5 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Imbalan

advertisement
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1
Imbalan Kerja (Employee Benefit)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010)
menyatakan bahwa imbalan kerja adalah seluruh bentuk pemberian dari entitas
atas jasa yang diberikan oleh pekerja.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (2010) dalam Purba (2012: 21)
menyatakan bahwa
imbalan kerja adalah seluruh bentuk pemberian dari
perusahaan atas jasa yang telah diberikan oleh pekerja. Imbalan kerja dibagi
kedalam dua bagian berdasarkan sifat dan pembayarannya yaitu:
1.
Imbalan Kerja Jangka Pendek (Short-Term Employee Benefit)
Adalah imbalan kerja (selain dari pesangon, Pemutusan Kontrak Kerja
(PKK)) yang terutang atau jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah
akhir periode pelaporan saat pekerja memberikan jasa. Contoh: gaji
karyawan, uang lembur, bonus, cuti tahunan yang diuangkan, tunjangan
pajak penghasilan, tunjangan hari raya, iuran jaminan sosial tenaga kerja,
tunjangan pengobatan, perumahan dan kompensasi lain.
2.
Imbalan Kerja Jangka Panjang (Long-Term Employee Benefit)
Adalah imbalan kerja yang diterima pekerja setelah pekerja sudah tidak aktif
lagi bekerja. Contoh: imbalan penghargaan masa kerja, pesangon, cuti besar
dan lain-lain. Imbalan kerja jangka panjang harus dicadangkan dengan
5
memperhitungkan nilai waktu dari manfaat yang diberikan kepada karyawan
dan asumsi-asumsi aktuaria yang harus diperhitungkan.
2.1.2 Imbalan Pasca Kerja (Post Employment Benefit)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010)
menyatakan bahwa imbalan pasca kerja adalah imbalan kerja (selain pesangon
PKK) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan masa kerjanya. Contoh:
tunjangan purnakarya seperti pensiun dan imbalan pasca kerja lain seperti asuransi
jiwa pasca kerja dan tunjangan kesehatan pasca kerja.
Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 11) menyatakan
bahwa imbalan pasca kerja merupakan salah satu jenis imbalan kerja jangka
panjang. Imbalan pasca kerja biasanya terdiri dari pesangon, uang penghargaan
masa kerja, dan uang penggantian hak (severance pay), penghargaan masa kerja
(long service award), cuti besar berimbalan, dan lain-lain.
Pembayaran imbalan pasca kerja dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1.
Imbalan Pasca Kerja Tanpa Pendanaan (Unfunded)
Adalah imbalan pasca kerja yang paling sederhana karena tidak didanai
melalui dana pensiun ataupun asuransi tetapi melalui pembayaran kas.
Pembayaran kas tersebut dilakukan terhadap uang pesangon, penghargaan
masa kerja, dan uang penggantian hak pada saat pekerja memasuki usia
pensiun. Jika tidak didanai melalui dana pensiun ataupun asuransi, maka
imbalan pasca kerja langsung dibukukan oleh perusahaan dengan
membebankan beban imbalan pasca kerja (post employee benefits) dan
6
mengakui kewajiban imbalan pasca kerja (post employee benefits
obligations). Rumusan yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya
imbalan pasca kerja adalah sebagai berikut:
Gaji saat pensiun = gaji sekarang per bulan x (1+presentase kenaikan gaji) (usia
pensiun-usia saat pelaporan)
a.
Uang pesangon
Uang pesangon = 2 x gaji saat pensiun x masa kerja
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa besarnya
perhitungan pesangon disajikan dalam tabel 1, sebagai berikut:
Tabel 1
Perhitungan Pesangon
Masa Kerja
(Dalam Tahun)
MK < 1
1 ≤ MK < 2
2 ≤ MK < 3
3 ≤ MK < 4
4 ≤ MK < 5
5 ≤ MK < 6
6 ≤ MK < 7
7 ≤ MK < 8
8 ≤ MK
P x Upah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sumber: Sinar Grafika: Undang-Undang
Ketenagakerjaan Lengkap (2003) (Diolah)
b.
