II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh
perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya .Hal tersebut disebabkan karena
pemasaran merupakan salah satu kegiatan perusahaan, di mana secara langsung
berhubungan dengan konsumen.
Secara harfiah, pemasaran berasal dari kata pasar yang berarti demand potential
atau dengan kata lain konsumen yang memiliki kemampuan, keinginan dan
kemauan untuk merealisasikan kebutuhannya melalui kegiatan transaksi. Pada
pengertian lama atau klasik, pasar diartikan sebagai tempat terjadinya transaksi,
namun seiring perkembangan, pasar diartikan sebagai proses dari kegiatan
transaksi tersebut. Kegiatan pemasaran sendiri dapat diartikan secara sempit dan
dalam arti luas.
Arti sempit, kegiatan pemasaran berarti proses penyampaian barang dan atau jasa
dari produsen ke konsumen tanpa memperhatikan kepuasan konsumen. Secara
luas, kegiatan pemasaran tidak terlalu berbeda dalam arti sempitnya, hanya saja
16
dalam arti luas, kegiatan pemasaran terfokus pada upaya dalam memuaskan
pelanggan sekaligus merealisir volume penjualan dan tujuan dari perusahaan.
Konsep pemasaran sendiri terjadi ketika suatu perusahaan atau organisasi
memusatkan seluruh upayanya untuk memuaskan pelanggan. Terdapat tiga ide
atau inti dalam konsep pemasaran, yaitu kepuasan pelanggan, upaya total
perusahaan, dan laba atau keuntungan bukan hanya sekedar penjualan (Mustafid,
2010; 4).
2.1.1
Konsep Pemasaran
Menurut Kotler dan Amstrong (2008: 18), kegiatan pemasaran terbagi menjadi
dua konsep yang merupakan dasar pelaksanaan dalam kegiatan pemasaran suatu
organisasi yaitu konsep penjualan dan konsep pemasaran.
1. Konsep Produksi
Konsep ini menegaskan bahwa konsumen akan memilih produk yang tersedia
dimana – mana dan murah. Manajer dari bisnis yang berorientasi pada
produksi, berkonsentrasi mencapai efisiensi produksi yang tinggi, biaya
rendah, dan distribusi masal.
2. Konsep Produk
Konsep produk menyatakn bahwa konsumen akan lebih menyukai produk –
produk yang menawarkan fitur – fitur paling bermutu, berprestasi, dan
inovatif. Manajer dalam konsep ini berfokus pada membuat produk yang
superior dan meningkatkannya sepanjang waktu.
17
3. Konsep penjualan
Dasar pertimbangan awal pada konsep penjualan adalah pada proses produksi
yang menghasilkan barang atau jasa, kemudian perusahaan melaksanakan
kegiatan pemasaran yang masih relatif sederhana dengan penekanan pada
promosi dibidang periklanan yang keseluruhannya diarahkan untuk merealisir
volume penjualan sehingga dapat mewujudkan tujuan perusahaan berupa laba
atau keuntungan. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa konsep dasar dalam
penjualan adalan proses produksi dengan tujuan volume penjualan dan laba.
4. Konsep pemasaran
Pertimbangan awal pada konsep pemasaran adalah perilaku konsumen yang
intinya pada kepuasan konsumen, kemudian perusahaan melaksanakan bauran
pemasaran secara terpadu untuk mewujudkan kepuasan konsumen sekaligus
merealisir volume penjualan sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan
perusahaan berupa laba. Konsep dasar dalam konsep pemasaran adalah
perilaku dan kepuasan konsumen dengan tujuan tambahan yaitu kepuasan
konsumen, bukan hanya sekedar volume penjualan dan laba.
5. Konsep Pemasaran Holistik
Keseluruhan perangkat kekuatan yang tampak dalam dasawarsa terakhir
menuntut praktik pemasaran dan bisnis baru. Perusahaan memiliki kapabilitas
baru yang dapat mengubah cara mereka melakukan pemasaran. Perusahaan
membutuhkan pemikiran segar tentang bagaimana beroperasi dan bersaing
dalam lingkungan pemasaran baru.
