yang boleh berubah) yang dilakukan sesorang tertentu yang masih hidup. Berdasarkan jangka waktu pembayarannya, anuitas hidup dibagi menjadi: a. Anuitas seumur hidup Adalah suatu anuitas yang pembayarannya dilakukan selama tertanggung masih hidup disebut anuitas seumur hidup, pembayaran bisa dilakukan di awal atau di akhir. b. Endowment murni Adalah suatu pembayaran yang dilakukan pada akhir suatu jangka waktu tertentu bagi seseorang tertentu bila dia hidup mencapai akhir jangka waktu tersebut. 10 c. Anuitas berjangka Adalah anuitas hidup dimana pembayarannya dilakukan pada suatu jangka waktu tertentu. d. Anuitas ditunda Anuitas ditunda adalah rangkaian pembayaran secara berkala yang ditunda selama jangka waktu tertentu. Adapun jenis-jenis program pensiun yaitu: a. Program pensiun manfaat pasti (PPMP) Adalah program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam peraturan dana pensiun. Beberapa rumusan yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya manfaat pasti adalah sebagai berikut: 1) Final earning pension plan Manfaat pensiun dihitung berdasarkan presentase tertentu dari gaji terakhir. Manfaat pensiun = 2,5% x PS* x FE* 2) Final average earnings Manfaat pensiun dihitung berdasarkan presentase tertentu dari ratarata gaji pada beberapa tahun terakhir. Manfaat pensiun = 2,5% x PS* x FAE* 3) Career average earnings Manfaat pensiun dihitung berdasarkan presentase tertentu terhadap masa kerja dan gaji rata-rata selama masa karir karyawan. Manfaat pensiun = 2,5% x PS* x CAE* 11 4) Flat benefit Manfaat pensiun dihitung dengan program flat benefit berdasarkan jumlah tertentu untuk setipa yahun masa kerja atau setelah memenuhi masa kerja minimum. Manfaat Pensiun = FB* x PS* Keterangan*: PS : past service F : final earning FAE : final average earnings CAE : career average earnings FB b. : flat benefit Program pensiun iuran pasti (PPIP) Adalah program pensiun yang iurannya diterapkan berdasarkan peraturan dana pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada masing-masing rekening peserta sebagai manfaat pensiun. Resiko investasi dana pensiun sepenuhnya ditanggung oleh peserta dana pensiun, bukan lagi perusahaan. Adapun jenis program pensiun iuran pasti adalah: 1) Money purchase plan Iuran ditetapkan sebesar presentase tertentu dari jumlah gaji karyawan. 12 2) Profit sharing pension plan Besar iuran yang disetor kepada dana pensiun adalah sebesar presentase tertentu dari laba yang diperoleh perusahaan sebelum dipotong pajak. 3) Saving plan Pada prinsipnya sama dengan money purchase plan, hanya saja jumlah besarnya iuran ditentukan oleh pekerja. 2.1.3 Pencatatan Imbalan Pasca Kerja Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pencatatan imbalan pasca kerja: 1. Imbalan Pasca Kerja Tanpa Pendanaan (Unfunded) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010) menyatakan bahwa dalam rangka mengukur nilai kini yang terkait, entitas perlu untuk: a. Menerapkan metode penilaian aktuarial 1) Entitas menggunakan metode project unit credit untuk menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti, biaya jasa kini yang terkait dan biaya jasa lalu (jika dapat diterapkan). 2) Metode project unit credit (seringkali disebut sebagai metode imbalan yang diakru yang diperhitungkan secara pro rata sesuai jasa atau sebagai metode imbalan dibagi tahun jasa) menganggap setiap periode jasa akan menghasilkan satu unit tambahan imbalan dan 13 mengukur setiap unit secara terpisah untuk menghasilkan kewajiban final. 