NILAI-NILAI KARAKTER DALAM LEGENDA PUTRI

advertisement
NILAI-NILAI KARAKTER DALAM LEGENDA PUTRI TERUNG DESA
TERUNGWETAN KABUPATEN SIDOARJO
Akhmad Mustafa1
Roekhan2
Martutik3
Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang no. 5 Malang
E-mail: [email protected]
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai karakter
dan representasi nilai karakter dalam cerita legenda Putri Terung Desa
Terungwetan Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai karakter yang ditemukan
dalam legenda Putri Terung meliputi: (1) tanggung jawab, (2) mandiri, (3)
peduli sosial, (4) kejujuran, (5) komunikatif, (6) religius, (7) keadilan, (8)
keihlasan, (9) menepati janji. Nilai-nilai tersebut direpresentasikan melalui (1)
dialog tokoh dan (2) lakuan atau tindakan tokoh.
Kata kunci: nilai karakter, legenda
ABSTRACT: This study aimed to describe the character values and the
representation of the character values in legend Putri Terung Terungwetan
Village, Sidoarjo. This research is a qualitative study. The results showed that
the value of the character found in the legend of Putri Terung include: (1)
responsibility, (2) independent, (3) social care, (4) honesty, (5) communicative,
(6) religious, (7) justice , (8) sincerity, (9) keep their promises. Those values are
represented by (1) dialog figures and (2) imposition or action figures.
Keywords: value character, legend
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah luas dengan
bermacam-macam suku yang mendiami tiap daerah tertentu. Begitu pula
keragaman budaya yang dihasilkan dari masing-masing suku tersebut. Mulai dari
bahasa, pakaian adat, rumah adat dan pertunjukkan adat. Semua produk budaya
tersebut tidak lepas dari unsur sastra di dalamnya. Sastra merupakan salah satu
unsur dalam memberikan pengajaran terhadap keberlangsungan hidup yang
mampu memberikan nilai-nilai luhur dan budi pekerti. Menurut Teeuw (2013:7)
tujuan dan fungsi karya sastra sebagai tolak ukur adalah sifat utile dan dulce,
bermanfaat dan nikmat bagi banyak pembaca sastra. Nikmat dalam artian mampu
dinikmati dan dipahami oleh pembaca. Bermanfaat dalam artian memberikan
kegunaan setelah membaca karya sastra. Bermanfaat dalam hal ini juga
memberikan suri tauladan atau nilai-nilai luhur terhadap pembaca.
Salah satu nilai yang dapat diberikan oleh sastra adalah nilai pendidikan
karakter. Berbicara mengenai nilai pendidikan karakter berarti berbicara mengenai
karakter. Karakter merupakan nilai-nilai baik yang berkaitan dengan moral,
1
Akhmad Mustafa adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang. Artikel
ini diangkat dari skripsi Program Sarjana Pendidikan Universitas Negeri Malang, 2016.
2
Roekhan adalah dosen Jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang.
3
Martutik adalah dosen Jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang.
akhlak, perilaku, dan kepribadian seseorang. Wibowo (2013:14) menarik
kesimpulan mengenai karakter yaitu sebagai berikut.
karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara
bermoral; sifatnya jiwa manusia, mulai dari angan-angan hingga terjelma sebagai
tenaga; cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara; serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi
(motivations), dan keterampilan (skills); watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap,
dan bertindak.
Oleh sebab itu pendidikan karakter perlu diajarkan, salah satunya melalui sastra.
Menurut Kurniawan (2012:2) sastra merupakan media pembelajaran yang banyak
disukai orang untuk menyampaikan nilai atau pesan moral kepada orang lain,
karena dengan nilai estetika, maka sastra diterima oleh segenap kalangan
masyarakat. Konsep tersebut meliputi (1) keindahan yang digambarkan dan
dilukiskan dalam karya sastra, (2) keindahan bahasa yang digunakan untuk
menyampaikan kehidupan tersebut. Dari pendapat tersebut didapatkan bahwa
pengajaran nilai melalui sastra dapat diterima oleh masyarakat karena sastra
memiliki nilai estetika yang juga berisi pendidikan.
Pengajaran karakter bisa didapat dari pengajaran sastra melalui legenda.
Legenda merupakan salah satu bentuk cerita rakyat atau folklor. Danandjaja
(2002:21-22) mengklasifikasikan legenda ke dalam bentuk folklor lisan, yaitu
termasuk cerita prosa rakyat yang terdiri atas mite (mitologi), legenda, dan
dongeng. Legenda adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap oleh yang empunya
cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi (Danandjaja,
2002:66). Sedangkan menurut Sugiarto (2015:171), legenda merupakan dongeng
yang berhubungan dengan peristiwa sejarah atau kejadian alam, misalnya
terjadinya nama suatu tempat dan bentuk topografi suatu daerah, yaitu bentuk
permukaan suatu daerah (bukit, jurang, dan sebagainya).
