BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Modal Manajemen

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Modal
Manajemen keuangan terdapat 3 fungsi utama, yaitu pengunaan dana yang
menyangkut keputusan investasi, fungsi mendapatkan dana yang menyangkut
keputusan pombelanjaan (pendanaan) serta fungsi pengalokasian laba yang
menyangkut kebijakan dividen. Struktur modal perusahan merupakan bagian dari
struktur keuangan perusahaan yang mengulas tentang cara perusahaan mendanai
aktivanya, dengan demikian terkait fungsi mendapatkan dana dari manajemen
keuangan. Pernyataan bahwa struktur modal merupakan bagian dari struktur
keuangan perusahaan didasarkan pada cakupan struktur keuangan yang lebih luas
dibandingkan struktur modal.
Struktur keuangan perusahaan menggambarkan bagaimana cara perusahaan
mendanai aktivanya, baik dengan utang jangka pendek, utang jangka panjang
ataupun modal pemegang saham. Dalam neraca, struktur keuangan perusahaan
nampak pada sisi kanan. Struktur modal mengarah pada pendanaan perusahaan
yang menggunakan utang jangka panjang, saham preferen ataupun modal
pemegang saham. Pada hakikatnya, struktur modal yang merupakan kombinasi
utang dan ekuitas dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan lebih
9
menggambarkan target komposisi utang dan modal (ekuitas) dalam jangka
panjang pada suatu perusahaan (Bernstein & Wild dalam Sugiarto, 2009).
Struktur modal pada setiap perusahaan ditetapkan dengan memperhitungkan
berbagai aspek atas dasar kemungkinan akses dana, keberanian perusahaan
menanggung resiko, rencana strategis pemilik, serta analisis biaya dan manfaat
yang diperoleh dari tiap sumber dana (Sugiarto, 2009).
2.1.1 Struktur Modal yang Ditargetkan
Tujuan manajemen struktur modal adalah untuk mencampur sumber permanen
dana yang digunakan oleh perusahaan dengan cara akan memaksimalkan harga
saham biasa perusahaan. Dengan kata lain, tujuan ini dapat dilihat sebagai
pencarian untuk menemukan campuran yang akan meminimalkan biaya komposit
modal perusahaan. Campuran sumber-sumber dana perusaahan yang tepat ini
dapat disebut struktur modal yang optimal (Keown, 2001).
Pertama-tama perusahaan harus menganalisis beberapa faktor, kemudian
menetapkan struktur modal yang ditargetkan (target capital structure). Target
bisa berubah sewaktu-waktu sesuai kondisi, tetapi manajemen harus mempunyai
gambaran target struktur modal yang spesifik setiap saat. Jika rasio utang yang
sesungguhnya berada dibawah tingkat yang ditargetkan, ekspansi modal mungkin
perlu dilakukan dengan menggunakan pinjaman, sementara jika rasio utang sudah
melampaui target, saham mungkin perlu digunakan.
10
Kebijakan struktur modal melibatkan pertimbangan (trade-off) antara resiko dan
tingkat pengembalian:
a. Menggunakan lebih banyak utang berarti memperbesar resiko yang
ditanggung pemegang saham.
b. Menggunakan
lebih
banyak
utang
juga
memperbesar
tingkat
pengembalian yang diharapkan.
Resiko yang semakin tinggi cenderung menurunkan harga saham, tetapi
meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return)
akan meningkatkan harga saham tersebut. Karena itu, struktur modal yang
optimal harus berada pada keseimbangan antara resiko dan pengembalian yang
memaksimumkan harga saham (Brigham, 2001).
2.1.2 Faktor Keputusan Struktur Modal
Faktor-faktor
yang
umumnya
dipertimbangkan
oleh
perusahaan
ketika
mengambil keputusan mengenai struktur modal:
1. Stabilitas penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman
memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak
stabil. Perusahaan umum, karena permintaan atas produk atau jasanya
stabil, secara historis mampu menggunakan lebih banyak leverage
keuangan daripada perusahaan industri.
11
2. Struktur aktiva
Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit
cenderung lebih banyak menggunakan banyak utang. Aktiva multiguna
yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang
baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan tertentu tidak
begitu baik untuk dijadikan jaminan. Karena itu, perusahaan real estate
biasanya mempunyai leverage yang tinggi, sedangkan perusahaan yang
terlibat dalam penelitian teknologi tidak demikian (Brigham, 2001).
3. Leverage operasi
Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih
mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena ia akan
mempunyai resiko bisnis yang lebih kecil, jika hal-hal lain tetap sama.
Resiko bisnis atau tingkat resiko yang terkandung dalam operasi
perusahaan apabila ia tidak menggunakan utang. Makin besar resiko
bisnis perusahaan, makin rendah resiko utang yang optimal (Brigham,
2001).
4. Tingkat pertumbuhan
Tingkat pertumbuhan perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih
banyak mengandalkan modal eksternal, jika hal-hal yang lain tetap sama.
Lebih jauh lagi, biaya pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih
besar daripada biaya untuk penerbitan surat utang, yang mendorong
perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan utang. Namun, pada saat
yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi
12
ketidakpastian
yang
lebih
besar,
yang
cenderung
mengurangi
keinginannya untuk menggunakan utang.