Uang penghargaan masa kerja
Uang penghargaan masa kerja = masa kerja x gaji saat pensiun
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa besarnya
perhitungan uang penghargaan masa kerja disajikan dalam tabel 2,
sebagai berikut:
7
Tabel 2
Perhitungan Uang
Penghargaan Masa Kerja
Masa Kerja
(Dalam Tahun)
MK < 3
3 ≤ MK < 6
6 ≤ MK < 9
9 ≤ MK < 12
12 ≤ MK < 15
15 ≤ MK < 18
18 ≤ MK < 21
21 ≤ MK < 24
24 ≤ MK
PMK x Upah
2
3
4
5
6
7
8
10
Sumber: Sinar Grafika Offset: Undang-Undang
Ketenagakerjaan Lengkap (2003) (Diolah)
c.
Uang penggantian hak
Uang penggantian hak = 15% x (uang pesangon + uang penghargaan
masa kerja)
d.
Imbalan pasca kerja pada masa yang akan datang
IPK pada masa yang akan datang = uang pesangon + uang penghargaan
masa kerja + uang penggantian
hak
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010)
menyatakan bahwa imbalan pasca kerja diakui pada laporan keuangan
dengan menggunakan metode project unit credit untuk menentukan nilai kini
dari kewajiban imbalan pasti dan biaya jasa kini dengan perhitungan sebagai
berikut:
8
a.
Satuan unit manfaat
Satuan unit manfaat = IPK pada masa yang akan datang
Jumlah masa kerja
b.
Biaya jasa kini
Biaya jasa kini =
Satuan unit manfaat
((1+tingkat diskonto) sisa masa kerja )
c.
Saldo awal kewajiban
Saldo awal kewajiban = Biaya jasa kini x (tahun pada tanggal
pelaporan – tahun masuk)
d.
Biaya bunga
Biaya bunga = tingkat suku bunga diskonto x (biaya jasa kini + saldo
awal kewajiban)
Sigma Actuarial Consulting (2012) menyatakan bahwa metode
perhitungan usia
pekerja, masa kerja, proyeksi gaji, dan faktor imbalan
dijelaskan sebagai berikut:
a.
Usia dan masa kerja dihitung tepat sampai ke bulan terdekat.
b.
Proyeksi gaji dihitung dengan skala gaji dengan asumsi kenaikan gaji
efektif mulai bulan tertentu sesuai dengan kebijakan yang berlaku dalam
perusahaan.
c.
Tingkat mortalita dan penurunan populasi lainnya dihitung berdasarkan
umur ulang tahun terkahir.
2.
Imbalan Pasca Kerja Dengan Pendanaan (Funded)
Adalah imbalan pasca kerja yang memiliki permasalahan yang lebih
rumit karena didanai melalui dana pensiun ataupun asuransi. Dalam
9
akuntansi pelaporan keuangan imbalan pasca kerja dengan pendanaan dikenal
dengan asset program (plan asset). Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(2010) dalam Purba (2012: 47) menyatakan bahwa entitas bisnis yang
mengelola
aset
program
diwajibkan
menyajikan
laporan
keuangan
berdasarkan PSAK No. 18 (Revisi 2010). Salah satu mengapa perusahaan
ikut serta dalam dana
pensiun atau asuransi adalah untuk meringankan
pembayaran imbalan pasca kerja pada masa yang akan datang. Pembayaran
pada saat pemutusan hubungan kerja dapat mengganggu likuiditas
perusahaan, apalagi pemutusan hubungan kerja tersebut tidak terencana.
Maka dengan hal tersebut Perusahaan melakukan kebijakan anuitas hidup.
Utami et al., (2012: 48) menyatakan bahwa anuitas hidup adalah serangkaian
pembayaran secara berkala (dengan jumlah yang boleh berubah) yang
dilakukan sesorang tertentu yang masih hidup. Berdasarkan jangka waktu
pembayarannya, anuitas hidup dibagi menjadi:
a.
Anuitas seumur hidup
Adalah
suatu
anuitas
yang
pembayarannya
dilakukan
selama
tertanggung masih hidup disebut anuitas seumur hidup, pembayaran bisa
dilakukan di awal atau di akhir.
b.
Endowment murni
Adalah suatu pembayaran yang dilakukan pada akhir suatu jangka waktu
tertentu bagi seseorang tertentu bila dia hidup mencapai akhir jangka
waktu tersebut.
10
c.
Anuitas berjangka
Adalah anuitas hidup dimana pembayarannya dilakukan pada suatu
jangka waktu tertentu.
d.
Anuitas ditunda
Anuitas ditunda adalah rangkaian pembayaran secara berkala yang
ditunda selama jangka waktu tertentu.
Adapun jenis-jenis program pensiun yaitu:
a.