Penelitian ini memilih legenda Putri Terung sebagai objek penelitian
dikarenakan dalam cerita legenda tersebut diyakini terdapat nilai karakter yang
perlu diketahui oleh masyarakat. Selai itu, peneliti memilih cerita legenda Putri
Terung dikarenakan cerita legenda tersebut masih hidup dalam masyarakat Desa
Terungwetan Kecamatan krian Kabupaten Sidoarjo. Bukti legenda Putri Terung
masih hidup pada masyarakat tersebut dapat dilihat pada masih banyak
masyarakat yang mendatangi makam Putri Terung dengan tujuan bermacammacam. Pada hari-hari tertentu juga diadakan acara syukuran di area makam Putri
Terung tersebut.
Penelitian mengenai nilai karakter dalam cerita legenda Putri Terung tidak
terlepas dari penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian
terdahulu mengenai Legenda Putri Terung pernah dilakukan oleh Faizah (2014)
dengan judul Tradisi Ziarah Makam Putri Terung Di Desa Terungwetan
Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan penelitian yang lain juga
pernah dilakukan juga oleh Sukmawati dan Sulistiani (2015) dengan judul
Legendha Pesarean Raden Ayu Putri Oncat Tandha Wurung Ing Desa Terung
Wetan Kabupaten Sidoarjo.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui dan
mendeskripsikan nilai-nilai karakter yang terdapat dalam cerita legenda Putri
Terung dan (2) untuk mengetahui dan mendeskripsikan representasi nilai-nilai
karakter yang terdapat dalam cerita legenda Putri Terung. Nilai karakter yang
diteliti berdasarkan pada nilai pendidikan karakter yang diinternalkan menurut
Kemdiknas. Apabila terdapat nilai karakter yang berbeda dari nilai karakter
berdasarkan Kemdiknas maka dianggap sebagai temuan dalam penelitian.
METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
sosiologi sastra. Menurut Bogdan dan Guba (dalam Suharsaputra 2014:181)
penelitian kualitatif atau naturalistic inquiry adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Sementara itu, Gunawan (2014:82) mengartikan
penelitian kualitatif secara harafiah, sesuai dengan namanya yaitu jenis penelitian
yang temuan-temuannya tidak diperboleh melalui prosedur kuantifikasi,
perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran
angka.
Wujud data berupa nilai-nilai karakter dan representasi nilai karakter yang
terdapat dalam legenda Putri Terung. Sumber data dalam penelitian ini adalah
teks cerita legenda Putri Terung yang diperoleh dari dua informan, yaitu Bapak
Sumaji dan Bapak Sudiono. Pemilihan informan didasarkan dari rekomendasi
carik desa Terungwetan setelah peneliti bertanya mengenai informan yang perlu
diwawancarai.
Pengumpulan data penelitian ini meliputi wawancara, perekaman, dan
studi dokumen. Wawancara dilakukan untuk mengambil data dari informan.
Wawancara yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara tidak
terstruktur, namun peneliti menggunakan panduan wawancara yang berisi ramburambu pertanyaan. Perekaman dilakukan untuk mengumpulkan data dengan
mendokumentasikan data ke dalam bentuk file suara. Perekaman dilakukan
dengan menggunakan alat perekam yaitu berupa telepon seluler yang dilengkapi
dengan aplikasi perekam. Studi dokumen dilakukan sebagai pengumpulan data
dari bahan tertulis yang berupa buku ataupun catatan yang berisi cerita legenda
Putri Terung untuk selanjutnya dianalisis oleh peneliti.
Tahap analisis data dilakukan dengan cara memilah data dan
mengidentifikasi cerita legenda Putri Terung. Prosedur analisis data dalam
penelitian ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, reduksi data
yaitu proses pemilihan data kasar dari cerita legenda Putri Terung yang sudah
direkonstruksi. Kedua, kodifikasi yaitu proses pemilihan data yang sesuai dengan
rumusan masalah dan pemberian kode pada data yang telah dipilih terebut.
Ketiga, klasifikasi yaitu penggolongan data berdasarkan pada nilai karakter dan
representasi nilai karakter yang terdapat pada cerita legenda Putri Terung.
Keempat, interpretasi merupakan proses pembahasan yang dilakukan peneliti
melalui penafsiran terhadap data yang ditemukan cerita legenda Putri Terung
sesuai denga fokus masalah. Kelima, verifikasi merupakan proses pemeriksaan
terhadap data, hasil temuan penelitian dan pembahasan selama penelitian
berlangsung.
