BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Kajian Pustaka
Berdasarkan perumusan masalah yang berkaitan dengan masalah penelitian,
peneliti mendapatkan informasi tentang hal-hal yang telah dilakukan oleh para
peneliti sebelumnya, aspek-aspek yang telah diteliti, prosedur-prosedur yang telah
diterapkan, hasil dan hambatan yang ditemukan di dalam penelitian, dan perbedaan
antara masalah yang hendak dipecahkan dengan masalah-masalah yang sudah
dipecahkan orang lain. Peneliti dapat memetakan kedudukan masalah penelitiannya
kedalam perspektif cakupan pengetahuan yang lebih luas, sehingga dapat membantu
peneliti dalam menjelaskan pentingnya penelitan ini dilakukan.
Kajian teoritis berfungsi sebagai kajian secara kritis tetapi singkat tentang
kekhususan, manfaat dan kelemahan dari penelitian sebelumnya (bukan sekadar
kerangka teori atau hasil penelitian yang relevan saja), sehingga peneliti dapat
memberikan pembenaran tentang pentingnya masalah yang akan diteliti.
Pada bagian ini, penulis akan memaparkan sekilas bahwa pada penelitian
sebelumnya telah ada beberapa penelitian yang mengangkat mengenai masalah yang
penulis angkat, yaitu penelitian kualitatif dengan pendekatan dramaturgi dan
Impression Management (pengelolaan kesan). Meskipun dalam pendekatan dan
landasan teori yang dipakai sama, namun tentu saja dalam kesempatan ini penulis
18
ingin meneliti dalam masalah yang berbeda, mengungkap realitas kehidupan manusia
dari sisi-sisi lain yang belum pernah ada. Adapun fungsi dari perujukan terhadap
karya penelitian ini adalah“untuk membangun pembenaran (justifikasi) atas
penelitian yang dilakukan, yakni penelitian ini perlu dilakukan.” (Alwasilah, 2002 :
125)
Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dan perbandingan adalah dari Elfrida
Grace dari Universitas Sumatera Utara 2008, pada tesisnya dengan judul, Ayam
kampus kota Medan dengan pendekatan dramaturgi. Hasil penelitian yang
mengungkapkan bahwa faktor mahasiswi menjadi ayam kampus karena didominasi
lebih karena motif ekonomi. Perbandingan dengan penelitian dengan yang saya teliti
adalah, kupasan tentang impression management kurang mendalam, sehingga masih
bias dan terjadi penimbulan makna bahwa ketika mahasiswi bersolek tidak seperti
biasanya, seakan dicap sebagai “ayam kampus”. Padahal pengelolaan kesan bagi
mahasiswi jaman sekarang mutlak diperlukan, terutama bagi mereka yang
menggemari tata busana. Karena penelitian dari Elfrida Grace, hanya mengupas
panggung depan dan panggung belakang, sedanglkan citra diri tidak dikupas
mendalam.
Selanjutnya seperti penelitian terdahulu dari tesis Rizky Hafiz Chaniago dari
Universiti Kebangsaan Malaysia tahun 2008, dengan judul “Citra Wanita dalam
perkembangan Muzik Dangdut di Indonesia”, dengan pendekatan dramaturgi
menggunakan teori impression management berkesimpulan bahwa
Impression
19
management yang dilakukan oleh memiliki peranan penting dalam membentuk citra
serta kesan yang diinginkan. Goyang dangdut telah membingkai wajah baru penyanyi
dangdut di Indonesia dengan imej-imej yang erotis. Kesan inipun terbentuk tidak
lepas dari pemberitaan media massa yang menampilkan berbagai macam tayangan
televisi dengan tema goyang dangdut. Modernisasi dalam berkesenian telah
membawa musik dangdut keluar dari jalurnya. Penelitian ini seolah-olah mengeneralisasikan bahwa dangdut itu erotis karena murni dibawakan oleh aktor
penyanyinya, sedangkan yang saya teliti, pengelolaan kesan penyanyi dan para
pelaku hiburan pada panggung dangdut adalah sesuatu yang direncanakan dalam
sebuah organisasi musik dangdut.
