nilai budaya organisasi pada dinas penanaman

advertisement
NILAI BUDAYA ORGANISASI PADA DINAS PENANAMAN MODAL
DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI DKI
JAKARTA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEPUASAN
PELAYANAN PUBLIK DI PROVINSI DKI JAKARTA
ABSTRAK
Sesuai dengan undang-undang nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik
mengamanatkan setiap daerah harus membentuk instansi Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pada
artikel ini kita akan membahas budaya organisasi pada DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta
dan hubungannya dengan kepuasan pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta. Metode yang
digunakan dalam artikel ini adalah dengan melakukan telaahan literatur dari hasil penelitian
sebelumnya dengan hasil survey indeks kepuasan masyarakat yang dilakukan oleh DPM dan
PTSP.
DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2017 telah menetapkan Visi yaitu
“Solusi Perizinan Warga Jakarta” dan nilai budaya organisasinya yaitu SETIA yang merupakan
kepanjangan dari Solusi, Empati, Tegas, Inovasi dan Andal. Diharapkan setiap petugas dapat
memahami dan melaksankan nilai tersebut dalam kegiatan pelayanan terhadap warga Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa penerapan budaya organisasi
berpengaruh terhadap kinerja pegawai dan berpengaruh terhadap kepuasan pelayanan publik
dan ini sesuai dengan hasil survey indeks kepuasan masyarakat yang dilakukan oleh tim internal
DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta yang menunjukan bahwa tingkat kepuasan masyarakat
setelah diterapkannya nilai SETIA yaiut Januari – Maret 2017 meningkat sebesar 12,44%
menjadi 94,74% dari sebelumnya 82,3% sepanjang Oktober Desember 2016. Hal ini
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-undang nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik mengamanatkan setiap
daerah harus membentuk instansi Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai instansi pelayanan
perijinan. Pada awalnya Provinsi DKI Jakarta membentuk Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
yang diresmikan tanggal 2 Januari 2015 dan selanjutnya pada awal tahun 2017 BPTSP di
gabung dengan Badan Penanaman Modal menjadi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disebut DPM dan PTSP. DPM dan PTSP merupakan
SPKD penyelenggara pelayanan publik yang berfokus pada pelayanan izin dan non izin di DKI
Jakarta yang memiliki 316 service point yang tersebar dari tingkat provinsi sampai dengan
Kelurahan di seluruh Provinsi DKI Jakarta.
Suatu instansi didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai
tujuannya setiap instansi dipengaruhi oleh perilaku dan sikap orang-orang yang terdapat dalam
instansi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai tujuan tersebut tergantung kepada keandalan
dan kemampuan pegawai dalam mengoperasikan unit-unit kerja yang terdapat di instansi
tersebut, karena tujuan instansi dapat tercapai hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku
yang terdapat dalam setiap instansi. Organisasi merupakan suatu sistem yang saling
mempengaruhi satu sama lain, apabila salah satu dari sub sistem tersebut rusak, maka akan
mempengaruhi sub-sub sistem yang lain. Sistem tersebut dapat berjalan dengan semestinya jika
individu-individu yang ada di dalamnya berkewajiban mengaturnya, yang berarti selama
anggota atau individunya masih suka dan melaksanakan tanggung jawab sebagaimana mestinya
maka organisasi tersebut akan berjalan dengan baik.
Sumber Daya Manusia (pegawai) merupakan unsur yang strategis dalam menentukan
sehat tidaknya suatu organisasi. Pengembangan SDM yang terencana dan berkelanjutan
merupakan kebutuhan yang mutlak terutama untuk masa depan organisasi. Dalam kondisi
lingkungan tersebut, manajemen dituntut untuk mengembangkan cara baru untuk
mempertahankan pegawai pada produktifitas tinggi serta mengembangkan potensinya agar
memberikan kontribusi maksimal pada organisasi. Masalah sumber daya manusia yang
kelihatannya hanya merupakan masalah intern dari suatu organisasi sesungguhnya mempunyai
hubungan yang erat dengan masyarakat luas sebagai pelayanan publik yang diukur dari kinerja.
Manajemen sumber daya manusia merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas
manusia, dengan memperbaiki sumber daya manusia, meningkatkan pula kinerja dan daya hasil
organisasi, sehingga dapat mewujudkan pegawai yang memiliki disiplin dan kinerja yang tinggi
sehingga diperlukan pula peran yang besar dari pimpinan organisasi. Dalam meningkatkan
kinerja pegawai diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan
memperhatikan kebutuhan dari para pegawai, diantaranya adalah terbentuknya budaya
organisasi yang baik dan terkoordinasi.
Setiap individu selalu mempunyai sifat yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sifat
tersebut dapat menjadi ciri khas bagi seseorang sehingga kita dapat mengetahui bagaimana
sifatnya. Sama halnya dengan manusia, organisasi juga mempunyai sifat-sifat tertentu. Melalui
sifat-sifat tersebut kita juga dapat mengetahui bagaimana karakter dari organisasi tersebut. Sifat
tersebut kita kenal dengan budaya organisasi atau organization culture. Budaya-budaya yang
dimiliki oleh setiap suku bangsa memiliki sistem nilai dan norma dalam mengatur masingmasing anggotanya dari suku bangsa tersebut maupun orang yang berasal dari suku lain, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa suatu organisasi juga memiliki budaya yang mengatur
bagaimana anggota-anggotanya untuk bertindak. Budaya memberikan identitas bagi para
anggota organisasi dan membangkitkan komitmen terhadap keyakinan dan nilai yang lebih
besar dari dirinya sendiri. Meskipun ide-ide ini telah menjadi bagian budaya itu sendiri yang
bisa datang di manapun organisasi itu berada. Suatu organisasi budaya berfungsi untuk
menghubungkan para anggotanya sehingga mereka tahu bagaimana berinteraksi satu sama lain.
Budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan
(believes) atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota
suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasi.
