efektivitas penambatan nitrogen udara oleh bakteri

advertisement
EFEKTIVITAS PENAMBATAN NITROGEN
UDARA OLEH BAKTERI RHIZOBIUM
DENGAN PENAMBAHAN UNSUR HARA
MOLIBDENUM PADA TANAMAN
LEGUMINOSA HERBA
ARMIADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
ABSTRAK
ARMIADI. Efektivitas Penambatan Nitrogen Udara oleh Bakteri Rhizobium dengan
Penambahan Unsur Hara Molibdenum pada Tanaman Leguminosa Herba. Dibimbing
oleh SOEDARMADI HARDJOSOEWIGNJO sebagai ketua, LUKI ABDULLAH,
NURHAYATI DIAH PURWANTARI, dan HADI SUMARNO masing-masing
sebagai anggota komisi pembimbing..
Penelitian telah dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor
untuk mengetahui pengaruh inokulan Nodulin Plus dalam membentuk bintil akar dan
menambat nitrogen pada tanaman leguminosa herba yang direkomendasikan untuk
Nodulin Plus yaitu kedelai (Glycine max L (Soybean) serta yang belum
direkomendasikan yaitu kacang pintoi (Arachis pintoi Krap.& Greg.), kembang telang
(Clitoria ternatea L) dan Siratro (Macroptilium atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro).
Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh Mo yang diberikan pada taraf
berbeda terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan N daun, dan aktivitas enzim
nitrogenase.
Penelitian ini terdiri dari 5 percobaan, yaitu 1) percobaan rumah kaca untuk
mempelajari kompatibilitas 4 jenis leguminosa herba terhadap inokulan Nodulin Plus; 2)
percobaan untuk mengetahui pengaruh inokulasi dan penambahan unsur hara Mo (0;
17,78; 35,57 dan 53,35 mg/pot) terhadap produksi tanaman leguminosa herba dengan
media tanam pasir; 3) percobaan untuk mengetahui pengaruh umur panen dan
penambahan unsur hara Mo (0; 17,78; 35,57 dan 53,35 mg/pot) terhadap aktivitas enzim
nitrogenase dan produksi tanaman leguminosa herba dengan media tanam pasir; 4)
percobaan untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur hara Mo (0; 2,81; 5,62 dan
8,42 mg/pot) terhadap produksi tanaman leguminosa herba dengan media tanam tanah;
dan 5) percobaan untuk mengetahui pengaruh pemberian unsur hara Mo (0; 0,14; 0,28
dan 0,42 mg/pot) melalui daun terhadap produksi tanaman leguminosa herba dengan
media tanam tanah dan pasir.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa inokulan Nodulin Plus membentuk bintil akar
pada tanaman kedelai (Glycine max L.) dan kembang telang (Clitoria ternatea L),
sedangkan pada kacang pintoi (Arachis pintoi Krap.& Greg), dan siratro (Macroptilium
atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro) tidak membentuk bintil akar. Pembentukan bintil
akar pada kedua tanaman tersebut terlihat 14 hari setelah tanam (HST). Efektivitas
inokulan Nodulin Plus menambat nitrogen lebih efektif pada tanaman kedelai
dibandingkan dengan kembang telang. Total N daun tanaman kedelai tertinggi (17,13
mg/pot) terdapat pada perlakuan tanpa N plus inokulasi dengan taraf pemberian Mo
35,57 mg/pot. Aktivitas enzim nitrogenase dan total N daun (24,36 mg/tanaman) tanaman
kedelai tertinggi terdapat pada umur panen 40 hari dan taraf pemberian Mo 35,57 mg/pot.
Pada tanaman kembang telang, aktivitas enzim nitrognase tertinggi terdapat umur panen
40 hari dan tanpa pemberian Mo, sedangkan total N daun tertinggi (7,56 mg/tanaman)
terdapat pada umur panen 20 hari dengan tanpa pemberian Mo. Pemberian unsur hara Mo
melalui media tanam pada tanaman kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap peubah
berat kering daun, berat kering akar, jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar.
Pemberian unsur hara Mo pada tanaman kembang telang, tidak berpengaruh nyata
terhadap berat kering daun, berat kering akar, tetapi berpengaruh nyata terhadap berat
kering bintil akar. Penambahan unsur hara Mo 0,42 mg/pot melalui daun menunjukkan
berat kering daun tanaman kedelai (980 mg/tanaman) tertinggi pada media tanam pasir,
sedangkan pada tanaman kembang telang berat kering daun tertinggi (232 mg/tanaman)
terdapat pada perlakuan tanpa Mo.
Kata kunci: Penambatan nitrogen, molibdenum, rhizobium, leguminosa herba,
nitrogenase.
ABSTRACT
ARMIADI. Effectiveness of symbiotic nitrogen fixation by rhizobial bacteria and
additional molybdenum on herbaceous legumes.. Under the supervision of
SOEDARMADI HARDJOSOEWIGNJO as chairman, LUKI ABDULLAH,
NURHAYATI DIAH PURWANTARI and HADI SUMARNO as members of
advisory comitte.
The experiments were conducted at the Indonesian Research Institute for Animal
Production, Ciawi Bogor to study the effect of Nodulin Plus inocculant to form nodules
in legume recommended for Nodulin Plus such as Glycine max L, and unrecommend
legume such as Arachis pintoi Krap. & Greg., Clitorea ternatea L and Macroptilium
atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro. The study was also proposed to find out the effect
of different Mo levels to the growth rate, production, concentration of the N leaves and
nitrogenase activities.
The study was consisted of five experiments i.e. 1) to explore the compatibility of
four different legume herbs to the Nodulin Plus innoculant, 2) to find out the effects of
additional Mo (0; 17,78; 35,57 and 53,35 mg/pot), inoculation of Nodulin Plus and
without inoculation; 70 ppm N application and without N application to the productivity
of legumes using sand culture, 3) to find out the effect of harvest age and additional Mo
(0; 17,78; 35,57 and 53,35 mg/pot) towards the activity of Nitrogenase enzyme and the
production of legumes in sand culture, 4) to find out the effects of adding diferent Mo
levels(0; 2,81; 5,62 and 8,42 mg/pot) to the legume productivity using soil culture, 5) to
find out the effects of different Mo levels (0; 0,14; 0,28 and 0,42 mg/pot) using foliar
spray in sand and soil cultures.
The result indicate that the formation of nodules occured in Glycine max L and
Clitoria ternatea L, however not in Arachis pintoii Krap.& Greg and Macroptilium
atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro. The nodule formation of those legumes occured on
day 14 after planting. The effectiveness fixation was better in Glycine max L than
Clitoria ternatea L. The highest total N-leaves (17,13 mg/plant) was found in a
combination of treatment without N plus inoculant with 35,57 mg/pot Mo. At 40 days
harvest time with 35,57 mg/pot additional Mo, the highest total N leaves (17,13
mg/plants) and nitrogenase activity was found in Glycine max L. At 40 days harvest time
without additional Mo, the highest nitrogenase activity was found in Clitoria ternatea L,
while the highest total N leaves was found in 20 days harvest time. The effects of Mo
levels on the productivity of legume herbs using soil culture in Glycine max L did not
show any significant effects to leaves and root dry matter, to the number and weight of
nodules. The addition of Mo to Clitoria ternatea L, did not gave significant effects to
leaves and root dry matter, to the number and weight of nodules. However it showed
significant effect to the dry matter of nodules. The effecst of adding Mo 0,42 mg/pot
using foliar spray at Glycine max L showed the highest dry matter (980 mg/plant)
production. However, the highest dry matter (232 mg/plant) production of Clitoria
ternatea L was found without Mo addition.
Key words: Symbiotic Fixation, molybdenum, rhizobium, legume herb, and nitrogenase.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Efektivitas Penambatan Nitrogen
Udara oleh Bakteri Rhizobium dengan Penambahan Unsur Hara Molibdenum pada
Tanaman Leguminosa Herba adalah karya saya sendiri atas arahan komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Bogor, April 2007
Armiadi
NRP 995057.
EFEKTIVITAS PENAMBATAN NITROGEN
UDARA OLEH BAKTERI RHIZOBIUM
DENGAN PENAMBAHAN UNSUR HARA
MOLIBDENUM PADA TANAMAN
LEGUMINOSA HERBA
ARMIADI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul Disertasi : Efektivitas Penambatan Nitrogen Udara oleh Bakteri
Rhizobium dengan Penambahan Unsur Hara Molibdenum
pada Tanaman Leguminosa Herba.
Nama
: Armiadi
NIM
: 99 5057
Disetujui,
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Soedarmadi Hardjosoewignyo, MSc) (Dr. Luki Abdullah, M.Agr)
Ketua
Anggota
(Dr. Nurhayati D. Purwantari )
Anggota
(Dr. Ir. Hadi Sumarno, MS.)
Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Ilmu Ternak
Dr. Ir. Nahrowi , M.Sc
Tanggal Ujian: 23 April 2007
Direktur Program Pascasarjana
Prof Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP.
Penulis dilahirkan di Takengon Kabupaten Aceh Tengah pada tanggal 5 November
1953 sebagai anak kedua dari delapan bersaudara, dari Bapak Semali dan Ibu Syarifah.
Menikah dengan Dr. Ir. Bess Tiesnamurti MSc, pada tanggal 7 April 1989, dan dikaruniai
dua anak yaitu Adhiwienanto Semali dan Nisrina Yuliamurty.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Peternakan Fakultas Kedokteran Hewan
dan Peternakan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, lulus pada tahun 1979.
Gelar Master of Rural Science di dapatkan dari University of New England, Armidale
NSW Australia pada tahun 1989. Sejak tahun 1999 melanjutkan melanjutkan Program
Doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Ternak di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, dengan beasiswa PAATP.
Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Balai Penelitian Ternak sejak tahun
1980 sampai sekarang.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Juni 2003 ini adalah simbiose antara bakteri Rhizobium dengan
tanaman leguminosa herba, dengan judul Efektivitas Penambatan Nitrogen Udara Oleh
Bakteri Rhizobium Dengan Penambahan Unsur Hara Molibdenum Pada Tanaman
Leguminosa Herba.
Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Prof. Dr. Ir. Soedarmadi
Hardjosoewignyo, MSc, Dr. Luki Abdullah, MAgr dan Dr Ir. Hadi Sumarno MS, serta
ibu Dr. Nurhayati Diah Purwantari selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran
dalam perencanaan penelitian, pelaksanaa penelitian, dan penulisan disertasi ini. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Dr. Suwarno sebagai penguji luar komisi
yang telah memberi banyak masukkan dalam penulisan disertasi ini. Di samping itu,
ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Proyek PAATP Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan dan Balai Penelitian Ternak Ciawi, serta staf Agrostologi Balai Penelitian
Ternak Ciawi yang telah membantu terlaksananya penelitian. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayahanda (almarhum) dan ibu yang selalu mendoakan, istri dan
anak-anak tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, .
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2007
Armiadi.
DAFTAR ISI
PRAKATA...........................................................................................
Halaman
viii
DAFTAR ISI........................................................................................
ix
DAFTAR TABEL................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................
xix
PENDAHULUAN................................................................................
1
Latar Belakang.........................................................................
Tujuan Penelitian......................................................................
Hipotesis...................................................................................
Kegunaan Penelitian.................................................................
1
3
3
3
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................
4
Pengaruh Nitrogen terhadapTanaman......................................
Rhizobium.................................................................................
Molibdenum.............................................................................
Enzim nitrogenase....................................................................
Tanaman Leguminosa Pakan Ternak dalam Pertanian............
4
9
14
18
22
BAHAN DAN METODE PENELITIAN............................................
26
Tempat dan Waktu Penelitian..................................................
Bahan Penelitian.......................................................................
Tahapan Penelitian...................................................................
26
26
26
KOMPATIBILITAS 4 JENIS LEGUMINOSA HERBA
TERHADAP INOKULAN NODULIN PLUS..............................
27
Metode Percobaan...................................................................
Pelaksanaan Percobaan............................................................
Parameter yang Diamati...........................................................
27
27
28
PENGARUH INOKULASI DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA
MO TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA
HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR...................................
29
Metoda Percobaan...................................................................
Pelaksanaan Percobaan............................................................
Parameter yang Diamati...........................................................
29
30
31
PENGARUH UMUR PANEN DAN PENAMBAHAN UNSUR
HARA MO TERHADAP AKTIVITAS ENZIM NITROGENASE
DAN PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA
DENGAN MEDIA TANAM PASIR...................................................
32
Metoda Percobaan....................................................................
Pelaksanaan Percobaan............................................................
Parameter yang Diamati..........................................................
32
33
34
PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP
PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN
35
MEDIA TANAM TANAH
Metoda Percobaan...................................................................
Pelaksanaan Percobaan...........................................................
Parameter yang Diamati..........................................................
PENGARUH PEMBERIAN UNSUR HARA MO MELALUI
DAUN TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA
HERBA DENGAN MEDIA TANAM TANAH DAN PASIR
35
36
36
37
Metoda Percobaan....................................................................
Pelaksanaan Percobaan............................................................
Parameter yang Diamati...........................................................
37
38
39
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................
40
KOMPATIBILITAS 4 JENIS LEGUMINOSA HERBA
TERHADAP INOKULAN NODULIN PLUS....................................
40
Pembahasan.............................................................................
40
PENGARUH INOKULASI DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA
MO TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA
HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR...................................
43
Tanaman Kedelai......................................................................
Berat Kering Daun Tanaman Kedelai......................................
Berat Kering Akar Tanaman Kedelai.......................................
Total N Daun Tanaman Kedelai...............................................
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai.....................
Tanaman Kembang Telang......................................................
Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang.......................
Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang........................
Total N Daun Tanaman Kembang Telang...............................
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang......
43
43
44
45
46
50
50
51
52
53
Pembahasan..............................................................................
57
PENGARUH UMUR PANEN DAN PENAMBAHAN UNSUR
HARA MO TERHADAP AKTIVITAS ENZIM NITROGENASE
DAN PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA
DENGAN MEDIA TANAM PASIR..................................................
63
Tanaman Kedelai......................................................................
Aktivitas Enzim Nitrogenase Tanaman Kedelai......................
Berat Kering Daun Tanaman Kedelai......................................
Berat Kering Akar Tanaman Kedelai.......................................
Total N Daun Tanaman Kedelai...............................................
Tanaman Kembang Telang......................................................
Aktivitas Enzim Nitrogenase Tanaman Kembang Telang.......
Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang.......................
Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang........................
Total N Daun Tanaman Kembang Telang...............................
Pembahasan..............................................................................
63
63
65
66
67
69
69
71
72
73
75
PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP
PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN
79
MEDIA TANAM TANAH..................................................................
Tanaman Kedelai......................................................................
Berat Kering Daun Tanaman Kedelai......................................
Berat Kering Akar Tanaman Kedelai......................................
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai.....................
Tanaman Kembang Telang......................................................
Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang.......................
Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang........................
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang......
Pembahasan.............................................................................
79
79
79
80
83
83
84
84
86
PENGARUH PEMBERIAN UNSUR HARA MO MELALUI
DAUN TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA
HERBA DENGAN MEDIA TANAM TANAH DAN PASIR...........
90
Tanaman Kedelai......................................................................
Berat Kering Daun Tanaman Kedelai......................................
Berat Kering Akar Tanaman Kedelai.......................................
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai.....................
Tanaman Kembang Telang......................................................
Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang.......................
Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang........................
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang......
90
90
91
92
99
99
100
100
Pembahasan..............................................................................
105
PEMBAHASAN UMUM....................................................................
109
SIMPULAN DAN SARAN.................................................................
115
Simpulan...................................................................................
Saran.........................................................................................
115
116
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
117
LAMPIRAN.........................................................................................
127
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1.
Kebutuhan pupuk di Indonesia (ton).....................................
4
2.
Perkiraan jumlah N2 yang ditambat oleh tanaman
leguminosa ...........................................................................
22
Pengaruh pemberian inokulan Nodulin Plus terhadap
pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosa
herba......................................................................................
40
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap berat kering daun tanaman kedelai
dengan media tanam pasir.....................................................
43
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap berat kering akar tanaman kedelai
dengan media tanam pasir.....................................................
44
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap total N daun tanaman kedelai dengan
media tanam pasir..................................................................
45
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap berat kering daun tanaman kembang
telang dengan bahan tanam pasir..........................................
51
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap berat kering akar tanaman kembang
telang dengan media tanam pasir..........................................
52
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap total nitrogen daun tanaman kembang
telang dengan media tanam pasir..........................................
53
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap berat kering daun tanaman kedelai dengan media
tanam pasir............................................................................
65
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap berat kering akar tanaman kedelai dengan media
12.
13.
14.
15.
16
17
18.
19.
20.
21.
22.
23.
tanam pasir............................................................................
66
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap total N daun tanaman kedelai dengan media
tanam pasir............................................................................
67
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap berat kering daun tanaman kembang telang
dengan media tanam pasir....................................................
72
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap berat kering akar tanaman kembang telang
dengan media tanam pasir.....................................................
73
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap serapan N daun tanaman kembang telang dengan
media tanam pasir.................................................................
74
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering daun tanaman kedelai..
90
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering akar tanaman kedelai..
92
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai
93
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat segar bintil akar tanaman
kedelai...................................................................................
94
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering bintil akar tanaman
kedelai...................................................................................
95
Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering daun tanaman
kembang telang....................................................................
99
Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering akar tanaman
kembang telang....................................................................
100
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap jumlah bintil akar tanaman
kembang telang....................................................................
101
24.
25.
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat segar bintil akar tanaman
kembang telang...................................................................
102
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering bintil akar tanaman
kembang telang....................................................................
103
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1.
Kebutuhan pupuk di Indonesia (ton).....................................
4
2.
Perkiraan jumlah N2 yang ditambat oleh tanaman
leguminosa ...........................................................................
22
Pengaruh pemberian inokulan Nodulin Plus terhadap
pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosa
herba......................................................................................
40
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap berat kering daun tanaman kedelai
dengan media tanam pasir.....................................................
43
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap berat kering akar tanaman kedelai
dengan media tanam pasir.....................................................
44
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap total N daun tanaman kedelai dengan
media tanam pasir..................................................................
45
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap berat kering daun tanaman kembang
telang dengan bahan tanam pasir..........................................
51
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap berat kering akar tanaman kembang
telang dengan media tanam pasir..........................................
52
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan
pupuk N terhadap total nitrogen daun tanaman kembang
telang dengan media tanam pasir..........................................
53
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap berat kering daun tanaman kedelai dengan media
tanam pasir............................................................................
65
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap berat kering akar tanaman kedelai dengan media
12.
13.
14.
15.
16
17
18.
19.
20.
21.
22.
23.
tanam pasir............................................................................
66
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap total N daun tanaman kedelai dengan media
tanam pasir............................................................................
67
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap berat kering daun tanaman kembang telang
dengan media tanam pasir....................................................
72
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap berat kering akar tanaman kembang telang
dengan media tanam pasir.....................................................
73
Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen
terhadap serapan N daun tanaman kembang telang dengan
media tanam pasir.................................................................
74
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering daun tanaman kedelai..
90
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering akar tanaman kedelai..
92
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai
93
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat segar bintil akar tanaman
kedelai...................................................................................
94
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering bintil akar tanaman
kedelai...................................................................................
95
Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering daun tanaman
kembang telang....................................................................
99
Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering akar tanaman
kembang telang....................................................................
100
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap jumlah bintil akar tanaman
kembang telang....................................................................
101
24.
25.
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat segar bintil akar tanaman
kembang telang...................................................................
102
Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap berat kering bintil akar tanaman
kembang telang....................................................................
103
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Teks
1.
Larutan nutrisi tanpa N..........................................................
129
2.
Ciri fisik dan kimia tanah Ciawi, Kabupaten Bogor yang
digunakan untuk percobaan..................................................
130
Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara
Mo terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun
(BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA)
dan total N-daun tanaman kedelai dengan media tanam
pasir. Rekapitulasi hasil Anova ............................................
131
Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara
Mo terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar
(BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai
dengan media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova ..........
131
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar
bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB)
tanaman kedelai ....................................................................
132
Analisis ragam regresi linier sederhana antara total N-daun
dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar
(BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai
132
Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara
Mo terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun
(BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA)
dan total N-daun tanaman kembang telang dengan media
tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova .................................
133
Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara
Mo terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar
(BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman
kembang telang dengan media tanam pasir. Rekapitulasi
hasil Anova ...........................................................................
133
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB)
tanaman kembang telang ......................................................
134
Analisis ragam regresi linier sederhana antara total N-daun
dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar
(BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman
kembang telang ....................................................................
134
Pengaruh penambahan unsur hara Mo dan umur panen
terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun
(BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA),
total N-daun dan enzim nitrogenase (EN) tanaman kedelai.
Rekapitulasi hasil Anova ......................................................
135
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun (BKD) dengan total N-daun dan aktivitas enzim
nitrogenase tanaman kedelai ................................................
135
Pengaruh penambahan unsur hara Mo dan umur panen
terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun
(BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA),
total n-daun (TOTN) dan enzim nitrogenase (EN) tanaman
kembang telang. Rekapitulasi hasil Anova ..........................
136
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun (BKD) dan total n-daun dengan enzim nitrogenase
tanaman kembang telang.......................................................
136
Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap
berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat
segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA) tanaman
kedelai dengan media tanam tanah. Rekapitulasi hasil
Anova....................................................................................
137
Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap jumlah
bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat
kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai dengan media
tanam tanah. Rekapitulasi hasil Anova.................................
137
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar
bintil akar (BSB dan berat kering bintil akar (BKB)
tanaman kedelai....................................................................
137
Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap
berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA) tanaman
kembang telang dengan media tanam tanah. Rekapitulasi
hasil Anova............................................................................
138
Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap
jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan
berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang
dengan media tanam tanah. Rekapitulasi hasil Anova..........
138
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar
bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB)
tanaman kembang telang.......................................................
138
Pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan
media tanam tanah dan pasir terhadap berat segar daun
(BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA),
dan berat kering akar (BKA) tanaman kedelai. Rekapitulasi
hasil Anova............................................................................
139
Pengaruh penambahan unsur hara Mo melalui daun dengan
media tanam tanah dan pasir terhadap jumlah bintil akar
(JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil
akar (BKB) tanaman kedelai. Rekapitulasi hasil Anova.......
139
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar
bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB)
tanaman kedelai yang diberi unsur hara Mo melalui daun
dengan media tanam tanah....................................................
140
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar
bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB)
tanaman kedelai yang diberi unsur hara Mo melalui daun
dengan media tanam pasir.....................................................
140
Pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan
media tanam tanah dan pasir terhadap berat segar daun
(BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA),
dan berat kering akar (BKA) tanaman kembang telang.
Rekapitulasi hasil Anova.......................................................
141
Pengaruh penambahan unsur hara Mo melalui daun dengan
media tanam tanah dan pasir terhadap jumlah bintil akar
(JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil
akar (BKB) tanaman kembang telang. Rekapitulasi hasil
Anova....................................................................................
27.
28.
29.
30.
141
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar
bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB)
tanaman kembang telang yang diberi unsur hara Mo
melalui daun dengan media tanam tanah..............................
142
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar
bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB)
tanaman kembang telang yang diberi unsur hara Mo
melalui daun dengan media tanam pasir...............................
142
Hasil analisa tanah terhadap kandungan Mo setelah
penelitian...............................................................................
143
Jumlah pemberian Mo (ml) pada masing-masing
penelitian...............................................................................
144
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nitrogen merupakan suatu unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah banyak, yang berfungsi sebagai penyusun protein dan penyusun enzim. Tanaman
memerlukan
suplai nitrogen pada semua tingkat perumbuhan, terutama pada awal
pertumbuhan, sehingga adanya sumber N yang murah akan sangat membantu
mengurangi biaya produksi.
Jika unsur nitrogen terdapat dalam keadaan kurang, maka pertumbuhan dan
produksi tanaman akan terganggu. Masalah ini dapat diatasi antara lain dengan
pemupukan. Kebutuhan pupuk untuk komoditas pertanian sebagian besar dipenuhi oleh
pupuk kimia (pupuk buatan). Namun pemakaian pupuk N buatan yang terus menerus atau
berlebihan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan baik tanah maupun air tanah.
Meningkatnya pemakaian pupuk kimia justru akan mengganggu keseimbangan mikro
organisme tanah, menurunnya sifat fisik dan kimia tanah serta pencemaran lingkungan
(Rogers dan Whitman, 1991). Dalam jangka panjang, pemakaian pupuk buatan secara
terus menerus dapat menyebabkan merosotnya produktivitas tanah. Di samping itu, tidak
semua pupuk yang diberikan dapat diserap oleh tanaman, sebagian besar akan hilang.
Kehilangan N di dalam tanah selain terjadi melalui pencucian dan diangkut oleh tanaman,
juga terjadi melalui penguapan. Bentuk teroksidasi nitrogen di atmosfer secara ekologi
penting karena bila diubah menjadi NO3- akan menyumbang HNO3- bagi hujan asam.
Berbeda halnya dengan proses penambatan N oleh leguminosa, tidak mempengaruhi
kualitas air tanah. Hal ini karena ammonium (NH3+) yang dihasilkan oleh hasil
penambatan, secara langsung digunakan untuk pertumbuhan tanaman.
Penggunaan pupuk berimbang merupakan pengelolaan hara secara terpadu, yaitu
dengan memadukan faktor-faktor hara tanah dengan penggunaan pupuk anorganik dan
organik serta memanfaatkan pupuk hayati. Di Indonesia penggunaan pupuk hayati belum
memasyarakat di kalangan petani/peternak, meskipun penggunaan pupuk tersebut
memberikan hasil yang positif untuk meningkatkan produktivitas. Baru sebagian kecil
masyarakat petani yang telah memanfaatkan pupuk hayati. Pemanfaatan pupuk hayati
yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dan organik memberikan prospek cukup
baik untuk meningkatkan dan memperbaiki produktivitas tanah.
Penambatan nitrogen secara simbiose bakteri tanah dengan tanaman leguminosa
telah berlangsung lama dan sangat penting dalam fungsi ekosistem (Simms dan Taylor,
2002). Sejumlah besar kebutuhan nitrogen disumbang oleh penambatan melalui simbiose
antara bakteri yang memiliki nitrogenase dengan tanaman leguminosa yang mampu
mereduksi dinitrogen menjadi bentuk organik (Postgate, 1998 dalam Simms dan Taylor,
2002).
Tanaman leguminosa baik herba maupun perdu/pohon mempunyai kemampuan
mengikat N2 udara (bentuk N yang tidak tersedia bagi tanaman) dan merubahnya menjadi
bentuk N yang tersedia bila bersimbiose dengan bakteri Rhizobium. Hubungan antara
bakteri dengan tanaman leguminosa pada umumnya bersifat mutualistik, tetapi strain
rhizobia mempunyai efektivitas yang berbeda (Burdon et al. 1999 dalam Simms dan
Taylor, 2002). Simbiose ini merupakan proses yang komplek yang dipengaruhi oleh
faktor biotik maupun faktor lingkungan. Usaha memanipulasi faktor-faktor yang terlibat
secara optimal akan menghasilkan fiksasi N yang optimal pula. Interaksi tanaman inang
dan bakteri Rhizobium bervariasi, dari yang moderat sampai yang spesifik, sehingga perlu
diidentifikasi kombinasi antara spesies dan rhizobia yang superior mengikat N2.
Pada penelitian ini difokuskan pada salah satu faktor unsur hara yaitu unsur hara
Molibdednum (Mo) terhadap penambatan N udara oleh tanaman leguminosa herba.
Pemilihan unsur hara Mo dalam penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa
molibdenum merupakan komponen meta-protein nitrogenase dan membantu proses
penambatan nitrogen (Gupta dan Vyas, 1994). Selanjutnya, Salisbury dan Ross (1995),
mengemukakan bahwa fungsi molibdenum dalam tumbuhan yang paling dikenal baik
adalah menjadi bagian dari enzim nitrat reduktase yang mereduksi ion nitrat menjadi ion
nitrit. Mo berperan dalam enzim nitrit reduktase dan nitrat reduktase (Gardner et
al.1991). Peran Mo adalah sebagai suatu carrier (alat pengangkut) elektron antara tahap
teroksidasi dan tahap reduksi. Mo merupakan komponen yang sangat esensial bagi dua
co-faktor yang diperlukan untuk metabolisme N bakteria (Thiel et al. 2002). Selanjutnya
Vitousek et al. (2002) mengemukakan bahwa untuk berfungsi dengan baik enzim
nitrogenase memerlukan unsur hara Mo. Namun, keberadaan unsur hara Mo pada tanah
tertentu pada umumnya sangat kurang. Hakim et al. (1986), mengemukakan bahwa
keadaan
tanah
sangat
mempengaruhi
ketersediaan
unsur
hara
molibdenum.
Ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Pada pH rendah hampir tidak ada
molibdenum yang tersedia. Sifat unsur hara ini sangat mobil di dalam tanah. Tanah-tanah
yang sering mengalami kekurangan Mo adalah dicirikan oleh (a) tanah pasir, (b) tanah
yang mengalami podsolisasi, dan (c) tanah yang banyak mengandung sulfat.
Tujuan Penelitian
Dari uraian pemikiran di atas, akan dilakukan suatu penelitian untuk mempelajari:
1. Pengaruh inokulan Nodulin Plus dalam membentuk bintil akar dan menambat
nitrogen pada tanaman leguminosa herba pakan ternak yang direkomendasikan untuk
Nodulin Plus yaitu kedelai (Glycine max L (Soybean) serta yang belum
direkomendasikan yaitu kacang pintoi (Arachis pintoi Krap.& Greg.), kembang telang
(Clitoria ternatea L) dan siratro (Macroptilium atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro).
2. Pengaruh Mo yang diberikan pada taraf berbeda terhadap pertumbuhan, produksi dan
kandungan N leguminosa.
3. Pengaruh taraf pemberian Mo terhadap aktivitas enzim nitrogenase.
Hipotesis
1. Ada spesifisitas tanaman leguminosa herba pakan ternak dalam kebutuhan rhizobia.
2. Pemberian unsur hara Mo meningkatkan penambatan nitrogen dan aktivitas enzim
nitrogenase yang dicirikan dengan peningkatan produktivitas tanaman leguminosa.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh penggunaan inokulan
Nodulin Plus dan penambahan unsur hara Mo terhadap aktivitas enzim nitrogenase serta
pengaruh level dan cara pemberian unsur hara Mo terhadap pertumbuhan, produksi dan
kandungan N leguminosa, selain faktor yang telah diketahui sebelumnya, yang akan
berguna untuk pengetahuan dasar bagi pengembangan teknologi pemanfaatan bakteri
rhizobia yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menambat Nitrogen.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengaruh Nitrogen terhadap Tanaman
Penggunaan pupuk nitrogen (N) meningkat sekitar sepuluh kali lipat menjadi 90
juta metrik ton antara tahun 1950 dan tahun 1995 (Frink et al. 1999). Hauck (1988)
memperkirakan sekitar 60 juta ton pupuk nitrogen dewasa ini digunakan untuk
peningkatan produksi lahan pertanian, terutama untuk memproduksi biji-bijian.
Berdasarkan kebutuhan nitrogen, maka kebutuhan pupuk nitrogen diperkirakan akan
mencapai 100 juta ton pada tahun 2000. Vance (2001) mengemukakan bahwa untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam tahun 2040 diperlukan sekitar 40 juta metric ton
pupuk nitrogen untuk pertanian.
Di Indonesia, permintaan pupuk N meningkat dari tahun ke tahun terutama Urea
yang bila dibandingkan antara tahun 1999 dengan 2002 meningkat sebesar 37,5%
(Soedjais, 2003). Di samping itu terdapat pula peningkatan permintaan terhadap pupuk
Amonium Sulfat sebesar 12,4% dan TSP/SP36 sebesar 6,2%, serta penurunan permintaan
pupuk KCl sebesar 19,1% (Tabel 1).
Tabel 1. Kebutuhan pupuk di Indonesia (ton)
Tahun
Urea
Amonium sulfat
TSP/SP36
KCl
1999
3.140.033
541.580
673.193
530.057
2000
3.959.650
507.005
687.653
359.453
2001
3.934.985
511.170
655.734
426.019
2002
4.318.407
608.605
714.872
428.620
Sumber: Soedjais, 2003.
Hauck (1988) memperkirakan bahwa sekitar 90 juta ton nitrogen diperoleh sebagai
hasil penambatan secara proses biologis, dimana sekitar 50 juta ton ditambat oleh
leguminosa tanaman pakan ternak. Menurut Arshad dan Frankenberger (1993) fiksasi N2
secara biologi menyumbang sekitar 70% dari semua nitrogen yang difiksasi di bumi dan
sekitar 90% kebutuhan nitrogen tanaman dapat dihasilkan oleh gabungan ini. Smill
(1999) mengemukakan bahwa sekitar 40 hingga 60 juta metrik ton N2 ditambat oleh
tanaman leguminosa setiap tahun.
