Dalam mempersiapkan masukan ILO kepada Komite Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, 12 seri paparan teknis singkat (Technical Briefing Notes-TBNs) telah disusun untuk memenuhi dua kegunaan. Pertama, sebagai dokumen latar belakang yang mencakup kebijakan-kebijakan kunci rekomendasi kebijakan berbagai hal terkait dengan pengentasan kemiskinan. Dan kedua, sebagai rancang bangun dalam penyusunan laporan komprehensif: "Terbebas dari Kemiskinan: Masukan ILO atas PRSP Indonesia". Paparan teknis ini membahas: Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip Dasar dan Hak-hak di tempat Kerja. Tema-tema lain dalam seri paparan teknis singkat meliputi: 1 1. Dimensi Ketenagakerjaan Dalam Kebijakan Makro Dan Sektoral; 2. Desentralisasi Dan Pekerjaan Yang Layak: Menjalin Hubungan Dengan MDGs; 3. Penciptaan Lapangan Kerja dan Pengembangan Usaha (Pengembangan UKM dan Ekonomi Lokal dan Lapangan Kerja); 4. Pengurangan kemiskinan kaum muda melalui perbaikan jalur dari sekolah menuju bekerja; 5. Pembangunan Desa, Akses, Kesempatan Kerja dan Peluang Memperoleh Penghasilan; 6. Pengenbangan Keterampilan untuk Pertumbuhan Ekonomi dan Kelangsungan Hidup; 7. Buruh Anak di Indonesia; 8. Perlidungan Sosial untuk Semua; 9. Peningkatan Tata Pemerintahan yang baik dalam Pasar Tenaga Kerja melalui Penguatan Dialog Sosial dan Tripartisme; 10. Migrasi: Peluang dan Tantangan Program Strategi Pengentasan Kemiskinan (PRSP) di Indonesia 11. Jender dan Kemiskinan Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip Dasar dan Hak-hak di tempat Kerja Hak Cipta © Kantor Perburuhan Internasional 2004 Pertama terbit tahun 2004 Publikasi Kantor Perburuhan Internasional dilindungi oleh Protokol 2 dari Konvensi Hak C i p t a D u n i a (Universal Copyright Convention ). Walaupun begitu, kutipan singkat yang diambil dari publikasi tersebut dapat diperbanyak tanpa otorisasi dengan syarat agar menyebutkan sumbernya. Untuk mendapatkan hak perbanyakan dan penerjemahan, surat lamaran harus dialamatkan kepada Publications Bureau (Rights and Permissions), International Labour Office, CH 1211 Geneva 22, Switzerland. Kantor Perburuhan Internasional akan menyambut baik lamaran tersebut. _______________________________________________________________________________ ILO Seri Rekomendasi Kebijakan: Kerja Layak dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, 2003 ISBN 92 2 015540 0 _______________________________________________________________________________ Sesuai dengan tata cara Perserikatan Bangsa Bangsa, pencantuman informasi dalam publikasi publikasi ILO beserta sajian bahan tulisan yang terdapat di dalamnya sama sekali tidak mencerminkan opini apapun dari Kantor Perburuhan Internasional (International Labour Office) mengenai informasi yang berkenaan dengan status hukum suatu negara, daerah atau wilayah atau kekuasaan negara tersebut, atau status hukum pihak pihak yang berwenang dari negara tersebut, atau yang berkenaan dengan penentuan batas batas negara tersebut. Dalam publikasi publikasi ILO sebut, setiap opini yang berupa artikel, kajian dan bentuk kontribusi tertulis lainnya, yang telah diakui dan ditandatangani oleh masing masing penulisnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing masing penulis tersebut. Pemuatan atau publikasi opini tersebut tidak kemudian dapat ditafsirkan bahwa Kantor Perburuhan Internasional menyetujui atau menyarankan opini tersebut. Penyebutan nama perusahaan, produk dan proses yang bersifat komersil juga tidak berarti bahwa Kantor Perburuhan Internasional mengiklankan atau mendukung perusahaan, produk atau proses tersebut. Sebaliknya, tidak disebutnya suatu perusahaan, produk atau proses tertentu yang bersifat komersil juga tidak dapat dianggap sebagai tanda tidak adanya dukungan atau persetujuan dari Kantor Perburuhan Internasional. 