Program pensiun manfaat pasti (PPMP)
Adalah program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam peraturan
dana pensiun. Beberapa rumusan yang dapat digunakan untuk
menentukan besarnya manfaat pasti adalah sebagai berikut:
1) Final earning pension plan
Manfaat pensiun dihitung berdasarkan presentase tertentu dari gaji
terakhir.
Manfaat pensiun = 2,5% x PS* x FE*
2) Final average earnings
Manfaat pensiun dihitung berdasarkan presentase tertentu dari ratarata gaji pada beberapa tahun terakhir.
Manfaat pensiun = 2,5% x PS* x FAE*
3) Career average earnings
Manfaat pensiun dihitung berdasarkan presentase tertentu terhadap
masa kerja dan gaji rata-rata selama masa karir karyawan.
Manfaat pensiun = 2,5% x PS* x CAE*
11
4) Flat benefit
Manfaat pensiun dihitung dengan program flat benefit berdasarkan
jumlah tertentu untuk setipa yahun masa kerja atau setelah
memenuhi masa kerja minimum.
Manfaat Pensiun = FB* x PS*
Keterangan*:
PS
: past service
F
: final earning
FAE : final average earnings
CAE : career average earnings
FB
b.
: flat benefit
Program pensiun iuran pasti (PPIP)
Adalah program pensiun yang iurannya diterapkan berdasarkan
peraturan dana pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya
dibukukan pada masing-masing rekening peserta sebagai manfaat
pensiun. Resiko investasi dana pensiun sepenuhnya ditanggung oleh
peserta dana pensiun, bukan lagi perusahaan. Adapun jenis program
pensiun iuran pasti adalah:
1) Money purchase plan
Iuran ditetapkan sebesar presentase tertentu dari jumlah gaji
karyawan.
12
2) Profit sharing pension plan
Besar iuran yang disetor kepada dana pensiun adalah sebesar
presentase tertentu dari laba yang diperoleh perusahaan sebelum
dipotong pajak.
3) Saving plan
Pada prinsipnya sama dengan money purchase plan, hanya saja
jumlah besarnya iuran ditentukan oleh pekerja.
2.1.3 Pencatatan Imbalan Pasca Kerja
Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pencatatan
imbalan pasca kerja:
1.
Imbalan Pasca Kerja Tanpa Pendanaan (Unfunded)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010)
menyatakan bahwa dalam rangka mengukur nilai kini yang terkait, entitas
perlu untuk:
a.
Menerapkan metode penilaian aktuarial
1) Entitas menggunakan metode project unit credit untuk menentukan
nilai kini kewajiban imbalan pasti, biaya jasa kini yang terkait dan
biaya jasa lalu (jika dapat diterapkan).
2) Metode project unit credit (seringkali disebut sebagai metode
imbalan yang diakru yang diperhitungkan secara pro rata sesuai jasa
atau sebagai metode imbalan dibagi tahun jasa) menganggap setiap
periode jasa akan menghasilkan satu unit tambahan imbalan dan
13
mengukur setiap unit secara terpisah untuk menghasilkan kewajiban
final.
3) Entitas mendiskontokan semua kewajiban imbalan pasca kerja,
walaupun sebagian kewajiban jatuh tempo dalam waktu 12 (dua
belas) bulan setelah periode pelaporan.
b.
Mengaitkan imbalan pada periode jasa
Dalam menentukan nilai kini kewajiban imbalan pasti dan biaya jasa
kini terkait dan biaya jasa lalu (jika dapat diterapkan) entitas
mengalokasikan imbalan sepanjang periode jasa dengan menggunakan
formula imbalan yang dimiliki program. Namun, jika jasa pekerja di
tahun-tahun akhir meningkat secara material dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya, maka entitas mengalokasikan imbalan tersebut
dengan dasar metode garis lurus, sejak:
1) Saat jasa pekerja pertama kali menghasilkan imbalan dalam program
(baik dalam imbalan tersebut bergantung pada jasa selanjutnya atau
tidak) sampai dengan;
2) Saat jasa pekerja selanjutnya tidak menghasilkan imbalan yang
material dalam program, selain dari kenaikan gaji berikutnya.
c.
Metode project unit credit
Mensyaratkan suau entitas untuk mengalokasikan imbalan periode
berjalan (untuk menentukan biaya jasa kini) dan periode berjalan dan
periode-periode lalu (untuk menentukan nilai kini kewajiban imbalan
pasti).
14
d.