18
Kesimpulan dari kelima konsep tersebut ialah, dalam kegiatan pemasaran tidak
hanya mencakup proses produksi barang dan/ jasa, melainkan juga tujuan
perusahaan berupa volume penjualan dan kepuasan pelanggan demi meraih laba
atau keuntungan. Perusahaan perlu menfokuskan kegiatannya untuk memuaskan
pelanggan agar dapat meningkatkan volume penjualan. Konsumen yang merasa
puas, akan memberikan loyalitas terhadap perusahaan dan tidak berpihak kepada
pesaing, ini berarti laba atau keuntungan bagi perusaahaan semakin besar.
2.2 Pemasaran Jasa
Menurut Saladin (2004:134),
“Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak pada
pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan
kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin dan mungkin juga tidak
dikaitkan dengan suatu produk fisik.”
Menurut Zeithaml dalam Hurriyati (2005; 28)
“Jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukanlah produk atau
konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada
saat bersamaan, dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan,
hiburan, kecepatan, dan kesehatan) yang secara prinsip tidak berwujud pada
pembeli pertamanya.”
19
Menurut Tjiptono (2005;16)
“Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak terwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dengan suatu produk
fisik.”
Berdasarkan pengertian para ahli terserbut, dapat disimpulkan bahwa jasa
merupakan produk yang tidak dapat dilihat atau disentuh, namun dapat dirasakan
manfaatnya. Pengertian pemasaran jasa sendiri adalah suatu kegiatan
penyampaian jasa dan bukan produk fisik, dari produsen kepada konsumen
sehingga dapat dirasakan manfaatnya dalam upaya memuaskan pelanggan.
Jasa memiliki empat karakteristik menurut Kotler dan Keller (2007: 39), yaitu :
1. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba sebelum
jasa tersebut dibeli.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan). Barang fisik biasanya diproduksi ,
kemudian dijual lalu dikonsumsi oleh konsumen. Jasa pada umumnya
ditawarkan atau dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan
dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Kunci keberhasilan bisnis jasa,
terdapat pada proses rekruitmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan
karyawan.
3. Variability (berubah – ubah). Jasa bersifat variabel karena merupakan non
standart output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung
kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi.
20
4. Perishability (tidak tahan lama). Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat
disimpan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain,
atau dikembalikan kepada produsen jasa dimana konsumen membeli jasa
tersebut.
2.2.1 Kualiatas Jasa
Kotler dan Keller (2007: 56), membagi kualitas jasa sebagai berikut :
1. Keandalan
Kemampuan melaksanakan pelayanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan
akurat.
2. Daya Tanggap
Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.
3. Jaminan
Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka dalam
menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.
4. Empati
Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada
pelanggan.
5. Benda Berwujud
Penampilan, fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi,
misalnya peralatan modern, karyawan yang rapih dan professional dll.
Proses penyampaian jasa dari produsen, terkadang banyak yang tidak sesuai
dengan kualitas jasa yang ada. Kenyataannya, seringkali keinginan konsumen
tidak terpenuhi oleh perusahaan sehingga timbul GAP (kesenjangan). Gap
21
menunjukkan perbedaan antara harapan pengguna jasa dengan persepsi
manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kepuasan pelanggan dapat
terpenuhi apabila jasa anggapan berada diatas jasa yang diharapkan, dalam arti
konsumen akan merasa puas apabila mendapatkan pengalaman yang melebihi
harapannya.
Kotler dan Keller (2007: 51), mengatakan terdapat lima GAP atau kesenjangan
dalam model pemasaran jasa, antara lain:
1. Gap persepsi manajemen (management perception of consumer expectations),
yaitu kesenjangan yang terjadi akibat adanya perbedaan antara persepsi
manajemen mengenai ekspektasi konsumen, atau dengan kata lain, terdapat
perbedaan penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi
manajemen mengenai harapan pengguna.
Gap ini dapat terjadi disebabkan pihak manajemen perusahaan tidak dapat
merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat.
Akibatnya, manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya
didesain dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan
pelanggan.