2 Publikasi publikasi ILO dapat diperoleh melalui penyalur penyalur buku utama atau melalui kantor kantor perwakilan ILO di berbagai negara atau langsung melalui Kantor Pusat ILO dengan alamat ILO Publications, International Labour Office, CH 1211 Geneva 22, Switzerland atau melalui Kantor ILO di Jakarta dengan alamat Gedung PBB, Lantai 5, Jl. M.H. Thamrin 14, Jakarta 10340. Katalog atau daftar publikasi terbaru dapat diminta secara cuma cuma pada alamat tersebut, atau melalui e mail:[email protected] ; [email protected]. Kunjungi website kami:www.ilo.org/publns ; www.un.or.id Dicetak di Jakarta, Indonesia Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan DEKLARASI ILO tentang PRINSIP-PRINSIP DASAR dan HAK-HAK DI TEMPAT KERJA Sudah umum dipahami bahwa kemiskinan adalah fenomena multi-dimensi. Hal ini terkait dengan rendahnya nilai kekayaan dan arus pendapatan reguler, kerentanan, ketidakberdayaan dan ketersisihan sosial. Salah satu dimensi kemiskinan adalah hilangnya kemampuan manusia. Tidak ada yang meragukan bahwa kemiskinan berkonotasi dengan berkurangnya kemampuan. Dengan demikian, pengembangan kemampuan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam upaya pengentasan kemiskinan. Dimensi lain yang penting dan berkaitan adalah tidak adanya hak asasi manusia, termasuk di tempat kerja. 3 Pada tahun 1988, International Labour Conference mengadopsi Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip dan Hak-hak Dasar di Tempat Kerja. Dicanangkan bahwa semua anggota, walaupun mereka belum meratifikasi Konvensi-konvensi Dasar ILO, mempunyai kewajiban untuk menghargai, mengembangkan dan mewujudkan prinsip-prinsip dan hak-hak dasar di tempat kerja. Hak-hak tersebut adalah: (a) kebebasan berserikat dan pengakuan yang tegas atas hak atas perundingan bersama; (b) penghapusan semua bentuk kerja paksa; (c) penghapusan yang tegas atas buruh anak; dan (d) penghapusan diskriminasi dalam kesempatan kerja dan hubungan kerja. Hakhak ini yang diterima sebagai Konvensi Inti (lihat kotak 1), ini dianggap sebagai dasar untuk mencapai pertumbuhan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Pendahuluan Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip Dasar dan Hak-hak di tempat Kerja Boks 1 Konvensi-konvensi Inti ILO 4 Konvensi 87 Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak untuk Berorganisasi, 1948 Konvensi 98 Hak Berorganisasi dan Posisi Tawar Kolektif, 1949 Konvensi 29 Kerja Paksa, 1930 Konvensi 105 Penghapusan Kerja Paksa, 1957 Konvensi 100 Kesamaan Upah, 1951 Konvensi 111 Diskriminasi (Hubungan Kerja dan Kesempatan Kerja), 1985 Konvensi 138 Umur Minimum, 1973 Konvensi 182 Bentuk Terburuk dari Buruh Anak, 1999 ILO menyoroti kenyataan bahwa pertumbuhan harus disertai aturan minimal yang memungkinkan masyarakat menjalankan fungsinya atas dasar nilainilai bersama dan berdasarkan kesepakatan yang memungkinkan seseorang mengklaim bagian mereka atas kekayaan di mana dia ikut memberikan kontribusinya. Salah satu cara efektif untuk maksud ini adalah merealisasikan prinsip-prinsip dan hakhak dasar di tempat kerja. Pemenuhan hak-hak pekerja di tempat kerja akan membuahkan efisiensi, stabilitas, dan akhirnya pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berimbang. Peningkatan hak-hak pekerja di tempat kerja menjamin distribusi pendapatan yang lebih baik berbarengan dengan peningkatan efisiensi dan produktivitas. Deklarasi ini mempunyai peran yang signifikan dan menentukan dalam upaya menanggulangi kemiskinan. Ini