Fatawa Puasa Bin Baaz (9): Hukum Onani dan Keluar Madzi Ketika

advertisement
Fatawa Puasa Bin Baaz (9):
Hukum Onani dan Keluar Madzi
Ketika Puasa
Hukum Onani Ketika Puasa
Pertanyaan: Ada seorang pemuda yang berpuasa melakukan onai pada siang
hari, apa yang harus dia lakukan?
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menjawab: Melakukan onani di siang hari puasa
membatalkan puasa apabila dia secara sengaja melakukannya dan mengeluarkan
mani. Wajib baginya mengganti puasa jika itu puasa wajib, dan wajib baginya
bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena onani tidak boleh dilakukan
ketika sedang puasa dan ketika tidak puasa. Perbuatan itu biasa disebut oleh
manusia dengan adat sirriyah (kebiasaan tersembunyi, pen).
MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/267
=========================
Keluar Madzi Dengan Syahwat
* Madzi adalah cairan lendir berwarna bening yang keluar dari kemaluan ketika
membayangkan atau melihat sesuatu yang merangsang syahwatnya, dan
keluarnya tidak disertai kenikmatan.
Pertanyaan: Apabila seseorang mencium ketika sedang berpuasa, atau
menyaksikan film-film porno kemudian keluar madzi, apakah wajib baginya
mengqadha’ puasanya? Dan apabila hal itu terjadi di beberapa waktu yang
berbeda (tidak setiap hari,pen) apakah menggantinya harus berturut setiap hari
atau selang seling? Jazakumullahu khairan ‘an ummatil islam khairal jaza’.
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menjawab, “Keluarnya madzi tidak membatalkan
puasa menurut pendapat yang paling kuat dari dua pendapat ulama’, baik
keluarnya disebabkan mencium isteri atau menyaksikan film-film, atau perkara
lainnya yang dapat membangkitkan syahwat seseorang.
Akan tetapi tidak boleh bagi seorang muslim melihat film-film porno, dan tidak
boleh mendengar lagu-lagu dan musik yang telah Allah haramkan.
Adapun keluarnya mani dengan syahwat, maka membatalkan puasa baik karena
bercumbu, mencium, memandang, atau sebab-sebab lainnya yang dapat
membangkitkan syahwat seperti onani dan sejenisnya. Adapun karena mimpi atau
berpikir maka tidak membatalkan puasa, walaupun mani itu keluar karena sebab
keduanya.
Dan mengqadha’ puasa ramadhan tidak diharuskan berurutan. Bahkan boleh
dipisah-pisah, berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
{‫ﺧَﺮ‬‫ ا‬‫ﺎم‬‫ﻳ‬‫ ا‬‫ﻦ‬‫ﺪﱠةٌ ﻣ‬‫ﻔَﺮٍ ﻓَﻌ‬‫ ﺳ‬َ‫ﻠ‬‫ ﻋ‬‫و‬‫ﺎ ا‬‫ﺮِﻳﻀ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬ْ‫ﻨ‬‫ﺎنَ ﻣ‬‫ ﻛ‬‫ﻦ‬‫}ﻓَﻤ‬
“Maka barangsiapa di antara kalian sakit atau dalam perjalanan maka hendaknya
diganti di hari-hari yang lain.”
MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/269
Fatawa Puasa Bin Baaz (8):
Hukum Gosok Gigi dan Tetes
Telinga, Hidung, dan Mata Pada
Saat Puasa
Pertanyaan: Apa hukum penggunaan pasta gigi, tetes telinga, tetes hidung, dan
tetes mata bagi orang yang berpuasa? Dan apabila seseorang yang berpuasa
mendapati rasanya di tenggorokannya apa yang harus dia lakukan?
Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab: Membersihkan gigi dengan pasta gigi
tidak membatalkan puasa seperti halnya siwak, tapi harus berhati-hati agar tidak
ada yang masuk ke tenggorokannya, apabila ternyata ada yang masuk tanpa
sengaja dan dia tidak kuasa menahannya, maka tidak perlu mengqadha’.
Demikian pula obat tetes mata dan telinga tidak membatalkan puasa menurut
pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat ulama’. Seandainya orang tersebut
mendapati rasa di tenggorokannya, maka mengganti puasa lebih bagus akan
tetapi tidak wajib. Karena keduanya (mata dan telinga, pen) bukan tempat yang
dipakai untuk makan dan minum.