Pada penelitian ini, temuan yang didapat akan dilakukan pengecekan
dengan cara (1) membaca berulang-ulang rekonstruksi cerita legenda Putri
Terung, (2) melakukan diskusi dengan teman sejawat, (3) melakukan diskusi
dengan dosen yang paham dengan konteks penelitian, dan (4) melakukan
konsultasi kepada dosen pembimbing.
HASIL
Ada dua hasil dalam penelitian ini, pertama macam-macam nilai karakter
yang terdapat dalam legenda Putri Terung Desa Terungwetan Kabupaten
Sidoarjo. Kedua, representasi nilai karakter yang terdapat dalam legenda Putri
Terung Desa Terungwetan Kabupaten Sidoarjo. Adapun hasil yang lebih lengkap
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Pertama, ditemukan sembilan macam nilai-nilai karakter yang terdapat
dalam cerita legenda Putri Terung meliputi (1) tanggung jawab, (2) kemandirian,
(3) kepedulian sosial, (4) kejujuran, (5) kekomunikatifan, (6) kereligiusan, (7)
keadilan, (8) keikhlasan, (9) menepati janji. Terdapat dua data nilai tanggung
jawab pada cerita legenda Putri Terung. Data pertama menunjukkan tanggung
jawab terhadap keluarga. Hal tersebut ditunjukkan oleh Raden Arya Damar yang
melaksanakan mandat dari ayahnya yaitu Prabu Brawijaya V untuk merawat
Retno Subanci, selir dari Prabu Brawijaya V. Data kedua menunjukkan tanggung
jawab terhadap negara yang ditunjukkan oleh Raden Kusen yang menyelesaikan
mandat atau perintah dari kerajaan Demak untuk mengambil pusaka di kadipaten
Blambangan. Nilai kemandirian ditunjukkan oleh Raden Ayu Putri yang berjualan
kembang di pasar tanpa bantuan dari orang lain. Nilai kepedulian sosial
ditunjukkan oleh tooh pemuda yang meminjamkan pisau miliknya ke Raden Ayu
Putri. Nilai kejujuran ditunjukkan oleh Raden Ayu Putri yang berkata sesuai apa
yang terjadi dan ditujukkan dengan kejadian ajaib sebagai bukti kalau Raden Ayu
Putri berkata jujur. Nilai kekomunikatifan ditunjukkan oleh Raden Kusen yang
bertanya terlebih dahulu untuk memastikan kabar kalau Raden Ayu Putri hamil.
Nilai kereligiusan ditunjukkan oleh Raden Patah yang pergi berdakwah ke daerah
Glagahwangi, Demak. Nilai keadilan ditunjukkan oleh Raden Kusen dengan
menghukum Raden Ayu Putri karena dianggap bersalah meskipun Raden Ayu
Putri adalah anak dari Raden Kusen sendiri. Nilai keikhlasan ditunjukkan oleh
Raden Ayu Putri yang menerima hukuman mati dari Raden Kusen karena
dianggap bersalah. Nilai menepati janji ditunjukkan oleh Raden Kusen untuk
menghanyutkan jenazah Raden Ayu Putri ke sungai setelah Raden Ayu Putri
meminta syarat agar jenazah dirinya dihanyutkan ke sungai.
Kedua, ditemukan dua macam representasi nilai karakter yang terdapat
dalam cerita legenda Putri Terung. Representasi tersebut meliputi (1) representasi
melalui dialog tokoh dan (2) representasi melalui lakuan atau tindakan tokoh.
Representasi melalui dialog ditunjukkan dalam nilai karakter kejujuran, yaitu
melalui dialog Raden Ayu Putri yang tegas dan dibuktikan dengan terjadinya
syarat yang menunjukkan Raden Ayu Putri tidak berbohong. Representasi melalui
lakuan atau tindakan dapat dilihat melalui beberapa data berikut. Data pertama
menunjukkan representasi lakuan atau tindakan tokoh Raden Ayu Putri yaitu
berjualan kembang atau bunga untuk merepresentasikan karakter mandiri. Data
kedua berupa lakuan atau tindakan tokoh pemuda dengan meminjamkan pisau
untuk merepresentasikan karakter kepedulian sosial. Data ketiga berupa lakuan
atau tindakan Raden Arya Damar yang merawat Retno Subanci sampai
melahirkan Raden Patah. Lakuan tersebut merepresentasikan karakter tanggung
jawab terhadap keluarga. Data keempat berupa lakuan atau tindakan Raden Kusen
yang mneyelesaikan tugas untuk mengambil pusakan di kadipaten Blambangan.
