AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH DELIMA (Punica granatum L.) DAN KLORAMFENIKOL TERHADAP Staphylococcus aureus SENSITIF DAN MULTIRESISTEN ANTIBIOTIK NASKAH PUBLIKASI Oleh : IFAH HANIK K 100 080 028 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2012 PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI Beriudul: AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETAI{OL KULIT BUAII DELIMA (Panica granatum L.) DAN KLORAMFEI{IKOL TERIIAD A# Staphylococeus uurens SENSITIF ,ji I (Rima Munawaroh, M.Sc., Apt ) 'l;yata, M.Sc) Pembimbing Pendamping (Ratna Y iotech. St ) (Peni Ind (Ifah Hcnik) Apt ) AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH DELIMA (Punica granatum L.) DAN KLORAMFENIKOL TERHADAP Staphylococcus aureus SENSITIF DAN MULTIRESISTEN ANTIBIOTIK ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF COMBINATION ETHANOLIC EXTRACT OF POMEGRANATE (Punica granatum L.) FRUIT PEEL AND CHLORAMPHENICOL AGAINST SENSITIVE AND MULTIDRUG RESISTANT Staphylococcus aureus Ifah Hanik, Ratna Yuliani, dan Peni Indrayudha Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102 ABSTRAK Penggunaan antibiotik yang semakin meluas menyebabkan timbulnya bakteri yang resisten antibiotik sehingga diusulkan strategi baru, yaitu kombinasi ekstrak tanaman dan antibiotik. Kulit buah delima (Punica granatum L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas yang beraktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kombinasi keduanya diharapkan dapat mengurangi resistensi bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dan efek kombinasi ekstrak etanol kulit buah delima dan kloramfenikol terhadap Staphylococcus aureus sensitif dan multiresisten antibiotik. Kulit buah delima diekstraksi dengan penyari etanol 96% menggunakan metode maserasi. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode Kirby Bauer dengan menggunakan disk yang berisi volume 10 µL. Ekstrak etanol kulit buah delima 2,5 mg/disk dan kloramfenikol 0,3 µg/disk dikombinasikan dengan perbandingan 25:75, 50:50, dan 75:25. Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 100%. Hasil yang didapatkan adalah diameter zona hambat di sekitar disk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak etanol kulit buah delima dan kloramfenikol pada perbandingan 25:75, 50:50, dan 75:25 mempunyai aktivitas antibakteri dengan diameter zona hambat berturut-turut sebesar 15,6 mm, 12,7 mm, dan 11,5 mm terhadap Staphylococcus aureus sensitif dan 15,7 mm, 13,3 mm, dan 12,3 mm terhadap Staphylococcus aureus multiresisten. Kombinasi ekstrak etanol kulit buah delima dan kloramfenikol berefek tidak sinergis. Kata kunci : Staphylococcus aureus, kloramfenikol, delima (Punica granatum L.), antibakteri, multiresisten ABSTRACT Antibiotic used lead to the development of antibiotic resistance in bacteria so need new strategy to solve it, that is natural compounds in combination with 1 antibiotics. Pomegranate (Punica granatum L.) fruit peel have antibacterial activity against Staphylococcus aureus. Chloramphenicol is a broad spectrum antibiotic that have antibacterial activity against Gram-positive and Gramnegative bacteria. The combination both of them is expected to decreasing bacterial resistance. This study aims to evaluate antibacterial activity and combination effect of pomegranate fruit peel ethanolic extract and chloramphenicol against sensitive and multidrug resistant Staphylococcus aureus. Pomegranate fruit peels were extracted using 96% ethanol by maceration. Test of antibacterial activity was performed by Kirby Bauer technique that used 10 µL sample per disc. Both 2,5 mg/disc pomegranate fruit peel extract and 30 µg/disc chloramphenicol were combinated in ratio of 25:75, 50:50, and 75:25. The negative control was 100% DMSO. The data was analysed by inhibition zone diameter around disc. The result of this study showed that combination of pomegranate fruit peel ethanolic extract and chloramphenicol in ratio of 25:75, 50:50, and 75:25 have antibacterial activity with inhibition zone diameter of 15,6 mm, 12,7 mm, and 11,5 mm for Staphylococcus aureus sensitive and 15,7 mm, 13,3 mm, and 12,3 mm for multidrug resistant Staphylococcus