Pelita Perkebunan 28 (3)arabica 2012,L.145-153 Pertumbuhan planlet Coffea pada berbagai warna pencahayaan pada tahap perkecambahan embrio somatik in vitro Pertumbuhan planlet Coffea arabica L. pada berbagai warna pencahayaan pada tahap perkecambahan embrio somatik in vitro Growth of Coffea arabica L. plantlet under various illumination color in germination stages of somatic embryos Fitria Ardiyani1*) dan Rina Arimarsetiowati1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia *) Alamat penulis (Corresponding author): [email protected] Naskah diterima (received) 12 September 2012, disetujui (accepted) 9 November 2012 Abstrak Embrio somatik dapat tumbuh in vitro secara optimal menjadi planlet apabila mendapatkan penyinaran yang tepat, baik intensitas, durasi waktu maupun spektrum panjang gelombang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons planlet hasil perbanyakan embriogenesis somatik kopi arabika klon Andungsari 2K (AS 2K) terhadap pemberian berbagai warna cahaya pada tahap perkembangan embrio somatik. Eksplan yang digunakan berupa embrio somatik kopi arabika AS 2K yang telah siap dikecambahkan, dengan ukuran 0,5 cm. Media yang digunakan adalah modifikasi media Murashige & Skoog dengan penambahan 0,2 mg/L IAA dan 0,25mg/L kinetin. Rancangan yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima perlakuan warna (merah, biru, hijau, kuning dan putih sebagai kontrol). Inkubasi dilakukan selama satu bulan tanpa subkultur dan pengamatan dilakukan pada akhir masa inkubasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian penyinaran warna merah pada planlet kopi arabika memberikan pengaruh terbaik pada warna daun, jumlah klorofil, bobot basah, dan bobot kering kecambah. Penyinaran warna hijau memberikan pengaruh terbaik pada panjang akar. Kata kunci: Coffea arabica, embrio somatik, planlet, warna cahaya penyinaran, kultur in vitro. Abstract Somatic embryo can develop optimally to be plantlet when getting proper illumination, including intensity, duration and spectrum of wave lengths. This research aimed to study the response growth of somatic embryo in germination stage of arabica coffee under illumination color variation. The explants used were mature somatic embryos of AS 2K clone of arabica coffee, with the size of 0.5 cm. The culture medium used was modified Murashige and Skoog medium with the addition of hormone IAA (0.2 mg/L) and kinetin (0.25 mg/L). Completely randomized design was used with five treatments of illumination color (red, blue, green, yellow and white as a control). Incubation was held for one month without subculture. Observation was held at the end of the incubation period. The results showed that the provision of red illumination color on germination stage of somatic embryo on arabica coffee gave the best PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012 145 Ardiyani & Arimarsetiowati effect on the color of the leaves, the amount of chlorophyll, fresh weight and dry weight of plantlet. Green illumination color treatment resulted in the best effect on the length of root. Key words: Coffea arabica, somatic embryo, plantlet, illumination color, in vitro culture. PENDAHULUAN Perbanyakan kopi arabika umumnya dilakukan dengan benih sehingga bahan tanam anjurannya berupa varietas. Namun cara perbanyakan tersebut memiliki beberapa kelemahan antara lain sifat morfologi anakan yang berbeda dengan induknya dan keterbatasan jumlah bahan tanam yang dihasilkan. Guna mengatasi masalah tersebut, dilakukan perbanyakan dengan teknik kultur in vitro secara embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik adalah cara perbanyakan tanaman dengan menggunakan sel somatik yang dapat tumbuh menjadi individu bipolar yang memiliki karakteristik sama dengan induknya tanpa melalui proses fusi gamet (Jeminez et al., 2001). Keunggulan dari metode embriogenesis somatik adalah jumlah propagul yang dihasilkan sangat banyak, bersifat sama dengan induknya, seragam secara