BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Modal Manajemen keuangan terdapat 3 fungsi utama, yaitu pengunaan dana yang menyangkut keputusan investasi, fungsi mendapatkan dana yang menyangkut keputusan pombelanjaan (pendanaan) serta fungsi pengalokasian laba yang menyangkut kebijakan dividen. Struktur modal perusahan merupakan bagian dari struktur keuangan perusahaan yang mengulas tentang cara perusahaan mendanai aktivanya, dengan demikian terkait fungsi mendapatkan dana dari manajemen keuangan. Pernyataan bahwa struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan perusahaan didasarkan pada cakupan struktur keuangan yang lebih luas dibandingkan struktur modal. Struktur keuangan perusahaan menggambarkan bagaimana cara perusahaan mendanai aktivanya, baik dengan utang jangka pendek, utang jangka panjang ataupun modal pemegang saham. Dalam neraca, struktur keuangan perusahaan nampak pada sisi kanan. Struktur modal mengarah pada pendanaan perusahaan yang menggunakan utang jangka panjang, saham preferen ataupun modal pemegang saham. Pada hakikatnya, struktur modal yang merupakan kombinasi utang dan ekuitas dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan lebih 9 menggambarkan target komposisi utang dan modal (ekuitas) dalam jangka panjang pada suatu perusahaan (Bernstein & Wild dalam Sugiarto, 2009). Struktur modal pada setiap perusahaan ditetapkan dengan memperhitungkan berbagai aspek atas dasar kemungkinan akses dana, keberanian perusahaan menanggung resiko, rencana strategis pemilik, serta analisis biaya dan manfaat yang diperoleh dari tiap sumber dana (Sugiarto, 2009). 2.1.1 Struktur Modal yang Ditargetkan Tujuan manajemen struktur modal adalah untuk mencampur sumber permanen dana yang digunakan oleh perusahaan dengan cara akan memaksimalkan harga saham biasa perusahaan. Dengan kata lain, tujuan ini dapat dilihat sebagai pencarian untuk menemukan campuran yang akan meminimalkan biaya komposit modal perusahaan. Campuran sumber-sumber dana perusaahan yang tepat ini dapat disebut struktur modal yang optimal (Keown, 2001). Pertama-tama perusahaan harus menganalisis beberapa faktor, kemudian menetapkan struktur modal yang ditargetkan (target capital structure). Target bisa berubah sewaktu-waktu sesuai kondisi, tetapi manajemen harus mempunyai gambaran target struktur modal yang spesifik setiap saat. Jika rasio utang yang sesungguhnya berada dibawah tingkat yang ditargetkan, ekspansi modal mungkin perlu dilakukan dengan menggunakan pinjaman, sementara jika rasio utang sudah melampaui target, saham mungkin perlu digunakan. 10 Kebijakan struktur modal melibatkan pertimbangan (trade-off) antara resiko dan tingkat pengembalian: a. Menggunakan lebih banyak utang berarti memperbesar resiko yang ditanggung pemegang saham. b. Menggunakan lebih banyak utang juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Resiko yang semakin tinggi cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) akan meningkatkan harga saham tersebut. Karena itu, struktur modal yang optimal harus berada pada keseimbangan antara resiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham (Brigham, 2001). 2.1.2 Faktor Keputusan Struktur Modal Faktor-faktor yang umumnya dipertimbangkan oleh perusahaan ketika mengambil keputusan mengenai struktur modal: 1. Stabilitas penjualan Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Perusahaan umum, karena permintaan atas produk atau jasanya stabil, secara historis mampu menggunakan lebih banyak leverage keuangan daripada perusahaan industri. 11 2. Struktur aktiva Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan banyak utang. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan. Karena itu, perusahaan real estate biasanya mempunyai leverage yang tinggi, sedangkan perusahaan yang terlibat dalam penelitian teknologi tidak demikian (Brigham, 2001). 3. Leverage operasi Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena ia akan mempunyai resiko bisnis yang lebih kecil, jika hal-hal lain tetap sama. Resiko bisnis atau tingkat resiko yang terkandung dalam operasi perusahaan apabila ia tidak menggunakan utang. Makin besar resiko bisnis perusahaan, makin rendah resiko utang yang optimal (Brigham, 2001). 4. Tingkat pertumbuhan Tingkat pertumbuhan perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal, jika hal-hal yang lain tetap sama. Lebih jauh lagi, biaya pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat utang, yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan utang. Namun, pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi 12 ketidakpastian yang lebih besar, yang cenderung mengurangi keinginannya untuk menggunakan utang. 