bab 2 tinjauan pustaka

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
1. Defenisi Air Baku
Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air
minum. Air baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam
penyediaan dan pengolahan air bersih. Berdasar SNI 6773:2008 tentang
Spesifikasi unit paket Instalasi Pengolahan Air dan SNI 6774:2008 tentang Tata
Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air pada bagian Istilah dan
Definisi yang disebut dengan Air Baku adalah :
“Air yang berasal dari sumber air pemukaan, cekungan air tanah dan atau
air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku
untuk air minum dan belum mengalami proses pengolahan.”
Instalasi Pengolahan Air (IPA) adalah suatu kesatuan bangunan yang
berfungsi mengolah air baku menjadi air bersih atau air minum.
Saluran transmisi adalah jalur pipa atau saluran pembawa air baku dari titik
awal transmisi air baku ke titik akhir transmisi air baku.
2. Sumber Air Baku
Menurut Warlina (2004), sumber air baku yang umum digunakan sebagai
sumber air dapat dibedakan atas:
II-1
a.
Air Hujan
Air hujan yang dimanfaatkan oleh masyarakat umumnya berasal dari atap
rumah atau tempat-tempat tertentu yang dialirkan pada tempat penampungan
air hujan untuk digunakan sebagai sumber air bersih. Ditinjau dari segi
kualitasnya, air hujan yang belum tercemar merupakan air murni (H2O).
b. Air Permukaan
Yang termasuk dalam golongan air permukaan antara lain: air laut, air danau
atau waduk, air rawa, air sungai dan sebagainya. Dari beberapa golongan air
permukaan tersebut yang sering digunakan sebagai sumber air baku untuk
penyediaan air bersih adalah:
 Air Sungai
Ditinjau dari segi kualitas air sungai pada umumnya mengandung zatzat organik maupun anorganik dimana jenis dan kadar zat-zat tersebut
tergantung dari tingkat pencemeran dan jenis tanah yang dilalui oleh
sungai tersebut. Ditinjau dari segi kuantitasnya, air sungai sangat
dipengaruhi oleh perubahan musim. Pada musim hujan debit air sungai
relatif lebih besar dan pada saat musim kemarau debit lebih kecil.
 Air Danau/waduk
Ditinjau dari segi kualitasnya, air danau/waduk tergantung asal air
tersebut dan juga tingkat pencemaran yang terjadi pada air
danau/waduk. Sedangkan dari segi kuantitasnya, air danau/waduk
tergantung pada debit sumber air, luas area, penguapan dan infiltrasi
air ke dalam tanah.
II-2
c.
Air Tanah
Pada umumnya air tanah yang dijadikan sebagai sumber air baku dapat
dibagi atas dua macam, yaitu:
 Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal diperoleh melalui pembuatan sumur dangkal atau
galian air tanah dangkal. Berasal dari proses air hujan atau air
permukaan ke dalam tanah pada bagian atas lapisan yang kedap air.
 Air Tanah Dalam
Ditinjau dari segi kualitasnya air tanah tergantung pada lapisan tanah
yang dilaluinya, tetapi secara umum air tanah cukup jernih dan tidak
mengandung zat-zat padat atau zat-zat organik lainnya. Karena air
tanah telah mengalami proses penyaringan ketika melalui butir-butir
tanah.
Jadi sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, sumur air dalam,
mata air dan bisa juga dibuat dengan cara membendung air buangan atau
air laut. Evaluasi dan pemilihan sumber air yang layak harus berdasar dari
ketentuan berikut :
1. Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan
2. Kondisi iklim
3. Tingkat kesulitan pada pembangunan intake
4. Tingkat keselamatan operator
5. Ketersediaan biaya minimum operasional dan pemeliharaan untuk IPA
II-3
6. Kemungkinan terkontaminasinya sumber air di masa yang akan datang
7. Kemungkinan untuk memperbesar intake pada masa yang akan datang
Disebutkan diatas bahwa tidak semua air baku bisa diolah, oleh karena
itu dibuatlah ketentuan sebagai standar kualitas air baku yang bisa diolah.
Dalam SNI 6773:2008 bagian Persyaratan Teknis kualitas air baku yang
bisa diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) adalah :
1. Kekeruhan, maximum 600 NTU (nephelometric turbidity unit) atau 400
mg/l SiO2.
2. Kandungan warna asli (appearent colour) tidak melebihi dari 100 Pt Co
dan warna sementara mengikuti kekeruhan air baku.
3. Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat sesuai standar baku mutu kualitas
air.
4. Dalam hal air sungai daerah tertentu mempunyai kandungan warna, besi
dan atau bahan organik melebihi syarat tersebut diatas tetapi kekeruhan
rendah (<50 NTU) maka digunakan IPA sistem DAF (Dissolved Air
Flotation) atau sistem lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Karakteristik Air Baku
Untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang karakteristik air baku,
seringkali diperlukan pengukuran sifat-sifat air atau biasa disebut parameter
kualitas air, yang beraneka ragam. Formulasi- formulasi yang dikemukakan
II-4
dalam angka-angka standar tentu saja memerlukan penilaian yang kritis dalam
menetapkan sifat-sifat dari tiap parameter kualitas air.
4. Penggolongan Air
Dalam menetukan kualitas air harus berpedoman pada baku mutu air.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 disebutkan bahwa baku
mutu air adalah kadar zat atau bahan pencemar yang terdapat dalam air untuk
tetap berfungsi sesuai dengan golongan peruntukan air tersebut. Berdasarkan
peruntukan tersebut, air dibagi menjadi empat golongan yaitu:
 Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air
minum, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
 Kelas
dua,
air
yang
peruntukannya
dapat
digunakan
untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan
,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
 Kelas
tiga,
air
yang
pembudidayaan ikan air
peruntukannya
dapat
digunakan
untuk
tawar, peternakan, air untuk imengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
II-5
 Kelas
empat,
air
yang
peruntukannya
dapat
digunakan
untuk
mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
.
Menurut Pergub Sulsel No.69 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air dan
Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup penggolongan air terbagi 4 Kelas ( I s.d
IV), dimana Kelas II
salah satunya air yang rencana penggunaannya
diperuntukkan bagi air baku untuk air minum yang memerlukan pengolahan
dengan filtrasi dan desinfeksi untuk memenuhi baku mutu air minum.
Beberapa ketentuan persyaratan Air Minum atau standar Air Bersih yang
perlu dipenuhi antara lain :
1. Syarat fisik, antara lain:
a. Air harus bersih dan tidak keruh
b. Tidak berwarna, berasa dan berbau apapun
c. Suhu antara 10-25 C (sejuk)
d. Tidak meninggalkan endapan
2. Syarat kimiawi, antara lain:
a. Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun
b. Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan
c. Cukup yodium
II-6
d. pH air antara 6,5 – 9,2
3. Syarat mikrobiologi, antara lain:
a. Warna kekuningan akan muncul jika air tercemar kromium dan materi
organik. Jika air berwarna merah kekuningan, itu menandakan adanya
cemaran besi. Sementara pengotor berupa lumpur akan memberi warna
merah kecoklatan.
b. Kekeruhan juga merupakan tanda bahwa air tanah telah tercemar oleh koloid
(bio zat yang lekat seperti getah atau lem). Lumpur, tanah liat dan berbagai
mikroorganisme seperti plankton maupun partikel lainnya bisa menyebabkan
air berubah menjadi keruh.
c. Polutan berupa mineral akan membuat air tanah memiliki rasa tertentu. Jika
terasa pahit, pemicunya bisa berupa besi, alumunium, mangaan, sulfat
maupun kapur dalam jumlah besar.
d. Air tanah yang rasanya seperti air sabun menunjukkan adanya cemaran alkali.
Sumbernya bisa berupa natrium bikarbonat, maupun bahan pencuci yang lain
misalnya detergen.
e. Rasa payau menunjukkan kandungan garam yang tinggi, sering terjadi di
daerah sekitar muara sungai.
f. Bau yang tercium dalam air tanah juga menunjukkan adanya pencemaran.
Apapun baunya, itu sudah menunjukkan bahwa air tanah tidak layak untuk
dikonsumsi.
II-7
B. Tinjauan Umum Pencemaran Air
1. Definisi Pencemaran Air
Pengertian atau definisi dasar mengenai pencemaran air adalah
berlebihnya konsentrasi unsur-unsur tertentu untuk beberapa waktu yang
menyebabkan dampak yang tidak sehat terhadap perairan tersebut (Canter,
1996). Sedangkan menurut PP No.82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menyebutkan pencemaran air
adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan
manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau sudah tidak berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya.
