pemberdayaan pekerja wanita - Jurnal Online UM

advertisement
PEMBERDAYAAN PEKERJA WANITA
(Studi Kasus pada Perusahaan Batik Madura di Desa Kotah,
Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang)
ARTIKEL ILMIAH
OLEH
Sri Wahidatul Luthfiyah
NIM 105811480832
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN
PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Mei, 2010
PEMBERDAYAAN PEKERJA WANITA (Studi Kasus Pada Perusahaan Batik Madura di Desa Kotah, Kecamatan
Jrengik, Kabupaten Sampang)
“SRI WAHIDATUL LUTHFIYAH”
Abstrak: Pemberdayaan pekerja wanita pengrajin batik di Desa Kotah,
Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang Madura kondisi sosial ekonomi
pengrajin batik pada awalnya hanya bekerja sebagai seorang petani yang
berpenghasilan sedikit. Sekarang semenjak bekerja sebagai pengrajin batik
penghasilannya bisa membantu perekonomian keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) kondisi sosial ekonomi
pekerja wanita di perusahaan batik yang ada di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik,
Kabupaten Sampang (2) proses pemberdayaan pekerja wanita di perusahaan batik
di Desa Kotah sehingga menjadi masyarakat berdaya (3) hambatan dan dukungan
yang dihadapi dalam rangka pemberdayaan pekerja wanita di perusahaan batik di
Desa Kotah
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, karena
penelitian ini berusaha mengungkap kasus yang ada di Desa Kotah, Kecamatan
Jrengik, Kabupaten Sampang. Sember data penelitian yaitu pengrajin batik,
pekerja batik, tokoh masyarakat, kepala desa, dan sekretaris Desa. Penelitian
dilakukan di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisa data dari
Miles dan Huberman
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kondisi sosial ekonomi pekerja
wanita di perusahaan batik di Desa Kotah tersebut sebagai pekerja batik cukup
baik karena tenaga kerja wanita yang hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD)
bisa bekerja membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. (2) Upaya
pemberdayaan pekerja wanita yang dilakukan oleh perusahaan batik di Desa
Kotah sangat bagus karena pengrajin mambarikan pelatihan langsung kepada para
pemula yang ingin belajar membatik dari tahap yang paling mudah sampai tahap
yang paling sulit sehingga membawa dampak yang positif bagi kepada para
pekerja wanita yang ada di Desa Kotah, sehingga bisa menambah keterampilan,
wawasan, dan pengetahuan kepada pekerja wanita pengrajin batik di Desa Kotah.
Pelatihan yang diberikan kepada para pekerja berupa proses pembuatan batik dari
tahap membuat motif, menggambar menggunakan labun hingga tahap pewarnaan.
Tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses pembuatan batik dari
tahap awal hingga tahap akhir. (3) hambatan yang dihadapi oleh perusahaan batik
yaitu kurangnya pelatihan tentang membuat batik menjadikan ketrampilan tenaga
kerja tidak berkembang sehingga menghasilkan hasil yang kurang maksimal,
kurangnya penyuluhan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan industri
pembuatan batik berpengaruh besar terhadap proses pemberdayaan pekerja wanita
sehingga tidak didapatkan hasil yang maksimal dalam proses tersebut, pendidikan
tenaga kerja yang rendah yaitu sebagian besar lulusan Sekolah Dasar (SD) bahkan
ada yang putus Sekolah Dasar maka menjadi hambatan untuk mengembangkan
industri batik, kesulitan modal dalam kegiatan produksi dikarenakan pemerintah
Kota Sampang kurang memperhatikan usaha batik, sehingga para produsen
kesulitan dalam mengembangkan usahanya, kurangnya dukungan pemerintah
Kota Sampang dalam hal pemasaran batik, misalnya menyediakan wadah bagi
para produsen batik untuk menjual batik kepada para konsumen
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar tenaga kerja khususnya
wanita lebih meningkatkan keterampilan sebagai pengrajin batik. Pengrajin juga
harus lebih meningkatkan pelayanan terhadap hak-hak tenaga kerja sehingga
tenaga kerja lebih maksimal, selain itu Desa Kotah harus memperhatikan
keberadaan perusahaan batik dan tenaga kerja khususnya wanita agar
pemberdayaan wanita meningkat dan mendapatkan hasil yang bagus dan
berkualitas tinggi.