Unsur hara N merupakan bahan penting penyusun asam amino, amida, nukleotida,
dan nukleoprotein, serta esensial untuk pembelahan sel, pembesaran sel, dan karenanya
untuk pertumbuhan (Gardner et al. 1991). Defisiensi N mengganggu proses
pertumbuhan, menyebabkan tanaman kerdil, dan menguning.
Nitrogen (N) merupakan suatu unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah banyak, yang berfungsi sebagai penyusun protein, termasuk enzim dan molekul
chlorofil (Hakim et al. 1986). Nitrogen merupakan unsur hara yang penting hubungannya
dengan pertumbuhan tanaman. Unsur ini dijumpai dalam jumlah besar di dalam bagian
muda tanaman, terutama terakumulasi pada daun dan biji. Nitrogen merupakan penyusun
setiap sel hidup, karenanya terdapat pada seluruh bagian tanaman. Tanaman memerlukan
suplai nitrogen pada semua tingkat pertumbuhan, terutama pada awal pertumbuhan,
sehingga adanya sumber N yang murah akan sangat membantu mengurangi biaya
produksi. Sebagai contoh untuk menghasilkan 1 kg biji kedelai, tanaman menyerap 70-80
g N dari dalam tanah (Pasaribu et al. 1989).
Grant and Flaten (1998) dalam Grant et al. (2002) mengemukakan bahwa unsur
hara N diperlukan untuk menjamin kualitas tanaman yang optimum yang ditunjukkan
oleh kandungan protein dari tanaman yang berhubungan langsung dengan supplai N. N
diberikan kepada tanah dalam bentuk-bentuk amida, ammonium, maupun nitrat. Tidak
semua pupuk yang diberikan dapat diserap oleh tanaman, sebagian besar akan hilang.
Kehilangan N di dalam tanah selain terjadi melalui pencucian dan diangkut oleh tanaman,
juga terjadi melalui penguapan seperti N2, nitrous oksida (N2O) dan NH3. Gas ini
terbentuk karena reaksi-reaksi dalam tanah dan kegiatan mikrobia. Mekanisme
kehilangan N dalam bentuk gas melalui denitrifikasi, reaksi kimia karena temperatur
dalam suasana aerobik dan lainnya, serta penguapan gas NH3 dari pemupukan pada tanah
alkalis (Maryam et al. 1998).
Unsur hara N biasanya defisien, yang mengakibatkan penurunan produksi pertanian
di seluruh dunia. Hakim et al. (1986) mengemukakan bahwa nitrogen yang terdapat
dalam tanah sedikit, sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen setiap tahun cukup
besar. Di samping itu senyawa nitrogen anorganik mudah larut dan mudah hilang dalam
air drainase/irrigasi atau menguap ke atmosfer. Jika unsur N terdapat dalam keadaan
kurang, maka pertumbuhan dan produksi tanaman akan terganggu. Masalah ini dapat
diatasi antara lain dengan pemupukan.
Kebutuhan nitrogen untuk komoditas pertanian pada umumnya dipenuhi dengan
dua cara yaitu (1) pupuk kimia/buatan, manure, dan/atau mineralisasi dari bahan organik,
dan (2) melalui penambatan N atmosfir melalui proses simbiosis (Vance, 2001).
Pemakaian pupuk N buatan yang terus menerus atau berlebihan akan
mengakibatkan kerusakan lingkungan baik tanah maupun air tanah (Rogers dan
Whitman, 1991). Tumbuhan kehilangan sedikit nitrogen ke dalam atmosfer dalam bentuk
NH3, N2O, NO2 dan NO yang mudah menguap, khususnya bila dipupuk nitrogen
(Salysbury dan Ross, 1995). Bentuk teroksidasi nitrogen di atmosfer secara ekologi
penting karena bila diubah menjadi NO3- akan menyumbang HNO3- bagi hujan asam.
Selanjutnya Campbell et al. (1995) dalam Grant et al. (2002) mengemukakan bahwa
pencucian NO3 akan menurunkan kualitas air tanah dan emisi N2O berkontribusi terhadap
efek rumah kaca dan menyebabkan terjadinya pemanasan global. Residu pupuk N yang
cukup besar tertinggal dalam tanah sebagai akibat tidak efisiennya tanaman
menggunakan pupuk N berimplikasi negatif terhadap lingkungan dan kesehatan
(Galloway et al. 1995 dalam Vance, 2001). Nitrifikasi oleh mikrobia dan denitrifikasi N
tanah merupakan kontributor utama emisi NO2 dan N2O (Socolow, 1999). Pupuk N yang
tidak dimanfaatkan oleh tanaman secara cepat akan memasuki permukaan tanah dan air
tanah melalui runoff dan leaching. Ekses dari NO3- pada air minum yang berasal dari
pupuk berakibat methemoglobin anemia pada bayi dan anak-anak bila konsentrasinya
melebihi 10 mg NO3 L-1 (Smill, 1999).
Proses fiksasi N oleh leguminosa tidak mempengaruhi kualitas air tanah. Hal ini
karena ammonium (NH4+) yang dihasilkan oleh hasil fiksasi, secara langsung digunakan
untuk pertumbuhan tanaman (Killpack dan Buchholz, 1993). Pada proses penambatan N,
tanaman leguminosa menyediakan lingkungan reduksi dan karbohidrat untuk
metabolisme bakteri, sedangkan bakteri mengubah N2 udara menjadi N tersedia bagi
tanaman. Tanaman leguminosa mampu tumbuh baik pada tanah yang miskin N karena
adanya simbiosis dengan rhizobium, sehingga mampu meningkatkan kualitas dan
kuantitas tanaman leguminosa, serta mampu meningkatkan dan menjaga kesuburan tanah
(Gardner et al. 1991).
Menurut Salisbury dan Ross (1995) semua NH4+ pertama-tama diubah menjadi
gugus amina dari glutamin. Perubahan ini dan reaksi lainnya akan membentuk asam
glutamat, asam aspartat, dan asparagin (Gambar 1).
Gambar 1. Perubahan amonium menjadi senyawa organik utama (Salisbury dan
Ross, 1995)
Glutamin dibentuk dengan penambahan satu gugus NH2 dari NH4+ ke gugus
karboksil terjauh dari karbon alfa asam glutamat, lalu terbentuk ikatan amida (reaksi 1).
Enzim yang diperlukan adalah glutamin sintase. Hidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi
sangat penting untuk mendorong reaksi lebih lanjut. Reaksi ini membutuhkan asam
glutamat sebagai reaktan, harus terdapat mekanisme untuk menyediakannya yang dapat
dipenuhi oleh reaksi 2 yang dikatalisis oleh glutamate sintase. Glutamat sintase
mengangkut gugus amida dari glutamin ke karbon karbonil asam α-ketoglutarat, sehingga
terbentuk dua molekul asam glutamat. Proses ini membutuhkan pereduksi yang mampu
menyumbang dua elektron, yaitu feredoksin (dua molekul) di kloroplas dan NADH atau
NADPH di proplastid sel non-fotosintetik. Salah satu dari dua glutamat yang dibentuk
pada reaksi 2 penting untuk mempertahankan reaksi 1, sedangkan glutamat yang satunya
dapat diubah secara langsung menjadi protein, klorofil, dan asam nukleat. Selain
membentuk glutamat, glutamin dapat menyumbangkan gugus amidanya ke asam aspartat
untuk membentuk asparagin (reaksi 3). Reaksi ini membutuhkan asparagin sintetase, dan
hidrolisi tak-terbalikkan ATP menjadi AMP dan Ppi menyediakan energi untuk
mendorong reaksi ini. Nitrogen dalam aspartat dapat berasal dari glutamat, tapi empat
karbonnya mungkin berasal dari oksaloasetat (reaksi 4) yang dibentuk dari PEP dan
HCO3- oleh kerja PEP karboksilase (reaksi 5).
Sejumlah besar nitrogen gas terdapat di atmosfer yaitu sekitar 78% (Hakim et al.
1986; Salisbury dan Ross, 1995), tetapi secara aktif sulit bagi organisme hidup untuk
mendapatkan atom nitrogen dari dinitrogen (N2) dalam bentuk yang berguna (Salisbury
dan Ross, 1995). Walaupun N2 masuk ke dalam sel tumbuhan bersama-sama CO2 lewat
stomata, enzim yang ada hanya dapat mereduksi CO2 sehingga N2 keluar lagi secepat ia
masuk.
Sebagian besar nitrogen yang terdapat di dalam organisme hidup berasal dari
penambatan (reduksi) oleh mikroorganisme prokariot, sebagian di antaranya terdapat di
akar tumbuhan tertentu, atau dari pupuk kimia secara industri. Sebagian kecil nitrogen
juga masuk ke tanah dari atmosfer dalam bentuk ion amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-)
bersama hujan dan kemudian diserap akar (Salisbury dan Ross, 1995).
Penyerapan NO3- dan NH4+ oleh tumbuhan memungkinkan tumbuhan untuk
membentuk berbagai senyawa nitrogen, terutama protein. Pupuk dan tumbuhan yang
mati, mikroorganisme, serta hewan, merupakan sumber penting nitrogen yang
dikembalikan ke tanah, tetapi sebagian besar nitrogen tersebut tidak larut dan tidak segera
tersedia bagi tumbuhan. Hampir semua tanah mengandung sedikit asam amino, yang
dihasilkan terutama dari perombakan bahan organik oleh mikroba, tapi juga pengeluaran
dari akar. Walaupun asam amino tersebut dapat diserap dan dimetabolismekan oleh
tumbuhan, senyawa ini dan senyawa nitrogen komplek lainnya hanya menyumbang
sedikit bagi hara nitrogen tumbuhan secara langsung. Walaupun demikian, mereka
merupakan cadangan nitrogen yang sangat penting, yang akan menghasilkan NH4+ dan
NO3-. Nyatanya, 90% nitrogen total di tanah terdapat dalam bentuk bahan organik,
walaupun dalam beberapa kasus sejumlah besar nitrogen terdapat dalam bentuk NH4+
yang terikat pada koloid liat (Salisbury dan Ross, 1995).
Rhizobium
Bakteri Rhizobium spp. merupakan salah satu jenis jasad mikro yang hidup
bersimbiosis dengan tanaman leguminosa dan berfungsi menambat nitrogen secara hayati
mulai diperkenalkan pada tahun 1888 oleh Hellriegel dan Wilfarth (Hirsch et al. 2001).
Penambatan nitrogen secara simbiotik merupakan interaksi kompleks antara tanaman
inang, lingkungan dan bakteri Rhizobium (Graham, 1981; Singleton et al. 1985; Long,
1996). Setiap jenis leguminosa menghendaki strain Rhizobium tertentu untuk keserasian
simbiosisnya (Hirsch et al. 2001). Sebagai contoh Sinorhizobium meliloti efektif untuk
spesies Medicago, Melilotus, dan Trigonella; sedangkan Rhizobium leguminosarum bv.
viciae sesuai untuk tanaman Pisum, Vicia, Lens, dan Lathyrus spp. Untuk itu inokulasi
perlu dilaksanakan agar tercapai penambatan nitrogen yang efektif (Yutono, 1985).
Limpens dan Bisseling (2003) mengemukakan bahwa penambatan nitrogen adalah
merupakan bentuk simbiosis antara tanaman leguminosa (Fabaceae) dengan bakteri
gram-negatif yang termasuk ke dalam genera Azorhizobium, Bradyrhizobium,
Mesorhizobium, Rhizobium dan Sinorhizobium yang secara kolektif disebut rhizobia.
Interaksi ini akan membentuk organ baru yang disebut dengan bintil akar, dimana
rhizobia bersatu secara intraselluler ke dalam induk semang dan menambat nitrogen dari
atmosfer untuk digunakan oleh induk semang.
Rhizobium termasuk divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, order Eubacteriales,
famili Rhizobiaceae dan genus Rhizobium. Jordan (1982) mengklasifikasikan genus
Rhizobium menjadi dua group yaitu Rhizobium dengan ciri tumbuh cepat dan bereaksi
asam pada medium agar dan Bradyrhizobium dengan ciri tumbuh lambat dan bereaksi
alkaline pada media agar Morfologi koloni Rhizobium pada media agar berdiameter 2-4
µm (Vincent, 1982; Setiadi, 1989), sedangkan Bradyrhizobium adalah genus bakteri
dengan diameter 1 µm dan mempunyai kecepatan pertumbuhan lebih lambat pada agar
mannitol ekstrak khamir dibandingkan dengan Rhizobium (Setiadi, 1989). Rhizobium
mempunyai kecepatan tumbuh 3-5 hari, sedangkan Bradyrhizobium 5-7 hari.
Rhizobium merupakan pemasok utama kebutuhan N tanaman leguminosa bila tidak
memperoleh pemupukan N atau dapat mengurangi pemakaian pupuk N (Lynch, 1983).
Pada kondisi lingkungan yang ideal dengan bintil akar yang baik tanaman kedelai dapat
memperoleh sumbangan N hasil penambatan N2 oleh bakteri Rhizobium setara dengan
65-115 kg N ha –1 tahun -1 (Alexander, 1977).
Tanaman leguminosa baik herba maupun perdu/pohon mempunyai kemampuan
mengikat N udara (bentuk N yang tidak tersedia bagi tanaman) dan merubahnya menjadi
bentuk N yang tersedia bila bersimbiose dengan bakteri Rhizobium. Usaha memanipulasi
faktor-faktor yang terlibat secara optimal akan dihasilkan fiksasi N yang optimal pula.
Interaksi tanaman inang dan bakteri Rhizobium bervariasi, dari yang moderat sampai
yang spesifik, sehingga perlu diidentifikasi kombinasi antara spesies dan rhizobia yang
superior mengikat N2. Purwantari (1994) melaporkan bahwa Sesbania grandiflora
termasuk dalam kategori spesifik dalam kebutuhannya akan Rhizobium. Berbeda halnya
dengan Paraserianthes falcataria kurang spesifik. Pada tanaman Siratro (Macroptilium
atropurpureum (DC) Urb. Cv Siratro), bintil akar yang efektif dapat terbentuk dari
berbagai strain rhizobium atau bradyrhizobium (Appelbaum, 1990 dalam Khan et al.
1999). Menurut Broughton (2003) Azorhizobium caulinodans efektif membentuk bintil
akar pada tanaman Sesbania rostrata, Synorhizobium meliloti pada tanaman Medicago,
Melilotus dan Trigonella, sedangkan Rhizobium sp. NGR234 efektif membentuk bintil
akar pada lebih dari 112 genera leguminosa, termasuk tanaman non-leguminosa yaitu
Parasponia andersonii.
Selanjutnya, Khan et al. (1999) menyatakan bahwa nodulasi dan penambatan
nitrogen pada tanaman dapat ditingkatkan bila tanaman tersebut diinokulasi dengan strain
(Brady)rhizobium yang kompetitif dan efektif serta konsentrasi bakteri yang tinggi.
Pembentukan bintil akar terjadi antara 7-14 hari setelah perkecambahan dengan
membentuk akar rambut pada akar primer dan sekunder (Gardner et al. 1991; Salisbury
dan Ross, 1995). Akar mengeluarkan senyawa triptofan yang menyebabkan bakteri
berkembang pada ujung akar rambut. Triptofan diubah oleh rhizobium menjadi IAA
(Indole Acetic Acid) yang menyebabkan akar membengkok karena adanya interaksi
antara akar dengan rhizobium. Kemudian bakteri merombak dinding sel akar tanaman
sehingga terjadi kontak antara keduanya. Benang infeksi terbentuk, yang merupakan
perkembangan dari membran plasma yang memanjang dari sel terinfeksi. Setelah itu
rhizobium berkembang di dalam benang infeksi yang menjalar menembus sel-sel kortek
sampai parenkim. Di dalam sel kortek, rhizobium dilepas di dalam sitoplasma untuk
membentuk bakteroid dan menghasilkan stimulan yang merangsang sel kortek untuk
membelah. Pembelahan tersebut menyebabkan proliferasi jaringan, membentuk struktur
bintil akar yang menonjol sampai keluar akar tanaman, yang mengandung bakteri
rhizobium.
Semua rhizobia adalah bakteri aerobik yang bertahan secara saprofit di dalam tanah
sampai mereka menginfeksi bulu akar (Salisbury dan Ross, 1995). Pembentukan bintil
akar yang efektif bersimbiose melibatkan signal antara tanaman (macrosimbiont) dan
bakteri (microsymbion). Flavonoids dan/atau isoflavonoids dilepaskan dari akar tanaman
leguminosa induk semang membuat transkrip dari gene rhizobia bintil akar yang sesuai,
kemudian membentuk molekul lipochitooligosaccharide, yang memberi tanda pada
tanaman leguminosa untuk mulai membentuk bintil akar (Long, 1996).
Bakteri Rhizobium yang masuk ke dalam sel akar melalui epidermis akar dan
membentuk formasi bintil akar melalui pengaturan ulang perkembangan sel luar akar
(Limpens dan Bisseling, 2003). Keberhasilan interaksi ini memerlukan koordinasi dari
kedua proses tersebut. Secara umum, proses infeksi dimulai dengan pengeritingan rambut
akar, yang diduga disebabkan oleh reorientasi gradual dan konstant arah pertumbuhan
bulu akar (Emons dan Mulder, 2000 dalam Limpens dan Bisseling, 2003). Bakteria
tertangkap dalam gulungan bulu akar, kemudian dinding sel tanaman ditempat tertentu
terdegradasi, sel membran membentuk liang dan material baru disimpan oleh tanaman
dan bakteri.
Enzim dari bakteri merombak bagian dinding sel sehingga bakteri dapat masuk ke
dalam sel bulu akar. Kemudian, bulu akar membentuk struktur lir-benang yang disebut
benang infeksi, yang terdiri dari membran plasma lurus dan memanjang dari sel yang
terserang, bersamaan dengan pembentukan selulosa baru di sebelah dalam membran ini.
Bakteri tersebut membelah dengan cepat di dalam benang yang menjalar masuk dan
menembus melalui dan di antara sel korteks. Di sel korteks sebelah dalam, bakteri dilepas
ke dalam sitoplasma dan merangsang beberapa sel (khususnya sel tetraploid) untuk
membelah. Pembelahan ini menyebabkan proliferasi jaringan, membentuk bintil akar
dewasa, yang terbuat sebagian besar dari sel tetraploid yang mengandung bakteri dan
beberapa sel diploid tanpa bakteri (Salisbury dan Ross, 1995). Tiap bakteri yang
membesar dan tak bergerak disebut bakteroid. Sel bintil akar lazimnya mengandung
beberapa ribu bakteroid. Gambar 2 menunjukkan proses perkembangan bintil akar
tanaman kedele, (a) dan (b) bakteri Rhizobium berhubungan dengan bulu akar yang peka,
terbelah didekatnya dan infeksi bulu akar yang berhasil akan menyebabkannya
mengeriting dan (c) benang infeksi membawa bakteri yang terbelah, sebagai bakteroid.
Bakteroid menyebabkan sel korteks-dalam dan sel perisiklus membelah. Pembelahan dan
pertumbuhan sel korteks dan perisiklus menjadi bintil akar dewasa (Salisbury dan Ross,
1995).
Gambar 2. Perkembangan bintil akar tanaman kedelai (Salisbury dan Ross,
1995)
Bakteroid biasanya berada di sitoplasma dalam kelompok, masing-masing
dikelilingi oleh membran yang disebut membran peribakteroid. Antara membran
peribakteroid dan kelompok bakteroid terdapat daerah yang disebut ruang peribakteroid.
Di luar ruang peribakteroid, di sitoplasma tumbuhan, terdapat protein yang dinamakan
leghemoglobin (Appleby, 1984 dalam Salisbury dan Ross, 1995).
Kemampuan penambatan N secara biologis untuk mengkonversi N2 menjadi N
organik adalah sangat substansial, sering mencapai 100 kg per ha -1tahun
-1
yang lebih
dari cukup untuk mempertahankan kebutuhan N dan mengganti N yang hilang (Vitousek
et al. 2002).
Penelitian tentang inokulasi bakteri rhizobia pada tanaman leguminosa tidak selalu
berhasil dengan baik, bahkan sering mengalami kegagalan. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain rendahnya kemampuan bakteri inokulan
untuk bersaing dengan bakteri yang alami (Triplet dan Sadoswky, 1992); rendahnya
konsentrasi dari bakteri inokulan (Nambiar et al. 1987). Faktor yang juga mempengaruhi
perkembangan dan aktifitas rhizobium di dalam tanah antara lain kelembaban, aerasi,
suhu, kandungan bahan organik, kemasaman tanah, suplai hara anorganik, jenis tanah dan
persentase pasir serta liat (Alexander, 1977). Tekstur tanah berpasir dengan bahan
organik rendah mengurangi penambatan N di dalam tanah. Tekstur tanah liat berat
dengan bahan organik rendah mengurangi aktifitas dan efektivitas bakteri rhizobium
dalam membentuk bintil akar dan pada akhirnya mempengaruhi penambatan N
(Kentjanasari et. al. 1998).
Lynch (1983) mengatakan bahwa efektivitas bakteri rhizobium hilang pada kondisi
tanah yang anaerob.
Subowo et al. (1989) melaporkan bahwa penurunan populasi rhizobium pada tanah
dengan perlakuan inokulasi legin lebih tajam dibandingkan dengan perlakuan tanpa legin.
Keadaan ini menunjukkan bahwa daya adaptasi rhizobium inokulan yang merupakan
mikroorganisme masukan lebih rendah dibandingkan dengan rhizobia alami.
Melalui penelitian sejak tahun 1980, Balitbio telah menghasilkan formulasi pupuk
mikroba multiguna (PMMG) yang diberi nama Rhizo-plus. Keunggulan Rhizo-plus
dibandingkan dengan pupuk mikroba lain yang sejenis yaitu: merupakan mixed microbial
fertilizer mengandung mikroba efektif mengikat N udara dan melarutkan fosfat serta
dilengkapi dengan unsur hara mikro dan zat pemacu tumbuh yang diperlukan oleh
mikroba dan tanaman (Suhaya et al. 1999). Dengan demikian aplikasi pupuk mikroba
Rhizo-plus merupakan salah satu cara yang dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia
khususnya Urea dan TSP/Sp36 dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman
sehingga dapat menekan biaya produksi.
Penelitian di daerah Pati, Magetan, Banyumas, Pasuruan, Cianjur dan Pandeglang
menunjukkan bahwa penggunaan Rhizo-plus pada tanaman kedele selain dapat menekan
penggunaan Urea sampai 100% dan mengurangi penggunaan TSP/SP36 sampai 50%
ternyata juga dapat menekan kebutuhan kapur pertanian sebesar 50% (Herman dan
Goenadi, 1999). Saraswati et al. (1998) melaporkan bahwa dengan menggunakan Rhizoplus pada tanaman kedele dapat menghemat biaya produksi sebesar Rp. 50.000 per hektar
dan meningkatkan produksi antara 2,45-57,48%, serta keuntungan yang diperoleh petani
naik rata-rata Rp. 292.000 per hektar. Selanjutnya Suhaya et al. (1999) melaporkan
bahwa di desa Karya Mukti Kecamatan Rimbo Melintang Kabupaten Rokan Hilir sebagai
salah satu sentra produksi kedelai di Propinsi Riau, penggunaan Rhizo-plus dapat
meningkatkan efisiensi usahatani yaitu dapat menekan biaya produksi sebesar Rp
172.000 per hektar dan peningkatan hasil sampai 11,86% pada varitas Argomulyo
dibandingkan dengan pupuk lengkap sesuai anjuran setempat.
Molibdenum
Berdasarkan jumlah kebutuhan, unsur hara tanaman diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok besar yaitu unsur hara makro yaitu hidrogen (H), karbon (C), Oksigen (O),
Nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan
sulfur (S) yang diperlukan relatif dalam jumlah besar serta unsur hara mikroyaitu
molibdenum (Mo), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), boron (B), besi (Fe) dan klor
(Cl) ) yang diperlukan dalam jumlah relatif sedikit (Rosmarkam dan Yuwono, 2002;
Gardner et al. 1991).
Gardner et al. (1991) mengemukakan bahwa molibdenum mungkin berasal dari
pelapukan sejumlah mineral yang meliputi MoS2 (tereduksi), komplek oksida seperti
CaMoO4, dan bentuk terhidrasi. Mo diserap dalam bentuk anion divalen (MoO42-).
Gupta dan Vyas (1994) melaporkan bahwa molibdenum merupakan komponen
meta-protein nitrogenase dan membantu proses penambatan nitrogen. Selanjutnya,
Salisbury dan Ross (1995), mengemukakan bahwa fungsi molibdenum dalam tumbuhan
yang paling dikenal baik adalah menjadi bagian dari enzim nitrat reduktase yang
mereduksi ion nitrat menjadi ion nitrit. Mo berperan sebagai katalitis dan hanya ada
dalam satu atau beberapa senyawa (enzim) saja.
Mo berperan dalam enzim nitrit reduktase dan nitrat reduktase (Gardner et al.1991).
Peran Mo adalah sebagai suatu carrier (alat pengangkut) elektron antara tahap teroksidasi
dan tahap reduksi. Selanjutnya Vitousek et al. (2002) mengemukakan bahwa untuk
berfungsi dengan baik nitrogenase memerlukan unsur hara Molibdenum. Bakteri
penambat N mungkin juga memerlukan lebih banyak unsur hara P dan Fe dibandingkan
dengan organisme lain. Molibdenum merupakan komponen yang sangat esensial bagi dua
co-factor yang diperlukan untuk metabolisme N bakteria (Thiel et al. 2002). Monitrogenase memerlukan suatu cofaktor berupa iron-molybdenum (Newton, 1992 dalam
Thiel et al. 2002). Selanjutnya Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan bahwa
fungsi Mo dalam tanaman adalah mengaktifkan enzim nitrogenase, nitrat reduktase, dan
xantine oksidase.
Mendel dan Hansch (2002) mengemukakan bahwa elemen molibdenum esensial
hampir pada semua organisme dan terdapat pada lebih dari 40 enzim katalisator berbagai
reaksi redox. Empat jenis ditemukan pada tanaman yaitu (1) Nitrate reductase katalisator
yang merupakan kunci awal pada assimilasi inorganik nitrogen; (2) aldehyde oxidase(s)
yang berperan sebagai katalisator dalam proses akhir biosintesa phytohormone abscisic
acid; (3) xanthine dehydrogenase yang terlibat dalam katabolisme purine dan reaksi
stress dan (4) sulphite oxidase yang kemungkinan terlibat dalam detoksifikasi ekses
sulphite (Mendel dan Hansch, 2002).
Mo merupakan elemen yang sangat jarang (Fortescue, 1992 dalam Mendel dan
Hansch, 2002). Oksidasi Mo dalam tanah bervariasi dari II hingga IV, tetapi hanya
bentuk soluble Mo (IV) yang tersedia bagi tanaman. Defisiensi unsur hara Mo telah
dilaporkan terjadi pada beberapa spesies tanaman (Gupta, 1997 dalam Mendel dan
Hansch, 2002). Kemungkinan gejala defisiensi Mo pada tanaman sangat bervariasi dan
gejala yang sering timbul adalah klorosis atau daun berwarna kekuning-kuningan
(Mendel dan Hansch, 2002). Gejala yang timbul karena kekurangan Mo hampir
menyerupai kekurangan N. Kekurangan Mo dapat menghambat pertumbuhan tanaman,
daun menjadi pucat dan mati, pembentukan bunga terlambat, dan pembentukan benang
sari berkurang (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Gejala defisiensi Mo umumnya terdapat
pada tanah asam. Pada tanah asam umumnya kadar Fe, Al, dan kadang-kadang Mn
berlebihan (toksis). Oleh karena itu, gejala defisiensi Mo sering bergabung dengan
adanya gejala keracunan Fe3+ dan Mn2+.
Molibdenum merupakan salah satu unsur hara mikro yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penambahan unsur hara Mo dapat
meningkatkan produksi sebesar 28% pada tanaman Arachis hypogaea dan kandungan N
daun lebih tinggi (Quaggio et al. 2004). Molibdenum merupakan bagian dari enzim
nitrogenase, yang esensial dalam proses penambatan nitrogen, sehingga defisiensi
Molibdenum lebih sering ditemukan pada tanaman leguminosa (Bailey dan Laidlaw,
1999 dalam Quaggio et al. 2004).
Rosmarkam dan Yuwono (2002) melaporkan bahwa ketersediaan Mo dalam tanah
dipengaruhi
oleh
adanya
pengapuran,
perubahan
suasana
reduksi
oksidasi,
mikroorganisme, dan harkat Mo tersedia. Hakim et al. (1986), mengemukakan bahwa
keadaan
tanah
sangat
mempengaruhi
ketersediaan
unsur
hara
molibdenum.
Ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Pada pH rendah hampir tidak ada
molibdenum yang tersedia. Selanjutnya Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan
bahwa Mo yang larut dalam air sangat sedikit (<0,1 ppm) dan kelarutannya dipengaruhi
oleh pH tanah. Makin rendah pH tanah, makin rendah pula tingkat kelarutannya dan
sebaliknya. Hal ini diduga karena makin rendah pH makin tinggi kelarutan Fe dan Al
(seskuioksida) yang kemudian Fe ini mengikat Mo. Ikatan ini tergolong kuat sehingga
tidak tersedia untuk tanaman. Ion MoO4- sebagai anion terikat sering menyelimuti
lempung yang bermuatan negatif pada permukaan luarnya. Ketersediaan Mo meningkat
dengan meningkatnya pH, sehingga pemberian kapur meningkatkan ketersediaan Mo
(Gardner et al. 1991).
Tanah asam yang disebabkan antara lain oleh meningkatnya hujan asam dan
pemupukan N secara terus menerus, menghambat produksi tanaman leguminosa (Graham
dan Vance, 2000). Konsentrasi ion H per se, keracunan Al dan Mn, dan defisiensi P, Mo
atau Ca
berkontribusi terhadap penurunan produksi leguminosa (Graham, 1992).
Nodulasi dan ketahanan hidup rhizobia dalam tanah terutama dipengaruhi oleh kondisi
keasaman tanah (Graham dan Vance, 2003).
Sifat unsur hara ini sangat mobil di dalam tanah. Jumlah Mo dalam tanah sangat
sedikit yaitu berkisar antara 0,2 hingga 10 ppm dan umumnya antara 0,5 hingga 3,5 ppm
(Hakim et al. 1986). Jumlah ini relatif lebih banyak pada tanah liat daripada tanah pasir
dan tanah organik. Mengel dan Kirby (1987) dalam Rosmarkam dan Yuwono (2002)
mengemukakan kisaran kadar Mo dalam berbagai jenis tanah yaitu Marsh 0,17-1,4 ppm;
Podsolik kelabu coklat 0,1-0,5 ppm, Gambut 0,1-0,5 ppm; dan Podsolik coklat 0,09-0,36
ppm. Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) harkat Mo dalam tanah adalah sangat
tinggi bila lebih besar dari 1,50 ppm; tinggi 1,10-1,50 ppm; sedang 0,51-1,00 ppm,
rendah 0,11-0,50 ppm dan sangat rendah bila lebih rendah dari 0,10 ppm.
Tanah-tanah yang sering mengalami kekurangan Mo adalah dicirikan oleh (a) tanah
pasir, (b) tanah yang mengalami podsolisasi, dan (c) tanah yang banyak mengandung
sulfat. Hubungan antara serapan Mo dengan ketersediaan sulfat adalah keterbalikan. Pada
keadaan dimana menurunnya sulfat, maka ini berarti serapan Mo akan meningkat. Kadar
Mo yang tinggi dalam tanaman akan mempengaruhi translokasi Fe dari akar ke bagian
atas tanaman (Hakim et al. 1986).
Salisbury dan Ross (1995), mengemukakan bahwa molibdenum banyak terdapat di
tanah sebagai garam molibdat (MoO4) dan juga sebagai MoS2. Pada bentuk pertama Mo
berada dalam keadaan tereduksi Mo6+, tapi berbentuk Mo4+ pada garam sulfida.
Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan bahwa Mo diserap dalam bentuk ion
MoO4-.
Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan bahwa Mo dapat membentuk
kompleks dengan bahan organik tanah. Ikatan ini dikenal dengan khelat yang bermanfaat
melindungi Mo dari fiksasi oleh lempung. Senyawa organik yang mengikat Mo tersebut
adalah gugus ortho hidroksil yang meliputi alkohol, phenol, asam hidroksi dan asam
organik mono basis. Mo dalam tanah juga dapat bergabung dengan senyawa yang
mengandung N, misalnya tirosin, tiramin, lisitin, dan protein.