aureus. Combination pomegranate fruit peel ethanolic extract and chloramphenicol have antagonist effect. Keywords : Staphylococcus aureus, chloramphenicol, pomegranate (Punica granatum L.), antibacterial, multiresistant PENDAHULUAN Infeksi merupakan masalah penting yang banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri dan mikroorganisme yang patogen (Waluyo, 2004). Bakteri yang dapat menyebabkan infeksi tersebut salah satunya adalah Staphylococcus aureus (Jawetz et al., 2005). Organisme ini merupakan penyebab infeksi tersering, termasuk bisul, infeksi luka, pneumonia, endokarditis, dan septikemia (Neal, 2006). Pengobatan infeksi yang paling umum dilakukan adalah dengan terapi antibiotik (Waluyo, 2004). Kloramfenikol merupakan salah satu antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan infeksi S. aureus (Tjay dan Rahardja, 2007). Sebiomo et al. (2011) menunjukkan bahwa kloramfenikol mampu menghambat S. aureus dengan diameter zona hambat sebesar 30 mm pada konsentrasi 10 µg/disk. Semakin meluasnya penggunaan antibiotik memiliki konsekuensi yang tak terhindarkan yaitu timbulnya patogen yang resisten antibiotik (Gilman, 2008). 2 Noviana (2011) melaporkan bahwa di rumah sakit Atma Jaya, Jakarta 42,62% Staphylococcus aureus telah resisten terhadap oksasilin, vankomisin, sefiksim, asam nalidiksat, dan fosfomisin. Adanya bakteri yang resisten terhadap antibakteri mendorong pentingnya penggalian sumber obat-obatan antimikroba dari bahan alam. (Hertiani et al., 2003). Produk alami dari tanaman obat sudah sejak lama digunakan untuk pengembangan obat baru untuk mengobati berbagai infeksi. Beberapa studi telah mengusulkan strategi baru yaitu kombinasi produk tanaman alam dan antibiotik untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Produk tanaman alam tersebut bisa berpotensi meningkatkan aktivitas antibiotik (Jayaraman et al., 2010). Sinergisme kombinasi ekstrak dari bahan alam dan antibiotik diperlihatkan oleh Braga, et al. (2005) yang mendapatkan hasil sinergis pada kombinasi kloramfenikol dan ekstrak metanol buah Punica granatum dalam menghambat Staphylococcus aureus. Dari penelitian tersebut diperoleh peningkatan aktivitas antibiotik kloramfenikol setelah dikombinasikan dengan ekstrak Punica granatum yang diperlihatkan dengan penurunan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) pada kombinasi antibiotik dan ekstrak Punica granatum dibandingkan antibiotik sendiri. Delima (Punica granatum L.) adalah tanaman yang memiliki aktivitas antibakteri (Abdollahzadeh et al., 2011). Kulit delima mengandung alkaloid, pelletierin, granatin, asam betulik, asam ursolik, isokuersertin, elagitanin, triterpenoid, kalsium oksalat, dan pati (Dalimartha, 2000). Elagitanin adalah kandungan yang diduga memiliki aktivitas antibakteri (Machado et al., 2002). Ekstrak metanol kulit delima yang diuji menggunakan metode disk difusi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dengan rata-rata diameter zona hambat sebesar 7,5 mm, 11,5 mm, dan 12,5 mm pada konsentrasi masingmasing 40 µg/disk, 80 µg/disk, dan 120 µg/disk (Abdollahzadeh et al., 2011). Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian tentang aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak etanol kulit buah delima (Punica granatum) dan kloramfenikol terhadap bakteri Staphylococcus aureus sensitif dan multiresisten antibiotik. 3 METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Alat. Alat yang digunakan yaitu alat timbang (Presica dan And GR-202), rotary evaporator (Heidolph), autoklaf (My Life), oven (Memmert), mikroskop (Olympus), Laminar Air Flow (LAF) (CV. Srikandi), vortex (Thermolyne Corporation), mikropipet (Socorex), incubator shaker (Excella 24 New Brunswick Scientific), dan inkubator (Memmert). Bahan. Bahan yang digunakan yaitu kulit buah delima (Punica granatum L.) dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat-Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu Karanganyar, etanol 96%, kloramfenikol (Sigma), S. aureus sensitif dari Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, S. aureus multiresisten dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sebelas Maret (UNS), disk antibiotik (kloramfenikol, eritromisin, tetrasiklin, dan ampisilin), disk kosong, cat Gram (A, B, C, dan D), DMSO 100% (Merck), media Mueller Hinton (MH) (Oxoid), media Brain Heart Infusion (BHI) (Oxoid), media MSA (Mannitol Salt Agar) (Oxoid), standar Mc. Farland 108 CFU/mL, NaCl 0,9%, dan akuades. Jalannya Penelitian Determinasi tanaman. Determinasi tanaman delima dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UMS dengan mengacu buku Flora of Java karangan Backer dan Van de Brink (1965) dan An Integrated System of Classification of Flowering Plants karangan Dr. Arthur Cronquist (1981). Penyiapan bahan. Buah delima segar dari B2P2TOOT dikupas kulitnya, kemudian kulitnya dicuci bersih dan dikeringkan di bawah sinar matahari dengan ditutupi kain hitam hingga kering. Selanjutnya, diserbuk dengan menggunakan blender dan diayak. Pembuatan ekstrak etanol kulit buah delima. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi. Simplisia sebanyak 1,5 kg direndam dengan 7 liter penyari etanol 96% hingga terendam kira-kira di atas permukaan di dalam wadah tertutup rapat. Kemudian rendaman disimpan selama 3 hari terlindung cahaya langsung, 4 sambil sesekali diaduk. Setelah 3 hari, rendaman disaring menggunakan corong Buchner, kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 60°C. Setelah itu, diuapkan di atas penangas air hingga didapatkan ekstrak kental kulit buah delima. Pembuatan media. Media yang ditimbang untuk tiap liternya adalah sebagai berikut: media MH 38 gram dan media BHI 37 gram, media MSA 74 gram. Media kemudian dilarutkan dan disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Pembuatan stok bakteri. Bakteri yang diambil dari stok bakteri digoreskan pada media padat, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah bakteri tumbuh, disimpan pada suhu 4°C sebagai stok bakteri. Pewarnaan bakteri. Koloni bakteri diambil dengan ose steril dan digores pada obyek gelas. Preparat dikeringkan di atas api spiritus, kemudian ditetesi formalin 1%, ditunggu 5 menit, dikeringkan lagi dan preparat siap dicat. Preparat digenangi dengan cat Gram A selama 1-3 menit. Setelah itu cat dibuang tanpa dicuci dengan air. Preparat kemudian digenangi dengan cat Gram B selama 0,5-1 menit. Setelah itu cat dibuang dan preparat dicuci dengan air. Preparat kemudian ditetesi cat Gram C sampai warna cat tepat dilunturkan. Selanjutnya preparat digenangi dengan cat Gram D selama 1-2 menit, kemudian preparat dicuci dan dikeringkan dalam udara kamar dengan posisi miring. Preparat diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Uji biokimia. Bakteri digoreskan pada agar garam manitol (MSA) dan diinkubasikan pada 37°C selama 36 jam. Pembuatan suspensi bakteri. Bakteri S. aureus dari stok bakteri diambil sebanyak dua sampai tiga koloni menggunakan ose, lalu disuspensikan dalam 5 mL media BHI cair dan diinkubasi menggunakan shaker incubator pada suhu 37°C dengan kecepatan 200 rpm selama ± 2 jam. Suspensi bakteri kemudian disamakan konsentrasinya dengan standar Mc. Farland (108 CFU/ml). Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik. Suspensi bakteri sebanyak 200 µl diratakan pada cawan petri berisi media MH, kemudian beberapa disk antibiotik (kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin, dan eritromisin) diletakkan di atasnya dan 5 diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Diameter zona hambat di sekitar disk diukur dan dibandingkan dengan standar resistensi bakteri terhadap masingmasing antibiotik. Pembuatan seri konsentrasi ekstrak etanol kulit delima. Seri konsentrasi ekstrak etanol kulit delima yang digunakan untuk uji adalah 1,5 mg/disk, 2 mg/disk, 2,5 mg/disk, 3 mg/disk, dan 3,5 mg/disk. Seri konsentrasi dibuat dengan menimbang ekstrak kental kulit buah delima sebesar 75 mg, 100 mg, 125 mg, 150 mg, dan 175 mg, kemudian masing-masing dilarutkan ke dalam 500 µL DMSO 100%. Pembuatan seri konsentrasi kloramfenikol. Seri konsentrasi kloramfenikol yang digunakan untuk uji adalah 10 µg/disk, 20 µg/disk, 30 µg/disk, 40 µg/disk, dan 50 µg/disk. Seri konsentrasi dibuat dengan menimbang kloramfenikol sebesar 0,5 mg, 1 mg, 1,5 mg, 2 mg, dan 2,5 mg, kemudian masing-masing dilarutkan ke dalam 500 µL