2. Sumber Pencemaran Air
Banyak penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat
dikategorikan menjadi dua (Suriawiria, 2005) :
a. Sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan,
dan sebagainya.
b. Sumber non domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan,
perikanan, serta sumber-sumber lainya).
Dari sekian jenis sumber pencemaran dalam air, berdasarkan cara/pola
masuknya ke sungai dapat dibagi menjadi dua yaitu point source (beban titik)
dan non-point source (beban memanjang).
II-8
Point source (PS) atau beban titik, artinya kontaminan/polutan masuk ke
sungai/badan air penerima dialirkan melalui satu pipa. Sistem ini sangat
mudah untuk diidentifikasi karena polutan keluar dari satu titik sumber. Yang
termasuk ke dalam point source adalah limbah domestik di perkotaan (yang
diolah terlebih dahulu di Waste Water Treatment Plant dan industri.
Non
point
source
(NPS)
atau
beban
memanjang,
artinya
polutan/kontaminan masuk ke sungai/badan air penerima melalui seluruh area
atau sepanjang aliran sungai. NPS ini biasanya disebut pula sebagai aliran
permukaan yang terkontaminasi/tercemar, artinya polutan/kontaminan masuk
ke sungai karena terbawa oleh aliran permukaan air. Yang termasuk ke dalam
NPS adalah pertanian dan perkotaan. Oleh sebab itu NPS ini sangat
berhubungan erat dengan kondisi tata guna lahan di daerah aliran sungai.
Salah satu penanganan pola pencemaran ini adalah dengan menata kembali
land use/penggunaan lahan (Davis & Cornwell, 1991).
3. Komponen Pencemar Air
Menurut Wardhana (2001), komponen pencemar air dikelompokkan sebagai
berikut :
1. Bahan buangan padat yaitu bahan buangan yang berbentuk butiran kasar
maupun butiran halus. Butiran kasar tidak larut dalam air maka bahan
buangan tersebut akan mengendap di dasar badan air sehingga menyebabkan
pendangkalan. Bahan buangan berbentuk butiran halus terlarut dalam air
membentuk koloidal. Koloidal ini melayang di dalam air sehingga air
II-9
menjadi keruh. Kekeruhan ini akan menghalangi penetrasi sinar matahari ke
dalam air. Akibatnya, fotosintesis tanaman di dalam air tidak dapat
berlangsung optimal.
2. Bahan buangan organik, umumnya berupa limbah yang dapat membusuk dan
terdegradasi
oleh
mikroorganisme.
Proses
degradasi
tersebut
akan
meningkatkan populasi mikroorganisme di dalam air, baik yang bersifat
menguntungkan maupun yang bersifat patogen.
3. Bahan buangan anorganik, umumnya berupa limbah yang tidak dapat
terdegradasi oleh mikroorganisme. Berasal dari limbah industri yang
melibatkan unsur-unsur logam seperti Besi (Fe), Timbal (Pb), Arsen (As),
Kobalt (Co), dan lain-lain. Apabila ion-ion logam yang terjadi di dalam air
berasal dari logam berat maupun logam bersifat racun seperti Timbal (Pb),
maka air tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia dan tidak dapat
digunakan sebagai air minum.
4. Bahan buangan cairan berminyak. Minyak tidak dapat larut di dalam air,
melainkan akan mengapung di atas permukaan air. Bahan buangan cairan
berminyak yang menutupi permukaan perairan akan menghalangi difusi
oksigen dari udara ke dalam air. Maka kandungan oksigen terlarut akan
menurun sehingga akan mengganggu biota di dalam air. Selain itu air yang
sudah tercemar oleh minyak juga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia
karena seringkali dalam cairan berminyak terdapat zat-zat beracun seperti
senyawa benzene, senyawa toluene, dan sebagainya.
II-10
5. Bahan buangan zat kimia, misalnya deterjen, bahan pemberantas hama
(insektisida), zat pewarna kimia, dan zat radioaktif. Keberadaan bahan
buangan zat kimia tersebut di dalam air lingkungan jelas merupakan racun
yang mengganggu dan bahkan dapat membunuh hewan air, tanaman air, dan
mungkin juga manusia.