2. Gap spesifikasi kualitas, yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen
mengenai harapan konsumen dengan spesifikasi kualitas jasa yang
dikembangkan. Terdapat situasi dimana manajemen mampu memahami secara
tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu
standar kinerja tertentu yang jelas, sehingga timbul kesenjangan.
3. Gap penyampaian pelayanan, yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa
dan pelayanan yang diberikan atau disampaikan (service delivery).
22
Kesenjangan ini merupakan ketidaksesuaian kinerja pelayanan karena
karyawan tidak mampu atau tidak memiliki keinginan untuk menyampaikan
jasa menurut tingkat pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan.
4. Gap komunikasi pemasaran, yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa
dengan komunikasi eksternal. Kesenjangan ini terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian antara pelayanan yang dijanjikan dan pelayanan yang
disampaikan.
5. Gap dalam pelayanan yang dirasakan, yaitu perbedaan persepsi antara jasa
yang dirasakan atau diterima (perceived service) dengan jasa yang diharapkan
oleh pelanggan (expected service). Jika jasa yang diterima lebih baik dari jasa
yang diharapkan, atau jasa yang diterima sama dengan yang diharapkan, maka
perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif, tetapi jika terjadi
sebaliknya, maka akan timbul permasalahan bagi perusahaan.
Kelima kesenjangan (Gap), dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Model Kualitas Jasa
Sumber: Kotler dan Keller (2007: 55)
23
2.3 Pengertian Ritel
Ritel berasal dari bahasa Perancis “Retailler” yang berarti memotong atau
memecah sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), eceran
berarti satu – satu, sedkit – sedikit tentang penjualan atau pembelian barang;
ketengan. Ritel adalah kegiatan pejualan dalam sejumlah komoditas kecil atau
eceran kepada konsumen.
Levy dan Weitz (2001) dalam rubiyanti (2004; 11), menyatakan “Retailing
adalah satu rangkaian aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna barang dan jasa
yang dijual kepada konsumen untuk konsumsi pribadi atau rumah tangga”. Jadi,
konsumen yang menjadi sasaran dari retailing adalah konsumen akhir yang
membeli produk untuk dikonsumsi sendiri, tidak jauh berbeda dengan pendapat
Kotler (2007; 592) yang menyatakan bahwa retailing adalah : “Penjualan eceran
meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa pada
konsumen akhir untuk dipergunakan yang sifatnya pribadi, bukan bisnis”.
Berdasarkan definisi-definisi retailing yang telah dijelaskan di atas, maka penulis
dapat merumuskan beberapa hal yang berkaitan dengan kegiatan retailing, yaitu:
1. Retailing atau usaha eceran adalah mata rantai terakhir dari saluran distribusi.
2. Retailing mencakup berbagai macam aktivitas, namun aktivitas yang paling
pokok adalah kegiatan menjual produk secara langsung kepada konsumen.
3. Produk yang ditawarkan dapat berupa barang, jasa atau kombinasi keduanya.
4. Pasar sasaran atau konsumen yang menjadi target adalah konsumen non bisnis,
yaitu yang mengkonsumsi produk atau kebutuhan pribadi dan rumah tangga.
24
Berman dan Evans (2001) dalam Rubiyanti (2004; 14), mengatakan pada intinya
karakteristik retailing ada tiga, yaitu:
a. Small Average Sale
Tingkat penjualan retailing pada toko tersebut relatif kecil, dikarenakan
targetnya merupakan konsumen akhir yang membeli dalam jumlah kecil.
b. Impulse Purchase
Pembelian yang terjadi dalam retailing sebagian besar merupakan pembelian
yang tidak direncanakan. Hal ini yang harus dicermati pengecer, yaitu
bagaimana mencari strategi yang tepat untuk memaksimalkan pembelian
untuk mengoptimalkan pendapatan.
c. Popularity Of Stores
Keberhasilan dari retailing sangat tergantung akan popularitas dan image dari
toko atau perusahaan. Semakin terkenal toko atau perusahaan maka semakin
tinggi pula tingkat kunjungan yang pada akhirnya berdampak pada
pendapatan.
