Kualitas Udara Di Lingkungan Kerja, Gaya Hidup

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Lingkungan Kerja
Penyakit
akibat
dan/atau
berhubungan
dengan
pekerjaan
dapat
disebabkan oleh pemaparan terhadap lingkungan kerja. The American Industrial
Hygiene Association membuat batasan higiene/kesehatan lingkungan kerja
sebagai ilmu dan seni yang ditujukan untuk mengenal, mengevaluasi dan
mengendalikan semua faktor-faktor dan stress lingkungan dari tempat kerja yang
dapat menyebabkan gangguan kesehatran, kesejahteraan, kenyamanan dan
efisiensi di kalangan pekerja dan masyarakat. Pengenalan dari berbagai bahaya
dari risiko kesehatan di lingkungan kerja biasanya dilakukan pada waktu survei
pendahulauan dengan cara melihat dan mengenal (walk-through survey) yang
merupakan satu langkah dasar yang pertama-tama harus dilakukan dalam
uapaya program kesehatan kerja (Kusnoputranto 1995).
Evaluasi lingkungan kerja akan menguatkan dugaan adanya zat/bahan
yang berbahaya di lingkungan kerja, menetapkan karakteristik-karakteristiknya
serta memberikan gambaran cakupan besar dan luasnya pemaparan. Tingkat
pemaparan dari zat/bahan yang berbahaya di lingkungan kerja yang terkenal
selama survei pendahuluan harus ditentukan secara kualitatif dan/atau
kuantitatif, melalui berbagai teknik misalnya pengumpulan dan analisis dari
sampel udara untuk zat-zat kimia dan partikel-partikel (termasuk ukuran partikel),
dan lain-lain (Kusnoputranto 1995).
Selain menentukan tingkat bahaya zat/bahan di lingkungan kerja, perlu
juga ditetapkan kondisi-kondisi pemaparan yang meliputi lama pemaparan,
berbagai kemungkinan jalan masuk ke dalam tubuh, jenis dan tingkat aktifitas
fisik pekerja, dan sebagainya. Setelah didapatkan gambaran yang lengkap dan
menyeluruh dari pemaparan kemudian dibandingkan dengan standar kesehatan
kerja yang berlaku, maka penilaian dari bahaya-bahaya atau resiko-resiko yang
sebenarnya terdapat di lingkungan kerja telah tercapai.
Standar-standar
kesehatan kerja tersebut dapat berupa ambang batas pemaparan, sebagai
contohnya yaitu Nilai Ambang Batas (NAB) atau Threshold Limit Values (TLV)
terhadap konsentrasi zat-zat kimia di udara (Kusnoputranto 1995).
NAB dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengendalian bahayabahaya kesehatan, dan tidak dapat digunakan sebagai batas antara konsentrasi
yang aman dan konsentrasi yang membahayakan untuk zat-zat terterntu
(Kusnoputranto 1995). NAB terdiri dari 3 kategori yaitu:
5
1. Threshold Limit Value-Time Weighted Average (TLV-TWA), yaitu
konsentrasi rata-rata untuk 8 jam kerja yang normal sehari dan 40 jam
seminggu dan hampir seluruh pekerja mungkin terpapar berulang-ulang,
hari demi hari, tanpa timbulnya gangguan yang merugikan.
2. Threshold Limit Value-Short Term Expposure Limit (TLV-STEL), yaitu
konsentrasi dimana pekerja-pekerja dapat terpapar terus-menerus untuk
jangka pendek (15 menit) tanpa mendapat gangguan berupa (1) iritasi, (2)
kerusakan jaringan yang menahun atau tidak dapat kembali, dan (3)
narkosis derajat tertentu dimana dapat meningkatkan kecelakaan atau
mengurangi efisiensi kerja.
3. Threshold Limit Value-Ceiling (TLV-C), yaitu konsentrasi yang tidak boleh
dilampui setiap saat.
Menurut Sukarni (1994), kondisi lingkungan yang mempengaruhi para pekerja
adalah (1) Gangguan fisik, yaitu: suhu, radiasi, kelembaban, sinar, suara, dan
getaran; (2) Gangguan kimia, yaitu: logam, debu, aerosol, gas, uap, dan kabut;
(3) Gangguan biologis, yaitu: bakteri, virus, dan parasit.
Parameter Gangguan Kimia: Debu Udara di Lingkungan Kerja
Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatankekuatan
alami
atau
mekanisme
seperti
pengolahan,
penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari bahan-bahan
baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, arang batu, bijih logam,
dan sebaginya. Contohnya adalah debu batu, debu asbes, debu kapas, dan
sebagainya. Sifat dari debu ini tidak berflokulasi kecuali oleh gaya tarik elektrik,
tidak berdifusi dan turun oleh gaya tarik bumi (Suma’mur 1973).
Debu dapat menyebabkan suatu penyakit atau tidak dipengaruhi oleh
faktor antara lain (Lowrie 1964):
1. Tipe debu
Tipe debu dapat dibedakan menjadi debu organik dan debu anorganik.
