Langkah-langkah Penguatan langkah Penguatan

advertisement
Bank Indonesia: LangkahLangkah-langkah Penguatan
Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Framework)
......................
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia akan mengimplementasikan kerangka kerja kebijakan
moneter yang baru konsisten dengan Inflation Targeting Framework, yang mencakup empat
elemen mendasar: penggunaan suku bunga BI Rate sebagai sasaran operasional, proses
perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, strategi komunikasi yang lebih transparan, dan
penguatan koordinasi
koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. LangkahLangkah-langkah dimaksud ditujukan
untuk memningkatkan efektifitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam
mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Inflation Targeting Framework: Apa dan Kenapa?
1.
Secara umum, Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan
moneter yang secara eksplisit mentargetkan inflasi dan kebijakan moneter secara transparan
dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi dimaksud. Meskipun definisi berbeda
secara rinci, terdapat konsensus umum mengenai karakteristik pokok dari rezim kebijakan
moneter ini, yaitu: adanya sasaran inflasi yang secara eksplisit menjadi tujuan utama
pemeliharan kestabilan harga oleh bank sentral, terbatasnya dominasi fiskal dan tidak adanya
sasaran nominal yang lain, dan otoritas moneter yang dibekali dengan independensi instrumen
dan beroperasi secara transparan dan terbuka kepada publik.1
2.
Dalam pelaksanaannya, rezim kebijakan moneter dengan ITF dilakukan dengan empat
prinsip pokok, yaitu:
Sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal
(nominal anchor) kebijakan moneter,
Menerapkan strategi antisipatif (pre-emptive atau forward looking) dengan
mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi
jangka menengah ke depan,
Mendasarkan pada analisis, prakiraan, dan kaidah kebijakan tertentu (policy rules)
dalam menetapkan respon kebijakan moneter (constrained discretion), dan
Sesuai dengan praktek tata kelola kebijakan (good policy governance) yaitu
berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan akuntabel.
1
Loayza, N. and R. Soto (2002), Inflation Targeting: Design, Performance, and Challenges, Santiago, Chile:
Central Bank of Chile.
1
3.
Meskipun kinerja dan manfaat dapat berbeda tergantung pada kondisi spesifik negara
yang bersangkutan dan rezim yang dipraktekkan, pada umumnya negara yang menerapkan ITF
memperoleh sejumlah keuntungan, yaitu:2
Sukses dalam membantu negara menurunkan inflasi,
Kebijakan moneter lebih secara jelas terfokus,
Komunikasi, transparansi, dan akuntabilitas secara bersama diperkuat,
Membantu dalam menurunkan dan mengarahkan ekspektasi inflasi dan lebih baik
dalam mengatasi kejutan inflasi,
Membantu dalam menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah,
Teruji terhadap kejutan ekonomi yang kurang menguntungkan,
Kebijakan moneter relatif fleksibel dalam mengakomodasi kejutan inflasi temporer yang
tidak mengganggu pencapaian sasaran inflasi jangka menengah, dan
Independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter diperkuat.
Kerangka Kerja SSaat
aat Ini: Inflation Targeting Lite
4.
Sejak tahun 2000, dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia
telah menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter.
Selanjutnya, dengan amandemen UU Bank Indonesia No. 3 Tahun 2004, Pemerintah setelah
berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi
untuk jangka pendek dan menengah yang mencerminkan proses penurunan inflasi secara
bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah-panjang yang
kompetitif dengan negara negara sekitar.
5.
Bank Indonesia telah menempuh sejumlah langkah-langkah penting dalam
memperkuat persyaratan yang diperlukan bagi kebijakan moneter konsisten dengan penerapan
ITF, termasuk:
Pengembangan indikator, riset, pemodelan ekonomi untuk secara lebih baik
menganalisis dan memprakirakan inflasi dan variabel ekonomi lainnya, mekanisme
trasnmisi kebijakan moneter, maupun penentuan respon kebijakan.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) secara reguler sebagai bagian integral dan proses
perumusan kebijakan moneter.
Pengembangan laporan dan media komunikasi untuk transparansi dan akuntabilitas
kebijakan moneter kepada publik.
6.
