BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan perumusan masalah yang berkaitan dengan masalah penelitian, peneliti mendapatkan informasi tentang hal-hal yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, aspek-aspek yang telah diteliti, prosedur-prosedur yang telah diterapkan, hasil dan hambatan yang ditemukan di dalam penelitian, dan perbedaan antara masalah yang hendak dipecahkan dengan masalah-masalah yang sudah dipecahkan orang lain. Peneliti dapat memetakan kedudukan masalah penelitiannya kedalam perspektif cakupan pengetahuan yang lebih luas, sehingga dapat membantu peneliti dalam menjelaskan pentingnya penelitan ini dilakukan. Kajian teoritis berfungsi sebagai kajian secara kritis tetapi singkat tentang kekhususan, manfaat dan kelemahan dari penelitian sebelumnya (bukan sekadar kerangka teori atau hasil penelitian yang relevan saja), sehingga peneliti dapat memberikan pembenaran tentang pentingnya masalah yang akan diteliti. Pada bagian ini, penulis akan memaparkan sekilas bahwa pada penelitian sebelumnya telah ada beberapa penelitian yang mengangkat mengenai masalah yang penulis angkat, yaitu penelitian kualitatif dengan pendekatan dramaturgi dan Impression Management (pengelolaan kesan). Meskipun dalam pendekatan dan landasan teori yang dipakai sama, namun tentu saja dalam kesempatan ini penulis 18 ingin meneliti dalam masalah yang berbeda, mengungkap realitas kehidupan manusia dari sisi-sisi lain yang belum pernah ada. Adapun fungsi dari perujukan terhadap karya penelitian ini adalah“untuk membangun pembenaran (justifikasi) atas penelitian yang dilakukan, yakni penelitian ini perlu dilakukan.” (Alwasilah, 2002 : 125) Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dan perbandingan adalah dari Elfrida Grace dari Universitas Sumatera Utara 2008, pada tesisnya dengan judul, Ayam kampus kota Medan dengan pendekatan dramaturgi. Hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa faktor mahasiswi menjadi ayam kampus karena didominasi lebih karena motif ekonomi. Perbandingan dengan penelitian dengan yang saya teliti adalah, kupasan tentang impression management kurang mendalam, sehingga masih bias dan terjadi penimbulan makna bahwa ketika mahasiswi bersolek tidak seperti biasanya, seakan dicap sebagai “ayam kampus”. Padahal pengelolaan kesan bagi mahasiswi jaman sekarang mutlak diperlukan, terutama bagi mereka yang menggemari tata busana. Karena penelitian dari Elfrida Grace, hanya mengupas panggung depan dan panggung belakang, sedanglkan citra diri tidak dikupas mendalam. Selanjutnya seperti penelitian terdahulu dari tesis Rizky Hafiz Chaniago dari Universiti Kebangsaan Malaysia tahun 2008, dengan judul “Citra Wanita dalam perkembangan Muzik Dangdut di Indonesia”, dengan pendekatan dramaturgi menggunakan teori impression management berkesimpulan bahwa Impression 19 management yang dilakukan oleh memiliki peranan penting dalam membentuk citra serta kesan yang diinginkan. Goyang dangdut telah membingkai wajah baru penyanyi dangdut di Indonesia dengan imej-imej yang erotis. Kesan inipun terbentuk tidak lepas dari pemberitaan media massa yang menampilkan berbagai macam tayangan televisi dengan tema goyang dangdut. Modernisasi dalam berkesenian telah membawa musik dangdut keluar dari jalurnya. Penelitian ini seolah-olah mengeneralisasikan bahwa dangdut itu erotis karena murni dibawakan oleh aktor penyanyinya, sedangkan yang saya teliti, pengelolaan kesan penyanyi dan para pelaku hiburan pada panggung dangdut adalah sesuatu yang direncanakan dalam sebuah organisasi musik dangdut. Perbandingan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya oleh Luluk Dwi Kumalasari, pada Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2009 misalnya, tentang “Sosialisasi nilai "cinta" : Analisis teori struktur dramaturgi Erving Goffman terhadap komunitas Kenduri Cinta berkesimpulan bahwa Motivasi yang mendorong orang tertarik dengan Komunitas Kenduri Cinta adalah sangat beraneka ragam, tetapi intinya mereka ingin mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang berguna, baik, bermanfaat, dan punya fungsi sosial yang positif. Perbedaan disini adalah jelas, pengungkapan motif cinta hanya berdasarkan analisa dramaturgi, sedangkan motif yang terjadi adalah pengelolaan kesan sangat berguna untuk bergabung dikomunitas kenduri cinta. Kesan 20 diri, citra baik dan positif ketika menjadi komunitas kenduri cinta, tidak secara mendalam dieksplorasi. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Judul Elfrida Grace Ayam Kampus Teori Mahasiswi yang Teori Impression Kota Medan dramaturgi menjadi ayam Manegement Program Dengan dimana kampus mempunyai kurang dikupas Pasca Analisis Teori kehidupan faktor – faktor yang mendalam, Fakultas Ilmu Dramaturgi mereka berbeda – beda. sehingga secara Sosial Dan (Studi Kasus merupakan beberapa diantara faktual tidak bisa Ilmu Politik pada pertunjukan ialah banyak kepada membedakan Universitas Mahasiswi yang mereka faktor ekonomi, antara “Ayam Sumatera “ayam kampus” atur, sutradara, faktor kecewa Kampus” Utara di Kota Medan) dan lakoni terhadap laki-laki, dengan wanita sendiri dengan faktor kepuasan diri yang memang konsep terhadap hubungan peduli dengan „pertunjukan seksual dan faktor impression dramanya gaya hidup. management 2008 Teori sendiriā. Hasil Penelitian Kritik Penulis dalam penampilannya. 21 2. Luluk Dwi Sosialisasi nilai Analogi Motivasi yang Pengungkapan Kumalasari "cinta" : dramaturgi mendorong orang motif tentang Analisis teori Goffman yang tertarik dengan cinta masih Program struktur berasal dari The Komunitas Kenduri kurang Pasca dramaturgi Presentation of Cinta adalah sangat mendalam, Fakultas Ilmu Erving Self in beraneka ragam, sehingga terlihat Sosial Dan Goffman Everyday Life tetapi intinya mereka kesan bahwa Ilmu Politik terhadap ingin mendapatkan “Cinta” itu Universitas komunitas ilmu dan dimaknai rasa Indonesia Kenduri Cinta pengetahuan yang suka terhadap berguna, baik, seseorang. 2009 bermanfaat, dan punya fungsi sosial yang positif. 3. Rizky Hafiz Citra Wanita Pendekatan Impression Pemunculan Chaniago dalam dramaturgi management yang contoh kasus perkembangan dengan teori dilakukan oleh musik dangdut Muzik Dangdut impression memiliki peranan masih secara di Indonesia management penting dalam global/umum membentuk citra yaitu citra serta kesan yang dangdut dimedia diinginkan. Goyang massa. Jadi dangdut telah seolah-olah men- membingkai wajah generalisasikan Universiti Kebangsaan Malaysia 2008 22 baru penyanyi bahwa dangdut dangdut di Indonesia adalah erotis. dengan imej-imej yang erotis. Kesan inipun terbentuk tidak lepas dari pemberitaan media massa yang menampilkan berbagai macam tayangan televisi dengan tema goyang dangdut. Modernisasi dalam berkesenian telah membawa musik dangdut keluar dari jalurnya. 23 4. Anisa Impression Pendekatan Setiap tindakan dari Motif dosen Hidayat Management dramaturgi personal front mengajar kurang Dosen dalam dengan teori (peralatan yang mendalam Perspektif impression digunakan untuk dikupas, seperti Dramaturgis management menampilkan diri back stage sang (appeareance, dosen, sehingga manner, dan setting) faktor niat secara dalam pengelolaan moralitas dosen kesan yang dilakukan mengajar tidak dosen, dikarenakan penuh tersentuh. Program Pasca Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, adanya tujuan 2005. tertentu untuk membuat kelancaran proses belajar mengajar dan terciptanya suasana belajar yang sangat kondusif bagi kedua belah pihak. Kemudian walaupun mereka dalam mengelola kesan mempunyai tujuan yang baik dan secara moral merasa 24 berkewajiban untuk memberikan perubahan kualitas mengajar dan lebih inovatif, akan tetapi tidak dapat diterima dengan mudah mengingat adanya kerangka perilaku yang terbentuk dalam masyarakat atau lingkungan (social framework), ini