4. Dampak Pencemaran Air
Menurut Efrianti (2012), dampak pencemaran air pada umumnya dibagi atas 2
kelompok, yaitu :
a. Dampak Langsung
Dampak secara langsung yang ditimbulkan dari pencemaran air ada 2
komponen yaitu:
 Dampak terhadap kehidupan biota air. Banyaknya zat pencemar
pada air akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam
air tersebut. Akibatnya biota air tidak dapat berkembang biak dan
mikroorganisme (bakteri pengurai) mati, sehingga proses penjernihan
air secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air menjadi terhambat.
 Dampak
terhadap
memanfaatkan
air,
kesehatan
oleh
karena
manusia.
didalam
Dirasakan
air
dapat
setelah
terdapat
mikrorganisme patogenik dan zat yang bersifat karsinogenik. Diantara
beberapa penyebabnya adalah zat kimia persistan, mikroba patogen
dan penyebarnya, tempat vektor penyakit, dan perilaku kekurangan air
bersih.
II-11
b. Dampak Tidak Langsung
Pencemaran air oleh bahan pencemar (organik maupun anorganik) dapat
menyebabkan menurunnya kualitas air sehingga air tersebut tidak bisa
digunakan sesuai dengan peruntukannya. Selain itu, juga berdampak
terhadap estetika lingkungan, ditandai dengan bau dan adanya tumpukan
sampah.
C. Parameter Kualitas Air
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau
komponen lain di dalam air. Untuk melindungi pemakaian air baik secara
ekonomis maupun proses diperlukan upaya memperbaiki mutu air mulai dari
sumber air sampai air hasil pengolahan yang akan didistribusikan kepada
masyarakat harus sesuai ketentuan yang berlaku (Aprian Eka Rahadi & Edwan
Kardena, 2009).
Pengadaan air bersih untuk kepentingan rumah tangga, untuk air minum,
air mandi dan keperluan lainnya, harus memenuhi persyaratan-persyaratan
kesehatan agar tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Dalam menentukan
air yang akan digunakan sebagai air minum perlu dilakukan pengujian
terhadap kualitas air itu sendiri, dari beberapa pembacaan dari unsur-unsur
yang tertera dari hasil pemeriksaan, dapat dianalisis sebagai bahan
pertimbangan apakah air tersebut layak untuk dikonsumsi sebagai air minum
atau telah terkontaminasi pencemar (tidak layak diminum).
II-12
Pemeriksaan air dibagi dalam 3 kategori:
1. Pemeriksaan fisika
2. Pemeriksaan kimia
3. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Fisika
a. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau
kejadian suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme
bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami
perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian
dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu
pengukuran dan kedalaman air. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya
peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan
turunnya kelarutan oksigen dalam air. Oleh karena itu, maka pada kondisi
tersebut organisme akuatik seringkali tidak mampu memenuhi kadar
oksigen terlarut untuk keperluan proses metabolisme dan respirasi
(Effendi, 2003).
II-13
b. Kekeruhan
Kekeruhan air disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan
partikel-partikel halus. Sedangkan kekeruhan pada saat banjir lebih banyak
disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar,
yang berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada
saat hujan. Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang
masuk ke badan perairan, sehingga dapat menghalangi proses fotosintesis
dan produksi primer perairan (Metcalf & Eddy, 1991). Kekeruhan
memiliki korelasi positif dengan padatan tersuspensi, yaitu semakin tinggi
nilai kekeruhan maka semakin tinggi pula nilai padatan tersuspensi.
c. Jumlah Zat Padat Tersuspensi (TSS)
Total Suspended Solid atau total padatan tersuspensi (TSS) adalah residu
dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel
maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS terdiri
dari komponen terendapkan, bahan melayang dan komponen tersuspensi
koloid. Padatan tersuspensi mengandung bahan anorganik dan bahan
organik. Bahan anorganik antara lain berupa liat dan butiran pasir,
sedangkan bahan organik berupa sisa-sisa tumbuhan dan padatan biologi
lainnya seperti sel alga, bakteri dan sebagainya (Dyah A, 2012).
II-14
d. Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS)
Total dissolved solid atau total padatan terlarut (TDS) merupakan bahan
dalam air yang dapat melewati filter dengan 2,0 mikrometer atau lebih
kecil ukuran rata-rata nominal pori. TDS merupakan padatan yang terdiri
dari senyawa-senyawa organik yang larut dalam air, mineral, dan garamgaramnya (Fardiaz, 1992). Sumber utama TDS dalam perairan adalah
limpahan dari pertanian, limbah rumah tangga, dan industri. Beberapa
padatan total terlarut alami berasal dari pelapukan dan pelarutan batu dan
tanah.