Meskipun demikian, proses restukturisasi ekonomi dan sektor keuangan yang Indonesia
alami dengan terjadinya krisis tahun 1997 telah membatasi ruang gerak Bank Indonesia untuk
menerapkan ITF secara formal. Hingga saat ini, operasi moneter masih menggunakan uang
primer (base money) sebagai sasaran operasional. Selain karena merupakan salah satu indikator
kinerja selama Indonesia dalam Program IMF, di masa lalu penggunaan uang primer
diperlukan untuk menyerap kelebihan likuiditas sebagai dampak dari proses resolusi perbankan
2
Mishkin, F.S. and K. Schmidt-Hebbel (2001), “ One Decade Of Inflation Targeting In The World: What Do
We Know And What Do We Need To Know?”, Central Bank of Chile Working Paper No. 101, July
2
dan ketidakpastian yang masih melingkupi mekanisme transmisi kebijakan moneter. Praktek
kerangka kerja kebijakan moneter seperti ini sering disebut Inflation Targeting Lite.3
7.
Dengan perbaikan kondisi ekonomi dan perbankan, penggunaan uang primer sebagai
sasaran operasional dirasakan semakin tidak sejalan dengan penerapan kebijakan moneter
dengan ITF. Pertama, hubungan antara uang primer dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi
semakin tidak stabil dan mengalami hubungan terbalik, antara lain karena ketidakstabilan
permintaan uang dan ketidakpastian perilaku money multiplier dan money velocity. Kedua,
sinyal kebijakan moneter kepada pasar dan masyarakat kurang efektif, tidak saja karena tidak
mudah menjelaskan uang primer tetapi juga karena tidak jelasnya jangkar nominal yang
dipergunakan (antara uang primer dan sasaran inflasi). Ketiga, respon kebijakan moneter
cenderung mengarah ke belakang (backward looking) dan lebih sulit dilakukan karena
merespon tidak saja inflasi tetapi juga perkembangan uang primer itu sendiri. Keempat, uang
primer lebih sulit dikendalikan oleh bank sentral karena pengaruh dominan dan sulit
diprakirakannya permintaan uang kartal masyarakat di Indonesia.
Kerangka Kerja Baru: Empat Elemen Mendasar
8.
Dengan terus membaiknya kondisi ekonomi dan keuangan, serta kemajuan dalam
upaya penguatan kebijakan moneter yang dilakukan, Bank Indonesia memutuskan untuk
menempuh langkah-langkah lanjutan dalam memperkuat kerangka kerja kebijakan moneter
konsisten dengan penerapan ITF. Langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektifitas
dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
9.
Langkah-langkah penguatan dalam kerangka kerja kebijakan moneter yang baru
tersebut mencakup empat elemen mendasar:
Pertama, perubahan dari uang primer ke suku bunga (disebut BI Rate) sebagai sasaran
operasional pengendalian moneter.
Kedua, penguatan proses perumusan kebijakan moneter konsisten dengan strategi
antisipatif (forward looking strategy) dalam mengarahkan respon kebijakan moneter saat
ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan.
Ketiga, strategi kominiasi yang lebih transparan untuk memperkuat sinyal kebijakan
moneter kepada pasar dan upaya pembentukan ekspektasi inflasi.
Keempat, penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk meminimalkan
tekanan inflasi dari kenaikan administered prices dan volatile foods maupun untuk
upaya bersama dalam pengelolaan ekonomi secara keseluruhan.
10.
Kebijakan baru dalam memperkuat penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan
moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Justru sebaliknya, paradigma dasar
kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) dalam
pencapaian sasaran inflasi tetap dipertahankan dalam kerangka kerja yang baru. Hal ini
mengingat pula masih adanya berbagai faktor ketidakpastian di dalam perekonomian Indonesia,
baik yang disebabkan oleh gejolak eksternal maupun domestik. Langkah-langkah penguatan
kebijakan moneter tersebut diperlukan untuk menurunkan dan mengarahkan ekspektasi inflasi
ke arah sasaran yang ditetapkan, mampu mengatasi kejutan inflasi secara lebih baik, maupun
3
Carare, A. and M.R. Stone (2003). “Inflation Targeting Regimes”. IMF Working Paper No. WP/03/9, January.
3
untuk menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah. Lebih dari itu, kebijakan
moneter tetap akan fleksibel dalam mengakomodasi kejutan-kejutan inflasi temporer tanpa
mengganggu pencapaian sasaran inflasi jangka menengah.
Respon Kebijakan dan Operasi Moneter: BI Rate
11.
