D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dasar (subgrade) Tanah dasar merupakan pondasi bagi perkerasan, baik perkerasan yang terdapat pada alur lalu lintas maupun bahu. Dengan demikian tanah dasar merupakan konstruksi terakhir yang menerima beban kendaraan yang disalurkan oleh perkerasan. Pada kasus yang sederhana, tanah dasar dapat terdiri atas tanah asli tanpa perlakuan sedangkan pada kasus lain yang lebih umum, tanah dasar terdiri atas tanah asli pada galian atau bagian atas timbunan yang dipadatkan. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan dan tanah yang didatangkan dari tempat lain seperti timbunan atau galian. Tanah dasar dalam keadaan asli merupakan bahan yang kompleks dan sangat bervariasi kandungan mineralnya. Pembangunan jalan raya tidak selalu berada di atas tanah dasar yang relatif baik, ada kemungkinan dibuat di atas tanah dasar yang kurang baik. Akibatnya, tanah tersebut tidak dapat dipakai langsung sebagai lapisan dasar (subgrade). Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu dan kekuatan tanah dasar diperlukan perbaikan pada sifat-sifat tanah tersebut. 2.2 Tanah Lunak Tanah lunak adalah tanah yang memiliki kuat geser undrained lapangan kurang dari 40 kPa dan kompresibilitas tinggi. Dalam penelitian ini, tanah yang digunakan untuk stabilisasi adalah tanah lunak karena tanah jenis ini memiliki daya dukung tanah yang kecil. Umumnya lapisan lunak terdiri dari tanah yang sebagian besar adalah butir-butir sangat kecil serta memiliki kemampatan besar dan koefisien permeabilitas yang kecil, sehingga jika pembebanan konstruksi melampui daya dukung kritis, maka kerusakan tanah akan terjadi. Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 6 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Meskipun intensitas beban tersebut kurang dari daya dukung kritis, dalam jangka waktu yang lama besarnya penurunan akan terus meningkat, sehingga akan mengakibatkan permukaan tanah di sekeliling konstruksi naik atau turun, atau terjadi penurunan muka air tanah atau pengeringan air di tengah konstruksi. Pada akhirnya mengakibatkan kerusakan di sekitar konstruksi. Berdasarkan hal diatas perlu diadakan perbaikan pada kondisi tanah tersebut. Banyak modifikasi yang dapat dilakukan dalam perbaikan lapisan tanah dasar yang lunak diantaranya dengan cara Prakompresi, Metode getar, pengadukan encer, drainase vertikal dan stabilisasi (Bowles, 1981). 2.3 Klasifikasi Tanah Pada umumnya tanah dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Untuk menerangkan tentang tanah berdasarkan ukuran-ukuran partikelnya, beberapa organisasi telah mengembangkan batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah (soil-separate-size limits). (Braja M. Das, 1985:7) Tanah merupakan material yang sangat bevariasi sifat-sifat teknisnya. Terdapat dua cara yang biasa dilakukan untuk pengklasifikasian tanah adalah AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials) dan USCS (Unified Soil Classification System). 2.3.1 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO Sistem klasifikasi berguna untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Sistem ini ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya. Sistem ini membagi tanah kedalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang terklasifikasikan dalam kelompok A-1, Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 7 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG A-2, dan A-3 merupakan tanah granular yang memiliki partikel yang lolos saringan No.200 kurang dari 35%. Tanah yang lolos saringan No.200 lebih dari 35% diklasifikasikan kedalam kelompok A-4, A-5, A6, dan A-7. (Alek Al Hadi, 2010). Tanah-tanah dalam kelompok ini biasanya merupakan jenis tanah lanau dan lempung. Sistem klasifikasi menurut AASHTO yang didasarkan pada kriteria sebagai berikut: 1. Ukuran partikel a. Kerikil: fraksi yang lolos saringan ukuran 75 mm (3 inchi) dan tertahan pada saringan No.10. b. Pasir: fraksi yang lolos saringan No.10 (2 mm) dan tertahan pada saringan No.200 (0,075 mm). c. 2. Lanau dan lempung: fraksi yang lolos saringan No.200. Plastisitas: tanah berbutir halus digolongkan lanau bila memiliki Berikut adalah tabel sistem klasifikasi tanah AASHTO seperti pada tabel 2.1. Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 8 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Dimana: GI = Group Index F = Jumlah presentase butiran yang lolos No. 200 LL = Batas cair (Liquid Limit) PI = Indeks Plastisitas 2.3.2 Klasifikasi Tanah Sistem USCS Sistem klasifikasi tanah dasar dengan cara USCS (Unified Soil Classification System) dibuat oleh Arthur Casagrande yang mana pada awalnya digunakan oleh US Army untuk membuat landasan terbang selama perang dunia kedua. Sistem ini telah terbukti berdaya guna tinggi. Tanah pada sistem USCS ini dibagi menjadi 3 bagian utama: 1. Tanah berbutir kasar (coarse grained soils) lebih dari 50% tertahan saringan No.200: kerikil (gravel) dan tanah berkerikil (gravelly soils), pasir (sand) dan tanah kepasiran (sandy soils) didalamnya terbagi lagi kedalam ukuran butiran, bentuk kurva gradasinya dan ada tidaknya nilai PI. 2. Tanah berbutir halus (fine grained soils) lebih dari 50% lolos saringan No.200: lanau (silts) dan lempung (clays) didalamnya terbagi lagi berdasarkan hubungan antar LL dan PI dan ada tidaknya kandungan material organisnya. 3. Tanah humus (peaty soils) jenis ini mengandung serat organis yang tinggi. Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 10 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Berikut tabel 2.2 sistem klasifikasi dari USCS: Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi USCS Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 11 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2.4 Pengujian Dalam penelitian ini, digunakan beberapa variasi pengujian diantaranya: 2.4.1 Pengujian DCP Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan nilai CBR (California Bearing Ratio) tanah dasar, timbunan, dan atau suatu sistem perkerasan di lapangan. Pengujian ini akan memberikan data kekuatan tanah sampai kedalaman +70 cm di bawah permukaan lapisan tanah yang ada atau permukaan tanah dasar. Pengujian ini dilakukan dengan mencatat data masuknya konus yang tertentu dimensi dan sudutnya, ke dalam tanah untuk setiap pukulan dari palu (hammer) yang berat dan tinggi jatuh tertentu pula. Berbeda dengan Mechanical Jack, alat ini lebih praktis dan ekonomis karena mudah dibawa-bawa dan lebih ringan. Alat DCP digunakan pada tanah yang tidak terganggu artinya untuk menentukan harga/nilai CBR pada setiap kedalaman, tanah tersebut tidak perlu digali. Berikut merupakan alat DCP yang ditunjukan pada gambar 2.1: Gambar 2.1 Alat DCP Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 12 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2.4.4 Pengujian Batas-Batas Atterberg Atterberg merupakan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, sifat campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis, dan cair. Berikut gambar 2.2 mengenai hubungan batas-batas Atterberg. Volume Batas Plastis Semi Padat Plastis Cair Padat KadarAir Bertambah Kering oven Batas Susut Batas Cair Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg batas cair (Liquid Limit/LL) kadar air ketika sifat tanah pada batas dari keadaan cair menjadi plastis. batas plastis (Plastic Limit/PL) batas terendah kondisi kadar air ketika tanah masih pada kondisi plastis. Batas Susut (Shrinkage Limits/SL) batas sifat tanah kohesif antara keadaan semi padat dengan padat. indeks plastisitas (Plasticity Index/PI) selisih antara batas cair tanah dan batas plastis tanah. Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 16 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG tanah. Nilai sensitivitas ini mengukur bagaimana perilaku tanah jika terjadi gangguan yang diberikan dari luar. Berikut adalah tabel 2.3 yang menunjukan hubungan konsistensi tanah dengan kuat tekan bebas. Tabel 2.3 Hubungan konsistensi tanah dengan kuat tekan bebas ( kg/cm2) Konsistensi < 0,24 Very Soft 0,24 0,48 Soft 0,48 0,96 Medium Soft 0,96 1,92 Stiff 1,92 3,83 Very Stiff > 3,83 Hard 2.4.7 Pengujian CBR Laboratorium CBR adalah perbandingan beban penetrasi suatu bahan terhadap beban standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Tujuan dari pengujian CBR di laboratorium ini untuk menentukan harga CBR tanah dan campuran tanah agregat yang dipadatkan di laboratorium pada kadar air tertentu. Harga CBR dihitung pada harga penetrasi 0,1 dan 0,2 inci, dengan cara membagi beban pada penetrasi ini masing-masing dengan beban sebesar 3000 dan 4000 pound. Dari hasil pengujian CBR Laboratorium didapatkan kadar air optimum, berat isi kering maksimum, nilai CBR pada kepadatan optimum, dan nilai CBR pada kepadatan 95 % (CBR Design). Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 18 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2.4.8 Pengujian Swelling Metode penilaian pengembangan (swelling) dapat dilakukan dengan menggunakan tanah yang direndam dari pemadatan CBR dengan menggunakan arloji pengukur pengembangan di permukaan tanah untuk mengukur besarnya pengembangan tanah. Metode lainnya adalah dengan menggunakan alat swelling yang mengukur besarnya gaya atau tekanan pengembangan tanah. Dalam penelitian ini, hanya dilakukan metode dengan menggunakan arloji pengukur saja. 2.5 Abu Tempurung Kelapa Abu tempurung kelapa merupakan abu dari sisa pembakaran tempurung kelapa. Abu tempurung kelapa ini dapat ditemukan dibanyak wilayah di Indonesia seperti Medan Sumatra Utara, Ciamis Jawa Barat, Tasik Jawa Barat, Solo Jawa Tengah, dan Manado Sulawesi Utara. Namun penulis mengambil untuk bahan penelitian kali ini dari sebuah pabrik kelapa di Gedebage, Bandung, Jawa Barat. Berikut abu tempurung kelapa seperti pada gambar 2.3 berikut: Ganbar 2.3 Abu Tempurung Kelapa Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 19 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Unsur-unsur yang terdapat dalam tempurung kelapa C=81,9%; H=5,5%; N=3,1%; O=9,5% dan pH=6,7%. Adapun komposisi dari abu tempurung kelapa pada tabel 2.4 berikut: Tabel 2.4 Komposisi Abu Tempurung Kelapa Komposisi K2O Na2O CaO MgO Fe2O3 + Al2O3 P2O5 SO3 SiO2 Persentase (%) 45.01 15.42 6.26 1.32 1.39 4.64 5.75 4.64 Sumber:// enggjournals.com 2.6 Stabilisasi Tanah Dalam pembangunan perkerasan jalan, sering ditemui tanah dasar atau material di sekitar lokasi proyek yang tidak memenuhi syarat bila digunakan untuk pembangunan perkerasan. Salah satu cara untuk menangani masalah ini, adalah dengan melakukan stabilisasi tanah. Stabilisasi tanah merupakan upaya yang dapat diambil untuk memperbaiki sifat-sifat tanah yang ada. Tanah dibuat stabil agar jika ada beban di atasnya tidak mengalami penurunan (settlement). Beberapa cara dalam melakukan stabilisasi tanah dengan menambahkan bahan tambah seperti fly ash, semen, aspal emulsi, dan abu vulkanik. Namun dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahan tambah abu tempurung kelapa sebagai bahan stabilisasi tanah. Menurut Bowles (1984) apabila tanah yang terdapat di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan, atau apabila mempunyai indeks konsistensi yang tidak sesuai, permeabilitas yang terlalu tinggi, atau sifat lain yang tidak diinginkan sehingga tidak sesuai untuk suatu proyek pembangunan, Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 20 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG maka tanah tersebut harus distabilisasikan. Ada 3 jenis stabilisasi tanah yang dapat dilakukan yaitu: 1. Stabilisasi fisik Dilakukan dengan mengubah karakteristik tanah dengan tanah yang secara teknik memenuhi syarat dalam pelaksanaan sebuah konstruksi. Dalam hal ini tanah harus di uji gradasi butiran, batas konsistensi tanah serta kandungan mineral tanah. 