Fatawa Puasa Bin Baaz (9): Hukum Onani dan Keluar Madzi Ketika Puasa Hukum Onani Ketika Puasa Pertanyaan: Ada seorang pemuda yang berpuasa melakukan onai pada siang hari, apa yang harus dia lakukan? Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menjawab: Melakukan onani di siang hari puasa membatalkan puasa apabila dia secara sengaja melakukannya dan mengeluarkan mani. Wajib baginya mengganti puasa jika itu puasa wajib, dan wajib baginya bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena onani tidak boleh dilakukan ketika sedang puasa dan ketika tidak puasa. Perbuatan itu biasa disebut oleh manusia dengan adat sirriyah (kebiasaan tersembunyi, pen). MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/267 ========================= Keluar Madzi Dengan Syahwat * Madzi adalah cairan lendir berwarna bening yang keluar dari kemaluan ketika membayangkan atau melihat sesuatu yang merangsang syahwatnya, dan keluarnya tidak disertai kenikmatan. Pertanyaan: Apabila seseorang mencium ketika sedang berpuasa, atau menyaksikan film-film porno kemudian keluar madzi, apakah wajib baginya mengqadha’ puasanya? Dan apabila hal itu terjadi di beberapa waktu yang berbeda (tidak setiap hari,pen) apakah menggantinya harus berturut setiap hari atau selang seling? Jazakumullahu khairan ‘an ummatil islam khairal jaza’. Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menjawab, “Keluarnya madzi tidak membatalkan puasa menurut pendapat yang paling kuat dari dua pendapat ulama’, baik keluarnya disebabkan mencium isteri atau menyaksikan film-film, atau perkara lainnya yang dapat membangkitkan syahwat seseorang. Akan tetapi tidak boleh bagi seorang muslim melihat film-film porno, dan tidak boleh mendengar lagu-lagu dan musik yang telah Allah haramkan. Adapun keluarnya mani dengan syahwat, maka membatalkan puasa baik karena bercumbu, mencium, memandang, atau sebab-sebab lainnya yang dapat membangkitkan syahwat seperti onani dan sejenisnya. Adapun karena mimpi atau berpikir maka tidak membatalkan puasa, walaupun mani itu keluar karena sebab keduanya. Dan mengqadha’ puasa ramadhan tidak diharuskan berurutan. Bahkan boleh dipisah-pisah, berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala, {ﺧَﺮ اﺎمﻳ اﻦﺪﱠةٌ ﻣﻔَﺮٍ ﻓَﻌ ﺳَﻠ ﻋوﺎ اﺮِﻳﻀ ﻣﻢْﻨﺎنَ ﻣ ﻛﻦ}ﻓَﻤ “Maka barangsiapa di antara kalian sakit atau dalam perjalanan maka hendaknya diganti di hari-hari yang lain.” MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/269 Fatawa Puasa Bin Baaz (8): Hukum Gosok Gigi dan Tetes Telinga, Hidung, dan Mata Pada Saat Puasa Pertanyaan: Apa hukum penggunaan pasta gigi, tetes telinga, tetes hidung, dan tetes mata bagi orang yang berpuasa? Dan apabila seseorang yang berpuasa mendapati rasanya di tenggorokannya apa yang harus dia lakukan? Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab: Membersihkan gigi dengan pasta gigi tidak membatalkan puasa seperti halnya siwak, tapi harus berhati-hati agar tidak ada yang masuk ke tenggorokannya, apabila ternyata ada yang masuk tanpa sengaja dan dia tidak kuasa menahannya, maka tidak perlu mengqadha’. Demikian pula obat tetes mata dan telinga tidak membatalkan puasa menurut pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat ulama’. Seandainya orang tersebut mendapati rasa di tenggorokannya, maka mengganti puasa lebih bagus akan tetapi tidak wajib. Karena keduanya (mata dan telinga, pen) bukan tempat yang dipakai untuk makan dan minum. Adapun obat tetes hidung ini tidak boleh, karena hidung termasuk tempat untuk menyalurkan makanan, oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Dan bersungguh-sungguhlah di dalam ber-istinsyaq (memasukkan air ke hidung ketika berwudhu’, pen) kecuali jika engkau sedang berpuasa.” Oleh karenanya, wajib bagi orang yang melakukan hal ini mengganti puasanya berdasarkan hadits tadi. Dan yang serupa dengannya jika dia mendapati suatu rasa di tenggorokannya. اﻟﺘﻮﻓﻴﻖﻪ وﻟواﻟ Diterjemahkan sebisanya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/261 ==================================== Pertanyaan: Apakah dibolehkan bagi seseorang menggosok gigi pada saat puasa? Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab: Tidak mengapa, hanyasaja perlu dijaga agar tidak ada yang tertelan, sebagaimana halnya disyariatkan bersiwak bagi seorang yang berpuasa di pagi hari sampai sore hari. Sebagian ulama’ berpandangan makruh bersiwak setelah zawal (dimulai masuknya waktu zhuhur, pen) tapi ini pendapat yang marjuh (lemah/tertolak,pen), pendapat yang kuat adalah tidak makruh, berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Siwak sebagi pembersih mulut dan dicintai oleh Allah.” Diriwayatkan oleh An-nasa’i dengan sanad yang shahih dari Aisyah Radhiallahu ‘anha. Dan berdasarkan sabda beliau, “Seandainya aku tidak khawatir memberatkan umatku, niscaya aku akan perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan shalat.” Muttafaqun ‘alaihi. (Shalat dalam hadits ini) mencakup shalat zhuhur dan ashar, dan keduanya dilakukan setelah zawal. اﻟﺘﻮﻓﻴﻖﻪ وﻟواﻟ Diterjemahkan sebisanya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/262 Fatawa Puasa Bin Baaz (7): Hukum Penggunaan Celak dan Mekap Pada Saat Puasa Pertanyaan: Apa hukum penggunaan celak dan sebagian alat kosmetik bagi wanita pada saat puasa? Apakah membatalkan puasa atau tidak? Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab: Celak tidak membatalkan puasa bagi wanita dan pria menurut pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat ulama’. Akan tetapi penggunaannya di malam hari lebih afdhal bagi seorang yang berpuasa. Demikian pula dengan pemercantik wajah berupa sabun, minyak, dan selainnya yang dipakai di luar kulit. Di antaranya juga inai (pacar kuku), mekap, dan yang serupa dengannya. Semuanya itu tidak mengapa dikonsumsi oleh orang yang berpuasa, hanyasaja tidak boleh menggunakan mekap apabila bisa berdampak buruk bagi wajah. اﻟﺘﻮﻓﻴﻖﻪ وﻟواﻟ Diterjemahkan sebisanya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/260 Fatawa Puasa Bin Baaz (6): Hukum Suntik Infus, Suntik Obat, Dan Suntik Bius Bagi Orang Yang Berpuasa a) Hukum Injeksi Pertanyaan: Apa hukum orang yang menginjeksi di uratnya atau di ototnya pada siang hari bulan Ramadhan dalam keadaan dia berpuasa lalu dia menyempurnakan puasanya. Apakah puasanya batal dan wajib mengganti atau tidak? Jawab: Puasanya sah, karena