Adapun obat tetes hidung ini tidak boleh, karena hidung termasuk tempat untuk
menyalurkan makanan, oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda, “Dan bersungguh-sungguhlah di dalam ber-istinsyaq (memasukkan air
ke hidung ketika berwudhu’, pen) kecuali jika engkau sedang berpuasa.” Oleh
karenanya, wajib bagi orang yang melakukan hal ini mengganti puasanya
berdasarkan hadits tadi. Dan yang serupa dengannya jika dia mendapati suatu
rasa di tenggorokannya.
‫ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ‬‫ﻪ وﻟ‬‫واﻟ‬
Diterjemahkan sebisanya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/261
====================================
Pertanyaan: Apakah dibolehkan bagi seseorang menggosok gigi pada saat
puasa?
Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab: Tidak mengapa, hanyasaja perlu dijaga
agar tidak ada yang tertelan, sebagaimana halnya disyariatkan bersiwak bagi
seorang yang berpuasa di pagi hari sampai sore hari.
Sebagian ulama’ berpandangan makruh bersiwak setelah zawal (dimulai
masuknya waktu zhuhur, pen) tapi ini pendapat yang marjuh
(lemah/tertolak,pen), pendapat yang kuat adalah tidak makruh, berdasarkan
keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Siwak sebagi pembersih
mulut dan dicintai oleh Allah.” Diriwayatkan oleh An-nasa’i dengan sanad yang
shahih dari Aisyah Radhiallahu ‘anha.
Dan berdasarkan sabda beliau, “Seandainya aku tidak khawatir memberatkan
umatku, niscaya aku akan perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan shalat.”
Muttafaqun ‘alaihi. (Shalat dalam hadits ini) mencakup shalat zhuhur dan ashar,
dan keduanya dilakukan setelah zawal.
‫ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ‬‫ﻪ وﻟ‬‫واﻟ‬
Diterjemahkan sebisanya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/262
Fatawa Puasa Bin Baaz (7):
Hukum Penggunaan Celak dan
Mekap Pada Saat Puasa
Pertanyaan: Apa hukum penggunaan celak dan sebagian alat kosmetik bagi
wanita pada saat puasa? Apakah membatalkan puasa atau tidak?
Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab: Celak tidak membatalkan puasa bagi
wanita dan pria menurut pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat ulama’.
Akan tetapi penggunaannya di malam hari lebih afdhal bagi seorang yang
berpuasa. Demikian pula dengan pemercantik wajah berupa sabun, minyak, dan
selainnya yang dipakai di luar kulit. Di antaranya juga inai (pacar kuku), mekap,
dan yang serupa dengannya. Semuanya itu tidak mengapa dikonsumsi oleh orang
yang berpuasa, hanyasaja tidak boleh menggunakan mekap apabila bisa
berdampak buruk bagi wajah.
‫ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ‬‫ﻪ وﻟ‬‫واﻟ‬
Diterjemahkan sebisanya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/260
Fatawa Puasa Bin Baaz (6):
Hukum Suntik Infus, Suntik Obat,
Dan Suntik Bius Bagi Orang Yang
Berpuasa
a)
Hukum Injeksi
Pertanyaan: Apa hukum orang yang menginjeksi di uratnya atau di ototnya pada
siang hari bulan Ramadhan dalam keadaan dia berpuasa lalu dia
menyempurnakan puasanya. Apakah puasanya batal dan wajib mengganti atau
tidak?
Jawab: Puasanya sah, karena injeksi di bagian urat bukan termasuk dari makan
dan minum, demikian pula injeksi di bagian otot lebih-lebih lagi. Akan tetapi jika
dia mengganti (puasanya) dalam rangka berhat-hati maka lebih bagus. Dan
menunda injeksi tersebut sampai waktu malam jika dimungkinkan lebih utama
dan lebih berhat-hati, dalam rangka keluar dari khilaf. Semoga Allah memberi
taufik kepada semua kaum muslimin.
b)
Hukum Infus
Pertanyaan: aku pernah membaca pada beberapa kitab Fiqih, di antaranya kitab
Fiqhus Sunnah yang ditulis oleh Syaikh Sayyid Sabiq bahwasanya infus dan yang
lainnya yang tidak masuk melalui rongga atau mulut tidak membatalkan puasa.
Dan aku juga pernah tau ada pendapat sebagian ulama’ yang menyelisihinya.