5. Profitabilitas
Seringkali pengamatan penunjukan bahwa perusahaan dengan tingkat
pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif
kecil. Meskipun tidak ada pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun
penjelasan praktis atas kenyataan ini adalah bahwa perusahaanperusahaan yang menguntungkan, seperti Intel, Microsoft, dan Coca Cola
memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan utang. Tingkat
pengembaliannya yang tinggi memungkinkan mereka untuk membiayai
sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang
dihasilkan secara internal.
6. Posisi pajak perusahaan
Alasan utama menggunakan utang adalah karena biaya bunga dapat
dikurangkan dalam perhitungan pajak, sehingga menurunkan biaya utang
yang sesungguhnya. Akan tetapi, jika sebagian besar dari pendapatan
perusahaan telah terhindar dari pajak karena perhitungan penyusutan,
bunga pada utang yang beredar saat ini, atau kerugian pajak yang
dikompensasi ke muka, maka tambahan utang tidak banyak memberi
manfaat sebagaimana yang dirasakan perusahaan dengan tarif pajak
efektif yang lebih tinggi (Brigham, 2001). Bunga merupakan beban yang
dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut
sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi.
13
Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan, maka besar manfaat
penggunaan utang (Brigham, 2001).
7. Pengendalian
Pengaruh utang lawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen
dapat mempengaruhi struktur modal. Apabila managemen saat ini
mempunyai hak suara untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai
saham lebih dari 50 persen) tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk
membeli saham tambahan, mereka mungkin memilih utang untuk
pembiayaan baru. Dari lain pihak, manajemen mungkin memutuskan
untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan perusahaan sangat
lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa perusahaan pada
resiko kebangkrutan, karena jika perusahaan jatuh bangkrut, para manajer
tersebut akan kehilangan pekerjaan. Tetapi, jika utangnya terlalu kecil,
manajemen menghadapi resiko pengambilalihan. Jadi, pertimbangan
pengendalian tidak selalu menghendaki penggunaan utang atau ekuitas
karena jenis modal yang memberi perlindungan terbaik bagi manajemen
bervariasi dari satu situasi ke situasi yang lain. Bagaimana pun, jika posisi
manajemen sangat rawan, situasi pengendalian perusahaan akan
dipertimbangkan (Brigham, 2001).
8. Sikap manajemen
Karena tidak seorang pun dapat membuktikan bahwa struktur modal yang
satu akan membuat harga saham lebih tinggi daripada struktur modal
lainnya, manajemen dapat melakukan pertimbangan sendiri terhadap
struktur modal yang tepat. Sejumlah manajemen cenderung lebih
14
konservatif daripada manajemen lainnya, sehingga menggunakan jumlah
utang yang lebih kecil daripada rata-rata perusahaan dalam industri yang
bersangkutan, sementara manajemen lain lebih cenderung menggunakan
banyak utang dalam usaha manajer laba yang lebih tinggi (Brigham,
2001).
Sebagian manajer lebih agresif dari yang lain, sehingga sebagian
perusahaan lebih cenderung menggunakan utang untuk meningkatkan
laba. Faktor ini tidak mempengaruhi struktur modal yang optimal atau
yang memaksimalkan nilai, tetapi akan mempengaruhi struktur modal
yang ditargetkan yang ditetapkan manajer (Brigham, 2001).
9. Sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat
Tanpa memperhatikan analisis para manajer atas faktor-faktor leverage
yang tepat bagi perusahaan mereka, sikap para pemberi pinjaman dan
perusahaan penilai peringkat (rating agency) seringkali mempengaruhi
keputusan struktur modal. Dalam sebagian besar kasus, perusahaan
membicarakan struktur modalnya dengan memberi pinjaman dan lembaga
penilai peringkat serta sangat memperhatikan masukan yang diterima.
10. Kondisi Pasar
Kondisi di pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka
panjang dan pendek yang dapat sangat berpengaruh terhadap struktur
modal perusahaan yang optimal. Misalnya, selama situasi kacaunya kredit
belum lama ini di A.S., pasar obligasi bernilai rendah (junk bonds)
kosong, dan tidak ada pasar dengan tingkat suku bunga yang “wajar”
untuk obligasi jangka panjang yang baru dengan peringkat dibawah tiga
15
B. Karena itu, perusahaan berperingkat rendah yang membutuhkan modal
terpaksa beralih ke pasar saham atau pasar utang jangka pendek, tanpa
memperdulikan struktur modal yang ditargetkan. Tetapi, setelah keadaan
membaik, perusahaan ini dapat menjual obligasi untuk mengembalikan
struktur modalnya yang ditargetkan semula.
11. Kondisi internal perusahaan
Kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal
yang ditargetkannya. Misalnya, andaikan suatu perusahaan baru saja
menyelesaikan program litbang-nya dan perusahaan tersebut meramalkan
laba yang lebih tinggi dalam waktu dekat. Namun, kenaikan laba tersebut
belum diantisipasi oleh investor, karena belum tercermin dalam harga
saham. Perusahaan ini tidak ingin menerbitkan saham-ia lebih menyukai
pembiayaan dengan utang sampai kenaikan laba tersebut terealisasi dan
tercermin pada harga saham. Kemudian pada saat itu perusahaan akan
menerbitkan saham biasa, melunasi utang, dan kembali pada struktur
modal yang ditargetkan (Brigham, 2001).