akuades steril. Seri perbandingan kombinasi ekstrak etanol kulit delima dan kloramfenikol. Kombinasi ekstrak etanol kulit delima dan kloramfenikol dibuat dengan perbandingan 75:25; 50:50; dan 25:75 hingga volume total disk 10 µL. Pengambilan ekstrak etanol kulit delima dan kloramfenikol berturut-turut 7,5 µL:2,5 µL, 5 µL:5 µL, dan 2,5 µL:7,5 µL. Uji aktivitas antibakteri dengan metode disk difusi. Suspensi bakteri sebanyak 200 μL dengan konsentrasi 108 CFU/mL diratakan pada permukaan media MH dalam cawan petri. Kemudian tiga kontrol (DMSO 100% sebagai kontrol pelarut, kloramfenikol sebagai kontrol positif, dan ekstrak etanol kulit delima sebagai kontrol ekstrak) dan tiga seri perbandingan konsentrasi kombinasi ekstrak etanol kulit delima dan kloramfenikol diteteskan pada disk kosong 6 mm masing-masing sebanyak 10 µL. Selanjutnya keenam disk yang telah berisi bahan uji, diletakkan di permukaan media MH yang telah diberi suspensi bakteri. Preinkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 15 menit. Selanjutnya diinkubasi pada temperatur 370C selama 24 jam, kemudian dilakukan pengamatan dengan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk. 6 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Determinasi Tanaman. Determinasi bertujuan untuk memastikan identitas tanaman yang digunakan. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri morfologi tanaman sesuai dengan pustaka, yaitu Flora of Java karangan Backer dan Van de Brink (1965) dan An Integrated System of Classification of Flowering Plants karangan Dr. Arthur Cronquist (1981). Berdasarkan determinasi didapatkan kunci determinasi yang menunjukkan bahwa tanaman yang diteliti adalah spesies Punica granatum L. atau tanaman delima. Penyarian Bahan. Hasil ekstraksi yang dihasilkan dari ekstrak etanol 96% kulit buah delima sebanyak 86,27 g dan diperoleh rendemen 5,75%. Pengecatan Gram. Pengecatan gram bertujuan untuk mengetahui golongan bakteri, yaitu Gram positif atau Gram negatif. S. aureus menunjukkan warna ungu, bulat, dan bergerombol. Warna ungu menunjukkan bahwa S. aureus merupakan bakteri Gram positif. Teori Salton menjelaskan bahwa pada bakteri Gram positif, pencucian dengan alkohol akan menyebabkan protein pada dinding sel mengalami denaturasi sehingga pori-pori mengecil dan kompleks ungu kristal iodium tetap terperangkap pada dinding sel sehingga bakteri berwarna ungu. Teori lain menyebutkan bahwa susunan dinding sel bakteri Gram positif terdiri atas lapisan peptidoglikan yang tebal sekali (kurang lebih 30 lapisan) sehingga permeabilitas dinding sel bakteri Gram positif kurang dan kompleks ungu kristal iodium tidak dapat keluar dari dinding sel (Radji, 2011). Uji Biokimiawi. Uji biokimiawi dilakukan untuk mengetahui sifat dan memastikan identitas bakteri. Uji sifat biokimiawi menggunakan media MSA (Mannitol Salt Agar) yang mengandung 7,5% NaCl dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri selain S. aureus. S. aureus dapat hidup dan dapat memfermentasi manitol dalam kadar NaCl yang cukup tinggi (Radji, 2011). Hasil uji biokimia S. aureus sensitif dan multiresisten pada media MSA adalah terjadi perubahan dari warna merah menjadi kuning. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri yang diuji memfermentasi manitol sehingga bakteri yang digunakan adalah benar S. aureus. 7 Uji Sensitivitas. Uji sensitivitas bertujuan untuk mengetahui sensitivitas bakteri yang diuji terhadap antibiotik. Hasil yang diperoleh pada S. aureus menunjukkan bahwa terdapat zona hambat di sekitar keempat disk antibiotik. Diameter zona hambat pada ampisilin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan eritromisin berturut-turut sebesar 29 mm, 16,5 mm, 17 mm, dan 15 mm. Setelah dibandingkan dengan standar resistensi zona hambat antibiotik, menunjukkan bahwa S. aureus bersifat sensitif terhadap antibiotik. Uji sensitivitas S. aureus multiresisten menunjukkan bahwa bakteri resisten terhadap tiga antibiotik yang diujikan yaitu tetrasiklin, eritromisin, dan ampisilin yang ditunjukkan dengan tidak adanya diameter zona hambat pada ketiga antibiotik tersebut, sedangkan pada kloramfenikol terdapat diameter zona hambat sebesar 21 mm sehingga S. aureus