2.4 Pengertian Suasana Toko
Suasana toko adalah suatu rangkaian penataan toko untuk menciptakan suasana
yang nyaman bagi konsumen, mulai dari dekorasi depan toko, penataan musik dan
temperature udara dibagian dalam, penataan rak – rak barang, penempatan kasir
hingga lahan parkir yang berkaitan dengan pencintraan toko tersebut. Suasana
toko yang diaplikasikan, akan menjadi cirri khas bagi toko tersebut dimata
konsumen. Pelaksanaan suasana toko yang baik, semakin menjadikan nilai tambah
bagi produsen dalam mencitrakan tokonya dalam pikiran konsumen.
25
Menurut Kotler (2005) dalam Meldarianda dan Lisan. S (2010; 98)
“Atmosphere (suasana toko) adalah suasana terencana yang sesuai dengan
pasar sasarannya dan yang dapat menarik konsumen untuk membeli.”
Menurut Utami, (2006: 255):
“ Suasana toko (Store Atmosphere) merupakan kombinasi dari karateristik
fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna,
temperature, musik, aroma yang secara menyeluruh akan mencipta kan citra
dalam benak. Melalui suasana toko yang sengaja diciptakan oleh ritel, ritel
berupaya untuk mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan,
harga, maupun ketersediaan barang dagangan yang bersifat fashionable.”
Menurut Ma’aruf (2005: 201)
“Store atmosphere adalah salah satu marketing mix dalam gerai yang
berperan penting dalam memikat pembeli, membuat mereka nyaman dalam
memilih barang belanjaan, dan mengingatkan mereka produk apa yang ingin
dimiliki baik untuk keperluan pribadi, maupun untuk keperluan rumah
tangga”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa store atmosphere
merupakan keseluruhan aspek visual maupun aspek non-visual kreatif yang
sengaja dimunculkan untuk merangsang indera kosumen guna melakukan
pembelian. Suasana yang terbentuk pada akhirnya akan memberikan rasa nyaman
26
dan aman bagi konsumen sehingga dapat menimbulkan daya tarik dimata para
konsumen dan bisa menjadi nilai positif terhadap perusahaan tersebut.
2.4.1 Elemen Suasana Toko
Berman dan Evan (2001) dalam Rubiyanti (2004; 7) membagi elemen – elemen
pada suasana toko menjadi empat elemen, antara lain :
1) Exterior (bagian depan toko)
Bagian depan toko adalah bagian yang termuka, maka sebaiknya
memberikan kesan yang menarik. Selain itu, hendaknya menunjukan spirit
perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya. Elemen exterior terdiri
dari :
a. Storefront (Bagian Muka Toko)
Bagian muka atau depan toko meliputi kombinasi papan nama, pintu
masuk, dan konstruksi bangunan. Storefront harus mencerminkan
keunikan, kemantapan, kekokohan atau hal-hal lain yang sesuai dengan
citra toko tersebut.
b. Marquee (Simbol)
Marquee adalah suatu tanda yang digunakan untuk memajang nama atau
logo suatu toko. Marquee dapat dibuat dengan teknik pewarnaan,
penulisan huruf, atau penggunaan lampu neon. Marquee dapat terdiri dari
nama atau logo saja, atau dikombinasikandengan slogan dan informasi
lainya.
27
c. Surrounding Area (Lingkungan Sekitar)
Keadaan lingkungan masyarakat dimana suatu toko berada, dapat
mempengaruhi citra toko. Jika toko lain yang berdekatan memiliki citra
yang kurang baik, maka toko yang lain pun akan terpengaruh dengan citra
tersebut. Keamanan dilingkungan sekitar toko, juga dapat menjadi
pertimbangan bagi konsumen untuk mengunjungi toko tersebut.
d. Parking (Tempat Parkir)
Tempat parkir merupakan hal yang penting bagi konsumen. Jika tempat
parker luas, aman, dan mempunyai jarak yang dekat dengan toko akan
menciptakan Atmosphere yang positif bagi toko tersebut.
2) General Interior
Yang paling utama yang dapat membuat penjualan setelah pembeli berada di
toko adalah display.Desain interior dari suatu toko harus diraancang untuk
memaksimalkan visual merchandising.