Kata Kunci: Pemberdayaan, Pekerja, Wanita, Perusahaan Batik
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena berusaha
mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan kontek (holistikkontekstual) melalui pengumpulan data dan latar belakang alami dengan
memanfaatkan diri sebagai instrumen kunci tentang bagaimana pemberdayaan
pekerja wanita yang ada di Kabupaten Sampang Madura khususnya pekerja batik
Madura. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan
analisa dengan pendekatan induktif. Proses dan makna dari sudut pandang subyek
dalam penelitian kualitatif lebih ditonjolkan. Penetapan pendekatan ini didasarkan
atas pertimbangan bahwa peneliti ingin mengemukakan fenomena-fenomena yang
ada sesuai dengan kondisi yang terjadi dilokasi penelitian tanpa adanya rekayasa.
Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 1990:3) pendekatan kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif, berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat dipahami.
Berdasarkan pada masalah yang ada, maka jenis penelitian ini adalah studi
kasus yaitu penelitian yang dimaksud mempelajari secara intensif tentang latar
belakang keadaan sekarang dan interaksi sosial, individu, kelompok, lembaga dan
masyarakat (Usman, 2003:5).
Jenis penelitian studi kasus dalam penelitian ini diambil untuk mengetahui
latar belakang kehidupan dan kondisi kaum wanita pekerja batik, bagaimanakah
peran perusahaan batik yang ada di Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten
Sampang Madura dalam proses pemberdayaan pekerja wanita sebagai pekerja
batik di Desa Kotah Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang Madura sehingga
kaum wanita dapat bekerja membantu pendapatan ekonomi keluarga.
HASIL
a. Kondisi Sosial Ekonomi Pekerja Wanita Sebagai Pengrajin Batik
Kondisi ekonomi pekerja batik di Desa meringankan perekonomian
keluarga dibandingkan dengan masyarakat yang tidak bekerja sebagai pengrajin
batik. Penghasilan para pekerja batik setiap bulan mencapai Rp 200.000 sampai
Rp 400.000 tergantung banyaknya pesanan dan pengrajin tidak membayar pekerja
dengan sistem harian karena merugikan pengrajin apabila tidak memenuhi target.
Biasanya tahap pewarnaan dan membuat motif dilakukan oleh para pengrajin
sendiri dan dibantu oleh istri dan anaknya.
Pekerja wanita di perusahaan batik dilihat dari sisi pendidikan, mayoritas
para pekerja menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD). Bahkan ada yang sampai
putus sekolah dasar (SD) karena tidak mempunyai biaya untuk sekolah. Tetapi
disisi lain pekerja batik di Desa Kotah mempunyai keterampilan membatik yang
tidak dimiliki oleh semua orang.
Dilihat dari sisi kesehatan, pengrajin batik tidak menggunakan bahan
kimia yang merugikan semua pihak, baik para pekerja maupun masyarakar sekitar
produksi batik dan para tenaga kerja sangat diuntungkan bisa bekerja sebagai
pengrajin batik karena bisa membantu perekonomian keluarga dan mempunyai
fasilitas yang lebih dibandingkan dengan masyarakat yang tidak bekerja sebagai
pengrajin batik.
Dilihat dari sisi ekonomi, penghasilan para pekerja batik setiap bulan
mencapai Rp 200.000 sampai Rp 400.000 tergantung banyaknya pesanan dan
pengrajin tidak membayar pekerja dengan sistem harian tetapi dengan borongan
karena merugikan pengrajin apabila tidak memenuhi target. Biasanya tahap
pewarnaan dan membuat motif dilakukan oleh para pengrajin sendiri dan dibantu
oleh istri dan anaknya
b. Proses Pemberdayaan Pekerja Wanita di Perusahaan Batik yang ada di
Desa Kotah
Mekanisme pemberian upah kepada pekerja batik oleh pengrajin yaitu
berupa borongan, dalam satu bulan para pekerja batik menghasilkan satu sampai
dua lembar kain batik dan dilihat bagus tidaknya hasil yang dikerjakan oleh para
pekerja. Apabila hasil yang diperoleh bagus maka upah yang diterima banyak,
sebaliknya apabila hasil yang diperoleh jelek maka upah yang diterima sedikit.