Dengan kerangka kerja yang baru, mulai Juli 2005 suku bunga BI Rate akan
dipergunakan sebagai sinyal respon kebijakan moneter dan sasaran operasional. BI Rate adalah
suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik
untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter. BI Rate
akan diimplementasikan melalui operasi pasar terbuka (OPT) untuk SBI tenor 1 bulan, karena
beberapa pertimbangan. Pertama, SBI satu bulan telah dipergunakan sebagai benchmark oleh
perbankan dan pelaku pasar di Indonesia dalam berbagai aktivitasnya. Kedua, penggunaan SBI
satu bulan sebagai sasaran operasional akan memperkuat sinyal respon kebijakan moneter
yang ditempuh Bank Indonesia. Ketiga, dengan perbaikan kondisi perbankan dan sektor
keuangan, SBI satu bulan terbukti mampu mentransmisikan kebijakan moneter ke sektor
keuangan dan ke ekonomi.
12.
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur dalam RDG triwulanan setiap bulan Januari,
April, Juli, dan Oktober. 4 Dalam kondisi tertentu, jika dipandang perlu, BI Rate dapat
disesuaikan dalam RDG pada bulan-bulan yang lain. Dengan demikian, dalam RDG
triwulanan yang akan dilakukan pada tanggal 5 Juli, 2005 Dewan Gubernur akan menetapkan
dan mengumumkan BI Rate untuk pertama kali. Pada dasarnya, perubahan dalam BI Rate
menunjukkan penilaian Bank Indonesia terhadap prakiraan inflasi ke depan dibandingkan
dengan sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Pelaku pasar dan masyarakat akan dapat
mengamati penilaian Bank Indonesia dimaksud melalui penguatan transparansi yang akan
dilakukan, antara lain dalam Laporan Kebijakan Moneter yang disampaikan secara triwulanan
dan press release bulanan.
13.
Operasi moneter dengan BI Rate dilakukan melalui lelang mingguan dengan
mekanisme variable rate tender dan multiple price allotments. Setiap hari Selasa, Bank
Indonesia mengumumkan target lelang SBI dengan menyebutkan BI Rate yang telah ditetapkan
oleh Dewan Gubernur. Dengan demikian, sinyal respon kebijakan moneter melalui BI Rate
yang ditetapkan Bank Indonesia akan diperkuat melui berbagai transaksi di pasar keuangan.
Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuditas di pasar, Bank Indonesia akan
memperkuat operasi moneter harian melalui instrumen Fine-Tune Operations (FTO)dengan
underlying instruments SBI dan SUN.
Proses Perumusan Kebijakan: Strategi Antisipatif
14.
Dengan kerangka kerja yang baru, secara internal proses perumusan kebijakan moneter
di Bank Indonesia diperkuat agar konsisten dengan strategi antisipatif (forward looking strategy)
dalam mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke
depan. Untuk maksud tersebut, asesmen menyeluruh terhadap kondisi makroekonomi,
prakiraan inflasi, dan penentuan respon kebijakan moneter akan dilakukan setiap triwulanan
dalam RDG bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Atas dasar asesmen menyeluruh dimaksud,
4
RDG biasanya dilakukan hari Selasa pertama setelah tanggal 5 setiap bulan. Jadwal RDG akan diumumkan
sebelumnya.
4
Dewan gubernur akan menetapkan BI Rate yang diperlukan untuk pencapaian sasaran inflasi
yang telah ditetapkan Pemerintah.
15.
Dalam RDG bulanan yang lain, review atas perkembangan inflasi, nilai tukar, dan
kondisi moneter dan likuiditas di pasar akan dilakukan untuk memonitor dan menilai apakah
sesuai dengan prakiraan yang dilakukan dalam RDG triwulanan. Dalam hal terjadi
perkembangan baru yang memerlukan penyesuaian lebih lanjut respon kebijakan moneter,
perubahan BI Rate dapat dilakukan apabila dipandang perlu. Dengan demikian, efektivas
kebijakan moneter dalam menjaga kestabilan harga dapat diperkuat.
16.
Untuk mendukung proses perumusan kebijakan moneter oleh Dewan Gubernur,
kualitas analisis dan prakiraan terus ditingkatkan dalam kerangka kerja kebijakan moneter yang
baru dengan ITF. Bank Indonesia terus mengembangkan sejumlah metode, riset, dan
pemodelan ekonomi untuk analisis, prakiraan, dan rekomendasi kebijakan sebagai dasar
pertimbangan Dewan Gubernur. Sejumlah indikator dan survey juga dikembangkan untuk
mendukung penguatan analisis. Yang juga penting sebagai bahan perumusan kebijakan
moneter adalah Kajian Ekonomi Regional (KER) yang dilakukan kantor-kantor Bank Indonesia
di berbagai daerah.