Keberhasilan Raden Kusen dalam menjalankan tugas merupakan representasi
karakter tanggung jawab terhadap negara. Data kelima berupa lakuan atau
tindakan Raden Kusen yang bertanya kepada Raden Ayu Putri mengenai
kehamilan Raaden Ayu Putri. Tindakan bertanya tersebut merupakan representasi
karakter kekomunikatifan. Data keenam berupa lakuan pergi berdakwa yang
dilakukan oleh Raden Patah. Pergi berdakwah merupakan representasi karakter
religius. Data ketujuh berupa tindakan atau lakuan untuk menghukum atau
menjatuhi hukuman kepada Raden Ayu Putri meskipun anaknya sendiri yang
dilakukan oleh Raden Kusen. Tindakan menghukun merupakan representasi
karakter keadilan. Data kedelapan berupa tindakan menerima hukuman untuk
merepresentasikan karakter keikhlasan. Data kesembilan berupa tindakan untuk
menghanyutkan jenazah Raden Ayu Putri yang dilakukan oleh Raden Kusen.
Tindakan tersebut merepresentasikan karakter menepat janji.
PEMBAHASAN
Nilai Karakter yang Terdapat dalam Cerita Legenda Putri Terung Desa
Terungwetan Kabupaten Sidoarjo
Nilai karakter tersebut meliputi (1) tanggung jawab, (2) mandiri, (3) peduli
sosial, (4) kejujuran, (5) komunikatif, (6) religius, (7) keadilan, (8) ikhlas, dan (9)
menepati janji. Nilai tersebut akan dibahas pada uraian berikut.
Tanggung jawab merupakan sikap atau tindakan seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya. Tanggung jawab
juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban (Hartono dkk.,
1986:73). Prasetya dkk. (1998:149) berpendapat apabila meninggalkan tugas
wajib dapat diartikan melupakan kewajiban atau tak bertanggung jawab. Dari
pengertian tersebut, tanggung jawab adalah pelaksanaan tugas yang diterima dan
tidak meninggalkan tugas yang diterima tersebut. Jenis tanggung jawab menurut
Hartono dkk. (1986:73-75) meliputi (1) tanggung jawab kepada diri sendiri, (2)
tanggung jawab kepada keluarga, (3) tanggung jawab kepada masyarakat, (4)
tanggung jawab kepada negara, dan (5) tanggung jawab kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Tanggug jawab juga dapat diartikan sebagai kesadaran munusia akan
kewajiban baik secara vertikal yang berubungan dengan Tuhan, maupun
horizontal yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan
negara. Kemendiknas (dalam Gunawan 2014:33) menyatakan bahwa bertanggung
jawab merupakan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban
sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial, dan budya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam cerita legenda Putri Terung terdapat dua jenis tanggung jawab.
Jenis tanggung jawab yang pertama adalah tanggung jawab kepada keluarga. Jenis
tanggung jawab yang kedua adalah tanggung jawab terhadap negara. Menurut
Prasetya (1998:155) tanggung jawab terhadap keluarga merupakan tanggung
jawab yang menyangkut nama baik keluarga, kesejahteraan, keselamatan,
pendidikan dan kehidupan keluarga. Tanggung jawab terhadap keluarga
ditunjukkan oleh Raden Arya Damar yang melaksanakan mandat dari ayahnya,
Prabu Brawijaya V untuk menjaga Retno Subanci, selir Prabu Brawijaya V.
Mandat tersebut terlaksana dengan baik terbukti dengan laahirnya Raden Patah.
Terdapat bentuk tanggung jawab lain yaitu tanggung jawab terhadap
negara. Menurut Prasetya (1998:156) bahwa setiap manusia adalah warga negara
suatu negara dan dalam berpikir, berbuat, bertindak, dan bertingkah laku, manusia
terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara dan bila
perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara.
Tanggung jawab terhadap negara ditunjukkan oleh Raden Kusen. Tanggung
jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab berupa tercapainya mandat atau
perintah yang diberikan oleh negara yaitu oleh Kerajaan Demak kepada Raden
Kusen. Bentuk tanggung jawab yang digambarkan adalah mengambil pusaka ke
kadipaten Blambangan. Bentuk tanggung jawab tidak hanya mengambil saja,
melainkan juga menjaga sewaktu pulang sampai menyerahkan pusaka tersebut
kepada pihak kerajaan Demak.