5. Profitabilitas Seringkali pengamatan penunjukan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil. Meskipun tidak ada pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun penjelasan praktis atas kenyataan ini adalah bahwa perusahaanperusahaan yang menguntungkan, seperti Intel, Microsoft, dan Coca Cola memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan utang. Tingkat pengembaliannya yang tinggi memungkinkan mereka untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal. 6. Posisi pajak perusahaan Alasan utama menggunakan utang adalah karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak, sehingga menurunkan biaya utang yang sesungguhnya. Akan tetapi, jika sebagian besar dari pendapatan perusahaan telah terhindar dari pajak karena perhitungan penyusutan, bunga pada utang yang beredar saat ini, atau kerugian pajak yang dikompensasi ke muka, maka tambahan utang tidak banyak memberi manfaat sebagaimana yang dirasakan perusahaan dengan tarif pajak efektif yang lebih tinggi (Brigham, 2001). Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. 13 Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan, maka besar manfaat penggunaan utang (Brigham, 2001). 7. Pengendalian Pengaruh utang lawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal. Apabila managemen saat ini mempunyai hak suara untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai saham lebih dari 50 persen) tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka mungkin memilih utang untuk pembiayaan baru. Dari lain pihak, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa perusahaan pada resiko kebangkrutan, karena jika perusahaan jatuh bangkrut, para manajer tersebut akan kehilangan pekerjaan. Tetapi, jika utangnya terlalu kecil, manajemen menghadapi resiko pengambilalihan. Jadi, pertimbangan pengendalian tidak selalu menghendaki penggunaan utang atau ekuitas karena jenis modal yang memberi perlindungan terbaik bagi manajemen bervariasi dari satu situasi ke situasi yang lain. Bagaimana pun, jika posisi manajemen sangat rawan, situasi pengendalian perusahaan akan dipertimbangkan (Brigham, 2001). 8. Sikap manajemen Karena tidak seorang pun dapat membuktikan bahwa struktur modal yang satu akan membuat harga saham lebih tinggi daripada struktur modal lainnya, manajemen dapat melakukan pertimbangan sendiri terhadap struktur modal yang tepat. Sejumlah manajemen cenderung lebih 14 konservatif daripada manajemen lainnya, sehingga menggunakan jumlah utang yang lebih kecil daripada rata-rata perusahaan dalam industri yang bersangkutan, sementara manajemen lain lebih cenderung menggunakan banyak utang dalam usaha manajer laba yang lebih tinggi (Brigham, 2001). Sebagian manajer lebih agresif dari yang lain, sehingga sebagian perusahaan lebih cenderung menggunakan utang untuk meningkatkan laba. Faktor ini tidak mempengaruhi struktur modal yang optimal atau yang memaksimalkan nilai, tetapi akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan yang ditetapkan manajer (Brigham, 2001). 9. Sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat Tanpa memperhatikan analisis para manajer atas faktor-faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka, sikap para pemberi pinjaman dan perusahaan penilai peringkat (rating agency) seringkali mempengaruhi keputusan struktur modal. Dalam sebagian besar kasus, perusahaan membicarakan struktur modalnya dengan memberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat serta sangat memperhatikan masukan yang diterima. 10. Kondisi Pasar Kondisi di pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka panjang dan pendek yang dapat sangat berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan yang optimal. Misalnya, selama situasi kacaunya kredit belum lama ini di A.S., pasar obligasi bernilai rendah (junk bonds) kosong, dan tidak ada pasar dengan tingkat suku bunga yang “wajar” untuk obligasi jangka panjang yang baru dengan peringkat dibawah tiga 15 B. Karena itu, perusahaan berperingkat rendah yang membutuhkan modal terpaksa beralih ke pasar saham atau pasar utang jangka pendek, tanpa memperdulikan struktur modal yang ditargetkan. Tetapi, setelah keadaan membaik, perusahaan ini dapat menjual obligasi untuk mengembalikan struktur modalnya yang ditargetkan semula. 11. Kondisi internal perusahaan Kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkannya. Misalnya, andaikan suatu perusahaan baru saja menyelesaikan program litbang-nya dan perusahaan tersebut meramalkan laba yang lebih tinggi dalam waktu dekat. Namun, kenaikan laba tersebut belum diantisipasi oleh investor, karena belum tercermin dalam harga saham. Perusahaan ini tidak ingin menerbitkan saham-ia lebih menyukai pembiayaan dengan utang sampai kenaikan laba tersebut terealisasi dan tercermin pada harga saham. Kemudian pada saat itu perusahaan akan menerbitkan saham biasa, melunasi utang, dan kembali pada struktur modal yang ditargetkan (Brigham, 2001). 