EFEKTIVITAS PENAMBATAN NITROGEN UDARA OLEH BAKTERI RHIZOBIUM DENGAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MOLIBDENUM PADA TANAMAN LEGUMINOSA HERBA ARMIADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ARMIADI. Efektivitas Penambatan Nitrogen Udara oleh Bakteri Rhizobium dengan Penambahan Unsur Hara Molibdenum pada Tanaman Leguminosa Herba. Dibimbing oleh SOEDARMADI HARDJOSOEWIGNJO sebagai ketua, LUKI ABDULLAH, NURHAYATI DIAH PURWANTARI, dan HADI SUMARNO masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing.. Penelitian telah dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor untuk mengetahui pengaruh inokulan Nodulin Plus dalam membentuk bintil akar dan menambat nitrogen pada tanaman leguminosa herba yang direkomendasikan untuk Nodulin Plus yaitu kedelai (Glycine max L (Soybean) serta yang belum direkomendasikan yaitu kacang pintoi (Arachis pintoi Krap.& Greg.), kembang telang (Clitoria ternatea L) dan Siratro (Macroptilium atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro). Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh Mo yang diberikan pada taraf berbeda terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan N daun, dan aktivitas enzim nitrogenase. Penelitian ini terdiri dari 5 percobaan, yaitu 1) percobaan rumah kaca untuk mempelajari kompatibilitas 4 jenis leguminosa herba terhadap inokulan Nodulin Plus; 2) percobaan untuk mengetahui pengaruh inokulasi dan penambahan unsur hara Mo (0; 17,78; 35,57 dan 53,35 mg/pot) terhadap produksi tanaman leguminosa herba dengan media tanam pasir; 3) percobaan untuk mengetahui pengaruh umur panen dan penambahan unsur hara Mo (0; 17,78; 35,57 dan 53,35 mg/pot) terhadap aktivitas enzim nitrogenase dan produksi tanaman leguminosa herba dengan media tanam pasir; 4) percobaan untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur hara Mo (0; 2,81; 5,62 dan 8,42 mg/pot) terhadap produksi tanaman leguminosa herba dengan media tanam tanah; dan 5) percobaan untuk mengetahui pengaruh pemberian unsur hara Mo (0; 0,14; 0,28 dan 0,42 mg/pot) melalui daun terhadap produksi tanaman leguminosa herba dengan media tanam tanah dan pasir. Hasil percobaan menunjukkan bahwa inokulan Nodulin Plus membentuk bintil akar pada tanaman kedelai (Glycine max L.) dan kembang telang (Clitoria ternatea L), sedangkan pada kacang pintoi (Arachis pintoi Krap.& Greg), dan siratro (Macroptilium atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro) tidak membentuk bintil akar. Pembentukan bintil akar pada kedua tanaman tersebut terlihat 14 hari setelah tanam (HST). Efektivitas inokulan Nodulin Plus menambat nitrogen lebih efektif pada tanaman kedelai dibandingkan dengan kembang telang. Total N daun tanaman kedelai tertinggi (17,13 mg/pot) terdapat pada perlakuan tanpa N plus inokulasi dengan taraf pemberian Mo 35,57 mg/pot. Aktivitas enzim nitrogenase dan total N daun (24,36 mg/tanaman) tanaman kedelai tertinggi terdapat pada umur panen 40 hari dan taraf pemberian Mo 35,57 mg/pot. Pada tanaman kembang telang, aktivitas enzim nitrognase tertinggi terdapat umur panen 40 hari dan tanpa pemberian Mo, sedangkan total N daun tertinggi (7,56 mg/tanaman) terdapat pada umur panen 20 hari dengan tanpa pemberian Mo. Pemberian unsur hara Mo melalui media tanam pada tanaman kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap peubah berat kering daun, berat kering akar, jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar. Pemberian unsur hara Mo pada tanaman kembang telang, tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun, berat kering akar, tetapi berpengaruh nyata terhadap berat kering bintil akar. Penambahan unsur hara Mo 0,42 mg/pot melalui daun menunjukkan berat kering daun tanaman kedelai (980 mg/tanaman) tertinggi pada media tanam pasir, sedangkan pada tanaman kembang telang berat kering daun tertinggi (232 mg/tanaman) terdapat pada perlakuan tanpa Mo. Kata kunci: Penambatan nitrogen, molibdenum, rhizobium, leguminosa herba, nitrogenase. ABSTRACT ARMIADI. Effectiveness of symbiotic nitrogen fixation by rhizobial bacteria and additional molybdenum on herbaceous legumes.. Under the supervision of SOEDARMADI HARDJOSOEWIGNJO as chairman, LUKI ABDULLAH, NURHAYATI DIAH PURWANTARI and HADI SUMARNO as members of advisory comitte. The experiments were conducted at the Indonesian Research Institute for Animal Production, Ciawi Bogor to study the effect of Nodulin Plus inocculant to form nodules in legume recommended for Nodulin Plus such as Glycine max L, and unrecommend legume such as Arachis pintoi Krap. & Greg., Clitorea ternatea L and Macroptilium atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro. The study was also proposed to find out the effect of different Mo levels to the growth rate, production, concentration of the N leaves and nitrogenase activities. The study was consisted of five experiments i.e. 1) to explore the compatibility of four different legume herbs to the Nodulin Plus innoculant, 2) to find out the effects of additional Mo (0; 17,78; 35,57 and 53,35 mg/pot), inoculation of Nodulin Plus and without inoculation; 70 ppm N application and without N application to the productivity of legumes using sand culture, 3) to find out the effect of harvest age and additional Mo (0; 17,78; 35,57 and 53,35 mg/pot) towards the activity of Nitrogenase enzyme and the production of legumes in sand culture, 4) to find out the effects of adding diferent Mo levels(0; 2,81; 5,62 and 8,42 mg/pot) to the legume productivity using soil culture, 5) to find out the effects of different Mo levels (0; 0,14; 0,28 and 0,42 mg/pot) using foliar spray in sand and soil cultures. The result indicate that the formation of nodules occured in Glycine max L and Clitoria ternatea L, however not in Arachis pintoii Krap.& Greg and Macroptilium atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro. The nodule formation of those legumes occured on day 14 after planting. The effectiveness fixation was better in Glycine max L than Clitoria ternatea L. The highest total N-leaves (17,13 mg/plant) was found in a combination of treatment without N plus inoculant with 35,57 mg/pot Mo. At 40 days harvest time with 35,57 mg/pot additional Mo, the highest total N leaves (17,13 mg/plants) and nitrogenase activity was found in Glycine max L. At 40 days harvest time without additional Mo, the highest nitrogenase activity was found in Clitoria ternatea L, while the highest total N leaves was found in 20 days harvest time. The effects of Mo levels on the productivity of legume herbs using soil culture in Glycine max L did not show any significant effects to leaves and root dry matter, to the number and weight of nodules. The addition of Mo to Clitoria ternatea L, did not gave significant effects to leaves and root dry matter, to the number and weight of nodules. However it showed significant effect to the dry matter of nodules. The effecst of adding Mo 0,42 mg/pot using foliar spray at Glycine max L showed the highest dry matter (980 mg/plant) production. However, the highest dry matter (232 mg/plant) production of Clitoria ternatea L was found without Mo addition. Key words: Symbiotic Fixation, molybdenum, rhizobium, legume herb, and nitrogenase. SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Efektivitas Penambatan Nitrogen Udara oleh Bakteri Rhizobium dengan Penambahan Unsur Hara Molibdenum pada Tanaman Leguminosa Herba adalah karya saya sendiri atas arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, April 2007 Armiadi NRP 995057. EFEKTIVITAS PENAMBATAN NITROGEN UDARA OLEH BAKTERI RHIZOBIUM DENGAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MOLIBDENUM PADA TANAMAN LEGUMINOSA HERBA ARMIADI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ternak SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 Judul Disertasi : Efektivitas Penambatan Nitrogen Udara oleh Bakteri Rhizobium dengan Penambahan Unsur Hara Molibdenum pada Tanaman Leguminosa Herba. Nama : Armiadi NIM : 99 5057 Disetujui, Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Ir. Soedarmadi Hardjosoewignyo, MSc) (Dr. Luki Abdullah, M.Agr) Ketua Anggota (Dr. Nurhayati D. Purwantari ) Anggota (Dr. Ir. Hadi Sumarno, MS.) Anggota Diketahui : Ketua Program Studi Ilmu Ternak Dr. Ir. Nahrowi , M.Sc Tanggal Ujian: 23 April 2007 Direktur Program Pascasarjana Prof Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP. Penulis dilahirkan di Takengon Kabupaten Aceh Tengah pada tanggal 5 November 1953 sebagai anak kedua dari delapan bersaudara, dari Bapak Semali dan Ibu Syarifah. Menikah dengan Dr. Ir. Bess Tiesnamurti MSc, pada tanggal 7 April 1989, dan dikaruniai dua anak yaitu Adhiwienanto Semali dan Nisrina Yuliamurty. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Peternakan Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, lulus pada tahun 1979. Gelar Master of Rural Science di dapatkan dari University of New England, Armidale NSW Australia pada tahun 1989. Sejak tahun 1999 melanjutkan melanjutkan Program Doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Ternak di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan beasiswa PAATP. Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Balai Penelitian Ternak sejak tahun 1980 sampai sekarang. PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2003 ini adalah simbiose antara bakteri Rhizobium dengan tanaman leguminosa herba, dengan judul Efektivitas Penambatan Nitrogen Udara Oleh Bakteri Rhizobium Dengan Penambahan Unsur Hara Molibdenum Pada Tanaman Leguminosa Herba. Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Prof. Dr. Ir. Soedarmadi Hardjosoewignyo, MSc, Dr. Luki Abdullah, MAgr dan Dr Ir. Hadi Sumarno MS, serta ibu Dr. Nurhayati Diah Purwantari selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran dalam perencanaan penelitian, pelaksanaa penelitian, dan penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Dr. Suwarno sebagai penguji luar komisi yang telah memberi banyak masukkan dalam penulisan disertasi ini. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Proyek PAATP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan dan Balai Penelitian Ternak Ciawi, serta staf Agrostologi Balai Penelitian Ternak Ciawi yang telah membantu terlaksananya penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda (almarhum) dan ibu yang selalu mendoakan, istri dan anak-anak tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, . Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2007 Armiadi. DAFTAR ISI PRAKATA........................................................................................... Halaman viii DAFTAR ISI........................................................................................ ix DAFTAR TABEL................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR........................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xix PENDAHULUAN................................................................................ 1 Latar Belakang......................................................................... Tujuan Penelitian...................................................................... Hipotesis................................................................................... Kegunaan Penelitian................................................................. 1 3 3 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 4 Pengaruh Nitrogen terhadapTanaman...................................... Rhizobium................................................................................. Molibdenum............................................................................. Enzim nitrogenase.................................................................... Tanaman Leguminosa Pakan Ternak dalam Pertanian............ 4 9 14 18 22 BAHAN DAN METODE PENELITIAN............................................ 26 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................. Bahan Penelitian....................................................................... Tahapan Penelitian................................................................... 26 26 26 KOMPATIBILITAS 4 JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP INOKULAN NODULIN PLUS.............................. 27 Metode Percobaan................................................................... Pelaksanaan Percobaan............................................................ Parameter yang Diamati........................................................... 27 27 28 PENGARUH INOKULASI DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR................................... 29 Metoda Percobaan................................................................... Pelaksanaan Percobaan............................................................ Parameter yang Diamati........................................................... 29 30 31 PENGARUH UMUR PANEN DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP AKTIVITAS ENZIM NITROGENASE DAN PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR................................................... 32 Metoda Percobaan.................................................................... Pelaksanaan Percobaan............................................................ Parameter yang Diamati.......................................................... 32 33 34 PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN 35 MEDIA TANAM TANAH Metoda Percobaan................................................................... Pelaksanaan Percobaan........................................................... Parameter yang Diamati.......................................................... PENGARUH PEMBERIAN UNSUR HARA MO MELALUI DAUN TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM TANAH DAN PASIR 35 36 36 37 Metoda Percobaan.................................................................... Pelaksanaan Percobaan............................................................ Parameter yang Diamati........................................................... 37 38 39 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................... 40 KOMPATIBILITAS 4 JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP INOKULAN NODULIN PLUS.................................... 40 Pembahasan............................................................................. 40 PENGARUH INOKULASI DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR................................... 43 Tanaman Kedelai...................................................................... Berat Kering Daun Tanaman Kedelai...................................... Berat Kering Akar Tanaman Kedelai....................................... Total N Daun Tanaman Kedelai............................................... Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai..................... Tanaman Kembang Telang...................................................... Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang....................... Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang........................ Total N Daun Tanaman Kembang Telang............................... Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang...... 43 43 44 45 46 50 50 51 52 53 Pembahasan.............................................................................. 57 PENGARUH UMUR PANEN DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP AKTIVITAS ENZIM NITROGENASE DAN PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR.................................................. 63 Tanaman Kedelai...................................................................... Aktivitas Enzim Nitrogenase Tanaman Kedelai...................... Berat Kering Daun Tanaman Kedelai...................................... Berat Kering Akar Tanaman Kedelai....................................... Total N Daun Tanaman Kedelai............................................... Tanaman Kembang Telang...................................................... Aktivitas Enzim Nitrogenase Tanaman Kembang Telang....... Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang....................... Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang........................ Total N Daun Tanaman Kembang Telang............................... Pembahasan.............................................................................. 63 63 65 66 67 69 69 71 72 73 75 PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN 79 MEDIA TANAM TANAH.................................................................. Tanaman Kedelai...................................................................... Berat Kering Daun Tanaman Kedelai...................................... Berat Kering Akar Tanaman Kedelai...................................... Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai..................... Tanaman Kembang Telang...................................................... Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang....................... Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang........................ Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang...... Pembahasan............................................................................. 79 79 79 80 83 83 84 84 86 PENGARUH PEMBERIAN UNSUR HARA MO MELALUI DAUN TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM TANAH DAN PASIR........... 90 Tanaman Kedelai...................................................................... Berat Kering Daun Tanaman Kedelai...................................... Berat Kering Akar Tanaman Kedelai....................................... Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai..................... Tanaman Kembang Telang...................................................... Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang....................... Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang........................ Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang...... 90 90 91 92 99 99 100 100 Pembahasan.............................................................................. 105 PEMBAHASAN UMUM.................................................................... 109 SIMPULAN DAN SARAN................................................................. 115 Simpulan................................................................................... Saran......................................................................................... 115 116 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 117 LAMPIRAN......................................................................................... 127 DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Kebutuhan pupuk di Indonesia (ton)..................................... 4 2. Perkiraan jumlah N2 yang ditambat oleh tanaman leguminosa ........................................................................... 22 Pengaruh pemberian inokulan Nodulin Plus terhadap pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosa herba...................................................................................... 40 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir..................................................... 43 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir..................................................... 44 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap total N daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir.................................................................. 45 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering daun tanaman kembang telang dengan bahan tanam pasir.......................................... 51 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir.......................................... 52 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap total nitrogen daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir.......................................... 53 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir............................................................................ 65 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering akar tanaman kedelai dengan media 12. 13. 14. 15. 16 17 18. 19. 20. 21. 22. 23. tanam pasir............................................................................ 66 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap total N daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir............................................................................ 67 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir.................................................... 72 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir..................................................... 73 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap serapan N daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir................................................................. 74 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering daun tanaman kedelai.. 90 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering akar tanaman kedelai.. 92 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai 93 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat segar bintil akar tanaman kedelai................................................................................... 94 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering bintil akar tanaman kedelai................................................................................... 95 Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering daun tanaman kembang telang.................................................................... 99 Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering akar tanaman kembang telang.................................................................... 100 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang.................................................................... 101 24. 25. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang................................................................... 102 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering bintil akar tanaman kembang telang.................................................................... 103 DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Kebutuhan pupuk di Indonesia (ton)..................................... 4 2. Perkiraan jumlah N2 yang ditambat oleh tanaman leguminosa ........................................................................... 22 Pengaruh pemberian inokulan Nodulin Plus terhadap pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosa herba...................................................................................... 40 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir..................................................... 43 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir..................................................... 44 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap total N daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir.................................................................. 45 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering daun tanaman kembang telang dengan bahan tanam pasir.......................................... 51 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir.......................................... 52 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap total nitrogen daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir.......................................... 53 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir............................................................................ 65 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering akar tanaman kedelai dengan media 12. 13. 14. 15. 16 17 18. 19. 20. 21. 22. 23. tanam pasir............................................................................ 66 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap total N daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir............................................................................ 67 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir.................................................... 72 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir..................................................... 73 Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap serapan N daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir................................................................. 74 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering daun tanaman kedelai.. 90 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering akar tanaman kedelai.. 92 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai 93 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat segar bintil akar tanaman kedelai................................................................................... 94 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering bintil akar tanaman kedelai................................................................................... 95 Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering daun tanaman kembang telang.................................................................... 99 Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering akar tanaman kembang telang.................................................................... 100 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang.................................................................... 101 24. 25. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang................................................................... 102 Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering bintil akar tanaman kembang telang.................................................................... 103 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Teks 1. Larutan nutrisi tanpa N.......................................................... 129 2. Ciri fisik dan kimia tanah Ciawi, Kabupaten Bogor yang digunakan untuk percobaan.................................................. 130 Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA) dan total N-daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova ............................................ 131 Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai dengan media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova .......... 131 Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai .................................................................... 132 Analisis ragam regresi linier sederhana antara total N-daun dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai 132 Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA) dan total N-daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova ................................. 133 Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang dengan media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova ........................................................................... 133 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang ...................................................... 134 Analisis ragam regresi linier sederhana antara total N-daun dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang .................................................................... 134 Pengaruh penambahan unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA), total N-daun dan enzim nitrogenase (EN) tanaman kedelai. Rekapitulasi hasil Anova ...................................................... 135 Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan total N-daun dan aktivitas enzim nitrogenase tanaman kedelai ................................................ 135 Pengaruh penambahan unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA), total n-daun (TOTN) dan enzim nitrogenase (EN) tanaman kembang telang. Rekapitulasi hasil Anova .......................... 136 Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dan total n-daun dengan enzim nitrogenase tanaman kembang telang....................................................... 136 Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA) tanaman kedelai dengan media tanam tanah. Rekapitulasi hasil Anova.................................................................................... 137 Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai dengan media tanam tanah. Rekapitulasi hasil Anova................................. 137 Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai.................................................................... 137 Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA) tanaman kembang telang dengan media tanam tanah. Rekapitulasi hasil Anova............................................................................ 138 Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang dengan media tanam tanah. Rekapitulasi hasil Anova.......... 138 Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang....................................................... 138 Pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA) tanaman kedelai. Rekapitulasi hasil Anova............................................................................ 139 Pengaruh penambahan unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai. Rekapitulasi hasil Anova....... 139 Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai yang diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah.................................................... 140 Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai yang diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam pasir..................................................... 140 Pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA) tanaman kembang telang. Rekapitulasi hasil Anova....................................................... 141 Pengaruh penambahan unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang. Rekapitulasi hasil Anova.................................................................................... 27. 28. 29. 30. 141 Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang yang diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah.............................. 142 Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang yang diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam pasir............................... 142 Hasil analisa tanah terhadap kandungan Mo setelah penelitian............................................................................... 143 Jumlah pemberian Mo (ml) pada masing-masing penelitian............................................................................... 