(Sutrisno, 2010). Budaya organisasi merupakan cara hidup dan gaya hidup dari suatu organisasi
yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini dianut oleh
anggota organisasi. (Ermawan, 2011). Budaya organisasi adalah Pola asumsi dasar diciptakan
atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat mereka menyesuaikan diri dengan masalahmasalah eksternal dan integrasi internal yang telah bekerja cukup baik serta dianggap berharga,
dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang benar untuk menyadari, berpikir
dan merasakan hubungan dengan masalah tersebut. (Fred Luthans, 2006). Budaya itu adalah
sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang
menentukan, sebagian besar cara mereka bertindak satu terhadap yang lain dan terhadap orang
luar. (Robbins,2007). Budaya organisasi adalah pola kepercayaan, nilai, ritual, mitos para
anggota suatu organisasi, yang mempengaruhi perilaku semua individu dan kelompok di dalam
organisasinya. (Harrison dan Stokes, 1992). Dari berbagai definisi yag telah dikemukakan,
dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai, anggapan, asumsi, sikap dan
norma perilaku yang telah melembaga kemudian mewujud dalam penampilan, sikap dan
tindakan, sehingga menjadi identitas dari organisasi tertentu.
Budaya organisasi merupakan sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang
ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar
organisasi bisa mengatasi, menanggulangi permasalahan yang timbul akibat adaptasi eksternal
dan integritas internal yang sudah berjalan dengan cukup baik sehingga perlu diajarkan dan
diterapkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami,
memikirkan dan merasakan berteman dengan mereka-mereka tersebut (Scain dalam Lako,
2004). Setiap individu yang tergabung di dalam sebuah organisasi memiliki budaya yang
berbeda, disebabkan mereka memiliki latar belakang budaya yang berbeda, namun semua
perbedaan itu akan dilebur menjadi satu di dalam sebuah budaya yaitu budaya organisasi, untuk
menjadi sebuah kelompok yang bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi sebagaimana
yang telah disepakati bersama sebelumnya, tetapi dalam proses tersebut tidak tertutup
kemungkinan ada individu yang bisa menerima dan juga yang tidak bisa menerimanya, yang
mungkin bertentangan dengan budaya yang dimilikinya. Menurut Lako (2004) peran strategis
budaya organisasi kurang disadari dan dipahami oleh kebanyakan orang pelaku organisasi di
Indonesia, terutama prinsipal yaitu pemilik dan agents dan dipercaya untuk mengelola
organisasi. Banyaknya masalah yang berhubungan dengan ketenagakerjaan akhir-akhir ini
menunjukan bahwa kesadaran manajemen terhadap peran strategis dan implementasi budaya
organisasi dalam instansi pemerintahan masih lemah dan mengkhawatirkan.
Kekuatan-kekuatan dalam lingkungan eksternal organisasi dapat mengisyaratkan
kebutuhan perubahan budaya, misalnya dengan adanya persaingan yang makin tajam dalam
suatu lingkungan instansi menuntut perubahan budaya organisasi untuk senantiasa mampu
merespon keinginan masyarakat dengan lebih cepat. Di samping berasal dari lingkungan
eksternal, kekuatan perubahan budaya juga bisa berasal dari dalam/internal, sebagai contoh jika
kepala kantor menerapkan pendekatan-pendekatan baru untuk manajemen organisasi agar
tercipta kinerja yang baik. Bernard (1999) mengemukakan bahwa ungkapan seperti output,
kinerja, efisiensi, efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Produktivitas
merupakan rasio output terhadap input. Kinerja memberikan penekanan kepada nilai efisien,
yang diartikan sebagai rasio output dan input, sedang pengukuran efisien menggantikan
penentuan outcome tersebut. Selain efisiensi, produktivitas juga dikaitkan dengan kualitas
output yang diukur berdasarkan beberapa standar yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi yang
dimaksud dengan kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang dalam
suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai
tujuan organisasi yang bersangkutan, secara legal, tidak melanggar aturan, dan sesuai dengan
moral serta etika.
Kinerja mempunyai arti penting bagi pegawai, adanya penilaian kinerja berarti pegawai
mendapat perhatian dari atasan, disamping itu akan menambah gairah kerja pegawai karena
dengan penilaian kinerja ini mungkin pegawai yang berprestasi dipromosikan, dikembangkan
dan diberi penghargaan atas prestasi, sebaliknya pegawai yang tidak berprestasi mungkin akan
didemosikan.
Kesulitan mengukur kinerja organisasi pelayanan publik karena tujuan dan misi organisasi
publik seringkali tidak hanya sangat kabur, akan tetapi juga bersifat multidimensional karena
stakeholders dari organisasi publik memiliki kepentingan yang berbeda satu dengan lainnya
sehingga ukuran kinerja organisasi publik di mata stakeholders juga berbeda-beda. Pengukuran
kinerja organisasi perlu dilakukan dalam memastikan pemahaman para pelaksana dan
mengukur pencapaian prestasi, memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati,
memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan antara skema kerja dan
pelaksanaan, memberikan penghargaan maupun hukuman yang obyektif atas prestasi
pelaksanaan yang telah diukur sesuai sistem pengukuran yang telah disepakati, menjadikan
sebagai alat komunikasi antara pegawai dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja
organisasi, memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif dan
mengungkapkan permasalahan yang terjadi.
Kualitas sumber daya manusia mencakup aspek lahiriah maupun batiniah, yang
menentukan kinerja kantor. Ukuran yang dipakai untuk menentukan kinerja instansi
pemerintahan salah satunya adalah kinerja pegawai yang ada di kantor. Peningkatan kualitas
sumber daya manusia di instansi pemerintahan dapat dilakukan dengan pendekatan peningkatan
kualitas pegawai pada semua tingkatan. Kualitas pegawai yang semakin tinggi diharapkan
semakin tinggi kinerja kantor, sebaliknya, semakin rendah kualitas pegawai semakin rendah
kinerja kantor. Kinerja yang dimiliki oleh instansi pemerintahan pada hakikatnya merupakan
suatu akibat dari persyaratan kerja yang harus dipenuhi oleh pegawai. Pegawai akan bersedia
bekerja dengan penuh semangat apabila merasa kebutuhan baik fisik dan non fisik terpenuhi.