3) Entitas mendiskontokan semua kewajiban imbalan pasca kerja, walaupun sebagian kewajiban jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah periode pelaporan. b. Mengaitkan imbalan pada periode jasa Dalam menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti dan biaya jasa kini terkait dan biaya jasa lalu (jika dapat diterapkan) entitas mengalokasikan imbalan sepanjang periode jasa dengan menggunakan formula imbalan yang dimiliki program. Namun, jika jasa pekerja di tahun-tahun akhir meningkat secara material dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, maka entitas mengalokasikan imbalan tersebut dengan dasar metode garis lurus, sejak: 1) Saat jasa pekerja pertama kali menghasilkan imbalan dalam program (baik dalam imbalan tersebut bergantung pada jasa selanjutnya atau tidak) sampai dengan; 2) Saat jasa pekerja selanjutnya tidak menghasilkan imbalan yang material dalam program, selain dari kenaikan gaji berikutnya. c. Metode project unit credit Mensyaratkan suau entitas untuk mengalokasikan imbalan periode berjalan (untuk menentukan biaya jasa kini) dan periode berjalan dan periode-periode lalu (untuk menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti). 14 d. Membuat asumsi-asumsi aktuarial Purba (2012: 36) menyatakan bahwa variabel yang menentukan jumlah biaya imbalan pasca kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan asumsi–asumsi aktuarial disajikan dalam gambar 1 sebagai berikut: MORTALITAS DEMOGRAFI TURN OVER CACAT KLAIM KESEHATAN BUNGA DISKONTO KEUANGAN KENAIKAN GAJI HASIL ASET PROGRAM LAIN-LAIN L A B A & R U G I A K T U A R I A Gambar 1 Asumsi Aktuaria 1) Mortalitas Penentuan tingkat mortalitas biasanya dilakukan berdasarkan kelompok umur, misalnya 2 per 1.000 pekerja pada usia di bawah 20 tahun dan per 15 per 1.000 orang pada usia 60 tahun. Tentunya setiap negara memiliki data yang berbeda-beda, tergantung tingkat harapan hidup pada setiap negara. Dalam menentukan kemungkinan 15 seorang pekerja aktif meninggal dunia, aktuaris biasanya menggunakan tabel mortalitas seperti 1980 Commisioners Standart Ordinary (CSO) Mortality Table (CSO80), Tabel Mortalitas Indonesia 1-1993 (TMI-1), Tabel Mortalitas Indonesia II-1999 (TM II-2) dan Group Annuity Table-1971 (GAM-1971). 2) Turnover atau pengunduran diri Asumsi turnover (tingkat pengunduran diri) ditentukan dengan memperhatikan catatan perusahaan terkait jumlah karyawan yang mengundurkan diri yang biasanya tergantung pada jenis industri perusahaan, umur karyawan, dan tingkat harapan hidup suatu negara. 3) Tingkat cacat Tingkat cacat biasanya manajemen menggunakan data historis selama beberapa tahun antara usia mulai bekerja hingga pensiun. 4) Klaim kesehatan Sama seperti asumsi tingkat cacat, klaim kesehatan juga ditentukan dengan menggunakan data historis selama beberapa tahun sehingga menghasilkan tren. 5) Tingkat diskonto Dewan Standar Akuntansi Keuangan (2010) dalam Purba (2012: 93) menyatakan bahwa tingkat diskonto ditentukan dengan mengacu kepada bunga obligasi berkualitas tinggi pada pasar aktif atau suku bunga obligasi pemerintah jangka panjang pada akhir periode pelaporan, seperti Indonesian Bond Pricing Agency (IBPA). 16 6) Kenaikan gaji Kenaikan gaji ditentukan dengan mempertimbangkan inflasi, kenaikan produktifitas, promosi dan lain-lain. Beberapa perusahaan menentukan kenaikan gaji dengan menambahkan presentase tertentu terhadap tingkat inflasi. 7) Hasil aset program Hasil aset program ditentukan berdasarkan portofolio investasi suatu program manfaat pasti. Hasil aset program biasanya ditenukan dengan memeperhatikan kebijakan investasi, hasil aset, dan proporsi portofolio investasi (investment portofolio mix). Jika imbalan pasca kerja yang tidak didanai (unfunded) maka asumsi aktuaria yang paling dipertimbangakan dalam menghitung kewajiban imbalan pasca kerja adalah tingkat turnover pekerja. e. Metode penilaian aktuaria Adalah metode penilaian yang digunakan aktuaris dalam menentukan besarnya imbalan pasca kerja. Meode penilaian aktuaria ada dua jenis yaitu: 1) Metode accrued benefit cost Yaitu pembagian jumlah imbalan kerja dengan jumlah masa kerja menjadi satu unit imbalan dialokasikan ke setiap masa tahun kerja. 