BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Kelainan Refraksi Kelainan refraksi

advertisement
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1 Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga
pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina (bintik kuning). Untuk memasukkan sinar
atau bayangan benda ke mata diperlukan suatu sistem optik. Diketahui bahwa bola mata
mempunyai panjang kira-kira 2.0 cm. Untuk memfokuskan sinar ke retina diperlukan
kekuatan 50.0 dioptri. Lensa berkekuatan 50.0 dioptri mempunyai titik api pada titik 2.0
cm (Ilyas , 2006, p1).
Pada mata yang tidak memerlukan alat bantu penglihatan (biasa disebut mata
normal) terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50.0
dioptri. Kornea mata mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata
berkekuatan 20% atau 10 dioptri (Ilyas , 2006, p1).
Menurut Ilyas (2006, p2) kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas
tidak dibentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik
pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan
lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina seperti terlihat
pada Gambar 3.1. Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan
tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik
yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmat.
12
Gambar 3.1 Mata Normal / Tanpa Kelainan Refraksi
Sebelum membahas lebih lanjut, adalah lebih baik mengetahui sedikit anatomi mata
yang memegang peranan di dalam kelainan refraksi. Pada penglihatan terdapat proses
yang cukup rumit oleh jaringan yang dilalui seperti membelokkan sinar, memfokuskan
sinar dan meneruskan rangsangan sinar yang membentuk bayangan yang dapat dilihat.
Menurut Ilyas (2006, p3) yang memegang peranan pembiasan sinar pada mata adalah:
1. Kornea
Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan
difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang
transparan merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang masuk
80% atau dengan kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh kornea ini.
2. Iris
Iris atau selaput pelangi yang berwarna akan menghalangi sinar masuk ke dalam
mata. Iris akan mengatur jumlah sinar masuk ke dalam pupil melalui besarnya
pupil.
13
3. Pupil
Pupil berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah sinar masuk ke
dalam bola mata.
4. Badan Siliar
Badan siliar merupakan bagian khusus uvea yang memegang peranan untuk
akomodasi dan menghasilkan cairan mata.
5. Lensa
Lensa yang jernih mengambil peranan membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri.
Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi.
Lensa ini menjadi kaku dengan bertambahnya umur sehingga akan menjadi
presbiopia.
6. Retina
Retina merupakan bungkus bola mata sebelah dalam dan terletak di belakang
pupil. Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan
benda sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal.
7. Saraf Optik
Saraf penglihat meneruskan rangsangan listrik dari mata untuk dikenali
bayangannya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2.
14
Gambar 3.2 Bagian Mata
Penglihatan seseorang ditentukan oleh tajam penglihatan, penglihatan warna dan
lapang pandangan. Penderita dengan kelainan refraksi terlihat mengedip lebih kurang
dibanding yang memiliki penglihatan normal (biasanya akan mengedip 4-6 kali dalam 1
menit).
Penderita dengan kelainan refraksi biasanya akan memberikan keluhan berikut :
•
Sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi
•
Mata mudah berair
•
Cepat mengantuk
•
Mata terasa pedas
•
Pegal pada bola mata
•
Penglihatan kabur
15
3.1.1 Emetropia
Emetropia (mata normal) berasal dari kata Yunani, emetros, yang berarti ukuran
normal atau pembiasan sinar dalam mata dalam keseimbangan wajar, dan opsis, yang
berarti penglihatan. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal, 6/6 atau 100%.
3.1.2 Ametropia
Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) berasal dari bahasa Yunani; ametros,
yang berarti tidak seimbang/sebanding, dan opsis, adalah penglihatan. Jadi ametropia
adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi dimana mata yang dalam keadaan
tanpa akomodasi atau istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak
terletak pada retina.
Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.
Lensa mata memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan
akomodasi atau bila melihat benda yang dekat.
Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea atau adanya perubahan
panjang bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini
disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmat.
Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan kecembungan
lensa akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi dimana
gangguan ini dapat terjadi pada usia lanjut yang disebut presbiopia.
