Studi Tentang Kontribusi Harmonisa Akibat Pengoperasian

advertisement
Studi Tentang Kontribusi Harmonisa Akibat
Pengoperasian Induction Furnace
Studi Kasus : Sistem Distribusi Listrik
Kawasan Banten
Revi Aldrian
Sub-jurusan Teknik Tenaga Elektrik
Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika
Program Studi Teknik Elektro
Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10
E-mail : [email protected]
Keyword: Induction furnace, harmonisa, Total Harmonic
Distortion (THD), Individual Harmonic Distortion (IHD),
converter, shunt capacitor bank, ETAP Power Station,
Harmonic Spectrum, Fase Sintering, Fase Heating
Abstraksi - Induction Furnace bekerja berdasarkan eddy
current (arus pusar) yang menghasilkan rugi-rugi
berupa panas. Panas yang dihasilkan inilah yang
kemudian digunakan untuk melebur logam pada
furnace. Arus pusar ini berbanding lurus dengan
frekuensi dan arus yang masuk ke induction furnace
(semakin tinggi frekuensi dan arus semakin besar eddy
currentnya semakin tinggi suhu panas yang dihasilkan).
Oleh karena frekuensi kerja pada induction furnace
(medium frequency induction furnace) cukup besar,
maka arus pusar yang dihasilkan pun makin besar. Arus
pusar yang ditimbulkan oleh induction furnace ini akan
menghasilkan distorsi yang dapat mengganggu jaringan
distribusi 20 kV yaitu dapat menurunkan kualitas
tegangan distribusinya.
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di zaman teknologi yang sudah maju seperti
sekarang ini, kebutuhan atas peralatan yang efisien,
efektif, dan ramah lingkungan makin tinggi. Hal ini
tidak terkecuali untuk peralatan peleburan logam.
Proses peleburan yang cepat, efisien, dan ramah
lingkungan makin diharapkan oleh seluruh lapisan
masyarakat. Hal ini sekarang dapat dicapai dengan
ditemukannya pelebur yang dinamakan pelebur
induksi atau induction furnace. Induction Furnace ini
memiliki berbagai keuntungan seperti operational
cost yang rendah, ramah lingkungan (pelebur
konvensional menghasilkan banyak debu dan polutan
lainnya), efisien, ukuran yang lebih kecil, dan lainlain. [8]
Namun demikian induction furnace ini juga dapat
menimbulkan masalah terutama masalah power
quality pada system utility. Hal ini terutama terlihat
pada tegangan jaringan distribusi (khususnya di
Indonesia/ Jawa Barat adalah pada tegangan 20 kV),
di mana arus dan frekuensi pada induction furnace
relatif lebih besar dibandingkan dengan arus pada
utility.
Oleh karena itu, penulis ingin melakukan studi
tentang gangguan power quality yang terjadi akibat
pemakaian induction furnace terutama dari segi
kontribusi harmonisanya pada jaringan distribusi dan
akibatnya pada jaringan distribusi serta beban-beban
yang tersambung.
1.2. Tujuan Penulisan
Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk
mengetahui efek yang terjadi berupa harmonisa akibat
penggunaan beban non-linear berupa induction
furnace yang mengakibatkan terjadinya distorsi
tegangan terutama pada jaringan distribusi 20 kV.
Selain itu tugas akhir ini juga bertujuan untuk
memenuhi mata kuliah EP 40Z1 sebagai syarat
kelulusan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik dari
program studi Teknik Elektro Institut Teknologi
Bandung.
1.3. Batasan Masalah
pertama perlu dipelajari prinsip kerja induction
furnace dimulai dari konfigurasinya. Kemudian
setelah itu perlu dipelajari mengenai harmonisa yang
ditimbulkan oleh induction furnace di mana induction
furnace, serta konverter-inverter diasumsikan sebagai
sumber arus harmonisa. Dari simulasi yang dilakukan
ini akan dilihat dampak beban non-linear berupa
induction furnace yang tersambung ke jaringan PLN
yang berupa distorsi tegangan pada sistem 20 kV.
Kasus yang diambil adalah sistem jaringan pada APJ
Banten dengan single-line diagram GI PAM.
1.4. Metodologi Penulisan
Pada tahap awal dilakukan pengumpulan paperpaper serta referensi lain mengenai induction furnace.
Kemudian dipelajari perangkat lunak ETAP Power
Station 4.0.0, yaitu perangkat lunak yang akan
digunakan untuk melakukan simulasi mengenai
induction furnace ini terutama pada penggunaan
modul Harmonic Analysis dan Load Flow Analysis.
Setelah itu dilakukan kunjungan ke industri yang akan
dijadikan sebagai objek simulasi yaitu PT Citra Baru
Steel pada kawasan Banten dan juga untuk diambil
data-data yang diperlukan untuk simulasinya. Data
jaringan ini dimasukkan pada perangkat lunak tersebut
dan kemudian diolah. Studi yang dilakukan adalah
studi harmonisa pada jaringan 20 kV-nya.
1.5. Sistematika Pembahasan
Buku tugas akhir ini dapat dibagi menjadi 5 bab
sebagaimana dijelaskan sebagai berikut ini.