Perbandingan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya oleh Luluk Dwi
Kumalasari, pada Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia 2009 misalnya, tentang “Sosialisasi nilai "cinta" : Analisis
teori struktur dramaturgi Erving Goffman terhadap komunitas Kenduri Cinta
berkesimpulan bahwa Motivasi yang mendorong orang tertarik dengan Komunitas
Kenduri Cinta adalah sangat beraneka ragam, tetapi intinya mereka ingin
mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang berguna, baik, bermanfaat, dan punya
fungsi sosial yang positif. Perbedaan disini adalah jelas, pengungkapan motif cinta
hanya berdasarkan analisa dramaturgi, sedangkan motif yang terjadi adalah
pengelolaan kesan sangat berguna untuk bergabung dikomunitas kenduri cinta. Kesan
20
diri, citra baik dan positif ketika menjadi komunitas kenduri cinta, tidak secara
mendalam dieksplorasi.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
1.
Judul
Elfrida Grace
Ayam Kampus
Teori
Mahasiswi yang
Teori Impression
Kota Medan
dramaturgi
menjadi ayam
Manegement
Program
Dengan
dimana
kampus mempunyai
kurang dikupas
Pasca
Analisis Teori
kehidupan
faktor – faktor yang
mendalam,
Fakultas Ilmu
Dramaturgi
mereka
berbeda – beda.
sehingga secara
Sosial Dan
(Studi Kasus
merupakan
beberapa diantara
faktual tidak bisa
Ilmu Politik
pada
pertunjukan
ialah banyak kepada
membedakan
Universitas
Mahasiswi
yang mereka
faktor ekonomi,
antara “Ayam
Sumatera
“ayam kampus”
atur, sutradara,
faktor kecewa
Kampus”
Utara
di Kota Medan)
dan lakoni
terhadap laki-laki,
dengan wanita
sendiri dengan
faktor kepuasan diri
yang memang
konsep
terhadap hubungan
peduli dengan
„pertunjukan
seksual dan faktor
impression
dramanya
gaya hidup.
management
2008
Teori
sendiriā€Ÿ.
Hasil Penelitian
Kritik
Penulis
dalam
penampilannya.
21
2.
Luluk Dwi
Sosialisasi nilai
Analogi
Motivasi yang
Pengungkapan
Kumalasari
"cinta" :
dramaturgi
mendorong orang
motif tentang
Analisis teori
Goffman yang
tertarik dengan
cinta masih
Program
struktur
berasal dari The
Komunitas Kenduri
kurang
Pasca
dramaturgi
Presentation of
Cinta adalah sangat
mendalam,
Fakultas Ilmu
Erving
Self in
beraneka ragam,
sehingga terlihat
Sosial Dan
Goffman
Everyday Life
tetapi intinya mereka
kesan bahwa
Ilmu Politik
terhadap
ingin mendapatkan
“Cinta” itu
Universitas
komunitas
ilmu dan
dimaknai rasa
Indonesia
Kenduri Cinta
pengetahuan yang
suka terhadap
berguna, baik,
seseorang.
2009
bermanfaat, dan
punya fungsi sosial
yang positif.
3.
Rizky Hafiz
Citra Wanita
Pendekatan
Impression
Pemunculan
Chaniago
dalam
dramaturgi
management yang
contoh kasus
perkembangan
dengan teori
dilakukan oleh
musik dangdut
Muzik Dangdut
impression
memiliki peranan
masih secara
di Indonesia
management
penting dalam
global/umum
membentuk citra
yaitu citra
serta kesan yang
dangdut dimedia
diinginkan. Goyang
massa. Jadi
dangdut telah
seolah-olah men-
membingkai wajah
generalisasikan
Universiti
Kebangsaan
Malaysia
2008
22
baru penyanyi
bahwa dangdut
dangdut di Indonesia
adalah erotis.
dengan imej-imej
yang erotis. Kesan
inipun terbentuk
tidak lepas dari
pemberitaan media
massa yang
menampilkan
berbagai macam
tayangan televisi
dengan tema goyang
dangdut. Modernisasi
dalam berkesenian
telah membawa
musik dangdut keluar
dari jalurnya.