Mandiri merupakan suatu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas (Kemendiknas dalam Gunawan,
2014:34). Sikap mandiri merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang
sehingga orang tersebut merasa mampu untuk melakukan sesuatu tanpa adanya
bantuan orang lain. Menurut Wiyani (2013:89), kemadirian pada anak usia dini
tentu berbeda dengan kemandirian pada remaja atau orang dewasa, definisi
mandiri bagi remaja atau orang dewasa adalah kemampuan seseorang untuk
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya tanpa membebani orang lain. Dari
pendapat tersebut sikap mandiri merupakan sikap yang tidak menggangtungkan
pada orang lain dan juga sikap tidak membebani orang lain atas kegiatan yang
dilakukan. Sikap mandiri juga dapat dikatakan sikap yang dating dari inisiatif
sendiri dan tanpa paksaan orang lain. Karakter mandiri ditunjukkan oleh Raden
Ayu Putri yang berjualan kembang atau bunga di pasar tanpa bantuan orang lain.
Tidak dipungkiri bahwa manusia merupakan makhluk sosial. Hal tersebut
dikarenakan manusia merupakan makhluk yang selalu hidup dalam suatu
kelompok masyarakat. Menurut Veeger dkk. (1992:51) kesosialan adalah ciri
hakiki manusia, secara konkret, ia makhluk yang selalu dan dimana-mana hidup
bersama. Veeger dkk. juga menambahkan, tanpa kelompoknya atau di luar
masyarakatnya ia bukan manusia.
Dalam pendapat tersebut seorang manusia tidak lepas dari bentuk sosial
yang membuat manusia secara tidak langsung memiliki sifat saling membutuhkan
antarmanusia. Sifat saling membutuhkan antara manusia satu dengan manusia
yang lainnya, membuat suatu kelompok masyarakat memiliki relasi sosial. Dalam
relasi sosial, manusia adakalnya bersifat kontributif atau memberi dan adakalanya
bersifat reseptif atau menerima.
Kontributif atau memberi merupakan sikap menolong untuk memenuhi,
melengkapi, dan menyempurnakan kebutuhan individu atau keompok. Sedangkan
resptif atau menerima merupakan sikap untuk membuka diri terhadap orang lain,
supaya dapat memenuhi, melengkapi, dan menyempurnakan kebutuhan individu
atau kelompok. Sikap reseptif yang dimiliki manusia terdorong karena manusia
merupakan makhluk yang memiliki kebutuhan terhadap orang lain dan memiliki
kekurangan individu. Sedangkan sikap kontributif merupakan sikap alami
manusia yang memiliki rasa empati dan simpati untuk membantu individu lain.
Dalam cerita legenda Putri Terung karakter peduli sosial ditunjukkan oleh tokoh
pemuda yang membantu Raden Ayu Putri untuk meminjamkan pisau miliknya
untuk digunakan memotong kembang. Sikap pemuda yang meminjamkan pisau
miliknya merupakan bentuk relasi sosial yang berupa kontributif. Sikap tersebut
muncul karena adanya dorongan rasa simpati terhadap Raden Ayu Putri yang
meminta tolong untuk meminjam pisau.
Jujur merupakan perilaku untuk menjadikan seseorang sebagai orang yang
dipercaya. Definisi Jujur menurut Kesuma dkk. (2012:16) merupakan keputusan
seseorang untuk mengungkapkan (dalam bentuk perasaan, kata-kata dan
perbuatan) bahwa realitas yang ada tidak dimanipulasi dengan cara berbohong
atau menipu orang lain untuk keuntungan dirinya. Nilai kejujuran merupakan nilai
yang tidak hanya menyangkut terhadap diri seseorang melainkan juga terhadap
orang lain juga.
Dalam kehidupan orang Jawa, sifat jujur merupakan sifat yang diperlukan
dalam kehidupan bermasyarakat. Karena sifat jujur merupakan sifat yang penting
dalam kehidupan orang Jawa, maka terdapat kata-kata mutiara yang berbunyi
Ajining diri saka pucuke lathi, ajining raga saka busana. Arti kata tersebut adalah
harga diri seseorang tergantung ucapannya, penghargaan pada penampilan fisik
tergantung pada pakaiannya. Untuk pengertiannya, seseorang akan dihargai bila
menyelaraskan ucapannya dengan perbuatannya, selain itu, seseorang yang
mendapatkan penghargaan bila selalu dapat menempatkan dirinya denegan situasi
dan kondisi. Dari pengertian tersebut, orang Jawa menjunjung tinggi nilai
kejujuran, yakni akan dihargai bila menyelaraskan ucapan dengan perbuatan. Hal
tersebut tercermin pada diri Raden Ayu Putri yang mampu menyelaraskan ucapan
dengan perbuatan. Raden Ayu Putri berbicara jujur mengenai kehamilan dirinya
yang disebabkan karena memangku pisau.