• BAB I : PENDAHULUAN
•
•
•
•
BAB II : TEORI DASAR
BAB III : APLIKASI
ETAP
POWER
STATION
UNTUK
MEMODELKAN
INDUCTION FURNACE
BAB IV : STUDI HARMONISA KASUS
SISTEM TENAGA KAWASAN BANTEN
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
2. DASAR TEORI
2.1. Induction Furnace
Induction furnace adalah tanur yang digunakan
untuk metal processing di mana panas yang terjadi
dihasilkan oleh proses pemanasan induksi melalui
medium konduktif (biasanya logam) pada wadah yang
dililiti oleh kumparan magnetik dengan pendinginnya
adalah air. Keuntungan utama dari induction furnace
adalah bersih, efisien dalam hal energi, dan proses
pemanasannya mudah dikendalikan dibandingkan
dengan proses peleburan logam lainnya seperti arc
furnace, dan lain-lain.
Tanur ini menggunakan sistem pasokan berupa
dua buah six-pulse phase rectifier untuk menghasilkan
frekuensi kerja dari frekuensi utility) hingga ribuan
hertz ke kumparan tanur yang bertujuan untuk
mengendalikan
dan
mengefisienkan
proses
pemanasan. Induction furnace ini juga memiliki faktor
daya (PF – Power Factor) yang rendah yaitu sekitar
0,6 sehingga membutuhkan kapasitor untuk koreksi
faktor daya ini dan dapat menyebabkan masalah
resonansi parallel antara kapasitor dan induktansi
sistem sumber pasokan.
Kerja konverter ini akan membangkitkan
harmonisa arus pada trafo pemasok dan sistem
pasokan daya. Akibat dari adanya harmonisa arus ini
adalah terjadinya distorsi arus yang diikuti oleh
distorsi tegangan pada sistem pasokan dayanya.
Induction furnace itu sendiri juga memiliki cara
kerja sebagai berikut (gambar 4) :
1. Arus pada kumparan membangkitkan fluk magnet
2. Fluk magnet menembus bahan metal yang akan
dipanaskan
3. Timbul arus pusar di bahan metal, terjadi losses
eddy current yang berbanding lurus dengan
kwadrat frekuensi fluksi
PEC > f 2 ; f : frekuensi keluaran inverter dapat
diatur , misal : n × 50 Hz
4. Terjadi pelelehan (melting) metal, dan aliran
konveksi dalam metal yang mencair
5. Pada proses pemanasan ini terdapat 2 siklus
pembebanan/phase: phase sintering dan phase
heating
2.1.1. Fase Sintering
Phase sintering itu sendiri terdiri atas tahap-tahap
sebagai berikut :[5]
1. Pemanasan dinding bejana dan bagian terluar dari
metal yang akan dilelehkan.
2. Proses
pemanasan
berlangsung
perlahan
(pemakaian daya kecil hanya beberapa 100 – 200
kW).
3. Konverter – inverter bekerja dengan 6 pulse,
sampai kapasitas 2 MW.
4. Konverter – inverter kedua bekerja setelah
pemakaian daya lebih besar dari 2 MW.
5. Power Factor berfluktuasi antara 0,39 – 0,95.
Arus keluaran beserta harmonisa phase ini dapat
kita lihat pada gambar-5.
Gambar-2. Spektrum dan gelombang arus mode
sintering[2]
Dari bentuk gelombang di atas dapat dilihat
bahwa harmonisa yang ditimbulkan oleh konverter 6
pulse ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
2.1.2. Fase Heating
Phase heatingnya juga terdiri atas tahap-tahap
sebagai berikut :
1.
Proses pelelehan bahan metal (umumnya: besi
scrap)
2. Furnace bekerja paralel , 12 Pulse
3. Pemakaian daya besar, 3 – 4 MW
4. Power factor berfluktuasi antara 0,6 – 0,95
5. Harmonisa arus mencapai THD = 12 %, dominan
harmonisa 11 dan 13
Arus keluaran beserta harmonisa phase ini dapat
kita lihat pada gambar-6.
Gambar-3. Spektrum dan gelombang arus mode
heating[2]
Dari bentuk gelombang di atas dapat dilihat
bahwa harmonisa yang ditimbulkan oleh konverter 12
pulse ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
Gambar-1. Tanur Induksi[2]
2.1.3. Interharmonics[8]
Interharmonics adalah harmonisa dengan
frekuensi bukan kelipatan integer frekuensi
fundamentalnya. Komponen-komponen yang dapat
menimbulkan interharmonics antara lain adalah
induction furnace, static-frequency converter,
cycloconverter, motor induksi, dan DC arc furnace.
Interharmonic dapat dirumuskan sebagai berikut.
2.2. Harmonisa
Definisi harmonisa secara umum adalah
komponen gelombang periodik sinusoidal yang
memiliki frekuensi berupa kelipatan integer dari
frekuensi fundamentalnya. Pada suatu gelombang
yang terdistorsi, terdapat cara untuk menguraikan
gelombang
fundamentalnya
serta
gelombang
harmonisanya. Cara ini dikenal dengan nama Fourier
Transform (transformasi Fourier). Misalkan sebuah
gelombang x(t) diuraikan ke dalam komponen
frekuensinya, maka digunakan transformasi Fourier
dengan persamaan berikut.