2. Stabilisasi kimia Usaha ini dengan menambah zat aditif (campuran) seperti kapur, semen, fly ash, bitumen dan yang penulis gunakan pada penelitian kali ini yaitu abu tempurung kelapa. Hal ini dilakukan untuk memodifikasi perilaku tanah menjadi lebih baik. 3. Stabilisasi mekanik Stabilisasi ini dengan cara mengubah sifat mekanik tanah seperti kuat geser tanah, kohesi, konsolidasi dan modulus elastisitas tanah (kekenyalan tanah). Dalam penelitian kali ini tanah dicampur dengan abu tempurung kelapa hingga homogen dengan beberapa variasi persentase campuran yang direncanakan dari berat kering tanah lunak berkisar 5%, 10%, 15%, dan 20% sehingga didapatkan kandungan campuran yang tepat. Selain ditentukan dengan variasi persentase campuran juga dengan beberapa variasi pemeraman yaitu 0 hari, 3 hari, 7 hari, dan 14 hari pengujian di laboratorium hingga didapatkan stabilisasi yang ideal. Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 21 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Dari tabel 2.4 di atas diketahui komposisi dari abu tempurung kelapa yang dimana penulis mengambil senyawa SiO2 sebagai bahan stabilisasi seperti pada stabilisasi yang menggunakan semen sebagai bahan stabilisasinya Berikut reaksi kimia yang terjadi antara tanah dengan abu tempurung kelapa: Al2O3 + 3SiO2 + H2O Al2(SiO3)3. H2O Jika alumina (Al2O3) direaksikan dengan silikon dioksida (SiO2) akan dihasilkan aluminium silikat (Al2SiO3). Senyawa SiO2 mempunyai sifat mengikat seperti yang terdapat pada semen, maka dari itu karena didalam komposisi senyawa abu tempurung kelapa terdapat kandungan SiO2 cocok digunakan sebagai bahan stabilisasi. Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 22 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2.7 Penelitian Yang Pernah Dilakukan Mengenai Abu Tempurung Kelapa 2.7.1 Kajian perilaku Lapisan Tanah Dasar (Subgrade) dari Tanah Lunak daerah Cililin Kab.Bandung Barat Akibat Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) dan Aspal Emulsi Dengan campuran fly ash 15% dan variasi campuran aspal emulsi 4%, 6%, dan 8% didapat hasil seperti tertera pada tabel 2.5 berikut: Tabel 2.5 Pengaruh Penambahan Fly Ash pengujian simbol satuan PI % qu CBR s k kg/cm² % kg/cm² cm/dt Atterberg Limit UCS CBR Swelling Permeabilitas kadar penambahan 15% fly ash + 8% aspal 0% emulsi peram 7 hari 18,30 5,201 0,64 1,7 harapan hasil keterangan 3,17 7,042 0,835 1,35 < < penurunan > > < < > > < < kenaikan kenaikan penurunan penurunan 2.7.2 Percobaan Stabilisasi Terhadap Tanah Lempung Terhadap Karakteristik Pemadatan Dengan Menggunakan Fly Ash Dan Geosta (Suryo Hapsoro Tri Utomo,1996) Dengan campuran fly ash 13 % dan variasi campuran geosta maks tanah asli adalah 42 % dan 1,18 gr/cm2. Sedangkan tanah yang telah diberi campuran fly ash dan geosta dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut ini : Tabel 2.6 pengaruh fly ash dan geosta terhadap pemadatan karakteristik gr/cm² % geosta dan 13 % fly ash 1 5 7,7 10 lempung asli 0 1,18 1,3 1,32 1,33 1,35 1,36 1,36 42 38 36 35 34 33 31 15 Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 23 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2.7.3 Penggunaan Abu Batu Bara PLTU Mpanau Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah Lempung (Arifin B, 2009) Penelitian ini bertujuan memeriksa pengaruh stabilisasi tanah lempung menggunakan bahan stabilisasi abu batu bara dan semen. Abu batu bara yang digunakan adalah abu bara hasil pembakaran dari PLTU Mpanau Kecamatan Tawaeli Kota Palu yang lolos saringan No.200, tanah lempung yang diuji memiliki indeks plastisitas lebih besar dari 20. Sifat yang diperiksa adalah perubahan batas cair, kepadatan maksimum dan nilai CBR. Proporsi rancangan campuran terdiridari abu batu bara adalah 10% dan 20% semen sebesar 4% dan 8% masing-masing terhadap berat kering tanah lempung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran abu batu bara dansemen mampu menurunkan nilai indeks plastisitas tanah lempung dari 27,33% menjadi 10,37 %, meningkatkan nilai CBR tanah dari 4,46% menjadi 13,8% untuk CBR rendaman dan dari 5,6% menjadi 15,5% untuk CBR tanpa rendaman. Rachel Chrisanti, Zenal Ansori, Kajian Perilaku Tanah Dasar..... 24