Debu organik adalah debu yang mengandung unsur karbon sedangkan
debu anorganik adalah kebilkannya.
Debu tembakau termasuk debu
organik, kebanyakan debu organik bersifat sebagai alergen.
2. Lamanya pemaparan
Semakin lama tenaga kerja terpapar oleh debu maka akan semakin
banyak debu yang tertimbun di dalam parunya dan akan menimbulkan
6
gangguan fungsi paru, walaupun kadar debunya masih di bawah nilai
ambang batas.
3. Ukuran Partikel
Debu yang berukuran besar akan ditahan di saluran pernapasan bagian
atas dan tengah, sedangkan debu yang berukuran kecil akan bergerak
keluar masuk paru, tetapi ada sebagian debu yang dapat menempel di
alveoli, dedangkan debu ukuran 1-3 mikron akan mengendap di alveoli.
4. Konsentrasi debu
Udara ruang kerja yang mengandung banyak debu akan lebih
memungkinkan menimbulkan gangguan pernapasan pada tenaga kerja.
Menurut surat edaran menteri tenaga kerja nomor: SE-01/MEN/1997,
tentang nilai ambang batas faktor kimia di udara lingkungan kerja menyatakan
bahwa nilai ambang batas (NAB) debu tembakau adalah 10 mg/m3 (BSN 2005).
Sementara untuk ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan berkisar
antara 0,1 mikron sampai 10 mikron.
Partikel debu tersebut akan berada di
udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang dan dapat
masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan (Depkes 1992).
Suhu Udara dan Kelembaban Uara di Lingkungan Kerja
Suhu udara dan kelembaban udara merupakan beberapa faktor
kombinasi yang membentuk cuaca kerja selain faktor kecepatan gerakan dan
suhu radiasi. Suhu udara dapat diukur menggunakan termometer dan disebut
suhu kering.
kelembaban
Kelembaban udara diukur dengan hygrometer.
dapat
diukur
bersama-sama
dengan
Suhu dan
menggunakan
sling
psycrometer atau arsmann psychrometer (Suma’mur 1986).
Kehidupan manusia terdapat di daerah dengan suhu antara 0-30 oC,
sedangkan suhu minimum dan maksimum adalah -70
o
C sampai +50
o
C.
Effisiensi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja.
Suhu nikmat demikian sekitar 24-26 0C bagi orang-orang Inodonesia.
Suhu
dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi
otot. Suhu panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja. Suhu panas
mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksid an waktu pengambilan
keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi saraf
perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur 1986).
7
Karakteristik Pekerja
Usia
Masa dewasa dibedakan menjadi tiga, yaitu dewasa muda, dewasa
madya, dan dewasa akhir. Masa dewasa muda dimulai dari usia 19 sampai 29
tahun. Masa dewasa madya dimulai dari usia 30 sampai 49 tahun, sedangkan
masa dewasa akhir dimulai dari usia 50 sampai 64 tahun (WNPG 2004).
Usia merupakan faktor primer yang mempengaruhi Basal Metabolic Rate
(BMR).
BMR merupakan komponen terbesar dari keluaran energi harian
sehingga mempengaruhi kebutuhan energi seseorang. Pengaruh usia terhadap
BMR berkaitan dengan kegiatan metabolisme sel-sel tubuh. Nilai BMR semasa
pertumbuhan cukup besar karena keaktifan pembelahan sel begitu tinggi.
Namun, setelah pertubuhan usai (setelah usia 25 tahun), BMR susut sebanyak 25% per dekade hingga mencapai usia 65 tahun. Di atas usia ini BMR tidak
bergerak lagi (Arisman 2007).
Produktivitas
kerja
seseorang
akan
menurun
dengan
semakin
bertambahnya usia. Semakin tua seorang pekerja, semakin kecil kemungkinan
berhenti dari pekerjaan karena semakin sedikit mendapatkan pekerjaan alternatif
bagi mereka (Robbisns dan Judge 2008).
Pendidikan
Pendidikan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi
seseorang.
Pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk
maupun merek.
Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan
sangat responsif terhadap informasi gizi dan kesehatan yang menorong perilaku
makan yang baik (Sumarwan 2004; Sediaoetama 2008).
Pendapatan
Pendapatan adalah suatu imbalan yang diterima oleh seseorang dari
pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan umumnya
diterima dalam bentuk uang. Jumlah pendapatan akan menggambarkan
besarnya daya beli seseorang dan juga dapat dijadikan suatu indikator penting
tentang besarnya jumlah produk yang dapat dibeli seseorang. Pendapatan yang
diterima seorang anggota keluarga tidak hanya hanya berasal dari satu orang
tetapi diukur dari keseluruhan pendapatan yang diterima oleh semua anggota
keluarga dimana seseorang itu berada (Sumarwan 2004).