16
Bentuk-bentuk ametropia (Ilyas, 2006, p25) :
A. Miopia (rabun jauh)
Miopia atau biasa disebut sebagai rabun jauh diakibatkan berkurangnya
kemampuan untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan jelas.
Menurut Jenkins (1981, p199) pada penderita miopia, titik fokus sinar yang
datang dari benda yang jauh jatuh di depan retina, seperti yang terlihat pada
Gambar 3.3 .
Gambar 3.3 Mata Miopia
Menurut Ilyas (2006, p30) faktor-faktor yang berkaitan dengan penyebab
terjadinya miopia :
1. faktor herediter atau keturunan
2. faktor lingkungan
3. faktor gizi
Menurut Ilyas (2006,p30) miopia pada anak dimasukkan ke dalam dua kelompok:
•
kongenital, yang biasanya miopia tinggi
•
developmental (perkembangan), yang biasanya terlihat pada anak berusia
7-10 tahun, tidak begitu berat dan lebih mudah ditangani.
17
Keduanya berjalan progresif dan memerlukan pemeriksaan kacamata yang teratur.
Sering terlihat pada anak miopianya berjalan progresif yang mungkin disebabkan
bekerja atau membaca dekat.
Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif di dalam dioptri, dimana 1.00
dioptri merupakan kekuatan lensa yang memfokuskan sinar sejajar pada jarak satu
meter.
Klasifikasi beratnya miopia :
•
miopia ringan <-2.00 dioptri
•
miopia sedang -2.00 hingga -6.00 dioptri
•
miopia berat -6.00 hingga -9.00 dioptri
•
miopia sangat berat >-9.00 dioptri
Miopia dapat diobati dengan menggunakan lensa negatif atau biasa juga disebut
lensa konkaf/divergen.
B. Hipermetropia
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah rabun dekat. Hipermetropia
lebih jarang dibandingkan dengan miopia. Penderita hipermetropia mengalami
kesulitan untuk melihat dekat akibat sukarnya lensa mata berakomodasi. Dan
biasanya keluhan akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia
yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk berakomodasi dan berkurangnya
kekenyalan lensa. Pada hipermetropia, fokus bayangan jatuh dibelakang retina,
seperti terlihat pada Gambar 3.4 . Adapun bentuk hipermetropia dimana penderita
mengalami kelainan refraksi sehingga memerlukan kacamata dengan lensa positif
untuk melihat jauh, hal ini disebut hipermetropia absolut. Untuk membantu
18
penglihatan bagi penderita hipermetropia digunakan lensa positif atau
konveks/konvergen (Jenkins, 1981, p199).
Gambar 3.4 Mata Hipermetropia
C. Astigmat (Silinder)
Yang dimaksud dengan astigmat atau silinder disini adalah terdapatnya
variasi kelengkungan kornea atau lensa mata pada meridian yang berbeda yang
akan menyebabkan sinar tidak terfokus pada satu titik sehingga penderita tidak
dapat melihat dengan fokus/berbayang (Ilyas, 2006, p43) seperti yang dapat
dilihat pada Gambar 3.5 . Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval
seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut.
Umumnya setiap orang mempunyai astigmat ringan. Astigmat bisa
bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir dan biasanya berjalan bersama dengan
miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup.
Gambar 3.5 Mata Astigmat
19
Menurut Ilyas (2006, p45) seorang penderita astigmat biasanya akan memberikan
keluhan :
•
Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
•
Melihat benda bulat menjadi lonjong
•
Pada astigmat, penglihatan akan kabur untuk jauh maupun dekat
•
Untuk melihat sering mengecilkan celah kelopak mata
•
Sakit kepala
•
Mata tegang atau pegal
•
Mata cepat lelah
Satuan atau ukuran pada astigmat dinyatakan dengan silinder dapat dengan
notasi minus ataupun notasi plus. Dimana pada astigmat terdapat axis yang
menyatakan sudut sumbu garis yang menghubungkan titik pertengahan pupil
dengan titik nodus.
