HAKIKAT PENDIDIKAN

advertisement
HAKIKAT (NAFAS) PENDIDIKAN
“The eseence of education is that it should be religious” (Whitehead: 1947)
Capra dalam bukunya titik balik peradaban menjelaskan bahwa abad sekarang adalah
abad ilmu pengetahuan, teknologi dan spiritual (religius). Abad ini ditandai dengan adanya
keseimbangan, keserasian, dan keharmonisan antara dunia fisik dan dunia spiritual. Untuk
mencapai keseimbangan, keselerasan, dan keserasian kehidupan fisik dan spiritual diperlukan
upaya pendidikan.
Pendidikan harus menanamkan nilai-nilai keimanan dan idealisme pada diri peserta didik.
Pendidikan pun harus berupaya melestarikan dan mengusung kebudayaan bangsa. Iqbal
berpendapat bahwa pendidikan
harus berorientasi pada ideologi. Pendidikan yang bersifat
netral-agama merupakan pendidikan yang buruk dan sesat.
Fakta menunjukkan bahwa
pandangan keagamaan (religious worldviews) lah yang mampu memperkuat kualitas karakter
yang dibutuhkan bagi keberlangsungan pembangunan dan realisasi visi keadilan, persaudaraan,
dan kesejahteraan umat seluruhnya.
Kesejahtaraan tidak mungkin dapat terwujud apabila
masing-masing individu hanya mementingkan diri sendiri dan tidak memiliki niat untuk
berkorban bagi kesejahteraan umat manusia. Ath-Thahtawi menyebutkan pondasi dasar bagi
berdirinya sebuah keberadaban yang kokoh yakni pendidikan moral dengan etika keagamaan dan
keutamaan kemanusiaan. Agama akan memalingkan jiwa dari hawa nafsunya dan melembutkan
hati atas keinginannya.
Ath-Thahtawi sampai pada satu kesimpulan bahwa agama adalah
pondasi terkuat bagi kebaikan dan keberdirian dunia. Agama adalah tali kekang bagi manusia.
Agama adalah sendi keadilan dan kebaikan.
Sejarah dipenuhi dengan deretan kisah di mana sebuah masyarakat mencapai puncak
kejayaannya dari hasil reformasi moral keagamaan. Schweitzer juga menekankan jika pondasi
moral lemah, maka peradaban akan terpuruk, meskipun arus intelektual dan kreativitas berjalan
kuat di lingkugan masyarakat. Toynbee juga berpendapat bahwa kebutuhan nonalamiah manusia
yang telah diberikan sains, hampir-hampir menjadi tidak penting bagi manusia apabila
dibandingkan dengan keterikatannya terhadap dirinya sendiri, kepada sesama manusia, dan
terhadap Tuhan. Baru-baru ini, Nigel Lawson, seorang konselor dan bendahara Inggris (1989)
menekankan bahwa tidak ada satu pun kekuatan ekonomi dan politik yang sanggup bertahan
tanpa adanya landasan moral. Friedman, seorang Profesor dari Harvard, juga beragumen bahwa
1
perkembangan moral bergandeng tangan dengan perkembangan ekonomi, masing-masing saling
mendukung. Bukti empiris menunjukkan bahwa banyak dampak positif dari keberagamaan
terhadap peradaban.
Banyak cendekiawan di antaranya Bernard Lewis
unsur pokok suatu peradaban adalah agama. Agama
(2005: 150) merumuskan bahwa
adalah faktor terpenting yang
menentukan karakteristik suatu peradaban. Huntington juga menulis bahwa agama merupakan
karakteristik sentral yang menentukan peradaban. Menurut Cristopher Dawson, agama-agama
besar merupakan fondasi dari peradaban-peradaban besar sebagai kelanjutannya. Agar bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang beradab, maka nilai-nilai agama yang ada di Indonesia harus
terus dibina dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain agama, faktor terpenting lainnya dalam membangun peradaban bangsa adalah
tradisi keilmuan. Adian Husaini (2005: xxxiii) menjelaskan bahwa politik, ekonomi, informasi
yang berbasiskan keilmuan yang tinggi adalah sektor penting dalam membangun peradaban
bangsa. Kejayaan umat Islam dalam sejarah terletak pada tingginya peradaban yang diupayakan
melalui pengembangan ilmu pengetahuan yang mengalami puncaknya pada masa Dinasti
Abbasiyah (750 M-1258 M). Sydney Nettleton Fisher (1979) menjelaskan bahwa prestasi umat
Islam dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama bidang Filsafat diawali dengan
munculnya nama Al-Kindi, filosof Arab yang lahir di Kuffah sekitar abad 8 M. Ia adalah seorang
teolog sekaligus filosof. Keahliannya juga terkenal dalam bidang optik, kedokteran, dan musik.