Harmonisa dapat dimodelkan secara terpisah pada
sistem sebagai suatu sumber (tegangan atau arus)
dengan
frekuensi
kelipatan
integer
dari
fundamentalnya seperti terlihat pada gambar-4.
Gambar-4. Contoh pemodelan harmonisa
Untuk harmonisa yang terjadi pada frekuensi
yang lebih dari frekuensi fundamentalnya namun
bukan merupakan kelipatan integer dari frekuensi
fundamental dinamakan interharmonics. Untuk
harmonisa yang terjadi pada frekuensi yang kurang
dari
frekuensi
fundamentalnya
dinamakan
subharmonics.
2.3. Harmonisa Kelipatan Tiga
Harmonisa kelipatan tiga adalah harmonisa yang
frekuensinya merupakan kelipatan tiga dari frekuensi
fundamentalnya. Harmonisa kelipatan tiga terdiri atas
2 jenis yaitu harmonisa kelipatan tiga ganjil yang
didapat dari perkalian ganjil terhadap harmonisa
ketiga (h = 3, 9, 15,…) atau disebut juga dengan
triplen harmonics dan harmonisa kelipatan tiga genap
yang didapat dari perkalian genap terhadap harmonisa
ketiga (h = 6, 12, 18,…). Harmonisa ketiga
menghasilkan arus netral yang sangat besar.
2.4. Nilai Efektif dari Gelombang Terdistorsi
Nilai efektif dari suatu gelombang arus/tegangan
yang terdistorsi dapat dinyatakan sebagai.
Dimana, U = nilai
terdistorsi
UF = nilai
fundamental
efektif
efektif
arus/tegangan
komponen
UH = nilai efektif dari semua komponen
harmonisa
Nilai efektif UH dapat dinyatakan sebagai :
2.5. Indeks Harmonisa dan Tingkat Distorsi Arus
atau Tegangan
2.5.1. Total Harmonic Distortion (THD) dan Total
Demand Distortion (TDD)
Total Harmonic Distortion adalah perbandingan
dari akar jumlah kuadrat seluruh komponen harmonisa
dengan nilai komponen fundamentalnya. Dapat
dirumuskan sebagai berikut.
TDD adalah perbandingan akar jumlah kuadrat
semua komponen harmonisa terhadap nilai rating
suatu peralatan.
2.5.2. Crest Factor
Crest Factor pada tegangan adalah perbandingan
antara nilai puncak tegangan dengan nilai efektifnya
(rms). Dapat dirumuskan sebagai berikut.
2.5.3. Individual Harmonic Distortion (IHD)
Individual Harmonic Distortion adalah rasio dari
nilai komponen harmonisa ke-h dengan nilai
komponen fundamentalnya. Dapat dirumuskan
sebagai berikut.
2.5.4. Root Mean Square (RMS)
Root Mean Square adalah akar jumlah kuadrat
dari nilai komponen fundamental dan nilai seluruh
komponen harmonisanya. Dapat dirumuskan sebagai
berikut.
2.5.5. Arithmetic Summation (ASUM)
Arithmetic Summation adalah penjumlahan nilai
komponen
harmonisa
dengan
komponen
fundamentalnya. Dapat dirumuskan sebagai berikut.
2.6. Beban Non-linear
Beban non-linear adalah beban yang tegangan
dan arusnya tidak naik atau turun secara
linear/konstan. Oleh karena ke-non-linearannya, arus
yang dihasilkan pun tidak akan sinusoidal. Arus ini
akan mengandung komponen fundamental dan
komponen harmonisa. Arus fundamental dibangkitkan
oleh tegangan sinusoidal sumber E, namun komponen
harmonisanya dibangkitkan oleh beban.
2.7. Shunt Capacitor Bank[9]
Shunt Capacitor Bank digunakan untuk
memperbaiki kualitas suplai listrik dan operasi yang
efisien pada sistem tenaga. Shunt Capacitor Bank
(SCB) dipasang untuk menyediakan kompensasi
reaktif kapasitif serta koreksi faktor daya. Pemasangan
SCB ini memiliki keuntungan lain dalam hal
perbaikan tegangan pada beban, regulator tegangan
yang baik, dan mengurangi rugi-rugi daya. Adapun
daya reaktif yang dibangkitkan oleh SCB adalah
sebanding dengan kuadrat tegangan pada busnya
seperti pada persamaan berikut ini.
2.10. Konsep Driving Point Impedance pada Suatu
Bus[3]
Matriks impedansi (Z) menjelaskan hubungan
antara tegangan bus dan arus injeksi sesuai dengan
persamaan di bawah ini.
Elemen diagonal dari matriks Z merupakan
driving point impedance atau impedansi Thevenin.
Dapat didefinisikan sebagai berikut.
2.11. Dampak Harmonisa
2.8. Resonansi Paralel Akibat Harmonisa[1]
Harmonisa yang dihasilkan oleh beban non-linear
dapat menghasilkan kondisi resonansi. Hal ini dapat
dilihat mengacu pada gambar-5 di bawah ini.
