PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN KEPUASAN PASCA BELI PADA KELOMPOK LOYAL MEREK DAN TIDAK LOYAL MEREK Rintar Agus Simatupang Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Papua Email: [email protected] Marlis Ida Alumni Program Magister Sains Universitas Gadjah Mada ABSTRACT The objectives of this research were to test difference of decision making on brand loyal group and non brand loyal group, association between demographical factor and brand loyal group and non brand loyal group, and difference in postpurchase satisfaction on brand loyal group with high price and non brand loyal group with low price. Data analysis technique used were discriminant analysis, Chi-Square, and t-test. Result of the research indicated that there is no difference in shopping orientation and buying criteria on brand loyal group and non brand loyal group for Jeans and shirts products. Age and income variables had no association with brand loyal group and non brand loyal group for Jeans and shirt products. In addition, there was no difference in post-purchase satisfaction brand loyal group with high price and non brand loyal group with low price for Jeans product, but there was association for shirt product. Keywords: Brand Loyalty, Shopping Orientation, Buying Criteria, Age, Income, and Post-Purchase Satisfaction. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menguji perbedaan, hubungan demografis, serta perbedaan kepuasan pasca beli pada harga mahal dan harga murah dalam pembuatan keputusan pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. sampel yang digunakan sebanyak 150 respoden untuk kategori produk yaitu Jeans dan kemeja. Teknik analisis data yang digunakan analisis diskriminan dan Chi-square, serta t test. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan orientasi belanja dan kriteria pembelian pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek untuk Jeans dan kemeja. Pada usia dan pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek untuk Jeans dan kemeja. Juga, tidak terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah untuk Jeans tetapi sebaliknya terdapat perbedaan untuk kemeja. Kata kunci: Loyalitas merek, Orientasi Belanja, Kriteria Pembelian, Usia, Pendapatan dan Kepuasan Pasca Beli. PENDAHULUAN Lingkungan yang kompetitif mengharuskan pemasar perlu menciptakan strategi memelihara suatu posisi yang nyaman di dalam pasar. Strategi meningkatkan loyalitas konsumen ke merek menjadi perhatian lebih bagi pemasar. Mengem175 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 bangkan dan memelihara loyalitas konsumen dilakukan pemasar dengan cara memposisikan merek ke dalam benak konsumen. Hal ini tidaklah mudah karena perilaku konsumen yang cenderung berubah setiap saat seperti selera, aspek psikologis serta perubahan kondisi lingkungan bisa menyebabkan konsumen menjadi tidak loyal pada suatu merek karena berpindah ke merek yang lain. Banyaknya alternatif merek tersedia membuat konsumen memilih penawaran terbaik yang mampu didapatkannya dan membentuk harapan akan kinerjanya tersebut. Konsumen yang puas cenderung untuk mempertahankan pola konsumsinya atau mengkonsumsi lebih banyak produk yang sama. Fornell (1987) dalarn Andreassen (1994) menyatakan kepuasan konsumen mempengaruhi perilaku pembelian, artinya konsumen yang puas cenderung menjadi konsumen loyal, tetapi konsumen loyal bukan berarti puas. Mitchell (1997) menggambarkan hubungan pemasaran yang baik sebagai tindakan mengumpulkan para konsumen yang sangat erat sekitar merek dan membangun loyalitas konsumen dengan berfokus pada keinginan-keinginan konsumen. Keller (1993) menyatakan merek yang dibangun dengan menciptakan mental yang berhubungan dengan perusahaan pada ingatan konsumen akan membantu konsumen dalam mengorganisasikanpengetahuannya. Pengetahuan tersebut kemudian akan membantu konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Keputusan pembelian konsumen memilih suatu merek menyebabkan berusaha untuk terlibat ke dalam merek yang mereka suka itu. Assael (1998) mengembangkan suatu tipologi dari proses pengambilan keputusan konsumen yang berdasarkan pada dua dimensi yaitu: tingkat pengambilan keputusan dan tingkat rendah dari jenis produk yang digunakan. Quester dan Lim (2003) menyatakan 176 bahwa ketika konsumen semakin terlibat dengan merek tertentu maka konsumen merupakan dasar dalam membangun keputusan dan loyalitas pada suatu merek (Zaichkowsky, 1985). Merek pada hakekatnya merupakan janji pemasar untuk secara konsisten memberi seperangkat atribut, manfaat dan pelayanan. Merek bahkan dapat mencerminkan enam dimensi makna yaitu atribut, manfaat, nilai, budaya, kepribadian dan pemakai (Kotler, 2003). Berdasarkan enam tingkat pengertian merek tersebut, pemasar harus menentukan pada tingkat mana pemasar akan menanamkan identitas merek. Loyalitas konsumen atau loyalitas merek sebenarnya merupakan dua istilah yang harnpir mirip maknanya, sehingga sering disebut dengan loyalitas merek saja (Purwani dan Dharmmesta, 2002). Loyalitas merek adalah keputusan sadar atau tidak sadar konsumen, yang dinyatakan melalui perilaku atau niat untuk membeli kembali suatu merek secara terus menerus. Itu terjadi karena konsumen merasa bahwa merek menawarkan keistimewaan produk yang sebenarnya, gambaran atau tingkat kualitas pada harga yang sebenarnya. Oliver (1999) seperti dikutip oleh Kotler (2003) mendefinisikan loyalitas merek sebagai komitmen yang mendalarn untuk membeli kembali atau berlangganan kembali suatu produk atau jasa yang dipilih di masa yang akan datang, dengan cara membeli merek yang sarna secara berulang atau membeli sekelompok merek yang sarna secara berulang, meskipun pengaruh situasional dan usaha-usaha pemasaran secara potensial menyebabkan tingkah laku berpindah. Mowen dan Minor (1998) juga berpendapat seperti yang dikutip oleh Dharmmesta (1999) tentang loyalitas merek yang mempunyai arti kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut dan PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) bermaksud meneruskan pembeliannya di masa yang akan datang. Loyalitas merek pada konsumen itu disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan dan ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terusmenerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk (Boulding et al., 1993). Hal ini berarti kepuasan bagi konsumen adalah pemenuhan harapan, dimana konsumen yang terpuaskan akan cenderung menjadi konsumen loyal karena lebih banyak menunjukkan sikap dan perilaku yang positif terhadap merek produk dibandingkan dengan konsumen yang tidak puas. Herizon dan Maylina (2003) menjelaskan bahwa pengukuran kepuasan konsumen dapat dilihat dari dua indikator yaitu kesesuaian dengan manfaat dan kesesuaian dengan kebutuhan. Pakaian te1ah menjadi produk yang sangat dipengaruhi oleh merek. Sebagian besar konsumen menggunakan merek sebagai indikator kualitas dan prestis atau gengsi. Merek pakaian telah memiliki image tertentu di mata konsumen. Image yang tertanam di memori konsumen ini akhirnya menggambarkan prestis atau gengsi yang diakibatkan oleh pemakaian produk tersebut. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan oleh pemasar karena merek sebagai indikator kualitas dan prestis atau gengsi ini sangat terkait dengan harga, sebab setiap merek mempunyai perkiraan harga tertentu. Harga dari sudut pandang konsumen seringkali digunakan sebagai indikator nilai apabila harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Nilai dapat didefinisikan antara manfaat yang dirasakan terhadap harga. Bagaimana kesan konsumen terhadap harga baik itu mahal, murah ataupun standar akan berpengaruh terhadap aktivitas pembe1ian selanjutnya dan kepuasan pasca beli. Kesan ini akan menciptakan persepsi nilai konsumen terhadap suatu merek produk. Jacoby dan Olson (1977) dalam Dodds et al., (1991) menjelaskan bahwa harga memiliki properti eksternal yang obyektif dan representasi internal yang subyektif yang diturunkan dari persepsi harga dan memiliki sejumlah makna bagi konsumen. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Oh dan Fiorito (2002) yang berjudul Korean women's clothing brand loyalty. Dalam penelitian tersebut mengidentifikasikan loyalitas konsumen terhadap merek pakaian pada wanita usia muda dan usia tua yang sudah bekerja, dilakukan dengan pembuatan konsumen, demografis konsumen dan kepuasan pasca beli. Dalam pembuatan keputusan konsumen variabel yang dianggap berhubungan dengan loyalitas konsumen adalah orientasi belanja, kriteria pembelian dan citra diri. Dalam demografis konsumen variabel yang dilihat berdasarkan usia dan pendapatan. Dalam hal ini peneliti menggunakan sebagian model yang digunakan Oh dan Fiorito (2002) dengan setting atau lokasi yang berbeda. Berdasarkan orientasi belanja digambarkan sebagai deskrispi tentang diri mereka sebagai konsumen pakaian. Kriteria pembelian digambarkan sebagai status/ keadaan dari pakaian, tren/fashion terkini, pengenalan akan merek dan daya tarik produk ketika mereka memutuskan untuk membeli produk pakaian. Usia dilihat dari usia muda yaitu mahasiswa S-1 dan pendapatan dilihat dari pendapatan per bulan yang diterima dari orangtua. Berdasarkan lima (5) variabel yang digunakan Oh dan Fiorito (2002) yaitu orientasi belanja, kriteria pembelian, citra diri, demografis dan kepuasan pasca beli maka hanya variabel citra diri yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Alasannya karena variabel citra diri yang merupakan konsep tentang diri merupakan penilaian kognitif dari banyak atribut tentang diri sendiri (Hattie, 1992 dalam 177 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 Abe et al., 1996 dalam Jamal dan Goode, 2001). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu Oh dan Fiorito (2002) adalah pada pemilihan sampelnya. Oh dan Fiorito (2002) mengambil sampel pakaian wanita usia muda dan usia tua yang sudah bekerja dan memiliki pendapatan sendiri. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel wanita berusia muda dalam hal ini mahasiswa S1 yang belum memiliki pendapatan sendiri dan menerima uang saku/pendapatan dari orangtua. Menurut Assael (1998) pemilihan produk dipengaruhi oleh karakteristik demografis, termasuk tingkat usia dan pendapatan. Lebih lanjut Assael (1998) mengungkapkan bahwa individu dalam age-cohort yang berbeda akan memiliki norma dan nilai yang berbeda yang akan mengarah kepada perbedaan dalam sikap dan perilaku pembelian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu Oh dan Fiorito (2002) juga terlihat pada alat analisisnya. Oh dan Fiorito (2002) menggunakan alat analisis diskriminan untuk menguji 4 hipotesisnya yaitu orientasi belanja, kriteria pembelian, citra diri, demografis. Dalam penelitian ini, alat analisis diskriminan hanya untuk menguji hipotesis 1 dan 2 yaitu orientasi belanja dan kriteria pembelian, sedangkan hipotesis 3 dan 4 yaitu usia dan pendapatan diuji dengan menggunakan alat analisis Chi-square. Tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) menguji perbedaan pembuatan keputusan pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek; (2) menguji hubungan demografis dengan kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek, serta (3) menguji perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah. Kemudian Manfaat dari penelitian ini antara lain: (1) bagi akademisi, untuk lebih memperdalam ilmu pengetahuan (indept 178 knowledge) dalam bidang pemasaran khususnya tentang pengaruh pembuatan keputusan, demografis dan kepuasan pasca beli pada loyalitas merek pakaian wanita usia muda; (2) bagi Praktisi, menjadi informasi dalam mengembangkan strategi pemberian merek yang kompetitif dan menfokuskan konsumen wanita berusia muda yang belum memiliki pendapatan sendiri tetapi masih menerima uang saku/pendapatan dari orangtua terhadap loyalitas merek pakaian menjadi pasar yang potensial; serta (3) bagi akademisi, menjadi acuan dalam mengetahui lebih lanjut mengenai loyalitas merek dari faktor pembuatan keputusan, demografis dan kepuasan pasca beli pada konsumen loyal dan konsumen tidak loyal. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian Loyalitas Merek Pearson (1996) menyatakan bahwa loyalitas bukan murni tergantung pada harga, loyalitas membutuhkan keterlibatan positif dari konsumen sehingga loyalitas adalah hasil hubungan yang erat antara konsumen dengan perusahaan. Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan konsumen pada sebuah merek. Pengukuran merek memberi garnbaran seorang konsumen loyal atau tidak loyal pada suatu merek. Seorang konsumen yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain. Apabila loyalitas konsumen terhadap merek meningkat, kerentanan kelompok loyal tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Sebaliknya, konsumen yang tidak loyal pada suatu merek, pada saat mereka melakukan pembelian akan merek tersebut, pada umumnya tidak didasarkan pada ketertarikan mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan pada karakateristik produk, harga dan kenyarnanan PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) pemakaiannya ataupun berbagai atribut lain yang ditawarkan oleh merek produk alternatif. Oliver (1999) seperti dikutip oleh Kotler (2003) mendefinisikan loyalitas lerek sebagai komitmen yang mendalam untuk membeli kembali atau berlangganan kembali suatu produk atau jasa yang dipilih di masa yang mendatang, dengan cara membeli merek yang sarna secara berulang atau membeli sekelompok merek yang sama secara berulang, meskipun pengaruh situasional dan usaha-usaha pemasaran secara potensial menyebabkan tingkah laku berpindah. Menurut Dharmmesta (1999) loyalitas merek akan melibatkan ide yang berkaitan dengan pendekatan attitudinal sebagai komitmen psikologis dan pendekatan behavioral yang tercermin dalam perilaku beli aktual. Merek dianggap lebih lazim dan lebih banyak sebagai obyek loyal karena dianggap sebagai identitas produk atau perusahaan yang lebih mudah dikenali oleh konsumen (Dharmmesta, 1999). Pengukuran loyalitas konsumen akan menjadi lebih sulit bila menggunakan atribut seperti kualitas, kemasan, warna dan sebagainya. Secara umum loyalitas konsumen dapat diukur dengan cara-cara sebagai berikut (Dharmmesta,1999), yaitu runtutan pemilihan merek, proporsi pembelian, preferensi merek, serta komitmen merek. Cara pertama dan kedua merupakan pendekatan behavioral, sedangkan cara ketiga dan keempat merupakan pendekatan attitudinal. Berdasarkan pengertian loyalitas di atas dapat digambarkan bahwa pengukuran loyalitas harus mengacu pada dua hal, yaitu: ketertarikan konsumen pada sebuah merek dan kerentanan konsumen untuk berpindah merek. Jika perusahaan memiliki konsumen loyal akan memungkinkan bagi perusahaan tersebut untuk mengembangkan dan mempertahan-kan hubungan konsumen dalam jangka panjang (Zeithmal dan Bitner, 1996). Berdasarkan pendekatan attitudinal dan behavioral, loyalitas dibagi dalam 4 tahap yaitu (Dharmmesta, 1999). Pertama. loyalitas kognitif, konsumen menggunakan dasar informasi yang menunjukkan pada satu merek atas merek lainnya, bukanlah bentuk loyalitas yang kuat sebab loyalitas konsumen tergantung pada informasi tentang pemasar yang paling menarik. Kedua, loyalitas afektif, berdasarkan pada sikap afektif konsumen, dimana sikap merupakan fungsi dari kognisi (pengharapan) pada periode awal pembeliaan (masa pra konsumsi) dan fungsi sikap dari kepuasan di periode berikutnya (masa pasca konsumsi). Loyalitas tahap ini jauh lebih sulit untuk diubah karena telah masuk ke dalam benak konsumen dan bukan pengharapan yang mudah berubah. Ketiga, loyalitas konatif, konatif menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah tujuan tertentu. Loyalitas konatif adalah kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Konsumen memiliki preferensi tetap dan cenderung stabil. Keempat, loyalitas tindakan, loyalitas niat akan dikonversikan oleh konsumen ke dalam bentuk perilaku dan tindakan. Niat yang diikuti oleh motivasi merupakan kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan keinginan dalam mengatasi hambatan untuk mencapai tindakan tersebut. Loyalitas merek merupakan salah satu tipe dalam proses pengambilan keputusan pembelian. Disebut loyal karena proses pengambilan keputusan tersebut konsumen mempunyai tingkat keterlibatan yang tinggi dan berada pada dimensi kebiasaan (habit). Dimensi kebiasaan berisi tentang sedikit informasi yang dicari dan mempunyai pertimbangan hanya pada satu merek saja. Adapun hubungan antara tingkat keterlibatan dengan loyalitas adalah bahwa seseorang yang memiliki keterlibatan tinggi pada suatu merek maka cenderung akan lebih loyal pada merek 179 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 tersebut. Menurut McQuarrie dan Munson (1992) derajat keterlibatan tinggi dan keterlibatan rendah seseorang ditentukan oleh beberapa factor antara lain: (1) seberapa besar proses pencarian informasi; 2) seberapa besar kompleksitas dalam proses pemilihan; 3) seberapa besar komitmen terhadap suatu merek; serta 4) seberapa besar seseorang melihat suatu perbedaan pada sebuah merek. Menurut Assael (1998) loyalitas mensyaratkan adanya komitmen dalam pembeliaan ulang. Komitmen dalam pembelian ulang pada merek yang sama yang dilakukan konsumen akan menciptakan suatu hubungan yang baik dengan pemasar. Ini berarti konsumen berkeinginan untuk tetap mempertahankan hubungan yang bernilai jangka panjang, konsumen tidak ingin meninggalkan hubungan ini, mau bekerja sama dan tentu saja akan menjadi konsumen loyal. Pembuatan Keputusan Konsumen McQuarrie dan Munson (1992) menjelaskan bahwa individu mempunyai tingkat keterlibatan yang berbeda terhadap suatu obyek. Pada konteks perilaku konsumen, obyek yang menjadi fokus perhatian adalah produk, iklan dan pengambilan keputusan. Assael (1998) yang mengembangkan suatu tipologi dari proses pengambilan keputusan konsumen yang berdasarkan pada dua dimensi yaitu: tingkat pengambilan keputusan dan tingkat keterlibatan dalam pembelian. Keterlibatan seorang konsumen dapat tinggi dan rendah dari jenis produk yang digunakan. Keterlibatan konsumen merupakan dasar dalam membangun keputusan dan loyalitas pada suatu merek (Zaichkowsky, 1985). Dalam kaitannya dengan loyalitas merek ada dua variabel pembuatan keputusan konsumen yaitu orientasi belanja dan kriteria pembelian. Orientasi Belanja 180 Orientasi belanja menunjukkan aktivitas-aktivitas konsumen, kepentingan dan opini-opini saat para konsumen sedang berbelanja pakaian. Jin (1991) menjelaskan di dalam orientasi belanja terdapat ketertarikan/minat, pendapat dan aktivitas-aktivitas konsumen pada saat konsumen akan membeli produk. Oleh karena itu, perlu untuk menghubungkan antara loyalitas merek dan faktor keterlibatan belanja pakaian. Teori keterlibatan (Involvement theory) merupakan sebuah teori yang menjelaskan