Penambahan unsur hara Mo sebesar 0,45 kg ha-1 dalam bentuk sodium molybdate
secara nyata meningkatkan jumlah bintil akar dan produksi pigeon pea (Khurana dan
Dudeja, 1981 dalam Wani et al., 1995), sedangkan penambahan 1 kg cobalt chloride, 1
kg sodium molybdate dan 25 kg ZnSO4 ha-1 meningkatkan produksi chickpea berturutturut sebesar 10, 7 dan 4% dibandingkan kontrol (Wani et al. 1995).
Enzim nitrogenase
Enzim adalah protein katalisator untuk reaksi-reaksi kimia pada sistem biologi.
Sebagian besar reaksi sel-sel hidup akan berlangsung sangat lambat bila reaksi tersebut
tidak dikatalisis oleh enzim. Enzim adalah katalisator yang reaksi-spesifik karena semua
reaksi biokimia perlu dikatalisis oleh enzim.
Salisbury dan Ross (1995) mengemukakan bahwa nitrogenase terdiri dari dua
protein yang berlainan, sering disebut protein Fe dan protein Fe-Mo. Protein Fe-Mo
mempunyai 2 atom molibdenum dan 28 atom besi; protein Fe mengandung 4 atom besi
dari kelompok Fe4S4. Baik molibdenum maupun besi menjadi tereduksi dan kemudian
dioksidasi saat nitrogenase menerima elektron dari feredoksin dan mengangkutnya ke N2
untuk membentuk NH4+. ATP penting untuk penambatan karena menempel pada protein
Fe dan menjadikan protein tersebut bahan pereduksi yang lebih kuat. Protein Fe
mengangkut elektron ke protein Fe-Mo, disertai dengan hidrolisis ATP menjadi ADP.
Protein Fe-Mo kemudian meneruskan pengangkutan elektron menuju N2 dan menuju
proton untuk membuat dua NH4 dan satu H2 (Gambar 3).
Gambar 3 : Ikhtisar pengangkutan elektron dari flavodoksin tereduksi ke N2 dan H+ di
tiga tahap utama (Salisbury dan Ross, 1995)
Shilov (1992) mengemukakan bahwa nitrogenase yang diisolasi dari berbagai
bakteri penambat nitrogen terdiri dari dua protein yaitu Fe protein (ca. 60 kD) dan MoFe
protein (ca. 230 kD). Fe protein terdiri dari satu Fe4S4 cluster, sedangkan MoFe protein
terdiri dari dua FeMo cofactors dan empat Fe4S4 cluster (P-cluster).
Enzim nitrogenase sangat sensitif terhadap oksigen (Salisbury dan Ross, 1995),
karena protein Fe dan protein Fe-Mo dari nitrogenase didenaturasi secara oksidatif oleh
oksigen. Leghemoglobin mengendalikan sebagian ketersediaan oksigen di dalam
bakteroid, tetapi sifat anatomi yang rumit dari bakteroid itu sendiri (seperti korteks dan
endodermis yang mengelilingi berkas pembuluh dan sel yang mengandung bakteroid)
nampak jauh lebih penting untuk mempertahankan tingkat oksigen yang rendah di sekitar
nitrogenase dengan bertindak sebagai pembatas difusi ke udara di dalam tanah.
Moat dan Foster (1988) mengemukakan bahwa nitrogenase terdiri dari dua protein
yang sensitif terhadap oxygen, yaitu molibdenum iron protein (dinitrogenase) dan iron –
sulfur protein (dinitrogen reductase). Kedua protein ini bersama dengan ATP, Mg2+ dan
electron, adalah esensial dalam aktivitas penambatan nitogen (Gambar 4). Secara umum
proses penambatan nitrogen memerlukan energi sekitar 12 – 16 molekul ATP dan 6-8
electron.
O2
Leghemoglobin
Karbohidrat
(dari glikolisis atau
Sistem
Oksidasi
2H+ +2e
16 Mg ATP
8 Fd
N2
Fe
Hidrogenase
8 NADH + H+
Fd 8e-
Fe Protein
8 NAD+
16 Mg ADP + Pi
Mo
Protein
2H+ +2e
H2
2NH3
Gambar 4. Nitrogenase komplek dan aktivitas yang berhubungan dengan penambatan
nitrogen (Moat dan Foster, 1988)
Jumlah leghemoglobin dan luasnya jaringan bakteroid pada bintil akar
berhubungan dengan jumlah N2 yang tertambat oleh tanaman leguminosa (Moat dan
Foster, 1988).
Reaksi katalisis oleh enzim nitrogenase membutuhkan energi dalam bentuk ATP
dan reduktan. Kebutuhan ATP dan reduktan dipenuhi dari hasil fotosintesis yang
ditranslokasikan dari daun ke bintil akar. Pasangan enzim nitrogenase menghidrolisis
ATP menjadi ADP dengan memindahkan elektron dari reduktan untuk mereduksi N2
menjadi NH3 (Yousafzai et al. 1996). Persamaan keseluruhan dari proses penambatan N2
dapat ditulis sebagai berikut (Salisbury dan Ross 1995; Moat dan Foster, 1988):
N2+ 8e + 16 MgATP + 16 H2O
2 NH3 + H2+16 MgADP+ 16 Pi + 8 H+
Proses tersebut memerlukan sumber elektron dan proton yang bersumber dari
karbohidrat, dan molekul ATP. Juga diperlukan kompleks enzim yang disebut
nitrogenase, yang mengkatalisis reduksi beberapa substrat lain seperti asetilen (Salisbury
dan Ross, 1995). Reduksi asetilen menjadi etilen sering diukur sebagai perkiraan laju
penambatan nitrogen.
Nitrogenase yang dihasilkan oleh Rhizobium dalam bintil akar akan mengkatalisis
N2 menjadi NH3 dan C2H2 menjadi C2H4. Aktivitas nitrogenase biasanya diekspresikan
dalam µmol C2H4 (Sprent dan Sprent, 1990). Efisiensi penambatan nitrogen dapat diukur
dengan Acetylene (C2H2) Reduction Assay (ARA) dan nilai ARA dihitung dari
banyaknya etilen (ethelene, C2H4) yang dihasilkan dari C2H2 (Hardy et al. 1968). ARA
terutama digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap penambatan nitrogen
dan bukan untuk memperkirakan jumlah nitrogen yang ditambat (Herridge dan Danso,
1995).
Kardinahl et al. (1999) mengemukakan bahwa molibdenum yang terdapat dalam
enzim berperan sangat penting dalam sistem biologi dan berfungsi penting dalam
berbagai proses metabolisme. Secara umum enzim molibdenum ditemukan dalam dua
bentuk yaitu yang terintegrasi dengan multinuclear iron-centres seperti yang terdapat
pada enzim nitrogenase dan yang berkoordinasi dengan pterin moiety dalam bentuk
molybdopterin cofactors.
Nitrate reductase (EC 1.6.6.1) adalah suatu cytoplasmic enzyme dan mempunyai
massa molekul sebesar 200 kDa pada dimer (Mendel dan Hansch, 2002). Monomer dari
nitrate reductase tanaman terdiri dari tiga fungsional domain yaitu N-terminal domain
berhubungan dengan Moco, central haem domain dan C-terminal FAD-domain, masingmasing redox-active prosthetic group dihubungkan ke monomer dengan rasio 1:1:1
(Campbell, 1999 dalam Mendel dan Hansch, 2002). Nitrate reductase katalisator
merupakan langkah pertama dalam asimilasi nitrate dan merupakan kunci utama untuk
nutrisi tanaman (Mendel dan Hansch, 2002). Regulasi dari asimilasi nitrate merupakan
bagian dari suatu kerjasama yang sangat komplek untuk merespon berbagai signal dari
lingkungan ataupun internal tanaman seperti nitrate, cahaya, CO2, phytohormone, dan
metabolisme karbon dan nitrogen dengan tujuan untuk menghubungkan asimilasi nitrate
dengan kunci proses metabolisme lainnya. Pada tanaman kedele aktifitas nitrate reductase
pada bakteroids mencapai 90% dari total nitrate reductase bintil akar (Lucinski et al.
2002), sehingga terdapat nitrite yang bersifat toksik sebagai produk dari nitrate reductase,
yang diduga menyebabkan penurunan aktifitas nitrogenase.
Konsentrasi oksigen bebas dalam bintil akar merupakan faktor utama yang
mempengaruhi aktivitas enzim nitrogenase (Layzell dan Hunt, 1990 dalam Lucinski et al.
2002). Ketersedian oksigen di daerah bintil akar yang terinfeksi diatur oleh tanaman
(Minchin, 1997 dalam Lucinski et al. 2002), ketersediaan leghemoglobin dan dibatasi
oleh diffusion resistance (Appelby, 1984).
Nitrate membatasi aktivitas nitrogenase pada bintil akar (Lucinski et al. 2002).
Pengaruh nitrate terhadap simbiose antara leguminosa dan rhizobia antara lain adalah
peranan ketersediaan nitrate selama proses infeksi pada akar; hubungan antara
ketersediaan nitrate dan aktivitas nitrogenase; dan pengaruh nitrate terhadap ratio antara
massa nodule dengan massa seluruh tanaman (Streeter,1988 dalam Lucinski et al. 2002).
Tanaman Leguminosa Pakan Ternak dalam Pertanian
Kemampuan tanaman leguminosa untuk menambat nitrogen sangat bervariasi.
People et al. (1995) mengemukakan bahwa kondisi percobaan jumlah nitrogen yang
ditambat berkisar antara 1 – 380 kg N ha-1 (Tabel 2).
Tabel 2. Perkiraan jumlah N2 yang ditambat oleh tanaman leguminosa
Spesies
Arachis pintoii
Calopogonium spp
Centrosema spp
Clitoria ternatea
Desmodium spp
Desmanthus virgatus
Macroptilium atropurpureum cv.
Siratro
Pueraria spp
Stylosnthes spp
Zornia glabra
Sumber: People et al. (1995).
Jumlah N2 yang
ditambat
(kg N ha-1)
1-7
64 - 182
41 – 43
67 – 280
197 – 249
24 – 380
193 – 228
15 – 167
Waktu
pengukuran
84 hari
setahun
119 hari
setahun
190-195 hari
setahun
190-195 hari
setahun
9 – 115
2 – 75
20 – 263
61
72-199 hari
63-77 hari
setahun
119 hari
Thomas (1995) mengemukakan bahwa tanaman leguminosa mempunyai kapasitas
untuk memenuhi kebutuhan nitrogen melalui penambatan nitrogen dari udara. Efisiensi
penambatan nitrogen (% kebutuhan N tanaman yang diperoleh dari penambatan nitrogen)
umumnya sangat tinggi di daerah tropis dan dapat mencapai 80%. Namun demikian
kemampuan ini akan menurun apabila terjadi kekurangan unsur hara yang diperlukan
oleh tanaman leguminosa, dengan kata lain, penambatan N2 hanya akan optimal bila
semua unsur hara yang diperlukan tanaman optimal kecuali hara N
Arachis pintoi Krap.& Greg, tanaman ini berasal dari lembah Jequitinhonha, San
Fransisko dan pinggiran sungai Tocantins Brazil (t’Mannetje dan Jones, 1992). Sejak
dikoleksi pada tahun 1954, telah menyebar ke Argentina, Australia, Colombia dan
Amerika Serikat, dan akhir-akhir ini ke daerah Asia Tenggara, Amerika Tengah dan
Pasifik. Arachis merupakan salah satu leguminosa herba yang hidupnya menahun dan
diharapkan mempunyai potensi sebagai sumber hijauan makanan ternak. Tanaman ini
tumbuh baik diberbagai tipe tanah, mulai dari tanah ringan yang beririgasi baik sampai
tanah berat berlapis batu atau tanpa irigasi. Prawiradiputra et al. (2003) melaporkan
daya tumbuh tanaman leguminosa herba yang ditanaman di lokasi penelitian Subang
tertinggi terdapat pada tanaman Arachis glabrata dan Arachis pintoii. Dari hasil
evaluasi di Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur, Arachis merupakan salah satu spesies
yang mempunyai performans bagus, dilihat dari daya tahannya terhadap kekeringan,
penggembalaan, pemotongan, hama dan penyakit (Nulik et al. 1986; Rustam dan
Jacobsen, 1986). Penelitian adaptasi Arachis yang dilakukan di Balai Penelitian Ternak
Ciawi didapatkan dari 20 jenis Arachis yang ditanam dan mempunyai prospek baik untuk
dikembangkan adalah Arachis hybrid IRFL 3014, Arachis glabrata cv.florigraze, Arachis
sp IRFL 3059 dan 3064, dengan produksi hijauan segar rata-rata pertahun 12-19 ton/ha
(3-6 ton/ha bahan kering) dengan kandungan protein kasar berkisar antara 15,9-19,2%
(Yuhaeni, 1989). Arachis spp. Termasuk jenis tanaman leguminosa herba yang dapat
berkembang biak dengan kemampuan menyebar yang luas melalui rhizoma atau stolon
dan ini sangat menguntungkan dalam perbanyakan tanaman. Kemampuan ini terbukti
dengan meningkatnya produksi hijauan dari tahun ke tahun dan tidak dipengaruhi oleh
musim. Di samping itu sifat adaptasinya cukup baik dan tahan terhadap gangguan hama,
penyakit dan kekeringan. Walaupun musim kemarau panjang, tanaman tetap berdaun
segar dan berproduksi. Suratmini et al. (1994) melaporkan bahwa berat segar dan berat
kering tanaman Arachis meningkat dengan adanya inokulasi Rhizobium yang
dikombinasi dengan pupuk PK dan pengapuran. Namun demikian, Arachis glabrata cv.
Florigraze dan Arachis sp. IRFL 3053 yang diinokulasi dengan strain Rhizobium CB 756
tidak ditemukan adanya bintil akar, sehingga perlu dilakukan suatu penelitian untuk
evaluasi inokulan yang dapat membentuk bintil akar pada tanaman tersebut.
Clitoria ternatea L merupakan leguminosa pakan ternak yang palatable dan lebih
disenangi ternak dibandingkan leguminosa lainnya (Gomez dan Kalamani, 2003; Rout,
2004). Pertumbuhan kembali sangat baik setelah di potong atau di rumput, bertumbuh
dalam waktu yang relatif singkat, dan produksi cukup tinggi. Clitoria ternatea termasuk
ke dalam family Fabaceae dan terdistribusi di Asia, Philippine, Madagaskar (Rout, 2004)
Afrika dan Amerika Tengah (Hall, 1992), kepulauan Pasifik (t’Mannetje dan Jones,
1992). Tanaman ini dapat ditanam dengan tanaman lainnya sebagai cover crops, atau
sebagai green manure dan tanaman obat. (Gomez dan Kalamani, 2003; Rout, 2004).
Prawiradiputra et al. (2003) melaporkan bahwa ditinjau dari pertumbuhan tanaman di
lokasi penelitian Subang, maka jenis yang terbaik adalah Clitoria ternatea. Pada saat
kekeringan tanaman Clitoria ternatea terlihat masih segar.
Macroptilium atropurpureum (DC.) Urban terdapat di Meksiko utara hingga
Kolumbia dan Brasil utara, dan merupakan spesies leguminosa pertama yang tersedia
secara komersial. Kultivar Siratro saat ini telah menyebar luas di daerah tropis dan
subtropis. Tanaman ini biasanya digunakan sebagai pastura atau diintroduksikan sebagai
tanaman campuran dengan rumput alam dan sebagai cover crops. (t’Mannetje dan Jones,
1992). Prawiradiputra et al. (2003) melaporkan daya tumbuh tanaman Macroptilium
cv. Siratro di lokasi penelitian Subang tergolong rendah. Pada saat kekeringan tanaman
tanaman Siratro terlihat layu.
Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak,
berdaun lebat dengan beragam morfologi (Hidajat, 1985). Tinggi tanaman berkisar antara
10 sampai 200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan
lingkungan hidup. Nama botani kedelai yang dibudidayakan adalah Glycine max (L.)
Merill
dengan
klasifikasi
ordo
Polypetales;
famili
Papilionoideae; genus Glycine; sub-genus Soja; species max
Leguminosae;
sub-famili
Kon et al. (1990) melaporkan bahwa di Malaysia tanaman jagung dan kacangkacangan akan lebih baik hasilnya apabila ditanam di antara tanaman glirisidia, kaliandra
dan albizia. Selanjutnya Grant et al. (2002) mengemukakan bahwa sistem pertanaman
yang mengikut sertakan tanaman leguminosa berpotensi tinggi untuk mengkontribusi N
untuk tanaman berikutnya, dan tingkat NO3 yang moderat dalam tanah sehingga dapat
mengurangi pencucian unsur hara nitrogen.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan di rumah kaca Balai Penelitian Ternak
Ciawi, Bogor. Analisa tanah dilakukan di Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor
dan analisa ARA di lakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan bulan Juni 2003 s/d Februari 2005.
Bahan Penelitian
Materi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah empat jenis tanaman
leguminosa yaitu : kacang pintoi (Arachis pintoi Krap.& Greg), kembang telang (Clitorea
ternatea L), kedelai (Glycine max L.) dan siratro (Macroptilium atropurpureum (DC.)
Urban cv. Siratro). Biji kedelai diperoleh dari Pusat Penelitian Tanaman Pangan,
sedangkan kacang pintoi, kembang telang dan Siratro berasal dari koleksi Agrostologi
Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. Inokulan yang digunakan adalah Nodulin Plus
yang di produksi oleh Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman. Pasir yang digunakan
adalah pasir pantai, sedangkan tanah yang digunakan adalah tanah kebun percobaan Balai
Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Peralatan yang digunakan: pot plastik, timbangan,
meteran, oven, autoclave, bahan kimia untuk larutan nutrisi dan untuk penentuan kadar
N.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 5 tahap yaitu mengetahui:
1. Kompatibilitas 4 jenis leguminosa herba terhadap inokulan Nodulin Plus.
2. Pengaruh inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap produksi tanaman
leguminosa herba dengan media tanam pasir.
3. Pengaruh umur panen dan penambahan unsur hara Mo terhadap aktivitas enzim
nitrogenase dan produksi tanaman leguminosa herba dengan media tanam pasir.
4. Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap produksi tanaman leguminosa herba
dengan media tanam tanah.
5. Pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap produksi tanaman
leguminosa herba dengan media tanam tanah dan pasir.
KOMPATIBILITAS 4 JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP INOKULAN
NODULIN PLUS
Percobaan ini merupakan penelitian pendahuluan, dilakukan untuk mengetahui
terbentuk atau tidaknya bintil akar pada leguminosa herba yang diinokulasi dengan
Nodulin Plus.
Metode Percobaan
Perlakuan terdiri dari satu jenis inokulan x 4 jenis tanaman x 4 kali waktu
pengamatan masing-masing dengan 4 ulangan sehingga terdapat 64 unit percobaan.
Tanaman leguminosa yang digunakan:
•
T1 = kacang pintoi (Arachis pintoii Krap.& Greg)
•
T2 = kembang telang (Clitoria ternatea L)
•
T3 = kedelai (Glycine max L.)
•
T4 = siratro (Macroptilium atropurpureum (DC.) Urban cv. Siratro).
Waktu pengamatan:
•
H1 = 7 hari setelah tanam
•
H2 = 14 hari setelah tanam
•
H3 = 21 hari setelah tanam
•
H4 = 28 hari setelah tanam
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan dilakukan dengan menanam tanaman leguminosa herba pada pot dengan
media tanam pasir dan ditempatkan di rumah kaca. Pasir yang digunakan dicuci terlebih
dahulu, kemudian dikeringkan dengan cara menjemur, dan setelah kering dimasukkan ke
dalam pot masing-masing sebanyak 2 kg. Pot dimasukkan ke dalam kantong plastik,
dibasahi dengan air aquadest sampai jenuh kemudian disterilisasi dengan autoclave pada
suhu 110oC selama 3,5 jam. Pot dipindahkan dari autoclave ke rumah kaca. Ditunggu
sampai dingin, kemudian ditanami dengan tanaman leguminosa herba. Setiap pot
ditanami dengan empat biji tanaman yang sebelumnya diinokulasi dengan melumuri biji
tanaman dengan Inokulan Nodulin Plus. Tanaman disiram setiap hari dengan larutan
nutrisi (Lampiran 1). Tanaman dipanen untuk mengamati pembentukan bintil akarnya
pada umur 7 , 14 , 21, dan 28 hari setelah tanam (HST).
Parameter yang Diamati
Pada percobaan ini parameter yang diamati adalah terbentuk atau tidak
terbentuknya bintil akar.
PENGARUH INOKULASI DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO
TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA
TANAM PASIR
Percobaan dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur hara Mo
terhadap produksi tanaman kedelai dan kembang telang, yaitu dua jenis tanaman
leguminosa herba yang membentuk bintil akar pada percobaan pertama.
Metoda Percobaan
Perlakuan percobaan adalah:
Taraf pemberian unsur hara Mo:
•
Mo0 = 0 mg/l (0 mg/pot)
•
Mo1 = 24 mg/l (17,78 mg/pot)
•
Mo2 = 48 mg/l (35,57 mg/pot)
•
Mo3 = 72 mg/l (53,35 mg/pot)
Perlakuan inokulasi yaitu:
•
Minus N tanpa inokulasi (kontrol)
•
Minus N plus inokulasi
•
Plus N tanpa inokulasi
Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial (Gomez dan
Gomez, 1995; Mattjik dan Sumertajaya, 2002), dengan demikian perlakuan dalam
percobaan ini adalah 4 takaran unsur hara Mo X 3 inokulasi/tanpa inokulasi masingmasing dengan 3 kali ulangan, sehingga terdapat 36 unit percobaan. Perlakuan ini
dicobakan pada dua jenis tanaman leguminosa herba yang membentuk bintil akar pada
percobaan pertama yaitu tanaman kedelai dan kembang telang, sehingga total unit
percobaan adalah 72.
Model matematis dari rancangan percobaan ini adalah :
Yijk = μ + Moi + Nj + (MoN)ij + ε ijk
Keterangan :
Yijk
: nilai pengamatan (berat kering daun dan berat kering akar) pada
faktor Mo taraf ke-i, faktor N taraf ke-j dan ulangan ke k.
µ
: rataan umum pengamatan
Moi
: pengaruh tetap dari unsur hara Mo ke i (i=1,2…….4)
Nj
: pengaruh tetap dari unsur hara N ke j (j=1,2,3)
MoNij : interaksi antara faktor Mo dan N.
ε ijk
: galat percobaan
Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, dilakukan analisis sidik ragam
(ANOVA) dengan prosedure GLM dari paket statistik SAS (1988).
Pelaksanaan Percobaan
Percobaan lanjutan dilakukan pada dua jenis tanaman leguminosa herba yang
membentuk bintil akar pada percobaan pendahuluan. Tanaman leguminosa herba ditanam
pada pot dengan media tanam pasir dan ditempatkan di rumah kaca. Pasir yang
digunakan dicuci terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan cara menjemur, dan
dimasukkan ke dalam pot masing-masing sebanyak 2 kg.
Pot dimasukkan ke dalam kantong plastik, pasir dibasahi dengan air aquadest
sampai jenuh kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 110oC selama 3,5 jam.
Pot dipindahkan dari autoclave ke rumah kaca dan kantong plastik dilepas. Didiamkan
sampai dingin, kemudian ditanami dengan tanaman leguminosa herba. Setiap pot
ditanami dengan empat biji tanaman, dan dilakukan penjarangan setelah tanaman
berumur 10 hari. Perlakuan inokulasi diberikan Inokulan Nodulin Plus dengan melumuri
biji tanaman dengan inokulan. Perlakuan minus N dan plus N tidak diberikan Inokulan
Nodulin Plus.
Tanaman disiram setiap dua hari dengan larutan nutrisi yang berbeda unsur hara N
dan Mo yang disesuaikan untuk masing-masing perlakuan. Larutan minus N dengan
kandungan unsur hara Mo berbeda untuk perlakuan minus N dan perlakuan Inokulasi,
dan larutan plus N dengan kandungan unsur hara Mo berbeda untuk penambahan N
(Lampiran 1). Penyiraman dilakukan dengan jumlah larutan nutrisi pada hari ke 4-10
sebesar 80 ml (4% dari total berat media pasir, pada hari ke 12-20 sebesar 100 ml (5%
dari total berat media pasir) dan pada hari ke 24-38 sebesar 120 ml (6% dari total berat
media pasir). Jumlah pemberian Mo tercantum pada Tabel Lampiran 30. Tanaman
dipanen pada umur 40 hari setelah tanam (HST).
Parameter yang Diamati
Pada percobaan ini parameter yang diamati adalah;
1. berat kering daun, merupakan berat kering tanaman setelah dikeringkan dalam oven
dengan temperatur 70oC selama 48 jam.
2. jumlah bintil akar, dihitung dengan cara melepas bintil akar yang ada pada akar
tanaman.
3. berat kering bintil akar merupakan berat kering bintil akar setelah dikeringkan
dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam.
4. berat kering akar, merupakan berat kering akar setelah dikeringkan dalam oven
dengan temperatur 70oC selama 48 jam.
5. Kandungan nitrogen daun tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia Balai
Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Bogor.
PENGARUH UMUR PANEN DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO
TERHADAP AKTIVITAS ENZIM NITROGENASE DAN PRODUKSI
TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR
Percobaan ini bertujuan untuk melihat aktivitas enzim nitrogenase, berat kering
daun, berat kering akar dan total N daun tanaman pada umur panen dan penambahan
unsur hara Mo berbeda pada tanaman kedelai dan kembang telang.
Metode Percobaan
Perlakuan adalah 4 taraf pemberian unsur hara Mo:
•
Mo0 = 0 mg/l (0 mg/pot)
•
Mo1 = 24 mg/l (17,78 mg/pot)
•
Mo2 = 48 mg/l (35,57 mg/pot)
•
Mo3 = 72 mg/l (53,35 mg/pot)
Umur panen yaitu:
• U1 = 20 hari
• U2 = 30 hari
• U3 = 40 hari
Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial (Gomez dan
Gomez, 1995; Mattjik dan Sumertajaya, 2002), yang terdiri atas 4 taraf takaran unsur
hara Mo dan 3 waktu panen, masing-masing dengan 3 ulangan. Dengan demikian,
perlakuan dalam percobaan ini adalah 4 takaran unsur hara Mo X 3 waktu panen, masingmasing dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 36 unit percobaan. Percobaan tersebut
diamati pada 2 jenis tanaman leguminosa yaitu kedelai dan kembang telang, yaitu 2 jenis
tanaman leguminosa yang membentuk bintil akar pada penelitian pertama, sehingga
terdapat 72 unit percobaan.
Model matematis dari rancangan percobaan ini adalah :
Yijk = μ + Moi + Uj + (MoU)ij + ε ijk
Keterangan :
Yijk
: nilai pengamatan (berat kering daun dan berat kering akar) pada
faktor Mo taraf ke-i, faktor W taraf ke-j dan ulangan ke k.
µ
: rataan umum pengamatan
Moi
: pengaruh tetap dari unsur hara Mo ke i (i=1,2…….4)
Uj
: pengaruh tetap dari unsur hara U ke j (j=1,2,3)
MoUij : interaksi antara faktor Mo dan U.
ε ijk
: galat percobaan
Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, dilakukan analisis sidik ragam
(ANOVA) menggunakan prosedure GLM dari paket statistik SAS (1988).
Pelaksanaan Percobaan
Tanaman leguminosa herba ditanam pada pot dengan media tanam pasir dan
ditempatkan di rumah kaca. Pasir yang digunakan dicuci terlebih dahulu, kemudian
dikeringkan dengan cara menjemur dan setelah kering dimasukkan ke dalam pot masingmasing sebanyak 2 kg.
Pot dimasukkan ke dalam kantong plastik, dibasahi dengan air aquadest sampai
jenuh kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 110oC selama 3,5 jam. Pot
dipindahkan dari autoclave ke rumah kaca dan kantong plastik dilepas. Ditunggu sampai
dingin, kemudian ditanami dengan tanaman leguminosa herba. Setiap pot ditanami
dengan empat biji tanaman. Untuk perlakuan inokulasi diberikan Inokulan Nodulin Plus
dengan melumuri biji tanaman dengan inokulan. Tanaman disiram setiap hari dengan
cairan nutrisi yang berbeda kandungan unsur hara Mo 0 mg/l, 24 mg/l, 48 mg/l dan 72
mg/l.
Penyiraman dilakukan dengan jumlah larutan nutrisi pada hari ke 4-10 sebesar 80
ml (4% dari total berat media pasir, pada hari ke 12-20 sebesar 100 ml (5% dari total
berat media pasir) dan pada hari ke 24-38 sebesar 120 ml (6% dari total berat media
pasir). Jumlah pemberian Mo tercantum pada Tabel Lampiran 30.
Tanaman dipanen pada 20, 30, dan 40 hari setelah tanam. Pengambilan sampel
akar tanaman dilakukan di laboratorium Biologi Fakultas Pertanian Institut Pertania
Bogor dan setelah dibersihkan dari pasir yang melekat, sampel langsung dimasukkan ke
dalam tabung yang ditutup karet kedap udara. Gas di dalam tabung diambil sebanyak
10% dengan menggunakan jarum suntik, kemudian diinjeksikan gas asetilen sebanyak
10% dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu kamar (Somasegaran dan Hoben, 1994).
Aktivitas enzim nitrogenase diukur dengan metoda Acetylene (C2H2) Reduction Activity
Assay (ARA) dan nilai ARA dihitung dari banyaknya etilen (ethelene, C2H4) yang
dihasilkan dari C2H2 (Hardy et al. 1968), dengan cara mengukur gas etilen menggunakan
GC-17A. Analisa ARA dilakukan di laboratorium Biologi Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Parameter yang Diamati
Pada percobaan ini parameter yang diamati adalah:
1. aktivitas enzim nitrogenase yang diukur pada saat tanaman berumur 20,30 dan 40
hari setelah tanam dilakukan di laboratorium Biologi Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian, Bogor.
2. berat kering daun, merupakan berat kering tanaman setelah dikeringkan dalam oven
dengan temperatur 70oC selama 48 jam.
3. berat kering akar, merupakan berat kering akar setelah dikeringkan dalam oven
dengan temperatur 70oC selama 48 jam.
4. kandungan nitrogen daun tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia Balai
Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Bogor.
PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP
PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN
MEDIA TANAM TANAH
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah pemberian unsur hara
Mo yang berbeda terhadap produktivitas tanaman kedelai dan kembang telang, yaitu dua
jenis tanaman leguminosa herba yang membentuk bintil akar pada penelitian pertama.
Metoda Percobaan
Perlakuan pada percobaan ini adalah taraf pemberian unsur hara Mo :
•
Mo0 = 0 mg/l (0 mg/pot)
•
Mo1 = 24 mg/l (2,81 mg/pot)
•
Mo2 = 48 mg/l (5,62 mg/pot)
•
Mo3 = 72 mg/l (8,42 mg/pot)
Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap (Steel dan Torrie, 1993).
Perlakuan terdiri atas 4 taraf unsur hara Mo masing-masing dengan 3 kali ulangan, yang
dilakukan pada 2 jenis tanaman leguminosa herba yaitu tanaman kedelai dan kembang
telang, dua jenis tanaman yang membentuk bintil akar pada penelitian pertama, sehingga
terdapat 24 unit percobaan.
Model matematis dari rancangan percobaan ini adalah :
Yij = μ + Moi + ε ij
Keterangan :
Yij
: respon pengamatan yang disebabkan oleh penggunaan Mo
ke i, dan ulangan ke j.
µ
: rataan umum pengamatan
Moi
: pengaruh tetap unsur hara Mo ke i (i = 0,1,2,3)
ε ij
: pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j.
Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, dilakukan analisis sidik ragam
(ANOVA) menggunakan prosedure GLM dari paket statistik SAS (1988).
Pelaksanaan Percobaan
Tanaman ditanam dalam pot dengan media tanam tanah yang diambil dari Ciawi
dan ditempatkan di rumah kaca. Sebelum dilakukan percobaan dilakukan analisa tanah
(Lampiran 2). Dari lampiran tersebut, berdasarkan kriteria penilaian (Pusat Penelitian
Tanah, 1983) bahwa kandungan N 0,08% termasuk ke dalam golongan sangat rendah.
Demikian juga dengan kandungan P dan K. pH tanah masam, kandungan S dan Mo tidak
terdeteksi. Contoh tanah diambil secara komposit dari ke dalaman 0-20 cm, selanjutnya
dibebaskan dari sisa tanaman, batu, kerikil, dan diaduk sampai rata. Untuk memperoleh
ukuran butir yang seragam, tanah diayak dengan saringan 2 mm.
