8/3/2013 ISI Sudaryatno Sudirham Turunan Fungsi-Fungsi: • Fungsi Polinom • Perkalian Fungsi, Pangkat dari Fungsi, Fungsi Rasional, Fungsi Implisit • Fungsi Trigonometri, Trigonometri Inversi, Logaritmik, Eksponensial Integral: • Integral Tak-Tentu • Integral Tentu Persamaan Diferensial • Persamaan Diferensial Orde-1 • Persamaan Diferensial Orde-2 Matematika II 2 1 Pengertian-Pengertian y Turunan FungsiFungsi-Fungsi Kita telah melihat bahwa kemiringan garis lurus adalah 2 ∆y 1 ∆x 0 0 1 2 3 4 m= x ∆y ( y2 − y1) = ∆x ( x2 − x1 ) -1 Bagaimanakah dengan garis lengkung? 4 3 Garis Lengkung y = f(x) P2 y y Garis lurus dengan kemiringan ∆y/∆x memotong garis lengkung di dua titik ∆y (x2,y2) P1 (x1,y1) ∆x Jarak kedua titik potong semakin kecil jika ∆x di perkecil menjadi ∆x* x x y = f(x) y P1 Pada suatu garis lengkung y = f ( x ), kita dapat memperoleh turunannya di berbagai titik pada garis lengkung tersebut Pada kondisi ∆x mendekati nol, kita peroleh P2∗ ∆y* lim ∆x → 0 ∆x* ∆y f ( x + ∆x ) − f ( x ) = lim = f ′( x ) ∆x ∆x → 0 ∆x f ′(x) di titik (x1,y1) adalah turunan y di titik (x1,y1), x f ′(x) di titik (x2,y2) adalah turunan y di titik (x2,y2) Ini merupakan fungsi turunan dari f (x) di titik P Ekivalen dengan kemiringan garis singgung di titik P 5 6 1 8/3/2013 Jika pada suatu titik x1 di mana lim ∆x→ 0 ∆y ∆x Mononom benar ada y0 = f ( x) = k Contoh: maka dikatakan bahwa fungsi f(x) “dapat didiferensiasi di titik tersebut” f ( x + ∆x) − f ( x) 0 = =0 ∆x ∆x y0′ = lim ∆x → 0 Jika dalam suatu domain suatu fungsi f(x) dapat di-diferensiasi di semua x dalam dalam domain tersebut kita katakan bahwa fungsi f(x) dapat di-diferensiasi dalam domain. y1 = f1 ( x ) = 2 x Contoh: dy d ∆y = ( y ) = lim dx dx ∆x→0 ∆x f1′( x) = lim ∆x → 0 y 10 8 kita baca “turunan fungsi y terhadap x” Penurunan ini dapat dilakukan jika y memang merupakan fungsi x. Jika tidak, tentulah penurunan itu tidak dapat dilakukan. 2( x + ∆x) − 2 x 2∆x = =2 ∆x ∆x Fungsi ramp y1 = 2 x 6 f1′( x) = 2 4 2 Fungsi tetapan 0 0 1 2 3 x4 5 7 Contoh: 8 Secara umum, turunan fungsi mononom y2 = f 2 ( x) = 2 x 2 y = f ( x) = mx n 2( x + ∆x) 2 − 2 x 2 2( x 2 + 2 x∆x + ∆x 2 ) − 2 x 2 f 2′ ( x) = lim = lim ∆x → 0 ∆x ∆x → 0 ∆x = lim (2 × 2 x + 2∆x ) = 4 x adalah y ′ = (m × n) x (n −1) ∆x → 0 Jika n = 1 maka kurva fungsi y = mx n berbentuk garis lurus *) Turunan fungsi mononom pangkat 2 berbentuk mononom pangkat 1 (kurva garis lurus) Contoh: dan turunannya berupa nilai konstan, y′ = f ′( x) = k Jika n > 1, maka turunan fungsi y = mx n akan merupakan fungsi x, y ′ = f ′(x) y3 = f 3 ( x ) = 2 x 3 2( x + ∆x ) − 2 x ∆x 3 f 3′ ( x) = lim ∆x → 0 3 Fungsi turunan ini dapat diturunkan lagi dan kita mendapatkan fungsi turunan berikutnya, yang mungkin masih dapat diturunkan lagi 2( x 3 + 3 x 2 ∆x + 3x∆x 3 + ∆x 3 ) − 2 x 3 ∆x → 0 ∆x = lim = lim 2 × 3x 2 + 2 × 3 x∆x 2 + 2∆x 2 = 6 x 2 ∆x → 0 y′′ = f ′′(x) turunan dari y ′ = f ′(x) y ′′′ = f ′′′(x ) turunan dari y ′′ = f ′′(x ) *) Untuk n berupa bilangan tak bulat akan dibahas kemudian Turunan fungsi mononom pangkat 3 berbentuk mononom pangkat 2 (kurva parabola) 9 y ′ = f ′( x ) = y ′′ = f ′′( x ) = y ′′′ = f ′′′( x) = dy dx disebut turunan pertama, d2y dx 2 d3y dx 3 10 Kurva fungsi mononom y = f ( x) = mx n yang memiliki beberapa turunan akan berpotongan dengan kurva fungsi-fungsi turunannya. turunan kedua, Contoh: turunan ke-tiga, dst. Fungsi y = x 4 dan turunan-turunannya y′ = 4x3 y′′ = 12x 2 y ′′′ = 24 x 200 3 Contoh: y 4 = f 4 ( x) = 2 x y ′′ = 12x 2 y ′ = 4x 3 y = x4 100 y′4 = 2(3) x (3−1) = 6 x 2 ; y ′′′ = 24 x y ′′ = 12x 2 y′4′ = 6( 2) x ( 2−1) = 12 x; y′4′′ = 12 y ′′′′ = 24 0 -3 y ′ = 4x 3 11 -2 -1 y ′′′′ = 24 0 1 2 3 4 -100 12 2 8/3/2013 Polinom Contoh: f 2 ( x) = 4 x − 8 y 2 = f 2 ( x ) = 4( x − 2) y1 = f1 ( x) = 4 x + 2 f1′( x ) = lim ∆x → x f 2′ ( x ) = 4 {4( x + ∆x) + 2} − {4 x + 2} = 4 ∆x f 2 ( x ) = 4( x − 2) 10 y Contoh: f 2′ ( x ) = 4 5 10 y 0 f1(x) = 4x + 2 8 -1 f1' ( x ) = 4 6 4 2 0 -1 -0,5 -2 0 0,5 1 1,5 x 2 -4 0 1 2 -5 Turunan fungsi ini sama dengan turunan f(x)=4x karena turunan dari tetapan 2 adalah 0. 