BAB IV. PENGUJIAN MOTOR INDUKSI DENGAN BESAR TAHANAN ROTOR YANG BERBEDA Bab ini membahas tentang pengujian pengaruh besar tahanan rotor terhadap torsi dan efisiensi motor induksi. Hasil yang diinginkan adalah parameter motor induksi tiga fasa untuk mendpatkan torsi dan putarannya. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian penutup berupa kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan mengenai pengaruh tahanan rotor yang tidak seimbang terhadap torsi dan putaran motor induksi. BAB 2 MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran medan pada stator terdapat selisih putaran yang disebut slip. Motor induksi, merupakan motor yang memiliki konstruksi yang baik, harganya lebih murah dan mudah dalam pengaturan kecepatannya, stabil ketika berbeban dan mempunyai efisiensi tinggi. Mesin induksi adalah mesin ac yang paling banyak digunakan dalam industri dengan skala besar maupun kecil, dan dalam rumah tangga. Alasannya adalah bahwa karakteristiknya hampir sesusai dengan kebutuhan dunia industri, pada umumnya dalam kaitannya dengan harga, kesempurnaan, pemeliharaan, dan kestabilan kecepatan. Mesin induksi (asinkron) ini pada umumnya hanya memiliki satu suplai tenaga yang mengeksitasi belitan stator. Belitan rotornya tidak terhubung langsung dengan sumber tenaga listrik, melainkan belitan ini dieksitasi oleh induksi dari perubahan medan magnetik yang disebabkan oleh arus pada belitan stator. Hampir semua motor ac yang digunakan adalah motor induksi, terutama motor induksi tiga fasa yang paling banyak dipakai di perindustrian. Motor induksi tiga fasa sangat banyak dipakai sebagai penggerak di perindustrian karena banyak memiliki keuntungan, tetapi ada juga kelemahannya. Keuntungan motor induksi tiga fasa: 1. motor induksi tiga fasa sangat sederhana dan kuat. 2. bianya murah dan dapat diandalkan. 3. motor induksi tiga fasa memiliki efisiensi yang tinggi pada kondisi kerja normal. 4. perawatannya mudah. Kerugiannya: 1. kecepatannya tidak bisa bervariasi tanpa merubah efisiensi. 2. kecepatannya tergantung beban. 3. pada torsi start memiliki kekurangan. 2.2 Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa Motor induksi adalah motor ac yang paling banyak dipergunakan, karena konstruksinya yang kuat dan karakteristik kerjanya yang baik. Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan rotor ada celah udara yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat diperlihatkan pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Konsturksi umum motor induksi Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus phasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2.(b)). Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.2 (a)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan phasa dimana untuk motor tiga phasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa. (a) (b) (c) Gambar 2.2 Menggambarkan komponen stator motor induksi tiga phasa (a) Lempengan inti (b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya, (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator Untuk rotor akan dibahas pada bagian berikutnya, yaitu jenis – jenis motor induksi tiga fasa berdasarkan jenis rotornya. 2.3 Jenis Motor Induksi Tiga Fasa Ada dua jenis motor induksi tiga fasa berdasarkan rotornya yaitu: 1. motor induksi tiga fasa sangkar tupai ( squirrel-cage motor) 2. motor induksi tiga fasa rotor belitan ( wound-rotor motor ) kedua motor ini bekerja pada prinsip yang sama dan mempunyai konstruksi stator yang sama tetapi berbeda dalam konstruksi rotor. 