menjadi alat untuk pemberdayaan, penciptaan peluang, jaminan dan peningkatan martabat. Ia juga akan ikut menyumbang kedamaian di masyarakat, mengurangi risiko, meningkatkan stabilitas. Hal ini akan menarik investasi asing yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi serta menciptakan kesempatan kerja. Catatan briefing ini akan menjabarkan keterkaitan antara prinsip-prinsip dan hak-hak dasar di tempat kerja dan perlunya hal ini diwujudkan agar dapat turut menyumbang upaya pengentasan kemiskinan. Fokus utama dari catatan briefing ini adalah tentang kebebasan berserikat dan hak atas perundingan bersama, yang juga penting untuk menjamin tiga hak mendasar lainnya. Hak-hak fundamental lain untuk melawan kerja paksa dan diskriminasi juga akan dibahas.1 Pekerjaan yang layak adalah keadaan di mana peluang terbuka bagi wanita dan pria untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif, dalam suasana bebas, merata, terjamin, dan bermartabat (ILO,1999). Ini mengandung akses ke kesempatan kerja dengan pengakuan atas hak-hak di tempat kerja, jaminan tidak adanya diskriminasi di tempat kerja, penghasilan yang memungkinkan seorang pekerja memenuhi kebutuhan ekonomi dasar, kebutuhan dan tanggung jawab keluarga dan sosial, jaminan sosial yang memadai untuk pekerja dan anggota keluarganya serta hak untuk bersuara dan berpartisipasi dalam pekerjaan, baik langsung atau tidak langsung melalui organisasi yang mewakili kepentingannya. 5 Pemerintah Indonesia telah meratifikasi semua Konvensi ILO inti dan telah berketetapan untuk menyelesaikan program perubahan undang-undang perburuhan. Ini dipicu oleh gerakan reformasi tahun 1998 yang juga menghasilkan pembaruan dalam kebijakan politik dan ekonomi. Namun demikian, perubahan dari kekuasaan otoriter yang telah berlangsung puluhan tahun menjadi ke masyarakat yang lebih demokratis tidaklah mudah. Pada umumnya ada keinginan politik untuk merespon tetapi dalam lingkungan yang sangat beragam dan kompleks, banyak pelanggaran dan hambatan yang masih harus dihadapi. Kendati ada kemajuan dalam merealisasikan dan memenuhi hak-hak fundamental tersebut, namun hal itu tetap akan menjadi tantangan yang sulit dan berat di masa datang. 1 Masalah buruh anak dibahas dalam bagian terpisah dari Technical Briefing Note Deklarasi tentang Hak-hak dan Prinsipprinsip Mendasar di Tempat Kerja di Indonesia Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip Dasar dan Hak-hak di tempat Kerja Kebebasan Berserikat dan Hak Atas Perundingan Bersama di Indonesia Kebebasan berserikat berarti hak pekerja dan pengusaha untuk menjadi anggota dari organisasi sesuai pilihan mereka sendiri dan ikut-serta dalam proses perundingan bersama. Perundingan bersama secara potensial menjadi suatu cara yang ampuh yang memungkinkan koordinasi antara asosiasi pengusaha dan serikat pekerja dalam menetapkan upah, syarat-syarat kerja serta masalah-masalah hubungan industrial lainnya. Kebebasan berserikat menjamin keterwakilan yang lebih baik bagi para pekerja dan membuahkan partisipasi sosial yang lebih baik dalam proses tata pemerintahan yang baik (governance) dan pembangunan. Peran signifikan serikat pekerja di Indonesia sudah dikenal sejak beberapa dekade yang lalu, sejak timbulnya perjuangan dan gerakan nasionalis anti-kolonial. Namun demikian, selama rezim orde baru, kebebasan berserikat ditekan dan diawasi dengan ketat oleh pihak-pihak penguasa. Ciri utama masa itu adalah tidak adanya kebebasan berserikat karena pemerintah hanya mengizinkan satu serikat pekerja yaitu SPSI2 sebagai wakil semua pekerja. Pembatasan serikat pekerja yang bebas dan independen berlaku baik di sektor swasta maupun sektor pemerintahan. Di sektor pemerintahan, semua guru diwajibkan menjadi anggota PGRI3 dan semua pegawai negeri harus menjadi anggota KORPRI4. Dewasa ini, pemerintah mempromosikan “Hubungan Industrial Pancasila” yang dimaksudkan sebagai wadah kemitraan antara pekerja dan pengusaha. Namun dalam prakteknya kebijakan ini digunakan untuk membatasi hak-hak pekerja dan menyamarkan penyelesaian sengketa. Keterlibatan pejabat kepolisian atau militer dalam penyelesaian sengketa kerja juga sudah menjadi febomen umum di Indonesia. 