12. Fleksibilitas keuangan Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk, para manajer dana perusahaan mengetahui bahwa penyediaan modal yang mantap diperlukan untuk operasi yang stabil, yang merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan jangka panjang. Mereka juga mengetahui bahwa dalam keadaan perekonomian yang sulit, atau bila perusahaan menghadapi kesulitan operasi, pada pemilik modal lebih suka 16 menanamkan modalnya pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik. Karena itu, kemungkinan tersedianya dana di masa mendatang, dan konsekuensi akibat kurangnya dana, sangat berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkan semakin besar kemungkinan kebutuhan modal dimasa mendatang (Brigham, 2001). 2.2 Teori Struktur Modal Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis. Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat membatasi, MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Dengan kata lain, hasil-hasil MM menyatakan bahwa tidak menjadi masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya (struktur modal tidak relevan). Tetapi, studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain: 1. Tidak ada biaya broker (pialang). 2. Tidak ada pajak. 3. Tidak ada biaya kebangkrutan. 4. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perseroan. 5. Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai peluang investasi perusahaan di masa mendatang. 6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang. 17 Meskipun beberapa dari asumsi ini terlihat tidak realistis, hasil-hasil MM yang tidak relevan sangat penting artinya. Dengan menunjukan kondisi-kondisi dimana struktur modal tidak relevan, MM juga memberikan beberapa petunjuk kepada kita tentang apa yang diperlukan bagi struktur modal agar menjadi relevan sehingga akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Hasil kerja MM menandai awal dari riset atas struktur modal modern, dan riset selanjutnya dipusatkan untuk melemahkan asumsi-asumsi MM dengan upaya mengembangkan teori struktur modal yang lebih realistis (Brigham, 2001). 2.2.1 Efek Pajak MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 yang melemahkan asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur modal mereka. Sebenarnya, MM memperlihatkan bahwa jika semua asumsi yang lain berlaku, perbedaan perlakuan ini menyebabkan suatu situasi yang memerlukan pembelanjaan dengan 100 persen uang. Kesimpulan ini diubah beberapa tahun kemudian oleh Merton Miller (kali ini tanpa Modigliani) ketika ia membahas efek dari pajak perorangan. Ia menyatakan bahwa semua penghasilan dari obligasi pada umumnya adalah bunga, yang dikenakan pajak sebagai penghasilan perorangan pada tarif yang mencapai 39 persen, sementara penghasilan dari saham biasanya sebagian berasal dari dividen dan sebagian dari keuntungan modal. Selanjutnya, keuntungan modal dikenakan 18 pajak dengan tarif maksimum 28 persen dan pajak ini ditangguhkan sampai saham itu terjual dan keuntungan terealisasi. Jika saham itu ditahan sampai si pemiliki meminggal, tidak ada pajak keuntungan modal apa pun yang harus dibayar. Jadi, bila ditimbang pengambilan atas saham biasa dikenakan pajak dengan tarif efektif yang lebih rendah daripada pengembalian atas utang. Karena situasi pajak ini, Miller berpendapat bahwa investor bersedia menerima pengembalian atas saham sebelum pajak yang relatif rendah dibandingkan dengan pengembalian atas obligasi sebelum pajak. Sesuai dengan yang dikemukakan Miller, (1) dapat dikurangkannya bunga untuk tujuan pajak menguntungkan penggunaan pembiayaan dengan utang, tetapi (2) perlakuan pajak yang lebih menguntungkan atas penghasilan dari saham menurunkan tingkat pengembalian yang diisyaratkan pada saham dan dengan demikian menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan ekuitas. Sulit untuk menentukan beberapa efek bersih dari kedua faktor ini. Kebanyakan pengamat yakin bahwa dapat dikurangkanya bunga mempunyai efek yang lebih besar, sehingga sistem pajak kita masih menguntungkan perseroan yang menggunakan utang. Namun, efek itu jelas berkurang dengan tarif pajak keuntungan modal yang lebih rendah (Brigham, 2001). 2.2.2 Teori Trade-Off Teori Trade-Off menggambarkan bahwa struktur modal yang optimal dapat ditentukan dengan menyeimbangkan keutungan atas penggunaan utang (tax shield benefit of leverage) dengan cost of financial distress dan agency problem. Teori Trade-Off menekankan pada permasalahan pajak, financial distress cost 19 dan agency (Sugiarto, 2009). Utang memberikan kesempatan perusahaan untuk menjalankan investasi yang menghasilakn NPV positif. Pada kondisi perusahaan tidak memiliki dana yang cukup, maka perusahaan tidak dapat melakukan pengembangan investasi. Utang juga memunculkan sinyal “berita baik” dalam teori pemberian isyarat, yang menganggap bahwa penggunaan utang merupakan sinyal bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik (Sugiarto, 2009). Manfaat berutang terkait pajak penghasilan badan dan pajak penghasilan pribadi mempengaruhi laba perusahaan dan juga daya tarik penerbitan utang relatif terhadap penerbitan saham, disamping pertimbangan cost of fund dari kebijkaan berutang yang lebih rendah dalam kondisi normal (Stultz & Johnson, 1985 dalam Sugiarto, 2009). Ketika pajak penghasilan naik maka perusahaan cenderung menaikan porsi utangnya dan penurunan pajak penghasilan pribadi atas deviden atau capital gain akan cenderung mengurangi pemakaian utang oleh perusahaan (Sugiarto, 2009). Argumen-argumen terdahulu mengarah pada perkembangan yang disebut dengan “teori trade off dari leverage”, dimana perusahaan menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan utang (perlakuan pajak perseroan yang menguntungkan) dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi. Ringkasan teori trade-off diungkapkan secara grafis dalam gambar: 20 Nilai Saham Bigbee Nilai tambah karena manfaat perlindungan pajak dan utang Hasil MM yg menggabungkan efek perpajakan perseroan : harga saham jika tidak ada biaya kebangkrutan. Pengurangan nilai saham karena biaya kebangkrutan. Harga Saham Sebenarnya. Nilai saham jika tidak ada utang = $20 Nilai saham jika perusahaan tidak menggunakan Leverage Keuangan D1 Tingkat Ambang Utang dimana Biaya Kebangkrutan Mulai menjadi Material Leverage, D/A D2 Struktur modal yang optimal : Manfaat Marginal dari Perlindungan Pajak : Biaya Kebangkrutan Marginal Gambar 2.1 Teori Trade-Off Sumber: Brigham, 2001 Berikut ini adalah beberapa pengamatan atas grafik tersebut: 1. Kenyataan bahwa bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan telah mengakibatkan utang lebih murah daripada saham biasa atau saham preferen. Akibatnya, pemerintah membayar sebagian dari biaya modal yang bersumber dari utang, atau dengan kata lain, utang memberikan manfaat perlidungan pajak. Hasilnya, penggunaan utang mengakibatkan peningkatan porsi laba operasi perusahaan (EBIT) yang mengalir ke investor. Jadi, semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga sahamnya. Berdasarkan asumsi makalah Modigliani-Miller 21 dengan pajak, harga saham perusahaan akan dimaksimumkan jika ia menggunakan 100 persen utang, dan garis yang disebut sebagai “Hasil MM yang menggunakan Efek Pajak Perseroan” pada gambar yang memperlihatkan gagasan mereka tentang hubungan diantara harga saham dan utang. 2. Kenyataannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan utang 100 persen. Salah satu alasannya adalah kenyataan bahwa pemegang saham mendapat keuntungan dari pajak keuntungan modal yang lebih rendah. Lebih penting lagi, perusahaan membatasi penggunaan utang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan. 3. Ada suatu tingkat utang yang merupakan ambang batas, disebut D1 pada gambar, dimana untuk jumlah utang yang lebih rendah dari tingkat tersebut, kemungkinan kebangkrutan sangat kecil sehingga tidak material. Akan tetapi, setelah D1 dilampaui, biaya berkaitan kebangkrutan akan semakin besar, dan hal itu semakin mengurangi manfaat pajak yang disebabkan oleh utang. Dalam kisaran dari D1 ke D2, biaya kebangkrutan kecil, tetapi belum menghapus sama sekali manfaat pajak dari utang sehingga harga saham naik (meskipun kenaikannya masih kecil) dengan bertambahnya jumlah utang. Tetapi, setelah titik D2, jumlah biaya kebangkrutan melebihi keringanan pajak sehingga mulai titik ini peningkatan resiko utang akan menurunkan nilai saham. Karena itu, D2 menunjukan struktur modal yang optimal. D1 dan D2 berbeda-beda diantara perusahaan, kebangkrutan mereka. tergantung pada resiko bisnis dan biaya 22 4. Sekalipun teori dan bukti empiris mendukung bentuk umum dari kurva dalam gambar, grafik ini harus dipandang sebagai pendekatan, bukan fungsi – fungsi yang didefinisikan secara tepat. 5. Aspek lain yang menganggu dari teori struktur modal seperti disajikan pada gambar adalah kenyataan bahwa banyak perusahaan besar yang berhasil, seperti Intel dan Microsoft, menggunakan utang yang jauh lebih kecil daripada yang dianjurkan menurut teori tersebut (Brigham,2001). 2.2.2.1 Model Trade-Off Menurut Modigliani & Miller (1963) dalam Sugiarto (2009), perusahaan lebih suka menggunakan utang dibandingkan ekuitas karena utang mampu mengurangi pajak atas pembayaran bunga. Agency cost/tax shield trade-off model mengambil asumsi bahwa struktur modal perusahaan ditentukan dengan mempertimbangkan manfaat pengurangan pajak ketika utang meningkat disatu sisi dan meningkatnya agency cost ketika utang meningkat disisi yang lain. Ketika manfaat pengurangan pajak masih lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan agency cost dan biaya kebangkrutan maka perusahaan masih bisa meningkatkan utangnya dan peningkata utang harus dihentikan ketika pengurangan pajak atas utang tersebut sudah lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan agency cost dan biaya kebangkrutan (Twite, 2001 dalam Sugiarto, 2009). Model trade-off mengemukakan, semakin besar pengunaan hutang, semakin besar keuntungan dari penggunaan hutang (leverage gain) tapi biaya financial distress dan agency cost juga meningkat bahkan lebih besar. Kesimpulannya adalah penggunaan utang akan meningkatkan nilai perusahaan tapi hanya sampai 23 titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan kenaikan biaya financial distress dan agency problem. Titik balik tersebut disebut strukrur modal yang optimal, menunjukan jumlah utang perusahaan yang optimal (Atmaja, 2008). 