Elemen general Interior terdiri dari :
a. Color and Lightening (Warna dan Pencahayaan)
Tata cahaya yang baik mempunyai kualitas dan warna yang dapat
membuat suasana yang ditawarkan terlihat lebih menarik, terlihat berbeda
bila dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya.
b. Scent and Sound ( Aroma dan Musik)
Tidak semua toko memberikan pelayanan ini, tetapi jika layanan ini
dilakukan akan memberikan suasana yang lebih santai pada konsumen,
khusunya konsumen yang ingin menikmati suasana yang santai dengan
menghilangkan kejenuhan dan kebosanan.
28
c. Width of Aisles (Lebar Gang)
Jarak antara rak – rak barang harus diatur sedemikian rupa agar konsumen
merasa nyaman dan betah dalam melakukan pembelian.
d. Temperature (Suhu Udara)
Pengelola toko harus mengatur suhu udara, agar udara dalam ruangan
jangan terlalupanas atau dingin.Misalnya dengan memasang AC dalam
ruangan.
e. Personel (Karyawan)
Karyawan yang sopan, ramah, berpenampilan menarik, cepat, dan tanggap
akan menciptakan citra perusahaan dan loyalitas konsumen.
f. Price (Harga)
Pemberian harga dapat dicantumkan dengan menempelkan label harga
pada barang yang ada di toko. Dengan adanya penempelan label harga
pada setiap barang yang ingin dibeli oleh konsumen atau penempelan
pada masing – masing rak barang, dapat memberikan kemudahan
berbelanja bagi konsumen.
g. Cash Refister (Kasir)
Pengelola toko harus memutuskan penempatan lokasi kasir yang mudah
dijangkau oleh konsumen, sehingga konsumen tidak kesulitan dalam
melakukan pembayaran.
h. Technology Modernization (Teknologi)
Pengelola toko dalam proses pembayaran harus dibuat secanggih mungkin
dan cepat, baik pembayaran secara tunai atau menggunakan
pembayaran cara lain, seperti kartu kredit dll.
29
i. Cleanliness (Kebersihan)
Kebersihan dapat menjadi pertimbangan utama bagi konsumen untuk
berbelanja di toko tersebut.
3) Store Layout (Tata Letak Toko)
Pengelola toko harus mempunyai rencana dalam penentuan lokasi dan
fasilitas toko. Pengelola toko juga harus memanfaatkan ruangan toko yang
ada seefektif mungkin. Element store layout terdiri dari :
a. Allocation of floor space for selling,personnel,and customers
Dalam suatu toko, ruangan yang ada harus dialokasikan untuk:
1. Merchandise Space (Ruangan Penyimpanan Barang/Gudang)
2. Personnel Space (Ruangan Pegawai)
3. Customers Space (Ruangan Pelanggan)
b. Produk Groupings (pengelompokkan barang)
Barang yang dipajang, dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Functional Product groupings
Pengelompokkan barang berdasarkan penggunaan akhir yang sama.
2. Purchase motivation product groupings
Pengelompokkan barang yang ada menimbulkan dorongan pada
konsumen untuk membeli dan menghabiskan waktu yang lebih
banyak dalam berbelanja.
3. Market segment product groupings
Pengelompokkan barang berdasarkan pasar sasaran yang sama.
c. Traffic Flow (Arus Lalu Lintas)
Macam-macam penentuan arus lalu lintas toko, yaitu:
30
1. Grid Layout (Pola Lurus)
Penempatan fixture dalam satu lorong utama yang panjang. Pengaturan
ini mengarahkan pelanggan sesuai gang-gang dan perabot di dalam
toko.
2. Free-flow Layout (Pola Arus Bebas)
Pola yang paling sederhana dimana fixture dan barang-barang
diletakan dengan bebas. Pengaturan ini memungkinkan pelanggan
membentuk pola lalu lintasnya sendiri.