12. Fleksibilitas keuangan
Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menambah modal dengan
persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk, para manajer
dana perusahaan mengetahui bahwa penyediaan modal yang mantap
diperlukan untuk operasi yang stabil, yang merupakan faktor yang sangat
menentukan keberhasilan jangka panjang. Mereka juga mengetahui
bahwa dalam keadaan perekonomian yang sulit, atau bila perusahaan
menghadapi kesulitan operasi, pada pemilik modal lebih suka
16
menanamkan modalnya pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik.
Karena itu, kemungkinan tersedianya dana di masa mendatang, dan
konsekuensi akibat kurangnya dana, sangat berpengaruh terhadap struktur
modal yang ditargetkan semakin besar kemungkinan kebutuhan modal
dimasa mendatang (Brigham, 2001).
2.2 Teori Struktur Modal
Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958, ketika Profesor
Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller mempublikasikan apa yang
disebut sebagai artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis.
Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat membatasi, MM membuktikan
bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Dengan
kata lain, hasil-hasil MM menyatakan bahwa tidak menjadi masalah bagaimana
perusahaan membiayai operasinya (struktur modal tidak relevan). Tetapi, studi
MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain:
1. Tidak ada biaya broker (pialang).
2. Tidak ada pajak.
3. Tidak ada biaya kebangkrutan.
4. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama
dengan perseroan.
5. Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen
mengenai peluang investasi perusahaan di masa mendatang.
6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang.
17
Meskipun beberapa dari asumsi ini terlihat tidak realistis, hasil-hasil MM yang
tidak relevan sangat penting artinya. Dengan menunjukan kondisi-kondisi dimana
struktur modal tidak relevan, MM juga memberikan beberapa petunjuk kepada
kita tentang apa yang diperlukan bagi struktur modal agar menjadi relevan
sehingga akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Hasil kerja MM menandai
awal dari riset atas struktur modal modern, dan riset selanjutnya dipusatkan untuk
melemahkan asumsi-asumsi MM dengan upaya mengembangkan teori struktur
modal yang lebih realistis (Brigham, 2001).
2.2.1 Efek Pajak
MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 yang melemahkan asumsi
tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan
pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran deviden kepada pemegang
saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini mendorong
perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur modal mereka. Sebenarnya,
MM memperlihatkan bahwa jika semua asumsi yang lain berlaku, perbedaan
perlakuan ini menyebabkan suatu situasi yang memerlukan pembelanjaan dengan
100 persen uang.
Kesimpulan ini diubah beberapa tahun kemudian oleh Merton Miller (kali ini
tanpa Modigliani) ketika ia membahas efek dari pajak perorangan. Ia menyatakan
bahwa semua penghasilan dari obligasi pada umumnya adalah bunga, yang
dikenakan pajak sebagai penghasilan perorangan pada tarif yang mencapai 39
persen, sementara penghasilan dari saham biasanya sebagian berasal dari dividen
dan sebagian dari keuntungan modal. Selanjutnya, keuntungan modal dikenakan
18
pajak dengan tarif maksimum 28 persen dan pajak ini ditangguhkan sampai
saham itu terjual dan keuntungan terealisasi. Jika saham itu ditahan sampai si
pemiliki meminggal, tidak ada pajak keuntungan modal apa pun yang harus
dibayar. Jadi, bila ditimbang pengambilan atas saham biasa dikenakan pajak
dengan tarif efektif yang lebih rendah daripada pengembalian atas utang. Karena
situasi pajak ini, Miller berpendapat bahwa investor bersedia menerima
pengembalian atas saham sebelum pajak yang relatif rendah dibandingkan
dengan pengembalian atas obligasi sebelum pajak.
Sesuai dengan yang dikemukakan Miller, (1) dapat dikurangkannya bunga untuk
tujuan pajak menguntungkan penggunaan pembiayaan dengan utang, tetapi (2)
perlakuan pajak yang lebih menguntungkan atas penghasilan dari saham
menurunkan tingkat pengembalian yang diisyaratkan pada saham dan dengan
demikian menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan ekuitas. Sulit untuk
menentukan beberapa efek bersih dari kedua faktor ini. Kebanyakan pengamat
yakin bahwa dapat dikurangkanya bunga mempunyai efek yang lebih besar,
sehingga sistem pajak kita masih menguntungkan perseroan yang menggunakan
utang. Namun, efek itu jelas berkurang dengan tarif pajak keuntungan modal
yang lebih rendah (Brigham, 2001).
2.2.2 Teori Trade-Off
Teori Trade-Off menggambarkan bahwa struktur modal yang optimal dapat
ditentukan dengan menyeimbangkan keutungan atas penggunaan utang (tax
shield benefit of leverage) dengan cost of financial distress dan agency problem.
Teori Trade-Off menekankan pada permasalahan pajak, financial distress cost
19
dan agency (Sugiarto, 2009). Utang memberikan kesempatan perusahaan untuk
menjalankan investasi yang menghasilakn NPV positif. Pada kondisi perusahaan
tidak memiliki dana yang cukup, maka perusahaan tidak dapat melakukan
pengembangan investasi. Utang juga memunculkan sinyal “berita baik” dalam
teori pemberian isyarat, yang menganggap bahwa penggunaan utang merupakan
sinyal bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik (Sugiarto, 2009).