Biasanya upah yang diterima oleh para pekerja dalam satu batik sekitar Rp
200.000 sampai Rp 300.000 tergantung dengan hasil yang mereka kerjakan. Kalau
banyak pesanan pekerja mendapatkan upah hingga mencapai Rp 400.000”.
Dilihat dari sisi kelonggaran waktu libur dan bekerja, Waktu kerja tidak
ditentukan oleh pengusaha yang penting pengusaha tidak dirugikan oleh pekerja
dan telah disepakati oleh kedua belah pihak antara pengusaha dan pekerja.
Sedangkan dari sisi hubungan sosial pekerja dan pengrajin sangat baik
karena tidak ada yang dirugikan diantara kedua belah pihak dan saling terbuka
antara para pekerja dan pengrajin batik terutama masalah upah.
Para pengusaha batik memberikan pelatihan langsung kepada para pekerja
pemula yang mau belajar membatik dari tahap yang paling mudah sampai tahap
yang paling silit. Tetapi membutuhkan waktu yang lama hingga menghasilkan
batik yang bagus.
dilihat dari sisi pemberian hak apabila pekerja mengalami sakit akibat
datang bulan maka pekerja diijinkan untuk tidak masuk bekerja selama satu
sampai dua hari, hamil dan melahirkan para pekerja diijinkan tidak masuk kerja
selama tiga bulan sampai kesehatannya pulih dan bisa untuk bekerja lagi sesuai
dengan kemampuan para pekerja dan tidak dirugikan antara pihak pengrajin dan
pihak pekerja.
Peran pemerintah dalam pendidikan membatik atau kursus membatik di
Desa Kotah diadakan oleh para pengrajin dan tanpa ada campur tangan
pemerintah Kota Sampang dan bagi para pemula yang belajar membatik datang ke
tempat produksi dan belajar membatik ke pengrajin dan pekerja yang sudah lancar
dalam membatik. Fasilitas pasar batik di Kota Sampang tidak ada, sehingga para
pengrajin sangat kesulitan dalam hal pamasaran. Sedangkan penyediaan bahan
baku pembuatan batik di Desa Kotah dilakukan oleh pengusaha tanpa ada bantuan
dari pihak pemerintah. Pelaku usaha batik di Desa Kotah tidak semua mengajukan
perijinan usaha karena mayoritas perusahaan di Desa Kotah berupa perusahaan
kecil dan hanya beberapa yang mengajukan perijinan usaha karena termasuk
perusahaan besar
c. Hambatan dan Dukungan yang Dihadapi dalam Rangka Pemberdayaan
Pekerja Wanita di Perusahaan Batik yang ada di Desa Kotah,
Hambatan dalam proses pemberdayaan pekerja wanita sebagai pekerja
batik yaitu:
1. Kurangnya pelatihan-pelatihan tentang membuat batik menjadikan
keterampilan tenaga kerja tidak berkembang sehingga menghasilkan hasil
yang kurang maksimal.
2. Kurangnya penyuluhan-penyuluhan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan industri pembuatan batik berpengaruh besar terhadap proses
pemberdayaan pekerja wanita sehingga tidak didapatkan hasil yang maksimal
dalam proses tersebut.
3. Pendidikan tenaga kerja yang rendah yaitu sebagian besar lulusan Sekolah
Dasar (SD) bahkan ada yang putus Sekolah Dasar maka menjadi hambatan
untuk mengembangkan industri batik tersebut.
4. Kesulitan modal dalam kegiatan produksi dikarenakan pemerintah Kota
Sampang kurang memperhatikan usaha batik, sehingga para produsen
kesulitan dalam mengembangkan usahanya.
5. Kurangnya dukungan pemerintah Kota Sampang dalam hal pemasaran batik,
misalnya menyediakan wadah bagi para produsen batik untuk menjual batik
kepada para konsumen.
