NILAI BUDAYA ORGANISASI PADA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI DKI JAKARTA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEPUASAN PELAYANAN PUBLIK DI PROVINSI DKI JAKARTA ABSTRAK Sesuai dengan undang-undang nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik mengamanatkan setiap daerah harus membentuk instansi Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pada artikel ini kita akan membahas budaya organisasi pada DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta dan hubungannya dengan kepuasan pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah dengan melakukan telaahan literatur dari hasil penelitian sebelumnya dengan hasil survey indeks kepuasan masyarakat yang dilakukan oleh DPM dan PTSP. DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2017 telah menetapkan Visi yaitu “Solusi Perizinan Warga Jakarta” dan nilai budaya organisasinya yaitu SETIA yang merupakan kepanjangan dari Solusi, Empati, Tegas, Inovasi dan Andal. Diharapkan setiap petugas dapat memahami dan melaksankan nilai tersebut dalam kegiatan pelayanan terhadap warga Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa penerapan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai dan berpengaruh terhadap kepuasan pelayanan publik dan ini sesuai dengan hasil survey indeks kepuasan masyarakat yang dilakukan oleh tim internal DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta yang menunjukan bahwa tingkat kepuasan masyarakat setelah diterapkannya nilai SETIA yaiut Januari – Maret 2017 meningkat sebesar 12,44% menjadi 94,74% dari sebelumnya 82,3% sepanjang Oktober Desember 2016. Hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Undang-undang nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik mengamanatkan setiap daerah harus membentuk instansi Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai instansi pelayanan perijinan. Pada awalnya Provinsi DKI Jakarta membentuk Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang diresmikan tanggal 2 Januari 2015 dan selanjutnya pada awal tahun 2017 BPTSP di gabung dengan Badan Penanaman Modal menjadi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disebut DPM dan PTSP. DPM dan PTSP merupakan SPKD penyelenggara pelayanan publik yang berfokus pada pelayanan izin dan non izin di DKI Jakarta yang memiliki 316 service point yang tersebar dari tingkat provinsi sampai dengan Kelurahan di seluruh Provinsi DKI Jakarta. Suatu instansi didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap instansi dipengaruhi oleh perilaku dan sikap orang-orang yang terdapat dalam instansi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai tujuan tersebut tergantung kepada keandalan dan kemampuan pegawai dalam mengoperasikan unit-unit kerja yang terdapat di instansi tersebut, karena tujuan instansi dapat tercapai hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat dalam setiap instansi. Organisasi merupakan suatu sistem yang saling mempengaruhi satu sama lain, apabila salah satu dari sub sistem tersebut rusak, maka akan mempengaruhi sub-sub sistem yang lain. Sistem tersebut dapat berjalan dengan semestinya jika individu-individu yang ada di dalamnya berkewajiban mengaturnya, yang berarti selama anggota atau individunya masih suka dan melaksanakan tanggung jawab sebagaimana mestinya maka organisasi tersebut akan berjalan dengan baik. Sumber Daya Manusia (pegawai) merupakan unsur yang strategis dalam menentukan sehat tidaknya suatu organisasi. Pengembangan SDM yang terencana dan berkelanjutan merupakan kebutuhan yang mutlak terutama untuk masa depan organisasi. Dalam kondisi lingkungan tersebut, manajemen dituntut untuk mengembangkan cara baru untuk mempertahankan pegawai pada produktifitas tinggi serta mengembangkan potensinya agar memberikan kontribusi maksimal pada organisasi. Masalah sumber daya manusia yang kelihatannya hanya merupakan masalah intern dari suatu organisasi sesungguhnya mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat luas sebagai pelayanan publik yang diukur dari kinerja. Manajemen sumber daya manusia merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas manusia, dengan memperbaiki sumber daya manusia, meningkatkan pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan pegawai yang memiliki disiplin dan kinerja yang tinggi sehingga diperlukan pula peran yang besar dari pimpinan organisasi. Dalam meningkatkan kinerja pegawai diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan memperhatikan kebutuhan dari para pegawai, diantaranya adalah terbentuknya budaya organisasi yang baik dan terkoordinasi. Setiap individu selalu mempunyai sifat yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sifat tersebut dapat menjadi ciri khas bagi seseorang sehingga kita dapat mengetahui bagaimana sifatnya. Sama halnya dengan manusia, organisasi juga mempunyai sifat-sifat tertentu. Melalui sifat-sifat tersebut kita juga dapat mengetahui bagaimana karakter dari organisasi tersebut. Sifat tersebut kita kenal dengan budaya organisasi atau organization culture. Budaya-budaya yang dimiliki oleh setiap suku bangsa memiliki sistem nilai dan norma dalam mengatur masingmasing anggotanya dari suku bangsa tersebut maupun orang yang berasal dari suku lain, dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu organisasi juga memiliki budaya yang mengatur bagaimana anggota-anggotanya untuk bertindak. Budaya memberikan identitas bagi para anggota organisasi dan membangkitkan komitmen terhadap keyakinan dan nilai yang lebih besar dari dirinya sendiri. Meskipun ide-ide ini telah menjadi bagian budaya itu sendiri yang bisa datang di manapun organisasi itu berada. Suatu organisasi budaya berfungsi untuk menghubungkan para anggotanya sehingga mereka tahu