Membuat asumsi-asumsi aktuarial
Purba (2012: 36) menyatakan bahwa variabel yang menentukan jumlah
biaya imbalan pasca kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan asumsi–asumsi aktuarial disajikan dalam gambar 1 sebagai
berikut:
MORTALITAS
DEMOGRAFI
TURN OVER
CACAT
KLAIM KESEHATAN
BUNGA DISKONTO
KEUANGAN
KENAIKAN GAJI
HASIL ASET PROGRAM
LAIN-LAIN
L
A
B
A
&
R
U
G
I
A
K
T
U
A
R
I
A
Gambar 1
Asumsi Aktuaria
1) Mortalitas
Penentuan tingkat mortalitas biasanya dilakukan berdasarkan
kelompok umur, misalnya 2 per 1.000 pekerja pada usia di bawah 20
tahun dan per 15 per 1.000 orang pada usia 60 tahun. Tentunya
setiap negara memiliki data yang berbeda-beda, tergantung tingkat
harapan hidup pada setiap negara. Dalam menentukan kemungkinan
15
seorang
pekerja
aktif
meninggal
dunia,
aktuaris
biasanya
menggunakan tabel mortalitas seperti 1980 Commisioners Standart
Ordinary (CSO) Mortality Table (CSO80), Tabel Mortalitas
Indonesia 1-1993 (TMI-1), Tabel Mortalitas Indonesia II-1999 (TM
II-2) dan Group Annuity Table-1971 (GAM-1971).
2) Turnover atau pengunduran diri
Asumsi turnover (tingkat pengunduran diri) ditentukan dengan
memperhatikan catatan perusahaan terkait jumlah karyawan yang
mengundurkan diri yang biasanya tergantung pada jenis industri
perusahaan, umur karyawan, dan tingkat harapan hidup suatu negara.
3) Tingkat cacat
Tingkat cacat biasanya manajemen menggunakan data historis
selama beberapa tahun antara usia mulai bekerja hingga pensiun.
4) Klaim kesehatan
Sama seperti asumsi tingkat cacat, klaim kesehatan juga ditentukan
dengan menggunakan data historis selama beberapa tahun sehingga
menghasilkan tren.
5) Tingkat diskonto
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (2010) dalam Purba (2012: 93)
menyatakan bahwa tingkat diskonto ditentukan dengan mengacu
kepada bunga obligasi berkualitas tinggi pada pasar aktif atau suku
bunga obligasi pemerintah jangka panjang pada akhir periode
pelaporan, seperti Indonesian Bond Pricing Agency (IBPA).
16
6) Kenaikan gaji
Kenaikan gaji ditentukan dengan mempertimbangkan inflasi,
kenaikan produktifitas, promosi dan lain-lain. Beberapa perusahaan
menentukan kenaikan gaji dengan menambahkan presentase tertentu
terhadap tingkat inflasi.
7) Hasil aset program
Hasil aset program ditentukan berdasarkan portofolio investasi suatu
program manfaat pasti. Hasil aset program biasanya ditenukan
dengan memeperhatikan kebijakan investasi, hasil aset, dan proporsi
portofolio investasi (investment portofolio mix).
Jika imbalan pasca kerja yang tidak didanai (unfunded) maka asumsi
aktuaria yang paling dipertimbangakan dalam menghitung kewajiban
imbalan pasca kerja adalah tingkat turnover pekerja.
e.
Metode penilaian aktuaria
Adalah metode penilaian yang digunakan aktuaris dalam menentukan
besarnya imbalan pasca kerja. Meode penilaian aktuaria ada dua jenis
yaitu:
1) Metode accrued benefit cost
Yaitu pembagian jumlah imbalan kerja dengan jumlah masa kerja
menjadi satu unit imbalan dialokasikan ke setiap masa tahun kerja.
2) Metode projected benefit cost
Yaitu menentukan nilai sekarang dari satu unit imbalan yang
dialokasikan pada satu tahun masa kerja. Nilai kini kewajiban
17
berasal dari nilai sekarang unit-unit imbalan yang dialokasikan pada
masa kerja sebelum tanggal perhitungan. Metode ini terdiri dari
aggregate actuarial cost method, entry age normal actuarial cost
method, dan attained age normal actuarial cost method. Dewan
Standar Akuntansi Keuangan (2010) dalam Purba (2012: 37)
menghitung imbalan pasca kerja dengan menggunakan metode
project unit credit actuarial cost atau yang biasa disebut dengan
metode project unit credit.