Begitu juga dengan kejayaan Bangsa Eropa dan Amerika, mereka merupakan bangsa
yang berperadaban tinggi sampai sekarang karena mereka cinta terhadap ilmu (Jaih Mubarok,
2008: 18). Hippocrates dan Galen, dua dokter Yunani yang terkemuka, telah berjasa besar pada
pengetahuan biologi zaman kuno dan tetap menjadi tokoh yang terhormat dalam ilmu kedokteran
dan biologi sepanjang Abad Pertengahan.
Salah satu upaya untuk membangun tradisi keilmuan yang tinggi adalah melalui
pendidikan. Secara umum, pendidikan diartikan sebagai upaya mengembangkan mutu
pribadi dan membangun karakter bangsa yang dilandasi nilai-nilai agama, filsafat,
psikologi, sosial budaya, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun makna pendidikan
menurut UNESCO (1972) adalah: “Education as organized and sustained communication
2
designed to bring about learning”. Atas dasar pengertian tersebut tujuan utama komunikasi yang
terorganisasi dan berkelanjutan itu adalah timbulnya kegiatan belajar. Islam mempunyai
pandangan lain tentang pendidikan. Djawad Dahlan (2007: 42) menjelaskan:
pendidikan adalah penyemaian dan penanaman adab (ta’dib) secara utuh, dalam upaya
mencontoh utusan Allah, Nabi Muhammad Saw. sehingga menjadi manusia sempurna.
Pendidikan dimaknai sebagai upaya menumbuhkan manusia menuju dunia lain yang lebih
tinggi, tidak sekedar berada di dalam hidup instinktif . Dunia yang lebih tinggi ini dapat
dicapai dengan usaha sadar untuk menentukan berbagai pilihan yang tersedia bagi manusia.
Pendidikan diarahkan agar manusia mampu menjalankan fungsi kemanusiaan sebagai
hamba Allah dan sebagai khalifah di bumi secara universal.
Pendidikan menjadi perhatian yang serius pada masa kejayaan Islam. Ini dapat
dimaklumi bahwa peradaban Islam hanya dapat dipacu kemajuannya melalui pendidikan.
Richard Munch (1992) menjelaskan bahwa perkembangan kebudayaan dalam masyarakat yang
menandakan adanya tingkat peradaban diawali dengan kemahiran literacy dan meratanya
kesempatan memperoleh pendidikan serta semangat para ilmuan untuk mengembangkan ilmu
dan teknologi.
Hal yang sangat esensial dalam membangun peradaban Bangsa Indonesia adalah
mengembangkan sumber daya manusia yang bermutu. Sumber daya manusia yang bermutu
dapat tercapai salah satunya melalui pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu adalah
pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik memenuhi kebutuhannya, baik saat ini
maupun di masa yang akan datang. Kebutuhan peserta didik ini merupakan atribut-atribut yang
menjadi dasar standar mutu pendidikan. Atribut kebutuhan peserta didik ini tercantum dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 yang menjelaskan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk
watak
serta
peradaban
bangsa
yang
bermartabat
dalam
rangka
mencerdaskan kehidupan bagsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
3
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Karena kemerosotan pendidikan, penelitian, dan tekonologi menjadi salah satu sebab
utama kemunduran peradaban suatu bangsa. Untuk mengatasinya perlu dibangun sektor
pendidikan dan fasilitas penelitian berkualitas tinggi melalui pengembangan sekolah-sekolah,
universitas, dan akademik yang bersarana memadai di seluruh negeri. Dalam proses ini,
perhatian khusus perlu diberikan untuk memastikan bahwa pendidikan tersebut benar-benar
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan bukan hanya oleh mereka yang kaya saja.
Kondisi ini tidak mungkin dapat dilakukan tanpa adanya peningkatan subsidi pendidikan oleh
pemerintah, akselerasi penghimpunan zakat, wakaf, dan sumber-sumber pendapatan lainnya.
Semoga Allah meridhai upaya kita dalam membangun bangsa ini. Amin.
4
Download