23
4.
Anisa
Impression
Pendekatan
Setiap tindakan dari
Motif dosen
Hidayat
Management
dramaturgi
personal front
mengajar kurang
Dosen dalam
dengan teori
(peralatan yang
mendalam
Perspektif
impression
digunakan untuk
dikupas, seperti
Dramaturgis
management
menampilkan diri
back stage sang
(appeareance,
dosen, sehingga
manner, dan setting)
faktor niat secara
dalam pengelolaan
moralitas dosen
kesan yang dilakukan
mengajar tidak
dosen, dikarenakan
penuh tersentuh.
Program
Pasca
Ilmu
Komunikasi
Universitas
Islam
Bandung,
adanya tujuan
2005.
tertentu untuk
membuat kelancaran
proses belajar
mengajar dan
terciptanya suasana
belajar yang sangat
kondusif bagi kedua
belah pihak.
Kemudian walaupun
mereka dalam
mengelola kesan
mempunyai tujuan
yang baik dan secara
moral merasa
24
berkewajiban untuk
memberikan
perubahan kualitas
mengajar dan lebih
inovatif, akan tetapi
tidak dapat diterima
dengan mudah
mengingat adanya
kerangka perilaku
yang terbentuk dalam
masyarakat atau
lingkungan (social
framework), ini
menunjukan bahwa
ada kalanya dalam
pengelolaan kesan
tidak dapat merubah
dengan mudah suatu
keadaan dan
menunjukan suatu
image yang berbeda
dari image yang
sudah ada
25
2.2. Kerangka Pemikiran
Bertolak pada pemikiran kerangka teoritis maka penelitian mengaplikasikan
definisi yang diangkat pada kerangka praktis. Pada kerangka Praktis ini pengumpulan
data dengan pencarian informasi mengenai bagaimana impression management, yang
dilakukan oleh para pelaku pertunjukan musik dangdut. Bagaimana interaksi
penyanyi dangdut kepada para penyawer dan penikmat dangdut, perilaku penyawer
yang berinteraksi kepada para penyanyi diatas panggung, para pemain alat musik
yang mendukung, semua penampilan secara menyeluruh akan dipaparkan kepada hal
pokok yaitu, peran masing-masing yang disebutkan diatas pada wilayah panggung
depan dengan bungkusan pengelolaan kesan tentunya.
Pengamatan aktivitas para pelaku pertunjukan musik dangdut dipanggung
belakang juga dianalisa untuk menemukan hasil penelitian ini. Apakah pengelolaan
kesan dipanggung depan dan panggung belakang ada persamaan atau berbeda sama
sekali. Rentetan variabel itulah yang di dasarkan pemikiran oleh peneliti seperti pada
saat mereka berada di depan panggung dan belakang panggung, akan membentuk
hasil kesimpulan.
26
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Panggung Pertunjukan
Dangdut
Performance Pelaku
Pertunjukan diacara
Dangdut
(Penyanyi, Penyawer,
Pemain Musik)
Teori Impression
Management
Pelaku Pertunjukan Hiburan Dangdut di
Front Stage dan Back Stage
a.
Appearance (Penampilan)
b.
Manner (Gaya)
c.
Bahasa Tubuh
d.
Mimik Wajah
e.
Isi Pesan
f.
Gaya Bahasa
g.
Sikap dan Perilaku
27
2.2.1 Dramaturgi
Bila Aristoteles mengungkapkan dramaturgi dalam artian seni. Maka,
Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Seperti yang kita ketahui,
Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis
dan sosiologi melalui bukunya, The Presentation of Self In Everyday Life. Buku
tersebut menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam
pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara
yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah
pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang
berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Bila Aristoteles mengacu kepada teater
maka Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi.
Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk
mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri – Goffman ini adalah penerimaan
penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat
aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan
semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan
tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi. Kenapa
komunikasi? Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila
dalam
komunikasi
konvensional
manusia
berbicara
tentang
bagaimana
28
memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir
komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis, yang
diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran
sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau.
Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam
mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut.
Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan”
perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud
interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat
mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.
Bukti nyata bahwa terjadi
permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada masyarakat kita
sendiri.
Manusia menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan
permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu. Hal ini setara
dengan yang dikatakan oleh Yenrizal (IAIN Raden Fatah, Palembang), dalam
makalahnya “Transformasi Etos Kerja Masyarakat Muslim: Tinjauan Dramaturgis di
Masyarakat Pedesaan Sumatera Selatan” pada Annual Conference on Islamic Studies,
Bandung, 26 – 30 November 2006:
“Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh
manusia, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang kemudian
memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada
29
latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat
yang mampu beradaptasi dengan berbagai suasana dan corak kehidupan.
Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, menciptakan
panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas yang
bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat
homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya,
yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya.”
Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan
merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang
mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan
orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi
tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan
teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik
personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”.
Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia
akan
mengembangkan
perilaku-perilaku
yang
mendukung
perannya
tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus
mempersiapkan
kelengkapan
pertunjukan.
Kelengkapan
ini
antara
lain
memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non
verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada
lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan.
30
Oleh Goffman,
tindakan di
atas disebut
dalam istilah “impression
management”. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat
aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back
stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton
(yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita
berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami
tujuan dari perilaku kita.
Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk
membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada impression
management diatas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di
belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat
berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita
bawakan.
Contohnya, seorang front liner hotel senantiasa berpakaian rapi menyambut
tamu hotel dengan ramah, santun, bersikap formil dan perkataan yang diatur. Tetapi,
saat istirahat siang, sang front liner bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau dengan
bahasa gaul dengan temannya atau bersikap tidak formil lainnya (merokok, dsb).
Saat front liner menyambut tamu hotel, merupakan saat front stage baginya
(saat pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut tamu hotel dan
memberikan kesan baik hotel kepada tamu tersebut. Oleh karenanya, perilaku sang
front liner juga adalah perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak
31
manajemen hotel. Saat istirahat makan siang, front liner bebas untuk mempersiapkan
dirinya menuju babak ke dua dari pertunjukan tersebut. Karenanya, skenario yang
disiapkan oleh manajemen hotel adalah bagaimana sang front liner tersebut dapat
refresh untuk menjalankan perannya di babak selanjutnya.
Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan
perannya dulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama
dengan apa yang dunia teater katakan sebagai “breaking character”. Dengan konsep
dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah suasanasuasana dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri.
Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat
itu sendiri. Terbentuklah kemudian masyarakat yang mampu beradaptasi dengan
berbagai suasana dan corak kehidupan.
Masyarakat yang tinggal dalam komunitas heterogen perkotaan, menciptakan
panggung-panggung sendiri yang membuatnya bisa tampil sebagai komunitas yang
bisa bertahan hidup dengan keheterogenannya. Begitu juga dengan masyarakat
homogen pedesaan, menciptakan panggung-panggung sendiri melalui interaksinya,
yang terkadang justru membentuk proteksi sendiri dengan komunitas lainnya. Apa
yang dilakukan masyarakat melalui konsep permainan peran adalah realitas yang
terjadi secara alamiah dan berkembang sesuai perubahan yang berlangsung dalam diri
mereka. Permainan peran ini akan berubah-rubah sesuai kondisi dan waktu
32
berlangsungnya. Banyak pula faktor yang berpengaruh dalam permainan peran ini,
terutama aspek sosial psikologis yang melingkupinya.
