PEMBERIAN TINDAKAN PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION

advertisement
1
PEMBERIAN TINDAKAN PROGRESSIVE MUSCLE
RELAXATION TERHADAP PENURUNAN NYERI
PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. B DENGAN
KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI
KEMOTERAPI DI RUANG MAWAR 3
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
TANTI KUSUMASTUTI
NIM.P.13 054
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
2
PEMBERIAN TINDAKAN PROGRESSIVE MUSCLE
RELAXATION TERHADAP PENURUNAN NYERI
PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. B DENGAN
KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI
KEMOTERAPI DI RUANG MAWAR 3
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
TANTI KUSUMASTUTI
NIM.P.13 054
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
3
4
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan Judul “ Pemberian Tindakan Progressive Muscle Relaxation Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Ny. B Dengan Kanker Payudara Yang
Menjalani Kemoterapi Di Ruang Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi Surakarta”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang seringgi-tingginya kepada
yang terhormat :
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi D III Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Siti Mardiyah, S. Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji
yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masuka-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya studi
kasus ini.
5. Ns. Amalia Senja, S. Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan
cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
iv
6
6. Semua dosen Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta
ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk
menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta,
Mei 2016
Penulis
v
7
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ...............................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
iii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iv
DAFTAR ISI ................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................
5
C. Manfaat Penulisan .................................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori .......................................................................
8
1. Kanker Payudara ............................................................
8
2. Kemoterapi .....................................................................
22
3. Nyeri ...............................................................................
24
4. Progressive Muscle Relaxation ......................................
29
B. Kerangka Teori ......................................................................
41
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ............................................................
42
B. Tempat dan Waktu ................................................................
42
C. Media atau Alat yang digunakan ...........................................
42
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ....................
42
E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset .........................
45
vi
8
BAB IV LAPORAN KASUS
BAB V
A. Identitas Klien .......................................................................
47
B. Pengkajian Keperawatan .......................................................
47
C. Diagnosa Keperawatan ..........................................................
56
D. Intervensi Keperawatan .........................................................
57
E. Implementasi Keperawatan ...................................................
59
F. Evaluasi Keperawatan ...........................................................
63
PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan .......................................................
67
B. Diagnosa Keperawatan ..........................................................
77
C. Intervensi Keperawatan .........................................................
80
D. Implementasi Keperawatan ...................................................
84
E. Evaluasi Keperawatan ...........................................................
86
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................
90
B. Saran ......................................................................................
94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skala Analog Visual ..............................................................
26
Gambar 2.2 Skala Intensitas Nyeri Numerik .............................................
27
Gambar 2.3 Skala Faces Pain Rating Scale ..............................................
28
Gambar 2.4 Kerangka Teori ......................................................................
41
Gambar 3.1 Skala Intensitas Nyeri Numerik .............................................
46
Gambar 4.1 Genogram Ny. B ....................................................................
50
viii
10
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lembar Usulan Judul
Lampiran 2.
Lembar Konsul
Lampiran 3.
Surat Pernyataan
Lampiran 4.
Lembar Jurnal Utama
Lampiran 5.
Lembar Asuhan Keperawatan
Lampiran 6.
Lembar Log Book
Lampiran 7.
Lembar Pendelegasian
Lampiran 8.
Lembar Observasi
Lampiran 9.
SOP PMR (Progressive Muscle Relaxtion)
Lampiran 10. Lembar Daftar Riwayat Hidup
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyerang
jaringan di sekitarnya dan menyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh.
Kanker terjadi karena proliferasi sel yang tidak terkontrol (Corwin, 2009).
Kanker payudara adalah keganasan pada sel-sel yang terdapat pada jaringan
payudara, bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel saluran maupun
lobulusnya) maupun komponen selain kelenjar seperti jaringan lemak,
pembuluh darah, dan persyarafan jaringan payudara (Rasjidi, 2010).
Menurut WHO (2011), prevalensi kejadian kanker payudara di dunia
kurang lebih 16% daripada semua kasus kanker pada wanita. Diperkirakan
kurang lebih 510.000 wanita meninggal dunia pada tahun 2011 dan 69% dari
angka tersebut merupakan kejadian yang berlaku di negara yang berkembang.
Jumlah penderita kanker di Indonesia sangat tinggi dan penyakit ini telah
menjadi salah satu penyebab kematian utama di Indonesia.
Kanker payudara di Indonesia adalah 12/100.000 perempuan, sedang
di Amerika adalah sekitar 92/100.000 perempuan dengan motalitas cukup
tinggi, yaitu 27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada
perempuan. Di Indonesia lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada
1
2
stadium lanjut, sehingga upaya pengobatan mencapai kesembuhan sulit
dilakukan (Perhimpunan Onkologi Indonesia [POI] 2010). Sedangkan
prevalensi kanker payudara tertinggi terdapat pada provinsi D.I. Yogyakarta,
yaitu sebesar 2,4 %. Berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker serviks
dan kanker payudara terbanyak terdapat pada Provinsi Jawa Timur dan
Provinsi Jawa Tengah (Kemenkes, 2015). Prevalensi kanker payudara di
RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2015 sebanyak 4595 kasus (Rekam Medis
RSUD Dr. Moewardi, 2015).
Gejala-gejala kanker payudara antara lain, terdapat benjolan di
payudara yang nyeri maupun tidak nyeri, keluar cairan dari puting, ada
perlengketan dan lekukan pada kulit dan terjadinya luka yang tidak sembuh
dalam waktu yang lama, rasa tidak enak dan tegang, retraksi putting,
pembengkakan lokal. Gejala lain yang ditemukan yaitu konsistensi payudara
yang keras dan padat, benjolan tersebut berbatas tegas dengan ukuran kurang
dari 5 cm, biasanya dalam stadium dini belum ada penyebaran sel-sel kanker
di luar payudara (Ridho, 2012).
Sandina (2011) menyatakan bahwa berbagai metode pengobatan untuk
pasien dengan kanker payudara telah di kembangkan dibeberapa negara
termasuk Indonesia. Pengobatan yang di lakukan adalah radioterapi,
kemoterapi, hormonoterapi, imunoterapi, dan tindakan pembedahan. Salah
satu pengobatan kanker payudara yang sering di berikan yaitu kemoterapi.
Denton dalam Fauziana (2011) menyatakan bahwa kemoterapi adalah proses
3
pemberian obat – obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau
melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker, tidak hanya sel kanker
pada payudara, tetapi juga sel-sel yang ada diseluruh tubuh. Sedangkan efek
samping dari kemoterapi yang sering terjadi adalah penekanan sumsum tulang
kadang disertai dengan demam, mual-mual dan muntah, sakit kepala, rambut
rontok, dan nyeri (Sutandyo, 2008).
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang dihubungkan dengan jaringan yang rusak (Rosjidi, 2010).
Nyeri merupakan pengalaman sensori emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan aktual atau potensial (Tamsuri, 2006). Untuk
penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan secara farmakologis dan non
farmakologis. Penatalaksanaan nyeri
farmakologis meliputi analgesik dan
anestesi, penggunaan opioid dan obat non steroid anti inflamasi. Sedangkan
penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis antara lain dengan stimulasi kutan dan
massage, terapi panas dan dingin, Transkutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS), teknik distraksi relaksasi, imagery guided, hipnosis dan
herbal (Smeltzer dan Bare, 2012) .
Menurut Sheridan dan Radmacher (1992) dalam Solehati dan Kosasih
(2015)
penatalaksanaan
nyeri
nonfarmakologis
dilakukan
dengan
complementary and alternative therapies (CATs). Relaksasi merupakan salah
satu bagian dari terapi nonfarmakologi, yaitu complementary and alternative
therapies (CATs) yang dikelompokkan ke dalam Mind – body and spiritual
4
terapies. Relaksasi pertama kali dikenalkan oleh seorang psikolog dari
Chicago yang bernama Jacobson. Metode fisiologis ini dikembangkan untuk
melawan ketegangan dan kecemasan yang disebut relaksasi progresif. Terapi
relaksasi banyak digunakan dalam menangani nyeri dan kecemasan yang
dialami oleh pasien karena relaksasi tidak memiliki efek samping, mudah
dalam pelaksanaannya, tidak memerlukan waktu yang banyak, serta relatif
murah.
Richmond (2007) dalam Alim (2010) menyatakan bahwa Progressive
muscle relaxation merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan relaksasi
pada otot. Progressive muscle relaxation
merupakan satu bentuk terapi
relaksasi dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada satu
bagian tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara
fisik. Latihan relaksasi ini bertujuan untuk membedakan perasaan yang
dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot
dalam kondisi tegang (Ramdhani dan Putra, 2009).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kasih et. al., (2014) yang
berjudul “Progressive Muscle Relaxation Menurunkan Frekuensi Nyeri Pada
Penderita Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi Di POSA RSUD
DR.
SOETOMO
Surabaya”,
hasil
dari
penelitian
tersebut
adalah
menunjukkan ada pengaruh pemberian tindakan Progressive Muscle
Relaxation terhadap penurunan nyeri pada penderita kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di Rumah Sakit.
5
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
mengaplikasikan pemberian tindakan progressive muscle relaxation terhadap
penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Ny. B dengan kanker payudara
yang menjalani kemoterapi
di ruang Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk
mengaplikasikan
pemberian
tindakan
progressive
muscle
relaxation terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Ny. B
dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi di ruang Mawar 3
RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. B dengan kanker
payudara yang menjalani kemoterapi.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan
pada Ny. B
dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi.
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada Ny. B dengan kanker
payudara yang menjalani kemoterapi.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. B dengan kanker
payudara yang menjalani kemoterapi.
6
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. B dengan kanker
payudara yang menjalani kemoterapi.
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian tindakan Progressive
Muscle Relaxation terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan
Ny. B dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pasien
Sebagai referensi dalam membantu menurunkan nyeri pada pasien yang
sedang menjalani kemoterapi dengan menerapkan pemberian tindakan
Progressive Muscle Relaxation selama menjalankan kemoterapi atau
ketika pasien mengalami nyeri.
2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Sebagai referensi bahwa pemberian tindakan Progressive Muscle
Relaxation merupakan salah satu alternatif untuk menurunkan nyeri
pada pasien yang menjalani kemoterapi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumbangan pemikiran dan acuan sebagai kajian yang lebih
mendalam tentang pemberian tindakan Progressive Muscle Relaxation
terhadap nyeri pada pasien kemoterapi.
7
4. Bagi Penulis
Sebagai acuan proses belajar dalam menerapkan ilmu yang telah
diperoleh selama perkuliahan melalui proses pengumpulan data – data
dan informasi – informasi ilmiah untuk kemudian dikaji, diteliti,
dianalisis, dan disusun dalam sebuah karya tulis yang ilmiah, informatif,
bermanfaat, serta menambah kekayaan intelektual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Kanker Payudara
a. Pengertian
Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi
pertumbuhan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel
(jaringan) payudara, hal ini bisa terjadi terhadap wanita maupun pria
(Utami, 2012).
Kanker Payudara adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang
merupakan suatu pertumbuhan jaringan payudara abnormal yang
berbeda dengan jaringan sekitarnya (Suryaningsih, 2009).
b. Etiologi
Penyebab kanker belum diketahui, akan tetapi ada faktor –
faktor yang telah diketahui dan dikaitkan dengan kanker payudara.
Ada beberapa perempuan, yang mempunyai resiko terkena kanker
payudara. Faktor resiko ini bisa berasal dari dalam atau luar. Faktor
dari dalam adalah adanya riwayat pada keluarga yang menderita
kanker payudara. Faktor lainnya, hormon estrogen yang berlebihan
dalam tubuh, menstruasi pertama terlalu dini, yaitu kurang dari 12
tahun, melahirkan pertama diatas 30 tahun, tidak menikah, tidak
8
9
menyusui, menopause yang terlambat, terapi hormon yang berlebihan.
Sedangkan faktor resiko dari luar diantaranya terlalu banyak
mengkonsumsi lemak, pola makanan tidak baik, merokok, minum
alkohol, polusi dan lain-lain. (Wibisono, 2009 : 73)
c. Manifestasi Klinik
Tanda awal dari kanker payudara adalah ditemukannya
benjolan yang terasa berbeda pada payudara. Jika ditekan, benjolan ini
tidak terasa nyeri. Awalnya benjolan ini berukuran kecil, tapi lama
kelamaan
membesar
dan akhirnya
melekat
pada
kulit atau
menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau puting susu. Gejalagejala kanker payudara antara lain, terdapat benjolan di payudara yang
nyeri maupun tidak nyeri, keluar cairan dari puting, ada perlengketan
dan lekukan pada kulit dan terjadinya luka yang tidak sembuh dalam
waktu yang lama, rasa tidak enak dan tegang, retraksi putting,
pembengkakan lokal. Gejala lain yang ditemukan yaitu konsistensi
payudara yang keras dan padat, benjolan tersebut berbatas tegas
dengan ukuran kurang dari 5 cm, biasanya dalam stadium dini belum
ada penyebaran sel-sel kanker di luar payudara (Ridho, 2012).
10
d. Patofisiologi
Menurut Pazdur, et al., (2011) sel – sel kanker di bentuk dari
sel – sel normal dalam suatu proses rumit yang terdiri dari :
1) Fase Inisisasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan
genetik sel yang memancing sel menjadi ganas, perubahan dalam
bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu gen yang disebut
karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus dan radiasi,
ataupun sinar matahari, kepekaan terhadap suatu karsinoma tidak
dimiliki semua sel, kecuali apabila ada kelainan genetik dalam sel
yang diebut promotor yang menyebabkan sel lebih rentan terhadap
suatu karsinogen. Kepekaan sel terhadap karsinogen dapat terjadi
juga pada pasien dengan sakit menahun, demikian juga hormon
progresteron dapat menginduksi ductal side – braching pada
kelenjar payudara.
2) Fase Promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi
akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap
inisiasi tidak akan pernah terpengaruh oleh promosi. Karena itu
diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan
dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
11
3) Fase Metastasis
Metastasis menuju ke tulang merupakan hal yang kerap terjadi
pada kanker payudara, beberapa diantaranya disertai komplikasi
lain seperti simtoma hiperkalsemia, metastasi demikian bersifat
osteolitik, yang berarti bahwa osteoklas hasil induksi sel kanker
merupakan mediator osteolisis dan mempengaruhi diferensiasi dan
aktivasi osteoblas serta osteoblas lain hingga meningkatkan
resorpsi tulang.
e. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Anindyajati ( 2011) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada pasien kanker payudara adalah sebagai berikut :
Pada pemeriksaan awal dokter akan meraba payudara untuk
mendeteksi benjolan di payudara. Kelenjar getah bening di sekitar
ketiak dan tulang selangka pun ikut diperiksa untuk mencari benjolan
kanker. Saat sebuah benjolan ditemukan, maka akan ada berbagai tes
yang mungkin perlu dilakukan, apalagi untuk wanita berusia di atas 40
tahun. Dokter akan menyarankan USG payudara, mamogram, atau
MRI.