8
Perubahan
pendapatan
secara
langsung
dapat
mempengaruhi
perubahan konsumsi pangan keluarga. Penyediaan pangan dalam hal kualitas
akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan (Madanijah 2004;
Sukandar 2007).
Besar Keluarga
Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) keluarga kecil yang
terdiri dari empat anggota keluarga atau lebih, (2) keluarga sedang yang terdiri
dari 5-7 anggota keluarga, dan (3) keluarga besar yang terdiri dari delapan
anggota keluarga atau lebih (Hurlock 1993). Suhardjo (1989) mengatakan
keluarga atau rumah tangga merupakan faktor utama dalam pembentukan pola
perilaku makan dan juga dalam pembinaan kesehatan keluarga. Beberapa
variabel yang kuat dalam peramalan kesehatan dan perilaku makan dalam
keluarga atau rumah tangga meliputi unsur-unsur pekerjaan kepala, keluarga
atau rumah tangga, jumlah anak, pendidikan, dan sebagainya.
Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan, pola konsumsi, dan
konsumsi zat gizi seseorang. Rumah tangga dengan jumlah anggota yang lebih
banyak akan membeli dan mengonsumsi beras, daging, sayuran, dan buahbuahan yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki
anggota lebih sedikit (Sukarni 1994; Sumarwan 2004).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tubuh dan
sistem penunjangnya.
Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan
energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru
memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke
seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi
yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa
lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2009).
Aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam
Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik.
PAL merupakan
besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam
(FAO/WHO/UN 2001). PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
PAL = ∑(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas)
24 jam
9
Keterangan : PAL
PAR
: Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
: Physical activity rate (jumlah energi yang dikeluarkan
untuk tiap jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)
Selanjutnya
tingkat
aktivitas
fisik
dikategorikan
berdasarkan
nilai
PAL
sebagaimana terlihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
Kategori
Nilai PAL
Ringan (sedentary lifestyle)
1.40 – 1.69
Sedang (active or moderatery active lifestyle)
1.70 – 1.99
Berat (vigorous or vigorouslyactive lifestyle)
2.00 – 2.40
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Kategori tingkat aktivitas fisik menggambarkan seberapa berat kegiatan
fisik seseorang.
Orang-orang yang berada pada kategori jenis aktivitas fisik
ringan merupakan orang-orang yang tidak banyak melakukan aktivitas fisik, tidak
banyak berjalan kaki jarak jauh, menggunakan kendaraan sebagai alat
transportasi, dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan dalam
posisi diam atau duduk, misalnya staf atau pekerja kantor (FAO/WHO/UN 2001).
Orang-orang yang termasuk dalam tingkat aktivitas fisik sedang
merupakan orang-orang yang memiliki pekerjaan yang tidak terlalu banyak
mengeluarkan energi, tetapi energi yang dikeluarkan sedikit lebih tinggi daripada
aktifitas fisik ringan. Pada umunya orang-orang tersebut melakukan pekerjaan
berat, tetapi dalam jangka waktu tertentu, seperti pekerja konstruksi atau
bangunan.
Orang-orang yang termasuk dalam tingkat aktivitas berat adalah
orang-orang yang dalam kesehariannya melakukan aktivitas yang banyak
mengeluarkan energi seperti menari, berenang, bekerja sebagi buruh tani yang
melakukan pekerjaan mencangkul, dan berjalan kaki dalam jarak yang jauh
dengan beban yang berat (FAO/WHO/UN 2001).
Aktivitas fisik menentukan kebutuhan energi individu, karena kebutuhan
energi dihitung berdasarkan Angka Metabolisme Basal (AMB) dan aktivitas fisik.
Angka metabolisme basal adalah jumlah energi yang diperlukan untuk fisiologis
dasar tubuh, seperti sintesis, sekresi dan metabolisme enzim serta hormon untuk
mengangkut protein serta molekul dan zat-zat lain (FAO/WHO/UNO 2001;
Almatsier 2009).
10
Gaya Hidup
Gaya hidup adalah bagian dari manifestasi budaya, sedangkan budaya
merupakan hasil belajar dan pengalaman sejak lahir sampai meninggal dunia
(Sediaoetama
2008).
menggambarkan
pola
Sumarwan
konsumsi
(2004)
yang
mengemukakan
menunjukkan
gaya
pilihan
hidup
bagaimana
seseorang tersebut menggunakan waktu dan uang.
Gaya hidup merupakan hasil pengaruh beragam variabel bebas yang
terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga. Berbagai faktor saling berkaitan
dan berpengaruh terhadap individu dan keluarga, misalnya dalam upaya
pengambilan keputusan dan tuntutan pemenuhan kebutuhan juga penyalur
aspirasi keluarga (Suhardjo 1989).