Dramaturgi juga diibaratkan sebagai permainan peran oleh manusia. Tentu
permainan peran yang dimainkan oleh manusia tersebut disesuaikan dengan tujuan
yang ingin dicapai sebelumnya. Entah itu hanya sekedar untuk menciptakan kesan
tertentu tentang diri kita dihadapan penonton ataupun suatu bentuk penghargaan
lainya yang kita peroleh dari permainan peran tersebut. Dalam buku yang berjudul
“The Presentation of Self in Everyday Life” karangan Erving Goffman tersebut,
Goffman mendalami konsep dramaturgi yang bersifat penampilan drama atau teater
atau teateris di atas panggung, dimana seorang aktor memainkan karakter manusiamanusia yang lain, sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari
tokoh tersebut serta mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
2.2.4 Impression Management
Salah satu bentuk yang sering digunakan oleh individu dalam memperoleh
pengaruh adalah dengan Impression management. Impression management atau
sering disebut manajemen kesan (Kreitner & Kinichi: 2005) didefinisikan sebagai
suatu proses dengan mana seseorang berusaha untuk mengendalikan atau
memanipulasi reaksi orang lain terhadap citra diri orang tersebut maupun ide-idenya.
Impression management dapat dilakukan dengan mengubah cara berpakaian,
mematuhi norma dan peraturan di tempat dia berada, mengambil nama atas pekerjaan
33
orang lain, cara berbicara, cara berjalan dan lain-lain. Semua hal itu dilakukan dengan
harapan agar seseorang mendapat pengaruh dari orang yang ditujunya.
Impression management (Goffman dalam Atina, 2008 ), manusia kerapkali
menggunakan topeng (yang bagus) dalam berkomunikasi. Topeng diperlukan untuk
citra positif komunikator, sehingga dapat memikat komunikan, atau meyakinkan
komunikan tentang kejujuran dan kepiawaiannya. Topeng juga diperlukan "to for go
or conceal action which is inconsistent with ideal standards". Manusia adalah aktor
yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang
lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut,
manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut.
Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus
mempersiapkan
kelengkapan
pertunjukan.
Kelengkapan
ini
antara
lain
memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non
verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada
lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan
diatas disebut dalam istilah “impression management”.
Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor
berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”)
drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton dan individu
sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu individu berusaha untuk
memainkan perannya sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari
34
perilakunya. Perilaku seorang individu diatas panggung dibatasi oleh oleh konsepkonsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back
stage adalah keadaan dimana seorang individu berada di belakang panggung, dengan
kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga individu dapat berperilaku bebas tanpa
mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus dibawakannya.
Sebelum berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan
perannya dulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama
dengan apa yang dunia teater katakan sebagai “breaking character”. Pendapat lain
mengatakan, Impression management adalah proses seseorang untuk mengatur dan
mengendalikan persepsi orang lain atas dirinya (Luthans, 1998).
Menurut Wayne dan Ferris (Kreitner & Kinichi, 2005) terdapat tiga tingkatan
perlakuan impression management adapun tingkatannya sebagai berikut :
a.
Agen bebas
Keadaan dimana seseorang tidak melakukan impression management. Jikalau
keadaan memaksa pun, seseorang tersebut memilih untuk menghadapinya dengan
penuh tanggung jawab. Misal ketika terlambat datang kantor, dia dengan rasa
menyesal mengakui, meminta maaf dan berusaha tidak mengulangnya lagi.
b.
Lebih baik selamat daripada menyesal
Keadaan dimana seseorang melakukan impression management ketika seseorang
tersebut dalam keadaan yang terjepit atau terpojok. Misal, ketika seseorang terlambat
35
datang kantor maka dia akan mencari alasan untuk menuntupi kesalahan yang
dilakukannya.
c.