Kenaikan silinder berpengaruh juga terhadap besar pertumbuhan spheres untuk
miopia maupun astigmat. Misal kenaikan silinder sebesar -0.25 maka dapat berarti
kenaikan spheres sebesar -0.25 dan notasi kenaikan silinder menjadi +0.25 dengan
axis ditambah atau dikurangi 90o . Hal ini dapat terjadi karena adanya ekuivalensi
silinder terhadap spheres. Contoh : dalam resep didapat ukuran Sph -1.00 Cyl 0.50 Axis 90o (notasi silinder minus) maka akan sama dengan Sph -1.50 Cyl
+0.50 Axis 180o (notasi silinder menjadi plus).
Untuk koreksi astigmat digunakan lensa silinder.
20
D. Presbiopia (mata tua)
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia,
dimana akomodasi yang diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan
berkurang. Pada umumnya jika telah berada pada usia diatas 40 tahun seseorang
akan membutuhkan kacamata baca akibat telah terjadinya presbiopia (Jenkins,
1981, p199).
Untuk
membantu
kekurangan
daya
akomodasi
pada
presbiopia
dipergunakan lensa positif untuk menambah kekuatan lensa yang berkurang
sesuai usia. Menurut Ilyas (2006, p48) pada pasien presbiopia diperlukan
kacamata baca atau adisi/penambahan untuk membca dekat yang berkekuatan
tertentu, biasanya :
•
+1.00 dioptri untuk usia 40 tahun
•
+1.50 dioptri untuk usia 45 tahun
•
+2.00 dioptri untuk usia 50 tahun
•
+2.50 dioptri untuk usia 55 tahun
•
+3.00 dioptri untuk usia 60 tahun
Dikarenakan jarak baca biasanya adalah 33 cm, maka adisi +3.00 dioptri adalah
lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang.
Suatu keadaan dimana mata mempunyai kelainan refraksi yang berbeda antara
mata kanan dan kiri disebut anisometropia.
21
Dioptri adalah ukuran kekuatan pembiasan sebuah lensa sebagai bagian meter,
dimana bila lensa memfokuskan sinar sejajar melalui lensa yang berkekuatan 1.00 dioptri
dibiaskan pada jarak 1 meter.
3.2 Kacamata
Terdapat berbagai alat dan cara untuk memperbaiki tajam penglihatan seperti
menggunakan kacamata, lensa kontak maupun bedah refraksi.
Seperti diketahui kacamata merupakan alat bantu penglihatan yang paling banyak
dipergunakan oleh karena perawatan yang lebih mudah dan relatif lebih murah. Tetapi
menggunakan kacamata juga terdapat keluhan-keluhan seperti :
•
kacamata tidak selalu bersih
•
coating kacamata mengurangi kecerahan warna benda yang dilihat
•
mengubah wajah
•
jika ukuran dioptri/spheres tinggi lensa tebal
•
sering pegal pada pangkal hidung dan telinga
3.3 Lensa
Pada kacamata lensa merupakan bagian yang paling penting sebab lensa itulah
yang memberikan koreksi penglihatan. Lensa bekerja membelokkan jalan sinar yang
disebut pembiasan atau refraksi. Lensa bersifat menyebarkan atau memusatkan sinar
yang melaluinya.
22
Menurut Ilyas (2006, p101) untuk membantu koreksi penglihatan lensa terdapat
beberapa jenis, yaitu :
1. lensa negatif (lensa divergen atau lensa konkaf)
Lensa negatif dapat dengan permukaan plano konkaf, konkaf gand dan konkaf
konveks. Lensa ini tebal pada bagian perifer/tepi lensa dan pada bagian sentral
lebih tipis. Lensa ini digunakan untuk koreksi miopia/rabun jauh.
Gambar 3.6 Koreksi Miopia Dengan Lensa Konkaf
2. lensa postif (lensa konvergen atau lensa konveks)
Lensa positif dipergunakan untuk koreksi hipermetropia/rabun dekat. Lensa ini
kebalikan dari lensa negatif, dimana bagian perifer lebih tipis dibandingkan
bagian sentral.
