BAB I PENDAHULUAN Ulkus mole adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Haemophilus ducreyi dan ditandai dengan nekrosis ulkus genital yang bisa diikuti dengan limfadenitis inguinal atau formasi bubo. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada daerah-daerah dengan tingkat social ekonomi rendah. Karena kurangnya fasilitas diagnostik, sering terjadi salah diagnosis secara klinis sebagai sifilis stadium pertama (1,2). Penyakit ini bersifat endemik dan tersebar didaerah tropik dan subtropik, terutama di kota dan pelabuhan. Perbaikan tingkat ekonomi mempengaruhi berkurangnya frekuensi penyakit ini di negara-negara yang lebih maju. Selain penularan melalui hubungan seksual, secara kebetulan juga dapat mengenai jari dokter atau perawat (2). Frekuensi pada wanita dilaporkan lebih rendah, mungkin karena kesukaran membuat diagnosis. Penyakit ini lebih banyak mengenai golongan kulit berwarna. Beberapa faktor menunjukan bahwa terdapat pembawa kuman (carrier) basil ducrey, tanpa gejala klinis, biasanya wanita tuna susila (2). Berikut pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas mengenai ulkus mole. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Ulkus mole adalah penyakit infeksi pada alat kelamin yang akut, setempat, disebabkan oleh Streptobacillus ducrey (Haemophilus ducrey) dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi, dengan sering disertai pernahanan kelenjar getah bening regional. Nama lain dari ulkus mole ini ialah soft chancre, chancroid, dan soft sore. Ulkus mole merupakan suatu penyakit ulkus akut yang biasanya muncul didaerah genital atau anogenital, dan biasanya disertai dengan limfadenitis yang tampak meluas (bubo). Haemophilus ducreyi, gram negatif fakultatif anaerobik cocobasil, memerlukan darah untuk pertumbuhannya, menyebabkan ulkus superfisial dari ulkus mole dan itu berhubungan dengan limfadenitis regional. Ulkus mole juga bisa menyebar ke bagian tubuh lainnya dengan cara autoinokulasi, pertama kali dibuktikan secara ekperimental oleh Ducrey pada tahun 1899 (2,3). Penyakit ini muncul secara sporadik di negara berkembang, biasanya pada individu yang baru saja kembali dari daerah endemik ulkus mole atau kadangkadang berada diperkotaan yang terlokalisasi wabah yang mungkin berhubungan dengan pekerjaan seks komersial. Ulkus mole merupakan penyebab utama terjadinya ulkus genital pada negara-negara miskin, terutama di Asia Tenggara dan Afrika, dimana wabah menyebar diantara pekerja seks komersial diperkotaan, 2 terutama di ibukota seperti Nairobi, Kenya. Di India, telah ditemukan perubahan dari sifilis, ulkus mole dan gonorea menjadi infeksi virus sejak tahun 1980 (1,4). 2.2. Insidensi Penyakit ulkus genital yang disebabkan oleh H. ducreyi diperkirakan oleh WHO pada tahun 1997 memiliki prevalensi sebanyak 6 juta kasus diseluruh dunia. Penyakit ini terutama endemik di negara berkembang di Afrika, Asia dan Carribean, yang menyebabkan 23-56% penyakit ulkus genital. Negara-negara tersebut merupakan negara dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah dan pelayanan kesehatan yang rendah. Negara tersebut juga merupakan negara yang pandemik HIV, terutama negara dengan kisaran prevalensi orang dewasa yang menderita HIV lebih dari 8% (3). Penyakit ini bersifat endemik dan tersebar didaerah tropik dan subtropik, terutama di kota dan pelabuhan. Perbaikan tingkat ekonomi mempengaruhi berkurangnya frekuensi penyakit ini di negara-negara yang lebih maju. Selain penularan melalui hubungan seksual, secara kebetulan juga dapat mengenai jari dokter atau perawat (2). Frekuensi pada wanita dilaporkan lebih rendah, mungkin karena kesukaran membuat diagnosis. Penyakit ini lebih banyak mengenai golongan kulit berwarna. Beberapa faktor menunjukan bahwa terdapat pembawa kuman (carrier) basil ducrey, tanpa gejala klinis, biasanya wanita tuna susila (2). 