injeksi di bagian urat bukan termasuk dari makan dan minum, demikian pula injeksi di bagian otot lebih-lebih lagi. Akan tetapi jika dia mengganti (puasanya) dalam rangka berhat-hati maka lebih bagus. Dan menunda injeksi tersebut sampai waktu malam jika dimungkinkan lebih utama dan lebih berhat-hati, dalam rangka keluar dari khilaf. Semoga Allah memberi taufik kepada semua kaum muslimin. b) Hukum Infus Pertanyaan: aku pernah membaca pada beberapa kitab Fiqih, di antaranya kitab Fiqhus Sunnah yang ditulis oleh Syaikh Sayyid Sabiq bahwasanya infus dan yang lainnya yang tidak masuk melalui rongga atau mulut tidak membatalkan puasa. Dan aku juga pernah tau ada pendapat sebagian ulama’ yang menyelisihinya. Lalu, pendapat manakah yang dikenal oleh mayoritas ulama’? Jazakumullahu Khairan Jawab: Pendapat yang benar bahwa infus membatalkan puasa apabila seseorang dengan sengaja menggunakannya. Adapaun injeksi biasa maka tidak membatalkan puasa. اﻟﺘﻮﻓﻴﻖﻪ وﻟواﻟ. c) Suntik Bius (bius lokal) Pertanyaan: apabila seseorang merasakan sakit di bagian giginya, kemudian dia pergi ke dokter, dan dokter pun mulai membersihkan giginya atau mencabut salah satunya. Apakah hal tersebut mempengaruhi puasanya? Dan apabila dokter tersebut menyuntikkan bius di gusinya apakah ada pengaruh bagi puasanya? Jawab: Kasus yang disebutkan dalam pertanyaan tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap keabsahan puasanya, hal tersebut dimaafkan. Tetapi wajib baginya untuk tidak menelan obat atau darah (yang keluar) walaupun sedikit. Demikian pula dengan suntikan yang disebutkan tadi tidak ada pengaruhnya bagi keabsahan puasanya, karena bius tidak termasuk makan dan minum. Hukum asal adalah puasanya sah. Fatawa Puasa Bin Baaz (5): Sikap Ketika Melihat Seseorang Melakukan Salah Satu Pembatal Puasa Pertanyaan: Sebagian orang berkata, apabila engkau melihat seorang muslim minum atau makan karena lupa pada siang hari Ramadhan maka engkau tidur perlu mengingatkannya, karena Allah yang memberinya makan dan minum sebagaimana dalam sebuah hadits. Apakah ucapan ini benar? Jawab: Siapa saja melihat seorang muslim minum, makan, atau melakukan salah satu pembatal puasa yang lainnya pada siang hari Ramadhan karena lupa atau sengaja, maka wajib mengingkarinya. Karena (melakukan perkara tersebut) di depan umum pada siang hari puasa merupakan kemunkaran; walaupun pelakunya adalah orang yang mendapat udzur ketika itu, (tujuannya adalah) agar orangorang tidak berani secara terang-terangan melakukan pembatal puasa yang telah Allah haramkan pada siang hari puasa dengan alasan lupa. Dan orang yang melakukan hal tersebut memang karena lupa maka dia tidak perlu meng-qadha’, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Barangsiapa yang lupa dalam keadaan ia berpuasa, lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum.” Telah disepakati keabsahannya. Demikian pula bagi musafir, tidak boleh baginya melakukan pembatal puasa secara terang-terangan di hadapan orang yang mukim yang tidak mengetahui keadaannya. Tetapi, hendaknya dia menyembunyikan hal tersebut agar dia tidak dituduh melakukan perkara yang Allah haramkan, dan agar tidak memancing