Manfaat berutang terkait pajak penghasilan badan dan pajak penghasilan pribadi
mempengaruhi laba perusahaan dan juga daya tarik penerbitan utang relatif
terhadap penerbitan saham, disamping pertimbangan cost of fund dari kebijkaan
berutang yang lebih rendah dalam kondisi normal (Stultz & Johnson, 1985 dalam
Sugiarto, 2009). Ketika pajak penghasilan naik maka perusahaan cenderung
menaikan porsi utangnya dan penurunan pajak penghasilan pribadi atas deviden
atau capital gain akan cenderung mengurangi pemakaian utang oleh perusahaan
(Sugiarto, 2009).
Argumen-argumen terdahulu mengarah pada perkembangan yang disebut dengan
“teori trade off dari leverage”, dimana perusahaan menyeimbangkan manfaat
dari pendanaan dengan utang (perlakuan pajak perseroan yang menguntungkan)
dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi. Ringkasan teori
trade-off diungkapkan secara grafis dalam gambar:
20
Nilai Saham Bigbee
Nilai tambah karena
manfaat perlindungan
pajak dan utang
Hasil MM yg menggabungkan
efek perpajakan perseroan :
harga saham jika tidak ada
biaya kebangkrutan.
Pengurangan nilai saham karena
biaya kebangkrutan.
Harga Saham Sebenarnya.
Nilai
saham
jika tidak ada
utang = $20
Nilai
saham
jika
perusahaan
tidak
menggunakan Leverage
Keuangan
D1
Tingkat Ambang Utang dimana Biaya
Kebangkrutan Mulai menjadi
Material
Leverage, D/A
D2
Struktur modal yang optimal : Manfaat
Marginal dari Perlindungan Pajak : Biaya
Kebangkrutan Marginal
Gambar 2.1 Teori Trade-Off
Sumber: Brigham, 2001
Berikut ini adalah beberapa pengamatan atas grafik tersebut:
1. Kenyataan bahwa bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan telah
mengakibatkan utang lebih murah daripada saham biasa atau saham
preferen. Akibatnya, pemerintah membayar sebagian dari biaya modal
yang bersumber dari utang, atau dengan kata lain, utang memberikan
manfaat perlidungan pajak. Hasilnya, penggunaan utang mengakibatkan
peningkatan porsi laba operasi perusahaan (EBIT) yang mengalir ke
investor. Jadi, semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya
dan harga sahamnya. Berdasarkan asumsi makalah Modigliani-Miller
21
dengan pajak, harga saham perusahaan akan dimaksimumkan jika ia
menggunakan 100 persen utang, dan garis yang disebut sebagai “Hasil
MM yang menggunakan Efek Pajak Perseroan” pada gambar yang
memperlihatkan gagasan mereka tentang hubungan diantara harga saham
dan utang.
2. Kenyataannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan utang 100
persen. Salah satu alasannya adalah kenyataan bahwa pemegang saham
mendapat keuntungan dari pajak keuntungan modal yang lebih rendah.
Lebih penting lagi, perusahaan membatasi penggunaan utang untuk
menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan.
3. Ada suatu tingkat utang yang merupakan ambang batas, disebut D1 pada
gambar, dimana untuk jumlah utang yang lebih rendah dari tingkat
tersebut, kemungkinan kebangkrutan sangat kecil sehingga tidak material.
Akan tetapi, setelah D1 dilampaui, biaya berkaitan kebangkrutan akan
semakin besar, dan hal itu semakin mengurangi manfaat pajak yang
disebabkan oleh utang. Dalam kisaran dari D1 ke D2, biaya kebangkrutan
kecil, tetapi belum menghapus sama sekali manfaat pajak dari utang
sehingga harga saham naik (meskipun kenaikannya masih kecil) dengan
bertambahnya jumlah utang. Tetapi, setelah titik D2, jumlah biaya
kebangkrutan melebihi keringanan pajak sehingga mulai titik ini
peningkatan resiko utang akan menurunkan nilai saham. Karena itu, D2
menunjukan struktur modal yang optimal. D1 dan D2 berbeda-beda
diantara
perusahaan,
kebangkrutan mereka.
tergantung
pada
resiko
bisnis
dan
biaya
22
4. Sekalipun teori dan bukti empiris mendukung bentuk umum dari kurva
dalam gambar, grafik ini harus dipandang sebagai pendekatan, bukan
fungsi – fungsi yang didefinisikan secara tepat.
5. Aspek lain yang menganggu dari teori struktur modal seperti disajikan
pada gambar adalah kenyataan bahwa banyak perusahaan besar yang
berhasil, seperti Intel dan Microsoft, menggunakan utang yang jauh lebih
kecil daripada yang dianjurkan menurut teori tersebut (Brigham,2001).
2.2.2.1 Model Trade-Off
Menurut Modigliani & Miller (1963) dalam Sugiarto (2009), perusahaan lebih
suka menggunakan utang dibandingkan ekuitas karena utang mampu mengurangi
pajak atas pembayaran bunga. Agency cost/tax shield trade-off model mengambil
asumsi bahwa struktur modal perusahaan ditentukan dengan mempertimbangkan
manfaat pengurangan pajak ketika utang meningkat disatu sisi dan meningkatnya
agency cost ketika utang meningkat disisi yang lain. Ketika manfaat pengurangan
pajak masih lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan agency cost dan biaya
kebangkrutan maka perusahaan masih bisa meningkatkan utangnya dan
peningkata utang harus dihentikan ketika pengurangan pajak atas utang tersebut
sudah lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan agency cost dan biaya
kebangkrutan (Twite, 2001 dalam Sugiarto, 2009).