Gambar 3.7 Koreksi Hipermetropia Dengan Lensa Konveks
23
3. lensa cylinder (silinder)
Lensa ini diperlukan untuk memperbaiki kelainan refraksi astigmat. Lensa silinder
mempunyai kekuatan maksimal pada satu sumbu. Sumbu dari bagian yang
melengkung disebut sebagai sumbu silinder atau biasa disebut axis. Letak sumbu
pada mata berkisar antara 0 hingga 180 derajat.
Gambar 3.8 Koreksi Astigmat Dengan Lensa Cylinder
Berdasarkan bahannya lensa terdapat dua jenis yaitu lensa kaca dan lensa plastik.
Keuntungan dan kerugian lensa kaca dibandingkan dengan lensa plastik :
a. Lensa kaca lebih mudah berembun dibandingkan lensa plastik;
b. Lensa kaca lebih mudah pecah dibandingkan lensa plastik;
c. Lensa plastik lebih mudah tergores dibandingkan lensa kaca;
d. Lensa kaca lebih berat dibandingkan lensa plastik;
e. Lensa kaca lebih tipis dibandingkan lensa plastik.
Berdasarkan fokusnya lensa dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Lensa Single Vision (SV), atau lensa single focus yaitu lensa untuk koreksi satu
masalah penglihatan saja;
24
b. Lensa Bifocal/Bifocus , yaitu lensa yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
digunakan untuk koreksi dua masalah penglihatan dimana lensa yang bagian
atasnya untuk koreksi penglihatan jauh dan bagian bawah untuk koreksi
penglihatan dekat;
c. Lensa Multifocus, biasa disebut juga lensa progressive, yaitu lensa yang seperti
bifocus akan tetapi tanpa batas garis dengan kekuatan spheresnya bertambah
perlahan dari atas hingga bawah, kelebihannya selain dapat digunakan untuk
melihat jauh dan dekat dapat pula untuk melihat jarak menengah/sedang.
3.4 Spheres
Spheres adalah ukuran lensa yang ditulis pada resep untuk lensa koreksi yang
menyatakan bentuk lensa (negatif atau positif) dan besar koreksi mata yang diperlukan
dengan satuan dioptri (Ilyas, 2006, p150).
3.5 Inferensia Statistik
Menurut Walpole (1995, p238) inferensia statistik dapat dikelompokkan ke dalam
dua bidang utama yaitu :
1. pendugaan parameter
2. pengujian hipotesis
3.5.1 Pendugaan Parameter
Suatu statistik Θ̂ merupakan nilai dugaan bagi parameter populasi Ө. Misalnya,
nilai x merupakan nilai dugaan bagi parameter populasi μ.
25
Tidak dapat dibayangkan bahwa suatu penduga akan menduga parameter
populasinya tanpa galat. Jadi tidak dapat dibayangkan bahwa x akan menduga μ secara
tepat, tetapi tentu saja diharapkan bahwa penduga itu tidak terlalu jauh menyimpang dari
parameternya.
ˆ) =θ .
Statistik Θ̂ dikatakan penduga takbias bagi parameter θ bila μ Θˆ = E (Θ
Di antara semua kemungkinan penduga takbias bagi parameter θ, yang ragamnya
terkecil adalah penduga paling efisien bagi θ. Akan tetapi penduga takbias yang paling
efisien sekalipun kecil sekali kemungkinannya menduga parameter populasi secara tepat
betul. Jadi untuk penduga yang lebih baik digunakan dugaan selang. Secara umum
dugaan selang bagi parameter populasi θ adalah suatu selang yang berbentuk Θ̂ < Θ < Θ̂
(Walpole, 1995, p241).
3.5.1.1 Dalil Limit Pusat
Bila contoh acak berukuran n ditarik dari suatu populasi yang besar atau tak
hingga dengan nilai tengah μ dan ragam σ 2 , maka nilai tengah contoh x akan menyebar
menghampiri normal dengan nilai tengah contoh μ x = μ dan simpangan baku
σx =
σ
n
. Dengan demikian z =
x−μ
σ
~ normal baku.
