BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Kelainan Refraksi Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina (bintik kuning). Untuk memasukkan sinar atau bayangan benda ke mata diperlukan suatu sistem optik. Diketahui bahwa bola mata mempunyai panjang kira-kira 2.0 cm. Untuk memfokuskan sinar ke retina diperlukan kekuatan 50.0 dioptri. Lensa berkekuatan 50.0 dioptri mempunyai titik api pada titik 2.0 cm (Ilyas , 2006, p1). Pada mata yang tidak memerlukan alat bantu penglihatan (biasa disebut mata normal) terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50.0 dioptri. Kornea mata mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan 20% atau 10 dioptri (Ilyas , 2006, p1). Menurut Ilyas (2006, p2) kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina seperti terlihat pada Gambar 3.1. Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmat. 12 Gambar 3.1 Mata Normal / Tanpa Kelainan Refraksi Sebelum membahas lebih lanjut, adalah lebih baik mengetahui sedikit anatomi mata yang memegang peranan di dalam kelainan refraksi. Pada penglihatan terdapat proses yang cukup rumit oleh jaringan yang dilalui seperti membelokkan sinar, memfokuskan sinar dan meneruskan rangsangan sinar yang membentuk bayangan yang dapat dilihat. Menurut Ilyas (2006, p3) yang memegang peranan pembiasan sinar pada mata adalah: 1. Kornea Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang transparan merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang masuk 80% atau dengan kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh kornea ini. 2. Iris Iris atau selaput pelangi yang berwarna akan menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Iris akan mengatur jumlah sinar masuk ke dalam pupil melalui besarnya pupil. 13 3. Pupil Pupil berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. 4. Badan Siliar Badan siliar merupakan bagian khusus uvea yang memegang peranan untuk akomodasi dan menghasilkan cairan mata. 5. Lensa Lensa yang jernih mengambil peranan membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri. Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi. Lensa ini menjadi kaku dengan bertambahnya umur sehingga akan menjadi presbiopia. 6. Retina Retina merupakan bungkus bola mata sebelah dalam dan terletak di belakang pupil. Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan benda sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal. 7. Saraf Optik Saraf penglihat meneruskan rangsangan listrik dari mata untuk dikenali bayangannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2. 14 Gambar 3.2 Bagian Mata Penglihatan seseorang ditentukan oleh tajam penglihatan, penglihatan warna dan lapang pandangan. Penderita dengan kelainan refraksi terlihat mengedip lebih kurang dibanding yang memiliki penglihatan normal (biasanya akan mengedip 4-6 kali dalam 1 menit). Penderita dengan kelainan refraksi biasanya akan memberikan keluhan berikut : • Sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi • Mata mudah berair • Cepat mengantuk • Mata terasa pedas • Pegal pada bola mata • Penglihatan kabur 15 3.1.1 Emetropia Emetropia (mata normal) berasal dari kata Yunani, emetros, yang berarti ukuran normal atau pembiasan sinar dalam mata dalam keseimbangan wajar, dan opsis, yang berarti penglihatan. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal, 6/6 atau 100%. 3.1.2 Ametropia Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) berasal dari bahasa Yunani; ametros, yang berarti tidak seimbang/sebanding, dan opsis, adalah penglihatan. Jadi ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana mata yang dalam keadaan tanpa akomodasi atau istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa mata memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea atau adanya perubahan panjang bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmat. Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan kecembungan lensa akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi dimana gangguan ini dapat terjadi pada usia lanjut yang disebut presbiopia. 16 Bentuk-bentuk ametropia (Ilyas, 2006, p25) : A. Miopia (rabun jauh) Miopia atau biasa disebut sebagai rabun jauh diakibatkan berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan jelas. Menurut Jenkins (1981, p199) pada penderita miopia, titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh jatuh di depan retina, seperti yang terlihat pada Gambar 3.3 . Gambar 3.3 Mata Miopia Menurut Ilyas (2006, p30) faktor-faktor yang berkaitan dengan penyebab terjadinya miopia : 1. faktor herediter atau keturunan 2. faktor lingkungan 3. faktor gizi Menurut Ilyas (2006,p30) miopia pada anak dimasukkan ke dalam dua kelompok: • kongenital, yang biasanya miopia tinggi • developmental (perkembangan), yang biasanya terlihat pada anak berusia 7-10 tahun, tidak begitu berat dan lebih mudah ditangani. 17 Keduanya berjalan progresif dan memerlukan pemeriksaan kacamata yang teratur. Sering terlihat pada anak miopianya berjalan progresif yang mungkin disebabkan bekerja atau membaca dekat. Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif di dalam dioptri, dimana 1.00 dioptri merupakan kekuatan lensa yang memfokuskan sinar sejajar pada jarak satu meter. Klasifikasi beratnya miopia : • miopia ringan <-2.00 dioptri • miopia sedang -2.00 hingga -6.00 dioptri • miopia berat -6.00 hingga -9.00 dioptri • miopia sangat berat >-9.00 dioptri Miopia dapat diobati dengan menggunakan lensa negatif atau biasa juga disebut lensa konkaf/divergen. B. Hipermetropia Hipermetropia juga dikenal dengan istilah rabun dekat. Hipermetropia lebih jarang dibandingkan dengan miopia. Penderita hipermetropia mengalami kesulitan untuk melihat dekat akibat sukarnya lensa mata berakomodasi. Dan biasanya keluhan akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk berakomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada hipermetropia, fokus bayangan jatuh dibelakang retina, seperti terlihat pada Gambar 3.4 . Adapun bentuk hipermetropia dimana penderita mengalami kelainan refraksi sehingga memerlukan kacamata dengan lensa positif untuk melihat jauh, hal ini disebut hipermetropia absolut. Untuk membantu 18 penglihatan bagi penderita hipermetropia digunakan lensa positif atau konveks/konvergen (Jenkins, 1981, p199). Gambar 3.4 Mata Hipermetropia C. Astigmat (Silinder) Yang dimaksud dengan astigmat atau silinder disini adalah terdapatnya variasi kelengkungan kornea atau lensa mata pada meridian yang berbeda yang akan menyebabkan sinar tidak terfokus pada satu titik sehingga penderita tidak dapat melihat dengan fokus/berbayang (Ilyas, 2006, p43) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.5 . Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Umumnya setiap orang mempunyai astigmat ringan. Astigmat bisa bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir dan biasanya berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup. Gambar 3.5 Mata Astigmat 19 Menurut Ilyas (2006, p45) seorang penderita astigmat biasanya akan memberikan keluhan : • Melihat ganda dengan satu atau kedua mata • Melihat benda bulat menjadi lonjong • Pada astigmat, penglihatan akan kabur untuk jauh maupun dekat • Untuk melihat sering mengecilkan celah kelopak mata • Sakit kepala • Mata tegang atau pegal • Mata cepat lelah Satuan atau ukuran pada astigmat dinyatakan dengan silinder dapat dengan notasi minus ataupun notasi plus. Dimana pada astigmat terdapat axis yang menyatakan sudut sumbu garis yang menghubungkan titik pertengahan pupil dengan titik nodus. Kenaikan silinder berpengaruh juga terhadap besar pertumbuhan spheres untuk miopia maupun astigmat. Misal kenaikan silinder sebesar -0.25 maka dapat berarti kenaikan spheres sebesar -0.25 dan notasi kenaikan silinder menjadi +0.25 dengan axis ditambah atau dikurangi 90o . Hal ini dapat terjadi karena adanya ekuivalensi silinder terhadap spheres. Contoh : dalam resep didapat ukuran Sph -1.00 Cyl 0.50 Axis 90o (notasi silinder minus) maka akan sama dengan Sph -1.50 Cyl +0.50 Axis 180o (notasi silinder menjadi plus). Untuk koreksi astigmat digunakan lensa silinder. 