Setiap pot ditanami dengan empat biji tanaman yang telah dilumuri dengan
inokulan dan kemudian dilakukan penjarangan sehingga setiap pot akan terdapat dua
tanaman. Tanaman disiram 2 hari sekali menggunakan air steril. Pemberian unsur hara
Mo dilakukan sebanyak 3 kali dengan cara melarutkan terlebih dahulu pada air aquadest
steril, kemudian disiram ke masing-masing pot sesuai dengan takaran dan waktu
pemberian. Jumlah air yang disiram pada hari ke 10 adalah sebesar 80 ml, pada hari ke 20
sebesar 100 ml dan pada hari ke 30 sebesar 120 ml. Jumlah pemberian Mo tercantum
pada Tabel Lampiran 30. Panen dilakukan 40 hari setelah tanam.
Parameter yang Diamati
Pada percobaan ini parameter yang diamati adalah;
1. berat kering daun, merupakan berat kering tanaman setelah dikeringkan dalam oven
dengan temperatur 70oC selama 48 jam.
2. jumlah bintil akar, dihitung dengan cara melepas bintil akar yang ada pada akar
tanaman.
3.
berat segar bintil akar ditimbang pada saat panen.
4. berat kering bintil akar merupakan berat kering bintil akar setelah dikeringkan
dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam.
5. berat kering akar, merupakan berat kering akar setelah dikeringkan dalam oven
dengan temperatur 70oC selama 48 jam.
PENGARUH PEMBERIAN UNSUR HARA MO MELALUI DAUN TERHADAP
PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM
TANAH DAN PASIR
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian unsur hara Mo
melalui daun terhadap produktivitas tanaman leguminosa herba dengan media tanam
pasir dan tanah. Pada penelitian terdahulu terlihat bahwa ketersediaan unsur hara Mo
yang diberikan melalui akar tersedia, namun belum memberikan pengaruh yang nyata
terhadap produktivitas tanaman. Pemberian unsur hara Mo melalui daun mempunyai
beberapa keunggulan dibandingan dengan pemberian melalui akar antara lain karena
penyerapan unsur hara akan lebih cepat.
Metoda Percobaan
Percobaan ini dilakukan dengan cara menyemprotkan unsur hara Mo melalui daun
tanaman sebanyak 3 kali, dimulai setelah tanaman berumur 14 hari, dan diulang dengan
interval pemberian selama 7 hari.
Media tanam :
• P1 = pasir
• P2 = tanah
Taraf pemberian unsur hara Mo :
• Mo0 = 0 mg/l (0 mg/pot)
• Mo1 = 24 mg/l (0,14 mg/pot)
• Mo2 = 48 mg/l (0,28 mg/pot)
• Mo3 = 72 mg/l (0,42 mg/pot)
Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial (Steel dan
Torrie, 1993). Perlakuan terdiri atas 4 takaran unsur hara Mo masing-masing dengan 4
kali ulangan, 2 media tanam yaitu pasir dan tanah, sehingga terdapat 32 unit
percobaan.Percobaan ini dilakukan pada dua jenis tanaman leguminosa herba yang
membentuk bintil akar pada penelitian pertama.
Model matematis dari rancangan percobaan ini adalah :
Yijk = μ + Pi + Moj + (PMo)ij + ε ijk
Keterangan :
Yijk
: respon pengamatan yang disebabkan oleh penggunaan bahan
tanam ke i, terhadap Mo ke j , dan ulanagn ke k.
µ
: rataan umum pengamatan
Pi
: pengaruh tetap dari media tanam ke i, (i=1,2)
Mo j
: pengaruh tetap unsur hara Mo ke j ( i = 1,....4)
PMoij
:interaksi antara faktor P dan Mo
ε ijk
: galat percobaan
Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, dilakukan analisis sidik ragam
(ANOVA) menggunakan prosedure GLM dari paket statistik SAS (1988).
Pelaksanaan Percobaan
Tanaman leguminosa herba ditanam pada pot dengan media tanam pasir dan
tanah ditempatkan di rumah kaca. Pasir yang digunakan dicuci terlebih dahulu, kemudian
dikeringkan dengan cara menjemur, dan setelah kering diayak dan dimasukkan ke dalam
pot masing-masing sebanyak 2 kg.
Pot dimasukkan ke dalam kantong plastik, dibasahi dengan air aquadest sampai
jenuh kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 110oC selama 3,5 jam. Pot
dipindahkan dari autoclave ke rumah kaca dan kantong plastik dilepas. Ditunggu sampai
dingin, kemudian pasir digemburkan dan ditanami dengan tanaman leguminosa herba.
Contoh tanah diambil secara komposit dari ke dalaman 0-20 cm, selanjutnya
dibebaskan dari sisa tanaman, batu, kerikil, dan diaduk sampai rata. Untuk memperoleh
ukuran butir yang seragam, tanah diayak dengan saringan 2 mm. Setiap pot ditanam
dengan empat biji tanaman yang telah dilumuri dengan Inokulan Nodulin Plus, dan
dilakukan penjarangan setelah tanaman berumur 10 hari.
Untuk tanaman yang ditanam dengan bahan tanam pasir, disiram setiap hari
dengan larutan nutrisi (Lampiran 1), sedangkan tanaman dengan media tanam tanah
disiram dengan menggunakan air steril. Jumlah air yang disiram pada hari ke 4-10 adalah
sebesar 80 ml, pada hari ke 12-20 sebesar 100 ml dan pada hari ke 22-38 sebesar 120 ml
Pemberian unsur hara Mo dilakukan sepuluh hari setelah tanam dan diulang
sebanyak 2 kali dengan interval pengulangan selama sepuluh hari, sehingga pemberian
unsur hara Mo dilakukan pada hari ke 10, 20 dan 30 setelah tanam. Jumlah pemberian
Mo tercantum pada Tabel Lampiran 30. Panen dilakukan 40 hari setelah tanam.
Parameter yang Diamati
Pada percobaan ini parameter yang diamati adalah;
1. berat kering daun, merupakan berat kering tanaman setelah dikeringkan dalam oven
dengan temperatur 70oC selama 48 jam.
2. jumlah bintil akar, yang dihitung dengan cara melepas bintil akar yang ada pada
akar tanaman.
3. berat segar bintil akar ditimbang pada saat panen.
4. berat kering bintil akar merupakan berat kering bintil akar setelah dikeringkan
dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam.
5. berat kering akar, merupakan berat kering akar setelah dikeringkan dalam oven
dengan temperatur 70oC selama 48 jam.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
KOMPATIBILITAS 4 JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP INOKULAN
NODULIN PLUS
Hasil pengujian menunjukkan bahwa inokulan Nodulin Plus membentuk bintil akar
pada tanaman kedelai (Glycine max L.) dan kembang telang (Clitoria ternatea L),
sedangkan pada kacang pintoi (Arachis pintoi Krap.& Greg), dan siratro (Macroptilium
atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro) tidak membentuk bintil akar (Tabel 3).
Pembentukan bintil akar pada kedua tanaman tersebut terlihat 14 hari setelah tanam
(HST).
Tabel 3. Pengaruh pemberian inokulan Nodulin Plus terhadap pembentukan bintil akar
pada tanaman leguminosa herba
Jenis tanaman
Hari setelah tanam (HST)
7
14
21
28
Kacang pintoi
-
-
-
-
Kedelai
-
+
+
+
Kembang telang
-
+
+
+
Siratro
-
-
-
-
Keterangan: + terbentuk bintil akar
- tidak terbentuk bintil akar.
Pembahasan
Terbentuknya bintil akar merupakan indikasi keberhasilan inokulasi (Odee et al.
2002). Bintil akar yang terbentuk pada kedelai dan kembang telang menunjukkan bahwa
Rhizobium pada Nodulin Plus memiliki kesesuaian dengan kedua tanaman tersebut. Tabel
3 menunjukkan terdapat perbedaan tanggap terhadap inokulan Nodulin Plus oleh tanaman
leguminosa herba (kembang telang dan kedelai) dan leguminosa menjalar ( kacang pintoi
dan siratro).
Tidak terbentuknya bintil akar pada kacang pintoi dan siratro kemungkinan besar
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain rendahnya konsentrasi dari bakteri inokulan
(Nambiar et al. 1987). Faktor yang juga mempengaruhi perkembangan dan aktivitas
rhizobium antara lain kelembaban, aerasi, suhu, kandungan bahan organik, dan suplai
hara anorganik (Alexander, 1977).
Schultze dan Kondorosi (1998) mengemukakan bahwa interaksi antara rhizobia
dengan tanaman sangat tergantung pada inang yang didasarkan pada pertukaran signal
unsur kimia antara partner yang bersimbiose. Simbiose antara tanaman leguminosa
dengan rhizobia, akan membentuk suatu organ baru pada tanaman yaitu bintil akar yang
di dalamnya terjadi proses penambatan N2 dari udara, yang terbentuk pada akar dan pada
stem untuk tanaman tertentu. Di dalam bintil akar tersebut rhizobia disebut bacteroid,
yang berperan untuk menambat nitrogen dan digunakan oleh tanaman. Efektivitas
penambatan nitrogen ditentukan oleh adanya keterpaduan genetik galur rhizobium, jenis
dan tingkat varietas leguminosa yang bersimbiosis (Purwantari 1988). Kegagalan infeksi
mungkin disebabkan oleh kurangnya kolonisasi pada akar, invasi dari rambut akar, atau
pembentukan bintil, seperti yang dilaporkan Gardner et al. (1991). Suatu galur bakteri
yang secara efektif dapat membentuk bintil akar pada tanaman leguminosa,
meningkatkan populasinya menjadi galur yang dominan dalam asosiasi selanjutnya.
Pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosa dapat terjadi oleh beberapa
strain bakteri yang keefektifannya menambat N udara sangat bervariasi (Denison, 2000
dalam Simms dan Taylor, 2002). Selanjutnya Hirsch et al. (2001) mengemukakan bahwa
setiap jenis leguminosa menghendaki strain Rhizobium tertentu untuk keserasian
simbiosisnya. Sebagai contoh Sinorhizobium meliloti efektif untuk spesies Medicago,
Melilotus, dan Trigonella, sedangkan Rhizobium leguminosarum bv. Viciae sesuai untuk
tanaman Pisum, Vicia, Lens, dan Lathyrus spp.
Interaksi tanaman inang dan bakteri Rhizobium bervariasi, dari yang moderat
sampai yang spesifik, sehingga perlu diidentifikasi kombinasi antara spesies dan rhizobia
yang superior mengikat N2. Purwantari (1995) melaporkan bahwa Sesbania grandiflora
termasuk dalam kategori spesifik dalam kebutuhannya akan Rhizobium. Berbeda halnya
dengan Paraserianthes falcataria kurang spesifik. Pada tanaman Siratro (Macroptilium
atropurpureum (DC) Urb. Cv Siratro), bintil akar yang efektif dapat terbentuk dari
berbagai strain rhizobium atau bradyrhizobium (Appelbaum, 1990 dalam Khan et al.
1999). Menurut Broughton (2003) Azorhizobium caulinodans efektif membentuk bintil
akar pada tanaman Sesbania rostrata, Synorhizobium meliloti pada tanaman Medicago,
Melilotus dan Trigonella, sedangkan Rhizobium sp. NGR234 efektif membentuk bintil
akar pada lebih dari 112 genera leguminosa, termasuk tanaman non-leguminosa yaitu
Parasponia andersonii.
Tanaman leguminosa yang pertumbuhan bintil akarnya lambat dan jumlah N yang
ditambat rendah, memerlukan penambahan pupuk N dalam jumlah sedang (Seguin et al.
2001), misalnya pada tanaman Vesiculosum savi, Lotus pedunculatus Cav. dan Glycine
max (L) Merr. Pada kasus tertentu akan meningkatkan produksi hijauan atau biji, jumlah
bintil akar dan jumlah N yang ditambat. Sebaliknya, untuk tanaman leguminosa yang
berpotensi tinggi untuk menambat N seperti Medicago sativa L, pemupukan N
menurunkan jumlah bintil akar dan jumlah N yang ditambat dan tidak meningkatkan
produksi hijauan.
Hasil percobaan ini menyimpulkan bahwa tanaman kedelai dan kembang telang
dapat membentuk bintil akar bila diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus. Untuk
mengetahui lebih lanjut tentang efektivitas kedua tanaman tersebut menambat nitrogen
udara dengan taraf penambahan unsur hara Mo, maka dilakukan beberapa penelitian
lanjutan.
PENGARUH INOKULASI DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO
TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA
TANAM PASIR
Tanaman Kedelai
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo
terhadap peubah yang diamati memperlihatkan terdapat pengaruh yang sangat nyata (P <
0,01) dari perlakuan inokulasi terhadap berat kering daun, berat kering akar dan total N
daun tanaman kedelai (Tabel Lampiran 3), sedangkan penambahan unsur hara Mo tidak
berpengaruh nyata.
Berat Kering Daun Tanaman Kedelai
Berat kering daun tanaman kedelai sangat nyata (P < 0,01) lebih tinggi jika diberi
perlakuan tanpa N plus inokulasi dan plus N tanpa inokulasi dibandingkan dengan
kontrol (Tabel 4), sedangkan baik perlakuan inokulasi dan perlakuan N tanpa inokulasi
menunjukkan produksi biomasa daun yang tidak berbeda nyata. Rataan berat kering daun
tanaman kedelai pada perlakuan tanpa N plus inokulasi (770 mg/tanaman) dan perlakuan
N saja (720 mg/tanaman) berturut-turut lebih tinggi 75% dan 64% jika dibandingkan
dengan berat kering daun kedelai kontrol yaitu perlakuan tanpa N - tanpa inokulasi (440
mg/tanaman). Keadaan ini menunjukkan bahwa inokulasi Nodulin Plus efektif
meningkatkan produksi berat kering daun tanaman kedelai, dan sekaligus dapat
mensubstitusi N sebesar 70 ppm yang diberikan dalam menghasilkan biomasa daun.
Tabel 4. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat
kering daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir
Perlakuan
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
---------------mg/tanaman--------------Kontrol
430
430
390
520
440b
Tanpa N plus inokulasi
600
570
960
940
770a
Plus N tanpa inokulasi
600
770
630
860
720a
Rataan
540
590
660
770
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat kering daun
tanaman kedelai (Tabel 4), demikian pula dengan interaksi kedua faktor Mo dan
perlakuan N dan inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi daun kering
tanaman kedelai.
Berat Kering Akar Tanaman Kedelai
Berat kering akar tanaman kedelai sangat nyata (P < 0,05) lebih tinggi jika diberi
perlakuan plus N tanpa inokulasi dibandingkan dengan inokulasi saja dan kontrol (Tabel
5). Rataan berat kering akar tanaman kedelai yang diberi perlakuan N tanpa inokulasi
(450 mg/tanaman) 45% lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan
tanpa N plus inokulasi (310 mg/tanaman) dan 67% lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol (270 mg/tanaman). Hal ini disebabkan karena akar lebih responsif terhadap
perlakuan N dibandingkan terhadap perlakuan inokulasi. Pembentukan akar lebih dipacu
oleh N yang mudah tersedia (readily available N) yang berasal dari pupuk seperti urea
atau amonium sulfat dibandingkan N yang berasal dari hasil penambatan, yang prosesnya
memerlukan inisiasi pembentukan akar sebelumnya. Pupuk dasar terutama N diperlukan
bagi tanaman leguminosa sebagai starter untuk membentuk perakaran pada saat awal
pertumbuhan, sedangkan penambatan N dapat terjadi jika pembentukan awal perakaran
telah terjadi.
Tabel 5. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat
kering akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir
Perlakuan
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
-----------------mg/tanaman------------Kontrol
280
230
260
300
270b
Tanpa N plus inokulasi
260
310
350
300
310b
Plus N tanpa inokulasi
440
420
410
510
450a
Rataan
330
320
340
370
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap rataan berat
kering akar tanaman kedelai (Tabel 5), demikian pula dengan interaksi kedua faktor Mo
dan perlakuan N dan inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi berat kering
akar kedelai.
Total N Daun Tanaman Kedelai
Perlakuan tanpa N dengan inokulasi dan perlakuan N tanpa inokulasi sangat nyata
(P<0.01) menghasilkan total N daun kedelai yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol (Tabel 6). Namun masing-masing perlakuan N dan inokulasi saja memberikan
nilai rataan total N daun kedelai yang tidak berbeda nyata. Rataan total N daun tanaman
kedelai pada perlakuan tanpa N plus inokulasi (13,18 mg/tanaman) lebih tinggi 180% dan
berbeda sangat nyata dibandingkan dengan kontrol (4,70 mg/tanaman). Tingginya
penambahan nilai rataan total N pada daun kedelai yang diberi Nodulin Plus
menunjukkan bahwa tanaman kedelai mampu menambat nitrogen dari udara, yang
kontribusinya terhadap penyerapan N setara dengan pemberian N yang berasal dari
pupuk. Data ini relevan dengan hasil evaluasi bintil akar yang menunjukkan bahwa bintil
akar terbentuk jika diberi Nodulin Plus. Peningkatan nilai rataan total N daun kedelai
pada perlakuan N tanpa inokulasi lebih dimungkinkan karena suplai N dari pupuk yang
ditambahkan.
Tabel 6. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap total
N daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir
Perlakuan
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
----------------mg/tanaman-------------Kontrol
5,02
4,68
3,63
5,47
4,70b
Tanpa N plus inokulasi
9,62
10,64
17,13
15,32
13,18a
Plus N tanpa inokulasi
9,95
12,90
9,99
14,01
11,71a
Rataan
8,20
9,41
10,25
11,60
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan perlakuan N dan inokulasi tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap total N daun tanaman kedelai (Tabel 6).
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai
Bintil akar hanya terbentuk pada tanaman kedelai yang diberi inokulan Nodulin
Plus. Hasil ini konsisten dengan hasil experimen pertama yang menunjukkan bahwa
kedelai sesuai untuk inokulan Nodulin Plus dalam membentuk bintil akar, dan sekaligus
membuktikan bahwa kedelai tidak menghasilkan bintil akar kecuali diinokulasi dengan
inokulan yang sesuai. Tidak terbentuknya bintil akar tanaman kedelai pada perlakuan
tanpa N dan tanpa inokulasi dan plus N tanpa inokulasi menunjukkan bahwa sistem yang
digunakan tidak terkontaminasi oleh pecahan strain rhizobia.
Jumlah Bintil Akar
(buah/tanaman)
30
26.33
25
22
20
20
17
15
10
5
0
0
17,78
35,57
53,35
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 5. Pengaruh taraf pemberian Mo terhadap rataan jumlah bintil akar tanaman
kedelai yang diinokulasi Nodulin Plus pada media tanam pasir
Analisis statistik untuk mengetahui pengaruh pemberian Mo terhadap jumlah bintil,
berat segar dan berat kering bintil akar dilakukan dengan menggunakan Mo sebagai
faktor tunggal pada setiap tanaman yang diinokulasi. Hasil sidik ragam pengaruh
penambahan unsur hara Mo terhadap peubah yang diamati memperlihatkan tidak terdapat
pengaruh yang nyata dari penambahan unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar, berat
kering bintil akar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai (Tabel Lampiran 4).
Meskipun terlihat adanya kecenderungan penambahan jumlah bintil akar akibat
penambahan taraf Mo hingga 35,57 mg/pot pada media tanam, namun besarnya variasi
jumlah bintil akar menyebabkan pengaruh Mo tidak nyata secara statistik terhadap
jumlah bintil akar (Gambar 5). Fenomena kecenderungan peningkatan jumlah bintil akar
akibat penambahan Mo mengindikasikan adanya gejala bahwa pembentukan bintil akar
sedikit banyak bergantung pada banyak faktor diantaranya ketersediaan Mo dalam media
tanam.
Pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat segar dan
Berat Segar dan Kering Bintil
Akar (mg/tanaman)
berat kering bintil akar tanaman kedelai (Gambar 6).
82.89
90
80
70
60
58.65
30
20
10
50.01
47.13
50
40
BSB (mg)
BKB (mg)
17.13
22.52
18.31
15.41
0
0
17,78
35,57
53,35
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 6. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap rataan berat segar dan
berat kering bintil akar tanaman kedelai yang diinokulasi Nodulin Plus pada
media tanam pasir
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan
dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar
(BKB) tanaman kedelai tercantum dalam Tabel Lampiran 5.
Angka koefisien korelasi antara berat kering daun dengan jumlah, berat segar dan
berat kering bintil akar tanaman kedelai menunjukkan bahwa berat kering daun tidak
menunjukkan adanya hubungan yang erat dengan jumlah bintil akar (r = 0,351 ns), tetapi
nyata memiliki hubungan dengan berat segar bintil akar (r = 0,707**) dan berat kering
bintil akar (r = 0,639*). Hal ini menunjukkan bahwa berat bintil akar berperan penting
terhadap akumulasi bahan kering pada daun kedelai. Keadaan ini ditunjukkan dengan
pola yang sama antara berat bintil akar dan berat kering daun, yaitu semakin tinggi nilai
berat bintil akar semakin tinggi nilai berat kering daun tanaman kedelai. Pendugaan
hubungan linier antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar menunjukkan
bahwa semakin tinggi nilai berat segar bintil akar, semakin tinggi pula nilai berat kering
daun tanaman kedelai (Gambar 7).
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
1600
y = 7.4031x + 327.41
1400
1200
1000
800
600
400
0
20
40
60
80
100
120
140
Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman)
Gambar 7. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat
segar bintil akar tanaman kedelai
Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat kering bintil akar
menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai berat kering bintil akar, semakin tinggi pula
nilai berat kering daun tanaman kedelai (Gambar 8). Berat segar dan kering bintil akar
merupakan indikator parameter yang tepat untuk diukur dibandingkan jumlah bintil akar.
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
1600
y = 39.132x + 51.421
1400
1200
1000
800
600
400
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Berat Kering Bintil Akar (mg/tanaman)
Gambar 8. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat kering bintil
akar tanaman kedelai
Analisis ragam regresi linier sederhana antara total N daun dengan jumlah bintil
akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman
kedelai tercantum dalam Tabel Lampiran 6.
Angka koefisien korelasi antara total N daun dengan jumlah, berat segar dan berat
kering bintil akar tanaman kedelai menunjukkan bahwa total N daun tanaman kedelai
tidak menunjukkan adanya hubungan yang erat dengan jumlah bintil akar (r = 0,350ns)
dan berat kering bintil akar (0,556ns), tetapi nyata memiliki hubungan dengan berat segar
bintil akar (r = 0,679*).
Peningkatan total N daun yang diikuti peningkatan berat segar bintil akar
mengindikasikan bahwa bintil akar yang terbentuk akibat pemberian Nodulin Plus sangat
efektif menambat N yang membangun pembentukan jaringan pada daun, yang
merupakan tugas utama unsur N pada setiap jaringan aktif. Kondisi ini dibuktikan dengan
adanya keeratan hubungan antara nilai total N pada daun dengan berat segar bintil akar
yang ditunjukkan dengan nilai korelasi antara keduanya sebesar 67,9% (r = 0,679*).
Pendugaan hubungan linier antara total N daun dengan berat segar bintil akar
menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai berat segar bintil akar, semakin tinggi pula nilai
total N daun tanaman kedelai (Gambar 9).
Total N Daun (mg/tanaman)
30
y = 0.1367x + 5.0219
20
10
0
0
20
40
60
80
100
120
140
Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman)
Gambar 9. Pendugaan hubungan linier antara total N daun dengan berat segar
bintil akar tanaman kedelai
Tanaman Kembang Telang
Hasil sidik ragam pengaruh inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap
peubah yang diamati menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi berpengaruh sangat nyata
(P < 0,01) terhadap berat kering daun, dan total N daun, serta berpengaruh nyata (P
<0,05) terhadap berat kering akar tanaman kembang telang (Tabel Lampiran 7),
sedangkan pemberian unsur hara Mo tidak berpengaruh nyata terhadap peubah berat
kering daun dan akar. Tidak terdapat interaksi antara perlakuan inokulasi dengan
pemberian unsur hara Mo.
Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang
Pada tanaman kembang telang rataan berat kering daun yang mendapat perlakuan
inokulasi (100,6 mg/tanaman) sangat nyata lebih tinggi (P < 0,01) hingga 26%
dibandingkan kontrol (79,7 mg/tanaman). Demikian pula halnya dengan tanaman
kembang telang yang diberi perlakuan N tanpa inokulasi (111,6 mg/tanaman), nilai rataan
berat kering daunnya 40% lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rataan berat kering
kontrol (Tabel 7). Perlakuan inokulasi dan tanpa inokulasi dengan penambahan N tidak
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering daun kembang telang.
Tabel 7. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat
kering daun tanaman kembang telang dengan bahan tanam pasir
Perlakuan
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
---------------mg/tanaman--------------Kontrol
82,2
76,8
72,2
87,5
79,7b
Tanpa N plus inokulasi
100,8
98,5
107,3
95,6
100,6a
Plus N tanpa inokulasi
103,3
109,2
128,7
105,1
111,6a
Rataan
95,4
94,8
102,7
96,1
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan perlakuan N dan inokulasi tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat kering daun tanaman kembang telang
(Tabel 7).
Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang
Rataan nilai berat kering akar tanaman kembang telang pada kontrol tidak berbeda
nyata dibandingkan dengan nilai rataan berat kering akar yang diberi perlakuan inokulasi
dan N (Tabel 8), tetapi pemberian N menghasilkan nilai rataan berat kering akar lebih
tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan hanya perlakuan inokulasi saja. Rataan berat
kering akar tanaman kembang telang pada perlakuan tanpa N plus inokulasi (49,7
mg/tanaman) lebih rendah 38% dibandingkan dengan penambahan N tanpa inokulasi
(68,7 mg/tanaman). Hal ini mudah dimengerti karena sistem perakaran sangat responsif
terhadap perubahan kandungan N dalam media tanam terutama N yang berasal dari
pupuk anorganik.
Taraf pemberian Mo dan interaksi dengan perlakuan N dan inokulasi tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat kering akar tanaman kembang telang
(Tabel 8).
Tabel 8. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat
kering akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir
Perlakuan
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
----------------mg/tanaman-------------Kontrol
67,0
39,4
58,8
58,3
55,9ab
Tanpa N plus inokulasi
61,5
42,6
50,2
44,4
49,7b
Plus N tanpa inokulasi
70,1
71,1
79,2
54,4
68,7a
Rataan
66,2
51,0
62,8
52,4
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Total N Daun Tanaman Kembang Telang
Rataan total N daun tanaman kembang telang sangat nyata (P < 0,01) dipengaruhi
oleh perlakuan penambahan N (Tabel 9). Rataan total N daun tertinggi (21,7
mg/tanaman) terdapat pada perlakuan plus N tanpa inokulasi dan berbeda sangat nyata
dibandingkan perlakuan inokulasi dan kontrol. Rataan total N daun pada perlakuan plus
N tanpa inokulasi (21,7 mg/tanaman) lebih tinggi 99% dibandingkan dengan perlakuan
inokulasi saja (10,9 mg/tanaman) dan 151% lebih tinggi dibandingkan kontrol (8,7
mg/tanaman). Nilai rataan total N daun yang tinggi dan berbeda nyata pada kembang
telang akibat pemberian N dibandingkan dengan inokulasi menunjukkan bahwa tanaman
ini lebih responsif terhadap pemberian N yang berasal dari pupuk dibandingkan dengan N
yang diharapkan dari penambatan oleh bakteri yang diinokulasi. Meskipun data
menunjukkan bahwa inokulasi mampu membentuk bintil akar, namun keberadaan bintil
akar tersebut tidak menunjukkan adanya kontribusi yang berarti terhadap peubah
produksi dan nilai total N daun.
Tidak ada interaksi antara taraf pemberian Mo dengan perlakuan N dan inokulasi
terhadap total N daun tanaman kembang telang (Tabel 9).
Tabel 9. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap total
nitrogen daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir
Perlakuan
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
---------------mg/tanaman--------------Kontrol
8,6
7,5
7,7
10,9
8,7b
Tanpa N plus inokulasi
12,0
12,1
10,4
9,2
10,9b
Plus N tanpa inokulasi
20,6
19,7
24,8
21,7
21,7a
Rataan
13,7
13,1
14,3
13,9
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang
Penambahan N dan tanaman kontrol tidak menghasilkan bintil akar pada tanaman
kembang telang. Hal ini dapat berarti bahwa sistem yang digunakan tidak terkontaminasi.
Analisa statistik untuk mengetahui pengaruh pemberian Mo terhadap jumlah bintil, berat
segar dan berat kering bintil akar dilakukan dengan menggunakan Mo sebagai faktor
tunggal pada setiap tanaman yang mendapat perlakuan inokulasi. Hasil sidik ragam
pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo menunjukkan bahwa taraf
pemberian Mo berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap jumlah bintil akar dan berat segar
bintil akar tanaman kembang telang (Tabel Lampiran 8), tetapi tidak berpengaruh nyata
terhadap berat kering bintil akar.
Jumlah Bintil Akar
(buah/tanaman)
3.5
3
3
2.67
2.33
2.5
2
1.5
1
1
0.5
0
0
17,78
35,57
53,35
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 10. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap rataan jumlah
bintil akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir
Pada tanaman kembang telang taraf pemberian Mo menunjukkan pengaruh yang
nyata (P < 0,05) terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang. Rataan jumlah
bintil akar tanaman yang diberi Mo lebih tinggi dan berbeda nyata (P < 0,05)
dibandingkan dengan tanpa diberi Mo (Gambar 10). Rataan jumlah bintil akar taraf
pemberian Mo 17,78 - 53,35 mg/pot nyata menghasilkan jumlah bintil akar 62-72% lebih
tinggi dibandingkan dengan taraf tanpa diberi Mo. Keadaan ini menunjukkan bahwa
keberadaan Mo pada media tanam bagi kembang telang sangat penting dalam
membentuk bintil akar, meskipun disadari bahwa Mo bukan satu-satunya faktor yang
berpengaruh terhadap pembentukan bintil akar. Ketersediaan Mo berhubungan erat
dengan perkembangan bintil akar (Anderson, 1956 dalam Kaiser et al. 2005).
Penambahan Mo melalui tanaman akan disalurkan ke membran sel bintil akar untuk
membentuk enzim nitrogenase, namun hingga saat ini belum ada informasi mengenai
mekanisme yang mengontrol transportasi Mo ke bintil akar (Kaiser et al. 2005).
Berat Segar dan Kering Bintil
Akar (mg/tanaman)
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0.95
0.59
0.42
0.36
0.31
0.2
17,78
35,57
BKB
0.15
0.13
0
BSB
53,35
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 11. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap berat segar dan berat
kering bintil akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir
Terdapat pengaruh yang nyata taraf pemberian Mo terhadap berat segar bintil akar
tanaman kembang telang. Taraf pemberian Mo berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap
berat segar bintil akar tetapi tidak untuk berat kering bintil akar tanaman kembang telang
(Gambar 11). Penambahan Mo pada taraf 17,78 - 53,35 mg/pot nyata meningkatkan berat
segar bintil akar hingga 62% bandingkan dengan tanpa penambahan Mo. Berat segar
bintil akar tidak menunjukkan respon yang berbeda terhadap taraf Mo 17,78, 35,57 dan
53,35 mg/pot, meskipun ada kecenderungan bahwa pemberian taraf 24 mg/l
menunjukkan rataan berat segar yang lebih tinggi, dan cenderung mengalami penurunan
jika Mo ditambah menjadi 35,57 dan 53,35 mg/pot. Berbeda dengan berat segar bintil
akar, berat kering bintil akar tidak dipengaruhi oleh perlakuan Mo (Gambar 11).
Berdasarkan data jumlah dan berat kering bintil akar, tanaman kembang telang maka
pemberian unsur hara Mo yang terbaik adalah 17,78 mg/pot.
Berdasarkan hasil analisa koefisien korelasi antara berat kering daun dengan jumlah
bintil akar (0,324 ns), berat segar bintil akar (0,348 ns) dan berat kering bintil akar (0,295
ns) menunjukkan bahwa berat kering daun tidak memiliki hubungan yang erat dengan
keberadaan bintil akar. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun
(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering
bintil akar (BKB) tanaman kembang telang terdapat pada Tabel Lampiran 9.
Berdasarkan hasil analisa koefisien korelasi antara total N daun dengan jumlah
bintil akar (0,025ns), berat segar bintil akar (0,555ns) dan berat kering bintil akar (0,576
*) menunjukkan bahwa total N daun tidak memiliki hubungan yang erat dengan
keberadaan jumlah bintil akar dan berat segar bintil akar, tetapi berhubungan erat dan
nyata dengan berat kering bintil akar tanaman kembang telang. Analisis ragam regresi
linier sederhana antara total N daun dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar
(BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang terdapat pada Tabel
Lampiran 10.
y = 1.442x + 0.8074
1.8
Total N Daun (mg/tanaman)
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Berat Kering Bintil Akar (mg/tanaman)
Gambar 12. Pendugaan hubungan linier antara total N daun dengan berat kering
bintil akar tanaman kembang telang
Total N daun tanaman kembang telang memiliki hubungan positif yang nyata
dengan berat kering bintil akar. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat
kontribusi yang positif dari bintil akar terhadap total N pada daun, semakin tinggi berat
kering bintil akar, semakin tinggi pula jumlah N yang dapat diserap oleh daun.