Menurut Sediaoetama (2008), perubahan
gaya hidup sangat sulit bila dilakukan sekaligus pada ketiga tingkatnya, yaitu
pada tingkat masyarakat, keluarga, dan perorangan. Seseorang akan menerima
perubahan hidup itu lebih cepat jika dipisahkan dari keluarga dan masyarakat,
kemudian dipindahkan ke dalam keluarga atau masyarakat yang gaya hidupnya
akan ditiru.
Gaya hidup sehat yang positif merupakan salah satu kumpulan perilaku
promosi
kesehatan
yang
perkembangan penyakit kornis.
memaksimalkan
potensi
untuk
mencegah
Beberapa komponen gaya hidup sehat yang
positif yaitu menghindari merokok, menggunakan teknik manajemen stres, dan
mengemudi dengan aman (Williams 1995).
Kebiasaan Olahraga
Istilah olahraga sebenarnya bukan terjemahan langsung dari istilah
“sport” yang berasal dari bahasa Inggris. Olahraga berasal dari bahasa Jawa
“olah” yang berarti berlatih untuk melakukan kegiatan; dan “raga” yang berarti
fisik atau jasmani. Berolahraga berarti melakukan aktivitas fisik.
Olahraga
didefinisikan sebagai segala aktivitas fisik yang dilakukan dengan sengaja dan
sistematis untuk mendorong, membina, dan mengembangkan potensi jasmani,
rohani, dan sosial. Dengan batasan tersebut kegiatan fisik seperti berjalan ke
pasar, bersepeda ke tempat kerja, mencangkul di sawah dan sebagainya yang
memang tidak disengaja untuk tujuan mengembangkna potensi jasmani, rohani,
dan sosial bukan termasuk olahraga (Mutohir & Maksum 2007).
Peran olahraga bagi kesehatan tubuh manusia sudah dibuktikan banyak
peneliti. Olahraga dan pola makan sehat penting untuk kesehatan tubuh. Diet
11
dan olahraga merupakan dua variabel yang saling berpengaruh satu sama lain.
Olahraga teratur dapat membantu chyme bergerak di sepanjang saluran cerna,
meningkatkan pernyimpanan kalsium tulang, serta menguatkan jantung sehingga
zat gizi dapat diantarkan ke sel-sel dengan efisien (Bredbenner et al. 2009).
Olahraga merupakan bagian terpenting dari program pengaturan berat
badan.
Olahraga dapat meningkatkan Lean Body Mass (LBM) dalam
perbandingannya
dengan
lemak
sehingga
membantu
menyeimbangkan
kehilangan LBM dan menurunkan Resting Metabolic Rates (RMR) pada program
penurunan berat badan.
Beberapa dampak positif lainnya yaitu memperkuat
integrasi kardiovaskuler dan juga meningkatkan sensitivitas terhadap insulin
(Laquatra 2002).
Rendahnya aktivitas fisik merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang utama. Berbagai bukti menunjukkan bahwa hal ini akan menjadi faktor
yang berperan dalam terjadinya berbagai penyakit kronis. Institute of Medicine
(IOM) merekomendasikan untuk melakukan aktivitas fisik selama tiga puluh
menit dengan intensitas sedang setiap hari karena dapat memberikan manfaat
lebih terhadap kesehatan daripada orang-orang yang mempunyai gaya hidup
sedentary.
Dosis olahraga ini digunakan untuk mencegah peningkatan berat
badan yang tidak sehat dan pembatasan kalori untuk meeminimalkan
kemungkinan peningkatan berat badan selanjutnya (Blair et al. 2004).
Olahraga aerobik setidaknya dilakukan dua kali dalam satu minggu.
Olahraga ini dapat memelihara lean body mass, meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot, serat pemeliharaan fungsi otot.
Manfaat tersebut mungkin
didapatkan jika melakukan aktivitas fisik secara teratur sehingga akan
meningkatakan kualitas hidup (Blair et al. 2004).
Kebiasaan Merokok
Rokok adalah lintingan (gulungan) kertas rokok yang berisi tembakau
kering yang dirajang. Ada yang diberi bumbu (saus) berupa cengkeh dan bahan
lainnya, ada yang tanpa bumbu. Sedangkan aktivitas merokok merupakan suatu
kegiatan mengonsumsi bahan kimia beracun ke dalam tubuh yang dapat
mengganggu kesehatan.
Asap rokok juga termasuk ke dalam bahan kimia
beracun (Latifah et al. 2002).
Rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia dimana sekali
membakar satu batang rokok, maka rokok tersebut akan mengeluarkan sekitar
12
4000 jenis bahan kimia yang berbahaya. Bahan kimia beracun yang dihasilkan
rokok yaitu nikotin, tar, gas CO, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amonia,
akrolein, asetilen, benzena, methannol, komaran, ortolresol, dan lain-lain (Latifah
et al. 2002).
Menurut Bangun (2008), tar yang berwarna coklat kekuning-kuningan
yang terkandung dalam rokok, mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya
juga, bahkan sangat berbahaya untuk timbulnya kanker.