multiresisten masih sensitif terhadap kloramfenikol. Bakteri dikatakan multiresisten apabila resisten terhadap minimal dua antibiotik sehingga bakteri Staphylococcus aureus multiresisten yang diuji benar-benar multiresisten terhadap antibiotik (Tabel 1). Tabel 1. Hasil uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik Disk Antibiotik Ampisilin 30 µg (AMP) Kloramfenikol 30 µg (C) Tetrasiklin 30 µg (TE) Eritromisin 15 µg (E) Standar Resistensi Zona Hambat Antibiotik (mm) ≤ 11 ≤ 12 ≤ 14 ≤ 13 Staphylococcus aureus Sensitif Diameter Zona Hambat Keterangan (mm) 29 Sensitif 16,5 Sensitif 17 Sensitif 15 Sensitif Staphylococcus aureus Multiresisten Diameter Zona Hambat Keterangan (mm) Resisten 21 Sensitif Resisten Resisten Uji Pendahuluan. Uji pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak kulit buah delima dan kloramfenikol yang dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. Hasil uji ini akan digunakan pada uji kombinasi ekstrak dan antibiotik. Metode yang digunakan pada uji pendahuluan ini adalah metode Kirby Bauer. Hasil yang diamati pada metode ini adalah zona radikal (zona bersih) yang terbentuk di sekitar disk yang mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan bakteri. Hasil dari kontrol negatif yang diuji adalah DMSO 100% dan akuades steril tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus. Diameter zona hambat yang didapatkan pada uji pendahuluan ekstrak kulit buah delima terhadap S. aureus sensitif pada konsentrasi 1,5 mg/disk, 2 mg/disk, dan 2,5 mg/disk 8 berturut-turut sebesar 8,4 mm, 9 mm, dan 10 mm. Sedangkan pada S. aureus multiresisten didapatkan hasil diameter zona hambat pada konsentrasi 2 mg/disk, 2,5 mg/disk, 3 mg/disk dan 3,5 mg/disk berturut-turut sebesar 9,4 mm, 11,4 mm, 11,6 mm, dan 12 mm (Tabel 2). Konsentrasi ekstrak yang akan digunakan untuk uji kombinasi terhadap S. aureus sensitif dan multiresisten adalah 2,5 mg/disk karena merupakan konsentrasi terkecil yang mampu menghambat bakteri dengan rentang zona hambat 10-20 mm. Tabel 2. Hasil uji pendahuluan ekstrak etanol kulit buah delima terhadap Staphylococcus aureus sensitif dan Staphylococcus aureus multiresisten (n=2) Bahan Uji DMSO 100% Ekstrak 1,5 mg/disk Ekstrak 2 mg/disk Ekstrak 2,5 mg/disk Ekstrak 3 mg/disk Ekstrak 3,5 mg/disk Dimeter Zona Hambat ( x ± SD mm ) Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus sensitif multiresisten 6 (tidak ada hambatan) 6 (tidak ada hambatan) 8,4 ± 0,2 Tidak dilakukan 9 ± 0,7 9,4 ± 0,5 10 ± 0,0 11,4 ± 0,2 Tidak dilakukan 11,6 ± 0,2 Tidak dilakukan 12 ± 0,4 Keterangan: Diameter zona hambat termasuk diameter disk 6 mm Diameter zona hambat ekstrak etanol kulit buah delima terhadap S. aureus multiresisten lebih besar daripada S. aureus sensitif. Meskipun biasanya aktivitas antibiotik lebih besar terhadap bakteri yang sensitif dibandingkan bakteri yang resisten, sensitivitas bakteri terhadap ekstrak yang berbeda tidak berhubungan dengan sifat sensitif atau resistensi antibiotik antar spesies yang sama, (Nascimento et al., 2000). Tabel 3. Hasil uji pendahuluan kloramfenikol terhadap Staphylococcus aureus sensitif dan Staphylococcus aureus multiresisten (n=2) Bahan Uji Akuades Kloramfenikol 10 µg/disk Kloramfenikol 20 µg/disk Kloramfenikol 30 µg/disk Kloramfenikol 40 µg/disk Kloramfenikol 50 µg/disk Dimeter Zona Hambat ( x ± SD mm ) Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus sensitif multiresisten 6 (tidak ada hambatan) 6 (tidak ada hambatan) 10,8 ± 0,0 Tidak dilakukan 11,5 ± 0,0 Tidak dilakukan 13,5 ± 0,4 15 ± 0,0 Tidak dilakukan 15,3 ± 0,4 Tidak dilakukan 16 ± 0,0 Keterangan: Diameter zona hambat termasuk diameter disk 6 mm Pada uji pendahuluan kloramfenikol terhadap S. aureus sensitif diperoleh diameter zona hambat sebesar 10,8 mm, 11,5 mm, dan 13,5 mm pada konsentrasi berturut-turut 10 µg/disk, 20 µg/disk, dan 30 µg/disk. Sedangkan hasil diameter zona hambat pada S. aureus multiresisten pada konsentrasi 30 µg/disk, 40 µg/disk, dan 50 µg/disk berturut-turut adalah 15 mm, 15,3 mm, dan 16 mm. 9 Konsentrasi kloramfenikol yang digunakan untuk uji kombinasi terhadap S. aureus sensitif dan multiresisten adalah 30 µg/disk karena pada konsentrasi ini