Pendugaan hubungan linier antara total N daun dengan berat kering bintil akar
menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai berat segar bintil akar, semakin tingi pula nilai
total N daun tanaman kembang telang (Gambar 12).
Pembahasan
Terdapat perbedaan efektivitas tanaman kedelai dan kembang telang yang
diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus terhadap berat kering daun. Berat kering daun
tanaman kedelai yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus atau diberi pupuk N
sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan berat kering tanaman yang tidak
mendapatkan perlakuan N atau tidak diinokulasi. Hal ini menunjukkan bahwa nitrogen
yang berperan sebagai unsur penting dalam pembentukan jaringan daun cukup tersedia
baik berasal dari pupuk maupun penambatan N2 atmosfir. Fenomena ini menunjukkan
adanya peranan penambatan N yang sangat berarti bagi pembentukan jaringan daun, yang
sama pentingnya dengan peranan N yang berasal dari pupuk pada tanaman kedelai.
Berbeda halnya dengan tanaman kembang telang, walaupun berat kering daun
tanaman kembang telang yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan perlakuan N atau tidak diinokulasi, tetapi
tidak berbeda nyata. Rataan berat kering daun tanaman kedelai pada perlakuan inokulasi
(770 mg/tanaman) lebih tinggi 75% dibandingkan dengan kontrol (440 mg/tanaman),
sedangkan pada tanaman kembang telang rataan
berat kering daun pada perlakuan
inokulasi (100,6 mg/tanaman) lebih tinggi 26% dibandingkan kontrol (79,7 mg/tanaman).
Kenyataan ini ditunjukkan pula oleh adanya hubungan yang erat antara berat segar
dan berat kering bintil akar dengan berat kering daun tanaman kedelai, sedangkan pada
tanaman kembang telang tidak. Keeratan hubungan antara berat kering daun tanaman
kedelai dengan berat segar bintil akar ditunjukkan dengan nilai korelasi antara keduannya
sebesar 70,7% dan dengan berat kering bintil akar sebesar 63,9%.
Pengaruh pemberian N melalui pupuk pada berat kering akar baik bagi kedelai
maupun kembang telang menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan
dengan tanaman yang hanya diberi inokulan. Berat kering akar tanaman kedelai lebih
rendah dan berbeda sangat nyata pada perlakuan inokulasi dibandingkan dengan
penambahan pupuk N, sedangkan pada tanaman kembang telang berbeda nyata. Hal ini
dapat dipahami karena kemungkinan bagi kedua tanaman yang hanya mendapatkan
inokulasi, ketersediaan N memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
tanaman yang diberi pupuk N, sehingga diduga terjadi penundaan pembentukan jaringan
akar. Tanaman yang diberi pupuk N anorganik yang mudah tersedia merespon
ketersediaan N tersebut dengan membangun sistem perakaran lebih cepat dibandingkan
dengan N yang berasal dari penambatan, karena untuk terjadinya penambatan N
diperlukan sistem perakaran yang baik, yang dapat terbentuk jika cukup ion NH4+ dan
NO3 pada media tanam.
Selain berat kering daun, serapan N daun tanaman kedelai dan kembang telang
dengan media tanam pasir, pada perlakuan tanpa N plus inokulasi lebih tinggi dan
berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan tanpa N tanpa inokulasi. Pada media
tanam pasir kondisi media tanam adalah steril, tidak terdapat rhizobia sebelumnya, tidak
ada tambahan N dari pupuk, maka selisih N daun antara perlakuan tanpa N tanpa
inokulasi dengan perlakuan tanpa N plus inokulasi dapat disamakan berasal dari
penambatan.
Terdapat perbedaan efektivitas penambatan N oleh tanaman kedelai dan kembang
telang. Hasil penelitian menunjukkan ada kecenderungan bahwa serapan N daun pada
tanaman kedelai relatif lebih tinggi dibandingkan dengan serapan N daun pada tanaman
kembang telang. Rataan serapan nitrogen daun tanaman kedelai pada perlakuan tanpa N
plus inokulasi sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada
tanaman kembang telang serapan N daun antara perlakuan tanpa N plus inokulasi tidak
berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini mungkin dikarenakan inokulan yang digunakan
lebih cocok pada tanaman kedelai dibandingkan dengan tanaman kembang telang atau
sifat pertumbuhan dari kelompok tanaman yang berbeda. Tanaman kedelai annual
sedangkan kembang telang perennial. Penambatan N oleh tanaman leguminosa
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain interaksi antara galur rhizobium dengan
tanaman inang (Salisbury dan Ross, 1992). Zhang et al. (2002) mengemukakan bahwa
strains rhizobia cenderung memfiksasi lebih baik pada tanaman leguminosa asal rhizobia
tersebut diisolasi. Selanjutnya Gardner et al. (1991) mengemukakan bahwa jumlah N2
yang difiksasi oleh asosiasi leguminosa sangat bervariasi, tergantung pada jenis
leguminosanya, kultivarnya, spesies dan galur (strain) bakterinya. Adjei et al. (2002)
mengemukakan bahwa jumlah N yang ditambat oleh tanaman leguminosa sangat
tergantung pada beberapa faktor yaitu jenis tanaman leguminosa, keefektifan bakteri,
kondisi tanah yang meliputi pH dan pupuk N, ketersediaan unsur hara bagi tanaman
antara lain karbohidrat, fosfor (P), kalium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca), besi (Fe),
molibdenum (Mo), tembaga (Cu) dan boron (B). Dalam penelitian dicoba salah satu
faktor tersebut yaitu unsur hara Mo.
Nitrogen hasil penambatan relatif lebih banyak terjadi pada kedelai dibandingkan
pada kembang telang. Kodisi ini dibuktikan dengan adanya keeratan hubungan antara
nilai total N pada daun dengan dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai yang
ditunjukkan dengan nilai korelasi antara keduanya sebesar 67,9%, sedangkan pada
tanaman kembang telang hanya sebesar 55,5%. Hal ini terlihat pula dari tingginya nilai
serapan N dan akumulasi bahan kering daun tanaman kedelai pada perlakuan inokulasi
dibandingkan dengan kontrol dan penambahan N, sedangkan pada tanaman kembang
telang lebih tinggi pada perlakuan panambahan N.
Tidak terdapat interaksi antara perlakuan N dan inokulasi dengan taraf pemberian
Mo terhadap semua peubah yang diamati (berat kering daun, berat kering akar dan total
N daun) baik pada kedelai maupun kembang telang. Menurut Salisbury dan Ross (1995)
jika kedua faktor itu mempengaruhi suatu respon tetapi tidak berinteraksi, maka efek
kedua faktor itu bersifat menambah. Respon menambah lebih lazim dijumpai. Kedua
faktor itu bersifat menambah bila bekerja pada urutan yang berbeda yang akan
menyebabkan adanya respon, atau kedua faktor bertindak pada tahap berbeda dalam
urutan yang sama, sehingga efek salah satu faktor selalu merupakan bagian dari efek
faktor lainnya.
Tidak terdapat pengaruh yang nyata taraf pemberian Mo terhadap produksi berat
kering daun, berat kering akar dan total N daun tanaman kedelai dan kembang telang.
Namun demikian peningkatan taraf pemberian Mo sebesar 35,57 mg/pot pada tanaman
kedelai dan 17,78 mg/pot pada tanaman kembang telang pada perlakuan inokulasi
menunjukkan total N daun meningkat bila dibandingkan dengan pemberian Mo yang
lebih rendah, yang berarti adanya kerjasama yang sinergi antara perlakuan inokulasi
dengan unsur hara Mo. Selanjutnya Quaggio et al. (2004) mengemukakan bahwa
penambahan unsur hara Mo pada tanaman Arachis hypogea akan mengakibatkan
kandungan N daun lebih tinggi. Hasil yang sama telah pula dilaporkan oleh peneliti
terdahulu bahwa penambahan unsur hara Mo sebesar 0,45 kg ha-1 dalam bentuk sodium
molybdate secara nyata meningkatkan jumlah bintil akar dan produksi pigeon pea
(Khurana dan Dudeja, 1981 dalam Wani et al. 1995), sedangkan penambahan 1 kg cobalt
chloride, 1 kg sodium molybdate dan 25 kg ZnSO4 ha-1 meningkatkan produksi chickpea
berturut-turut sebesar 10, 7 dan 4% dibandingkan kontrol (Wani et al. 1995).
Penambahan unsur hara Mo dapat meningkatkan produksi sebesar 28% pada tanaman
Arachis hypogaea dan kandungan N daun lebih tinggi (Quaggio et al. 2004). El-Bably
(2002) melaporkan bahwa penambahan unsur hara 0,95 kg per hektar ammonium
molybdat
secara
signifikan
meningkatkan
produksi
segar
tanaman
Trifolium
alexandrnium L. dan meningkatkan efisiensi penggunaan air.
Pada perlakuan tanpa N plus inokulasi, berat kering daun tanaman kedelai tertinggi
terdapat pada pemberian Mo sebesar 35,57 mg/pot, sedangkan pada perlakuan tanpa N
tanpa inokulasi dan plus N tanpa inokulasi berat kering daun tanaman kedelai tertinggi
terdapat pada pemberian Mo sebesar 53,35 mg/pot. Hal ini menunjukkan bahwa efek
unsur hara Mo terhadap berat kering daun tanaman kedelai lebih efektif pada perlakuan
tanpa N plus inokulasi dibandingkan perlakuan tanpa N tanpa inokulasi dan plus N tanpa
inokulasi, yang berarti bahwa pemberian Mo yang lebih sedikit pada perlakuan tanpa N
tanpa inokulasi memberikan berat kering daun yang lebih tinggi, dibandingkan perlakuan
lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa tanggap tanaman kedelai terhadap
unsur hara Mo lebih baik bila tanaman tersebut diinokulasi. Namun demikian, taraf
pemberian Mo yang lebih tinggi dari 35,57 mg/pot, menunjukkan produksi berat kering
daun tanaman kedelai akan menurun pada perlakuan tanpa N plus inokulasi.
Total N daun tanaman kedelai tertinggi (17,13 mg/tanaman) pada perlakuan tanpa
N tanpa inokulasi terdapat pada taraf pemberian Mo 35,57 mg/pot, sedangkan pada
perlakuan tanpa N tanpa inokulasi (5,47 mg/tanaman) dan perlakuan plus N tanpa
inokulasi (14,01 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo 53,35 mg/pot. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian unsur hara Mo lebih efektif pada perlakuan tanpa N plus
inokulasi dibandingkan dengan perlakuan tanpa N tanpa inokulasi dan plus N tanpa
inokulasi. Menurut Marschner (1995) kebutuhan molibdenum tanaman sangat tergantung
pada sumber N yang diperoleh tanaman.
Namun, taraf pemberian Mo yang lebih tinggi dari 35,57 mg/pot pada perlakuan
tanpa N plus inokulasi, menunjukkan produksi berat kering daun tanaman kedelai dan
kembang telang menurun. Hal ini diduga berkaitan erat dengan proses metabolisme yang
terjadi di bintil akar. Proses fiksasi nitrogen membutuhkan energi ATP. Diperlukan 20 –
30 mol ATP untuk mengubah 1 mol N2 menjadi NH4+ dan kemudian menjadi asam
glutamat (Gardner et al. 1991). Asam amino yang lain selanjutnya dihasilkan dari asam
glutamat dengan cara transaminasi. Secara keseluruhan, diperlukan 6 elektron untuk
pengubahan satu molekul N2 menjadi 2NH3. Laju fotosintesis yang tinggi atau sumber C
yang lain harus ada untuk oksidasi substrat dan ATP dari respirasi. Selanjutnya, Yutono
(1985) mengemukakan bahwa efektivitas dalam penambatan N2, selain ditentukan oleh
keserasian hubungan antara bakteri Rhizobium (mikrosimbion) dengan tanaman
leguminosa (makrosimbion), ditentukan pula oleh ketersedian unsur hara fosfor, yang
diperlukan untuk pembentukan dan aktivitas bintil akar. Fosfor yang diperlukan untuk
aktivitas bintil akar yang maksimal lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan
pembentukan bintil akar. Graham dan Vance (2000) mengemukakan bahwa jumlah
penambatan N oleh bakteri bintil akar terutama akan dibatasi oleh defisiensi unsur hara P
dan unsur hara lainnya serta ketersediaan air (Kennedy dan Cocking, 1997 dalam Graham
dan Vance 2000).
Di samping berperan untuk proses metabolisme N bakteria, hasil penelitian
menunjukkan pula bahwa Mo berperan dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Pada
tanaman kedelai, berat kering daun tertinggi pada perlakuan tanpa N tanpa inokulasi dan
plus N tanpa inokulasi terdapat pada taraf pemberian Mo 53,35 mg/pot, sedangkan pada
tanaman kembang telang berat kering daun tertinggi pada perlakuan tanpa N tanpa
inokulasi terdapat pada taraf pemberian Mo,53,35 mg/pot, sedangkan pada perlakuan
plus N tanpa inokulasi terdapat pada taraf pemberian Mo 35,57 mg/pot. Menurut
Marschner (1995) molibdenum berfungsi sebagai katalisator pada semua enzim.
Selanjutnya Gardner et al. (1991) mengemukakan bahwa kebanyakan unsur hara mikro
berperan sebagai penyusun enzim atau pengaktif enzim.
Tidak terbentuknya bintil akar tanaman kedelai dan kembang telang pada perlakuan
tanpa N tanpa inokulasi dan plus N tanpa inokulasi menunjukkan bahwa sistem yang
digunakan tidak terkontaminasi, sehingga bintil akar yang terdapat pada perlakuan
inokulasi berasal dari inokulan Nodulin Plus. Jumlah bintil akar, berat segar dan berat
kering bintil akar tanaman kedelai tidak berbeda nyata pada taraf pemberian Mo, tetapi
pada tanaman kembang telang jumlah bintil akar dan berat segar bintil akar menunjukkan
perbedaan yang nyata. Hal ini diduga berkaitan erat dengan ketersediaan Mo dalam bintil
akar. Jumlah Mo yang terdapat dalam bintil akar tanaman kedelai diduga lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman kembang telang. Yutono (1985) mengemukakan bahwa
kadar Mo dalam bintil akar 5 – 15 kali lebih besar dibandingkan dengan bagian tanaman
lainnya. Bintil akar mengandung 6 – 20 ppm Mo. Khurana dan Dudeja, 1981 dalam Wani
et al., (1995) melaporkan bahwa penambahan unsur hara Mo sebesar 0,45 kg ha-1 dalam
bentuk sodium molybdate secara nyata meningkatkan jumlah bintil akar dan produksi
pigeon pea. Yutono (1985) mengemukakan bahwa dengan adanya bintil akar maka
terdapat perbedaan dalam besarnya jumlah unsur tertentu yang dibutuhkan. Terdapat
pengaruh timbal balik antara makrosimbion dan mikrosimbion yang dapat ditimbulkan
oleh hara tertentu.
Tanggap tanaman kedelai dan kembang telang terhadap unsur hara Mo lebih baik
bila tanaman tersebut diinokulasi dibandingkan dengan perlakuan hanya N dan kontrol.
Mekanisme penambatan N dan peranan Mo terhadap produksi dan serapan N belum
terlihat dengan jelas pada percobaan ini, sehingga perlu dilakukan uji lanjutan terhadap
enzim nitrogenase yang berperan penting dalam mekanisme penambatan N dari udara
oleh rhizobium yang diinokulasi.
PENGARUH UMUR PANEN DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO
TERHADAP AKTIVITAS ENZIM NITROGENASE DAN PRODUKSI
TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR
Tanaman Kedelai
Hasil sidik ragam pengaruh umur panen dan penambahan unsur hara Mo
menunjukkan bahwa umur panen berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap semua
peubah tanaman kedelai yang diamati (Tabel Lampiran 11), sedangkan taraf pemberian
Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Demikian pula interaksi antara umur panen
dengan taraf pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.
Aktivitas Enzim Nitrogenase Tanaman Kedelai
Aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman kedelai telah terlihat pada umur 20 hari
setelah tanam dan terus meningkat hingga tanaman berumur 40 hari. Umur tanaman 40
hari menunjukkan aktivitas enzim nitrogenase 105 kali dan 109 lebih
1000000000
Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol)
100000000
10000000
1000000
100000
10000
1000
100
10
20 hari
1
30 hari
0
40 hari
0
0
17,78
35,57
53,35
Taraf Pe mbe rian Mo (mg/l)
Gambar 13. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap
aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman kedelai dengan media tanam pasir
tinggi (P < 0,01) dibandingkan dengan aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman umur
30 dan 20 HST. Peningkatan sebesar itu terjadi pada 10-20 hari masa pertumbuhan
(Gambar 13). Peningkatan enzim nitrogenase yang begitu drastis menunjukkan besarnya
N yang ditambat melalui bintil akar.
30 hari
20 hari
Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol)
430
Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol)
0.035
0.030
0.025
0.020
0.015
420
410
400
390
380
370
360
0
0.010
0
17,78 35,57 53,35
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
17,78
35,57
53,35
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
40 hari
Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol)
90000000
80000000
70000000
60000000
50000000
40000000
30000000
20000000
10000000
0
0
17,78
35,57
53,35
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 14. Pola aktivitas enzim nitrogenase pada taraf pemberian Mo dan umur panen
tanaman kedelai dengan media tanam pasir
Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur tanaman tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap aktivitas enzim nitrogenase tanaman kedelai. Tetapi pola
perubahan enzim nitrogenase pada umur 20, 30 dan 40 HST menunjukkan
kecenderungan adanya peran unsur Mo (Gambar 14). Jika pada analisis statistik faktor
Mo dipisahkan dari faktor umur sebagai perlakuan, terdapat kecenderungan adanya
peningkatan drastis dari aktivitas enzim nitrogenase pada taraf Mo 53,35 mg/pot pada
saat umur tanaman 20 HST. Pola aktivitas enzim nitrogenase mengalami perubahan jika
enzim diamati pada umur tanaman lebih tua 10 hari, yang ditunjukkan oleh meningkatnya
aktivitas enzim nitrogenase mulai pada taraf Mo 17,78 – 35,57 mg/pot. Mo terlihat
semakin berkurang peranannya terhadap aktivitas enzim nitrogenase jika pengamatan
ditunda menjadi 40 hari, terbukti dengan tingginya aktivitas enzim pada taraf yang sama
antara tanpa Mo dengan taraf Mo 17,78 – 35,57 mg/pot.
Berat Kering Daun Tanaman Kedelai
Umur panen berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat kering daun
tanaman kedelai (Tabel 10). Rataan berat kering daun tanaman kedelai tertinggi terdapat
pada umur panen 40 hari (1360 mg/tanaman), lebih tinggi 38% dan 71% serta berbeda
sangat nyata (P < 0,01) dibandingkan dengan umur panen 30 HST (840 mg/tanaman)
dan 20 HST (390 mg/tanaman).
Tabel 10. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat
kering daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Umur panen
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
--------------------mg/tanaman------------------20 hari
360
430
360
390
390c
30 hari
780
730
910
950
840b
40 hari
1260
1380
1560
1240
1360a
Rataan
800
850
940
860
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Rataan berat kering daun tanaman kedelai pada umur panen 30 HST lebih tinggi
54% dan berbeda sangat nyata (P < 0,01) dibandingkan umur panen 20 HST. Keadaan ini
disebabkan karena tanaman yang berumur lebih tua mengakumulasi bahan kering lebih
banyak dibandingkan dengan tanaman berumur lebih muda, sehingga berat kering umur
tanaman lebih tua akan lebih tinggi. Perubahan pola akumulasi menurut umur tanaman
mengikuti kurva sigmoidal yang akan mengalami leveling of pada umur tertentu.
Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur panen tidak berpengaruh nyata
terhadap berat kering daun tanaman kedelai (Tabel 10).
Berat Kering Akar Tanaman Kedelai
Umur panen menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat
kering akar tanaman kedelai (Tabel 11). Rataan berat kering akar tertinggi (620
mg/tanaman) terdapat pada umur panen 40 HST, lebih tinggi 24% tetapi tidak berbeda
nyata dibandingkan umur panen 30 HST (500 mg/tanaman) serta lebih tinggi 675% dan
berbeda sangat nyata (P< 0,01) dibandingkan umur panen 20 HST (80 mg/tanaman).
Rataan berat kering akar tanaman kedelai pada umur panen 30 HST lebih tinggi 525%
dan berbeda sangat nyata (P< 0,01) dibandingkan umur panen 20 HST.
Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur panen tidak berpengaruh nyata
terhadap berat kering akar tanaman kedelai ( Tabel 11).
Tabel 11. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat
kering akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Umur panen
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
-------------------mg/tanaman----------------------20 hari
100
80
70
50
80b
30 hari
480
490
530
500
500a
40 hari
420
690
760
610
620a
Rataan
330
420
450
390
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Total N Daun Tanaman Kedelai
Umur panen berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap total N daun tanaman
kedelai (Tabel 12). Rataan total N daun tanaman kedelai (22,89 mg/tanaman) tertinggi
terdapat pada umur panen 40 hari, lebih tinggi 35% dan 96% serta berbeda sangat nyata
(P< 0,01) dibandingkan dengan umur panen 30 hari (16,99 mg/tanaman) dan 20 hari
(11,65 mg/tanaman). Rataan total N daun tanaman kedelai umur panen 30 HST lebih
tinggi 46% dan berbeda sangat nyata (P< 0,01) dibandingkan umur panen 20 hari.
Terjadinya perbedaan antara total N daun kedelai adalah karena laju penambahan bahan
kering akibat bertambahnya umur tanaman lebih tinggi dari pada akumulasi (konsentrasi)
N total pada daun. Pada tanaman berumur 20 HST memiliki kandungan N lebih tinggi
dibandingkan tanaman berumur 30 dan 40 HST, demikian pula tanaman 30 HST
memiliki kandungan N daun lebih tinggi dari pada tanaman berumur 40 HST, tetapi
karena akumulasi bahan kering berturut-turut menjadi berkurang dengan semakin muda
umur tanaman, maka nilai total N daunnya menjadi rendah, karena nilai total N daun
merupakan pengalian antara konsentrasi dan berat kering biomasa daun.
Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur panen tidak berpengaruh nyata
terhadap total N daun tanaman kedelai (Tabel 12).
Tabel 12. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap total N
daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Umur panen
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
--------------------mg/tanaman-------------------20 hari
11,27
12,55
10,71
12,06
11,65c
30 hari
15,09
14,76
18,00
20,09
16,99b
40 hari
21,76
24,05
24,36
21,38
22,89a
Rataan
16,04
17,12
17,69
17,84
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan
aktivitas enzim nitrogenase dan total N daun tanaman kedelai terdapat pada Tabel
Lampiran 12. Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman
kedelai dengan aktivitas enzim nitrogenase ( r = 0,715**) terlihat bahwa terdapat korelasi
yang sedang dan sangat nyata antara berat kering daun tanaman kedelai dengan aktivitas
enzim nitrogenase, yang berarti bahwa semakin tinggi aktivitas enzim nitrogenase maka
semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai (Gambar 15).
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
2500
y = 9E-06x + 681.97
2000
1500
1000
500
0
0
40,000,000
80,000,000
120,000,000
Enzim Nitrogenase (nMol)
Gambar 15. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan aktivitas
enzim nitrogenase tanaman kedelai
Demikian pula halnya dengan total N daun, berkorelasi sedang dan sangat nyata (r
= 0,634**) dengan enzim nitrogenase tanaman kedelai. Pendugaan hubungan linier antara
total N daun dengan enzim nitrogenase menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai enzim
nitrogenase, semakin tingi pula nilai total N daun tanaman kedelai (Gambar 16).
Total N Daun (mg/tanaman)
40
35
y = 9E-08x + 15.35
30
25
20
15
10
5
0
0
40,000,000
80,000,000
120,000,000
Enzim Nitrogenase (nMol)
Gambar 16. Pendugaan hubungan linier antara total N daun dengan enzim
nitrogenase tanaman kedelai
Tanaman Kembang Telang
Hasil sidik ragam pengaruh inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap
peubah yang diamati menunjukkan bahwa umur panen berpengaruh sangat nyata (P <
0,01) terhadap semua peubah yang diamati, kecuali total N daun (Tabel Lampiran 13),
sedangkan taraf pemberian Mo hanya berpengaruh nyata terhadap berat kering daun
tanaman kembang telang. Interaksi antara taraf Mo dan umur panen tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap semua peubah yang diamati.
Aktivitas Enzim Nitrogenase Tanaman Kembang Telang
Aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman kembang telang telah terlihat pada umur
20 hari setelah tanam dan terus meningkat hingga tanaman berumur 40 hari. Umur panen
40 hari menunjukkan aktivitas enzim nitrogenase tertinggi pada tanaman kembang telang
dan berbeda sangat nyata (P < 0,01) dibandingkan umur panen 20 dan 30 hari, tetapi
antara umur panen 20 dan 30 hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Gambar 17).
Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol)
10000000
1000000
100000
10000
20 hari
1000
30 hari
100
40 hari
10
1
0
0
0
17,78
35,57
53,35
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 17. Pengaruh penambahan unsur hara Mo dan umur panen terhadap aktivitas
nitogenase tanaman kembang telang dengan media tanam pasir
Jika dilihat dari pola aktivitas enzim nitrogenase sebagai hasil dari faktor tunggal
Mo (tanpa melihat umur panen sebagai faktor perlakuan), terlihat peran Mo sangat
penting pada tanaman berumur 30 hari, ditunjukkan dengan adanya kecenderungan pola
meningkat aktivitas enzim nitrogenase jika secara bertahap Mo ditambahkan. Tetapi pada
umur 20 dan 40 hari pola aktivitas enzimatik cenderung tidak tergantung dari keberadaan
Mo pada media (Gambar 18). Namun demikian taraf pemberian Mo dan interaksinya
dengan umur panen secara statistik tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap
aktivitas enzim nitrogenase tanaman kembang telang.
20 hari
30 hari
2
Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol)
Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol)
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
0
17,78
35,57
0
53,35
17,78
35,57
53,35
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
40 hari
Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol)
7000000
6000000
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
0
0
17,78
35,57
53,35
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 18. Pola aktivitas enzim nitrogenase pada taraf pemberian Mo dan umur panen
tanaman kembang telang dengan media tanam pasir
Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang
Umur panen berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap rataan berat kering daun
tanaman kembang telang (Tabel 13). Rataan berat kering daun tanaman kembang telang
tertinggi (412,5 mg/tanaman) terdapat pada umur panen 40 hari, lebih tinggi 53% dan
147% serta berbeda sangat nyata (P < 0,01) dibandingkan dengan umur panen 30 hari
(269,2 mg/tanaman) dan 20 hari (166,7 mg/tanaman). Rataan berat kering daun tanaman
kembang telang pada umur panen 30 hari lebih tinggi 61% dan berbeda sangat nyata (P <
0,01) dibandingkan dengan umur panen 20 hari.
Taraf pemberian Mo 0 mg/l pada umur panen 40 hari menunjukkan rataan berat
kering daun tanaman kembang telang tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan
taraf pemberian Mo 17,78, 35,57 dan 53,35 mg/pot (Tabel 13). Keadaan ini dapat terjadi
kemungkinan disebabkan karena penambahan Mo hingga taraf 53,35 mg/pot
menyebabkan bintil akar yang terbentuk kurang efektif dalam menambat N. Hal ini
dibuktikan dari hasil percobaan sebelumnya, meskipun jumlah bintil akarnya semakin
banyak dengan penambahan Mo hingga 53,35 mg/pot, tetapi jumlah bintil akar ini tidak
berhubungan erat (korelasinya rendah dan tidak nyata) terhadap total N dan berat kering
daun.
Tabel 13. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat
kering daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Umur panen
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
---------------------mg/tanaman-------------------20 hari
150,0
160,0
196,7
160,0
166,7c
30 hari
336,7
263,3
243,3
233,3
269,2b
40 hari
556,7
390,0
330,0
373,3
412,5a
Rataan
347,8a
271,1b
256,7b
255,6b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang
Umur panen juga berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat kering akar
tanaman kembang telang (Tabel 14). Rataan berat kering akar tanaman kembang telang
tertinggi terdapat pada umur panen 40 hari (178,3 mg/tanaman), lebih tinggi 37% dan
337% serta berbeda sangat nyata dibandingkan dengan umur panen 30 hari (130
mg/tanaman) dan 20 hari (40,8 mg/tanaman). Rataan berat kering akar tanaman kembang
telang umur panen 30 hari lebih tinggi 219% dan berbeda sangat nyata dengan umur
panen 20 hari.
Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur panen tidak berpengaruh nyata
terhadap berat kering akar tanaman kembang telang (Tabel 14). Namun demikian
terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi taraf pemberian Mo maka berat kering
akar semakin rendah. Hambatan yang terjadi pada perakaran akan menyebabkan
terhambatnya penyerapan hara dan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman
(Marschner, 1995). Akar walaupun secara visual tidak nampak, merupakan komponen
pokok dari tanaman, baik dalam hal fungsi maupun dalam jumlah besarannya, yang
biasanya dapat mencapai 1/3 berat kering seluruh tanaman (Harjadi, 1996). Akar telah
teradaptasi strukturnya untuk tugas pokok yaitu absorpsi, pengukuhan tegaknya tanaman,
dan tempat penyimpanan.
Tabel 14. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat
kering akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Umur panen
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
----------------mg/tanaman-------------20 hari
36,7
46,6
40,0
40,0
40,8c
30 hari
170,0
126,7
110,0
113,3
130,0b
40 hari
193,3
173,3
130,0
216,7
178,3a
Rataan
133,3
115,6
93,3
123,3
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Total N Daun Tanaman Kembang Telang
Umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap rataan total N daun tanaman
kembang telang (Tabel 15). Hal ini terjadi karena kandungan N daun kembang telang
pada umur muda lebih tinggi dari pada umur yang lebih tua, namun pada saat yang
bersamaan laju akumulasi bahan kering pada daun kembang telang tidak sebanding
dengan laju penurunan kandungan N pada daun. Secara teoritis dapat dijelaskan bahwa
organ tanaman yang lebih tua akan memiliki kandungan N lebih rendah dari pada organ
tanaman muda, karena adanya mobilisasi N dari organ yang berumur tua ke organ yang
lebih muda.
Total N daun tanaman kembang telang pada umur panen 30 dan 40 hari cenderung
menurun dengan meningkatnya taraf pemberian Mo. Total N daun tanaman kembang
telang tertinggi pada umur panen 30 hari dan 40 hari terdapat pada taraf pemberian Mo 0
mg/pot tetapi tidak berbeda nyata. Keadaan ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan
karena penambahan Mo hingga taraf 53,35 mg/pot menyebabkan bintil akar yang
terbentuk kurang efektif dalam menambat N. Hal ini dibuktikan dari hasil percobaan
sebelumnya, meskipun jumlah bintil akarnya semakin banyak dengan penambahan Mo
hingga 53,35 mg/pot, tetapi jumlah bintil akar ini tidak berhubungan erat (korelasinya
rendah dan tidak nyata) terhadap total N dan berat kering daun baik pada kedelai maupun
kembang telang. Berbeda dengan jumlah bintil akar, berat bintil akar lebih berperan
dalam menambat N terbukti dari nilai total N daun yang meningkat dengan semakin
meningkatnya berat bintil akar, seperti tergambar dari korelasi yang erat antara kedua
peubah tersebut.
Tabel 15. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap total
N daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Umur panen
0
17,78
35,57
Rataan
53,35
-------------------mg/tanaman----------------------20 hari
3,90
4,30
5,60
3,42
4,30
30 hari
7,56
4,71
4,50
4,48
5,31
40 hari
6,22
4,87
4,60
5,01
5,18
Rataan
5,90
4,63
4,90
4,30
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan
aktivitas enzim nitrogenase dan total N daun tanaman kembang telang terdapat pada
Tabel Lampiran 14. Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun
tanaman kembang telang dengan aktivitas enzim nitrogenase ( r = 0,444**) terlihat
bahwa terdapat hubungan positif rendah dan sangat nyata antara berat kering daun
tanaman kembang telang dengan aktivitas enzim nitrogenase, yang berarti bahwa
semakin tinggi aktivitas enzim nitrogenase maka semakin tinggi pula berat kering daun
tanaman kembang telang (Gambar 19). Total N daun tanaman kembang telang dengan
aktivitas enzim nitrogenase tidak berkorelasi nyata (r = 0,314).