Gambar-5. Model ekivalen harmonisa
Oleh karena adanya harmonisa dengan orde
tertentu (h), maka XlH dan XsH dapat dirumuskan
sebagai berikut.
Pada suatu frekuensi harmonisa tertentu nilai XlH
ini akan sama dengan XcH. Kondisi ini dinamakan
kondisi resonansi paralel dimana frekuensi terjadinya
dapat ditentukan sebagai berikut.
2.9. Batasan Harga THD Tegangan dan Arus
Adapun acuan untuk harga THD dan IHD
Tegangan dan Arus yang diperbolehkan adalah IEEE
519-1992 seperti pada tabel-1 (tabel arus) dan tabel-2
(tabel tegangan) di bawah.
ISC/IL
<20
20<50
50<100
100<1000
>1000
Individual Harmonics Order (Odd Harmonics)
h<11 11<h≤17 17<h≤23 23<h≤35 35<h
4,0
2,0
1,5
0,6
0,3
7,0
3,0
2,5
1,0
0,5
10,0
4,5
4,0
1,5
0,7
12,0
5,5
5,0
2,0
1,0
15,0
7,0
6,0
2,5
1,4
Tabel-1
Bus Voltage
< 69 kV
69 < V < 161 kV
> 161 kV
IHD
3,0
1,5
1,0
Tabel-2
THD
5,0
2,5
1,0
TDD
5,0
8,0
12,0
15,0
20,0
2.11.1. Dampak Harmonisa pada Trafo
Adanya arus yang terdistorsi akan menambah
fluks bocor fundamental yang terjadi. Fluks
harmonisa ini akan menginduksikan tegangan
harmonisa tambahan sehingga memperbesar arus
pusar yang terjadi. Fluks bocor pada trafo akan
menginduksikan tegangan pada konduktor serta
belitan di dalamnya sehingga akan menimbulkan rugirugi berupa arus pusar (eddy current). Arus pusar ini
akan menghasilkan rugi-rugi tambahan pada belitan
selain rugi-rugi efek Joule I2R. Rugi-rugi tambahan ini
dinamakan stray losses. Rugi-rugi ini kemudian akan
merugikan bagi trafo yaitu dari segi kapasitas
pembebanan trafo yang semakin kecil. Selain itu rugirugi ini juga akan mengakibatkan pemanasan berlebih
pada trafo yang dapat berakibat pada berkurangnya
umur trafo.
2.11.2. Dampak Hamonisa pada Kapasitor
Dampak harmonisa pada kapasitor ini akan
terlihat pada saat terjadi resonansi paralel. Saat terjadi
resonansi paralel, arus yang melewati kapasitor akan
membesar secara signifikan (lebih dari 20 kali arus
harmonisanya). Akibatnya akan terjadi pemanasan
berlebih pada kapasitor sehingga akan memperpendek
umur kapasitor.
2.11.3. Dampak Harmonisa pada Utility
Adanya harmonisa yang dihasilkan oleh beban
non-linear pada sistem LV akan mengakibatkan
terjadinya distorsi tegangan atau arus pada jaringan
MV serta jaringan HV utility yang terhubung dengan
beban tersebut. Akibatnya tegangan yang dihasilkan
oleh sumber pada utility tidak akan lagi berbentuk
sinusoidal sempurna. Lebih lanjut lagi nilai efektif
dari tegangan yang dihasilkan oleh sumber akan
semakin kecil, sehingga daya yang dihasilkan oleh
sumber pun akan semakin kecil. Semakin besar THD
harmonisa yang terjadi, maka semakin rusak tegangan
yang dihasilkan oleh sumber dan semakin kecil daya
yang dihasilkan. Mutu listrik yang dihasilkan oleh
utility akan semakin rendah.
2.11.4. Flicker[2]
Salah satu fenomena yang terjadi akibat dari
adanya harmonisa adalah flicker atau kelip tegangan
atau fluktuasi tegangan. Flicker terjadi akibat adanya
beban yang menarik arus tidak konstan secara terus
menerus. Salah satu dari gejala yang diakibatkan dari
adanya flicker adalah lamp flicker atau kedip pada
lampu.
2.12. Beban Sumber Harmonisa
2.12.1. Induction Furnace
Pada tugas akhir ini beban induction furnace
diasumsikan sebagai sumber arus harmonisa, karena
arus yang digunakan oleh tanur ini berubah-ubah
sesuai dengan kebutuhannya dengan tegangan kerja
yang relatif tetap sehingga harmonisanya lebih
berpengaruh pada arus daripada pada tegangannya.
Bentuk spektrum dan gelombang arus pada tipikal
pada induction furnace dapat dilihat pada gambar-6.
jaringan dari sumber sampai induction furnace dapat
dilihat pada gambar-8 di bawah ini.