Model trade-off mengemukakan, semakin besar pengunaan hutang, semakin
besar keuntungan dari penggunaan hutang (leverage gain) tapi biaya financial
distress dan agency cost juga meningkat bahkan lebih besar. Kesimpulannya
adalah penggunaan utang akan meningkatkan nilai perusahaan tapi hanya sampai
23
titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan
nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang tidak
sebanding dengan kenaikan biaya financial distress dan agency problem. Titik
balik tersebut disebut strukrur modal yang optimal, menunjukan jumlah utang
perusahaan yang optimal (Atmaja, 2008).
2.2.2.2 Manfaat Model Trade-Off
Model trade-off tidak dapat menentukan secara tepat struktur modal yang optimal
karena sulit untuk menentukan secara tepat biaya financial distress dan agency
cost. Namun demikian model ini memberikan 3 masukan penting, yaitu:
a. Perusahaan yang memiliki aktiva tinggi variabilitas keuntungannya akan
memiliki probabilitas financial distress yang besar. Perusahaan semacam
ini harus menggunakan sedikit hutang.
b. Aktiva tetap yang khas (tidak umum), aktiva yang tidak nampak
(intangible assets) dan kesempatan bertumbuh akan kehilangan banyak
nilai jika terjadi financial distress. Perusahaan yang menggunakan aktiva
semacam ini seharusnya menggunakan sedikit hutang.
c. Perusahaan yang membayar pajak yang tinggi (dikenai pajak yang besar)
sebaiknya lebih banyak menggunakan utang dibandingkan perusahaan
yang membayar pajak rendah (tingkat pajak rendah) (Atmaja, 2008).
24
2.3 Kebijkan Utang
Kebijakan utang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari
eksternal. Penentuan kebijakan utang ini berkaitan dengan struktur modal karena
utang merupakan bagian dari penentuan struktur modal yang optimal. Perusahaan
dinilai berisiko apabila memiliki porsi utang yang besar dalam struktur modal,
namun sebaliknya apabila perusahaan mengunakan utang yang kecil atau tidak
sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal
eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan (Hanafi, 2004).
Menurut Hanafi (2004), terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh
terhadap kebijakan utang, antara lain:
a. NDT (Non-Debt Tax Shield.
Manfaat dari penggunaan utang adalah bunga utang yang dapat digunakan
untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi pajak,
perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana
pensiun. Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak perlu
menggunakan utang yang tinggi.
b. Struktur Aktiva
Besarnya aktiva tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya
penggunaan utang. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah
besar dapat menggunakan utang dalam jumlah besar karena aktiva
tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.
25
c. Profitabilitas
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya
akan menggunakan utang yang relatif kecil. Laba ditahannya yang tinggi
sudah memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan.
d. Risiko Bisnis
Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan menggunakan
utang yang lebih kecil untuk menghindari risiko kebangkrutan.
e. Ukuran Perusahaan
Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga menurunkan
risiko kebangkrutan. Di samping itu, perusahaan yang besar lebih mudah
dalam mendapatkan pendanaan eksternal.
f. Kondisi Internal Perusahaan
Kondisi internal perusahaan menentukan kebijakan penggunaan utang
dalam suatu perusahaan.
Menurut Riyanto (1995), utang dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu: (1)
Utang jangka pendek (short-term debt), yaitu utang yang jangka waktunya
kurang dari satu tahun. Sebagian besar utang jangka pendek terdiri dari kredit
perdagangan, yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelengggarakan
usahanya, meliputi kredit rekening koran, kredit dari penjual (levancier crediet),
kredit dari pembeli (afnemers crediet), dan kredit wesel. (2) Utang jangka
menengah (intermediate-term debt), yaitu utang yang jangka waktunya lebih dari
satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Kebutuhan membelanjai usaha melalui
kredit ini karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi melalui kredit
jangka pendek maupun kredit jangka panjang. Bentuk utama dari utang jangka
26
menengah adalah term loan dan lease financing. (3) Utang jangka panjang (longterm debt) yaitu utang yang jangka waktunya lebih dari sepuluh tahun. Utang
jangka panjang ini digunakan untuk membiayai ekspansi perusahaan. Bentuk
utama dari utang jangka panjang adalah pinjaman obligasi (bonds-payable) dan
pinjaman hipotik (mortage).
2.3.1 Debt Maturity
Debt maturity dapat didefinisikan sebagai komposisi dari utang jangka pendek
dan utang jangka panjang dalam struktur modal utang dalam perusahaan.
Hubungan proporsional antara instrument hutang dengan variasi maturitas dalam
modal utang disebut debt maturity (Thottekat, 2013). Utang jangka pendek (utang
lancar) adalah utang yang memiliki jatuh tempo kurang dari satu tahun atau
maksimal satu tahun. Sedangkan utang jangka panjang adalah utang yang
memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun. Definisi dari debt maturity masih isu
yang kontroversial dalam literatur debt maturity karena ada perbedaan yang
signifikan antara penelitian-penelitian selama penelitian debt maturity. Namun,
pendekatan neraca adalah metode yang disukai untuk mengukur debt maturity
diantara penelitian keuangan (Rahmawati, 2014).
2.4 Pajak
Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah, yang
sebagian diapkai untuk menyediakan barang dan jasa publik. Besar pajak
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Secara
administratif pungutan pajak dapat dikelompokan menjadi pajak langsung (direct
tax) dan pajak tidak langsung (indirect tax). Dari aliran sumber daya (flows of
27
resources) pajak dapat dipungut dari aliran masuknya (income) atau aliran
keluarnya sumber daya (expenditure).