Dukungan dalam proses pemberdayaan pekerja wanita sebagai pekerja
batik yaitu:
1. Kepala Desa dan aparat Desa Kotah mengupayakan kepada pemerintah Kota
Sampang untuk membuat pasar khusus untuk para pengrajin batik agar tidak
menjual batiknya keluar Kota Sampang
2. Kepala Desa dan aparat Desa Kotah juga mengupayakan agar pengrajin batik
yang ada di Desa Kotah terus mendapatkan perhatian oleh pemerintah Kota
Sampang dan memberikan batuan berupa dana kepada para pengrajin batik
untuk modal membeli bahan baku pembuatan batik yang sangat mahal
3. Pemerintah Kota Sampang mengupayakan untuk mengadakan pelatihan
kepada para pekerja agar Batik Desa Kotah bisa bersaing dengan batik lain
PEMBAHASAN
A. Kondisi Sosial Ekonomi Pekerja Wanita Sebagai Pengrajin Batik
Kondisi sosial ekonomi tenaga kerja wanita pengrajin batik dilihat dari
pendidikan, mayoritas para pekerja menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD).
Bahkan ada yang sampai putus sekolah dasar (SD) karena tidak mempunyai biaya
untuk sekolah. Tetapi disisi lain pekerja batik di Desa Kotah mempunyai
keterampilan membatik yang tidak dimiliki oleh semua orang.
Pendidikan tinggi dilaksanakan diperguruan tinggi yang berbentuk
universitas, sekolah tinggi dan akademi. ”Universitas adalah perguruan tinggi
yang ruang lingkup tugasnya mencakup bidang-bidang ilmu dan profesi secara
terperinci, sedangkan sekolah tinggi/akadami adalah perguruan tinggi yang ruang
lingkup tugasnya mencakup hanya satu bidang dan ilmu profesi”(Tim Dosen KTP
FIP IKIP Malang, 1995:132)
Pengrajin batik dalam proses pembuatan batik tidak menggunakan bahan
kimia yang merugikan semua pihak, baik para pekerja maupun masyarakar sekitar
produksi batik dan para tenaga kerja sangat diuntungkan bisa bekerja sebagai
pengrajin batik karena bisa membantu perekonomian keluarga dan mempunyai
fasilitas yang lebih dibandingkan dengan masyarakat yang tidak bekerja sebagai
pengrajin batik.
Penghasilan para pekerja batik setiap bulan mencapai Rp 200.000 sampai
Rp 400.000 tergantung banyaknya pesanan dan pengrajin tidak membayar pekerja
dengan sistem harian karena merugikan pengrajin apabila tidak memenuhi target.
Biasanya tahap pewarnaan dan membuat motif dilakukan oleh para pengrajin
sendiri dan dibantu oleh istri dan anaknya
B. Proses Pemberdayaan Pekerja Wanita di Perusahaan Batik yang ada di
Desa Kotah
Proses pemberdayaan pekerja wanita di perusahaan batik di Desa Kotah
sehingga menjadi masyarakat berdaya yaitu tenaga kerja wanita yang bekerja di
perusahaan batik, sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Mereka bangga bisa
membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Selain itu, para pekerja mempunyai hak bekerja, hak mendapatkan upah
dan hak memperoleh perlindungan keselamatan kerja yang sudah dicantumkan
dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undangundang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Apabila dilanggar maka
akan mendapatkan sanksi dari pemerintah sesuai dengan Undang-undang tersebut.
Menurut Soepomo, 1994:38 perjanjian kerja meliputi: (1) pembuatan
perjanjian kerja merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja, (2) kewajiban
pekerja untuk melaksanakan pekerjaan yang sekaligus merupakan hak pengusaha
atas hasil pekerjaan pekerjanya, (3) kewajiban pengusaha membayar upah kepada
pekerja dimana hal ini sekaligus hak dari pekerjaannya, (4) Berakhirnya hubungan
kerja, (5) Perselisihan kedua belah pihak harus diselesaikan dengan sebaikbaiknya.
Para pemula belajar membatik dari pengrajin dan pekerja yang sudah
lancar. Sehingga para pemula yang ingin belajar membatik datang langsung ke
tempat produksi dan pengrajin mengajarkan membatik sampai lancar kepada
pemula
Mekanisme pemberian upah kepada pekerja batik oleh pengrajin yaitu
berupa borongan, dalam satu bulan para pekerja batik menghasilkan satu sampai
dua lembar kain batik dan dilihat bagus tidaknya hasil yang dikerjakan oleh para
pekerja. Apabila hasil yang diperoleh bagus maka upah yang diterima banyak,
sebaliknya apabila hasil yang diperoleh jelek maka upah yang diterima sedikit.