morfologi dan dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan embriogenesis somatik kopi antara lain sumber eksplan yang digunakan (Priyono et al., 2010), komposisi zat pengatur tumbuh dalam media (Jeminez, 2005) dan lingkungan (Oktaviana et al., 2003). Faktor lingkungan yang berpengaruh dalam embriogenesis somatik kopi arabika antara lain keasaman, kelembaban, suhu dan cahaya. Faktor cahaya sangat dibutuhkan oleh embrio kopi arabika. Kebutuhan cahaya pada tiap tahapan perkembangan kopi berbedabeda. Misalnya pada tahap perkecambahan embrio, cahaya sangat dibutuhkan untuk proses diferensiasi morfologi embrio seperti akar, batang, dan daun. Embrio dapat tumbuh secara optimal apabila mendapatkan cahaya penyinaran yang tepat, baik intensitas, durasi waktu maupun spektrum panjang gelombang (Chory, 1997). Menurut Sulistyaningsih et al. (2005), cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman hanya terbatas pada spektrum cahaya tampak (panjang gelombang 400-700 nm). Panjang gelombang cahaya biru, hijau, kuning dan merah berturut-turut adalah 450-490 nm, 490560 nm, 560-590 nm dan 630-760 nm (Sugito et al., 2005). Cahaya putih adalah warna polikromatik, sehingga panjang gelombangnya adalah panjang gelombang cahaya tampak (Bruno et al., 2005). Cahaya dalam panjang gelombang tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pembentukan energi. Warna pencahayaan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula pada pertumbuhan tanaman (Kevin & Maruhnich, 2007). Pada tanaman strawberry, warna penyinaran merah dan biru memiliki respons yang paling baik di antara warna lain (Biswas et al., 2007), sedangkan pada Trapa japonica warna penyinaran merah memiliki respons yang terbaik di antara warna lain (Hoque & Arima, 2004). Pada kopi arabika, warna pencahayaan yang optimal belum diketahui. Oleh karena itu penelitian respons planlet kopi arabika terhadap pemberian berbagai warna cahaya perlu dilakukan. Diharapkan dari penelitian ini diperoleh hasil terbaik untuk pertumbuhan kecambah embriogenesis somatik kopi arabika. PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012 146 Pertumbuhan planlet Coffea arabica L. pada berbagai warna pencahayaan pada tahap perkecambahan embrio somatik in vitro BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Analisis dan Pengujian, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Klon kopi arabika yang digunakan adalah klon Andungsari 2K (AS 2K). Eksplan yang digunakan berupa embrio somatik yang telah siap dikecambahkan, dengan ukuran 0,5 cm. Media yang digunakan adalah modifikasi media Murashige & Skoog (MS) dengan penambahan 0,2 mg IAA/L dan 0,25 mg kinetin/L (Arimarsetiowati et al., 2010). Rancangan adalah acak lengkap dengan lima perlakuan warna (merah, biru, hijau, kuning dan putih sebagai kontrol). Warna cahaya didapatkan dari penggunaan lampu Phillips TLD 36 watt dan lampu Phillips TLD 40 watt untuk warna putih sebagai kontrol. Panjang gelombang masing-masing warna tertera pada lampu Phillips TLD. Masingmasing perlakuan diulang lima kali dengan empat contoh (eksplan) tiap ulangannya. Perbedaan nilai rata-rata antarperlakuan diuji dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji 5%. Eksplan ditanam dalam botol kultur dan diberi cahaya penyinaran dengan warna lampu yang berbeda. Lampu diletakkan 35 cm di atas botol kultur (Cybularz-Urban et al., 2007). Penyinaran dilakukan selama 16 jam/hari dengan suhu ruangan kultur 25ºC dan kelembaban 60% (De-Feria et al., 2003). Inkubasi dilakukan selama satu bulan tanpa melalui tahap subkultur karena pada tahap inilah calon akar dan calon daun akan mulai tumbuh dan dapat diamati. Pengamatan dilakukan pada akhir masa inkubasi. Pada penelitian ini diamati beberapa parameter, antara lain persentase respons tumbuh, persentase munculnya daun kotiledon, panjang kecambah dan panjang akar. Selain itu, juga diamati warna daun kotiledon, jumlah klorofil, bobot basah dan bobot kering. Parameter persentase