S. aureus tidak bersifat resisten terhadap kloramfenikol dan beraktivitas intermediet dalam menghambat S. aureus. Uji Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Buah Delima dan Kloramfenikol. Kombinasi antara antibiotik dan ekstrak tanaman dapat menghasilkan efek sinergis atau antagonis (Mhanna, 2008). Uji kombinasi terhadap Staphylococcus aureus sensitif pada perbandingan 25:75, 50:50, dan 75:25 menghasilkan diameter zona hambat berturut-turut sebesar 15,6 mm, 12,7 mm, dan 11,5 mm. Diameter zona hambat terbesar diperoleh dari konsentrasi 25:75. Pada perbandingan konsentrasi tersebut, volume kloramfenikol (7,5 µL) lebih banyak dibandingkan volume ekstrak (2,5 µL) dan merupakan volume kloramfenikol yang terbesar diantara ketiga perbandingan konsentrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa pembentukan diameter zona hambat didominasi oleh kloramfenikol. Dari kontrol positif, yaitu ekstrak etanol kulit buah delima 2,5 mg/disk didapatkan zona hambat sebesar 9,9 mm dan pada kloramfenikol 30 µg/disk didapatkan zona hambat sebesar 16,8 mm. Hasil ini menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak etanol kulit buah delima dan kloramfenikol tidak sinergis dalam menghambat S. aureus sensitif atau bersifat antagonis karena diameter zona hambat pada ketiga kombinasi lebih kecil dibandingkan kontrol kloramfenikol. Hasil pada S. aureus multiresisten juga tidak sinergis. Diameter zona hambat pada perbandingan 25:75, 50:50, dan 75:25 berturut-turut sebesar 15,2 mm, 13,3 mm, dan 12,3 mm. Pada kontrol positif, yaitu ekstrak etanol kulit buah delima 2,5 mg/disk dan kloramfenikol 30 µg/disk diperoleh diameter zona hambat masing-masing sebesar 10,5 mm dan 16,7 mm (Tabel 4). Hasil uji kombinasi yang diperoleh pada S. aureus sensitif dan S. aureus multiresisten sama-sama tidak sinergis. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua bakteri yang digunakan sama-sama bersifat sedang/intermediet terhadap antibiotik yang digunakan pada uji kombinasi ekstrak dan antibiotik pada penelitian ini yaitu kloramfenikol. Faktor yang mempengaruhi diameter zona hambat, diantaranya jenis/sifat bakteri yang diuji (Nweze dan Eze, 2009). Walaupun bakteri yang satu 10 adalah bakteri multiresisten, tetapi S. aureus multiresisten pada penelitian ini bersifat resistent terhadap antibiotik selain kloramfenikol, yaitu ampisilin, tetrasiklin, dan eritromisin. Tabel 4. Hasil uji aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak kulit buah delima 2,5 mg/disk dan kloramfenikol 30 µg/disk terhadap Staphylococcus aureus sensitif dan multiresisten (n= 3) Bahan uji DMSO 100% Kombinasi 25:75 Kombinasi 50:50 Kombinasi 75:25 Ekstrak 2,5 mg/disk Kloramfenikol 30 µg/disk Dimeter Zona Hambat ( x ± SD mm ) Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus sensitif multiresisten 6 (tidak ada hambatan) 6 (tidak ada hambatan) 15,6 ± 0,8 15,7 ± 0,4 12,7 ± 0,3 13,3 ± 1,5 11,5 ± 0,5 12,3 ± 0,8 9,9 ± 0,1 10,5 ± 0,5 16,8 ± 0,3 16,7 ± 0,4 Keterangan: Diameter zona hambat termasuk diameter disk 6 mm Berbeda dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini, Braga et al., (2005) memperoleh hasil yang sinergis pada kombinasi ekstrak metanol buah delima dan kloramfenikol pada 65,5% populasi S. aureus yang diuji. Perbedaan tempat tumbuh tanaman, yaitu Brazil sebagai tempat asal tanaman delima pada penelitian Braga et al. (2005) dan Indonesia sebagai tempat asal tanaman delima pada penelitian ini, bisa menjadi faktor yang menyebabkan perbedaan hasil ini. Lokasi geografi dapat mempengaruhi produksi kandungan kimia ekstrak karena pengaruh perbedaan musim sehingga menyebabkan perbedaan kandungan kimia yang diperoleh dan berpengaruh pada aktivitas farmakologi dan kualitas ekstrak (Biavatti, 2009). Mekanisme aksi efek antagonisme sangat sedikit diteliti. Terdapat banyak variasi interaksi yang mungkin terjadi diantara banyaknya senyawa kimia pada tanaman. Senyawa aktif pada delima yang beraktivitas sebagai antibakteri adalah ellagitannin (punicalagin) (Machado et al., 2002). Mathabe et al. (2006) menyebutkan bahwa senyawa polar tanin, seperti gallotannin & ellagitannin pada kulit buah delima adalah senyawa yang aktif sebagai