2.3.1 Motor Induksi Tiga Fasa Sangkar Tupai ( Squirrel-cage Motor) Penampang motor sangkar tupai memiliki konstruksi yang sederhana. Inti stator pada motor sangkar tupai tiga fasa terbuat dari lapisan – lapisan pelat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau pelat baja yang dipabrikasi. Lilitan – lilitan kumparan stator diletakkan dalam alur stator yang terpisah 120 derajat listrik. Lilitan fasa ini dapat tersambung dalam hubungan delta ( Δ ) ataupun bintang ( Υ ). Rotor jenis rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.3 di bawah ini. (a) Cincin Aluminium Batang Poros Kipas Batang Poros Laminasi Inti Besi Kipas Aluminium (b) Gambar 2.3 Rotor sangkar, (a) Tipikal rotor sangkar, (b) Bagian-bagian rotor sangkar Batang rotor dan cincin ujung motor sangkar tupai yang lebih kecil adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan ke dalam alur rotor dan kemudian dilas dengan kuat ke cincin ujung. Batang rotor motor sangkar tupai tidak selalu ditempatkan paralel terhadap poros motor tetapi kerapkali dimiringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor sedang berputar. Pada ujung cincin penutup dilekatkan sirip yang berfungsi sebagai pendingin. Rotor jenis rotor sangkar standar tidak terisolasi, karena batangan membawa arus yang besar pada tegangan rendah. Motor induksi dengan rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.3. (a) (b) Gambar 2.4 Konstruksi Motor Induksi (a) Rotor Sangkar Ukuran Kecil (b) Rotor Sangkar Ukuran Besar 2.3.2 Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan ( wound-rotor motor ) Motor rotor belitan ( motor cincin slip ) berbeda dengan motor sangkar tupai dalam hal konstruksi rotornya. Seperti namanya, rotor dililit dengan lilitan terisolasi serupa dengan lilitan stator. Lilitan fasa rotor dihubungkan secara Υ dan masing – masing fasa ujung terbuka yang dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.5. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa cincin slip dan sikat semata – mata merupakan penghubung tahanan kendali variabel luar ke dalam rangkaian rotor. Gambar 2.5 Cincin slip ring Pada motor ini, cincin slip yang terhubung ke sebuah tahanan variabel eksternal yang berfungsi membatasi arus pengasutan dan yang bertanggung jawab terhadap pemanasan rotor. Selama pengasutan, penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi pengasutan yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil dibanding dengan rotor sangkar. Konstruksi motor tiga fasa rotor belitan ditunjukkan pada gambar di halaman selanjutnya. (a) (b) Gambar 2.6 (a) Rotor Belitan (b) Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa dengan Rotor Belitan 2.4 Medan Putar Perputaran motor pada mesin arus bolak – balik ditimbulkan oleh adanya medan putar ( fluks yang berputar ) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak, umumnya fasa 3. Hubungan dapat berupa hubungan bintang atau delta. Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan 3 fasa, dengan beda fasa masing – masing 1200 ( Gambar 2.7 ) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi arus ia, ib, ic sebagai fungsi waktu adalah seperti Gambar 2.7. Pada keadaan t1, t2, t3, dan t4, fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing – masing adalah seperti Gambar 2.8. Pada t1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan a – a; sedangkan pada t2, fluks resultannya mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan c – c; dan untuk t3 fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan b – b. Untuk t4, fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang dihasilkan pada saat t1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisa vektor. Gambar 2.7 Diagram Phasor Fluksi Tiga Phasa dan Arus Tiga Phasa Gambar 2.8 (a) Diagram phasor fluksi tiga phasa (b) Arus tiga phasa setimbang (c) Medan putar pada motor induksi tiga phasa Dari gambar diatas terlihat fluks resultan ini akan berputar satu kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua, kecepatan sinkron dapat diturunkan sebagai berikut : ns = 120. f p ( rpm )......................................................................................