respons tumbuh dihitung dari jumlah eksplan yang masih hidup pada saat pengamatan. Persentase jumlah daun kotiledon yang muncul dihitung apabila dari titik tumbuh eksplan telah muncul daun kotiledonnya. Panjang kecambah diamati dengan mengukur embrio dari leher akar hingga titik tumbuh. Panjang akar diukur dari leher akar hingga ke ujung akar. Parameter warna daun kotiledon, diamati dengan menggunakan pendekatan warna pada BWD (bagan warna daun). Warna daun kotiledon dinyatakan dengan skoring 1-6 dimulai dari warna hijau muda sampai warna hijau pekat (Gani, 2006). Nilai BWD dengan nilai klorofil daun menunjukkan hubungan positif nyata linier, semakin besar nilai skala BWD semakin besar nilai klorofil meter (Suwardi & Efendi, 2009). Hasil skoring warna daun kotiledon akan diuji lebih lanjut dengan analisis klorofil. Analisis klorofil pada tanaman in vitro dilakukan dengan menggunakan metode chlorophyll absorption spectrum (Meeks, 1974). Daun segar sebanyak 0,1 g diambil dari tanaman dan tunas tanaman in vitro lalu dipotong-potong menjadi berukuran kecil, kemudian diekstrak dengan cara digerus pada mortar yang ditambahkan 10 mL etanol 95% hingga larut. Kelarutan semua klorofil ditandai dengan residu jaringan daun yang tidak lagi berwarna hijau. Ekstrak kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi dan diputar dengan vortex selama 20 menit. Cairan dipisahkan dari endapannya dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer Perkin-Elmer tipe lamda 25 UV/Vis pada panjang gelombang 663 nm dan 645 nm. Perhitungan klorofil a (mg/g berat) = (12,7xA 663) - (2,69xA 645x10 -1), sedangkan klorofil b (mg/g berat) = (22,9xA 645) - (4,68xA 663x10 -1 ). Dengan demikian total klorofil adalah klorofil a ditambah klorofil b. Bobot eksplan diukur PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012 147 Ardiyani & Arimarsetiowati sebelum dan setelah eksplan dikeringkan dalam oven 105ºC selama 30 menit kemudian disimpan pada suhu 60ºC hingga mencapai berat konstan (Cybularz-Urban et al., 2007). HASIL DAN PEMBAHASAN Cahaya merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, morfogenesis, fotosintesis dan metabolisme tanaman yang dikulturkan secara in vitro. Modifikasi durasi dan intensitas panjang gelombang cahaya akan menimbulkan pengaruh berbeda pada morfologinya (Cybularz-Urban et al., 2007). Pengaruh warna cahaya terhadap pertumbuhan kecambah kopi arabika (C. arabica) dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Dari gambar tersebut terlihat bahwa morfologi planlet berbeda-beda untuk tiap warna cahaya penyinaran. Kecambah yang disinari dengan cahaya warna merah dan biru terlihat lebih vigor, sedangkan kecambah yang disinari dengan cahaya warna kuning, hijau dan putih terlihat lebih pucat dan transparan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan tanaman untuk tumbuh sesuai dengan panjang gelombang cahaya. Hal ini terjadi karena cahaya warna merah memiliki energi paling tinggi dibandingkan dengan warna lain. Energi tersebut digunakan dalam perkembangan tanaman sehingga morfo- A B C loginya terlihat lebih hijau dan kuat. Energi cahaya dari tinggi ke rendah berturutturut adalah cahaya infra merah, cahaya warna merah, oranye kuning, hijau, biru, violet, ultra violet (Sulistyaningsih et al., 2005). Menurut Cybularz-Urban et al. (2007) pada kultur in vitro anggrek, panjang gelombang cahaya yang memiliki energi kuat dapat mempengaruhi morfologi organ vegetatif. Quail (2002) menyatakan bahwa intensitas cahaya dan durasi yang diterima disebut dengan fotomorfogenesis. Fotomorfogenesis juga terjadi pada kecambah yang ditanam secara in vitro (organogenesis dan embriogenesis). Selain pada morfologi kecambah, pengaruh warna cahaya penyinaran juga dapat dilihat pada Tabel 1. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase tumbuh planlet tidak beda nyata pada semua warna cahaya. Pada kecambah yang disinari warna putih (kontrol), terlihat kemampuan tumbuh yang sama dengan kecambah seluruh perlakuan. Hal ini terjadi karena kecambah dapat tumbuh baik apabila diberikan cahaya yang cukup. Cahaya yang diberikan termasuk dalam cahaya tampak dengan panjang gelombang 400-700 nm. Cahaya tersebut merupakan cahaya yang dapat diserap dan digunakan oleh tanaman. Kecambah yang tidak mendapat cahaya yang cukup juga dapat tumbuh akan tetapi pada umumnya akan mengalami etiolasi. D E Gambar 1. Morfologi planlet kopi arabika pada berbagai warna cahaya penyinaran: A) merah; B) biru; C) kuning; D) hijau; dan E) putih Figure 1. Morphology of arabica coffee plantlet under various color illumination: A) red; B) blue; C) yellow; D) green; and E) white PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012 148 55.0 a 90.0 a 100 a 100 a 95 a Hijau Green Merah Red Biru Blue 1.74 a 1.78 a 1.70 a 1.64 a 1.69 a Length of cotyledonary embryo (mm) Panjang kecambah 0.068 ab 0.045 ab 0.130 a 0.090 ab 0.020 b Root length (mm) Panjang akar 4.250 b 5.250 a 2.750 c 2.750 c 3.250 c Leaf color of cotyledonary embryo Warna daun 0.3220 b 0.4674 a 0.3216 b 0.2167 c 0.1112 c Content of chlorophyll (mg/g) Jumlah klorofil 0.033 b 0.048 a 0.030 b 0.038 ab 0.038 ab Fresh weight (mg) Bobot segar 0.0233 a 0.0250 a 0.0173 b 0.0085 c 0.0208 a Dry weight (mg) Bobot kering Catatan (Notes): Angka dalam kolom yang sama bila diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan 5% (Numbers in the same column followed by the same letter are not significantly different according to Duncan test 5%) 50.8 a 67.5 a 90 a Kuning Yellow 52.5 a Percentage of the emerged cotyledonary embryo leaf 100 a Percentage of growth Persentase muncul daun kotiledon Putih/Kontrol White/Control Illumination color Warna cahaya Persentase tumbuh Table 1. Effect of various illumination color on growth of plantlet of C. arabica in vitro culture Tabel 1. Pengaruh warna cahaya terhadap pertumbuhan planlet kopi arabika dalam kultur in vitro Pertumbuhan planlet Coffea arabica L. pada berbagai warna pencahayaan pada tahap perkecambahan embrio somatik in vitro PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012 149 Ardiyani & Arimarsetiowati Faruqi & Riyanti (2009) mengatakan bahwa planlet kentang pada suhu ruang 220C yang tidak diberi cahaya akan mengalami gejala etiolasi. Oleh karena itu fotorespons (respons tanaman terhadap cahaya) sangat penting dalam pertumbuhan tanaman, terlebih lagi dengan penggunaan spektrum cahaya yang tepat. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada parameter persentase munculnya daun kotiledon, berbagai warna cahaya penyinaran tidak menyebabkan beda nyata antarperlakuan. Daun kotiledon pada perlakuan dan kontrol dapat tumbuh dengan baik pada kondisi pencahayaan yang diberikan. Selain cahaya, media tanam yang tepat juga dapat menyebabkan daun kotiledon tumbuh dengan baik. Kecambah akan menyerap nutrisi yang ada dalam media tanam untuk diubah menjadi energi dengan bantuan cahaya penyinaran. Energi yang telah terbentuk digunakan untuk menumbuhkan daun kotiledon. Harahap (2011) menyebutkan bahwa kecambah akan menggunakan pigmen di lapisan luarnya (klorofil) sehingga berfungsi sebagai fotosel, yang dapat mengubah cahaya menjadi energi dan berfungsi membantu proses metabolisme pada kecambah, termasuk munculnya daun kotiledon. Penelitian pada kecambah Piecea abies yang diberikan pencahayaan warna putih, biru, ungu, kuning dan merah memberikan hasil bahwa kecambah yang diberi cahaya warna merah lebih lambat dibandingkan dengan kecambah lainnya, akan tetapi setelah dua minggu 90% kecambah dari semua perlakuan telah muncul daun berkotiledon (Kvaalen & Appelgren, 1999). Panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda dapat menyebabkan perbedaan anatomi organ vegetatif seperti akar, batang dan daun (Cybularz-Urban et al., 2007), akan tetapi pada parameter panjang kecambah, perbedaan warna penyinaran tidak berpengaruh nyata. Kecambah yang diberi cahaya putih sama panjangnya dengan kecambah yang