4) Interior POP (Point Of Purchase) Display
Interior point of purchase (POP) mempunyai dua tujuan, yaitu memberikan
informasi kepada konsumen dan menambah store atmosphere, hal ini dapat
meningkatkan penjualan dan laba toko. Interior point of interest display
terdiri dari:
a. Theme Setting Display (Dekorasi SesuaiTema)
Dalam suatu musim tertentu retailer dapat mendisain dekorasi toko atau
meminta karyawan berpakaian sesuai tema tertentu.
b. Posters, signs, and cards
Tanda-tanda yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang lokasi
barang di dalam toko. Tujuan dari tanda-tanda ini, untuk meningkatkan
penjualan melalui informasi yang diberikan kepada konsumen secara baik
dan benar.
31
2.4.2 Afeksi
Mowen dan Minor (2001:208) menyatakan bahwa afeksi adalah sebagai fenomena
kelas mental yang secara unik dikarakteristikan oleh pengalaman yang disadari ,
yaitu keadaan perasaan subjektif, yang biasanya muncul bersama-sama dengan
emosi dan suasana hati. Menurut wilikie, afektif atau afeksi menunjukkan
penggunaan emosi dan perasaan pada saat konsumen akan melakukan keputusan
pembelian (1990) dalam Hadi (2010;2).
Peter dan Olson (1996) dalam Hadi (2010;2), menyatakan bahwa tanggapantanggapan afektif beragam dalam penilaian positif atau negatif, menyenangkan
atau tidak menyenangkan dan dalam intensitas atau tingkat pergerakan badan.
Misalnya, afeksi yang melibatkan emosi yang relatif gencar seperti cinta atau
marah, status perasaan yang tidak begitu kuat seperti kepuasana atau frustasi,
suasana hati yang melarut seperti relaksasi atau kebosanan, dan evaluasi
menyeluruh seperti suka atau tidak suka.
Penelitian Donovan dan Rositer (1982) yang dikutip oleh Kusumowidagdo
(2010:20) pada, atmosfer toko mempengaruhi keadaan emosi pengunjung.
Keadaan emosional akan membuat dua perasaan yang dominan yaitu perasaan
senang dan membangkitkan keinginan, baik yang muncul dari keinginan yang
disengaja ataupun keinginan yang bersifat mendadak. Kondisi ruang dapat
mempengaruhi keadaan emosi konsumen yang menyebabkan meningkatnya
pembelian atau sebaliknya. (Sumber : diakses melalui
http://puslit.petra.ac.id/journals/interior).
32
Gambar 2.2 Model Dari Dampak Suasana Toko
Sumber : Wijayati (2009:33)
2.5 Keputusan Pembelian
Keputusan membeli atau tidak membeli merupakan bagian dari unsur yang
melekat pada diri individukonsumen yang disebut behavior dimana ia merujuk
kepada tindakan fisik yang nyata dapat dilihat dan diukur oleh orang lain
(Nitisusastro, 2012; 195).
Menurut Swastha dan Handoko (2011), terdapat lima peran individu dalam
sebuah keputusan pembelian, antara lain :
1. Pengambilan inisiatif (initiator): individu yang mempunyai
inisiatif pembelian barang tertentu atau yang mempunyai kebutuhan
atau keinginan tetapi tidak mempunyai wewenang untuk melakukan sendiri.
2. Orang yang mempengaruhi (influencer): individu yang
mempengaruhi keputusan untuk membeli baik secara sengaja maupun tidak
sengaja.
33
3. Pembuat keputusan (decider): individu yang memutuskan apakah
akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya,
kapan dan dimana membelinya.
4. Pembeli (buyer): individu yang melakukan pembelian yang sebenarnya.
5. Pemakai (user): individu yang menikmati atau memakai produk atau jasa yang
dibeli.
Konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, harus memilih produk atau
jasa yang akan dikonsumsinya. Banyaknya pilihan yang tersedia, kondisi yang
dihadapi, serta pertimbangan-pertimbangan yang mendasari akan membuat
pengambilan keputusan satu individu berbeda dari individu lainnya.
Terdapat tiga tingkatan yang spesifik dari pengambilan keputusan konsumen,
antara lain:
1. Extensive problem solving, jika konsumen membutuhkan sejumlah besar
informasi untuk menetapkan kriteria untuk menilai dan mempertimbangkan
merek-merek.
2. Limited problem solving, jika konsumen telah menetapkan kriteria dasar
untuk mengevaluasi kategori produk dan berbagai merek dalam kategori
tersebut.