Abdurrahman (2008: 1) menyatakan bahwa analisis teknis perubahan
asumsi aktuaria atas keuntungan atau kerugian aktuaria (actuarial gain or
actuarial losses), sebagai cara menilai kewajaran dari hasil pengukuran
kewajiban dari suatu program imbalan pasca kerja tanpa pendanaan
(unfunded) adalah berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kondisi masa depan
yang tidak pasti. Sehinga pada setiap periode penilaian, dapat timbul
penyesuaian-penyesuaian yang bersumber dari perbedaan antara asumsi
dengan kenyataan (experience adjusment), termasuk karena asumsi-asumsi
itu sendiri. Dan oleh karena itu dikenal apa yang disebut sebagai keuntungan
dan kerugian aktuaria (actuarial gain and losses). Untuk biaya imbalan pasca
kerja tanpa pendanaan (unfunded) dikaitkan dengan masa kerja dan atau gaji
terakhir, keuntungan dan kerugian aktuaria dapat bersumber dari:
a.
Kenaikan gaji atau penghasilan yang melebihi atau kurang dari yang
diasumsikan.
18
b.
Jumlah pekerja yang berhenti melebihi atau kurang dari yang
diasumsikan.
c.
Jumlah pekerja yang meninggal atau cacat melebihi atau kurang dari
yang diasumsikan.
d.
Pertumbuhan kekayaan atau hasil aktiva program yang melebihi atau
kurang dari yang diasumsikan, jika program didanai (funded).
Perbedaan anatara asumsi dan kenyataan inilah yang secara teknis dapat
diterjemahkan sebagai perbedaan nilai kini kewajiban antara nilai kini
kewajiban antara nilai ekspektasinya (expected value) dengan nilai aktualnya
(actual value) pada tangal penilaian tertentu. Dalam hal ini nilai aktualnya
lebih kecil dari nilai ekspektasinya, maka akan timbul apa yang dinamakan
sebagai keuntungan aktuaria atau perbahan-perubahan terjadi dalam satu
periode telah mengakibatkan penurunan nilai kini kewajiban. Dan dalam hal
ini jika aktualnya lebih besar dari nilai ekspektasinya, maka akan timbul apa
yang dinamakan sebagai kerugian aktuaria atau perbahan-perubahan yang
terjadi dalam satu periode telah mengakibatkan kenaikan nilai kini
kewajiban.
2.
Imbalan Pasca Kerja Melalui Pendanaan (Funded)
Purba (2012: 55) menyatakan bahwa pendanaan imbalan pasca kerja
dapat juga dilakukan dengan dana pensiun dan asuransi. Dilihat dari jumlah
yang ikut serta, dana pensiun dibagi menjadi dua jenis yaitu single employer
plan (satu pemberi kerja) yang dikenal dengan dana pensiun pemberi kerja
dan multi employer plan (multi pemberi kerja) yang dikenal dengan dana
19
pensiun lembaga keuangan . Program dana pensiun dikatakan single
employer plan bila terdapat hanya satu perusahaan yang ikut serta, sedangkan
dikatakan multi employer plan jika terdapat lebih dari satu perusahaan yang
ikut serta. Pencatatan akuntansi atas single employer plan dan multi employer
plan dilakukan dengan mengunakan akuntansi manfaat pasti sepanjang data
yang diperlukan tersedia. Jika data tidak tersedia, perusahaan cukup
membukukannya seolah-olah dana pensiun tersebut adalah iuran pasti.
Berikut enam langkah yang harus dilakukan dalam pencatatan dan pelaporan
keuangan program manfaat pasti disajikan dalam gambar 2 sebagai berikut:
20
Asumsi aktuarial:
Project unit method:
- Turnover pegawai
Mengukur manfaat di masa
- Mortalitas
depan harus dihubungkan
- Kenaikan gaji
dengan
- Pensiun dini
dilakukan diperiode kini
- Tingkat klaim
kesehatan
dan lalu.
jasa
yang
Aset program:
Nilai
wajar
dari
asset
program harus diakui.
Laba rugi aktuarial:
Tentukan nilai laba rugi
aktuaria dan jumlah yang
akan diakui di laporan
keuangan.
Laba rugi:
Biaya jasa tambahan:
Jika kewajiban manfaat
Jika kewajiban manfaat
program sudah berkurang
program meningkat, maka
atau
hasil
biaya
harus
jasa lalu harus ditentukan.
dibatalkan,
keuntungan
tambahan
terkait
ditentukan.