6 Konsekuensi positif yang segera ada dengan adanya ratifikasi Konvensi ILO No. 87 dan pemberlakuan Undang-undang Serikat Pekerja No. 21 tahun 2000 dapat dilihat dari tumbuh-pesatnya 2 SPSI atau Serikat Pekerja Seluruh Indonesia direstrukturisasi dan menjadi konfederasi pada tahun 2000. 3 PGRI adalah asosiasi para guru yang secara ketat dikontrol oleh partai yang memerintah, tapi kondisi ini sudah berubah. Kini, PGRI berafiliasi dengan Kongre Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), organisasi buruh terbaru yang didirikan pada februari 2003. 4 KORPRI merupakan asosiasi pelayanan publiklebih dari sekedar serikat pekerja. Tidak ada asosiasi lain dalam jasa pelayanan publik. Tabel 1 Serikat Pekerja Tingkat Pusat Tahun Federasi Jumlah % Kenaikan -- SP Tingkat Perusahaan Jumlah % Kenaikan 1997 1 12,839 -- 1998 11 1,000 2,836 -77.91 1999 21 90.91 6,309 122,46 2000 32 52.38 11,647 84,61 2001 58 81.25 15,725 35.01 Sumber: Depnakertrans (2001) serikat pekerja yang bebas dan independen, terutama di tingkat pusat. Sejauh ini sudah ada 70 federasi nasional serikat pekerja yang telah terdaftar. Jumlah anggota serikat pekerja pun naik pesat dan kini anggotanya telah mencapai 10 juita orang. Tabel di bawah ini menunjukkan pertumbuhan serikat pekerja di tingkat pusat dan tingkat perusahaan dari tahun 1997 sampai 2001. Selain Undang-undang Serikat Pekerja, Undang-undang Ketenagakerjaan yang baru juga mengakui kebebasan berserikat dan berunding bersama termasuk hak untuk mogok dan menutup perusahaan untuk sementara waktu ( lock out). Yang menjadi tantangan utama adalah perwujudan hakhak ini melalui pemberlakuan penuh atas semua peraturan perundang-undangan baru. Hal ini memerlukan peningkatan kemampuan baik pelaku, pihak negara, maupun non-negara dalam hubungan industrial untuk memahami dan menjalankan hak, kewajiban dan fungsi mereka masing-masing sesuai undang-undang. 7 Walaupun sudah terlihat berbagai kemajuan dalam upaya mengatasi masalah-masalah kerja paksa di Indonesia, masih ada yang melihat bahwa bentuk-bentuk kerja paksa masih terdapat dalam berbagai bentuk. Undang-undang Ketenagakerjaan yang baru (UU No. 13 tahun 2003) menetapkan penghapusan kerja paksa dan diskriminasi di tempat kerja. Salah satu bentuk khas kerja paksa di Indonesia berkaitan dengan eksploitasi anak-anak dan wanita, dengan memperdagangkan mereka baik Kerja Paksa dan Diskriminasi Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip Dasar dan Hak-hak di tempat Kerja di dalam negeri maupun antar-negara. Kasus ini terjadi dalam bentuk pengikatan hutang yang dialami oleh calon tenaga kerja migran. Sama halnya dengan kerja paksa, walaupun sudah dicapai beberapa kemajuan, masih terlihat berbagai bentuk diskriminasi di tempat kerja. Diskriminasi terjadi dalam berbagai bentuk terutama berdasar jender, terutama ketika dimana wanita menjadi bagian terbesar dan tumbuh pesat dalam pasar tenaga kerja. Sebagian besar pekerja wanita bekerja di tingkat produksi terendah dan dalam banyak hal mempunyai akses terbatas pada pelatihan dan promosi serta untuk mencapai kedudukan sebagai pemimpin. Selain itu, banyak praktek yang menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pria, pekerja wanita diwajibkan untuk tunduk pada berbagai ketentuan dan syarat kerja dan jaminan sosial seperti dalam program pensiun dan tunjangan keluarga. Dua perkembangan positif telah terjadi. Indonesia akhirnya meratifikasi Konvensi ILO No. 81 (yang diadopsi tahun 1947) tentang Pengawasan Perburuhan yang dapat secara sistimatis memperkuat kewenangan inspektorat perburuhan nasional dan administrasi perburuhan. Ini juga akan menyumbang pada efektifitas penegakan hukum melawan kerja paksa dan diskriminasi. Kedua, ILO dan proyek Deklarasinya lewat beberapa pelatihan dan lokakarya tripartit tentang kesetaraan jender melalui perundingan bersama (termasuk pengembangan bahan pelatihan serta kursus bagi pelatih tripartit), telah berhasil menarik banyak minat dan pengakuan dari para peserta di tujuh propinsi besar. 8 Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja Setelah beberapa dekade di bawah pemerintahan otoriter dan represi atas hak-hak pekerja, para pekerja dan pengusaha di Indonesia bersama-sama dengan pemerintah menyadari bahwa mereka perlu berjalan beriringan dalam mengembangkan kemampuan yang diperlukan dalam lingkungan industrial yang maju, kompetitif, dan demokratis. Dalam upaya mengentaskan kemiskinan, kekebasan berserikat dan berunding bersama memegang peran penting dalam mengantar hubungan industrial ke dalam suasana tenang di tingkat perusahaan dan tingkat pusat demi kemajuan ekonomi dan sosial. Hal ini akan meningkatkan partisipasi konstituen tripartit dan masyarakat madani dalam proses pembuatan keputusan. Situasi ini akan menjamin keadilan sosial dan menekan penyingkiran sosial atas pekerja yang seringkali menjadi kelompok termiskin dan paling rawan dalam masyarakat. Kebebasan berserikat dan berunding bersama yang efektif akan meningkatkan keterlibatan sosial dengan memungkinkan para pekerja —yang berada pada posisi ekonomi marjinal, untuk mempengaruhi kebijakan sosialekonomi di tingkat perusahaan, kabupaten, propinsi dan nasional. Karena perwujudan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja menunjang perkembangan ekonomi, maka peningkatan kemampuan pemerintah, serikat pekerja dan asosiasi pengusaha penting artinya. Demikian juga, dialog sosial, mekanisme bipartit dan tripartit juga perlu diperkuat. Kemampuan merujuk pada kemampuan teknis dan organisasional, hubungan dan nilai-nilai yang memungkinkan organisasi, kelompok dan perorangan melaksanakan fungsi mereka dan mencapai tujuan pembangunan dari waktu ke waktu. 9 Peningkatan kemampuan kaum miskin dan kelompok yang tersingkir akan membuat mereka dapat secara efektif berpartisipasi, melaksanakan perundingan dan mempengaruhi kebijakan yang menimbulkan dampak pada kesejahteraan mereka. Pengembangan kemampuan tentang prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja membantu penciptaan hubungan industrial yang kokoh dan stabil, yang menguntungkan bagi semua termasuk para pekerja yang miskin. Selain itu, perubahan undang-undang perburuhan yang dijalankan secara efektif akan menciptakan lingkungan dan dasar hukum yang menguntungkan untuk perwujudan hak-hak ini. Peran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan dan dalam pencapaian kebebasan berserikat, sangat menentukan. Pemerintah Pengembangan Kemampuan Pemerintah Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip Dasar dan Hak-hak di tempat Kerja memainkan peran kunci untuk mewujudkan hak-hak ini. Dengan demikian, pengembangan kemampuan diperlukan untuk memungkinkan Pemerintah Indonesia memberlakukan undang-undang dan peraturan perburuhan secara benar dan efektif terutama peraturan