diberi cahaya warna lain. Urbonaviciute et al. (2007) menyatakan bahwa tanaman akan tumbuh dan memberikan respons yang berbeda tergantung pada kondisi pencahayaan yang diberikan. Cahaya merah, biru, kuning, hijau dan putih yang memiliki panjang gelombang antara 400-700 nm, bahwa cahaya tersebut termasuk dalam photosyntetic active radiation (PAR). Cahaya yang termasuk dalam PAR memiliki pengaruh positif terhadap keragaan tanaman. Spektrum cahaya tersebut memiliki energi 1,7 x 10 5 – 30 x 10 5J/mol yang dapat digunakan untuk pertumbuhan kecambah (Santoso, 2010). Selain itu, penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur in vitro juga berpengaruh terhadap pertumbuhan kecambah kopi arabika. Dari beberapa jenis ZPT, golongan auksin dan sitokinin merupakan ZPT yang berpengaruh aktif terhadap pertumbuhan sel, sedangkan golongan ZPT lainnya (GA3, ABA dan etilen) relatif lebih pasif pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gaj, 2004). Perbandingan hormon IAA dan kinetin pada media dapat memacu pertumbuhan panjang kecambah. Ketepatan perimbangan zat pengatur tumbuh dalam media dapat menyebabkan eksplan kultur berkembang optimal (Yusnita, 2003). Berbeda dengan parameter panjang akar, dari hasil analisis diketahui bahwa kecambah yang disinari dengan cahaya warna hijau memiliki akar lebih panjang daripada kecambah yang disinari dengan cahaya warna lain. Cahaya hijau memiliki sifat efisien menyerap energi, akan tetapi energi yang diserap tidak digunakan secara langsung oleh jaringan tanaman dan akan disimpan di bagian batang dan akar tanaman (Urbonaviciute et al., 2007). Hal tersebut akan menyebabkan akar kecambah yang disinari dengan warna hijau tumbuh lebih panjang daripada kecambah lainnya. PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012 150 Pertumbuhan planlet Coffea arabica L. pada berbagai warna pencahayaan pada tahap perkecambahan embrio somatik in vitro Penyinaran dengan berbagai warna cahaya memberikan pengaruh yang nyata pada warna daun kecambah. Warna daun kecambah kontrol (cahaya warna putih) berbeda dengan warna daun dengan perlakuan lainnya. Secara berurutan daun kotiledon yang memiliki warna hijau gelap ke terang adalah kecambah dengan penyinaran merah, biru, putih, kuning dan hijau. Warna cahaya merah dan biru memiliki kemampuan untuk dapat diserap oleh klorofil a dan klorofil b. Klorofil a menyerap cahaya biru-violet dan merah, sedangkan klorofil b menyerap cahaya biru-oranye, dan memantulkan cahaya kuning-hijau (Alamsjah et al., 2010). Klorofil a dan klorofil b akan menyerap energi PAR dalam pigmen-pigmen kloroplas. Pigmen tersebut yang akan menentukan kuantitas warna daun (Yahya, 2007). Oleh karena itu kecambah dengan penyinaran merah dan biru memiliki warna hijau daun yang lebih pekat. Perbedaan warna daun juga menunjukkan adanya perbedaan jumlah klorofil. Hasil analisis jumlah klorofil menunjukkan bahwa kecambah perlakuan berbeda nyata dengan kecambah kontrol. Kecambah dengan penyinaran warna merah memiliki kadar klorofil lebih tinggi dibandingkan dengan kecambah lain. Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas. Pada organ yang terkena cahaya, kloroplas muda akan aktif membelah (Salisbury & Ross, 1991). Klorofil a dan klorofil b pada tanaman merupakan pigmen utama fotosintetik, yang berperan menyerap cahaya merah, biru, violet dan memantulkan cahaya hijau. Dengan demikian kecambah dengan penyinaran warna merah akan lebih aktif menyerap cahaya dan membentuk klorofil sehingga organ tanamannya akan berwarna lebih hijau. Menurut Sumeda et al. (2011), kandungan klorofil pada daun hijau kekuningan 32% lebih tinggi daripada daun warna hijau muda dan kandungan klorofil pada daun warna hijau tua 72% lebih banyak daripada daun warna hijau muda. Warna daun berkorelasi dengan kemampuan daun untuk melakukan fotosintesis. Fotosintesis pada daun yang berwarna hijau muda akan terus meningkat sampai daun berkembang penuh dan berwarna hijau tua, dan kemudian