bagaimana berinteraksi satu sama lain. Budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (believes) atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasi. (Sutrisno, 2010). Budaya organisasi merupakan cara hidup dan gaya hidup dari suatu organisasi yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini dianut oleh anggota organisasi. (Ermawan, 2011). Budaya organisasi adalah Pola asumsi dasar diciptakan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat mereka menyesuaikan diri dengan masalahmasalah eksternal dan integrasi internal yang telah bekerja cukup baik serta dianggap berharga, dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang benar untuk menyadari, berpikir dan merasakan hubungan dengan masalah tersebut. (Fred Luthans, 2006). Budaya itu adalah sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang menentukan, sebagian besar cara mereka bertindak satu terhadap yang lain dan terhadap orang luar. (Robbins,2007). Budaya organisasi adalah pola kepercayaan, nilai, ritual, mitos para anggota suatu organisasi, yang mempengaruhi perilaku semua individu dan kelompok di dalam organisasinya. (Harrison dan Stokes, 1992). Dari berbagai definisi yag telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai, anggapan, asumsi, sikap dan norma perilaku yang telah melembaga kemudian mewujud dalam penampilan, sikap dan tindakan, sehingga menjadi identitas dari organisasi tertentu. Budaya organisasi merupakan sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi bisa mengatasi, menanggulangi permasalahan yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integritas internal yang sudah berjalan dengan cukup baik sehingga perlu diajarkan dan diterapkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berteman dengan mereka-mereka tersebut (Scain dalam Lako, 2004). Setiap individu yang tergabung di dalam sebuah organisasi memiliki budaya yang berbeda, disebabkan mereka memiliki latar belakang budaya yang berbeda, namun semua perbedaan itu akan dilebur menjadi satu di dalam sebuah budaya yaitu budaya organisasi, untuk menjadi sebuah kelompok yang bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi sebagaimana yang telah disepakati bersama sebelumnya, tetapi dalam proses tersebut tidak tertutup kemungkinan ada individu yang bisa menerima dan juga yang tidak bisa menerimanya, yang mungkin bertentangan dengan budaya yang dimilikinya. Menurut Lako (2004) peran strategis budaya organisasi kurang disadari dan dipahami oleh kebanyakan orang pelaku organisasi di Indonesia, terutama prinsipal yaitu pemilik dan agents dan dipercaya untuk mengelola organisasi. Banyaknya masalah yang berhubungan dengan ketenagakerjaan akhir-akhir ini menunjukan bahwa kesadaran manajemen terhadap peran strategis dan implementasi budaya organisasi dalam instansi pemerintahan masih lemah dan mengkhawatirkan. Kekuatan-kekuatan dalam lingkungan eksternal organisasi dapat mengisyaratkan kebutuhan perubahan budaya, misalnya dengan adanya persaingan yang makin tajam dalam suatu lingkungan instansi menuntut perubahan budaya organisasi untuk senantiasa mampu merespon keinginan masyarakat dengan lebih cepat. Di samping berasal dari lingkungan eksternal, kekuatan perubahan budaya juga bisa berasal dari dalam/internal, sebagai contoh jika kepala kantor menerapkan pendekatan-pendekatan baru untuk manajemen organisasi agar tercipta kinerja yang baik. Bernard (1999) mengemukakan bahwa ungkapan seperti output, kinerja, efisiensi, efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Produktivitas merupakan rasio output terhadap input. Kinerja memberikan penekanan kepada nilai efisien, yang diartikan sebagai rasio output dan input, sedang pengukuran efisien menggantikan penentuan outcome tersebut. Selain efisiensi, produktivitas juga dikaitkan dengan kualitas output yang diukur berdasarkan beberapa standar yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi yang dimaksud dengan kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan, secara legal, tidak melanggar aturan, dan sesuai dengan moral serta etika. Kinerja mempunyai arti penting bagi pegawai, adanya penilaian kinerja berarti pegawai mendapat perhatian dari atasan, disamping itu akan menambah gairah kerja pegawai karena dengan penilaian kinerja ini mungkin pegawai yang berprestasi dipromosikan, dikembangkan dan diberi penghargaan atas prestasi, sebaliknya pegawai yang tidak berprestasi mungkin akan didemosikan. Kesulitan mengukur kinerja organisasi pelayanan publik karena tujuan dan misi organisasi publik seringkali tidak hanya sangat kabur, akan tetapi juga bersifat multidimensional karena stakeholders dari organisasi publik memiliki kepentingan yang berbeda satu dengan lainnya sehingga ukuran kinerja organisasi publik di mata stakeholders juga berbeda-beda. Pengukuran kinerja organisasi perlu dilakukan dalam memastikan pemahaman para pelaksana dan mengukur pencapaian prestasi, memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati, memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan antara skema kerja dan pelaksanaan, memberikan penghargaan maupun hukuman yang obyektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur sesuai sistem pengukuran yang telah disepakati, menjadikan sebagai alat komunikasi antara pegawai dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi, memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif dan mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Kualitas sumber daya manusia mencakup aspek lahiriah maupun batiniah, yang menentukan kinerja kantor. Ukuran yang dipakai untuk menentukan kinerja instansi pemerintahan salah satunya adalah kinerja pegawai yang ada di kantor. Peningkatan kualitas sumber daya manusia di instansi pemerintahan