Kinerja instansi pemerintahan sangat ditentukan oleh kinerja pegawai yang menjadi ujung
tombak kantor itu. Kesadaran para pegawai ataupun pimpinannya akan pengaruh positif budaya
organisasi terhadap produktivitas organisasi akan memberikan motivasi yang kuat untuk
mempertahankan, memelihara, dan mengembangankan budaya organisasi yang dimiliki,
sehingga merupakan daya dorong yang kuat untuk kemajuan organisasi. Sebagaimana temuan
Kotter dan Heskett, menunjukkan bahwa organisasi berprestasi karena ditopang budaya
organisasi yang kuat.
Penilaian kinerja pada organisasi publik sangatlah penting untuk dilakukan, agar dapat
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Penilaian kinerja tersebut digunakan untuk menilai
keberhasilan kinerja sebuah organisasi publik dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat,
karena pada dasarnya orientasi organisasi publik bukan untuk mencari laba (profit oriented),
tetapi lebih mengutamakan pelayanan publik (service public oriented). Selain itu penilaian
kinerja pada organisasi publik digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja pada periode
yang lalu, untuk digunakan sebagai dasar penyusunan strategi perusahaan selanjutnya
(Srimindarti, 2004).
Kondisi ini mendorong organisasi publik untuk dapat mengelola jasa pelayanan publik
secara baik dan bertanggungjawab. Sebab, apabila dikelola secara baik dan bertanggungjawab,
organisasi publik tersebut akan memberikan kontribusi pemasukan kepada kas daerah, yang
nantinya akan menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD). Oleh karena itu, diperlukan
pengelolaan organisasi yang profesional sehingga mampu menciptakan suatu organisasi publik
yang berorientasi pada value for money (efectifity, efficiency, economy) (Mardiasmo, 2004).
Artikel kali ini akan membahas tentang penerapan etika bisnis, khususnya nilai nilai
budaya organisasi dalam hubungannya dengan kinerja pada sektor pelayanan publik. Budaya
organisasi juga memiliki peran yang cukup penting dalam meningkatkan kinerja karyawan.
Budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen organisasi, menentukan
identitas, suntikan energi, motivator, dan dapat dijadikan pedoman bagi anggota organisasi.
Budaya organisasi merupakan alat perekat yang mampu membuat kelompok organisasi menjadi
lebih dekat, yang dapat menjadi sebuah energi positif yang mampu membawa organisasi ke
arah yang lebih baik. Pada artikel ini kita akan membahas budaya organisasi pada DPM dan
PTSP Provinsi DKI Jakarta dan hubungannya dengan pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Alisyahbana (dalam Supartono, 2004:31) budaya merupakan manifestasi dari
cara berfikir, sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas sebab semua tingkah laku
dan perbuatan, mencakup di dalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan maksud dari
pikiran. Kemudian Peruci dan Hamby (dalam Tampubolon, 2004:184) mendefisinisikan
budaya adalah segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan, dan diciptakan oleh manusia dalam
masyarakat, serta termasuk pengakumulasian sejarah dari objek-objek atau perbuatan yang
dilakukan sepanjang waktu.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan budaya adalah segala
sesuatu yang berkaitan dengan hasil pemikiran berupa pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
nilai-nilai, dan moral yang kemudian dilakukan dalam kehidupan baik sebagai individu maupun
sebagai bagian dari masyarakat dimana segala hasil pemikiran tersebut didapatkan melalui
interaksi manusia dengan manusia yang lain di dalam kehidupan bermasyarakat maupun
interaksi manusia dengan alam.
Sobirin (2002: 7) mendefinisikan organisasi sebagai unit sosial atau entitas yang
didirikan oleh manusia dalam jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan sekelompok
manusia-manusia minimal dua orang, mempunyai kegiatan yang terkoordinir, teratur dan
terstruktur, didirikan untuk mencapai tujuan tertentu mempunyai identitas diri yang
membedakan satu entitas dengan entitas lainnya.
Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah suatu kelompok
yang menghimpun anggota-anggota yang memiliki satu tujuan tertentu dan bekerja sama
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dimana dalam kelompok tersebut memiliki struktur yang
memuat unit-unit kerja sebagai pengelompokan tugas-tugas atau pekerjaan sejenis dari yang
mudah hingga yang terberat dimana setiap unit memiliki volume dan beban kerja yang harus
diwujudkan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam pencapaian tujuan tersebut dibutuhkan
koordinasi dalam pelaksanaan kerjasama yang berdasarkan prosedur yang telah diatur secara
formal.
Menurut Davis (dalam Lako, 2004: 29) budaya organisasi merupakan pola keyakinan
dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga
pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mangkunegara (2005: 113) yang menyatakan bahwa
budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma
yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggotaanggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan pola
keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang diyakini dan dijiwai oleh seluruh anggotanya dalam
melakukan pekerjaan sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan
terhadap masalah-masalah terkait, sehingga akan menjadi sebuah nilai atau aturan di dalam
organisasi tersebut.
Elemen Budaya Organisasi, Ciri-ciri Budaya Organisasi Yang Kuat, Fungsi dan
Karakteristik Budaya Organisasi
Beberapa ahli mengemukakan elemen budaya organisasi, seperti Denison (1990) antara
lain : nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar, dan praktek-praktek manajemen serta
perilaku. Serta Schein (1992) yaitu : pola asumsi dasar bersama, nilai dan cara untuk melihat,
berfikir dan merasakan, dan artefak. Terlepas dari adanya perbedaan seberapa banyak elemen
budaya organisasi dari setiap ahli, secara umum elemen budaya organisasi terdiri dari dua
elemen pokok yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat perilaku.
