KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MUAMALAH Irwanto, Eko Budi KKB KK-2 FH 09 /10 Irw p DR. Drs. ABD.SHOMAD, S.H., MH. COURT; BANKS AND BANKING 2009 Lingkup Ekonomi Syari’ah menurut Fiqh Islam, dari kategorisasi ulama fikih salaf nampak bahwa Mu’amalah madaniyah lebih mendekati istilah Hukum Bisnis Syari’ah sedangkan Mu’amalah maliyah sedang istilah yang mendekati istilah Hukum Ekonomi Syariah. Dalam pasal 49 digunakan istilah ekonomi syari’ah untuk menggantikan istilah Muamalah Madaniyah. Sedangkan menutut Fiqih istilah ekonomi syari’ah dalam artinya Mu’amalah maliyah yang kedalamnya masuk dalam istilah perdata tertentu, seperti wakaf dan shodaqoh serta zakat. Pengadilan Agama memiliki wewenang absolut dalam sengketa muamalah atau bisnis syari’ah. Berlandaskan ketentuan Undang-Undang Peradilan Agama. Yang dimaksud dengan kata ‘orang-orang yang beragama Islam’ adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada Hukum Islam. Dengan demikian ‘orang-orang yang beragama Islam’ disini bukan mutlak hanya orang-orang menganut agama Islam saja, tetapi termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada Hukum Islam. Undang-Undang Peradilan Agama memberikan ketegasan, bahwa orang non-muslim dapat menyelesaikan sengketanya melalui Peradilan Agama. Selama ia menundukkan diri dengan sukarela kepada Hukum Islam. Hubungan hukum yang melandasi keperdataan pihak-pihak tersebut berdasarkan Hukum Islam. Perkara-perkara yang disengketakan terbatas pada bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sadaqah dan ekonomi Islam. Pola penyelesainya dengan berlandaskan asas Personalitas Keislaman, Asas kebebasan, Asas wajib mendamaikan, Asas sederhana, Asas cepat dan berbiaya ringan, Asas persidangan terbuka untuk umum, Asas Legalitas, Asas persamaan dan Asas aktif memberi bantuan.