Sampai
saat
ini,
mamogram
masih
digunakan
untuk
mendiagnosis kanker payudara, meski kemampuannya mendeteksi
hanya sekitar 90% kasus. Sementara untuk memastikan kanker
payudara adalah dengan biopsi. Biopsi ada yang menggunakan jarum
halus dan ada juga yang sampai memotong jaringan kanker. Contoh
12
jaringan
hasil
biopsi
akan
diperiksa
dengan
mikroskop
di
laboratorium. Dari proses pengambilan sampel sampai pelaporan ke
dokter biasanya makan waktu 1-2 hari.
Pemeriksaan menggunakan alat pencitraan biasanya dilakukan
untuk mengetahui apakah kanker sudah menyebar ke bagian tubuh
lainnya. bisa menggunakan CT scan, MRI, PET scan, atau bone scan.
Selain tes di atas, kemajuan teknologi memungkinkan dilakukan tes
tumor seperti tes reseptor hormon estrogen dan progesteron dan tes
protein tumor HER2 dimana pemeriksaan tersebut menjadi bahan
pertimbangan untuk pemilihan pengobatan. Beberapa tes genetik
seperti tes gen 21 dilakukan untuk memprediksi berulangnya kanker
payudara pada wanita yang bersangkutan. Segala pemeriksaan di atas
sangat membantu hasil pemeriksaan fisik untuk menentukan stadium
kanker payudara, pengobatan dan prognosis penyakit. Sistem stadium
kanker payudara disusun berdasarkan sejauh mana kanker telah
menyebar, baik dari segi ukuran, kelenjar getah bening di sekitarnya,
maupun organ lain yang berada jauh dari tempat asal kanker. Dan
analisa ini membantu seorang dokter untuk menentetukan tindakan
pengobatan yang akan dilakukan (Anindyajati, 2011).
\
13
f. Komplikasi
Menurut Otto (2005) dalam Solehati dan Kosasih (2015),
komplikasi yang sering terjadi antara lain : metastasis jauh ke tulang,
paru, pleura, hati, dan kelenjar adrenal. Metastasis pada organ tersebut
yang paling sering terjadi akibat adanya kanker payudara. Hali ini
terjadi karena letak payudara yang berdekatan dengan organ – organ
tersebut. Selain metastasis ke tulang, paru, pleura, hati, dan kelenjar
adrenal, kanker payudara juga dapat bermetastasis lebih jauh ke organ
lain, seperti otak, kelenjar tiroid, leptomeningen, mata, pericardium,
dan ovarium.
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker payudara dapat bersifat lokal maupun
sistemik. Terapi pembedahan termasuk tatalaksana lokal yang lebih
banyak dipilih oleh penderita kanker payudara. Pilihannya bisa dengan
hanya mengangkat benjolannya, atau mengangkat keseluruhan
payudara. Ada pula pembedahan untuk mengangkat tumor yang
menyebar ke kelenjar getah bening. Tujuan terapi kanker adalah
menghancurkan sel kanker, bisa menggunakan sinar atau obat yang
didistribusikan ke seluruh tubuh, sehingga disebut terapi sistemik.
Penggunaan sinar berenergi tinggi untuk menghancurkan sel kanker
disebut terapi radiasi. Penyinaran bisa dilakukan dengan mesin dari
14
luar tubuh atau menempatkan objek radioaktif di sekitar tumor
(Anindyajati, 2011).
Kemoterapi menggunakan obat untuk menghancurkan sel
kanker yang berbentuk pil atau suntikan yang diberi berkala.
Pengobatan yang bersifat siklus ini memiliki fase istirahat setiap 3 atau
6 bulan. Pilihan lain terapi sistemik adalah terapi hormon bila kanker
payudaranya responsif. Selain itu ada juga terapi target, yakni
penggunaan obat tertentu yang secara spesifik menargetkan sel kanker
untuk dihancurkan. Metode ini juga bagian dari terapi sistemik dengan
pendekatan imunologi (Anindyajati, 2011).
h. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Wijaya et.al., (2013) pengkajian yang dapat dilakukan
pada pasien kanker payudara adalah sebagai berikut :
a. Identitas (lihat faktor – faktor predisposisi)
b. Keluhan utama ada benjolan pada payudara dan keluhan lain – lain
serta sejak kapan, riwayat penyakit (perjalanan penyakit, pengobatan
yang telah diberikan), faktor etiologi/resiko.
c. Konsep diri mengalami perubahan pada sebagian besar klien dengan
kanker payudara.
15
d. Pemeriksaan klinis
Mencari benjolan karena organ payudara dipengaruhi oleh faktor
hormon antara lain esterogen dan progesteron, maka sebaiknya
pemeriksaan ini dilakukan saat pengaruh hormonal ini seminimal
mungkin/setelah menstruasi kurang lebih 1 minggu dari hari akhir
menstruasi. Klien duduk dengan tangan berada disamping dan
pemeriksaan berdiri dalam posisi tegak.
e. Inspeksi
1) Simetris payudara kiri – kanan
2) Kelainan papilla, letak dan bentuk, adakah putting susu, kelainan
kulit, ulserasi, dan lain – lain. Inspeksi ini juga dilakukan dalam
keadaan kedua lengan diangkat ke atas untuk melihat apakah ada
bayangan tumor dan di bawah kulit yang ikut bergerak atau
adakah bagian yang tertinggal, dimpling dan lain – lain.
f. Palpasi
1) Klien berbaring dan diusahakan agar payudara terbuka bebas, jika
perlu punggung diganjal bantal kecil.
2) Konsistensi,
banyak,
lokasi,
infiltrasi,
besar,
batas
operabilitas.
3) Pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar aksila)
4) Adakah metastase pada organ lainnya yang ada disekitarnya.
5) Stadium kanker
dan
16
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang klinis
1) Pemeriksaan radiologi
a) Mammografi/USG Mammae
b) X – foto thoraks
c) Kalau perlu (Galktografi, Tulang – tulang, USG abdomen,
Bone scan, CT scan)
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Rutin, darah lengkap, urine
b) Gula darah puasa, dan 2 jpp
c) Enzym alkali fosfat, LDH
d) CEA, MCA, AFP
e) Hormon reseptor ER, PR
f) Aktivitas esterogen/vaginal smear
3) Pemeriksaan sitologis
a) FNA dari tumor
b) Cairan kista dan pleura effusion
c) Sekret putting susu
4) Pemeriksaan sitologis/patologis
a) Pasca operasi dari spesimen operasi
17
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wijaya et.al., (2013) diagnosa keperawatan
yang dapat
diambil pada pasien kanker payudara adalah sebagai berikut :
a. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemoterapi)
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
f. Kerusakan membran
mukosa oral berhubungan dengan efek
samping obat (kemoterapi)
g. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan zat kimia
(kemoterapi)
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis.
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan nyeri berkurang
atau dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1) Pasien tidak meringis kesakitan menahan nyeri
2) Pasien mengatakan rasa nyaman
3) Skala nyeri berkurang
18
4) Tanda – tanda vital dalam batas normal
Intervensi keperawatan :
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik
pertama kali
c) Ajarkan tentang teknik non farmakologi ( relaksasi otot
progresif)
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
b. Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan anoreksia
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan nutrisi
pasien terpenuhi dengan kriteria hasil :
1) Paisen mengatakan nafsu makan meningkat
2) Pasien mengatakan tidak mual muntah
3) Paisen tidak mengalami penurunan berat badan
4) Pemeriksaan hemoglobin dalam batas normal
Intervensi keperawatan :
a) Monitor adnya penurunan berat badan, mual muntah, kadar
albumin, total protein , Hb, Ht
b) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
19
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d) Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemoterapi)
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan infeksi tidak
terjadi dengan kriteria hasil :
1) Pasien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan
pencegahan infeksi
2) Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi
3) Tanda – tanda vital dalam batas normal
Intervensi keperawatan :
a) Monitor tanda dan gejala infeksi, hitung granulosit, WBC
b) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan
c) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan ansietas tidak
terjadi dengan kriteria hasil :
1) Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
20
2) Pasien
mampu
mengidentifiksasi,
mengungkapkan
dan
menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
3) Tanda – tanda vital dalam batas normal
Intervensi keperawatan :
a) Identifikasi tingkat kecemasan
b) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
c) Instruksikan paisen menggunakan teknik relaksasi
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti ansietas
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
Tujuan :
Setelah
dilakukan
intervensi
keperawatan
diharapkan
defisit
pengetahuan tidak terjadi dengan kriteria hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan
2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi keperawatan :
a) Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat
b) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
21
c) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemilihan terapi dan penanganan
f. Kerusakan membran
mukosa oral berhubungan dengan efek
samping obat (kemoterapi)
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan kerusakan
membran mukosa tidak terjadi dengan kriteria hasil :
1) Membran mukosa pasien tidak mengalami kerusakan
2) Pasien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal
3) Pasien
mampu
mendemonstrasikan
teknik
mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut
Intervensi keperawatan :
a) Monitor tanda dan gejala stomatitis dan glossitis
b) Berikan pelumas/jelly pada membrane mukosa/bibir
c) Intsruksikan dan dampingi paisen dalam melakukan oral hygiene
setelah makan
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemilihan terapi dan penanganan
dan metode alternatif tentang perawatan oral jika terjadi iritasi
pada membran mukosa
22
g. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan zat kimia
(kemoterapi)
Tujuan :
Setelah
dilakukan
intervensi
keperawatan
diharapkan
resiko
kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil :
1) Integritas kulitbyang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
2) Tidak ada luka/lesi pada kulit
3) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
Intervensi keperawatan :
a) Monitor kulit akan adanya kemerahan
b) Oleskan lotion/ minyak baby oil pada daerah yang tertekan
c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan lembab
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemilihan terapi dan penanganan
2. Kemoterapi
a. Pengertian
Menurut Denton dalam Fauziana (2011) kemoterapi adalah
proses pemberian obat – obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau
kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker, tidak
hanya sel kanker pada payudara, tetapi juga sel-sel yang ada diseluruh
tubuh.
23
Kemoterapi menggunakan obat untuk menghancurkan sel
kanker yang berbentuk pil atau suntikan yang diberi berkala.
Pengobatan yang bersifat siklus ini memiliki fase istirahat setiap 3 atau
6 bulan (Anindyajati, 2011).
b. Tujuan
Menurut Brule (1973) dalam Rasjidi (2013), terdapat tujuh
indikasi pemberian kemoterapi yaitu :
1) Kesembuhan dari kanker
2) Memperpanjang hidup dan remisi
3) Memperpanjang interval bebas kanker
4) Paliasi gejala apabila kanker tidak dapat di radiasi
5) Pengecilan ukuran kanker
6) Menghilangkan gejala paraneoplasma
c. Mekanisme Kerja Kemoterapi
Cara kerja obat kemoterapi adalah dengan membunuh sel – sel
kanker , pemberiannya dapat dilakukan dengan injeksi/infus, atau oral
dalam bentuk pil. Obat kemoterapi bekerja dengan menghancurkan sel
– sel yang tumbuh dengan sangat cepat, akan tetapi obat tidak dapat
membedakan sel kanker yang tumbuh cepat atau sel normal yang
tumbuh cepat, sehingga sel – sel normal yang tumbuh cepat juga ikut
dihancurkan seperti sel – sel rambut, dan sel – sel darah, oleh karena
24
itu akan timbul berbagai gangguan atau efek samping, seperti
gangguan aktivitas fisik dan social (Costello dan Elirchman, 2011).
d. Efek Samping Kemoterapi
Menurut Nisman (2011) dalam Sari et.al, (2012), efek samping
fisik kemoterapi yang umum adalah pasien akan mengalami mual dan
muntah, perubahan rasa kecap, rambut rontok (alopesia), mukositis,
dermatitis, keletihan, kulit menjadi kering bahkan kuku dan kulit bisa
sampai menghitam, tidak nafsu makan, dan ngilu pada tulang.
Kemoterapi memiliki efek samping, baik fisik (rambut rontok,
kulit menghitam, mual, muntah, dan sebagainya) maupun psikologis
(cemas, depresi, kehilangan harapan hidup, penurunan kualitas hidup,
dan sebagainya) pada penderita yang menjalani kemoterapi (Solehati
dan Kosasih, 2015).
3. Nyeri
a. Pengertian
Nyeri merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada
pasien kanker. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan yang dihubungkan dengan jaringan yang rusak
(Rosjidi, 2010).
Nyeri
yang
disebabkan
disebabkan
oleh
tumor
yang
menyebabkan kompresi saraf sentral maupun perifer atau nyeri di
jaringan lunak. Nyeri akibat dari pengobatan kanker, kemoterapi dapat
25
menyebabkan neuropati dan nekrosis jaringan menimbulkan nyeri.
Nyeri yang tidak berhubungan dengan tumor, kondisi pasien yang
mengalami distensi lambung, trombosis, emboli, infeksi, nyeri
musculoskleletal (Murtedjo,2006).
Menurut Sukardja (2000) dalam Wijaya et, al., (2014) nyeri
pada penderita kanker berasal dari nyeri somatic yaitu adanya
kerusakan jasmaniah akibat adanya kanker berupa nyeri nosiseptik
yaitu nyeri karena rangsangan nosiseptor aferen saraf perifer yang
diakibatkan oleh pengaruh prostaglandin E, sirkulasi darah buruk
karena ada pembuluh darah yang tidak lancar. Nyeri juga karena
terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung reseptor
nyeri dan juga karena tarikan, jepitan atau metastase. Pada kanker
payudara terjadi nyeri karena peradangan, nyeri ini karena kerusakan
ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh
pembengkakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nyeri yang
disebabkan oleh terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
b. Cara Mengukur Nyeri
Persepsi nyeri dapat diukur dengan menggunakan alat ukur
intensitas nyeri. Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas nyeri
adalah dengan
memakai skala intensitas nyeri. Adapun skala
intensitas nyeri yang dikemukan Perry dan Potter (2000) dalam
Solehati dan Kosasih (2015) adalah :
26
a. Skala Analog Visual
Skala ini berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm. Ujung
kiri skala mengidentifikasi tidak ada nyeri dan ujung kanan
menandakan nyeri yang berat. Untuk menilai hasil, sebuah
penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat klien
pada garis tidak ada nyeri, kemudian diukur dan ditulis dalam
ukuran centimeter. Pada skala ini, garis dibuat memanjang tanpa
ada suatu tanda angka, kecuali angka 0 dan angka 10.