(3.1)
n
Dalil limit pusat berlaku pula untuk σ yang tidak diketahui asalkan n≥20, bagaimanapun
bentuk populasinya (Agresti, 1999).
26
3.5.1.2 Pendugaan Beda Dua Nilai Tengah Populasi
Bila terdapat dua populasi dengan nilai tengah μ1 dan μ2 dan ragam σ 12 dan σ 22
maka penduga titik bagi selisih antara μ1 dan μ2 diberikan oleh statistik X 1 − X 2 . Oleh
karena itu, untuk mendapatkan nilai dugaan titik bagi μ1 - μ2 , diambil dua contoh acak
bebas, satu dari masing-masing populasi, yang berukuran n1 dan n2 , dan kemudian
menghitung selisih kedua nilai tengah contohnya x1 − x 2 .
Menurut Agresti (1999, p14) bila kedua sampel diambil dari populasi normal,
atau bila n1≥20 dan n2 ≥20, maka biasanya diperoleh selang kepercayaan bagi μ1 - μ2
yang valid dengan didasarkan pada sebaran penarikan contoh bagi X 1 − X 2 , sekiranya
akan menyebar normal dengan nilai tengah μ x1 − x2 = μ1 − μ 2 dan simpangan baku sebesar
2
2
σ x − x = ( S1 n ) + ( S 2 n ) . Dengan demikian diperoleh peubah acak normal baku
1
2
1
Z=
2
(x1 − x2 ) − (μ1 − μ 2 )
(3.2)
⎡ S12
S 22 ⎤
+
⎢⎣ n1
n2 ⎥⎦
Akan jatuh antara - zα dan zα dengan peluang 1-α.
2
S12 = ragam sampel pertama
S 22 = ragam sampel kedua
n1 = jumlah sampel pertama
n2 = jumlah sampel kedua
x1 = rata-rata sampel pertama
x2 = rata-rata sampel kedua
2
27
maka selang kepercayaan sampel besar (1-α)100% bagi μ1 - μ2 adalah
(x1 − x2 ) − z α
2
S12 S 22
+
< μ1 − μ 2 < ( x1 − x 2 ) + z α
n1 n2
2
S12 S 22
+
n1 n2
(3.3)
Dalam hal ini zα 2 adalah nilai peubah normal baku z yang luas daerah sebelah kanannya
sebesar α/2.
3.5.2 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis statistik merupakan bidang paling penting dalam inferensia
statistik. Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih
populasi. Hipotesis yang dirumuskan dengan harapan akan ditolak diistilahkan hipotesis
nol, dengan lambang H0 . Yang mana penolakan H0 mengakibatkan penerimaan suatu
hipotesis alternatif, yang dilambangkan dengan H1 (Walpole, 1995, p288)
3.5.2.1 Uji Z Untuk Perbandingan Dua Buah Nilai Tengah Sampel Besar
Menurut Agresti (1999, p215) ada beberapa cara untuk membandingkan rata-rata
dari 2 buah sampel bebas. Tetapi semua itu bergantung kepada standar deviasi dari
sebaran sampel sebagai standar error yang mana diasumsikan bahwa sampel yang
diambil normal atau sampel yang diambil besar (setidaknya n1 dan n2 ≥20).
Meurut Agresti (1999, p215) untuk uji signifikan rata-rata 2 buah sampel besar (n1≥20,
n2≥20) dari hipotesis ini menggunakan X 1 − X 2 dan standar error.