Hallo Hollywood
Keadaan dimana seseorang dalam kehidupan sehari-hari selalu menggunakan
impression management. Layaknya seorang artis, jati dirinya tidak nampak karena
setiap saat sifatnya bahkan perilakunya selalu berubah. Misal ketika seorang
karyawan ingin dipromosikan oleh atasannya maka dia berbuat hal-hal yang yang
tidak seharusnya dilakukan, misalnya melakukan money politic untuk cepat
dipromosikan.
Sikap impression management tidak dapat dinilai buruk atau pun baik karena
semuanya bertumpu pada situasi dimana tempat seseorang itu berada dan beraktifitas,
Impression Management akan dikatakan sangat baik sekali jika dalam konteks
misalnya ketika seorang artis yang dituntut untuk memerankan seseorang yang
lembut padahal dalam kehidupan sehari-harinya dia adalah seorang yang kasar. Lain
halnya jika Impression Management diterapkan dalam aktifitas atau pekerjaan yang
sangat menjunjung kejujuran seperti misalnya pekerjaan yang berhubungan dengan
pendidikan, maka impression management yang harus dianut adalah agen bebas.
Pada prinsipnya dramaturgi merupakan bagian dari kajian ilmu komunikasi
yang mana terdapat dalam pembahasan mengenai diri seorang komunikator yang
berperan penting dalam proses penyampaian pesan kepada komunikan. Dramaturgi
memaparkan bagaimana seorang komunikator dalam hal ini penyiar radio memainkan
36
peran dalam dua bagian kehidupan mereka yakni front stage (panggung depan) dan
back stage (panggung belakang) mereka yang semata-mata agar menimbulkan suatu
suasana dan kesan dihadapan para pendengarnya. Dengan demikian mereka dapat
menyesuaikan diri dengan apa yang menjadi tujuan dari penyanyi dangdut.
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya dimana dramaturgi
membagi dua wilayah yakni front stage (panggung depan) dan back stage (panggung
belakang).
Impression management sendiri merupakan bagian dari kajian dramaturgi
yang sama-sama dikembangkan oleh Goffman. Impression management atau
pengelolaan kesan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seorang individu
dalam menciptakan kesan atau persepsi tertentu atas dirinya dihadapan khalayaknya.
Pengelolaan kesan tersebut baik terhadap simbol verbal maupun simbol nonverbal
yang melekat di dirinya.
Penelitian ini mengkaji bagaimana impression management dikehidupan front
stage (panggung depan) dan back stage (panggung belakang) pada diri penyanyi
dangdut pada pertunjukan musik dangdut di Tangerang. Sebagaimana yang telah
dipaparkan pada kerangka teoritis bahwasannya Goffman membagi dua wilayah dari
aktor yang diibaratkan memainkan peran tersebut, yakni :
1.
Front Stage (panggung depan).
37
Bagian ini peneliti akan meneliti lebih jauh mengenai pengelolaan kesan yang
dilakukan oleh penyanyi dangdut pada pertunjukan musik dangdut di Tangerang
ditinjau dari aspek appearance (penampilan) dan manner (gaya).
a. Appearance (penampilan)
Pengelolaan kesan ditinjau dari aspek penampilan yang dilakukan oleh
penyanyi dangdut pada pertunjukan musik dangdut di Tangerang meliputi
make up (tata rias), dan pakaian. Bagaimana make up (tata rias), dan pakaian
penyanyi dangdut ketika berada pada bagian front stage (panggung depan)
yang di kelola sehingga menimbulkan kesan yang diinginkan dikalangan
penonton ataupun orang- orang disekitarnya yang menjadi bagian dari
pertujukan di panggung depannya.
b. Manner (gaya)
Pengelolaan kesan ditinjau dari aspek gaya yang dilakukan oleh penyanyi
dangdut pada pertunjukan musik dangdut di Tangerang meliputi sikap dan
perilaku, bahasa tubuh, mimik wajah, isi pesan, dan cara bertutur atau gaya
bahasa saat sedang menjalani profesinya sebagai penyanyi dangdut.