Dengan demikian, sifat jujur merupakan sifat yang diperlukan sebagai
pedoman untuk menjalani kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Dalam agama
Islam pun juga mengajarkan Qulil haqqa walau kana murron yang memiliki arti
katakanlah yang baik atau kebenaran walau terasa pahit. Dengan memiliki sifat
jujur maka orang akan lebih menghargai.
Menurut Kemendiknas (dalam Wibowo, 2013:16) nilai komunkatif atau
bersahabat adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul,
dan bekerjasama dengan orang lain. Pada pengertian tersebut terdapat pengertian
rasa senang berbicara. Rasa senang berbicara, pada konteks ini bukanlah rasa
senang untuk berbicara terus menerus tanpa ada hentinya. Dalam konteks ini, rasa
senang berbicara yang dimaksud adalah rasa senang untuk mengetahui sesuatu
atau hal apapun dengan cara menanyakan atau mengklarifikasi kepada pihak yang
bersangkutan. Dengan kata lain, pengertian dari senang berbicara adalah senang
untuk mengkomuikasikan sesuatu kepada pihak yang bersangkutan. Pada cerita
legenda Putri Terung, terdapat nilai komunikatif. Nilai komunikatif ditunjukkan
oleh Raden Kusen, yang mencoba untuk mengklarifikasi mengenai kehamilan
anaknya, Raden Ayu Putri. Tindakan yang dilakukan Raden Kusen merupakan
tindakan untuk menjalin komunikasi antara Raden Kusen dengan anaknya, Raden
Ayu Putri. Hal tersebut menandakan sikap yang ditunjukkan oleh Raden Kusen
merupakan sikap yang berkaitan dengan nilai komunikatif. Alasan dikatakan
sebagai nilai komunikatif karena Raden Kusen mencoba untuk menjalin
komunikasi dengan Raden Ayu Putri, lain halnya kalau Raden Kusen langsung
menghukum Raden Ayu Putri tanpa mengetahui sebab kehamilan anaknya.
Religius merupakan sikap atau perilaku mengenai keagamaan seseorang
dan hubungan dengan Tuhan dan manusia. Berkaitan dengan nilai ini, pikiran,
perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilainilai ketuhanan dan ajaran agamanya (Kemendiknas dalam Gunawan, 2014:33).
Menurut kemndiknas dalam Wibowo (2013:15) mendeskripsikan nilai religius
merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
Adil merupakan perilaku yang tidak lepas dari seorang pemimpin. Dalam
ajaran Jawa konsep kepimpinan sering disebut Astabratha. Haq (2011:99-100)
berpendapat ssebagai berikut.
Tugas mulia seorang pemimpin ini adalah menciptakan kehidupan yang harmonis
antara manusia, alam, dan Tuhan, dimana salah satu pilar utama hidup harmonis
itu adalah keadilan. Oleh karena itu, pemimpin yang baik adalah dia yang mampu
menerjemahkan nilai-nilai keadilan dalam praksis kehidupan. Orang-orang yang
dipimpin harus mendapatkan rasa adil dan kesejahteraan lahir dan batin.
Dari pendapat tersebut seorang pemimpin yang baik adalah seorang
pemimpin yang memiliki perilaku adil terhadap orang-orang yang dipimpin.
Dalam kehidupan manusia Jawa mengenal adanya Satriya Piningit. Satriya
Piningit merupakan sosok yang dianggap dapat membebaskan rakyat dari
kesengsaraan dan juga dipandang ssebagai ksatria yang memiliki karismatik.
Satriya Piningit juga bisa disebut sebagai Ratu Adil yang memiliki 15 sifat ksatria
utama, diantaranya (1) Diwiyacita (menghilangkan kepentingan pribadi), (2) Sih
samasta buwana (setia kepada negara agar rakyat tertib dan makmur) (Haq,
2011:104). Dalam cerita legenda Putri Terung sikap ditunjukkan oleh Raden
Kusen yang menghukum anaknya sendiri yang dianggap salah. Perbuatan
menghukum anaknya sendiri merupakan perbuatan adil, karena Raden kusen tidak
memandang dari latar belakang keluarga.
Perilaku ikhlas merupakan salah satu perilaku yang diajarkan dalam
kehidupan orang Jawa. Dalam kehidupan orang Jawa, perilaku ikhlas merupakan
salah satu ciri yang melekat pada diri orang Jawa. Ikhlas dalam kehidupan
manusia Jawa bisa diartikan dengan rila. Haq (2011:25-26) mendefinisikan rila
adalah sebagai berikut.