dapat dilakukan dengan pendekatan peningkatan kualitas pegawai pada semua tingkatan. Kualitas pegawai yang semakin tinggi diharapkan semakin tinggi kinerja kantor, sebaliknya, semakin rendah kualitas pegawai semakin rendah kinerja kantor. Kinerja yang dimiliki oleh instansi pemerintahan pada hakikatnya merupakan suatu akibat dari persyaratan kerja yang harus dipenuhi oleh pegawai. Pegawai akan bersedia bekerja dengan penuh semangat apabila merasa kebutuhan baik fisik dan non fisik terpenuhi. Kinerja instansi pemerintahan sangat ditentukan oleh kinerja pegawai yang menjadi ujung tombak kantor itu. Kesadaran para pegawai ataupun pimpinannya akan pengaruh positif budaya organisasi terhadap produktivitas organisasi akan memberikan motivasi yang kuat untuk mempertahankan, memelihara, dan mengembangankan budaya organisasi yang dimiliki, sehingga merupakan daya dorong yang kuat untuk kemajuan organisasi. Sebagaimana temuan Kotter dan Heskett, menunjukkan bahwa organisasi berprestasi karena ditopang budaya organisasi yang kuat. Penilaian kinerja pada organisasi publik sangatlah penting untuk dilakukan, agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik. Penilaian kinerja tersebut digunakan untuk menilai keberhasilan kinerja sebuah organisasi publik dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat, karena pada dasarnya orientasi organisasi publik bukan untuk mencari laba (profit oriented), tetapi lebih mengutamakan pelayanan publik (service public oriented). Selain itu penilaian kinerja pada organisasi publik digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja pada periode yang lalu, untuk digunakan sebagai dasar penyusunan strategi perusahaan selanjutnya (Srimindarti, 2004). Kondisi ini mendorong organisasi publik untuk dapat mengelola jasa pelayanan publik secara baik dan bertanggungjawab. Sebab, apabila dikelola secara baik dan bertanggungjawab, organisasi publik tersebut akan memberikan kontribusi pemasukan kepada kas daerah, yang nantinya akan menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD). Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan organisasi yang profesional sehingga mampu menciptakan suatu organisasi publik yang berorientasi pada value for money (efectifity, efficiency, economy) (Mardiasmo, 2004). Artikel kali ini akan membahas tentang penerapan etika bisnis, khususnya nilai nilai budaya organisasi dalam hubungannya dengan kinerja pada sektor pelayanan publik. Budaya organisasi juga memiliki peran yang cukup penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh komponen organisasi, menentukan identitas, suntikan energi, motivator, dan dapat dijadikan pedoman bagi anggota organisasi. Budaya organisasi merupakan alat perekat yang mampu membuat kelompok organisasi menjadi lebih dekat, yang dapat menjadi sebuah energi positif yang mampu membawa organisasi ke arah yang lebih baik. Pada artikel ini kita akan membahas budaya organisasi pada DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta dan hubungannya dengan pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Budaya Organisasi Menurut Alisyahbana (dalam Supartono, 2004:31) budaya merupakan manifestasi dari cara berfikir, sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas sebab semua tingkah laku dan perbuatan, mencakup di dalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran. Kemudian Peruci dan Hamby (dalam Tampubolon, 2004:184) mendefisinisikan budaya adalah segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan, dan diciptakan oleh manusia dalam masyarakat, serta termasuk pengakumulasian sejarah dari objek-objek atau perbuatan yang dilakukan sepanjang waktu. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan budaya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan hasil pemikiran berupa pengetahuan, kepercayaan, kesenian, nilai-nilai, dan moral yang kemudian dilakukan dalam kehidupan baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat dimana segala hasil pemikiran tersebut didapatkan melalui interaksi manusia dengan manusia yang lain di dalam kehidupan bermasyarakat maupun interaksi manusia dengan alam. Sobirin (2002: 7) mendefinisikan organisasi sebagai unit sosial atau entitas yang didirikan oleh manusia dalam jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan sekelompok manusia-manusia minimal dua orang, mempunyai kegiatan yang terkoordinir, teratur dan terstruktur, didirikan untuk mencapai tujuan tertentu mempunyai identitas diri yang membedakan satu entitas dengan entitas lainnya. Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah suatu kelompok yang menghimpun anggota-anggota yang memiliki satu tujuan tertentu dan bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditetapkan dimana dalam kelompok tersebut memiliki struktur yang memuat unit-unit kerja sebagai pengelompokan tugas-tugas atau pekerjaan sejenis dari yang mudah hingga yang terberat dimana setiap unit memiliki volume dan beban kerja yang harus diwujudkan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam pencapaian tujuan tersebut dibutuhkan koordinasi dalam pelaksanaan kerjasama yang berdasarkan prosedur yang telah diatur secara formal. Menurut Davis (dalam Lako, 2004: 29) budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mangkunegara (2005: 113) yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggotaanggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang diyakini dan dijiwai oleh seluruh anggotanya dalam melakukan pekerjaan sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait, sehingga akan menjadi sebuah nilai atau aturan di dalam organisasi tersebut. Elemen Budaya Organisasi, Ciri-ciri Budaya Organisasi Yang Kuat, Fungsi dan Karakteristik Budaya Organisasi Beberapa ahli mengemukakan elemen budaya organisasi, seperti Denison (1990) antara lain : nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar, dan praktek-praktek manajemen serta perilaku. Serta Schein (1992) yaitu : pola asumsi dasar bersama, nilai dan cara untuk melihat, berfikir dan merasakan, dan artefak. Terlepas dari adanya perbedaan seberapa banyak elemen budaya organisasi dari setiap ahli, secara umum elemen budaya organisasi terdiri dari dua elemen pokok yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat perilaku. 