3 x 4 -10 -15 Secara Umum: Jika F(x) = f(x) + K maka Fʹ(x) = f′ (x) 13 Contoh: 14 Fungsi Yang Merupakan Perkalian Dua Fungsi y3 = f 3 ( x ) = 4 x 2 + 2 x − 5 {4( x + ∆x) }{ } + 2( x + ∆x) − 5 − 4 x 2 + 2 x − 5 ∆x = 4 × 2 x + 2 = 8x + 2 y3′ = lim 2 ∆x →0 Contoh: Jika maka ( y + ∆y ) = (v + ∆v )(w + ∆w) = (vw + v∆w + w∆v + ∆w∆v ) y4 = f 4 ( x ) = 5 x 3 + 4 x 2 + 2 x − 5 y 4′ = lim {5( x + ∆x) ∆x →0 3 }{ } + 4( x + ∆x ) 2 + 2( x + ∆x) − 5 − 5x 3 + 4 x 2 + 2 x − 5 ∆x ∆y ( y + ∆y ) − y ( wv + v∆w + w∆v + ∆w∆v) − vw = = ∆x ∆x ∆x ∆w ∆v ∆v∆w =v +w + ∆x ∆x ∆x = 5 × 3x + 4 × 2 x + 2 = 15x + 8 x + 2 2 y = vw 2 Secara Umum: Turunan fungsi polinom, yang merupakan jumlah beberapa mononom, adalah jumlah turunan masing-masing mononom dengan syarat setiap mononom yang membentuk polinom itu memang memiliki turunan. dy d (vw) dw dv = =v +w dx dx dx dx 15 Contoh: 16 Fungsi Yang Merupakan Pangkat dari suatu Fungsi Turunan y = 6x 5 adalah y ′ = 30x 4 Jika dipandang sebagai perkalian dua fungsi y′ = Jika d (2 x 3 × 3 x 2 ) = 2 x 3 × 6 x + 3 x 2 × 6 x 2 = 12 x 4 + 18 x 4 = 30 x 4 dx y1 = v 6 = v 3 × v 2 × v dy1 dv dv 2 dv 3 = (v 3 v 2 ) + (v 3 v ) + (v 2 v ) dx dx dx dx dv dv 2 5 dv 4 dv 3 2 dv =v + v v +v +v v +v dx dx dx dx dx y = uvw d (uvw) d (uv)(w) dw d (uv ) dw du dv = = (uv ) +w = (uv) + wu + v dx dx dx dx dx dx dx dw dv du = (uv) + (uw) + (vw) dx dx dx Contoh: Contoh: dv dv dv dv dv + 2v 5 + v5 + v4 v +v dx dx dx dx dx dv = 6v 5 dx dv 6 dv 6 dv dv Contoh ini menunjukkan bahwa = = 6v 5 dx dv dx dx = v5 y = 6x 5 Jika dipandang sebagai perkalian tiga fungsi dy d (uvw) = = (2 x 2 × 3 x 2 )(1) + (2 x 2 × x )(6 x) dx dx Secara Umum: + (3x 2 × x )(4 x ) = 6 x 4 + 12 x 4 + 12 x 4 = 30 x 4 17 dv n dv = nv n −1 dx dx 18 3 8/3/2013 Fungsi Rasional Contoh: y = ( x 2 + 1) 3 ( x 3 − 1) 2 Fungsi rasional merupakan rasio dari dua fungsi Kita gabungkan relasi turunan untuk perkalian dua fungsi dan pangkat suatu fungsi dy d ( x − 1) d ( x + 1) = ( x 2 + 1) 3 + ( x 3 − 1) 2 dx dx dx 3 2 2 y= v w atau y = vw −1 3 dy d v d (vw−1 ) dw −1 dv = =v + w −1 = dx dx w dx dx dx dv dv − v dv 1 dv = −vw− 2 + w −1 = + 2 dx dx w dx w dx = ( x 2 + 1) 3 2( x 3 − 1)(3 x 2 ) + ( x 3 − 1) 2 3( x 2 + 1) 2 2 x = 6 x 2 ( x 2 + 1) 3 ( x 3 − 1) + 6 x ( x 3 − 1) 2 ( x 2 + 1) 2 = 6 x ( x 3 − 1)( x 2 + 1) 2 (2 x 3 + x − 1) = 1 dv dw w −v dx w 2 dx Jadi: dw dv −v w d v dx dx = dx w w2 19 Contoh: y= Fungsi Berpangkat Tidak Bulat x2 − 3 dy = dx = x3 x 3 (2 x) − ( x 2 − 3)(3x 2 ) Contoh: Bilangan tidak bulat n = x6 2 x 4 − (3 x 4 − 9 x 2 ) x 6 = x 4 qy q −1 x2 dy x 2 × 0 − 1 × 2x 2 = 2x + = 2x − dx 4 x3 y= x2 +1 Jika y ≠ 0, kita dapatkan ( y q −1 = v p / q = 2 x 3 − 2 x − 2x 3 − 2 x ( x 2 − 1) 2 = ) q −1 dy dv = pv p −1 dx dx dy d (v p / q ) pv p −1 dv = = dx dx qy q −1 dx (v adalah fungsi yang bisa diturunkan) = v p −( p / q ) sehingga dy d (v p / q ) pv p −1 dv p ( p −1) − p +( p / q ) dv = = = v dx dx dx qv p −( p / q ) dx q p ( p / q ) −1 dv = v q dx ; dengan x 2 ≠ 1 (agar penyebut tidak nol) x −1 dy ( x 2 − 1)2 x − ( x 2 + 1) 2 x = dx ( x 2 − 1) 2 2 p dengan p dan q adalah bilangan bulat dan q ≠ 0 q yq = v p y = vn = v p / q − x2 + 9 1 y = x2 + Contoh: 20 Formulasi ini mirip dengan keadaan jika n bulat, hanya perlu persyaratan bahwa v ≠ 0 untuk p/q < 1. − 4x ( x 2 − 1) 2 21 Fungsi Parametrik dan Kaidah Rantai 22 Fungsi Implisit Apabila kita mempunyai persamaan x = f (t ) dan y = f (t ) Sebagian fungsi implisit dapat diubah ke dalam bentuk explisit namun sebagian yang lain tidak. maka relasi antara x dan y dapat dinyatakan dalam t. Persamaan demikian disebut persamaan parametrik, dan t disebut parameter. Jika kita eliminasi t dari kedua persamaan di atas, kita dapatkan persamaan yang berbentuk y = F (x) Untuk fungsi yang dapat diubah dalam bentuk eksplisit, turunan fungsi dapat dicari dengan cara seperti yang sudah kita pelajari di atas. Untuk mencari turunan fungsi yang tak dapat diubah ke dalam bentuk eksplisit perlu cara khusus, yang disebut diferensiasi implisit. Dalam cara ini kita menganggap bahwa fungsi