Gambar-6. Spektrum dan gelombang arus model
tipikal induction furnace[5]
2.12.2. Peralatan Elektronika Daya
Adapun peralatan elektronika daya yang
diasumsikan sebagai sumber harmonisa antara lain
VFD (Variable Frequency Drive) dan Konverterinverter. Pada tugas akhir ini, peralatan elektronika
daya yang akan digunakan untuk simulasi adalah
konverter-inverter. Konverter yang digunakan pada
tugas akhir ini adalah konverter dengan tipe 6-pulse-2
yang berjumlah 2 buah. Model sumber arus harmonisa
6-pulse-2 ini terdapat pada Library ETAP Power
Station 4.0.0 dan dapat dilihat pada gambar-7.
Gambar-7. Spektrum dan gelombang tegangan model
6-pulse-2[4]
2.13. ETAP Power Station
ETAP Power Station adalah program untuk
menganalisis kondisi transien maupun tunak (steady
state) pada suatu sistem tenaga. Pada tugas akhir ini
analisa yang akan dibahas adalah analisa harmonisa.
Modul Analisa Harmonisa ini menyediakan
perlengkapan-perlengkapan untuk secara akurat
memodelkan berbagai komponen sistem tenaga
termasuk ketergantungan frekuensinya, ke-nonlinearannya, dan karakteristik lain sebagai sumber
harmonisa. Program ini memiliki dua metode analisa
yaitu Harmonic Load Flow dan Harmonic Frequency
Scan sebagai pendekatan terbaik untuk analisa
harmonisa pada sistem tenaga.
3.
APLIKASI ETAP POWER STATION UNTUK
MEMODELKAN INDUCTION FURNACE
3.1. Pemodelan Sistem Tenaga dengan Perangkat
Lunak ETAP
Pada tugas akhir ini dilakukan pemodelan dengan
perangkat lunak ETAP dengan menggunakan sistem
metric dengan frekuensi fundamental 50 Hz.
Komponen-komponen
yang
dipakai
untuk
memodelkan sistem tenaga ini terdapat dalam
perangkat lunak ETAP Power Station. Untuk model
Gambar-8. Model jaringan dari sumber sampai
induction furnace
3.2. Studi Harmonisa pada Model Sistem
Studi harmonisa ini akan menggunakan modul
harmonic analysis. Untuk perhitungan aliran daya
fundamentalnya, iterasi maksimum diset sebanyak
2000 dengan tingkat presisi 0,000001 dan faktor
akselerasi 1,45. Jangkauan frekuensi antara 50 Hz
(frekuensi fundamental) sampai dengan 1250 Hz (h =
25) dengan step sebesar 50 Hz. Perhitungan tidak
melibatkan faktor diversitas beban.
3.2.1. Pembebanan Furnace
Pembebanan furnace terbagi atas dua fase yaitu
fase sintering di mana konverter yang bekerja
berjumlah satu buah dan fase heating dimana
konverter yang bekerja adalah dua buah secara
paralel.
3.2.2. Simulasi Harmonisa
Pada bagian ini akan dilakukan simulasi yaitu
simulasi kerja 1 buah konverter tanpa beban, simulasi
kerja 2 buah konverter tanpa beban, simulasi fase
sintering dan simulasi fase heating dengan induction
furnace sebagai sumber tegangan harmonisa. Pada
simulasi ini digunakan shunt capacitor bank dengan
besar kompensasi daya reaktif sebesar 700 kVar/bank
dengan 1 bank. Pada model sederhana induction
furnace ini bus c diasumsikan sebagai PCC (Point of
Common Coupling). Induction furnace ini sendiri
berada pada bus g.
a. Simulasi Kerja 1 Buah Konverter Tanpa Beban
Hasil dari simulasi ini adalah tabel THD tiap-tiap
bus pada model sistem serta spectrum tegangan bus
c dan f, gelombang tegangan pada bus c dan f, serta
gelombang arus pada cable a.
Gambar-9. Spektrum tegangan pada bus c (biru),
dan f (hijau) pada simulasi satu buah konverter
bekerja tanpa beban
Gambar-10. Gelombang tegangan pada bus c (biru)
dan f (hijau) pada simulasi satu buah konverter
bekerja tanpa beban
Gambar-14. Gelombang arus pada cable a pada
simulasi dua buah konverter bekerja paralel tanpa
beban
c. Simulasi Pembebanan Fase Sintering
Hasil simulasi ini serupa dengan hasil simulasi kerja
1 buah konverter tanpa beban dengan perbedaan
pada bus g dimana THD pada simulasi pembebanan
fase sintering adalah 102,2%. Hasil simulasi ini
juga merupakan kurva spectrum dan gelombang
tegangan pada bus g (bus tempat induction furnace
berada). Pada simulasi ini didapat orde harmonisa
dominan yang diakibatkan pada pembebanan fase
sintering adalah orde 5 dan orde 7.
Gambar-11. Gelombang arus pada cable a pada
simulasi satu buah konverter bekerja tanpa beban
b. Simulasi Kerja Paralel 2 Buah Paralel Tanpa
Beban
Hasil dari simulasi ini juga berupa tabel THD tiaptiap bus pada model sistem serta spectrum tegangan
bus c dan f, gelombang tegangan pada bus c dan f,
serta gelombang arus pada cable a.