3. Routinized response behavior, jika konsumen memiliki beberapa pengalaman
dengan kategori produk dan memiliki seperangkat kriteria yang telah
ditetapkan untuk mengevaluasi merek-merek yang dipertimbangkan.
34
Tahap-tahap keputusan pembelian adalah sebagai berikut (Kotler dan Armstrong,
2008; 179):
1. Pengenalan kebutuhan
Proses pembelian bermula dari pengenal kebutuhan. Pembeli merasakan
adanya perbedaan antara aktual dan sejumlah keadaan yang diinginkan.
2. Pencarian informasi
Tahapan proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen bergerak
untuk mencari informasi tambahan, konsumen mungkin sekedar
meningkatkan perhatian atau mungkin pula mencari informasi secara aktif.
3. Evaluasi alternatif
Evaluasi alternatif yakni cara konsumen memproses informasi yang
menghasilkan berbagai pilihan mereka.
4. Keputusan pembelian
Tahapan proses keputusan pembelian dimana konsumen secara aktual
melakukan pembelian produk.
5. Perilaku pasca pembelian
Tahapan proses keputusan pembelian konsumen merupakan tindakan lebih
lanjut setelah pembelian berdasarkan pada kepuasan atau ketidakpuasan
mereka.
35
2.6 Minat Beli Konsumen
Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu
merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang
diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael,
2001; 75).
Rossiter dan Percy (1998; 126) mengemukakan bahwa minat beli
merupakan instruksi diri konsumen untuk melakukan pembelian atas suatu
produk, melakukan perencanaan, mengambil tindakan-tindakan yang relevan
seperti mengusulkan (pemrakarsa), merekomendasikan, memilih,
dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan pembelian.
Berdasarkan pengertian para ahli diatas dapat penulis simpulkan bahwa
pengertian minat beli konsumen adalah suatu sikap untuk cenderung merespon
terhadap suatu merek yang didasarkan pada tindakan-tindakan yang relevan
seperti mengusulkan (pemrakarsa) merekomendasikan, memilih, dan akhirnya
mengambil keputusan untuk melakukan pembelian.
Sutantio (2004: 253) menunjukkan bahwa salah satu indikator suatu produk
perusahaan sukses atau tidaknya di pasar adalah seberapa jauh tumbuhnya minat
beli konsumen terhadap produk tersebut.
Beberapa aspek yang dapat membangkitkan minat beli konsumen diantaranya :
a. Aspek kelengkapan barang yang meliputi jenis dan merek produk.
b. Aspek harga, yaitu nilai yang diberikan oleh pembeli terhadap suatu barang.
36
c. Aspek lokasi toko, tempat yang strategis, dimana lokasi toko yang mudah
dijangkau oleh konsumen, sarana parker luas dan kemananan lingkungan
toko.
d. Aspek kualitas barang, yaitu ciri, mutu serta nilai dari suatu produk.
e. Aspek pelayanan, merupakan segala pekerjaan atau tindakan yang sifatnya
tidak berwujud untuk dapat memberikan bantuan apa saja yang diperlukan
orang lain.
2.7 Kajian Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
NO. JUDUL
DATA PENELITI
TUJUAN PENELITIAN
ALAT
HASIL PENELITIAN
ANALISIS
1
Pengaruh Store
Atmosphere terhadap
Keputusan Pembelian
Konsumen pada China
Emporium Factory
Outlet Bandung.
Rubiyanti
2004
1. Untuk mengetahui
pelaksanaan Store
Atmosphere yang ada di
China Emporium
Factory Outlet
2. Untuk mempelajari
bagaimana tanggapan
konsumen terhadap
pelaksanaan Store
Atmosphere yang ada di
China Emporium
Factory Outlet
3. Untuk menganalisis
seberapa besar pengaruh
Store Atmosphere
terhadap keputusan
pembelian konsumen
pada China Emporium
Factory Outlet Bandung
Metode statistik, 1. Korelasi Rank Spearman
diperoleh nilai 0,53, yang
yaitu dengan
menunjukkan bahwa terdapat
korelasi Rank
hubungan yang cukup kuat dan
Spearman,
searah antara store atmosphere
koefisien
dengan keputusan pembelian
determinasi r dan
konsumen.
statistik uji t.