2.2.2.2 Manfaat Model Trade-Off Model trade-off tidak dapat menentukan secara tepat struktur modal yang optimal karena sulit untuk menentukan secara tepat biaya financial distress dan agency cost. Namun demikian model ini memberikan 3 masukan penting, yaitu: a. Perusahaan yang memiliki aktiva tinggi variabilitas keuntungannya akan memiliki probabilitas financial distress yang besar. Perusahaan semacam ini harus menggunakan sedikit hutang. b. Aktiva tetap yang khas (tidak umum), aktiva yang tidak nampak (intangible assets) dan kesempatan bertumbuh akan kehilangan banyak nilai jika terjadi financial distress. Perusahaan yang menggunakan aktiva semacam ini seharusnya menggunakan sedikit hutang. c. Perusahaan yang membayar pajak yang tinggi (dikenai pajak yang besar) sebaiknya lebih banyak menggunakan utang dibandingkan perusahaan yang membayar pajak rendah (tingkat pajak rendah) (Atmaja, 2008). 24 2.3 Kebijkan Utang Kebijakan utang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Penentuan kebijakan utang ini berkaitan dengan struktur modal karena utang merupakan bagian dari penentuan struktur modal yang optimal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi utang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan mengunakan utang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan (Hanafi, 2004). Menurut Hanafi (2004), terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan utang, antara lain: a. NDT (Non-Debt Tax Shield. Manfaat dari penggunaan utang adalah bunga utang yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi pajak, perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana pensiun. Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak perlu menggunakan utang yang tinggi. b. Struktur Aktiva Besarnya aktiva tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan utang. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan utang dalam jumlah besar karena aktiva tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman. 25 c. Profitabilitas Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya akan menggunakan utang yang relatif kecil. Laba ditahannya yang tinggi sudah memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan. d. Risiko Bisnis Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan menggunakan utang yang lebih kecil untuk menghindari risiko kebangkrutan. e. Ukuran Perusahaan Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga menurunkan risiko kebangkrutan. Di samping itu, perusahaan yang besar lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan eksternal. f. Kondisi Internal Perusahaan Kondisi internal perusahaan menentukan kebijakan penggunaan utang dalam suatu perusahaan. Menurut Riyanto (1995), utang dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu: (1) Utang jangka pendek (short-term debt), yaitu utang yang jangka waktunya kurang dari satu tahun. Sebagian besar utang jangka pendek terdiri dari kredit perdagangan, yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelengggarakan usahanya, meliputi kredit rekening koran, kredit dari penjual (levancier crediet), kredit dari pembeli (afnemers crediet), dan kredit wesel. (2) Utang jangka menengah (intermediate-term debt), yaitu utang yang jangka waktunya lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Kebutuhan membelanjai usaha melalui kredit ini karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi melalui kredit jangka pendek maupun kredit jangka panjang. Bentuk utama dari utang jangka 26 menengah adalah term loan dan lease financing. (3) Utang jangka panjang (longterm debt) yaitu utang yang jangka waktunya lebih dari sepuluh tahun. Utang jangka panjang ini digunakan untuk membiayai ekspansi perusahaan. Bentuk utama dari utang jangka panjang adalah pinjaman obligasi (bonds-payable) dan pinjaman hipotik (mortage). 2.3.1 Debt Maturity Debt maturity dapat didefinisikan sebagai komposisi dari utang jangka pendek dan utang jangka panjang dalam struktur modal utang dalam perusahaan. Hubungan proporsional antara instrument hutang dengan variasi maturitas dalam modal utang disebut debt maturity (Thottekat, 2013). Utang jangka pendek (utang lancar) adalah utang yang memiliki jatuh tempo kurang dari satu tahun atau maksimal satu tahun. Sedangkan utang jangka panjang adalah utang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun. Definisi dari debt maturity masih isu yang kontroversial dalam literatur debt maturity karena ada perbedaan yang signifikan antara penelitian-penelitian selama penelitian debt maturity. Namun, pendekatan neraca adalah metode yang disukai untuk mengukur debt maturity diantara penelitian keuangan (Rahmawati, 2014). 