undang-undang perburuhan yang baru disahkan sesuai dengan program reformasi. Ini berlaku sampai ke tingkat pemerintah daerah yang harus menerima pelimpahan tanggung jawab sesuai ketentuan undang-undang desentralisasi. Salah satu peran pemerintah yang terkait dalam mewujudkan hak-hak mendasar di tempat kerja adalah inspeksi perburuhan dan administrasi perburuhan untuk memberlakukan peraturan perundang-undangan yang meliputi ketentuanketentuan dan syarat-syarat kerja dan membantu para pengusaha dan pekerja dalam hal bagaimana mematuhi undang-undang ini. Kemampuan yang lebih dalam inspeksi perburuhan dapat membantu memperkecil kerentanan para pekerja dari jebakan menjadi pekerja paksa dan terdiskriminasi. Hal ini pada gilirannya akan membantu penegakan hukum. Pengawasan perburuhan akan memastikan para pengusaha patuh pada undang-undang dan peraturan perburuhan dan menyediakan informasi serta nasehat teknis kepada para pekerja dan pengusaha mengenai undang-undang perburuhan. Inspeksi perburuhan dapat juga mengumpulkan dan menganalisis data tentang berbagai peristiwa pelanggaran undang-undang perburuhan tentang kebebasan berserikat, diskriminasi dan kerja paksa. 10 Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah5, wewenang inspeksi perburuhan berada di tangan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dengan adanya kebijakan otonomi daerah, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tidak lagi mempunyai keterkaitan formal secara langsung dengan para inspektur perburuhan di lapangan. Dalam peraturan baru ini, pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyusun strategi, bimbingan teknis dan evaluasi atas inspeksi perburuhan. Pemerintah propinsi dan kabupaten (atau kota) mempunyai wewenang dalam melaksanakan inspeksi perburuhan. Tidak ada 5 Pada tahun 1999, Pemerintah menyetujui UU Otonomi daerah (UU No. 22/1999) yang mendesentralisasi beberapa fungsi pemerintah pusat, termasuk beberapa gedung perkantoran yang dikelola oleh Departemen Pemerintahan dan kebersihan. hubungan langsung antara Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang bertanggung jawab atas fungsi operasional inspeksi perburuhan di bawah Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pemerintah Kabupaten dan Propinsi (Sumber: Depnakertrans, 2002, “Makalah tentang Ditjen Hubungan Industrial”, Kebijakan Perlindungan dan Inspeksi Buruh, yang dibawakan di Seminar Nasional tentang Inspeksi Perburuhan, Bali 1-3 April 2003. Sistim yang efektif untuk penyelesaian sengketa juga penting artinya untuk meningkatkan hubungan industrial yang kokoh dan stabil. Kemampuan dan efektifitas pemerintah dalam membangun suatu sistim yang modern sesuai dengan undang-undang yang diusulkan sekarang sedang dalam proses (diajukan ke DPR pada tanggal 16 Desember). Pemerintah harus mampu membuktikan bahwa sistim baru yang terdiri dari konsiliasi, mediasi dan arbitrase serta hakim perburuhan akan mampu untuk membuat keputusan dalam waktu singkat, tanpa biaya tinggi, dan berkeadilan dalam menangani sengketa perburuhan. Bidang lain yang perlu dipastikan menyangkut penegakan hukum dalam masalah-masalah perburuhan adalah kemampuan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI). Sebagaimana diamanatkan dalam perubahan undang-undangnya, POLRI yang sudah diubah dari organisasi militer menjadi organisasi sipil, mempunyai tugas strategis dalam menjamin hak-hak asasi manusia. Kemampuan ini perlu ditingkatkan dalam menunjang penegakan hukum dalam bidang-bidang kebebasan berserikat dan perundingan bersama, kebebasan dari kerja paksa dan diskriminasi. 