bahwa konsumen menggunakan informasi untuk melakukan sebuah aktivitas terhadap pembelian (Kanuk dan Schiffinan, 2000). Secara umum tingkat keterlibatan konsumen berbeda-beda terhadap suatu obyek. Ada yang tinggi dimana menganggap pembelian produk tersebut penting dan mengandung resiko (Assael, 1998), sedang dan keterlibatan rendah. Tingkat keterlibatan ini ditentukan sikap konsumen terhadap sesuatu hal, relevansi pribadi dan pengetahuan yang dimiliki konsumen. Pentingnya menggarnbarkan loyalitas rnerek di dalam suatu kelas produk spesifik yang menggarnbarkan perbedaanperbedaan individu terkait dengan gaya beli dan proses-proses keputusan (Day, 1969 dalam Oh dan Fiorito, 2002). Day (1969) dalam Oh dan Fiorito (2002) menjelaskan gaya beli tersebut antara lain seperti: menurut dorongan hati, kesadaran ekonomi, keterbatasan waktu, ketertarikan pada berbagai macarn merek dan kepercayaan pada suatu merek. Keterbatasan waktu dengan mengacu pada situasi saat pembeli merasa terbatas oleh waktu karena berbagai pengaruh yang muncul dari lingkungan. Keterbatasan waktu dan status keuangan akan menciptakan penghalang keputusan yang dilakukan oleh pembeli (Howard dan Sheth, 1991). Jadi, penelitian ini menggunakan orientasi belanja untuk menunjukkan sikap dan perilaku belanja konsumen loyal rnerek dan konsumen PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) tidak loyal rnerek, sehingga hipotesis berikut ini akan menguji konsep berikut: H1: Terdapat perbedaan orientasi belanja pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Kriteria Pembelian Dalam me1akukan pembe1ian, konsumen menyesuaikan kebutuhannya dengan atribut. Konsekuensi dari kesesuaian atribut produk yang diinginkan oleh konsumen tersebut, akhirnya menghasilkan suatu penilaian disukainya suatu atribut atau tidak disukainya atribut yang lain. Atribut adalah penggambaran produk dan dinyatakan oleh konsumen melalui perincian produk seperti keistimewaan, desain dan kualitas (Haryati, 2003). Kriteria pembelian digunakan untuk mengevaluasi merekmerek yang ada dan biasanya dinyatakan dalam atribut poduk. Konsumen akan menggunakan kriteria pembelian seperti: status/keadaan, tren/fashion terkini, pengetahuan/pengenalan akan merek dan daya tarik produk ketika mereka memutuskan untuk membe1i produk pakaian. Pengetahuan akan merek produk dapat bervariasi dari sekedar menyadari keberadaan suatu merek hingga deskripsi lengkap atribut kelas produk dengan merek sebagai satu unsurya (Howard dan Sheth, 1991). Menurut Campbell dan Margaret (2002) bahwa keputusan pembelian konsumen terhadap suatu merek disebabkan karena merek itu memiliki ciri atau prestis yang baik. Ketika konsumen membe1i produk yang penggunaannya dilihat oleh orang lain, maka konsumen akan menganggap pembelian lebih beresiko, sehingga diharapkan pemilihan merek yang tepat akan dirasakan penting oleh konsumen. Keterlibatan secara personal dengan merek dan pembe1ian yang dirasa memiliki resiko yang tinggi ini nantinya akan mengarah pada loyalitas yang tinggi. Penelitian tentang loyalitas merek menunjukkan bahwa ada perbedaan-perbedaan di dalam kriteria pembelian diantara loyalitas merek, sikap beli yang berulang (Jacoby dan Kyner, 1973 dalam Oh dan Fiorito, 2002) dan sikap beli menuruti kata hati (Day, 1969a dalam Oh dan Fiorito, 2002). Oleh karena itu, hipotesis berikut ini digunakan untuk menguji kriteria pembelian pakaian bagi para konsumen loyal dan konsumen tidak loyal terhadap merek pakaian: H2: Terdapat perbedaan kriteria pembelian pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Demografis Demografis adalah studi tentang populasi manusia secara statistik, seperti: usia, jenis kelamin, pendapatan dan lain sebagainya (Loudon dan Bitta, 1993). Variabel demografis merupakan bagian yang paling esensial dalam memahami pasar dan perilaku konsumen. Pemasar dapat mengetahui nilai-nilai individu dan lingkungan konsumen dengan memahami karakteristik konsumen. Hanya dengan memahami karakteristik konsumen, termasuk memahami perilaku kepuasan pasca beli secara lebih baik dan benar, pemasar bisa melayani konsumen dengan tepat. Penelitian ini memfokuskan variabel demografis pada usia dan pendapatan. Usia Menurut Assael (1998) pemilihan produk dipengaruhi oleh karakteristik demografis, termasuk tingkat usia dan tingkat pendapatan. Pembahasan usia menjadi penting bagi pemasar karena strategi pemasaran akan mendesain berdasarkan kategori usia Lebih lanjut Assael (1998) mengatakan bahwa individu dalam age-cohort yang berbeda akan memiliki norma dan nilai yang berbeda yang akan mengarah kepada perbedaan 181 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 dalam kebutuhan, sikap dan perilaku pembelian. Loudon dan Bitta (1993) membagi usia atas usia muda dan usia tua, kategori usia muda adalah mereka yang berumur antara 18-34 tabun sedangkan usia tua adalah mereka yang berumur sama dengan atau di atas 50 tahun. Usia tua memiliki psychographic yang berbeda dengan usia muda, mereka sangat berbeda dalam hal aktivitas, minat dan opini. Usia muda cenderung suka untuk mencoba produk baru dan cenderung lebih banyak menghabiskan waktunya untuk shopping, khususnya pada akhir pekan. Kebiasaan shopping tersebut diikuti dengan pengeluaran yang besar. Suatu penelitian menunjukkan bahwa usia muda akan membandingkan harga dan merek sebelum memutuskan pembelian (Loudon dan Bitta, 1993). Usia muda cenderung mengabaikan analisis fungsi dan kegunaan atas barang-barang yang dibelinya, konsumen usia muda melakukan pembelian atas dasar impulsive bukan atas dasar rasionalitas. Karakteristik psychographic usia muda adalah socially driven: mereka sangat terpengaruh dengan merek, banyak berbelanja pakaian untuk memberikan status bagi dirinya, diversely motivated: bersifat energik, suka berpetualang; sport oriented: mereka mewakili pasar terbesar akan sport dan peralatan audio-video. Hipotesis berikut dikembangkan untuk menguji variabel usia memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek clan kelompok konsumen tidak loyal merek: H3: Usia memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Pendapatan Kim dan Rhee (1995) mempelajari loyalitas merek pakaian dari para ibu rumah tangga dan menemukan bahwa para konsumen yang lebih muda cenderung loyal pada merek dengan pendapatan dan 182 pendapatan juga memiliki hubungan positif dengan loyalitas merek. Sebaliknya, Farley (1964) dalam Oh dan Fiorito (2002) menemukan bahwa para konsumen yang berpendapatan banyak mungkin menjadi konsumen tidak loyal merek. Penelitian tentang loyalitas merek sebelumnya menunjukkan hubungan yang tidak konsisten antara karakteristik konsumen dengan loyalitas merek. Cunningham (1956), Guest (1964) dan Coulson (1966) dalam Oh dan Fiorito (2002) menemukan bahwa demografis seperti: jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, usia dan kelas sosial tidak terkait dengan loyalitas merek. Sebaliknya Frank et al. (1968) dalam Oh dan Fiorito (2002) mengungkapkan bahwa loyalitas merek memiliki hubungan yang positif dengan pendidikan para konsumen. Pakaian adalah suatu produk yang mensegmenkan konsumennya dengan segmentasi demografis pada jenis kelamin. Terdapat perbedaan yang jelas antara kategori pakaian untuk pria dan wanita. Banyak produk yang sejak lama telah dibedakan atas jenis kelamin target pemakaiannya. Jenis kelamin merupakan satu kunci di dalam positioning variable dalam usaha menunjukkan jenis kelamin tertentu sebagai pemakai khusus produk tersebut. Umumnya wanita membelanjakan pendapatannya untuk kosmetik, pakaian, kesehatan dan perhiasan. Perilaku membeli wanita lebih kuat dipengaruhi oleh evaluasi mereka dari proses interaksi individu. Hipotesis berikut dikembangkan untuk menguji variabel pendapatan memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek: H4: Pendapatan memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Kepuasan Pasca Beli dan Harga Produk PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) Kotler (2003) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapannya. Menurut Selnes (1993) kepuasan adalah penilaian evaluatif terakhir dari transaksi tertentu. Dinyatakan lebih lanjut kepuasan dapat dinilai secara langsung sebagai perasaan keseluruhan. Selnes (1993) juga menjelaskan kepuasan (sikap terhadap transaksi) dan reputasi merek berkaitan tetapi merupakan elemen yang berbeda. Keduanya diharapkan mempengaruhi perilaku dan loyalitas konsumen mendatang. Bila konsumen dapat memiliki kesempatan untuk mengevaluasi kualitas produk yang diberikan, kepuasan diperkirakan memiliki pengaruh pada loyalitas. Fornell (1987) dalam Andreassen (1994) menyatakan kepuasan konsumen mempengaruhi perilaku pembelian: konsumen yang puas cenderung menjadi konsumen loyal, tetapi konsumen loyal bukan berarti puas. Bernd dan Patrick (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa pembatalan terhadap pemilihan merek dapat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penilaian kepuasan pasca beli. Pengukuran terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan terhadap satu merek merupakan indikator penting dari loyalitas merek (Dick dan Basu, 1994). Lebih lanjut Dick dan Basu (1994) mengatakan bahwa apabila ketidakpuasan konsumen terhadap satu merek rendah maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi konsumen untuk beralih mengkonsumsi merek lain kecuali ada faktor-faktor penarik yang kuat. Kebanyakan pabrik pakaian