2.4 Pajak Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian diapkai untuk menyediakan barang dan jasa publik. Besar pajak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Secara administratif pungutan pajak dapat dikelompokan menjadi pajak langsung (direct tax) dan pajak tidak langsung (indirect tax). Dari aliran sumber daya (flows of 27 resources) pajak dapat dipungut dari aliran masuknya (income) atau aliran keluarnya sumber daya (expenditure). Asumsi pajak sebagai biaya akan mempengaruhi laba (profit margin), sedangkan asumsi pajak sebagai distribusi laba akan mengurangi rate of return investment. Status perusahaan yang go public atau belum akan mempengaruhi kebijakan pembagian deviden. Perusahaan yang sudah go public umumnya akan cenderung high profile daripada perusahaan yang belum go public. Agar harga pasar sahamnya meningkat, manajer perusahaan go public akan berusaha tampil sebaik mungkin, sukses dan membagi deviden yang besar. Demikian juga dengan pembayaran pajaknya akan diusahakan sebaik mungkin. Namun, apapun asumsinya, secara ekonomis pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan. Dalam praktik bisnis, umumnya pengusaha mengidentikan pembayaran pajak sebagai beban sehingga akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna mengoptimalkan laba. Dalam rangka meningkatkan efesiensi dan daya saing manager wajib menekan biaya seoptimal mungkin. Demikian pula dengan kewajiban membayar pajak, karena biaya pajak akan menurunkan after tax profit, rate of return, dan cash flow (Suandy, 2003). Meminimalisi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar peraturan. Upaya untuk meminimalisi pajak secara eufimisme sering disebut dengan “perencanaan pajak” (tax planning) atau tax sheltering. Umumnya perencaan pajak merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib 28 Pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah yang seminimal mungkin tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya (Suandy, 2003). Menurut teori yang telah dijelaskan diatas maka, utang mampu untuk mengurangi biaya pajak yang dikeluarkan oleh perusahaan melalui pembayaran bunga, salah satu pilihan perencanaan pajak peusahaan agar laba perusahaan tidak terpotong terlalu banyak akan tingginya pajak yang harus dibayarkan. 2.4.1 Tax Hypothesis Konsep teori yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disintesis kepada tax hypothesis, dimana dapat memberikan penjelasan yang rasional kepada keputusan debt maturity perusahaan. Literatur debt maturity mengemukakan bahwa debt maturity yang optimal ditentukan oleh trade-off antara keuntungan pajak dari utang dan biaya terkait dengan financial distress dan kebangkrutan. Secara literature teori dan empiris pada tax hypothesis menetapkan bahwa tarif pajak perusahaan, term structure dan aset varians adalah faktor penting yang melatarbelakangi struktur modal perusahaan dan pilihan debt maturity (Thottekat, 2013). 2.4.1.1 Tarif Pajak Tarif pajak adalah dasar pengenaan pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif pajak biasanya berupa persentase (%). Dasar pengenaan 29 pajak adalah nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Tarif pajak yang besarnya juga harus dicantumkan dalam undangundang pajak merupakan salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak. Penentuan besarnya suatu tarif adalah hal yang krusial dimana kesalahan presepsi dan penetuannya dapat merugikan berbagai pihak termasuk negara. Dalam pemungutan pajak, terdapat beberapa jenis tarif pajak yang dikenal, antara lain : a. Tarif Progresif (a progressive tax rate). b. Tarif Proporsional (a proportion tax rate). c. Tarif Degresif (a degressive tax rate). d. Tarif Tetap (a fixed tax rate). e. Tarif Advalorem. f. Tarif Spesifik. g. Tarif Efektif. 2.4.1.2 Term Structure Term structure adalah hubungan antara suku bunga atau imbal hasil obligasi dan jangka waktu yang berbeda atau jatuh tempo. Struktur jangka suku bunga juga dikenal sebagai kurva imbal hasil dan memainkan peran sentral dalam perekonomian. Struktur jangka mencerminkan ekspektasi pelaku pasar tentang perubahan masa depan suku bunga dan penilaian mereka tentang kondisi kebijakan moneter. Secara umum, hasil meningkat sejalan dengan jatuh temponya, sehingga menimbulkan kurva miring ke atas yield atau “yield curve normal”. Salah satu penjelasan dasar untuk fenomena ini adalah bahwa pemberi 30 pinjaman menuntut suku bunga yang lebih tinggi untuk pinjaman jangka panjang sebagai kompensasi atas risiko yang lebih besar terkait dengan mereka, dibandingkan dengan pinjaman jangka pendek. Kadang-kadang, hasil jangka panjang mungkin jatuh di bawah hasil jangka pendek, menciptakan "kurva yield terbalik" yang umumnya dianggap sebagai pertanda resesi. 