Gambar-15. Spektrum tegangan pada bus g dengan
induction furnace sebagai sumber tegangan
harmonisa fase sintering
Gambar-16. Gelombang tegangan pada bus g
dengan induction furnace sebagai sumber tegangan
harmonisa fase sintering
Gambar-12. Spektrum tegangan pada bus c (biru)
dan f (hijau) pada simulasi dua buah konverter
bekerja paralel tanpa beban
Gambar-13. Gelombang tegangan pada bus c (biru)
dan f (hijau) pada simulasi dua buah konverter
bekerja paralel tanpa beban
d. Simulasi Pembebanan Fase Heating
Hasil simulasi ini serupa dengan hasil simulasi kerja
2 buah konverter tanpa beban dengan perbedaan
pada bus g dimana THD pada simulasi pembebanan
fase sintering adalah 102,2%. Hasil simulasi ini
juga merupakan kurva spectrum dan gelombang
tegangan pada bus g (bus tempat induction furnace
berada). Pada simulasi ini didapat orde harmonisa
dominan yang diakibatkan pada pembebanan fase
sintering adalah orde 11 dan orde 13.
Dari simulasi-simulasi yang dilakukan di atas
didapat empat hal yaitu :
¾ Apabila induction furnace menggunakan model
harmonisa arus tidak akan ada THD tegangan pada
bus g, sedangkan apabila menggunakan model
harmonisa tegangan, akan muncul THD tegangan
harmonisa orde 5 dan orde 7 akan meningkat dan
mengakibatkan kenaikan THD tegangan bus c.
Pemasangan SCB 3000 kVar pada bus c
mengakibatkan bus driving point impedance bus c
pada frekuensi 250 Hz (orde 5) dan frekuensi 350 Hz
(orde 7) bernilai kecil, bahkan pada frekuensi 350 Hz
sampai seterusnya, nilainya lebih kecil dari bus c yang
tidak menggunakan SCB. Hal ini mengakibatkan
penurunan seluruh orde harmonisa tegangan pada bus
c selain orde ke 5 (nilainya relatif tetap). Spektrum
tegangan pada bus c yang menggunakan SCB 900
kVar, 3000 kVar, dan tak menggunakan SCB dapat
dilihat pada gambar-17 (warna biru adalah bus c yang
menggunakan SCB 900 kVar, warna hijau adalah bus
c yang menggunakan SCB 3000 kVar, dan warna
merah adalah bus c yang tak menggunakan SCB) .
pada bus g (muncul harmonisa tegangan) dimana
spektrum tegangan pada bus g ini akan sama dengan
model harmonisa induction furnace itu sendiri, yang
menunjukkan bahwa harmonisa tegangan yang
dihasilkan oleh induction furnace hanya
berpengaruh pada bus dimana induction furnace itu
berada. Dari sini dapat diketahui bahwa pada model
sederhana ini lebih baik menggunakan model
harmonisa tegangan untuk induction furnace untuk
analisis harmonisa menggunakan ETAP Power
Station.
¾ Harmonisa yang dihasilkan induction furnace tidak
mempengaruhi tegangan pada jaringan 20 kV serta
jaringan dengan level tegangan di atasnya. Hal ini
terjadi karena arus harmonisa yang diinjeksikan
oleh induction furnace tidak dapat melewati
konverter dan inverter. Akibatnya harmonisa yang
terjadi pada busbar serta komponen pada level
tegangan di atasnya hanya dipengaruhi oleh
harmonisa yang ditimbulkan konverter yang
bekerja.
¾ Dengan kompensasi daya reaktif sebesar 700 kVar
pada bus c, besar THD tegangan pada fase sintering
lebih besar daripada fase heating untuk tiap bus
yang sama.
¾ Pada pembebanan fase sintering, harmonisa
dominan terjadi pada orde ke-5 dan ke-7, sedangkan
pada pembebanan fase heating, harmonisa dominan
terjadi pada orde ke-11 dan ke-13.
3.2.3. Pengaruh Shunt Capacitor Bank pada PCC
Pada bagian ini akan dilihat pengaruh
pemasangan shunt capacitor bank (SCB) dengan
kompensasi daya reaktif yang berbeda-beda pada PCC
(bus c). Setelah dilakukan simulasi didapat bahwa
pada fase sintering, pemasangan SCB 900 kVar pada
PCC mengakibatkan THD tegangan pada PCC sebesar
10,45%. Sedangkan pemasangan SCB 3000 kVar
pada PCC mengakibatkan THD tegangan pada PCC
tidak melewati batas yang ditetapkan standar IEEE
519.
Hal ini dapat dianalisis dengan menggunakan
metode frequency scan. Gambar-16 di bawah ini
menunjukkan bus driving point impedance pada bus c
yang menggunakan SCB 900 kVar, 3000 kVar, dan
tidak menggunakan SCB.
Gambar-16. Bus Driving Point Impedance bus c yang
menggunakan SCB 900 kVar, SCB 3000 kVar, dan
tak menggunakan SCB
Pemasangan SCB 900 kVar pada bus c
mengakibatkan bus driving point impedance bus c
pada frekuensi 250 Hz (orde 5) dan frekuensi 350 Hz
(orde 7) cukup besar dan lebih besar dari bus c yang
tak menggunakan SCB. Akibatnya komponen
Gambar-17. Spektrum tegangan pada bus c yang
menggunakan SCB 900 kVar (biru), SCB 3000 kVar
(hijau), dan tak menggunakan SCB (merah)
4.