sekarang mengkhususkan diri di dalam memproduksi barang-barang dengan memusatkan pada sejumlah poin harga produk yang terbatas. Harga selalu berpengaruh dalam setiap situasi pembelian dan pada tingkat yang paling minimum menggambarkan jumlah sumber daya yang harus dikorbankan di dalam sebuah transaksi pembelian. Harga dari sudut pandang konsumen seringkali digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Nilai dapat didefinisikan antara manfaat yang dirasakan terhadap harga. Bagaimana kesan konsumen terhadap harga baik itu mahal, murah ataupun standar akan berpengaruh lerhadap aktivitas pembelian selanjutnya dan kepuasan pasca beli. Kesan ini akan menciptakan persepsi nilai konsumen terhadap suatu produk. Hal ini berarti, konsumen mempersepsikan harga pada suatu merek produk baik itu mahal, murah ataupun standar menjadi berpengaruh pada kepuasan bila melihat dari manfaat yang dirasakan, yang akhimya kepuasan konsumen tersebut akan mempengaruhi loyalitas pada suatu merek produk. Monroe (2003) mengungkapkan dalam konteks ekonomi, harga biasanya diartikan sebagai sejumlah uang yang harus dikorbankan untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Harga menjadi berpengaruh secara positif terhadap loyalitas pembelian jika produk tersebut merupakan pembelian yang beresiko (produk yang penggunaannya dilihat oleh orang lain). Dodds et al. (1991) juga mengungkapkan asumsi yang mengatakan bahwa harga hanya merupakan suatu ukuran terhadap biaya pembelian (pengorbanan) dari pembeli. Meskipun demikian, bukti penelitian mengindikasikan bahwa peran harga lebih kompleks daripada sekedar menjadi indikator biaya pembelian dari pembeli. Penilaian terhadap harga akan dibandingkan dengan persepsi konsumen terhadap kualitas produk, alternatif pesaing dan nilai moneter yang dikorbankan. Jacoby dan Olson (1977) dalam Dodds et al. (1991) menjelaskan bahwa harga memiliki properti eksternal yang obyektif dan 183 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 representasi internal yang subyektif yang diturunkan dari persepsi harga dan memiliki sejumlah makna bagi konsumen. Dikotomi informasi ini menggambarkan bahwa harga Rp 100.000,- untuk suatu Jeans secara kognitif bisa dinilai "mahal" oleh sebagian konsumen dan "murah" bagi yang lain. Persepsi terhadap stimulus harga yang sama bisa bervariasi antar konsumen dan bagi satu konsumen bisa bervariasi antar produk, situasi pembelian dan waktu (Cooper, 1969 dalam Dodds et al., 1991). Chauduri dan Holbrook (2001) menemukan bahwa seorang konsumen loyal merek tertentu, akan bersedia membayar mahal karena adanya persepsi bahwa merek tersebut memiliki nilai yang tidak tergantikan. Jadi, kelompok konsumen loyal merek dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek dengan harga murah dibandingkan dalam kepuasan pasca belinya terhadap atribut-atribut pakaian. Konsep harga sebagai pembedaan konsumen loyal merek dalam variabel kepuasan pasca beli diuji dengan menggunakan hipotesis. H5: Terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok konsumen loyal merek dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek dengan harga murah. METODA PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi yang menjadi obyek penelitian ini adalah wanita usia muda yang menggunakan produk Jeans dan kemeja. Pemilihan sampel ini menjadi berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu Oh dan Fiorito (2002) yang mengambil sampel pada wanita usia muda dan usia tua yang sudah bekerja dan memiliki pendapatan sendiri. Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu memilih sampel dengan kriteria tertentu (Sekaran, 2000). Kriteria sampel dalam 184 penelitian ini adalah mahasiswa wanita usia muda S1 yang belum memiliki pendapatan sendir dan menerima uang saku/pendapatan dari orangtua. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner akhir didasarkan pada panduan penelitian dan terdiri dari empat (4) bagian yaitu mengukur loyalitas merek, pembuatan keputusan konsumen, demografis dan kepuasan pasca beli. Karakteristik konsumen yang terkait dengan loyalitas merek juga berbeda dengan produk-produk yang berbeda (Carman, 1970 dalam Oh dan Fiorito, 2002). Dari hasil penelitian yang dilakukan Kim dan Rhee (1995) menunjukkan hanya tiga produk pakaian yaitu T-shirt, Jeans dan Jaket yang memiliki persentase loyalitas merek yang paling tinggi. Dalam penelitian ini produk yang digunakan adalah Jeans dan kemeja, alasannya karena Jeans dan kemeja mempakan produk pakaian yang seringkali digunakan oleh mahasiswa. Konsep harga yang dibagi menjadi merek dengan harga mahal dan merek dengan harga murah dibedakan dari pendapat responden tentang merek pakaian yang mereka miliki dan gunakan pada saat survei. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Loyalitas Merek. Oliver (1999) seperti dikutip oleh Kotler (2003) mendefinisikan loyalitas merek sebagai komitmen yang mendalam untuk membeli kembali atau berlangganan kembali suatu produk atau jasa yang dipilih di masa yang mendatang, dengan cara membeli merek yang sama secara berulang atau membeli sekelompok merek yang sarna secara berulang, meskipun pengaruh situasional dan usaha-usaha PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) pemasaran secara potensial menyebabkan tingkah laku berpindah. Enam pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur loyalitas merek yaitu: responden bermaksud untuk membeli merek pakaian yang dimiliki saat ini di masa yang akan datang; jika merek lainnya dijual dengan murah, responden biasanya akan membeli merek lain daripada merek pakaian yang sekarang dimilikinya; jika merek pakaian yang dimiliki responden tidak tersedia di toko ketika mereka butuhkan, maka akan membeli merek tersebut di lain waktu; jika seseorang berkomentar negatif tentang merek pakaian responden maka responden akan membelanya; responden akan merekomendasikan merek pakaiannya kepada seseorang yang tidak dapat memutuskan merek mana yang akan dibeli orang itu; dan responden percaya kepada seseorangjika orang itu membuat komentar negatiftentang merek pakaian responden, )'ang diukur dengan Skala Likert yang dimulai dari sangat tidak setuju dengan skor 1 hingga sangat setuju dengan skor 5. Butir pertanyaan 2 dan 6 menggunakan pertanyaan negatif (negatively worded question) sehingga dalam pemberian skor dilakukan secara terbalik (reserved scored). Pembuatan keputusan konsumen McQuarrie dan Munson (1992) menjelas-kan bahwa individu mempunyai tingkat keterlibatan yang berbeda terhadap suatu obyek. Pada penelitian ini tingkat keterlibatan terhadap suatu obyek berfokus pada pembuatan keputusan. Di dalam kaitannya dengan loyalitas merek ada dua variabel pembuatan keputusan konsumen yaitu orientasi belanja dan kriteria pembelian. Orientasi belanja menunjukkan aktivitas-aktivitas konsumen, kepentingan dan opini-opini saat para konsumen sedang berbelanja pakaian. Total 13 pemyataan dipilih dari Sproles dan Kendall (1986); Shim dan Kotsiopulos (1991) dalam Oh dan Fiorito (2002) untuk mengembangkan variabel orientasi belanja juga digunakan dalam penelitian ini, yaitu: kemampuan untuk memilih pakaian yang sesuai dengan diri sendiri, kepuasan atas kemampuan yang kreatif memilih pakaian, keyakinan diri dalam membeli pakaian, mencoba menemukan wama dan bentuk untuk kumpulan pakaian, membeli pakaian pada toko yang mudah didatangi meskipun harganya menjadi lebih mahal, tidak mau menghabiskan waktu dalam membeli pakaian, dapat memutuskan dengan waktu secepat mungkin ketika membeli pakaian, suka membeli pakaian pada toko tertentu, sulit menentukan tempat yang tepat untuk membeli pakaian yang diinginkan, memperhatikan iklan pakaian, tidak membeli pakaian sebelum memastikan sesuai dengan uang yang dimiliki, tidak pemah membeli pakaian yang tidak diobral/didiskon dan memilih pakaian dengan harga yang paling rendah. Responden diminta untuk menunjukkan pilihanyang mereka setujui dengan masing-masing pertanyaan sebagai suatu deskripsi tentang diri mereka sebagai konsumen pakaian, yang diukur pada skala Likert yang dimulai dari sangat tidak setuju dengan skor 1 hingga sangat setuju dengan skor 5. Kriteria pembelian digunakan untuk mengevaluasi merek-merek yang ada dan biasanya dinyatakan dalam atribut poduk. Atribut adalah penggambaran produk dan dinyatakan oleh konsumen melalui perincian produk seperti keistimewaan, desain dan kualitas (Haryati, 2003). Variabel kriteria pembelian memasukkan status keadaan, tren/fashion terkini, pengetahuan/pengenalan akan merek dan daya tarik produk ketika memutuskan untuk membeli produk pakaian, yang diukur pada skala Likert yang dimulai dari sangat tidak penting dengan skor 1 hingga sangat penting dengan skor 5. 