2.4.1.3 Aset Varians FASB mendefinisikan aset dalam kerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No.6) Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti atau diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Dilihat dari teori trade-off maka pertumbuhan aset akan mempengaruhi secara positif terhadap struktur modal. Perusahaan yang dengan tingkat pertumbuhan aset yang tinggi maka dapat mempengaruhi penggunaan utang, karena perusahaan kemungkinan akan kekurangan pendapatan untuk mendanai pertumbuhan tinggi tersebut secara internal sehingga perusahaan cenderung mengunakan utang sebagai sumber pendanaannya (Saidi dalam Saputra, 2014). Menurut Instopedia.com, varians dan volatilitas adalah ukuran disperse satu set titik data di sekitar nilai rata-rata mereka. Dengan kata lain, varians adalah harapan matematis dari kuadrat deviasi rata-rata dari mean. Hal ini dihitung dengan mencari rata-rata probabilitas tertimbang dari penyimpanan kuadrat dari nilai yang diharapkan. Varians mengukur variablitas dari rata-rata (volatilitas). Volatilitas adalah ukuran resiko, sehingga statistik ini dapat membantu menentukan resiko investor mungkin mengambil saat membeli sekuritas tertentu. 31 Dengan kata lain varians adalah volatilitas atau turun naiknya. Sehingga aset varians adalah naik turunnya aset atau ketidakjelasan total aset yang dimiliki oleh perusahaan. 2.5 Penelitian Terdahulu 1. Thottekat & Madhu (2013) dalam penelitian yang berjudul How Tax Hypothesis Determines Debt Maturity in Indian Corporate Sector. Dari hasil analisisnya dapat disimpulkan bahwa tax rate berpengaruh negative signifikan terhadap debt maturity, sedangkan term structure dan aset varian berpengaruh positif signifikan terhadap debt maturity pada sektor korporasi di India. 2. K.J Newberry & G.F Novack (2001) dalam penelitian yang berjudul The Effect of Taxes on Corporate Debt Maturity, An analysis of Public and Private Bond Offering. Dari hasil analisisnya dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat pajak marjinal perusahaan dan Debt Maturity dari penawaran obligasi korporasi mereka ditemukan. Juga konsisten dengan prediksi pajak efek terhadap Term Structure, hasil menunjukkan bahwa perusahaan menerbitkan obligasi korporasi yang jatuh tempo lebih lama di periode yang ditandai dengan Term Structure yang lebih tinggi. 3. Ozkan (2002) dalam penelitian The Determinants of Corporate Debt Maturity: Evidence from UK Firms. Dari hasil analisisnya dapat disimpulkan bahwa Size perusahaan dan maturitas aset berpengaruh positif terhadap debt maturity perusahaan, sedangkan biaya agensi dan 32 variability nilai perusahaan berpengaruh negative terhadap debt maturity. Namun, temuan tidak menawarkan dukungan untuk pandangan bahwa pajak dan tujuan signaling mempengaruhi debt maturity. 4. Bougatef (2010) dalam penelitian Determinants of Corporate Debt Maturity Structure: Evidence from Tunisia and France. Dari hasil analisisnya dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif signifikan antara leverage dan asset maturity terhadap debt maturity, sedangkan growth option dan profitability tidak memiliki hasil yang signifikan terhadap debt maturity. Table 2.1 Penelitian Terdahulu NO Nama Judul Variabel Hasil Penelitian 1. Venugopalan How Tax Thottekat & Hypothesis Madhu Vij Determines Debt Maturity in Indian Corporate Sector Tax rate, Term Structure, Asset Varians terhadap Debt Maturity Tax Rate berpengaruh negatif signifikan, sedangkan term structure dan Asset Varians berpengaruh positif signifikan terhadap Debt Maturity 2. K.J The Effect of Newberry & Taxes on G.F Novack Corporate Debt Maturity, An analysis of Public and Private Bond Offering Marginal Tax Rate, Term Structure terhadap Corporate Debt Maturiry Marginal Tax Rate dan Term Structure berpengaruh positif terhadap Debt Maturity 3. Aydin Ozkan Biaya agency, size perusahaan, maturitas aset, variability Size dan maturitas aset berpengaruh positif signifikan terhadap debt maturity, sedangkan The Determinants of Corporate Debt Maturity : 33 4. Khemaies Bougatef Evidence nilai from UK perusahaan, Firms. pajak, tujuan signaling variability dan biaya agensi berpengaruh negatif signifikan terhadap debt maturity, namun pajak dan tujuan signaling tidak berpengaruh signifikan terhadap debt maturity. Determinans of Corporate Debt maturity Structure: Evidence from Tunisia and France Asset maturity dan leverage berpengaruh signifikan dan positif terhadap debt maturity. Sedangkan growth option dan profitability berpengarih tidak signifikan terhadap debt maturity. Aset Maturity, Leverage, Growth Option dan Profitability Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penelitian-penelitian sebelumnya memiliki hasil yang berbeda-beda sesuai dengan objeknya. Selain itu penelitian yang sudah ada belum pernah dilakukan di Indonesia. Untuk itu penulis melakukan penelitian lanjutan dengan objek yang berbeda dan perusahaan yang berada di Negara Indonesia. 