menunjukan bahwa ada kalanya dalam pengelolaan kesan tidak dapat merubah dengan mudah suatu keadaan dan menunjukan suatu image yang berbeda dari image yang sudah ada 25 2.2. Kerangka Pemikiran Bertolak pada pemikiran kerangka teoritis maka penelitian mengaplikasikan definisi yang diangkat pada kerangka praktis. Pada kerangka Praktis ini pengumpulan data dengan pencarian informasi mengenai bagaimana impression management, yang dilakukan oleh para pelaku pertunjukan musik dangdut. Bagaimana interaksi penyanyi dangdut kepada para penyawer dan penikmat dangdut, perilaku penyawer yang berinteraksi kepada para penyanyi diatas panggung, para pemain alat musik yang mendukung, semua penampilan secara menyeluruh akan dipaparkan kepada hal pokok yaitu, peran masing-masing yang disebutkan diatas pada wilayah panggung depan dengan bungkusan pengelolaan kesan tentunya. Pengamatan aktivitas para pelaku pertunjukan musik dangdut dipanggung belakang juga dianalisa untuk menemukan hasil penelitian ini. Apakah pengelolaan kesan dipanggung depan dan panggung belakang ada persamaan atau berbeda sama sekali. Rentetan variabel itulah yang di dasarkan pemikiran oleh peneliti seperti pada saat mereka berada di depan panggung dan belakang panggung, akan membentuk hasil kesimpulan. 26 Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Panggung Pertunjukan Dangdut Performance Pelaku Pertunjukan diacara Dangdut (Penyanyi, Penyawer, Pemain Musik) Teori Impression Management Pelaku Pertunjukan Hiburan Dangdut di Front Stage dan Back Stage a. Appearance (Penampilan) b. Manner (Gaya) c. Bahasa Tubuh d. Mimik Wajah e. Isi Pesan f. Gaya Bahasa g. Sikap dan Perilaku 27 2.2.1 Dramaturgi Bila Aristoteles mengungkapkan dramaturgi dalam artian seni. Maka, Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Seperti yang kita ketahui, Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya, The Presentation of Self In Everyday Life. Buku tersebut menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Bila Aristoteles mengacu kepada teater maka Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri – Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi. Kenapa komunikasi? Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana 28 memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut. Bukti nyata bahwa terjadi permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada masyarakat kita sendiri. Manusia menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu. Hal ini setara dengan yang dikatakan oleh Yenrizal (IAIN Raden Fatah, Palembang), dalam makalahnya “Transformasi Etos Kerja Masyarakat Muslim: Tinjauan Dramaturgis di Masyarakat Pedesaan Sumatera Selatan” pada Annual Conference on Islamic Studies, Bandung, 26 – 30 November 2006: “Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada 29 latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas yang bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya, yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya.” Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. 30 Oleh Goffman, tindakan di atas disebut dalam istilah “impression management”. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada impression management diatas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan. Contohnya, seorang front liner hotel senantiasa berpakaian rapi menyambut tamu hotel dengan ramah, santun, bersikap formil dan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahat siang, sang front liner bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau dengan bahasa gaul dengan temannya atau bersikap tidak formil lainnya (merokok, dsb). Saat front liner menyambut tamu hotel, merupakan saat front stage baginya (saat pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut tamu hotel dan memberikan kesan baik hotel kepada tamu tersebut. Oleh karenanya, perilaku sang front liner juga adalah perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak 31 manajemen hotel. Saat istirahat makan siang, front liner bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke dua dari pertunjukan tersebut. Karenanya, skenario yang disiapkan oleh manajemen hotel adalah bagaimana sang front liner tersebut dapat refresh untuk menjalankan perannya di babak selanjutnya. Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannya dulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama dengan apa yang dunia teater katakan sebagai “breaking character”. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasanasuasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan. Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, menciptakan panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas yang bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya, yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya. Apa yang dilakukan masyarakat melalui konsep permainan peran adalah realitas yang terjadi secara alamiah dan berkembang sesuai perubahan yang berlangsung dalam diri mereka. Permainan peran ini akan berubah-rubah sesuai kondisi dan waktu 32 berlangsungnya. Banyak pula faktor yang berpengaruh dalam permainan peran ini, terutama aspek sosial psikologis yang melingkupinya. Dramaturgi juga diibaratkan sebagai permainan peran oleh manusia. Tentu permainan peran yang dimainkan oleh manusia tersebut disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai sebelumnya. Entah itu hanya sekedar untuk menciptakan kesan tertentu tentang diri kita dihadapan penonton ataupun suatu bentuk penghargaan lainya yang kita peroleh dari permainan peran tersebut. Dalam buku yang berjudul “The Presentation of Self in Everyday Life” karangan Erving Goffman tersebut, Goffman mendalami konsep dramaturgi yang bersifat penampilan drama atau teater atau teateris di atas panggung, dimana seorang aktor memainkan karakter manusiamanusia yang lain, sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut serta mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. 2.2.4 Impression Management Salah satu bentuk yang sering digunakan oleh individu dalam memperoleh pengaruh adalah dengan Impression management. Impression management atau sering disebut manajemen kesan (Kreitner & Kinichi: 2005) didefinisikan sebagai suatu proses dengan mana seseorang berusaha untuk mengendalikan atau memanipulasi reaksi orang lain terhadap citra diri orang tersebut maupun ide-idenya. Impression management dapat dilakukan dengan mengubah cara berpakaian, mematuhi norma dan peraturan di tempat dia berada, mengambil nama atas pekerjaan 33 orang lain, cara berbicara, cara berjalan dan lain-lain. Semua hal itu dilakukan dengan harapan agar seseorang mendapat pengaruh dari orang yang ditujunya. Impression management (Goffman dalam Atina, 2008 ), manusia kerapkali menggunakan topeng (yang bagus) dalam berkomunikasi. Topeng diperlukan untuk citra positif komunikator, sehingga dapat memikat komunikan, atau meyakinkan komunikan tentang kejujuran dan kepiawaiannya. Topeng juga diperlukan "to for go or conceal action which is inconsistent with ideal standards". Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah “impression management”. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton dan individu sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu individu berusaha untuk memainkan perannya sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari 34 perilakunya. Perilaku seorang individu diatas panggung dibatasi oleh oleh konsepkonsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana seorang individu berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga individu dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus dibawakannya. Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannya dulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama dengan apa yang dunia teater katakan sebagai “breaking character”. Pendapat lain mengatakan, Impression management adalah proses seseorang untuk mengatur dan mengendalikan persepsi orang lain atas dirinya (Luthans, 1998). Menurut Wayne dan Ferris (Kreitner & Kinichi, 2005) terdapat tiga tingkatan perlakuan impression management adapun tingkatannya sebagai berikut : a. Agen bebas Keadaan dimana seseorang tidak melakukan impression management. Jikalau keadaan memaksa pun, seseorang tersebut memilih untuk menghadapinya dengan penuh tanggung jawab. Misal ketika terlambat datang kantor, dia dengan rasa menyesal mengakui, meminta maaf dan berusaha tidak mengulangnya lagi. b. Lebih baik selamat daripada menyesal Keadaan dimana seseorang melakukan impression management ketika seseorang tersebut dalam keadaan yang terjepit atau terpojok. Misal, ketika seseorang terlambat 35 datang kantor maka dia akan mencari alasan untuk menuntupi kesalahan yang dilakukannya. c. Hallo Hollywood Keadaan dimana seseorang dalam kehidupan sehari-hari selalu menggunakan impression management. Layaknya seorang artis, jati dirinya tidak nampak karena setiap saat sifatnya bahkan perilakunya selalu berubah. Misal ketika seorang karyawan ingin dipromosikan oleh atasannya maka dia berbuat hal-hal yang yang tidak seharusnya dilakukan, misalnya melakukan money politic untuk cepat dipromosikan. Sikap impression management tidak dapat dinilai buruk atau pun baik karena semuanya bertumpu pada situasi dimana tempat seseorang itu berada dan beraktifitas, Impression Management akan dikatakan sangat baik sekali jika dalam konteks misalnya ketika seorang artis yang dituntut untuk memerankan seseorang yang lembut padahal dalam kehidupan sehari-harinya dia adalah seorang yang kasar. Lain halnya jika Impression Management diterapkan dalam aktifitas atau pekerjaan yang sangat menjunjung kejujuran seperti misalnya pekerjaan yang berhubungan dengan pendidikan, maka impression management yang harus dianut adalah agen bebas. Pada prinsipnya dramaturgi merupakan bagian dari kajian ilmu komunikasi yang mana terdapat dalam pembahasan mengenai diri seorang komunikator yang berperan penting dalam proses penyampaian pesan kepada komunikan. Dramaturgi memaparkan bagaimana seorang komunikator dalam hal ini penyiar radio memainkan 36 peran dalam dua bagian kehidupan mereka yakni front stage (panggung depan) dan back stage (panggung belakang) mereka yang semata-mata agar menimbulkan suatu suasana dan kesan dihadapan para pendengarnya. Dengan demikian mereka dapat menyesuaikan diri dengan apa yang menjadi tujuan dari penyanyi dangdut. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya dimana dramaturgi membagi dua wilayah yakni front stage (panggung depan) dan back stage (panggung belakang). Impression management sendiri merupakan bagian dari kajian dramaturgi yang sama-sama dikembangkan oleh Goffman. Impression management atau pengelolaan kesan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seorang individu dalam menciptakan kesan atau persepsi tertentu atas dirinya dihadapan khalayaknya. Pengelolaan kesan tersebut baik terhadap simbol verbal maupun simbol nonverbal yang melekat di dirinya. Penelitian ini mengkaji bagaimana impression management dikehidupan front stage (panggung depan) dan back stage (panggung belakang) pada diri penyanyi dangdut pada pertunjukan musik dangdut di Tangerang. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada kerangka teoritis bahwasannya Goffman membagi dua wilayah dari aktor yang diibaratkan memainkan peran tersebut, yakni : 1. Front Stage (panggung depan). 