185 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 Usia Usia merupakan variabel demografis yang menjadi bagian paling esensial dalam memahami pasar dan perilaku konsumen. Dalam penelitian ini variabel usia diukur pada Skala Likert dengan konstruk dimulai dari 17 - 19 tahun, 20 - 22 tahun, 23 - 25 tahun dan > 25 tahun dengan skor 1 hingga skor 4. pakaian yang digunakan untuk membedakan konsumen loyal merek dengan harga mahal dan konsumen loyal merek dengan harga murah. Pendapat tentang harga mahal dan harga murah diperoleh dari pendapat responden tentang harga pakaian yang mereka miliki dan gunakan pada saat ini. HASIL PENELITIAN Pendapatan Karakteristik Responden Pendapatan merupakan variabel demografis yang menjadi bagian paling esensial dalam memahami pasar dan perilaku konsumen. Variabel pendapatan diukur dengan skala Likert dengan konstruk dimulai dari Rp < Rp 500.000, Rp 500.000,-; Rp 1.000.000,-; Rp 1000.000,-; Rp 1.500.000,-; > Rp 1.500.000,- dengan skor 1 hingga skor 4. Kepuasan Pasca Deli dan Harga Produk Kepuasan pasca beli atau disebut juga sebagai kepuasan konsumen didefinisikan sebagai hasil proses evaluasi perbandingan harapan sebelum membeli dengan persepsi kinerja yang terjadi selama dan setelah pengalaman konsumsi (McQuitty et al., 2000). Konsumen mempersepsikan harga pada suatu produk baik itu mahal ataupun murah menjadi berpengaruh pada kepuasan bila melihat dari manfaat yang dirasakan, yang akhimya kepuasan konsumen tersebut akan mempengaruhi loyalitas pada suatu produk. Agar dapat menilai kepuasan pasca beli terhadap loyalitas merek, para responden diminta menjawab tujuh pertanyaan terkait dengan atribut-atribut pakaian yaitu: mudah dirawat, kenyamanan, gaya/model, serat kain, fashion terkini, warna dan kualitas, yang diukur pada skala Likert yang dimulai dari sangat tidak puas dengan skor 1 hingga sangat puas dengan skor 5. Juga, menggolongkan merek-merek pada harga 186 Berdasarkan Tabel 1, diperoleh informasi bahwa responden loyal Jeans dan tidak loyal merek jeans memiliki kesamaan usia terbanyak 23-25 tahun dan memiliki kesamaan usia termuda pada usia >25 tahun, sedangkan berdasarkan usia responden loyal merek Kemeja dan tidak loyal merek Kemeja memiliki kesamaan usia terbanyak 23-25 tahun dan memiliki kesamaan usia termuda pada usia >25 tahun. Kemudian berdasarkan tingkat pendapatan dapat digambarkan bahwa responden loyal merek Jeans dan tidak loyal merek Jeans memiliki kesamaan pendapatan terbanyak pada pendapatan antara Rp.500.000 – Rp.1.000.000 dan memiliki kesamaan pendapatan terkecil pada pendapatan >Rp.1.500.000, sedangkan berdasarkan responden loyal dan tidak loyal merek kemeja memiliki kesamaan pendapatan terbanyak pada tingkat pendapatan Rp.500.000 – Rp.1.000.000 dan memiliki kesamaan pendapatan terkecil pada pendapatan >Rp.1.500.000. Kriteria menentukan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal untuk merek Jeans dan Kemeja adalah dengan membagi dua. Jumlah total 6 pertanyaan yang diperoleh dari hasil jumlah tertinggi yaitu 30 ditambah hasil jumlah terendah yaitu 6 kemudiaan dibagi 2 sehingga ditentukan untuk jumlah 6 sampai 18 dinyatakan kelompok tidak loyal, sedangkan jumlah 19 sampai 30 dinyatakan kelompok loyal. PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) No 1 2 3 4 Tabel 1 Karakteristik Responden Karakteristik Responden Karakteristik Kelompok Loyal Kelompok Tidak Keseluruhan Responden Merek Loyal Merek berdasarkan Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Usia berdasarkan merek Jeans 17-19 tahun 13 15.9 17 25 30 20 20-22 tahun 26 31.7 19 27.9 45 30 23-25 tahun 33 40.2 24 35.3 57 38 >25 tahun 10 12.2 8 11.8 18 12 Total 82 100 68 100 150 100 Usia berdasarkan merek Kemeja 17-19 tahun 22 21.4 8 17 30 20 20-22 tahun 33 32 12 25.5 45 30 23-25 tahun 38 36.9 19 40.4 57 38 >25 tahun 10 9.7 8 17 18 12 Total 103 100 47 100 150 100 Pendapatan/bulan berdasarkan merek Jeans <Rp.500.000 18 25 21 30.9 39 26 Rp.500.000 – 53 27.9 41 60.3 94 63 Rp.1.000.000 Rp.1.000.000 – 10 35.3 5 7.4 15 1 1.500.000 >Rp.1.500.000 1 11.8 1 1.5 2 10 Total 82 100 68 100 150 100 Pendapatan/bulan berdasarkan merek Kemeja <Rp.500.000 25 24.3 14 29.8 39 26 Rp.500.000 – 66 64.1 28 59.6 94 63 Rp.1.000.000 Rp.1.000.000 – 11 10.7 4 8.5 15 10 1.500.000 >Rp.1.500.000 1 1.0 1 2.1 2 1 Total 103 100 47 100 150 100 Loyalitas berdasarkan merek Jeans Loyalitas berdasarkan merek Kemeja Loyal 82 55 103 69 185 61.6 Tidak Loyal 68 45 47 31 115 38.3 Total 150 100 150 100 300 100 Pendapatan responden terhadap harga merek Jeans Murah 32 39 26 38 58 38.6 Mahal 50 61 42 62 92 61.3 Total 82 100 68 100 150 100 Pendapatan responden terhadap harga merek Kemeja Murah 43 42 15 32 58 38.6 Mahal 60 58 32 68 92 61.3 Total 103 100 47 100 150 100 Kemudian berdasarkan Tabel 1. dapat digambarkan bahwa dari responden sebanyak 150 orang, lebih banyak yang loyal merek Jeans yaitu sebesar 82 orang (0.55%) dibandingkan dengan yang tidak loyal sebesar 68 orang (0.45%). Hasil penelitian ini menunjukkan untuk variabel loyalitas merek Jeans, kelompok loyal merek Jeans dan kelompok tidak loyal merek Jeans menjadi dapat dibedakan. Kemudian dari responden sebanyak 150 orang, lebih banyak yang loyal merek kemeja yaitu sebesar 103 atau (0.69%) dibandingkan dengan yang tidak loyal sebesar 47 orang (0.31%). Hasil penelitian ini menunjukkan untuk variabel loyalitas merek kemeja, kelompok loyal merek kemeja dan kelompok tidak loyal merek 187 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 kemeja menjadi dapat dibedakan. Dilihat dari pendapat responden terhadap harga merek Jeans responden loyal sebanyak 82 orang dan tidak loyal 68 orang, sehingga memiliki kesamaan dalam memberikan pendapat terbanyak terhadap harga murah dibandingkan terhadap harga mahal; demikian juga halnya dengan pendapat responden harga merek Kemeja diperoleh informasi bahwa responden loyal sebanyak 103 orang dan tidak loyal sebanyak 47 orang untuk merek kemeja memiliki kesamaan dalam memberikan pendapat terbanyak terhadap harga murah dibandingkan terhadap harga mahal. Dalam membedakan kelompok konsumen loyal dan tidak loyal terhadap harga mahal dan harga murah untuk merek Jeans dan merek Kemeja, kedua kelompok reseponden tersebut ditanyakan memgenai pendapat mereka tentang mahal atau murahnya harga untuk merek Jeans dan merek Kemeja yang konsumen miliki dan gunakan saat ini, cukup menjawab untuk satu merek saja. Hasil Uji Validitas Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan faktor analisis atau confirmatory factor analysis (CFA) dengan metode Varimax with Kaiser normalization dalam. Berdasarkan hasil analisis CFA menunjukkan bahwa convergent validity bisa diterima karena memiliki factor loading yang lebih besar dari 0.40 dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%, sehingga disimpulkan secara keseluruhan semua item pertanyaan menunjukkan nilai koefisien validitasnya di atas 0.40. ini menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini benar-benar mengukur hal yang sebenarnya (Sekaran, 2003). Secara lengkap hasil validitas ditunjukkan pada Tabel 2 untuk merek Jeans dan Tabel 3 untuk merek kemeja. Tabel 2 Hasil Uji Validitas dengan Analisis Faktor untuk Merek Jeans Item 1 LM1 LM2 LM3 LM4 188 Component 2 3 .640 .691 .678 .646 Keterangan 4 Valid Valid Valid Valid LM5 LM6 SO1 .657 .720 .812 Valid Valid Valid SO2 .794 Valid SO3 .719 Valid SO4 .607 Valid SO5 .690 Valid SO6 .698 Valid SO7 .574 Valid SO8 .713 Valid SO9 SO10 SO11 SO12 SO13 PC1 .783 .712 .871 .870 .867 Valid Valid Valid Valid Valid Valid .612 PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) Tabel 2 (Lanjutan) Item 1 Component 2 3 PC2 PC3 PC4 PP1 .640 PP2 .754 PP3 .623 PP4 .705 PP5 .723 PP6 .638 PP7 .667 Sumber: Data Primer yang Diolah Keterangan 4 .752 .745 .807 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tabel 3. Hasil Uji Validitas dengan Analisis Faktor untuk Merek Kemeja Item 1 LM1 LM2 LM3 LM4 Component 2 3 .928 .920 .926 .937 Keterangan 4 Valid Valid Valid Valid LM5 LM6 SO1 .924 .929 .789 Valid Valid Valid SO2 .728 Valid SO3 .719 Valid SO4 .768 Valid SO5 .813 Valid SO6 .741 Valid SO7 .730 Valid SO8 .644 Valid SO9 .664 Valid SO10 .673 Valid SO11 .630 SO12 .737 SO13 .718 PC1 PC2 PC3 PC4 PP1 PP2 PP3 PP4 PP5 PP6 PP7 Sumber: Data Primer yang Diolah .739 .773 .714 .768 .591 .638 .689 .718 .647 .640 .706 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid 189 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 Hasil Uji Reliabilitas Berdasarkan hasil analisis reliabilitas konstruk dengan item to total correlation dan cronbach’s alpha mencerminkan konsistensi internal alat ukur (Hair et al., 1998). Item to total correlation digunakan . untuk memperbaiki pengukuran dengan mengeliminasi butir-butir yang kehadirannya memperkecil cronbach’s alpha (Purwanto, 2002). Hasil pengujian reliabilitas selengkapnya dapat dijelaskan pada Tabel 4 untuk merek Jeans dan merek kemeja Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas untuk Merek Jeans dan Merek Kemeja Variabel Item Pertanyaan Corrected Item-Total Correlation LM1 .467* LM2 .536 Loyalitas LM3 .508 Merek LM4 .463* LM5 .496* LM6 .553 SO1 .757 SO2 .736 SO3 .674 SO4 .557 SO5 .640 SO6 .644 Orientasi SO7 .528 Belanja SO8 .661 SO9 .737 SO10 .674 SO11 .828 SO12 .833 SO13 .829 PC1 .396* Kriteria PC2 .547 Pembelian PC3 .522 PC4 .594 Sumber: Data Primer yang Diolah Cronbach Alpha Status .761 Reliabel .935 Reliabel .722 Reliabel Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat hasil pengujian reliabilitas untuk merek Jeans yang menunjukkan item to total correlation untuk beberapa item kurang dari nilai 0.5 tetapi masih bisa digunakan karena nilai cronbach’s alpha tidak mengalami peningkatan dengan mengeliminasi item-item yang dimaksud yaitu LM1 (0.467) dengan α = 0.735, LM4 (0.463) dengan α = 0.718, LM5 (0.496) dengan α = 0.728 dan PC1 (3.96) dengan α = 0.721. Hasil pengujian reliabilitas juga menunjukkan nilai cronbach alpha pada semua konstruk lebih besar dari 0.60 untuk 190 Corrected Item-Total Correlation .896 .884 .899 .908 .894 .898 .732 .673 .639 .697 .765 .687 .666 .613 .629 .614 .589 .689 .668 .530 .567 .488* .581 