(2.1) Ns = Kecepatan sinkron (Rpm) f = frekuensi ( Hz ) p = jumlah kutub 2.4.1 Analisis Secara Vektor Analisis secara vektor didapatkan atas dasar : 1. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar sesuai dengan perputaran sekrup (Gambar 2.9). Gambar 2.9 Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar 2. Kebesaran fluks yang ditimbulkan ini sebanding dengan arus yang mengalir. Notasi yang dipakai untuk menyatakan positif atau negatifnya arus yang mengalir pada kumparan a – a, b – b, dan c – c pada Gambar 2.7 yaitu: harga positif, apabila tanda silang (x) terletak pada pangkal konduktor tersebut ( titik a, b, c ), sedangkan negatif apabila tanda titik ( . ) terletak pada pangkal konduktor tersebut (Gambar 2.8 ). Maka diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4, dapat dilihat pada Gambar 2.10. Gambar 2.10 Diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4 Dari semua diagram vektor di atas dapat pula dilihat bahwa fluks resultan berjalan (berputar). 2.4.2 Besar Kuat Medan Putar Dengan adanya masukan tegangan tiga phasa akan menyebabkan adanya arus tiga phasa dan menghasilkan fluks tiga phasa yang akan menimbulkan medan putar yang kuatnya dapat diketahui dengan memperhatikan gelombang fluks yang dihasilkan oleh tegangan tiga phasa tersebut. Perhatikan Gambar 2.11 di bawah. Gambar 2.11 Gelombang fluks tiga phasa Pada saat θ = 00 , maka : ФR = Фm Sin ωt = 0 ФS = Фm Sin (ωt – 2400) = Фm ФT = Фm Sin (ωt – 1200) = Фm Dari persamaan diatas maka dapat digambar sebuah diagram fasor seperti dibawah ini. Gambar 2.12 Diagram Fasor Fluks Resultan Фr =( Фm + Фm = 2 x Фm ) cos cos 300 = 1,5 Фm Maka kuat medan putar adalah 1,5 Фm 2.5 Slip Motor induksi tidak dapat berputar pada kecepatan sinkron. Seandainya hal ini terjadi, maka rotor akan tetap diam relatif terhadap fluksi yang berputar. Maka tidak akan ada ggl yang diinduksikan dalam rotor, tidak ada arus yang mengalir pada rotor, dan karenanya tidak akan menghasilkan kopel. Kecepatan rotor sekalipun tanpa beban, harus lebih kecil sedikit dari kecepatan sinkron agar adanya tegangan induksi pada rotor, dan akan menghasilkan arus di rotor, arus induksi ini akan berinteraksi dengan fluks listrik sehingga menghasilkan kopel. Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan sinkron disebut slip (s). Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari kecepatan sinkron. Slip (s) = ns − nr × 100% ns ………........................................................…….(2.2) dimana: nr = kecepatan rotor (RPM) Persamaan (2.2) di atas memberikan informasi yaitu : 1. saat s = 1 dimana nr = 0, ini berati rotor masih dalam keadaan diam atau akan berputar. 2. s = 0 menyatakan bahwa n s = nr , ini berarti rotor berputar sampai kecepatan sinkron. Hal ini dapat terjadi jika ada arus dc yang diinjeksikan ke belitan rotor, atau rotor digerakkan secara mekanik. 3. 0 < s < 1, ini berarti kecepatan rotor diantara keadaan diam dengan kecepatan sinkron. Kecepatan rotor dalam keadaan inilah dikatakan kecepatan tidak sinkron. Biasanya slip untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada saat beban penuh adalah 0,04. 2.6 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa Motor induksi adalah peralatan pengubah energi listrik ke bentuk energi mekanik. Pengubahan energi ini bergantung pada keberadaan phenomena alami magnetik, medan listrik, gaya mekanis dan gerak. Dalam motor induksi, tidak ada hubungan listrik ke rotor, arus rotor merupakan arus induksi. Tetapi ada kondisi yang sama seperti motor dc, dimana pada rotor mengalir arus. Arus ini berada dalam medan magnetik sehingga akan terjadi gaya (F) pada rotor yang akan menggerakkan rotor dalam arah tegak lurus medan. Jika pada belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini menghasilkan medan magnetik yang berputar dengan kecepatan sinkron. Ketika medan melewati konduktor rotor, dalam konduktor ini diinduksikan ggl yang sama