Lalu, pendapat manakah yang dikenal oleh mayoritas ulama’? Jazakumullahu
Khairan
Jawab: Pendapat yang benar bahwa infus membatalkan puasa apabila seseorang
dengan sengaja menggunakannya. Adapaun injeksi biasa maka tidak
membatalkan puasa.
‫ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ‬‫ﻪ وﻟ‬‫واﻟ‬.
c)
Suntik Bius (bius lokal)
Pertanyaan: apabila seseorang merasakan sakit di bagian giginya, kemudian dia
pergi ke dokter, dan dokter pun mulai membersihkan giginya atau mencabut
salah satunya. Apakah hal tersebut mempengaruhi puasanya? Dan apabila dokter
tersebut menyuntikkan bius di gusinya apakah ada pengaruh bagi puasanya?
Jawab: Kasus yang disebutkan dalam pertanyaan tersebut tidak ada pengaruhnya
terhadap keabsahan puasanya, hal tersebut dimaafkan. Tetapi wajib baginya
untuk tidak menelan obat atau darah (yang keluar) walaupun sedikit. Demikian
pula dengan suntikan yang disebutkan tadi tidak ada pengaruhnya bagi
keabsahan puasanya, karena bius tidak termasuk makan dan minum. Hukum asal
adalah puasanya sah.
Fatawa Puasa Bin Baaz (5): Sikap
Ketika
Melihat
Seseorang
Melakukan Salah Satu Pembatal
Puasa
Pertanyaan: Sebagian orang berkata, apabila engkau melihat seorang muslim
minum atau makan karena lupa pada siang hari Ramadhan maka engkau tidur
perlu mengingatkannya, karena Allah yang memberinya makan dan minum
sebagaimana dalam sebuah hadits. Apakah ucapan ini benar?
Jawab: Siapa saja melihat seorang muslim minum, makan, atau melakukan salah
satu pembatal puasa yang lainnya pada siang hari Ramadhan karena lupa atau
sengaja, maka wajib mengingkarinya. Karena (melakukan perkara tersebut) di
depan umum pada siang hari puasa merupakan kemunkaran; walaupun pelakunya
adalah orang yang mendapat udzur ketika itu, (tujuannya adalah) agar orangorang tidak berani secara terang-terangan melakukan pembatal puasa yang telah
Allah haramkan pada siang hari puasa dengan alasan lupa.
Dan orang yang melakukan hal tersebut memang karena lupa maka dia tidak
perlu meng-qadha’, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
“Barangsiapa yang lupa dalam keadaan ia berpuasa, lalu ia makan atau minum,
maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Karena sesungguhnya Allah yang
memberinya makan dan minum.” Telah disepakati keabsahannya.
Demikian pula bagi musafir, tidak boleh baginya melakukan pembatal puasa
secara terang-terangan di hadapan orang yang mukim yang tidak mengetahui
keadaannya. Tetapi, hendaknya dia menyembunyikan hal tersebut agar dia tidak
dituduh melakukan perkara yang Allah haramkan, dan agar tidak memancing
orang lain melakukan hal tersebut.
Demikian pula bagi orang kafir, mereka dilarang menampakkan makan dan
minum atau yang lainnya di antara kaum muslimin, untuk mencegah adanya sikap
bermudah-mudahan dalam perkara ini, dan dikarenakan juga mereka dilarang
menampakkan syi’ar agama mereka yang batil di antara kaum muslimin.
‫ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ‬‫ﻪ وﻟ‬‫واﻟ‬
Diterjemahkan semampunya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/256
Fatawa Puasa Bin Baz (4): Hukum
Orang Yang Minum Karena
Kehausan Pada Bulan Ramadhan
Pertanyaan: Ada orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan, karena sangat
haus maka dia pun minum, bagaimana hukum orang tersebut?
Jawab: Wajib baginya mengqadha’ puasa dan tidak ada kaffaroh menurut
pendapat yang lebih shahih dari dua pendapat ulama. Jika dia bermudahmudahan dalam hal ini maka wajib bagi dia bertaubat kepada Allah dan
mengqadha’ (puasanya). Adapun kaffaroh tidaklah diwajibkan melainkan kepada
orang yang berjima’ di siang Ramadhan bagi orang wajib puasa atasnya, karena
haditsnya khusus untuk kejadian tersebut.