37 Bagian ini peneliti akan meneliti lebih jauh mengenai pengelolaan kesan yang dilakukan oleh penyanyi dangdut pada pertunjukan musik dangdut di Tangerang ditinjau dari aspek appearance (penampilan) dan manner (gaya). a. Appearance (penampilan) Pengelolaan kesan ditinjau dari aspek penampilan yang dilakukan oleh penyanyi dangdut pada pertunjukan musik dangdut di Tangerang meliputi make up (tata rias), dan pakaian. Bagaimana make up (tata rias), dan pakaian penyanyi dangdut ketika berada pada bagian front stage (panggung depan) yang di kelola sehingga menimbulkan kesan yang diinginkan dikalangan penonton ataupun orang- orang disekitarnya yang menjadi bagian dari pertujukan di panggung depannya. b. Manner (gaya) Pengelolaan kesan ditinjau dari aspek gaya yang dilakukan oleh penyanyi dangdut pada pertunjukan musik dangdut di Tangerang meliputi sikap dan perilaku, bahasa tubuh, mimik wajah, isi pesan, dan cara bertutur atau gaya bahasa saat sedang menjalani profesinya sebagai penyanyi dangdut. Selanjutnya sebagaimana yang telah dipaparkan pada kerangka teoritis mengenai pengelolaan kesan dalam hal informasi yang disampaikan pun merupakan 38 hal yang akan peneliti perhatikan dan mengkajinya lebih dalam lagi. Bagaimana penyanyi dangdut mengelola informasi yang disampaikan olehnya, sehingga menciptakan suatu persepsi tersendiri terhadap dirinya. Beberapa aspek di atas seperti gaya berbicara yang meliputi nada, intonasi dan artikulasi, serta sikap dan perilaku dia dapat menunjang terciptanya personality yang menarik, yang dibutuhkan oleh penyanyi dangdut. 2. Back Stage (panggung belakang) Bagian ini peneliti akan meneliti kehidupan back stage (panggung belakang) penyanyi dangdut pada pertunjukan musik dangdut di Tangerang. Pada bagian ini peneliti akan mengkaji lebih dalam lagi bagaimana persiapan penyanyi dangdut tersebut di tinjau dari aspek-aspek yang telah dipaparkan sebelumnya, untuk terjun ke kehidupan front stage-nya. Sehingga nantinya dapat diketahui, perbedaan apa saja yang signifikan dari proses pengelolaan kesan dari kehidupan back stage-nya jika dibandingkan dengan kehidupan front stage. Terdapat beberapa aspek penting yang menjadi bagian dari kehidupan back stage penyanyi dangdut, antara lain : a. Make Up (Tata Rias) Make up (tata rias) akan tetap dijadikan sebagai salah satu aspek yang akan diteliti, mengingat pengelolaan kesan yang dilakukan oleh penyanyi dangdut sehingga memungkinkan ia menggunakan make up pada kehidupan back stage-nya guna kepentingan tertentu. 39 b. Pakaian Pakaian merupakan salah satu aspek yang dapat mencitrakan siapakah individu yang menggunakannya tersebut. Sehingga pada penelitian ini akan dikaji pula aspek pakaian yang dikenakan oleh penyanyi dangdut. c. Sikap dan Perilaku Peneliti juga akan mengkaji aspek sikap dan perilaku dari penyanyi dangdut pada bagian kehidupan back stage-nya. Apakah ada pengelolaan kesan yang dilakukannya melalui aspek sikap dan perilaku tersebut atau tidak. d. Bahasa Tubuh Bahasa tubuh meruapakan salah satu hal yang dapat dijadikan identitas atau ciri khas dari seseorang. Begitupun dengan penyanyi dangdut, peneliti akan meneliti lebih dalam mengenai pengelolaan kesan yang dilakukannya melalui bahasa tubuh. e. Mimik Wajah Mimik wajah, dewasa ini bukan hanya bagian kecil yang dapat dihiraukan begitu saja. Banyak individu yang mulai memperhatikan mimik wajah mereka ketika berinteraksi dengan individu lainnya. Begitupun dengan seorang penyanyi dangdut karena pada kehidupan back stage nya ia tetap melakukan interaksi dengan individu lainnya, meski dengan individu yang memiliki ikatan emosional sekalipun. 40 f. Isi Pesan Isi pesan dari konteks komunikasi yang dilakukan penyanyi dangdut tentu akan pula diperhatikan oleh peneliti. Hal tersebut untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari pengelolaan kesan yang dilakukan pada front stage dan back stage ini. g. Cara Bertutur atau Gaya Bahasa Cara bertutur atau gaya bahasa penyanyi dangdut merupakan salah satu aspek terpenting dari penelitian ini. Mengingat salah satu yang dapat menjadi ciri khas seorang penyanyi dangdut ialah cara bertutur atau gaya bahasanya. Dan pada bagian back stage ini akan diteliti bagaimana penyanyi dangdut melakukan pengelolaan kesan terhadap aspek tersebut. (Sudikin, 2002 : 49-51) 41