20 D. Presbiopia (mata tua) Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Pada umumnya jika telah berada pada usia diatas 40 tahun seseorang akan membutuhkan kacamata baca akibat telah terjadinya presbiopia (Jenkins, 1981, p199). Untuk membantu kekurangan daya akomodasi pada presbiopia dipergunakan lensa positif untuk menambah kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia. Menurut Ilyas (2006, p48) pada pasien presbiopia diperlukan kacamata baca atau adisi/penambahan untuk membca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya : • +1.00 dioptri untuk usia 40 tahun • +1.50 dioptri untuk usia 45 tahun • +2.00 dioptri untuk usia 50 tahun • +2.50 dioptri untuk usia 55 tahun • +3.00 dioptri untuk usia 60 tahun Dikarenakan jarak baca biasanya adalah 33 cm, maka adisi +3.00 dioptri adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Suatu keadaan dimana mata mempunyai kelainan refraksi yang berbeda antara mata kanan dan kiri disebut anisometropia. 21 Dioptri adalah ukuran kekuatan pembiasan sebuah lensa sebagai bagian meter, dimana bila lensa memfokuskan sinar sejajar melalui lensa yang berkekuatan 1.00 dioptri dibiaskan pada jarak 1 meter. 3.2 Kacamata Terdapat berbagai alat dan cara untuk memperbaiki tajam penglihatan seperti menggunakan kacamata, lensa kontak maupun bedah refraksi. Seperti diketahui kacamata merupakan alat bantu penglihatan yang paling banyak dipergunakan oleh karena perawatan yang lebih mudah dan relatif lebih murah. Tetapi menggunakan kacamata juga terdapat keluhan-keluhan seperti : • kacamata tidak selalu bersih • coating kacamata mengurangi kecerahan warna benda yang dilihat • mengubah wajah • jika ukuran dioptri/spheres tinggi lensa tebal • sering pegal pada pangkal hidung dan telinga 3.3 Lensa Pada kacamata lensa merupakan bagian yang paling penting sebab lensa itulah yang memberikan koreksi penglihatan. Lensa bekerja membelokkan jalan sinar yang disebut pembiasan atau refraksi. Lensa bersifat menyebarkan atau memusatkan sinar yang melaluinya. 22 Menurut Ilyas (2006, p101) untuk membantu koreksi penglihatan lensa terdapat beberapa jenis, yaitu : 1. lensa negatif (lensa divergen atau lensa konkaf) Lensa negatif dapat dengan permukaan plano konkaf, konkaf gand dan konkaf konveks. Lensa ini tebal pada bagian perifer/tepi lensa dan pada bagian sentral lebih tipis. Lensa ini digunakan untuk koreksi miopia/rabun jauh. Gambar 3.6 Koreksi Miopia Dengan Lensa Konkaf 2. lensa postif (lensa konvergen atau lensa konveks) Lensa positif dipergunakan untuk koreksi hipermetropia/rabun dekat. Lensa ini kebalikan dari lensa negatif, dimana bagian perifer lebih tipis dibandingkan bagian sentral. Gambar 3.7 Koreksi Hipermetropia Dengan Lensa Konveks 23 3. lensa cylinder (silinder) Lensa ini diperlukan untuk memperbaiki kelainan refraksi astigmat. Lensa silinder mempunyai kekuatan maksimal pada satu sumbu. Sumbu dari bagian yang melengkung disebut sebagai sumbu silinder atau biasa disebut axis. Letak sumbu pada mata berkisar antara 0 hingga 180 derajat. Gambar 3.8 Koreksi Astigmat Dengan Lensa Cylinder Berdasarkan bahannya lensa terdapat dua jenis yaitu lensa kaca dan lensa plastik. Keuntungan dan kerugian lensa kaca dibandingkan dengan lensa plastik : a. Lensa kaca lebih mudah berembun dibandingkan lensa plastik; b. Lensa kaca lebih mudah pecah dibandingkan lensa