Gambar 2
Langkah yang Harus Dilakukan dalam Pencatatan dan Pelaporan
Kauangan Program Manfaat Pasti
21
2.1.4 Penyajian dan Pengungkapan Imbalan Pasca Kerja
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK) No. 24 (Revisi
2010) menyatakan bahwa penyajian dan pengungkapan imbalan pasca kerja tanpa
dan dengan (unfunded and funded) pendanaan memiliki pengungkapan yang
relatif sama, tetapi berbeda dalam hal pengukurannya sebagaimana hal-hal yang
harus diungkapkan sebagai berikut:
1.
Kebijakan akuntansi dalam mengakui keuntungan atau kerugian aktuaria.
2.
Rekonsiliasi saldo awal dan saldo akhir dari nilai kini kewajiban imbalan
pasti yang disajikan secara terpisah, jika dapat diterapkan, pengaruh selama
periode yang didistribusikan pada setiap hal sebagai berikut:
a.
Biaya jasa kini
b.
Biaya bunga
c.
Keuntungan dan kerugian aktuaria
d.
Perubahan kurs valuta asing pada program yang diukur dengan mata
uang yang berbeda dengan mata uang uang penyajian.
3.
e.
Imbalan yang dibayarkan
f.
Biaya jasa lalu
g.
Kombinasi bisnis
h.
Kurtailmen
i.
Penyelesaian
Asumsi-asmsi aktuaria yang dipakai, seperti tingkat bunga diskonto,
kenaikan gaji, dan asumsi-asumsi yang lain.
22
Maka pada bagian catatan atas laporan keuangan diungkapkan informasi sebagai
berikut:
Perusahaan membukukan imbalan pasca kerja imbalan pasti untuk karyawan
sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Jumlah
karyawan yang berhak atas imbalan pasca kerja tersebut adalah karyawan tetap
pada tahun 20xx. Mutasi kewajiban estimasian atas imbalan kerja adalah sebagai
berikut :
20xx
Rp
Saldo awal
Pembayaran tahun berjalan
Beban manfaat karyawan
xxx
xxx
xxx
xxx
Saldo akhir
Perhitungan imblan pasca kerja tahun 20xx berdasarkan Laporan Aktuaris No.
xxx/PSAK/xxx/xx/20xx tanggal xx xxxxxx 20xx dari PT x, aktuaris independen
dengan asumsi utama yang digunakan dalam menentukan penilaian aktuarial
adalah sebagai berikut:
20xx
Kenaikan gaji
Tingkat bunga diskonto
Usia pensiun
x%
x%
x%
23
2.1.5 Undang –Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003
Negara Republik Indonesia teah mengeluarkan Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berlaku efektif sejak 25 Maret 2003.
Undang-Undang Ketenagakerjaan disusun dengan harapan dapat menciptakan
rasa keadilan begi semua pihak dan memperluas lapangan kerja dengan menjaga
iklim investasi. Undang-Undang Ketenagakerjaan terdiri dari 18 bab 159 pasal,
yang mengatur hubungan antara pengusaha, karyawan dan pemerintah. Hubungan
tersebut harus berlangsung harmonis sehingga roda perekonomian dapat berjalan
secara optimal. Dengan demikian Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan
dasar dalam menentukan besaran baik imbalan kerja jangka pendek maupun
imbalan kerja jangka panjang yang merupakan bagian dari imbalan pasca kerja,
yang harus dilaporkan pada laporan keuangan setiap perusahaan.
Ketentuan-ketentuan yang ada pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 yang berhubungan dengan pelaporan keuangan imbalan kerja
dijabarkan sebagai berikut:
1.
Subyek Undang-Undang Ketenagakerjaan
Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 3) menyatakan
bahwa badan hukum yang dimaksud terdiri dari dua kelompok, yaitu:
a.
Setiap badan usaha yang berbentuk perseorangan, commanditare
vennootschap,
firma,
perseroan
terbatas
dan
koperasi
maupun
perusahaan milik negara seperti BUMN, BUMD, Perum dan Perjan.
24
b.
Semua bentuk badan usaha lain yang memperkerjakan orang dengan
membayar upah seperti lembaga swadaya masyaraat, yayasan, organisasi
nirlaba, dan lain-lain.
Kedua kelompok tersebut wajib menjalankan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
2.