1. Elemen Idealistik Elemen idealistik umumnya tidak tertulis, bagi organisasi yang masih kecil melekat pada diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup, atau nilai-niali individual pendiri atau pemilik organisasi dan menjadi pedoman untuk menentukan arah tujuan menjalankan kehidupan sehari-hari organisasi. Elemen idealistik ini biasanya dinyatakan secara formal dalam bentuk pernyataan visi atau misi organisasi, tujuannya tidak lain agar ideologi organisasi tetap lestari. Schein (1992) dan Rosseau (1990) mengatakan elemen idealistik tidak hanya terdiri dari nilai-nilai organisasi tetapi masih ada komponen yang lebih esensial yakni asumsi dasar yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran, asumsi dasar tidak pernah dipersoalkan atau diperdebatkan keabsahanya. 2. Elemen Behavioural Elemen bersifat behavioural adalah elemen yang kasat mata, muncul kepermukaan dalam bentuk perilaku sehari-sehari para anggotanya, logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian, atau cara bertindak yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi dan bentukbentuk lain seperti desain dan arsitektur instansi. Bagi orang luar organisasi, elemen ini sering dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi sebab elemen ini mudah diamati, dipahami dan diinterpretasikan, meski interpretasinya kadang-kadang tidak sama dengan interpretasi orang-orang yang terlibat langsung dalam organisasi. Ciri-ciri sebuah organisasi memiliki budaya organisasi yang kuat adalah sebagai berikut: a. Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik. b. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam instansi digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang di dalam instansi sehingga orangorang yang bekerja menjadi sangat kohesif. c. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam instansi, dari mereka yang berpangkat paling rendah sampai pada pimpinan tertinggi. d. Organisasi/instansi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan instansi dan secara sistematis menciptakan bermacam-macam tingkat pahlawan, misalnya, pemberi saran terbaik, inovator tahun ini, dan sebagainya. e. Dijumpai banyak ritual, mulai yang sangat sederhana sampai dengan ritual yang mewah. Pemimpin organisasi selalu mengalokasikan waktunya untuk menghadiri acara-acara ritual. f. Memiliki jaringan kulturul yang menampung cerita-cerita kehebatan para pahlawannya. Menurut Stephen P. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior membagi lima fungsi budaya organisasi, sebagai berikut: 1. Berperan menetapkan batasan. 2. Mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi. 3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan individual seseorang. 4. Meningkatkan stabilitas sstem sosial karena merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi. 5. Sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan. Menurut Robbins (dalam Tika, 2006: 10) terdapat beberapa karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan maka akan menjadi budaya internal yaitu : Inisiatif individu yaitu sejauh mana organisasi memberikan kebebasan kepada setiap pegawai dalam mengemukakan pendapat atau ide-ide yang di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Inisiatif individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi. Toleransi terhadap tindakan beresiko yaitu sejauh mana pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko dalam mengambil kesempatan yang dapat memajukan dan mengembangkan organisasi. Tindakan yang beresiko yang dimaksudkan adalah segala akibat yang timbul dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilakukan oleh pegawai. Pengarahan yaitu sejauh mana pimpinan suatu organisasi dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan, sehingga para pegawai dapat memahaminya dan segala kegiatan yang dilakukan para pegawai mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi dan misi. Integrasi yaitu sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Menurut Handoko (2003 : 195) koordinasi merupakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada unit-unit yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan. Dukungan manajemen yaitu sejauh mana para pimpinan organisasi dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap pegawai. Dukungan tersebut dapat berupa adanya upaya pengembangan kemampuan para pegawai seperti mengadakan pelatihan. Kontrol yaitu adanya pengawasan dari para pimpinan terhadap para pegawai dengan menggunakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan demi kelancaran organisasi. Pengawasan menurut Handoko (2003: 360) dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi tercapai. Sistem imbalan yaitu sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji, promosi, dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. Toleransi terhadap konflik yaitu sejauh mana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka guna memajukan organisasi, dan bagaimana pula tanggapan organisasi terhadap konflik tersebut. Pola komunikasi yaitu sejauh mana komunikasi dalam organisasi yang dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal dapat berjalan baik. Menurut Handoko (2003: 272) komunikasi itu sendiri merupakan proses pemindahan pengertian atau informasi dari seseorang ke orang lain. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dapat memenuhi kebutuhan sasarannya, sehingga akhirnya dapat memberikan hasil yang lebih efektif. Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang pembentukan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah amanat undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan Publik. Maksud dari undang-undang ini adalah dapat memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dengan penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan tujuan dari undang-undang ini adalah sebagai berikut : • Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; • Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asasasas umum pemerintahan dan korporasi yang baik; • Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundangundangan; • Terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sementara dasar hukum pelaksanaan DPM dan PTSP di Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta adalah Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Maksud dari Penyelenggaraan PTSP adalah dapat memberikan kemudahan dan kepastian bagi masyarakat dalam memperoleh pelayanan perizinan dan non perizinan. Berdasarkan Perda tersebut tujuan dari adanya Penyelenggaraan PTSP adalah : Meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan non perizinan; Memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan perizinan dan non perizinan; Meningkatkan kepastian pelayanan perizinan dan non perizinan Pembentukan DPM dan PTSP diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat sekaligus mewujudkan Provinsi DKI Jakarta sebagai kota jasa (service city) dan sekaligus tolak ukur dalam kemudahan berusaha. Dinas ini selain menjadi badan pelaksana proses pelayanan pemberian perizinan dan non perizinan yang dilimpahkan, juga akan melaksanakan fungsi koordinasi dengan SKPD/UKPD dalam hal pelayanan perizinan dan non perizinan, serta pelayanan dokumen administrasi yang dilimpahkan. Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu nomor 22 Tahun tentang Visi, Misi Dan Tata Nilai Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, memiliki visi “Solusi Perijinan Warga Jakarta”. Visi ini ditetapkan karena DPM dan PTSP ingin mengubah paradigma pengurusan perijinan di wilayah DKI Jakarta. Selama ini paradigma yang berkembang di masyarakat adalah pengurusan ijin di DKI Jakarta adalah membutuhkan waktu yang lama, birokrasi yang panjang dan biaya yang mahal. DPM dan PTSP ini dibentuk selain amanat undang-undang juga merupakan garda terdepan dalam perubahan pelayanan publik di DKI Jakarta. Secara umum DPM dan PTSP juga memiliki tugas dalam merubah pandangan masyarakat terhadap citra pegawai negeri sipil di wilayah DKI Jakarta khususnya. Misi DPM dan PTSP juga tercantum dalam Keputusan Kepala Dinas yang sama, adapun Misi dari DPM dan PTSP adalah : 1. Melakukan pembinaan dan pengembangan aparatur Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sesuai kompetensi. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan non perizinan secara profesional. 3. Mengedepankan pemanfaatan sistem informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan. 4. Mengelola pengaduan masyarakat dengan berbasis quick response. 5. Menyediakan prasarana dan sarana pelayanan yang memadai dan handal. Sedangkan tata nilai DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta adalah Solusi, Empati, Tegas, Inovasi dan Andal (SETIA) dengan penjabaran sebagai berikut : 1. Solusi adalah cara atau jalan yang digunakan untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah secara objektif tanpa adanya tekanan. 2. Empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. 3. Tegas adalah sikap yang berani dan percaya diri dalam mengambil keputusan dan dapat mengungkapkan apa yang benar dan apa yang salah secara jelas, nyata dan pasti (tidak samar-samar, tidak ragu-ragu) 4. Inovasi, adalah proses kreatif untuk mengubah peluang menjadi suatu gagasan, ide, metode atau alat yang dapat diimplementasikan. 5. Andal, Adalah berintegritas tinggi, menguasai materi yang didalamnya termasuk struktur, konsep dan pola pikir keilmuan untuk mendukung dirinya dalam pekerjaan sehari. Visi, Misi dan Tata Nilai DPM dan PTSP yang telah ditetapkan tersebut diharapkan dapat dipahami dan dilaksanakan dengan sungguh oleh setiap personil yang bertugas di DPM dan PTSP. Tata nilai Budaya Organisasi DPM dan PTSP tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dan panduan dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang mengurus perijinan di DKI Jakarta dan juga Sebagai mekanisme kontrol rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan dalam memberikan pelayanan. METODE Artikel mengenai tata nilai budaya organisasi ini disusun untuk melihat bagaimana pengaruh tata nilai budaya organisasi terhadap kepuasan publik terhadap pelayanan DPM dan PTSP dengan membandingkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya dan hasil survey internal yang dilakukan oleh DPM dan PTSP. Metode survey yang dilakukan dengan melakukan penelponan terhadap warga masyarakat yang telah mengajukan proses perijinan di DPM dan PTSP, sampel yang diambil secara random sebanyak 936 responden yang telah melakukan pelayanan di DPM dan PTSP. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Terdahulu Telah banyak beberapa penelitian yang meneliti pengaruh budaya organisasi dengan kepuasan terhadap pelayanan publik. Penelitian yang dilakukan oleh Denison dan Mishra (1995) mengenai budaya organisasi dan efektivitas, mencoba mengembangkan sebuah model dari budaya organisasi yang didasarkan pada empat sifat budaya organisasi, yaitu involvement, consistency,adaptability, dan mission. Sifat-sifat tersebut diuji melalui dua studi berturut-turut. Pertama, studi kasus kualitatif dari lima perusahaan yang mengidentifikasi sifat dan hubungannya dengan efektivitas. Kedua, studi kuantitatif yang memberikan sebuah analisis exploratori dari persepsi CEO terhadap empat sifat budaya tersebut dan hubungannya dengan pengukuran-pengukuran subyektif dan obyektif dari efektivitasdalam 764 organisasi. Temuan yang diperoleh dari studi ini menunjukkan bahwa masing masing sifat budaya berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Neelankavil, et al., (2000) dalam kajiannya terhadap penentu kinerja, juga menemukan bahwa budaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja (succesful job performance). Sirianni dan Frey (2001) dalam kajiannya mengenai perubahan suatu budaya, menemukan bahwa budaya (seperti training karyawan) mempengaruhi kinerja karyawan (participant job performance). Dari pengaruh tersebut, akan menimbulkan dan meningkatkan kepuasan kerja,menurunkan turn over karyawan, dan memperbaiki nilai. Sheridan (1992) dalam kajiannya mengenai budaya organisasi dan retensi karyawan, menemukan bahwa nilai-nilai dalam budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap perilaku kerja karyawan. Keadaan ini juga berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dari temuan tersebut diketahui bahwa terdapat banyak nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dalam mempelajari budaya organisasi, dan semua itu berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Parry dan Thomson (2003) mengenai kepemimpinan, budaya organisasi dan kinerja, yang merupakan studi kasus sektor publik di New Zealand, menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Barney (1986) mengenai budaya organisasi yang mengarah pada apakah budaya organisasi dapat menjadi suatu sumber keunggulan kompetitif, menemukan bahwa budaya organisasi dapat berpengaruh signifikan terhadap kinerja ekonomi jangka panjang sehingga dapat meraih Sustainable Competitive Advantage. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Gotwon dan Ditomaso (1992) mengenai budaya organisasi dan kinerja perusahaan, menemukan bahwa budaya organisasi yang kuat meningkatkan kemampuan perusahaan untuk beradaptasi. Dengan demikian, maka budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Marcoulides dan Heck (1993) mengenai budaya organisasi dan kinerja, menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Hope (2003) mengenai budaya organisasi dan kinerja pelayanan publik, menemukan bahwa nilai-nilai organisasi yang dipegang teguh karyawan publik (public servants) di Bostwana telah membawa daerah tersebut mempunyai reputasi yang tinggi (good governance). Dengan kata lain, keadaan tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Ogbonna dan Harris (2000) mengenai kepemimpinan, budaya organisasi, dan kinerja, yang bertujuan untuk menguji sifat hubungan antara kepemimpinan, budaya organisasi, dan kinerja organisasi, menemukan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja. Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja dan memediasi hubungan kepemimpinan dengan kinerja. Penelitian yang dilakukan oleh Innes (2004) mengenai pengaruh kepemimpinan terhadap persepsi kebijakan organisasi, keterlibatan kerja, dan komitmen organisasi, menemukan bahwa konstruk kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap persepsi kebijakan organisasi. Selanjutnya, persepsi kebijakan organisasi berpengaruh signifikan (hubungan negatif) terhadap keterlibatan kerja dan komitmen organisasi. Dengan kata lain, budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Pelaksanaan Nilai Budaya Organisasi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta Tata nilai dan Budaya yang telah ditetapkan oleh DPM dan PTSP telah diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari pelayanan publik di Provinsi DKI Jakarta. Kriteria untuk masing-masing nilai budaya organisasi adalah sebagai berikut : 1. Solusi Nilai solusi ini diimplementasikan oleh petugas dengan menjadi seorang petugas yang mampu untuk : - Menginformasikan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. - Menindaklanjuti dan memonitor penyelesaian masalah. - Menginformasikan hasil penyelesaian masalah. - Melakukan komunikasi persuasif dan alternatif pemecahan masalah jika solusi tidak sesuai dengan harapan masyarakat. - Memberikan kepastian mengenai persyaratan prosedur dan biaya perijinan 2. Empati Nilai empati ini diimplementasikan oleh petugas dengan menjadi seorang petugas yang mampu untuk : - Ikut merasakan kesulitan dari pemohon, sebagai contoh apabila ada pemohon sudah datang jauh-jauh namun dalam permohonan masih terdapat kekurangan berkas yang minor tidak serta merta menolak berkas tersebut namun tetap menerima berkas dengan catatan akan melengkapi kekurangan pada saat pengambilan izin. - Mampu mengendalikan emosi diri sendiri, seperti yang kita tahu dalam melayani warga jakarta dengan berbagai karakternya seorang petugas harus mampu mengontrol emosinya dan tetap memberikan pelayanan yang ramah. - Mengutamakan kaum prioritas (lansia, difabel dan ibu hamil) dalam memberikan layanan 3. Tegas Nilai empati ini diimplementasikan oleh petugas dengan menjadi seorang petugas yang mampu untuk : - Membuat keputusan yang tepat atas dasar prosedur yang telah ada - Bersikap jujur dalam menyampaikan kebenaran - Bertanggung jawab dalam perkataan dan tindakan - Percaya diri tinggi dalam menyampaikan informasi - Tidak pernah membiarkan masalah tanpa keputusan 4. Inovasi Nilai inovasi ini diimplementasikan oleh petugas dengan menjadi seorang petugas yang mampu untuk : - Selalu fokus untuk masa depan Menyukai perubahan dan terus berupaya untuk melakukan perbaikan (improvement). Bukan hanya bicara namun mewujudkan dalam tindakan nyata Berani untuk mengambil resiko yang terukur 5. Andal Nilai Andal ini diimplementasikan oleh petugas dengan menjadi seorang petugas yang mampu untuk : - Memiliki integritas yang tinggi untuk melakukan hal yang benar - Selalu mengembangkan diri sendiri untuk belajar dan bertumbuh - Mampu menjalin hubungan baik dengan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat - Memiliki perilaku positif dan menjalankan secara konsisten - Menguasai kompetensi dasar dan lanjutan yang berhubungan dengan perizinan. Beberapa contoh kegiatan yang merupakan implementasi tata nilai budaya Dinas Penanaman modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DPM dan PTSP adalah sebagai berikut : 1. Membuat dan memasang poster tentang pelayanan persyaratan, waktu pelayanan, dan biaya di setiap outlet pelayanan terpadu satu pintu hal ini adalah implementasi dari nilai budaya Solusi 2. Membuka pelayanan sebanyak 518 jenis perijinan dan non perijinan pada seluruh outlet DPM dan PTSP yang tersebar di 316 service point dari tingkat Provinsi sampai dengan Kelurahan. Kegiatan ini adalah implementasi dari nilai solusi dan empati 3. Pelaksanaan perijinan One Day Service dan Drive Thru, ini adalah bentuk inovasi pelayanan publik dengan tujuan untuk memangkas waktu perijinan. Perijinan one day service ini dilaksanakan pada jenis izin SIUP, TDP, Izin Penelitian, KIU/KIO Perorangan, SIUP Kecil, IMB Rumah Tinggal, SIK Apoteker, SIP Apoteker, SIP Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis, PMI1, SIUP Mikro, IPTM, SIK Perawat, SIK Perawat Gigi, SIK Tenaga Teknis Kefarmasian, SIP Dokter/Dokter Gigi, Kartu Pencari Kerja. Kegiatan ini adalah implementasi dari nilai inovasi dan empati. 4. Perijinan online, di zaman yang serba canggih ini DPM dan PTSP berinovasi untuk memberikan pelayanan secara online. Tujuan perizinan secara online ini adalah agar pemohon dapat dengan mudah melakukan pendaftaran perizinan darimanapun dia berada selain itu bertujuan untuk memotong jalur percaloan karena sistem online ini hanya dapat digunakan oleh pemohon yang telah terdaftar dan memiliki akun. Akun dan password tersebut dipegang oleh pemohon sendiri. Sampai dengan saat ini 2016 DPM dan PTSP telah melaksanakan pelayanan perijinan online terhadap 60 jenis perijinan dan ditargetkan untuk tahun 2017 ini sudah 200 jenis perijinan dan non perijinan akan dapat dilayani melalui sistim online. 5. Antar Jemput Izin Bermotor, salah satu inovasi unggulan dari DPM dan PTSP adalah dibentuknya suatu tim yang bertugas untuk menjemput dan mengantar izin yang diajukan pemohon secara gratis. Ide adanya antar jemput izin bermotor adalah melihat keengganan pemohon datang ke service point untuk mengurus izin dikarenakan tingkat kemacetan atau masih menganggap mengurus perizinan adalah suatu hal yang sangat rumit di DKI Jakarta sehingga mereka memilih menggunakan calo atau biro jasa. Melihat hal itu DPM dan PTSP mencoba berinovasi dengan tujuan merubah paradigma pelayan perizinan di DKI Jakarta, selama kegiatan perizinan tesebut adalah kegiatan usaha yang berada di wilayah DKI jakarta dan pemohon sendiri yang mengajukan permohonan maka tim AJIB akan melayani dengan sepenuh hati secara gratis. Untuk melakukan pemesanan petugas AJIB ini pemohon dapat menelpon ke layanan call center di 1500164 atau mendownload aplikasi AJIB melalui google play atau IOS. 6. Layanan Call Center, layanan ini sepertinya sudah menjadi keharusan untuk setiap pelayanan publik untuk memudahkan pemohon mengakses dan meminta informasi mengenai pelayanan perizinan. Layanan call center untuk DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta adalah 1500164. Warga dapat mengakses layanan ini untuk meminta informasi terkait perijinan dan non perijinan 7. Salah satu inovasi yang memanfaatkan kecanggihan teknologi adalah e-signature. Pada layanan ini memungkinkan penandatangan dapat menandatangani perizinan dan non perizinan walaupun tidak berada ditempat sehingga mempercepat waktu penyelesaian perizinan dan non perizinan. 8. Antrian online, adalah salah satu inovasi pelayanan terkait saran dan masukan pemohon yang pernah mengurus perizinan di DPM dan PTSP. Pemohon sudah jauh-jauh datang ke service point DPM dan PTSP namun kuota nomor antrian telah habis. Banyak nomor antrian ini habis karena sudah diambil oleh biro jasa atau calo. Melihat hal tersebut maka DPM dan PTSP membuatkan aplikasi antrian online dimana dengan menggunakan antrian online pemohon dapat mendaftarkan nomor antrian sesuai dengan waktu yang diinginkan dan layanan yang diinginkan. 9. Layanan IMB 3.0 dan Jasa Arsitek Gratis, hal ini terinspirasi dikarenakan banyaknya keluhan mengenai lamanya pelayanan IMB rumah tinggal dan mahalnya jasa arsitek untuk pengurusan IMB. |Layanan IMB 3.0 adalah bentuk pelayanan pengurusan IMB rumah tinggal dengan waktu hanya 3 jam, tentunya pelayanan ini memiliki syarat dan ketentuan yang berlaku. Begitu juga dengan jasa arsitek gratis untuk memudahkan warga yang kurang mampu dalam mengurus izin mendirikan bangunan. Jasa arsitek gratis ini memberikan layanan gambar gratis untuk bangunan rumah tinggal dengan luas dibawah 200 m2 dan syarat ketentuan lainnya. 