y dapat didiferensiasi terhadap x. Kaidah rantai Jika y = F (x) dapat diturunkan terhadap x dan x = f (t ) dapat diturunkan terhadap t, maka y = F ( f (t ) ) = g (t ) dapat diturunkan terhadap t menjadi dy dy dx = dt dx dt 23 24 4 8/3/2013 Contoh: x 2 + xy + y 2 = 8 x 4 + 4 xy 3 − 3 y 4 = 4 Contoh: Fungsi implisit ini juga merupakan sebuah persamaan. Kita lakukan diferensiasi pada kedua ruas, dan kita akan memperoleh Fungsi implisit ini merupakan sebuah persamaan. Jika kita melakukan operasi matematis di ruas kiri, maka operasi yang sama harus dilakukan pula di ruas kanan agar kesamaan tetap terjaga. Kita lakukan diferensiasi (cari turunan) di kedua ruas, dan kita akan peroleh dy 3 d ( 4 x ) d (3 y 4 ) + y3 − =0 dx dx dx dy dy 4 x 3 + 4 x (3 y 2 ) + 4 y 3 − 12 y 3 =0 dx dx 4 x 3 + 4x dy dx dy +y + 2y =0 dx dx dx dy ( x + 2 y) = −2 x − y dx 2x + x Untuk ( xy 2 − y 3 ) ≠ 0 kita dapat memperoleh turunan dy − ( x3 + y 3 ) = dx 3( xy 2 − y 3 ) Jika ( x + 2 y ) ≠ 0 kita peroleh turunan dy 2x + y =− dx x + 2y 25 26 Turunan Fungsi Trigonometri Jika Jika y = sin x maka y = cos x maka dy d cos x cos( x + ∆x) − cos x = = dx dx ∆x cos x cos ∆x − sin x sin ∆x − cos x = ∆x dy d sin x sin( x + ∆x ) − sin x = = dx dx ∆x sin x cos ∆x + cos x sin ∆x − sin x = ∆x Untuk nilai yang kecil, Δx menuju nol, cos∆x = 1 dan sin∆x = ∆x. Oleh karena itu Untuk nilai yang kecil, Δx menuju nol, cos∆x = 1 dan sin∆x = ∆x. Oleh karena itu d cos x = − sin x dx d sin x = cos x dx 27 28 Contoh: Turunan fungsi trigonometri yang lain tidak terlalu sulit untuk dicari. Hubungan antara tegangan kapasitor vC dan arus kapasitor iC adalah d tan x d sin x cos 2 x − sin x (− sin x) 1 = = = sec 2 x = dx dx cos x cos 2 x cos 2 x iC = C dvC dt Tegangan pada suatu kapasitor dengan kapasitansi C = 2×10-6 farad merupakan fungsi sinus vC = 200sin400t volt. Arus yang mengalir pada kapasitor ini adalah d cot x d cos x − sin 2 x − cos x(cos x ) −1 = = = − csc2 x = dx dx sin x sin 2 x sin 2 x iC = C d sec x d 1 0 − ( − sin x ) sin x = = = sec x tan x = dx dx cos x cos 2 x cos 2 x dvC d = 2 × 106 × (200 sin 400t ) = 0,160 cos 400t ampere dt dt vC vC iC d csc x d 1 0 − (cos x ) − cos x = = = − csc x cot x = dx dx sin x sin 2 x sin 2 x iC 200 100 0 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 t [detik] -100 -200 29 30 5 8/3/2013 Contoh: Turunan Fungsi Trigonometri Inversi Arus pada suatu inductor L = 2,5 henry merupakan fungsi sinus iL = −0,2cos400t ampere. y = sin −1 x Hubungan antara tegangan induktor vL dan arus induktor iL adalah di vL = L L dt diL d vL = L = 2,5 × (− 0,2 cos 400t ) = 2,5 × 0,2 × sin 400t × 400 = 200 sin 400t dt dt x = sin y dx = cos ydy 1 dy 1 = dx cos y x y dy 1 = dx 1 − x2 1 − x2 vL iL 200 vL iL y = cos−1 x 100 0 -100 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 t[detik] x = cos y 1 dy −1 = dx 1 − x2 dy −1 = dx sin y 1 − x2 y -200 dx = − sin ydy x 31 y = tan −1 x x = tan y 1 + x2 y x dx = 1 cos 2 y x = sec y = x dy 1 = dx 1 + x 2 1 1 cos y x2 − 1 y 1 y = cot −1 x x = cot y 1+ x y = sec−1 x dy dy = cos 2 y dx 32 2 y 1 dx = −1 sin 2 y dy dy = − sin 2 y dx y = csc −1 x dy −1 = dx 1 + x 2 x = csc y = x x y x2 − 1 1 dx = 0 − ( − sin x) cos 2 y dy dy cos 2 y 1 x = = × dx sin y x 2 x 2 − 1 1 = x x2 − 1 1 sin y dx = 0 − (cos x ) sin 2 y dy sin 2 y 1 = =− × dx − cos y x2 = dy x x2 − 1 −1 x x2 − 1 33 34 Fungsi Trigonometri dari Suatu Fungsi Jika w = f(x), maka Jika v = f(x), maka d (sin v ) d (sin v) dv dv = = cos v dx dv dx dx d (sin −1 w) 1 dw = dx 1 − w2 dx d (cos −1 w) 1 dw =− dx 1 − w2 dx d (cos v) d (cos v) dv dv = = − sin v dx dv dx dx d (tan −1 w) 1 dw = dx 1 + w2 dx d (tan v) d sin v cos 2 x + sin 2 x dv dv = = sec 2 v = dx dx cos v dx dx cos 2 x d (cot −1 w) 1 dw =− dx 1 + w2 dx d (cot v) d cos v 2 dv = = − csc v dx dx sin v dx d (sec−1 w) 1 dw = dx w w2 − 1 dx d (sec v ) d 1 0 + sin v dv dv = = sec v tan v = dx dx cos v dx cos 2 v dx d (csc−1 w) 1 dw =− dx w w2 − 1 dx d (csc v ) d 1 dv = = − csc v cot v dx dx sin v dx 35 36 6 8/3/2013 Turunan Fungsi Logaritmik Turunan Fungsi Eksponensial Fungsi