BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) 2.1.1.1 Hakekat Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Menurut Depdiknas (2007:227) model STM merupakan “inovasi pembelajaran sains yang berorientasi bahwa sains sebagai bidang ilmu tidak terpisahkan dari realitas kehidupan masyarakat sehari-hari dan melibatkan siswa secara aktif dalam mempelajari konsep-konsep sains yang terkait”. Sedangkan menurut Hidayati (2008:39) “STM merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi dan masyarakat dengan tujuan agar siswa mampu memecahkan masalah dengan memanfaatkan sains dan teknologi serta kondisi masyarakat yang ada di lingkungannya”. Putra (2013:140) juga mengemukakan bahwa “STM merupakan salah satu model pembelajaran kontekstual yang dapat membantu siswa untuk membuat pembelajaran menjadi lebih berarti, sebab model STM berkaitan dengan kehidupan nyata”. The Nations Science Teachers Association (dalam Putra 2013:140) mendefinikan STM sebagai “model belajar dan mengajar sains dalam konteks pengalaman manusia”. Poedjiadi, Anna (2010:47) mengemukakan hal yang serupa, bahwa pembelajaran STM berarti “menggunakan teknologi sebagai penghubung antara sains dan masyarakat”. Melalui model STM siswa diajak untuk lebih paham tentang hubungan antara sains, teknologi dan masyarakat yang diharapkan akan menimbulkan kepedulian dalam diri siswa terhadap masalah-masalah sosial yang berhubungan dengan ketiga aspek di atas. Menurut Poedjiadi, Anna (2010:134) “model STM dalam ilmu sosial pada dasarnya memberikan pemahaman tentang kaitan antara sains, teknologi dan masyarakat serta merupakan wahana untuk melatih kepekaan penilaian siswa terhadap dampak lingkungan sebagai akibat perkembangan sains dan teknologi”. Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model STM merupakan suatu model pembelajaran yang 6 7 memadukan pemahaman dan pemanfaatan sains, teknologi dan masyarakat dengan tujuan agar konsep sains dapat diaplikasikan melalui keterampilan yang bermanfaat bagi siswa dan masyarakat. Selain itu model STM juga mengaitkan antara sains, teknologi dan masyarakat dalam pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa akan hubungan ketiganya dalam kehidupan nyata, serta dapat memberikan gambaran yang utuh tentang kegunaan STM dalam aspek kehidupan manusia. Selain itu model STM tidak hanya dapat mengembangkan aspek kognitif saja, tetapi STM juga dapat mengembangkan keterampilan emosional dan spiritual. 2.1.1.2 Teori belajar yang melandasi model STM Terdapat tiga macam teori pembelajaran yang melandasi model STM, yaitu teori konstruktivisme, pragmatisme dan teori belajar sosial. Konstruktivisme merupakan suatu aliran dalam filsafat yang dikemukan oleh Gianbatista Vico. Menurut Vico dalam Poedjiadi, Anna (2005:70), “manusia dikaruniai kemampuan untuk membangun atau mengkonstruk pengetahuan setelah ia berinteraksi dengan lingkungannya, yaitu alam”. Dalam lingkungan yang sama, manusia akan mengkonstruk pengetahuannya secara berbeda-beda yang tergantung dari pengalaman masing-masing sebelumnya. Namun demikian manusia harus berusaha sebaik mungkin untuk meningkatkan pendidikannya dan mengelola alam. Vico menekankan perlunya dikembangkan disiplin-disiplin ilmu karena dengan filsafat saja tidak mungkin ilmu-ilmu dapat berkembang. Teori ini sesuai dengan pembelajaran STM, proses belajar mengajar dikaitkan dengan kebutuhan siswa sebagai anggota masyarakat. Interaksi dengan lingkungan yang dialami siswa merupakan stimulus untuk mengkonstruk atau membangun pengetahuan. Pengetahuan yang dikontruksi siswa berbeda-beda tergantung dari konsep awal yang dimiliki siswa sebelumnya. Selain konstruktivisme, teori belajar pragmatisme juga dianggap sesuai dengan model STM. Pragmatisme berpandangan bahwa pengetahuan yang diperoleh hendaknya dimanfaatkan untuk mengerti permasalahan yang ada di masyarakat. Selanjutnya tindakan apa yang dapat dilakukan untuk kebaikan, 8 peningkatan dan kemajuan masyarakat dan dunia. Dalam menilai gagasan, ide-ide dan teori, yang dipentingkan adalah dapat atau tidaknya gagasan itu dilaksanakan hingga membuahkan hasil yang positif. Kaum pragmatis memandang bahwa teoriteori itu diperlukan untuk membimbing tingkah laku manusia dan perencanaan untuk melakukan tindakan hingga berdampak positif, menghasilkan kemajuan dan bermanfaat bagi kehidupan. Sejalan dengan pembelajaran