10. Layanan Mobil AJIB Keliling, layanan ini adalah pengembangan dari pelayanan AJIB yang sudah ada lebih dahulu. Mobil AJIB Pelayanan Keliling ini melayani penerimaan berkas izin dan non perizinan di seluruh wilayah DKI secara bergiliran setiap harinya. Mobil AJIB keliling ini akan mendatangi lokasi lokasi yang banyak kegiatan usaha misalnya pusat pertokoan, mall, pasar, dan lain lain, untuk memudahkan warga DKI Jakarta dalam mengurus perizinan di DKI Jakarta. Seluruh kegiatan dan inovasi diatas adalah implementasi dari pelaksanaaan nilai budaya organisasi DPM dan PTSP yaitu Solusi, Empati, Tegas, Inovasi dan Andal (SETIA). Pelaksanaan dari nilai budaya organisasi tersebut bertujuan untuk mencapai visi DPM dan PTSP dalam melakukan revolusi perizinan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yaitu “Solusi Perizinan Warga Jakarta” yang muaranya adalah kepuasan dari pelayanan publik di DKI Jakarta dan secara umum bertujuan merubah paradigma buruk yang selama ini melekat pada PNS Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hasil dan Capaian DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta Sejak berdirinya DPM dan PTSP (dahulu BPTSP) telah meraih beberapa capaian, diantaranya adalah : 1. Pada tahun pertama berdirinya DPM dan PTSP atau BPTSP telah meraih rekor dari Museum Rekor Indonesia untuk tingginya lumlah layanan izin dalam 1 tahun yaitu lebih dari 4 juta izin sepanjang tahun 2015. Hal ini menunjukan tingginya minat masyarakat untuk mengurus izin melalui BPTSP. 2. Jakarta bersama dengan Surabaya merupakan dua kota yang terlibat dalam survey kemudahan dalam berbisnis (ease of doing business) yang dilakukan oleh Bank Dunia. DPM dan PTSP berperan penting dalam meningkatnya peringkat Indonesia dari peringkat 120 ke peringkat 109 pada tahun 2015 dan ke peringkat 91 pada tahun 2016 dalam kemudahan dalam hal berusaha. 3. Tingkat kepuasan masyarakat pengguna layanan BPTSP selama tahun 2016 adalah 82,3%. Tingkat kepuasan ini diukur dengan menggunakan alat Indeks Kepuasan Masyarakat yang di nilai setiap pemohon selesai diberikan pelayanan.. Hasil Setelah Penerapan Nilai Budaya Organisasi DPM dan PTSP DKI Jakarta Nilai budaya organisasi DPM dan PTSP yaitu SETIA mulai diperkenalkan sejak akhir tahun 2016 dan ditetapkan pada tahun 2017 melalui Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Nomor 22 Tahun 2017. Sepanjang Januari sampai dengan Maret 2017 DPM dan PTSP melakukan survey internal dengan menggunakan telepon terhadap masyarakat yang telah menggunakan pelayanan dari DPM dan PTSP, dengan jumlah responden sebanyak 936 orang. Adapun hasil survey menunjukan peningkatan kepuasan masyarakat dari 82,3% pada periode Oktober sampai dengan Desember 2016 menjadi 94,74% pada periode Januari sampai dengan Maret 2017. Dengan rincian aspek nilai terendah Respon Cepat Tanggap dan aspek tertinggi adalah Kewajaran Biaya Pelayanan. Hasil survey ini menunjukan bahwa nilai budaya organisasi SETIA telah berpengaruh terhadap tingkat kepuasan masyarakat yang berarti pula meningkatnya kinerja dari petugas DPM dan PTSP setelah menerapkan nilai-nilai budaya organisasi tersebut dan hal ini sesuai dengan hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya. NILAI UNSUR INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT 3.2 3.15 3.1 3.05 3 2.95 2.9 2.85 Title Author 3.18 3.09 3.03 3.06 3.02 2.96 3.06 3.05 3 KESIMPULAN Beberapa setelah pembahasan diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa nilai budaya organisasi apabila dapat dipahami dan dijalankan dengan sungguh-sungguh dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja dari petugas yang melaksanakannya. 2. Pelaksanaan nilai budaya pada organisasi pelayanan publik tersebut bila dilaksakan dengan sungguh selain meningkatkan kinerja pegawai juga berdampak terhadap meningkatnya kepuasan publik. Hal ini dapat dilihat dengan hasil survey internal yang dilakukan oleh DPM dan PTSP Provinsi DKI Jakarta yang mengalami peningkatan kepuasan publik yang meningkat sebesar 12.44% dari periode sebelumnya. 3. Artikel ini hanya mengambil obyek di DPM dan PTSP Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hasil yang dipaparkan dalam artikel ini tidak dapat diperlakukan secara general/umum, karena membutuhkan penelitan lebih lanjut dan menggunakan metode yang lainya tidak hanya mengandalkan hasil survey internal saja.. DAFTAR PUSTAKA Achmad Sobirin. 2007. Budaya Organisasi Pengertian, Makna dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Organisasi. Yogyakarta : IBPP STIM YKPN. Andreas Lako. 2004. Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi Isu Teori dan Solnsi. Yogyakarta: Amara Books. Anwar Prabu Mangkunegara. 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung : PT.RafikaAditama. Asfar Halim Dalimunthe. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Informasi Komunikasi dan Pengolahan Data Elektronik Kota Medan. Skripsi Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara. Dipublikasikan. Basri A.F.M. & Rivai V. 2005. Performance Appraisal. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Bernard, Chester I. 1999. The Function of Executive (Edition 6th). Dryden: Dryden Press. Denison, Daniel R. 1990. Corporate Culture and Organizational Efektiveness. New York: John Wiley & Sons. Drs. H.Moh Pabundu Tika. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara. Drs. Malayu.S.P. Hasibuan. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia .Edisi Revisi, Cetakan Kedelapan, Jakarta: Bumi Aksara. Drs. Supartono W. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia. Husein Umar. 2007. Desain Penelitian SDMdan Perilaku Karyawan, Paradigma Positivistik dan Berbasis Pemecahan Masalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kemenkeu RI. 2006. Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah DJKN dan KPKNL. Jakarta. Kotter, J.P., and James, L.H. 1997. Corporate Culture and Performance. New York: The Free Press A Division Simon & Schuster Inc. Manahan P.Tampubolon. 2004. Prilaku Keorganisasian. Jakarta : Ghalia Indonesia Robbins, Stephen P. Organizational Behaviour. 1998. New Jersey, New York : Prentice Hall International Inc. Schein, E.H. 1992. Organizational Culture and Leadership, 2nd ed, SanFrancisco, CA: Jossey Bass.