Skala ini dapat dipersepsikan sebagai berikut :
0 = tidak ada nyeri
1-2 = nyeri ringan
3-4 = nyeri sedang
5-6 = nyeri berat
7-8 = nyeri sangat berat
9-10 = nyeri buruk sampai tidak tertahankan
0
Tidak ada nyeri
10
Nyeri berat
Gambar 2.1 Skala Analog Visual (VAS)
Sumber : Elkin, et al., (2000) dalam Solehati dan Kosasih (2015)
27
b. Skala Numerik
Skala ini berbentuk garis horizontal yang menunjukkan angka
– angka dari 0 – 10, yaitu angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri
dan angka 10 menunjukkan nyeri yang paling hebat. Skala ini
merupakan garis panjang berukuran 10 cm, yaitu setiap
panjangnya 1 cm diberi tanda. Skala ini dapat dipakai pada klien
dengan nyeri yang hebat atau klien yang baru mengalami operasi.
Tingkat angka yang ditunjukkan oleh klien dapat digunakan untuk
mengkaji efektivitas dari intervensi pereda rasa nyeri.
Menurut Wong (1995) dalam Solehati dan Kosasih (2015), skala
ini dapat dipersepsikan sebagai berikut :
0 = tidak ada nyeri
1-3 = sedikit nyeri
3-7 = nyeri sedang
7-9 = nyeri berat
10 = nyeri yang paling hebat
1
2
Tidak
ada nyeri
3
4
5
6
7
8
9
10
nyeri paling
hebat
Gambar 2.2 Skala Intensitas nyeri Numerik 0-10
Sumber : Elkin, et al., (2000) dalam Solehati dan Kosasih (2015)
28
c. Skala Faces Pain Rating Scale (FPRS)
FPRS merupakan skala nyeri dengan model gambar kartun
dengan enam tingkatan nyeri dan dilengkapi dengan angka dari 0
sampai dengan 5. Skala ini biasanya digunakan untuk mengukur
skala nyeri pada anak.
Adapun pendeskripsian skala tersebut adalah sebagai berikut :
0 = tidak menyakitkan
1 = sedikit sakit
2 = lebih menyakitkan
3 = lebih menyakitkan lagi
4 = jauh lebih menyakitkan lagi
5 = benar – benar menyakitkan
Gambar 2.3 Skala Faces Pain Rating Scale
Sumber : Elkin, et al., (2000) dalam Solehati dan Kosasih (2015)
29
4. Progressive Muscle Relaxation
a. Pengertian
Menurut Richmond (2007) dalam Alim (2010) Progressive
Muscle Relaxation merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan
relaksasi pada otot melalui dua otot. Progressive Muscle Relaxation
merupakan
satu
bentuk
terapi
relaksasi
dengan
gerakan
mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada satu bagian tubuh
pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik.
Sedangkan menurut
Ignativiticious (1995) dalam Solehati dan
Kosasih (2015:186) Relaksasi otot atau relaksasi progresif adalah
suatu metode yang terdiri dari atas peregangan dan relaksasi
sekelompok otot, serta menfokuskan pada perasaan rileks.
b. Tujuan
Tujuan relaksasi otot (progressive muscle relaxation) menurut Potter
dan Perry (2005) dalam Solehati dan Kosasih (2015 : 186) adalah
sebagai berikut :
1) Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan
punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik
2) Mengurangi disritmia jantung
3) Mengurangi kebutuhan oksigen
4) Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika pasien
sadar dan tidak menfokuskan perhatian secara rileks
30
5) Meningkatkan rasa kebugaran dan konsentrasi
6) Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress
7) Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot,
fobia ringan, gagap ringan
8) Membangun emosi positif dari emosi negatif
c. Prosedur
Menurut
Solehati
dan
Kosasih
(2015:212)
prosedur
Progressive Muscle Relaxation atau relaksasi otot progresif adalah
sebagai berikut :
1) Persiapan pasien
a) Identifikasi tingkat cemas klien, daerah nyeri, tingkat nyeri,
dan kekakuan otot
b) Kaji kesiapan pasien dan perasaan pasien
c) Berikan penjelasan tentang
Progressive Muscle Relaxation
dan inform consent
2) Persiapan Alat dan Ruangan
a) Ciptakan atau modifikasikan agar ruangan sejuk dan tidak
gaduh
b) Sediakan tempat tidur atau kursi dengan sandaran rileks, yaitu
ada penopang untuk kaki dan bahu
3) Tindakan
a) Jelaskan tujuan terapi dan prosedur yang akan dilakukan
31
b) Berikan posisi nyaman
c) Bantu pasien untuk mendapatkan posisi nyaman tersebut
d) Anjurkan pasien untuk berbaring atau duduk bersandar (ada
sandaran untuk kaki dan bahu)
e) Bimbing pasien untuk melakukan latihan menarik napas dalam
dan menarik napas melalui hidung dan menghembuskannya
melalui mulut seperti bersiul secara perlahan
f) Bimbing pasien untuk mengencangkan otot tersebut selama 5
sampai 7 detik. Kemudian, bimbing pasien merileksasikan otot
selama 20 sampai dengan 30 detik.
g) Bimbing pasien untuk mengencangkan dahi dengan cara
mengerutkan dahi ke atas selama 5 – 7 detik, kemudian
rilekskan selama 20 – 30 detik. Pasien diminta untuk
merasakan rileksnya daerah dahi.
h) Bimbing pasien untuk mengencangkan bahu dengan cara
menarik bahu ke atas selama 5 – 7 detik, kemudian rilekskan
bahu selama 20 – 30 detik. Pasien diminta merasakan rileksnya
bahu dan merasakan aliran darah mengalir secara lancar.
i)
Bimbing pasien untuk mengepalkan telapak tangan dan
mengencangkan otot bisep selama 5 – 7 detik, kemudian
rilekskan selama 20 – 30 detik. Pasien diminta merasakan
rileksnya dan merasakan aliran darah mengalir secara lancar.
32
j) Bimbing pasien untuk mengencangkan betis dengan cara ibu
jari ditarik ke belakang bisep selama 5 – 7 detik, kemudian
rileksasikan selama 20 – 30 detik. Pasien diminta merasakan
rileksnya dan rasakan aliran darah mengalir secara lancar.
k) Selama kontraksi, pasien dianjurkan merasakan kencangnya
otot – otot. Selama relaksasi, anjurkan pasien untuk konsentrasi
merasakan rileksnya otot – otot.
4) Lakukan Evaluasi
a) Identifikasi
rasa
nyerinya
setelah
dilakukan
intervensi
Progressive Muscle Relaxation
b) Identifikasi tingkat kecemasannya setelah dilakukan intervensi
Progressive Muscle Relaxation
c) Identifikasi daerah otot – otot yang terasa tegang
5) Bereskan Pasien
a) Kembalikan pasien pada posisi yang diinginkan
33
Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) persiapan untuk
melakukan teknik ini yaitu:
a. Persiapan Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta
lingkungan yang tenang dan sunyi.
1) Pahami tujuan, manfaat, prosedur.
2) Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata
tertutup menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau
duduk di kursi dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.
3) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan
sepatu.
4) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya
mengikat.
b. Prosedur
1) Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.
a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi.
c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10
detik.
d) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga
dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan relaks yang dialami.
34
e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.
2) Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian
belakang.
a) Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan
sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang.
b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.
35
3) Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar
padabagian atas pangkal lengan).
a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.
b) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga
otot biseps akan menjadi tegang.
4) Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya
mengendur.
a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga
menyentuh kedua telinga.
b) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang
terjadi di bahu punggung atas, dan leher.
36
5) Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah
(seperti dahi, mata, rahang dan mulut).
a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis
sampai otot terasa kulitnya keriput.
b) Tutup
keras-keras
ketegangan
di
mata
sekitar
sehingga
mata
mengendalikan gerakan mata.
dan
dapat
dirasakan
otot-otot
yang
37
6) Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang
dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan
menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan di sekitar otot
rahang.
7) Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar
mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan
dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
8) Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian
depan maupun belakang.
a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru
kemudian otot leher bagian depan.
b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian
rupa sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian
belakang leher dan punggung atas.
38
9) Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.
a) Gerakan membawa kepala ke muka.
b) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan
ketegangan di daerah leher bagian muka.
10) Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung
a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.
b) Punggung dilengkungkan
c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,
kemudian relaks.
d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil
membiarkan otot menjadi lurus.
39
11) Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.
a) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara
sebanyak-banyaknya.
b) Ditahan
selama
beberapa
saat,
sambil
merasakan
ketegangan di bagian dada sampai turun ke perut,
kemudian dilepas.
c) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.
d) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan
antara kondisi tegang dan relaks.
12) Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut
a) Tarik dengan kuat perut ke dalam.
40
b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik,
lalu dilepaskan bebas. Ulangi kembali seperti gerakan awal
untuk perut.
13) Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki
(seperti paha dan betis).
a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa
tegang.
b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa
sehingga ketegangan pindah ke otot betis.
c) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.
d) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.
41
B. Kerangka Teori
Faktor
resiko
penyebab
kanker
payudara yaitu
- Faktor
dari
dalam
(riwayat
keluarga, hormon estrogen yang
berlebihan,
menstruasi
pertama
Kanker Payudara
terlalu dini, dll
- Faktor resiko dari luar diantaranya
terlalu
banyak
mengkonsumsi
lemak, pola makanan tidak baik,
merokok, minum alkohol, polusi
Penatalaksanaan :
dan lain-lain.
- Mastektomi (parsial, total,
radikal)
- Penyinaran
- Kemoterapi sistematik
Mual dan
Nyeri
Resiko
- Terapi hormon
Infeksi
Muntah
Pemberian tindakan
Progressive Muscle Relaxation
Menurunkan Nyeri
Gambar 2.4 Kerangka Teori
(Solehati dan Kosasih, 2015)
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek dari aplikasi jurnal ini adalah Ny. B usia 53 tahun, dengan diagnosa
medis kanker payudara yang menjalani kemoterapi dengan keluhan nyeri.
B. Tempat dan Waktu
Pengaplikasian jurnal ini dilakukan di Ruang Mawar 3 Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta selama 3 hari yaitu pada tanggal 07 – 09 Januari 2016.
C. Media dan Alat Yang Digunakan
1. Tempat tidur atau kursi dengan sandaran rileks ada penopang kaki dan bahu
2. Wawancara, berpedoman pada skala numerik untuk melihat tingkat
keparahan terhadap nyeri seorang pasien
D. Prosedur Tindakan
Menurut Solehati dan Kosasih (2015:212) prosedur Progressive Muscle
Relaxation atau relaksasi otot progresif adalah sebagai berikut :
a. Persiapan pasien
a. Identifikasi tingkat cemas klien, daerah nyeri, tingkat nyeri, dan
kekakuan otot
42
43
b. Kaji kesiapan pasien dan perasaan pasien
c. Berikan penjelasan tentang Progressive Muscle Relaxation dan inform
consent
b. Persiapan Alat dan Ruangan
a. Ciptakan atau modifikasikan agar ruangan sejuk dan tidak gaduh
b. Sediakan tempat tidur atau kursi dengan sandaran rileks, yaitu ada
penopang untuk kaki dan bahu
c. Tindakan
a. Jelaskan tujuan terapi dan prosedur yang akan dilakukan
b. Berikan posisi nyaman
c. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi nyaman tersebut
d. Anjurkan pasien untuk berbaring atau duduk bersandar (ada sandaran
untuk kaki dan bahu)
e. Bimbing pasien untuk melakukan latihan menarik napas dalam dan
menarik napas melalui hidung dan menghembuskannya melalui mulut
seperti bersiul secara perlahan
f. Bimbing pasien untuk mengencangkan otot tersebut selama 5 sampai 7
detik. Kemudian, bimbing pasien merileksasikan otot selama 20 sampai
dengan 30 detik.
g. Bimbing pasien untuk mengencangkan dahi dengan cara mengerutkan
dahi ke atas selama 5 – 7 detik, kemudian rilekskan selama 20 – 30
detik. Pasien diminta untuk merasakan rileksnya daerah dahi.
44
h. Bimbing pasien untuk mengencangkan bahu dengan cara menarik bahu
ke atas selama 5 – 7 detik, kemudian rilekskan bahu selama 20 – 30
detik. Pasien diminta merasakan rileksnya bahu dan merasakan aliran
darah mengalir secara lancar.
i.
Bimbing
pasien
untuk
mengepalkan
telapak
tangan
dan
mengencangkan otot bisep selama 5 – 7 detik, kemudian rilekskan
selama 20 – 30 detik. Pasien diminta merasakan rileksnya dan
merasakan aliran darah mengalir secara lancar.
j. Bimbing pasien untuk mengencangkan betis dengan cara ibu jari ditarik
ke belakang bisep selama 5 – 7 detik, kemudian rileksasikan selama 20
– 30 detik. Pasien diminta merasakan rileksnya dan rasakan aliran darah
mengalir secara lancar.
k. Selama kontraksi, pasien dianjurkan merasakan kencangnya otot – otot.
Selama relaksasi, anjurkan pasien untuk konsentrasi merasakan
rileksnya otot – otot.
d. Lakukan Evaluasi
a. Identifikasi rasa nyerinya setelah dilakukan intervensi Progressive
Muscle Relaxation
b. Identifikasi
tingkat
kecemasannya
setelah
Progressive Muscle Relaxation
c. Identifikasi daerah otot – otot yang terasa tegang
dilakukan
intervensi
45
e. Bereskan Pasien
a. Kembalikan pasien pada posisi yang diinginkan
E. Alat Ukur
Instrumen dalam pengaplikasian jurnal ini adalah menggunakan alat ukur
nyeri yang berpedoman pada skala numerik. Skala ini berbentuk garis horizontal
yang menunjukkan angka – angka dari 0 – 10, yaitu angka 0 menunjukkan tidak
ada nyeri dan angka 10 menunjukkan nyeri yang paling hebat. Skala ini
merupakan garis panjang berukuran 10 cm, yaitu setiap panjangnya 1 cm diberi
tanda. Skala ini dapat dipakai pada klien dengan nyeri yang hebat atau klien yang
baru mengalami operasi. Tingkat angka yang ditunjukkan oleh klien dapat
digunakan untuk mengkaji efektivitas dari intervensi pereda rasa nyeri.