STUDI HARMONISA KASUS SISTEM TENAGA
KAWASAN BANTEN
4.1. Tinjauan Umum Sistem APJ Banten
Area Pelayanan dan Jaringan Banten merupakan
suatu unit kelistrikan yang bekerja dalam hal
pengaturan daya dan pelayanan kelistrikan untuk
kawasan Banten. APJ Banten ini berlokasi di kota
Serang. Pada bagian ini akan diberikan informasi
mengenai gardu-gardu induk pada sistem tenaga APJ
Banten (GI PAM 1, GI PAM 2, GI CIKANDE), Data
aset jaringan penyulang yaitu data kabel tiap-tiap
penyulang, dan data beban pelanggan prima.
4.2. Tinjauan PT Citra Baru Steel
PT Citra Baru Steel adalah perusahaan yang
bergerak di bidang pengolahan logam. Tentu saja
untuk mengolah logam diperlukan alat peleburan
logam. Perusahaan ini menggunakan alat peleburan
logam berupa tanur induksi yang berjumlah 6 buah.
Daya yang digunakan oleh perusahaan ini disuplai
oleh penyulang Citra Baru Steel 1, Citra Baru Steel 2,
dan Citra Baru Steel 3.
Adapun data-data tanur, konverter, serta trafo
dayanya adalah sebagai berikut :
- Jumlah Tanur adalah sebanyak 6 buah
- Tiap tanur memerlukan daya sebesar 4 MW
dengan frekuensi kerja rata-rata 500 Hz dan
tegangan nominal 1600 V. Faktor daya yaitu 0,6.
- Spesifikasi trafo : 2×4000kVA dyn & yyn 50 Hz;
(20±5%/0,95) × 2kV, Vendor = EACHER
- Spesifikasi converter untuk masing-masing tanur:
2×2 MVA, efisiensi 80%, PF 70%, VAC/VDC =
0,95/0,95 kV 4.3. Single Line Diagram Sistem Tenaga APJ
Banten
Single line Diagram ini dapat dilihat pada
lampiran C di akhir buku tugas akhir, namun untuk
analisis THD tegangan dan arus pada sistem tenaga ini
berada pada area pembahasan seperti gambar-18 di
bawah ini. Induction furnace itu sendiri pada gambar18 adalah Network1 pada bus Citra Baru Steel. Single
line diagram tanur induksi pada PT Citra Baru Steel
ini dapat dilihat pada gambar-19.
Gambar-20. Gelombang tegangan pada bus Citra
Baru Steel (biru) dan Utility (hijau) tanpa beban
furnace bekerja
b. Hanya 1 tanur bekerja fase heating
Dari simulasi ini didapatkan apabila hanya satu
furnace yang bekerja, maka THD tegangan yang
dihasilkan untuk tiap bus tidak akan melewati
standar IEEE 519 (kecil sekali).
Gambar-21. Spektrum tegangan pada bus Citra
Baru Steel (hijau), Aux (biru), dan GI PAM-1
(hijau), 1 furnace
Gambar-18. Area pembahasan pada APJ Banten
Gambar-22. tegangan pada bus CA (biru), Utility
(hijau), dan VITA PRODANA (merah), 1 furnace
Gambar-19. Tanur-tanur induksi pada PT Citra Baru
Steel
Sistem distribusi listrik kawasan Banten ini
memakai jaringan radial dengan kondisi tertentu.
Kondisi tertentu ini dapat dilihat dengan mengambil
contoh bus GI PAM 1. Apabila trafo penyulang dari
bus utility (150 kV) hingga bus GI PAM 1 tidak
bekerja (out of service), maka bus GI PAM 1 akan
mendapat suplai daya dari GH PAM-1, GH PAM-2,
dan GH PAM-3, terutama GH PAM-2 melalui kabel
penyulang Kasogi.
4.4. Simulasi Harmonisa Sistem Tenaga Kawasan
Banten
Pada simulasi ini, semua beban selain beban
furnace diasumsikan memiliki PF yang diset pada 0,8
lagging dan persentase pembebanan statik 40% dan
pembebanan dinamik 60%. Dari single line diagram
yang dibuat, dilakukan simulasi harmonisa dengan
perangkat lunak ETAP Power Station dengan modul
Harmonic Analysis dengan kondisi-kondisi :
a. Tidak ada satupun furnace yang bekerja
Dari simulasi ini didapatkan apabila tidak ada
furnace yang bekerja, maka tidak akan ada distorsi
tegangan yang terjadi pada semua bus dan tidak
akan ada distorsi arus pada setiap cabang.
Gambar-23. Spektrum tegangan pada bus CROWN
(biru), HK (hijau), dan UPG (merah), 1 furnace
c. 6 tanur bekerja pada fase sintering
Dari simulasi ini didapatkan apabila 6 tanur bekerja
pada fase sintering, maka semua THD tegangan
pada tiap bus area pembahasan akan melewati
standar IEEE 519.