Diterjemahkan semampunya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ (15/255)
Fatawa Puasa Bin Baz (3): Hukum
Tabyiit Niat (Berniat di Malam
Hari Sebelum Shubuh) Ketika
Puasa Wajib dan Puasa Sunnah
Pertanyaan: Apa hukum orang yang tidak mengetahui masuknya bulan
Ramadhan kecuali setelah masuknya waktu shubuh. Dan apa yang harus
dia lakukan?
Jawab: Orang yang tidak mengetahui masuknya bulan Ramadhan kecuali setelah
masuknya waktu shubuh, kewajibannya adalah menahan diri dari pembatalpembatal puasa, dikarenakan hari itu sudah bulan Ramadhan. Tidak boleh bagi
orang yang mukim mengkonsumsi sesuatu dari pembatal puasa, dan dia harus
mengqadha’nya (mengganti puasa, pen), dikarenakan dia tidak memalamkan niat
sebelum fajar. Telah shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa
beliau bersabda, “Siapa saja yang tidak memalamkan niat sebelum terbitnya fajar
maka tidak ada puasa baginya.” Diriwayatkan Ad-Daraquthni dengan sanadnya
sampai kepada ‘Amrah dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha. (Ad-Daraquthni) berkata,
para perawinya terpercaya.
Riwayat tersebut dinukilkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni, dan ini
merupakan pendapatnya kebanyakan ulama’, yang dimaksud di sini adalah puasa
wajib berdasarkan hadits yang telah kami sebutkan. Adapun puasa sunnah, maka
boleh dimulai di pagi hari apabila dia belum melakukan pembatal-pembatal
puasa sejak fajar, karena ada riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang
menunjukkan hal ini.
Kami memohon kepada Allah agar memberikan taufik kepada kami dan seluruh
kaum muslimin kepada apa yang Dia ridhai. Dan agar Allah menerima puasa
mereka dan shalat mereka, sesungguhnya Dia Maha mendengar dan Maha dekat.
‫ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وآﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ وﺳﻠﻢ‬‫ﻪ ﻋﻠ‬‫ اﻟ‬‫وﺻﻠ‬
Diterjemahkan semampunya dari MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ (15/252)
Fatawa Puasa Bin Baz (2): Apakah
ada kegiatan-kegiatan khusus
yang disyari’atkan bagi seorang
muslim dalam rangka menyambut
datangnya Ramadhan?
Pertanyaan: Apakah ada kegiatan-kegiatan khusus yang disyari’atkan bagi
seorang muslim dalam rangka menyambut datangnya Ramadhan?
Syaikh Bin Baz menjawab, “Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling mulia
dalam satu tahun, karena Allah Ta’ala telah memilih bulan tersebut yaitu dengan
menjadikan puasanya (sebagai ibadah) wajib dan rukun ke empat dari rukun
Islam, dan juga disyari’atkan bagi kaum muslimin untuk melalukan ibadah di
malam harinya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
،‫ وإﻳﺘﺎء اﻟﺰﻛﺎة‬،‫ وإﻗﺎم اﻟﺼﻼة‬،‫ﻪ‬‫ﻪ وأن ﻣﺤﻤﺪا رﺳﻮل اﻟ‬‫ ﺷﻬﺎدة أن ﻻ إﻟﻪ إﻻ اﻟ‬:‫ ﺧﻤﺲ‬‫ اﻹﺳﻼم ﻋﻠ‬‫ﺑﻨ‬
‫ وﺣﺞ اﻟﺒﻴﺖ‬،‫وﺻﻮم رﻣﻀﺎن‬
“Islam di bangun di atas lima pondasi, persaksian bahwasanya Tidak ada
sesembahan yang Haq kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan
Allah, menegakkan Shalat, membayar zakat, puasa ramadhan, dan berhaji di
Ka’bah.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dan beliau juga bersabda, “Barangsiapa menegakkan malam Ramadhan dengan
penuh keimanan dan pengharapan, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.”
(Muttafaqun ‘alaihi)
Dan aku tidak mengetahui adanya acara khusus untuk menyambut bulan
Ramadhan selain seorang muslim menyambutnya dengan kebahagiaan,
kegembiraan, dan syukur kepada Allah karena telah menjumpakan dirinya dengan
Ramadhan dan telah memberinya taufik dengan menjadikan dirinya bagian dari
orang-orang yang berlomba dalam melakukan amal shalih. Karena sesungguhnya
menjumpai bulan Ramadhan merupakan nikmat yang besar dari Allah. Oleh
karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberikan kabar gembira kepada
Shahabatnya dengan datangnya bulan Ramadhan, dan menjelaskan keutamaankeutamaannya, termasuk pahala yang besar yang telah Allah sediakan pada bulan
tersebut bagi laki-laki dan wanita yang berpuasa dan menghidupkan malamnya.