Sedangkan nikotin
adalah suatu bahan adiktif, bahan yang bisa membuat orang menjadi ketagihan
dan menimbulkan ketergantungan.
Nikotin yang terkandung dalam rokok
menyebabkan epinefrin dan norepinefrin dalam darah meningkat, yang
menyebabkan jantung berdebar lebih cepat dan pembuluh darah berkontraksi
atau menyempit. Debar jantung yang lebih cepat akan meningkatkan kebutuhan
akan oksigen pada otot jantung.
Sementara itu, persediaan oksigen jadi
menurun karena oksigen yang ada akan diikat oleh karbon monoksida yang
dihasilkan oleh rokok.
Dalam hal ini, nikotin yang berperan membuat irama
jantung tidak teratur, membuat kerusakan lapisan dalam pembuluh darah dan
menimbulkan penggumpalan darah, sehingga serangan jantung meningkat
(Bangun 2008).
Konsumsi Alkohol
Alkohol adalah molekul sederhana yang tidak memerlukan waktu untuk
dicerna, sehingga dengan cepat dapat diserap.
Sebanyak dua puluh persen
alkohol yang diminum dalam keadaan perut kosong dapat mencapai sel otak
dalam waktu satu menit.
Hal inilah yang memberi rasa euphoria (sangat
gembira) pada seseorang setelah minum alkohol pada waktu perut kosong.
Sebaliknya bila alkohol diminum di saat perut terisi, penyerapan alkohol akan
terhambat (Almatsier 2009).
Alkohol yang diabsorpsi dibawa melalui pembuluh darah ke dalam hati.
Sel-sel hati mengandung enzim alkohol dalam jumlah cukup berarti.
Jumlah
alkohol yang dapat ditangani sekaligus rata-rata sebanyak lima belas etanol per
jam, bergantung pada ukuran tubuh, keadaan kesehatan, jarak waktu makan,
kebiasaan umum, dan lain-lain. Apabila melebihi dari jumlah ini, alkohol akan
dikeluarkan dari hati, kemudian masuk ke sirkulasi darah dan dibawa ke bagianbagian tubuh lain (Almatsier 2009).
13
Bahaya yang ditimbulkan alkohol tergantung di dalam minuman keras
bermacam-macam.
Alkohol bisa berpengaruh terhadap perilaku karena
mengganggu kerja susunan saraf pada otak. Keberanian yang timbul karena
pengaruh alkohol sering menimbulkan perilaku buruk seperti suka berkelahi,
mencuri, pergaulan bebas dan lain-lain. Orang yang suka minum minuman keras
biasanya mengalami penurunan nafsu makan sehingga badannya sering lemas
dan selalu malas (Latifah et al. 2002).
Pengaruh buruk dari alkohol terhadap kesehatan bermacam-macam
antara lain sebagai berikut: timbul rasa sakit waktu bangun pagi setelah minum
alkohol, sakit lambung, sakit kepala, sakit perut, muntah, lemas, gelisah, sirosis
(pembegkakan hati), ataxia (gangguan otak yang berakibat pada gangguan
mental), kelumpuhan otot mata, gaya jalan yang limbung, pengecilan ukuran
jantung dan paru-paru, kanker pita suara (faring) dan anemia (Latifah et al.
2002).
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan jenis atau jumlah pangan secara tunggal
maupun beragam yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.
Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar)
atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis
adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan
sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan
masyarakat (Sediaoetama 1991).
Penelitian konsumsi pangan sering dimaksudkan sebagai studi konsumsi,
kadang-kadang merupakan satu-satunya cara yang digunakan untuk melihat
status gizi. Konsumsi pangan tersebut adalah indikator pola pangan yang baik
dan tidak mengukur status gizi dengan cara yang tepat dan langsung. Akan
tetapi, studi konsumsi pangan lebih sering digunakan hanya sebagai salah satu
teknik untuk menunjukkan tingkat keadaan gizi daripada dipakai sebagai satusatunya pengukur (Suhardjo 1989).
Tingkat Kecukupan dan Angka Kecukupan Zat Gizi
Penghitungan asupan gizi seseorang dapat mengacu pada Daftar
Kecukupan Gizi (DKG) yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan gizi
rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia. Angka Kecukupan Gizi
14
(AKG) tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan individu, sehingga
kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk
mencapai tingkat aman. AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan
gizi seseorang (Hardinsyah & Briawan 1994).
Angka kecukupan gizi adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial yang
berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan
hampir semua orang sehat.
Namun, angka kecukupan ini digunakan untuk
berbagai keperluan yang sifatnya menyangkut populasi seperti merencanakan
dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk
(Almatsier 2009).
Penilaian tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan
konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang
dianjurkan.
Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Tingkat
kecukupan zat gizi dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):
Tingkat kecukupan zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual x 100 %
AKG
Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen
Kesehatan (1996) adalah: (a) defisit tingkat berat (<70 % AKG); (b) defisit tingkat
sedang (70-79 % AKG); (c) defisit tingkat ringan (80-89 % AKG); (d) normal (90119 % AKG); dan (e) kelebihan (≥120 % AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan
vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (a) kurang (<77 % AKG) dan
(2) cukup (≥77 % AKG).