3 2.3. Etiologi Basil H. ducrey berbentuk batang pendek, ramping dengan ujung membulat, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, Gram- negatif , anaerob fakultatif yang membutuhkan hemin (faktor X) untuk pertumbuhan, meredukasi nitrat menjadi nitrit, dan mempunyai DNA berisi guanosine plus-cytosine fraksi 0,38 mole. Basil sering kali berkelompok, berderet membentuk rantai, terutama dapat di lihat pada biakan, sehingga di sebut juga Streptobacillius. Basil ini pada lesi terbuka di daerah genital sukar ditemukan karena tertutup oleh infeksi sekunder, lebih mudah di cari bila bahan pemeriksaan berupa nanah yang di ambil dengan cara aspirasi abses kelenjar inguinal. Kuman ini sukar dibiak (2). Haemophilus ducrey 2.5. Patogenesis Adanya trauma atau abrasi, penting untuk organisme melakukan penetrasi epidermis. Pada lesi, organisme terdapat dalam makrofag dan neutrofil atau bebas berkelompok (mengumpul) dalam jaringan interstisial (2). 4 Pada infeksi , organisme memancing reaksi jaringan lokal, mengakibatkan lesi intraepitel awal yang terdiri dari limfosit , makrofag , dan granulosit . Juga terdapat perubahan vesikular endotel pembengkakan, proliferasi, dan ekstravasasi eritrosit. Respon imun seluler basil kebanyakan mononuklear, dengan infiltrate yang mengandung banyak CD4 + dan CD8 + T limfosit dan makrofag, dengan penurunan limfosit-B pada lesi spesimen biopsy. Sitokin disekresikan oleh CD4 + limfosit-T. Limfadenitis yang berhubungan dengan ulkus mole sebagian besar merupakan respon inflamasi piogenik, dengan patogenesis yang tidak diketahui; dan berkurangnya organisme dalam nanah bubo juga tidak bisa dijelaskan (3). Penentu virulensi organisme meliputi enzim superoksida dismutase dan hemolisin. Enzim superoksida dismutase diperkirakan meningkatkan kelangsungan hidup dan lamanya dari organisme patogen dalam host, sedangkan hemolisin berkontribusi dalam pembentukan ulkus dan invasi sel epitel (3). 2.6. Gejala Klinis Masa inkubasi berkisar antara 1-14 hari, pada umumnya kurang dari 7 hari. Lesi kebanyakan multipel, jarang soliter, biasanya pada daerah genital, jarang pada daerah ekstragenital. Mula-mula kelainan kulit berupa papul, dalam 24-48 jam papula akan berubah menjadi pustul, kemudian mengalami erosi dan ulserasi (2,6). Ulkus berukuran kecil, lunak pada perabaan, tidak terdapat indurasi, berbetuk cawan, pinggir tidak rata, sering bergaung dan dikelilingi halo eritematosa. Ulkus sering tertutup jaringan nekrotik, dasar ulkus berupa jaringan granulasi yang mudah berdarah, dan pada perabaan terasa nyeri. Tempat predileksi pada laki-laki ialah permukaan mukosa preputium, glans penis, sulkus koronarius, frenulum penis, dan batang penis. Dapat juga timbul lesi dalam uretra, 5 skrotum, perineum, atau anus. Pada wanita ialah labia, klitoris, fourchette, vestibuli, anus, dan serviks (2,7). Ulkus mole pada wanita Ulkus mole padaPria Lesi ekstragenital terdapat pada lidah, jari tangan, bibir, payudara, umbilikus dan konjungtiva. Gejala sistemik jarang timbul, kalau ada hanya demam sedikit atau malaise ringan. Karena adanya inokulasi sendiri, dengan cepat dapat timbul lesi yang multiple, dengan cara ini, dapat timbul lesi di daerah pubis, abdomen, dan paha (2). a. Jenis-jenis bentuk klinis (2): 1) Ulkus mole folikularis Timbul pada folikel rambut, pada permukaannya menyerupai folikulitis yang disebabkan oleh kokus, tetapi cepat menjadi ulkus. Lesi seperti ini dapat timbul pada vulva dan pada daerah berambut di sekitar genitalia dan sangat superfisial. 2) Dwarf chancroid Lesi sangat kecil dan menyerupai erosi pada herpes genitalis, tetapi dasarnya tidak teratur dan tepinya berdarah. 3) Transient chancroid (chancre mou valant) 6 Lesi kecil, sembuh dalam beberapa hari, tetapi 2-3 minggu kemudian diikuti timbulnya bubo yang meradang pada daerah inguinal. Gambaran ini menyerupai limfogranuloma venereum. 