Menurut Wong (1995) dalam Solehati dan Kosasih (2015), skala ini dapat
dipersepsikan sebagai berikut :
1 = tidak ada nyeri
1-3 = sedikit nyeri
3-7 = nyeri sedang
7-9 = nyeri berat
10 = nyeri yang paling hebat
46
1
2
Tidak
ada nyeri
3
4
5
6
7
8
9
10
nyeri paling
hebat
Gambar 3.1 Skala Intensitas nyeri Numerik 0-10
Sumber : Elkin, et al., (2000) dalam Solehati dan Kosasih (2015)
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 07 Januari 2016, dan pengkajian hari
pertama pada tanggal 07 Januari 2016 pada jam 10.00 WIB, pasien masuk pada
tanggal 04 Januari 2016 jam 07.00 WIB. Pengkajian ini dilakukan dengan
menggunakan metode anamnesa, observasi langsung, pemeriksaan fisik, serta
menelaah catatan medis dan catatan perawat. Hasil pengkajian didapatkan identitas
pasien, bahwa pasien bernama Ny. B, umur 53 tahun, agama Islam, pendidikan
SD, pekerjaan swasta, alamat Madiun-Jawa Timur, nomor register 0129xxxx, di
rawat di ruang Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi, sudah sejak tanggal 04 Januari
2016 pasien menjalani perawatan kemoterapi dengan diagnosa kanker payudara.
Nama penanggung jawab pasien adalah Ny. B, umur 53 tahun, pendidikan SD,
pekerjaan swasta, alamat Madiun-Jawa Timur.
B. Pengkajian Riwayat Kesehatan
1. Pengkajian Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian dilakukan pada tanggal 07 Januari 2016 di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Ketika dilakukan pengkajian terhadap pasien tentang
riwayat keperawatan, keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri pada
daerah bekas operasi payudara kiri. Riwayat pengkajian sekarang Ny. B datang
ke poliklinik Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk
menjalani kemoterapi ke- 9. Klien melakukan operasi pada payudara kiri sudah
1 tahun yang lalu yaitu pada bulan Januari 2015 di Rumah Sakit Griya Husada
Madiun. Klien datang ke poliklinik Obstetri Ginekologo RSUD Dr. Moewardi
Surakarta pada tanggal 04 Januari 2016 pada jam 07.00 WIB dan dilakukan
47
48
pemeriksaan tanda – tanda vital dengan hasil sebagai berikut : tekanan darah
120/80 mmHg, Respiratory Rate 23 kali/menit, Heart Rate 89 kali/menit, dan
suhu 370 C. Kemudian pada jam 08.30 WIB pasien dipindahkan ke ruang
Mawar 3 untuk menjalani kemoterapi.
Pengkajian kesehatan atau penyakit saat ini yaitu gejala awal yang
dirasakan pasien adalah nyeri pada sekitar bekas operasi payudara kiri. Pasien
mengatakan apabila merasakan nyeri sekitar bekas operasi payudara kiri maka
pasien akan beristirahat dan mengompresnya dengan air panas. Pasien
mengatakan nyeri akan muncul ketika pasien terlalu kecapekan (beraktivitas
berat). Pada pengkajian deskripsi gejala pasien mengatakan nyeri sekitar bekas
operasi payudara kiri saat pasien terlalu kecapekan. nyeri cenut – cenut, skala
nyeri 3, nyeri muncul sewaktu – waktu dengan durasi sekitar 15 detik.
Pada pengkajian riwayat ginekologi didapatkan hasil pengkajian riwayat
menstruasi pasien yaitu 5-7 hari dengan siklus menstruasi 30 hari. Pasien
mengatakan mengalami menstruasi pertama kali pada usia 11 tahun. Pasien
mengatakan mengalami menstruasi terakhir kurang lebih sekitar 5 tahun yang
lalu, yaitu pada tahun 2010. Pasien mengatakan saat menstruasi pasien
mengalami nyeri. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami perdarahan
tengah siklus.
Pengkajian menopause, pasien mengatakan sudah tidak menstruasi pada
usia 45 tahun. Pasien mengatakan tidak menggunakan alat kontrasepsi. Pasien
mengatakan hamil pertama kali pada usia 17 tahun. Pasien mengatakan tidak
memiliki riwayat penyakit menular seksual. Pasien mengatakan pernah
melahirkan 3 kali dan belum pernah mengalami abortus.
2. Pengkajian Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada pengkajian penyakit dan pengobatan, pasien mengatakan
sebelumnya tidak memiliki penyakit menular lainnya. Penyakit riwayat alergi,
pasien mengatakan tidak memiliki alegi obat – obatan dan makanan lainnya.
49
Pasien mengatakan sebelumnya pernah menjalani operasi payudara kiri karena
sakit kanker payudara kiri pada bulan Januari 2016 di Rumah Sakit Griya
Husada Madiun. Pengkajian riwayat perawatan di rumah sakit pasien
mengatakan pernah dirawat di rumah sakit untuk menjalani operasi dan
kemoterapi ke- 9. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan
sebelumnya.
Pengkajian perilaku yang beresiko, pasien mengatakan mempunyai gaya
hidup kurang sehat, pasien mengatakan suka mengkonsumsi makanan instan,
makanan bakar-bakaran, sayur-sayuran buah-buahan. Pasien mengatakan tidak
pernah merokok, suka minum kopi, tidak pernah minum alkohol, tidak pernah
menggunakan obat-obatan terlarang maupun melakukan hubungan seksual
yang terlarang. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami kekerasan maupun
penganiayaan fisik lainnya.
3. Pengkajian Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan didalam keluarganya tidak memiliki riwayat
penyakit menurun seperti hipertensi, diabetes mellitus, leukemia, dan
hemophilia. Pasien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang sedang
mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit. Pasien mengatakan didalam
keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jiwa.
Pengkajian riwayat kesehatan keluarga adalah sebagai berikut :
Ny. B (53 tahun)
50
Gambar 4.1 Genogram Ny. B
Keterangan :
: Perempuan
: Laki – laki
: Meninggal dunia
: Pasien
: Tinggal dalam satu rumah
4. Pengkajian Riwayat Psikososial
Pada pengkajian koping individu, pasien mengatakan sebelum sakit dia
selalu melayani kebutuhan keluarganya. Akan tetapi selama sakit pasien masih
bisa menyiapkan kebutuhan keluarganya, meskipun membutuhkan waktu yang
lebih lama. Pasien mengatakan saat akan menjalani kemoterapi pasien merasa
cemas. Pasien mengatakan selalu menggunakan obat dengan baik sesuai
dengan aturan dokter dan tidak pernah menyalahgunakan obat-obatan.
Pada pengkajian pola kesehatan pasien mengatakan sebelum sakit pasien
makan 3 kali sehari, jenis makanan yang dimakan pasien adalah nasi, lauk
pauk, sayur, air putih dan jus buah, makan habis 1 porsi dan tidak ada keluhan
apapun. Selama sakit, pasien mengatakan makan 3 kali sehari, selama sakit
pasien makan nasi, sayur, lauk pauk, buah dan air putih, tetapi pasien hanya
51
menghabiskan ½ porsi makan, pasien mengatakan tidak nafsu makan dan
mual. Pengkajian status nutrisi dengan pola ABCD yaitu antropometri : berat
badan pasien 70 kg dengan IMT 29,1 (obesitas derajat 1), selama sakit berat
badan pasien tetap 70 kg tinggi badan 155 cm dengan IMT 29,1 (obesitas
derajat 1), biochemical : hemoglobin 11 g/dl nilai normal : 12,0-15,6 g/dl,
clinical sign : mukosa bibir kering, pasien menghabiskan ½ porsi makan,
dietary : jenis makanan yang dikonsumsi bubur, sayur, lauk pauk, buah –
buahan, air putih.
Pada pengkajian hygine diri, pasien mengatakan sebelum sakit pasien
mandi 2 kali sehari dan selalu menggosok gigi sebanyak 3 kali sehari. Selama
sakit, pasien mengatakan mandi 2 kali sehari dan menggosok gigi sebanyak 3
kali sehari.
Pengkajian pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan
dapat bekerja dan beraktivitas secara mandiri (nilai tingkat aktivitas nol).
Selama sakit, pasien mengatakan masih bisa beraktivitas secara mandiri (nilai
aktivitas nol). Pada pola rekreasi, pasien mengatakan apabila pasien merasa
jenuh dan bosan, pasien selalu jalan – jalan dengan anak – anaknya.
Pada pengkajian pola spiritual, pasien mengatakan sebelum sakit pasien
selalu menjalankan sholat 5 waktu. Akan tetapi selama sakit pasien kadang –
kadang menjalankan sholat 5 waktu dan selalu berdzikir diatas tempat tidur.
5. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penilaian
Pada pengkajian pemeriksaan fisik keadaan umum pasien baik
(kesadaran penuh). Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan hasil
tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 80 kali permenit, pernafasan 22 kali
permenit, suhu 370 C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan hasil bentuk kepala
mesochepal, rambut megalami kerontokan karena efek dari kemoterapi
sebelumnya. Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis, sclera
tidak ikterik, pupil isokor, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pada
52
pemeriksaan hidung didapatkan hasil hidung simetris kanan dan kiri, bersih,
tidak ada sekret, tidak terpasang alat bantu pernafasan. Pada pemeriksaan
mulut didapatkan hasil gigi dan mulut bersih, tidak terdapat stomatitis, mukosa
bibir kering. Pada pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak terdapat
pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat pembesaran vena jugularis.
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil, inspeksi bentuk dada
simetris, ekspansi paru – paru kanan dan kiri sama, tidak menggunakan otot
bantu pernafasan. Palpasi didapatkan hasil vocal premitus kanan dan kiri sama.
Perkusi didapatkan hasil suara paru kanan dan kiri sonor. Pada pemeriksaan
auskultasi didapatkan hasil tidak terdapat suara tambahan. Pada pemeriksaan
jantung, inspeksi didapatkan hasil bentuk dada simetris, ictus cordis tidak
tampak. Palpasi didapatkan hasil ictus cordis teraba disela intercosta ke lima,
perkusi pekak dan batas jantung tidak melebar, auskultasi bunyi jantung I-II
murni, suara regular. Pada pemeriksaan payudara didapatkan hasil terdapat
bekas operasi pada payudara kiri, payudara sebelah kanan normal, putting susu
menonjol dan tidak terdapat benjolan. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi
didapatkan hasil perut datar, tidak terdapat luka bekas operasi. Auskultasi
didapatkan hasil bising usus 16 kali permenit. Perkusi didapatkan hasil pekak
pada kuadran I, timpani pada kuadra II, III, IV. Palpasi didapatkan hasil tidak
ada nyeri tekan pada seluruh kuadran, tidak terdapat massa pada semua
kuadran.
Pada pemeriksaan perineum dan genetalia, didapatkan hasil bersih, tidak
terdapat darah, tidak terpasang selang Dower Cateter (DC). Pada pemeriksaan
ekstremitas didapatkan hasil ekstremitas kanan atas kiri atas, kanan bawah dan
kiri bawah 5 (gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan perabaan
penuh), perabaan akral hangat, tidak terdapat oedema pada ektremitas atas dan
ekstremitas bawah.
53
6. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 04 Januari 2016
pemeriksaan darah rutin hemoglobin 11 gr/dl normal : 12-15,6, hematokrit 32
% normal : 33-45, leukosit 4,1 ribu/ul normal : 4,5-11, trombosit 227 ribu/ul
normal : 150-450, eritrosit 3,74 juta/ul normal : 4,1-5,1. Pada pemeriksaan
elektrolit didapatkan hasil glukosa darah sewaktu 162 mg/dl normal : 60-140,
SGOT 28 u/l normal : <31, SGPT 32 u/l normal : <34, albumin 4,3 g/dl normal
: 3,5-5,2, kreatinin 0,6 mg/dl normal : 0,6-1,1, ureum 21 mg/dl normal : <50.
Sedangkan pada pemeriksaan elektrolit didapatkan hasil natrium darah 135
mmol/l normal : 136-145, kalium darah 3,6 mmol/l normal : 3,3-5,1, kalsium
darah 1,04 mmol/l normal : 1,17-1,29.
Pada pemeriksaan USG pada tanggal 28 Oktober 2015 didapatkan hasil
klinis infiltrated ductal Ca mammae. Bone survey : Skull AP/lateral :
Alignment baik, trabekulasi tulang normal, bentuk dan ukuran sella tursica
dalam batas normal, tak tampak tanda – tanda peningkatan intracranial,
calvaria intak, tampak lesi titik batas tegas, tepi irreguler, bentuk relatif bulat,
multiple berbagai ukuran, proyeksi os. Parietas dextra et sinistra.
Thoracolumbal AP : alignment baik, curve normal, trabekulasi tulang normal,
superior dan inferior endplate tak tampak kelainan, corpus, pedicle dan
spatium intervetebral soft tissue mass/swelling, peoses osteolitik/blastik.
Pelvis/femur/cruris kanan kiri AP : alignment baik, trabekulasi tulang normal,
sacroilliaca joint dan hip point kanan kiri normal, shenton’s line kanan kiri
simetris, tak tampak erosi/destruksi tulang, soft tissue mass/swelling, proses
osteolitik/blastik. Kesimpulan : dapat merupakan bone metastase di os.
Parietal dextra et sinistra. Saran : CT scan kepala dengan kontras.
Pada pemeriksaan thorak pada tanggal 15 Oktober 2015 didapatkan hasil
coroner besar dan berbentuk normal. Pulmo, tak tampak infiltrate/nodule
dikedua lapang paru, corakan bronkovaskuler normal, hemidiaphragma kanan
54
kiri normal, trachea ditengah, tak tampak proses osteolitik/blastik pada tulang –
tulang yang tervisualisasi. Kesimpulan tak tampak gambaran pulmonal dan
bone metastasis.
7. Terapi farmakologi
Terapi yang didapat pasien saat rawat inap di ruang Mawar 3 pada
tanggal 07 Januari 2016 adalah terapi intravena Natrium Clorida 0,9 % 500 ml
20 tetes permenit, Ondansentron 4 mg/8jam, dexametason 5 mg/8jam, obat
yang diberikan secara oral adalah vitamin B complex 20mg/8jam dan CaCo3
800mg/8jam. Terapi sitostatika yang didapatkan adalah Tratuzumab 250 mg
dalam 500 ml Nacl 30 tetes permenit dan Paclitaxel 100 mg dalam 500 ml Nacl
30 tetes permenit.
C. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian pada pasien pada tanggal 07 Januari 2016
didapatkan 3 diagnosa keperawatan :
Data subjektif : pasien mengatakan nyeri sekitar bekas operasi payudara kiri
saat terlalu kecapekan, kualitas nyeri cenut-cenut, nyeri sekitar bekas operasi
payudara kiri, skala nyeri 3, nyeri sewaktu-waktu dengan durasi sekitar 15 detik.
Data objektif : pasien tampak gelisah dan pasien tidak menahan nyeri. Sehingga
didapatkan diagnosa keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera
biologis.