Strategi Komunikasi: Lebih Transparan
17.
Pengelolaan ekspektasi inflasi sangat penting dalam kerangka kerja kebijakan moneter
yang baru. Hal ini semakin penting di Indonesia mengingat besarnya pengaruh ekspektasi
inflasi sebagai determinan atau faktor penyebab inflasi, di samping dampak administered prices,
volatile foods, dan pengaruh langsung nilai tukar (direct exchange rate pass-through). Lebih
dari itu, perilaku ekspektasi inflasi di Indonesia sangat bersifat adaptif, dalam arti lebih
ditentukan oleh inflasi yang telah terjadi (inertia) dan belum mendasarkan pada sasaran inflasi
yang telah ditetapkan Pemerintah.
18.
Dengan demikian, tujuan utama dari penguatan strategi komunikasi adalah untuk
membantu secara bertahap menurunkan dan mengarahkan ekspektasi inflasi di masyarakat ke
sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Selain melalui press release dan konperensi press yang
secara reguler mengumumkan keputusan RDG, penguatan strategi komunikasi tersebut
dilakukan melalui penerbitan Laporan Kebijakan Moneter secara triwulanan. Di dalamnya
akan memuat asesmen menyeluruh Bank Indonesai mengenai perkembangan terkini
makroekonomi, inflasi dan kondisi moneter, serta prakiraan inflasi ke depan dan respon
kebijakan moneter yang diperlukan untuk membawa inflasi ke arah sasaran inflasi yang telah
ditetapkan.
19.
Strategi komunikasi lain yang lazim dipraktekan bank-bank sentral yang menerapkan
ITF juga akan dilakukan Bank Indonesia. Strategi dimaksud mencakup penjelasan-penjelasan
Dewan Gubernur mengenai kebijakan moneter di berbagai kesempatan maupun publikasi dan
penjelasan mengenai kerangka kerja kebijakan moneter yang baru, proses inflasi di Indonesia,
proses perumusan kebijakan moneter, model-model prakiraan ekonomi, maupun operasi
moneter. Strategi komunikasi melalui media elektronik seperti website Bank Indonesia juga
akan dilakukan.
Koordinasi dengan Pemerintah: Lebih
Lebih Erat
5
20.
Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah yang selama ini telah berjalan erat akan
diteruskan dan ditingkatkan. Hal ini semakin penting untuk meminimalkan besarnya tekanan
inflasi yang berasal dari kenaikan administered prices dan volatile foods. Koordinasi kebijakan
moneter dan kebijakan fiskal maupun kebijakan ekonomi pada umumnya juga sangat penting
untuk penguatan sinergi dalam pengelolaan ekonomi secara keseluruhan.
21.
Untuk koordinasi dalam penetapan, pemantauan, dan pengendalian inflasi, Pemerintah
dan Bank Indonesia telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai
instansi terkait. Sejak dibentuk awal tahun 2005, Tim telah melakukan beberapa kali
pertemuan untuk membahas dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk
mengendalikan tekanan inflasi. Koordinasi dalam mengatasi dampak kenaikan harga BBM di
awal tahun ini merupakan salah satu contoh koordinasi kebijakan yang telah dilakukan. Lebih
dari itu, Tim telah menyusun roadmap langkah-langkah koordinasi kebijakan antara instansi
Pemerintah terkait dan Bank Indonesia untuk peningkatan pengendalian inflasi ke depan.
22.
Koordinasi kebijakan juga dilakukan melalui pertemuan berkala antara Menteri-Menteri
di bidang perekonomian dan Dewan Gubernur Bank Indonesia. Pertemuan dimaksud
membahas berbagai permasalahan dan sinergi kebijakan yang diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi dan memperkuat stabilitas makroekonomi. Koordinasi kebijakan seperti
ini semakin memperkuat koordinasi yang telah berjalan erat antara kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter dalam berbagai aspek, seperti dalam penetapan sasaran inflasi, asumsiasumsi makro untuk APBN, maupun aspek yang lain.
Penutup
23.
Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat mendasar dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitan ini,
kerangka kerja kebijakan moneter yang baru yang ditempuh Bank Indonesia merupakan bagian
integral dan berperan penting dalam langkah-langkah ke arah itu. Kerangka kerja yang baru
tersebut tidak saja akan meningkatkan efektivitas dan governance kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia, tetapi juga semakin mempererat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah.
Jakarta, 30 Juni 2005
6
Download