Rila, merupakan bentuk keikhlasan hati sewaktu menyerahkan segala miliknya,
kekuasaannya, dan seluruh hasil karyanya kepada Tuhan, dengan tulus ikhlas,
dengan mengingat bahwa semua itu ada di dalam kekuasaan Tuhan dan tidak
sepatutnya apabila berharap akan mendapatkan hasil dari perbuatannya, apalagi
sampai bersedih hati atau menggerutu terhadap sesama penderitaan
(kesengsaraan, tuduhan, fitnah, kehilangan pangkat, kekayaan, dan keluarga).
Sedangkan menurut pandangan Islam, Ikhlas adalah setiap kegiatan yang
kita kerjakan semata-mata hanya karena mengharapkan ridha Allah SWT
(Kesuma dkk., 2012:20). Dalam legenda cerita Putri Terung, sikap ikhlas juga
ditemukan dalam cerita tersebut. Raden Ayu Putri tidak menolak hukuman mati
ketika ayahnya, Raden Kusen memberikan hukuman tersebut. Tindakan yang
dilakukan oleh Raden Ayu Putri merupakan cerminan sikap ikhlas dengan
menyerahkan segala miliknya dan berpasrah diri kepada Tuhan.
Menepati janji merupakan sikap melaksanakan apa yang sudah diucapkan
baik itu yang diucapkan secara lisan maupun yang diucapkan di dalam hati.
Dalam istilah jawa menepati janji disebut temen, yang berarti menepati janji atau
ucapannya sendiri, baik yang sudah diucapkan maupun yang diucapkan dalam
hati (Haq, 2011:26). Orang yang tidak menepati janji, sama dengan orang yang
menipu dirinya sendiri.
Nilai menepati janji ditunjukkan oleh Raden Kusen yang menepati
janjinya untuk menghanyutkan jenazah anaknya yaitu Raden Ayu Putri atau Putri
Terung ke Bengawan Terung. Hal tersebut dilakukan oleh Raden Kusen untuk
melaksanakan janji yang diminta oleh Raden Ayu Putri yang apabila setelah
dirinya dihukum mati, maka jenazah diminta untuk dihanyutkan ke Bengawan
Terung.
Representasi Nilai Karakter dalam Cerita Legenda Putri Terung Desa
Terungwetan Kabupaten Sidoarjo
Representasi adalah penghadiran suatu tanda untuk merujuk pada
pemaknaan dari tanda tersebut. Menurut Pieerce (dalam Astia dan Yasa, 2014:23)
tanda jika dilihat dari hubungan antara penanda dan petandanya, terdapat tiga
jenis tanda yaitu ikon, indeks, dan simbol. Pada penelitian ini tanda yang
digunakan adalah berupa indeks. Indeks adalah tanda yang penanda dan
petandanya menunjukkan adanya hubungan alamiah yang bersifat kausalitas atau
sebab-akibat. Indeks dalam penelitian ini berupa representasi yang bisa berwujud
dialog dan lakuan atau tindakan tokoh yang merujuk pada nilai karakter tertentu.
Representasi nilai karakter yang terdapat dalam cerita legenda Putri Terung
meliputi (1) representasi melalui dialog tokoh dan (2) representasi melalui lakuan
atau tindakan tokoh. Representasi tersebut akan dibahas pada uraian berikut.
Representasi melaui dialog tokoh merupakan representasi yang dapat
dilihat dari ucapan atau ujaran tokoh yang dapat menandakan nilai karakter
tertentu. Ucapan atau ujaran tersebut dapat dikatakan sebagai tanda. Tanda adalah
sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan
merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu
sendiri (Pierce dalam Astika dan Yasa, 2014:22). Jika dilihat dari hubungan antara
penanda dan petandanya (Pierce dalam Astika dan Yasa, 2014:23) akan terbentuk
tiga jenis tanda, yakni ikon, indeks, dan simbol. Ucapan atau ujaran yang
diucapkan oleh tokoh merupakan representasi atau penghadiran tanda berupa
indeks melalui ujaran yang menandakan nilai karakter tertentu. Dalam cerita
legenda Putri Terung terdapat indeks dari representasi mellaui dialog tokoh.
Indeks tersebut merupakan tanda untuk menandai karakter kejujuran. Hal tersebut
dapat dikatakan sebagai representasi karakter kejujuran karena dengan didukung
dengan bukti lain sebagai penguat indeks untuk menandakan representasi karakter
kejujuran.
