BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian dan kesetiaan yang tinggi terhadap tuannya. Jadi wajar saja bila banyak orang yang menjadikan anjing sebagai hewan peliharaan. Dalam memelihara anjing, kesehatan merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan sejak dini karena terdapat berbagai jenis penyakit baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius. Banyak penyakit yang tidak dapat ditangani dengan obat-obatan, sehingga untuk penanganannya dibutuhkan tindakan pembedahan. Dalam tindakan pembedahan selalu diperlukannya agen anestetik, karena pembedahan baru dapat dilakukan apabila hewan mengalami relaksasi otot, tidak bergerak, tidak merasakan nyeri, dan dengan atau tanpa hilangnya kesadaran (Batan et al., 1997). Penggunaan anestetikum sebagai anestesi harus dilakukan secara hatihati agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi pasien. Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam penggunaan anestetikum diantaranya adalah jenis obat, dosis obat yang digunakan, serta cara pemberian obat. Pemberian anestetikum dapat dilakukan melalui injeksi secara intramuskuler, subkutan, intravena atau melalui inhalasi dengan menggunakan gas anestesi (Cullen, 1991). Pemberian melalui injeksi lebih banyak digunakan dibandingkan 2 dengan cara inhalasi yang dinilai lebih aman tetapi aplikasinya lebih rumit dan membutuhkan biaya yang cukup mahal. Anestesi yang ideal adalah anestesi yang aman terhadap sistem vital tubuh pasien, mudah diaplikasikan, memiliki durasi yang lama, dan biaya yang murah (Sudisma et al., 2012). Jenis obat yang umum digunakan untuk anestesi melalui injeksi adalah ketamin dengan premedikasi xilazin yang dikombinasikan dengan atropin. Premedikasi xilazin dapat digunakan untuk mengontrol hipertensi, secara farmakologi, xilazin dapat berfungsi sebagai analgesik, sedatif dan relaxan pada otot skeletal (Adam, 2001). Atropin digunakan sebagai premedikasi anestesi dengan tujuan utama untuk menekan produksi air liur, sekresi saluran nafas serta untuk mencegah reflek yang menimbulkan gangguan jantung (Sardjana et al., 2004). Ketamin memiliki sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja yang singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral, tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi (Kumar, 1997). Biasanya pemberian anestetikum ketamin dengan premedikasi xilazin dan atropin diberikan secara intramuskuler, dengan durasi anestesi yang dihasilkan sekitar 45 menit (Sudisma et al.,2002). Beberapa tindakan pembedahan biasanya membutuhkan waktu lebih dari 45 menit sehingga diperlukan penambahan anestetikum. Penambahan anestetikum secara berulang akan mempengaruhi kondisi fisiologis dari anjing dan sedapat mungkin harus dihindari. 3 Anestesi secara injeksi yang tergolong aman dan mudah aplikasinya adalah injeksi secara subkutan. Obat yang diinjeksikan secara subkutan akan diserap oleh tubuh secara perlahan-lahan sehingga efek obat akan menjadi lebih lama, tetapi dosis obat harus ditingkatkan dari dosis yang dianjurkan secara intramuskuler untuk dapat mencapai efek anestesi yang baik. Penelitian anestesi ketamin dengan premedikasi xilazin secara subkutan belum pernah dilakukan dalam praktek kedokteran hewan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap perubahan klinik yang terjadi pada anjing serta berapa dosis yang aman dan efektif yang mampu memberi efek anestesi yang baik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah perubahan klinik yang terjadi pada anjing lokal selama teranestesi ketamin dengan berbagai dosis premedikasi xilazin yang diberikan secara subkutan ? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan klinik yang terjadi pada anjing lokal selama teranestesi ketamin dengan berbagai dosis premedikasi xilazin yang diberikan secara subkutan meliputi frekuensi detak jantung, frekuensi respirasi, pulsus, suhu tubuh, Capillary refill time (CRT), tekanan otot rahang dan warna membrana mukosa. 4 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: a. Memberikan informasi tentang perubahan klinik yang terjadi pada anjing lokal selama teranestesi ketamin dengan berbagai dosis premedikasi xilazin yang diberikan secara subkutan. b. Untuk mendapatkan alternatif lain dalam pengaplikasian anestesi yang mudah dengan biaya yang minim, tetapi dengan efek anestesi yang aman dan durasi yang lama, sehingga dapat digunakan dalam praktik medis veteriner. 1.5 Kerangka Konsep Pemilihan obat anestesi yang tepat dengan cara pemberian yang benar akan meminimalkan efek samping yang tidak diinginkan terhadap sistem vital tubuh pasien (Hall dan Clarke, 1983). Ketamin dapat menimbulkan efek samping seperti takikardia, hipersalivasi serta meningkatkan ketegangan otot dan bila dosis berlebihan akan menyebabkan pemulihan berjalan lamban dan membahayakan (Jones et al., 1997). Efek samping yang tidak diharapkan dari suatu anestesi itu dapat diatasi dengan pemberian obat premedikasi yang memiliki kelebihan masing-masing (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Premedikasi yang paling sering digunakan untuk anestesi ketamin adalah xilazin (Sektiari dan Misaco, 2001). Xilazin dapat mengurangi sekresi saliva dan peningkatan tekanan darah yang diakibatkan oleh penggunaan ketamin (Warren, 1983), disamping itu xilazin juga dapat merelaksasikan otot tetapi dapat menyebabkan terjadinya muntah. 5 Penelitian terhadap perubahan klinik pada anjing lokal yang diberikan anestesi ketamin dengan premedikasi xilazin secara intramuskuler sudah pernah dilakukan. Perubahan klinik dari anestesi ketamin dengan premedikasi xilazin dilaporkan bahwa rata-rata frekuensi detak jantung mengalami penurunan sampai menit ke-40 dan terjadi peningkatan pada menit ke-50 dan 60. Selama teranestesi rata-rata frekuensi respirasi juga mengalami penurunan pada menit ke-0 dan meningkat pada menit ke-10 hingga menit ke-50. Pada pemeriksaan terhadap suhu tubuh mengalami penurunan dari menit ke-0 sampai menit ke-60. Frekuensi pulsus juga mengalami hal yang sama, mengalami penurunan hingga menit ke-50 dan meningkat pada menit ke-60 (Yanuaria dan Batan, 2002). Pemberian anestetikum yang kurang atau tidak mencukupi menyebabkan pasien akan tetap merasakan nyeri, masih dalam keadaan sadar, masih adanya refleks dan masih ada pergerakan. Apabila dosis anestetikum yang diberikan berlebihan bisa mengancam pasien bahkan dapat menimbulkan kematian. Guna mencegah dua kejadian yang ekstrim tersebut, harus dilakukan pemantauan yang baik selama hewan teranestesi. Pemantauan dilakukan terhadap sistem respirasi, sistem kardiovaskuler, dan suhu tubuh serta tetap mempertahankan kedalaman anestesi (McKelvey dan Hollingshead, 2003). 1.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat disusun hipotesis yaitu pemberian anestetik ketamin dengan premedikasi xilazin yang diberikan 6 secara subkutan pada anjing lokal dapat menimbulkan perubahan klinik selama teranestesi terhadap sistem vital seperti sistem kardiovaskuler yang meliputi frekuensi detak jantung, CRT, pulsus warna membrana mukosa, respirasi, suhu tubuh, dan tekanan otot rahang.