seperti ggl yang diinduksikan dalam lilitan sekunder transformator oleh fluksi arus primer. Rangkaian rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung atau tahanan luar, ggl induksi menyebabkan arus mengalir dalam konduktor rotor. Jadi arus yang mengalir pada konduktor rotor dalam medan magnet yang dihasilkan stator akan menghasilkan gaya (F) yang bekerja pada rotor. Gambar 2.11 di bawah ini menggambarkan penampang stator dan rotor motor induksi, dengan medan magnet diumpamakan berputar searah jarum jam dan dengan statornya diam seperti pada saat start. Gambar 2.13 Arah medan magnet pada rotor dan stator Untuk arah fluksi dan gerak yang ditunjukkan gambar di atas, penggunaan aturan tangan kanan fleming bahwa arah arus induksi dalam konduktor rotor menuju pembaca. Pada kondisi seperti itu, dengan konduktor yang mengalirkan arus berada dalam medan magnet seperti yang ditunjukkan, gaya pada konduktor mengarah ke atas karena medan magnet di bawah konduktor lebih kuat dari pada medan di atasnya. Agar sederhana, hanya satu konduktor rotor yang diperlihatkan. Tetapi, konduktor – konduktor rotor yang berdekatan lainnya dalam medan stator juga mengalirkan arus dalam arah seperti pada konduktor yang ditunjukkan, dan juga mempunyai suatu gaya ke arah atas yang dikerahkan pada mereka. Pada setengah siklus berikutnya, arah medan stator akan dibalik, tetapi arus rotor juga akan dibalik, sehingga gaya pada rotor tetap ke atas. Demikian pula konduktor rotor di bawah kutup – kutup medan stator lain akan mempunyai gaya yang semuanya cenderung memutarkan rotor searah jarum jam. Jika kopel yang dihasilkan cukup besar untuk mengatasi kopel beban yang menahan, motor akan melakukan percepatan searah jarum jam atau dalam arah yang sama dengan perputaran medan magnet stator. Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi tiga fasa, maka dapat dijabarkan dalam langkah – langkah berikut: 1. Pada keadaan beban nol Ketiga phasa stator yang dihubungkan dengan sumber tegangan tiga phasa yang setimbang menghasilkan arus pada tiap belitan phasa. 2. Arus pada tiap phasa menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah-ubah 3. Amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya tegak lurus terhadap belitan phasa 4. Akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya adalah e1 = − N 1 dΦ dt ( Volt ) ....................................................(2.3) atau E1 = 4,44 fN 1Φ ( Volt ) ....................................................(2.4) 5. Penjumlahan ketiga fluksi bolak-balik tersebut disebut medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron ns, besarnya nilai ns ditentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan dengan ns = 120 × f p ( rpm ) 6. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi (ggl) sebesar E2 yang besarnya E 2 = 4,44 fN 2 Φ m ( Volt ) ...........................................(2.5) dimana : E1 = Ggl pada stator (Volt) E2 = Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (Volt) N1 = Jumlah N2 = Jumlah lilitan kumparan rotor lilitan kumparan rotor Фm = Fluksi maksimum(Wb) 7. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut akan menghasilkan arus I2, dimana arus I2 adalah arus pada rotor dalam satuan Ampere 8. Adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada rotor 9. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator 10. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator (ns) dan kecepatan rotor (nr) disebut slip (s) dan dinyatakan dengan s= ns − n r × 100% ns 11. Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya E 2s = 4,44 sfN 2 Φ m ( Volt ) ..................................................(2.7) dimana E2s = tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (Volt) f2 = s.f = frekuensi rotor (frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar) 12. Bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika nr < ns 2.7 Frekuensi Rotor Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan ( sumber ). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f ' yaitu, 120 f ' ns − nr = P .....................................................................(2.8) diketahui bahwa n s = 120 f p Dengan membagikan n s dengan salah satu dari persamaan 2.8, maka didapatkan f ' ns − nr = =s f ns ..........................................................................................................(2.9) Maka f '= sf ( Hz )………………..................................................................................(2.10) Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f ' = sf dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesar sn s . Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnetudo yang konstan dan kecepatan medan putar n s yang konstan. Kedua Hal ini merupakan medan magnetik yang berputar secara sinkron. kenyataannya tidak seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya. 2.8 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Untuk mempermudah analisis motor induksi, digunakan metoda rangkaian ekivalen per – fasa. Motor induksi dapat dianggap sebagai transformator dengan rangkaian sekunder berputar. Rangkaian ekivalen statornya dapat digambarkan sebagai berikut : R1 I2 X1 I0 I1 V1 Rc Ic X m I m E1 Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen stator motor induksi dimana : I0 = arus eksitasi (Ampere) V1 = tegangan terminal stator ( Volt ) E1 = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan ( Volt ) I1 = arus stator ( Ampere ) R1 = tahanan efektif stator ( Ohm ) X1 = reaktansi bocor stator ( Ohm ) Arah positif dapat dilihat pada rangkaian Gambar 2.14. Arus stator terbagi atas 2 komponen, yaitu komponen arus beban dan komponen arus penguat I0. Komponen arus penguat I0 merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluksi celah udara resultan, dan merupakan fungsi ggm E1. Komponen arus penguat I0 terbagi atas komponen rugi – rugi inti IC yang sefasa dengan E1 dan komponen magnetisasi IM yang tertinggal 900 dari E1. Hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor sebenarnya ( Erotor ) dan tegangan yang d2nduksikan pada rotor ekivalen ( E2S ) adalah : E2S E rotor = N1 N2 = a ....................................................................................( 2.11 ) atau E2S = a Erotor ……………………………............................................ ( 2.12 ) dimana a adalah jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator yang banyaknya a kali jumlah lilitan rotor. Bila rotor – rotor diganti secara magnetik, lilitan – ampere masing – masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya Irotor dan arus I2S pada rotor ekivalen adalah: I2S = I rotor …………………………….........................................…. a ( 2.13 ) sehingga hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z2S dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip Zrotor dari rotor sebenarnya adalah : Z2S = E 2 S a 2 E rotor = a 2 Z rotor = I rotor I 2S …….........................................……( 2.14 ) Nilai tegangan, arus dan impedansi tersebut diatas didefinisikan sebagai nilai yang referensinya ke stator. Selanjutnya persamaan ( 2.14 ) dapat dituliskan : E2S = Z 2S = I 2S R2 + jsX 2 ………………..............................................( 2.15 ) dimana : E2 S = Tegangan induksi rotor ekivalen (Volt ) I 2 S = Arus rotor ekivalen ( Amper ) Z2S = Impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa dengan referensi ke stator ( Ohm) R2 = Tahanan efektif referensi ( Ohm ) sX2 = reaktansi bocor referensi pada frekuensi slip X2 didefinisikan sebagai harga reaktansi bocor rotor dengan referensi frekuensi stator ( Ohm ). Reaktansi yang didapat pada persamaan (2.15) dinyatakan dalam cara yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X 2 didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator. Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E 2 s dan ggl lawan stator E1 . Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah: E2s = …………………………...…............................................….(2.16) sE1 Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I 2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif I2 I 2s = ..................................................................................................(2.17) Dengan membagi persamaan (2.16) dengan persamaan (2.17) didapatkan: sE E2S = 1 I 2S I2 ………………………………..............................................(2.18) Didapat hubungan antara persamaan (2.17) dengan persamaan (2.18), yaitu E2S sE = 1= I2 I 2S R2 + jsX 2 ……..........……...............................................(2.19) Dengan membagi persamaan (2.19) dengan s, maka didapat R2 + jX 2 s E1 = I2 …………….………...…...........................................…(2.20) Dari persamaan (2.20) dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor. Dari persamaan (2.15) , (2.16) dan (2.20) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut : R2 E2 s I2 R2 X2 sX 2 I2 E1 R2 s X2 I2 E1 Gambar 2.15 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi. R2 R = 2 + R2 - R2 s s 1 R2 ( − 1) s R2 s 1 R2 ( − 1) s R2 + = ………………......................................................(2.21) Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan Gambar di bawah ini. R1 I2 X1 sX 2 IΦ I1 V1 Rc Ic I2 X m Im E1 R2 sE 2 Gambar 2.16 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada Gambar 2.16 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut. R1 I '2 X1 ' I0 I1 V1 X2 Rc Xm Im E1 R2 s ' Ic Gambar 2.17 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi Dimana: X '2 = a 2 X 2 R ' 2 = a 2 R2 Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus penetralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen Rc dapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian ekivalen menjadi Gambar 2.18 berikut. R1 I '2 X1 R'2 ' I0 I1 V1 X2 Xm E1 ' 1 R2 ( − 1) s Gambar 2.18 Rangkaian ekivalen lain dari motor induksi 2.9 Disain Motor Induksi Tiga Fasa Motor asinkron yang sering kita temukan sehari-hari misalnya adalah kipas angin, mesin pendingin, kereta api listrik gantung, dan lain sebagainya. Untuk itu perlu diketahui kelas-kelas dari motor tersebut untuk mengetahui unjuk kerja dari motor tersebut. Adapun kelas-kelas tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kelas A : Torsi start normal, arus start normal dan slip kecil Tipe ini umumnya memiliki tahanan rotor sangkar yang rendah. Slip pada beban penuh kecil atau rendah namun efisiensinya tinggi. Torsi maksimum biasanya sekitar 21% dari torsi beban penuh dan slipnya kurang dari 21%. Motor kelas ini berkisar hingga 20 Hp. 2. Kelas B : Torsi start normal, arus start kecil dan slip rendah Torsi start kelas ini hampir sama dengan kelas A tetapi arus startnya berkisar 75%Ifl . Slip dan efisiensi pada beban penuh juga baik. Kelas ini umumnya berkisar antara 7,5 Hp sampai dengan 200 Hp. Penggunaan motor ini antara lain : kipas angin, boiler, pompa dan lainnya. 3. Kelas C : Torsi start tinggi dan arus start kecil Kelas ini memiliki resistansi rotor sangkar yang ganda yang lebih besar dibandingkan dengan kelas B. Oleh sebab itu dihasilkan torsi start yang lebih tinggi pada arus start yang rendah, namun bekerja pada efisisensi dan slip yang rendah dibandingkan kelas A dan B. 4. Kelas D : Tosi start tinggi, slip tinggi Kelas ini biasanya memiliki resistansi rotor sangkar tunggal yang tinggi sehingga dihasilkan torsi start yang tinggi pada arus start yang rendah Gambar 2.19 Karakteristik torsi dan kecepatan motor induksi pada berbagai disain 2.10 Parameter Motor Induksi Tiga Fasa Parameter rangkaian ekivalen dapat dicari dengan melakukan pengukuran pada percobaan tahanan DC, percobaan beban nol, dan percobaan rotor