144 PENDAHULUAN Latar Belakang Nitrogen merupakan suatu unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, yang berfungsi sebagai penyusun protein dan penyusun enzim. Tanaman memerlukan suplai nitrogen pada semua tingkat perumbuhan, terutama pada awal pertumbuhan, sehingga adanya sumber N yang murah akan sangat membantu mengurangi biaya produksi. Jika unsur nitrogen terdapat dalam keadaan kurang, maka pertumbuhan dan produksi tanaman akan terganggu. Masalah ini dapat diatasi antara lain dengan pemupukan. Kebutuhan pupuk untuk komoditas pertanian sebagian besar dipenuhi oleh pupuk kimia (pupuk buatan). Namun pemakaian pupuk N buatan yang terus menerus atau berlebihan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan baik tanah maupun air tanah. Meningkatnya pemakaian pupuk kimia justru akan mengganggu keseimbangan mikro organisme tanah, menurunnya sifat fisik dan kimia tanah serta pencemaran lingkungan (Rogers dan Whitman, 1991). Dalam jangka panjang, pemakaian pupuk buatan secara terus menerus dapat menyebabkan merosotnya produktivitas tanah. Di samping itu, tidak semua pupuk yang diberikan dapat diserap oleh tanaman, sebagian besar akan hilang. Kehilangan N di dalam tanah selain terjadi melalui pencucian dan diangkut oleh tanaman, juga terjadi melalui penguapan. Bentuk teroksidasi nitrogen di atmosfer secara ekologi penting karena bila diubah menjadi NO3- akan menyumbang HNO3- bagi hujan asam. Berbeda halnya dengan proses penambatan N oleh leguminosa, tidak mempengaruhi kualitas air tanah. Hal ini karena ammonium (NH3+) yang dihasilkan oleh hasil penambatan, secara langsung digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Penggunaan pupuk berimbang merupakan pengelolaan hara secara terpadu, yaitu dengan memadukan faktor-faktor hara tanah dengan penggunaan pupuk anorganik dan organik serta memanfaatkan pupuk hayati. Di Indonesia penggunaan pupuk hayati belum memasyarakat di kalangan petani/peternak, meskipun penggunaan pupuk tersebut memberikan hasil yang positif untuk meningkatkan produktivitas. Baru sebagian kecil masyarakat petani yang telah memanfaatkan pupuk hayati. Pemanfaatan pupuk hayati yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dan organik memberikan prospek cukup baik untuk meningkatkan dan memperbaiki produktivitas tanah. Penambatan nitrogen secara simbiose bakteri tanah dengan tanaman leguminosa telah berlangsung lama dan sangat penting dalam fungsi ekosistem (Simms dan Taylor, 2002). Sejumlah besar kebutuhan nitrogen disumbang oleh penambatan melalui simbiose antara bakteri yang memiliki nitrogenase dengan tanaman leguminosa yang mampu mereduksi dinitrogen menjadi bentuk organik (Postgate, 1998 dalam Simms dan Taylor, 2002). Tanaman leguminosa baik herba maupun perdu/pohon mempunyai kemampuan mengikat N2 udara (bentuk N yang tidak tersedia bagi tanaman) dan merubahnya menjadi bentuk N yang tersedia bila bersimbiose dengan bakteri Rhizobium. Hubungan antara bakteri dengan tanaman leguminosa pada umumnya bersifat mutualistik, tetapi strain rhizobia mempunyai efektivitas yang berbeda (Burdon et al. 1999 dalam Simms dan Taylor, 2002). Simbiose ini merupakan proses yang komplek yang dipengaruhi oleh faktor biotik maupun faktor lingkungan. Usaha memanipulasi faktor-faktor yang terlibat secara optimal akan menghasilkan fiksasi N yang optimal pula. Interaksi tanaman inang dan bakteri Rhizobium bervariasi, dari yang moderat sampai yang spesifik, sehingga perlu diidentifikasi kombinasi antara spesies dan rhizobia yang superior mengikat N2. Pada penelitian ini difokuskan pada salah satu faktor unsur hara yaitu unsur hara Molibdednum (Mo) terhadap penambatan N udara oleh tanaman leguminosa herba. Pemilihan unsur hara Mo dalam penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa molibdenum merupakan komponen meta-protein nitrogenase dan membantu proses penambatan nitrogen (Gupta dan Vyas, 1994). Selanjutnya, Salisbury dan Ross (1995), mengemukakan bahwa fungsi molibdenum dalam tumbuhan yang paling dikenal baik adalah menjadi bagian dari enzim nitrat reduktase yang mereduksi ion nitrat menjadi ion nitrit. Mo berperan dalam enzim nitrit reduktase dan nitrat reduktase (Gardner et al.1991). Peran Mo adalah sebagai suatu carrier (alat pengangkut) elektron antara tahap teroksidasi dan tahap reduksi. Mo merupakan komponen yang sangat esensial bagi dua co-faktor yang diperlukan untuk metabolisme N bakteria (Thiel et al. 2002). Selanjutnya Vitousek et al. (2002) mengemukakan bahwa untuk berfungsi dengan baik enzim nitrogenase memerlukan unsur hara Mo. Namun, keberadaan unsur hara Mo pada tanah tertentu pada umumnya sangat kurang. Hakim et al. (1986), mengemukakan bahwa keadaan tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara molibdenum. Ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Pada pH rendah hampir tidak ada molibdenum yang tersedia. Sifat unsur hara ini sangat mobil di dalam tanah. Tanah-tanah yang sering mengalami kekurangan Mo adalah dicirikan oleh (a) tanah pasir, (b) tanah yang mengalami podsolisasi, dan (c) tanah yang banyak mengandung sulfat. Tujuan Penelitian Dari uraian pemikiran di atas, akan dilakukan suatu penelitian untuk mempelajari: 1. Pengaruh inokulan Nodulin Plus dalam membentuk bintil akar dan menambat nitrogen pada tanaman leguminosa herba pakan ternak yang direkomendasikan untuk Nodulin Plus yaitu kedelai (Glycine max L (Soybean) serta yang belum direkomendasikan yaitu kacang pintoi (Arachis pintoi Krap.& Greg.), kembang telang (Clitoria ternatea L) dan siratro (Macroptilium atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro). 2. Pengaruh Mo yang diberikan pada taraf berbeda terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan N leguminosa. 3. Pengaruh taraf pemberian Mo terhadap aktivitas enzim nitrogenase. Hipotesis 1. Ada spesifisitas tanaman leguminosa herba pakan ternak dalam kebutuhan rhizobia. 2. Pemberian unsur hara Mo meningkatkan penambatan nitrogen dan aktivitas enzim nitrogenase yang dicirikan dengan peningkatan produktivitas tanaman leguminosa. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh penggunaan inokulan Nodulin Plus dan penambahan unsur hara Mo terhadap aktivitas enzim nitrogenase serta pengaruh level dan cara pemberian unsur hara Mo terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan N leguminosa, selain faktor yang telah diketahui sebelumnya, yang akan berguna untuk pengetahuan dasar bagi pengembangan teknologi pemanfaatan bakteri rhizobia yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menambat Nitrogen. TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Nitrogen terhadap Tanaman Penggunaan pupuk nitrogen (N) meningkat sekitar sepuluh kali lipat menjadi 90 juta metrik ton antara tahun 1950 dan tahun 1995 (Frink et al. 1999). Hauck (1988) memperkirakan sekitar 60 juta ton pupuk nitrogen dewasa ini digunakan untuk peningkatan produksi lahan pertanian, terutama untuk memproduksi biji-bijian. Berdasarkan kebutuhan nitrogen, maka kebutuhan pupuk nitrogen diperkirakan akan mencapai 100 juta ton pada tahun 2000. Vance (2001) mengemukakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam tahun 2040 diperlukan sekitar 40 juta metric ton pupuk nitrogen untuk pertanian. Di Indonesia, permintaan pupuk N meningkat dari tahun ke tahun terutama Urea yang bila dibandingkan antara tahun 1999 dengan 2002 meningkat sebesar 37,5% (Soedjais, 2003). Di samping itu terdapat pula peningkatan permintaan terhadap pupuk Amonium Sulfat sebesar 12,4% dan TSP/SP36 sebesar 6,2%, serta penurunan permintaan pupuk KCl sebesar 19,1% (Tabel 1). Tabel 1. Kebutuhan pupuk di Indonesia (ton) Tahun Urea Amonium sulfat TSP/SP36 KCl 1999 3.140.033 541.580 673.193 530.057 2000 3.959.650 507.005 687.653 359.453 2001 3.934.985 511.170 655.734 426.019 2002 4.318.407 608.605 714.872 428.620 Sumber: Soedjais, 2003. Hauck (1988) memperkirakan bahwa sekitar 90 juta ton nitrogen diperoleh sebagai hasil penambatan secara proses biologis, dimana sekitar 50 juta ton ditambat oleh leguminosa tanaman pakan ternak. Menurut Arshad dan Frankenberger (1993) fiksasi N2 secara biologi menyumbang sekitar 70% dari semua nitrogen yang difiksasi di bumi dan sekitar 90% kebutuhan nitrogen tanaman dapat dihasilkan oleh gabungan ini. Smill (1999) mengemukakan bahwa sekitar 40 hingga 60 juta metrik ton N2 ditambat oleh tanaman leguminosa setiap tahun. Unsur hara N merupakan bahan penting penyusun asam amino, amida, nukleotida, dan nukleoprotein, serta esensial untuk pembelahan sel, pembesaran sel, dan karenanya untuk pertumbuhan (Gardner et al. 1991). Defisiensi N mengganggu proses pertumbuhan, menyebabkan tanaman kerdil, dan menguning. Nitrogen (N) merupakan suatu unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, yang berfungsi sebagai penyusun protein, termasuk enzim dan molekul chlorofil (Hakim et al. 1986). Nitrogen merupakan unsur hara yang penting hubungannya dengan pertumbuhan tanaman. Unsur ini dijumpai dalam jumlah besar di dalam bagian muda tanaman, terutama terakumulasi pada daun dan biji. Nitrogen merupakan penyusun setiap sel hidup, karenanya terdapat pada seluruh bagian tanaman. Tanaman memerlukan suplai nitrogen pada semua tingkat pertumbuhan, terutama pada awal pertumbuhan, sehingga adanya sumber N yang murah akan sangat membantu mengurangi biaya produksi. Sebagai contoh untuk menghasilkan 1 kg biji kedelai, tanaman menyerap 70-80 g N dari dalam tanah (Pasaribu et al. 1989). Grant and Flaten (1998) dalam Grant et al. (2002) mengemukakan bahwa unsur hara N diperlukan untuk menjamin kualitas tanaman yang optimum yang ditunjukkan oleh kandungan protein dari tanaman yang berhubungan langsung dengan supplai N. N diberikan kepada tanah dalam bentuk-bentuk amida, ammonium, maupun nitrat. Tidak semua pupuk yang diberikan dapat diserap oleh tanaman, sebagian besar akan hilang. Kehilangan N di dalam tanah selain terjadi melalui pencucian dan diangkut oleh tanaman, juga terjadi melalui penguapan seperti N2, nitrous oksida (N2O) dan NH3. Gas ini terbentuk karena reaksi-reaksi dalam tanah dan kegiatan mikrobia. Mekanisme kehilangan N dalam bentuk gas melalui denitrifikasi, reaksi kimia karena temperatur dalam suasana aerobik dan lainnya, serta penguapan gas NH3 dari pemupukan pada tanah alkalis (Maryam et al. 1998). Unsur hara N biasanya defisien, yang mengakibatkan penurunan produksi pertanian di seluruh dunia. Hakim et al. (1986) mengemukakan bahwa nitrogen yang terdapat dalam tanah sedikit, sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen setiap tahun cukup besar. Di samping itu senyawa nitrogen anorganik mudah larut dan mudah hilang dalam air drainase/irrigasi atau menguap ke atmosfer. Jika unsur N terdapat dalam keadaan kurang, maka pertumbuhan dan produksi tanaman akan terganggu. Masalah ini dapat diatasi antara lain dengan pemupukan. Kebutuhan nitrogen untuk komoditas pertanian pada umumnya dipenuhi dengan dua cara yaitu (1) pupuk kimia/buatan, manure, dan/atau mineralisasi dari bahan organik, dan (2) melalui penambatan N atmosfir melalui proses simbiosis (Vance, 2001). Pemakaian pupuk N buatan yang terus menerus atau berlebihan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan baik tanah maupun air tanah (Rogers dan Whitman, 1991). Tumbuhan kehilangan sedikit nitrogen ke dalam atmosfer dalam bentuk NH3, N2O, NO2 dan NO yang mudah menguap, khususnya bila dipupuk nitrogen (Salysbury dan Ross, 1995). Bentuk teroksidasi nitrogen di atmosfer secara ekologi penting karena bila diubah menjadi NO3- akan menyumbang HNO3- bagi hujan asam. Selanjutnya Campbell et al. (1995) dalam Grant et al. (2002) mengemukakan bahwa pencucian NO3 akan menurunkan kualitas air tanah dan emisi N2O berkontribusi terhadap efek rumah kaca dan menyebabkan terjadinya pemanasan global. Residu pupuk N yang cukup besar tertinggal dalam tanah sebagai akibat tidak efisiennya tanaman menggunakan pupuk N berimplikasi negatif terhadap lingkungan dan kesehatan (Galloway et al. 1995 dalam Vance, 2001). Nitrifikasi oleh mikrobia dan denitrifikasi N tanah merupakan kontributor utama emisi NO2 dan N2O (Socolow, 1999). Pupuk N yang tidak dimanfaatkan oleh tanaman secara cepat akan memasuki permukaan tanah dan air tanah melalui runoff dan leaching. Ekses dari NO3- pada air minum yang berasal dari pupuk berakibat methemoglobin anemia pada bayi dan anak-anak bila konsentrasinya melebihi 10 mg NO3 L-1 (Smill, 1999). Proses fiksasi N oleh leguminosa tidak mempengaruhi kualitas air tanah. Hal ini karena ammonium (NH4+) yang dihasilkan oleh hasil fiksasi, secara langsung digunakan untuk pertumbuhan tanaman (Killpack dan Buchholz, 1993). Pada proses penambatan N, tanaman leguminosa menyediakan lingkungan reduksi dan karbohidrat untuk metabolisme bakteri, sedangkan bakteri mengubah N2 udara menjadi N tersedia bagi tanaman. Tanaman leguminosa mampu tumbuh baik pada tanah yang miskin N karena adanya simbiosis dengan rhizobium, sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman leguminosa, serta mampu meningkatkan dan menjaga kesuburan tanah (Gardner et al. 1991). Menurut Salisbury dan Ross (1995) semua NH4+ pertama-tama diubah menjadi gugus amina dari glutamin. Perubahan ini dan reaksi lainnya akan membentuk asam glutamat, asam aspartat, dan asparagin (Gambar 1). Gambar 1. Perubahan amonium menjadi senyawa organik utama (Salisbury dan Ross, 1995) Glutamin dibentuk dengan penambahan satu gugus NH2 dari NH4+ ke gugus karboksil terjauh dari karbon alfa asam glutamat, lalu terbentuk ikatan amida (reaksi 1). Enzim yang diperlukan adalah glutamin sintase. Hidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi sangat penting untuk mendorong reaksi lebih lanjut. Reaksi ini membutuhkan asam glutamat sebagai reaktan, harus terdapat mekanisme untuk menyediakannya yang dapat dipenuhi oleh reaksi 2 yang dikatalisis oleh glutamate sintase. Glutamat sintase mengangkut gugus amida dari glutamin ke karbon karbonil asam α-ketoglutarat, sehingga terbentuk dua molekul asam glutamat. Proses ini membutuhkan pereduksi yang mampu menyumbang dua elektron, yaitu feredoksin (dua molekul) di kloroplas dan NADH atau NADPH di proplastid sel non-fotosintetik. Salah satu dari dua glutamat yang dibentuk pada reaksi 2 penting untuk mempertahankan reaksi 1, sedangkan glutamat yang satunya dapat diubah secara langsung menjadi protein, klorofil, dan asam nukleat. Selain membentuk glutamat, glutamin dapat menyumbangkan gugus amidanya ke asam aspartat untuk membentuk asparagin (reaksi 3). Reaksi ini membutuhkan asparagin sintetase, dan hidrolisi tak-terbalikkan ATP menjadi AMP dan Ppi menyediakan energi untuk mendorong reaksi ini. Nitrogen dalam aspartat dapat berasal dari glutamat, tapi empat karbonnya mungkin berasal dari oksaloasetat (reaksi 4) yang dibentuk dari PEP dan HCO3- oleh kerja PEP karboksilase (reaksi 5). Sejumlah besar nitrogen gas terdapat di atmosfer yaitu sekitar 78% (Hakim et al. 1986; Salisbury dan Ross, 1995), tetapi secara aktif sulit bagi organisme hidup untuk mendapatkan atom nitrogen dari dinitrogen (N2) dalam bentuk yang berguna (Salisbury dan Ross, 1995). Walaupun N2 masuk ke dalam sel tumbuhan bersama-sama CO2 lewat stomata, enzim yang ada hanya dapat mereduksi CO2 sehingga N2 keluar lagi secepat ia masuk. Sebagian besar nitrogen yang terdapat di dalam organisme hidup berasal dari penambatan (reduksi) oleh mikroorganisme prokariot, sebagian di antaranya terdapat di akar tumbuhan tertentu, atau dari pupuk kimia secara industri. Sebagian kecil nitrogen juga masuk ke tanah dari atmosfer dalam bentuk ion amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) bersama hujan dan kemudian diserap akar (Salisbury dan Ross, 1995). Penyerapan NO3- dan NH4+ oleh tumbuhan memungkinkan tumbuhan untuk membentuk berbagai senyawa nitrogen, terutama protein. Pupuk dan tumbuhan yang mati, mikroorganisme, serta hewan, merupakan sumber penting nitrogen yang dikembalikan ke tanah, tetapi sebagian besar nitrogen tersebut tidak larut dan tidak segera tersedia bagi tumbuhan. Hampir semua tanah mengandung sedikit asam amino, yang dihasilkan terutama dari perombakan bahan organik oleh mikroba, tapi juga pengeluaran dari akar. Walaupun asam amino tersebut dapat diserap dan dimetabolismekan oleh tumbuhan, senyawa ini dan senyawa nitrogen komplek lainnya hanya menyumbang sedikit bagi hara nitrogen tumbuhan secara langsung. Walaupun demikian, mereka merupakan cadangan nitrogen yang sangat penting, yang akan menghasilkan NH4+ dan NO3-. Nyatanya, 90% nitrogen total di tanah terdapat dalam bentuk bahan organik, walaupun dalam beberapa kasus sejumlah besar nitrogen terdapat dalam bentuk NH4+ yang terikat pada koloid liat (Salisbury dan Ross, 1995). Rhizobium Bakteri Rhizobium spp. merupakan salah satu jenis jasad mikro yang hidup bersimbiosis dengan tanaman leguminosa dan berfungsi menambat nitrogen secara hayati mulai diperkenalkan pada tahun 1888 oleh Hellriegel dan Wilfarth (Hirsch et al. 2001). Penambatan nitrogen secara simbiotik merupakan interaksi kompleks antara tanaman inang, lingkungan dan bakteri Rhizobium (Graham, 1981; Singleton et al. 1985; Long, 1996). Setiap jenis leguminosa menghendaki strain Rhizobium tertentu untuk keserasian simbiosisnya (Hirsch et al. 2001). Sebagai contoh Sinorhizobium meliloti efektif untuk spesies Medicago, Melilotus, dan Trigonella; sedangkan Rhizobium leguminosarum bv. viciae sesuai untuk tanaman Pisum, Vicia, Lens, dan Lathyrus spp. Untuk itu inokulasi perlu dilaksanakan agar tercapai penambatan nitrogen yang efektif (Yutono, 1985). Limpens dan Bisseling (2003) mengemukakan bahwa penambatan nitrogen adalah merupakan bentuk simbiosis antara tanaman leguminosa (Fabaceae) dengan bakteri gram-negatif yang termasuk ke dalam genera Azorhizobium, Bradyrhizobium, Mesorhizobium, Rhizobium dan Sinorhizobium yang secara kolektif disebut rhizobia. Interaksi ini akan membentuk organ baru yang disebut dengan bintil akar, dimana rhizobia bersatu secara intraselluler ke dalam induk semang dan menambat nitrogen dari atmosfer untuk digunakan oleh induk semang. Rhizobium termasuk divisi Protophyta, kelas Schizomycetes, order Eubacteriales, famili Rhizobiaceae dan genus Rhizobium. Jordan (1982) mengklasifikasikan genus Rhizobium menjadi dua group yaitu Rhizobium dengan ciri tumbuh cepat dan bereaksi asam pada medium agar dan Bradyrhizobium dengan ciri tumbuh lambat dan bereaksi alkaline pada media agar Morfologi koloni Rhizobium pada media agar berdiameter 2-4 µm (Vincent, 1982; Setiadi, 1989), sedangkan Bradyrhizobium adalah genus bakteri dengan diameter 1 µm dan mempunyai kecepatan pertumbuhan lebih lambat pada agar mannitol ekstrak khamir dibandingkan dengan Rhizobium (Setiadi, 1989). Rhizobium mempunyai kecepatan tumbuh 3-5 hari, sedangkan Bradyrhizobium 5-7 hari. Rhizobium merupakan pemasok utama kebutuhan N tanaman leguminosa bila tidak memperoleh pemupukan N atau dapat mengurangi pemakaian pupuk N (Lynch, 1983). Pada kondisi lingkungan yang ideal dengan bintil akar yang baik tanaman kedelai dapat memperoleh sumbangan N hasil penambatan N2 oleh bakteri Rhizobium setara dengan 65-115 kg N ha –1 tahun -1 (Alexander, 1977). Tanaman leguminosa baik herba maupun perdu/pohon mempunyai kemampuan mengikat N udara (bentuk N yang tidak tersedia bagi tanaman) dan merubahnya menjadi bentuk N yang tersedia bila bersimbiose dengan bakteri Rhizobium. Usaha memanipulasi faktor-faktor yang terlibat secara optimal akan dihasilkan fiksasi N yang optimal pula. Interaksi tanaman inang dan bakteri Rhizobium bervariasi, dari yang moderat sampai yang spesifik, sehingga perlu diidentifikasi kombinasi antara spesies dan rhizobia yang superior mengikat N2. Purwantari (1994) melaporkan bahwa Sesbania grandiflora termasuk dalam kategori spesifik dalam kebutuhannya akan Rhizobium. Berbeda halnya dengan Paraserianthes falcataria kurang spesifik. Pada tanaman Siratro (Macroptilium atropurpureum (DC) Urb. Cv Siratro), bintil akar yang efektif dapat terbentuk dari berbagai strain rhizobium atau bradyrhizobium (Appelbaum, 1990 dalam Khan et al. 1999). Menurut Broughton (2003) Azorhizobium caulinodans efektif membentuk bintil akar pada tanaman Sesbania rostrata, Synorhizobium meliloti pada tanaman Medicago, Melilotus dan Trigonella, sedangkan Rhizobium sp. NGR234 efektif membentuk bintil akar pada lebih dari 112 genera leguminosa, termasuk tanaman non-leguminosa yaitu Parasponia andersonii. Selanjutnya, Khan et al. (1999) menyatakan bahwa nodulasi dan penambatan nitrogen pada tanaman dapat ditingkatkan bila tanaman tersebut diinokulasi dengan strain (Brady)rhizobium yang kompetitif dan efektif serta konsentrasi bakteri yang tinggi. Pembentukan bintil akar terjadi antara 7-14 hari setelah perkecambahan dengan membentuk akar rambut pada akar primer dan sekunder (Gardner et al. 1991; Salisbury dan Ross, 1995). Akar mengeluarkan senyawa triptofan yang menyebabkan bakteri berkembang pada ujung akar rambut. Triptofan diubah oleh rhizobium menjadi IAA (Indole Acetic Acid) yang menyebabkan akar membengkok karena adanya interaksi antara akar dengan rhizobium. Kemudian bakteri merombak dinding sel akar tanaman sehingga terjadi kontak antara keduanya. Benang infeksi terbentuk, yang merupakan perkembangan dari membran plasma yang memanjang dari sel terinfeksi. Setelah itu rhizobium berkembang di dalam benang infeksi yang menjalar menembus sel-sel kortek sampai parenkim. Di dalam sel kortek, rhizobium dilepas di dalam sitoplasma untuk membentuk bakteroid dan menghasilkan stimulan yang merangsang sel kortek untuk membelah. Pembelahan tersebut menyebabkan proliferasi jaringan, membentuk struktur bintil akar yang menonjol sampai keluar akar tanaman, yang mengandung bakteri rhizobium. Semua rhizobia adalah bakteri aerobik yang bertahan secara saprofit di dalam tanah sampai mereka menginfeksi bulu akar (Salisbury dan Ross, 1995). Pembentukan bintil akar yang efektif bersimbiose melibatkan signal antara tanaman (macrosimbiont) dan bakteri (microsymbion). Flavonoids dan/atau isoflavonoids dilepaskan dari akar tanaman leguminosa induk semang membuat transkrip dari gene rhizobia bintil akar yang sesuai, kemudian membentuk molekul lipochitooligosaccharide, yang memberi tanda pada tanaman leguminosa untuk mulai membentuk bintil akar (Long, 1996). Bakteri Rhizobium yang masuk ke dalam sel akar melalui epidermis akar dan membentuk formasi bintil akar melalui pengaturan ulang perkembangan sel luar akar (Limpens dan Bisseling, 2003). Keberhasilan interaksi ini memerlukan koordinasi dari kedua proses tersebut. Secara umum, proses infeksi dimulai dengan pengeritingan rambut akar, yang diduga disebabkan oleh reorientasi gradual dan konstant arah pertumbuhan bulu akar (Emons dan Mulder, 2000 dalam Limpens dan Bisseling, 2003). Bakteria tertangkap dalam gulungan bulu akar, kemudian dinding sel tanaman ditempat tertentu terdegradasi, sel membran membentuk liang dan material baru disimpan oleh tanaman dan bakteri. Enzim dari bakteri merombak bagian dinding sel sehingga bakteri dapat masuk ke dalam sel bulu akar. Kemudian, bulu akar membentuk struktur lir-benang yang disebut benang infeksi, yang terdiri dari membran plasma lurus dan memanjang dari sel yang terserang, bersamaan dengan pembentukan selulosa baru di sebelah dalam membran ini. Bakteri tersebut membelah dengan cepat di dalam benang yang menjalar masuk dan menembus melalui dan di antara sel korteks. Di sel korteks sebelah dalam, bakteri dilepas ke dalam sitoplasma dan merangsang beberapa sel (khususnya sel tetraploid) untuk membelah. Pembelahan ini menyebabkan proliferasi jaringan, membentuk bintil akar dewasa, yang terbuat sebagian besar dari sel tetraploid yang mengandung bakteri dan beberapa sel diploid tanpa bakteri (Salisbury dan Ross, 1995). Tiap bakteri yang membesar dan tak bergerak disebut bakteroid. Sel bintil akar lazimnya mengandung beberapa ribu bakteroid. Gambar 2 menunjukkan proses perkembangan bintil akar tanaman kedele, (a) dan (b) bakteri Rhizobium berhubungan dengan bulu akar yang peka, terbelah didekatnya dan infeksi bulu akar yang berhasil akan menyebabkannya mengeriting dan (c) benang infeksi membawa bakteri yang terbelah, sebagai bakteroid. Bakteroid menyebabkan sel korteks-dalam dan sel perisiklus membelah. Pembelahan dan pertumbuhan sel korteks dan perisiklus menjadi bintil akar dewasa (Salisbury dan Ross, 1995). Gambar 2. Perkembangan bintil akar tanaman kedelai (Salisbury dan Ross, 1995) Bakteroid biasanya berada di sitoplasma dalam kelompok, masing-masing dikelilingi oleh membran yang disebut membran peribakteroid. Antara membran peribakteroid dan kelompok bakteroid terdapat daerah yang disebut ruang peribakteroid. Di luar ruang peribakteroid, di sitoplasma tumbuhan, terdapat protein yang dinamakan leghemoglobin (Appleby, 1984 dalam Salisbury dan Ross, 1995). Kemampuan penambatan N secara biologis untuk mengkonversi N2 menjadi N organik adalah sangat substansial, sering mencapai 100 kg per ha -1tahun -1 yang lebih dari cukup untuk mempertahankan kebutuhan N dan mengganti N yang hilang (Vitousek et al. 2002). Penelitian tentang inokulasi bakteri rhizobia pada tanaman leguminosa tidak selalu berhasil dengan baik, bahkan sering mengalami kegagalan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor antara lain rendahnya kemampuan bakteri inokulan untuk bersaing dengan bakteri yang alami (Triplet dan Sadoswky, 1992); rendahnya konsentrasi dari bakteri inokulan (Nambiar et al. 1987). Faktor yang juga mempengaruhi perkembangan dan aktifitas rhizobium di dalam tanah antara lain kelembaban, aerasi, suhu, kandungan bahan organik, kemasaman tanah, suplai hara anorganik, jenis tanah dan persentase pasir serta liat (Alexander, 1977). Tekstur tanah berpasir dengan bahan organik rendah mengurangi penambatan N di dalam tanah. Tekstur tanah liat berat dengan bahan organik rendah mengurangi aktifitas dan efektivitas bakteri rhizobium dalam membentuk bintil akar dan pada akhirnya mempengaruhi penambatan N (Kentjanasari et. al. 1998). Lynch (1983) mengatakan bahwa efektivitas bakteri rhizobium hilang pada kondisi tanah yang anaerob. Subowo et al. (1989) melaporkan bahwa penurunan populasi rhizobium pada tanah dengan perlakuan inokulasi legin lebih tajam dibandingkan dengan perlakuan tanpa legin. Keadaan ini menunjukkan bahwa daya adaptasi rhizobium inokulan yang merupakan mikroorganisme masukan lebih rendah dibandingkan dengan rhizobia alami. Melalui penelitian sejak tahun 1980, Balitbio telah menghasilkan formulasi pupuk mikroba multiguna (PMMG) yang diberi nama Rhizo-plus. Keunggulan Rhizo-plus dibandingkan dengan pupuk mikroba lain yang sejenis yaitu: merupakan mixed microbial fertilizer mengandung mikroba efektif mengikat N udara dan melarutkan fosfat serta dilengkapi dengan unsur hara mikro dan zat pemacu tumbuh yang diperlukan oleh mikroba dan tanaman (Suhaya et al. 1999). Dengan demikian aplikasi pupuk mikroba Rhizo-plus merupakan salah satu cara yang dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia khususnya Urea dan TSP/Sp36 dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman sehingga dapat menekan biaya produksi. Penelitian di daerah Pati, Magetan, Banyumas, Pasuruan, Cianjur dan Pandeglang menunjukkan bahwa penggunaan Rhizo-plus pada tanaman kedele selain dapat menekan penggunaan Urea sampai 100% dan mengurangi penggunaan TSP/SP36 sampai 50% ternyata juga dapat menekan kebutuhan kapur pertanian sebesar 50% (Herman dan Goenadi, 1999). Saraswati et al. (1998) melaporkan bahwa dengan menggunakan Rhizoplus pada tanaman kedele dapat menghemat biaya produksi sebesar Rp. 50.000 per hektar dan meningkatkan produksi antara 2,45-57,48%, serta keuntungan yang diperoleh petani naik rata-rata Rp. 292.000 per hektar. Selanjutnya Suhaya et al. (1999) melaporkan bahwa di desa Karya Mukti Kecamatan Rimbo Melintang Kabupaten Rokan Hilir sebagai salah satu sentra produksi kedelai di Propinsi Riau, penggunaan Rhizo-plus dapat meningkatkan efisiensi usahatani yaitu dapat menekan biaya produksi sebesar Rp 172.000 per hektar dan peningkatan hasil sampai 11,86% pada varitas Argomulyo dibandingkan dengan pupuk lengkap sesuai anjuran setempat. Molibdenum Berdasarkan jumlah kebutuhan, unsur hara tanaman diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar yaitu unsur hara makro yaitu hidrogen (H), karbon (C), Oksigen (O), Nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S) yang diperlukan relatif dalam jumlah besar serta unsur hara mikroyaitu molibdenum (Mo), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), boron (B), besi (Fe) dan klor (Cl) ) yang diperlukan dalam jumlah relatif sedikit (Rosmarkam dan Yuwono, 2002; Gardner et al. 1991). Gardner et al. (1991) mengemukakan bahwa molibdenum mungkin berasal dari pelapukan sejumlah mineral yang meliputi MoS2 (tereduksi), komplek oksida seperti CaMoO4, dan bentuk terhidrasi. Mo diserap dalam bentuk anion divalen (MoO42-). Gupta dan Vyas (1994) melaporkan bahwa molibdenum merupakan komponen meta-protein nitrogenase dan membantu proses penambatan nitrogen. Selanjutnya, Salisbury dan Ross (1995), mengemukakan bahwa fungsi molibdenum dalam tumbuhan yang paling dikenal baik adalah menjadi bagian dari enzim nitrat reduktase yang mereduksi ion nitrat menjadi ion nitrit. Mo berperan sebagai katalitis dan hanya ada dalam satu atau beberapa senyawa (enzim) saja. Mo berperan dalam enzim nitrit reduktase dan nitrat reduktase (Gardner et al.1991). Peran Mo adalah sebagai suatu carrier (alat pengangkut) elektron antara tahap teroksidasi dan tahap reduksi. Selanjutnya Vitousek et al. (2002) mengemukakan bahwa untuk berfungsi dengan baik nitrogenase memerlukan unsur hara Molibdenum. Bakteri penambat N mungkin juga memerlukan lebih banyak unsur hara P dan Fe dibandingkan dengan organisme lain. Molibdenum merupakan komponen yang sangat esensial bagi dua co-factor yang diperlukan untuk metabolisme N bakteria (Thiel et al. 2002). Monitrogenase memerlukan suatu cofaktor berupa iron-molybdenum (Newton, 1992 dalam Thiel et al. 2002). Selanjutnya Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan bahwa fungsi Mo dalam tanaman adalah mengaktifkan enzim nitrogenase, nitrat reduktase, dan xantine oksidase. Mendel dan Hansch (2002) mengemukakan bahwa elemen molibdenum esensial hampir pada semua organisme dan terdapat pada lebih dari 40 enzim katalisator berbagai reaksi redox. Empat jenis ditemukan pada tanaman yaitu (1) Nitrate reductase katalisator yang merupakan kunci awal pada assimilasi inorganik nitrogen; (2) aldehyde oxidase(s) yang berperan sebagai katalisator dalam proses akhir biosintesa phytohormone abscisic acid; (3) xanthine dehydrogenase yang terlibat dalam katabolisme purine dan reaksi stress dan (4) sulphite oxidase yang kemungkinan terlibat dalam detoksifikasi ekses sulphite (Mendel dan Hansch, 2002). Mo merupakan elemen yang sangat jarang (Fortescue, 1992 dalam Mendel dan Hansch, 2002). Oksidasi Mo dalam tanah bervariasi dari II hingga IV, tetapi hanya bentuk soluble Mo (IV) yang tersedia bagi tanaman. Defisiensi unsur hara Mo telah dilaporkan terjadi pada beberapa spesies tanaman (Gupta, 1997 dalam Mendel dan Hansch, 2002). Kemungkinan gejala defisiensi Mo pada tanaman sangat bervariasi dan gejala yang sering timbul adalah klorosis atau daun berwarna kekuning-kuningan (Mendel dan Hansch, 2002). Gejala yang timbul karena kekurangan Mo hampir menyerupai kekurangan N. Kekurangan Mo dapat menghambat pertumbuhan tanaman, daun menjadi pucat dan mati, pembentukan bunga terlambat, dan pembentukan benang sari berkurang (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Gejala defisiensi Mo umumnya terdapat pada tanah asam. Pada tanah asam umumnya kadar Fe, Al, dan kadang-kadang Mn berlebihan (toksis). Oleh karena itu, gejala defisiensi Mo sering bergabung dengan adanya gejala keracunan Fe3+ dan Mn2+. Molibdenum merupakan salah satu unsur hara mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penambahan unsur hara Mo dapat meningkatkan produksi sebesar 28% pada tanaman Arachis hypogaea dan kandungan N daun lebih tinggi (Quaggio et al. 2004). Molibdenum merupakan bagian dari enzim nitrogenase, yang esensial dalam proses penambatan nitrogen, sehingga defisiensi Molibdenum lebih sering ditemukan pada tanaman leguminosa (Bailey dan Laidlaw, 1999 dalam Quaggio et al. 2004). Rosmarkam dan Yuwono (2002) melaporkan bahwa ketersediaan Mo dalam tanah dipengaruhi oleh adanya pengapuran, perubahan suasana reduksi oksidasi, mikroorganisme, dan harkat Mo tersedia. Hakim et al. (1986), mengemukakan bahwa keadaan tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara molibdenum. Ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Pada pH rendah hampir tidak ada molibdenum yang tersedia. Selanjutnya Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan bahwa Mo yang larut dalam air sangat sedikit (<0,1 ppm) dan kelarutannya dipengaruhi oleh pH tanah. Makin rendah pH tanah, makin rendah pula tingkat kelarutannya dan sebaliknya. Hal ini diduga karena makin rendah pH makin tinggi kelarutan Fe dan Al (seskuioksida) yang kemudian Fe ini mengikat Mo. Ikatan ini tergolong kuat sehingga tidak tersedia untuk tanaman. Ion MoO4- sebagai anion terikat sering menyelimuti lempung yang bermuatan negatif pada permukaan luarnya. Ketersediaan Mo meningkat dengan meningkatnya pH, sehingga pemberian kapur meningkatkan ketersediaan Mo (Gardner et al. 1991). Tanah asam yang disebabkan antara lain oleh meningkatnya hujan asam dan pemupukan N secara terus menerus, menghambat produksi tanaman leguminosa (Graham dan Vance, 2000). Konsentrasi ion H per se, keracunan Al dan Mn, dan defisiensi P, Mo atau Ca berkontribusi terhadap penurunan produksi leguminosa (Graham, 1992). Nodulasi dan ketahanan hidup rhizobia dalam tanah terutama dipengaruhi oleh kondisi keasaman tanah (Graham dan Vance, 2003). Sifat unsur hara ini sangat mobil di dalam tanah. Jumlah Mo dalam tanah sangat sedikit yaitu berkisar antara 0,2 hingga 10 ppm dan umumnya antara 0,5 hingga 3,5 ppm (Hakim et al. 1986). Jumlah ini relatif lebih banyak pada tanah liat daripada tanah pasir dan tanah organik. Mengel dan Kirby (1987) dalam Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan kisaran kadar Mo dalam berbagai jenis tanah yaitu Marsh 0,17-1,4 ppm; Podsolik kelabu coklat 0,1-0,5 ppm, Gambut 0,1-0,5 ppm; dan Podsolik coklat 0,09-0,36 ppm. Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) harkat Mo dalam tanah adalah sangat tinggi bila lebih besar dari 1,50 ppm; tinggi 1,10-1,50 ppm; sedang 0,51-1,00 ppm, rendah 0,11-0,50 ppm dan sangat rendah bila lebih rendah dari 0,10 ppm. Tanah-tanah yang sering mengalami kekurangan Mo adalah dicirikan oleh (a) tanah pasir, (b) tanah yang mengalami podsolisasi, dan (c) tanah yang banyak mengandung sulfat. Hubungan antara serapan Mo dengan ketersediaan sulfat adalah keterbalikan. Pada keadaan dimana menurunnya sulfat, maka ini berarti serapan Mo akan meningkat. Kadar Mo yang tinggi dalam tanaman akan mempengaruhi translokasi Fe dari akar ke bagian atas tanaman (Hakim et al. 1986). Salisbury dan Ross (1995), mengemukakan bahwa molibdenum banyak terdapat di tanah sebagai garam molibdat (MoO4) dan juga sebagai MoS2. Pada bentuk pertama Mo berada dalam keadaan tereduksi Mo6+, tapi berbentuk Mo4+ pada garam sulfida. Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan bahwa Mo diserap dalam bentuk ion MoO4-. Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan bahwa Mo dapat membentuk kompleks dengan bahan organik tanah. Ikatan ini dikenal dengan khelat yang bermanfaat melindungi Mo dari fiksasi oleh lempung. Senyawa organik yang mengikat Mo tersebut adalah gugus ortho hidroksil yang meliputi alkohol, phenol, asam hidroksi dan asam organik mono basis. Mo dalam tanah juga dapat bergabung dengan senyawa yang mengandung N, misalnya tirosin, tiramin, lisitin, dan protein. Penambahan unsur hara Mo sebesar 0,45 kg ha-1 dalam bentuk sodium molybdate secara nyata meningkatkan jumlah bintil akar dan produksi pigeon pea (Khurana dan Dudeja, 1981 dalam Wani et al., 1995), sedangkan penambahan 1 kg cobalt chloride, 1 kg sodium molybdate dan 25 kg ZnSO4 ha-1 meningkatkan produksi chickpea berturutturut sebesar 10, 7 dan 4% dibandingkan kontrol (Wani et al. 1995). Enzim nitrogenase Enzim adalah protein katalisator untuk reaksi-reaksi kimia pada sistem biologi. Sebagian besar reaksi sel-sel hidup akan berlangsung sangat lambat bila reaksi tersebut tidak dikatalisis oleh enzim. Enzim adalah katalisator yang reaksi-spesifik karena semua reaksi biokimia perlu dikatalisis oleh enzim. Salisbury dan Ross (1995) mengemukakan bahwa nitrogenase terdiri dari dua protein yang berlainan, sering disebut protein Fe dan protein Fe-Mo. Protein Fe-Mo mempunyai 2 atom molibdenum dan 28 atom besi; protein Fe mengandung 4 atom besi dari kelompok Fe4S4. Baik molibdenum maupun besi menjadi tereduksi dan kemudian dioksidasi saat nitrogenase menerima elektron dari feredoksin dan mengangkutnya ke N2 untuk membentuk NH4+. ATP penting untuk penambatan karena menempel pada protein Fe dan menjadikan protein tersebut bahan pereduksi yang lebih kuat. Protein Fe mengangkut elektron ke protein Fe-Mo, disertai dengan hidrolisis ATP menjadi ADP. Protein Fe-Mo kemudian meneruskan pengangkutan elektron menuju N2 dan menuju proton untuk membuat dua NH4 dan satu H2 (Gambar 3). Gambar 3 : Ikhtisar pengangkutan elektron dari flavodoksin tereduksi ke N2 dan H+ di tiga tahap utama (Salisbury dan Ross, 1995) Shilov (1992) mengemukakan bahwa nitrogenase yang diisolasi dari berbagai bakteri penambat nitrogen terdiri dari dua protein yaitu Fe protein (ca. 60 kD) dan MoFe protein (ca. 230 kD). Fe protein terdiri dari satu Fe4S4 cluster, sedangkan MoFe protein terdiri dari dua FeMo cofactors dan empat Fe4S4 cluster (P-cluster). Enzim nitrogenase sangat sensitif terhadap oksigen (Salisbury dan Ross, 1995), karena protein Fe dan protein Fe-Mo dari nitrogenase didenaturasi secara oksidatif oleh oksigen. Leghemoglobin mengendalikan sebagian ketersediaan oksigen di dalam bakteroid, tetapi sifat anatomi yang rumit dari bakteroid itu sendiri (seperti korteks dan endodermis yang mengelilingi berkas pembuluh dan sel yang mengandung bakteroid) nampak jauh lebih penting untuk mempertahankan tingkat oksigen yang rendah di sekitar nitrogenase dengan bertindak sebagai pembatas difusi ke udara di dalam tanah. Moat dan Foster (1988) mengemukakan bahwa nitrogenase terdiri dari dua protein yang sensitif terhadap oxygen, yaitu molibdenum iron protein (dinitrogenase) dan iron – sulfur protein (dinitrogen reductase). Kedua protein ini bersama dengan ATP, Mg2+ dan electron, adalah esensial dalam aktivitas penambatan nitogen (Gambar 4). Secara umum proses penambatan nitrogen memerlukan energi sekitar 12 – 16 molekul ATP dan 6-8 electron. O2 Leghemoglobin Karbohidrat (dari glikolisis atau Sistem Oksidasi 2H+ +2e 16 Mg ATP 8 Fd N2 Fe Hidrogenase 8 NADH + H+ Fd 8e- Fe Protein 8 NAD+ 16 Mg ADP + Pi Mo Protein 2H+ +2e H2 2NH3 Gambar 4. Nitrogenase komplek dan aktivitas yang berhubungan dengan penambatan nitrogen (Moat dan Foster, 1988) Jumlah leghemoglobin dan luasnya jaringan bakteroid pada bintil akar berhubungan dengan jumlah N2 yang tertambat oleh tanaman leguminosa (Moat dan Foster, 1988). Reaksi katalisis oleh enzim nitrogenase membutuhkan energi dalam bentuk ATP dan reduktan. Kebutuhan ATP dan reduktan dipenuhi dari hasil fotosintesis yang ditranslokasikan dari daun ke bintil akar. Pasangan enzim nitrogenase menghidrolisis ATP menjadi ADP dengan memindahkan elektron dari reduktan untuk mereduksi N2 menjadi NH3 (Yousafzai et al. 1996). Persamaan keseluruhan dari proses penambatan N2 dapat ditulis sebagai berikut (Salisbury dan Ross 1995; Moat dan Foster, 1988): N2+ 8e + 16 MgATP + 16 H2O 2 NH3 + H2+16 MgADP+ 16 Pi + 8 H+ Proses tersebut memerlukan sumber elektron dan proton yang bersumber dari karbohidrat, dan molekul ATP. Juga diperlukan kompleks enzim yang disebut nitrogenase, yang mengkatalisis reduksi beberapa substrat lain seperti asetilen (Salisbury dan Ross, 1995). Reduksi asetilen menjadi etilen sering diukur sebagai perkiraan laju penambatan nitrogen. Nitrogenase yang dihasilkan oleh Rhizobium dalam bintil akar akan mengkatalisis N2 menjadi NH3 dan C2H2 menjadi C2H4. Aktivitas nitrogenase biasanya diekspresikan dalam µmol C2H4 (Sprent dan Sprent, 1990). Efisiensi penambatan nitrogen dapat diukur dengan Acetylene (C2H2) Reduction Assay (ARA) dan nilai ARA dihitung dari banyaknya etilen (ethelene, C2H4) yang dihasilkan dari C2H2 (Hardy et al. 1968). ARA terutama digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap penambatan nitrogen dan bukan untuk memperkirakan jumlah nitrogen yang ditambat (Herridge dan Danso, 1995). Kardinahl et al. (1999) mengemukakan bahwa molibdenum yang terdapat dalam enzim berperan sangat penting dalam sistem biologi dan berfungsi penting dalam berbagai proses metabolisme. Secara umum enzim molibdenum ditemukan dalam dua bentuk yaitu yang terintegrasi dengan multinuclear iron-centres seperti yang terdapat pada enzim nitrogenase dan yang berkoordinasi dengan pterin moiety dalam bentuk molybdopterin cofactors. Nitrate reductase (EC 1.6.6.1) adalah suatu cytoplasmic enzyme dan mempunyai massa molekul sebesar 200 kDa pada dimer (Mendel dan Hansch, 2002). Monomer dari nitrate reductase tanaman terdiri dari tiga fungsional domain yaitu N-terminal domain berhubungan dengan Moco, central haem domain dan C-terminal FAD-domain, masingmasing redox-active prosthetic group dihubungkan ke monomer dengan rasio 1:1:1 (Campbell, 1999 dalam Mendel dan Hansch, 2002). Nitrate reductase katalisator merupakan langkah pertama dalam asimilasi nitrate dan merupakan kunci utama untuk nutrisi tanaman (Mendel dan Hansch, 2002). Regulasi dari asimilasi nitrate merupakan bagian dari suatu kerjasama yang sangat komplek untuk merespon berbagai signal dari lingkungan ataupun internal tanaman seperti nitrate, cahaya, CO2, phytohormone, dan metabolisme karbon dan nitrogen dengan tujuan untuk menghubungkan asimilasi nitrate dengan kunci proses metabolisme lainnya. Pada tanaman kedele aktifitas nitrate reductase pada bakteroids mencapai 90% dari total nitrate reductase bintil akar (Lucinski et al. 2002), sehingga terdapat nitrite yang bersifat toksik sebagai produk dari nitrate reductase, yang diduga menyebabkan penurunan aktifitas nitrogenase. Konsentrasi oksigen bebas dalam bintil akar merupakan faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim nitrogenase (Layzell dan Hunt, 1990 dalam Lucinski et al. 2002). Ketersedian oksigen di daerah bintil akar yang terinfeksi diatur oleh tanaman (Minchin, 1997 dalam Lucinski et al. 2002), ketersediaan leghemoglobin dan dibatasi oleh diffusion resistance (Appelby, 1984). Nitrate membatasi aktivitas nitrogenase pada bintil akar (Lucinski et al. 2002). Pengaruh nitrate terhadap simbiose antara leguminosa dan rhizobia antara lain adalah peranan ketersediaan nitrate selama proses infeksi pada akar; hubungan antara ketersediaan nitrate dan aktivitas nitrogenase; dan pengaruh nitrate terhadap ratio antara massa nodule dengan massa seluruh tanaman (Streeter,1988 dalam Lucinski et al. 2002). Tanaman Leguminosa Pakan Ternak dalam Pertanian Kemampuan tanaman leguminosa untuk menambat nitrogen sangat bervariasi. People et al. (1995) mengemukakan bahwa kondisi percobaan jumlah nitrogen yang ditambat berkisar antara 1 – 380 kg N ha-1 (Tabel 2). Tabel 2. Perkiraan jumlah N2 yang ditambat oleh tanaman leguminosa Spesies Arachis pintoii Calopogonium spp Centrosema spp Clitoria ternatea Desmodium spp Desmanthus virgatus Macroptilium atropurpureum cv. Siratro Pueraria spp Stylosnthes spp Zornia glabra Sumber: People et al. (1995). Jumlah N2 yang ditambat (kg N ha-1) 1-7 64 - 182 41 – 43 67 – 280 197 – 249 24 – 380 193 – 228 15 – 167 Waktu pengukuran 84 hari setahun 119 hari setahun 190-195 hari setahun 190-195 hari setahun 9 – 115 2 – 75 20 – 263 61 72-199 hari 63-77 hari setahun 119 hari Thomas (1995) mengemukakan bahwa tanaman leguminosa mempunyai kapasitas untuk memenuhi kebutuhan nitrogen melalui penambatan nitrogen dari udara. Efisiensi penambatan nitrogen (% kebutuhan N tanaman yang diperoleh dari penambatan nitrogen) umumnya sangat tinggi di daerah tropis dan dapat mencapai 80%. Namun demikian kemampuan ini akan menurun apabila terjadi kekurangan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman leguminosa, dengan kata lain, penambatan N2 hanya akan optimal bila semua unsur hara yang diperlukan tanaman optimal kecuali hara N Arachis pintoi Krap.& Greg, tanaman ini berasal dari lembah Jequitinhonha, San Fransisko dan pinggiran sungai Tocantins Brazil (t’Mannetje dan Jones, 1992). Sejak dikoleksi pada tahun 1954, telah menyebar ke Argentina, Australia, Colombia dan Amerika Serikat, dan akhir-akhir ini ke daerah Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Pasifik. Arachis merupakan salah satu leguminosa herba yang hidupnya menahun dan diharapkan mempunyai potensi sebagai sumber hijauan makanan ternak. Tanaman ini tumbuh baik diberbagai tipe tanah, mulai dari tanah ringan yang beririgasi baik sampai tanah berat berlapis batu atau tanpa irigasi. Prawiradiputra et al. (2003) melaporkan daya tumbuh tanaman leguminosa herba yang ditanaman di lokasi penelitian Subang tertinggi terdapat pada tanaman Arachis glabrata dan Arachis pintoii. Dari hasil evaluasi di Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur, Arachis merupakan salah satu spesies yang mempunyai performans bagus, dilihat dari daya tahannya terhadap kekeringan, penggembalaan, pemotongan, hama dan penyakit (Nulik et al. 1986; Rustam dan Jacobsen, 1986). Penelitian adaptasi Arachis yang dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi didapatkan dari 20 jenis Arachis yang ditanam dan mempunyai prospek baik untuk dikembangkan adalah Arachis hybrid IRFL 3014, Arachis glabrata cv.florigraze, Arachis sp IRFL 3059 dan 3064, dengan produksi hijauan segar rata-rata pertahun 12-19 ton/ha (3-6 ton/ha bahan kering) dengan kandungan protein kasar berkisar antara 15,9-19,2% (Yuhaeni, 1989). Arachis spp. Termasuk jenis tanaman leguminosa herba yang dapat berkembang biak dengan kemampuan menyebar yang luas melalui rhizoma atau stolon dan ini sangat menguntungkan dalam perbanyakan tanaman. Kemampuan ini terbukti dengan meningkatnya produksi hijauan dari tahun ke tahun dan tidak dipengaruhi oleh musim. Di samping itu sifat adaptasinya cukup baik dan tahan terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan. Walaupun musim kemarau panjang, tanaman tetap berdaun segar dan berproduksi. Suratmini et al. (1994) melaporkan bahwa berat segar dan berat kering tanaman Arachis meningkat dengan adanya inokulasi Rhizobium yang dikombinasi dengan pupuk PK dan pengapuran. Namun demikian, Arachis glabrata cv. Florigraze dan Arachis sp. IRFL 3053 yang diinokulasi dengan strain Rhizobium CB 756 tidak ditemukan adanya bintil akar, sehingga perlu dilakukan suatu penelitian untuk evaluasi inokulan yang dapat membentuk bintil akar pada tanaman tersebut. Clitoria ternatea L merupakan leguminosa pakan ternak yang palatable dan lebih disenangi ternak dibandingkan leguminosa lainnya (Gomez dan Kalamani, 2003; Rout, 2004). Pertumbuhan kembali sangat baik setelah di potong atau di rumput, bertumbuh dalam waktu yang relatif singkat, dan produksi cukup tinggi. Clitoria ternatea termasuk ke dalam family Fabaceae dan terdistribusi di Asia, Philippine, Madagaskar (Rout, 2004) Afrika dan Amerika Tengah (Hall, 1992), kepulauan Pasifik (t’Mannetje dan Jones, 1992). Tanaman ini dapat ditanam dengan tanaman lainnya sebagai cover crops, atau sebagai green manure dan tanaman obat. (Gomez dan Kalamani, 2003; Rout, 2004). Prawiradiputra et al. (2003) melaporkan bahwa ditinjau dari pertumbuhan tanaman di lokasi penelitian Subang, maka jenis yang terbaik adalah Clitoria ternatea. Pada saat kekeringan tanaman Clitoria ternatea terlihat masih segar. Macroptilium atropurpureum (DC.) Urban terdapat di Meksiko utara hingga Kolumbia dan Brasil utara, dan merupakan spesies leguminosa pertama yang tersedia secara komersial. Kultivar Siratro saat ini telah menyebar luas di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini biasanya digunakan sebagai pastura atau diintroduksikan sebagai tanaman campuran dengan rumput alam dan sebagai cover crops. (t’Mannetje dan Jones, 1992). Prawiradiputra et al. (2003) melaporkan daya tumbuh tanaman Macroptilium cv. Siratro di lokasi penelitian Subang tergolong rendah. Pada saat kekeringan tanaman tanaman Siratro terlihat layu. Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak, berdaun lebat dengan beragam morfologi (Hidajat, 1985). Tinggi tanaman berkisar antara 10 sampai 200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup. Nama botani kedelai yang dibudidayakan adalah Glycine max (L.) Merill dengan klasifikasi ordo Polypetales; famili Papilionoideae; genus Glycine; sub-genus Soja; species max Leguminosae; sub-famili Kon et al. (1990) melaporkan bahwa di Malaysia tanaman jagung dan kacangkacangan akan lebih baik hasilnya apabila ditanam di antara tanaman glirisidia, kaliandra dan albizia. Selanjutnya Grant et al. (2002) mengemukakan bahwa sistem pertanaman yang mengikut sertakan tanaman leguminosa berpotensi tinggi untuk mengkontribusi N untuk tanaman berikutnya, dan tingkat NO3 yang moderat dalam tanah sehingga dapat mengurangi pencucian unsur hara nitrogen. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan di rumah kaca Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Analisa tanah dilakukan di Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor dan analisa ARA di lakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan bulan Juni 2003 s/d Februari 2005. Bahan Penelitian Materi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah empat jenis tanaman leguminosa yaitu : kacang pintoi (Arachis pintoi Krap.& Greg), kembang telang (Clitorea ternatea L), kedelai (Glycine max L.) dan siratro (Macroptilium atropurpureum (DC.) Urban cv. Siratro). Biji kedelai diperoleh dari Pusat Penelitian Tanaman Pangan, sedangkan kacang pintoi, kembang telang dan Siratro berasal dari koleksi Agrostologi Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. Inokulan yang digunakan adalah Nodulin Plus yang di produksi oleh Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman. Pasir yang digunakan adalah pasir pantai, sedangkan tanah yang digunakan adalah tanah kebun percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Peralatan yang digunakan: pot plastik, timbangan, meteran, oven, autoclave, bahan kimia untuk larutan nutrisi dan untuk penentuan kadar N. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 5 tahap yaitu mengetahui: 1. Kompatibilitas 4 jenis leguminosa herba terhadap inokulan Nodulin Plus. 2. Pengaruh inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap produksi tanaman leguminosa herba dengan media tanam pasir. 3. Pengaruh umur panen dan penambahan unsur hara Mo terhadap aktivitas enzim nitrogenase dan produksi tanaman leguminosa herba dengan media tanam pasir. 4. Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap produksi tanaman leguminosa herba dengan media tanam tanah. 5. Pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap produksi tanaman leguminosa herba dengan media tanam tanah dan pasir. KOMPATIBILITAS 4 JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP INOKULAN NODULIN PLUS Percobaan ini merupakan penelitian pendahuluan, dilakukan untuk mengetahui terbentuk atau tidaknya bintil akar pada leguminosa herba yang diinokulasi dengan Nodulin Plus. Metode Percobaan Perlakuan terdiri dari satu jenis inokulan x 4 jenis tanaman x 4 kali waktu pengamatan masing-masing dengan 4 ulangan sehingga terdapat 64 unit percobaan. Tanaman leguminosa yang digunakan: • T1 = kacang pintoi (Arachis pintoii Krap.& Greg) • T2 = kembang telang (Clitoria ternatea L) • T3 = kedelai (Glycine max L.) • T4 = siratro (Macroptilium atropurpureum (DC.) Urban cv. Siratro). Waktu pengamatan: • H1 = 7 hari setelah tanam • H2 = 14 hari setelah tanam • H3 = 21 hari setelah tanam • H4 = 28 hari setelah tanam Pelaksanaan Percobaan Percobaan dilakukan dengan menanam tanaman leguminosa herba pada pot dengan media tanam pasir dan ditempatkan di rumah kaca. Pasir yang digunakan dicuci terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan cara menjemur, dan setelah kering dimasukkan ke dalam pot masing-masing sebanyak 2 kg. Pot dimasukkan ke dalam kantong plastik, dibasahi dengan air aquadest sampai jenuh kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 110oC selama 3,5 jam. Pot dipindahkan dari autoclave ke rumah kaca. Ditunggu sampai dingin, kemudian ditanami dengan tanaman leguminosa herba. Setiap pot ditanami dengan empat biji tanaman yang sebelumnya diinokulasi dengan melumuri biji tanaman dengan Inokulan Nodulin Plus. Tanaman disiram setiap hari dengan larutan nutrisi (Lampiran 1). Tanaman dipanen untuk mengamati pembentukan bintil akarnya pada umur 7 , 14 , 21, dan 28 hari setelah tanam (HST). Parameter yang Diamati Pada percobaan ini parameter yang diamati adalah terbentuk atau tidak terbentuknya bintil akar. PENGARUH INOKULASI DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR Percobaan dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap produksi tanaman kedelai dan kembang telang, yaitu dua jenis tanaman leguminosa herba yang membentuk bintil akar pada percobaan pertama. Metoda Percobaan Perlakuan percobaan adalah: Taraf pemberian unsur hara Mo: • Mo0 = 0 mg/l (0 mg/pot) • Mo1 = 24 mg/l (17,78 mg/pot) • Mo2 = 48 mg/l (35,57 mg/pot) • Mo3 = 72 mg/l (53,35 mg/pot) Perlakuan inokulasi yaitu: • Minus N tanpa inokulasi (kontrol) • Minus N plus inokulasi • Plus N tanpa inokulasi Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial (Gomez dan Gomez, 1995; Mattjik dan Sumertajaya, 2002), dengan demikian perlakuan dalam percobaan ini adalah 4 takaran unsur hara Mo X 3 inokulasi/tanpa inokulasi masingmasing dengan 3 kali ulangan, sehingga terdapat 36 unit percobaan. Perlakuan ini dicobakan pada dua jenis tanaman leguminosa herba yang membentuk bintil akar pada percobaan pertama yaitu tanaman kedelai dan kembang telang, sehingga total unit percobaan adalah 72. Model matematis dari rancangan percobaan ini adalah : Yijk = μ + Moi + Nj + (MoN)ij + ε ijk Keterangan : Yijk : nilai pengamatan (berat kering daun dan berat kering akar) pada faktor Mo taraf ke-i, faktor N taraf ke-j dan ulangan ke k. µ : rataan umum pengamatan Moi : pengaruh tetap dari unsur hara Mo ke i (i=1,2…….4) Nj : pengaruh tetap dari unsur hara N ke j (j=1,2,3) MoNij : interaksi antara faktor Mo dan N. ε ijk : galat percobaan Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan prosedure GLM dari paket statistik SAS (1988). Pelaksanaan Percobaan Percobaan lanjutan dilakukan pada dua jenis tanaman leguminosa herba yang membentuk bintil akar pada percobaan pendahuluan. Tanaman leguminosa herba ditanam pada pot dengan media tanam pasir dan ditempatkan di rumah kaca. Pasir yang digunakan dicuci terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan cara menjemur, dan dimasukkan ke dalam pot masing-masing sebanyak 2 kg. Pot dimasukkan ke dalam kantong plastik, pasir dibasahi dengan air aquadest sampai jenuh kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 110oC selama 3,5 jam. Pot dipindahkan dari autoclave ke rumah kaca dan kantong plastik dilepas. Didiamkan sampai dingin, kemudian ditanami dengan tanaman leguminosa herba. Setiap pot ditanami dengan empat biji tanaman, dan dilakukan penjarangan setelah tanaman berumur 10 hari. Perlakuan inokulasi diberikan Inokulan Nodulin Plus dengan melumuri biji tanaman dengan inokulan. Perlakuan minus N dan plus N tidak diberikan Inokulan Nodulin Plus. Tanaman disiram setiap dua hari dengan larutan nutrisi yang berbeda unsur hara N dan Mo yang disesuaikan untuk masing-masing perlakuan. Larutan minus N dengan kandungan unsur hara Mo berbeda untuk perlakuan minus N dan perlakuan Inokulasi, dan larutan plus N dengan kandungan unsur hara Mo berbeda untuk penambahan N (Lampiran 1). Penyiraman dilakukan dengan jumlah larutan nutrisi pada hari ke 4-10 sebesar 80 ml (4% dari total berat media pasir, pada hari ke 12-20 sebesar 100 ml (5% dari total berat media pasir) dan pada hari ke 24-38 sebesar 120 ml (6% dari total berat media pasir). Jumlah pemberian Mo tercantum pada Tabel Lampiran 30. Tanaman dipanen pada umur 40 hari setelah tanam (HST). Parameter yang Diamati Pada percobaan ini parameter yang diamati adalah; 1. berat kering daun, merupakan berat kering tanaman setelah dikeringkan dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam. 2. jumlah bintil akar, dihitung dengan cara melepas bintil akar yang ada pada akar tanaman. 3. berat kering bintil akar merupakan berat kering bintil akar setelah dikeringkan dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam. 4. berat kering akar, merupakan berat kering akar setelah dikeringkan dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam. 5. Kandungan nitrogen daun tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. PENGARUH UMUR PANEN DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP AKTIVITAS ENZIM NITROGENASE DAN PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR Percobaan ini bertujuan untuk melihat aktivitas enzim nitrogenase, berat kering daun, berat kering akar dan total N daun tanaman pada umur panen dan penambahan unsur hara Mo berbeda pada tanaman kedelai dan kembang telang. Metode Percobaan Perlakuan adalah 4 taraf pemberian unsur hara Mo: • Mo0 = 0 mg/l (0 mg/pot) • Mo1 = 24 mg/l (17,78 mg/pot) • Mo2 = 48 mg/l (35,57 mg/pot) • Mo3 = 72 mg/l (53,35 mg/pot) Umur panen yaitu: • U1 = 20 hari • U2 = 30 hari • U3 = 40 hari Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial (Gomez dan Gomez, 1995; Mattjik dan Sumertajaya, 2002), yang terdiri atas 4 taraf takaran unsur hara Mo dan 3 waktu panen, masing-masing dengan 3 ulangan. Dengan demikian, perlakuan dalam percobaan ini adalah 4 takaran unsur hara Mo X 3 waktu panen, masingmasing dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 36 unit percobaan. Percobaan tersebut diamati pada 2 jenis tanaman leguminosa yaitu kedelai dan kembang telang, yaitu 2 jenis tanaman leguminosa yang membentuk bintil akar pada penelitian pertama, sehingga terdapat 72 unit percobaan. Model matematis dari rancangan percobaan ini adalah : Yijk = μ + Moi + Uj + (MoU)ij + ε ijk Keterangan : Yijk : nilai pengamatan (berat kering daun dan berat kering akar) pada faktor Mo taraf ke-i, faktor W taraf ke-j dan ulangan ke k. µ : rataan umum pengamatan Moi : pengaruh tetap dari unsur hara Mo ke i (i=1,2…….4) Uj : pengaruh tetap dari unsur hara U ke j (j=1,2,3) MoUij : interaksi antara faktor Mo dan U. ε ijk : galat percobaan Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) menggunakan prosedure GLM dari paket statistik SAS (1988). Pelaksanaan Percobaan Tanaman leguminosa herba ditanam pada pot dengan media tanam pasir dan ditempatkan di rumah kaca. Pasir yang digunakan dicuci terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan cara menjemur dan setelah kering dimasukkan ke dalam pot masingmasing sebanyak 2 kg. Pot dimasukkan ke dalam kantong plastik, dibasahi dengan air aquadest sampai jenuh kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 110oC selama 3,5 jam. Pot dipindahkan dari autoclave ke rumah kaca dan kantong plastik dilepas. Ditunggu sampai dingin, kemudian ditanami dengan tanaman leguminosa herba. Setiap pot ditanami dengan empat biji tanaman. Untuk perlakuan inokulasi diberikan Inokulan Nodulin Plus dengan melumuri biji tanaman dengan inokulan. Tanaman disiram setiap hari dengan cairan nutrisi yang berbeda kandungan unsur hara Mo 0 mg/l, 24 mg/l, 48 mg/l dan 72 mg/l. Penyiraman dilakukan dengan jumlah larutan nutrisi pada hari ke 4-10 sebesar 80 ml (4% dari total berat media pasir, pada hari ke 12-20 sebesar 100 ml (5% dari total berat media pasir) dan pada hari ke 24-38 sebesar 120 ml (6% dari total berat media pasir). Jumlah pemberian Mo tercantum pada Tabel Lampiran 30. Tanaman dipanen pada 20, 30, dan 40 hari setelah tanam. Pengambilan sampel akar tanaman dilakukan di laboratorium Biologi Fakultas Pertanian Institut Pertania Bogor dan setelah dibersihkan dari pasir yang melekat, sampel langsung dimasukkan ke dalam tabung yang ditutup karet kedap udara. Gas di dalam tabung diambil sebanyak 10% dengan menggunakan jarum suntik, kemudian diinjeksikan gas asetilen sebanyak 10% dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu kamar (Somasegaran dan Hoben, 1994). Aktivitas enzim nitrogenase diukur dengan metoda Acetylene (C2H2) Reduction Activity Assay (ARA) dan nilai ARA dihitung dari banyaknya etilen (ethelene, C2H4) yang dihasilkan dari C2H2 (Hardy et al. 1968), dengan cara mengukur gas etilen menggunakan GC-17A. Analisa ARA dilakukan di laboratorium Biologi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Parameter yang Diamati Pada percobaan ini parameter yang diamati adalah: 1. aktivitas enzim nitrogenase yang diukur pada saat tanaman berumur 20,30 dan 40 hari setelah tanam dilakukan di laboratorium Biologi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian, Bogor. 2. berat kering daun, merupakan berat kering tanaman setelah dikeringkan dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam. 3. berat kering akar, merupakan berat kering akar setelah dikeringkan dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam. 4. kandungan nitrogen daun tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM TANAH Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah pemberian unsur hara Mo yang berbeda terhadap produktivitas tanaman kedelai dan kembang telang, yaitu dua jenis tanaman leguminosa herba yang membentuk bintil akar pada penelitian pertama. Metoda Percobaan Perlakuan pada percobaan ini adalah taraf pemberian unsur hara Mo : • Mo0 = 0 mg/l (0 mg/pot) • Mo1 = 24 mg/l (2,81 mg/pot) • Mo2 = 48 mg/l (5,62 mg/pot) • Mo3 = 72 mg/l (8,42 mg/pot) Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap (Steel dan Torrie, 1993). Perlakuan terdiri atas 4 taraf unsur hara Mo masing-masing dengan 3 kali ulangan, yang dilakukan pada 2 jenis tanaman leguminosa herba yaitu tanaman kedelai dan kembang telang, dua jenis tanaman yang membentuk bintil akar pada penelitian pertama, sehingga terdapat 24 unit percobaan. Model matematis dari rancangan percobaan ini adalah : Yij = μ + Moi + ε ij Keterangan : Yij : respon pengamatan yang disebabkan oleh penggunaan Mo ke i, dan ulangan ke j. µ : rataan umum pengamatan Moi : pengaruh tetap unsur hara Mo ke i (i = 0,1,2,3) ε ij : pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j. Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) menggunakan prosedure GLM dari paket statistik SAS (1988). Pelaksanaan Percobaan Tanaman ditanam dalam pot dengan media tanam tanah yang diambil dari Ciawi dan ditempatkan di rumah kaca. Sebelum dilakukan percobaan dilakukan analisa tanah (Lampiran 2). Dari lampiran tersebut, berdasarkan kriteria penilaian (Pusat Penelitian Tanah, 1983) bahwa kandungan N 0,08% termasuk ke dalam golongan sangat rendah. Demikian juga dengan kandungan P dan K. pH tanah masam, kandungan S dan Mo tidak terdeteksi. Contoh tanah diambil secara komposit dari ke dalaman 0-20 cm, selanjutnya dibebaskan dari sisa tanaman, batu, kerikil, dan diaduk sampai rata. Untuk memperoleh ukuran butir yang seragam, tanah diayak dengan saringan 2 mm. Setiap pot ditanami dengan empat biji tanaman yang telah dilumuri dengan inokulan dan kemudian dilakukan penjarangan sehingga setiap pot akan terdapat dua tanaman. Tanaman disiram 2 hari sekali menggunakan air steril. Pemberian unsur hara Mo dilakukan sebanyak 3 kali dengan cara melarutkan terlebih dahulu pada air aquadest steril, kemudian disiram ke masing-masing pot sesuai dengan takaran dan waktu pemberian. Jumlah air yang disiram pada hari ke 10 adalah sebesar 80 ml, pada hari ke 20 sebesar 100 ml dan pada hari ke 30 sebesar 120 ml. Jumlah pemberian Mo tercantum pada Tabel Lampiran 30. Panen dilakukan 40 hari setelah tanam. Parameter yang Diamati Pada percobaan ini parameter yang diamati adalah; 1. berat kering daun, merupakan berat kering tanaman setelah dikeringkan dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam. 2. jumlah bintil akar, dihitung dengan cara melepas bintil akar yang ada pada akar tanaman. 3. berat segar bintil akar ditimbang pada saat panen. 4. berat kering bintil akar merupakan berat kering bintil akar setelah dikeringkan dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam. 5. berat kering akar, merupakan berat kering akar setelah dikeringkan dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam. PENGARUH PEMBERIAN UNSUR HARA MO MELALUI DAUN TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM TANAH DAN PASIR Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap produktivitas tanaman leguminosa herba dengan media tanam pasir dan tanah. Pada penelitian terdahulu terlihat bahwa ketersediaan unsur hara Mo yang diberikan melalui akar tersedia, namun belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap produktivitas tanaman. Pemberian unsur hara Mo melalui daun mempunyai beberapa keunggulan dibandingan dengan pemberian melalui akar antara lain karena penyerapan unsur hara akan lebih cepat. Metoda Percobaan Percobaan ini dilakukan dengan cara menyemprotkan unsur hara Mo melalui daun tanaman sebanyak 3 kali, dimulai setelah tanaman berumur 14 hari, dan diulang dengan interval pemberian selama 7 hari. Media tanam : • P1 = pasir • P2 = tanah Taraf pemberian unsur hara Mo : • Mo0 = 0 mg/l (0 mg/pot) • Mo1 = 24 mg/l (0,14 mg/pot) • Mo2 = 48 mg/l (0,28 mg/pot) • Mo3 = 72 mg/l (0,42 mg/pot) Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial (Steel dan Torrie, 1993). Perlakuan terdiri atas 4 takaran unsur hara Mo masing-masing dengan 4 kali ulangan, 2 media tanam yaitu pasir dan tanah, sehingga terdapat 32 unit percobaan.Percobaan ini dilakukan pada dua jenis tanaman leguminosa herba yang membentuk bintil akar pada penelitian pertama. Model matematis dari rancangan percobaan ini adalah : Yijk = μ + Pi + Moj + (PMo)ij + ε ijk Keterangan : Yijk : respon pengamatan yang disebabkan oleh penggunaan bahan tanam ke i, terhadap Mo ke j , dan ulanagn ke k. µ : rataan umum pengamatan Pi : pengaruh tetap dari media tanam ke i, (i=1,2) Mo j : pengaruh tetap unsur hara Mo ke j ( i = 1,....4) PMoij :interaksi antara faktor P dan Mo ε ijk : galat percobaan Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) menggunakan prosedure GLM dari paket statistik SAS (1988). Pelaksanaan Percobaan Tanaman leguminosa herba ditanam pada pot dengan media tanam pasir dan tanah ditempatkan di rumah kaca. Pasir yang digunakan dicuci terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan cara menjemur, dan setelah kering diayak dan dimasukkan ke dalam pot masing-masing sebanyak 2 kg. Pot dimasukkan ke dalam kantong plastik, dibasahi dengan air aquadest sampai jenuh kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 110oC selama 3,5 jam. Pot dipindahkan dari autoclave ke rumah kaca dan kantong plastik dilepas. Ditunggu sampai dingin, kemudian pasir digemburkan dan ditanami dengan tanaman leguminosa herba. Contoh tanah diambil secara komposit dari ke dalaman 0-20 cm, selanjutnya dibebaskan dari sisa tanaman, batu, kerikil, dan diaduk sampai rata. Untuk memperoleh ukuran butir yang seragam, tanah diayak dengan saringan 2 mm. Setiap pot ditanam dengan empat biji tanaman yang telah dilumuri dengan Inokulan Nodulin Plus, dan dilakukan penjarangan setelah tanaman berumur 10 hari. Untuk tanaman yang ditanam dengan bahan tanam pasir, disiram setiap hari dengan larutan nutrisi (Lampiran 1), sedangkan tanaman dengan media tanam tanah disiram dengan menggunakan air steril. Jumlah air yang disiram pada hari ke 4-10 adalah sebesar 80 ml, pada hari ke 12-20 sebesar 100 ml dan pada hari ke 22-38 sebesar 120 ml Pemberian unsur hara Mo dilakukan sepuluh hari setelah tanam dan diulang sebanyak 2 kali dengan interval pengulangan selama sepuluh hari, sehingga pemberian unsur hara Mo dilakukan pada hari ke 10, 20 dan 30 setelah tanam. Jumlah pemberian Mo tercantum pada Tabel Lampiran 30. Panen dilakukan 40 hari setelah tanam. Parameter yang Diamati Pada percobaan ini parameter yang diamati adalah; 1. berat kering daun, merupakan berat kering tanaman setelah dikeringkan dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam. 2. jumlah bintil akar, yang dihitung dengan cara melepas bintil akar yang ada pada akar tanaman. 3. berat segar bintil akar ditimbang pada saat panen. 4. berat kering bintil akar merupakan berat kering bintil akar setelah dikeringkan dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam. 5. berat kering akar, merupakan berat kering akar setelah dikeringkan dalam oven dengan temperatur 70oC selama 48 jam. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN KOMPATIBILITAS 4 JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP INOKULAN NODULIN PLUS Hasil pengujian menunjukkan bahwa inokulan Nodulin Plus membentuk bintil akar pada tanaman kedelai (Glycine max L.) dan kembang telang (Clitoria ternatea L), sedangkan pada kacang pintoi (Arachis pintoi Krap.& Greg), dan siratro (Macroptilium atropurpureum (DC) Urb cv. Siratro) tidak membentuk bintil akar (Tabel 3). Pembentukan bintil akar pada kedua tanaman tersebut terlihat 14 hari setelah tanam (HST). Tabel 3. Pengaruh pemberian inokulan Nodulin Plus terhadap pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosa herba Jenis tanaman Hari setelah tanam (HST) 7 14 21 28 Kacang pintoi - - - - Kedelai - + + + Kembang telang - + + + Siratro - - - - Keterangan: + terbentuk bintil akar - tidak terbentuk bintil akar. Pembahasan Terbentuknya bintil akar merupakan indikasi keberhasilan inokulasi (Odee et al. 2002). Bintil akar yang terbentuk pada kedelai dan kembang telang menunjukkan bahwa Rhizobium pada Nodulin Plus memiliki kesesuaian dengan kedua tanaman tersebut. Tabel 3 menunjukkan terdapat perbedaan tanggap terhadap inokulan Nodulin Plus oleh tanaman leguminosa herba (kembang telang dan kedelai) dan leguminosa menjalar ( kacang pintoi dan siratro). Tidak terbentuknya bintil akar pada kacang pintoi dan siratro kemungkinan besar disebabkan oleh berbagai faktor antara lain rendahnya konsentrasi dari bakteri inokulan (Nambiar et al. 1987). Faktor yang juga mempengaruhi perkembangan dan aktivitas rhizobium antara lain kelembaban, aerasi, suhu, kandungan bahan organik, dan suplai hara anorganik (Alexander, 1977). Schultze dan Kondorosi (1998) mengemukakan bahwa interaksi antara rhizobia dengan tanaman sangat tergantung pada inang yang didasarkan pada pertukaran signal unsur kimia antara partner yang bersimbiose. Simbiose antara tanaman leguminosa dengan rhizobia, akan membentuk suatu organ baru pada tanaman yaitu bintil akar yang di dalamnya terjadi proses penambatan N2 dari udara, yang terbentuk pada akar dan pada stem untuk tanaman tertentu. Di dalam bintil akar tersebut rhizobia disebut bacteroid, yang berperan untuk menambat nitrogen dan digunakan oleh tanaman. Efektivitas penambatan nitrogen ditentukan oleh adanya keterpaduan genetik galur rhizobium, jenis dan tingkat varietas leguminosa yang bersimbiosis (Purwantari 1988). Kegagalan infeksi mungkin disebabkan oleh kurangnya kolonisasi pada akar, invasi dari rambut akar, atau pembentukan bintil, seperti yang dilaporkan Gardner et al. (1991). Suatu galur bakteri yang secara efektif dapat membentuk bintil akar pada tanaman leguminosa, meningkatkan populasinya menjadi galur yang dominan dalam asosiasi selanjutnya. Pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosa dapat terjadi oleh beberapa strain bakteri yang keefektifannya menambat N udara sangat bervariasi (Denison, 2000 dalam Simms dan Taylor, 2002). Selanjutnya Hirsch et al. (2001) mengemukakan bahwa setiap jenis leguminosa menghendaki strain Rhizobium tertentu untuk keserasian simbiosisnya. Sebagai contoh Sinorhizobium meliloti efektif untuk spesies Medicago, Melilotus, dan Trigonella, sedangkan Rhizobium leguminosarum bv. Viciae sesuai untuk tanaman Pisum, Vicia, Lens, dan Lathyrus spp. Interaksi tanaman inang dan bakteri Rhizobium bervariasi, dari yang moderat sampai yang spesifik, sehingga perlu diidentifikasi kombinasi antara spesies dan rhizobia yang superior mengikat N2. Purwantari (1995) melaporkan bahwa Sesbania grandiflora termasuk dalam kategori spesifik dalam kebutuhannya akan Rhizobium. Berbeda halnya dengan Paraserianthes falcataria kurang spesifik. Pada tanaman Siratro (Macroptilium atropurpureum (DC) Urb. Cv Siratro), bintil akar yang efektif dapat terbentuk dari berbagai strain rhizobium atau bradyrhizobium (Appelbaum, 1990 dalam Khan et al. 1999). Menurut Broughton (2003) Azorhizobium caulinodans efektif membentuk bintil akar pada tanaman Sesbania rostrata, Synorhizobium meliloti pada tanaman Medicago, Melilotus dan Trigonella, sedangkan Rhizobium sp. NGR234 efektif membentuk bintil akar pada lebih dari 112 genera leguminosa, termasuk tanaman non-leguminosa yaitu Parasponia andersonii. Tanaman leguminosa yang pertumbuhan bintil akarnya lambat dan jumlah N yang ditambat rendah, memerlukan penambahan pupuk N dalam jumlah sedang (Seguin et al. 2001), misalnya pada tanaman Vesiculosum savi, Lotus pedunculatus Cav. dan Glycine max (L) Merr. Pada kasus tertentu akan meningkatkan produksi hijauan atau biji, jumlah bintil akar dan jumlah N yang ditambat. Sebaliknya, untuk tanaman leguminosa yang berpotensi tinggi untuk menambat N seperti Medicago sativa L, pemupukan N menurunkan jumlah bintil akar dan jumlah N yang ditambat dan tidak meningkatkan produksi hijauan. Hasil percobaan ini menyimpulkan bahwa tanaman kedelai dan kembang telang dapat membentuk bintil akar bila diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang efektivitas kedua tanaman tersebut menambat nitrogen udara dengan taraf penambahan unsur hara Mo, maka dilakukan beberapa penelitian lanjutan. PENGARUH INOKULASI DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR Tanaman Kedelai Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap peubah yang diamati memperlihatkan terdapat pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01) dari perlakuan inokulasi terhadap berat kering daun, berat kering akar dan total N daun tanaman kedelai (Tabel Lampiran 3), sedangkan penambahan unsur hara Mo tidak berpengaruh nyata. Berat Kering Daun Tanaman Kedelai Berat kering daun tanaman kedelai sangat nyata (P < 0,01) lebih tinggi jika diberi perlakuan tanpa N plus inokulasi dan plus N tanpa inokulasi dibandingkan dengan kontrol (Tabel 4), sedangkan baik perlakuan inokulasi dan perlakuan N tanpa inokulasi menunjukkan produksi biomasa daun yang tidak berbeda nyata. Rataan berat kering daun tanaman kedelai pada perlakuan tanpa N plus inokulasi (770 mg/tanaman) dan perlakuan N saja (720 mg/tanaman) berturut-turut lebih tinggi 75% dan 64% jika dibandingkan dengan berat kering daun kedelai kontrol yaitu perlakuan tanpa N - tanpa inokulasi (440 mg/tanaman). Keadaan ini menunjukkan bahwa inokulasi Nodulin Plus efektif meningkatkan produksi berat kering daun tanaman kedelai, dan sekaligus dapat mensubstitusi N sebesar 70 ppm yang diberikan dalam menghasilkan biomasa daun. Tabel 4. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir Perlakuan Taraf pemberian Mo (mg/pot) 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 ---------------mg/tanaman--------------Kontrol 430 430 390 520 440b Tanpa N plus inokulasi 600 570 960 940 770a Plus N tanpa inokulasi 600 770 630 860 720a Rataan 540 590 660 770 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat kering daun tanaman kedelai (Tabel 4), demikian pula dengan interaksi kedua faktor Mo dan perlakuan N dan inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi daun kering tanaman kedelai. Berat Kering Akar Tanaman Kedelai Berat kering akar tanaman kedelai sangat nyata (P < 0,05) lebih tinggi jika diberi perlakuan plus N tanpa inokulasi dibandingkan dengan inokulasi saja dan kontrol (Tabel 5). Rataan berat kering akar tanaman kedelai yang diberi perlakuan N tanpa inokulasi (450 mg/tanaman) 45% lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan tanpa N plus inokulasi (310 mg/tanaman) dan 67% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (270 mg/tanaman). Hal ini disebabkan karena akar lebih responsif terhadap perlakuan N dibandingkan terhadap perlakuan inokulasi. Pembentukan akar lebih dipacu oleh N yang mudah tersedia (readily available N) yang berasal dari pupuk seperti urea atau amonium sulfat dibandingkan N yang berasal dari hasil penambatan, yang prosesnya memerlukan inisiasi pembentukan akar sebelumnya. Pupuk dasar terutama N diperlukan bagi tanaman leguminosa sebagai starter untuk membentuk perakaran pada saat awal pertumbuhan, sedangkan penambatan N dapat terjadi jika pembentukan awal perakaran telah terjadi. Tabel 5. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir Perlakuan Taraf pemberian Mo (mg/pot) 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 -----------------mg/tanaman------------Kontrol 280 230 260 300 270b Tanpa N plus inokulasi 260 310 350 300 310b Plus N tanpa inokulasi 440 420 410 510 450a Rataan 330 320 340 370 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap rataan berat kering akar tanaman kedelai (Tabel 5), demikian pula dengan interaksi kedua faktor Mo dan perlakuan N dan inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi berat kering akar kedelai. Total N Daun Tanaman Kedelai Perlakuan tanpa N dengan inokulasi dan perlakuan N tanpa inokulasi sangat nyata (P<0.01) menghasilkan total N daun kedelai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Tabel 6). Namun masing-masing perlakuan N dan inokulasi saja memberikan nilai rataan total N daun kedelai yang tidak berbeda nyata. Rataan total N daun tanaman kedelai pada perlakuan tanpa N plus inokulasi (13,18 mg/tanaman) lebih tinggi 180% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan kontrol (4,70 mg/tanaman). Tingginya penambahan nilai rataan total N pada daun kedelai yang diberi Nodulin Plus menunjukkan bahwa tanaman kedelai mampu menambat nitrogen dari udara, yang kontribusinya terhadap penyerapan N setara dengan pemberian N yang berasal dari pupuk. Data ini relevan dengan hasil evaluasi bintil akar yang menunjukkan bahwa bintil akar terbentuk jika diberi Nodulin Plus. Peningkatan nilai rataan total N daun kedelai pada perlakuan N tanpa inokulasi lebih dimungkinkan karena suplai N dari pupuk yang ditambahkan. Tabel 6. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap total N daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir Perlakuan Taraf pemberian Mo (mg/pot) 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 ----------------mg/tanaman-------------Kontrol 5,02 4,68 3,63 5,47 4,70b Tanpa N plus inokulasi 9,62 10,64 17,13 15,32 13,18a Plus N tanpa inokulasi 9,95 12,90 9,99 14,01 11,71a Rataan 8,20 9,41 10,25 11,60 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan perlakuan N dan inokulasi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap total N daun tanaman kedelai (Tabel 6). Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai Bintil akar hanya terbentuk pada tanaman kedelai yang diberi inokulan Nodulin Plus. Hasil ini konsisten dengan hasil experimen pertama yang menunjukkan bahwa kedelai sesuai untuk inokulan Nodulin Plus dalam membentuk bintil akar, dan sekaligus membuktikan bahwa kedelai tidak menghasilkan bintil akar kecuali diinokulasi dengan inokulan yang sesuai. Tidak terbentuknya bintil akar tanaman kedelai pada perlakuan tanpa N dan tanpa inokulasi dan plus N tanpa inokulasi menunjukkan bahwa sistem yang digunakan tidak terkontaminasi oleh pecahan strain rhizobia. Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman) 30 26.33 25 22 20 20 17 15 10 5 0 0 17,78 35,57 53,35 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 5. Pengaruh taraf pemberian Mo terhadap rataan jumlah bintil akar tanaman kedelai yang diinokulasi Nodulin Plus pada media tanam pasir Analisis statistik untuk mengetahui pengaruh pemberian Mo terhadap jumlah bintil, berat segar dan berat kering bintil akar dilakukan dengan menggunakan Mo sebagai faktor tunggal pada setiap tanaman yang diinokulasi. Hasil sidik ragam pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap peubah yang diamati memperlihatkan tidak terdapat pengaruh yang nyata dari penambahan unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar, berat kering bintil akar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai (Tabel Lampiran 4). Meskipun terlihat adanya kecenderungan penambahan jumlah bintil akar akibat penambahan taraf Mo hingga 35,57 mg/pot pada media tanam, namun besarnya variasi jumlah bintil akar menyebabkan pengaruh Mo tidak nyata secara statistik terhadap jumlah bintil akar (Gambar 5). Fenomena kecenderungan peningkatan jumlah bintil akar akibat penambahan Mo mengindikasikan adanya gejala bahwa pembentukan bintil akar sedikit banyak bergantung pada banyak faktor diantaranya ketersediaan Mo dalam media tanam. Pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat segar dan Berat Segar dan Kering Bintil Akar (mg/tanaman) berat kering bintil akar tanaman kedelai (Gambar 6). 82.89 90 80 70 60 58.65 30 20 10 50.01 47.13 50 40 BSB (mg) BKB (mg) 17.13 22.52 18.31 15.41 0 0 17,78 35,57 53,35 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 6. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap rataan berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai yang diinokulasi Nodulin Plus pada media tanam pasir Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai tercantum dalam Tabel Lampiran 5. Angka koefisien korelasi antara berat kering daun dengan jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai menunjukkan bahwa berat kering daun tidak menunjukkan adanya hubungan yang erat dengan jumlah bintil akar (r = 0,351 ns), tetapi nyata memiliki hubungan dengan berat segar bintil akar (r = 0,707**) dan berat kering bintil akar (r = 0,639*). Hal ini menunjukkan bahwa berat bintil akar berperan penting terhadap akumulasi bahan kering pada daun kedelai. Keadaan ini ditunjukkan dengan pola yang sama antara berat bintil akar dan berat kering daun, yaitu semakin tinggi nilai berat bintil akar semakin tinggi nilai berat kering daun tanaman kedelai. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai berat segar bintil akar, semakin tinggi pula nilai berat kering daun tanaman kedelai (Gambar 7). Berat Kering Daun (mg/tanaman) 1600 y = 7.4031x + 327.41 1400 1200 1000 800 600 400 0 20 40 60 80 100 120 140 Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman) Gambar 7. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat kering bintil akar menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai berat kering bintil akar, semakin tinggi pula nilai berat kering daun tanaman kedelai (Gambar 8). Berat segar dan kering bintil akar merupakan indikator parameter yang tepat untuk diukur dibandingkan jumlah bintil akar. Berat Kering Daun (mg/tanaman) 1600 y = 39.132x + 51.421 1400 1200 1000 800 600 400 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Berat Kering Bintil Akar (mg/tanaman) Gambar 8. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat kering bintil akar tanaman kedelai Analisis ragam regresi linier sederhana antara total N daun dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai tercantum dalam Tabel Lampiran 6. Angka koefisien korelasi antara total N daun dengan jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai menunjukkan bahwa total N daun tanaman kedelai tidak menunjukkan adanya hubungan yang erat dengan jumlah bintil akar (r = 0,350ns) dan berat kering bintil akar (0,556ns), tetapi nyata memiliki hubungan dengan berat segar bintil akar (r = 0,679*). Peningkatan total N daun yang diikuti peningkatan berat segar bintil akar mengindikasikan bahwa bintil akar yang terbentuk akibat pemberian Nodulin Plus sangat efektif menambat N yang membangun pembentukan jaringan pada daun, yang merupakan tugas utama unsur N pada setiap jaringan aktif. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya keeratan hubungan antara nilai total N pada daun dengan berat segar bintil akar yang ditunjukkan dengan nilai korelasi antara keduanya sebesar 67,9% (r = 0,679*). Pendugaan hubungan linier antara total N daun dengan berat segar bintil akar menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai berat segar bintil akar, semakin tinggi pula nilai total N daun tanaman kedelai (Gambar 9). Total N Daun (mg/tanaman) 30 y = 0.1367x + 5.0219 20 10 0 0 20 40 60 80 100 120 140 Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman) Gambar 9. Pendugaan hubungan linier antara total N daun dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai Tanaman Kembang Telang Hasil sidik ragam pengaruh inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap peubah yang diamati menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap berat kering daun, dan total N daun, serta berpengaruh nyata (P <0,05) terhadap berat kering akar tanaman kembang telang (Tabel Lampiran 7), sedangkan pemberian unsur hara Mo tidak berpengaruh nyata terhadap peubah berat kering daun dan akar. Tidak terdapat interaksi antara perlakuan inokulasi dengan pemberian unsur hara Mo. Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang Pada tanaman kembang telang rataan berat kering daun yang mendapat perlakuan inokulasi (100,6 mg/tanaman) sangat nyata lebih tinggi (P < 0,01) hingga 26% dibandingkan kontrol (79,7 mg/tanaman). Demikian pula halnya dengan tanaman kembang telang yang diberi perlakuan N tanpa inokulasi (111,6 mg/tanaman), nilai rataan berat kering daunnya 40% lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rataan berat kering kontrol (Tabel 7). Perlakuan inokulasi dan tanpa inokulasi dengan penambahan N tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering daun kembang telang. Tabel 7. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering daun tanaman kembang telang dengan bahan tanam pasir Perlakuan Taraf pemberian Mo (mg/pot) 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 ---------------mg/tanaman--------------Kontrol 82,2 76,8 72,2 87,5 79,7b Tanpa N plus inokulasi 100,8 98,5 107,3 95,6 100,6a Plus N tanpa inokulasi 103,3 109,2 128,7 105,1 111,6a Rataan 95,4 94,8 102,7 96,1 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan perlakuan N dan inokulasi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat kering daun tanaman kembang telang (Tabel 7). Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang Rataan nilai berat kering akar tanaman kembang telang pada kontrol tidak berbeda nyata dibandingkan dengan nilai rataan berat kering akar yang diberi perlakuan inokulasi dan N (Tabel 8), tetapi pemberian N menghasilkan nilai rataan berat kering akar lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan hanya perlakuan inokulasi saja. Rataan berat kering akar tanaman kembang telang pada perlakuan tanpa N plus inokulasi (49,7 mg/tanaman) lebih rendah 38% dibandingkan dengan penambahan N tanpa inokulasi (68,7 mg/tanaman). Hal ini mudah dimengerti karena sistem perakaran sangat responsif terhadap perubahan kandungan N dalam media tanam terutama N yang berasal dari pupuk anorganik. Taraf pemberian Mo dan interaksi dengan perlakuan N dan inokulasi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat kering akar tanaman kembang telang (Tabel 8). Tabel 8. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap berat kering akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir Perlakuan Taraf pemberian Mo (mg/pot) 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 ----------------mg/tanaman-------------Kontrol 67,0 39,4 58,8 58,3 55,9ab Tanpa N plus inokulasi 61,5 42,6 50,2 44,4 49,7b Plus N tanpa inokulasi 70,1 71,1 79,2 54,4 68,7a Rataan 66,2 51,0 62,8 52,4 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Total N Daun Tanaman Kembang Telang Rataan total N daun tanaman kembang telang sangat nyata (P < 0,01) dipengaruhi oleh perlakuan penambahan N (Tabel 9). Rataan total N daun tertinggi (21,7 mg/tanaman) terdapat pada perlakuan plus N tanpa inokulasi dan berbeda sangat nyata dibandingkan perlakuan inokulasi dan kontrol. Rataan total N daun pada perlakuan plus N tanpa inokulasi (21,7 mg/tanaman) lebih tinggi 99% dibandingkan dengan perlakuan inokulasi saja (10,9 mg/tanaman) dan 151% lebih tinggi dibandingkan kontrol (8,7 mg/tanaman). Nilai rataan total N daun yang tinggi dan berbeda nyata pada kembang telang akibat pemberian N dibandingkan dengan inokulasi menunjukkan bahwa tanaman ini lebih responsif terhadap pemberian N yang berasal dari pupuk dibandingkan dengan N yang diharapkan dari penambatan oleh bakteri yang diinokulasi. Meskipun data menunjukkan bahwa inokulasi mampu membentuk bintil akar, namun keberadaan bintil akar tersebut tidak menunjukkan adanya kontribusi yang berarti terhadap peubah produksi dan nilai total N daun. Tidak ada interaksi antara taraf pemberian Mo dengan perlakuan N dan inokulasi terhadap total N daun tanaman kembang telang (Tabel 9). Tabel 9. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo, inokulasi dan pupuk N terhadap total nitrogen daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir Perlakuan Taraf pemberian Mo (mg/pot) 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 ---------------mg/tanaman--------------Kontrol 8,6 7,5 7,7 10,9 8,7b Tanpa N plus inokulasi 12,0 12,1 10,4 9,2 10,9b Plus N tanpa inokulasi 20,6 19,7 24,8 21,7 21,7a Rataan 13,7 13,1 14,3 13,9 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang Penambahan N dan tanaman kontrol tidak menghasilkan bintil akar pada tanaman kembang telang. Hal ini dapat berarti bahwa sistem yang digunakan tidak terkontaminasi. Analisa statistik untuk mengetahui pengaruh pemberian Mo terhadap jumlah bintil, berat segar dan berat kering bintil akar dilakukan dengan menggunakan Mo sebagai faktor tunggal pada setiap tanaman yang mendapat perlakuan inokulasi. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo menunjukkan bahwa taraf pemberian Mo berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap jumlah bintil akar dan berat segar bintil akar tanaman kembang telang (Tabel Lampiran 8), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering bintil akar. Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman) 3.5 3 3 2.67 2.33 2.5 2 1.5 1 1 0.5 0 0 17,78 35,57 53,35 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 10. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap rataan jumlah bintil akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir Pada tanaman kembang telang taraf pemberian Mo menunjukkan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang. Rataan jumlah bintil akar tanaman yang diberi Mo lebih tinggi dan berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan tanpa diberi Mo (Gambar 10). Rataan jumlah bintil akar taraf pemberian Mo 17,78 - 53,35 mg/pot nyata menghasilkan jumlah bintil akar 62-72% lebih tinggi dibandingkan dengan taraf tanpa diberi Mo. Keadaan ini menunjukkan bahwa keberadaan Mo pada media tanam bagi kembang telang sangat penting dalam membentuk bintil akar, meskipun disadari bahwa Mo bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan bintil akar. Ketersediaan Mo berhubungan erat dengan perkembangan bintil akar (Anderson, 1956 dalam Kaiser et al. 2005). Penambahan Mo melalui tanaman akan disalurkan ke membran sel bintil akar untuk membentuk enzim nitrogenase, namun hingga saat ini belum ada informasi mengenai mekanisme yang mengontrol transportasi Mo ke bintil akar (Kaiser et al. 2005). Berat Segar dan Kering Bintil Akar (mg/tanaman) 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0.95 0.59 0.42 0.36 0.31 0.2 17,78 35,57 BKB 0.15 0.13 0 BSB 53,35 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 11. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir Terdapat pengaruh yang nyata taraf pemberian Mo terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang. Taraf pemberian Mo berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap berat segar bintil akar tetapi tidak untuk berat kering bintil akar tanaman kembang telang (Gambar 11). Penambahan Mo pada taraf 17,78 - 53,35 mg/pot nyata meningkatkan berat segar bintil akar hingga 62% bandingkan dengan tanpa penambahan Mo. Berat segar bintil akar tidak menunjukkan respon yang berbeda terhadap taraf Mo 17,78, 35,57 dan 53,35 mg/pot, meskipun ada kecenderungan bahwa pemberian taraf 24 mg/l menunjukkan rataan berat segar yang lebih tinggi, dan cenderung mengalami penurunan jika Mo ditambah menjadi 35,57 dan 53,35 mg/pot. Berbeda dengan berat segar bintil akar, berat kering bintil akar tidak dipengaruhi oleh perlakuan Mo (Gambar 11). Berdasarkan data jumlah dan berat kering bintil akar, tanaman kembang telang maka pemberian unsur hara Mo yang terbaik adalah 17,78 mg/pot. Berdasarkan hasil analisa koefisien korelasi antara berat kering daun dengan jumlah bintil akar (0,324 ns), berat segar bintil akar (0,348 ns) dan berat kering bintil akar (0,295 ns) menunjukkan bahwa berat kering daun tidak memiliki hubungan yang erat dengan keberadaan bintil akar. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang terdapat pada Tabel Lampiran 9. Berdasarkan hasil analisa koefisien korelasi antara total N daun dengan jumlah bintil akar (0,025ns), berat segar bintil akar (0,555ns) dan berat kering bintil akar (0,576 *) menunjukkan bahwa total N daun tidak memiliki hubungan yang erat dengan keberadaan jumlah bintil akar dan berat segar bintil akar, tetapi berhubungan erat dan nyata dengan berat kering bintil akar tanaman kembang telang. Analisis ragam regresi linier sederhana antara total N daun dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang terdapat pada Tabel Lampiran 10. y = 1.442x + 0.8074 1.8 Total N Daun (mg/tanaman) 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Berat Kering Bintil Akar (mg/tanaman) Gambar 12. Pendugaan hubungan linier antara total N daun dengan berat kering bintil akar tanaman kembang telang Total N daun tanaman kembang telang memiliki hubungan positif yang nyata dengan berat kering bintil akar. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat kontribusi yang positif dari bintil akar terhadap total N pada daun, semakin tinggi berat kering bintil akar, semakin tinggi pula jumlah N yang dapat diserap oleh daun. Pendugaan hubungan linier antara total N daun dengan berat kering bintil akar menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai berat segar bintil akar, semakin tingi pula nilai total N daun tanaman kembang telang (Gambar 12). Pembahasan Terdapat perbedaan efektivitas tanaman kedelai dan kembang telang yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus terhadap berat kering daun. Berat kering daun tanaman kedelai yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus atau diberi pupuk N sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan berat kering tanaman yang tidak mendapatkan perlakuan N atau tidak diinokulasi. Hal ini menunjukkan bahwa nitrogen yang berperan sebagai unsur penting dalam pembentukan jaringan daun cukup tersedia baik berasal dari pupuk maupun penambatan N2 atmosfir. Fenomena ini menunjukkan adanya peranan penambatan N yang sangat berarti bagi pembentukan jaringan daun, yang sama pentingnya dengan peranan N yang berasal dari pupuk pada tanaman kedelai. Berbeda halnya dengan tanaman kembang telang, walaupun berat kering daun tanaman kembang telang yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan perlakuan N atau tidak diinokulasi, tetapi tidak berbeda nyata. Rataan berat kering daun tanaman kedelai pada perlakuan inokulasi (770 mg/tanaman) lebih tinggi 75% dibandingkan dengan kontrol (440 mg/tanaman), sedangkan pada tanaman kembang telang rataan berat kering daun pada perlakuan inokulasi (100,6 mg/tanaman) lebih tinggi 26% dibandingkan kontrol (79,7 mg/tanaman). Kenyataan ini ditunjukkan pula oleh adanya hubungan yang erat antara berat segar dan berat kering bintil akar dengan berat kering daun tanaman kedelai, sedangkan pada tanaman kembang telang tidak. Keeratan hubungan antara berat kering daun tanaman kedelai dengan berat segar bintil akar ditunjukkan dengan nilai korelasi antara keduannya sebesar 70,7% dan dengan berat kering bintil akar sebesar 63,9%. Pengaruh pemberian N melalui pupuk pada berat kering akar baik bagi kedelai maupun kembang telang menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang hanya diberi inokulan. Berat kering akar tanaman kedelai lebih rendah dan berbeda sangat nyata pada perlakuan inokulasi dibandingkan dengan penambahan pupuk N, sedangkan pada tanaman kembang telang berbeda nyata. Hal ini dapat dipahami karena kemungkinan bagi kedua tanaman yang hanya mendapatkan inokulasi, ketersediaan N memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan tanaman yang diberi pupuk N, sehingga diduga terjadi penundaan pembentukan jaringan akar. Tanaman yang diberi pupuk N anorganik yang mudah tersedia merespon ketersediaan N tersebut dengan membangun sistem perakaran lebih cepat dibandingkan dengan N yang berasal dari penambatan, karena untuk terjadinya penambatan N diperlukan sistem perakaran yang baik, yang dapat terbentuk jika cukup ion NH4+ dan NO3 pada media tanam. Selain berat kering daun, serapan N daun tanaman kedelai dan kembang telang dengan media tanam pasir, pada perlakuan tanpa N plus inokulasi lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan tanpa N tanpa inokulasi. Pada media tanam pasir kondisi media tanam adalah steril, tidak terdapat rhizobia sebelumnya, tidak ada tambahan N dari pupuk, maka selisih N daun antara perlakuan tanpa N tanpa inokulasi dengan perlakuan tanpa N plus inokulasi dapat disamakan berasal dari penambatan. Terdapat perbedaan efektivitas penambatan N oleh tanaman kedelai dan kembang telang. Hasil penelitian menunjukkan ada kecenderungan bahwa serapan N daun pada tanaman kedelai relatif lebih tinggi dibandingkan dengan serapan N daun pada tanaman kembang telang. Rataan serapan nitrogen daun tanaman kedelai pada perlakuan tanpa N plus inokulasi sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada tanaman kembang telang serapan N daun antara perlakuan tanpa N plus inokulasi tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini mungkin dikarenakan inokulan yang digunakan lebih cocok pada tanaman kedelai dibandingkan dengan tanaman kembang telang atau sifat pertumbuhan dari kelompok tanaman yang berbeda. Tanaman kedelai annual sedangkan kembang telang perennial. Penambatan N oleh tanaman leguminosa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain interaksi antara galur rhizobium dengan tanaman inang (Salisbury dan Ross, 1992). Zhang et al. (2002) mengemukakan bahwa strains rhizobia cenderung memfiksasi lebih baik pada tanaman leguminosa asal rhizobia tersebut diisolasi. Selanjutnya Gardner et al. (1991) mengemukakan bahwa jumlah N2 yang difiksasi oleh asosiasi leguminosa sangat bervariasi, tergantung pada jenis leguminosanya, kultivarnya, spesies dan galur (strain) bakterinya. Adjei et al. (2002) mengemukakan bahwa jumlah N yang ditambat oleh tanaman leguminosa sangat tergantung pada beberapa faktor yaitu jenis tanaman leguminosa, keefektifan bakteri, kondisi tanah yang meliputi pH dan pupuk N, ketersediaan unsur hara bagi tanaman antara lain karbohidrat, fosfor (P), kalium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca), besi (Fe), molibdenum (Mo), tembaga (Cu) dan boron (B). Dalam penelitian dicoba salah satu faktor tersebut yaitu unsur hara Mo. Nitrogen hasil penambatan relatif lebih banyak terjadi pada kedelai dibandingkan pada kembang telang. Kodisi ini dibuktikan dengan adanya keeratan hubungan antara nilai total N pada daun dengan dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai yang ditunjukkan dengan nilai korelasi antara keduanya sebesar 67,9%, sedangkan pada tanaman kembang telang hanya sebesar 55,5%. Hal ini terlihat pula dari tingginya nilai serapan N dan akumulasi bahan kering daun tanaman kedelai pada perlakuan inokulasi dibandingkan dengan kontrol dan penambahan N, sedangkan pada tanaman kembang telang lebih tinggi pada perlakuan panambahan N. Tidak terdapat interaksi antara perlakuan N dan inokulasi dengan taraf pemberian Mo terhadap semua peubah yang diamati (berat kering daun, berat kering akar dan total N daun) baik pada kedelai maupun kembang telang. Menurut Salisbury dan Ross (1995) jika kedua faktor itu mempengaruhi suatu respon tetapi tidak berinteraksi, maka efek kedua faktor itu bersifat menambah. Respon menambah lebih lazim dijumpai. Kedua faktor itu bersifat menambah bila bekerja pada urutan yang berbeda yang akan menyebabkan adanya respon, atau kedua faktor bertindak pada tahap berbeda dalam urutan yang sama, sehingga efek salah satu faktor selalu merupakan bagian dari efek faktor lainnya. Tidak terdapat pengaruh yang nyata taraf pemberian Mo terhadap produksi berat kering daun, berat kering akar dan total N daun tanaman kedelai dan kembang telang. Namun demikian peningkatan taraf pemberian Mo sebesar 35,57 mg/pot pada tanaman kedelai dan 17,78 mg/pot pada tanaman kembang telang pada perlakuan inokulasi menunjukkan total N daun meningkat bila dibandingkan dengan pemberian Mo yang lebih rendah, yang berarti adanya kerjasama yang sinergi antara perlakuan inokulasi dengan unsur hara Mo. Selanjutnya Quaggio et al. (2004) mengemukakan bahwa penambahan unsur hara Mo pada tanaman Arachis hypogea akan mengakibatkan kandungan N daun lebih tinggi. Hasil yang sama telah pula dilaporkan oleh peneliti terdahulu bahwa penambahan unsur hara Mo sebesar 0,45 kg ha-1 dalam bentuk sodium molybdate secara nyata meningkatkan jumlah bintil akar dan produksi pigeon pea (Khurana dan Dudeja, 1981 dalam Wani et al. 1995), sedangkan penambahan 1 kg cobalt chloride, 1 kg sodium molybdate dan 25 kg ZnSO4 ha-1 meningkatkan produksi chickpea berturut-turut sebesar 10, 7 dan 4% dibandingkan kontrol (Wani et al. 1995). Penambahan unsur hara Mo dapat meningkatkan produksi sebesar 28% pada tanaman Arachis hypogaea dan kandungan N daun lebih tinggi (Quaggio et al. 2004). El-Bably (2002) melaporkan bahwa penambahan unsur hara 0,95 kg per hektar ammonium molybdat secara signifikan meningkatkan produksi segar tanaman Trifolium alexandrnium L. dan meningkatkan efisiensi penggunaan air. Pada perlakuan tanpa N plus inokulasi, berat kering daun tanaman kedelai tertinggi terdapat pada pemberian Mo sebesar 35,57 mg/pot, sedangkan pada perlakuan tanpa N tanpa inokulasi dan plus N tanpa inokulasi berat kering daun tanaman kedelai tertinggi terdapat pada pemberian Mo sebesar 53,35 mg/pot. Hal ini menunjukkan bahwa efek unsur hara Mo terhadap berat kering daun tanaman kedelai lebih efektif pada perlakuan tanpa N plus inokulasi dibandingkan perlakuan tanpa N tanpa inokulasi dan plus N tanpa inokulasi, yang berarti bahwa pemberian Mo yang lebih sedikit pada perlakuan tanpa N tanpa inokulasi memberikan berat kering daun yang lebih tinggi, dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa tanggap tanaman kedelai terhadap unsur hara Mo lebih baik bila tanaman tersebut diinokulasi. Namun demikian, taraf pemberian Mo yang lebih tinggi dari 35,57 mg/pot, menunjukkan produksi berat kering daun tanaman kedelai akan menurun pada perlakuan tanpa N plus inokulasi. Total N daun tanaman kedelai tertinggi (17,13 mg/tanaman) pada perlakuan tanpa N tanpa inokulasi terdapat pada taraf pemberian Mo 35,57 mg/pot, sedangkan pada perlakuan tanpa N tanpa inokulasi (5,47 mg/tanaman) dan perlakuan plus N tanpa inokulasi (14,01 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo 53,35 mg/pot. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian unsur hara Mo lebih efektif pada perlakuan tanpa N plus inokulasi dibandingkan dengan perlakuan tanpa N tanpa inokulasi dan plus N tanpa inokulasi. Menurut Marschner (1995) kebutuhan molibdenum tanaman sangat tergantung pada sumber N yang diperoleh tanaman. Namun, taraf pemberian Mo yang lebih tinggi dari 35,57 mg/pot pada perlakuan tanpa N plus inokulasi, menunjukkan produksi berat kering daun tanaman kedelai dan kembang telang menurun. Hal ini diduga berkaitan erat dengan proses metabolisme yang terjadi di bintil akar. Proses fiksasi nitrogen membutuhkan energi ATP. Diperlukan 20 – 30 mol ATP untuk mengubah 1 mol N2 menjadi NH4+ dan kemudian menjadi asam glutamat (Gardner et al. 1991). Asam amino yang lain selanjutnya dihasilkan dari asam glutamat dengan cara transaminasi. Secara keseluruhan, diperlukan 6 elektron untuk pengubahan satu molekul N2 menjadi 2NH3. Laju fotosintesis yang tinggi atau sumber C yang lain harus ada untuk oksidasi substrat dan ATP dari respirasi. Selanjutnya, Yutono (1985) mengemukakan bahwa efektivitas dalam penambatan N2, selain ditentukan oleh keserasian hubungan antara bakteri Rhizobium (mikrosimbion) dengan tanaman leguminosa (makrosimbion), ditentukan pula oleh ketersedian unsur hara fosfor, yang diperlukan untuk pembentukan dan aktivitas bintil akar. Fosfor yang diperlukan untuk aktivitas bintil akar yang maksimal lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan pembentukan bintil akar. Graham dan Vance (2000) mengemukakan bahwa jumlah penambatan N oleh bakteri bintil akar terutama akan dibatasi oleh defisiensi unsur hara P dan unsur hara lainnya serta ketersediaan air (Kennedy dan Cocking, 1997 dalam Graham dan Vance 2000). Di samping berperan untuk proses metabolisme N bakteria, hasil penelitian menunjukkan pula bahwa Mo berperan dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Pada tanaman kedelai, berat kering daun tertinggi pada perlakuan tanpa N tanpa inokulasi dan plus N tanpa inokulasi terdapat pada taraf pemberian Mo 53,35 mg/pot, sedangkan pada tanaman kembang telang berat kering daun tertinggi pada perlakuan tanpa N tanpa inokulasi terdapat pada taraf pemberian Mo,53,35 mg/pot, sedangkan pada perlakuan plus N tanpa inokulasi terdapat pada taraf pemberian Mo 35,57 mg/pot. Menurut Marschner (1995) molibdenum berfungsi sebagai katalisator pada semua enzim. Selanjutnya Gardner et al. (1991) mengemukakan bahwa kebanyakan unsur hara mikro berperan sebagai penyusun enzim atau pengaktif enzim. Tidak terbentuknya bintil akar tanaman kedelai dan kembang telang pada perlakuan tanpa N tanpa inokulasi dan plus N tanpa inokulasi menunjukkan bahwa sistem yang digunakan tidak terkontaminasi, sehingga bintil akar yang terdapat pada perlakuan inokulasi berasal dari inokulan Nodulin Plus. Jumlah bintil akar, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai tidak berbeda nyata pada taraf pemberian Mo, tetapi pada tanaman kembang telang jumlah bintil akar dan berat segar bintil akar menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini diduga berkaitan erat dengan ketersediaan Mo dalam bintil akar. Jumlah Mo yang terdapat dalam bintil akar tanaman kedelai diduga lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kembang telang. Yutono (1985) mengemukakan bahwa kadar Mo dalam bintil akar 5 – 15 kali lebih besar dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya. Bintil akar mengandung 6 – 20 ppm Mo. Khurana dan Dudeja, 1981 dalam Wani et al., (1995) melaporkan bahwa penambahan unsur hara Mo sebesar 0,45 kg ha-1 dalam bentuk sodium molybdate secara nyata meningkatkan jumlah bintil akar dan produksi pigeon pea. Yutono (1985) mengemukakan bahwa dengan adanya bintil akar maka terdapat perbedaan dalam besarnya jumlah unsur tertentu yang dibutuhkan. Terdapat pengaruh timbal balik antara makrosimbion dan mikrosimbion yang dapat ditimbulkan oleh hara tertentu. Tanggap tanaman kedelai dan kembang telang terhadap unsur hara Mo lebih baik bila tanaman tersebut diinokulasi dibandingkan dengan perlakuan hanya N dan kontrol. Mekanisme penambatan N dan peranan Mo terhadap produksi dan serapan N belum terlihat dengan jelas pada percobaan ini, sehingga perlu dilakukan uji lanjutan terhadap enzim nitrogenase yang berperan penting dalam mekanisme penambatan N dari udara oleh rhizobium yang diinokulasi. PENGARUH UMUR PANEN DAN PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP AKTIVITAS ENZIM NITROGENASE DAN PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM PASIR Tanaman Kedelai Hasil sidik ragam pengaruh umur panen dan penambahan unsur hara Mo menunjukkan bahwa umur panen berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap semua peubah tanaman kedelai yang diamati (Tabel Lampiran 11), sedangkan taraf pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Demikian pula interaksi antara umur panen dengan taraf pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Aktivitas Enzim Nitrogenase Tanaman Kedelai Aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman kedelai telah terlihat pada umur 20 hari setelah tanam dan terus meningkat hingga tanaman berumur 40 hari. Umur tanaman 40 hari menunjukkan aktivitas enzim nitrogenase 105 kali dan 109 lebih 1000000000 Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol) 100000000 10000000 1000000 100000 10000 1000 100 10 20 hari 1 30 hari 0 40 hari 0 0 17,78 35,57 53,35 Taraf Pe mbe rian Mo (mg/l) Gambar 13. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman kedelai dengan media tanam pasir tinggi (P < 0,01) dibandingkan dengan aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman umur 30 dan 20 HST. Peningkatan sebesar itu terjadi pada 10-20 hari masa pertumbuhan (Gambar 13). Peningkatan enzim nitrogenase yang begitu drastis menunjukkan besarnya N yang ditambat melalui bintil akar. 30 hari 20 hari Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol) 430 Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol) 0.035 0.030 0.025 0.020 0.015 420 410 400 390 380 370 360 0 0.010 0 17,78 35,57 53,35 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) 17,78 35,57 53,35 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) 40 hari Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol) 90000000 80000000 70000000 60000000 50000000 40000000 30000000 20000000 10000000 0 0 17,78 35,57 53,35 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 14. Pola aktivitas enzim nitrogenase pada taraf pemberian Mo dan umur panen tanaman kedelai dengan media tanam pasir Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur tanaman tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas enzim nitrogenase tanaman kedelai. Tetapi pola perubahan enzim nitrogenase pada umur 20, 30 dan 40 HST menunjukkan kecenderungan adanya peran unsur Mo (Gambar 14). Jika pada analisis statistik faktor Mo dipisahkan dari faktor umur sebagai perlakuan, terdapat kecenderungan adanya peningkatan drastis dari aktivitas enzim nitrogenase pada taraf Mo 53,35 mg/pot pada saat umur tanaman 20 HST. Pola aktivitas enzim nitrogenase mengalami perubahan jika enzim diamati pada umur tanaman lebih tua 10 hari, yang ditunjukkan oleh meningkatnya aktivitas enzim nitrogenase mulai pada taraf Mo 17,78 – 35,57 mg/pot. Mo terlihat semakin berkurang peranannya terhadap aktivitas enzim nitrogenase jika pengamatan ditunda menjadi 40 hari, terbukti dengan tingginya aktivitas enzim pada taraf yang sama antara tanpa Mo dengan taraf Mo 17,78 – 35,57 mg/pot. Berat Kering Daun Tanaman Kedelai Umur panen berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat kering daun tanaman kedelai (Tabel 10). Rataan berat kering daun tanaman kedelai tertinggi terdapat pada umur panen 40 hari (1360 mg/tanaman), lebih tinggi 38% dan 71% serta berbeda sangat nyata (P < 0,01) dibandingkan dengan umur panen 30 HST (840 mg/tanaman) dan 20 HST (390 mg/tanaman). Tabel 10. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir Taraf pemberian Mo (mg/pot) Umur panen 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 --------------------mg/tanaman------------------20 hari 360 430 360 390 390c 30 hari 780 730 910 950 840b 40 hari 1260 1380 1560 1240 1360a Rataan 800 850 940 860 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Rataan berat kering daun tanaman kedelai pada umur panen 30 HST lebih tinggi 54% dan berbeda sangat nyata (P < 0,01) dibandingkan umur panen 20 HST. Keadaan ini disebabkan karena tanaman yang berumur lebih tua mengakumulasi bahan kering lebih banyak dibandingkan dengan tanaman berumur lebih muda, sehingga berat kering umur tanaman lebih tua akan lebih tinggi. Perubahan pola akumulasi menurut umur tanaman mengikuti kurva sigmoidal yang akan mengalami leveling of pada umur tertentu. Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun tanaman kedelai (Tabel 10). Berat Kering Akar Tanaman Kedelai Umur panen menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat kering akar tanaman kedelai (Tabel 11). Rataan berat kering akar tertinggi (620 mg/tanaman) terdapat pada umur panen 40 HST, lebih tinggi 24% tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan umur panen 30 HST (500 mg/tanaman) serta lebih tinggi 675% dan berbeda sangat nyata (P< 0,01) dibandingkan umur panen 20 HST (80 mg/tanaman). Rataan berat kering akar tanaman kedelai pada umur panen 30 HST lebih tinggi 525% dan berbeda sangat nyata (P< 0,01) dibandingkan umur panen 20 HST. Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman kedelai ( Tabel 11). Tabel 11. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir Taraf pemberian Mo (mg/pot) Umur panen 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 -------------------mg/tanaman----------------------20 hari 100 80 70 50 80b 30 hari 480 490 530 500 500a 40 hari 420 690 760 610 620a Rataan 330 420 450 390 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Total N Daun Tanaman Kedelai Umur panen berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap total N daun tanaman kedelai (Tabel 12). Rataan total N daun tanaman kedelai (22,89 mg/tanaman) tertinggi terdapat pada umur panen 40 hari, lebih tinggi 35% dan 96% serta berbeda sangat nyata (P< 0,01) dibandingkan dengan umur panen 30 hari (16,99 mg/tanaman) dan 20 hari (11,65 mg/tanaman). Rataan total N daun tanaman kedelai umur panen 30 HST lebih tinggi 46% dan berbeda sangat nyata (P< 0,01) dibandingkan umur panen 20 hari. Terjadinya perbedaan antara total N daun kedelai adalah karena laju penambahan bahan kering akibat bertambahnya umur tanaman lebih tinggi dari pada akumulasi (konsentrasi) N total pada daun. Pada tanaman berumur 20 HST memiliki kandungan N lebih tinggi dibandingkan tanaman berumur 30 dan 40 HST, demikian pula tanaman 30 HST memiliki kandungan N daun lebih tinggi dari pada tanaman berumur 40 HST, tetapi karena akumulasi bahan kering berturut-turut menjadi berkurang dengan semakin muda umur tanaman, maka nilai total N daunnya menjadi rendah, karena nilai total N daun merupakan pengalian antara konsentrasi dan berat kering biomasa daun. Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap total N daun tanaman kedelai (Tabel 12). Tabel 12. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap total N daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir Taraf pemberian Mo (mg/pot) Umur panen 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 --------------------mg/tanaman-------------------20 hari 11,27 12,55 10,71 12,06 11,65c 30 hari 15,09 14,76 18,00 20,09 16,99b 40 hari 21,76 24,05 24,36 21,38 22,89a Rataan 16,04 17,12 17,69 17,84 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan aktivitas enzim nitrogenase dan total N daun tanaman kedelai terdapat pada Tabel Lampiran 12. Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai dengan aktivitas enzim nitrogenase ( r = 0,715**) terlihat bahwa terdapat korelasi yang sedang dan sangat nyata antara berat kering daun tanaman kedelai dengan aktivitas enzim nitrogenase, yang berarti bahwa semakin tinggi aktivitas enzim nitrogenase maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai (Gambar 15). Berat Kering Daun (mg/tanaman) 2500 y = 9E-06x + 681.97 2000 1500 1000 500 0 0 40,000,000 80,000,000 120,000,000 Enzim Nitrogenase (nMol) Gambar 15. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan aktivitas enzim nitrogenase tanaman kedelai Demikian pula halnya dengan total N daun, berkorelasi sedang dan sangat nyata (r = 0,634**) dengan enzim nitrogenase tanaman kedelai. Pendugaan hubungan linier antara total N daun dengan enzim nitrogenase menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai enzim nitrogenase, semakin tingi pula nilai total N daun tanaman kedelai (Gambar 16). Total N Daun (mg/tanaman) 40 35 y = 9E-08x + 15.35 30 25 20 15 10 5 0 0 40,000,000 80,000,000 120,000,000 Enzim Nitrogenase (nMol) Gambar 16. Pendugaan hubungan linier antara total N daun dengan enzim nitrogenase tanaman kedelai Tanaman Kembang Telang Hasil sidik ragam pengaruh inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap peubah yang diamati menunjukkan bahwa umur panen berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap semua peubah yang diamati, kecuali total N daun (Tabel Lampiran 13), sedangkan taraf pemberian Mo hanya berpengaruh nyata terhadap berat kering daun tanaman kembang telang. Interaksi antara taraf Mo dan umur panen tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua peubah yang diamati. Aktivitas Enzim Nitrogenase Tanaman Kembang Telang Aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman kembang telang telah terlihat pada umur 20 hari setelah tanam dan terus meningkat hingga tanaman berumur 40 hari. Umur panen 40 hari menunjukkan aktivitas enzim nitrogenase tertinggi pada tanaman kembang telang dan berbeda sangat nyata (P < 0,01) dibandingkan umur panen 20 dan 30 hari, tetapi antara umur panen 20 dan 30 hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Gambar 17). Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol) 10000000 1000000 100000 10000 20 hari 1000 30 hari 100 40 hari 10 1 0 0 0 17,78 35,57 53,35 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 17. Pengaruh penambahan unsur hara Mo dan umur panen terhadap aktivitas nitogenase tanaman kembang telang dengan media tanam pasir Jika dilihat dari pola aktivitas enzim nitrogenase sebagai hasil dari faktor tunggal Mo (tanpa melihat umur panen sebagai faktor perlakuan), terlihat peran Mo sangat penting pada tanaman berumur 30 hari, ditunjukkan dengan adanya kecenderungan pola meningkat aktivitas enzim nitrogenase jika secara bertahap Mo ditambahkan. Tetapi pada umur 20 dan 40 hari pola aktivitas enzimatik cenderung tidak tergantung dari keberadaan Mo pada media (Gambar 18). Namun demikian taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur panen secara statistik tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas enzim nitrogenase tanaman kembang telang. 20 hari 30 hari 2 Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol) Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol) 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 0 17,78 35,57 0 53,35 17,78 35,57 53,35 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Taraf Pemberian Mo (mg/pot) 40 hari Aktivitas Enzim Nitrogenase (nMol) 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 0 17,78 35,57 53,35 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 18. Pola aktivitas enzim nitrogenase pada taraf pemberian Mo dan umur panen tanaman kembang telang dengan media tanam pasir Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang Umur panen berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap rataan berat kering daun tanaman kembang telang (Tabel 13). Rataan berat kering daun tanaman kembang telang tertinggi (412,5 mg/tanaman) terdapat pada umur panen 40 hari, lebih tinggi 53% dan 147% serta berbeda sangat nyata (P < 0,01) dibandingkan dengan umur panen 30 hari (269,2 mg/tanaman) dan 20 hari (166,7 mg/tanaman). Rataan berat kering daun tanaman kembang telang pada umur panen 30 hari lebih tinggi 61% dan berbeda sangat nyata (P < 0,01) dibandingkan dengan umur panen 20 hari. Taraf pemberian Mo 0 mg/l pada umur panen 40 hari menunjukkan rataan berat kering daun tanaman kembang telang tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan taraf pemberian Mo 17,78, 35,57 dan 53,35 mg/pot (Tabel 13). Keadaan ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan karena penambahan Mo hingga taraf 53,35 mg/pot menyebabkan bintil akar yang terbentuk kurang efektif dalam menambat N. Hal ini dibuktikan dari hasil percobaan sebelumnya, meskipun jumlah bintil akarnya semakin banyak dengan penambahan Mo hingga 53,35 mg/pot, tetapi jumlah bintil akar ini tidak berhubungan erat (korelasinya rendah dan tidak nyata) terhadap total N dan berat kering daun. Tabel 13. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir Taraf pemberian Mo (mg/pot) Umur panen 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 ---------------------mg/tanaman-------------------20 hari 150,0 160,0 196,7 160,0 166,7c 30 hari 336,7 263,3 243,3 233,3 269,2b 40 hari 556,7 390,0 330,0 373,3 412,5a Rataan 347,8a 271,1b 256,7b 255,6b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang Umur panen juga berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat kering akar tanaman kembang telang (Tabel 14). Rataan berat kering akar tanaman kembang telang tertinggi terdapat pada umur panen 40 hari (178,3 mg/tanaman), lebih tinggi 37% dan 337% serta berbeda sangat nyata dibandingkan dengan umur panen 30 hari (130 mg/tanaman) dan 20 hari (40,8 mg/tanaman). Rataan berat kering akar tanaman kembang telang umur panen 30 hari lebih tinggi 219% dan berbeda sangat nyata dengan umur panen 20 hari. Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman kembang telang (Tabel 14). Namun demikian terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi taraf pemberian Mo maka berat kering akar semakin rendah. Hambatan yang terjadi pada perakaran akan menyebabkan terhambatnya penyerapan hara dan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman (Marschner, 1995). Akar walaupun secara visual tidak nampak, merupakan komponen pokok dari tanaman, baik dalam hal fungsi maupun dalam jumlah besarannya, yang biasanya dapat mencapai 1/3 berat kering seluruh tanaman (Harjadi, 1996). Akar telah teradaptasi strukturnya untuk tugas pokok yaitu absorpsi, pengukuhan tegaknya tanaman, dan tempat penyimpanan. Tabel 14. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat kering akar tanaman kembang telang dengan media tanam pasir Taraf pemberian Mo (mg/pot) Umur panen 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 ----------------mg/tanaman-------------20 hari 36,7 46,6 40,0 40,0 40,8c 30 hari 170,0 126,7 110,0 113,3 130,0b 40 hari 193,3 173,3 130,0 216,7 178,3a Rataan 133,3 115,6 93,3 123,3 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Total N Daun Tanaman Kembang Telang Umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap rataan total N daun tanaman kembang telang (Tabel 15). Hal ini terjadi karena kandungan N daun kembang telang pada umur muda lebih tinggi dari pada umur yang lebih tua, namun pada saat yang bersamaan laju akumulasi bahan kering pada daun kembang telang tidak sebanding dengan laju penurunan kandungan N pada daun. Secara teoritis dapat dijelaskan bahwa organ tanaman yang lebih tua akan memiliki kandungan N lebih rendah dari pada organ tanaman muda, karena adanya mobilisasi N dari organ yang berumur tua ke organ yang lebih muda. Total N daun tanaman kembang telang pada umur panen 30 dan 40 hari cenderung menurun dengan meningkatnya taraf pemberian Mo. Total N daun tanaman kembang telang tertinggi pada umur panen 30 hari dan 40 hari terdapat pada taraf pemberian Mo 0 mg/pot tetapi tidak berbeda nyata. Keadaan ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan karena penambahan Mo hingga taraf 53,35 mg/pot menyebabkan bintil akar yang terbentuk kurang efektif dalam menambat N. Hal ini dibuktikan dari hasil percobaan sebelumnya, meskipun jumlah bintil akarnya semakin banyak dengan penambahan Mo hingga 53,35 mg/pot, tetapi jumlah bintil akar ini tidak berhubungan erat (korelasinya rendah dan tidak nyata) terhadap total N dan berat kering daun baik pada kedelai maupun kembang telang. Berbeda dengan jumlah bintil akar, berat bintil akar lebih berperan dalam menambat N terbukti dari nilai total N daun yang meningkat dengan semakin meningkatnya berat bintil akar, seperti tergambar dari korelasi yang erat antara kedua peubah tersebut. Tabel 15. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo dan umur panen terhadap total N daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir Taraf pemberian Mo (mg/pot) Umur panen 0 17,78 35,57 Rataan 53,35 -------------------mg/tanaman----------------------20 hari 3,90 4,30 5,60 3,42 4,30 30 hari 7,56 4,71 4,50 4,48 5,31 40 hari 6,22 4,87 4,60 5,01 5,18 Rataan 5,90 4,63 4,90 4,30 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan aktivitas enzim nitrogenase dan total N daun tanaman kembang telang terdapat pada Tabel Lampiran 14. Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kembang telang dengan aktivitas enzim nitrogenase ( r = 0,444**) terlihat bahwa terdapat hubungan positif rendah dan sangat nyata antara berat kering daun tanaman kembang telang dengan aktivitas enzim nitrogenase, yang berarti bahwa semakin tinggi aktivitas enzim nitrogenase maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kembang telang (Gambar 19). Total N daun tanaman kembang telang dengan aktivitas enzim nitrogenase tidak berkorelasi nyata (r = 0,314). Berat Kering Daun (mg/tanaman) 700 y = 1E-05x + 267.37 600 500 400 300 200 100 0 0 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 Enzim Nitrogenase (nMol) Gambar 19. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan aktivitas enzim nitrogenase tanaman kembang telang Pembahasan Terdapat persamaan pola aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman kedelai dan kembang telang. Aktivitas enzim nitrogenase telah terlihat pada umur 20 hari setelah tanam dan terus meningkat hingga tanaman berumur 40 hari. Umur panen 40 hari menunjukkan aktivitas enzim nitrogenase tertinggi dan berbeda sangat nyata dibandingkan umur panen 20 dan 30 hari, tetapi antara umur panen 20 dan 30 hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Masih rendahnya aktivitas enzim nitrogenase pada umur panen 20 dan 30 hari diduga disebabkan oleh karena bintil akar masih dalam periode perkembangan. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pembentukan bintil akar pada tanaman kedelai dan kembang telang mulai terlihat pada umur 14 hari setelah tanam dan diduga proses pertumbuhan bintil akar tersebut tersebut berlangsung hingga umur tanaman 30 hari. Umur panen 40 hari menunjukkan aktivitas enzim nitrogenase tertinggi pada tanaman kedelai dan kembang telang, yang berarti bahwa proses penambatan N2 dari udara adalah yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Marschner (1995) bahwa maksimum penambatan N2 dicapai pada saat tanaman mulai berbunga dan kemudian akan menurun yang disebabkan oleh persaingan kebutuhan photosintat untuk pembentukan biji dan bintil akar. Kebutuhan karbohidrat selama proses penambatan N2 berkisar antara 4 dan 10 mg per miligram nitrogen. Kondisi ini dibuktikan pula dengan adanya keeratan hubungan antara berat kering daun tanaman kedelai dengan aktivitas enzim nitrogenase yang ditunjukkan dengan nilai korelasi antara keduanya sebesar 71,5% ( r = 0,715**), yang berarti bahwa semakin tinggi aktivitas enzim nitrogenase maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai. Pada tanaman kembang telang hubungan antara berat kering daun tanaman kembang telang dengan aktivitas enzim nitrogenase adalah sangat nyata dan rendah yang ditunjukkan oleh angka koefisien korelasi 44,4% (r = 0,444**). Gardner et al. (1991) mengemukakan bahwa untuk aktivitas enzim nitrogenase yang tinggi diperlukan beberapa faktor yang mendukung yang meliputi lingkungan yang bebas O2, terdapat N substrat yang rendah tingkatannya seperti amonia, dan kandungan C tingkat tinggi untuk memberikan energi pada sistem dan melindungi nitrogenase terhadap O2 yang menyebabkan tidak aktif. Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun dan akar, aktivitas enzim nitrogenase dan total N daun pada tanaman kedelai, tetapi pada tanaman kembang telang menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap berat kering daun. Taraf pemberian Mo 0 mg/pot pada umur panen 40 hari menunjukkan rataan berat kering daun tanaman kembang telang tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan taraf pemberian Mo 17,78, 35,57 dan 53,35 mg/pot. Umur panen berpengaruh nyata terhadap total N daun tanaman kedelai sedangkan pada tanaman kembang telang tidak berbeda nyata. Total N daun tanaman kedelai tertinggi terdapat pada umur panen 40 hari, dan berbeda nyata dibandingkan umur panen 20 dan 30 hari, sedangkan pada tanaman kembang telang terdapat pada umur panen 30 hari, tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan umur panen 20 dan 40 hari. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan tanggap tanaman terhadap unsur hara Mo. Pada tanaman kedelai rataan total N daun pada umumnya lebih tinggi pada tanaman yang diberi unsur hara Mo, sedangkan pada tanaman kembang telang rataan total N daun lebih tinggi pada tanaman tanpa diberikan Mo. Kaiser et al. (2005) mengemukakan bahwa mobilisasi dan pengangkutan hasil penambatan nitrogen memerlukan aktivitas molybdoenzim XDH. Tergantung pada jenis leguminosa, hasil penambatan nitrogen diangkut sebagai amides (glutamine dan asparagine) atau ureides (allantoin dan allantoic acid). Selama proses ini, XDH mengkatalisis hypoxanthine menjadi xanthine dan xanthine menjadi uric acid (Mendel dan Haensch, 2002). Efek langsung defisiensi unsur hara molibdenum terhadap aktivitas molybdoenzim XDH belum diketahui, tetapi efek defisiensi unsur hara molibdenum berpengaruh terhadap efisiensi pengangkutan hasil penambatan nitrogen dari bintil akar (Kaiser et al. 2005). Kondisi ini dibuktikan pula dengan adanya keeratan hubungan antara total N daun tanaman kedelai dengan aktivitas enzim nitrogenase yang ditunjukkan dengan nilai korelasi antara keduanya sebesar 63,4% ( r = 0,634**), yang berarti bahwa semakin tinggi aktivitas enzim nitrogenase maka semakin tinggi pula total N daun tanaman kedelai. Pada tanaman kembang telang hubungan antara total N daun tanaman kembang telang dengan aktivitas enzim nitrogenase tidak nyata dan rendah yang ditunjukkan oleh angka koefisien korelasi 31,4% (r = 0,314). Taraf pemberian Mo dan interaksinya dengan umur tanaman tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas enzim nitrogenase tanaman kedelai dan kembang telang. Tetapi pola perubahan enzim nitrogenase pada umur 20, 30 dan 40 hari setelah tanam pada tanaman kedelai dan umur 30 hari pada tanaman kembang telang menunjukkan kecenderungan adanya peran unsur Mo. Untuk mempelajari lebih lanjut peranan Mo pada tanaman kedelai dan kembang telang yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus maka penelitian lanjutan dengan media tanam tanah perlu dilakukan. PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR HARA MO TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM TANAH Tanaman Kedelai Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya, yaitu untuk melihat pengaruh pemberian unsur hara Mo terhadap efektivitas penambatan nitrogen pada tanaman kedelai dan kembang telang dengan media tanam tanah. Hasil sidik ragam pengaruh penambahan unsur hara Mo menunjukkan bahwa taraf pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah berat kering daun dan akar tanaman kedelai yang ditanam pada media tanam tanah (Tabel Lampiran 15). Berat Kering Daun Tanaman Kedelai Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun tanaman kedelai yang ditanam pada media tanah (Gambar 20), meskipun ada kecenderungan yang menunjukkan bahwa pemberian Mo yang semakin tinggi pada tanaman kedelai yang ditanam dengan media tanah cenderung menurunkan berat kering daun. Keadaan ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan akar sehingga akan menyebabkan terhambatnya penyerapan hara dan air yang perlu untuk pertumbuhan ke tubuh tanaman (Marschner, 1995). Berat Kering Akar Tanaman Kedelai Seperti halnya pada perkembangan tajuk, taraf pemberian Mo juga tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman kedelai yang ditanam pada media tanah (Gambar 20). Sama halnya dengan berat kering daun, pemberian Mo pada tanaman kedelai dengan media tanam tanah cenderung menurunkan berat kering akar, meskipun tidak berbeda secara statistik. Berat Kering Daun dan Akar (mg/tanaman) 600 500 400 BKD BKA 300 200 100 0 0 2,81 5,62 8,42 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 20. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap berat kering daun dan akar tanaman kedelai dengan media tanam tanah Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai Hasil sidik ragam pengaruh penambahan unsur hara Mo menunjukkan bahwa taraf pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai yang ditanam pada media tanam Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman) tanah (Tabel Lampiran 16). 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 18 16.67 0 2,81 14 13.67 5,62 8,42 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 21. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam tanah Gambar 21 menunjukkan bahwa walaupun secara statistik tidak nyata, namun ada kecendrungan menurunnya jumlah bintil akar tanaman kedelai pada taraf pemberian Mo lebih besar dari 2,81 mg/pot dan polanya mengikuti perkembangan tajuk dan akar, sedangkan pola pemberian Mo terhadap berat segar bintil akar dan berat kering bintil Berat Segar dan Kering Bintil Akar (mg/tanaman) akar tanaman kedelai yang ditanam pada media tanah disajikan pada Gambar 22. 6 5.59 5.51 5 3.72 4 4.05 BSB 3 2.08 2.09 2 BKB 1.73 1.58 1 0 0 2,81 5,62 8,42 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 22. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam tanah Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah terdapat pada Tabel Lampiran 17. Berat kering daun berkorelasi nyata dengan jumlah bintil akar dan berat segar bintil akar, tetapi tidak berkorelasi nyata dengan berat kering bintil akar. Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai dengan jumlah bintil akar ( r = 0,568*) terlihat bahwa terdapat korelasi yang sedang dan nyata antara berat kering daun tanaman kedelai dengan jumlah bintil akar yang berarti bahwa semakin tinggi jumlah bintil akar maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai (Gambar 23). Berat Kering Daun (mg/tanaman) 700 y = 14.983x + 248.8 650 600 550 500 450 400 350 300 10 15 20 25 Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman) Gambar 23. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan jumlah bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai dengan berat segar bintil akar ( r = 0,604*) terlihat bahwa terdapat korelasi yang sedang dan nyata antara berat kering daun tanaman kedelai dengan berat segar bintil akar, yang berarti bahwa semakin tinggi berat segar bintil akar maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai (Gambar 24). Berat Kering Daun (mg/tanaman) 700 y = 32.477x + 328.49 650 600 550 500 450 400 350 300 0 2 4 6 8 Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman) Gambar 24. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah Tanaman Kembang Telang Hasil sidik ragam pengaruh penambahan unsur hara Mo menunjukkan bahwa taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap peubah berat kering daun dan akar tanaman kembang telang yang ditanam pada media tanam tanah (Tabel Lampiran 18). Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun tanaman kembang telang yang ditanam pada media tanah (Gambar 25). Namun demikian terlihat kecenderungan peningkatan berat kering daun tanaman kembang telang hingga taraf pemberian Mo sebesar 5,62 mg/pot, dan menurun dengan taraf pemberian yang lebih besar, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Berat Kering Daun dan Akar (mg/tanaman) 120 100 80 BKD 60 BKA 40 20 0 0 2,81 5,62 8,42 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 25. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo berat kering daun dan akar tanaman kembang telang dengan media tanam tanah Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman kembang telang yang ditanam pada media tanah (Gambar 25). Berbeda halnya dengan berat kering daun tanaman kembang telang, berat kering akar menurun pada taraf pemberian Mo 2,81 mg/pot dibandingkan dengan tanpa pemberian Mo, meningkat pada taraf pemberian Mo 5,62 mg/pot dan menurun pada taraf pemberian yang lebih tinggi, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang Hasil sidik ragam pengaruh penambahan unsur hara Mo menunjukkan bahwa taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah dan berat segar bintil akar tanaman kembang telang, tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering bintil akar tanaman kembang telang (Tabel Lampiran 18). Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman) 3.5 3 3 2.67 2.67 2.5 2 1.5 1 1 0.5 0 0 2,81 5,62 8,42 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 26. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang dengan media tanam tanah Gambar 26 menunjukkan bahwa walaupun secara statistik tidak nyata namun ada kecenderungan meningkatkan jumlah bintil akar tanaman kembang telang dengan meningkatnya taraf pemberian Mo pada media tanam tanah. Pengaruh taraf pemberian Mo terhadap berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah disajikan pada Gambar 27. Gambar 27 menunjukkan bahwa pengaruh taraf pemberian Mo terhadap berat segar bintil akar menunjukkan pola yang sama dengan pengaruh taraf pemberian Mo terhadap berat kering bintil akar. Namun demikian pengaruh untuk berat segar secara statistik tidak nyata, sedangkan taraf pemberian Mo terhadap berat kering bintil akar tanaman kembang telang dengan media tanam tanah berpengaruh sangat nyata (P< 0,01). Berat kering bintil akar tanaman kembang telang tertinggi (2,3 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo 2,81 mg/pot. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Mo dapat meningkatkan berat kering bintil akar tanaman kembang telang dengan taraf pemberian yang optimum adalah 2,81 mg/pot. Berat Segar dan Kering Bintil Akar (mg/tanaman) 1.2 1 1 0.8 0.6 BSB 0.6 0.4 0.4 BKB 0.4 0.23 0.2 0.17 0.15 0.01 0 0 2,81 5,62 8,42 Taraf Pemberian Mo (mg/pot) Gambar 27. Pengaruh taraf pemberian unsur hara Mo terhadap berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kembang telang dengan media tanam tanah Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah terdapat pada Tabel Lampiran 20. Berat kering daun tidak berkorelasi nyata dengan jumlah bintil akar, berat segar bintil akar, dan berat kering bintil akar. Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai dengan jumlah bintil akar ( r = 0,431ns) terlihat bahwa tidak terdapat korelasi antara berat kering daun tanaman kembang telang dengan jumlah bintil akar. Demikian pula halnya korelasi antara berat kering daun tanaman kembang telang dengan berat segar bintil akar (r = 0,141ns) dan berat kering bintil akar (r = 0,389ns), tidak menunjukkan korelasi yang nyata. Pembahasan Pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap peubah berat kering daun, berat kering akar, jumlah bintil akar, berat segar bintil akar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai. Demikian pula halnya dengan tanaman kembang telang, taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun, berat kering akar, jumlah bintil akar dan berat segar bintil akar, tetapi berpengaruh nyata terhadap berat kering bintil akar. Tidak terdapatnya pengaruh pemberian Mo tersebut diduga disebabkan oleh media tanam tanah yang digunakan. Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah Ciawi, yang memiliki tingkat keasaman tinggi (pH=4,6), bahan organik sedang, C/N rendah dan kandungan unsur hara Mo sangat rendah. Tanah masam merupakan faktor pembatas dalam produksi pertanian di dunia (Zahran, 1999; Edward et al.1991 dalam Graham dan Vance, 2000). Tanaman leguminosa pada umumnya bertumbuh baik pada tanah netral atau sedikit masam, terutama bila tanaman tersebut sumber utama N tergantung pada hasil fiksasi (Zahran, 1999). Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman kedelai dan kembang telang yang ditanam pada media tanah. Bobot kering akar sangat penting untuk menentukan kemampuan tanaman beradaptasi di tanah masam. Terhambatnya pertumbuhan akar tersebut diduga sebagai akibat dari kerusakan pada sel tudung akar karena akumulasi Al yang tinggi pada inti sel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Hambatan yang terjadi pada perakaran akan menyebabkan terhambatnya penyerapan hara dan air yang perlu untuk pertumbuhan ke tubuh tanaman (Marschner, 1995). Akar, walaupun secara visual tidak nampak, merupakan komponen pokok dari tanaman, baik dalam hal fungsi maupun dalam jumlah besarannya, yang biasanya dapat mencapai 1/3 berat kering seluruh tubuh tanaman (Harjadi, 1996). Akar telah teradaptasi strukturnya untuk tugas pokok yaitu absorpsi, pengukuhan tegaknya tanaman, dan tempat penyimpanan. Taraf pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai dan kembang telang. Ketahanan hidup Rhizobium di alam sangat tergantung pada kondisi tanah, terutama pH (Gardner et al. 1991). Tanah masam mungkin kehilangan rhizobia yang membutuhkan pH tinggi. Selanjutnya Zahran (1999) mengemukakan bahwa tanah masam merupakan faktor pembatas dalam proses fiksasi N2 secara simbiosis, membatasi ketahanan hidup rhizobium dan menurunkan jumlah bintil akar. Berdasarkan hasil analisa tanah yang dilakukan setelah penelitian selesai menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah unsur hara Mo dalam tanah (Tabel Lampiran 29). Penambahan unsur hara Mo sebesar 2,81 mg/pot kandungan Mo dalam tanah adalah 0,76 ppm, penambahan Mo sebesar 5,62 mg/pot kandungan unsur hara Mo dalam tanah adalah 1,51 ppm dan penambahan unsur hara Mo sebesar 8,42 mg/pot kandungan unsur hara Mo dalam tanah 1,89 ppm. Menurut Rosmarkam dan Yuwono, (2002), harkat Mo dalam tanah adalah sangat tinggi (> 1,50 ppm); tinggi (1,10 – 1,50 ppm); sedang (0,51 – 1,00 ppm); rendah (0,11 – 0,50 ppm), dan sangat rendah (< 0,10 ppm). Berdasarkan hal tersebut maka taraf pemberian Mo sebesar 5,62 dan 8,42 mg/pot, harkat Mo dalam tanah tergolong tinggi. Walaupun taraf Mo dalam tanah tergolong tinggi, hasil penelitian belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini diduga disebabkan karena Mo dapat membentuk senyawa kompleks dengan bahan organik tanah. Ikatan ini dikenal dengan khelat yang bermanfaat melindungi Mo dari fiksasi oleh tanah lempung. Senyawa organik yang mengikat Mo tersebut adalah gugus ortho hidroksil, yang meliputi alkohol, phenol, asam hidroksi, dan asam organik mono basis (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Ismunadji dan Mahmud (1985) mengemukakan bahwa kadar Mo total tanah pertanian mempunyai kisaran 0,2-10 ppm. Mo berada dalam tanah dalam bentuk oksikompleks (MoO42-). Sifat molibdat di dalam tanah mirip dengan fosfat atau sulfat. Molibdat terjerap pada mineral tanah dan koloid. Jerapan ini sangat erat hubungannya dengan pH tanah. Dalam keadaan netral jerapan ini tidak kuat dan semakin kuat apabila tanah makin masam. Mo dalam tanah juga dapat bergabung dengan senyawa yang mengandung N, misalnya tyrosin, tiramin, lisitin, dan protein (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Kelarutan unsur hara tertentu di tanah dan laju penyerapannya oleh tanaman sangat di pengaruhi oleh pH tanah (Salisbury dan Ross, 1995). Fosfat, yang kebanyakan terserap dalam bentuk ion H2PO4- valensi satu, lebih segera terserap dari larutan hara dengan nilai pH 5,5 – 6,5 ketimbang pH yang lebih rendah atau lebih tinggi. Pada tanah ber pH rendah, yang mestinya banyak mengandung H2PO4-, konentrasi ion aluminium yang sering tinggi menyebabkannya mengendap sebagai aluminium fosfat. Mo yang larut air sangat sedikit (< 0,1 ppm) dan kelarutannya dipengaruhi oleh pH tanah. Makin rendah pH tanah, makin rendah pula tingkat kelarutannya dan sebaliknya (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Hal ini diduga karena semakin rendah pH makin tinggi kelarutan Fe dan Al (seskuioksida) yang kemudian Fe ini mengikat Mo. Ion MoO4sebagai anion terikat, sering menyelimuti lempung yang juga bermuatan negatif pada permukaan luarnya. Selain itu Mo juga terikat dengan sequioksida (R2O3 – Al2O3 + Fe2O3), terutama Fe2O3. Ikatan ini tergolong kuat dan tidak tersedia untuk tanaman. Di samping faktor tersebut di atas, faktor lain yang diduga sebagai penyebab tidak optimalnya produksi tanaman adalah terjadinya defisiensi unsur hara P. Defisiensi unsur hara P pada tanah masam khususnya pada pH di bawah 5,5 terjadi karena P diikat oleh Al (Marschner, 1995). Fosfor diperlukan oleh tanaman untuk mensintesis adenosin trifosfat (ATP) yaitu, suatu senyawa organik yang berperan penting dalam berbagai reaksi energetik pada proses metabolisme (Gardner et al., 1991; Salisbury dan Ross, 1992; Marschner, 1995). Konsentrasi ion hydrogen dan problem yang berhubungan dengan keracunan Al dan Mn, kekurangan unsur hara Mo, Ca atau P dapat berkontribusi terhadap problem tanah asam (Graham, 1992). Hasil penelitian ini belum menunjukkan produksi tanaman yang optimal, dikarenakan Mo tidak dapat diserap tanaman, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan membandingkan media tanam tanah dan pasir. Pemberian Mo melalui daun diduga dapat mempercepat proses penyerapan unsur hara tersebut ke dalam tanaman. PENGARUH PEMBERIAN UNSUR HARA MO MELALUI DAUN TERHADAP PRODUKSI TANAMAN LEGUMINOSA HERBA DENGAN MEDIA TANAM TANAH DAN PASIR Tanaman Kedelai Hasil sidik ragam pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap semua peubah tanaman kedelai yang diamati. Taraf pemberian Mo menunjukkan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap peubah berat kering daun tanaman kedelai. Interaksi antara media tanam dengan penambahan unsur hara Mo nyata (P < 0,05) pada peubah berat kering daun tanaman kedelai (Tabel Lampiran 21). Berat Kering Daun Tanaman Kedelai Tabel 16. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering daun tanaman kedelai Taraf pemberian Mo (mg/pot) Media tanam 0 0,14 0,28 Rataan 0,42 ---------------------mg/tanaman------------------Tanah 390c 380c 400c 380c 390b Pasir 790b 750b 930a 980a 860a Rataan 590 560 660 680 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Media tanam berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap berat kering daun tanaman kedelai, sedangkan taraf pemberian Mo dan interaksi antara media tanam dengan taraf pemberian Mo berbeda nyata (P < 0,05) (Tabel 16). Rataan berat kering daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir untuk semua taraf pemberian Mo signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam tanah. Perbedaan terbesar terjadi pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot. Hal ini diduga berkaitan erat dengan tidak optimalnya pertumbuhan akar pada media tanam tanah. Sebagian besar unsur hara yang diperlukan tanaman diserap dari media tanam oleh akar, kecuali karbon dan oksigen yang diserap oleh daun (Lakitan, 2000). Tabel 16 juga menunjukkan adanya perbedaan pola pengaruh pemberian Mo terhadap berat kering daun tanaman kedelai antara media tanam pasir dan tanah. Berat kering daun tanaman kedelai pada media tanam tanah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara taraf pemberian Mo melalui daun. Hal ini diduga berkaitan erat dengan tidak optimalnya pertumbuhan akar pada media tanam tanah. Namun demikian berat kering daun tanaman kedelai pada media tanam pasir menunjukkan perbedaan yang nyata antara taraf pemberian Mo 0,28 mg/pot (930 mg/tanaman) dan 0,42 mg/pot (980 mg/tanaman) dibandingkan dengan taraf pemberian Mo 0 mg/pot (790 mg/tanaman) dan 0,14 mg/pot (750 mg/tanaman). Berat kering daun tanaman kedelai pada media tanam pasir lebih tinggi pada taraf pemberian Mo yang lebih tinggi. Berat kering daun tanaman kedelai tertinggi pada media tanam pasir (980 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot. Berat Kering Akar Tanaman Kedelai Media tanam berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat kering akar tanaman kedelai (Tabel 17). Rataan berat kering akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir (290 mg/tanaman) lebih tinggi 45% dibandingkan dengan media tanam tanah (200 mg/tanaman). Hal ini menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap sistem perakaran tanaman. Salisbury dan Ross (1995) dan Lakitan (2000) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi pola penyebaran akar tanaman antara lain adalah penghalang mekanis, suhu tanah, aerasi, ketersediaan air, dan ketersediaan unsur hara. Selanjutnya Gardner et al. (1991) mengemukakan bahwa lingkungan tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan akar tanaman. Faktor-faktor di atas tanah yang mempengaruhi pertumbuhan pucuk, terutama transport karbohodrat ke akar, dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan akar, seperti juga faktor-faktor rizosfer (yaitu kelembapan, temperatur, kandungan nutrisi, bahan beracun, dan agen biologis). Taraf pemberian Mo melalui daun dan interaksi antara pemberian Mo dan media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap rataan berat kering akar tanaman kedelai (Tabel 17). Tabel 17. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering akar tanaman kedelai Taraf pemberian Mo (mg/pot) Media tanam 0 0,14 0,28 Rataan 0,42 -------------------mg/tanaman--------------------Tanah 190 220 200 200 200b Pasir 260 310 310 300 290a Rataan 230 270 250 250 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kedelai Hasil sidik ragam pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap peubah jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai yang diamati (Tabel Lampiran 22). Media tanam berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai (Tabel 18). Rataan jumlah bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir (24,5 buah/tanaman) lebih tinggi 127% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah (10,8 buah/tanaman). Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan bintil akar tanaman kedelai lebih baik pada media tanam pasir dibandingkan dengan media tanam tanah. Taraf pemberian Mo melalui daun tidak berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah bintil akar tanaman kedelai (Tabel 18). Tabel 18. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai Taraf pemberian Mo (mg/pot) Media tanam 0 0,14 0,28 Rataan 0,42 --------------------buah/tanaman--------------------Tanah 11,4 11,5 9,9 10,3 10,8b Pasir 29,7 31,2 24,9 28,1 24,5a Rataan 20,6 21,4 17,4 19,2 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Taraf pemberian Mo dan interaksi antara media tanam dan taraf pemberian Mo berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap rataan berat segar bintil akar tanaman kedelai (Tabel 19). Rataan berat segar bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir pada semua taraf pemberian Mo lebih tinggi dan sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Peningkatan berat segar bintil akar tanaman kedelai tertinggi terdapat pada perlakuan taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot yaitu dari 127,7 mg/tanaman untuk keadaan tanpa Mo menjadi 179,5 mg/tanaman, atau meningkat sebesar 41%. Pada Tabel 19 juga menunjukkan adanya perbedaan pola pengaruh pemberian Mo terhadap berat segar bintil akar tanaman kedelai antara media tanam tanah dan pasir. Berat segar bintil akar pada media tanam tanah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara taraf pemberian Mo melalui daun. Hal ini diduga berkaitan dengan keasaman tanah yang digunakan pada penelitian ini. Ketahanan hidup Rhizobium di alam sangat tergantung pada kondisi tanah, terutama pH (Gardner et al. 1991). Tanah masam mungkin kehilangan rhizobia yang membutuhkan pH tinggi. Selanjutnya Zahran (1999) mengemukakan bahwa tanah masam merupakan faktor pembatas dalam proses fiksasi N2 secara simbiosis, membatasi ketahanan hidup rhizobium dan menurunkan jumlah bintil akar. Taraf pemberian Mo melalui daun pada media tanam pasir menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap berat segar bintil akar tanaman kedelai antara taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot dibandingkan dengan taraf pemberian Mo lainnya. Berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir (323,9 mg/tanaman) tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/l, lebih tinggi 49%, 29% dan 21% serta berbeda nyata dibandingkan taraf pemberian Mo 0 mg/pot (217,7 mg/tanaman), 0,14 mg/pot (251,7 mg/tanaman) dan 0,28 mg/pot (268,2 mg/tanaman), berturut-turut (Tabel 19). Hal ini memperkuat hasil yang dicapai pada penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa unsur hara molibdenum berperan dalam pembentukan bintil akar. Tabel 19. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat segar bintil akar tanaman kedelai Taraf pemberian Mo (mg/pot) Media tanam 0 0,14 0,28 Rataan 0,42 ----------------------mg/tanaman--------------------Tanah 37,7d 42,7d 39,8d 35,1d 38,8b Pasir 217,7c 251,7bc 268,2b 323,9a 265,4a Rataan 127,7 147,2 154,0 179,5 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Taraf pemberian Mo dan interaksi antara media tanam dan taraf pemberian Mo berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap rataan berat kering bintil akar tanaman kedelai (Tabel 20). Rataan berat kering bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir pada semua taraf pemberian Mo lebih tinggi dan sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Rataan berat kering bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir (59,3 mg/tanaman) lebih tinggi 538% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah (9,3 mg/tanaman). Peningkatan berat kering bintil akar tanaman kedelai tertinggi terdapat pada perlakuan taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot yaitu dari 33,0 mg/tanaman untuk keadaan tanpa Mo menjadi 41,6 mg/tanaman, atau meningkat sebesar 26%. Pada Tabel 20 juga menunjukkan adanya perbedaan pola pengaruh pemberian Mo terhadap berat kering bintil akar tanaman kedelai antara media tanam tanah dan pasir. Taraf pemberian Mo melalui daun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah, namun pada media tanam pasir terdapat perbedaan yang nyata antara taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot dengan taraf pemberian Mo lainnya. Berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir meningkat dari 56,3 mg/tanaman untuk keadaan tanpa Mo menjadi 74,6 mg/tanaman pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot, atau lebih tinggi 33%. Tabel 20. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering bintil akar tanaman kedelai Taraf pemberian Mo (mg/pot) Media tanam 0 0,14 0,28 Rataan 0,42 ---------------------mg/tanaman----------------------Tanah 9,7c 10,5c 8,7c 8,6c 9,3b Pasir 56,3b 52,4b 54,0b 74,6a 59,3a Rataan 33,0 31,5 31,3 41,6 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai pada media tanam tanah terdapat pada Tabel Lampiran 23, sedangkan pada media tanam pasir terdapat pada Tabel Lampiran 24. Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai dengan jumlah bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah ( r = 0,575**) terlihat bahwa terdapat korelasi yang sedang dan sangat nyata antara jumlah bintil akar dengan berat kering daun tanaman kedelai, yang berarti bahwa semakin tinggi jumlah bintil akar maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus (Gambar 28), sedangkan untuk tanaman kedelai yang ditanam pada media tanam pasir, tidak ada hubungan antara berat kering daun dengan jumlah bintil akar tanaman kedelai (r = 0,223ns). Berat Kering Daun (mg/tanaman) y = 25.579x + 109.63 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 5 7 9 11 13 15 Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman) Gambar 28. Pendugaan hubungan linier antara total berat kering daun dengan jumlah bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah ( r = 0,852**) terlihat bahwa terdapat korelasi yang tinggi dan sangat nyata dan pada media tanam pasir (r = 0,608**) terlihat bahwa terdapat korelasi yang sedang dan sangat nyata, yang berarti bahwa semakin tinggi berat segar bintil akar maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar pada media tanam tanah terdapat pada Gambar 29, sedangkan pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir terdapat pada Gambar 30. Berat Kering Daun (mg/tanaman) y = 5.9899x + 152.59 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 10 20 30 40 50 60 Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman) Gambar 29. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah y = 22.486x + 175.23 Berat Kering Daun (mg/tanaman) 600 500 400 300 200 100 0 4 9 14 Berat Kering Bintil Akar (mg/tanaman) Gambar 30. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai dengan berat kering bintil akar pada media tanam tanah ( r = 0,729**) terlihat bahwa terdapat korelasi yang sedang dan sangat nyata, yang berarti bahwa semakin tinggi berat kering bintil akar maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus (Gambar 31). Pada media tanam pasir (r = 0,485*) terdapat korelasi yang rendah dan nyata antara berat kering daun dengan berat kering bintil akar tanaman kedelai (Gambar 32). y = 1.556x + 449.58 Berat Kering Daun (mg/tanaman) 1200 1100 1000 900 800 700 600 500 400 150 200 250 300 350 400 Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman) Gambar 31. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kedelai dengan berat kering bintil akar pada media tanam pasir (r = 0,485*) terdapat korelasi yang rendah dan nyata antara berat kering daun dengan berat kering bintil akar tanaman Berat Kering Daun (mg/tanaman) kedelai (Gambar 32). y = 4.8066x + 577.37 1200 1100 1000 900 800 700 600 500 400 25 45 65 85 Berat Kering Bintil Akar (mg/tanaman) 105 Gambar 32. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir Tanaman Kembang Telang Hasil sidik ragam pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap peubah berat kering daun dan berat kering akar tanaman kembang telang yang diamati (Tabel Lampiran 25), tetapi taraf pemberian Mo tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Demikian pula halnya interaksi antara pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tidak berpengaruh nyata. Berat Kering Daun Tanaman Kembang Telang Tabel 21. Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering daun tanaman kembang telang Taraf pemberian Mo (mg/pot) Media tanam 0 0,14 0,28 Rataan 0,42 ----------------------mg/tanaman--------------------Tanah 124 136 138 162 140b Pasir 232 228 180 204 211a Rataan 178 182 159 183 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Media tanam berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap rataan berat kering daun tanaman kembang telang (Tabel 21). Rataan berat kering daun tanaman kembang telang pada media tanam pasir (211 mg/tanaman) lebih tinggi 51% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah (140 mg/tanaman). Taraf pemberian Mo melalui daun tidak berpengaruh nyata terhadap rataan berat kering daun tanaman kembang telang (Tabel 21), demikian pula interaksi antara media tanam dengan taraf pemberian Mo melalui daun tidak berbeda nyata. Terdapat kecenderungan bahwa pada media tanam tanah taraf pemberian unsur hara melalui daun peningkatan taraf pemberian Mo melalui daun meningkatkan berat kering daun, tetapi pada media tanam pasir, peningkatan taraf pemberian unsur hara Mo cenderung menurunkan berat kering daun. Keadaan ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya bahwa pemberian unsur hara Mo akan menekan pertumbuhan tanaman kembang telang. Berat Kering Akar Tanaman Kembang Telang Tabel 22. Pengaruh media tanam dan penambahan unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering akar tanaman kembang telang Taraf pemberian Mo (mg/pot) Media tanam 0 0,14 0,28 Rataan 0,42 ----------------------mg/tanaman--------------------Tanah 62 66 84 72 71b Pasir 118 152 124 124 129a Rataan 90 109 104 98 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Media tanam berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap berat kering akar tanaman kembang telang (Tabel 22). Rataan berat kering akar tanaman kembang telang pada media tanam pasir (129 mg/tanaman) lebih tinggi 82% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan berat kering akar pada media tanam tanah (71 mg/tanaman). Taraf pemberian Mo dan interaksi antara taraf pemberian Mo dengan media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap rataan berat kering akar tanaman kembang telang (Tabel 22). Jumlah dan Berat Bintil Akar Tanaman Kembang Telang Hasil sidik ragam pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap peubah jumlah bintil akar, berat segar bintil akar dan berat kering bintil akar tanaman kembang telang yang diamati (Tabel Lampiran 26), tetapi taraf pemberian Mo melalui daun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Interaksi antara media tanam dengan pemberian unsur hara Mo nyata (P < 0,05) pada setiap peubah yang diamati. Media tanam hanya berpengaruh pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang, sedangkan pada taraf pemberian Mo 0, 0,14, dan 0,28 mg/pot tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah dan pasir (Tabel 23). Rataan jumlah bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam pasir pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot (10,6 buah/tanaman) lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam tanah (1,0 buah/tanaman). Tabel 23. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang Taraf pemberian Mo (mg/pot) Media tanam 0 0,14 0,28 Rataan 0,42 --------------------buah/tanaman--------------------Tanah 2,6bc 2,0bc 1,0c 1,0c 1,7b Pasir 2,4bc 5,6b 4,4b 10,6a 5,8a 2,5 3,8 2,7 5,9 Rataan Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Tabel 23 menunjukkan adanya perbedaan pola pemberian Mo terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah dan pasir. Jumlah bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara taraf pemberian Mo, sedangkan pada media tanam pasir jumlah bintil akar tanaman kembang telang tertinggi pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot (10,6 buah/tanaman), lebih tinggi 324%, 89% dan 141% dibandingkan taraf pemberian Mo 0, 0,14 dan 0,28 mg/pot, berturut-turut. Selanjutnya, taraf pemberian Mo 0,14 mg/pot lebih tinggi 133% dan berbeda nyata dibandingkan tanpa pemberian Mo. Media tanam berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang (Tabel 24). Rataan berat segar bintil akar pada media tanam pasir (26,4 mg/tanaman) lebih tinggi 408% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah (5,2 mg/tanaman). Tabel 24. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang Taraf pemberian Mo (mg/pot) Media tanam 0 0,14 0,28 Rataan 0,42 -----------------------mg/tanaman-------------------Tanah 6,0bc 6,5c 3,4c 5,1c 5,2b Pasir 9,7c 22,4b 25,5b 48,0a 26,4a Rataan 7,8 14,5 14,5 26,6 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Media tanam hanya berpengaruh pada taraf pemberian Mo 0,14; 0,28 dan 0,42 mg/pot terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang, sedangkan pada taraf pemberian Mo 0 mg/pot tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah dan pasir (Tabel 24). Rataan berat segar bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam pasir pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot (48,0 mg/tanaman) lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam tanah (5,1 mg/tanaman). Tabel 24 menunjukkan adanya perbedaan pola pemberian Mo terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah dan pasir. Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah, sedangkan pada media tanam pasir rataan berat segar bintil akar tertingi (48,0 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot, lebih tinggi serta berbeda nyata dibandingkan taraf pemberian Mo 0; 0,14 dan 0,28 mg/pot. Media tanam berpengaruh sangat nyata (P< 0,01) terhadap berat kering bintil akar tanaman kembang telang (Tabel 25). Rataan berat kering bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam pasir (4,5 mg/tanaman) lebih tinggi 400% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah (0,9 mg/tanaman). Tabel 25. Pengaruh media tanam dan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun terhadap berat kering bintil akar tanaman kembang telang Taraf pemberian Mo (mg/pot) Media tanam 0 0,14 0,28 Rataan 0,42 --------------------mg/tanaman-----------------------Tanah 1,7bc 1,1bc 0,4c 0,6c 0,9b Pasir 1,8bc 4,0b 4,2b 8,0a 4,5a 1,8 2,6 2,3 4,3 Rataan Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Media tanam hanya berpengaruh pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot terhadap berat kering bintil akar tanaman kembang telang, sedangkan pada taraf pemberian Mo 0; 0,14, dan 0,28 mg/pot tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah dan pasir (Tabel 25). Rataan berat segar bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam pasir pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot (8,0 mg/tanaman) lebih tinggi dibandingkan dengan media tanam tanah (0,6 mg/tanaman). Tabel 25 menunjukkan adanya perbedaan pola pemberian Mo terhadap berat segar kering bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah dan pasir. Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah, sedangkan pada media tanam pasir rataan berat segar bintil akar tertingi (8,0 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot, lebih tinggi serta berbeda nyata dibandingkan taraf pemberian Mo 0; 0,14 dan 0,28 mg/pot Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang pada media tanam tanah terdapat pada Tabel Lampiran 27, sedangkan pada media tanam pasir terdapat pada Tabel Lampiran 28. Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kembang telang dengan jumlah bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah ( r = 0,458*) terlihat bahwa terdapat korelasi yang rendah dan nyata, yang berarti bahwa semakin tinggi jumlah bintil akar, semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kembang telang yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus (Gambar 33), y = 2.8513x + 123.61 Berat Kering Daun (mg/tanaman) 210 190 170 150 130 110 90 70 50 0 5 10 15 20 Jumlah Bintil Akar (buah/tanaman) Gambar 33. Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan jumlah bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah Berdasarkan angka koefisien korelasi antara berat kering daun tanaman kembang telang dengan berat segar bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam tanah ( r = 0,442*) terlihat bahwa terdapat korelasi yang rendah dan nyata, yang berarti bahwa semakin tinggi berat segar bintil akar, semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kembang telang yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus (Gambar 34), y = 0.5783x + 124.73 Berat Kering Daun (mgtanaman) 210 190 170 150 130 110 90 70 50 0 20 40 60 80 Berat Segar Bintil Akar (mg/tanaman) Gambar .34 Pendugaan hubungan linier antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar tanaman kembeng telang pada media tanam tanah Berbeda halnya dengan media tanam tanah, pada media tanam pasir tidak terdapat korelasi yang nyata antara berat kering daun tanaman kembang telang dengan jumlah bintil akar ( r = 0,01ns), berat segar bintil akar ( r = 0,29ns) dan berat kering bintil akar ( r = 0,12ns), yang berarti bahwa berat kering daun tidak berkorelasi dengan jumlah bintil akar, berat segar bintil akar dan berat kering bintil akar tanam kembang telang yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus. Pembahasan Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering daun tanaman kedelai dan tanaman kembang telang. Rataan berat kering daun tanaman kedelai pada media tanam pasir (860 mg/tanaman) lebih tinggi 120% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah (390 mg/tanaman), sedangkan rataan berat kering daun tanaman kembang telang pada media tanam pasir (211 mg/tanaman) lebih tinggi 51% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah (140 mg/tanaman). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya, bahwa pada media tanam tanah pertumbuhan tanaman tidak optimal yang diduga disebabkan oleh pH tanah yang rendah. Taraf pemberian Mo melalui daun berpengaruh nyata terhadap berat kering daun tanaman kedelai pada media tanam pasir. Berat kering daun tanaman kedelai pada media tanam pasir menunjukkan hasil yang lebih tinggi dan berbeda nyata antara taraf pemberian Mo 0,28 dan 0,42 mg/pot dibandingkan dengan taraf pemberian 0 dan 0,14 mg/pot. Pada media tanam tanah, taraf pemberian Mo melalui daun tidak berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kedelai lebih tanggap terhadap pemberian unsur hara Mo melalui daun pada media tanam pasir dibandingkan media tanam tanah terhadap berat kering daun. Taraf pemberian hingga 0,42 mg/pot nyata meningkatkan berat kering daun tanaman kedelai. Berbeda halnya dengan tanaman kedelai, pada tanaman kembang telang, taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun pada media tanam pasir maupun tanah berat kering daun tidak berbeda nyata. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tanggap tanaman kedelai lebih baik bila diberi unsur hara Mo melalui daun pada media tanam pasir dibandingkan dengan tanaman kembang telang. Tidak adanya respon tanaman kedelai terhadap penambahan unsur hara Mo melalui daun pada media tanam tanah diduga berkaitan erat dengan perkembangan akar tanaman tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman kedelai. Rataan berat kering akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir lebih tinggi 45% dan berbeda nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa pada media tanam tanah pertumbuhan akar tidak optimal. Hambatan yang terjadi pada perakaran akan menyebabkan terhambatnya penyerapan hara dan air yang perlu untuk pertumbuhan ke tubuh tanaman (Marschner, 1995). Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai dan kembang telang. Rataan jumlah bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir lebih tinggi 127% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Taraf pemberian Mo melalui daun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah, tetapi pada media tanam pasir jumlah bintil akar tanaman kedelai pada taraf pemberian Mo 0,14 mg/pot berbeda nyata dengan taraf pemberian Mo 0,28 mg/pot. Hal ini memperkuat hasil yang dicapai pada penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa unsur hara molibdenum berperan dalam pembentukan bintil akar. Berbeda halnya dengan tanaman kembang telang, taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang, tetapi interaksi antara media tanam dengan taraf pemberian Mo berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar. Hal ini diduga disebabkan karena pengaruh pemberian unsur hara Mo hanya berpengaruh nyata pada media tanam pasir. Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap berat segar bintil akar tanaman kedelai dan kembang telang. Rataan berat segar bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir lebih tinggi 584% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Rataan berat segar bintil akar kembang telang pada media tanam pasir lebih tinggi 408% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 24 mg/l. Berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot. Hal ini menunjukkan bahwa taraf pemberian Mo yang optimal pada media tanam tanah adalah 0,14 mg/pot, sedangkan pada media tanam pasir 0,42 mg/pot. Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar bintil akar tanaman kembang telang, tetapi interaksi antara media tanam dengan taraf pemberian Mo nyata. Rataan berat segar bintil akar tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot. Pada media tanam tanah berat segar bintil akar tanaman kembang telang tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 0,14 mg/pot, sedangkan pada media tanam pasir berat segar bintil akar tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot. Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering bintil akar tanaman kedelai dan kembang telang. Rataan berat kering bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir lebih tinggi 538% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Rataan berat kering bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam pasir lebih tinggi 400% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Taraf pemberian Mo berpengaruh nyata terhadap berat kering bintil akar tanaman kedelai. Rataan berat kering bintil akar tanaman kedelai tertinggi (74,6 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot pada media tanam pasir. Taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering bintil akar tanaman kembang telang, tetapi interaksi antara media tanam dengan taraf pemberian Mo nyata. Rataan berat kering bintil akar tanaman kembang telang tertinggi (8,0 mg/tanaman) terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot pada media tanam pasir. Terdapat korelasi yang rendah dan sangat nyata antara jumlah bintil akar dengan berat kering daun tanaman kedelai pada media tanam tanah yang ditunjukkan dengan nilai korelasi 57,5%, sedangkan pada media tanam pasir, korelasinya tidak nyata. Pada tanaman kembang telang tidak terdapat korelasi antara berat kering daun dengan jumlah bintil akar, baik pada media tanam tanah ataupun pasir. Korelasi yang tinggi dan sangat nyata terlihat pula antara berat kering daun tanaman kedelai dengan berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah yang ditunjukkan dengan nilai korelasi 85,2%, dan pada media tanam pasir dengan nilai korelasi 60,8%. yang berarti bahwa semakin tinggi berat segar bintil akar maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus. Pada tanaman kembang telang tidak terdapat korelasi antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar, baik pada media tanam tanah ataupun pasir. Korelasi yang tinggi dan sangat nyata terlihat pula antara berat kering daun tanaman kedelai dengan berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam tanah yang ditunjukkan dengan nilai korelasi 72,9%, dan pada media tanam pasir dengan nilai korelasi 48,5%. yang berarti bahwa semakin tinggi berat kering bintil akar maka semakin tinggi pula berat kering daun tanaman kedelai yang diinokulasi dengan inokulan Nodulin Plus. Pada tanaman kembang telang tidak terdapat korelasi antara berat kering daun dengan berat kering bintil akar, baik pada media tanam tanah ataupun pasir. PEMBAHASAN UMUM Hasil penelitian tentang kompatibilitas empat jenis leguminosa herba dan Nodulin Plus sebagai inokulan menunjukkan bahwa tanaman kedelai dan kembang telang membentuk bintil akar 14 hari setelah diinokulasi, sedangkan tanaman kacang pintoi dan siratro tidak. Terbentuknya bintil akar merupakan indikasi keberhasilan inokulasi. Bintil akar yang terbentuk pada kedelai dan kembang telang menunjukkan bahwa rhizobium pada Nodulin Plus memiliki kesesuaian dengan kedua tanaman tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat spesifisitas tanaman leguminosa herba terhadap kebutuhan inokulan. Schultze dan Kondorosi (1998) mengemukakan bahwa interaksi antara rhizobia dengan tanaman sangat tergantung pada inang yang didasarkan pada pertukaran signal unsur kimia antara partner yang bersimbiosis. Pengaruh inokulan sangat nyata meningkatkan produksi tanaman kedelai dan kembang telang. Peningkatan berat kering daun yang diikuti peningkatan berat bintil akar mengindikasikan bahwa bintil akar yang terbentuk akibat pemberian Nodulin Plus sangat efektif menambat N. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya keeratan hubungan antara nilai total N pada daun dengan berat segar bintil akar yang ditunjukkan dengan nilai korelasi antara keduanya. Pada tanaman kedelai keeratan hubungan antara nilai total N pada daun dengan berat segar bintil akar yang ditunjukkan dengan nilai korelasi antara keduanya sebesar 67,9% (r = 0,679*), sedangkan pada tanaman kembang telang keeratan hubungan antara total N daun dengan berat kering bintil akar ditunjukkan dengan nilai korelasi antara keduanya sebesar 57,6% (r = 0,576*). Nitrogen hasil penambatan relatif lebih banyak terjadi pada kedelai dibandingkan pada kembang telang. Hal ini terlihat dari tingginya nilai serapan dan akumulasi bahan kering daun pada kedelai. Rataan serapan nitrogen daun tanaman kedelai pada perlakuan tanpa N plus inokulasi lebih tinggi 180% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan kontrol, sedangkan pada tanaman kembang telang tidak berbeda nyata, yang berarti bahwa efektivitas penambatan nitrogen lebih tinggi pada tanaman kedelai dibandingkan tanaman kembang telang. Hal ini dikarenakan inokulan yang digunakan lebih cocok pada tanaman kedelai dibandingkan dengan tanaman kembang telang. Zhang et al. (2002) mengemukakan bahwa strains rhizobia cenderung memfiksasi lebih baik pada tanaman leguminosa asal rhizobia tersebut diisolasi. Jumlah N2 yang difiksasi oleh asosiasi leguminosa sangat bervariasi, tergantung pada jenis leguminosanya, kultivarnya, spesies dan galur (strain) bakterinya (Gardner et al. (1991). Efektivitas penambatan N2 ditentukan pula oleh adanya keterpaduan genetik galur rhizobia, jenis dan tingkat varietas leguminosa yang bersimbiose (Purwantari 1988). Lebih tingginya serapan N pada tanaman kedelai dibandingkan dengan tanaman kembang telang ditunjukkan pula oleh angka koefisien korelasi antara berat kering daun dengan berat segar dan berat kering bintil akar. Pada tanaman kedelai berat kering daun nyata memiliki hubungan dengan berat segar bintil akar (r = 0,707**) dan berat kering bintil akar (r = 0,639*). Hal ini menunjukkan bahwa berat bintil akar berperan penting terhadap akumulasi bahan kering pada daun kedelai, yaitu semakin tinggi nilai berat segar dan kering bintil akar semakin tinggi nilai berat kering daun tanaman kedelai. Berbeda halnya dengan tanaman kembang telang, hasil analisa koefisien korelasi antara berat kering daun dengan berat segar bintil akar (0,348 ns) dan berat kering bintil akar (0,295 ns) menunjukkan bahwa berat kering daun tidak memiliki hubungan yang erat dengan berat segar dan kering bintil akar. Pemberian unsur hara Mo pada tanaman kembang telang berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar dan berat segar bintil akar. Rataan jumlah bintil akar tanaman kembang telang yang diberi unsur hara Mo lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan tanpa Mo. Demikian juga halnya dengan berat segar bintil akar, penambahan Mo pada taraf 17,78 mg/pot nyata meningkatkan berat segar bintil akar. Keadaan ini menunjukkan bahwa keberadaan Mo pada tanah bagi tanaman kembang telang sangat penting dalam membentuk bintil akar, meskipun disadari bahwa Mo bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan bintil akar. Terdapat interaksi yang nyata antara taraf pemberian Mo dengan perlakuan inokulasi terhadap jumlah bintil akar tanaman kembang telang. Ketersediaan Mo berhubungan erat dengan perkembangan bintil akar (Anderson, 1956 dalam Kaiser et al. 2005). Penambahan Mo melalui tanaman akan disalurkan ke membran sel bintil akar untuk membentuk enzim nitrogenase, namun hingga saat ini belum ada informasi mengenai mekanisme yang mengontrol transportasi Mo ke bintil akar (Kaiser et al. 2005). Penambahan unsur hara Mo melalui media tanam pada tanaman kedelai tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah yang diamati. Hal ini terlihat pula pada penelitian selanjutnya yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata dari taraf pemberian unsur hara Mo terhadap aktivitas enzim nitrogenase. Taraf pemberian Mo hanya menunjukkan pola perubahan aktivitas enzim nitrogenase yang sama antara tanaman kedelai dan kembang telang. Peran Mo sangat penting pada tanaman berumur 30 hari, ditunjukkan dengan adanya kecenderungan pola meningkatnya aktivitas enzim nitrogenase jika secara bertahap Mo ditambahkan. Tetapi pada umur 20 dan 40 hari pola aktivitas enzimatik cenderung tidak tergantung dari keberadaan Mo pada media. Namun demikian secara statistik tidak berbeda nyata. Untuk dapat berfungsi dengan baik enzim nitrogenase membutuhkan unsur hara Mo (Vitousek et al., 2002), tetapi dalam penelitian ini terlihat bahwa enzim nitrogenase belum dapat berfungsi dengan baik. Hal ini diduga disebabkan karena unsur hara Mo yang ada tidak tersedia bagi tanaman. Oksidasi Mo dalam media tanam bervariasi dari II hingga IV, tetapi hanya bentuk soluble Mo (IV) yang tersedia bagi tanaman (Fortescue, 1992 dalam Mendel dan Hansch, 2002). Selanjutnya Rosmarkam dan Yuwono (2002) melaporkan bahwa ketersediaan Mo dalam media tanam dipengaruhi oleh perubahan suasana reduksi oksidasi, mikroorganisme dan harkat Mo tersedia. Pemberian Mo melalui media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati pada tanaman kedelai dan kembang telang yang ditanam pada media tanah. Tidak terdapatnya pengaruh pemberian Mo tersebut diduga disebabkan oleh media tanam tanah yang digunakan. Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah Ciawi, dicirikan dengan pH masam. Hakim et al., (1986) mengemukakan bahwa keadaan tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara Mo. Ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Pada pH rendah hampir tidak ada Mo yang tersedia. Selanjutnya Rosmarkam dan Yuwono (2002) melaporkan bahwa unsur hara Mo dapat membentuk kompleks dengan bahan organik tanah. Ikatan ini dikenal dengan khelat yang bermanfaat melindungi Mo dari fiksasi oleh lempung. Senyawa organik yang mengikat Mo tersebut adalah ortho hidroksil yang meliputi alkohol, phenol, asam hidroksi dan asam organik mono basis. Mo dalam tanah juga dapat bergabung dengan senyawa yang mengandung N, misalnya tirosin, tiramin, lisitin, dan protein. Tanaman leguminosa pada umumnya bertumbuh baik pada tanah netral atau sedikit masam, terutama bila tanaman tersebut sumber utama N tergantung pada hasil fiksasi (Zahran, 1999). Tanah masam mungkin kehilangan rhizobium yang membutuhkan pH tinggi (Gardner et al. 1991). Selanjutnya Zahran (1999) mengemukakan bahwa tanah masam merupakan faktor pembatas dalam proses fiksasi N2 secara simbiosis, membatasi ketahanan hidup rhizobium dan menurunkan jumlah bintil akar. Taraf pemberian Mo melalui media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman kedelai yang ditanam pada media tanah. Bobot kering akar sangat penting untuk menentukan kemampuan tanaman beradaptasi di tanah masam. Terhambatnya pertumbuhan akar tersebut diduga sebagai akibat dari kerusakan pada sel tudung akar karena akumulasi Al yang tinggi pada inti sel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Hambatan yang terjadi pada perakaran akan menyebabkan terhambatnya penyerapan hara dan air yang perlu untuk pertumbuhan ke tubuh tanaman. Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering daun tanaman kedelai dan tanaman kembang telang. Rataan berat kering daun tanaman kedelai lebih tinggi 120% dan kembang telang 51% pada media tanam pasir dibandingkan dengan media tanam tanah. Hal ini diduga berkaitan erat dengan tidak optimalnya pertumbuhan akar pada media tanam tanah. Sebagian besar unsur hara yang diperlukan tanaman diserap dari media tanam oleh akar, kecuali karbon dan oksigen (Lakitan, 2000). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya, bahwa pada media tanam tanah pertumbuhan tanaman tidak optimal yang diduga disebabkan oleh pH tanah yang rendah. Media tanam berpengaruh nyata terhadap berat kering akar tanaman kedelai dan kembang telang. Rataan berat kering akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir lebih tinggi 31% dan berbeda nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Rataan berat kering akar tanaman kembang telang pada media tanam pasir lebih tinggi 45% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa pada media tanam tanah pertumbuhan akar tidak optimal. Media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kedelai dan kembang telang. Rataan jumlah bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir lebih tinggi 62% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah, sedangkan pada tanaman kembang telang, jumlah bintil akar pada media tanam pasir lebih tinggi 71% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Rataan berat segar bintil akar tanaman kedelai dengan media tanam pasir lebih tinggi 85% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Rataan berat segar bintil akar kembang telang pada media tanam pasir lebih tinggi 80% dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan media tanam tanah. Keberhasilan pemberian Mo melalui daun ditentukan pula oleh media tanam dan jenis tanaman. Pada tanaman kedelai taraf pemberian Mo melalui daun berpengaruh nyata terhadap berat kering daun pada media tanam pasir, sedangkan pada media tanam tanah tidak berbeda nyata. Berat kering daun tanaman kedelai pada media tanam pasir lebih tinggi dan berbeda nyata pada taraf pemberian Mo yang lebih tinggi. Pada tanaman kembang telang, taraf pemberian Mo tidak berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kedelai lebih tanggap terhadap pemberian unsur hara Mo melalui daun dibandingkan dengan tanaman kembang telang. Pemberian Mo melalui daun berpengaruh sangat nyata terhadap berat segar bintil akar dan berpengaruh nyata terhadap berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir, namun tidak berbeda nyata pada media tanam tanah. Berat segar bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot dan berbeda sangat nyata dengan taraf pemberian Mo lainnya. Demikian juga halnya dengan berat kering bintil akar tanaman kedelai pada media tanam pasir tertinggi terdapat pada taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot dan berbeda nyata dengan taraf pemberian Mo lainnya.. Pemberian Mo melalui daun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar, tetapi interaksi antara taraf pemberian Mo dengan media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kembang telang. Jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kembang telang tertinggi terdapat pada media tanam pasir dan taraf pemberian Mo 0,42 mg/pot. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Bakteri yang terdapat pada inokulan Nodulin Plus dapat membentuk bintil akar pada tanaman kedelai dan kembang telang. Efektivitas inokulan Nodulin Plus menambat nitrogen lebih efektif pada tanaman kedelai dibandingkan dengan kembang telang. Nitrogen yang berasal dari hasil penambatan berperan sangat penting dalam pembentukan bahan kering daun, namun pengaruhnya kurang terlihat pada pembentukan perakaran dan serapan N daun jika dibandingkan dengan dengan N yang berasal dari pupuk. Nitrogen hasil penambatan relatif lebih banyak terjadi pada kedelai dibandingkan kembang telang. Hal ini terlihat dari tingginya nilai serapan N dan akumulasi bahan kering daun pada kedelai. Umur panen 40 hari menunjukkan aktivitas enzim nitrogenase tertinggi pada tanaman kedelai dan kembang telang, yang berarti bahwa proses penambatan nitrogen dari udara adalah yang paling tinggi. Taraf pemberian unsur hara Mo melalui media tanam dan interaksinya dengan umur tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim nitrogenase. Tetapi pola perubahan enzim nitrogenase pada umur 20, 30 dan 40 hari setelah tanam pada tanaman kedelai dan 30 hari pada tanaman kembang telang menunjukkan kecenderungan adanya peran unsur hara Mo. Pemberian unsur hara Mo melalui media tanam pada tanaman kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap peubah berat kering daun, berat kering akar, N-daun, jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar, pada media tanam tanah atau pasir. Pemberian unsur hara Mo pada tanaman kembang telang, tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun, berat kering akar, dan N-daun pada media tanam tanah atau pasir, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah dan berat segar bintil akar tanaman kembang telang pada media tanam pasir dan terhadap berat kering bintil akar pada media tanam tanah. Penambahan unsur hara Mo melalui daun pada tanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap berat kering daun tanaman kedelai, berat segar bintil akar dan berat kering bintil akar pada media tanam pasir, tetapi tidak berpengaruh nyata pada media tanam tanah. Penambahan unsur hara Mo melalui daun pada tanaman kembang telang, tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering daun dan akar, tetapi terdapat interaksi antara media tanam dengan penambahan unsur hara melaui daun terhadap jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar. Jumlah, berat segar dan berat kering bintil akar tanaman kembang telang yang diberi unsur hara Mo melalui daun lebih tinggi pada media tanam pasir dibandingkan dengan media tanam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian unsur hara Mo lebih baik dilakukan melalui daun bila ditanam pada media tanam pasir, sedangkan pada media tanam tanah tidak diperlukan penambahan unsur hara Mo. Untuk peningkatan berat kering daun tanaman kedelai dapat diberikan Mo melaui daun sebesar 0,28 mg/pot, sedangkan berat segar serta berat kering bintil akar tanaman kedelai sebesar 0,42 mg/pot. Untuk tanaman kembang telang sebesar 0,42 mg/pot. SARAN Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka disarankan untuk menggunakan inokulan Nodulin Plus pada tanaman kedelai dan kembang telang. Pemberian unsur hara Mo melaui media tanam, khususnya pada tanah masam tidak perlu dilakukan. Pemberian unsur hara Mo lebih baik dilakukan melalui daun dengan taraf pemberian unsur hara Mo melalui daun pada tanaman kedelai adalah sebesar 48 mg/l, sedangkan pada tanaman kembang telang sebesar 72 mg/l. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan inokulan Nodulin Plus pada jenis tanaman leguminosa lainnya, dan pada tanah netral maupun alkalin. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA Adjei MB, Quesenberry KH, Chambliss CG. 2002. Nitrogen fixation and inoculation of forage legumes. SS-AGR-56, Agronomy Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Alexander M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. New York-Chichaster-BrisbaneToronto-Singapore: John Wiley and Sons. Anderson AJ. 1956. Molybdenum deficiencies in legumes in Australia. Soil Science 81: 173-192. Appelbaum E. 1990. The Rhizobium/Bradyrhizobium-legume symbiosis. In: Gresshoff PM, editor. Molecular Biology of Symbiotic Nitrogen Fixation. Florida: CRC Press, 131-158, Appleby CA. 1984. Leghemoglobin and Physiol, 35:443-478. Rhizobium respiration. Annu Rev. Plant Arshad M, Frankenberger WT. 1993. Microbial Production of Plant Growth Regulator. In: Metting FB, editor. Soil Microbial Ecology Application in Agricultural and Environmental Management. New York: Marcel Dekker, Inc. Broughton WJ. 2003. Roses by other names: Taxonomy of the Rhizobiaceae. Journal of Bacteriology, 185(10):2975-2979. Burdon JJ, Gibson AH, Searle SD, Woods MJ, Brockwell J. 1999. Variation in the effectiveness of symbiotic associations between native rhizobia and temperate Australian Acacia. Within-species interactions. J. Appl. Ecol, 36:398-408. Campbell CA, Myers RJK, Curtin D. 1995. Managing nitrogen for sustainable crop production. Fert. Res. 42:277-296. Campbell CA,. Lafond GP, Harapiak JT, Selles F. 1996. Relative cost to soil fertility of long-term crop production without fertilization. Can. J Plant Sci, 76: 401-406. Campbell WH. 1999. Nitrate reductase structure, function, and regulation. Bridging the gapbetween biochemistry and physiology. In: Jones RL, Bohnert HJ, Walbot V, editor. Annual Review of Plant Physiology and Plant Molecular Biology, 50:277303. Denison RF, 1998. Legume sanctions and the evolution of symbiotic cooperation by Rhizobia. Agronomy Journal, 92:12161220. Edwards DG, et al., 1991. The management of soil acidity for sustainable crop production, In: Wright RJ editor. Plant-soil Interaction at Low pH. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. hlm:383-396. El-Bably AZ, 2002. Effect of irrigation and nutrition of copper and molybdenum on Egyptian clover (Trifolium alexandrium L). Agronomy Journal, 94:1066-1070. Emons AMC, Mulder B. 2000. Nodulation factors trigger an increase of fine bundles of subapical actin filament in Vicia root hairs: implication for root hair curling around bacteria. In: de Wit PJGM, Bisseling T, Stiekerna JW, St-Paul, editor. Biology of Plant-Microbe Interaction Minnesota: The International Society of Molecular Plant-Microbe Interaction.. hlm. 272-276. Fortescue JAC. 1992. Landscape geochemistry: retrospect and prospect 1990. Applied Geochemestry, 7:1-53. Frink CR, Waggoner PE, Ausubel SH. 1999. Nitrogen fertilizer retrospect and prospect. Proc. Natl. Acad. Sci USA 96:1175-1180. Galloway JN, Schlesinger WH, Levy H, Michael A, Schnoor JL. 1995. Nitrogen fixation: anthropogenic enhancement-environmental response. Glob. Biogeochem Cycles, 9:235-252. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan. Susilo H, penerjemah. Terjemahan dari Physiology of Crop Plants. Jakarta:UIPress. Garrity DP, Sajise PE., 1991. Sustainable land use systems in Southeast Asia: A Regional assesment, In. Hart RD, Sand MW, editor. Sustainable Land Use Systems Research. Kutzlown: P.A. Rodale Institute. hlm: 59-76. Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk PenelitianPertanian. Terjemahan. Sjamsuddin E., Baharsjah JS., penerjemah. Terjemahan dari Statistical Procedures for Agriculture Research. Jakarta: UI-Press. Gomez SM, Kalamani A. 2003. Butterfly Pea (Clitoria ternatea): A nutritive multipurpose forage legume for the tropics-An Overview. Pakistan Journal of Nutrition, 2(6):374-379. Graham PH. 1981. Some problems on nodulation and symbiotic nitrogen fixation in Phaseolous vulgaris L. A review. Field Crops Res., 4:92-112. Graham PH. 1992. Stress tolerance in Rhizobium and Bradyrhizobium, and nodulation under adverse soil conditions. Can J Microbiol 38:475-484. Graham PH, Vance CP. 2000. Nitrogen fixation in perspective: an overview of research and extention needs. Field Crops Res., 65:93-106. Graham PH, Vance CP. 2003. Legumes: Importance and constraints to greater use. Plant Physiol, 131:872-877. Grant CA, Flaten DN. 1998. Fertilizing for protein content of wheat.. In: Fowler DB, et al. editor. Proc Wheat Protein Symp., Saskatoon, SK, Canada 9-10 Mar 1998. Canada: Univ. Ext. Press, Univ. of Saskatchewan, Saskatoon, SK,. hlm.151-168 Grant CA, Peterson GA, Campbell CA, 2002. Nutrient considerations for diversified cropping systems in the Northern Great Plains. Agronomy Journal, 94:186-198. Gupta PK, Vyas KK. 1994. Effect of phosphorus, zinc and molybdenum on the yield and quality of soybean. Legume Research, 17(1):5-7. Gupta UC. 1997. Molybdenum in Agriculture. Cambridge: Cambridge University Press. Hakim N, et al., 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Hall TJ. 1992. Register of Australian herbage plant cultivars B. Legumes, 23. Clitoria (a) Clitoria ternatea L. (butterfly pea) cv. Milgarra. Australian Journal of Experimental Agriculture, 32:547-548. Hardy RWF, Holsten RD, Jakson JK, Burns RC. 1968. The Acetylene-ethylene Assay for N2 Fixation. Laboratory and Field work. Plant Physiol., 43:1185-1207. Harjadi MMSS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta.: PT Gramedia Pustaka Utama. Hartwig UA. 1998. The regulation of symbiotic N2 fixation. A conceptual model of N feedback from the ecosystem to the gene expression level. Persepct. Plant Ecol. Evol. Syst. 1:92-120. Haryadi SS, Yahya S. 1988. Fisiologi Stres Lingkungan. PAU Bioteknologi IPB. Hauck RD. 1988. A human ecosphere perspective of agricultural nitrogen cycling. In. Wilson, J.R. (Ed.). Advances in Nitrogen Cycling in Agricultural Ecosystems. CAB International. Herman, Goenadi DH. 1999. Manfaat dan prospek pengembangan industri pupuk hayati di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 18(3):91-97. Herridge DF, Danso SKA. 1995. Enhancing crop legume N2 fixation through selection and breeding. Plant and Soil, 174:51-82. Hidajat OO, 1985. Morfologi Tanaman Kedelai. Di dalam Somaatmadja et al., editor. Kedelai. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 73-86 Hirsch AM, Lum MR, Downie JA. 2001. What makes the rhizobia-legume symbiosis so special?. Plant Physiol, 127:1484-1492. Ismunadji M, Mahmud SN. 1985. Peranan Unsur Mikro untuk Peningkatan Produksi Kedelai. Di dalam Somaatmadja et al., editor. Kedelai. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm 189-215. Jordan DC. 1982. Transfer of Rhizobium japonicum Buchanan 1980 to Bradyrhizobium gen.nov., a genus of slow-growing root nodule bacteria from leguminous plants. Int. J. Syst. Bacteriol. 32, 136-139. Kahn MK,. Prasad BN, Akao S. 1999. Competition between Rhizobium strain NGR234 and Bradyrhizobium Strain CP283 for nodulation in Siratro investigated with the GUS reporter gene. Soil Sci.Plant Nutr. 45(4):825-834. Kaiser BN, Gridley KL, Brady JN, Phillips T, Tyerman SD. 2005. The role of molybdenum in agricultural plant production. Annals of Botany, 96:745-754. Kardinahl S, et al., 1999. The strict molybdate-dependence of glucose-degradation by the thermoacidophile Sulfolobus acidocaldarius reveals the first crenarchaeotic molybdenum containing enzyme-an aldehyde oxidoreductase. Eur. J. Biochem, 260:540-548. Kennedy IR, Cocking EC, editor. 1997. Biological Nitrogen Fixation. The Global Challenge and Future Needs. Sydney: Rockefeller Foundation Bellagio Conference Proceeding. Sydney: SUN Fix Press. p:83. Kentjanasari A,.Prihatini T, Purwati J, Hamzah A. 1998. Pemanfaatan Rhizobium dalam meningkatkan ketersediaan N-tanah di lahan sawah. Bogor: Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,. hal. 91-100. Keyser HH, Bohlool B, Hu TS, Weber DF. 1982. Fast-growing Rhizobia isolated from root nodules of soybean. Science 215,1631-1632. Khurana AL, Dudeja SS. 1981. Field population of rhizobia and response to inoculation, molybdenum and nitrogen fertilizer in pigeonpea. In: Proceeding of the International Workshop on Pigeonpea. Vol 2:381-386. 15-19 December 1980, ICRISAT Center, India, Patancheru, AP. ICRISAT, India Killpack SC, Buchholz D. 1993. Nitrogen in the environment : nitrogen fixation. Water Quality Initiative, WQ261. Kon KF,.Yong HC, Lim FW. 1990. Cutting management of alley crops. Soil Conservation Farming. Annual Report on Weed Control 1989/1990. CIBA GEIGY Agric. Exp. Sta. Malaysia. Rembau. Negri Sembilan. Lakitan B. 2000. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Layzell DB, Hunt S. 1990. Oxygen and the regulation of nitrogen fixation in legumes nodules. Physiol Plant, 80:322-327. Limpens E, Bisseling T. 2003. Signaling in symbiosis. Current Opinion in Plant Biology, 8:343-350. Long SR. 1996. Rhizobium symbiosis: nod factors in perspective. Plant Cell, 8:18851898. Long SR. 2001. Genes and signals in the Rhizobium-legume symbiosis. Plant Physiol, 125:69-72. Lucinski R, Poleyn W, Ratajezak L. 2002. Nitrate reduction and nitrogen fixation in symbiotic association Rhizobium-legumes. Acta Biochimica Polonica, 49(2):537546. Lynch JM. 1983. Soil Biotechnology; Microbiological Factor in Crop Productivity. Backwell Scientific Publications. Oxford, London. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants, 2nd Edition Academic Press. 889p. Maryam L, Widowati R, Widati S,. Prawirasumantri J, Santoso D. 1998. Efisiensi pupuk nitrogen pada tanah ultisol, vertisol, dan entisol.Pros. Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. hlm. 133-146. Mattjik AA., Sumertajaya IM., 2002. Perancangan Percobaan. Bogor: IPB Press,. Mendel RR, Hansch R. 2002. Molybdoenzymes and molybdenum cofactor in plants. Journal of Experimental Botany, 53(375):1689-1698. Minchin FR. 1997. Regulation of oxygen diffusion in legumes nodules. Soil Biol Biochem, 29:881-888. Moat AG, Foster JW. 1988. Microbial Physiology. John Wiley and Sons, Inc. Nambiar PTC,. Anjaiah V, Srinivasa Rao B. 1987. Factors affecting competition of three strains of rhizobia nodulating groundnut, Arachis hypogaea L. Ann. Appl. Biol. 110:527-533. Newton WE. 1992. Isolated iron-molybdenum cofactor of nitrogenase. In: Stacey G, Burris RH, Evans HJ (eds.) Biological Nitrogen Fixation. New York: Chapman and Hall, hlm. 877-929. Nulik J. 1992. Evaluasi beberapa pertanaman campuran rumput/leguminosa intoduksi di Sumba. Prosiding Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian Peternakan Lahan Kering. Sub Balai Penelitian Ternak, Grati.hlm.225-234. Nullik J, Jacobsen CN, Andrew A. 1986. Evaluation of herbaceous legumes for Nusa Tenggara. Annual Report Forage Researh Project. Balitnak, Bogor, Indonesia. Pasaribu DA, et al., 1989. Penelitian inokulasi Rhizobium di Indonesia. Prosiding Risalah Lokakarya Penelitian Penambatan Nitrogen secara Hayati pada Kacang-kacangan. Bogor: Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pusat Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,. hlm 3-32. Peoples MB, Herridge DF, Ladha JK. 1995. Biological nitrogen fixation: An efficient source of nitrogen for sustainable agriculture production. Plant and Soil, 174:328. Postgate J. 1998. Nitogen Fixation. Cambridge UK: Cambridge University Press. Prawiradiputra BR, Sutedi E, Semali A. 2003. Karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah hijauan pakan ternak. Jakarta: Laporan Akhir Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor dan Proyek ARMP-II, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Purwani J, Prihatini T, Kentjanasari A, Hidayat R. 1998. Pengaruh jenis bokashi terhadap kandungan unsur hara tanah, populasi mikroba, dan hasil padi di lahan sawah. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. hal. 251-262. Purwantari ND. 1988. Prospek penambahan nitrogen secara hayati dalam produksi pertanian. Kumpulan materi khusus. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Purwantari ND. 1994. The Biology and Nirogen Fixation of Some Shrub Legumes. PhD. Thesis, University of Queensland, Australia. Purwantari ND. 1995. Interaksi antara strain rhizobia dan legum semak pakan dalam nodulasi dan fiksasi nitrogen. Forum Ilmu Peternakan 1:9-20. Purwantari ND. 2001. Uji Resistensi Native Rhizobia dari Beberapa Tanah. Laporan Tahunan 2001. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Quaggio JA, Gallo PB, Owino-Geroh C. 2004. Peanut response to lime and molybdenum application in low pH soils. R. Bras. Ct. Solo, 28:659-664. Reynolds L, Adeoye SAO. 1986. Planted leguminous browse and livestock production. Paper prepared for International workshop on Alley farming for Humid and Subhumid Region in Tropical Africa IITA, Ibadan, Nigeria. Rogers JE, Whitman WB. 1991. Microbial production and consumption of green house gases : methane, nitrogen oxides and halomethanes. Am.Soc.Microbial. Washington D.C. Rosmarkam A, Yuwono NW. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius. Rout GR.2004. Effect of cytokinins and auxins on micropropagation of Clitoria ternatea L. Biol Lett, 41(1):21-26. Rustam S, Jacobsen CN, 1986. Evaluation of herbaceous legume for Sulawesi. Bogor: Annual Report Forage Researh Project. Balitnak,. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Lukman DR, Sumaryono. Penerjemah. Bandung :ITB-Bandung. Terjemahan dari:Plant physiology. Saraswati R, et al., 1998. Penggunaan Rhizo-plus untuk meningkatkan produktivitas kedelai. Dalam Inovasi Teknologi Pertanian, Seperempat Abad Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. hlm:363-365. SAS, 1988. SAS/STAT. Guide for Personal Computer Version Cary, NC, USA: 6th Ed. SAS Institute Inc,. Schultze M, Kondorosi A. 1998. Regulation of symbiotic root nodule development. Annu. Rev.Genet 32:33-57 Scupham AJ et al., 1996. Inoculation with Sinorhizobium meliloti RMBPC-2 increases Alfalfa yield compared with inoculation with a non-engineered wild-type strain. Appl. Environ. Microbiol. 62,4260-4262. Seguin P, Sheaffer CC, Ehlke NJ, Ruselle MP, Graham PH. 2001. Nitrogen fertilization and rhizobial inoculation effects on Kura clover growth. Agron. J 93:1262-1268. Setiadi Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Setyati MMSH. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, Shilov AE. 1992. Intermediate complexes in chemical and biological nitrogen fixation. Pure & Appl. Chem, 54(10):1409-1420. Simms EL, Taylor DL. 2002. Partner choice in nitrogen-fixation mutualisms of legumes and rhizobia. Integ. And Comp. Biol 42:369-380. Singleton PW, Abdel Majid HM, Tavases JV. 1985. Effect of phosphorus on the effectiveness of strains Rhizobium japonicum. Soil.Soc. Am.J. 49:613-620. Smill V. 1999. Nitrogen in crop production. Global Biogeochem Cycles, 13:647-662. Socolow RH. 1999. Nitrogen management and the future of food: lessons from the management of energy and carbon. Proc. Natl. Acad. Sci. USA, 96:6001-6008. Soedjais Z. 2003. Indonesia’s fertilizer industry and the strategies for its development. Paper presented at the IFA Regional Conference for Asia and the Facifik, Cheju Island, Republic Korea. Somasegaran P, Hoben HJ, 1994. Hand Book of Rhizobia. New York: Springer-Verlag, Inc. p:.450. Sprent, JL, Sprent P. 1990. Nitrogen fixing organisms. Pure and Applieds Aspects. Chapman and Hall Press. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, Subowo, Komariah S, Prihatini T. 1989. Evaluasi sumbangan inokulan legin kedelai dalam meningkatkan produksi kedelai tanah latosol Cimelati, Bogor. Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah. Bidang Kesuburan dan Produktivitas Tanah. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.. hlm. 65-70. Suhaya Y, et al., 1999. Uji adaptasi penggunaan pupuk Rhizo-Plus sebagai alternatif pengganti pupuk N dan P terhadap produktifitas Kedelai. Pekanbaru, Riau: Laporan Akhir. Kerjasama Bagian Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Padang Marpoyan,. Suratmini P, Yuhaeni S, Nurhayati DP. 1994. Pengaruh inokulasi rhizobium pada Arachis. Di dalam: Usaha Ternak Skala Kecil sebagai Basis Industri. Prosiding Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian, Semarang, 8-9 Februari 1994. Semarang: Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. hlm:667-671. Thiel T, Pratte B, Zahalak M 2002. Transport of molybdate in the cyanobacterium Anabaena variabilis ATCC 29413. Arch. Microbiol 179: 50-56. Thomas RJ, 1995. Role of legumes in providing N for sustainable tropical pasture systems. Plant and Soil 174:103-118. ‘tMannetje L, Jones RM, editor. 1992. Plant Resources of South-East Asia No.4. Forages. PROSEA, Bogor, Indonesia. Triplett EW, Sadowsky MJ. 1992. Genetics of competition for nodulation of legumes. Annu. Rev. Microbiol. 46:399-428. Vance CP. 2001. Symbiotic nitrogen fixation and phosphorus acquisition: plant nutrition in a world of declining renewable resources. Plant Physiol, 127:390-397. Vincent JM. 1977. Rhizobium, General Microbiology In: Hardy RWF, Silver WS. Editor. A Treahse on Dinitrogen Fixation, Section III. Biology. John Wiley, Sons, Inc. hlm. 312-314. Vincent JM. 1982. Nitrogen Fixation in Legumes. , London: Academic Press. Vitousek PM, et al., 2002. Towards an ecological understanding of biological nitrogen fixation. Biogeochemestry, 57/58: 1-45. Wani SP, Rupela OP, Lee KK, 1995. Sustainable agriculture in the semi-arid tropics through biological nitrogen fixation in grains legumes. Plant and Soil 174:29-49. Yamoah CF, Agboola AA, Mulongoy K. 1986. Decomposition, nitrogen release and weed control by prunning of selected alley cropping shrubs. Agrof. Sys. 4(3): 239246. Young, J.P.W. 1996. Phylogeny and taxonomy of rhizobia. Plant Soil. 186, 45-52. Yousafzai, F.K., M. Buck, and B.E. Smith, 1996. Isolation and characterization of nitrogenase MoFe protein from the mutant strain pHK17 of Klebsiella pneumonia in which the two bridging cysteine residues of the P-cluster and replaced by noncoordinating amino acid alanine. Biochem. J. 318:111-118. Yuhaeni, S. 1989. Adaptasi beberapa jenis leguminosa Arachis sebagai hijauan pakan di daerah Ciawi Bogor. Bogor: Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Yutono, 1985. Inokulasi Rhizobium pada Kedelai. Di dalam Somaatmadja et al., editor. Kedelai. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm.217-230. Zahran HH. 1999. Rhizobium-legume symbiosis and nitrogen fixation under severe conditions and in an aric climate. Microbiology and Molecular Biology Review 63(4): 968-989 Zang H, Charles TC, Driscoll BT, Prithiviraj B, Smith DL. 2002. Low temperaturetolerant Bradyrhizobium japonicum Strains allowing improved soybean yield in short-season areas. Agron. J 94: 870-875. LAMPIRAN Lampiran 1. Larutan nutrisi tanpa N. No. Bahan kimia Jumlah (g/l) 1 Calcium clorida (CaCl2 2H2O) 294,1 2 Kalium di-hydrogen ortophospate (KH2PO4) 136,1 3 Feric citrate (Fe-citrat) 6,7 4 Magnesium sulphate (MgSO4 7H2O) 123,3 5 Potasium sulphate (K2SO4) 87,0 6 Mangan (II)-sulphate 1-hydrate (MnSO4 H2O) 0,338 7 Boric acid (H3BO3) 0,247 8 Zinc sulphate (ZnSO4 7H2O) 0,288 9 Cupric sulphate (CuSO4 7H2O) 0,100 10 Cobalt sulphate (CoSO4 2H2O) 0,036 11 Natrium molybdate (Na2MoO4 2H2O) 0,048 Sumber: Broughton dan Dillworth 1970 dalam Somasegaran dan Hoben, 1994. Plus N= KNO3 0,05% (Konsentrasi = 70 ppm). LAMPIRAN 2. Ciri fisik dan kimia tanah Ciawi, Kabupaten Bogor yang digunakan untuk percobaan. Ciri fisik dan kimia tanah Satuan Hasil analisa Kriteria Tekstur Pasir Debu % % 7 64 Liat halus Liat kasar % % 14 15 pH H2O Bahan organik C N C/N Ekstrak HCl 25% P2O5 K2O KTK Susunan kation K Na Mg Ca Mo Lempung liat berdebu 4,6 Masam % % 2,39 0,29 8 Sedang Sedang Rendah mg/100g mg/100g 57 8 me/100g 22,40 Sedang me/100g me/100g me/100g me/100g ppm 0,08 0,31 1,09 5,72 td Sangat rendah Rendah Sedang rendah Sangat rendah Tinggi Sangat rendah Tabel Lampiran 3: Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA) dan total N-daun tanaman kedelai dengan media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova. Hasil uji F Pada Setiap Peubah SK db BSD BKD BSA BKA N-DAUN Inokulasi 2 22,61 ** 5,34 ** 6,67 ** 16,56 ** 9,42 ** Mo 3 0,66 ns 1,28 ns 0,96 ns 0,64 ns 0,71 ns Ino*Mo 6 0,40 ns 0,71 ns 3,13 * 0,66 ns 0,68 ns Galat 24 40,76 19,79 23,31 51,84 CV 33,67 Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 4: Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai dengan media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova. Hasil uji F Pada Setiap Peubah SK db JB BSB BKB Mo 3 1,21 ns 0,55 ns 0,69 ns Galat 11 28,75 63,46 34,56 CV (%) Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 5. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai. MS SK db JB BSB BKB Regresi 1 187150,68 758825,34 618708,38 Galat 10 133014,10 75846,63 89858,33 Tabel Lampiran 6. Analisis ragam regresi linier sederhana antara total N-daun dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai. MS SK db JB BSB BKB Regresi 1 68,76 258,77 173,38 Galat 10 49,26 30,5 38,79 Tabel Lampiran 7: Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA) dan total N-daun tanaman kembang telang dengan media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova. Hasil uji F Pada Setiap Peubah SK db BSD BKD BSA BKA N-DAUN Inokulasi 2 7,00 ** 7,41 ** 3,16 ** 3,21 * 46,57 ** Mo 3 0,41 ns 0,29 ns 1,45 ns 1,45 ns 0,18 ns Ino*Mo 6 0,63 ns 0,58 ns 0,63 ns 0,62 ns 1,03 ns Galat 24 22,22 21,21 32,58 32,32 13,88 CV Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 8: Pengaruh perlakuan inokulasi dan penambahan unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang dengan media tanam pasir. Rekapitulasi hasil Anova. Hasil uji F Pada Setiap Peubah SK db JB BSB BKB Mo 3 3,82 * 3,67 * 2,22 ns Galat 11 37,78 41,65 46,17 CV (%) Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 9. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang. MS SK db JB BSB BKB Regresi 1 379,68 437,68 314,67 Galat 10 323,72 317,92 330,22 Tabel Lampiran 10. Analisis ragam regresi linier sederhana antara total N-daun dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang. MS SK db JB BSB BKB Regresi 1 0,0005 0,24 0,25 Galat 10 0,076 0,05 0,05 Tabel Lampiran 11 Pengaruh penambahan unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA), total N-daun dan enzim nitrogenase (EN) tanaman kedelai. Rekapitulasi hasil Anova. SK db Hasil uji F Pada Setiap Peubah BSD BKD BSA BKA TOTN EN Mo 3 0,88 ns 0,39 ns 0,52 ns 0,46 ns 0,19 ns 1,45 ns Waktu 2 26,37 ** 34,71 ** 47,46 ** 18,03 ** 11,92 ** 89,82 ** Mo*Waktu 6 0,79 ns 0,42 ns 0,43 ns 0,40 ns 0,35 ns 1,45 ns Galat 24 26,53 33,18 37,70 58,32 32,85 63,31 CV (%) Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 12. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan total N daun dan aktivitas enzim nitrogenase tanaman kedelai. MS SK db Berat Kering Daun Total N-daun Regresi 1 17748490,52 4907,88 Galat 35 484717,41 209,01 Tabel Lampiran 13 Pengaruh penambahan unsur hara Mo dan umur panen terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), berat kering akar (BKA), total n-daun (TOTN) dan enzim nitrogenase (EN) tanaman kembang telang. Rekapitulasi hasil Anova. SK db Hasil uji F Pada Setiap Peubah BSD BKD BSA BKA TOTN EN Mo 3 2,13 ns 3,99 ** 1,64 ns 1,69 ns 2,38 ns 0,42 ns Waktu 2 14,36 ** 42,04 ** 56,23 ** 38,01 ** 2,01 ns 5,44 ** Mo*Waktu 6 2,37 ns 2,31 ns 1,25 ns 1,24 ns 1,87 ns 0,42 ns Galat 24 16,79 23,33 33,80 33,67 16,44 257,25 CV (%) Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 14. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dan total N daun dengan enzim nitrogenase tanaman kembang telang. MS SK db Berat Kering Daun Total N-daun Model 1 683265,58 94,35 Galat 35 79375,27 24,69 Tabel Lampiran 15: Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA) tanaman kedelai dengan media tanam tanah. Rekapitulasi hasil Anova. SK db Hasil uji F Pada Setiap Peubah BSD Mo 3 Galat 8 CV (%) BKD BSA BKA 0,76 ns 1,41 ns 0,07 ns 0.13 ns 18,69 16,04 58,14 51,63 Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 16: Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai dengan media tanam tanah. Rekapitulasi hasil Anova. Hasil uji F Pada Setiap Peubah SK db JB BSB BKB Mo 3 1,55 ns 1,35 ns 0,97 ns Galat 8 18,50 30,68 24,20 CV (%) Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 17. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai. MS SK db JB BSB BKB Regresi 1 23510,97 26610,22 19285,43 Galat 10 4945,57 4635,64 5368,12 Tabel Lampiran 18: Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA) tanaman kembang telang dengan media tanam tanah. Rekapitulasi hasil Anova. SK db Hasil uji F Pada Setiap Peubah BSD Mo 3 Galat 8 CV (%) BKD BSA BKA 0,04 ns 0,06 ns 0,25 ns 0,21 ns 30,86 36,46 45,56 43,54 Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 19: Pengaruh penambahan unsur hara Mo terhadap terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang dengan media tanam tanah. Rekapitulasi hasil Anova. Hasil uji F Pada Setiap Peubah SK db JB BSB BKB Mo 3 1,75 ns 1,08 ns 7,51 ** Galat 8 55,83 78,62 41,94 CV (%) Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 20. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun (BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang. MS SK db JB BSB BKB Regresi 1 1984,42 213,44 1613,37 Galat 11 868,56 1045,66 905,66 Tabel Lampiran 21: Pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA) tanaman kedelai. Rekapitulasi hasil Anova. SK db Hasil uji F Pada Setiap Peubah BSD BKD BSA BKA Media tanam 1 396,15 ** 258,47 ** 30,10 ** 50,18 ** Mo 3 3,26 * 3,70 * 6,03 ** 1,81 ns Media tanam*Mo 3 3,73 * 3,19 * 0,80 ns 0,66 ns Galat 32 13,83 15,05 15,55 16,53 CV (%) Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 22: Pengaruh penambahan unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai. Rekapitulasi hasil Anova. Hasil uji F Pada Setiap Peubah SK db JB BSB BKB Media tanam 1 223,93 ** 646,95 ** 393,40 ** Mo 3 2,14 ns 5,77 ** 3,76 * Media tanam*Mo 3 0,69 ns 6,67 ** 4,65 * Galat 32 19,06 18,52 23,21 CV (%) Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 23. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai yang diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah MS SK db JB BSB BKB Regresi 1 39740,70 87097,03 63979,30 Galat 18 4465,73 1834,82 3119,14 Tabel Lampiran 24. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kedelai yang diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam pasir. MS SK db JB BSB BKB Regresi 1 17134,71 127260,02 81048,68 Galat 18 18166,13 12048,05 14615,35 Tabel Lampiran 25: Pengaruh pemberian unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir terhadap berat segar daun (BSD), berat kering daun (BKD), berat segar akar (BSA), dan berat kering akar (BKA) tanaman kembang telang. Rekapitulasi hasil Anova. SK db Hasil uji F Pada Setiap Peubah BSD BKD BSA BKA Media tanam 1 55,25 ** 20,93 ** 39,17 ** 19,15 ** Mo 3 1,17 ns 0,52 ns 1,01 ns 0,37 ns Media tanam*Mo 3 1,33 ns 1,21 ns 0,51 ns 0,53 ns Galat 32 26,27 27,97 41,48 42,17 CV (%) Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 26: Pengaruh penambahan unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah dan pasir terhadap jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang. Rekapitulasi hasil Anova. Hasil uji F Pada Setiap Peubah SK db JB BSB BKB Media tanam 1 14,77 ** 18,28 ** 17,19 ** Mo 3 2,19 ns 2,49 ns 1,61 ns Media tanam*Mo 3 3,55 * 2,75 * 3,23 * Galat 32 89,45 98,73 99,25 CV (%) Keterangan: ns= tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata pada 5%; **=berbeda nyata pada 1%. Tabel Lampiran 27. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang yang diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam tanah MS SK db JB BSB BKB Regresi 1 3977,57 3718,23 3150,55 Galat 18 834,58 848,99 880,53 Tabel Lampiran 28. Analisis ragam regresi linier sederhana antara berat kering daun(BKD) dengan jumlah bintil akar (JB), berat segar bintil akar (BSB) dan berat kering bintil akar (BKB) tanaman kembang telang yang diberi unsur hara Mo melalui daun dengan media tanam pasir. MS SK db JB BSB BKB Regresi 1 37,25 1125,08 485,66 Galat 19 3919,04 3858,61 3894,13 Tabel Lampiran 29. Hasil analisa tanah terhadap kandungan Mo setelah penelitian. Pemberian Mo (mg/pot) Kandungan Mo tanah (ppm) 0 0 2,81 0,76 5,62 1,51 8,42 1,89 Tabel Lampiran 30. Jumlah pemberian Mo (ml) pada masing-masing penelitian. PENELITIAN 2 DAN 3 PENELITIAN 4 PENELITIAN 5 HARI KE JUMLAH HARI KE JUMLAH HARI KE JUMLAH 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 JUMLAH 80 80 80 80 100 100 100 100 100 120 120 120 120 120 120 120 120 120 1900 10 80 10 3 20 100 20 5 30 120 30 7 300 15