antibakteri. Ellagitannin merupakan senyawa dari golongan tanin (Ascacio-Valdes, et al., 2011) yang bekerja dengan mengerutkan membran sel atau dinding sel bakteri sehingga permeabilitas sel bakteri terganggu, akibatnya aktivitas hidup bakteri terganggu dan menyebabkan pertumbuhannya terhambat hingga mati (Ajizah, 2004). Efek sinergis kombinasi ekstrak tanaman dan antibiotik dapat disebabkan oleh efek 11 efflux pump inhibitor (EPI) dari senyawa aktif tanaman. Efflux pump merupakan salah satu mekanisme resistensi bakteri, yaitu mekanisme yang mentranspor antibiotik keluar dari sel bakteri oleh protein membran (Dzidic et al., 2008) sehingga mengurangi jumlah antibiotik di dalam sel bakteri (Li dan Nikaido, 2009). Efflux pump inhibitor bekerja dengan menghambat efflux pump sehingga menyebabkan peningkatkan konsentrasi antibiotik di dalam sel bakteri (Askoura et al., 2011). Konsentrasi kloramfenikol dalam sel bakteri dapat meningkat apabila terjadi penghambatan efflux pump oleh senyawa ellagitannin dari delima (Braga et al., 2005) sehingga dapat meningkatkan aktivitas antibakteri kloramfenikol. Akan tetapi, ekstrak yang digunakan pada penelitian ini merupakan ekstrak etanol yang juga menarik senyawa kurang polar (Kadi et al., 2011) sehingga ellagitannin yang merupakan senyawa polar kurang maksimal untuk diekstrak oleh penyari etanol. Hal ini karena senyawa tanin hanya sedikit larut dalam etanol (Depkes RI, 1986). Efek antibakteri yang ditunjukkan oleh ekstrak tanaman mungkin berkaitan dengan beberapa kandungan kimia yang terdapat pada ekstrak tanaman (Nweze dan Eze, 2009). Neyestani et al. (2007) yang menyebutkan bahwa penambahan 2,5 mg ekstrak teh hitam pada disk ampisilin standar mempunyai efek yang paling sinergis terhadap Streptococcus pyogenes, tetapi penambahan ekstrak teh hitam pada disk antibiotik yang lain (amoksisilin dan sefaleksin) dan dengan jumlah ekstrak yang lebih rendah dapat menghasilkan efek yang antagonis terhadap Streptococcus pyogenes. Jumlah senyawa yang efektif sebagai antibakteri, seperti asam galat mungkin terlalu sedikit pada konsentrasi rendah ekstrak teh hitam (Neyestani et al. 2007). Berdasarkan penelitian Neyestani et al. (2007), jumlah senyawa yang aktif sebagai antibakteri kemungkinan dapat berpengaruh pada efek antagonisme. Pada penelitian ini, sedikitnya jumlah ellagitannin yang terekstrak mungkin menjadi penyebab efek antagonis dari kombinasi ekstrak etanol kulit buah delima dan kloramfenikol terhadap Staphylococcus aureus sensitif dan multiresisten. 12 Kesimpulan 1. Kom binasi ekstrak etanol kulit buah delima (Punica granatum L.) dan kloramfenikol pada perbandingan 25:75, 50:50, dan 75:25 mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus sensitif dan multiresisten antibiotik. 2. Kom binasi ekstrak etanol kulit buah delima (Punica granatum L.) dan kloramfenikol menghasilkan efek yang tidak sinergis terhadap Staphylococcus aureus sensitif dan multiresisten antibiotik. Saran 1. Perlu digunakan bahan penyari yang berbeda untuk kulit buah delima yaitu air dan dilakukan uji aktivitas antibakteri kom binasi ekstrak air kulit buah delima (Punica granatum L.) dan kloramfenikol terhadap Staphylococcus aureus sensitif dan multiresisten antibiotik. 2. Perlu dilakukan isolasi senyawa aktif dari kulit buah delima (Punica granatum L.) yang mempunyai aktivitas antibakteri dan dilakukan uji aktivitas antibakteri kom binasi sen yawa akt i f ( ell agi tannin ) dan kloramfenikol terhadap Staphylococcus aureus sensitif dan multiresisten antibiotik. DAFTAR ACUAN Abdollahzadeh, S., Mashouf, R. Y., Mortazavi, H., Moghaddam, M. H., Roozbahani, N., & Vahedi, M., 2011, Antibacterial and Antifungal Activities of Punica granatum Peel Extracts Against Oral Pathogens, Journal of Dentistry, Tehran University of Medical Sciences, 8 (1), 1-6. Adegoke, A. A. & Okoh, A. I., 2011, The in Vitro Effect of Vancomycin on Multidrug Resistant Staphylococcus aureus from Hospital currency notes, African Journal of Microbiology Research, 5 (14), 1881-1887. Ajizah, A., 2004, Sensitivitas Salmonella typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium guajava L., Bioscientiae, 1 (1), 