Biasanya upah yang diterima oleh para pekerja dalam satu batik sekitar Rp
200.000 sampai Rp 300.000 tergantung dengan hasil yang mereka kerjakan. Kalau
banyak pesanan pekerja mendapatkan upah hingga mencapai Rp 400.000”.
Menurut Parsons et.al (dalam Suharto 2005:66) menyatakan bahwa proses
pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Maksudnya adalah tidak ada
literatur yang menyatakan proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan
satu antara pekerja sosial dan klien. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat
meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri tetapi bukanlah strategi
utama pemberdayaan
Waktu kerja tidak ditentukan oleh pengusaha yang penting pengusaha
tidak dirugikan oleh pekerja dan telah disepakati oleh kedua belah pihak antara
pengusaha dan pekerja dan hubungan sosial pekerja dan pengrajin sangat baik
karena tidak ada yang dirugikan diantara kedua belah pihak dan saling terbuka
antara para pekerja dan pengrajin batik terutama masalah upah.
Pekerjaan dinilai setelah adanya perjanjian kerja sebagai syarat mutlak,
menunjukkan bahwa secara yuridis hubungan antara kedua pihak yakni buruh dan
majikan berada dalam satu ikatan, untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu. Perjanjian ini membedakan hubungan lain antara dua belah pihak, yang
juga melakukan pekerjaan dengan pembayaran upah sebagai balas jasa, tetapi
tidak berada dalam satu hubungan kerja (Indiarsoro & Saptenno, 1996:22).
Seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu
kerja harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Ada persetujuan
pekerja/buruh yang bersangkutan, dan (2) Waktu kerja lembur hanya dapat
dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam
dalam 1 (satu) minggu. Namun dalam kenyataannya banyak dijumpai
pekerja/buruh yang karena faktor tertentu bekerja melebihi jam kerja tapi bukan
merupakan waktu lembur.
Apabila pekerja mengalami sakit, hamil dan melahirkan para pekerja
diijinkan tidak masuk kerja sampai kesehatannya pulih dan bisa untuk bekerja lagi
sesuai dengan kemampuan para pekerja dan pekerja sangat senang dengan adanya
usaha batik di Desa Kotah karena mengurangi pengangguran yang ada di Desa
Kotah.
Menurut Suyono (1984:92) dalam kamus istilah Antropologi menyebutkan
bahwa. Kesehatan adalah keadaan kesejahteraan secara menyeluruh meliputi
kesejahteraan jasmaniah, rohaniah dan sosial
Para pengusaha batik memberikan pelatihan langsung kepada para pekerja
pemula yang mau belajar membatik dari tahap yang paling mudah sampai tahap
yang paling sulit. Tetapi membutuhkan waktu yang lama hingga menghasilkan
batik yang bagus
Peran pemerintah dalam pendidikan membatik atau kursus membatik di
Desa Kotah diadakan oleh para pengrajin dan tanpa ada campur tangan
pemerintah Kota Sampang dan bagi para pemula yang belajar membatik datang ke
tempat produksi dan belajar membatik ke pengrajin dan pekerja yang sudah lancar
dalam membatik. Fasilitas pasar batik di Kota Sampang tidak ada, sehingga para
pengrajin sangat kesulitan dalam hal pamasaran. Sedangkan penyediaan bahan
baku pembuatan batik di Desa Kotah dilakukan oleh pengusaha tanpa ada bantuan
dari pihak pemerintah. Pelaku usaha batik di Desa Kotah tidak semua mengajukan
perijinan usaha karena mayoritas perusahaan di Desa Kotah berupa perusahaan
kecil dan hanya beberapa yang mengajukan perijinan usaha karena termasuk
perusahaan besar
C. Hambatan dan Dukungan yang Dihadapi Dalam Rangka Pemberdayaan
Pekerja Wanita di Perusahaan Batik yang ada di Desa Kotah
Hambatan dalam proses pemberdayaan pekerja wanita sebagai pekerja
batik yaitu:
1. Kurangnya pelatihan-pelatihan tentang membuat batik menjadikan
keterampilan tenaga kerja tidak berkembang sehingga menghasilkan hasil
yang kurang maksimal.