Disyari’atkan pula bagi seorang muslim untuk menyambut bulan yang mulia ini
dengan taubat nashuha dan persiapan puasa dan menghidupkan malamnya
dengan niat yang ikhlas dan tekad yang kuat.
[ MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/10 ]
Fatawa Puasa Bin Baz (1): Puasa
Bukan Kekhususan Umat Ini
Pertanyaan: Bulan Ramadhan apakah bagian dari kekhususan umat ini
atau juga dimiliki oleh umat-umat terdahulu?
Syaikh Bin Baz menjawab, “Allah Ta’ala berfirman,
{َ‫ ﺗَﺘﱠﻘُﻮن‬‫ﻢ‬‫ﻠﱠ‬‫ ﻟَﻌ‬‫ﻢ‬‫ﻠ‬‫ ﻗَﺒ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ اﻟﱠﺬِﻳﻦ‬َ‫ﻠ‬‫ ﻋ‬‫ﺐ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﻛ‬‫ﻤ‬‫ ﻛ‬‫ﺎم‬‫ﻴ‬‫ اﻟﺼ‬‫ﻢ‬‫ﻠَﻴ‬‫ ﻋ‬‫ﺐ‬‫ﺘ‬‫ﻨُﻮا ﻛ‬‫ آﻣ‬‫ﺎ اﻟﱠﺬِﻳﻦ‬‫ﻬ‬‫ﻳ‬‫ﺎ ا‬‫}ﻳ‬
“Hai orang-orang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. AlBaqarah 183)
Ayat yang mulia ini memberikan sebuah petunjuk bahwasanya puasa adalah
ibadah yang sudah dari dahulu diwajibkan atas orang-orang sebelum kita seperti
yang diwajibkan atas kita.
Tetapi apakah (kewajiban puasa) bagi mereka juga pada bulan ramadhan atau
pada bulan lainnya? Tentang hal ini saya tidak mengetahui adanya riwayat dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Adapun keutamaan dan kekhususannya sangat banyak, di antaranya hadits yang
diriwayatkan Al-Imam Ahmad dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda, ”
‫ﻪ ﻣﻦ رﻳﺢ‬‫ ﺧﻠﻮف ﻓﻢ اﻟﺼﺎﺋﻢ أﻃﻴﺐ ﻋﻨﺪ اﻟ‬:‫ رﻣﻀﺎن ﺧﻤﺲ ﺧﺼﺎل ﻟﻢ ﺗﻌﻄﻬﺎ أﻣﺔ ﻗﺒﻠﻬﺎ‬‫ ﻓ‬‫أﻋﻄﻴﺖ أﻣﺘ‬
‫ ﻣﺎ ﻛﺎﻧﻮا‬‫ وﺗﺼﻔﺪ ﻓﻴﻪ ﻣﺮدة اﻟﺠﻦ ﻓﻼ ﻳﺨﻠﺼﻮن ﻓﻴﻪ إﻟ‬،‫ ﻳﻔﻄﺮوا‬‫ﺔ ﺣﺘ‬‫ وﺗﺴﺘﻐﻔﺮ ﻟﻬﻢ اﻟﻤﻼﺋ‬،‫اﻟﻤﺴﻚ‬
‫ ﻳﻮﺷﻚ ﻋﺒﺎدي اﻟﺼﺎﻟﺤﻮن أن ﻳﻠﻘﻮا ﻋﻨﻬﻢ اﻟﻤﺌﻮﻧﺔ‬:‫ﻪ ﻛﻞ ﻳﻮم ﺟﻨﺘﻪ ﻓﻴﻘﻮل‬‫ وﻳﺰﻳﻦ اﻟ‬،‫ ﻏﻴﺮه‬‫ﻳﺨﻠﺼﻮن إﻟﻴﻪ ﻓ‬
‫ أﺟﺮه‬‫ﻦ اﻟﻌﺎﻣﻞ إﻧﻤﺎ ﻳﻮﻓ‬‫ وﻟ‬،‫ ﻻ‬:‫ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻘﺪر؟ ﻗﺎل‬‫ أﻫ‬:‫ ﻗﻴﻞ‬.‫ آﺧﺮ ﻟﻴﻠﺔ‬‫ وﻳﻐﻔﺮ ﻟﻬﻢ ﻓ‬،‫واﻷذى وﻳﺼﻴﺮوا إﻟﻴﻚ‬
‫ ﻋﻤﻠﻪ‬‫إذا ﻗﻀ‬،
Umatku diberi 5 kelebihan pada bulan ramadhan yang tidak diberikan pada umat
terdahulu,
1. bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah dari aroma
minyak misik,
2. malaikat akan memintakan ampunan bagi mereka hingga berbuka,
3. syetan yang jahat akan dibelenggu sehingga mereka tidak bebas bergerak
pada bulan ramadhan seperti pada bulan-bulan lainnya,
4. Setiap hari Allah menghiasi surganya dan berfirman, telah dekat bagi
hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka
menuju kepadamu.