11 Serikat pekerja di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dalam keanggotaan mereka, walaupun pada tahun 2002 keanggotaan serikat pekerja hanya mencapai 10% dari seluruh tenaga kerja. Menghadapi kenyataan ini, serikat pekerja perlu meningkatkan keanggotaan mereka dan memberikan layanan yang lebih efektif kepada para anggota mereka. Serikat pekerja juga perlu Peningkatan Kemampuan Serikat Pekerja Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip Dasar dan Hak-hak di tempat Kerja mengembangkan kemampuan mereka yang meliputi perlunya meningkatkan pemahaman berorganisasi, dan kemampuan kelembagaan untuk bertindak sesuai mandat organisasi mereka, hak dan tanggung jawab mereka, dan hak dan tanggung jawab anggota mereka, serta kemampuan mereka memberikan nasehat kepada pemerintah tentang undang-undang dan kebijakan hubungan perburuhan, serta merencanakan, menyusun dan dan melaksanakan pelatihan hubungan industrial. Untuk meningkatkan efek dari partisipasi kebijakan dari serikat pekerja, perlu ditingkatkan kemampuan tentang advokasi kebijakan. Untuk memperkuat pengaruh mereka pada agenda kebijakan, serikat pekerja harus pertama dan terutama memperluas keanggotaan mereka, meningkatkan layanan mereka dan berperan-serta secara efektif dalam perundingan bersama. Selain itu, perlu juga mengembangkan keterampilan penelitian dan membina jaringan antara sesama serikat pekerja. 12 Bidang lain yang perlu dikembangkan adalah kesetaraan jender mengingat kenyataan semakin besarnya keikut-sertaan wanita dalam angkatan kerja. Adalah kenyataan bahwa di pasar tenaga kerja Indonesia, pekerja wanita menduduki jabatan rendah dan seringkali menerima upah yang tidak sama dengan pekerja pria. 6 Oleh karena itu, menyelesaikan pemasalahan kesetaraan jender di tempat kerja dapat membantu menekan kerawanan pekerja wanita dan meningkatkan peran strategis dari serikat pekerja melalui integrasi masalahmasalah jender ke dalam proses perundingan bersama. Peran serikat pekerja dan potensi perundingan bersama dalam meningkatkan kesetaraan jender dalam ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat hubungan kerja seperti persamaan upah, pelecehan seksual dan jaminan kepada pekerja wanita yang melahirkan perlu lebih dikedepankan. Serikat pekerja dapat melaksanakan tanggung jawab sesuai kewajiban mereka untuk menjamin dan meningkatkan kepentingan wanita di tempat kerja. Kendati ada peningkatan partisipasi tenaga 6 The 2000-2004 National Development Masterplan for Woman Empowerment, Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2000. kerja masih saja terlihat bahwa keterwakilan wanita dalam serikat pekerja tetap rendah, begitu juga dalam posisi manajerial.Serikat pekerja perlu meningkatkan partisipasi perempuan dan memastikan terlibat dan aktif dalam semua kegiatan serikat pekerja. Cara-cara penerapan hak-hak buruh di tempat kerja akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan manajemen sumber daya manusia yang diterjemahkan dalam praktek. Kebijakan dan pelaksanaan manajemen sumber daya manusia yang diarahkan pada perekrutan dan pelatihan, sistem motivasi, komunikasi dua-arah, pengembangan karier, kepemimpinan dan gaya manajemen yang berorientasi pada manusia akan mengarah pada praktek serikat pekerja yang lebih baik, perundingan bersama dan kerjasama bipartit, dan mencegah kerja paksa dan diskriminasi di tempat kerja. Penghargaan atas hak-hak dasar penting artinya karena ini merupakan syarat mutlak (sine qua non condition) untuk membentuk ikatan yang tepat dan adil dengan pekerja dalam perundingan bersama. Hal ini pada gilirannya menciptakan peningkatan produktivitas dan dayasaing yang berkelanjutan, yang menjamin masa depan yang langgeng dan keberhasilan perusahaan. Strategi ini dirancang untuk meningkatkan pengembangan kultur perusahaan dalam hubungan perburuhan yang sehat yang menghargai hak-hak dasar serta meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemakmuran yang berkeadilan-sosial. 