Asumsi pajak sebagai biaya akan mempengaruhi laba (profit margin), sedangkan
asumsi pajak sebagai distribusi laba akan mengurangi rate of return investment.
Status perusahaan yang go public atau belum akan mempengaruhi kebijakan
pembagian deviden. Perusahaan yang sudah go public umumnya akan cenderung
high profile daripada perusahaan yang belum go public. Agar harga pasar
sahamnya meningkat, manajer perusahaan go public akan berusaha tampil sebaik
mungkin, sukses dan membagi deviden yang besar. Demikian juga dengan
pembayaran pajaknya akan diusahakan sebaik mungkin. Namun, apapun
asumsinya, secara ekonomis pajak merupakan unsur pengurang laba yang
tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan. Dalam praktik
bisnis, umumnya pengusaha mengidentikan pembayaran pajak sebagai beban
sehingga
akan
berusaha
untuk
meminimalkan
beban
tersebut
guna
mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efesiensi dan daya saing
manager wajib menekan biaya seoptimal mungkin. Demikian pula dengan
kewajiban membayar pajak, karena biaya pajak akan menurunkan after tax profit,
rate of return, dan cash flow (Suandy, 2003).
Meminimalisi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang
masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar
peraturan. Upaya untuk meminimalisi pajak secara eufimisme sering disebut
dengan “perencanaan pajak” (tax planning) atau tax sheltering. Umumnya
perencaan pajak merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib
28
Pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah yang seminimal mungkin tetapi
masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun perencanaan pajak juga dapat
berkonotasi positif sebagai perencaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara
lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber
daya (Suandy, 2003).
Menurut teori yang telah dijelaskan diatas maka, utang mampu untuk mengurangi
biaya pajak yang dikeluarkan oleh perusahaan melalui pembayaran bunga, salah
satu pilihan perencanaan pajak peusahaan agar laba perusahaan tidak terpotong
terlalu banyak akan tingginya pajak yang harus dibayarkan.
2.4.1 Tax Hypothesis
Konsep teori yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disintesis kepada tax
hypothesis, dimana dapat memberikan penjelasan yang rasional kepada keputusan
debt maturity perusahaan. Literatur debt maturity mengemukakan bahwa debt
maturity yang optimal ditentukan oleh trade-off antara keuntungan pajak dari
utang dan biaya terkait dengan financial distress dan kebangkrutan. Secara
literature teori dan empiris pada tax hypothesis menetapkan bahwa tarif pajak
perusahaan, term structure dan aset varians adalah faktor penting yang
melatarbelakangi struktur modal perusahaan dan pilihan debt maturity
(Thottekat, 2013).
2.4.1.1 Tarif Pajak
Tarif pajak adalah dasar pengenaan pajak terhadap objek pajak yang menjadi
tanggungannya. Tarif pajak biasanya berupa persentase (%). Dasar pengenaan
29
pajak adalah nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak
yang terutang. Tarif pajak yang besarnya juga harus dicantumkan dalam undangundang pajak merupakan salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam
pemungutan pajak. Penentuan besarnya suatu tarif adalah hal yang krusial dimana
kesalahan presepsi dan penetuannya dapat merugikan berbagai pihak termasuk
negara. Dalam pemungutan pajak, terdapat beberapa jenis tarif pajak yang
dikenal, antara lain :
a. Tarif Progresif (a progressive tax rate).
b. Tarif Proporsional (a proportion tax rate).
c. Tarif Degresif (a degressive tax rate).
d. Tarif Tetap (a fixed tax rate).
e. Tarif Advalorem.
f. Tarif Spesifik.
g. Tarif Efektif.
2.4.1.2 Term Structure
Term structure adalah hubungan antara suku bunga atau imbal hasil obligasi dan
jangka waktu yang berbeda atau jatuh tempo. Struktur jangka suku bunga juga
dikenal sebagai kurva imbal hasil dan memainkan peran sentral dalam
perekonomian. Struktur jangka mencerminkan ekspektasi pelaku pasar tentang
perubahan masa depan suku bunga dan penilaian mereka tentang kondisi
kebijakan moneter. Secara umum, hasil meningkat sejalan dengan jatuh
temponya, sehingga menimbulkan kurva miring ke atas yield atau “yield curve
normal”. Salah satu penjelasan dasar untuk fenomena ini adalah bahwa pemberi
30
pinjaman menuntut suku bunga yang lebih tinggi untuk pinjaman jangka panjang
sebagai kompensasi atas risiko yang lebih besar terkait dengan mereka,
dibandingkan dengan pinjaman jangka pendek. Kadang-kadang, hasil jangka
panjang mungkin jatuh di bawah hasil jangka pendek, menciptakan "kurva yield
terbalik" yang umumnya dianggap sebagai pertanda resesi.
2.4.1.3 Aset Varians
FASB mendefinisikan aset dalam kerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC
No.6) Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti atau
diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau
kejadian masa lalu. Dilihat dari teori trade-off maka pertumbuhan aset akan
mempengaruhi secara positif terhadap struktur modal. Perusahaan yang dengan
tingkat pertumbuhan aset yang tinggi maka dapat mempengaruhi penggunaan
utang, karena perusahaan kemungkinan akan kekurangan pendapatan untuk
mendanai pertumbuhan tinggi tersebut secara internal sehingga perusahaan
cenderung mengunakan utang sebagai sumber pendanaannya (Saidi dalam
Saputra, 2014).