STM, isu-isu yang berkembang di masyarakat diangkat untuk dijadikan topik dalam pembelajaran apabila sesuai dengan SK dan KD dalam silabus. Aliran pragmatisme berpandangan bahwa pengetahuan yang diperoleh hendaknya dimanfaatkan untuk mengerti permasalahan yang ada di masyarakat. Permasalahan yang ada di masyarakat untuk dilaksanakan dalam pembelajaran hingga membuahkan hasil yang positif. Aliran pragmatisme menitikberatkan pada hasil belajar yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, sedangkan pada pembelajaran STM mengangkat isu-isu yang berkembang di masyarakat untuk dijadikan topik pembelajaran dan isu-isu yang berkembang di masyarakat dicarikan solusinya dalam model pembelajran untuk dipecahkan bersama. Isu-isu yang berkembang dimasyarakat bisa diperoleh dari berita di TV, radio, media cetak dan bahkan dari internet. Teori lain yang sesuai dengan model STM yaitu teori belajar sosial. Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 27-28). Teori ini sebagian besar prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku proses-proses mental internal. Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang, tidak random, lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial menganalisis hubungan kontinyu antara variabel-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang. Perspektif ini menyediakan interpretasi-interpretasi tentang bagaimana terjadi belajar sosial, dan bagaimana kita mengatur perilaku kita sendiri. 9 2.1.1.3 Karakteristik Model STM Proses pembelajaran dengan model STM memiliki beberapa karakteristik. Menurut Fajar (2003:106) karakteristik model STM diantaranya yaitu: 1) Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak; 2) penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda, dan lingkungan) untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecakan masalah; 3) keikutsertaan yang aktif dari siswa dalam mencari informasi yang bisa diterapkan untuk memecahkan masalah-malasah dalam kehidupan sseharihari; 4) perpanjangan belajar di luar kelas dan sekolah; 5) fokus pada damak sains dan teknologi terhadap siswa; 6) suatu pandangan bahwa isi sains bukan hany konsep yang harus dikuasai siswa dalam tes; 7) penekanan pada ketrampilan proses; 8) identifikasi sejauh mana sains dan teknologi berdampak di masa depan; 9) kebebasan atau otonomi dalam proses belajar. Sedangkan menurut Putra (2013:145), model STM memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Pembelajaran dilaksanakan menghubungkan antara sains dan teknologi yang terkait dengan kegunaannya di masyarakat; 2) Penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda dan lingkungan) untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah; 3) Konsep sains yang akan disampaikan dikaitkan dengan kepentingan masyarakat; 4) Konsep pembelajaran dimulai dengan mengungkapkan isu yang mengharuskan siswa berpikir untuk menganalisis isu tersebut, sehingga siswa menjadi lebih kritis dan kreatif; 5) Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan dan melakukan presentasi; 6) Penekanan pada keterampilan proses, sehingga siswa dapat menggunakannya untuk memecahkan masalah; 7) Identifikasi sejauh mana sains dan teknologi berdampak di masa depan. 2.1.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Model STM Sebagai salah satu model pembelajaran, STM juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Poedjiadi, Anna (2010:84) menjelaskan beberapa kelebihan dari model STM yaitu: 1) Pada pendahuluan dikemukakan isu-isu atau masalah yang terdapat di masyarakat sehingga membuat siswa aktif sejak awal pembelajaran; 2) Dapat dikolaborasikan dengan berbagai metode misalnya demonstrasi, diskusi, eksperimen, serta berbagai pendekatan misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan 10 sejarah, dan pendekatan kecakapan hidup; 3) Dapat mengembangkan keterampilan kognitif, afektif dan psikomotorik; 4) Model STM dalam ilmu sosial memberikan pemahaman tentang kaitan antara sains, teknologi dan masyarakat serta merupakan wahana untuk melatih kepekaan penilaian siswa terhadap dampak lingkungan sebagai akibat perkembangan sains dan teknologi. Putra (2013:175) juga mengemukakan beberapa kelebihan model STM ditinjau dari segi tujuan, pembelajaran, evaluasi dan guru. Dari segi tujuan model STM memiliki kelebihan, yaitu: 1) meningkatkan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah, selain