1. Elemen Idealistik
Elemen idealistik umumnya tidak tertulis, bagi organisasi yang masih kecil melekat pada
diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup, atau nilai-niali individual pendiri atau
pemilik organisasi dan menjadi pedoman untuk menentukan arah tujuan menjalankan
kehidupan sehari-hari organisasi. Elemen idealistik ini biasanya dinyatakan secara formal
dalam bentuk pernyataan visi atau misi organisasi, tujuannya tidak lain agar ideologi
organisasi tetap lestari. Schein (1992) dan Rosseau (1990) mengatakan elemen idealistik
tidak hanya terdiri dari nilai-nilai organisasi tetapi masih ada komponen yang lebih esensial
yakni asumsi dasar yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran,
asumsi dasar tidak pernah dipersoalkan atau diperdebatkan keabsahanya.
2. Elemen Behavioural
Elemen bersifat behavioural adalah elemen yang kasat mata, muncul kepermukaan dalam
bentuk perilaku sehari-sehari para anggotanya, logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara
berpakaian, atau cara bertindak yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi dan bentukbentuk lain seperti desain dan arsitektur instansi. Bagi orang luar organisasi, elemen ini
sering dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi sebab elemen ini mudah
diamati, dipahami dan diinterpretasikan, meski interpretasinya kadang-kadang tidak sama
dengan interpretasi orang-orang yang terlibat langsung dalam organisasi.
Ciri-ciri sebuah organisasi memiliki budaya organisasi yang kuat adalah sebagai
berikut:
a. Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi
serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik.
b. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam instansi digariskan dengan jelas,
dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang di dalam instansi sehingga orangorang yang bekerja menjadi sangat kohesif.
c. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan
dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja
dalam instansi, dari mereka yang berpangkat paling rendah sampai pada pimpinan tertinggi.
d. Organisasi/instansi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan instansi dan
secara sistematis menciptakan bermacam-macam tingkat pahlawan, misalnya, pemberi saran
terbaik, inovator tahun ini, dan sebagainya.
e. Dijumpai banyak ritual, mulai yang sangat sederhana sampai dengan ritual yang mewah.
Pemimpin organisasi selalu mengalokasikan waktunya untuk menghadiri acara-acara ritual.
f. Memiliki jaringan kulturul yang menampung cerita-cerita kehebatan para pahlawannya.
Menurut Stephen P. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior membagi lima
fungsi budaya organisasi, sebagai berikut:
1. Berperan menetapkan batasan.
2. Mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi.
3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan individual
seseorang.
4. Meningkatkan stabilitas sstem sosial karena merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi.
5. Sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap serta
perilaku para karyawan.
Menurut Robbins (dalam Tika, 2006: 10) terdapat beberapa karakteristik yang apabila
dicampur dan dicocokkan maka akan menjadi budaya internal yaitu :
 Inisiatif individu yaitu sejauh mana organisasi memberikan kebebasan kepada setiap
pegawai dalam mengemukakan pendapat atau ide-ide yang di dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya. Inisiatif individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu
organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi.
 Toleransi terhadap tindakan beresiko yaitu sejauh mana pegawai dianjurkan untuk dapat
bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko dalam mengambil kesempatan yang dapat
memajukan dan mengembangkan organisasi. Tindakan yang beresiko yang dimaksudkan
adalah segala akibat yang timbul dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilakukan oleh
pegawai.
 Pengarahan yaitu sejauh mana pimpinan suatu organisasi dapat menciptakan dengan jelas
sasaran dan harapan yang diinginkan, sehingga para pegawai dapat memahaminya dan
segala kegiatan yang dilakukan para pegawai mengarah pada pencapaian tujuan organisasi.
Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi dan misi.
 Integrasi yaitu sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-unit organisasi untuk
bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Menurut Handoko (2003 : 195) koordinasi
merupakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada unit-unit yang
terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai
tujuan.
 Dukungan manajemen yaitu sejauh mana para pimpinan organisasi dapat memberikan
komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap pegawai. Dukungan
tersebut dapat berupa adanya upaya pengembangan kemampuan para pegawai seperti
mengadakan pelatihan.
 Kontrol yaitu adanya pengawasan dari para pimpinan terhadap para pegawai dengan
menggunakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan demi kelancaran organisasi.
Pengawasan menurut Handoko (2003: 360) dapat didefinisikan sebagai proses untuk
menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi tercapai.
 Sistem imbalan yaitu sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji, promosi, dan
sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan sebaliknya didasarkan atas
senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.
 Toleransi terhadap konflik yaitu sejauh mana para pegawai didorong untuk mengemukakan
konflik dan kritik secara terbuka guna memajukan organisasi, dan bagaimana pula
tanggapan organisasi terhadap konflik tersebut.
 Pola komunikasi yaitu sejauh mana komunikasi dalam organisasi yang dibatasi oleh
hierarki kewenangan yang formal dapat berjalan baik. Menurut Handoko (2003: 272)
komunikasi itu sendiri merupakan proses pemindahan pengertian atau informasi dari
seseorang ke orang lain. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dapat memenuhi
kebutuhan sasarannya, sehingga akhirnya dapat memberikan hasil yang lebih efektif.
Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang pembentukan Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah amanat undang-undang nomor 25 tahun 2009
tentang pelayanan Publik. Maksud dari undang-undang ini adalah dapat memberikan kepastian
hukum dalam hubungan antara masyarakat dengan penyelenggara pelayanan publik.
Sedangkan tujuan dari undang-undang ini adalah sebagai berikut :
• Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban
dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
• Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asasasas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;
• Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundangundangan;
• Terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
Sementara dasar hukum pelaksanaan DPM dan PTSP di Pemerintah Daerah Provinsi
DKI Jakarta adalah Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 tentang Pelayanan
Terpadu Satu Pintu. Maksud dari Penyelenggaraan PTSP adalah dapat memberikan kemudahan
dan kepastian bagi masyarakat dalam memperoleh pelayanan perizinan dan non perizinan.