Cronbach Alpha Status .968 Reliabel .924 Reliabel .747 Reliabel merek Jeans, sedangkan hasil pengujian reliabilitas untuk merek kemeja yang menunjukkan item to total correlation untuk satu item kurang dari nilai 0.5 tetapi masih bisa digunakan karena nilai cronbach’s alpha tidak mengalami peningkatan dengan mengeliminasi itemitem yang dimaksud yaitu PC3 (0.488) dengan α = 0.718. Hasil pengujian reliabilitas juga menunjukkan nilai cronbach alpha pada semua konstruk lebih besar dari 0.60 untuk merek kemeja, karena setiap konstruk memiliki nilai PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) alpha di atas 0.60 berarti semua konstruk telah memenuhi uji reliabilitas. PEMBAHASAN Tidak terdapat perbedaan orientasi belanja pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek Berdasarkan hasil analisis diskriminan pada variabel orientasi belanja untuk merek Jeans ditunjukkan dengan nilai Wilk's Lambda sebesar 0.998 dan uji F dengan signifikansi sebesar 0.591 (p>0.05) sedangkan untuk merek kemeja nilai Wilk's lambda sebesar 1.000 dan uji F dengan signifikansi sebesar 0.837 (p>0.05), maka Ho diterima, Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan orientasi belanja dan kriteria pembelian pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 13 pertanyaan variabel orientasi belanja untuk merek Jeans, kelompok loyal memiliki kecenderungan paling tinggi dalam orientasi belanjanya ketika memilih untuk tidak akan pemah membeli Jeans yang tidak diobral/didiskon sedangkan kelompok tidak loyal memiliki kecenderungan paling tinggi dalam orientasi belanjanya ketika memilih untuk tidak akan membeli Jeans sebelum memastikan bahwa itu sesuai dengan uang yang dimiliki, hal ini ditunjukkan dari nilai mean yang paling tinggi pada variabel orientasi belanjanya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 13 pertanyaan variable orientasi belanja untuk merek kemeja, kelompok loyal dan kelompok tidak loyal memiliki kecenderungan paling tinggi dalam orientasi belanjanya ketika memilih untuk tidak akan pernah membeli kemeja yang tidak diobral/didiskon, hal ini ditunjukkan dari nilai mean yang paling tinggi pada variabel orientasi belanjanya. Perbedaan kriteria pembelian pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Berdasarkan hasil analisis diskriminan pada variabel kriteria pembelian untuk merek Jeans ditunjukkan dengan nilai Wilk's Lambda sebesar 0.998 dan uji F dengan signifikansi sebesar 0.556 (p>0.05) sedangkan untuk merek kemeja nilai Wilk's Lambda sebesar 1.000 dan uji F dengan signifikansi sebesar 0.839 (p>0.05), maka Ho diterima, Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan kriteria pembelian pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 4 pertanyaan variabel kriteria pembelian untuk merek Jeans, kelompok loyal dan kelompok tidak loyal memiliki kecenderungan paling tinggi dalam kriteria pembeliannya ketika memperhatikan keadaan Jeans pada saat membelinya, hal ini ditunjukkan dari nilai mean yang paling tinggi pada variabel kriteria pembeliaannya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 4 pertanyaan variabel kriteria pembelian untuk merek kemeja, kelompok loyal dan kelompok tidak loyal memiliki kecenderungan paling tinggi dalam kriteria pembeliannya ketika memperhatikan keadaan kemeja pada saat membelinya, hal ini ditunjukkan dari nilai mean yang paling tinggi pada variabel kriteria pembeliaannya. Kriteria pembelian yang memasukkan pengetahuan dan pengenalan akan rnerek dalam mengevaluasi merek produk mempunyai maksud bahwa konsumen mengetahui dan mengenali bagian dari kategori produk tersebut. Penelitian Bernd dan Patrick (2006); Kim (1993) dalam Oh dan Fiorito (2002) seperti yang dijelaskan diatas menjadi tidak konsisten dengan hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini juga menjadi tidak konsisten dengan penelitian Quester dan Lim (2003) yang mengatakan bahwa ketika konsumen semakin terlibat dengan merek tertentu maka konsumen akan lebih berkomitmen dan tentu akan 191 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 lebih loyal terhadap merek tersebut. Secara umum tingkat keterlibatan konsumen berbeda-beda terhadap suatu obyek. Ada yang tinggi yaitu kondisi dimana menganggap pembelian produk tersebut penting dan mengandung resiko (Assael, 1998), sedang dan rendah. Tingkat keterlibatan ini ditemukan sikap konsumen terhadap sesuatu hal, relevansi pribadi dan pengetahuan yang ia miliki. Dalam penelitian ini kedua kelompok memiliki keterlibatan yang tinggi dalam riteria pembelian Jeans dan kemeja tetapi tidak berhubungan dengan loyalitas merek Jeasn dan kemeja. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian ini kedua kelompok pendapatannya homogen, hasil penelitian juga menunjukkan kedua kelompok dalam kriteria pembelian cenderung lebih tinggi dalam memperhatikan keadaan Jeans dan Kemeja pada saat membelinya dan kedua kelompok lebih banyak berpendapat terhadap harga murah dibandingkan harga mahal. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan McQuarrie dan Munson (1992) bahwa semakin tinggi keterlibatan konsumen, maka semakin banyak atribut yang dibutuhkan konsumen dalam pembelian produk. Dalam penelitian ini kedua kelompok ketika membeli Jeans dan kemeja cenderung lebih memperhatikan keadaan Jeans dan kemeja yang sesuai dengan harapan konsumen dari pada memperhatikan penggunaannya yang dilihat oleh orang lain. Ketika konsumen membeli Jeans dan kemeja masih sesuai apa yang diharapkan, maka mereka menjadi sangat terlibat dalam pengambilan keputusan dalam kriteria pembeliannya tetapi tidak berhubungan dengan loyalitas merek, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 ditolak, yang menyatakan terdapat perbedaan kriteria pembelian pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok 192 konsumen tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Terdapat hubungan usia dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Berdasarkan hasil analisis Chi-square test menunjukkan nilai signifikan <0.05 berarti terdapat hubungan antara kelompok loyal merek dengan kelompok tidak loyal merek. Nilai Chi-square test menunjukkan signifikan > 0.05 berarti tidak ada hubungan antara kelompok loyal merek dengan kelompok tidak loyal merek. Pengujian menunjukkan hasil uji Chi-square usia untuk merek Jeans dengan signifikansi sebesar 0.577 (p>0.05). Oleh karena nilai uji Chi-square dengan signifikan di atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan usia tidak memiliki hubungan dengan kelompok loyal merek Jeans dan kelompok tidak loyal merek Jeans. Uji menunjukkan hasil uji Chi-square usia untuk merek kemeja dengan signifikansi sebesar 0.512 (p>0.05). Oleh karena nilai uji Chi-square dengan signifikan di atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan usia tidak memiliki hubungan dengan kelompok loyal merek kemeja dan kelompok tidak loyal merek kemeja. Tidak terdapat hubungan usia dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Berdasarkan hasil uji Chi-square usia untuk merek Jeans ditunjukkan dengan signifikansi sebesar 0.577 (p>0.05), sedangkan untuk merek kemeja Chisquare usia dengan signifikansi sebesar 0.512 (p>0.05), maka Ho diterima, Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan usia tidak memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal untuk merek Jeans memiliki kesamaan dari sisi usia terbanyak berada pada usia 23-25 PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) Tahun. Hasil penelitian ini juga menunjukkan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal untuk merek kemeja memiliki kesamaan dalam usia terbanyak berada pada usia 23-25 tahun. Hasil penelitian ini menjadi tidak konsisten dengan penelitian Day (1969), East et al. (1995) dan Sparks (1999) dalam Wood (2004) yang menyatakan konsumen yang berusia 18-24 tahun memiliki tingkat loyalitas merek yang lebih rendah dibandingkan dengan konsumen berusia di atas 25 tahun. Dalam penelitian ini usia tidak berhubungan dengan loyalitas merek Jeans dan kemeja. Hal ini disebabkan karena kedua kelompok usianya homogen yaitu mahasiswa S-1 yang rata-rata berusia 1725 tahun dan produk Jeans dan kemeja merupakan produk dengan keterlibatan tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Carsado et al. (2006) bahwa pakaian sebagai produk fashion telah sering dikenali sebagai kategori produk yang disinyalir menginduksi keterlibatan yang tinggi pada konsumen. Penelitian yang dilakukan O Cass (2001) melihat keterlibatan pakaian sebagai produk fashion pada dua hal yaitu: keterlibatan pada produk pakaian dan keterlibatan pada keputusan pembelian pakaian. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Browne dan Kaldenberg (1997) yang menunjukkan adanya hubungan self monitoring dan materialisme dan self monitoring berdampak pada keterlibatan pakaian. Dalam penelitian ini mahasiswa S-1 yang rata-rata berusia dari 17 sampai 25 tahun adalah masa dewasa muda yang motif utama konsumsi produk Jeans dan kemeja adalah dapat diterima oleh lingkungan sosial, motif fungsional dari produk itu sendiri dan motif untuk memperoleh kenikmatan sensoris akan membuat mereka menjadi terlibat pada produk dan akhimya juga menjadi terlibat dalam keputusan pembeliannya tetapi tidak berhubungan dengan kualitas merek produk yaitu Jeans dan kemeja. Motif/dorongan itu sendiri timbul karena kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga individu melakukan tindakan tertentu (Kanuk dan Schiffman, 2000). Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Cunningham (1956), Guest (1964) dan Coulson (1966) dalam Oh dan Fiorito (2002) yang menemukan bahwa demografis untuk usia tidak berhubungan dengan loyalitas merek. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 ditolak, yang menyatakan usia memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan hasil uji Chi-square pendapatan untuk merek Jeans dengan signifikansi sebesar 0.544 (p>0.05). Oleh karena nilai uji Chi-square dengan signifikansi di atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok loyal merek Jeans dan kelompok tidak loyal merek Jeans. Hasil pengujian menunjukkan hasil uji Chi-square pendapatan untuk merek kemeja dengan signifikansi sebesar 0.881 (p>0.05). Oleh karena nilai uji Chi-square dengan signifikansi di atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok loyal merek kemeja dan kelompok tidak loyal merek kemeja. Pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Berdasarkan hasil uji chi-square pendapatan untuk merek Jeans ditunjukkan dengan signifikansi sebesar 0.544 (p>0.05), sedangkan untuk merek kemeja Chi-square pendapatan dengan signifIkansi sebesar 0.811 (p>0.05), maka 193 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 Ho diterima, Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal otuk merek Jeans memiliki kesamaan dalam pendapatan terbanyak berada pada pendapatan Rp.500.000-Rp.1.000.000. Hasil penelitian ini juga menunjukkan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal untuk merek kemeja memiliki kesamaan dalam pendapatan terbanyak berada pada pendapatan Rp.500.000-Rp.1.000.000,-. Setting tempat penelitian ini diambil di pada kota yang besaran upah menimum regional (UMR) yang rendah, sehingga pendapatan Rp.500.000-Rp.1.000.000,menjadi pendapatan sedang/cukup untuk ukuran mahasiswa, sedangkan pendapatan Rp.1.000.000-Rp.500.000,dan pendapatan > Rp.1.500.000,- dianggap banyak bagi ukuran mahasiswa. Oleh karena kedua kelompok memiliki pendapatan terbanyak berada pada pendapatan Rp.500.000– Rp.1.000.000,sedangkan pendapatan terkecil berada pada pendapatan >Rp.1.500.000,-, maka hal ini mengindikasikan kedua kelompok konsumen berada pada pendapatan sedang/cukup. Hasil penelitian ini menjadi tidak konsisten dengan penelitian Kim dan Rhee (1995) yang meneliti loyalitas merek pakaian dari para ibu rumah tangga dan menemukan bahwa para konsumen yang lebih muda cenderung loyal pada merek dengan pendapatan dan pendapatan juga memiliki hubungan positif dengan loyalitas merek. Hasil penelitian ini juga tidak konsisten dengan penelitian Howard dan Sheth (1991) yang mengungkapkan bahwa keterbatasan waktu dan status keuangan akan menciptakan penghalang keputusan yang dilakukan oleh pembeli. Keterbatasan status keuangan dalam arti konsumen memiliki pendapatan yang 194 kecil. Dalam penelitian ini, konsumen yang berpendapatan besar, sedang/cukup maupun kecil memiliki keterlibatan tinggi dalam pengambilan keputusan pembelian. Penelitian ini juga menjadi tidak konsisten dengan penelitian Farley (1964) dalam Oh dan Fiorito (2002) yang menemukan bahwa para konsumen yang pendapatan banyak mungkin menjadi konsumen tidak loyal merek. Dalam penelitian ini konsumen berpendapatan besar bisa menjadi konsumen loyal merek dan konsumen tidak loyal merek. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian ini, pendapatan tidak berhubungan dengan loyalitas. Dengan kata lain, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua kelompok untuk pendapatan terbanyak adalah homogen yaitu pendapatan Rp.500.000Rp.1.000.000, dan hasil penelitian juga menunjukkan harga Jeans dan kemeja adalah harga yang terjangkau dibeli mahasiswa dengan pendapatannya, responden terbanyak untuk harga Jeans adalah Rp.100.000, sedangkan responden terbanyak untuk harga kemeja adalah Rp50.000,-. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua kelompok ketika membeli produk Jeans dan kemeja, harga produk tersebut di pasaran cenderung masih terjangkau dengan ukuran pendapatannya yaitu pendapatan sedang/cukup tetapi tidak berhubungan dengan loyalitas merek produk. Hasil penelitian ini justru mendukung penelitian yang dilakukan Cunningham (1956); Guest (1964); Coulson (1966) dalam Oh dan Fiorito (2002) yang menemukan bahwa variabelvariabel demografis tidak berhubungan dengan loyalitas merek. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4 ditolak, yang menyatakan pendapatan memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek untuk kedua produk yaitu Jeans dan kemeja. PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) Terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok konsumen loyal merek dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek dengan harga murah. Berdasarkan hasil analisis chi-square menunjukkan hasil uji t pada kelompok konsumen loyal merek Jeans dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek Jeans dengan harga murah dalam kepuasan pasca beli. Total responden yang diuji sebanyak 82 orang, terdapat 32 orang loyal merek Jeans dengan harga mahal dan 50 orang loyal merek Jeans dengan harga murah. Hasil uji t menunjukkan signifikansi sebesar 0.641 (p>0.05). Oleh karena hasil uji t dengan signifikansi di atas 0.05, maka hal ini mengindikasikan tidak terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal dengan harga mahal dan kelompok loyal dengan harga murah untuk merek Jeans. Kemudian berdasarkan hasil pengujian menunjukkan hasil uji t pada kelompok konsumen loyal merek kemeja dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek kemeja dengan harga murah dalam kepuasan pasca beli. Total responden yang diuji sebanyak 103 orang, terdapat 43 orang loyal merek kemeja dengan harga mahal dan 60 orang loyal merek kemeja dengan harga murah. Hasil uji t menunjukkan signifikansi sebesar 0.026 (p<0.05). Oleh karena hasil uji t dengan signifikansi di bawah 0.05, maka hal ini mengindikasikan terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal dengan harga mahal dan kelompok loyal dengan harga murah untuk produk kemeja. Berdasarkan hasil uji t kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal dengan harga murah untuk merek Jeans didapat nilai t dengan signifikansi sebesar 0.641 (p>0.05) sedangkan hasil uji t kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal dengan harga murah untuk kemeja didapat nilai t dengan signifikansi sebesar 0.026 (p<0.05), maka Ho diterima, Ha ditolak untuk produk Jeans dan Ho ditolak, Ha diterima untuk produk kemeja. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah untuk produk Jeans tetapi terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah untuk produk kemeja. Dalam penelitian ini kepuasan pasca beli dinilai dari atribut-atribut pakaian yaitu: mudah dirawat, kenyamanan, gaya/model, serat kain, fashion terkini, warna, dan kualitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok loyal dan kelompok tidak loyal semua menjawab puas dan sangat puas untuk 7 atribut yang digunakan dalam menilai kepuasan pasca beli, hal ini berarti kedua kelompok cenderung merupakan konsumen yang puas tetapi tidak berhubungan dengan loyalitas. Hasil penelitian ini menjadi tidak konsisten dengan penelitian Cronin et al. (2000) yang mengungkapkan kepuasan konsumen berperan penting dalam terbentuknya loyalitas konsumen. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kelompok konsumen loyal untuk pendapatnya terhadap harga produk homogen yaitu lebih banyak berpendapat terhadap harga murah dibandingkan berpendapat terhadap harga mahal untuk Jeans dan kemeja. Kotler (2003) mengungkapkan bahwa konsumen yang akan membeli sebuah produk tidak lepas dan pertimbangan harga produk dengan mengeluarkan sejumlah uang yang "wajar". Jacoby dan Olson (1977) dalam Dodds et al. (1991) menjelaskan bahwa harga memiliki properti eksternal yang obyektif dan representasi internal yang subyektif yang diturunkan dari persepsi harga dan memiliki sejumlah makna bagi 195 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 konsumen. Dikotomi informasi ini menggambarkan bahwa harga Rp.100.000,- untuk suatu Jeans secara kognitif bisa dinilai "mahal" oleh sebagian konsumen dan "murah", bagi yang lain. Persepsi terhadap stimulus harga yang sama bisa bervariasi antar konsumen dan bagi satu konsumen bisa bervariasi antar produk, situasi pembelian dan waktu (Cooper, 1969 dalam Dodds et al., 1991). Harga sebuah produk baik barang maupun jasa akan dipersepsikan sebagai nilai pengorbanan. Jika harga yang ditawarkan dianggap tinggi, maka persepsi terhadap pengorbanan juga tinggi. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Chauduri dan Holbrook (2001) yang menemukan bahwa seorang konsumen loyal merek tertentu, akan bersedia membayar mahal karena adanya persepsi bahwa merek tersebut memiliki nilai yang tidak tergantikan. Dalam penelitian ini kelompok konsumen loyal untuk merek Jeans mempersepsikan harga mahal dan harga murah sebuah Jeans sebagai nilai yang tidak tergantikan. Nilai dapat didefinisikan antara manfaat yang dirasakan terhadap harga. Hal ini terbukti dari hasil penelitian ditemukan bahwa konsumen loyal merek Jeans mendapatkan manfaat karena cenderung memperhatikan kenyamanan menggunakan Jeans dalam kepuasan pasca belinya, sehingga kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah menjadi tidak berbeda dalam kepuasan pasca belinya untuk merek produk Jeans. Sebaliknya, kelompok konsumen loyal untuk merek kemeja mempersepsikan harga mahal dan harga murah sebuah produk sebagai prestis/gengsi karena penggunaan produknya dilihat oleh orang lain. Hal ini terbukti dari hasil penelitian ditemukan bahwa konsumen loyal merek kemeja lebih prestis/gengsi karena cenderung memperhatikan warna kemeja dalam kepuasan pasca belinya, sehingga 196 konsumen loyal rela membayar mahal untuk sebuah pemilihan merek karena warna kemeja menjadi penting dirasakan oleh konsumen. Kelompok loyal merek dengan harga mahal dan kelompok loyal merek dengan harga murah menjadi berbeda dalam kepuasan pasca belinya untuk merek produk kemeja. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis 5 diterima sebagian, yang menyatakan terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok konsumen loyal merek dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek dengan harga murah untuk produk kemeja, tetapi sebaliknya menjadi tidak diterima untuk produk Jeans. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan adapun hal-hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini, antara lain: Pertama, berdasarkan hasil pengujian hipotesis tidak terdapat perbedaan orientasi belanja pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Kedua, berdasarkan hasil pengujian hipotesis tidak terdapat perbedaan kriteria pembelian pada kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek Ketiga, berdasarkan hasil pengujian usia tidak memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek. Keempat, berdasarkan hasil pengujian pendapatan tidak memiliki hubungan dengan kelompok konsumen loyal merek dan kelompok konsumen tidak loyal merek Kelima, berdasarkan hasil pengujian tidak terdapat perbedaan kepuasan pasca beli pada kelompok konsumen loyal merek dengan harga mahal dan kelompok konsumen loyal merek dengan harga murah. Saran Penelitian PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan. Penelitian lanjutan perlu dilakukan karena banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya. Pertama, penelitian hanya dilakukan terhadap konsumen satu industri yaitu pakaian dengan dua kategori produk yaitu Jeans dan kemeja sebagai obyek penelitian. Selain itu, hasil pencarian responden pada penelitian ini cukup didominasi merek-merek terkenal yang beredar dipasar. Hasil penelitian ini tidak dapat begitu saja digeneralisasikan pada konsumen industri pakaian dengan kategori produk lain selain Jeans dan kemeja. Ketua, kuesioner dalam penelitian ini juga disebar terbatas hanya pada tiga kampus saja, hal ini menyebabkan tingkat generalisasi menjadi tidak tinggi. Mahasiswa yang bekerja sebagai part time juga semakin banyak sehingga menjadi hambatan khusus bagi peneliti dalam mencari responden yang belum memiliki DAFTAR REFERENSI Andreassen, T.W. and Lindestad, B. 1998. “Customer Loyalty and Complex Service”. International Journal of Service Industry Management, 9 (1): 7 - 23. Assael, H. 1998. Consumer Behavior and Marketing Action, 6th ed. South Western College Publishing, Cincinnati: an International Thomson publishing Company. Bernd, H. S.. and Patrick, G. 2006. “Are Brands Forever? How Brand Knowledge and Relationship Affect Current and Future Purchase”. Journal of Product and Brand Management, 15 (2): 98-105 JustusLiebig-University, Giessen, Germany. pendapatan sendiri dan menerima uang saku/pendapatan dari orangtua. Ketiga, kriteria menentukan kelompok loyal dan kelompok tidak loyal dalam penelitian ini adalah dengan membagi dua. Jumlah total 6 pertanyaan yang diperoleh dari hasil jumlah tertinggi yaitu 30 ditambah hasil jumlah terendah yaitu 6 kemudian dibagi 2 sehingga ditentukan untuk jumlah 6 sampai 18 dinyatakan kelompok tidak loyal, sedangkan jumlah 19 sampai 30 dinyatakan kelompok loyal. Hal ini menyebabkan perhitungan statistiknya menjadi kurang akurat. Penelitian mendatang sebaiknya menggunakan statistical split. Keempat, karakteristik responden pada kelompok loyal merek dan kelompok tidak loyal merek dalam penelitian ini adalah homogen yaitu usia dan pendapatan. Hal ini menyebabkan kedua kelompok tidak memiliki hubungan dengan usia dan pendapatan, serta menjadi tidak berbeda dalam pembuatan keputusan dan kepuasan pasca belinya. Boulding, W., Kalra, A., Staelin, R. and Zeithmal, V.A. 1993. “A Dynamic Process Model-Model of Service Quality: From Expectations to Behavioral Intention”. Journal of Marketing Research, 30 (2): 7 - 27. Browne, B. and Kaldenberg, D. 1997. “Conceptualizing Self-Moni-toring: Link to Materialism and Product Involvement”. Journal of Consumer Marketing, 14 (1): 31 – 44. Campbell and Margaret, C. 2002. “Building Brand Equity”. Interna-tional Journal of Medical Marketing, 23 (4): 108 - 218. Carsodo, P.R., Tsourvakas. G. and Santos, J. 2006. Information Sources and Clothing Brands Gmsumption in 197 JRMB, Volume 10, No 2 Desember 2015 Mediterranean www.bouc.ubi.pt. Countries, Chauduri, A. and Holbrook, M.B. 2001. “The Chain of Effects From Brand Trust and Brand Affect to Brand Performance: The Role of Brand Loyalty”. Journal of Marketing, 4 (1): 81 - 93. Cronin, J.JJR., M.K. Brady, and G.T.M. Hurt. 2000. “Assesing The Effects of Quality, Value and Customer Satisfaction on Custo-mer Behavioral Intentions in Service Environment”. Journal of Retailing, 76 (2): 193-218. Dharmmesta, B. S. 1999. “Kesetiaan Pelanggan: sebuah Kajian konseptual Sebagai Panduan Bagi Peneliti”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, (14): 73 - 88. Dick, A. and Basu, K. 1994. “Customer Loyalty: Howard an Integrated Framework”. Journal of The Academy of Marketing Science, (22): 99-113. Dodds, W., Monroe, K. and Grewal, D. 1991. “Effects of Price, Brand, and Store Information on Buyers' Product Evaluation”. Journal of Marketing Research, 28 (8): 307-19. Haryati, L. 2003. “Tidak Cukup Hanya Kepuasan Pelanggan Diperlukan Nilai Untuk Survival”. Jurnal Ekonomi Perusahaan, 10 (1): 37 55. Herizon dan Maylina, W. 2003. “FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Kesetiaan Terhadap Merek Pada Konsumen Pasta Gigi Pepsodent Di Surabaya”, Ventura, 6 (1): 98-115. 198 Howard, A.J. and Sheth, N. J. 1991, A Theory of Buyer Behavior, Marketing Classics: A Selection of Influential articles, Eighth Ed, Prentice hall. Jamal, A. and Goode, Mark, M.H. 2001. “Consumer and Brands: A study of The Impact of Self Image Predict Congruence on Brand Preference and Satisfaction”. Marketing Intelligence and Planning, 19 (7): 482 - 492. Jin, B. 1991. “A Study on The Determinant Variables of Brand Loyalty Related to Clothing Items”. Unpublished Thesis, Y onsei University, Seoul. Kanuk, L.L. and Schiffman, L.G. 2000. Consumer Behaviour, 7th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Keller, K.L. 1993. “Conceptualizing, Measuring and Managing Customer- Based Brand Equity”. Journal of Marketing, 57 (1): 1 - 22. Kim, S. and Rhee, Y. 1995. “Consumer's Clothing Brand Loyalty and Clothing Buying Behavior”. Journal of The Korean Society of Clothing and Textiles, 19 (4): 602 - 614. Kotler, P. 2003. Marketing Management, 11th ed. Upper Saddle River, NJ, Pearson Educational International. Loudon, D. L., Della Bitta, A. J. 1993. Consumer Behavior: Concepts and Applications, McGraw Hill. McQuarrie, Edward F. Ahd Munson, J. Michael. 1992. “A Revised Product Involvement Inventory: Improved Usability and Validity. Advanced In Consumer Research, (19): 108 - 115. PEMBUATAN KEPUTUSAN, DEMOGRAFIS, DAN .……………………………………………(Simatupang dan Ida) McQuitty., S., Fin., A. and Willey, J., B. 2000. “Systematically Varying Consumer Satisfaction and Its Implications for Product Choice”. Academy of Marketing Science Review, 20 (10): 1 - 16. Mitchell, A. 1997. “The Secret of a Good Relationship”. Marketing Week, 20 (22): 20 - 21. Monroe, K. B. 2003. Pricing: Making Profitability Decision, 2nd Ed, McGraw Hill International Editions. O Cass, A. 2001. “Consumer SelfMonitoring, Materialism and Involvement Fashion-Clothing”. Australian Marketing Journal, 9 (1): 46 - 60. Oh, J. and Fiorito, S.S. 2002. “Korean Women's Clothing Brand Loyalty”. Journal of Fashion Marketing and Management, 6 (3): 206 - 222. Sekaran, U. 2000. Research Methods for Business: a Skill Building Approach, 3rd edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Selnes, F. 1993. “An Examination of The Effect of Product Performance on Brand Reputation, Satisfaction and Loyalty”. Journal of Marketing, 27 (9): 19-35. Wood, L. M. 2004. “Dimensions of Brand Purchasing Behavior: Consumers In the 18-24 Age Groups”. Journal of Consumer Behavior, 4 (1): 9 - 24. Zaichkowsky, J. L. 1985. “Measuring The Involvement Construct”. Journal Consumer Research, 12 (12): 341 351. Zeithmal, V.A. and Bitner, M.J. 1996. Service Marketing. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Pearson, S. 1996. Building Brands Directly: Creating Business Value From Customer relationship, London, MacMillan Press Ltd. Purwani, K dan Dharmmesta, B. S.. 2002. “Perilaku Beralih Merek Konsumen Dalam Pembelian Produk Otomotif”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 17 (3): 288 - 303. Purwanto, B.M. 2002. “The Effect of Salesperson Stress Factor on Job Performance”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 17 (2): 150 - 169. Quester, P., and Ai Lin Lim. 2003. “Product InvolvementlBrand Loyalty: is There a Link?”. Journal of Product and Brand Management, 21(1): 22 -38. 199