Menurut Instopedia.com, varians dan volatilitas adalah ukuran disperse satu set
titik data di sekitar nilai rata-rata mereka. Dengan kata lain, varians adalah
harapan matematis dari kuadrat deviasi rata-rata dari mean. Hal ini dihitung
dengan mencari rata-rata probabilitas tertimbang dari penyimpanan kuadrat dari
nilai yang diharapkan. Varians mengukur variablitas dari rata-rata (volatilitas).
Volatilitas adalah ukuran resiko, sehingga statistik ini dapat membantu
menentukan resiko investor mungkin mengambil saat membeli sekuritas tertentu.
31
Dengan kata lain varians adalah volatilitas atau turun naiknya. Sehingga aset
varians adalah naik turunnya aset atau ketidakjelasan total aset yang dimiliki oleh
perusahaan.
2.5 Penelitian Terdahulu
1. Thottekat & Madhu (2013) dalam penelitian yang berjudul How Tax
Hypothesis Determines Debt Maturity in Indian Corporate Sector. Dari
hasil analisisnya dapat disimpulkan bahwa tax rate berpengaruh negative
signifikan terhadap debt maturity, sedangkan term structure dan aset
varian berpengaruh positif signifikan terhadap debt maturity pada sektor
korporasi di India.
2. K.J Newberry & G.F Novack (2001) dalam penelitian yang berjudul The
Effect of Taxes on Corporate Debt Maturity, An analysis of Public and
Private Bond Offering. Dari hasil analisisnya dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan positif antara tingkat pajak marjinal perusahaan dan
Debt Maturity dari penawaran obligasi korporasi mereka ditemukan. Juga
konsisten dengan prediksi pajak efek terhadap Term Structure, hasil
menunjukkan bahwa perusahaan menerbitkan obligasi korporasi yang
jatuh tempo lebih lama di periode yang ditandai dengan Term Structure
yang lebih tinggi.
3. Ozkan (2002) dalam penelitian The Determinants of Corporate Debt
Maturity: Evidence from UK Firms. Dari hasil analisisnya dapat
disimpulkan bahwa Size perusahaan dan maturitas aset berpengaruh
positif terhadap debt maturity perusahaan, sedangkan biaya agensi dan
32
variability nilai perusahaan berpengaruh negative terhadap debt maturity.
Namun, temuan tidak menawarkan dukungan untuk pandangan bahwa
pajak dan tujuan signaling mempengaruhi debt maturity.
4. Bougatef (2010) dalam penelitian Determinants of Corporate Debt
Maturity Structure: Evidence from Tunisia and France. Dari hasil
analisisnya dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif
signifikan antara leverage dan asset maturity terhadap debt maturity,
sedangkan growth option dan profitability tidak memiliki hasil yang
signifikan terhadap debt maturity.
Table 2.1 Penelitian Terdahulu
NO
Nama
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
1.
Venugopalan How
Tax
Thottekat & Hypothesis
Madhu Vij
Determines
Debt
Maturity in
Indian
Corporate
Sector
Tax rate, Term
Structure,
Asset Varians
terhadap Debt
Maturity
Tax
Rate
berpengaruh negatif
signifikan, sedangkan
term structure dan
Asset
Varians
berpengaruh positif
signifikan terhadap
Debt Maturity
2.
K.J
The Effect of
Newberry & Taxes
on
G.F Novack Corporate
Debt
Maturity, An
analysis of
Public and
Private Bond
Offering
Marginal Tax
Rate, Term
Structure
terhadap
Corporate
Debt Maturiry
Marginal Tax Rate
dan Term Structure
berpengaruh positif
terhadap
Debt
Maturity
3.
Aydin
Ozkan
Biaya agency,
size
perusahaan,
maturitas aset,
variability
Size dan maturitas
aset
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
debt
maturity, sedangkan
The
Determinants
of Corporate
Debt
Maturity
:
33
4.
Khemaies
Bougatef
Evidence
nilai
from
UK perusahaan,
Firms.
pajak, tujuan
signaling
variability dan biaya
agensi berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
debt
maturity,
namun
pajak dan tujuan
signaling
tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
debt maturity.
Determinans
of Corporate
Debt
maturity
Structure:
Evidence
from Tunisia
and France
Asset maturity dan
leverage berpengaruh
signifikan dan positif
terhadap
debt
maturity. Sedangkan
growth option dan
profitability
berpengarih
tidak
signifikan terhadap
debt maturity.
Aset Maturity,
Leverage,
Growth Option
dan
Profitability
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penelitian-penelitian sebelumnya
memiliki hasil yang berbeda-beda sesuai dengan objeknya. Selain itu penelitian
yang sudah ada belum pernah dilakukan di Indonesia. Untuk itu penulis
melakukan penelitian lanjutan dengan objek yang berbeda dan perusahaan yang
berada di Negara Indonesia.