31-38. Ascacio-Valdes, J. A., Buenrostro-Figueroa, J. J., Aguilera-Carbo, A., PradoBarragan, A., Rodriguez-Herrera, R., & Aguilar, C. N., 2011, 13 Ellagitannins: Biosynthesis, Biodegradation and Biological Properties, Journal of Medicinal Plants Research, 5 (19), 4696-4703. Askoura, M., Mottawea, W., Abujamel, T., & Taher, I., 2011, Efflux Pump Inhibitors (EPIs) as New Antimicrobial Agents Against Pseudomonas aeruginosa, Libyan J Med, , 6, 5870. Biavatti, M. W., 2009, Synergy: an Old Wisdom, a New Paradigm for Pharmacotherapy, Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, 45 (3), 371-378. Braga, L. C., Leite, A. A. M., Xavier, K. G. S., Takahashi, J. A., Bemquerer, M. P., Chartone-Souza, E., et al., 2005, Synergic Interaction Between Pomegranate Extract and Antibiotics Against Staphylococcus aureus, Can. J. Microbiol, 51, 541–547. Cronquist, A., 1981, An Integrated System of Classification of Flowering Plants, 477, New York, Columbia University Press. Depkes RI, 1986, Sediaan Galenik, 10-11, Departemen Kesehatan Republik, Jakarta, Indonesia. Dzidic, S., Suskovic, J., Kos, B., 2008, Antibiotic Resistance Mechanisms in Bacteria: Biochemical and Genetic Aspects, Food Technol. Biotechnol, 46 (1), 11–21. Gilman, A. G., 2008, Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan oleh tim alih bahasa Sekolah Farmasi ITB, 1117, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hertiani T., Palupi, I. S., Sanliferianti, & Nurwindasari, H. D., 2003, Uji Potensi Antimikroba terhadap S. aureus, E. coli, Shigella dysentriae, dan Candida albicans dari Beberapa Tanaman Obat Tradisional untuk penyakit Infeksi, Jurnal Farmasi Indonesia Pharmacon, 4 (2), 89-95. Jawetz, E., Melnick, & Adelberg, 2005, Mikrobiologi Kedokteran, 234-235, 317318, 321, Jakarta, Penerbit Salemba Medika. Jayaraman, P., Sakharkar, M. K., Lim, C. S., Tang, T. H., & Sakharkar, K.R., 2010, Activity and Interaction of Antibiotic and Phytochemical Combination Againts Psudomonas aeruginosa, International Journal of Biological Sciences, 6 (6), 556-568. Kadi, H., Moussaoui, A., Benmehdi, H., Lazouni, H. A., Benayahia, A. & Nahal bouderba, N., 2011, Antibacterial Activity of Ethanolic and Aqueous Extracts of Punica granatum L. Bark, Journal of Applied Pharmaceutical Science, 1 (10), 180-182. 14 Li, X-Z. & Nikaido, H., 2009, Efflux-Mediated Drug Resistance in Bacteria: an Update, Drugs, 69 (12), 1555–1623. Machado, T. D. B., Leal, I. C. R., Amaral, A. C. F., Santos, K. R. N. D., Silva, M. G. D., Kuster, R. M., 2002, Antimicrobial Ellagitannin of Punica granatum Fruits, J. Braz. Chem. Soc., 13 (5), 606-610. Mathabe, M. C., Nikolova, R. V., Lall, N., Nyazema, N. Z., 2006, Antibacterial Activities of Medicinal Plants Used for The Treatment of Diarrhea in Limpopo Province, Journal of Ethnopharmacology, 105 (1-2), 286-293. Mhanna, M. L., 2008, Synergetic Effects of Plant Extracts and Antibiotics on Staphylococcus aureus Strains Isolated from Clinical Specimens, Tesis, Faculty of Graduate Studies, An-Najah National University, Palestine. Nascimento, G. G. F., Locatelli, J., Freitas, P. C., Silva, G. L., 2000, Antibacterial Activity of Plant Extracts and Phytochemicals on Antibiotic Resistant Bacteria, Brazilian Journal of Microbiology, 31, 247-256. Neal, M. J., 2006, At a Glance Farmakologis Medis, Edisi kelima, diterjemahkan oleh Safitri, A., 81, 83-84, Jakarta, Penerbit Erlangga. Nweze, E. I., & Eze, E. E., 2009, Justification for The Use of Ocimum gratissimum L. in Herbal Medicine and Its Interaction with Disc Antibiotics, BMC Complementary and Alternative Medicine, 9, 37. Neyestani, T. R., Khalaji, N., & Gharavi, A., 2007, Black and Green Teas May Have Selective Synergistic or Antagonistic Effects on Certain Antibiotics Against Streptococcus pyogenes in Vitro, Journal of Nutritional & Environmental Medicine, 16 (3-4), 258-266. Radji, M., 2011, Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, 180-181, 184-185, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Siswandono & Soekardjo, H., 2008, Kimia Medisinal, Surabaya, Airlangga University Press. Tjay, T. H. & Rahardja, K., 2007, Obat-obat Penting, Edisi 6, 65, Jakarta, PT. Gramedia. Waluyo, L., 2004, Mikrobiologi Umum, Malang, UMM press. 15