plastik; c. Lensa plastik lebih mudah tergores dibandingkan lensa kaca; d. Lensa kaca lebih berat dibandingkan lensa plastik; e. Lensa kaca lebih tipis dibandingkan lensa plastik. Berdasarkan fokusnya lensa dibagi menjadi tiga yaitu : a. Lensa Single Vision (SV), atau lensa single focus yaitu lensa untuk koreksi satu masalah penglihatan saja; 24 b. Lensa Bifocal/Bifocus , yaitu lensa yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk koreksi dua masalah penglihatan dimana lensa yang bagian atasnya untuk koreksi penglihatan jauh dan bagian bawah untuk koreksi penglihatan dekat; c. Lensa Multifocus, biasa disebut juga lensa progressive, yaitu lensa yang seperti bifocus akan tetapi tanpa batas garis dengan kekuatan spheresnya bertambah perlahan dari atas hingga bawah, kelebihannya selain dapat digunakan untuk melihat jauh dan dekat dapat pula untuk melihat jarak menengah/sedang. 3.4 Spheres Spheres adalah ukuran lensa yang ditulis pada resep untuk lensa koreksi yang menyatakan bentuk lensa (negatif atau positif) dan besar koreksi mata yang diperlukan dengan satuan dioptri (Ilyas, 2006, p150). 3.5 Inferensia Statistik Menurut Walpole (1995, p238) inferensia statistik dapat dikelompokkan ke dalam dua bidang utama yaitu : 1. pendugaan parameter 2. pengujian hipotesis 3.5.1 Pendugaan Parameter Suatu statistik Θ̂ merupakan nilai dugaan bagi parameter populasi Ө. Misalnya, nilai x merupakan nilai dugaan bagi parameter populasi μ. 25 Tidak dapat dibayangkan bahwa suatu penduga akan menduga parameter populasinya tanpa galat. Jadi tidak dapat dibayangkan bahwa x akan menduga μ secara tepat, tetapi tentu saja diharapkan bahwa penduga itu tidak terlalu jauh menyimpang dari parameternya. ˆ) =θ . Statistik Θ̂ dikatakan penduga takbias bagi parameter θ bila μ Θˆ = E (Θ Di antara semua kemungkinan penduga takbias bagi parameter θ, yang ragamnya terkecil adalah penduga paling efisien bagi θ. Akan tetapi penduga takbias yang paling efisien sekalipun kecil sekali kemungkinannya menduga parameter populasi secara tepat betul. Jadi untuk penduga yang lebih baik digunakan dugaan selang. Secara umum dugaan selang bagi parameter populasi θ adalah suatu selang yang berbentuk Θ̂ < Θ < Θ̂ (Walpole, 1995, p241). 3.5.1.1 Dalil Limit Pusat Bila contoh acak berukuran n ditarik dari suatu populasi yang besar atau tak hingga dengan nilai tengah μ dan ragam σ 2 , maka nilai tengah contoh x akan menyebar menghampiri normal dengan nilai tengah contoh μ x = μ dan simpangan baku σx = σ n . Dengan demikian z = x−μ σ ~ normal baku. (3.1) n Dalil limit pusat berlaku pula untuk σ yang tidak diketahui asalkan n≥20, bagaimanapun bentuk populasinya (Agresti, 1999). 26 3.5.1.2 Pendugaan Beda Dua Nilai Tengah Populasi Bila terdapat dua populasi dengan nilai tengah μ1 dan μ2 dan ragam σ 12 dan σ 22 maka penduga titik bagi selisih antara μ1 dan μ2 diberikan oleh statistik X 1 − X 2 . Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai dugaan titik bagi μ1 - μ2 , diambil dua contoh acak bebas, satu dari masing-masing populasi, yang berukuran n1 dan n2 , dan kemudian menghitung selisih kedua nilai tengah contohnya x1 − x 2 . Menurut Agresti (1999, p14) bila kedua sampel diambil dari populasi normal, atau bila n1≥20 dan n2 ≥20, maka biasanya diperoleh selang kepercayaan bagi μ1 - μ2 yang valid dengan didasarkan pada sebaran penarikan contoh bagi X 1 − X 2 , sekiranya akan menyebar normal dengan nilai tengah μ x1 − x2 = μ1 − μ 2 dan simpangan baku sebesar 2 2 σ x − x = ( S1 n ) + ( S 2 n ) . Dengan demikian diperoleh peubah acak normal baku 1 2 1 Z= 2 (x1 − x2 ) − (μ1 − μ 2 ) (3.2) ⎡ S12 S 22 ⎤ + ⎢⎣ n1 n2 ⎥⎦ Akan jatuh antara - zα dan zα dengan peluang 1-α. 2 S12 = ragam sampel pertama S 22 = ragam sampel kedua n1 = jumlah sampel pertama n2 = jumlah sampel kedua x1 = rata-rata sampel pertama x2 = rata-rata sampel kedua 2 27 maka selang kepercayaan sampel besar (1-α)100% bagi μ1 - μ2 adalah (x1 − x2 ) − z α 2 S12 S 22 + < μ1 − μ 2 < ( x1 − x 2 ) + z α n1 n2 2 S12 S 22 + n1 n2 (3.3) Dalam hal ini zα 2 adalah nilai peubah normal baku z yang luas daerah sebelah kanannya sebesar α/2. 