2.6 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan Trade-Off Theory, terdapat arah hubungan yang negatif antara tarif
pajak dengan debt maturity perusahaan. Rendahnya tarif pajak akan
meningkatkan debt maturity Perusahaan, sedangkan tingginya tarif pajak akan
menurunkan debt maturity perusahaan terseebut. Debt maturity yang optimal
dipengaruhi oleh trade-off antara keuntungan pajak dari utang, biaya
kebangkrutan dan biaya mengeluarkan obligasi baru (flotasi). Keuntungan pajak
34
dari hutang merupakan selisih pengurangan pajak yang dibayarkan karena adanya
biaya bunga yang harus dikeluarkan perusahaan. Sehingga apabila tarif pajaknya
rendah maka keutungan pajak akan semakin kecil, dengan kecilnya keuntungan
pajak tersebut debt maturity perusahaan akan semakin besar guna menutupi
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengeluarkan obligasi baru (flotasi). Oleh
sebab itu, perusahaan memperpanjang jatuh tempo utang sebagai keuntungan
pajak. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa keuntungan pajak yang tersisa
dari utang dan biaya kebangkrutan tidak kurang dari amortisasi biaya
mengeluarkan obligasi baru (flotasi).
Teori Trade-off memberikan alasan berdasarkan pajak untuk debt maturity yang
optimal dan menetapkan bahwa debt maturity secara langsung memiliki arah
hubungan yang positif dengan term structure. Sehingga apabila term structure
meningkat maka debt maturity akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya.
Keuntungan pajak dari utang perusahaan dan tidak datarnya struktur jangka pada
suku bunga dapat meningkatkan nilai perusahaan atas utang jangka panjang
ketika term structure meningkat. Alasannya adalah bahwa perusahaan dapat
mempercepat bunga tax shiled pada utang dengan meningkatkan proporsi
pembayaran utang dialokasikan untuk utang jangka panjang. Sebaliknya,
perusahaan dapat meningkatkan nilai sekarang dari manfaat utang dengan
meningkatkan utang jangka pendek jika term structure menurun.
Kane, et al (1985) menunjukkan bahwa jatuh Debt Maturity berbanding terbalik
berkaitan dengan volatilitas nilai perusahaan. Apabila volatilitas nilai perusahaan
menurun maka perusahaan akan jarang mengembalikan keseimbangan struktur
35
modal dan hal ini mencerminkan fakta bahwa kurang stabilnya varians aset. Aset
varians
yang
rendah
menyebabkan
perusahaan
untuk
menghindari
menyeimbangkan struktur modal mereka sering karena kekhawatiran tentang
biaya kebangkrutan yang diharapkan. Perusahaan tersebut diharapkan untuk
mengeluarkan utang jangka panjang daripada utang jangka pendek karena
perusahaan tidak ingin mengambil resiko akan ketidakmampuan untuk membayar
utang jangka pendek. Dan sebaliknya, setiap perubahan dalam nilai perusahaan
pada tingkat tinggi akan mendorong perusahaan untuk mengeluarkan utang
jangka pendek karena kekhawatiran penyesuaian struktur modal.
Hipotesis biaya agensi menunjukkan bahwa struktur debt maturity adalah salah
satu instrumen perusahaan yang secara luas dimanfaatkan untuk mengurangi
masalah keagenan yang disebabkan oleh konflik kepentingan antara pemegang
saham dan pemegang obligasi, termasuk kurangnya investasi dan substitusi aset
berisiko. Literatur empiris menunjukkan bahwa leverage, jatuh tempo utang
jangka pendek, utang jangka panjang dengan ketentuan dana panggilan dan dana
cadangan, utang yang dijamin, utang bank swasta adalah solusi alternatif untuk
menyelesaikan masalah lembaga utang terkait dengan asimetri informasi dan
growth option (Myers, 1977). Sehingga arah hubungan antara growth option dan
debt maturity adalah negatif, apabila growth option meningkat maka akan
menurunkan debt maturity perusahaan, begitu pula sebaliknya.
Berikut ini disajikan bagan kerangka pikir untuk memudahkan memahami
kerangka pikir di dalam penelitian ini:
36
Tarif Pajak
(X1)
Term Structure
(X2)
Debt Maturity
Aset Varians
(Y)
(X3)
Growth Option
(X4)
Gambar 2.2 Model Pemikiran
2.7 Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ho1
: Tarif Pajak berpengaruh tidak signifikan terhadap Debt Maturity pada
sektor pertambangan di Indonesia.
Ha1
: Tarif Pajak berpengaruh signifikan terhadap Debt Maturity pada sektor
pertambangan di Indonesia.
Ho2
: Term Structure berpengaruh tidak signifikan terhadap Debt Maturity
pada sektor pertambangan di Indonesia.
Ha2
: Term Structure berpengaruh signifikan terhadap Debt Maturity pada
sektor pertambangan di Indonesia.
37
Ho3
: Aset Varians berpengaruh tidak signifikan terhadap Debt Maturity pada
sektor pertambangan di Indonesia.
Ha3
: Aset Varians berpengaruh signifikan terhadap Debt Maturity pada sektor
pertambangan di Indonesia.
Ho4
: Growth Option berpengaruh tidak signifikan terhadap Debt Maturity
pada sektor pertambangan di Indonesia.
Ha4
: Growth Option berpengaruh signifikan terhadap Debt Maturity pada
sektor pertambangan di Indonesia.
Ho5
: Tarif Pajak, Term Structure, Aset Varians berpengaruh tidak signifikan
secara simultan terhadap Debt Maturiy yang dikontrol dengan Growth
Option pada sektor pertambangan di Indonesia.
Ha5
: Tarif Pajak, Term Structure, Aset Varians berpengaruh signifikan secara
simultan terhadap Debt Maturity yang dikontrol dengan Growth Option
pada sektor pertambangan di Indonesia.
Download