2) Metode projected benefit cost Yaitu menentukan nilai sekarang dari satu unit imbalan yang dialokasikan pada satu tahun masa kerja. Nilai kini kewajiban 17 berasal dari nilai sekarang unit-unit imbalan yang dialokasikan pada masa kerja sebelum tanggal perhitungan. Metode ini terdiri dari aggregate actuarial cost method, entry age normal actuarial cost method, dan attained age normal actuarial cost method. Dewan Standar Akuntansi Keuangan (2010) dalam Purba (2012: 37) menghitung imbalan pasca kerja dengan menggunakan metode project unit credit actuarial cost atau yang biasa disebut dengan metode project unit credit. Abdurrahman (2008: 1) menyatakan bahwa analisis teknis perubahan asumsi aktuaria atas keuntungan atau kerugian aktuaria (actuarial gain or actuarial losses), sebagai cara menilai kewajaran dari hasil pengukuran kewajiban dari suatu program imbalan pasca kerja tanpa pendanaan (unfunded) adalah berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kondisi masa depan yang tidak pasti. Sehinga pada setiap periode penilaian, dapat timbul penyesuaian-penyesuaian yang bersumber dari perbedaan antara asumsi dengan kenyataan (experience adjusment), termasuk karena asumsi-asumsi itu sendiri. Dan oleh karena itu dikenal apa yang disebut sebagai keuntungan dan kerugian aktuaria (actuarial gain and losses). Untuk biaya imbalan pasca kerja tanpa pendanaan (unfunded) dikaitkan dengan masa kerja dan atau gaji terakhir, keuntungan dan kerugian aktuaria dapat bersumber dari: a. Kenaikan gaji atau penghasilan yang melebihi atau kurang dari yang diasumsikan. 18 b. Jumlah pekerja yang berhenti melebihi atau kurang dari yang diasumsikan. c. Jumlah pekerja yang meninggal atau cacat melebihi atau kurang dari yang diasumsikan. d. Pertumbuhan kekayaan atau hasil aktiva program yang melebihi atau kurang dari yang diasumsikan, jika program didanai (funded). Perbedaan anatara asumsi dan kenyataan inilah yang secara teknis dapat diterjemahkan sebagai perbedaan nilai kini kewajiban antara nilai kini kewajiban antara nilai ekspektasinya (expected value) dengan nilai aktualnya (actual value) pada tangal penilaian tertentu. Dalam hal ini nilai aktualnya lebih kecil dari nilai ekspektasinya, maka akan timbul apa yang dinamakan sebagai keuntungan aktuaria atau perbahan-perubahan terjadi dalam satu periode telah mengakibatkan penurunan nilai kini kewajiban. Dan dalam hal ini jika aktualnya lebih besar dari nilai ekspektasinya, maka akan timbul apa yang dinamakan sebagai kerugian aktuaria atau perbahan-perubahan yang terjadi dalam satu periode telah mengakibatkan kenaikan nilai kini kewajiban. 2. Imbalan Pasca Kerja Melalui Pendanaan (Funded) Purba (2012: 55) menyatakan bahwa pendanaan imbalan pasca kerja dapat juga dilakukan dengan dana pensiun dan asuransi. Dilihat dari jumlah yang ikut serta, dana pensiun dibagi menjadi dua jenis yaitu single employer plan (satu pemberi kerja) yang dikenal dengan dana pensiun pemberi kerja dan multi employer plan (multi pemberi kerja) yang dikenal dengan dana 19 pensiun lembaga keuangan . Program dana pensiun dikatakan single employer plan bila terdapat hanya satu perusahaan yang ikut serta, sedangkan dikatakan multi employer plan jika terdapat lebih dari satu perusahaan yang ikut serta. Pencatatan akuntansi atas single employer plan dan multi employer plan dilakukan dengan mengunakan akuntansi manfaat pasti sepanjang data yang diperlukan tersedia. Jika data tidak tersedia, perusahaan cukup membukukannya seolah-olah dana pensiun tersebut adalah iuran pasti. Berikut enam langkah yang harus dilakukan dalam pencatatan dan pelaporan keuangan program manfaat pasti disajikan dalam gambar 2 sebagai berikut: 20 Asumsi aktuarial: Project unit method: - Turnover pegawai Mengukur manfaat di masa - Mortalitas depan harus dihubungkan - Kenaikan gaji dengan - Pensiun dini dilakukan diperiode kini - Tingkat klaim kesehatan dan lalu. jasa yang Aset program: Nilai wajar dari asset program harus diakui. Laba rugi aktuarial: Tentukan nilai laba rugi aktuaria dan jumlah yang akan diakui di laporan keuangan. Laba rugi: Biaya jasa tambahan: Jika kewajiban manfaat Jika