tertahan (block- rotor). Dengan penyelidikan pada setiap rangkaian ekivalen, percobaan beban nol motor induksi dapat disimulasikan dengan memaksimalkan tahanan rotor R'2 . s Hal ini bisa terjadi pada keadaan normal jika slip dalam nilai yang minimum. Slip yang mendekati nol terjadi ketika tidak ada beban mekanis, dan mesin dikatakan dalam keadaan berbeban ringan. Pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan menahan rotor tetap diam. Pada kondisi ini slip bernilai satu yang merupakan nilai slip tertinggi untuk kondisi motor, R'2 jadi nilai bernilai minimum. Untuk menentukan bentuk rangkaian ekivalen, pola s fluksi dianggap sinusoidal, demikian juga rugi-rugi yang diukur proporsional terhadap fluksi utama, dan kejenuhan diabaikan. 2.10.1 Percobaan DC Untuk memperoleh harga R1 dilakukan dengan pengukuran DC yaitu dengan menghubungkan sumber tegangan DC (VDC) pada dua terminal input dan arus DC-nya (IDC) lalu diukur. Di sini tidak mengalir arus rotor karena tidak ada tegangan yang terinduksi. 2.10.1.1. Kumparan hubungan Wye (Y) Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga phasa terhubung Y, dan diberi suplai DC dapat dilihat pada Gambar 2.20 di bawah ini. a IDC RDC + - VDC b RDC c RDC Gambar 2.20 Rangkaian phasa stator saat pengukuran DC hubungan Y Harga R1DC dapat dihitung, untuk kumparan dengan hubungan Y, adalah sebagai berikut : R1DC = 1 VDC 2 I DC ( Ohm ).......................................................(2.22) 2.10.1.2 Kumparan Hubungan Delta (∆) Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga phasa terhubung delta dan diberi suplai DC, dapat dilihat pada Gambar2.21 di bawah ini. IDC + - VDC RB RA RC Gambar 2.21 Rangkaian phasa stator saat pengukuran DC hubungan Delta Diketahui bahwa tahanan pada kumparan pada masing – masing phasa adalah sama, maka R A = RB = RC = R . Jadi gambar diatas dapat disederhanakan menjadi gambar berikut. ID C RA VD C RP IA Gambar 2.22 Rangkaian penyederhanaan phasa stator saat pengukuran DC hubungan Delta Dimana RP = RB + RC V Jadi R A = DC IA Dimana I A = I DC × RP R A + RP 2 I DC , maka 3 3 V V DC R ADC = = × DC 2 I DC 2 I DC 3 IA = Harga R1 ini dinaikkan dengan faktor pengali 1,1-1,5 untuk operasi arus bolak-balik, karena pada operasi arus bolak-balik resistansi konduktor meningkat karena distribusi arus yang tidak merata akibat efek kulit dan medan magnet yang melintasi alur. R1ac = k × R1DC ( Ohm )....................................................................(2.23) Dimana k = faktor pengali, besarnya 1,1 – 1,5 Karena besar tahanan konduktor stator dipengaruhi oleh suhu, dan biasanya bila rugirugi motor ditentukan dengan pengukuran langsung pada motor, maka untuk mengetahui nilai tahanan yang paling mendekati, biasanya dilakukan dengan beberapa kali pengukuran dan mengambil besar rata-rata dari semua pengukuran yang dilakukan. 2.10.2 Percobaan Beban Nol Motor induksi dalam keadaan beban nol dibuat dalam keadaan berputar tanpa memikul beban pada rating tegangan dan frekuensinya. Besar tegangan yang digunakan ke belitan stator perphasanya adalah V1 ( tegangan nominal), arus masukan sebesar I 0 dan dayanya P0 . Nilai ini semua didapat dengan melihat alat ukur pada saat percobaan beban nol. Dalam percobaan beban nol, kecepatan motor induksi mendekati kecepatan sinkronnya. Dimana besar s 0, sehingga R2' ~ sehingga besar impedansi total s bernilai tak berhingga yang menyebabkan arus I ' 2 pada Gambar 2.23 bernilai nol sehingga rangkaian ekivalen motor induksi pada pengukuran beban nol ditunjukkan pada Gambar 2.23. Namun karena pada umumnya nilai kecepatan motor pada pengukuran ini n r 0 yang diperoleh tidak sama dengan ns maka slip tidak sama dengan nol sehingga ada arus I2’ yang sangat kecil mengalir pada rangkaian rotor, arus I ' 2 tidak diabaikan tetapi digunakan untuk menghitung rugi – rugi gesek + angin dan rugi – rugi inti pada