Berdasarkan Perda tersebut tujuan dari adanya Penyelenggaraan PTSP adalah :
 Meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan non perizinan;
 Memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan perizinan
dan non perizinan;
 Meningkatkan kepastian pelayanan perizinan dan non perizinan
Pembentukan DPM dan PTSP diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat
sekaligus mewujudkan Provinsi DKI Jakarta sebagai kota jasa (service city) dan sekaligus tolak
ukur dalam kemudahan berusaha. Dinas ini selain menjadi badan pelaksana proses pelayanan
pemberian perizinan dan non perizinan yang dilimpahkan, juga akan melaksanakan fungsi
koordinasi dengan SKPD/UKPD dalam hal pelayanan perizinan dan non perizinan, serta
pelayanan dokumen administrasi yang dilimpahkan.
Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu nomor 22 Tahun tentang Visi, Misi Dan Tata Nilai Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, memiliki visi “Solusi
Perijinan Warga Jakarta”. Visi ini ditetapkan karena DPM dan PTSP ingin mengubah
paradigma pengurusan perijinan di wilayah DKI Jakarta. Selama ini paradigma yang
berkembang di masyarakat adalah pengurusan ijin di DKI Jakarta adalah membutuhkan waktu
yang lama, birokrasi yang panjang dan biaya yang mahal. DPM dan PTSP ini dibentuk selain
amanat undang-undang juga merupakan garda terdepan dalam perubahan pelayanan publik di
DKI Jakarta. Secara umum DPM dan PTSP juga memiliki tugas dalam merubah pandangan
masyarakat terhadap citra pegawai negeri sipil di wilayah DKI Jakarta khususnya.
Misi DPM dan PTSP juga tercantum dalam Keputusan Kepala Dinas yang sama, adapun
Misi dari DPM dan PTSP adalah :
1. Melakukan pembinaan dan pengembangan aparatur Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
sesuai kompetensi.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan non perizinan secara profesional.
3. Mengedepankan pemanfaatan sistem informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
4. Mengelola pengaduan masyarakat dengan berbasis quick response.
5. Menyediakan prasarana dan sarana pelayanan yang memadai dan handal.
Sedangkan tata nilai DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta adalah Solusi, Empati,
Tegas, Inovasi dan Andal (SETIA) dengan penjabaran sebagai berikut :
1. Solusi adalah cara atau jalan yang digunakan untuk memecahkan atau menyelesaikan
masalah secara objektif tanpa adanya tekanan.
2. Empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi
dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.
3. Tegas adalah sikap yang berani dan percaya diri dalam mengambil keputusan dan dapat
mengungkapkan apa yang benar dan apa yang salah secara jelas, nyata dan pasti (tidak
samar-samar, tidak ragu-ragu)
4. Inovasi, adalah proses kreatif untuk mengubah peluang menjadi suatu gagasan, ide, metode
atau alat yang dapat diimplementasikan.
5. Andal, Adalah berintegritas tinggi, menguasai materi yang didalamnya termasuk struktur,
konsep dan pola pikir keilmuan untuk mendukung dirinya dalam pekerjaan sehari.
Visi, Misi dan Tata Nilai DPM dan PTSP yang telah ditetapkan tersebut diharapkan
dapat dipahami dan dilaksanakan dengan sungguh oleh setiap personil yang bertugas di DPM
dan PTSP. Tata nilai Budaya Organisasi DPM dan PTSP tersebut diharapkan dapat menjadi
acuan dan panduan dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang mengurus
perijinan di DKI Jakarta dan juga Sebagai mekanisme kontrol rasional yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku para karyawan dalam memberikan pelayanan.
METODE
Artikel mengenai tata nilai budaya organisasi ini disusun untuk melihat bagaimana
pengaruh tata nilai budaya organisasi terhadap kepuasan publik terhadap pelayanan DPM dan
PTSP dengan membandingkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya dan hasil
survey internal yang dilakukan oleh DPM dan PTSP. Metode survey yang dilakukan dengan
melakukan penelponan terhadap warga masyarakat yang telah mengajukan proses perijinan di
DPM dan PTSP, sampel yang diambil secara random sebanyak 936 responden yang telah
melakukan pelayanan di DPM dan PTSP.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Terdahulu
Telah banyak beberapa penelitian yang meneliti pengaruh budaya organisasi dengan
kepuasan terhadap pelayanan publik. Penelitian yang dilakukan oleh Denison dan Mishra
(1995) mengenai budaya organisasi dan efektivitas, mencoba mengembangkan sebuah model
dari budaya organisasi yang didasarkan pada empat sifat budaya organisasi, yaitu involvement,
consistency,adaptability, dan mission. Sifat-sifat tersebut diuji melalui dua studi berturut-turut.
Pertama, studi kasus kualitatif dari lima perusahaan yang mengidentifikasi sifat dan
hubungannya dengan efektivitas. Kedua, studi kuantitatif yang memberikan sebuah
analisis exploratori dari persepsi CEO terhadap empat sifat budaya tersebut dan hubungannya
dengan pengukuran-pengukuran subyektif dan obyektif dari efektivitasdalam 764 organisasi.
Temuan yang diperoleh dari studi ini menunjukkan bahwa masing masing sifat budaya
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan.
Neelankavil, et al., (2000) dalam kajiannya terhadap penentu kinerja, juga menemukan
bahwa budaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja (succesful job
performance). Sirianni dan Frey (2001) dalam kajiannya mengenai perubahan suatu budaya,
menemukan bahwa budaya (seperti training karyawan) mempengaruhi kinerja karyawan
(participant job performance). Dari pengaruh tersebut, akan menimbulkan dan meningkatkan
kepuasan kerja,menurunkan turn over karyawan, dan memperbaiki nilai.