Selanjutnya sebagaimana yang telah dipaparkan pada kerangka teoritis
mengenai pengelolaan kesan dalam hal informasi yang disampaikan pun merupakan
38
hal yang akan peneliti perhatikan dan mengkajinya lebih dalam lagi. Bagaimana
penyanyi dangdut mengelola informasi yang disampaikan olehnya, sehingga
menciptakan suatu persepsi tersendiri terhadap dirinya.
Beberapa aspek di atas seperti gaya berbicara yang meliputi nada, intonasi dan
artikulasi, serta sikap dan perilaku dia dapat menunjang terciptanya personality yang
menarik, yang dibutuhkan oleh penyanyi dangdut.
2.
Back Stage (panggung belakang)
Bagian ini peneliti akan meneliti kehidupan back stage (panggung belakang)
penyanyi dangdut pada pertunjukan musik dangdut di Tangerang. Pada bagian ini
peneliti akan mengkaji lebih dalam lagi bagaimana persiapan penyanyi dangdut
tersebut di tinjau dari aspek-aspek yang telah dipaparkan sebelumnya, untuk terjun ke
kehidupan front stage-nya. Sehingga nantinya dapat diketahui, perbedaan apa saja
yang signifikan dari proses pengelolaan kesan dari kehidupan back stage-nya jika
dibandingkan dengan kehidupan front stage. Terdapat beberapa aspek penting yang
menjadi bagian dari kehidupan back stage penyanyi dangdut, antara lain :
a. Make Up (Tata Rias)
Make up (tata rias) akan tetap dijadikan sebagai salah satu aspek yang akan
diteliti, mengingat pengelolaan kesan yang dilakukan oleh penyanyi dangdut
sehingga memungkinkan ia menggunakan make up pada kehidupan back
stage-nya guna kepentingan tertentu.
39
b. Pakaian
Pakaian merupakan salah satu aspek yang dapat mencitrakan siapakah
individu yang menggunakannya tersebut. Sehingga pada penelitian ini akan
dikaji pula aspek pakaian yang dikenakan oleh penyanyi dangdut.
c. Sikap dan Perilaku
Peneliti juga akan mengkaji aspek sikap dan perilaku dari penyanyi dangdut
pada bagian kehidupan back stage-nya. Apakah ada pengelolaan kesan yang
dilakukannya melalui aspek sikap dan perilaku tersebut atau tidak.
d. Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh meruapakan salah satu hal yang dapat dijadikan identitas atau
ciri khas dari seseorang. Begitupun dengan penyanyi dangdut, peneliti akan
meneliti lebih dalam mengenai pengelolaan kesan yang dilakukannya
melalui bahasa tubuh.
e. Mimik Wajah
Mimik wajah, dewasa ini bukan hanya bagian kecil yang dapat dihiraukan
begitu saja. Banyak individu yang mulai memperhatikan mimik wajah
mereka ketika berinteraksi dengan individu lainnya. Begitupun dengan
seorang penyanyi dangdut karena pada kehidupan back stage nya ia tetap
melakukan interaksi dengan individu lainnya, meski dengan individu yang
memiliki ikatan emosional sekalipun.
40
f. Isi Pesan
Isi pesan dari konteks komunikasi yang dilakukan penyanyi dangdut tentu
akan pula diperhatikan oleh peneliti. Hal tersebut untuk mengetahui apakah
ada perbedaan dari pengelolaan kesan yang dilakukan pada front stage dan
back stage ini.
g. Cara Bertutur atau Gaya Bahasa
Cara bertutur atau gaya bahasa penyanyi dangdut merupakan salah satu
aspek terpenting dari penelitian ini. Mengingat salah satu yang dapat
menjadi ciri khas seorang penyanyi dangdut ialah cara bertutur atau gaya
bahasanya. Dan pada bagian back stage ini akan diteliti bagaimana penyanyi
dangdut melakukan pengelolaan kesan terhadap aspek tersebut. (Sudikin,
2002 : 49-51)
41
Download