mulai menurun secara perlahan. Daun tua yang hampir mati, menjadi kuning dan tidak mampu berfotosintesis karena rusaknya klorofil dan hilangnya fungsi kloroplas (Sumeda et al., 2011). Proses fotosintesis yang terjadi pada kecambah kopi arabika akan mempengaruhi bobot basah dan bobot keringnya. Dari hasil analisis (Tabel 1), didapatkan bahwa terdapat beda nyata pada bobot basah dan bobot kering kecambah perlakuan dengan kecambah kontrol. Kecambah yang diberi penyinaran warna merah memiliki bobot basah dan bobot kering paling tinggi daripada kecambah lain. Hal ini disebabkan karena proses fotosintesis pada kecambah dengan kadar klorofil tinggi berlangsung lebih efektif, sehingga meningkatkan bobot kecambah. Peningkatan bobot basah dan bobot kering tanaman didukung oleh kemampuan fotosintesis tanaman. Semakin tinggi kemampuan fotosintesis maka bobot tanaman akan semakin tinggi (Roihana et al., 2009). Selain karena kadar klorofil yang tinggi, kemampuan klorofil a dan klorofil b kecambah dalam menyerap cahaya merah dapat meningkatkan kecepatan fotosintesis. Menurut Alamsjah et al. (2010), klorofil a dan klorofil b berperan langsung pada reaksi terang dalam siklus fotosintesis, sehingga mempengaruhi kecepatan proses tersebut. Fotosintesis akan memiliki kecepatan tinggi pada kondisi penyinaran warna merah, kecepatan sedang pada kondisi penyinaran warna biru dan kecepatan lambat pada PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012 151 Ardiyani & Arimarsetiowati kondisi penyinaran warna hijau. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tanaka et al. (1998), planlet anggrek yang disinari warna merah akan memiliki bobot basah dan bobot kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan planlet yang disinari dengan warna biru. Chory, J. (1997). Light modulation of vegetative developmental. The Plant Cellullar, 9, 1225-1234. KESIMPULAN De-Feria M.; E. Jimenez; R. Barbon; A. Capote; M. Chavez & E. Quiala (2003). Effect of dissolved oxygen concentration on differentiation of somatic embryogenesis of Coffea arabica cv. Catimor 9722. Plant Cellullar Tissue Organogenesis, 72, 1-6. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan planlet kopi arabika pada fase perkecambahan secara in vitro dipengaruhi oleh warna pencahayaan di ruang kultur. Pemberian penyinaran warna merah memberikan pengaruh terbaik pada warna daun. Pemberian penyinaran warna hijau memberikan pengaruh terbaik pada panjang akar. DAFTAR PUSTAKA Alamsjah, A.M.; O.N. Ayuningtyas & S. Subekti (2010). Pengaruh lama penyinaran terhadap pertumbuhan dan klorofil a Gracilaria verrucasa pada sistem budidaya indoor. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 2, 1-7. Arimarsetiowati, R.; C. Ismayadi & Priyono (2010). Heterogenous characteristic during the development of Coffea arabica somatic embryos. p. 785-788. Proceeding of the 23 th International Conference on Coffee Science. Association for science and information on coffee (ASIC). Biswas, M.K.; M. Hossain; M.B. Ahmed; U.K. Roy; R. Karim; M.A. Razvy; M. Salahin & R. Islam (2007). Multiple shoots regeneration of strawberry under various colour illuminations. American-Eurasian Journal of Scientific Research, 2, 133-135. Bruno, T.J.; D. Paris & N. Svoronos (2005). CRC Handbook of Fundamental Spectroscopic Correlation Charts. CRC Press. Cambridge University. Cybularz-Urban, T.; E. Hanus-Fajerska & A. Swiderski (2007). Effect of light wavelenght on in-vitro organogenesis of a cattleya hybrid. Acta Biologica Cravoviensia, 49, 113-118. Faruqi, I. & S. Riyanti (2009). Aplikasi Beberapa Fotoperiodisme Terhadap Pengumbian Kentang (Solanum tuberosum) cv Atlantik Menggunakan Teknik In Vitro. Skripsi. IPB. Bogor. Gaj, M.D. (2004). Factors influencing somatic embryogenesis induction and plant regeneration with particular reference to Arabidopsis thaliana L. Heynh. Plant Growth Regulator, 43, 27-47. Gani, A. (2006). Bagan Warna Daun: Menghemat Penggunaan Pupuk Nitrogen. Puslitbangtan, BB PPSLP, BB PPTP dan IRRI. Harahap, N. (2011). Perkecambahan Benih Pasak Bumi (Eurycuma longifolia) dengan Berbagai Perlakuan Pematahan Dormansi. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan Hoque, A. & S. Arima (2004). Various color illumination effect on in vitro multiple shoot induction in water chestnut (Trapa japonica). Plant Tissue Culture, 14, 161-166. Jeminez, V.M. (2005). Involvement of plant hormones and plant growth regulation on in vitro somatic embryogenesis. Plant Growth Regulation, 47, 91-110. Jeminez, V.M.; E. Guevera; J. Herrera & F. Bangreth (2001). Endogenous PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012 152 Pertumbuhan planlet Coffea arabica L. pada berbagai warna pencahayaan pada tahap perkecambahan embrio somatik in vitro hormon levels in habituated nucellar Citrus callus during the initial stages of regeneration. Plant Cellullar Report, 20, 92-100. Santoso, B.B. (2010). Faktor-Faktor Pertumbuhan dan Penggolongan Tanaman Hias. Fakultas Pertanian. Universitas Mataram. Mataram. Kevin, M.F. & S.A. Maruhnich (2007). Green light: a signal to slow down or stop. Journal of Experimental Botany, 58, 3099-3111. Sugito, H.; S.B. Wahyu; K.F. Sofjan & S. Mahmudah (2005). Pengukuran panjang gelombang sumber cahaya berdasarkan pola interferensi celah banyak. Berkala Fisika, 8, 37-44. Kvaalen, H. & M.A. Appelgren (1999). Light quality influence germination root growth and hypocotyl elongation somatic embryogenesis but not in seedlings of Norway spruce. In vitro Cellullar and Developmental Biology, 35, 437-411. Meeks, J.C. (1974). Chlorophyll. p. 161-175. In: Alga Physiology and Biochemistry. University of California Press. California. Oktaviana, F.; Siswanto; A. Budiani & Sudarsono (2003). Embriogenesis somatik langsung dan regenerasi planlet kopi arabika (Coffea arabica) dari berbagai eksplan. Menara Perkebunan, 71, 44-55. Priyono; B. Florin; M. Rigoreau; J.P. Ducos; U. Sumirat; S. Mawardi; C. Lambot; P. Broun; V. Pétiard; T. Wahyudi & D. Crouzillat (2010). Somatic embryogenesis and vegetative cutting capacity are under distinct genetic control in Coffea canephora Pierre. Plant Cellullar Report, 29, 343-357. Quail, P.H. (2002). Phytochrome photosensory signalling networks. Nature Reviews, 3, 85-93. Roihanna, N.; S. Haryanti & R.B. Hastuti (2009). Pengaruh Kompos dengan Stimulator EM4 Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis. Skripsi. Fakultas MIPA. UNDIP. Semarang. Riyadi, I. & Tirtoboma (2004). Pengaruh 2,4 D terhadap induksi embrio somatik kopi arabika. Buletin Plasma Nutfah, 10, 82-89. Salisbury, F.B. & C.W. Ross (1991). Fisiologi Tumbuhan-Jilid 3 (terjemahan bahasa Inggris). ITB. Bandung. Sulisyaningsih, E.; B. Kurniasih & E. Kurniasih (2005). Pertumbuhan dan hasil Caisin pada berbagai warna sungkup plastik. Ilmu Pertanian, 12, 65-76. Sumeda, L.; H.L. Rampe & F.R. Mantiri (2011). Analisis kandungan klorofil daun mangga (Mangifera indica L.) pada tingkat perkembangan daun yang berbeda. Jurnal Bios Logos, 1, 20-24. Suwardi & R. Efendi (2009). Efisiensi penggunaan pupuk N pada jagung komposit menggunakan bagan warna daun. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Serealia, 108-115. Tanaka, M.; T. Takamura; H. Watanabe; M. Endo; T. Yanagi & K. Okamoto (1998). In vitro growth of Cymbidium planlets cultured under superbright red and blue light emitting diodes (LEDs). Journal of Horticultural Science and Biotechnology, 73, 39-44. Urbonaviciute, A.; P. Pinho; G. Samuoliene; P. Duchovskis; P. Vitta; A. Stonkus; G. Tamulaitis; A. Zukauskas & L. Halonan (2007). Effect of short wavelenght light on lettuce growth and nutritional quality. Sodininkyate ir Darzininkyste, 26, 157-165. Yahya, H. (2007). Photosynthesis: The Green Miracle (English edition). Global Publishing. Bookwork Norwich. United Kingdom. Yusnita (2003). Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta. *********. PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012 153