5. dan mereka akan diampuni pada malam yang terakhir.
Saat itu ada yang bertanya, apakah yang dimaksud adalah malam lailatul qodar?
Beliau menjawab, bukan. hanyalah orang yang beramal akan diberi balasan
apabila dia telah menyelesaikan pekerjaannya. (HR. Imam Ahmad)
Inilah 5 perkara yang telah dijelaskan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagai
kekhususan umat ini. Di antaranya juga sabda beliau,
«‫ وﻣﻦ ﻗﺎم رﻣﻀﺎن إﻳﻤﺎﻧﺎ واﺣﺘﺴﺎﺑﺎ ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ‬،‫ ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ ﺗﻘﺪم ﻣﻦ ذﻧﺒﻪ‬،‫ﻣﻦ ﺻﺎم رﻣﻀﺎن إﻳﻤﺎﻧﺎ واﺣﺘﺴﺎﺑﺎ‬
‫ وﻣﻦ ﻗﺎم ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻘﺪر إﻳﻤﺎﻧﺎ واﺣﺘﺴﺎﺑﺎ ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ ﺗﻘﺪم ﻣﻦ ذﻧﺒﻪ‬،‫» )( ﺗﻘﺪم ﻣﻦ ذﻧﺒﻪ‬
“Barangsiapa berpuasa pada bulan ramadhan dengan keimanan dan
pengharapan, maka diampuni baginya dosanya yang telah lalu. dan Barangsiapa
menghidupan ramadhan dengan keimanan dan pengharapan, maka diampuni
dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa yang menghidupkan lailatul qodar
dengan keimanan dan pengharapan, maka diampuni dosanya yang telah lalu.”
Hadits ini telah disepakati keabsahannya (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga bersabda, “Carilah malam lailatul qodar pada sepuluh malam terakhir
dari bulan Ramadhan.” Muttafaqun ‘alaihi (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga bersabda, “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam apabila
telah memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadhan, beliau mengencangkan ikat
pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.”
Muttafaqun ‘alaihi
[ MAJMU’ FATAWA IBNU BAAZ 15/8 ]
Bagaimana Menanggapi Tuduhan
Zina?
Asy-Syaikh Ubaid bin Abdillah Al-Jabiri, Semoga Allah selalu
menjaganya ditanya, “Ada seorang yang mengaku salafy tetapi dia menuduh
isteriku melakukan zina tanpa mendatangkan saksi dan bukti. Dia juga
menyebarkan tuduhan ini kepada manusia. (dalam kondisi ini) Bagaimanakah
sikap kami? Semoga Allah memberkahi anda
Beliau menjawab, “Perbuatan ini adalah kefasikan, bukan kekufuran atau
kebid’ahan. Kamu berhak untuk mengangkat permasalahan ini dan
melaporkannya kepada pemerintah yang muslim, agar dia bisa menegakkan untuk
orang tersebut hukuman cambuk, karena dia tidak memiliki bukti. Tetapi jika
kamu tidak memiliki pemerintah yang muslim maka boleh bagimu dan isterimu
mendo’akan kejelekan untuk orang tersebut. Ini apabila memang perkaranya
seperti yang anda sebutkan.
Sumber: Kitab AL-QOUL AL-MUDABBAJ BI DZIKRI WASHOYA FIL MANHAJ
Download