Energi
Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat protein dan
lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,
pengatur suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan
energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan
dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah &
Tambunan 2004).
Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat, dan
protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain gajih/lemak dan
minyak, buah berlemak (alpukat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari dan
kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar rendah (kacang tanah
dan kacang kedelai) dan serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu,
15
buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain-lain) dan aneka produk
turunannya. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan,
telur, susu, dan aneka produk turunannya (Hardinsyah & Tambunan 2004).
Protein
Protein merupakan molekul besar yang disusun oleh komponen
terkecilnya yaitu asam amino. Protein dalam tubuh, berfungsi terutama sebagai
katalisator, pembawa, penggerak, pengatur, ekpresi genetik, neuotransmitter,
penguat struktur, penguat imunitas, dan untuk pertumbuhan (Hardinsyah &
Tambunan 2004).
Protein juga berfungsi mengatur keseimbangan air di dalam tubuh,
memelihara netralisasi tubuh, membantu antibodi dan mengangkut zat-zat gizi.
Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran
cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan, dan melalui membran sel ke dalam
sel-sel (Almatsier 2009).
Protein dapat bersumber dari pangan hewani maupun nabati.
Pangan
sumber perotein hewani antara lain susu, telur, daging, unggas, ikan, dan
kerang.
Pangan sumber protein nabati antara lain kedelai dan produk
olahannya seperti tempe, tahu, dan kacang-kacangan lainnya (Almatsier 2009).
Pada umumnya pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik
dibandingkan pangan nabati (Hardinsyah dan Tambunan 2004)
Vitamin C
Manusia dan beberapa hewan memerlukan vitamin C dari makanan
karena tubuhnya tidak memiliki enzim L-gulono-α-lactose oxidase, yang
diperlukan untuk sintesa vitamin C (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Vitamin C
mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh yaitu untuk mensintesis kolagen,
karnitin, serotonin, noradrenalin, absorpsi kalsium, mencegah infeksi, mencegah
kanker, dan penyakit jantung (Almatsier 2009).
Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu
sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya,
gandaria, dan tomat, vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daundaunan dan jenis kol.
Setiawan dan Rahayuningsih (2004) mengemukakan
kekurangan vitamin C yang berat akan mengakibatkan gangguan pada fungsi
sistem kolagen dan akan terlihat perdarahan terutama pada jaringan lunak,
seperti gusi. Gejala ini disebut scury. Pada derajat yang lebih ringan, diduga
16
kekurangan vitamin C berpengaruh pada sistem pertahanan tubuh dan
kecepatan penyembuhan luka (Almatsier 2009).
Asupan vitamin C dalam bentuk makanan (buah dan sayur) dilaporkan
dapat menurunkan insiden kanker, namun sayur dan buah juga mengandung
berbagai zat lain yang dapat menurunkan insiden kanker seperti serat dan anti
oksidan lain. Namun, asupan vitamin C yang tinggi dilaporkan meningkatkan
resiko timbulnya batu ginjal karena meningkatnya produksi oksalat, rebound
scury akibat penurunan yang mendadak.
Dosis tinggi juga dilaporkan
mengakibatkan gangguan lambung dan diare pada beberapa individu (Setiawan
& Rahayuningsih 2004).
Besi (Fe)
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia
dewasa (Almatsier 2009). Jumlah zat besi dalam tubuh bervariasi menurut umur,
jenis kelamin, status gizi, status kesehatan, dan jumlah zat besi cadangan.
Semua zat besi dalam tubuh dapat berkombinasi dengan protein,
sehingga mampu menerima atau melepaskan oksigen atau karbondioksida
(reaksi yang esensial bagi kehidupan) (Muchtadi 2009).
Besi mempunyai
beberapa fungsi esensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut oksigen dari
paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan
sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier
2009).
Senyawa zat besi dalam makanan terdapat dalam bentuk hem dan non
hem.
Bentuk zat besi-hem terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin makanan
hewani, dan besi nonhem dalam makanan nabati.
Sumber zat besi dari
makanan hewani yaitu seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber zat besi lainnya
adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa
jenis buah (Almatsier 2009).
Seseorang yang mengalami defisiensi zat besi lebih sulit memerangi
infeksi bakteri, karena produksi antibodi terlambat. Tubuh sangat efisien dalam
mengkonservasi asupan zat besi sehingga defisiensi zat besi hanya terjadi dalam
masa pertumbuhan, kekurangan asupan zat besi setelah kehilangan darah atau
ketika wanita hamil atau melahirkan. Defisiensi zat besi dalam waktu lama akan
mengakibatkan terjadinya anemia (anemia gizi besi) (Muchtadi 2009).