logaritmik f ( x) = ln x didefinisikan melalui suatu integral y f ( x ) = ln x = 6 5 1/t 4 ln x = 3 x1 ∫1 t dt x1 ∫1 t dt luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, dalam selang antara t = 1 dan t = x 2 1 0 0 1 2 1/x x 3 ( x > 0) 4 x +∆x penurunan secara implisit di kedua sisi d ln y 1 dy = =1 dx y dx dy = y = ex dx Jadi turunan dari ex adalah ex itu sendiri atau . t y′ = e x 1/(x+∆x) ln(x+∆x)−lnx d ln x ln( x + ∆x ) − ln( x ) 1 = = ∆x ∆x dx x + ∆x 1 ∫x dt t y = e tan −1 y ′′ = e x y ′′′ = e x dst. de v de v dv dv = = ev dx dv dx dx Jika v = v(x) Luas bidang ini lebih kecil dari luas persegi panjang (Δx × 1/x). Namun jika Δx makin kecil, luas bidang tersebut akan makin mendekati (Δx × 1/x); dan jika Δx mendekati nol luas tersebut sama dengan (Δx × 1/x). 37 d ln x 1 = dx x ln y = x ln e = x y = ex Tentang integral akan dipelajari lebih lanjut −1 −1 dy d tan −1 x e tan x = e tan x = dx dx 1 + x2 x 38 Penjelasan secara grafis Diferensial dx dan dy y Turunan fungsi y(x) terhadap x dinyatakan dengan formulasi dy P dy ∆y = lim = f ′( x ) dx ∆x→0 ∆x x dy = tan θ dx Jika dx berubah, maka dy dy berubah sedemikian rupa sehingga dy/dx sama dengan kemiringan garis singgung pada kurva y dy = F ' ( x )dx P Ini adalah peubah bebas θ dx θ Sekarang kita akan melihat dx dan dy yang didefinisikan sedemikian rupa sehingga rasio dy/dx , jika dx≠ 0, sama dengan turunan fungsi y terhadap x. Hal ini mudah dilakukan jika x adalah peubah bebas dan y merupakan fungsi dari x: y = F (x) Ini adalah fungsi (peubah tak bebas) dx x dy = (tan θ)dx adalah laju perubahan y terhadap perubahan x. adalah besar perubahan nilai y sepanjang garis singgung di titik P pada kurva, jika nilai x berubah sebesar dx Diferensial dx dianggap bernilai positif jika ia “mengarah ke kanan” dan negatif jika “mengarah ke kiri”. Diferensial dy dianggap bernilai positif jika ia “mengarah ke atas” dan negatif jika “mengarah ke bawah”. dx dan dy didefinisikan sebagai berikut: 1). dx, yang disebut sebagai diferensial x, adalah bilangan nyata dan merupakan peubah bebas lain selain x; y y y 2). dy, yang disebut sebagai diferensial y, adalah fungsi dari x dan dx yang dinyatakan dengan dy = F ' ( x)dx P P dy dy dx dx dx dy P θ θ x x θ x 39 40 Dengan pengertian diferensial seperti di atas, kita kumpulkan formula turunan fungsi dan formula diferensial fungsi dalam tabel berikut. Dalam tabel ini v adalah fungsi x. Turunan Fungsi Diferensial dc = 0; c = konstan dx dc = 0; c = konstan dcv dv =c dx dx dcv = cdv d (v + w) dv dw = + dx dx dx dvw dw dv =v +w dx dx dx v d w dv − v dw w dx = dx dx w2 dv n dv = nv n−1 dx dx dcx n = cnx n−1 dx Ada dua cara untuk mencari diferensial suatu fungsi. 1).Mencari turunannya lebih dulu (kolom kiri tabel), kemudian dikalikan dengan dx. 2). Menggunakan langsung formula diferensial (kolom kanan tabel) Contoh: d (v + w) = dv + dw y = x 3 − 3x 2 + 5 x − 6 y ′ = 3x 2 − 6 x + 5 sehingga dy = (3x 2 − 6 x + 5)dx d (vw) = vdw + wdv v wdv − vdw d = w w2 Kita dapat pula mencari langsung dengan menggunakan formula dalam tabel di atas dy = d ( x 3 ) + d (−3x 2 ) + d (5 x) + d ( −6) = 3 x 2 dx − 6 xdx + 5dx dv n = nv n −1dv = (3 x 2 − 6 x + 5)dx d (cx n ) = cnx n −1 dx 41 42 7 8/3/2013 1. Integral Tak Tentu Pengertian-Pengertian Misalkan dari suatu fungsi f(x) yang diketahui, kita diminta untuk mencari suatu fungsi y sedemikian rupa sehingga dalam rentang nilai x tertentu, misalnya a< x < b, dipenuhi persamaan Integral dy = f (x ) dx Persamaan yang menyatakan turunan fungsi sebagai fungsi x seperti ini disebut persamaan diferensial. Contoh persamaan diferensial dy = 2 x 2 + 5x + 6 dx d2y dx 2 + 6 xy dy + 3x 2 y 2 = 0 dx 44 43 dy = f (x ) dx Tinjau persamaan diferensial dF ( x) = f ( x) dx Suatu fungsi y = F(x) dikatakan merupakan solusi dari persamaan diferensial jika dalam rentang tertentu ia dapat diturunkan dan dapat memenuhi dapat dituliskan dF ( x) = f ( x) dx dF ( x) = f ( x) dx Integrasi ruas kiri dan ruas kanan memberikan secara umum Karena d [F ( x ) + K ] = dF ( x ) + dK = dF ( x) + 0 maka dx dx