2. Kurangnya penyuluhan-penyuluhan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan industri pembuatan batik berpengaruh besar terhadap proses
pemberdayaan pekerja wanita sehingga tidak didapatkan hasil yang maksimal
dalam proses tersebut.
3. Pendidikan tenaga kerja yang rendah yaitu sebagian besar lulusan Sekolah
Dasar (SD) bahkan ada yang putus Sekolah Dasar maka menjadi hambatan
untuk mengembangkan industri batik tersebut.
4. Kesulitan modal dalam kegiatan produksi dikarenakan pemerintah Kota
Sampang kurang memperhatikan usaha batik, sehingga para produsen
kesulitan dalam mengembangkan usahanya.
5. Kurangnya dukungan pemerintah Kota Sampang dalam hal pemasaran batik,
misalnya menyediakan wadah bagi para produsen batik untuk menjual batik
kepada para konsumen.
Dukungan dalam proses pemberdayaan pekerja wanita sebagai pekerja
batik yaitu:
1. Kepala Desa dan aparat Desa Kotah mengupayakan kepada pemerintah Kota
Sampang untuk membuat pasar khusus untuk para pengrajin batik agar tidak
menjual batiknya keluar Kota Sampang
2. Kepala Desa dan aparat Desa Kotah juga mengupayakan agar pengrajin batik
yang ada di Desa Kotah terus mendapatkan perhatian oleh pemerintah Kota
Sampang dan memberikan batuan berupa dana kepada para pengrajin batik
untuk modal membeli bahan baku pembuatan batik yang sangat mahal
3. Pemerintah Kota Sampang mengupayakan untuk mengadakan pelatihan
kepada para pekerja agar Batik Desa Kotah bisa bersaing dengan batik lain
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Mayoritas para pekerja menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD).
Bahkan ada yang sampai putus sekolah dasar (SD) karena tidak mempunyai biaya
untuk sekolah. Tetapi disisi lain pekerja batik di Desa Kotah mempunyai
keterampilan membatik yang tidak dimiliki oleh semua orang.
Penghasilan para pekerja batik setiap bulan mencapai Rp 200.000 sampai
Rp 400.000 tergantung banyaknya pesanan dan pengrajin tidak membayar pekerja
dengan sistem harian karena merugikan pengrajin apabila tidak memenuhi target.
Biasanya tahap pewarnaan dan membuat motif dilakukan oleh para pengrajin
sendiri dan dibantu oleh istri dan anaknya
Tenaga kerja wanita yang bekerja di perusahaan batik, sebagian besar
adalah ibu rumah tangga. Mereka bangga bisa membantu suaminya dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, para pekerja mempunyai hak bekerja, hak
mendapatkan upah dan hak memperoleh perlindungan keselamatan kerja yang
sudah dicantumkan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja dan Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Apabila
dilanggar maka akan mendapatkan sanksi dari pemerintah sesuai dengan Undangundang tersebut.
Upaya pengrajin menjadikan pekerja sejahtera apabila hasil yang diperoleh
bagus maka upah yang diterima banyak, sebaliknya apabila hasil yang diperoleh
jelek maka upah yang diterima sedikit. Hubungan sosial pekerja dan pengrajin
sangat baik dan tidak ada yang dirugikan di antara kedua belah pihak. Karena
sama-sama terbuka dalam masalah upah para pekerja
Apabila pekerja selesai membuat batik maka pengrajin langsung
membayar sesuai dengan hasil yang mereka kerjakan. Biasanya upah yang
diterima dalam satu kain sekitar Rp 200.000 sampai Rp 400.000 tergantung
dengan hasil yang mereka kerjakan dan membutuhkan waktu sekitar dua sampai
tiga minggu dalam satu kain batik sehingga dalam satu bulan pekerja bisa
menyelesaikan satu sampai dua kain batik. Apabila banyak pesanan pekerja
mendapatkan upah hingga mencapai Rp 450.000
Para pengusaha batik memberikan pelatihan langsung kepada para pekerja
pemula yang mau belajar membatik dari tahap yang paling mudah sampai tahap
yang paling silit. Tetapi membutuhkan waktu yang lama hingga menghasilkan
batik yang bagus
Berdasarkan paparan data tentang hambatan dalam proses pemberdayaan
pekerja wanita sebagai pekerja batik yaitu:
1. Kurangnya pelatihan-pelatihan tentang membuat batik menjadikan
keterampilan tenaga kerja tidak berkembang sehingga menghasilkan hasil
yang kurang maksimal.