percobaan beban nol. Pada pengukuran ini didapat data-data antara lain : arus input (I1= I 0 ), tegangan input (V1 = V0 ), daya input perphasa (P0) dan kecepatan poros motor ( n r 0 ). Frekuensi yang digunakan untuk eksitasi adalah frekuensi sumber f. Gambar 2.23 Rangkaian pada Saat Beban Nol R'2 X '2 R1 s jX1 I1 = Iφ Iφ Ic V1 Im Rc Zm Xm Gambar 2.24 Rangkaian ekivalen pada saat beban nol Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan tegangan normal diberikan ke terminal, dari Gambar 2.24 didapat besar sudut phasa antara arus antara I 0 dan V0 adalah : P0 V0 I 0 θ 0 = Cos −1 .....................................................................(2.24) Dimana: P0 = Pnl = daya saat beban nol perphasa V0 = V1 = tegangan masukan saat beban nol I 0 = I nl = arus beban nol dengan P0 adalah daya input perphasa. Sehingga besar E1 dapat dinyatakan dengan E1 = V1∠0 o − ( I ϕ ∠θ 0 )( R1 + jX 1 ) (Volt)...................................(2.25) n ro adalah kecepatan rotor pada saat beban nol. Daya yang didisipasikan oleh Rc dinyatakan dengan : Pc = P0 − I 02 R1 ( Watt ).....................................................................(2.26) R1 didapat pada saat percobaan dengan tegangan DC. Harga Rc dapat ditentukan dengan Rc = E12 P0 (Ohm).....................................................................(2.27) Dalam keadaan yang sebenarnya R1 lebih kecil jika dibandingkan dengan X m dan juga Rc jauh lebih besar dari X m , sehingga impedansi yang didapat dari percobaan beban nol dianggap jX 1 dan jX m yang diserikan. Z nl = V1 I nl 3 ≅ j ( X 1 + X m ) ( Ohm )............................................(2.28) Sehingga didapat Xm = V1 I nl 3 − X 1 ( ohm ).............................................................(2.29) 2.10.3 Percobaan Rotor Tertahan Pada pengukuran ini rotor dipaksa tidak berputar ( nr = 0, sehingga s = 1) dan kumparan stator dihubungkan dengan tegangan seimbang. Karena slip s = 1, maka R2' pada Gambar 2.23, harga = R ' 2 . Karena R2' + jX 2' << Rc jX m maka arus yang s melewati Rc jX m dapat diabaikan. Sehingga rangkaian ekivalen motor induksi dalam keadaan rotor tertahan atau hubung singkat seperti ditunjukkan pada Gambar 2.24. I1 R1 + R’2 jX1+jX’2 V1 Gambar 2.25 Rangkaian ekivalen pada saat rotor tertahan (S = 1) Impedansi perphasa pada saat rotor tertahan ( Z BR ) dapat dirumuskan sebagai berikut: Z BR = R1 + R2' + j ( X 1 + X 2' ) = RBR + jX BR ( Ohm )......................................(2.30) Pengukuran ini dilakukan pada arus mendekati arus rating motor. Data hasil pengukuran ini meliputi : arus input (I1 = I BR ), tegangan input (V1 = VBR ) dan daya input perphasa ( PBR = Pin ). Karena adanya distribusi arus yang tidak merata pada batang rotor akibat efek kulit, harga R2' menjadi tergantung frekuensi. Maka umumnya dalam praktek, pengukuran rotor tertahan dilakukan dengan mengurangi frekuensi eksitasi menjadi f BR untuk mendapatkan harga R2' yang sesuai dengan frekuensi rotor pada saat slip rating. Dari data-data tersebut, harga RBR dan X BR dapat dihitung : Z BR = VBR (Ohm I BR ).....................................................................................(2.31) 2 2 (Ohm X BR = Z BR − RBR )........................................................................(2.32) Untuk menentukan harga X1 dan X2 digunakan metode empiris berdasarkan IEEE standar 112. hubungan X1 dan X2 terhadap Xbr dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Distribusi empiris dari Xbr Disain X1 X 2' A 0,5 Xbr 0,5 Xbr B 0,4 Xbr 0,6 Xbr C 0,3 Xbr 0,7 Xbr D 0,5 Xbr 0,5 Xbr Rotor Belitan 0,5 Xbr 0,5 Xbr Kelas Motor Di sini besar XBR harus disesuaikan dahulu dengan frekuensi rating f. X ' BR = f f BR X BR (Ohm )........................................................................(2.33) ' X BR = X 1 − X ' 2 (Ohm ).......................................................................(2.34)