Sheridan (1992) dalam kajiannya mengenai budaya organisasi dan retensi karyawan,
menemukan bahwa nilai-nilai dalam budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap
perilaku kerja karyawan. Keadaan ini juga berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dari
temuan tersebut diketahui bahwa terdapat banyak nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dalam
mempelajari budaya organisasi, dan semua itu berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Parry dan Thomson (2003) mengenai kepemimpinan,
budaya organisasi dan kinerja, yang merupakan studi kasus sektor publik di New
Zealand, menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Barney (1986) mengenai budaya organisasi yang
mengarah pada apakah budaya organisasi dapat menjadi suatu sumber keunggulan
kompetitif, menemukan bahwa budaya organisasi dapat berpengaruh signifikan terhadap
kinerja ekonomi jangka panjang sehingga dapat meraih Sustainable Competitive
Advantage. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa budaya organisasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Gotwon dan Ditomaso (1992) mengenai budaya
organisasi dan kinerja perusahaan, menemukan bahwa budaya organisasi yang kuat
meningkatkan kemampuan perusahaan untuk beradaptasi. Dengan demikian, maka
budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Marcoulides dan Heck (1993) mengenai budaya
organisasi dan kinerja, menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hope (2003) mengenai budaya organisasi dan kinerja
pelayanan publik, menemukan bahwa nilai-nilai organisasi yang dipegang teguh
karyawan publik (public servants) di Bostwana telah membawa daerah tersebut
mempunyai reputasi yang tinggi (good governance). Dengan kata lain, keadaan tersebut
menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ogbonna dan Harris (2000) mengenai kepemimpinan,
budaya organisasi, dan kinerja, yang bertujuan untuk menguji sifat hubungan antara
kepemimpinan, budaya organisasi, dan kinerja organisasi, menemukan bahwa kepemimpinan
berpengaruh terhadap kinerja. Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja dan memediasi
hubungan kepemimpinan dengan kinerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Innes (2004) mengenai pengaruh kepemimpinan
terhadap persepsi kebijakan organisasi, keterlibatan kerja, dan komitmen organisasi,
menemukan bahwa konstruk kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap persepsi
kebijakan organisasi. Selanjutnya, persepsi kebijakan organisasi berpengaruh signifikan
(hubungan negatif) terhadap keterlibatan kerja dan komitmen organisasi. Dengan kata lain,
budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Pelaksanaan Nilai Budaya Organisasi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta
Tata nilai dan Budaya yang telah ditetapkan oleh DPM dan PTSP telah
diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta.
Kriteria untuk masing-masing nilai budaya organisasi adalah sebagai berikut :
1. Solusi
Nilai solusi ini diimplementasikan oleh petugas dengan menjadi seorang petugas yang
mampu untuk :
- Menginformasikan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah.
- Menindaklanjuti dan memonitor penyelesaian masalah.
- Menginformasikan hasil penyelesaian masalah.
- Melakukan komunikasi persuasif dan alternatif pemecahan masalah jika solusi tidak
sesuai dengan harapan masyarakat.
- Memberikan kepastian mengenai persyaratan prosedur dan biaya perijinan
2. Empati
Nilai empati ini diimplementasikan oleh petugas dengan menjadi seorang petugas yang
mampu untuk :
- Ikut merasakan kesulitan dari pemohon, sebagai contoh apabila ada pemohon sudah
datang jauh-jauh namun dalam permohonan masih terdapat kekurangan berkas yang
minor tidak serta merta menolak berkas tersebut namun tetap menerima berkas dengan
catatan akan melengkapi kekurangan pada saat pengambilan izin.
- Mampu mengendalikan emosi diri sendiri, seperti yang kita tahu dalam melayani warga
jakarta dengan berbagai karakternya seorang petugas harus mampu mengontrol
emosinya dan tetap memberikan pelayanan yang ramah.
- Mengutamakan kaum prioritas (lansia, difabel dan ibu hamil) dalam memberikan
layanan
3. Tegas
Nilai empati ini diimplementasikan oleh petugas dengan menjadi seorang petugas yang
mampu untuk :
- Membuat keputusan yang tepat atas dasar prosedur yang telah ada
- Bersikap jujur dalam menyampaikan kebenaran
- Bertanggung jawab dalam perkataan dan tindakan
- Percaya diri tinggi dalam menyampaikan informasi
- Tidak pernah membiarkan masalah tanpa keputusan
4. Inovasi
Nilai inovasi ini diimplementasikan oleh petugas dengan menjadi seorang petugas yang
mampu untuk :
-
Selalu fokus untuk masa depan
Menyukai perubahan dan terus berupaya untuk melakukan perbaikan (improvement).
Bukan hanya bicara namun mewujudkan dalam tindakan nyata
Berani untuk mengambil resiko yang terukur
5. Andal
Nilai Andal ini diimplementasikan oleh petugas dengan menjadi seorang petugas yang
mampu untuk :
- Memiliki integritas yang tinggi untuk melakukan hal yang benar
- Selalu mengembangkan diri sendiri untuk belajar dan bertumbuh
- Mampu menjalin hubungan baik dengan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat
- Memiliki perilaku positif dan menjalankan secara konsisten
- Menguasai kompetensi dasar dan lanjutan yang berhubungan dengan perizinan.
Beberapa contoh kegiatan yang merupakan implementasi tata nilai budaya Dinas
Penanaman modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DPM dan PTSP adalah sebagai berikut
:
1. Membuat dan memasang poster tentang pelayanan persyaratan, waktu pelayanan, dan biaya
di setiap outlet pelayanan terpadu satu pintu hal ini adalah implementasi dari nilai budaya
Solusi
2. Membuka pelayanan sebanyak 518 jenis perijinan dan non perijinan pada seluruh outlet
DPM dan PTSP yang tersebar di 316 service point dari tingkat Provinsi sampai dengan
Kelurahan. Kegiatan ini adalah implementasi dari nilai solusi dan empati
3. Pelaksanaan perijinan One Day Service dan Drive Thru, ini adalah bentuk inovasi
pelayanan publik dengan tujuan untuk memangkas waktu perijinan. Perijinan one day
service ini dilaksanakan pada jenis izin SIUP, TDP, Izin Penelitian, KIU/KIO Perorangan,
SIUP Kecil, IMB Rumah Tinggal, SIK Apoteker, SIP Apoteker, SIP Dokter
Spesialis/Dokter Gigi Spesialis, PMI1, SIUP Mikro, IPTM, SIK Perawat, SIK Perawat
Gigi, SIK Tenaga Teknis Kefarmasian, SIP Dokter/Dokter Gigi, Kartu Pencari Kerja.