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
700
y = 1E-05x + 267.37
600
500
400
300
200
100
0
0
5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000
Enzim Nitrogenase (nMol)
Gambar 19. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan aktivitas
enzim nitrogenase tanaman kembang telang
Pembahasan
Terdapat persamaan pola aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman kedelai dan
kembang telang. Aktivitas enzim nitrogenase telah terlihat pada umur 20 hari setelah
tanam dan terus meningkat hingga tanaman berumur 40 hari. Umur panen 40 hari
menunjukkan aktivitas enzim nitrogenase tertinggi dan berbeda sangat nyata
dibandingkan umur panen 20 dan 30 hari, tetapi antara umur panen 20 dan 30 hari tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Masih rendahnya aktivitas enzim nitrogenase pada
umur panen 20 dan 30 hari diduga disebabkan oleh karena bintil akar masih dalam
periode perkembangan. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pembentukan
bintil akar pada tanaman kedelai dan kembang telang mulai terlihat pada umur 14 hari
setelah tanam dan diduga proses pertumbuhan bintil akar tersebut tersebut berlangsung
hingga umur tanaman 30 hari.
Umur panen 40 hari menunjukkan aktivitas enzim nitrogenase tertinggi pada
tanaman kedelai dan kembang telang, yang berarti bahwa proses penambatan N2 dari
udara adalah yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Marschner (1995) bahwa maksimum penambatan N2 dicapai pada saat tanaman mulai
berbunga dan kemudian akan menurun yang disebabkan oleh persaingan kebutuhan
photosintat untuk pembentukan biji dan bintil akar. Kebutuhan karbohidrat selama proses
penambatan N2 berkisar antara 4 dan 10 mg per miligram nitrogen. Kondisi ini
dibuktikan pula dengan adanya keeratan hubungan antara berat kering daun tanaman
kedelai dengan aktivitas enzim nitrogenase yang ditunjukkan dengan nilai korelasi antara
keduanya sebesar 71,5% ( r = 0,715**), yang berarti bahwa semakin tinggi aktivitas
enzim nitrogenase maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai. Pada
tanaman kembang telang hubungan antara berat kering daun tanaman kembang telang
dengan aktivitas enzim nitrogenase adalah sangat nyata dan rendah yang ditunjukkan
oleh angka koefisien korelasi 44,4% (r = 0,444**).
Gardner et al. (1991) mengemukakan bahwa untuk aktivitas enzim nitrogenase
yang tinggi diperlukan beberapa faktor yang mendukung yang meliputi lingkungan yang
bebas O2, terdapat N substrat yang rendah tingkatannya seperti amonia, dan kandungan C
tingkat tinggi untuk memberikan energi pada sistem dan melindungi nitrogenase terhadap
O2 yang menyebabkan tidak aktif.
Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun dan akar,
aktivitas enzim nitrogenase dan total N daun pada tanaman kedelai, tetapi pada tanaman
kembang telang menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap berat kering daun. Taraf
pemberian Mo 0 mg/pot pada umur panen 40 hari menunjukkan rataan berat kering daun
tanaman kembang telang tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan taraf
pemberian Mo 17,78, 35,57 dan 53,35 mg/pot.
Umur panen berpengaruh nyata terhadap total N daun tanaman kedelai sedangkan
pada tanaman kembang telang tidak berbeda nyata. Total N daun tanaman kedelai
tertinggi terdapat pada umur panen 40 hari, dan berbeda nyata dibandingkan umur panen
20 dan 30 hari, sedangkan pada tanaman kembang telang terdapat pada umur panen 30
hari, tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan umur panen 20 dan 40 hari. Perbedaan ini
diduga disebabkan oleh perbedaan tanggap tanaman terhadap unsur hara Mo. Pada
tanaman kedelai rataan total N daun pada umumnya lebih tinggi pada tanaman yang
diberi unsur hara Mo, sedangkan pada tanaman kembang telang rataan total N daun lebih
tinggi pada tanaman tanpa diberikan Mo. Kaiser et al. (2005) mengemukakan bahwa
mobilisasi dan pengangkutan hasil penambatan nitrogen memerlukan aktivitas
molybdoenzim XDH. Tergantung pada jenis leguminosa, hasil penambatan nitrogen
diangkut sebagai amides (glutamine dan asparagine) atau ureides (allantoin dan allantoic
acid). Selama proses ini, XDH mengkatalisis hypoxanthine menjadi xanthine dan
xanthine menjadi uric acid (Mendel dan Haensch, 2002). Efek langsung defisiensi unsur
hara molibdenum terhadap aktivitas molybdoenzim XDH belum diketahui, tetapi efek
defisiensi unsur hara molibdenum berpengaruh terhadap efisiensi pengangkutan hasil
penambatan nitrogen dari bintil akar (Kaiser et al. 2005).
Kondisi ini dibuktikan pula dengan adanya keeratan hubungan antara total N daun
tanaman kedelai dengan aktivitas enzim nitrogenase yang ditunjukkan dengan nilai
korelasi antara keduanya sebesar 63,4% ( r = 0,634**), yang berarti bahwa semakin
tinggi aktivitas enzim nitrogenase maka semakin tinggi pula total N daun tanaman
kedelai. Pada tanaman kembang telang hubungan antara total N daun tanaman kembang
telang dengan aktivitas enzim nitrogenase tidak nyata dan rendah yang ditunjukkan oleh
angka koefisien korelasi 31,4% (r = 0,314).
Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur tanaman tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap aktivitas enzim nitrogenase tanaman kedelai dan kembang
telang. Tetapi pola perubahan enzim nitrogenase pada umur 20, 30 dan 40 hari setelah
tanam pada tanaman kedelai dan umur 30 hari pada tanaman kembang telang
menunjukkan kecenderungan adanya peran unsur Mo. Untuk mempelajari lebih lanjut
peranan Mo pada tanaman kedelai dan kembang telang yang diinokulasi dengan inokulan
Nodulin Plus maka penelitian lanjutan dengan media tanam tanah perlu dilakukan.
PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP
PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN
MEDIA TANAM TANAH
Tanaman Kedelai
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya, yaitu untuk melihat
pengaruh pemberian unsur hara Mo terhadap efektivitas penambatan nitrogen pada
tanaman kedelai dan kembang telang dengan media tanam tanah.
Hasil sidik ragam pengaruh penambahan unsur hara Mo menunjukkan bahwa
taraf pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah berat
kering daun dan akar tanaman kedelai yang ditanam pada media tanam tanah (Tabel
Lampiran 15).
Berat Kering Daun Tanaman Kedelai
Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun tanaman
kedelai yang ditanam pada media tanah (Gambar 20), meskipun ada kecenderungan yang
menunjukkan bahwa pemberian Mo yang semakin tinggi pada tanaman kedelai yang
ditanam dengan media tanah cenderung menurunkan berat kering daun. Keadaan ini
dapat terjadi kemungkinan disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan akar sehingga
akan menyebabkan terhambatnya penyerapan hara dan air yang perlu untuk pertumbuhan
ke tubuh tanaman (Marschner, 1995).
Berat Kering Akar Tanaman Kedelai
Seperti halnya pada perkembangan tajuk, taraf pemberian Mo juga tidak
berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman kedelai yang ditanam pada media
tanah (Gambar 20). Sama halnya dengan berat kering daun, pemberian Mo pada tanaman
kedelai dengan media tanam tanah cenderung menurunkan berat kering akar, meskipun
tidak berbeda secara statistik.
Berat Kering Daun dan Akar
(mg/tanaman)
600
500
400
BKD
BKA
300
200
100
0
0
2,81
5,62
8,42
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 20. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap berat kering daun dan
akar tanaman kedelai dengan media tanam tanah
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai
Hasil sidik ragam pengaruh penambahan unsur hara Mo menunjukkan bahwa
taraf pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah jumlah,
berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai yang ditanam pada media tanam
Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman)
tanah (Tabel Lampiran 16).
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
18
16.67
0
2,81
14
13.67
5,62
8,42
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 21. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar
tanaman kedelai dengan media tanam tanah
Gambar 21 menunjukkan bahwa walaupun secara statistik tidak nyata, namun ada
kecendrungan menurunnya jumlah bintil akar tanaman kedelai pada taraf pemberian Mo
lebih besar dari 2,81 mg/pot dan polanya mengikuti perkembangan tajuk dan akar,
sedangkan pola pemberian Mo terhadap berat segar bintil akar dan berat kering bintil
Berat Segar dan Kering Bintil Akar
(mg/tanaman)
akar tanaman kedelai yang ditanam pada media tanah disajikan pada Gambar 22.
6
5.59
5.51
5
3.72
4
4.05
BSB
3
2.08
2.09
2
BKB
1.73
1.58
1
0
0
2,81
5,62
8,42
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 22. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap berat segar dan berat
kering bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam tanah
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan
jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah
terdapat pada Tabel Lampiran 17. Berat kering daun berkorelasi nyata dengan jumlah
bintil akar dan berat segar bintil akar, tetapi tidak berkorelasi nyata dengan berat kering
bintil akar. Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman
kedelai dengan jumlah bintil akar ( r = 0,568*) terlihat bahwa terdapat korelasi yang
sedang dan nyata antara berat kering daun tanaman kedelai dengan jumlah bintil akar
yang berarti bahwa semakin tinggi jumlah bintil akar maka semakin tinggi pula berat
kering daun tanaman kedelai (Gambar 23).
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
700
y = 14.983x + 248.8
650
600
550
500
450
400
350
300
10
15
20
25
Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman)
Gambar 23. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan jumlah
bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah
Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai
dengan berat segar bintil akar ( r = 0,604*) terlihat bahwa terdapat korelasi yang sedang
dan nyata antara berat kering daun tanaman kedelai dengan berat segar bintil akar, yang
berarti bahwa semakin tinggi berat segar bintil akar maka semakin tinggi pula berat
kering daun tanaman kedelai (Gambar 24).
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
700
y = 32.477x + 328.49
650
600
550
500
450
400
350
300
0
2
4
6
8
Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman)
Gambar 24. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat
segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah
Tanaman Kembang Telang
Hasil sidik ragam pengaruh penambahan unsur hara Mo menunjukkan bahwa taraf
pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap peubah berat kering daun dan akar
tanaman kembang telang yang ditanam pada media tanam tanah (Tabel Lampiran 18).
Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang
Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun tanaman
kembang telang yang ditanam pada media tanah (Gambar 25). Namun demikian terlihat
kecenderungan peningkatan berat kering daun tanaman kembang telang hingga taraf
pemberian Mo sebesar 5,62 mg/pot, dan menurun dengan taraf pemberian yang lebih
besar, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata.
Berat Kering Daun dan Akar
(mg/tanaman)
120
100
80
BKD
60
BKA
40
20
0
0
2,81
5,62
8,42
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar
25. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo berat kering daun dan akar
tanaman kembang telang dengan media tanam tanah
Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang
Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman
kembang telang yang ditanam pada media tanah (Gambar 25). Berbeda halnya dengan
berat kering daun tanaman kembang telang, berat kering akar menurun pada taraf
pemberian Mo 2,81 mg/pot dibandingkan dengan tanpa pemberian Mo, meningkat pada
taraf pemberian Mo 5,62 mg/pot dan menurun pada taraf pemberian yang lebih tinggi,
meskipun secara statistik tidak berbeda nyata.
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang
Hasil sidik ragam pengaruh penambahan unsur hara Mo menunjukkan bahwa taraf
pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah dan berat segar bintil akar
tanaman kembang telang, tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering bintil
akar tanaman kembang telang (Tabel Lampiran 18).
Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman)
3.5
3
3
2.67
2.67
2.5
2
1.5
1
1
0.5
0
0
2,81
5,62
8,42
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 26. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar
tanaman kembang telang dengan media tanam tanah
Gambar 26 menunjukkan bahwa walaupun secara statistik tidak nyata namun ada
kecenderungan meningkatkan jumlah bintil akar tanaman kembang telang dengan
meningkatnya taraf pemberian Mo pada media tanam tanah.
Pengaruh taraf pemberian Mo terhadap berat segar dan berat kering bintil akar
tanaman kembang telang pada media tanam tanah disajikan pada Gambar 27. Gambar 27
menunjukkan bahwa pengaruh taraf pemberian Mo terhadap berat segar bintil akar
menunjukkan pola yang sama dengan pengaruh taraf pemberian Mo terhadap berat kering
bintil akar. Namun demikian pengaruh untuk berat segar secara statistik tidak nyata,
sedangkan taraf pemberian Mo terhadap berat kering bintil akar tanaman kembang telang
dengan media tanam tanah berpengaruh sangat nyata (P< 0,01). Berat kering bintil akar
tanaman kembang telang tertinggi (2,3 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo
2,81 mg/pot. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Mo dapat meningkatkan berat
kering bintil akar tanaman kembang telang dengan taraf pemberian yang optimum adalah
2,81 mg/pot.
Berat Segar dan Kering Bintil Akar
(mg/tanaman)
1.2
1
1
0.8
0.6
BSB
0.6
0.4
0.4
BKB
0.4
0.23
0.2
0.17
0.15
0.01
0
0
2,81
5,62
8,42
Taraf Pemberian Mo (mg/pot)
Gambar 27. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap berat segar dan
berat kering bintil akar tanaman kembang telang dengan media tanam
tanah
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan
jumlah berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kembang telang pada media
tanam tanah terdapat pada Tabel Lampiran 20. Berat kering daun tidak berkorelasi nyata
dengan jumlah bintil akar, berat segar bintil akar, dan berat kering bintil akar.
Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai dengan
jumlah bintil akar ( r = 0,431ns) terlihat bahwa tidak terdapat korelasi antara berat kering
daun tanaman kembang telang dengan jumlah bintil akar. Demikian pula halnya korelasi
antara berat kering daun tanaman kembang telang dengan berat segar bintil akar (r =
0,141ns) dan berat kering bintil akar (r = 0,389ns), tidak menunjukkan korelasi yang
nyata.
Pembahasan
Pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap peubah berat kering daun, berat
kering akar, jumlah bintil akar, berat segar bintil akar dan berat kering bintil akar
tanaman kedelai. Demikian pula halnya dengan tanaman kembang telang, taraf
pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun, berat kering akar,
jumlah bintil akar dan berat segar bintil akar, tetapi berpengaruh nyata terhadap berat
kering bintil akar.
Tidak terdapatnya pengaruh pemberian Mo tersebut diduga disebabkan oleh media
tanam tanah yang digunakan. Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tanah Ciawi, yang memiliki tingkat keasaman tinggi (pH=4,6), bahan organik sedang,
C/N rendah dan kandungan unsur hara Mo sangat rendah. Tanah masam merupakan
faktor pembatas dalam produksi pertanian di dunia (Zahran, 1999; Edward et al.1991
dalam Graham dan Vance, 2000). Tanaman leguminosa pada umumnya bertumbuh baik
pada tanah netral atau sedikit masam, terutama bila tanaman tersebut sumber utama N
tergantung pada hasil fiksasi (Zahran, 1999).
Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman
kedelai dan kembang telang yang ditanam pada media tanah. Bobot kering akar sangat
penting untuk menentukan kemampuan tanaman beradaptasi di tanah masam.
Terhambatnya pertumbuhan akar tersebut diduga sebagai akibat dari kerusakan pada sel
tudung akar karena akumulasi Al yang tinggi pada inti sel yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman. Hambatan yang terjadi pada perakaran akan menyebabkan
terhambatnya penyerapan hara dan air yang perlu untuk pertumbuhan ke tubuh tanaman
(Marschner, 1995).
Akar, walaupun secara visual tidak nampak, merupakan komponen pokok dari
tanaman, baik dalam hal fungsi maupun dalam jumlah besarannya, yang biasanya dapat
mencapai 1/3 berat kering seluruh tubuh tanaman (Harjadi, 1996). Akar telah teradaptasi
strukturnya untuk tugas pokok yaitu absorpsi, pengukuhan tegaknya tanaman, dan tempat
penyimpanan.
Taraf pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah
bintil akar tanaman kedelai dan kembang telang. Ketahanan hidup Rhizobium di alam
sangat tergantung pada kondisi tanah, terutama pH (Gardner et al. 1991). Tanah masam
mungkin kehilangan rhizobia yang membutuhkan pH tinggi. Selanjutnya Zahran (1999)
mengemukakan bahwa tanah masam merupakan faktor pembatas dalam proses fiksasi N2
secara simbiosis, membatasi ketahanan hidup rhizobium dan menurunkan jumlah bintil
akar.
Berdasarkan hasil analisa tanah yang dilakukan setelah penelitian selesai
menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah unsur hara Mo dalam tanah (Tabel
Lampiran 29). Penambahan unsur hara Mo sebesar 2,81 mg/pot kandungan Mo dalam
tanah adalah 0,76 ppm, penambahan Mo sebesar 5,62 mg/pot kandungan unsur hara Mo
dalam tanah adalah 1,51 ppm dan penambahan unsur hara Mo sebesar 8,42 mg/pot
kandungan unsur hara Mo dalam tanah 1,89 ppm. Menurut Rosmarkam dan Yuwono,
(2002), harkat Mo dalam tanah adalah sangat tinggi (> 1,50 ppm); tinggi (1,10 – 1,50
ppm); sedang (0,51 – 1,00 ppm); rendah (0,11 – 0,50 ppm), dan sangat rendah (< 0,10
ppm). Berdasarkan hal tersebut maka taraf pemberian Mo sebesar 5,62 dan 8,42 mg/pot,
harkat Mo dalam tanah tergolong tinggi.
Walaupun taraf Mo dalam tanah tergolong tinggi, hasil penelitian belum
menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini diduga disebabkan karena Mo dapat membentuk
senyawa kompleks dengan bahan organik tanah. Ikatan ini dikenal dengan khelat yang
bermanfaat melindungi Mo dari fiksasi oleh tanah lempung. Senyawa organik yang
mengikat Mo tersebut adalah gugus ortho hidroksil, yang meliputi alkohol, phenol, asam
hidroksi, dan asam organik mono basis (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Ismunadji dan
Mahmud (1985) mengemukakan bahwa kadar Mo total tanah pertanian mempunyai
kisaran 0,2-10 ppm. Mo berada dalam tanah dalam bentuk oksikompleks (MoO42-). Sifat
molibdat di dalam tanah mirip dengan fosfat atau sulfat. Molibdat terjerap pada mineral
tanah dan koloid. Jerapan ini sangat erat hubungannya dengan pH tanah. Dalam keadaan
netral jerapan ini tidak kuat dan semakin kuat apabila tanah makin masam. Mo dalam
tanah juga dapat bergabung dengan senyawa yang mengandung N, misalnya tyrosin,
tiramin, lisitin, dan protein (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Kelarutan unsur hara tertentu di tanah dan laju penyerapannya oleh tanaman sangat
di pengaruhi oleh pH tanah (Salisbury dan Ross, 1995). Fosfat, yang kebanyakan terserap
dalam bentuk ion H2PO4- valensi satu, lebih segera terserap dari larutan hara dengan nilai
pH 5,5 – 6,5 ketimbang pH yang lebih rendah atau lebih tinggi. Pada tanah ber pH
rendah, yang mestinya banyak mengandung H2PO4-, konentrasi ion aluminium yang
sering tinggi menyebabkannya mengendap sebagai aluminium fosfat.
Mo yang larut air sangat sedikit (< 0,1 ppm) dan kelarutannya dipengaruhi oleh pH
tanah. Makin rendah pH tanah, makin rendah pula tingkat kelarutannya dan sebaliknya
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Hal ini diduga karena semakin rendah pH makin tinggi
kelarutan Fe dan Al (seskuioksida) yang kemudian Fe ini mengikat Mo. Ion MoO4sebagai anion terikat, sering menyelimuti lempung yang juga bermuatan negatif pada
permukaan luarnya. Selain itu Mo juga terikat dengan sequioksida (R2O3 – Al2O3 +
Fe2O3), terutama Fe2O3. Ikatan ini tergolong kuat dan tidak tersedia untuk tanaman.
Di samping faktor tersebut di atas, faktor lain yang diduga sebagai penyebab tidak
optimalnya produksi tanaman adalah terjadinya defisiensi unsur hara P. Defisiensi unsur
hara P pada tanah masam khususnya pada pH di bawah 5,5 terjadi karena P diikat oleh Al
(Marschner, 1995). Fosfor diperlukan oleh tanaman untuk mensintesis adenosin trifosfat
(ATP) yaitu, suatu senyawa organik yang berperan penting dalam berbagai reaksi
energetik pada proses metabolisme (Gardner et al., 1991; Salisbury dan Ross, 1992;
Marschner, 1995).
Konsentrasi ion hydrogen dan problem yang berhubungan dengan keracunan Al
dan Mn, kekurangan unsur hara Mo, Ca atau P dapat berkontribusi terhadap problem
tanah asam (Graham, 1992).
Hasil penelitian ini belum menunjukkan produksi tanaman yang optimal,
dikarenakan Mo tidak dapat diserap tanaman, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut
untuk
mempelajari
pemberian
unsur
hara
Mo
melalui
daun
dengan
membandingkan media tanam tanah dan pasir. Pemberian Mo melalui daun diduga dapat
mempercepat proses penyerapan unsur hara tersebut ke dalam tanaman.
PENGARUH PEMBERIAN UNSUR HARA MO MELALUI DAUN TERHADAP
PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM
TANAH DAN PASIR
Tanaman Kedelai
Hasil sidik ragam pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media
tanam tanah dan pasir menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh sangat nyata (P <
0,01) terhadap semua peubah tanaman kedelai yang diamati. Taraf pemberian Mo
menunjukkan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap peubah berat kering daun
tanaman kedelai. Interaksi antara media tanam dengan penambahan unsur hara Mo nyata
(P < 0,05) pada peubah berat kering daun tanaman kedelai (Tabel Lampiran 21).
Berat Kering Daun Tanaman Kedelai
Tabel 16. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun
terhadap berat kering daun tanaman kedelai
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Media tanam
0
0,14
0,28
Rataan
0,42
---------------------mg/tanaman------------------Tanah
390c
380c
400c
380c
390b
Pasir
790b
750b
930a
980a
860a
Rataan
590
560
660
680
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Media tanam berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap berat kering daun
tanaman kedelai, sedangkan taraf pemberian Mo dan interaksi antara media tanam
dengan taraf pemberian Mo berbeda nyata (P < 0,05) (Tabel 16). Rataan berat kering
daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir untuk semua taraf pemberian Mo
signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam tanah. Perbedaan terbesar
terjadi pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot. Hal ini diduga berkaitan erat dengan tidak
optimalnya pertumbuhan akar pada media tanam tanah. Sebagian besar unsur hara yang
diperlukan tanaman diserap dari media tanam oleh akar, kecuali karbon dan oksigen yang
diserap oleh daun (Lakitan, 2000).
Tabel 16 juga menunjukkan adanya perbedaan pola pengaruh pemberian Mo
terhadap berat kering daun tanaman kedelai antara media tanam pasir dan tanah. Berat
kering daun tanaman kedelai pada media tanam tanah tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata antara taraf pemberian Mo melalui daun. Hal ini diduga berkaitan erat dengan tidak
optimalnya pertumbuhan akar pada media tanam tanah. Namun demikian berat kering
daun tanaman kedelai pada media tanam pasir menunjukkan perbedaan yang nyata antara
taraf pemberian Mo 0,28 mg/pot (930 mg/tanaman) dan 0,42 mg/pot (980 mg/tanaman)
dibandingkan dengan taraf pemberian Mo 0 mg/pot (790 mg/tanaman) dan 0,14 mg/pot
(750 mg/tanaman). Berat kering daun tanaman kedelai pada media tanam pasir lebih
tinggi pada taraf pemberian Mo yang lebih tinggi. Berat kering daun tanaman kedelai
tertinggi pada media tanam pasir (980 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo
0,42 mg/pot.
Berat Kering Akar Tanaman Kedelai
Media tanam berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat kering akar
tanaman kedelai (Tabel 17). Rataan berat kering akar tanaman kedelai dengan media
tanam pasir (290 mg/tanaman) lebih tinggi 45% dibandingkan dengan media tanam tanah
(200 mg/tanaman). Hal ini menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap
sistem perakaran tanaman. Salisbury dan Ross (1995) dan Lakitan (2000) mengemukakan
bahwa faktor yang mempengaruhi pola penyebaran akar tanaman antara lain adalah
penghalang mekanis, suhu tanah, aerasi, ketersediaan air, dan ketersediaan unsur hara.
Selanjutnya Gardner et al. (1991) mengemukakan bahwa lingkungan tanah, baik secara
langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan akar tanaman.
Faktor-faktor di atas tanah yang mempengaruhi pertumbuhan pucuk, terutama transport
karbohodrat ke akar, dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan akar,
seperti juga faktor-faktor rizosfer (yaitu kelembapan, temperatur, kandungan nutrisi,
bahan beracun, dan agen biologis).
Taraf pemberian Mo melalui daun dan interaksi antara pemberian Mo dan media
tanam tidak berpengaruh nyata terhadap rataan berat kering akar tanaman kedelai (Tabel
17).
Tabel 17. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun
terhadap berat kering akar tanaman kedelai
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Media tanam
0
0,14
0,28
Rataan
0,42
-------------------mg/tanaman--------------------Tanah
190
220
200
200
200b
Pasir
260
310
310
300
290a
Rataan
230
270
250
250
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai
Hasil sidik ragam pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media
tanam tanah dan pasir menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh sangat nyata
terhadap peubah jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai yang
diamati (Tabel Lampiran 22). Media tanam berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap
jumlah bintil akar tanaman kedelai (Tabel 18). Rataan jumlah bintil akar tanaman kedelai
pada media tanam pasir (24,5 buah/tanaman) lebih tinggi 127% dan berbeda sangat nyata
dibandingkan dengan media tanam tanah (10,8 buah/tanaman). Hal ini menunjukkan
bahwa perkembangan bintil akar tanaman kedelai lebih baik pada media tanam pasir
dibandingkan dengan media tanam tanah.
Taraf pemberian Mo melalui daun tidak berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah
bintil akar tanaman kedelai (Tabel 18).
Tabel 18. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun
terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Media tanam
0
0,14
0,28
Rataan
0,42
--------------------buah/tanaman--------------------Tanah
11,4
11,5
9,9
10,3
10,8b
Pasir
29,7
31,2
24,9
28,1
24,5a
Rataan
20,6
21,4
17,4
19,2
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Taraf pemberian Mo dan interaksi antara media tanam dan taraf pemberian Mo
berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap rataan berat segar bintil akar tanaman
kedelai (Tabel 19). Rataan berat segar bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam
pasir pada semua taraf pemberian Mo lebih tinggi dan sangat nyata dibandingkan dengan
media tanam tanah.
Peningkatan berat segar bintil akar tanaman kedelai tertinggi terdapat pada
perlakuan taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot yaitu dari 127,7 mg/tanaman untuk keadaan
tanpa Mo menjadi 179,5 mg/tanaman, atau meningkat sebesar 41%.
Pada Tabel 19 juga menunjukkan adanya perbedaan pola pengaruh pemberian Mo
terhadap berat segar bintil akar tanaman kedelai antara media tanam tanah dan pasir.
Berat segar bintil akar pada media tanam tanah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
antara taraf pemberian Mo melalui daun. Hal ini diduga berkaitan dengan keasaman
tanah yang digunakan pada penelitian ini. Ketahanan hidup Rhizobium di alam sangat
tergantung pada kondisi tanah, terutama pH (Gardner et al. 1991). Tanah masam
mungkin kehilangan rhizobia yang membutuhkan pH tinggi. Selanjutnya Zahran (1999)
mengemukakan bahwa tanah masam merupakan faktor pembatas dalam proses fiksasi N2
secara simbiosis, membatasi ketahanan hidup rhizobium dan menurunkan jumlah bintil
akar.
Taraf pemberian Mo melalui daun pada media tanam pasir menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap berat segar bintil akar tanaman kedelai antara taraf
pemberian Mo 0,42 mg/pot dibandingkan dengan taraf pemberian Mo lainnya. Berat
segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir (323,9 mg/tanaman) tertinggi
terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/l, lebih tinggi 49%, 29% dan 21% serta
berbeda nyata dibandingkan taraf pemberian Mo 0 mg/pot (217,7 mg/tanaman), 0,14
mg/pot (251,7 mg/tanaman) dan 0,28 mg/pot (268,2 mg/tanaman), berturut-turut (Tabel
19). Hal ini memperkuat hasil yang dicapai pada penelitian sebelumnya yang
membuktikan bahwa unsur hara molibdenum berperan dalam pembentukan bintil akar.
Tabel 19. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun
terhadap berat segar bintil akar tanaman kedelai
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Media tanam
0
0,14
0,28
Rataan
0,42
----------------------mg/tanaman--------------------Tanah
37,7d
42,7d
39,8d
35,1d
38,8b
Pasir
217,7c
251,7bc
268,2b
323,9a
265,4a
Rataan
127,7
147,2
154,0
179,5
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Taraf pemberian Mo dan interaksi antara media tanam dan taraf pemberian Mo
berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap rataan berat kering bintil akar tanaman
kedelai (Tabel 20). Rataan berat kering bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam
pasir pada semua taraf pemberian Mo lebih tinggi dan sangat nyata dibandingkan dengan
media tanam tanah. Rataan berat kering bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam
pasir (59,3 mg/tanaman) lebih tinggi 538% dan berbeda sangat nyata dibandingkan
dengan media tanam tanah (9,3 mg/tanaman).
Peningkatan berat kering bintil akar tanaman kedelai tertinggi terdapat pada
perlakuan taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot yaitu dari 33,0 mg/tanaman untuk keadaan
tanpa Mo menjadi 41,6 mg/tanaman, atau meningkat sebesar 26%.
Pada Tabel 20 juga menunjukkan adanya perbedaan pola pengaruh pemberian Mo
terhadap berat kering bintil akar tanaman kedelai antara media tanam tanah dan pasir.
Taraf pemberian Mo melalui daun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap
berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah, namun pada media
tanam pasir terdapat perbedaan yang nyata antara taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot
dengan taraf pemberian Mo lainnya. Berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media
tanam pasir meningkat dari 56,3 mg/tanaman untuk keadaan tanpa Mo menjadi 74,6
mg/tanaman pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot, atau lebih tinggi 33%.
Tabel 20. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun
terhadap berat kering bintil akar tanaman kedelai
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Media tanam
0
0,14
0,28
Rataan
0,42
---------------------mg/tanaman----------------------Tanah
9,7c
10,5c
8,7c
8,6c
9,3b
Pasir
56,3b
52,4b
54,0b
74,6a
59,3a
Rataan
33,0
31,5
31,3
41,6
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan
jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB)
tanaman kedelai pada media tanam tanah terdapat pada Tabel Lampiran 23, sedangkan
pada media tanam pasir terdapat pada Tabel Lampiran 24.
Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai
dengan jumlah bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah ( r = 0,575**) terlihat
bahwa terdapat korelasi yang sedang dan sangat nyata antara jumlah bintil akar dengan
berat kering daun tanaman kedelai, yang berarti bahwa semakin tinggi jumlah bintil akar
maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai yang diinokulasi dengan
inokulan Nodulin Plus (Gambar 28), sedangkan untuk tanaman kedelai yang ditanam
pada media tanam pasir, tidak ada hubungan antara berat kering daun dengan jumlah
bintil akar tanaman kedelai (r = 0,223ns).
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
y = 25.579x + 109.63
550
500
450
400
350
300
250
200
150
100
5
7
9
11
13
15
Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman)
Gambar 28. Pendugaan hubungan linier antara total berat kering daun dengan
jumlah bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah
Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai
dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah ( r = 0,852**)
terlihat bahwa terdapat korelasi yang tinggi dan sangat nyata dan pada media tanam pasir
(r = 0,608**) terlihat bahwa terdapat korelasi yang sedang dan sangat nyata, yang berarti
bahwa semakin tinggi berat segar bintil akar maka semakin tinggi pula berat kering daun
tanaman kedelai yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus. Pendugaan hubungan
linier antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar pada media tanam tanah
terdapat pada Gambar 29, sedangkan pendugaan hubungan linier antara berat kering daun
dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir terdapat pada
Gambar 30.
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
y = 5.9899x + 152.59
550
500
450
400
350
300
250
200
150
100
10
20
30
40
50
60
Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman)
Gambar 29. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat
segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah
y = 22.486x + 175.23
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
600
500
400
300
200
100
0
4
9
14
Berat Kering Bintil Akar (mg/tanaman)
Gambar 30. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat
kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir
Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai
dengan berat kering bintil akar pada media tanam tanah ( r = 0,729**) terlihat bahwa
terdapat korelasi yang sedang dan sangat nyata, yang berarti bahwa semakin tinggi berat
kering bintil akar maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai yang
diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus (Gambar 31). Pada media tanam pasir (r =
0,485*) terdapat korelasi yang rendah dan nyata antara berat kering daun dengan berat
kering bintil akar tanaman kedelai (Gambar 32).
y = 1.556x + 449.58
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
1200
1100
1000
900
800
700
600
500
400
150
200
250
300
350
400
Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman)
Gambar 31. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat
segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah
Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai
dengan berat kering bintil akar pada media tanam pasir (r = 0,485*) terdapat korelasi
yang rendah dan nyata antara berat kering daun dengan berat kering bintil akar tanaman
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
kedelai (Gambar 32).
y = 4.8066x + 577.37
1200
1100
1000
900
800
700
600
500
400
25
45
65
85
Berat Kering Bintil Akar (mg/tanaman)
105
Gambar 32. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat
kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir
Tanaman Kembang Telang
Hasil sidik ragam pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media
tanam tanah dan pasir menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap
peubah berat kering daun dan berat kering akar tanaman kembang telang yang diamati
(Tabel Lampiran 25), tetapi taraf pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang
nyata. Demikian pula halnya interaksi antara pemberian unsur hara Mo melalui daun
dengan media tanam tidak berpengaruh nyata.
Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang
Tabel 21. Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo melalui daun terhadap
berat kering daun tanaman kembang telang
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Media tanam
0
0,14
0,28
Rataan
0,42
----------------------mg/tanaman--------------------Tanah
124
136
138
162
140b
Pasir
232
228
180
204
211a
Rataan
178
182
159
183
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Media tanam berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap rataan berat kering daun
tanaman kembang telang (Tabel 21). Rataan berat kering daun tanaman kembang telang
pada media tanam pasir (211 mg/tanaman) lebih tinggi 51% dan berbeda sangat nyata
dibandingkan dengan media tanam tanah (140 mg/tanaman).
Taraf pemberian Mo melalui daun tidak berpengaruh nyata terhadap rataan berat
kering daun tanaman kembang telang (Tabel 21), demikian pula interaksi antara media
tanam dengan taraf pemberian Mo melalui daun tidak berbeda nyata. Terdapat
kecenderungan bahwa pada media tanam tanah taraf pemberian unsur hara melalui daun
peningkatan taraf pemberian Mo melalui daun meningkatkan berat kering daun, tetapi
pada media tanam pasir, peningkatan taraf pemberian unsur hara Mo cenderung
menurunkan berat kering daun. Keadaan ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya
bahwa pemberian unsur hara Mo akan menekan pertumbuhan tanaman kembang telang.
Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang
Tabel 22. Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo melalui daun terhadap
berat kering akar tanaman kembang telang
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Media tanam
0
0,14
0,28
Rataan
0,42
----------------------mg/tanaman--------------------Tanah
62
66
84
72
71b
Pasir
118
152
124
124
129a
Rataan
90
109
104
98
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Media tanam berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap berat kering akar
tanaman kembang telang (Tabel 22). Rataan berat kering akar tanaman kembang telang
pada media tanam pasir (129 mg/tanaman) lebih tinggi 82% dan berbeda sangat nyata
dibandingkan dengan berat kering akar pada media tanam tanah (71 mg/tanaman).
Taraf pemberian Mo dan interaksi antara taraf pemberian Mo dengan media tanam
tidak berpengaruh nyata terhadap rataan berat kering akar tanaman kembang telang
(Tabel 22).
Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang
Hasil sidik ragam pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media
tanam tanah dan pasir menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh sangat nyata (P <
0,01) terhadap peubah jumlah bintil akar, berat segar bintil akar dan berat kering bintil
akar tanaman kembang telang yang diamati (Tabel Lampiran 26), tetapi taraf pemberian
Mo melalui daun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Interaksi antara media tanam
dengan pemberian unsur hara Mo nyata (P < 0,05) pada setiap peubah yang diamati.
Media tanam hanya berpengaruh pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot terhadap
jumlah bintil akar tanaman kembang telang, sedangkan pada taraf pemberian Mo 0, 0,14,
dan 0,28 mg/pot tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang
telang pada media tanam tanah dan pasir (Tabel 23). Rataan jumlah bintil akar tanaman
kembang telang pada media tanam pasir pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot (10,6
buah/tanaman) lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam tanah (1,0 buah/tanaman).
Tabel 23. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun
terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Media tanam
0
0,14
0,28
Rataan
0,42
--------------------buah/tanaman--------------------Tanah
2,6bc
2,0bc
1,0c
1,0c
1,7b
Pasir
2,4bc
5,6b
4,4b
10,6a
5,8a
2,5
3,8
2,7
5,9
Rataan
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Tabel 23 menunjukkan adanya perbedaan pola pemberian Mo terhadap jumlah
bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah dan pasir. Jumlah bintil akar
tanaman kembang telang pada media tanam tanah tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata antara taraf pemberian Mo, sedangkan pada media tanam pasir jumlah bintil akar
tanaman kembang telang tertinggi pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot (10,6
buah/tanaman), lebih tinggi 324%, 89% dan 141% dibandingkan taraf pemberian Mo 0,
0,14 dan 0,28 mg/pot, berturut-turut. Selanjutnya, taraf pemberian Mo 0,14 mg/pot lebih
tinggi 133% dan berbeda nyata dibandingkan tanpa pemberian Mo.
Media tanam berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat segar bintil akar
tanaman kembang telang (Tabel 24). Rataan berat segar bintil akar pada media tanam
pasir (26,4 mg/tanaman) lebih tinggi 408% dan berbeda sangat nyata dibandingkan
dengan media tanam tanah (5,2 mg/tanaman).
Tabel 24. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun
terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Media tanam
0
0,14
0,28
Rataan
0,42
-----------------------mg/tanaman-------------------Tanah
6,0bc
6,5c
3,4c
5,1c
5,2b
Pasir
9,7c
22,4b
25,5b
48,0a
26,4a
Rataan
7,8
14,5
14,5
26,6
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Media tanam hanya berpengaruh pada taraf pemberian Mo 0,14; 0,28 dan 0,42
mg/pot terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang, sedangkan pada taraf
pemberian Mo 0 mg/pot tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar bintil akar tanaman
kembang telang pada media tanam tanah dan pasir (Tabel 24). Rataan berat segar bintil
akar tanaman kembang telang pada media tanam pasir pada taraf pemberian Mo 0,42
mg/pot (48,0 mg/tanaman) lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam tanah (5,1
mg/tanaman).
Tabel 24 menunjukkan adanya perbedaan pola pemberian Mo terhadap berat segar
bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah dan pasir. Taraf pemberian
Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang
pada media tanam tanah, sedangkan pada media tanam pasir rataan berat segar bintil akar
tertingi (48,0 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot, lebih tinggi
serta berbeda nyata dibandingkan taraf pemberian Mo 0; 0,14 dan 0,28 mg/pot.
Media tanam berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat kering bintil akar
tanaman kembang telang (Tabel 25). Rataan berat kering bintil akar tanaman kembang
telang pada media tanam pasir (4,5 mg/tanaman) lebih tinggi 400% dan berbeda sangat
nyata dibandingkan dengan media tanam tanah (0,9 mg/tanaman).
Tabel 25. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun
terhadap berat kering bintil akar tanaman kembang telang
Taraf pemberian Mo (mg/pot)
Media tanam
0
0,14
0,28
Rataan
0,42
--------------------mg/tanaman-----------------------Tanah
1,7bc
1,1bc
0,4c
0,6c
0,9b
Pasir
1,8bc
4,0b
4,2b
8,0a
4,5a
1,8
2,6
2,3
4,3
Rataan
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Media tanam hanya berpengaruh pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot terhadap
berat kering bintil akar tanaman kembang telang, sedangkan pada taraf pemberian Mo 0;
0,14, dan 0,28 mg/pot tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar bintil akar tanaman
kembang telang pada media tanam tanah dan pasir (Tabel 25). Rataan berat segar bintil
akar tanaman kembang telang pada media tanam pasir pada taraf pemberian Mo 0,42
mg/pot (8,0 mg/tanaman) lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam tanah (0,6
mg/tanaman).
Tabel 25 menunjukkan adanya perbedaan pola pemberian Mo terhadap berat segar
kering bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah dan pasir. Taraf
pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang
telang pada media tanam tanah, sedangkan pada media tanam pasir rataan berat segar
bintil akar tertingi (8,0 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot, lebih
tinggi serta berbeda nyata dibandingkan taraf pemberian Mo 0; 0,14 dan 0,28 mg/pot
Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan
jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB)
tanaman kembang telang pada media tanam tanah terdapat pada Tabel Lampiran 27,
sedangkan pada media tanam pasir terdapat pada Tabel Lampiran 28.
Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kembang
telang dengan jumlah bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah ( r =
0,458*) terlihat bahwa terdapat korelasi yang rendah dan nyata, yang berarti bahwa
semakin tinggi jumlah bintil akar, semakin tinggi pula berat kering daun tanaman
kembang telang yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus (Gambar 33),
y = 2.8513x + 123.61
Berat Kering Daun (mg/tanaman)
210
190
170
150
130
110
90
70
50
0
5
10
15
20
Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman)
Gambar 33. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan
jumlah bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah
Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kembang
telang dengan berat segar bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah ( r
= 0,442*) terlihat bahwa terdapat korelasi yang rendah dan nyata, yang berarti bahwa
semakin tinggi berat segar bintil akar, semakin tinggi pula berat kering daun tanaman
kembang telang yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus (Gambar 34),
y = 0.5783x + 124.73
Berat Kering Daun (mgtanaman)
210
190
170
150
130
110
90
70
50
0
20
40
60
80
Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman)
Gambar .34 Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan
berat segar bintil akar tanaman kembeng telang pada media tanam
tanah
Berbeda halnya dengan media tanam tanah, pada media tanam pasir tidak terdapat
korelasi yang nyata antara berat kering daun tanaman kembang telang dengan jumlah
bintil akar ( r = 0,01ns), berat segar bintil akar ( r = 0,29ns) dan berat kering bintil akar ( r
= 0,12ns), yang berarti bahwa berat kering daun tidak berkorelasi dengan jumlah bintil
akar, berat segar bintil akar dan berat kering bintil akar tanam kembang telang yang
diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus.
Pembahasan
Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering daun tanaman kedelai
dan tanaman kembang telang. Rataan berat kering daun tanaman kedelai pada media
tanam pasir (860 mg/tanaman) lebih tinggi 120% dan berbeda sangat nyata dibandingkan
dengan media tanam tanah (390 mg/tanaman), sedangkan rataan berat kering daun
tanaman kembang telang pada media tanam pasir (211 mg/tanaman) lebih tinggi 51% dan
berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah (140 mg/tanaman). Hasil
penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya, bahwa pada media tanam tanah
pertumbuhan tanaman tidak optimal yang diduga disebabkan oleh pH tanah yang rendah.
Taraf pemberian Mo melalui daun berpengaruh nyata terhadap berat kering daun
tanaman kedelai pada media tanam pasir. Berat kering daun tanaman kedelai pada media
tanam pasir menunjukkan hasil yang lebih tinggi dan berbeda nyata antara taraf
pemberian Mo 0,28 dan 0,42 mg/pot dibandingkan dengan taraf pemberian 0 dan 0,14
mg/pot. Pada media tanam tanah, taraf pemberian Mo melalui daun tidak berpengaruh
nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kedelai lebih tanggap terhadap pemberian
unsur hara Mo melalui daun pada media tanam pasir dibandingkan media tanam tanah
terhadap berat kering daun. Taraf pemberian hingga 0,42 mg/pot nyata meningkatkan
berat kering daun tanaman kedelai. Berbeda halnya dengan tanaman kedelai, pada
tanaman kembang telang, taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun pada media tanam
pasir maupun tanah berat kering daun tidak berbeda nyata. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa tanggap tanaman kedelai lebih baik bila diberi unsur hara Mo melalui daun pada
media tanam pasir dibandingkan dengan tanaman kembang telang.
Tidak adanya respon tanaman kedelai terhadap penambahan unsur hara Mo melalui
daun pada media tanam tanah diduga berkaitan erat dengan perkembangan akar tanaman
tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap
berat kering akar tanaman kedelai. Rataan berat kering akar tanaman kedelai dengan
media tanam pasir lebih tinggi 45% dan berbeda nyata dibandingkan dengan media tanam
tanah. Hal ini menunjukkan bahwa pada media tanam tanah pertumbuhan akar tidak
optimal. Hambatan yang terjadi pada perakaran akan menyebabkan terhambatnya
penyerapan hara dan air yang perlu untuk pertumbuhan ke tubuh tanaman (Marschner,
1995).
Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai
dan kembang telang. Rataan jumlah bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam
pasir lebih tinggi 127% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam
tanah.
Taraf pemberian Mo melalui daun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil
akar tanaman kedelai pada media tanam tanah, tetapi pada media tanam pasir jumlah
bintil akar tanaman kedelai pada taraf pemberian Mo 0,14 mg/pot berbeda nyata dengan
taraf pemberian Mo 0,28 mg/pot. Hal ini memperkuat hasil yang dicapai pada penelitian
sebelumnya yang membuktikan bahwa unsur hara molibdenum berperan dalam
pembentukan bintil akar. Berbeda halnya dengan tanaman kembang telang, taraf
pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang
telang, tetapi interaksi antara media tanam dengan taraf pemberian Mo berpengaruh nyata
terhadap jumlah bintil akar. Hal ini diduga disebabkan karena pengaruh pemberian unsur
hara Mo hanya berpengaruh nyata pada media tanam pasir.
Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap berat segar bintil akar tanaman
kedelai dan kembang telang. Rataan berat segar bintil akar tanaman kedelai dengan
media tanam pasir lebih tinggi 584% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan
media tanam tanah. Rataan berat segar bintil akar kembang telang pada media tanam
pasir lebih tinggi 408% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam
tanah.
Berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah tertinggi terdapat
pada taraf pemberian Mo 24 mg/l. Berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media
tanam pasir tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot. Hal ini
menunjukkan bahwa taraf pemberian Mo yang optimal pada media tanam tanah adalah
0,14 mg/pot, sedangkan pada media tanam pasir 0,42 mg/pot.
Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar bintil akar
tanaman kembang telang, tetapi interaksi antara media tanam dengan taraf pemberian Mo
nyata. Rataan berat segar bintil akar tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42
mg/pot.
Pada media tanam tanah berat segar bintil akar tanaman kembang telang tertinggi
terdapat pada taraf pemberian Mo 0,14 mg/pot, sedangkan pada media tanam pasir berat
segar bintil akar tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot.
Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering bintil akar tanaman
kedelai dan kembang telang. Rataan berat kering bintil akar tanaman kedelai dengan
media tanam pasir lebih tinggi 538% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan
media tanam tanah. Rataan berat kering bintil akar tanaman kembang telang pada media
tanam pasir lebih tinggi 400% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media
tanam tanah.
Taraf pemberian Mo berpengaruh nyata terhadap berat kering bintil akar tanaman
kedelai. Rataan berat kering bintil akar tanaman kedelai tertinggi (74,6 mg/tanaman)
terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot pada media tanam pasir.
Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering bintil akar
tanaman kembang telang, tetapi interaksi antara media tanam dengan taraf pemberian Mo
nyata. Rataan berat kering bintil akar tanaman kembang telang tertinggi (8,0
mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot pada media tanam pasir.
Terdapat korelasi yang rendah dan sangat nyata antara jumlah bintil akar dengan
berat kering daun tanaman kedelai pada media tanam tanah yang ditunjukkan dengan
nilai korelasi 57,5%, sedangkan pada media tanam pasir, korelasinya tidak nyata. Pada
tanaman kembang telang tidak terdapat korelasi antara berat kering daun dengan jumlah
bintil akar, baik pada media tanam tanah ataupun pasir.
Korelasi yang tinggi dan sangat nyata terlihat pula antara berat kering daun
tanaman kedelai dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah
yang ditunjukkan dengan nilai korelasi 85,2%, dan pada media tanam pasir dengan nilai
korelasi 60,8%. yang berarti bahwa semakin tinggi berat segar bintil akar maka semakin
tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin
Plus. Pada tanaman kembang telang tidak terdapat korelasi antara berat kering daun
dengan berat segar bintil akar, baik pada media tanam tanah ataupun pasir.
Korelasi yang tinggi dan sangat nyata terlihat pula antara berat kering daun
tanaman kedelai dengan berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah
yang ditunjukkan dengan nilai korelasi 72,9%, dan pada media tanam pasir dengan nilai
korelasi 48,5%. yang berarti bahwa semakin tinggi berat kering bintil akar maka semakin
tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin
Plus. Pada tanaman kembang telang tidak terdapat korelasi antara berat kering daun
dengan berat kering bintil akar, baik pada media tanam tanah ataupun pasir.
PEMBAHASAN UMUM
Hasil penelitian tentang kompatibilitas empat jenis leguminosa herba dan Nodulin
Plus sebagai inokulan menunjukkan bahwa tanaman kedelai dan kembang telang
membentuk bintil akar 14 hari setelah diinokulasi, sedangkan tanaman kacang pintoi dan
siratro tidak. Terbentuknya bintil akar merupakan indikasi keberhasilan inokulasi. Bintil
akar yang terbentuk pada kedelai dan kembang telang menunjukkan bahwa rhizobium
pada Nodulin Plus memiliki kesesuaian dengan kedua tanaman tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat spesifisitas tanaman leguminosa herba terhadap kebutuhan
inokulan. Schultze dan Kondorosi (1998) mengemukakan bahwa interaksi antara rhizobia
dengan tanaman sangat tergantung pada inang yang didasarkan pada pertukaran signal
unsur kimia antara partner yang bersimbiosis.
Pengaruh inokulan sangat nyata meningkatkan produksi tanaman kedelai dan
kembang telang. Peningkatan berat kering daun yang diikuti peningkatan berat bintil akar
mengindikasikan bahwa bintil akar yang terbentuk akibat pemberian Nodulin Plus sangat
efektif menambat N. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya keeratan hubungan antara
nilai total N pada daun dengan berat segar bintil akar yang ditunjukkan dengan nilai
korelasi antara keduanya. Pada tanaman kedelai keeratan hubungan antara nilai total N
pada daun dengan berat segar bintil akar yang ditunjukkan dengan nilai korelasi antara
keduanya sebesar 67,9% (r = 0,679*), sedangkan pada tanaman kembang telang keeratan
hubungan antara total N daun dengan berat kering bintil akar ditunjukkan dengan nilai
korelasi antara keduanya sebesar 57,6% (r = 0,576*).
Nitrogen hasil penambatan relatif lebih banyak terjadi pada kedelai dibandingkan
pada kembang telang. Hal ini terlihat dari tingginya nilai serapan dan akumulasi bahan
kering daun pada kedelai. Rataan serapan nitrogen daun tanaman kedelai pada perlakuan
tanpa N plus inokulasi lebih tinggi 180% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan
kontrol, sedangkan pada tanaman kembang telang tidak berbeda nyata, yang berarti
bahwa efektivitas penambatan nitrogen lebih tinggi pada tanaman kedelai dibandingkan
tanaman kembang telang. Hal ini dikarenakan inokulan yang digunakan lebih cocok pada
tanaman kedelai dibandingkan dengan tanaman kembang telang. Zhang et al. (2002)
mengemukakan bahwa strains rhizobia cenderung memfiksasi lebih baik pada tanaman
leguminosa asal rhizobia tersebut diisolasi. Jumlah N2 yang difiksasi oleh asosiasi
leguminosa sangat bervariasi, tergantung pada jenis leguminosanya, kultivarnya, spesies
dan galur (strain) bakterinya (Gardner et al. (1991). Efektivitas penambatan N2
ditentukan pula oleh adanya keterpaduan genetik galur rhizobia, jenis dan tingkat varietas
leguminosa yang bersimbiose (Purwantari 1988).
Lebih tingginya serapan N pada tanaman kedelai dibandingkan dengan tanaman
kembang telang ditunjukkan pula oleh angka koefisien korelasi antara berat kering daun
dengan berat segar dan berat kering bintil akar. Pada tanaman kedelai berat kering daun
nyata memiliki hubungan dengan berat segar bintil akar (r = 0,707**) dan berat kering
bintil akar (r = 0,639*). Hal ini menunjukkan bahwa berat bintil akar berperan penting
terhadap akumulasi bahan kering pada daun kedelai, yaitu semakin tinggi nilai berat
segar dan kering bintil akar semakin tinggi nilai berat kering daun tanaman kedelai.
Berbeda halnya dengan tanaman kembang telang, hasil analisa koefisien korelasi antara
berat kering daun dengan berat segar bintil akar (0,348 ns) dan berat kering bintil akar
(0,295 ns) menunjukkan bahwa berat kering daun tidak memiliki hubungan yang erat
dengan berat segar dan kering bintil akar.
Pemberian unsur hara Mo pada tanaman kembang telang berpengaruh nyata
terhadap jumlah bintil akar dan berat segar bintil akar. Rataan jumlah bintil akar tanaman
kembang telang yang diberi unsur hara Mo lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
tanpa Mo. Demikian juga halnya dengan berat segar bintil akar, penambahan Mo pada
taraf 17,78 mg/pot nyata meningkatkan berat segar bintil akar. Keadaan ini menunjukkan
bahwa keberadaan Mo pada tanah bagi tanaman kembang telang sangat penting dalam
membentuk bintil akar, meskipun disadari bahwa Mo bukan satu-satunya faktor yang
berpengaruh terhadap pembentukan bintil akar. Terdapat interaksi yang nyata antara taraf
pemberian Mo dengan perlakuan inokulasi terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang
telang. Ketersediaan Mo berhubungan erat dengan perkembangan bintil akar (Anderson,
1956 dalam Kaiser et al. 2005). Penambahan Mo melalui tanaman akan disalurkan ke
membran sel bintil akar untuk membentuk enzim nitrogenase, namun hingga saat ini
belum ada informasi mengenai mekanisme yang mengontrol transportasi Mo ke bintil
akar (Kaiser et al. 2005).
Penambahan unsur hara Mo melalui media tanam pada tanaman kedelai tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah yang diamati. Hal ini terlihat pula
pada penelitian selanjutnya yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata dari
taraf pemberian unsur hara Mo terhadap aktivitas enzim nitrogenase. Taraf pemberian
Mo hanya menunjukkan pola perubahan aktivitas enzim nitrogenase yang sama antara
tanaman kedelai dan kembang telang. Peran Mo sangat penting pada tanaman berumur 30
hari, ditunjukkan dengan adanya kecenderungan pola meningkatnya aktivitas enzim
nitrogenase jika secara bertahap Mo ditambahkan. Tetapi pada umur 20 dan 40 hari pola
aktivitas enzimatik cenderung tidak tergantung dari keberadaan Mo pada media. Namun
demikian secara statistik tidak berbeda nyata.
Untuk dapat berfungsi dengan baik enzim nitrogenase membutuhkan unsur hara
Mo (Vitousek et al., 2002), tetapi dalam penelitian ini terlihat bahwa enzim nitrogenase
belum dapat berfungsi dengan baik. Hal ini diduga disebabkan karena unsur hara Mo
yang ada tidak tersedia bagi tanaman. Oksidasi Mo dalam media tanam bervariasi dari II
hingga IV, tetapi hanya bentuk soluble Mo (IV) yang tersedia bagi tanaman (Fortescue,
1992 dalam Mendel dan Hansch, 2002). Selanjutnya Rosmarkam dan Yuwono (2002)
melaporkan bahwa ketersediaan Mo dalam media tanam dipengaruhi oleh perubahan
suasana reduksi oksidasi, mikroorganisme dan harkat Mo tersedia.
Pemberian Mo melalui media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap peubah yang
diamati pada tanaman kedelai dan kembang telang yang ditanam pada media tanah. Tidak
terdapatnya pengaruh pemberian Mo tersebut diduga disebabkan oleh media tanam tanah
yang digunakan. Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah Ciawi,
dicirikan dengan pH masam. Hakim et al., (1986) mengemukakan bahwa keadaan tanah
sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara Mo. Ketersediaannya sangat dipengaruhi
oleh pH tanah. Pada pH rendah hampir tidak ada Mo yang tersedia. Selanjutnya
Rosmarkam dan Yuwono (2002) melaporkan bahwa unsur hara Mo dapat membentuk
kompleks dengan bahan organik tanah. Ikatan ini dikenal dengan khelat yang bermanfaat
melindungi Mo dari fiksasi oleh lempung. Senyawa organik yang mengikat Mo tersebut
adalah ortho hidroksil yang meliputi alkohol, phenol, asam hidroksi dan asam organik
mono basis. Mo dalam tanah juga dapat bergabung dengan senyawa yang mengandung
N, misalnya tirosin, tiramin, lisitin, dan protein.
Tanaman leguminosa pada umumnya bertumbuh baik pada tanah netral atau sedikit
masam, terutama bila tanaman tersebut sumber utama N tergantung pada hasil fiksasi
(Zahran, 1999). Tanah masam mungkin kehilangan rhizobium yang membutuhkan pH
tinggi (Gardner et al. 1991). Selanjutnya Zahran (1999) mengemukakan bahwa tanah
masam merupakan faktor pembatas dalam proses fiksasi N2 secara simbiosis, membatasi
ketahanan hidup rhizobium dan menurunkan jumlah bintil akar.
Taraf pemberian Mo melalui media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap berat
kering akar tanaman kedelai yang ditanam pada media tanah. Bobot kering akar sangat
penting untuk menentukan kemampuan tanaman beradaptasi di tanah masam.
Terhambatnya pertumbuhan akar tersebut diduga sebagai akibat dari kerusakan pada sel
tudung akar karena akumulasi Al yang tinggi pada inti sel yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman. Hambatan yang terjadi pada perakaran akan menyebabkan
terhambatnya penyerapan hara dan air yang perlu untuk pertumbuhan ke tubuh tanaman.
Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering daun tanaman kedelai
dan tanaman kembang telang. Rataan berat kering daun tanaman kedelai lebih tinggi
120% dan kembang telang 51% pada media tanam pasir dibandingkan dengan media
tanam tanah. Hal ini diduga berkaitan erat dengan tidak optimalnya pertumbuhan akar
pada media tanam tanah. Sebagian besar unsur hara yang diperlukan tanaman diserap dari
media tanam oleh akar, kecuali karbon dan oksigen (Lakitan, 2000). Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian sebelumnya, bahwa pada media tanam tanah pertumbuhan
tanaman tidak optimal yang diduga disebabkan oleh pH tanah yang rendah.
Media tanam berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman kedelai dan
kembang telang. Rataan berat kering akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir
lebih tinggi 31% dan berbeda nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Rataan
berat kering akar tanaman kembang telang pada media tanam pasir lebih tinggi 45% dan
berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Hal ini menunjukkan
bahwa pada media tanam tanah pertumbuhan akar tidak optimal.
Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah, berat segar dan berat
kering bintil akar tanaman kedelai dan kembang telang. Rataan jumlah bintil akar
tanaman kedelai dengan media tanam pasir lebih tinggi 62% dan berbeda sangat nyata
dibandingkan dengan media tanam tanah, sedangkan pada tanaman kembang telang,
jumlah bintil akar pada media tanam pasir lebih tinggi 71% dan berbeda sangat nyata
dibandingkan dengan media tanam tanah. Rataan berat segar bintil akar tanaman kedelai
dengan media tanam pasir lebih tinggi 85% dan berbeda sangat nyata dibandingkan
dengan media tanam tanah. Rataan berat segar bintil akar kembang telang pada media
tanam pasir lebih tinggi 80% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media
tanam tanah.
Keberhasilan pemberian Mo melalui daun ditentukan pula oleh media tanam dan
jenis tanaman. Pada tanaman kedelai taraf pemberian Mo melalui daun berpengaruh
nyata terhadap berat kering daun pada media tanam pasir, sedangkan pada media tanam
tanah tidak berbeda nyata. Berat kering daun tanaman kedelai pada media tanam pasir
lebih tinggi dan berbeda nyata pada taraf pemberian Mo yang lebih tinggi. Pada tanaman
kembang telang, taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan
bahwa tanaman kedelai lebih tanggap terhadap pemberian unsur hara Mo melalui daun
dibandingkan dengan tanaman kembang telang.
Pemberian Mo melalui daun berpengaruh sangat nyata terhadap berat segar bintil
akar dan berpengaruh nyata terhadap berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media
tanam pasir, namun tidak berbeda nyata pada media tanam tanah. Berat segar bintil akar
tanaman kedelai pada media tanam pasir tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42
mg/pot dan berbeda sangat nyata dengan taraf pemberian Mo lainnya. Demikian juga
halnya dengan berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir tertinggi
terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot dan berbeda nyata dengan taraf pemberian
Mo lainnya..
Pemberian Mo melalui daun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah, berat segar
dan berat kering bintil akar, tetapi interaksi antara taraf pemberian Mo dengan media
tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar
tanaman kembang telang. Jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman
kembang telang tertinggi terdapat pada media tanam pasir dan taraf pemberian Mo 0,42
mg/pot.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Bakteri yang terdapat pada inokulan Nodulin Plus dapat membentuk bintil akar
pada tanaman kedelai dan kembang telang. Efektivitas inokulan Nodulin Plus menambat
nitrogen lebih efektif pada tanaman kedelai dibandingkan dengan kembang telang.
Nitrogen yang berasal dari hasil penambatan berperan sangat penting dalam pembentukan
bahan kering daun, namun pengaruhnya kurang terlihat pada pembentukan perakaran dan
serapan N daun jika dibandingkan dengan dengan N yang berasal dari pupuk. Nitrogen
hasil penambatan relatif lebih banyak terjadi pada kedelai dibandingkan kembang telang.
Hal ini terlihat dari tingginya nilai serapan N dan akumulasi bahan kering daun pada
kedelai.
Umur panen 40 hari menunjukkan aktivitas enzim nitrogenase tertinggi pada
tanaman kedelai dan kembang telang, yang berarti bahwa proses penambatan nitrogen
dari udara adalah yang paling tinggi.
Taraf pemberian unsur hara Mo melalui media tanam dan interaksinya dengan
umur tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim nitrogenase. Tetapi pola
perubahan enzim nitrogenase pada umur 20, 30 dan 40 hari setelah tanam pada tanaman
kedelai dan 30 hari pada tanaman kembang telang menunjukkan kecenderungan adanya
peran unsur hara Mo.
Pemberian unsur hara Mo melalui media tanam pada tanaman kedelai tidak
berpengaruh nyata terhadap peubah berat kering daun, berat kering akar, N-daun, jumlah,
berat segar dan berat kering bintil akar, pada media tanam tanah atau pasir. Pemberian
unsur hara Mo pada tanaman kembang telang, tidak berpengaruh nyata terhadap berat
kering daun, berat kering akar, dan N-daun pada media tanam tanah atau pasir, tetapi
berpengaruh nyata terhadap jumlah dan berat segar bintil akar tanaman kembang telang
pada media tanam pasir dan terhadap berat kering bintil akar pada media tanam tanah.
Penambahan unsur hara Mo melalui daun pada tanaman kedelai berpengaruh nyata
terhadap berat kering daun tanaman kedelai, berat segar bintil akar dan berat kering bintil
akar pada media tanam pasir, tetapi tidak berpengaruh nyata pada media tanam tanah.
Penambahan unsur hara Mo melalui daun pada tanaman kembang telang, tidak
berpengaruh nyata terhadap berat kering daun dan akar, tetapi terdapat interaksi antara
media tanam dengan penambahan unsur hara melaui daun terhadap jumlah, berat segar
dan berat kering bintil akar. Jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman
kembang telang yang diberi unsur hara Mo melalui daun lebih tinggi pada media tanam
pasir dibandingkan dengan media tanam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
unsur hara Mo lebih baik dilakukan melalui daun bila ditanam pada media tanam pasir,
sedangkan pada media tanam tanah tidak diperlukan penambahan unsur hara Mo. Untuk
peningkatan berat kering daun tanaman kedelai dapat diberikan Mo melaui daun sebesar
0,28 mg/pot, sedangkan berat segar serta berat kering bintil akar tanaman kedelai sebesar
0,42 mg/pot. Untuk tanaman kembang telang sebesar 0,42 mg/pot.
SARAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka disarankan untuk
menggunakan inokulan Nodulin Plus pada tanaman kedelai dan kembang telang.
Pemberian unsur hara Mo melaui media tanam, khususnya pada tanah masam tidak perlu
dilakukan. Pemberian unsur hara Mo lebih baik dilakukan melalui daun dengan taraf
pemberian unsur hara Mo melalui daun pada tanaman kedelai adalah sebesar 48 mg/l,
sedangkan pada tanaman kembang telang sebesar 72 mg/l. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut tentang penggunaan inokulan Nodulin Plus pada jenis tanaman leguminosa
lainnya, dan pada tanah netral maupun alkalin.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Adjei MB, Quesenberry KH, Chambliss CG. 2002. Nitrogen fixation and inoculation of
forage legumes. SS-AGR-56, Agronomy Department, Florida Cooperative
Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of
Florida.
Alexander M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. New York-Chichaster-BrisbaneToronto-Singapore: John Wiley and Sons.
Anderson AJ. 1956. Molybdenum deficiencies in legumes in Australia. Soil Science 81:
173-192.