17
Siderosi atau hemosiderosis adalah kondisi kelebihan zat besi cadangan
(hemosiderin) di dalam hati. Biasanya hal ini terjadi karena individu tersebut
gagal dalam mengatur jumlah Fe yang telah diserap. Hal lain yang dapat terjadi
adalah hemochromatosis, yaitu kondisi dimana tingkat penyerapan zat besi oleh
individu sangat tinggi (Muchtadi 2009).
Penilaian Konsumsi Pangan
Penilaian konsumsi pangan atau survei diet adalah salah satu metode
yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok
(Supariasa et al. 2002). Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui
konsumsi pangan seseorang atau sekelompok orang baik secara kualitatif
maupun kuantitatif (Suhardjo 1989).
Survei
konsumsi
pangan
secara
kuantitatif
dimaksudkan
untuk
mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi. Dari informasi ini
akan dapat dihitung konsumsi gizi dengan menggunakan Daftar Kandungan Zat
Gizi Makanan (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan daftar-daftar lainnya bila
diperlukan.
Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif,
antara lain: metode recall 24 jam, perkiraan makanan (estimate food record),
penimbangan makanan (food weighing), metode food account, metode inventaris
(inventory method), pencatatan (household food records) (Suhardjo 1989;
Supariasa et al. 2002).
Survei konsumsi pangan secara kualitatif biasanya untuk mengetahui
frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan
menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh
pangan. Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kualitatif, antara
lain: metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode
telepon, metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa et al. 2002).
Metode Recall 24 Jam
Metode recall dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi pada masa lalu.
Wawancara dilakukan sedalam
mungkin agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan dan
perkiraan jumlah bahan makanan yang dikonsumsinya beberapa hari yang lalu.
Biasanya recall dilakukan untuk 2-3 hari yang lalu. Penentuan jumlah hari recall
18
ditentukan oleh keragaman jenis konsumsi antar waktu atau tipe responden
dalam memperoleh pangan (Suhardjo 1989).
Prinsip dari metode recall 24 jam yaitu mencatat jenis dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut dapat
menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi
yang lebih besar tentang intake harian individu (Sanjur 1997; Supariasa et al.
2002).
Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam (Supariasa et al. 2002) yaitu:
1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua
makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah
tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu. Selain itu, petugas
juga melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram).
2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan
Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA)
atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.
Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu
(Supariasa et al. 2002):
Kelebihan metode recall 24 jam:
1. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden.
2. Biaya relatif murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan
tempat yang luas untuk wawancara.
3. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.
4. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
5. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi
individu sehingga dapat dihitung asupan zat gizi sehari.
Kekurangan metode recall 24 jam:
1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya
dilakukan recall satu hari.
2. Ketepatannya tergantung pada daya ingat responden.
3. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi orang-orang yang
kurus melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi
responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under
estimate).
19
4. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam
menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai
menurut kebiasaan masyarakat.
5. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan mengenai tujuan
penelitian.
6. Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan
dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat
melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.
Status Gizi
Status gizi sebagai kondisi kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang akibat dari penyerapan (absorpsi), konsumsi, dan penggunaan gizi utilasi
(utilization) zat gizi makanan.
Ukuran fisik seseorang berkaitan erat dengan
status gizi, karena itu antropometri disetujui sebagai indikator yang baik dan
dapat diandalkan untuk menentukan status gizi.
Indikator antropometri yang
sering digunakan adalah berat badan untuk mengukur massa tubuh; tinggi untuk
mengukur dimensi linier; sedangkan ketebalan lipatan kulit, dan lingkar lengan
atas untuk menentukan komposisi tubuh, cadangan energi dan protein. Indikatorindikator tersebut sangat tergantung pada usia (Khomsan et al. 2007).
Berat badan yang sangat kurang (underweight) mempunyai risiko
terhadap penyakit infeksi, sementara yang berat badan melebihi batas normal
(overweight) mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit degeneratif. Penilaian
status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu: antropometris,
klinis, biokimia, dan biofisik; sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga
yaitu survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al.
2002).
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan metode sederhana untuk
memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan normal merupakan idaman
bagi setiap orang untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Keuntungan
apabila berat badan normal adalah penampilan baik, lincah, dan risiko sakit
rendah. Berat badan yang kurang dan berlebihan akan menimbulkan risiko
terhadap berbagai macam penyakit (Supariasa 2002).
Berikut ini merupakan tabel yang menyajikan klasifikasi Indeks Massa
Tubuh (IMT) berdasarkan WHO (2005) untuk Asia:
20
Tabel 2 Klasifikasi IMT menurut WHO (2005) untuk Asia
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Interpretasi
Resiko Kesehatan
< 14,9
Sangat kurus
15.0 – 18.4
Kurus
Resiko penyakit
defisiensi gizi dan
osteoporosis
18.5 – 22.9
Normal
Resiko rendah
23.0 - 27.5
Gemuk
Resiko sedang
27.6 - 40.0
Obesitas I
> 40,00
Obesitas II
Resiko Tinggi
Menurut Konsultasi Ahli WHO di Singapura, populasi Asia mempunyai
proporsi lemak tubuh yang tinggi dibandingkan dengan populasi Kaukasia pada
usia, jenis kelamin, dan IMT yang sama. Beberapa studi menunjukkan bahwa
orang Asia memiliki peningkatan risiko untuk penyakit kardiovaskular dan
diabetes mellitus pada tingkat IMT yang relatif rendah (HPB 2005).