dx dx ∫ f ( x)dx = F ( x) + K Jadi integral dari diferensial suatu fungsi adalah fungsi itu sendiri ditambah suatu nilai tetapan. Integral semacam ini disebut integral tak tentu di mana masih ada nilai tetapan K yang harus dicari fungsi y = F ( x ) + K juga merupakan solusi 45 46 Contoh: Contoh: Carilah solusi persamaan Cari solusi persamaan diferensial dy = x2 y dx dy = 5x 4 dx dy = x 2 y dx ubah ke dalam bentuk diferensial y −1 / 2 dy = x 2 dx dy = 5 x dx 4 ( ) ( oleh karena itu ∫ ∫ 5 ) 1 d 2 y1 / 2 = d x 3 3 y = 5 x dx = d ( x ) = x + K 4 1 d x3 = x 2 dx 3 d 2 y1 / 2 = y −1 / 2 dy Kita tahu bahwa d ( x 5 ) = 5 x 4 dx kelompokkan peubah sehingga ruas kiri dan kanan mengandung peubah berbeda 5 Jika kedua ruas diintegrasi 2 y1 / 2 + K1 = 2 y1 / 2 = 47 1 3 x + K2 3 1 3 1 x + K 2 − K1 = x 3 + K 3 3 48 8 8/3/2013 Penggunaan Integral Tak Tentu Dalam proses integrasi seperti di atas terasa adanya keharusan untuk memiliki kemampuan menduga jawaban. Beberapa hal tersebut di bawah ini dapat memperingan upaya pendugaan tersebut. Dalam integral tak tentu, terdapat suatu nilai K yang merupakan bilangan nyata sembarang. Ini berarti bahwa integral tak tentu memberikan hasil yang tidak tunggal melainkan banyak hasil yang tergantung dari berapa nilai yang dimiliki oleh K. 1. Integral dari suatu diferensial dy adalah y ditambah konstanta K. ∫ dy = y + K yi = 10x2 +Ki y = 10x2 100 2. Suatu konstanta yang berada di dalam tanda integral dapat dikeluarkan ∫ ady = a ∫ dy y n +1 n -5 -3 y K3 K2 K1 50 50 3. Jika bilangan n ≠ −1, maka integral dari yndy diperoleh dengan menambah pangkat n dengan 1 menjadi (n + 1) dan membaginya dengan (n + 1). ∫ y dy = n + 1 + K , 100 y -1 1 x 3 -5 5 kurva y = 10x 2 adalah kurva bernilai tunggal -3 -1 ∫ kurva 1 3 x 5 10 x 3 dx = 10 x 2 + K 3 adalah kurva bernilai banyak jika n ≠ −1 49 Luas Sebagai Suatu Integral Dalam pemanfaatan integral tak tentu, nilai K diperoleh dengan menerapkan apa yang disebut sebagai syarat awal atau kondisi awal. Contoh: 50 Kita akan mencari luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva y = f (x) sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x = q. Kecepatan sebuah benda bergerak dinyatakan sebagai v = at = 3t Contoh: v= ds dt 0 p ds = vdt x x+∆x ∆Apx lim t2 + K = 1,5t 2 + K 2 ∆x →0 ∆x = dApx dx x q ∆Apx = 2∆x atau dv dt a= Percepatan adalah laju perubahan kecepatan, ∆Apx ∆x ∫ = 2 = f ( x) ∫ A px = dA px = 2dx = 2 x + K = f ( x) = 2 Kondisi awal (kondisi batas) adalah Apx = 0 untuk x = p 3 = 0 + K Kondisi awal: pada t = 0, s0 = 3 y = f(x) =2 s ;0 tentukanlah =3 posisi Kecepatan adalah laju perubahan jarak, ∫ ∆Apx 2 Posisi benda pada waktu t = 0 adalah benda pada t = 4. s =. atdt = 3 Apx y kecepatan percepatan waktu K = 3 s = 1, 5 t 2 + 3 0 = 2 p + K atau K = −2 p s4 = 27 sehingga pada t = 4 posisi benda adalah A px = 2 x − 2 p A pq = 2q − 2 p = 2(q − p ) 51 2. Integral Tentu Kasus fungsi sembarang dengan syarat kontinyu dalam rentang p ≤ x ≤ q y Integral tentu merupakan integral yang batas-batas integrasinya jelas. Konsep dasar integral tentu adalah luas bidang yang dipandang sebagai suatu limit. f(x+∆x ) f(x) 52 y = f(x) y y = f(x) Bidang dibagi dalam segmen-segmen 0 p x x+∆x q Luas bidang dihitung sebagai jumlah luas segmen x Apx ∆Apx 0 p x2 ∆Apx bisa memiliki dua nilai tergantung dari pilihan ∆Apx = f(x)∆x xk xk+1 xn q x Ada dua pendekatan dalam menghitung luas segmen atau ∆Apx = f(x+∆x)∆x y y y = f(x) y = f(x) ∆A px = f ( x)∆x ≤ f ( x0 )∆x ≤ f ( x + ∆x)∆x x0 adalah suatu nilai x yang terletak antara x dan x+∆x Jika ∆x → 0: lim ∆x →0 ∆A px ∆x = dA px dx = f ( x) ∫ A px = dA px = ∫ f ( x)dx = F ( x) + K A pq = F (q) − F ( p) = F ( x)] qp 53 0 p x2 xk xk+1 xn q Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk)×∆xk x 0 p x2 xk xk+1 xn q x Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk+∆x)×∆xk 54 9 8/3/2013 y y y = f(x) 0 p x2 xk xk+1 x xn q y = f(x) 0 p Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk)×∆xk x2 y xk xk+1 xn q y = f(x) x 0 p Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk+∆x)×∆xk