Appelbaum E. 1990. The Rhizobium/Bradyrhizobium-legume symbiosis. In: Gresshoff
PM, editor. Molecular Biology of Symbiotic Nitrogen Fixation. Florida: CRC
Press, 131-158,
Appleby CA. 1984. Leghemoglobin and
Physiol, 35:443-478.
Rhizobium respiration. Annu Rev. Plant
Arshad M, Frankenberger WT. 1993. Microbial Production of Plant Growth Regulator.
In: Metting FB, editor. Soil Microbial Ecology Application in Agricultural and
Environmental Management. New York: Marcel Dekker, Inc.
Broughton WJ. 2003. Roses by other names: Taxonomy of the Rhizobiaceae. Journal of
Bacteriology, 185(10):2975-2979.
Burdon JJ, Gibson AH, Searle SD, Woods MJ, Brockwell J. 1999. Variation in the
effectiveness of symbiotic associations between native rhizobia and temperate
Australian Acacia. Within-species interactions. J. Appl. Ecol, 36:398-408.
Campbell CA, Myers RJK, Curtin D. 1995. Managing nitrogen for sustainable crop
production. Fert. Res. 42:277-296.
Campbell CA,. Lafond GP, Harapiak JT, Selles F. 1996. Relative cost to soil fertility of
long-term crop production without fertilization. Can. J Plant Sci, 76: 401-406.
Campbell WH. 1999. Nitrate reductase structure, function, and regulation. Bridging the
gapbetween biochemistry and physiology. In: Jones RL, Bohnert HJ, Walbot V,
editor. Annual Review of Plant Physiology and Plant Molecular Biology, 50:277303.
Denison RF, 1998. Legume sanctions and the evolution of symbiotic cooperation by
Rhizobia. Agronomy Journal, 92:12161220.
Edwards DG, et al., 1991. The management of soil acidity for sustainable crop
production, In: Wright RJ editor. Plant-soil Interaction at Low pH. Dordrecht:
Kluwer Academic Publisher. hlm:383-396.
El-Bably AZ, 2002. Effect of irrigation and nutrition of copper and molybdenum on
Egyptian clover (Trifolium alexandrium L). Agronomy Journal, 94:1066-1070.
Emons AMC, Mulder B. 2000. Nodulation factors trigger an increase of fine bundles of
subapical actin filament in Vicia root hairs: implication for root hair curling
around bacteria. In: de Wit PJGM, Bisseling T, Stiekerna JW, St-Paul, editor.
Biology of Plant-Microbe Interaction Minnesota: The International Society of
Molecular Plant-Microbe Interaction.. hlm. 272-276.
Fortescue JAC. 1992. Landscape geochemistry: retrospect and prospect 1990. Applied
Geochemestry, 7:1-53.
Frink CR, Waggoner PE, Ausubel SH. 1999. Nitrogen fertilizer retrospect and prospect.
Proc. Natl. Acad. Sci USA 96:1175-1180.
Galloway JN, Schlesinger WH, Levy H, Michael A, Schnoor JL. 1995. Nitrogen fixation:
anthropogenic enhancement-environmental response. Glob. Biogeochem Cycles,
9:235-252.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan.
Susilo H, penerjemah. Terjemahan dari Physiology of Crop Plants. Jakarta:UIPress.
Garrity DP, Sajise PE., 1991. Sustainable land use systems in Southeast Asia: A Regional
assesment, In. Hart RD, Sand MW, editor. Sustainable Land Use Systems
Research. Kutzlown: P.A. Rodale Institute. hlm: 59-76.
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk PenelitianPertanian.
Terjemahan. Sjamsuddin E., Baharsjah JS., penerjemah. Terjemahan dari
Statistical Procedures for Agriculture Research. Jakarta: UI-Press.
Gomez SM, Kalamani A. 2003. Butterfly Pea (Clitoria ternatea): A nutritive
multipurpose forage legume for the tropics-An Overview. Pakistan Journal of
Nutrition, 2(6):374-379.
Graham PH. 1981. Some problems on nodulation and symbiotic nitrogen fixation in
Phaseolous vulgaris L. A review. Field Crops Res., 4:92-112.
Graham PH. 1992. Stress tolerance in Rhizobium and Bradyrhizobium, and nodulation
under adverse soil conditions. Can J Microbiol 38:475-484.
Graham PH, Vance CP. 2000. Nitrogen fixation in perspective: an overview of research
and extention needs. Field Crops Res., 65:93-106.
Graham PH, Vance CP. 2003. Legumes: Importance and constraints to greater use. Plant
Physiol, 131:872-877.
Grant CA, Flaten DN. 1998. Fertilizing for protein content of wheat.. In: Fowler DB, et
al. editor. Proc Wheat Protein Symp., Saskatoon, SK, Canada 9-10 Mar 1998.
Canada: Univ. Ext. Press, Univ. of Saskatchewan, Saskatoon, SK,. hlm.151-168
Grant CA, Peterson GA, Campbell CA, 2002. Nutrient considerations for diversified
cropping systems in the Northern Great Plains. Agronomy Journal, 94:186-198.
Gupta PK, Vyas KK. 1994. Effect of phosphorus, zinc and molybdenum on the yield and
quality of soybean. Legume Research, 17(1):5-7.
Gupta UC. 1997. Molybdenum in Agriculture. Cambridge: Cambridge University Press.
Hakim N, et al., 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
Hall TJ. 1992. Register of Australian herbage plant cultivars B. Legumes, 23. Clitoria (a)
Clitoria ternatea L. (butterfly pea) cv. Milgarra. Australian Journal of
Experimental Agriculture, 32:547-548.
Hardy RWF, Holsten RD, Jakson JK, Burns RC. 1968. The Acetylene-ethylene Assay for
N2 Fixation. Laboratory and Field work. Plant Physiol., 43:1185-1207.
Harjadi MMSS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta.: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hartwig UA. 1998. The regulation of symbiotic N2 fixation. A conceptual model of N
feedback from the ecosystem to the gene expression level. Persepct. Plant Ecol.
Evol. Syst. 1:92-120.
Haryadi SS, Yahya S. 1988. Fisiologi Stres Lingkungan. PAU Bioteknologi IPB.
Hauck RD. 1988. A human ecosphere perspective of agricultural nitrogen cycling. In.
Wilson, J.R. (Ed.). Advances in Nitrogen Cycling in Agricultural Ecosystems.
CAB International.
Herman, Goenadi DH. 1999. Manfaat dan prospek pengembangan industri pupuk hayati
di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 18(3):91-97.
Herridge DF, Danso SKA. 1995. Enhancing crop legume N2 fixation through selection
and breeding. Plant and Soil, 174:51-82.
Hidajat OO, 1985. Morfologi Tanaman Kedelai. Di dalam Somaatmadja et al., editor.
Kedelai. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 73-86
Hirsch AM, Lum MR, Downie JA. 2001. What makes the rhizobia-legume symbiosis so
special?. Plant Physiol, 127:1484-1492.
Ismunadji M, Mahmud SN. 1985. Peranan Unsur Mikro untuk Peningkatan Produksi
Kedelai. Di dalam Somaatmadja et al., editor. Kedelai. Bogor: Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. hlm 189-215.
Jordan DC. 1982. Transfer of Rhizobium japonicum Buchanan 1980 to Bradyrhizobium
gen.nov., a genus of slow-growing root nodule bacteria from leguminous plants.
Int. J. Syst. Bacteriol. 32, 136-139.
Kahn MK,. Prasad BN, Akao S. 1999. Competition between Rhizobium strain NGR234
and Bradyrhizobium Strain CP283 for nodulation in Siratro investigated with the
GUS reporter gene. Soil Sci.Plant Nutr. 45(4):825-834.
Kaiser BN, Gridley KL, Brady JN, Phillips T, Tyerman SD. 2005. The role of
molybdenum in agricultural plant production. Annals of Botany, 96:745-754.
Kardinahl S, et al., 1999. The strict molybdate-dependence of glucose-degradation by the
thermoacidophile Sulfolobus acidocaldarius reveals the first crenarchaeotic
molybdenum containing enzyme-an aldehyde oxidoreductase. Eur. J. Biochem,
260:540-548.
Kennedy IR, Cocking EC, editor. 1997. Biological Nitrogen Fixation. The Global
Challenge and Future Needs. Sydney: Rockefeller Foundation Bellagio
Conference Proceeding. Sydney: SUN Fix Press. p:83.
Kentjanasari A,.Prihatini T, Purwati J, Hamzah A. 1998. Pemanfaatan Rhizobium dalam
meningkatkan ketersediaan N-tanah di lahan sawah. Bogor: Prosiding Pertemuan
Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang
Kimia dan Biologi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,. hal. 91-100.
Keyser HH, Bohlool B, Hu TS, Weber DF. 1982. Fast-growing Rhizobia isolated from
root nodules of soybean. Science 215,1631-1632.
Khurana AL, Dudeja SS. 1981. Field population of rhizobia and response to inoculation,
molybdenum and nitrogen fertilizer in pigeonpea. In: Proceeding of the
International Workshop on Pigeonpea. Vol 2:381-386. 15-19 December 1980,
ICRISAT Center, India, Patancheru, AP. ICRISAT, India
Killpack SC, Buchholz D. 1993. Nitrogen in the environment : nitrogen fixation. Water
Quality Initiative, WQ261.
Kon KF,.Yong HC, Lim FW. 1990. Cutting management of alley crops. Soil
Conservation Farming. Annual Report on Weed Control 1989/1990. CIBA
GEIGY Agric. Exp. Sta. Malaysia. Rembau. Negri Sembilan.
Lakitan B. 2000. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Layzell DB, Hunt S. 1990. Oxygen and the regulation of nitrogen fixation in legumes
nodules. Physiol Plant, 80:322-327.
Limpens E, Bisseling T. 2003. Signaling in symbiosis. Current Opinion in Plant Biology,
8:343-350.
Long SR. 1996. Rhizobium symbiosis: nod factors in perspective. Plant Cell, 8:18851898.
Long SR. 2001. Genes and signals in the Rhizobium-legume symbiosis. Plant Physiol,
125:69-72.
Lucinski R, Poleyn W, Ratajezak L. 2002. Nitrate reduction and nitrogen fixation in
symbiotic association Rhizobium-legumes. Acta Biochimica Polonica, 49(2):537546.
Lynch JM. 1983. Soil Biotechnology; Microbiological Factor in Crop Productivity.
Backwell Scientific Publications. Oxford, London.
Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants, 2nd Edition Academic Press.
889p.
Maryam L, Widowati R, Widati S,. Prawirasumantri J, Santoso D. 1998. Efisiensi pupuk
nitrogen pada tanah ultisol, vertisol, dan entisol.Pros. Pertemuan Pembahasan dan
Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang Kimia dan Biologi
Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. hlm. 133-146.
Mattjik AA., Sumertajaya IM., 2002. Perancangan Percobaan. Bogor: IPB Press,.
Mendel RR, Hansch R. 2002. Molybdoenzymes and molybdenum cofactor in plants.
Journal of Experimental Botany, 53(375):1689-1698.
Minchin FR. 1997. Regulation of oxygen diffusion in legumes nodules. Soil Biol
Biochem, 29:881-888.
Moat AG, Foster JW. 1988. Microbial Physiology. John Wiley and Sons, Inc.
Nambiar PTC,. Anjaiah V, Srinivasa Rao B. 1987. Factors affecting competition of three
strains of rhizobia nodulating groundnut, Arachis hypogaea L. Ann. Appl. Biol.
110:527-533.
Newton WE. 1992. Isolated iron-molybdenum cofactor of nitrogenase. In: Stacey G,
Burris RH, Evans HJ (eds.) Biological Nitrogen Fixation. New York: Chapman
and Hall, hlm. 877-929.
Nulik J. 1992. Evaluasi beberapa pertanaman campuran rumput/leguminosa intoduksi di
Sumba. Prosiding Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian Peternakan Lahan Kering.
Sub Balai Penelitian Ternak, Grati.hlm.225-234.
Nullik J, Jacobsen CN, Andrew A. 1986. Evaluation of herbaceous legumes for Nusa
Tenggara. Annual Report Forage Researh Project. Balitnak, Bogor, Indonesia.
Pasaribu DA, et al., 1989. Penelitian inokulasi Rhizobium di Indonesia. Prosiding Risalah
Lokakarya Penelitian Penambatan Nitrogen secara Hayati pada Kacang-kacangan.
Bogor: Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman Pangan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pusat Pusat Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,. hlm 3-32.
Peoples MB, Herridge DF, Ladha JK. 1995. Biological nitrogen fixation: An efficient
source of nitrogen for sustainable agriculture production. Plant and Soil, 174:328.
Postgate J. 1998. Nitogen Fixation. Cambridge UK: Cambridge University Press.
Prawiradiputra BR, Sutedi E, Semali A. 2003. Karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah
hijauan pakan ternak. Jakarta: Laporan Akhir Hasil Penelitian. Balai Penelitian
Ternak, Ciawi, Bogor dan Proyek ARMP-II, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Purwani J, Prihatini T, Kentjanasari A, Hidayat R. 1998. Pengaruh jenis bokashi terhadap
kandungan unsur hara tanah, populasi mikroba, dan hasil padi di lahan sawah.
Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, Bogor. hal. 251-262.
Purwantari ND. 1988. Prospek penambahan nitrogen secara hayati dalam produksi
pertanian. Kumpulan materi khusus. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Purwantari ND. 1994. The Biology and Nirogen Fixation of Some Shrub Legumes. PhD.
Thesis, University of Queensland, Australia.
Purwantari ND. 1995. Interaksi antara strain rhizobia dan legum semak pakan dalam
nodulasi dan fiksasi nitrogen. Forum Ilmu Peternakan 1:9-20.
Purwantari ND. 2001. Uji Resistensi Native Rhizobia dari Beberapa Tanah. Laporan
Tahunan 2001. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Quaggio JA, Gallo PB, Owino-Geroh C. 2004. Peanut response to lime and molybdenum
application in low pH soils. R. Bras. Ct. Solo, 28:659-664.
Reynolds L, Adeoye SAO. 1986. Planted leguminous browse and livestock production.
Paper prepared for International workshop on Alley farming for Humid and
Subhumid Region in Tropical Africa IITA, Ibadan, Nigeria.
Rogers JE, Whitman WB. 1991. Microbial production and consumption of green house
gases : methane, nitrogen oxides and halomethanes. Am.Soc.Microbial.
Washington D.C.
Rosmarkam A, Yuwono NW. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius.
Rout GR.2004. Effect of cytokinins and auxins on micropropagation of Clitoria ternatea
L. Biol Lett, 41(1):21-26.
Rustam S, Jacobsen CN, 1986. Evaluation of herbaceous legume for Sulawesi. Bogor:
Annual Report Forage Researh Project. Balitnak,.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Lukman DR, Sumaryono.
Penerjemah. Bandung :ITB-Bandung. Terjemahan dari:Plant physiology.
Saraswati R, et al., 1998. Penggunaan Rhizo-plus untuk meningkatkan produktivitas
kedelai. Dalam Inovasi Teknologi Pertanian, Seperempat Abad Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian. hlm:363-365.
SAS, 1988. SAS/STAT. Guide for Personal Computer Version Cary, NC, USA: 6th Ed.
SAS Institute Inc,.
Schultze M, Kondorosi A. 1998. Regulation of symbiotic root nodule development.
Annu. Rev.Genet 32:33-57
Scupham AJ et al., 1996. Inoculation with Sinorhizobium meliloti RMBPC-2 increases
Alfalfa yield compared with inoculation with a non-engineered wild-type strain.
Appl. Environ. Microbiol. 62,4260-4262.
Seguin P, Sheaffer CC, Ehlke NJ, Ruselle MP, Graham PH. 2001. Nitrogen fertilization
and rhizobial inoculation effects on Kura clover growth. Agron. J 93:1262-1268.
Setiadi Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Bogor: Pusat Antar
Universitas Bioteknologi IPB.
Setyati MMSH. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama,
Shilov AE. 1992. Intermediate complexes in chemical and biological nitrogen fixation.
Pure & Appl. Chem, 54(10):1409-1420.
Simms EL, Taylor DL. 2002. Partner choice in nitrogen-fixation mutualisms of legumes
and rhizobia. Integ. And Comp. Biol 42:369-380.
Singleton PW, Abdel Majid HM, Tavases JV. 1985. Effect of phosphorus on the
effectiveness of strains Rhizobium japonicum. Soil.Soc. Am.J. 49:613-620.
Smill V. 1999. Nitrogen in crop production. Global Biogeochem Cycles, 13:647-662.
Socolow RH. 1999. Nitrogen management and the future of food: lessons from the
management of energy and carbon. Proc. Natl. Acad. Sci. USA, 96:6001-6008.
Soedjais Z. 2003. Indonesia’s fertilizer industry and the strategies for its development.
Paper presented at the IFA Regional Conference for Asia and the Facifik, Cheju
Island, Republic Korea.
Somasegaran P, Hoben HJ, 1994. Hand Book of Rhizobia. New York: Springer-Verlag,
Inc. p:.450.
Sprent, JL, Sprent P. 1990. Nitrogen fixing organisms. Pure and Applieds Aspects.
Chapman and Hall Press.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan
Biometrik. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama,
Subowo, Komariah S, Prihatini T. 1989. Evaluasi sumbangan inokulan legin kedelai
dalam meningkatkan produksi kedelai tanah latosol Cimelati, Bogor. Prosiding
Pertemuan Teknis Penelitian Tanah. Bidang Kesuburan dan Produktivitas Tanah.
Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.. hlm. 65-70.
Suhaya Y, et al., 1999. Uji adaptasi penggunaan pupuk Rhizo-Plus sebagai alternatif
pengganti pupuk N dan P terhadap produktifitas Kedelai. Pekanbaru, Riau:
Laporan Akhir. Kerjasama Bagian Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Padang
Marpoyan,.
Suratmini P, Yuhaeni S, Nurhayati DP. 1994. Pengaruh inokulasi rhizobium pada
Arachis. Di dalam: Usaha Ternak Skala Kecil sebagai Basis Industri. Prosiding
Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian, Semarang, 8-9 Februari 1994.
Semarang: Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. hlm:667-671.
Thiel T, Pratte B, Zahalak M 2002. Transport of molybdate in the cyanobacterium
Anabaena variabilis ATCC 29413. Arch. Microbiol 179: 50-56.
Thomas RJ, 1995. Role of legumes in providing N for sustainable tropical pasture
systems. Plant and Soil 174:103-118.
‘tMannetje L, Jones RM, editor. 1992. Plant Resources of South-East Asia No.4. Forages.
PROSEA, Bogor, Indonesia.
Triplett EW, Sadowsky MJ. 1992. Genetics of competition for nodulation of legumes.
Annu. Rev. Microbiol. 46:399-428.
Vance CP. 2001. Symbiotic nitrogen fixation and phosphorus acquisition: plant nutrition
in a world of declining renewable resources. Plant Physiol, 127:390-397.
Vincent JM. 1977. Rhizobium, General Microbiology In: Hardy RWF, Silver WS. Editor.
A Treahse on Dinitrogen Fixation, Section III. Biology. John Wiley, Sons, Inc.
hlm. 312-314.
Vincent JM. 1982. Nitrogen Fixation in Legumes. , London: Academic Press.
Vitousek PM, et al., 2002. Towards an ecological understanding of biological nitrogen
fixation. Biogeochemestry, 57/58: 1-45.
Wani SP, Rupela OP, Lee KK, 1995. Sustainable agriculture in the semi-arid tropics
through biological nitrogen fixation in grains legumes. Plant and Soil 174:29-49.
Yamoah CF, Agboola AA, Mulongoy K. 1986. Decomposition, nitrogen release and
weed control by prunning of selected alley cropping shrubs. Agrof. Sys. 4(3): 239246.
Young, J.P.W. 1996. Phylogeny and taxonomy of rhizobia. Plant Soil. 186, 45-52.
Yousafzai, F.K., M. Buck, and B.E. Smith, 1996. Isolation and characterization of
nitrogenase MoFe protein from the mutant strain pHK17 of Klebsiella pneumonia
in which the two bridging cysteine residues of the P-cluster and replaced by noncoordinating amino acid alanine. Biochem. J. 318:111-118.
Yuhaeni, S. 1989. Adaptasi beberapa jenis leguminosa Arachis sebagai hijauan pakan di
daerah Ciawi Bogor. Bogor: Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Yutono, 1985. Inokulasi Rhizobium pada Kedelai. Di dalam Somaatmadja et al., editor.
Kedelai. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm.217-230.
Zahran HH. 1999. Rhizobium-legume symbiosis and nitrogen fixation under severe
conditions and in an aric climate. Microbiology and Molecular Biology Review
63(4): 968-989
Zang H, Charles TC, Driscoll BT, Prithiviraj B, Smith DL. 2002. Low temperaturetolerant Bradyrhizobium japonicum Strains allowing improved soybean yield in
short-season areas. Agron. J 94: 870-875.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Larutan nutrisi tanpa N.
No.
Bahan kimia
Jumlah (g/l)
1
Calcium clorida (CaCl2 2H2O)
294,1
2
Kalium di-hydrogen ortophospate (KH2PO4)
136,1
3
Feric citrate (Fe-citrat)
6,7
4
Magnesium sulphate (MgSO4 7H2O)
123,3
5
Potasium sulphate (K2SO4)
87,0
6
Mangan (II)-sulphate 1-hydrate (MnSO4 H2O)
0,338
7
Boric acid (H3BO3)
0,247
8
Zinc sulphate (ZnSO4 7H2O)
0,288
9
Cupric sulphate (CuSO4 7H2O)
0,100
10
Cobalt sulphate (CoSO4 2H2O)
0,036
11
Natrium molybdate (Na2MoO4 2H2O)
0,048
Sumber: Broughton dan Dillworth 1970 dalam Somasegaran dan Hoben, 1994.
Plus N= KNO3 0,05% (Konsentrasi = 70 ppm).
LAMPIRAN 2. Ciri fisik dan kimia tanah Ciawi, Kabupaten Bogor yang digunakan
untuk percobaan.
Ciri fisik dan kimia tanah
Satuan
Hasil analisa
Kriteria
Tekstur
Pasir
Debu
%
%
7
64
Liat halus
Liat kasar
%
%
14
15
pH
H2O
Bahan organik
C
N
C/N
Ekstrak HCl 25%
P2O5
K2O
KTK
Susunan kation
K
Na
Mg
Ca
Mo
Lempung liat
berdebu
4,6
Masam
%
%
2,39
0,29
8
Sedang
Sedang
Rendah
mg/100g
mg/100g
57
8
me/100g
22,40
Sedang
me/100g
me/100g
me/100g
me/100g
ppm
0,08
0,31
1,09
5,72
td
Sangat rendah
Rendah
Sedang
rendah
Sangat rendah
Tinggi
Sangat rendah
Tabel Lampiran 3: Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo
terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat
segar akar (BSA), berat kering akar (BKA) dan total N-daun tanaman
kedelai dengan media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova.
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
SK
db
BSD
BKD
BSA
BKA
N-DAUN
Inokulasi
2
22,61 **
5,34 **
6,67 **
16,56 **
9,42 **
Mo
3
0,66 ns
1,28 ns
0,96 ns
0,64 ns
0,71 ns
Ino*Mo
6
0,40 ns
0,71 ns
3,13 *
0,66 ns
0,68 ns
Galat
24
40,76
19,79
23,31
51,84
CV
33,67
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 4: Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo
terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan
berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai dengan media tanam
pasir. Rekapitulasi hasil Anova.
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
SK
db
JB
BSB
BKB
Mo
3
1,21 ns
0,55 ns
0,69 ns
Galat
11
28,75
63,46
34,56
CV (%)
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 5. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun
(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB)
dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai.
MS
SK
db
JB
BSB
BKB
Regresi
1
187150,68
758825,34
618708,38
Galat
10
133014,10
75846,63
89858,33
Tabel Lampiran 6. Analisis ragam regresi linier sederhana antara total N-daun dengan
jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering
bintil akar (BKB) tanaman kedelai.
MS
SK
db
JB
BSB
BKB
Regresi
1
68,76
258,77
173,38
Galat
10
49,26
30,5
38,79
Tabel Lampiran 7: Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap
berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar
(BSA), berat kering akar (BKA) dan total N-daun tanaman kembang
telang dengan media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova.
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
SK
db
BSD
BKD
BSA
BKA
N-DAUN
Inokulasi
2
7,00 **
7,41 **
3,16 **
3,21 *
46,57 **
Mo
3
0,41 ns
0,29 ns
1,45 ns
1,45 ns
0,18 ns
Ino*Mo
6
0,63 ns
0,58 ns
0,63 ns
0,62 ns
1,03 ns
Galat
24
22,22
21,21
32,58
32,32
13,88
CV
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 8: Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo
terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan
berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang dengan
media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova.
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
SK
db
JB
BSB
BKB
Mo
3
3,82 *
3,67 *
2,22 ns
Galat
11
37,78
41,65
46,17
CV (%)
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 9. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun
(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB)
dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang.
MS
SK
db
JB
BSB
BKB
Regresi
1
379,68
437,68
314,67
Galat
10
323,72
317,92
330,22
Tabel Lampiran 10. Analisis ragam regresi linier sederhana antara total N-daun dengan
jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat
kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang.
MS
SK
db
JB
BSB
BKB
Regresi
1
0,0005
0,24
0,25
Galat
10
0,076
0,05
0,05
Tabel Lampiran 11 Pengaruh penambahan unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat
segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar
(BSA), berat kering akar (BKA), total N-daun dan enzim
nitrogenase (EN) tanaman kedelai. Rekapitulasi hasil Anova.
SK
db
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
BSD
BKD
BSA
BKA
TOTN
EN
Mo
3
0,88 ns
0,39 ns
0,52 ns
0,46 ns
0,19 ns
1,45 ns
Waktu
2
26,37 **
34,71 **
47,46 **
18,03 **
11,92 **
89,82 **
Mo*Waktu
6
0,79 ns
0,42 ns
0,43 ns
0,40 ns
0,35 ns
1,45 ns
Galat
24
26,53
33,18
37,70
58,32
32,85
63,31
CV (%)
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 12. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun
(BKD) dengan total N daun dan aktivitas enzim nitrogenase
tanaman kedelai.
MS
SK
db
Berat Kering Daun
Total N-daun
Regresi
1
17748490,52
4907,88
Galat
35
484717,41
209,01
Tabel Lampiran 13 Pengaruh penambahan unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat
segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar
(BSA), berat kering akar (BKA), total n-daun (TOTN) dan enzim
nitrogenase (EN) tanaman kembang telang. Rekapitulasi hasil
Anova.
SK
db
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
BSD
BKD
BSA
BKA
TOTN
EN
Mo
3
2,13 ns
3,99 **
1,64 ns
1,69 ns
2,38 ns
0,42 ns
Waktu
2
14,36 **
42,04 **
56,23 **
38,01 **
2,01 ns
5,44 **
Mo*Waktu
6
2,37 ns
2,31 ns
1,25 ns
1,24 ns
1,87 ns
0,42 ns
Galat
24
16,79
23,33
33,80
33,67
16,44
257,25
CV (%)
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 14. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun
(BKD) dan total N daun dengan enzim nitrogenase tanaman
kembang telang.
MS
SK
db
Berat Kering Daun
Total N-daun
Model
1
683265,58
94,35
Galat
35
79375,27
24,69
Tabel Lampiran 15: Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap berat segar
daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), dan
berat kering akar (BKA) tanaman kedelai dengan media tanam
tanah. Rekapitulasi hasil Anova.
SK
db
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
BSD
Mo
3
Galat
8
CV (%)
BKD
BSA
BKA
0,76 ns
1,41 ns
0,07 ns
0.13 ns
18,69
16,04
58,14
51,63
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 16: Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar
(JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar
(BKB) tanaman kedelai dengan media tanam tanah. Rekapitulasi
hasil Anova.
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
SK
db
JB
BSB
BKB
Mo
3
1,55 ns
1,35 ns
0,97 ns
Galat
8
18,50
30,68
24,20
CV (%)
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 17. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun
(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB
dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai.
MS
SK
db
JB
BSB
BKB
Regresi
1
23510,97
26610,22
19285,43
Galat
10
4945,57
4635,64
5368,12
Tabel Lampiran 18: Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap berat segar
daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), dan
berat kering akar (BKA) tanaman kembang telang dengan media
tanam tanah. Rekapitulasi hasil Anova.
SK
db
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
BSD
Mo
3
Galat
8
CV (%)
BKD
BSA
BKA
0,04 ns
0,06 ns
0,25 ns
0,21 ns
30,86
36,46
45,56
43,54
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 19: Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap jumlah
bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil
akar (BKB) tanaman kembang telang dengan media tanam tanah.
Rekapitulasi hasil Anova.
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
SK
db
JB
BSB
BKB
Mo
3
1,75 ns
1,08 ns
7,51 **
Galat
8
55,83
78,62
41,94
CV (%)
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 20. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun
(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB)
dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang.
MS
SK
db
JB
BSB
BKB
Regresi
1
1984,42
213,44
1613,37
Galat
11
868,56
1045,66
905,66
Tabel Lampiran 21: Pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media
tanam tanah dan pasir terhadap berat segar daun (BSD), berat kering
daun (BKD), berat segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA)
tanaman kedelai. Rekapitulasi hasil Anova.
SK
db
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
BSD
BKD
BSA
BKA
Media tanam
1
396,15 **
258,47 **
30,10 **
50,18 **
Mo
3
3,26 *
3,70 *
6,03 **
1,81 ns
Media tanam*Mo
3
3,73 *
3,19 *
0,80 ns
0,66 ns
Galat
32
13,83
15,05
15,55
16,53
CV (%)
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 22: Pengaruh penambahan unsur hara Mo melalui daun dengan media
tanam tanah dan pasir terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar
bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman
kedelai. Rekapitulasi hasil Anova.
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
SK
db
JB
BSB
BKB
Media tanam
1
223,93 **
646,95 **
393,40 **
Mo
3
2,14 ns
5,77 **
3,76 *
Media tanam*Mo
3
0,69 ns
6,67 **
4,65 *
Galat
32
19,06
18,52
23,21
CV (%)
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 23. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar
(BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai yang
diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah
MS
SK
db
JB
BSB
BKB
Regresi
1
39740,70
87097,03
63979,30
Galat
18
4465,73
1834,82
3119,14
Tabel Lampiran 24. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar
(BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai yang
diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam pasir.
MS
SK
db
JB
BSB
BKB
Regresi
1
17134,71
127260,02
81048,68
Galat
18
18166,13
12048,05
14615,35
Tabel Lampiran 25: Pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media
tanam tanah dan pasir terhadap berat segar daun (BSD), berat kering
daun (BKD), berat segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA)
tanaman kembang telang. Rekapitulasi hasil Anova.
SK
db
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
BSD
BKD
BSA
BKA
Media tanam
1
55,25 **
20,93 **
39,17 **
19,15 **
Mo
3
1,17 ns
0,52 ns
1,01 ns
0,37 ns
Media tanam*Mo
3
1,33 ns
1,21 ns
0,51 ns
0,53 ns
Galat
32
26,27
27,97
41,48
42,17
CV (%)
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 26: Pengaruh penambahan unsur hara Mo melalui daun dengan media
tanam tanah dan pasir terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar
bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman
kembang telang. Rekapitulasi hasil Anova.
Hasil uji F Pada Setiap Peubah
SK
db
JB
BSB
BKB
Media tanam
1
14,77 **
18,28 **
17,19 **
Mo
3
2,19 ns
2,49 ns
1,61 ns
Media tanam*Mo
3
3,55 *
2,75 *
3,23 *
Galat
32
89,45
98,73
99,25
CV (%)
Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda
nyata pada 1%.
Tabel Lampiran 27. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar
(BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang
yang diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah
MS
SK
db
JB
BSB
BKB
Regresi
1
3977,57
3718,23
3150,55
Galat
18
834,58
848,99
880,53
Tabel Lampiran 28. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering
daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar
(BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang
yang diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam pasir.
MS
SK
db
JB
BSB
BKB
Regresi
1
37,25
1125,08
485,66
Galat
19
3919,04
3858,61
3894,13
Tabel Lampiran 29. Hasil analisa tanah terhadap kandungan Mo setelah penelitian.
Pemberian Mo (mg/pot)
Kandungan Mo tanah (ppm)
0
0
2,81
0,76
5,62
1,51
8,42
1,89
Tabel Lampiran 30. Jumlah pemberian Mo (ml) pada masing-masing penelitian.
PENELITIAN 2 DAN 3
PENELITIAN 4
PENELITIAN 5
HARI KE
JUMLAH
HARI KE JUMLAH HARI KE JUMLAH
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
JUMLAH
80
80
80
80
100
100
100
100
100
120
120
120
120
120
120
120
120
120
1900
10
80
10
3
20
100
20
5
30
120
30
7
300
15
Download