Gambar-24. Spektrum tegangan pada bus Citra
Baru Steel (hijau), Aux (biru), dan GI PAM-1
(hijau), 6 furnace fase sintering
Gambar-25. tegangan pada bus CA (biru), Utility
(hijau), dan VITA PRODANA (merah), 6 furnace
fase sintering
Gambar-26. Spektrum tegangan pada bus CROWN
(biru), HK (hijau), dan UPG (merah), 6 furnace fase
sintering
Gambar-27. Gelombang arus penyulang Citra Baru
Steel 1, 6 furnace fase sintering
d. 6 tanur bekerja fase heating
Dari simulasi ini didapatkan beberapa THD
tegangan beberapa bus akan melewati standar IEEE
519. Jika hasil simulasi ini dibandingkan dengan
hasil simulasi 6 tanur bekerja pada fase sintering,
maka dapat diketahui bahwa THD tegangan tiap bus
yang dihasilkan akibat pembebanan fase sintering
akan lebih besar dari THD tegangan tiap bus yang
dihasilkan akibat pembebanan fase heating.
Gambar-30. Spektrum tegangan pada bus CROWN
(biru), HK (hijau), dan UPG (merah), 6 furnace fase
heating
Gambar-31. Gelombang arus penyulang Citra Baru
Steel 1, 6 furnace fase heating
Hasil simulasi-simulasi ini secara umum adalah
tabel THD tegangan pada tiap bus area pembahasan
(gambar-10), kurva spektrum dan gelombang
tegangan tiap-tiap bus, serta spektrum dan gelombang
arus pada penyulang Citra Baru Steel 1, untuk tiap
kondisi pembebanan.
Dari simulasi-simulasi yang dilakukan pada
bagian ini didapat hal-hal seperti di bawah ini yaitu :
¾ Bentuk gelombang arus terdistorsi pada suatu kabel
penyulang dipengaruhi oleh banyaknya konverter
yang bekerja secara paralel.
¾ Semakin banyak konfigurasi furnace bekerja, THD
tegangan pada suatu bus akan semakin besar.
¾ THD tegangan harmonisa yang dihasilkan fase
sintering akan lebih besar dari THD tegangan
harmonisa yang dihasilkan fase heating.
5. KESIMPULAN
Dari pembahasan dan simulasi pada tugas akhir
ini, didapat beberapa hal yang dapat dijadikan
kesimpulan antara lain :
1. Harmonisa yang ditimbulkan oleh induction furnace
hanya akan mempengaruhi besarnya THD tegangan
dan arus bus tempat induction furnace itu berada,
sedangkan bus pada bagian hulu tidak dipengaruhi
oleh karena adanya konverter dan inverter yang
Gambar-28. Spektrum tegangan pada bus Citra
Baru Steel (hijau), Aux (biru), dan GI PAM-1
(hijau), 6 furnace fase heating
memblok injeksi arus harmonisa yang dibangkitkan
oleh
induction
furnace.
Harmonisa
yang
ditimbulkan oleh konfigurasi induction furnace
hanyalah berasal dari konverter.
2. THD tegangan yang ditimbulkan pada pembebanan
fase sintering lebih besar daripada pembebanan fase
heating.
3. Semakin banyak furnace yang digunakan, maka
Gambar-29. tegangan pada bus CA (biru), Utility
(hijau), dan VITA PRODANA (merah), 6 furnace
fase heating
semakin
besar
ditimbulkannya.
pula
THD
tegangan
yang
4. Pemakaian shunt capacitor bank pada sisi 20 kV
bus
induction
furnace
dapat
menimbulkan
terjadinya resonansi paralel pada bus PCC. Hal ini
ditandai dengan besarnya driving point impedance
pada tiap-tiap bus untuk frekuensi tertentu.
5. Pemakaian shunt capacitor bank pada sisi 20 kV
dapat mengurangi harmonisa yang ditimbulkan
induction furnace sxampai batasan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wildi, Theodore. 2002. Electrical Machines,
Drives, and Power Systems 5th edition. Pearson
Education: New Jersey, AS
2. Pakpahan, Parouli M. 2007. Induction Furnace
(Tanur Induksi). Presentasi untuk APJ
Karawang
3. Pasaribu, Danny. 2005. Evaluasi Nilai Total
Harmonic Distortion dan Individual Harmonic
Distortion Tegangan pada Station 30 kV Studi
Kasus: Jaringan Listrik Kawasan Industri
Cilegon. Institut Teknologi Bandung: Bandung
4. Library ETAP Power Station 4.0.0
5. Dugan, R., Conrad, L. Impact of Induction
Furnace Interharmonics on Distribution
System. Paper IEEE. AS
6. Bingham,
Richard
P.
HARMONICS
–
Understanding the Facts. Paper IEEE. AS
7. Hanzelka, Z., Bień, A. 2004. Power Quality
Application Guide. European Copper Institute:
Brussels
8. Electric Power Research Institute. Power Quality
for Induction Melting in Metals Production.
EPRI: AS
9. Brunello, G., Kasztenny, B., Wester, C. 2003.
Shunt Capacitor Bank Fundamentals and
Protection. Paper untuk 2003 Conference for
Protective Relay Engineers. A&M University:
Texas
Download