x2 xk Apq = f ( xk ) ∆xk ≤ f ( x0 k ) ∆xk ≤ f ( xk + ∆x) ∆xk n n k =1 k =1 k =1 xn q x Luas bidang menjadi Jika x0k adalah nilai x di antara xk dan xk+1 maka n xk+1 ∑ f ( xk )∆xk ≤ ∑ f ( x0k )∆xk ≤ ∑ f ( xk + ∆x)∆xk Apq = q ∫p f ( x)dx ∫p f ( x)dx = F ( x)]p = F (q) − F ( p) q q Jika ∆xk → 0 ketiga jumlah ini mendekati suatu nilai limit yang sama Nilai limit itu merupakan integral tentu 55 56 Luas Bidang Contoh di atas menunjukkan bahwa dengan definisi mengenai Apx, formulasi Definisi Apx adalah luas bidang yang dibatasi oleh y=f(x) dan sumbu-x dari p sampai x, yang merupakan jumlah luas bagian yang berada di atas sumbu-x dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x. Luas antaray = x 3 − 12 x dan sumbu-x dari x = −3 sampai x = +3. Contoh: y = x 3 − 12 x Aa = 20 10 -4 0 -3 -2 -1 0 -10 0 ∫−3 ( x 3 − 12 x)dx = x4 − 6x2 4 A= tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di bawah sumbu-x y 0 y = f(x) −3 = −0 − (20,25 − 54) = 33,75 2 3 4 x4 Ab = ( x − 12 x)dx = − 6x 2 0 4 ∫ -20 3 A2 p A3 A1 x 1 q ∫p f ( x)dx = F (q) − F ( p)) 3 A4 q x 3 0 Apq = = 20, 25 − 54 − (0) = −33,75 q ∫p f ( x)dx = F (q) − F ( p)) Apq = − A1 + A2 − A3 + A4 Apq = Aa − Ab = 33,75 − (−33,755) = 67,5 57 y1 p x 0 y2 x+∆x q x Jika y1 = 4 dan y 2 = −2 Contoh: Luas Bidang Di Antara Dua Kurva y 58 y1 = f1 ( x) berada di atas y 2 = f 2 ( x ) berapakah luas bidang antara y1 dan y2 dari x1 = p = −2 sampai x2 = q = +3. Rentang p ≤ x ≤ q dibagi dalam n segmen A pq = Asegmen = ∆A px = { f1 ( x ) − f 2 ( x)}∆x +3 2 Jika y1 = x dan y 2 = 4 Contoh: ∆Apx jumlah semua segmen: +3 ∫−2 ({4 − (−2)}dx = 6 x]−2 = 18 − (−12) = 30 berapakah luas bidang yang dibatasi oleh y1 dan y2. n x = q − ∆x 1 x= p Terlebih dulu kita cari batas-batas integrasi yaitu nilai x pada perpotongan antara y1 dan y2. ∑ Asegmen = ∑ {f1( x) − f 2 ( x)}∆x n →∞ Dengan membuat n menuju tak Asegmen = hingga sehingga ∆x menuju nol kita A pq = lim 1 sampai pada suatu limit ∑ y2 y1 = y 2 → x 2 = 4 ⇒ x1 = p = −2, x2 = q = 2 4 q ∫p { f1 ( x) − f 2 ( x)}dx y y2 di atas x y1 y1 2 -2 59 -1 0 0 1 2 2 x 3 )dx = 4 x − 3 -2 8 − 8 16 − 16 32 − = 8 − − − 8 − = 3 3 3 3 3 A pq = 2 ∫−2 (4 − x 2 60 10 8/3/2013 Penerapan Integral 2 Jika y1 = − x + 2 dan y2 = − x Contoh: y Batas integrasi adalah nilai x pada perpotongan kedua kurva 4 2 -2 -1 y1 0 0 y2 -2 Daya adalah laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol p dan energi diberi simbol w, maka y1 = y2 → −x 2 + 2 = −x atau − x 2 + x + 2 = 0 1 2 x x1 = p = −1 + 12 + 8 −1− 12 + 8 = −1; x2 = q = =2 −2 −2 -4 2 y1 di atas y2 Apq = 2 ∫−1(−x 2 Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan konstan 200V. Berapakah energi yang diserap oleh piranti ini selama 8 jam ? Contoh: berpakah luas bidang yang dibatasi oleh y1 dan y2. x3 x 2 + 2 + x)dx = − + + 2 x 2 3 −1 p= dw dt yang memberikan w = ∫ pdt Perhatikan bahwa peubah bebas di sini adalah waktu, t. Kalau batas bawah dari waktu kita buat 0, maka batas atasnya adalah 8, dengan satuan jam. Dengan demikian maka energi yang diserap selama 8 jam adalah w= 8 −1 1 = − + 2 + 4 − − + − 2 = 4,5 3 3 2 8 8 ∫0 pdt = ∫0100dt = 100t 0 = 800 Watt.hour [Wh] 8 = 0,8 kilo Watt hour [kWh] 61 62 Volume Sebagai Suatu Integral Contoh: Berikut ini kita akan melihat penggunaan integral untuk menghitung volume. Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai i(t) = 0,05 t ampere. Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ? Balok Jika A(x) adalah luas irisan di sebelah kiri dan A(x+∆x) adalah luas irisan di sebelah kanan maka volume irisan ∆V adalah Arus i adalah laju perubahan transfer muatan, q. i= A( x )∆x ≤ ∆V ≤ A( x + ∆x )∆x ∫ dq sehingga q = idt dt q ∆x Jumlah muatan yang dipindahkan dalam 5 detik adalah 5 5 0,05 2 q = idt = 0,05tdt = t 0 0 2 ∫ ∫ 5 0 V= Volume balok V adalah ∑ A( x )∆x p luas rata-rata irisan antara A(x) dan A(x+∆x). 