Hubungan Kerja
Hubungan antara pekerja dengan pengusaha didasarkan pada suatu
perjanjian atau kontrak yang dibuat secara tertulis maupun lisan. Hal-hal
yang diperjanjikan harus tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila
perjanjian kerja bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka perjanjian tersebut batal
demi hukum. Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 4)
menyatakan bahwa perjanjian kerja dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Jangka waktu tertentu
Adalah perjanjian yang tidak dapat dilakukan dengan mensyaratkan
suatu masa percobaan (probation). Contoh: pekerjaan yang sifatnya
sekali selesai atau sementara, musiman, penjajakan, dan pekerjaan
tersebut diperkirakan dapat diselesaikan paling lama tiga tahun.
b. Jangka waktu tidak tertentu
Adalah perjanjian yang dapat dilakukan dengan mensyaratkan suatu
masa percobaan (probation) selama tiga bulan.
25
Contoh: pekerjaan yang sifatnya untuk jangka waktu yang lama,
ditujukan untuk status pekerja kontrak, pekerja yang dinilai dalam masa
percobaan untuk menjadi pekerja tetap.
3.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 7) menyatakan
bahwa pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan karena:
a.
Pensiun (pasal 167)
b.
Meninggal dunia (pasal 166)
c.
Mengundurkan diri (pasal 162)
d.
Pekerja melakukan kesalahan (pasal 158)
e.
Pekerja melakukan tindak pidana sehingga ditahan pihak berwajib (pasal
160)
f.
Pekerja melakukan pelanggaran atas perjanjian kerja bersama (pasal
161)
g.
Perubahan status hukum akibat merger perusahaan (pasal 163)
h.
Perusahaan tutup karena rugi terus menerus (pasal 164)
i.
Perusahaan melakukan efisiensi (pasal 164)
j.
Perusahaan pailit (pasal 165)
k.
Karyawan mengalami sakit berkepanjangan (pasal 172)
Walaupun terdapat ketentuan undang-undang yang membolehkan perusahaan
melakukan pemutusan hubungan kerja, namun perusahaan harus memiliki
itikad baik
mengusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja
dengan segala upaya
(pasal 151 ayat 2). Jika belum diperoleh
26
kesepakatan,maka perusahaan dan pekerja yang bersangkutan harus
memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian hubungan industri.
Sedangkan Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 8)
menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja tidak dapat dilakukan karena:
a.
Meninggalnya pengusaha
b.
Beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan
atau hibah
Bagi perseroan terbatas yang dimaksud pengusaha adalah badan hukum itu
sendiri. Apabila salah satu dari direksi perseroan tersebut meninggal maka
masih bisa digantikan dengan direksi yang lain. Lain halnya dengan badan
hukum perseorangan dan firma yang apabila pemiliknya meninggal maka
pembayaran pesangon, penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak
dialihkan kepada ahli waris pengusaha.
4.
Pengupahan
Tim Penyusun Arsip Negara (2003) dalam Purba (2012: 9) menyatakan
bahwa jenis-jenis pengupahan yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja
adalah sebagai berikut:
a.
Upah
b.
Upah lembur
c.
Upah tidak masuk kerja karena berhalangan
d.
Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan diluar pekerjaan
e.
Upah untuk pembayaran pesangon
f.
Upah untuk perhitungan pajak penghasilan
27
Upah haruslah memenuhi pencapaian hidup yang layak sesuai dengan
ketentuan upah minimum regional disetiap provisi tau kabupaten.
Pembayaran upah didasarkan pada jasa yang diberikan oleh karyawan.
Namun pengusaha diharuskan membayar upah bagi pekerja yang sakit,
menikah, menghitankan, melahirkan, istri melahirkan, orang tua meninggal,
dan lain-lain.
Disamping jenis-jenis pengupahan diatas, juga terdapat Tunjangan Hari
Raya (THR) yang diberikan pada saat hari raya keagamaan dan jaminan
sosial tenaga kerja yang diberikan berdasarkan kemampuan dan ukuran
perusahaan. Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan
swasta asing juga sering ditemukan mengenai skema pengupahan yang
bervariatif seperti pemberian upah selama masa persiapan pensiun, insentif
setengah tahunan, pemberian rabat berupa cincin emas, fasilitas menunaikan
ibadah haji, fasilitas kesehatan selama masa pensiun dan lain-lain.