keterampilan proses; 2) menekankan cara belajar yang baik, yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik; 3) menekankan sains dalam keterpaduan antarbidang studi. Dari segi pembelajaran, model STM memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: 1) menenkankan keberhasilan siswa; 2) menggunakan berbagai strategi; 3) menyadarkan guru bahwa guru tidak selalu harus menjadi sumber informasi. Dari segi evaluasi, kelebihan yang dimiliki model STM, yaitu: 1) mempunyai hubungan antara tujuan, proses, dan hasil belajar; 2) perbedaan antara kecakapan, kematangan, serta latar belakang siswa harus diperhatikan; 3) kualitas efisiensi dan keefektifan serta fungsi program juga dievaluasi. Sedangkan dari segi guru, kelebihan model STM, yaitu: 1) guru memiliki pandangan yang luas mengenai sains; 2) mengajar dengan berbagai strategi baru di dalam kelas, sehingga memahami tentang kecakapan, kematangan, serta latar belakang siswa; 3) menyadarkan guru bahwa terkadang guru tidak selalu berfungsi sebagai sumber informasi. Selain kelebihan, model STM juga memiliki beberapa kekurangan. Poedjiadi, Anna (2010:85) mengungkapkan beberapa kekurangan dari model STM, yaitu: 1) Pengajuan isu pada awal pembelajaran harus tepat dan terkait dengan topik yang akan dibahas, jika tidak maka akan menimbulkan kesulitan pada peserta didik untuk mengaitkan materi dengan pengetahuan yang mereka miliki; 2) Pelaksanaan tahaptahap pembelajaran terkadang memerlukan waktu yang panjang, sehingga memerlukan analisis yang baik untuk memilih dan mengalokasikan waktu saat pembelajaran; 3) Siswa memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data dari narasumber secara mendetail; 4) Siswa belum terbiasa berpikir kritis dan belajar mengambil pengalaman di lapangan, sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketekunan guru untuk mengarahkan dan 11 membimbing siswa dalam pembelajaran; paradigma guru dalam menginterpretasikan kurikulum masih berbasis konten, sehingga untuk menyampaikan materi tepat pada berinovasi dalam pembelajaran. 5) Pada umumnya dan mengembangkan guru merasa dituntut waktunya dan lupa 2.1.1.5 Langkah-langkah Pembelajaran Model STM Ada lima tahapan dalam model STM menurut Poedjiadi, Anna (2010: 126) yaitu: 1) Tahap pendahuluan (inisiasi, invitasi, apersepsi dan eksplorasi terhadap siswa), yaitu tahap mengemukakan isu atau masalah yang ada di masyarakat yang dapat digali dari siswa atau dikemukakan oleh guru sendiri; 2) Tahap pembentukan/ pengembangan konsep, yaitu tahap di mana siswa mengkonstruksi konsep pengetahuan dalam pikirannya melalui diskusi antar siswa atau bersama guru; 3) Tahap aplikasi konsep, yaitu tahap di mana guru memotivasi siswa untuk mengemukakan pendapat siswa tentang masalah yang dikemukakan yang dihubungkan dengan pengalaman siswa; 4) Tahap pemantapan konsep, yaitu tahap guru memberikan bimbingan dalam kegiatan diskusi melalui beberapa pertanyaan yang diajukan oleh guru yang berhubungan dengan masalah; 5) Tahap penilaian, yaitu tahap melakukan penilaian untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Menurut Robert E. Yager dalam Depdiknas (2007:230) sintaks model STM yaitu: 1) Tahap invitasi, yaitu menggali isu atau masalah terlebih dahulu dari siswa, menghubungkan pembelajaran baru dengan pembelajaran yang sebelumnya, dan mengidentifikasi isu atau masalah dalam masyarakat yang berkaitan dengan materi yang diajarkan; 2) Tahap eksplorasi, yaitu merancang dan melakukan kegiatan eksperimen atau percobaan untuk mengumpulkan data, berlatih keterampilan proses sains, mengasah kerja dan sikap ilmiah, serta diskusi kelompok untuk mengambil kesimpulan; 3) Tahap pengajuan eksplanasi dan solusi, yaitu siswa membangun sendiri konsep, siswa melakukan diskusi dan mencari solusi dari masalah yang dihadapi masyarakat terkait materi yang diperoleh siswa semata-mata berdasarkan informasi dari kegiatan eksplorasi; 4) Tahap tindak lanjut, yaitu menjelaskan fenomena alam berdasarkan konsep yang disusun, menjelaskan berbagai aplikasi untuk memberi makna, dan refleksi pemahaman konsep. 