Representasi melalui lakuan atau tindakan tokoh merupakan representasi
yang menghadirkan indeks melalui tindakan atau lakuan tokoh untuk menandakan
suatu nilai karakter tertentu. Menurut Astika dan Yasa (2014:23) tingkah laku
manusia juga merupakan indeks sifat-sifatnya. Dari pendapat tersebut tingkah
laku manusia dapat dikatakan sebagai simbol representasi yang menandakan nilai
tertentu. Sama seperti representasi melalui dialog tokoh, hanya indeks yang
dihadirkan berbeda.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan, dapat
diperoleh dua simpulan penelitian sebagai berikut. Pertama, berdasarkan hasil
analisis mengenai nilai karakter, terdapat sembilan nilai karakter yang ada dalam
cerita legenda Putri Terung Desa Terungwetan Kabupaten Sidoarjo. Nilai-nilai
karakter tersebut diantaranya meliputi (1) tanggung jawab, (2) kemandirian, (3)
kepedulian sosial, (4) kejujuran, (5) kekomunikatifan, (6) kereligiusan, (7)
keadilan, (8) keikhlsan, dan (9) menepati janji. Tidak menutup kemungkinan
terdapat nilai karakter lain. Kedua, berdasarkan hasil analisis representasi nilai
karakter, terdapat dua representasi yang dihadirkan dalam cerita legenda Putri
Terung Desa Terungwetan Kabupaten Sidoarjo. Representasi tersebut diantaranya
(1) representasi melalui dialog tokoh dan (2) representasi melalui lakuan atau
tindakan tokoh.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan yang telah dikemukakan, maka
saran dari peneliti ini adalah sebagai berikut.
Pertama, bagi guru. Cerita legenda Putri Terung merupakan cerita yang di
dalamnya sarat akan nilai karakter sehingga diharapkan dijadikan bahan ajar atau
nilai-nilai karakter yang terdapat di dalam cerita legenda Putri Terung
diinternalisasikan ke dalam rencana pembelajaran guna mendukung aspek sikap
terutama sikap kejujuran.
Kedua, bagi masyarakat pemilik cerita legenda. Cerita legenda Putri
Terung merupakan salah satu warisan yang di dalamnya memiliki nilai pengajaran
budi luhur. Cerita legenda Putri Terung merupakan warisan yang harus untuk
dijaga atau dilestarikan oleh masyarakat baik pemilik cerita tersebut maupun
masyarakat yang lainnya. Akan sangat disayangkan apabila cerita legenda Putri
Terung hilang atau tidak diketahui oleh masyarakat.
Ketiga, bagi peneliti lanjutan Cerita legenda Putri Terung merupakan
cerita yang menceritakan latar belakang kerajaan Majapahit yang dikenal sebagai
kerajaan yang terkenal. Penelitian ini dapat dijadikan salah satu landasan untuk
penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan cerita legenda Putri Terung dengan
cerita-cerita yang berasal dari kerajaan Majapahit lainya. Dari penelitian ini bisa
juga dijadikan sebagai landasan untuk meneliti cerita-cerita legenda yang
memiliki struktur yang sama.
DAFTAR RUJUKAN
Astika, I Made &Yasa, I Nyoman. 2014. Sastra Lisan:Teori dan Penerapannya.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Faizah, Nur. 2014. Tradisi Ziarah Makam Putri Terung Di Desa Terungwetan
Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Skripsi tidak diterbitkan:
Surabaya: Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya.
Gunawan, Imam. 2014. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta:
Bumi Aksara.
Haq, Muhammad Zaairul. 2011. Mutiara Hidup Manusia Jawa. Yogyakarta:
Aditya Media Publishing.
Hartono dkk. 1986. Ilmu Budaya Dasar Utuk Pegangan Mahasiswa. Surabaya:
Bina Ilmu.
Kesuma, D., Triatna, C., & Permana, J. 2012. Pendidikan Karakter Kajian Teori
dan Praktik di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Prasetya, Joko Tri, dkk. 1998. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsaputra, Uhar. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan.
Bandung: Refika Aditama.
Sukmawati, Ayu & Sulistiani, Sri. 2015. Legendha Pesarean Raden Ayu Putri
Oncat Tandha Wurung Ing Desa Terung Wetan Kabupaten Sidoarjo.
Baradha, 3 (3). (Online), (http://ejournal.unesa.ac.id), diakses 27 April
2016.
Teeuw, A. 2013. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Pustaka jaya.
Veeger, K.J., Hartoko, D., Bala, A., Sumiarni, E., Tjandra, N. J., & Silalahi, S. J.
1992. Ilmu Budaya Dasar Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Wibowo, Agus. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Wiyani, Novan Ardy. 2013. Bina Karakter Anak Usia Dini: Panduan Orangtua &
Guru dalam Membentuk Kemandirian & Kedisiplinan Anak Usia Dini.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Download