3.5.2 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis statistik merupakan bidang paling penting dalam inferensia statistik. Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. Hipotesis yang dirumuskan dengan harapan akan ditolak diistilahkan hipotesis nol, dengan lambang H0 . Yang mana penolakan H0 mengakibatkan penerimaan suatu hipotesis alternatif, yang dilambangkan dengan H1 (Walpole, 1995, p288) 3.5.2.1 Uji Z Untuk Perbandingan Dua Buah Nilai Tengah Sampel Besar Menurut Agresti (1999, p215) ada beberapa cara untuk membandingkan rata-rata dari 2 buah sampel bebas. Tetapi semua itu bergantung kepada standar deviasi dari sebaran sampel sebagai standar error yang mana diasumsikan bahwa sampel yang diambil normal atau sampel yang diambil besar (setidaknya n1 dan n2 ≥20). Meurut Agresti (1999, p215) untuk uji signifikan rata-rata 2 buah sampel besar (n1≥20, n2≥20) dari hipotesis ini menggunakan X 1 − X 2 dan standar error. 28 Hipotesis : 1. Right – tailed test H 0 = μ1 ≤ μ 2 H 1 = μ1 > μ 2 2. Left – tailed test H 0 = μ1 ≥ μ 2 H 1 = μ1 < μ 2 3. Two – tailed test H 0 = μ1 = μ 2 H 1 = μ1 ≠ μ 2 Statistik uji sampel besar z : z= ( x1 − x 2 ) − ( μ1 − μ 2 ) S12 n1 + S 22 n 2 (3.4) Dimana S i2 = ni ni j =1 j =1 ni ∑ xij2 − (∑ xij ) 2 ni (ni − 1) Keterangan : S12 = ragam sampel pertama S 22 = ragam sampel kedua n1 = jumlah sampel pertama n2 = jumlah sampel kedua (3.5) 29 x1 = rata-rata sampel pertama x2 = rata-rata sampel kedua Keputusan : 1. Tolak H0 bila zhitung>zα 2. Tolak H0 bila zhitung <-zα 3. Tolak H0 bila zhitung <-zα/2 dan zhitung>zα/2 Menggunakan tabel sebaran z. 3.5.2.2 Uji T2 Hotelling Statistik T2-Hotelling digunakan untuk uji ketidaksamaan rata-rata multivariat dari 2 populasi (dalam hal ini berbentuk vektor). Uji ini cocok untuk membandingkan respon dari satu set populasi eksperimen dengan respon bebas dari set populasi eksperimen yang lainnya. T2-Hotelling adalah distribusi sampling untuk menguji hipotesis yang sampelnya berbentuk matriks (Morrison, 1976, p188). Hipotesis : r r H 0 : μ1 − μ 2 = 0 r r H 1 : μ1 − μ 2 ≠ 0 Uji statistik : Misalkan akan diuji rata-rata respon dari dua populasi eksperimen dimana terdapat 2 sifat respon yang dihasilkan. Masing-masing sampel bebas (X dan Y saling bebas). 30 Perlakuan I (X) : ⎡x X = ⎢ 11 ⎣ x 21 x12 .... x1n ⎤ x 22 .... x 2 n ⎥⎦ Perlakuan II (Y) : ⎡y Y = ⎢ 11 ⎣ y 21 y12 .... y1m ⎤ y 22 .... y 2 m ⎥⎦ ⎡x ⎤ X = ⎢ 1⎥ ⎣ x2 ⎦ (3.6) ⎡y ⎤ Y = ⎢ 1⎥ ⎣ y2 ⎦ (3.7) Keterangan : r x1 = rata-rata dari x1 r x2 = rata-rata dari x 2 r y1 = rata-rata dari y1 r y 2 = rata-rata dari y 2 Perlakuan I : ⎡S S1 = ⎢ 11 ⎣ S 21 S12 ⎤ S 22 ⎥⎦ 31 Dimana : S ij = 1 n ( xij − xi ) 2 ∑ n − 1 j =1 (3.8) Keterangan : r S11 = ragam dari x1 r S22 = ragam dari x 2 r r S12 = S21 = kovarian dari x1 dan x 2 Perlakuan II : ⎡S S 2 = ⎢ 11 ⎣ S 21 S12 ⎤ S 22 ⎥⎦ Dimana : S ij = 1 m ( y ij − y i ) 2 ∑ m − 1 j =1 (3.9) Keterangan : r S11 = ragam dari y1 r S22 = ragam dari y 2 r r S12 = S21 = kovarian dari y1 dan y 2 S geb = n −1 m −1 S1 + S2 n+m−2 n+m−2 (3.10) 32 D2 = [X −Y ] S [X −Y ] ' 1×2 −1 gab 2×2 (3.11) 2×1 2 = Thitung n.m .D 2 n+m (3.12) Fhitung = n + m − p −1 2 .T (n + m − 2) p hitung (3.13) Ftabel = Fv1 ,v2 (α ) (3.14) Dimana : v1 = p v2 = n + m − p − 1 Keterangan: n = jumlah sampel perlakuan I m = jumlah sampel perlakuan II p = banyaknya perlakuan α = taraf nyata Keputusan : Tolak H0 jika Fhtiung > Ftabel , yang mana berarti vektor rata-rata variabel-variabel dari perlakuan I berbeda dari vektor rata-rata variabel-variabel perlakuan II.