12 Tahap-tahap implementasi model STM menurut Hidayati (2008:34) yaitu sebagai berikut: 1) Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi dan eksplorasi), yang mengemukakan isu/ masalah aktual yang ada di masyarakat; 2) Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun atau mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui observasi, eksperimen dan diskusi; 3) Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisis isu atau masalah yang telah dikemukakan pada awal pembelajaran berdasarkan konsep yang telah dipahami oleh siswa; 4) Tahap pemantapan konsep, yaitu tahap di mana guru memberikan pemahaman konsep agar tidak terjadi kesalahan pemahaman konsep pada siswa; 5) Tahap evaluasi, dapat berupa evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model STM, harus melalui tahap-tahap antara lain: tahap pendahuluan (inisiasi, invitasi, apersepsi dan eksplorasi terhadap siswa), tahap pembentukan/ pengembangan konsep, tahap aplikasi konsep tahap pemantapan konsep, dan tahap penilaian. Dalam penelitian ini langkah-langkah pembelajaran model STM yang akan digunakan merupakan modifikasi dari pendapat Anna Poedjiadi dan Robert E. Yager. Tahap-tahap yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi lima tahap pembelajaran, yaitu tahap apersepsi/pengajuan masalah untuk memancing sejauh mana pengetahuan yang telah dimiliki siswa terkait isu yang dikemukakan, tahap eksplorasi yaitu tahap dimana siswa saling berdiskusi untuk menemukan pengetahuan sendiri, tahap aplikasi konsep yaitu menganalisa masalah berdasarkan konsep yang telah diterima oleh siswa sebelumnya, tahap pemantapan konsep dimana guru meluruskan konsep dan memantapkan agar tidak terjadi kesalahan pemahaman pada siswa, yang terakhir yaitu tahap evaluasi dimana guru menguji sejauh mana pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. 13 2.1.2 Media Video 2.1.2.1 Hakekat Media Video Hamdani (2011:254) mengemukakan bahwa “video adalah suatu media yang berfungsi untuk memaparkan keadaan riil dari suatu proses, fenomena atau kejadian sehingga dapat memperkaya pemaparan”. Media video akan menjadikan penyajian bahan ajar kepada siswa menjadi semakin lengkap dan optimal. Selain itu media video dapat juga menggantikan peran dan tugas guru. Penyajian materi dapat diganti oleh media, dan guru dapat beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar. Media video memiliki peran untuk meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir, sehingga dapat mengurangi kesan verbalisme. Selain itu,dapat juga berperan untuk mempercepat proses belajar. Melalui tayangan, siswa dapat menangkap tujuan dan bahan ajar secara lebih mudah dan lebih cepat. Media video sangat cocok untuk mengajarkan materi dalam ranah perilaku atau psikomotor. Akan tetapi media video mungkin saja kehilangan detail dalam pemaparan materi, karena siswa harus mampu mengingat detai dari setiap tayangan. Umumnya, siswa mengangggap bahwa belajar melalui video lebih mudah dibandingkan melalui teks, sehingga mereka kurang terdorong untuk lebih aktif dalam berinteraksi dengan materi. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa media video memaparkan keadaan riil suatu proses, fenomena atau kejadian sehingga dapat memperkaya pemaparan. 2.1.2.2 Karakteristik Media Video Menurut Hamdani (2011:188) media video memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1) Video mampu memperbesar objek yang keci, terlalu kecil bahkan yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Misalnya mikroorganisme dalam tubuh dapat dengan jelas terambil oleh kamera dan dapat disaksikan melalui tayangan video; 2) Dengan teknik editing objek yang dihasilkan dengan pengambilan gambar oleh kamera dapat diperbanyak; 3) Video mampu memanipulasikan tampilan gambar, sesuai dengan tuntutan pesan yang ingin disampaikan; 4) Video mampu menyimpan objek dengan durasi tertentu dalam keadaan diam; 5) Video mampu mempertahankan 14 perhatian siswa yang menonton video tersebut; 6) Mampu menampilkan gambar dan informasi yang paling baru, hangat dan aktual; 7) Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual; 8) Bersifat interaktif, dalam pengertian memiliki kemampuan untuk mengakomodasi respons pengguna; 9) Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan orang lain. 2.1.