Data subjektif : pasien mengatakan cemas, pasien menjalani operasi
payudara kiri 1 tahun yang lalu. Data objektif : wajah pasien tegang, gugup,
pemeriksaan tanda – tanda vital menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
96 kali permenit, respirasi 24 kali permenit. Sehingga didapatkan diagnosa
keperawatan adalah ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Data subjektif : pasien mengatakan mual, dan tidak nafsu makan. Data
objektif : pasien tampak pucat, mukosa bibir kering, makan habis ½ porsi,
55
terpasang obat kemoterapi : Tratuzumab 250 mg dalam 500 ml Nacl 30 tetes
permenit dan Paclitaxel 100 mg dalam 500 ml Nacl 30 tetes permenit. Sehingga
didapatkan diagnosa keperawatan adalah mual berhubungan dengan farmaseutikal
(obat).
D. Intervensi Keperawatan
Tujuan yang dibuat penulis berdasarkan masalah keperawatan adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan masalah dapat
teratasi dengan
kriteria
hasil
menggunakan
metode SMART
(Specific,
Measurable, Achievable, Rasional, Timing) dan intervensi keperawatan ONEC
(Observation, Nursing needed, Education and Colaboration), intervensi
keperawatan pada Ny. B adalah :
Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis. Tujuannya adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri
berkurang dengan kriteria hasil : pasien mampu mengontrol tidak meringis
kesakitan menahan nyeri, pasien mengatakan rasa nyaman, tanda-tanda vital dalam
batas normal, skala nyeri berkurang/skala nyeri turun menjadi 0. Intervensi atau
rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny. B yaitu lakukan pengkajian
nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, dan faktor presipitasi dengan rasional untuk mengetahui karakteristik
nyeri pasien, monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian tindakan dengan
rasional agar tanda-tanda vital terkontrol, ajarkan tentang teknik relaksasi otot
progresif dengan rasional untuk mengurangi nyeri, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgetik dengan rasional untuk mengurangi nyeri secara
farmakologi.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Tujuannya adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah keperawatan
ansietas dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mampu mengidentifikasi dan
56
mengungkapkan gejala cemas, tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi
atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.B yaitu identifikasi
tingkat kecemasan dengan rasional mengetahui tingkat kecemasan, jelaskan semua
prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur dengan rasional agar pasien
mengetahui prosedur yang akan dilakukan, instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional agar cemas berkurang.
Mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat). Tujuannya adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah keperawatan mual
dapat teratasi dengan kriteria hasil mual berkurang/tidak mual lagi, peningkatan
nafsu makan. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.B
yaitu observasi asupan makanan dengan rasional untuk mengetahui asupan makan
pasien, anjurkan untuk makan sedikit tapi sering dengan rasional untuk memenuhi
nutrisi pasien, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antimual dengan
rasional untuk mengurangi mual, kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet
makanan dengan rasional agar nutrisi terpenuhi.
E. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 07 Januari 2016 pada jam
09.00 WIB pada diagnosa keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan agen
cedera biologis yaitu melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi dengan
respon subjektif pasien mengatakan nyeri daerah bekas operasi payudara kiri saat
terlalu kecapekan, quality pasien mengatakan nyeri cenut-cenut, region nyeri
sekitar bekas operasi payudara kiri, scale skala nyeri 3, time nyeri sewaktu-waktu
dengan durasi sekitar 15 detik dan respon objektif yaitu pasien tampak gelisah,
pasien tampak tidak menahan nyeri. Jam 09.15 WIB memonitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian tindakan relaksasi otot progresif dengan respon subjektif
pasien mengatakan tekanan darah tidak pernah tinggi dan respon objektif
57
pengukuran tanda-tanda vital menunjukkan hasil tekanan darah 110/70 mmHg
nadi 96 kali permenit respirasi 24 kali permenit suhu 370 C.
Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 07 Januari 2016 pada
diagnosa keperawatan adalah ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan yaitu jam 09.20 WIB mengidentifikasi tingkat kecemasan dengan
respon subjektif pasien mengatakan bersedia diidentifikasi dan respon objektif
pasien tampak tegang, gugup, tekanan darah 110/70 mmHg nadi 96 kali permenit
respirasi 24 kali permenit suhu 370 C.
Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 07 Januari 2016 pada
diagnosa keperawatan adalah mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat) yaitu
jam 12.20 WIB mengobservasi asupan makanan dengan respon subjektif pasien
mengatakan mual, tidak nafsu makan dan respon objektif pasien tampak makan
nasi, lauk pauk, sayur, dan air putih, habis ½ porsi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 08 Januari 2016 pada
diagnosa keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis yaitu
jam 09.05 WIB mengidentifikasi nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi dengan respon
subjektif pasien mengatakan nyeri daerah bekas operasi payudara kiri saat terlalu
kecapekan, quality pasien mengatakan nyeri cenut-cenut, region nyeri sekitar
bekas operasi payudara kiri, scale skala nyeri 2, time nyeri sewaktu-waktu dengan
durasi sekitar 15 detik dan respon objektif yaitu pasien tampak tidak menahan
nyeri. Jam 09.20 WIB mengajarkan teknik relaksasi otot progresif dengan respon
subjektif pasien mengatakan bersedia diajarkan relaksasi otot progresif dan respon
objektif pasien kooperatif.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 08 Januari 2016 pada
diagnosa keperawatan adalah ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan yaitu jam 10.35 WIB
mengkaji tingkat kecemasan dengan respon
subjektif pasien mengatakan bersedia dikaji dan respon objektif pasien tampak
tegang berkurang, tekanan darah 100/80 mmHg, nadi 90 kali permenit, respirasi 22
58
kali permenit, suhu 37,10 C. Jam 11.05 WIB menginstruksikan pasien untuk
melakukan relaksasi nafas dalam dengan respon subjektif pasien mengatakan
bersedia melakukan relaksasi nafas dalam dan respon objektif pasien tampak
rileks.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 08 Januari 2016 pada
diagnosa keperawatan adalah mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat) jam
11.45 WIB mengobservasi asupan makan dengan respon subjektif pasien
mengatakan masih merasakan mual, nafsu makan belum membaik dan respon
objektif pasien tampak makan nasi, sayur, lauk pauk, buah dan air putih, habis ½
porsi. Jam 12.00 WIB mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat
antimual dengan respon objektif pasien diberikan injeksi 4 mg/8jam, dexametason
5 mg/8jam.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 09 Januari 2016 pada
diagnosa keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis yaitu
jam 09.20 WIB mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi dengan respon subjektif pasien
mengatakan nyeri daerah bekas operasi payudara kiri saat terlalu kecapekan,
quality pasien mengatakan nyeri cenut-cenut, region nyeri sekitar bekas operasi
payudara kiri, scale skala nyeri 1, time nyeri sewaktu-waktu dengan durasi sekitar
15 detik dan respon objektif yaitu pasien tampak tidak menahan nyeri. Jam 10.35
melatih relaksasi otot progresif dengan respon subjektif pasien mengatakan
bersedia melakukan relaksasi otot progresif dan respon objektif pasien tampak
lebih nyaman.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 09 Januari 2016 pada
diagnosa keperawatan adalah ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan yaiu jam 10.45 WIB mengobservasi tingkat kecemasan dengan respon
pasien mengatakan cemas berkurang dan respon objektif pasien tampak tegang
berkurang. Jam 10.50 WIB menginstruksikan untuk melakukan relaksasi nafas
59
dalam dengan respon subjektif pasien mengatakan bersedia melakukan relaksasi
nafas dalam dan respon objektif pasien kooperatif dan tampak rileks.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 09 Januari 2016 pada
diagnosa keperawatan adalah mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat) yaitu
jam 11.45 WIB mengkaji asupan makanan dengan respon subjektif pasien
mengatakan sudah tidak mual dan nafsu makan membaik dan respon objektif
paisen tampak makan nasi, sayur, lauk, buah dan air putih, habis 1 porsi. Jam
12.00 WIB menganjurkan makan dengan porsi sedikit tapi sering dengan respon
pasien mengatakan bersedia dan respon objektif pasien tampak makan habis 1
porsi.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan setelah tindakan keperawatan pada hari itu
juga, penulis melakukan evaluasi dengan metode wawancara dan observasi
terhadap pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Hari kamis, tanggal 07 Januari 2016 jam 14.00 WIB diagnosa keperawatan
nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis menggunakan metode
SOAP diperoleh hasil sebagai berikut subjektif : pasien mengatakan nyeri daerah
bekas operasi payudara kiri saat terlalu kecapekan, quality pasien mengatakan
nyeri cenut-cenut, region nyeri sekitar bekas operasi payudara kiri, scale skala
nyeri 3, time nyeri sewaktu-waktu dengan durasi sekitar 15 detik dan respon
objektif : yaitu pasien tampak gelisah, pasien tampak tidak menahan nyeri. Analisa
masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu lakukan pengkajian
nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, dan faktor presipitasi, ajarkan teknik relaksasi otot progresif, kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian analgetik.
Jam 14.10 WIB diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan dengan metode SOAP didapatkan hasil sebagai berikut
60
subjektif pasien mengatakan merasa cemas. Objektif pasien tampak gelisah,
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 kali permenit, respirasi 24 kali permenit,
suhu 370 C. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu
identifikasi tingkat kecemasan, instruksikan pasien untuk melakukan relaksasi
nafas dalam.
Jam 14.20 WIB diagnosa keperawatan mual berhubungan dengan
farmaseutikal (obat) dengan metode SOAP didapatkan hasil sebagai berikut
subjektif pasien mengatakan mual, tidak nafsu makan, objektif pasien tampak
pucat, mukosa bibir kering, makan habis ½ porsi. Analisa masalah belum teratasi.
Planning intervensi dilanjutkan yaitu kaji asupan makanan, kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian obat antimual.
Hari jum’at, tanggal 08 Januari 2016 jam 14.05 WIB diagnosa keperawatan
nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis menggunakan metode
SOAP diperoleh hasil sebagai berikut subjektif pasien mengatakan nyeri daerah
bekas operasi payudara kiri saat terlalu kecapekan, quality pasien mengatakan
nyeri cenut-cenut, region nyeri sekitar bekas operasi payudara kiri, scale skala
nyeri 2, time nyeri sewaktu-waktu dengan durasi sekitar 15 detik dan respon
objektif yaitu pasien tampak tidak menahan nyeri. Analisa masalah belum teratasi.
Planning intervensi dilanjutkan yaitu identifikasi nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi,
ajarkan teknik relaksasi otot progresif.
Jam 14.15 WIB diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan dengan metode SOAP didapatkan hasil sebagai berikut
subjektif pasien mengatakan cemas berkurang. Objektif pasien tampak gelisah
berkurang, tegang berkurang, tekanan darah 100/80 mmHg, nadi 90 kali permenit,
respirasi 22 kali permenit, suhu 37,10 C. Analisa masalah belum teratasi. Planning
intervensi dilanjutkan yaitu identifikasi tingkat kecemasan, latih pasien untuk
melakukan relaksasi nafas dalam.
61
Jam 14.30 WIB diagnosa keperawatan mual berhubungan dengan
farmaseutikal (obat) dengan metode SOAP didapatkan hasil sebagai berikut
subjektif pasien mengatakan mual berkurang, nafsu makan membaik, objektif
pasien tampak sudah tidak pucat, mukosa bibir kering, makan habis ½ porsi.
Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu observasi
asupan makanan, anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering.
Hari Sabtu, 09 Januari 2016 jam 14.00 WIB diagnosa keperawatan nyeri
kronis berhubungan dengan agen cedera biologis menggunakan metode SOAP
diperoleh hasil sebagai berikut subjektif pasien mengatakan nyeri daerah bekas
operasi payudara kiri saat terlalu kecapekan, quality pasien mengatakan nyeri
cenut-cenut, region nyeri sekitar bekas operasi payudara kiri, scale skala nyeri 1,
time nyeri sewaktu-waktu dengan durasi sekitar 15 detik dan respon objektif yaitu
pasien tampak tidak menahan nyeri. Analisa masalah belum teratasi. Planning
intervensi dilanjutkan yaitu identifikasi nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi, ajarkan
teknik relaksasi otot progresif.
Jam 14.15 WIB diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan dengan metode SOAP didapatkan hasil sebagai berikut
subjektif pasien mengatakan lega, tidak cemas lagi. Objektif pasien tampak
senang, tidak tegang lagi, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali permenit,
respirasi 24 kali permenit, suhu 36,5
0
C. Analisa masalah teratasi. Planning
hentikan intervensi.
Jam 14.20 WIB diagnosa keperawatan mual berhubungan dengan
farmaseutikal (obat) dengan metode SOAP didapatkan hasil sebagai berikut
subjektif pasien mengatakan sudah tidak mual lagi, nafsu makan membaik,
objektif pasien tampak segar, mukosa bibir lembab, makan habis 1 porsi. Analisa
masalah teratasi. Planning hentikan intervensi.
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas tentang pemberian tindakan relaksasi otot
progresif terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Ny. B dengan
kemoterapi kanker payudara di ruang Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Proses asuhan keperawatan meliputi tahap pengkajian, perumusan masalah, rencana
tindakan, tindakan keperawatan, dan evaluasi.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan.
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis,
psikologis, sosial, mau pun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk
mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Kegiatan utama dalam
tahap pengkajian ini adalah pengumpulan data, pengelompokkan data, dan
analisis data guna perumusan diagnosis keperawatan (Asmadi, 2008).
Menurut Nursalam (2015), metode pengumpulan data dapat dilakukan
dengan cara :
1. Wawancara (hasil anamnesis berisi ttg identitas pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang – dahulu – keluarga dll). Sumber data dari pasien, keluarga,
perawat lainnya.
62
63
2. Observasi dan Pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA: inspeksi, palpasi,
perkusi, auskultasi) pada sistem tubuh pasien.
3. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data lain
yg relevan).
Pengkajian keperawatan terhadap Ny.B dengan Kanker Payudara di ruang
Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi Surakarta menggunakan metode anamnesa,
observasi langsung, pemeriksaan fisik, serta menelaah catatan medis dan catatan
perawat. Dari pengkajian dilakukan pada tanggal 07 Januari 2016 jam 10.00 WIB,
didapatkan identitas pasien, bahwa pasien bernama Ny. B, umur 53 tahun, agama
Islam, pendidikan SD, pekerjaan swasta, alamat Madiun-Jawa Timur, nomor
register 0129xxxx, di rawat di ruang Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi, sudah sejak
tanggal 04 Januari 2016 pasien menjalani perawatan kemoterapi dengan diagnosa
kanker payudara. Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi
pertumbuhan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan) payudara,
hal ini bisa terjadi terhadap wanita maupun pria (Utami, 2012).
Pada riwayat pengkajian kesehatan sekarang, keluhan utama yang
dirasakan pasien adalah nyeri pada daerah bekas operasi payudara kiri. Nyeri
merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada pasien kanker. Pada kanker
payudara terjadi nyeri karena peradangan, nyeri ini karena kerusakan ujung-ujung
saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
64
Sehingga dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh terganggunya
serabut saraf reseptor nyeri (Sukardja, (2000) dalam Wijaya et, al., (2014)).