2. Kurangnya penyuluhan-penyuluhan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan industri pembuatan batik berpengaruh besar terhadap proses
pemberdayaan pekerja wanita sehingga tidak didapatkan hasil yang maksimal
dalam proses tersebut.
3. Pendidikan tenaga kerja yang rendah yaitu sebagian besar lulusan Sekolah
Dasar (SD) bahkan ada yang putus Sekolah Dasar maka menjadi hambatan
untuk mengembangkan industri batik tersebut.
4. Kesulitan modal dalam kegiatan produksi dikarenakan pemerintah Kota
Sampang kurang memperhatikan usaha batik, sehingga para produsen
kesulitan dalam mengembangkan usahanya.
5. Kurangnya dukungan pemerintah Kota Sampang dalam hal pemasaran batik,
misalnya menyediakan wadah bagi para produsen batik untuk menjual batik
kepada para konsumen.
Saran
Berdasarkan temuan penelitian yang dikemukakan di atas, disarankan
sebagai berikut:
1. Bagi tenaga kerja wanita, perlu meningkatkan keterampilan dalam melakukan
pekerjaan demi meningkatkan mutu kualitas sumber daya manusia (SDM)
2. Bagi Perusahaan, perlu lebih memperhatikan hak-hak yang harus diterima
oleh tenaga kerja khususnya wanita yaitu dengan memakai pedoman Undangundang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-undang
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan demi terwujudnya suatu bentuk
pemberdayaan wanita dengan hasil yang baik dan perusahaan hendaknya juga
memperhatikan kesejahteraan keluarga dari tenaga kerja pengrajin batik.
3. Bagi desa, perlu lebih memperhatikan keberadaan perusahaan batik dan tenaga
kerja wanita dalam hal peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) demi
terciptanya suatu bentuk pemberdayaan pekerja wanita sebagai pengrajin batik
dengan kualitas bagus sehingga dapat dijadikan aset pemasukan desa untuk
mensejahterakan masyarakat khususnya Desa Kotah
4. Bagi pemerintah, khususnya departemen perindustrian dan perdagangan,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), Koperasi dapat memberikan bantuan
untuk memajukan perusahaan kecil pembuat batik di Desa Kotah, Kecamatan
Jrengik, Kabupaten Sampang
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bina
Aksara
Asyari, S.I. 1981. Metodologi Penelitian Sosial Suatu Petunjuk Praktis. Surabaya:
Usaha Nasional
Harijani, Doni Rekro. 2001. Etos Kerja Perempuan Desa: Realisasi Kemandirian
Dan produktivitas Ekonomi. Yokyakarta: Philosophy press
Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya.
Jakarta: Ghalia Press
Indrakusuma, Amir Daien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional
Moeljarto. 1996. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Mobyarto, dkk. 1994. Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal. Yogyakarta:
Aditya Media.
Moleong, L. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Pranarka, AMW, dkk. 1996. Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan, dan
Implementasi. Jakarta: CSIS
Rochmadi, Nur Wahyu. 2001. Pemberdayaan Masyarakat. Malang. LP3UM
Sapteno, M, J & Indiarso, R. 1996. Hukum perburuhan Perlindungan Hukum bagi
tenaga kerja Dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Surabaya:
Karunia Surabaya
Soepomo, I. 1994. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan
Suma’mur, P. K. 1985. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
Gunung Agung
Soetrisno, Loekman. 1997. Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaan.
Yogyakarta: Kanisius
Suyono, Ariyono. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: C.V. Akademi Pressindo
Tim Penulis Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah. 2000. Pedoman Penulisan Karya
Ilmiyah (PPKI). Malang: Universitas Negeri Malang
Tim Dosen KTP FIP IKIP Malang. 1995. Pengantar Pendidikan. Malang: IKIP
Malang
Undang-undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang No.3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Usman, Husaini, Drs, dkk. 2003. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Warjiati, Sri. 1998. Hukum Ketatanegaraan Keselamatan Kerja dan Perlindungan
Upah Pekerja Wanita. Bandung: Tarsito
Download