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Sebagai suatu alat bantu, media video tentunya memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Hamdani (2011:254) mengemukakan beberapa kelebihan media video yaitu: 1)Dapat memanipulasi efek gerak; 2) dapat diberi suara maupun warna; 3) tidak memerlukan keahlian khusus dalam penyajiannya; 4) tidak memerlukan ruangan gelap dalam penyajiannya; 5) sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif; 6) guru akan selalu dituntut untuk kreatif inovatif dalam mencari terobosan pembelajaran; 7) mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar, atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan pembelajaran; 8) mampu menimbulkan rasa senang selama proses pembelajaran berlangsung sehingga akan menambah motivasi belajar siswa; 9) mampu memvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterangkan hanya dengan penjelasan atau alat peraga konvensional; serta 10) media penyimpanan yang relatif gampang dan fleksibel. Menurut Hamdani (2011:255) kekurangan media video diantaranya yaitu: “1) memerlukan peralatan khusus dalam penyajiannya; 2) memerlukan tenaga listrik; dan 3) memerlukan keterampilan dan kerja tim dalam pembuatannya”. 2.1.2.4 Langkah-Langkah Pembelajaran Model STM Berbantuan Media Video Dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan model STM berbantuan media video memiliki langkah-langkah sebagai berikut: 1) Tahap apersepsi/ pengajuan masalah untuk memancing sejauh mana pengetahuan yang telah dimiliki siswa terkait isu yang dikemukakan. Dalam tahap ini guru memutarkan video pembelajaran yang berkaitan dengan materi dan menyampaikan beberapa pertanyaan seputar masalah sehari-hari yang berkaitan dengan materi; 2) Tahap 15 eksplorasi yaitu tahap dimana siswa saling berdiskusi untuk menemukan pengetahuan sendiri. Dalam tahap ini pengetahuan yang telah dikumpulkan siswa melalui tanya jawab dan pemutaran video didiskusikan kembali bersama kelompok dengan bimbingan guru; 3) Tahap aplikasi konsep yaitu menganalisa masalah berdasarkan konsep yang telah diterima oleh siswa sebelumnya. Pada tahap ini guru memotivasi siswa untuk mengemukakan pendapat mereka tentang materi yang disajikan beserta kelebihan dan kekurangan dari isi materi yang telah disajikan melalui video; 4) Tahap pemantapan konsep dimana guru meluruskan konsep dan memantapkan agar tidak terjadi kesalahan pemahaman pada siswa. Dalam tahap ini guru memberikan bimbingan dalam kegiatan diskusi melalui beberapa pertanyaan yang diajukan tentang materi. Kegiatan ini dilakukan selama pembelajaran berlangsung untuk memantapkan konsep yang telah diterima siswa; serta, 5) Tahap evaluasi dimana guru menguji sejauh mana pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. 2.1.3 Hasil Belajar IPS 2.1.3.1 Hakekat Hasil Belajar Menurut Anni (2007:5) hasil belajar merupakan “perubahan perilaku yang diperoleh pebelajar setelah mengalami aktivitas belajar”. Oleh karena itu siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep. Maka perubahan yang diperoleh berupa penguasaan konsep. Tujuan pembelajaran merupakan deskripsi tentang perubahan perilaku yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:29) “hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru”. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat belum belajar. Gagne (Sudjana 2005:22) mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga di antaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik. Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar disebut kemampuan. Menurut Gagne, ada lima kemampuan yang dapat dikatakan sebagai hasil belajar, yaitu: 16 1) Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan seeorang untuk berhubungan dengan lingkungan dan dengan dirinya sendiri; 2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan yang dapat menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, khususnya bila sedang belajar dan berpikir; 3) Sikap, yaitu kesiapan dan kesediaan seseorang untuk menerima/ menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut; 4) Informasi verbal, yaitu tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang yang dapat diungkapkan melalui bahasa lisan maupun tertulis kepada orang lain; dan 5) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak jasmani dalam urutan tertentu dengan koordinasi antar berbagai gerak anggota badan secara terpadu. Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah belajar yang diwujudkan dalam kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. 2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2010:54) “faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern”. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern, terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi, yaitu: 1) Kecerdasan, yaitu kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Semakin tinggi intelegensi seorang siswa, semakin tinggi pula peluang untuk meraih prestasi yang tinggi; 2) Faktor kesehatan, kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya; 3) Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk bereaksi terhadap suatu hal, orang, atau benda dengan suka, tidak suka, atau acuh tak acuh. Sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, kebiasaan dan keyakinan. Siswa harus memiliki sikap yang positif terhadap kawan atau kepada guru; 4) Minat merupakan suatu kecenderungan untuk selalu memerhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus. Minat memiliki pengaruh yang besar terhadap pembelajaran. Jika menyukai suatu mata pelajaran, siswa akan belajar dengan senang hati tanpa rasa beban. Apabila seseorang 17 mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu, maka akan terus berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkan; 5) Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat akan memengaruhi tinggi rendahnya hasil belajar dalam bidang studi tertentu. Dalam proses belajar, terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai prestasi yang baik; 6) Motivasi, yaitu segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar kesuksesan belajarnya. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Slameto (2010:55) juga mengemukakan tentang faktor ekstern yang mempegaruhi hasil belajar. Faktor ini meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. 1)Keluarga merupakan salah faktor yang berperan dalam hasil belajar. Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga; 2) Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sekolah harus menciptakan suasana yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya; 3) Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa dalam masyarakat, pengaruh multimedia, teman bergaul, dan kehidupan masyarakat. 2.1.3.3 Pengukuran Hasil Belajar Menurut Hamdani (2010:300) “pengukuran adalah suatu upaya atau aktivitas untuk mengetahui pembelajaran sebagaimana adanya, meliputi hasil belajar, proses pembelajaran, dan mereka yang terlibat dalam pembelajaran”. Pengukuran juga merupakan salah satu kegiatan yang berada dalam evaluasi, sehingga orang yang mengevaluasi adalah orang yang melakukan aktifitas 18 pengukuran. Kegiatan pengukuran dapat dilakukan dengan jalan menguji hal yang akan dinilai, seperti hail belajar. Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan dalah satu cara yang paling sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain tes, dapat pula digunakan teknik non tes. Jika tes dapat memberikan informasi dalam aspek kognitif da psikomotor, maka non tes dapat memberikan informasi dalam aspek afektif. Tes adalah salah satu contoh instrumen atau alat pengukuran yang paling banyak digunakan untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang. Penetapan angka kemampuan belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara atau teknik yang sistematis, baik berhubungan dengan proses maupun hasil belajar. Teknik penetapan angka tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan belajar siswa terhadap pencapaian SK dan KD. Secara umum teknik penilaian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu teknik tes dan non tes. Tes terdiri atas tes lisan, tes tertulis, dan tes perbuatan. Masing-masing tergantung pada bentuk jawaban yang diinginkan. Poerwanti, dkk., (2008:4) juga mengemukakan bahwa “soal-soal tes juga disusun dalam bentuk objektif, essai dan uraian”. Sebagai alat penilaian, penilaian non tes mencakup observasi atau pengamatan, angket, kuesioner, wawancara, skala penilaian, sosiometri, studi kasus, analisa sampel kerja, analisis tugas, checklist, rating scales, dan portofolio. Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau portofolio. Dengan demikian hasil belajar yang dimaksud dari uraian di atas adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes, pengamatan, diskusi dan laporan. 