Riwayat pengkajian sekarang, Ny. B datang ke poliklinik Obstetri
Ginekologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk menjalani kemoterapi ke- 9.
Klien melakukan operasi pada payudara kiri sudah 1 tahun yang lalu yaitu pada
bulan Januari 2015 di Rumah Sakit Griya Husada Madiun. Klien datang ke
poliklinik Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 04
Januari 2016 pada jam 07.00 WIB dan dilakukan pemeriksaan tanda – tanda vital
dengan hasil sebagai berikut : tekanan darah 120/80 mmHg, Respiratory Rate 23
kali/menit, Heart Rate 89 kali/menit, dan suhu 370 C. Kemudian pada jam 08.30
WIB pasien dipindahkan ke ruang Mawar 3 untuk menjalani kemoterapi.
Pada pengkajian kesehatan atau penyakit saat ini yaitu gejala awal yang
dirasakan pasien adalah nyeri pada sekitar bekas operasi payudara kiri. Pasien
mengatakan apabila merasakan nyeri sekitar bekas operasi payudara kiri maka
pasien akan beristirahat dan mengompresnya dengan air panas. Pasien
mengatakan nyeri akan muncul ketika pasien terlalu kecapekan (beraktivitas
berat). Pada pengkajian deskripsi gejala pasien mengatakan nyeri sekitar bekas
operasi payudara kiri saat pasien terlalu kecapekan. nyeri cenut – cenut, skala
nyeri 3, nyeri muncul sewaktu – waktu dengan durasi sekitar 15 detik.
Menurut Brunner & Suddart (2002) dalam Purnawan (2012) menyatakan,
bahwa diperkirakan 60% sampai 96% semua individu yang mengalami kanker
mengalami nyeri. Meskipun pasien dengan kanker dapat mengalami nyeri akut,
65
nyeri yang mereka rasakan lebih sering diberi karakteristik kronik. Seperti halnya
pada situasi lain yang menyangkut nyeri, pengalaman nyeri kanker dipengaruhi
oleh faktor fisik maupun psikososial. Menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam
Purnawan (2012) infiltrasi atau kompresi saraf dapat menyebabkan nyeri yang
sering digambarkan oleh pasien sebagai nyeri yang tajam dan panas. Nyeri juga
berkaitan dengan berbagai pengobatan kanker. Nyeri akut berkaitan dengan
trauma yang diakibatkan oleh prosedur pembedahan. Meskipun ini dapat
dikontrol, nyeri kanker sering ireversibel dan tidak dapat dihilangkan dengan
cepat. Bagi banyak pasien, nyeri merupakan sinyal bahwa tumor tumbuh dan
dapat mengancam. Dengan pasien mengantisipasi nyeri dan menjadi lebih gelisah,
persepsi nyeri makin diperkuat, yang akan menghasilkan ketakutan dan nyeri
tambahan.
Pada pengkajian riwayat ginekologi didapatkan hasil pengkajian riwayat
menstruasi pasien yaitu 5-7 hari dengan siklus menstruasi 30 hari. Pasien
mengatakan mengalami menstruasi pertama kali pada usia 11 tahun. Pasien
mengatakan mengalami menstruasi terakhir kurang lebih sekitar 5 tahun yang
lalu, yaitu pada tahun 2010. Pasien mengatakan saat menstruasi pasien mengalami
nyeri. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami perdarahan tengah siklus.
Faktor resiko terkena kanker payudara yaitu hormon estrogen yang berlebihan
dalam tubuh, menstruasi pertama terlalu dini, yaitu kurang dari 12 tahun,
melahirkan pertama diatas 30 tahun, tidak menikah, tidak menyusui, menopause
yang terlambat, terapi hormon yang berlebihan (Wibisono, 2009 : 73).
66
Pengkajian menopause, pasien mengatakan sudah tidak menstruasi pada usia
45 tahun. Pasien mengatakan tidak menggunakan alat kontrasepsi. Pasien
mengatakan hamil pertama kali pada usia 17 tahun. Pasien mengatakan tidak
memiliki riwayat penyakit menular seksual. Pasien mengatakan pernah melahirkan
3 kali dan belum pernah mengalami abortus.
Menurut BKKBN (2008) dalam Wijayanti (2013), dampak kehamilan resiko
tinggi pada ibu usia muda adalah resiko bagi ibu (keguguran, perdarahan, infeksi,
anemia kehamilan, keracunan kehamilan (gestosis), persalinan yang lama dan
sulit, kematian ibu yang tinggi), dan resiko bagi bayi (prematur, berat badan lahir
rendah (BBLR), cacat bawaan dan kematian bayi).
Penelitian yang dilakukan Salleha (2011) di Malaysia, menyatakan bahwa
peningkatan risiko untuk terjadinya kanker payudara seiring dengan peningkatan
umur hamil anak pertama. Hasil analisis menunjukkan hubungan yang bermakna
secara statistik antara hamil anak pertama > 30 tahun risiko kanker payudara. Jika
dibandingkan dengan wanita yang hamil anak pertama < 30 tahun. Dengan hasil
CI 1,01-3,04, usia hamil pertama > 30 tahun berisiko 2.16 kali menderita kanker
payudara dibandingkan dengan usia hamil pertama < 30 tahun. Jadi dapat
disimpulkan ibu yang hamil pertama > 30 tahun lebih tinggi untuk menderita
kanker payudara dibandingkan dengan ibu yang mempunyai umur hamil pertama
< 30 tahun ( Tirtawati, 2014).
67
Pada
pengkajian
penyakit
dan
pengobatan,
pasien
mengatakan
sebelumnya tidak memiliki penyakit menular lainnya. Penyakit riwayat alergi,
pasien mengatakan tidak memiliki alegi obat – obatan dan makanan lainnya.
Pasien mengatakan sebelumnya pernah menjalani operasi payudara kiri pada
bulan Januari 2015 di Rumah Sakit Griya Husada Madiun. Pengkajian riwayat
perawatan di rumah sakit pasien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit
untuk menjalani operasi dan kemoterapi ke- 9. Pasien mengatakan tidak pernah
mengalami kecelakaan sebelumnya.
Pengkajian perilaku yang beresiko, pasien mengatakan mempunyai gaya
hidup kurang sehat, pasien mengatakan suka mengkonsumsi makanan instan,
makanan bakar-bakaran, sayur-sayuran buah-buahan. Pasien mengatakan tidak
pernah merokok, suka minum kopi, tidak pernah minum alkohol, tidak pernah
menggunakan obat-obatan terlarang maupun melakukan hubungan seksual yang
terlarang. Faktor resiko terkea kanker payudara diantaranya terlalu banyak
mengkonsumsi lemak, pola makanan tidak baik, merokok, minum alkohol, polusi
dan lain-lain (Wibisono, 2009 : 73). Pasien mengatakan tidak pernah mengalami
kekerasan maupun penganiayaan fisik lainnya.
Pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga, pasien mengatakan didalam
keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit menurun seperti hipertensi, diabetes
mellitus, leukemia, dan hemophilia. Pasien mengatakan didalam keluarganya
tidak ada yang sedang mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit. Pasien
mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jiwa.
68
Pada pengkajian koping individu, pasien mengatakan sebelum sakit dia
selalu melayani kebutuhan keluarganya. Akan tetapi selama sakit pasien masih
bisa menyiapkan kebutuhan keluarganya, meskipun membutuhkan waktu yang
lebih lama. Pasien mengatakan saat akan menjalani kemoterapi pasien merasa
cemas. Menurut Denton dalam Fauziana (2011) kemoterapi adalah proses
pemberian obat – obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau
melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker, tidak hanya sel kanker pada
payudara, tetapi juga sel-sel yang ada diseluruh tubuh. Kemoterapi memiliki efek
samping psikologis (cemas, depresi, kehilangan harapan hidup, penurunan
kualitas hidup, dan sebagainya) pada penderita yang menjalani kemoterapi
(Solehati dan Kosasih, 2015).
Kecemasan adalah pengalaman manusia yang bersifat universal, suatu
respon emosional yang tidak menyenangkan, penuh kekhawatiran, suatu rasa
takut yang tidak terekspresikan dan tidsk terarah karena suatu sumber ancaman
atau pikiran sesuatu yang akan dating tidak jelas dan tidak terindentifikasi
(Taylor, 1995 dalam Solehati dan Kosasih, 2015). Pasien mengatakan selalu
menggunakan obat dengan baik sesuai dengan aturan dokter dan tidak pernah
menyalahgunakan obat-obatan.
Pada pengkajian pola kesehatan pasien mengatakan sebelum sakit pasien
makan 3 kali sehari, jenis makanan yang dimakan pasien adalah nasi, lauk pauk,
sayur, air putih dan jus buah, makan habis 1 porsi dan tidak ada keluhan apapun.
Selama sakit, pasien mengatakan makan 3 kali sehari, selama sakit pasien makan
69
nasi, sayur, lauk pauk, buah dan air putih, tetapi pasien hanya menghabiskan ½
porsi makan, pasien mengatakan tidak nafsu makan dan mual. Kemoterapi
memiliki efek samping, yaitu rambut rontok, kulit menghitam, mual dan muntah
(Solehati dan Kosasih, 2015). Pengkajian status nutrisi dengan pola ABCD yaitu
antropometri : berat badan pasien 70 kg dengan IMT 29,1 (obesitas derajat 1),
selama sakit berat badan pasien tetap 70 kg tinggi badan 155 cm dengan IMT
29,1 (obesitas derajat 1), biochemical : hemoglobin 11 g/dl nilai normal : 12,015,6 g/dl, clinical sign : mukosa bibir kering, pasien menghabiskan ½ porsi
makan, dietary : jenis makanan yang dikonsumsi bubur, sayur, lauk pauk, buah –
buahan, air putih.
Pada pengkajian pemeriksaan fisik keadaan umum pasien baik (kesadaran
penuh). Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan hasil tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 80 kali permenit, pernafasan 22 kali permenit, suhu 370 C.
Pada pemeriksaan kepala didapatkan hasil bentuk kepala mesochepal, rambut
mengalami kerontokan karena efek dari kemoterapi sebelumnya. Menurut
Brunner & Suddart (2002) dalam Purnawan (2012) mengatakan penipisan atau
kerontokan rambut sementara atau permanen disebut alopesia. Dan efek samping
ini merupakan hal yang merugikan dari beberapa preparat kemoterapeutik.
Modalitas pengobatan ini menyebabkan alopesia dengan merusak sel-sel batang
dan folikel rambut. Sebagai akibat, rambut menjadi rapuh dan mudah rontok atau
putus pada permukaan kulit kepala. Walaupun kadang kerontokan.
70
Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis, sclera tidak
ikterik, pupil isokor, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pada
pemeriksaan hidung didapatkan hasil hidung simetris kanan dan kiri, bersih, tidak
ada sekret, tidak terpasang alat bantu pernafasan. Pada pemeriksaan mulut
didapatkan hasil gigi dan mulut bersih, tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir
kering. Pada pemeriksaan leher didapatkan hasil tidak terdapat pembesaran
kelenjar tiroid, tidak terdapat pembesaran vena jugularis. Menurut Nisman (2011)
dalam Sari et.al, (2012), efek samping fisik kemoterapi yang umum adalah pasien
akan mengalami mual dan muntah, perubahan rasa kecap, rambut rontok
(alopesia), mukositis, dermatitis, keletihan, kulit menjadi kering bahkan kuku dan
kulit bisa sampai menghitam, tidak nafsu makan, dan ngilu pada tulang.
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil, inspeksi bentuk dada
simetris, ekspansi paru – paru kanan dan kiri sama, tidak menggunakan otot bantu
pernafasan. Palpasi didapatkan hasil vocal premitus kanan dan kiri sama. Perkusi
didapatkan hasil suara paru kanan dan kiri sonor. Pada pemeriksaan auskultasi
didapatkan hasil tidak terdapat suara tambahan. Pada pemeriksaan jantung,
inspeksi didapatkan hasil bentuk dada simetris, ictus cordis tidak tampak. Palpasi
didapatkan hasil ictus cordis teraba disela intercosta ke lima, perkusi pekak dan
batas jantung tidak melebar, auskultasi bunyi jantung I-II murni, suara regular.
Pada pemeriksaan payudara didapatkan hasil terdapat bekas operasi pada
payudara kiri, payudara sebelah kanan normal, putting susu menonjol dan tidak
terdapat benjolan. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi didapatkan hasil perut
71
datar, tidak terdapat luka bekas operasi. Auskultasi didapatkan hasil bising usus
16 kali permenit. Perkusi didapatkan hasil pekak pada kuadran I, timpani pada
kuadra II, III, IV. Palpasi didapatkan hasil tidak ada nyeri tekan pada seluruh
kuadran, tidak terdapat massa pada semua kuadran.
Pada pemeriksaan perineum dan genetalia, didapatkan hasil bersih, tidak
terdapat darah, tidak terpasang selang Dower Cateter (DC). Pada pemeriksaan
ekstremitas didapatkan hasil ekstremitas kanan atas kiri atas, kanan bawah dan
kiri bawah 5 (gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan perabaan
penuh), perabaan akral hangat, tidak terdapat oedema pada ektremitas atas dan
ekstremitas bawah.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 04 Januari 2016 didapatkan
hasil hemoglobin 11 gr/dl yang nilai normalnya adalah 12-15,6 gr/dl, hematrokit
32 % yang normalnya 33 – 45 %, leukosit 4,1 ribu/ul yang nilai normalnya 4,5-11
ribu/ul, eritrosit 3,74 juta/ul yang nilai normalnya 4,1-5,1 juta/ul, penurunan hasil
pemeriksaan klinik kemungkinan disebabkan karena efek dari kemoterapi yang
dijalani klien sehingga menyebabkan terjadinya anemia hal ini ditandainya
dengan terjadinya penurunan hematokrit (Hayati, 2015).
Pada pemeriksaan thorak pada tanggal 08 Januari 2016 menunjukkan
coroner besar dan berbentuk normal. Pulmo, tak tampak infiltrate/nodule dikedua
lapang paru, corakan bronkovaskuler normal, hemidiaphragma kanan kiri normal,
trachea ditengah, tak tampak proses osteolitik/blastik pada tulang – tulang yang
tervisualisasi. Kesimpulan tak tampak gambaran pulmonal dan bone metastasis.
72
Pemeriksaan thorax dapat menentukan ada tidaknya lesi metastasi pada jantung,
paru-paru, hati, limfe, kelenjar limfe, dan organ lainnya (Hayati, 2015).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat
professional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien,
baik aktual maupun potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisis dan
interpretasi data hasil pengkajian. Diagnosis keperawatan berfungsi untuk
mengidentifikasi, menfokuskan, dan memecahkan masalah keperawatan klien
secara spesifik (Asmadi,2008).