kewajiban manfaat program sudah berkurang program meningkat, maka atau hasil biaya harus jasa lalu harus ditentukan. dibatalkan, keuntungan tambahan terkait ditentukan. Gambar 2 Langkah yang Harus Dilakukan dalam Pencatatan dan Pelaporan Kauangan Program Manfaat Pasti 21 2.1.4 Penyajian dan Pengungkapan Imbalan Pasca Kerja Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK) No. 24 (Revisi 2010) menyatakan bahwa penyajian dan pengungkapan imbalan pasca kerja tanpa dan dengan (unfunded and funded) pendanaan memiliki pengungkapan yang relatif sama, tetapi berbeda dalam hal pengukurannya sebagaimana hal-hal yang harus diungkapkan sebagai berikut: 1. Kebijakan akuntansi dalam mengakui keuntungan atau kerugian aktuaria. 2. Rekonsiliasi saldo awal dan saldo akhir dari nilai kini kewajiban imbalan pasti yang disajikan secara terpisah, jika dapat diterapkan, pengaruh selama periode yang didistribusikan pada setiap hal sebagai berikut: a. Biaya jasa kini b. Biaya bunga c. Keuntungan dan kerugian aktuaria d. Perubahan kurs valuta asing pada program yang diukur dengan mata uang yang berbeda dengan mata uang uang penyajian. 3. e. Imbalan yang dibayarkan f. Biaya jasa lalu g. Kombinasi bisnis h. Kurtailmen i. Penyelesaian Asumsi-asmsi aktuaria yang dipakai, seperti tingkat bunga diskonto, kenaikan gaji, dan asumsi-asumsi yang lain. 22 Maka pada bagian catatan atas laporan keuangan diungkapkan informasi sebagai berikut: Perusahaan membukukan imbalan pasca kerja imbalan pasti untuk karyawan sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Jumlah karyawan yang berhak atas imbalan pasca kerja tersebut adalah karyawan tetap pada tahun 20xx. Mutasi kewajiban estimasian atas imbalan kerja adalah sebagai berikut : 20xx Rp Saldo awal Pembayaran tahun berjalan Beban manfaat karyawan xxx xxx xxx xxx Saldo akhir Perhitungan imblan pasca kerja tahun 20xx berdasarkan Laporan Aktuaris No. xxx/PSAK/xxx/xx/20xx tanggal xx xxxxxx 20xx dari PT x, aktuaris independen dengan asumsi utama yang digunakan dalam menentukan penilaian aktuarial adalah sebagai berikut: 20xx Kenaikan gaji Tingkat bunga diskonto Usia pensiun x% x% x% 23 2.1.5 Undang –Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Negara Republik Indonesia teah mengeluarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berlaku efektif sejak 25 Maret 2003. Undang-Undang Ketenagakerjaan disusun dengan harapan dapat menciptakan rasa keadilan begi semua pihak dan memperluas lapangan kerja dengan menjaga iklim investasi. Undang-Undang Ketenagakerjaan terdiri dari 18 bab 159 pasal, yang mengatur hubungan antara pengusaha, karyawan dan pemerintah. Hubungan tersebut harus berlangsung harmonis sehingga roda perekonomian dapat berjalan secara optimal. Dengan demikian Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan dasar dalam menentukan besaran baik imbalan kerja jangka pendek maupun imbalan kerja jangka panjang yang merupakan bagian dari imbalan pasca kerja, yang harus dilaporkan pada laporan keuangan setiap perusahaan. Ketentuan-ketentuan yang ada pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang berhubungan dengan pelaporan keuangan imbalan kerja dijabarkan sebagai berikut: 1. Subyek Undang-Undang Ketenagakerjaan Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 3) menyatakan bahwa badan hukum yang dimaksud terdiri dari dua kelompok, yaitu: a. Setiap badan usaha yang berbentuk perseorangan, commanditare vennootschap, firma, perseroan terbatas dan koperasi maupun perusahaan milik negara seperti BUMN, BUMD, Perum dan Perjan. 24 b. Semua bentuk badan usaha lain yang memperkerjakan orang dengan membayar upah seperti lembaga swadaya masyaraat, yayasan, organisasi nirlaba, dan lain-lain. Kedua kelompok tersebut wajib menjalankan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. 