2.1.3.4 IPS Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam pembangunan karakter anak. Melalui pembelajaran IPS, siswa juga diajak untuk bersosialisasi dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 dijelaskan bahwa: 19 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat fakta, peristiwa, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Ekonomi, dan Sosiologi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan yang lebih berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam dalam bidang ilmu yang berkaitan. Pembelajaran mata pelajaran IPS di sekolah tentunya memiliki tujuan yang diharapkan akan berguna bagi kehidupan siswa kelak. Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 dijelaskan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; 2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial; 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; serta 4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat majemuk di tingkat lokal, nasional dan global (KTSP 2006). Permendiknas No. 22 tahun 2006 juga menjelaskan ruang lingkup yang terdapat dalam mata pelajaran IPS. Ruang lingkup yang terdapat dalam mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut: “1) Manusia, tempat, lingkungan; 2) Waktu, keberlanjutan dan perubahan; 3) Sistem sosial dan budaya; dan 4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan”. Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan siswa yang standar dinamakan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). KD merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh 20 siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap tingkat satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan bagi siswa kelas 4 SD disajikan melalui Tabel 2 berikut: Tabel 2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS pada Sekolah Dasar Kelas 4 Semester Semester I Semester II Standar Kompetensi 1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/ kota dan provinsi. 2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi. (Permendiknas No. 22 tahun 2006) Kompetensi Dasar 1.1 Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana. 1.2 Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan kabupaten/ kota dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial dan budaya. 1.3 Menunjukkan jenis dan persebaran sumber daya alam dan pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat. 1.4 Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat (kabupaten/ kota, provinsi). 1.5 Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat (kabupaten/ kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya. 1.6 Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh di lingkungannya. 2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya. 2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya. 2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya. 21 2.2 Penelitian Yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Ali Mashuri (2012) dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) Siswa Kelas 4 SD Negeri Tombo I Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012”, menyimpulkan bahwa penerapan STM dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa Kelas 4 SD Negeri Tombo I. Penelitian Kharisma Lestari (2009) dengan judul “Penerapan Pendekatan STM Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SDN Umbulan Winongan Pasuruan”, menyimpulkan bahwa penggunaan pendekatan STM dapat meningkatkan hasil belajar IPS Siswa Kelas 4 SDN Umbulan Winongan Pasuruan. Penelitian yang dilakukan oleh Panji Kusumah (2010) dengan judul “Penerapan Model STM untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPS Kelas 5 SDN Panggungrejo Kota Pasuruan”, menyimpulkan bahwa penggunaan model STM dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas 5 SDN Panggungrejo Kota Pasuruan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian tindakan kelas di atas dapat disimpulkan bahwa model STM dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, sehingga menjadi acuan untuk diadakannya penelitian tindakan kelas ini dengan menggunakan model STM berbantuan media video. 