Berdasarkan data-data yang didapatkan penulis dari hasil pengkajian pada
tanggal 07 Januari 2016 pada Ny.B di ruang Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta,
dapat
dirumuskan
diagnosa
keperawatan,
yakni
nyeri
akut
berhubungan dengan agen cedera biologis, ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan, mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat).
1. Diagnosa keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis
Nyeri kronis adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial
atau
digambarkan
dalam
hal
kerusakan
sedemikian
rupa
(International Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi dan berlangsung > 6 bulan.
73
Batasan karakteristik subjektif antara lain mengungkapkan secara verbal
atau melaporkan nyeri dengan isyarat sedangkan batasan secara objektif antara
lain perubahan tekanan darah, diaphoresis, perilaku distraksi (berjalan mondar
mandir, mencari orang lain, atau aktivitas berulang), mengekspresikan perilaku
(gelisah, merengek, menangis, waspada), masker wajah (mata kurang
bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus
meringis), sikap melindungi area nyeri, fokus menyempit (gangguan persepsi
nyeri, hambatan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang
lain/lingkungan), indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi untuk
menghindari nyeri, sikap tubuh melindungi, dilatasi pupil, fokus pada diri
sendiri dan gangguan tidur (Herdman, 2012).
2. Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu) ; perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan
individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak
menghadapi ancaman (Herdman, 2012).
Batasan karakteristik pada perilaku meliputi penurunan produktivitas,
gerakan yang tidak relevan, gelisah, melihat sepintas, insomnia, kontak mata
yang buruk, mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa
74
hidup, agitasi, mengintai, tampak waspada. Afektif yang meliputi gelisah,
kesedihan yang mendalam, distress, ketakutan, perasaan tidak adekuat,
berfokus pada diri sendiri, peningkatan kewaspadaan, iritabilitas, gugup,
senang berlebihan,
rasa nyeri
yang meningkatkan
ketidakberdayaan,
peningkatan rasa ketidakberdayaan yang persisten, bingung, menyesal,
ragu/tidak percaya lagi, khawatir. Fisiologis yang meliputi wajah tegang,
tremor tangan, peningkatan keringat, peningkatan ketegangan, gemetar, tremor,
suara bergetar. Simpatik meliputi : anoreksia, eksitasi kardiovaskular, diare,
mulut kering, wajah merah, jantung berdebar-debar, peningkatan tekanan
darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan refleks, peningkatan frekuensi
pernapasan, pupil melebar, kesulitan bernapas, vasokontriksi superficial,
kedutan pada otot, lemah. Para simpatik : nyeri abdomen, penurunan tekanan
darah, penurunan denyut nadi, diare, vertigo, letih, mual, gangguan tidur,
kesemutan pada ekstremitas, sering berkemih, anyang-anyangan, dorongan
segera berkemih. Kognitif : menyadari gejala fisiologis, bloking pikiran,
konfusi, penurunan lapang persepsi, kesulitan berkonsentrasi, penurunan
kemampuan untuk belajar, penurunan kemampuan untuk memecahkan
masalah, ketakutan terhadap konsekuensi yang tidak spesifik, lupa, gangguan
perhatian, khawatir, melamun, cenderung menyalahkan orang lain ( Nurarif
dan Kusuma, 2013).
75
3. Diagnosa keperawatan mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat)
Mual adalah sensasi seperti gelombang di belakang tenggorokan,
epigastrium, atau abdomen yang bersifat subjektif tidak menyenangkan yang
menyebabkan dorrongan atau keinginan untuk muntah (Herdman, 2012).
Batasan karakteristik pada pasien meliputi keengganan terhadap makanan,
sensasi muntah, peningkatan salivasi, peningkatan menelan, melaporkan mual,
rasa asam di dalam mulut ( Nurarif dan Kusuma, 2013).
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi
keperawatan
adalah
suatu
petunjuk
tertulis
yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan
terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan.
Tujuannya sebagai alat komunikasi antara sesama perawat dan tim kesehatan
lainnya, meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi klien serta
mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin
dicapai (Asmadi, 2008).
Dalam kasus ini penulis melakukan intervensi sesuai dengan rumusan
masalah diatas selama 3 kali 24 jam dengan tujuan mengetahui keefektifan
tindakan secara maksimal (Hayati, 2015). Tahap perencanaan dapat disebut
sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan
keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan
dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan
76
keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk
klien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal. Setelah
merumuskan diagnosis keperawatan, perawatan dapat mulai membuat urutan
prioritas diagnosis. Untuk memudahkan penentuan prioritas, kita dapat membuat
skala prioritas tertinggi sampai prioritas terendah. Ini dilakukan dengan
mengurutkan diagnosis keperawatan yang dianggap paling mengancam kehidupan
(mis., gangguan bersihan jalan napas) sampai diagnosis yang tidak terlalu
mengancam kehidupan. Setelah menyusun diagnosis keperawatan berdasarkan
prioritas, perawat perlu merumuskan tujuan untuk masing-masing diagnosis.
Rumusan tujuan keperawatan harus SMART, yaitu specific (rumusan
tujuan harus jelas), measurable (dapat diukur), achievable (dapat dicapai,
ditetapkan bersama klien), realistic ( dapat tercapai dan nyata), dan timing (harus
ada target waktu). Setelah merumuskan tujuan, selanjutnya adalah merumuskan
kriteria hasil/evaluasi. Dalam penyusunan kriteria hasil/evaluasi, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan. Di antaranya, kriteria hasil/evaluasi terkait dengan
tujuan, bersifat khusus, dan konkret (Asmadi, 2008).
Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis. Tujuannya
adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nyeri berkurang dengan kriteria hasil : pasien mampu mengontrol tidak meringis
kesakitan menahan nyeri, pasien mengatakan rasa nyaman, tanda-tanda vital
dalam batas normal, skala nyeri berkurang/skala nyeri turun menjadi 1. Intervensi
atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny. B yaitu lakukan
77
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi dengan rasional untuk mengetahui
karakteristik nyeri pasien, monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
tindakan dengan rasional agar tanda-tanda vital terkontrol. Nyeri perlu dikaji
karena, nyeri merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada pasien kanker.
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang dihubungkan dengan jaringan yang rusak (Rosjidi, 2010),
ajarkan tentang teknik relaksasi otot progresif untuk mengurangi nyeri. Sesuai
teori relaksasi otot atau relaksasi progresif adalah suatu metode yang terdiri dari
atas peregangan dan relaksasi sekelompok otot, serta menfokuskan pada perasaan
rileks. Dengan penggunaan teknik tersebut maka saraf simpatis akan dihambat,
sementara saraf parasimpatis meningkat sehingga mengakibatkan otak dan otot
seseorang akan berkurang. Dengan mengaktifkan saraf – saraf parasimpatis akan
menyebabkan pasien merasakan nyeri berkurang (Solehati dan Kosasih, 2015),
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik dengan rasional untuk
mengurangi nyeri secara farmakologi.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Tujuannya
adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah
keperawatan ansietas dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas, tanda-tanda vital dalam batas
normal. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.B
yaitu identifikasi tingkat kecemasan dengan rasional mengetahui tingkat
78
kecemasan dengan rasional keadaan sakit yang kronis dapat meningkatkan
kecemasan (Dehghani, et all, 2003), jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur dengan rasional agar pasien mengetahui prosedur yang
akan dilakukan, instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi nafas dalam
dengan rasional agar cemas berkurang dengan rasional relaksasi dapat menekan
rasa tegang dan cemas dengan cara resiprok (saling berbalasan) sehingga timbul
counter conditioning dan penghilangan nyeri serta kecemasan yang dialami
seseorang (Solehati dan Kosasih, 2015).
Mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat). Tujuannya adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah keperawatan
mual dapat teratasi dengan kriteria hasil mual berkurang/tidak mual lagi,
peningkatan nafsu makan. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan
dilakukan pada Ny.B yaitu observasi asupan makanan dengan rasional untuk
mengetahui asupan makan pasien. Makanan yang terlalu manis, berlemak dan
pedas dapat menyebabkan mual muntah, distensi berlebih, dispepsia yang
menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang
dapat meningkatkan ansietas (Wijaya dan Putri, 2013), anjurkan untuk makan
sedikit tapi sering dengan rasional untuk memenuhi nutrisi pasien, kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat antimual dengan rasional untuk mengurangi
mual, antiemetik adalah obat yang digunakan dalam terapi untuk mual dan
muntah (ISO, 2014), kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet makanan
dengan rasional agar nutrisi pasien terpenuhi.
79
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).
Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis selama 3 x 24
jam, penulis melakukan
tindakan keperawatan mengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik nyeri, memonitor vital
sign sebelum dan sesudah pemberian tindakan dengan tujuan agar tanda-tanda
vital terkontrol, mengajarkan tentang teknik relaksasi otot progresif untuk
mengurangi nyeri.
Menurut Richmond (2007) dalam Alim (2010) menyatakan bahwa
Progressive muscle relaxation merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan
relaksasi pada otot. Progressive muscle relaxation merupakan satu bentuk terapi
relaksasi dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada satu
bagian tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik.
Latihan relaksasi ini bertujuan untuk membedakan perasaan yang dialami saat
kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi
tegang (Ramdhani dan Putra, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Kasih et. al., (2014) yang berjudul “Progressive Muscle Relaxation Menurunkan
Frekuensi Nyeri Pada Penderita Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi Di
POSA RSUD DR. SOETOMO Surabaya”, hasil dari penelitian tersebut adalah
80
menunjukkan ada pengaruh pemberian tindakan Progressive Muscle Relaxation
terhadap penurunan nyeri pada penderita kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di Rumah Sakit. Dengan penggunaan teknik relaksasi otot atau
relaksasi progresif maka saraf simpatis akan dihambat, sementara saraf
parasimpatis meningkat sehingga mengakibatkan otak dan otot seseorang akan
berkurang. Dengan mengaktifkan saraf – saraf parasimpatis akan menyebabkan
pasien merasakan nyeri berkurang (Solehati dan Kosasih, 2015).
Pada kasus Ny. B teknik relaksasi otot progresif dilakukan selama 3 hari
sebanyak 2 kali perhari selama 15 menit. Setelah dilakukan teknik relaksasi otot
progresif pasien mengatakan frekuensi nyeri berkurang dan pasien tidak menahan
nyeri. Berdasarkan hasil kuisoner didapatkan hasil anamnesa bahwa frekuensi
nyeri menurun dari 3 x sehari menjadi sekali sehari.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan selama 3 x
24 jam penulis melakukan
tindakan keperawatan mengidentifikasi tingkat
kecemasan dengan rasional mengetahui tingkat kecemasan, setiap perasaan cemas
akan meningkatkan saraf simpatis. Dengan meningkatnya saraf simpatis, secara
otomatis akan meningkatkan kerja jantung yang mengakibatkan meningkatnya
nadi, tekanan darah, respirasi, diaphoresis, juga tangan berkeringat (Solehati dan
Kosasih, 2015), menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur dengan rasional agar pasien mengetahui prosedur yang akan dilakukan,
menginstruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi nafas dalam, dengan
81
rasional pengendalian gejala cemas bahkan stress bisa dilakukan dengan teknik
relaksasi (Brooker, 2005).
Mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat) selama 3 x 24 jam,
penulis melakukan
tindakan keperawatan mengobservasi asupan makanan
dengan tujuan untuk mengetahui asupan makan pasien, menganjurkan untuk
makan sedikit tapi sering dengan tujuan untuk memenuhi nutrisi pasien,
melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antimual dengan
tujuan untuk mengurangi mual, melakukan kolaborasi dengan tim gizi dalam
pemberian diet makanan dengan tujuan agar nutrisi pasien dapat terpenuhi.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Tujuannya adalah melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan,
menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, mengkaji
penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi, 2008).
Tindakan keperawatan yang dilakukan selama tiga hari sudah dilakukan
sesuai dengan pengelolaan asuhan keperawatan serta berkolaborasi dengan tim
kesehatan lain. Hasil evaluasi yang sudah didapatkan pada diagnosa pertama
masalah keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis
belum teratasi karena tidak sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
82
diharapkan. Kriteria hasil pasien mampu mengontrol tidak meringis kesakitan
menahan nyeri, pasien mengatakan rasa nyaman, tanda-tanda vital dalam batas
normal, skala nyeri berkurang/skala nyeri turun menjadi 0. Evaluasi dengan
menggunakan metode SOAP diperoleh hasil sebagai berikut subjektif pasien
mengatakan nyeri daerah bekas operasi payudara kiri saat terlalu kecapekan,
quality pasien mengatakan nyeri cenut-cenut, region nyeri sekitar bekas operasi
payudara kiri, scale skala nyeri 1, time nyeri sewaktu-waktu dengan durasi sekitar
15 detik dan respon objektif yaitu pasien tampak tidak menahan nyeri. Analisa
masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu identifikasi nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
dan faktor presipitasi, ajarkan teknik relaksasi otot progresif.
Hasil evaluasi yang sudah didapatkan pada diagnosa kedua masalah
keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan teratasi
karena sudah sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapakan. Evaluasi
menggunakan metode SOAP diperoleh hasil sebagai berikut subjektif pasien
mengatakan lega, tidak cemas lagi. Objektif pasien tampak senang, tidak tegang
lagi, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali permenit, respirasi 24 kali
permenit, suhu 36,5 0 C. Analisa masalah teratasi. Planning hentikan intervensi.
Hasil evaluasi yang sudah didapatkan pada diagnosa ketiga masalah
keperawatan mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat) teratasi karena sudah
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapakan. Evaluasi menggunakan
metode SOAP diperoleh hasil sebagai berikut subjektif pasien mengatakan sudah
83
tidak mual lagi, nafsu makan membaik, objektif pasien tampak segar, mukosa
bibir lembab, makan habis 1 porsi. Analisa masalah teratasi. Planning hentikan
intervensi.
Berdasarkan hasil evaluasi tindakan pemberian relaksasi otot progresif
selama 3 hari berturut-turut diperoleh hasil yaitu bahwa sebelum dilakukan
tindakan pemberian selaksasi otot progresif pasien mengatakan nyeri sekitar
bekas operasi payudara kiri saat terlalu kecapekan, kualitas nyeri cenut-cenut,
nyeri sekitar bekas operasi payudara kiri, skala nyeri 3, nyeri sewaktu-waktu
dengan durasi sekitar 15 detik dan pasien tampak gelisah dan pasien tidak
menahan nyeri. Tetapi setelah diberikan teknik relaksasi otot progresif sehari
sekali selama 3 hari didapatkan hasil adanya penurunan frekuensi nyeri dimana
pasien mengatakan nyeri daerah bekas operasi payudara kiri saat terlalu
kecapekan, quality pasien mengatakan nyeri cenut-cenut, region nyeri sekitar
bekas operasi payudara kiri, scale skala nyeri 1, time nyeri sewaktu-waktu dengan
durasi sekitar 15 detik dan pasien tampak tidak menahan nyeri. Hasil pengukuran
Skala Numerik menunjukkan bahwa terjadi penurunan skala nyeri dari skala 3
menjadi nyeri skala 1 termasuk kategori sedikit nyeri. Skala numerik berbentuk
garis horizontal yang menunjukkan angka – angka dari 0 – 10, yaitu angka 0
menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 10 menunjukkan nyeri yang paling hebat.