2.1.6
Tinjauan Umum PSAK 24 (Revisi 2010)
Pernyataan Satndar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010)
menyatakan bahwa PSAK No. 24 bertujuan untuk mengatur akuntansi dan
pengungkapan imbalan kerja. Pernyataan ini mengharuskan perusahaan untuk
mengakui:
1.
Kewajiban jika pekerja telah memberikan jasanya dan berhak memperoleh
imbalan kerja yang akan dibayarkan dimasa depan.
28
2.
Beban jika perusahaan menikmati manfaat ekonomis yang dihasilkan dari
jasa yang diberikan oleh pekerja yang berhak memperoleh imbalan kerja.
Kanpusan (2008) menyatakan bahwa dampak penerapan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) (Revisi 2010) adalah sebagai berikut:
1.
Subjek
a.
Perusahaan
padat
karya
(labour
intensif),
contoh:
perusahaan
perkebunan, perusahaan tekstil, dan lain sebagainya.
b.
Perusahaan yang banyak memberikan atau menjanjikan program atau
fasilitas kesejahteraan (employee benefits) kepada para karyawannya
terutama bila program tersebut unfunded.
2.
Objek
a.
Sudut pandang akuntansi
1) Perusahaan perlu melakukan restatement atas laporan keuangan
terdahulu apabila disajikan komparatif dan penyesuaian atas saldo
retained earning.
2) Penerapan kewajiban dan beban imbalan kerja dalam laporan
keuangan.
b.
Sudut pandang keuangan
1) Berdampak pada rasio keuangan, contoh: ROE, ROI, DER, dan lain
sebagainya.
2) Memperlihatkan dampak finansial atas setiap janji fasilitas
kesejahteraan kepada karyawan.
29
Arif (2012) menyatakan bahwa jenis imbalan pasca kerja yang dihitung untuk
dicadangkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK)
No. 24 adalah sebagai berikut:
1.
Imbalan pasca kerja karena karyawan pensiun.
2.
Imbalan pasca kerja karena karyawan sakit berkepanjangan atau cacat.
3.
Imbalan pasca kerja karena karyawan meninggal dunia.
4.
Imbalan pasca kerja karena karyawan mengundurkan diri.
2.2
Rerangka Pemikiran
Pengukuran imbalan pasca kerja dengan menggunakan metode project unit
credit mungkin masih asing bagi sebagian perusahaan. Lain halnya bagi pekerja
suatu perusahaan pada bagian finance and accounting yang selalu mengikuti dan
memahami Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 ini dengan
benar, maka akan cukup mudah penerapannya.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia baik yang berbentuk perseorangan,
commanditaire vennootschap, firma, perseroan terbatas, dan koperasi maupun
perusahaan milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan umum dan
perusahaan jawantah wajib mematuhi peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan
berdasarkan kemampuan dan ukuran suatu perusahaan.
Fakta diatas yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap
salah satu jenis imbalan kerja jangka panjang yakni imbalan pasca kerja tanpa
pendanaan dengan menggunakan metode project unit credit.
30
Penelitian ini akan mengukur kesesuaian penerapan akuntansi imbalan pasca
kerja pada PT Avia Avian dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13
Tahun 2003 dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi
2010) yang disajikan dalam gambar 3 sebagai berikut:
Akuntansi Imbalan Kerja pada
Perusahaan
Mekanisme dan Perlakuan
Akuntansi
Akuntansi Imbalan Pasca
Kerja
Pengukuran, Penyajian, dan
Pengungkapan
Menurut Undang-Undang
Ketenagakerjaan dan PSAK
No. 24 tentang Akuntansi
Imbalan Pasca Kerja
Gambar 3
Rerangka Pemikiran
2.3
Proposisi Penelitian
Berdasarkan teori dan konsep yang telah disampaikan diatas, maka proposisi
yang tercakup di dalam teori yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:
1.
Penerapan akuntansi imbalan pasca kerja yang dilakukan oleh PT Avia Avian
merupakan penerapan yang berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang
Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 24 (Revisi 2010).
31
2.
Pada akuntansi imbalan pasca kerja yang diterapkan di PT Avia Avian
mendasarkan
pertimbangan
perhitungan
asumsi
aktuaria
dengan
menggunakan tingkat turnover pekerja.
3.
Mekanisme dan penerapan akuntansi imbalan pasca kerja yang diterapkapkan
oleh PT Avia Avian telah sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan
No. 13 Tahun 2003 dan PSAK No. 24 tentang Akuntansi Imbalan Pasca
Kerja.
32
Download