2.6 Kerangka Pemikiran Berdasarkan Trade-Off Theory, terdapat arah hubungan yang negatif antara tarif pajak dengan debt maturity perusahaan. Rendahnya tarif pajak akan meningkatkan debt maturity Perusahaan, sedangkan tingginya tarif pajak akan menurunkan debt maturity perusahaan terseebut. Debt maturity yang optimal dipengaruhi oleh trade-off antara keuntungan pajak dari utang, biaya kebangkrutan dan biaya mengeluarkan obligasi baru (flotasi). Keuntungan pajak 34 dari hutang merupakan selisih pengurangan pajak yang dibayarkan karena adanya biaya bunga yang harus dikeluarkan perusahaan. Sehingga apabila tarif pajaknya rendah maka keutungan pajak akan semakin kecil, dengan kecilnya keuntungan pajak tersebut debt maturity perusahaan akan semakin besar guna menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengeluarkan obligasi baru (flotasi). Oleh sebab itu, perusahaan memperpanjang jatuh tempo utang sebagai keuntungan pajak. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa keuntungan pajak yang tersisa dari utang dan biaya kebangkrutan tidak kurang dari amortisasi biaya mengeluarkan obligasi baru (flotasi). Teori Trade-off memberikan alasan berdasarkan pajak untuk debt maturity yang optimal dan menetapkan bahwa debt maturity secara langsung memiliki arah hubungan yang positif dengan term structure. Sehingga apabila term structure meningkat maka debt maturity akan semakin tinggi, begitupun sebaliknya. Keuntungan pajak dari utang perusahaan dan tidak datarnya struktur jangka pada suku bunga dapat meningkatkan nilai perusahaan atas utang jangka panjang ketika term structure meningkat. Alasannya adalah bahwa perusahaan dapat mempercepat bunga tax shiled pada utang dengan meningkatkan proporsi pembayaran utang dialokasikan untuk utang jangka panjang. Sebaliknya, perusahaan dapat meningkatkan nilai sekarang dari manfaat utang dengan meningkatkan utang jangka pendek jika term structure menurun. Kane, et al (1985) menunjukkan bahwa jatuh Debt Maturity berbanding terbalik berkaitan dengan volatilitas nilai perusahaan. Apabila volatilitas nilai perusahaan menurun maka perusahaan akan jarang mengembalikan keseimbangan struktur 35 modal dan hal ini mencerminkan fakta bahwa kurang stabilnya varians aset. Aset varians yang rendah menyebabkan perusahaan untuk menghindari menyeimbangkan struktur modal mereka sering karena kekhawatiran tentang biaya kebangkrutan yang diharapkan. Perusahaan tersebut diharapkan untuk mengeluarkan utang jangka panjang daripada utang jangka pendek karena perusahaan tidak ingin mengambil resiko akan ketidakmampuan untuk membayar utang jangka pendek. Dan sebaliknya, setiap perubahan dalam nilai perusahaan pada tingkat tinggi akan mendorong perusahaan untuk mengeluarkan utang jangka pendek karena kekhawatiran penyesuaian struktur modal. Hipotesis biaya agensi menunjukkan bahwa struktur debt maturity adalah salah satu instrumen perusahaan yang secara luas dimanfaatkan untuk mengurangi masalah keagenan yang disebabkan oleh konflik kepentingan antara pemegang saham dan pemegang obligasi, termasuk kurangnya investasi dan substitusi aset berisiko. Literatur empiris menunjukkan bahwa leverage, jatuh tempo utang jangka pendek, utang jangka panjang dengan ketentuan dana panggilan dan dana cadangan, utang yang dijamin, utang bank swasta adalah solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah lembaga utang terkait dengan asimetri informasi dan growth option (Myers, 1977). Sehingga arah hubungan antara growth option dan debt maturity adalah negatif, apabila growth option meningkat maka akan menurunkan debt maturity perusahaan, begitu pula sebaliknya. Berikut ini disajikan bagan kerangka pikir untuk memudahkan memahami kerangka pikir di dalam penelitian ini: 36 Tarif Pajak (X1) Term Structure (X2) Debt Maturity Aset Varians (Y) (X3) Growth Option (X4) Gambar 2.2 Model Pemikiran 2.7 Hipotesis Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho1 : Tarif Pajak berpengaruh tidak signifikan terhadap Debt Maturity pada sektor pertambangan di Indonesia. Ha1 : Tarif Pajak berpengaruh signifikan terhadap Debt Maturity pada sektor pertambangan di Indonesia. Ho2 : Term Structure berpengaruh tidak signifikan terhadap Debt Maturity pada sektor pertambangan di Indonesia. Ha2 : Term Structure berpengaruh signifikan terhadap Debt Maturity pada sektor pertambangan di Indonesia. 37 Ho3 : Aset Varians berpengaruh tidak signifikan terhadap Debt Maturity pada sektor pertambangan di Indonesia. Ha3 : Aset Varians berpengaruh signifikan terhadap Debt Maturity pada sektor pertambangan di Indonesia. Ho4 : Growth Option berpengaruh tidak signifikan terhadap Debt Maturity pada sektor pertambangan di Indonesia. Ha4 : Growth Option berpengaruh signifikan terhadap Debt Maturity pada sektor pertambangan di Indonesia. Ho5 : Tarif Pajak, Term Structure, Aset Varians berpengaruh tidak signifikan secara simultan terhadap Debt Maturiy yang dikontrol dengan Growth Option pada sektor pertambangan di Indonesia. Ha5 : Tarif Pajak, Term Structure, Aset Varians berpengaruh signifikan secara simultan terhadap Debt Maturity yang dikontrol dengan Growth Option pada sektor pertambangan di Indonesia.