1,25 = = 0,625 coulomb 2 Apabila ∆x cukup tipis dan kita mengambil A(x) sebagai pengganti maka kita memperoleh pendekatan dari nilai V, yaitu: V ≈ q ∑ A( x)∆x p Jika ∆x menuju nol dan A(x) kontinyu antara p dan q maka : q V = lim ∆x → o q ∑ A( x)∆x = ∫p A( x)dx p 63 Rotasi Bidang Sembarang Rotasi Bidang Segitiga Pada Sumbu-x P y Q O x 64 f(x) y A(x) adalah luas lingkaran dengan jari-jari r(x); sedangkan r(x) memiliki persamaan garis OP. 0 a b x ∆x ∆x m : kemiringan garis OP h : jarak O-Q. A( x ) = π(r ( x) )2 = π( f ( x) )2 V= ∫0 A( x)dx = ∫0 π[r( x)] dx = ∫0 πm x dx h Vkerucut = h 2 h 2 2 V= b ∫a π( f ( x)) dx 2 Rotasi Gabungan Fungsi Linier f3(x) πm 2 h 3 π( PQ/OQ) 2 h3 h = = πr 2 3 3 3 f2(x) y f1(x) 0 a Jika garis OP memotong sumbu-y maka diperoleh kerucut terpotong b ∆x 65 x Fungsi f(x) kontinyu bagian demi bagian. Pada gambar di samping ini terdapat tiga rentang x dimana fungsi linier kontinyu. Kita dapat menghitung volume total sebagai jumlah volume dari tiga bagian. 66 11 8/3/2013 1. Persamaan Diferensial Orde-1 Pengertian Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau lebih turunan fungsi. Persamaan diferensial diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak termasuk pembahasan di sini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan satu peubah bebas. Persamaan Diferensial 2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi turunan fungsi yang ada dalam persamaan. 3. Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi. 2 Contoh: 5 d3y 2 + d y + y = ex dx3 dx 2 x2 + 1 adalah persamaan diferensial biasa, orde tiga, derajat dua. 68 67 Persamaan Diferensial Orde-1 Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan Solusi Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi dari suatu persamaan diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya. Contoh: y = ke − x adalah solusi dari persamaan karena turunan y = ke − x adalah Pemisahan Peubah Jika pemisahan peubah ini bisa dilakukan maka persamaan diferensial dapat kita tuliskan dalam bentuk dy + y=0 dt f ( y )dy + g ( x) dx = 0 dy = −ke − x dt dan jika ini kita masukkan dalam persamaan akan kita peroleh Suku-suku terbentuk dari peubah yang berbeda − ke − x + ke − x = 0 Apabila kita lakukan integrasi, kita akan mendapatkan solusi umum dengan satu tetapan sembarang K, yaitu Persamaan terpenuhi. ∫ f ( y)dy + ∫ g ( x)dx) = K Pada umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang mengandung n tetapan sembarang. 69 Contoh: dy = e x− y dx dy e x = dx e y yang kemudian dapat kita tuliskan sebagai persamaan dengan peubah terpisah Persamaan ini dapat kita tuliskan Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk dy y = F dx x Ini dapat dijadikan sebagai peubah bebas baru y yang akan memberikan v= x y = vx dan dv dy dv v+x = F (v ) =v+ x dx dx dx dv x = F (v ) − v Pemisahan peubah: dx dv dx = F (v) − v x dx dv + =0 atau: x v − F (v ) e y dy − e x dx = 0 Integrasi kedua ruas memberikan: ∫ e dy − ∫ e dx = K y x sehingga e y − e x = K atau e y = e x + K Contoh: dy 1 = dx xy Pemisahan peubah akan memberikan bentuk dx dx ydy − =0 ydy = atau x x Integrasi kedua ruas: dx ∫ ydy − ∫ x 2 y − ln x = K 2 atau 70 =K y = ln x 2 + K ′ 71 72 12 8/3/2013 ( x 2 + y 2 )dx + 2 xydy = 0 2 Usahakan menjadi homogen x 2 (1 + y )dx + 2 xydy = 0 x2 y y2 (1 + )dx = −2 dy x x2 dy 1 + ( y / x) 2 =− = F ( y / x) dx 2( y / x ) dy 1+ v2 Peubah baru v = y/x =− = F ( v) dx 2v Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v sebagai fungsi x. Contoh: y = vx dy dv =v+ x dx dx Peubah terpisah Suku ke-dua ini berbentuk 1/x dan kita tahu bahwa 1 d (ln x) = x dx Kita coba hitung 2vdv 1 + 3v 2 dv 1 + v2 1 + 3v 2 = −v − =− dx 2v 2v =− d ln(1 + 3v 2 ) d ln(1 + 3v 2 ) d (1 + 3v 2 ) 1 = = (6v ) dv dv d (1 + 3v 2 ) 1 + 3v 2 Hasil hitungan ini dapat digunakan untuk mengubah bentuk persamaan menjadi dx 1 d ln(1 + 3v 2 ) + dv = 0 x 3 dv 1 1 2 Integrasi ke-dua ruas: ln x + ln(1 + 3v ) = K = ln K ′ 3 3 2 3 ln x + ln(1 + 3v ) = K = ln K ′ dv 1 + v2 v+x =− dx 2v x dx 2vdv + =0 x 1 + 3v 2 x 3 (1 + 3v 2 ) = K ′ dx 2vdv dx + =0 atau x 1 + 3v 2 x ( ) ( ) x x2 + 3 y 2 = K ′ x 1 + 3( y / x) 2 = K ′ 3 73 Persamaan Diferensial Linier Orde Satu Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol Oleh karena itu persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan dalam bentuk: 74 dy + Py = Q dx Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian. P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan Pembahasan akan dibatasi pada situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena pembahasan akan langsung dikaitkan dengan pemanfaatan praktis dalam analisis rangkaian listrik. Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak. Persamaan diferensial yang akan ditinjau dituliskan secara umum sebagai dy a + by = f (t ) dt Dalam aplikasi pada analisis rangkaian listrik, f(t) tidak terlalu bervariasi. Mungkin ia bernilai 0, atau mempunyai bentuk sinyal utama yang hanya ada tiga, yaitu anak tangga, eksponensial, dan sinus. Kemungkinan lain adalah bahwa ia merupakan bentuk komposit yang merupakan gabungan dari bentuk utama. Persamaan diferensial linier mempunyai solusi total yang merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan yang diberikan, sedangkan solusi homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen a dy + by = 0 dt 75 Solusi Homogen Hal ini dapat difahami karena jika f1(t) memenuhi persamaan yang diberikan dan fungsi f2(t) memenuhi persamaan homogen, maka y = (f1+f2) akan juga memenuhi persamaan yang diberikan, sebab a 76 Persamaan homogen a dy + by = 0 dt Jika ya adalah solusinya maka dy d ( f1 + f 2 ) + by = a + b( f1 + f 2 ) dt dt df1 df df =a + bf1 + a 2 + bf 2 = a 1 + bf1 + 0 dt dt dt dy a b + dt = 0 ya a Integrasi kedua ruas memberikan ln y a + Jadi y = (f1+f2) adalah solusi dari persamaan yang diberikan, dan kita sebut solusi total. Dengan kata lain solusi total adalah jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. sehingga b − t+K ya = e a b t=K a b ln y a = − t + K a = K a e − (b / a )t Inilah solusi homogen 77 78 13 8/3/2013 Contoh: Jika solusi khusus adalah yp , maka a dy p dt Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan dv + 1000v = 0 dt + by p = f (t ) Carilah solusi total jika kondisi awal adalah v = 12 V. Bentuk f(t) ini menentukan bagaimana bentuk yp. Jika f (t ) = 0 → y p = 0 Persamaan ini merupakan persamaan homogen, f(t) = 0. Solusi khusus bernilai nol. Jika f (t ) = A = konstan, → y p = konstan = K dv + 1000dt = 0 v Jika f (t ) = Ae αt = eksponensi al, → y p = eksponensi al = Ke αt Jika f (t ) = A sin ωt , atau f (t ) = A cos ωt → y p = K c cos ωt + K s sin ωt ln v = −1000t + K v = e −1000t + K = K a e −1000t Dugaan bentuk-bentuk solusi yp yang tergantung dari f(t) ini dapat diperoleh karena hanya dengan bentuk-bentuk seperti itulah persamaan diferensial dapat dipenuhi Penerapan kondisi awal: This image cannot currently be display ed. Jika dugaan solusi total adalah Solusi total: 12 = K a v = 12e −1000t V Masih harus ditentukan melalui kondisi awal. 79 Contoh: Contoh: Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan dv 10 + v = 12 dt Dengan kondisi awal v(0+) = 0 V , carilah tanggapan lengkap. −3 Solusi homogen: 10 −3 dva + va = 0 dt v p = 12 Solusi total (dugaan): dva + 5v a = 0 dt dv a + 5dt = 0 va ln va + 5t = K v a = K a e −5t Solusi khusus: v p = Ac cos 10t + As sin 10t −10 Ac sin 10t + 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t + 5 As sin 10t = 100 cos 10t karena f(t) = 12 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t = 100 cos 10t vtotal = 12 + K a e −1000t Penerapan kondisi awal: Solusi total: Pada kondisi awal v = 0 V, suatu analisis transien dv menghasilkan persamaan + 5 v = 100 cos 10 t dt Carilah solusi total. Solusi homogen: dva + 103 dt = 0 va v a = K a e −1000t Solusi khusus: 80 0 = 12 + K a −10 Ac sin 10t + 5 As sin 10t = 0 10 As + 5 Ac = 100 −10 Ac + 5 As = 0 As = 8 K a = −12 Ac = 4 Solusi total (dugaan): v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + K a e −5t vtotal = 12 − 12e −1000t V Penerapan kondisi awal: 0 = 4 + K a Solusi total : 81 Persamaan Diferensial Orde-2 K a = −4 v = 4 cos 10t + 8 sin 10t − 4e −5t 82 Matematika II Untuk sementara ini mengenai persamaan diferensial orde-2 silahkan dilihat Buku Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Jilid-2 83 84 14