orang lain melakukan hal tersebut. Demikian pula bagi orang kafir, mereka dilarang menampakkan makan dan minum atau yang lainnya di antara kaum muslimin, untuk mencegah adanya sikap bermudah-mudahan dalam perkara ini, dan dikarenakan juga mereka dilarang menampakkan syi’ar agama mereka yang batil di antara kaum muslimin. اﻟﺘﻮﻓﻴﻖﻪ وﻟواﻟ Diterjemahkan semampunya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/256 Fatawa Puasa Bin Baz (4): Hukum Orang Yang Minum Karena Kehausan Pada Bulan Ramadhan Pertanyaan: Ada orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan, karena sangat haus maka dia pun minum, bagaimana hukum orang tersebut? Jawab: Wajib baginya mengqadha’ puasa dan tidak ada kaffaroh menurut pendapat yang lebih shahih dari dua pendapat ulama. Jika dia bermudahmudahan dalam hal ini maka wajib bagi dia bertaubat kepada Allah dan mengqadha’ (puasanya). Adapun kaffaroh tidaklah diwajibkan melainkan kepada orang yang berjima’ di siang Ramadhan bagi orang wajib puasa atasnya, karena haditsnya khusus untuk kejadian tersebut. Diterjemahkan semampunya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ (15/255) Fatawa Puasa Bin Baz (3): Hukum Tabyiit Niat (Berniat di Malam Hari Sebelum Shubuh) Ketika Puasa Wajib dan Puasa Sunnah Pertanyaan: Apa hukum orang yang tidak mengetahui masuknya bulan Ramadhan kecuali setelah masuknya waktu shubuh. Dan apa yang harus dia lakukan? Jawab: Orang yang tidak mengetahui masuknya bulan Ramadhan kecuali setelah masuknya waktu shubuh, kewajibannya adalah menahan diri dari pembatalpembatal puasa, dikarenakan hari itu sudah bulan Ramadhan. Tidak boleh bagi orang yang mukim mengkonsumsi sesuatu dari pembatal puasa, dan dia harus mengqadha’nya (mengganti puasa, pen), dikarenakan dia tidak memalamkan niat sebelum fajar. Telah shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Siapa saja yang tidak memalamkan niat sebelum terbitnya fajar maka tidak ada puasa baginya.” Diriwayatkan Ad-Daraquthni dengan sanadnya sampai kepada ‘Amrah dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha. (Ad-Daraquthni) berkata, para perawinya terpercaya. Riwayat tersebut dinukilkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni, dan ini merupakan pendapatnya kebanyakan ulama’, yang dimaksud di sini adalah puasa wajib berdasarkan hadits yang telah kami sebutkan. Adapun puasa sunnah, maka boleh dimulai di pagi hari apabila dia belum melakukan pembatal-pembatal puasa sejak fajar, karena ada riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang menunjukkan hal ini. Kami memohon kepada Allah agar memberikan taufik kepada kami dan seluruh kaum muslimin kepada apa yang Dia ridhai. Dan agar Allah menerima puasa mereka dan shalat mereka, sesungguhnya Dia Maha mendengar dan Maha dekat. ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ وﺳﻠﻢﻪ ﻋﻠ اﻟوﺻﻠ Diterjemahkan semampunya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ (15/252) Fatawa Puasa Bin Baz (2): Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus yang disyari’atkan bagi seorang muslim dalam rangka menyambut datangnya Ramadhan? Pertanyaan: Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus yang disyari’atkan bagi seorang muslim dalam rangka menyambut datangnya Ramadhan? Syaikh Bin Baz menjawab, “Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling mulia dalam satu tahun, karena Allah Ta’ala telah memilih bulan tersebut yaitu dengan menjadikan puasanya (sebagai ibadah) wajib dan rukun ke empat dari rukun Islam, dan juga disyari’atkan bagi kaum muslimin untuk melalukan ibadah di malam harinya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ، وإﻳﺘﺎء اﻟﺰﻛﺎة، وإﻗﺎم اﻟﺼﻼة،ﻪﻪ وأن ﻣﺤﻤﺪا رﺳﻮل اﻟ ﺷﻬﺎدة أن ﻻ إﻟﻪ إﻻ اﻟ: ﺧﻤﺲ اﻹﺳﻼم ﻋﻠﺑﻨ وﺣﺞ اﻟﺒﻴﺖ،وﺻﻮم رﻣﻀﺎن “Islam di bangun di atas lima pondasi, persaksian bahwasanya Tidak ada sesembahan yang Haq kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan Shalat, membayar zakat, puasa ramadhan, dan berhaji di Ka’bah.” (Muttafaqun ‘alaihi) Dan beliau juga bersabda, “Barangsiapa menegakkan malam Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaihi) Dan aku tidak mengetahui adanya acara khusus untuk menyambut bulan Ramadhan selain seorang muslim menyambutnya dengan kebahagiaan, kegembiraan, dan syukur kepada Allah karena telah menjumpakan dirinya dengan Ramadhan dan telah memberinya taufik dengan menjadikan dirinya bagian dari orang-orang yang berlomba dalam melakukan amal shalih. Karena sesungguhnya menjumpai bulan Ramadhan merupakan nikmat yang besar dari Allah. Oleh karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberikan kabar gembira kepada Shahabatnya dengan datangnya bulan Ramadhan, dan menjelaskan keutamaankeutamaannya, termasuk pahala yang besar yang telah Allah sediakan pada bulan tersebut bagi laki-laki dan wanita yang berpuasa dan menghidupkan malamnya. Disyari’atkan pula bagi seorang muslim untuk menyambut bulan yang mulia ini dengan taubat nashuha dan persiapan puasa dan menghidupkan malamnya dengan niat yang ikhlas dan tekad yang kuat. [ MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/10 ] Fatawa Puasa Bin Baz (1): Puasa Bukan Kekhususan Umat Ini Pertanyaan: Bulan Ramadhan apakah bagian dari kekhususan umat ini atau juga dimiliki oleh umat-umat terdahulu? Syaikh Bin Baz menjawab, “Allah Ta’ala berfirman, {َ ﺗَﺘﱠﻘُﻮنﻢﻠﱠ ﻟَﻌﻢﻠ ﻗَﺒﻦ ﻣ اﻟﱠﺬِﻳﻦَﻠ ﻋﺐﺘﺎ ﻛﻤ ﻛﺎمﻴ اﻟﺼﻢﻠَﻴ ﻋﺐﺘﻨُﻮا ﻛ آﻣﺎ اﻟﱠﺬِﻳﻦﻬﻳﺎ ا}ﻳ “Hai orang-orang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. AlBaqarah 183) Ayat yang mulia ini memberikan sebuah petunjuk bahwasanya puasa adalah ibadah yang sudah dari dahulu diwajibkan atas orang-orang sebelum kita seperti yang diwajibkan atas kita. Tetapi apakah (kewajiban puasa) bagi mereka juga pada bulan ramadhan atau pada bulan lainnya? Tentang hal ini saya tidak mengetahui adanya riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Adapun keutamaan dan kekhususannya sangat banyak, di antaranya hadits yang diriwayatkan Al-Imam Ahmad dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda, ” ﻪ ﻣﻦ رﻳﺢ ﺧﻠﻮف ﻓﻢ اﻟﺼﺎﺋﻢ أﻃﻴﺐ ﻋﻨﺪ اﻟ: رﻣﻀﺎن ﺧﻤﺲ ﺧﺼﺎل ﻟﻢ ﺗﻌﻄﻬﺎ أﻣﺔ ﻗﺒﻠﻬﺎ ﻓأﻋﻄﻴﺖ أﻣﺘ ﻣﺎ ﻛﺎﻧﻮا وﺗﺼﻔﺪ ﻓﻴﻪ ﻣﺮدة اﻟﺠﻦ ﻓﻼ ﻳﺨﻠﺼﻮن ﻓﻴﻪ إﻟ، ﻳﻔﻄﺮواﺔ ﺣﺘ وﺗﺴﺘﻐﻔﺮ ﻟﻬﻢ اﻟﻤﻼﺋ،اﻟﻤﺴﻚ ﻳﻮﺷﻚ ﻋﺒﺎدي اﻟﺼﺎﻟﺤﻮن أن ﻳﻠﻘﻮا ﻋﻨﻬﻢ اﻟﻤﺌﻮﻧﺔ:ﻪ ﻛﻞ ﻳﻮم ﺟﻨﺘﻪ ﻓﻴﻘﻮل وﻳﺰﻳﻦ اﻟ، ﻏﻴﺮهﻳﺨﻠﺼﻮن إﻟﻴﻪ ﻓ أﺟﺮهﻦ اﻟﻌﺎﻣﻞ إﻧﻤﺎ ﻳﻮﻓ وﻟ، ﻻ: ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻘﺪر؟ ﻗﺎل أﻫ: ﻗﻴﻞ. آﺧﺮ ﻟﻴﻠﺔ وﻳﻐﻔﺮ ﻟﻬﻢ ﻓ،واﻷذى وﻳﺼﻴﺮوا إﻟﻴﻚ ﻋﻤﻠﻪإذا ﻗﻀ، Umatku diberi 5 kelebihan pada bulan ramadhan yang tidak diberikan pada umat terdahulu, 1. bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah dari aroma minyak misik, 2. malaikat akan memintakan ampunan bagi mereka hingga berbuka, 3. syetan yang jahat akan dibelenggu sehingga mereka tidak bebas bergerak pada bulan ramadhan seperti pada bulan-bulan lainnya, 4. Setiap hari Allah menghiasi surganya dan berfirman, telah dekat bagi hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka menuju kepadamu. 5. dan mereka akan diampuni pada malam yang terakhir. Saat itu ada yang bertanya, apakah yang dimaksud adalah malam lailatul qodar? Beliau menjawab, bukan. hanyalah orang yang beramal akan diberi balasan apabila dia telah menyelesaikan pekerjaannya. (HR. Imam Ahmad) Inilah 5 perkara yang telah dijelaskan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagai kekhususan umat ini. Di antaranya juga sabda beliau, « وﻣﻦ ﻗﺎم رﻣﻀﺎن إﻳﻤﺎﻧﺎ واﺣﺘﺴﺎﺑﺎ ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ، ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ ﺗﻘﺪم ﻣﻦ ذﻧﺒﻪ،ﻣﻦ ﺻﺎم رﻣﻀﺎن إﻳﻤﺎﻧﺎ واﺣﺘﺴﺎﺑﺎ وﻣﻦ ﻗﺎم ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻘﺪر إﻳﻤﺎﻧﺎ واﺣﺘﺴﺎﺑﺎ ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ ﺗﻘﺪم ﻣﻦ ذﻧﺒﻪ،» )( ﺗﻘﺪم ﻣﻦ ذﻧﺒﻪ “Barangsiapa berpuasa pada bulan ramadhan dengan keimanan dan pengharapan, maka diampuni baginya dosanya yang telah lalu. dan Barangsiapa menghidupan ramadhan dengan keimanan dan pengharapan, maka diampuni dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa yang menghidupkan lailatul qodar dengan keimanan dan pengharapan, maka diampuni dosanya yang telah lalu.” Hadits ini telah disepakati keabsahannya (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Beliau juga bersabda, “Carilah malam lailatul qodar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” Muttafaqun ‘alaihi (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Beliau juga bersabda, “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam apabila telah memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadhan, beliau mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” Muttafaqun ‘alaihi [ MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/8 ] Bagaimana Menanggapi Tuduhan Zina? Asy-Syaikh Ubaid bin Abdillah Al-Jabiri, Semoga Allah selalu menjaganya ditanya, “Ada seorang yang mengaku salafy tetapi dia menuduh isteriku melakukan zina tanpa mendatangkan saksi dan bukti. Dia juga menyebarkan tuduhan ini kepada manusia. (dalam kondisi ini) Bagaimanakah sikap kami? Semoga Allah memberkahi anda Beliau menjawab, “Perbuatan ini adalah kefasikan, bukan kekufuran atau kebid’ahan. Kamu berhak untuk mengangkat permasalahan ini dan melaporkannya kepada pemerintah yang muslim, agar dia bisa menegakkan untuk orang tersebut hukuman cambuk, karena dia tidak memiliki bukti. Tetapi jika kamu tidak memiliki pemerintah yang muslim maka boleh bagimu dan isterimu mendo’akan kejelekan untuk orang tersebut. Ini apabila memang perkaranya seperti yang anda sebutkan. Sumber: Kitab AL-QOUL AL-MUDABBAJ BI DZIKRI WASHOYA FIL MANHAJ