4) Papular chancroid (ulkus mole elevatum) Dimulai dengan ulkus yang kemudian menimbul terutama pada tepinya. Gambarannya menyerupai kondiloma lata pada sifilis stadium II. 5) Giant chancroid Mula-mula timbul ulkus kecil, tetapi meluas dengan cepat dan menutupi satu daerah. Sering mengikuti abses inguinal yang pecah, dan dapat meluas ke daerah paha dengan cara autoinokulasi. 6) Phagedenic chancroid Lesi kecil menjadi besar dan destruktif dengan jaringan nekrotik yang luas. Genitalia eksterna dapat hancur, pada beberapa kasus disertai infeksi organisme Vincent. 7) Tipe serpiginosa Lesi membesar karena perluasan atau autoinokulasi dari lesi pertama ke daerah lipat paha atau paha. Ulkus jarang menyembuh, dapat menetap berbulan-bulan-bertahun-tahun. Bubo Adenitis daerah inguinal timbul pada setengah kasus ulkus mole. Sifatnya unilateral, eritematosa, membesar, dan nyeri. Timbul beberapa hari sampai 2 minggu setelah lesi primer (2,6). 7 Bubo 2.7. Diagnosis Berdasarkan gambaran klinis dapat disingkirkan penyakit kelamin yang lain. Sebagai pendukung diagnosis ialah (2): a. Pemeriksaan sediaan hapus Bahan pemeriksaan diambil dari tepi ulkus yang bergaung, dibuat hapusan pada gelas alas, kemudian dibuat pewarnaan Gram, Unna-Pappenhein, Wright atau Giemsa. Basil biasanya didapatkan dalam kelompok kecil atau rantai yang paralel dari 2 atau 3 organisme yang tersebar sepanjang untaian mukos. Gambar ini diungkapkan sebagau school of fish atau railroadtrack. Organisme dapat terlihat pada kira-kira 50% kasus (2,5). b. Biakan kuman Bahan diambil dari pus bubo atau lesi kemudian ditanam pada pelat agar khusus yang ditambahkan darah kelinci yang sudah didefibrinasi. Inkubasi memerlukan waktu 48 jam. Medium yang mengandung gonococcal medium base, ditambah dengan hemoglobin 1%, Iso-Witalex 1%, dan vankomisin 3 mcg/ml akan mengurangi kontaminasi yang timbul (2). c. Teknik Imunofloresens untuk menemukan antibodi d. Biopsi Pada gambaran histopatologik ditemukan : 8 1) Daerah superfisial pada dasar ulkus : neutrofil, fibrin, eritrosit, danjaringan nekrotik. 2) Daerah tengah : pembuluh-pembuluh darah kapiler baru dengan proliferasi sel-sel endotel sehingga lumen tersumbat dan menimbulkan trombosis. Terjadi perubahan degeneratif pada dinding pembuluh-pembuluh darah. 3) Daerah sebelah dalam : infiltrat padat terdiri atas sel-sel plasma dan sel-sel limfoid (2). 2.8. Diagnosis Banding a. Herpes genitalis Pada herpes genitalis kelainan ialah vesikel yang berkelompok dan jika memecah menjadi erosi, jadi bukan ulkus seperti pada ulkus mole. Tandatanda radang akut lebih mencolok pada ulkus mole. Kecuali itu pada ulkus mole, pada sediaan hapus berupa bahan yang diambil dari dasar ulkus tidak ditemukan sel raksasa berinti banyak (2). Herpes genitalis b. Sifilis Stadium I Pada sifilis stadium I (ulkus durum), ulkus bersih, kurang nyeri, terdapat indurasi, lebih superficial dan tanda-tanda radang akut tidak terdapat. Jika terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional juga tidak disertai tanda-tanda radang akut kecuali tumor, tanpa disertai periadenitis dan perlunakan. Pada ulkus mole, hasil pemeriksaan sediaan hapus dengan mikroskop lapangan gelap sebanyak tiga kali berturut-turut negatif. Tes 9 Serologik Sifilis (T.S.S) yang diperiksa tiap minggu sampai satu bulan, kemudian tiap bulan sampai tiga bulan, tetap negative (2,5). Ulkus durum c. Limfogranuloma Venerium (L.G.V) Pada L.G.V afek primer tidak spesifik dan cepat hilang. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal, perlunakannya tidak serentak. Titer tes ikatan komplemen untuk LGV kurang dari 1/16 dan tes ulangan tidak meninggi (2,5). Limfogranuloma Venerium d. Granuloma Inguinale Pada penyakit ini yang khas terdapat ulkus dengan granuloma. Pada sediaan jaringan tidak tampak badan Donovan (2). Granuloma Inguinale 10 2.9. Komplikasi a. Mixed chancre Kalau disertai sifilis stadium I. Mula-mula lesi khas ulkus mole, tetapi setelah 15-20 hari menjadi manifes, terutama jika diobati dengan sulfonamida. b. Abses kelenjar inguinal Bila tidak diobati dapat memecah menimbulkan sinus yang kemudian menjadi ulkus. Ulkus kemudian menbesar membentuk giant chancroid. c. Fimosis/parafimosis Kalau lesi mengenai preputium, akibat sikatriks yang berbentuk pada lesi (2,6). d. Fistula uretra Timbulnya karena ulkus pada glans penis yang bersifat destruktif. Dapat mengakibatkan nyeri pada waktu buang air kecil dan pada keadaan lanjut dapat menjadi striktura uretra. e. Infeksi campuran Dapat disertai infeksi organisme Vincent sehingga ulkus makin parah dan bersifat destruktif. Disamping itu juga dapat disertai penyakit limfogranuloma venereum atau granuloma inguinale (2,6). 2.10. Pengobatan a. Sistemik Central of disease control (1998) merekomendasikan pengobatan chancroid pengobatan chancroid dengan (5,6): 1) Azythromycin 1 g PO dosis tunggal atau 2) Seftriakson 250 mg IM dosis tunggal atau 3) Siprofloksasin dosis 500 mg PO 2x sehari selama 3 hari atau 4) Eritromisin 500 mg 4x sehari selama 7 hari Selain obat-obatan tersebut diatas yang juga efektif adalah: 1) Sulfonamida 11 Tablet kotrimoksazol, ialah kombinasi sulfametoksazol 400 mg dengan trimetroprim 80 mg, diberikan dengan dosis 2 x 2 tablet selama 10 hari. Pada bubo yang mengalami supurasi dilakukan aspirasi melalui kulit yang sehat (2). 2) Streptomisin Efektif tanpa mengganggu diagnosa sifilis. Disuntikkan tiap hari 1 gram selama 7-14 hari, dapat dikombinasikan dengan sulfonamida. Kombinasi perlu kalau terdapat bubo, atau kalau lesi genitalia tidak sembuh hanya dengan pemberian sulfonamida (2). 3) Penisilin Sedikit efektif terutama diberikan kalau terdapat organisme Vincent (2). 4) Tetrasiklin & oksitetrasiklin Efektif kalau diberikan dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 10-20 hari, antibiotik golongan ini menutupi gejala-gejala sifilis stadium I (2). 5) Kanamisin Disuntikkan i.m 2 x 500 mg selama 6-14 hari. Obat ini tidak mempunyai efek terhadap T.pallidum (2). 6) Eritromisin Diberikan 4 x 500 mg sehari, selama seminggu (2). 7) Kuinolon Ofloksasin : cukup dosis tunggal 400 mg (2). b. Lokal Jangan diberikan antiseptik topikal karena akan mengganggu pemeriksaan mikroskop lapangan gelap untuk kemungkinan diagnosis sifilis stadium I. Lesi dini yang kecil dapat sembuh setelah diberi NaCl fisiologik (2). 2.11. Prognosis Penyakit tidak menyebar secara sistemik. Tanpa pengobatan, ulkus genital dan abses inguinal dilaporkan kadang-kadang menetap beberapa tahun. Infeksi 12 tidak menimbulkan imunitas dan dapat terjadi infeksi ulang. Penderita diinstruksikan sebaiknya memakai kondom untuk menghindari infeksi ulang (5). REFERENSI 1. Junior WB, Chiacchio NG, Romiti R, et al. A Comparative Study of SingleDose Treatment of Chancroid Using Thiamphenicol versus Azithromycin. BJID 2009; 13(3): 218-220. 2. Judanarso, J. 2010. Ulkus Mole. Dalam Adhi Djuanda (Ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-5. Jakarta : FKUI. Hal: 418-422 3. Mohammed TT, Olumide YM. Chancroid and Human Immunodeficiency Virus – a review. International Journal of Dermatology 2008; 47: 1-8. 4. Kemp M, Christensen JJ, Lautenschlager S, et al. European guideline for the management of chancroid. International Journal of STD and AIDS 2011; 22: 241-244. 5. Amiruddin, Dali. 2004. Penyakit Menular seksual. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal: 111-122. 6. Murtiastitik, Dwi. 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya : Airlangga University Press. 7. SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2007. Atlas Penyakit Kulit Dan Kelamin. Surabaya : Airlangga University Press. 13