2.3 Kerangka Pikir Berdasarkan latar belakang masalah, terdapat permasalahan dalam pelaksanaan pembelajaran pada mata pelajaran IPS. Dalam melaksanakan pembelajaran guru masih menggunakan metode ceramah, sehingga pembelajaran lebih terpusat pada guru dan interaksi yang terjalin antara guru dan siswa belum optimal. Masih terdapat siswa yang kurang berkonsentrasi karena merasa bosan dengan metode yang diterapkan, dan siswa menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran dan mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dalam penelitian ini akan digunakan model STM berbantuan media video yang terdiri dari tahap apersepsi/pengajuan masalah 22 untuk memancing sejauh mana pengetahuan yang telah dimiliki siswa terkait isu yang dikemukakan, tahap eksplorasi yaitu tahap dimana siswa saling berdiskusi untuk menemukan pengetahuan sendiri, tahap aplikasi konsep yaitu menganalisa masalah berdasarkan konsep yang telah diterima oleh siswa sebelumnya, tahap pemantapan konsep dimana guru meluruskan konsep dan memantapkan agar tidak terjadi kesalahan pemahaman pada siswa, yang terakhir yaitu tahap evaluasi dimana guru menguji sejauh mana pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Model STM memiliki kelebihan yaitu dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah. Isu-isu yang dikemukakan dapat membuat siswa aktif sejak awal pembelajaran. Dalam ilmu sosial, model STM dapat memberikan pemahaman tentang kaitan antara sains, teknologi, dan masyarakat sehingga melatih kepekaan penilaian siswa terhadap dampak lingkungan sebagai akibat perkembangan sains dan teknologi. Model STM menekankan sains dalam keterpaduan antar bidang studi. Dari segi guru, model STM semakin menegaskan bahwa guru tidak selalu harus menjadi satu-satunya sumber informasi, namun terdapat berbagai sumber belajar lain yang dapat dimanfaatkan. Guru dapat bertindak sebagai fasilitator dan dapat memotivasi guru untuk mengembangkan pembelajaran dengan strategi baru. Namun disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki, model STM juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain pemilihan topik yang kurang tepat pada awal pembelajaran akan menimbulkan kesulitan pada peserta didik untuk mengaitkan materi dengan pengetahuan yang mereka miliki. Siswa juga memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data dari nara sumber secara mendetail. Bagi siswa yang belum terbiasa berpikir kritis dan belajar mengambil pengalaman di lapangan akan mengalami kesulitan, sehingga dibutuhkan kesabaran yang lebih dari guru untuk membimbing. Untuk membantu memberikan gambaran terhadap isu yang akan dikemukakan, maka dapat dibantu dengan penggunaan media video. Media video dapat memudahkan siswa untuk mengkonkretkan suatu topik yang masih abstrak dan melatih siswa untuk berpikir kritis untuk menyaring informasi yang diperoleh 23 melalui video yang ditayangkan. Selain untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas, penggunaan media video pada awal pembelajaran dapat semakin menarik minat siswa untuk belajar. Pembelajaran menjadi lebih bervariasi. Namun, pemilihan media video yang kurang tepat dapat berdampak negatif. Sebagai contoh jika media video kurang sesuai dengan materi yang akan dipelajari, maka dapat membingungkan siswa. Selain itu efek suara dari media video yang terlalu berlebihan dapat membuyarkan konsentrasi siswa. Oleh karena itu diperlukan keterampilan dari guru untuk menentukan media video yang akan digunakan. Penerapan pembelajaran dengan model STM berbantuan media video diharapkan akan lebih memberikan suatu model pembelajaran yang lebih menarik bagi siswa dan mendorong siswa mampu memecahkan masalah sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 2.4 Hipotesis Tindakan Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan yaitu melalui penggunaan model STM berbantuan media video diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas 4 SDN Dukuh 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014, yang ditandai dengan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Dengan model STM berbantuan media video, siswa diharapkan lebih antusias dalam belajar, semangat dalam menjawab pertanyaan, aktif dalam diskusi kelompok dan termotivasi untuk memberikan pendapatnya selama pembelajaran. Proses pembelajaran STM yang terdiri dari tahap apersepsi/pengajuan masalah untuk memancing sejauh mana pengetahuan yang telah dimiliki siswa terkait isu yang dikemukakan, tahap eksplorasi yaitu tahap dimana siswa saling berdiskusi untuk menemukan pengetahuan sendiri, tahap aplikasi konsep yaitu menganalisa masalah berdasarkan konsep yang telah diterima oleh siswa sebelumnya, tahap pemantapan konsep dimana guru meluruskan konsep dan memantapkan agar tidak terjadi kesalahan pemahaman pada siswa, dan yang terakhir yaitu tahap evaluasi dimana guru menguji sejauh mana pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.