Kegiatan ini adalah implementasi dari nilai inovasi dan empati.
4. Perijinan online, di zaman yang serba canggih ini DPM dan PTSP berinovasi untuk
memberikan pelayanan secara online. Tujuan perizinan secara online ini adalah agar
pemohon dapat dengan mudah melakukan pendaftaran perizinan darimanapun dia berada
selain itu bertujuan untuk memotong jalur percaloan karena sistem online ini hanya dapat
digunakan oleh pemohon yang telah terdaftar dan memiliki akun. Akun dan password
tersebut dipegang oleh pemohon sendiri. Sampai dengan saat ini 2016 DPM dan PTSP telah
melaksanakan pelayanan perijinan online terhadap 60 jenis perijinan dan ditargetkan untuk
tahun 2017 ini sudah 200 jenis perijinan dan non perijinan akan dapat dilayani melalui
sistim online.
5. Antar Jemput Izin Bermotor, salah satu inovasi unggulan dari DPM dan PTSP adalah
dibentuknya suatu tim yang bertugas untuk menjemput dan mengantar izin yang diajukan
pemohon secara gratis. Ide adanya antar jemput izin bermotor adalah melihat keengganan
pemohon datang ke service point untuk mengurus izin dikarenakan tingkat kemacetan atau
masih menganggap mengurus perizinan adalah suatu hal yang sangat rumit di DKI Jakarta
sehingga mereka memilih menggunakan calo atau biro jasa. Melihat hal itu DPM dan PTSP
mencoba berinovasi dengan tujuan merubah paradigma pelayan perizinan di DKI Jakarta,
selama kegiatan perizinan tesebut adalah kegiatan usaha yang berada di wilayah DKI
jakarta dan pemohon sendiri yang mengajukan permohonan maka tim AJIB akan melayani
dengan sepenuh hati secara gratis. Untuk melakukan pemesanan petugas AJIB ini pemohon
dapat menelpon ke layanan call center di 1500164 atau mendownload aplikasi AJIB melalui
google play atau IOS.
6. Layanan Call Center, layanan ini sepertinya sudah menjadi keharusan untuk setiap
pelayanan publik untuk memudahkan pemohon mengakses dan meminta informasi
mengenai pelayanan perizinan. Layanan call center untuk DPM dan PTSP Provinsi DKI
Jakarta adalah 1500164. Warga dapat mengakses layanan ini untuk meminta informasi
terkait perijinan dan non perijinan
7. Salah satu inovasi yang memanfaatkan kecanggihan teknologi adalah e-signature. Pada
layanan ini memungkinkan penandatangan dapat menandatangani perizinan dan non
perizinan walaupun tidak berada ditempat sehingga mempercepat waktu penyelesaian
perizinan dan non perizinan.
8. Antrian online, adalah salah satu inovasi pelayanan terkait saran dan masukan pemohon
yang pernah mengurus perizinan di DPM dan PTSP. Pemohon sudah jauh-jauh datang ke
service point DPM dan PTSP namun kuota nomor antrian telah habis. Banyak nomor
antrian ini habis karena sudah diambil oleh biro jasa atau calo. Melihat hal tersebut maka
DPM dan PTSP membuatkan aplikasi antrian online dimana dengan menggunakan antrian
online pemohon dapat mendaftarkan nomor antrian sesuai dengan waktu yang diinginkan
dan layanan yang diinginkan.
9. Layanan IMB 3.0 dan Jasa Arsitek Gratis, hal ini terinspirasi dikarenakan banyaknya
keluhan mengenai lamanya pelayanan IMB rumah tinggal dan mahalnya jasa arsitek untuk
pengurusan IMB. |Layanan IMB 3.0 adalah bentuk pelayanan pengurusan IMB rumah
tinggal dengan waktu hanya 3 jam, tentunya pelayanan ini memiliki syarat dan ketentuan
yang berlaku. Begitu juga dengan jasa arsitek gratis untuk memudahkan warga yang kurang
mampu dalam mengurus izin mendirikan bangunan. Jasa arsitek gratis ini memberikan
layanan gambar gratis untuk bangunan rumah tinggal dengan luas dibawah 200 m2 dan
syarat ketentuan lainnya.
10. Layanan Mobil AJIB Keliling, layanan ini adalah pengembangan dari pelayanan AJIB yang
sudah ada lebih dahulu. Mobil AJIB Pelayanan Keliling ini melayani penerimaan berkas
izin dan non perizinan di seluruh wilayah DKI secara bergiliran setiap harinya. Mobil AJIB
keliling ini akan mendatangi lokasi lokasi yang banyak kegiatan usaha misalnya pusat
pertokoan, mall, pasar, dan lain lain, untuk memudahkan warga DKI Jakarta dalam
mengurus perizinan di DKI Jakarta.
Seluruh kegiatan dan inovasi diatas adalah implementasi dari pelaksanaaan nilai budaya
organisasi DPM dan PTSP yaitu Solusi, Empati, Tegas, Inovasi dan Andal (SETIA).