2. Hubungan Kerja Hubungan antara pekerja dengan pengusaha didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak yang dibuat secara tertulis maupun lisan. Hal-hal yang diperjanjikan harus tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila perjanjian kerja bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 4) menyatakan bahwa perjanjian kerja dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Jangka waktu tertentu Adalah perjanjian yang tidak dapat dilakukan dengan mensyaratkan suatu masa percobaan (probation). Contoh: pekerjaan yang sifatnya sekali selesai atau sementara, musiman, penjajakan, dan pekerjaan tersebut diperkirakan dapat diselesaikan paling lama tiga tahun. b. Jangka waktu tidak tertentu Adalah perjanjian yang dapat dilakukan dengan mensyaratkan suatu masa percobaan (probation) selama tiga bulan. 25 Contoh: pekerjaan yang sifatnya untuk jangka waktu yang lama, ditujukan untuk status pekerja kontrak, pekerja yang dinilai dalam masa percobaan untuk menjadi pekerja tetap. 3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 7) menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan karena: a. Pensiun (pasal 167) b. Meninggal dunia (pasal 166) c. Mengundurkan diri (pasal 162) d. Pekerja melakukan kesalahan (pasal 158) e. Pekerja melakukan tindak pidana sehingga ditahan pihak berwajib (pasal 160) f. Pekerja melakukan pelanggaran atas perjanjian kerja bersama (pasal 161) g. Perubahan status hukum akibat merger perusahaan (pasal 163) h. Perusahaan tutup karena rugi terus menerus (pasal 164) i. Perusahaan melakukan efisiensi (pasal 164) j. Perusahaan pailit (pasal 165) k. Karyawan mengalami sakit berkepanjangan (pasal 172) Walaupun terdapat ketentuan undang-undang yang membolehkan perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja, namun perusahaan harus memiliki itikad baik mengusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja dengan segala upaya (pasal 151 ayat 2). Jika belum diperoleh 26 kesepakatan,maka perusahaan dan pekerja yang bersangkutan harus memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industri. Sedangkan Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 8) menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja tidak dapat dilakukan karena: a. Meninggalnya pengusaha b. Beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan atau hibah Bagi perseroan terbatas yang dimaksud pengusaha adalah badan hukum itu sendiri. Apabila salah satu dari direksi perseroan tersebut meninggal maka masih bisa digantikan dengan direksi yang lain. Lain halnya dengan badan hukum perseorangan dan firma yang apabila pemiliknya meninggal maka pembayaran pesangon, penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak dialihkan kepada ahli waris pengusaha. 4. Pengupahan Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 9) menyatakan bahwa jenis-jenis pengupahan yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja adalah sebagai berikut: a. Upah b. Upah lembur c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan diluar pekerjaan e. Upah untuk pembayaran pesangon f. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan 27 Upah haruslah memenuhi pencapaian hidup yang layak sesuai dengan ketentuan upah minimum regional disetiap provisi tau kabupaten. Pembayaran upah didasarkan pada jasa yang diberikan oleh karyawan. Namun pengusaha diharuskan membayar upah bagi pekerja yang sakit, menikah, menghitankan, melahirkan, istri melahirkan, orang tua meninggal, dan lain-lain. Disamping jenis-jenis pengupahan diatas, juga terdapat Tunjangan Hari Raya (THR) yang diberikan pada saat hari raya keagamaan dan jaminan sosial tenaga kerja yang diberikan berdasarkan kemampuan dan ukuran perusahaan. Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta asing juga sering ditemukan mengenai skema pengupahan yang bervariatif seperti pemberian upah selama masa persiapan pensiun, insentif setengah tahunan, pemberian rabat berupa cincin emas, fasilitas menunaikan ibadah haji, fasilitas kesehatan selama masa pensiun dan lain-lain. 2.1.6 Tinjauan Umum PSAK 24 (Revisi 2010) Pernyataan Satndar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010) menyatakan bahwa PSAK No. 24 bertujuan untuk mengatur akuntansi dan pengungkapan imbalan kerja. Pernyataan ini mengharuskan perusahaan untuk mengakui: 1. Kewajiban jika pekerja telah memberikan jasanya dan berhak memperoleh imbalan kerja yang akan dibayarkan dimasa depan. 