13 Peran himpunan pengusaha dalam mensosialisasikan Deklarasi ini sangat menentukan. Himpunan Pengusaha Indonesia, yang dibentuk pada tahun 1952 dengan nama Himpunan Pengusaha untuk Urusan Sosial Ekonomi, PUSPI, dan kemudian diganti menjadi APINDO pada tahun 1985 adalah organisasi pengusaha yang telah diakui. Organisasi inilah yang mengawasi bidang ketenagakerjaan pada skala nasional pada umumnya dan hubungan industrial khususnya. Kunci awal untuk mengubah APINDO menjadi sebuah organisasi pengusaha yang efektif adalah dengan cara menentukan apa menjadi kebutuhannya, layanan seperti apa yang akan diberikan kepada para anggotanya, model organisasi dan model Pengembangan Kemampuan Pengusaha dan Pimpinan Perusahaan Pengembangan Kemampuan untuk Pemenuhan Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip Dasar dan Hak-hak di tempat Kerja operasional yang dibutuhkan untuk mendukung visi dan misinya, serta program-program strategis seperti apa yang akan dijalankannya. Hanya setelah mendefinisikan semua hal ini dengan jelas dan tegas barulah APINDO mampu memulai perjalanannya untuk mengubah dirinya menjadi suatu organisasi yang efektif dan handal serta menjadi pilar untuk pertumbuhan yang seimbang. Sosialiasi Deklarasi ILO tentang Fundamental Principles and Rights at Work oleh APINDO akan semakin mendukung kebebasan berseriat, menghapus diskriminasi dan kerja paksa di tempat kerja. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa kemajuan yang telah dibuat APINDO untuk meningkatkan peluang kerja yang merata yang mendorong anggotanya untuk menerapkan asas pemerataan dalam hal perekrutan, promosi, dan perlindungan yang lebih baik atas hak-hak untuk persalinan. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan 14 Realisasi prinsip-prinsip dan hak-hak dasar di tempat kerja merupakan langkah ke arah pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu, perubahan kebijakan ditekankan pada peningkatan dan pelaksanaan hak-hak seperti ini. Pemenuhan hak kebebasan berserikat dan perundingan bersama akan menghapuskan ketersisihan sosial pekerja dan meningkatkan partisipasi orang dalam pembuatan kebijakan dan pelaksanaannya. Dengan demikian, programprogram yang mendukung pengembangan kemampuan serikat-serikat pekerja dan pengusaha berkaitan dengan hak-hak mereka harus dijadikan prioritas utama. Lagi pula, kerja sama kemitraan yang semakin baik antara pengusaha dan pekerja di tempat kerja juga akan mengarah kepada pelaksanaan hak-hak tersebut dengan cara yang lebih baik lagi. Dan itu akan menjadi basis efisiensi dan kesetaraan. Demikian pula dengan penghapusan diskriminasi di tempat kerja yang memerlukan strategi yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan melalui pelaksaanaan prinsip kesetaraan yang lebih baik dalam hal akses ke pekerjaan, promosi, dan pelatihan kejuruan. Akhirnya, bidang utama dalam pelaksanaan prinsip-prinsip dan hak-hak dasar di tempat kerja adalah kebutuhan untuk memperkuat penegakan hukum, penyelesaian sengketa dan administrasi perburuhan serta mekanisme inspeksi perburuhan termasuk peran Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dalam masalah perburuhan. Ini memerlukan upaya untuk memperkuat dan mempercanggih kemampuan pemerintah pusat (Departemen Tenaga Kerja) sebagai pemain utama dalam memberikan kontribusi kepada upaya pengentasan kemiskinan melalui hubungan industrial yang tentram berdasarkan keadilan sosial. 15