WHO mengadakan sebuah perundingan ahli gizi untuk meninjau cut-offs
IMT untuk menentukan risiko pada populasi Asia dan direkomendasikan bahwa
untuk beberapa orang Asia, IMT 23 kg/m2 atau lebih menandai peningkatan
resiko sedang, sementara IMT 27.5 kg/m2 atau lebih mewakili resiko tinggi. Untuk
individu dengan BMI dalam kelompok resiko sedang atau tinggi, kehilangan 515% dari berat badan individu secara umum dapat meningkatkan kesehatannya
(HPB 2005).
Status Kesehatan
Menurut UU No. 9 tahun 1960, kesehatan adalah keadaan yang meliputi
kesehatan badan, rohani (mental), dan sosial dan bukan hanya keadaan yang
bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Selain itu, menurut UU No. 23 tahun
1992, kesehatan adalah sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis (Slamet
2007).
Pada hakikatnya derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor
penentu yaitu: faktor bawaan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan
(fisik, biologik, kemasyarakatan). Dua faktor terakhir tersebut merupakan faktor
penentu
yang
masyarakat.
sangat
besar
pengaruhnya
terhadap
derajat
kesehatran
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara dinamis dan
berhubungan dengan faktor-faktor kependudukan, sosial budaya, ekologi,
sumberdaya alam, dan ekonomi (Sukarni 1994).
21
Tekanan Darah
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri
ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah mirip
dengan tekanan dari air (darah) di pipa air (arteri). Semakin kuat aliran yang
keluar dari keran (jantung) maka semakin besar tekanan dari air terhadap dinding
pipa. Jika pipa tertekuk atau mengecil diameternya (seperti pada kondisi
aterosklerosis) maka tekanan akan sangat meningkat (Hull 2001).
Tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari, sesuai dengan situasi.
Tekanan darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas atau sewaktu
melakukan aktivitas fisik. Setelah situasi berlalu, tekanan darah akan kembali
normal.
Tekanan darah dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tekanan darah
sisitolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik berkaitan dengan
tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Hal ini
merupakan tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada
hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nialainya lebih besar
(misalnya 120/60) (Hull 2001).
Tekanan diastolik adalah tekanan arteri ketika jantung berada dalam
keadaan rileksasi di antara dua denyutan. Hal ini merupakan tekanan minimum
dalam arteri pada suatu saat dan ini tercermin dari hari pemeriksaan tekanan
darah sebagai tekanan bawah yang nilainya lebih kecil. Tekanan sistolik dan
diastolik dapat bervariasi pada berbagai individu. Tetapi umumnya disepakati
bahwa hasil pengukuran tekanan darah yang lebih besar dari 160/95 adalah
khas untuk hipertensi. Faktor-faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah
adalah kekuatan jantung dalam memompa, jumlah darah yang beredar,
viskositas (kekentalan) darah, elastisitas dinding pembuluh darah, dan tahanan
perifer (resistensi perifer) (Hull 2001; Pearce 2006).
Frekuensi Denyut Nadi
Denyut nadi atau denyut arteri merupakan suatu gelombang denyut
jantung yang teraba pada nadi, saat darah dipompa keluar dari jantung. Denyut
nadi mudah diraba pada nadi yang melintas tulang yang terletak dekat
permukaan tubuh. Frekuensi denyut jantung dalam keadaan sehat tergantung
cara hidup, umur, pekerjaan, makanan dan emosi (Roosita et al. 2007).
22
Denyut nadi diukur dengan menghitung jumlah denyut pada pergelangan
tangan selama satu menit. Kecepatan normal denyut nadi (dalam setiap menit)
pada orang dewasa yaitu 60-80 denyut per menit (Pearce 2006).
Frekuensi Pernapasan
Kecepatan pernapasan pada wanita lebih tinggi daripada pria.
Jika
bernapas secara normal maka pemasukan udara pernapasan (inspirasi) akan
langsung disusul pengeluaran udara pernapasan (ekspirasi), kemudian istirahat
sejenak.
Kecepatan normal pernapasan setiap menit pada bayi baru lahir
sebesar 30-40 kali per menit, umur 12 bulan memiliki kecepatan sebesar 30 kali
per menit. Pada umur 2-5 tahun memiliki kecepatan 24 kali per menit dan untuk
orang dewasa memiliki kecepatan pernapasan sebesar 10-20 kali per menit
(Pearce 2006).
Download