28 2. Beban jika perusahaan menikmati manfaat ekonomis yang dihasilkan dari jasa yang diberikan oleh pekerja yang berhak memperoleh imbalan kerja. Kanpusan (2008) menyatakan bahwa dampak penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) (Revisi 2010) adalah sebagai berikut: 1. Subjek a. Perusahaan padat karya (labour intensif), contoh: perusahaan perkebunan, perusahaan tekstil, dan lain sebagainya. b. Perusahaan yang banyak memberikan atau menjanjikan program atau fasilitas kesejahteraan (employee benefits) kepada para karyawannya terutama bila program tersebut unfunded. 2. Objek a. Sudut pandang akuntansi 1) Perusahaan perlu melakukan restatement atas laporan keuangan terdahulu apabila disajikan komparatif dan penyesuaian atas saldo retained earning. 2) Penerapan kewajiban dan beban imbalan kerja dalam laporan keuangan. b. Sudut pandang keuangan 1) Berdampak pada rasio keuangan, contoh: ROE, ROI, DER, dan lain sebagainya. 2) Memperlihatkan dampak finansial atas setiap janji fasilitas kesejahteraan kepada karyawan. 29 Arif (2012) menyatakan bahwa jenis imbalan pasca kerja yang dihitung untuk dicadangkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK) No. 24 adalah sebagai berikut: 1. Imbalan pasca kerja karena karyawan pensiun. 2. Imbalan pasca kerja karena karyawan sakit berkepanjangan atau cacat. 3. Imbalan pasca kerja karena karyawan meninggal dunia. 4. Imbalan pasca kerja karena karyawan mengundurkan diri. 2.2 Rerangka Pemikiran Pengukuran imbalan pasca kerja dengan menggunakan metode project unit credit mungkin masih asing bagi sebagian perusahaan. Lain halnya bagi pekerja suatu perusahaan pada bagian finance and accounting yang selalu mengikuti dan memahami Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 ini dengan benar, maka akan cukup mudah penerapannya. Perusahaan-perusahaan di Indonesia baik yang berbentuk perseorangan, commanditaire vennootschap, firma, perseroan terbatas, dan koperasi maupun perusahaan milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan umum dan perusahaan jawantah wajib mematuhi peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan berdasarkan kemampuan dan ukuran suatu perusahaan. Fakta diatas yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap salah satu jenis imbalan kerja jangka panjang yakni imbalan pasca kerja tanpa pendanaan dengan menggunakan metode project unit credit. 30 Penelitian ini akan mengukur kesesuaian penerapan akuntansi imbalan pasca kerja pada PT Avia Avian dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010) yang disajikan dalam gambar 3 sebagai berikut: Akuntansi Imbalan Kerja pada Perusahaan Mekanisme dan Perlakuan Akuntansi Akuntansi Imbalan Pasca Kerja Pengukuran, Penyajian, dan Pengungkapan Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan dan PSAK No. 24 tentang Akuntansi Imbalan Pasca Kerja Gambar 3 Rerangka Pemikiran 2.3 Proposisi Penelitian Berdasarkan teori dan konsep yang telah disampaikan diatas, maka proposisi yang tercakup di dalam teori yang berkaitan dengan penelitian ini adalah: 1. Penerapan akuntansi imbalan pasca kerja yang dilakukan oleh PT Avia Avian merupakan penerapan yang berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010). 31 2. Pada akuntansi imbalan pasca kerja yang diterapkan di PT Avia Avian mendasarkan pertimbangan perhitungan asumsi aktuaria dengan menggunakan tingkat turnover pekerja. 3. Mekanisme dan penerapan akuntansi imbalan pasca kerja yang diterapkapkan oleh PT Avia Avian telah sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan PSAK No. 24 tentang Akuntansi Imbalan Pasca Kerja. 32