Skala ini merupakan garis panjang berukuran 10 cm, yaitu setiap panjangnya 1
cm diberi tanda. Skala ini dapat dipakai pada klien dengan nyeri yang hebat atau
84
klien yang baru mengalami operasi. Tingkat angka yang ditunjukkan oleh klien
dapat digunakan untuk mengkaji efektivitas dari intervensi pereda rasa nyeri.
Menurut Wong (1995) dalam Solehati dan Kosasih (2015), skala ini
dapat dipersepsikan sebagai berikut :
2 = tidak ada nyeri
1-3 = sedikit nyeri
3-7 = nyeri sedang
7-9 = nyeri berat
10 = nyeri yang paling hebat
1
2
Tidak
ada nyeri
3
4
5
6
7
8
9
10
nyeri paling
hebat
Gambar 2.2 Skala Intensitas nyeri Numerik 0-10
Sumber : Elkin, et al., (2000) dalam Solehati dan Kosasih (2015)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan intervensi berbasis riset yang telah dilakukan penulis pada Ny.
B dengan kemoterapi kanker payudara di ruang Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta pada tanggal 07 sampai 09 Januari 2016 dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Pengkajian Keperawatan
Setelah penulis melakukan pengkajian pada Ny. B didapatkan data
pasien mengatakan nyeri sekitar payudara kiri dan diperberat saat pasien
terlalu kecapekan, quality pasien mengatakan nyeri cenut-cenut, region nyeri
sekitar bekas operasi payudara kiri, scale skala nyeri 3, time nyeri sewaktuwaktu dengan durasi sekitar 15, pasien tampak gelisah dan pasien tidak
menahan nyeri.
Pasien mengatakan cemas, pasien menjalani operasi payudara kiri 1
tahun yang lalu, wajah pasien tegang, gugup, pemeriksaan tanda – tanda
vital menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 kali permenit,
respirasi 24 kali permenit.
Pasien mengatakan mual, dan tidak nafsu makan, pasien tampak pucat,
mukosa bibir kering, makan habis ½ porsi, terpasang obat kemoterapi :
Tratuzumab 250 mg dalam 500 ml Nacl 30 tetes permenit dan Paclitaxel 100
mg dalam 500 ml Nacl 30 tetes permenit.
85
86
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada Ny. B adalah nyeri kronis
berhubungan dengan agen cedera biologis, ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan, mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat).
3. Intervensi Keperawatan
Penulis merumuskan rencana tindakan sesuai dengan masalah
keperawatan yang muncul, yakni dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan dari skala 3 menjadi skala 1,
ansietas berkurang , hemoglobin dalam batas normal, nafsu makan
meningkat
Intervensi keperawatan untuk menyelesaikan diagnosa keperawatan
nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis
yaitu lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi dengan rasional untuk mengetahui
karakteristik nyeri pasien, monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
tindakan dengan rasional agar tanda-tanda vital terkontrol, ajarkan tentang
teknik relaksasi otot progresif dengan rasional untuk mengurangi nyeri,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik dengan rasional untuk
mengurangi nyeri secara farmakologi.
Intervensi keperawatan untuk menyelesaikan diagnosa keperawatan
ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan yaitu identifikasi
tingkat kecemasan dengan rasional mengetahui tingkat kecemasan, jelaskan
semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur dengan rasional
agar pasien mengetahui prosedur yang akan dilakukan, instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional agar cemas
berkurang.
Intervensi keperawatan yang dilakukan penulis untuk menyelesaikan
diagnosa keperawatan adalah mual berhubungan dengan farmaseutikal
87
(obat) yaitu observasi asupan makanan dengan rasional untuk mengetahui
asupan makan pasien, anjurkan untuk makan sedikit tapi sering dengan
rasional untuk memenuhi nutrisi pasien, kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat antimual dengan rasional untuk mengurangi mual,
kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet makanan dengan rasional
agar nutrisi terpenuhi.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang telah penulis lakukan untuk mengatasi diagnosa
keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis yaitu
melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi, memonitor
vital sign sebelum dan sesudah pemberian tindakan, mengajarkan tentang
teknik relaksasi otot progresif, melakukan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgetik.
Implementasi yang telah penulis lakukan untuk mengatasi diagnosa
keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan yaitu
mengidentifikasi tingkat kecemasan, menjelaskan semua prosedur dan apa
yang dirasakan selama prosedur, menginstruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi nafas dalam.
Implementasi yang telah penulis lakukan untuk mengatasi diagnosa
keperawatan mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat) yaitu yaitu
mengobservasi asupan makanan, menganjurkan untuk makan sedikit tapi
sering, melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antimual,
melakukan kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet makanan.
5. Evaluasi Keperawatan
Pada diagnosa nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis,
pasien mengatakan masih merasakan nyeri cenut-cenut, skala nyeri 1, pasien
tampak tidak menahan nyeri, pengukuran skala numerik menunjukkan
88
adanya penurunan skala nyeri 3 menjadi skala 1 dengan kategori nyeri
sedikit, dapat disimpulkan bahwa masalah belum teratasi dan intervensi
dilanjutkan.
Pada diagnosa ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, pasien mengatakan pasien lega, tidak cemas lagi, pasien tampak
senang, tidak tegang lagi, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali
permenit, respirasi 24 kali permenit, suhu 36,5 0 C, dapat disimpulkan bahwa
masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Pada diagnosa mual berhubungan dengan farmaseutikal (obat), pasien
mengatakan sudah tidak mual lagi, nafsu makan membaik, pasien tampak
segar, mukosa bibir lembab, makan habis 1 porsi, dapat disimpulkan bahwa
masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
6. Analisa Praktik Jurnal
Setelah diajarkan teknik relaksasi otot progresif Ny. B mampu
melakukan teknik relaksasi otot progresif dan hasil menunjukkan bahwa
dengan menggunakan teknik relaksasi otot progresif dapat menurunkan
frekuensi nyeri. Pada kasus Ny. B teknik relaksasi otot progresif dilakukan
selama 3 hari sebanyak 2 kali perhari selama 15 menit. Setelah dilakukan
teknik relaksasi otot progresif pasien mengatakan frekuensi nyeri berkurang
dan pasien tidak menahan nyeri. Berdasarkan hasil kuisoner didapatkan hasil
anamnesa bahwa frekuensi nyeri menurun dari 3 x sehari menjadi sekali
sehari.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan teknik relaksasi otot progresif menjadi salah satu alternatif untuk
menurunkan nyeri yang dapat diimplementasi pada pasien dengan masalah
ginekologi yang menjalani kemoterapi.
89
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan aplikasi berbasis riset ini dapat menjadi referensi bagi intitusi
keperawatan tentang pemberian teknik relaksasi otot progresif terhadap
nyeri. Diharapkan institusi pendidikan dapat mengembangkan teknik
relaksasi otot progresif ini untuk memperluas wawasan.
3. Bagi Pembaca
Diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi pembaca untuk sarana dan
prasarana dalam pengembangan ilmu keperawatan, diharapkan pembaca
setelah membaca Karya Tulis Ilmiah ini dapat mengetahui tentang relaksasi
otot progresif untuk menurunkan intensitas nyeri pada pasien kanker
payudara dan menjadi acuan atau ada sebuah penelitian baru untuk kasus ini.
90
DAFTAR PUSTAKA
Abidin et.al. 2014. Faktor Resiko Kejadian Kanker Payudara Di RSUD Labuang Baji
Makassar.
Jurnal
Ilmiah
Kesehatan
Diagnosis.
4
(2)
:
236.
http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/10/elibrary%20stikes%20nani%20hasanuddin
--abidinhsya-463-1-42142362-1.pdf diakses pada tanggal 25 November 2015
Anindyajati. 2011. Kanker Payudara. Angsamerah.com klinik kessehatan pria dan
wanita.http://angsamerah.com/pdf/Angsamerah%20Kanker%20Payudara.pdf diakses
pada tanggal 28 November 2015
Azizah, N. 2013. Aplikasi Relaksasi Nafas Dalam sebagai Upaya Penurunan Skala Nyeri
Menstruasi (Dismenorrhea) Pada Siswi Mts. Ibtidaul Samirejo Dawe Kudus Tahun
2013.
JIKK.
5
(1)
:
16.
http://journal.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/karakter/article/viewFile/149/96
diakses pada tanggal 25 November 2015
Bulechek et.al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Elsevier : the
United States of America.
Budhiaji dan Haryani. 2014. Pengembangan Modalitas Keperawatan Berbasis Energi Dalam
Mengurangi Nyeri Pada Klien Dengan Kanker Payudara. Jurnal Kesehatan
Komunitas
Indonesia.
10
(1)
:
913.
diakses
pada
http://lppm.unsil.ac.id/files/2014/10/02.Purbayanty-Budhiaji.pdf
tanggal 25 November 2015
Hayati, N. D. 2014. Pemberian Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Ny. K Dengan Kemoterapi Kanker
Endometrium Di Ruang Mawar 3 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kaya Tulis
Ilmiah. STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Herdman, H. 2012. Diagnosis Keperawatan (Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014). EGC :
Jakarta.
Kasih et.al. 2014. Progressive Muscle Relaxation Menurunkan Frekuensi Nyeri Pada
Penderita Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi Di POSA RSUD DR.
Soetomo
Surabaya.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpaperscmsnj0e7b42ecbd2full.pdf diakses pada tanggal 25 November 2015
Kardiyudiani, N. 2012. Studi Fenomenologi : Harapan Pasien Kanker Payudara yang
Mendapat Kemoterapi Tentang Dukungan Keluarga Di Rumah Sakit Kanker
Dharmais
Jakarta.
Tesis.
Program
Magister
Ilmu
Keperawatan.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20313930T%2031758Studi%20fenomenologifull%20text.pdf diakses pada tanggal 25 November 2015
Maryati et.al. 2012. Riwayat Gaya Hidup Penderita Kanker Payudara Di Rumah Sakit
Umum
Daerah
Kota
Sumedang.
http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/693/739 diakses pada tanggal 25
November 2015
91
Nurarif dan Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC – NOC. MediAction : Yogyakarta.
Nursalam, M. Nurs. 2015. Panduan Penyusunan Studi Kasus. nursalam_studi_kasus.pdf
diakses pada tanggal 7 Mei 2016.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Buku 1. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Purnawan et.al. 2014. Studi Fenomenologi : Pengalaman Hidup Pasien Kanker Payudara
Yang Menjalani Kemoterapi Di RSUD Sanglah Denpasar. KMB, Maternitas, Anak
dan
Kritis.
2
(1)
:
64
–
65.
http://stikeswiramedika.ac.id/wpcontent/uploads/2014/10/11STUDIFENOMENOLO
GI-PENGALAMAN-HIDUP-PASIEN-KANKER-PAYUDARA-YANGMENJALANI-KEMOTERSAPI-DI-RSUP-SANGLAH-DENPASAR.pdf
diakses
pada tanggal 25 November 2015
Sabatino, D. A. 2006. Pain (The Fifth Vital Sign) and Pain Manangement. Thousand Oaks :
Ocala Regional Medical Center.
Sari et.al. 2012. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Motivisi Pasien Kanker Payudara
Dalam Menjalani Kemoterapi Di Ruang Cendrawasih I RSUD Arifin Achmad
Provinsi
Riau.
Jurnal
Ners
Indonesia.
2
(2)
:
158.
https://www.google.com/search?q=Faktor+Resiko+Kejadian+Kanker+Payudara
Di+RSUD+Labuang+Baji+Makassar+pdf&ie=utf-8&oe=utf8#q=Hubungan++Dukungan+Keluarga+Terhadap+Motivisi+Pasien+Kanker+Payud
ara+Dalam+Menjalani+Kemoterapi+Di+Ruang+Cendrawasih+I+RSUD+Arifin+Ac
hmad+Provinsi+Riau diakses pada tanggal 25 November 2015
Solehati dan Kosasih. 2015. Konsep & Aplikasi Relaksasi dalam Keperawatan Maternitas.
Refika Aditama : Bandung
Sustrami, D. 2013. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Kanker Payudara Pada
Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dalam Deteksi Dini (SADARI) Di Randu Barat RT 05
RW 12 Gang II Surabaya. Jurnal Kesehatan. 5 (1) : 65 – 66.
https://www.google.com/search?q=Faktor+Resiko+Kejadian+Kanker+Payudara+Di
+RSUD+Labuang+Baji+Makassar+pdf&ie=utf-8&oe=utf8#q=Pengaruh+Pendidikan+Kesehatan+Tentang+Kanker+Payudara+Pada+Pengetah
uan+Dan+Sikap+Ibu+Dalam+Deteksi+Dini+%28SADARI%29+Di+Randu+Barat+
RT+05+RW+12+Gang+II+Surabaya. diakses pada tanggal 25 November 2015
Tirtawati, A. G. 2014. Risiko Kanker Payudara Pada Kehamilan Pertama Wanita Usia
Diatas 30 Tahun. Jurnal Health Quality. Vol. 4 No. 2. Hal. 77-141
Uila, U. 2009. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Depresi Pada Pasien Kanker
Payudara Yang Menjalani Kemoterapi Di Ruang Mawar II Rumah Sakit Daerah Dr.
Moewardi
Surakarta.
Skripsi.
Program
Sarjana.
Surakarta.
http://eprints.ums.ac.id/6404/1/J210050017.pdf diakses pada tanggal 25 November
2015
92
Wijaya dan Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Nuha
Medika : Bengkulu
Wijayanti. 2014. Risiko Kehamilan Pada Usia Remaja. PROFESI. Vol. 10. ed September
2013-Februari 2014.
Yastati, C. 2009. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Nyeri Pada Pasien Kanker Serviks Rawat
Inap Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari – Juli Tahun 2009. Skripsi.
Program Sarjana. http://eprints.ums.ac.id/9911/4/K100060067.pdf diakses pada
tanggal 25 November 2015
Yudiyanta et.al. 2015. Assesment Nyeri. CDK – 226. 42 (3) :
http://www.kalbemed.com/Portals/6/19_226Teknik-Assessment%20Nyeri.pdf
diakses pada tanggal 25 November 2015
215
Download