28
Hipotesis :
1. Right – tailed test
H 0 = μ1 ≤ μ 2
H 1 = μ1 > μ 2
2. Left – tailed test
H 0 = μ1 ≥ μ 2
H 1 = μ1 < μ 2
3. Two – tailed test
H 0 = μ1 = μ 2
H 1 = μ1 ≠ μ 2
Statistik uji sampel besar z :
z=
( x1 − x 2 ) − ( μ1 − μ 2 )
S12 n1 + S 22 n 2
(3.4)
Dimana
S i2 =
ni
ni
j =1
j =1
ni ∑ xij2 − (∑ xij ) 2
ni (ni − 1)
Keterangan :
S12 = ragam sampel pertama
S 22 = ragam sampel kedua
n1 = jumlah sampel pertama
n2 = jumlah sampel kedua
(3.5)
29
x1 = rata-rata sampel pertama
x2 = rata-rata sampel kedua
Keputusan :
1. Tolak H0 bila zhitung>zα
2. Tolak H0 bila zhitung <-zα
3. Tolak H0 bila zhitung <-zα/2 dan zhitung>zα/2
Menggunakan tabel sebaran z.
3.5.2.2 Uji T2 Hotelling
Statistik T2-Hotelling digunakan untuk uji ketidaksamaan rata-rata multivariat dari
2 populasi (dalam hal ini berbentuk vektor). Uji ini cocok untuk membandingkan respon
dari satu set populasi eksperimen dengan respon bebas dari set populasi eksperimen yang
lainnya. T2-Hotelling adalah distribusi sampling untuk menguji hipotesis yang sampelnya
berbentuk matriks (Morrison, 1976, p188).
Hipotesis :
r
r
H 0 : μ1 − μ 2 = 0
r
r
H 1 : μ1 − μ 2 ≠ 0
Uji statistik :
Misalkan akan diuji rata-rata respon dari dua populasi eksperimen dimana
terdapat 2 sifat respon yang dihasilkan. Masing-masing sampel bebas (X dan Y saling
bebas).
30
Perlakuan I (X) :
⎡x
X = ⎢ 11
⎣ x 21
x12 .... x1n ⎤
x 22 .... x 2 n ⎥⎦
Perlakuan II (Y) :
⎡y
Y = ⎢ 11
⎣ y 21
y12 .... y1m ⎤
y 22 .... y 2 m ⎥⎦
⎡x ⎤
X = ⎢ 1⎥
⎣ x2 ⎦
(3.6)
⎡y ⎤
Y = ⎢ 1⎥
⎣ y2 ⎦
(3.7)
Keterangan :
r
x1 = rata-rata dari x1
r
x2 = rata-rata dari x 2
r
y1 = rata-rata dari y1
r
y 2 = rata-rata dari y 2
Perlakuan I :
⎡S
S1 = ⎢ 11
⎣ S 21
S12 ⎤
S 22 ⎥⎦
31
Dimana :
S ij =
1 n
( xij − xi ) 2
∑
n − 1 j =1
(3.8)
Keterangan :
r
S11 = ragam dari x1
r
S22 = ragam dari x 2
r
r
S12 = S21 = kovarian dari x1 dan x 2
Perlakuan II :
⎡S
S 2 = ⎢ 11
⎣ S 21
S12 ⎤
S 22 ⎥⎦
Dimana :
S ij =
1 m
( y ij − y i ) 2
∑
m − 1 j =1
(3.9)
Keterangan :
r
S11 = ragam dari y1
r
S22 = ragam dari y 2
r
r
S12 = S21 = kovarian dari y1 dan y 2
S geb =
n −1
m −1
S1 +
S2
n+m−2
n+m−2
(3.10)
32
D2 =
[X −Y ] S [X −Y ]
'
1×2
−1
gab
2×2
(3.11)
2×1
2
=
Thitung
n.m
.D 2
n+m
(3.12)
Fhitung =
n + m − p −1 2
.T
(n + m − 2) p hitung
(3.13)
Ftabel = Fv1 ,v2 (α )
(3.14)
Dimana :
v1 = p
v2 = n + m − p − 1
Keterangan:
n = jumlah sampel perlakuan I
m = jumlah sampel perlakuan II
p = banyaknya perlakuan
α = taraf nyata
Keputusan :
Tolak H0 jika Fhtiung > Ftabel , yang mana berarti vektor rata-rata variabel-variabel dari
perlakuan I berbeda dari vektor rata-rata variabel-variabel perlakuan II.
Download