Pelaksanaan dari nilai budaya organisasi tersebut bertujuan untuk mencapai visi DPM dan
PTSP dalam melakukan revolusi perizinan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yaitu
“Solusi Perizinan Warga Jakarta” yang muaranya adalah kepuasan dari pelayanan publik di
DKI Jakarta dan secara umum bertujuan merubah paradigma buruk yang selama ini melekat
pada PNS Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Hasil dan Capaian DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta
Sejak berdirinya DPM dan PTSP (dahulu BPTSP) telah meraih beberapa capaian,
diantaranya adalah :
1. Pada tahun pertama berdirinya DPM dan PTSP atau BPTSP telah meraih rekor dari Museum
Rekor Indonesia untuk tingginya lumlah layanan izin dalam 1 tahun yaitu lebih dari 4 juta
izin sepanjang tahun 2015. Hal ini menunjukan tingginya minat masyarakat untuk mengurus
izin melalui BPTSP.
2. Jakarta bersama dengan Surabaya merupakan dua kota yang terlibat dalam survey
kemudahan dalam berbisnis (ease of doing business) yang dilakukan oleh Bank Dunia.
DPM dan PTSP berperan penting dalam meningkatnya peringkat Indonesia dari peringkat
120 ke peringkat 109 pada tahun 2015 dan ke peringkat 91 pada tahun 2016 dalam
kemudahan dalam hal berusaha.
3. Tingkat kepuasan masyarakat pengguna layanan BPTSP selama tahun 2016 adalah 82,3%.
Tingkat kepuasan ini diukur dengan menggunakan alat Indeks Kepuasan Masyarakat yang
di nilai setiap pemohon selesai diberikan pelayanan..
Hasil Setelah Penerapan Nilai Budaya Organisasi DPM dan PTSP DKI Jakarta
Nilai budaya organisasi DPM dan PTSP yaitu SETIA mulai diperkenalkan sejak akhir
tahun 2016 dan ditetapkan pada tahun 2017 melalui Keputusan Kepala Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Nomor 22 Tahun 2017. Sepanjang Januari sampai dengan Maret
2017 DPM dan PTSP melakukan survey internal dengan menggunakan telepon terhadap
masyarakat yang telah menggunakan pelayanan dari DPM dan PTSP, dengan jumlah responden
sebanyak 936 orang. Adapun hasil survey menunjukan peningkatan kepuasan masyarakat dari
82,3% pada periode Oktober sampai dengan Desember 2016 menjadi 94,74% pada periode
Januari sampai dengan Maret 2017. Dengan rincian aspek nilai terendah Respon Cepat Tanggap
dan aspek tertinggi adalah Kewajaran Biaya Pelayanan. Hasil survey ini menunjukan bahwa
nilai budaya organisasi SETIA telah berpengaruh terhadap tingkat kepuasan masyarakat yang
berarti pula meningkatnya kinerja dari petugas DPM dan PTSP setelah menerapkan nilai-nilai
budaya organisasi tersebut dan hal ini sesuai dengan hasil-hasil penelitian yang telah
dilaksanakan sebelumnya.
NILAI UNSUR INDEKS
KEPUASAN MASYARAKAT
3.2
3.15
3.1
3.05
3
2.95
2.9
2.85
Title
Author
3.18
3.09
3.03
3.06
3.02
2.96
3.06
3.05
3
KESIMPULAN
Beberapa setelah pembahasan diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa nilai budaya
organisasi apabila dapat dipahami dan dijalankan dengan sungguh-sungguh dapat
berpengaruh terhadap peningkatan kinerja dari petugas yang melaksanakannya.
2. Pelaksanaan nilai budaya pada organisasi pelayanan publik tersebut bila dilaksakan dengan
sungguh selain meningkatkan kinerja pegawai juga berdampak terhadap meningkatnya
kepuasan publik. Hal ini dapat dilihat dengan hasil survey internal yang dilakukan oleh
DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta yang mengalami peningkatan kepuasan publik yang
meningkat sebesar 12.44% dari periode sebelumnya.
3. Artikel ini hanya mengambil obyek di DPM dan PTSP Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hasil yang
dipaparkan dalam artikel ini tidak dapat diperlakukan secara general/umum,
karena membutuhkan penelitan lebih lanjut dan menggunakan metode yang lainya tidak hanya
mengandalkan hasil survey internal saja..
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Sobirin. 2007. Budaya Organisasi Pengertian, Makna dan Aplikasinya
Dalam Kehidupan Organisasi. Yogyakarta : IBPP STIM YKPN.
Andreas Lako. 2004. Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi Isu Teori dan Solnsi. Yogyakarta:
Amara Books. Anwar Prabu Mangkunegara. 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi.
Bandung : PT.RafikaAditama.
Asfar Halim Dalimunthe. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja
Pegawai pada Dinas Informasi Komunikasi dan Pengolahan Data
Elektronik Kota Medan. Skripsi Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sumatera Utara. Dipublikasikan. Basri A.F.M. & Rivai V. 2005.
Performance Appraisal. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Bernard, Chester I. 1999. The Function of Executive (Edition 6th). Dryden: Dryden Press.
Denison, Daniel R. 1990. Corporate Culture and Organizational Efektiveness. New
York: John Wiley & Sons.
Drs. H.Moh Pabundu Tika. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja
Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Drs. Malayu.S.P. Hasibuan. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia .Edisi Revisi, Cetakan
Kedelapan, Jakarta: Bumi Aksara.
Drs. Supartono W. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia. Husein Umar. 2007.
Desain Penelitian SDMdan Perilaku Karyawan, Paradigma Positivistik dan Berbasis
Pemecahan Masalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kemenkeu RI. 2006. Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah DJKN dan
KPKNL. Jakarta.
Kotter, J.P., and James, L.H. 1997. Corporate Culture and Performance. New York: The Free
Press A Division Simon & Schuster Inc.
Manahan P.Tampubolon. 2004. Prilaku Keorganisasian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Robbins, Stephen P. Organizational Behaviour. 1998. New Jersey, New York : Prentice Hall
International Inc. Schein, E.H. 1992. Organizational Culture and Leadership, 2nd ed,
SanFrancisco, CA: Jossey Bass.
Download