2. Analisis koefisien determinasi
menunjukkan bahwa store
atmosphere mampu
mempengaruhi tingkat keputusan
pembelian konsumen sebesar
28%, sedangkan sisanya 72%
dipengaruhi faktor lain.
3. Analisis uji hipotesis diperoleh t
hitung sebesar 6,18 > t tabel
sebesar 1,663 yang berarti bahwa
store atmosphere memiliki
pengaruh terhadap keputusan
pembelian konsumen.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
2
Pengaruh Store Atmosphere
Terhadap Minat Beli
Konsumen Pada Toserba
Griya Kuningan
Lili karmela dan
Jujun Junaedi
2009
1. Mengetahui gambaran
store atmosphere
menurut persepsi
konsumen pada Toserba
Griya Kuningan
2. Mengetahui gambaran
minat beli konsumen
pada Toserba Griya
Kuningan
3. Bagaimana pengaruh
store atmosphere
terhadap minat beli
konsumen pada Toserba
Griya Kuningan
Metode statistik, 1. Hasil perhitungan uji korelasi
didapat harga koefisien sebesar
yaitu dengan uji
0,751 yang menunjukan adanya
korelasi, koefisien
hubungan antara variabel store
determinasi,
atmosphere (X) dengan variabel
analisis uji t dan
minat beli konsumen (Y), berada
analisis regresi
pada kisaran 0,60 - 0,799.
linier
2. Perhitungan Koefisien
Determinan bahwa nilai koefisien
determinasi sebesar 56%. Artinya,
keputusan pembelian yang terjadi
di Toserba Griya Kuningan
dipengaruhi oleh store atmosphere
sebesar 56%. Sedangkan sisanya
sebesar 44% adalah faktor-faktor
lain di luar store atmosphere yang
mempengaruhi pembelian.
3. Berdasarkan hasil perhitungan
analisis uji hipotesis, diketahui
nilai thitung sebesar 10,01 dan
nilai t table 2,000. Maka hipotesis
dapat diterima.
38
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
4.Hasl perhitungan regresi linier
didapat persamaan regresi Y =
19,96 + 0,74X, maka dapat
disimpulkan jika nilai store
atmosphere bertambah 1, maka
berdampak pada kecenderungan
peningkatan nilai minat beli
konsumen sebesar 0,74.
3
Pengaruh Store Atmosphere
Terhadap Minat Beli
Konsumen Pada Resort
Cafe Atmosphere Bandung
Resti Meldarianda 1. Untuk menganalisis
pengaruh store
dan Henky Lisan S
atmosphere terhadap
minat beli konsumen
2010
pada Resort Café
Atmosphere
1. Hasil perhitungan regresi linier
Analisis data
berganda didapat nilai adjusted R
yang digunakan
Square sebesar 0.172 yang
dalam penelitian
menunjukan bahwa 14,6% minat
ini adalah analisis
beli konsumen dipengaruhi oleh
regresi linear
Store Atmosphere yang meliputi
berganda
Instore atmosphere dan Outstore
atmosphere. Sisanya dipengaruhi
oleh variabel lain.
2. Pada Tabel 2, didapat nilai
signifikansi sebesar 0,000 (<0,05)
yang berarti bahwa model
penelitian dapat menggambarkan
keadaan yang sebenarnya
39
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
tentang pengaruh store
atmosphere terhadap minat beli.
3. Pada tabel 3 menunjukan nilai
signifikansi untuk variabel Instore
Amtmosphere = 0,000<0,05,
sehingga Ho ditolak yang berarti
terdapat pengaruh positif terhadap
minat beli konsumen. Sedangkan
untuk Outstore atmosphere, nilai
siginifikansi = 0,343 > 0,05
sehingga Ho diterima yang berarti
tidak memiliki pengaruh positif
terhadap minat beli konsumen.
Adapun perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah objek penelitian yang akan diteliti yaitu berada
pada Putra Baru Swalayan Bandar Jaya, Studi Kasus Putra Baru Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur
40
Download