2. Pemeriksaan Kimia
a. Derajat keasaman (pH)
pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas
keadaan asam atau basa sesuatu larutan. pH juga merupakan satu cara
untuk menyatakan konsentrasi ion H+. pH air dimanfaatkan untuk
menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau
kebasaan air, terutama oksidasi sulfur dan nitrogen pada proses
pengasaman dan oksidasi kalsium dan magnesium pada proses pembasaan.
Angka indeks yang umum digunakan 0 sampai 14. Angka pH 7 adalah
netral, sedangkan angka pH lebih besar dari 7 menunjukkan air bersifat
basa dan terjadi ketika ion-ion karbonat dominan, dan pH lebih kecil dari 7
menunjukkan air bersifat asam (Metcalf & Eddy, 1991).
II-15
b. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan organik
menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) (Effendi, 2003). Nilai BOD
tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya tetapi hanya
mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan. BOD
ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen terlarut pada limbah cair
akibat adanya mikroorganisme selama kurun waktu dan suhu tertentu.
Biasanya lima hari dengan cara diinkubasi pada suhu 20o C. Nilai BOD
diperoleh dari selisih oksigen terlarut awal dengan oksigen terlarut akhir.
Semakin rendah nilai BOD maka kualitas air tersebut semakin baik.
c. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi secara kimiawi semua bahan organik yang terdapat di
perairan menjadi CO2 dan H2O (Effendi, 2003). COD memberikan
gambaran jumlah total bahan organik yang mudah terurai dan yang sulit
terurai, oleh karena itu nilai COD lebih besar daripada nilai BOD (Metcalf
& Eddy 1991).
d. DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air yang penting
karena nilai oksigen terlarut dapat menunjukkan tingkat pencemaran.
II-16
Kelarutan oksigen (DO) dalam air dipengaruhi beberapa faktor seperti
temperature, tekanan atmosfer, padatan terlarut, salinitas, laju fotosintesis
dan degradasi bahan organik (Wardhana, 2001). Oksigen yang terlarut
dalam perairan akan menurun seiring dengan dengan menurunnya tekanan
serta berbanding terbalik dengan meningkatnya suhu dan ketinggian,
(Effendi,2003).
Oksigen
terlarut
diperlukan
untuk
respirasi
mikroorganisme aerobik serta semua bentuk kehidupan aerobik lainnya.
Namun, oksigen hanya sedikit larut dalam air. Beberapa proses yang
menyebabkan masuknya oksigen ke dalam air yaitu:
a. Diffusi oksigen dari udara ke dalam air melalui permukannya, yang
terjadi karena adanya gerakan molekul-molekul udara yang tidak
berurutan karena terjadi benturan dengan molekul air sehingga O2
terikat didalam air.
b. Diperairan umum, pemasukan oksigen ke dalam air terjadi karena
air yang masuk sudah mengandung oksigen, kecuali itu dengan
aliran air, mengakibatkan gerakan air yang mampu mendorong
terjadinya proses difusi oksigen dari udara ke dalam air.
c. Hujan yang jatuh, secara tidak langsung akan meningkatkan O2 di
dalam air, pertama suhu air akan turun, sehingga kemampuan air
mengikat oksigen meningkat, selanjutnya bila volume air
bertambah dari gerakan air, akibat jatuhnya air hujan akan mampu
meningkatkan O2 di dalam air.
II-17
d. Proses Asimilasi tumbuh-tumbuhan. Tanaman air yang seluruh
batangnya ada didalam air di waktu siang akan melakukan proses
asimilasi, dan akan menambah O2 didalam air. Sedangkan pada
malam hari tanaman tersebut menggunakan O2 yang ada didalam
air.
e. Nitrat (NO3)
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan Algae. Nitrat
nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini
dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan.
Nitrat merupakan salah satu sumber utama nitrogen di perairan. Kadar
nitrat pada perairan alami tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l. Kadar nitrat
lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik
yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat lebih dari
0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutropfikasi (pengayaan)
perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan Algae dan tumbuhan
air secara pesat. Kadar nitrat secara alamiah biasanya agak rendah, namun
dapat menjadi tinggi pada air tanah di daerah-daerah yang diberi pupuk
yang mengandung nitrat (Sofyan,2004).
II-18
f. Amoniak (NH3)
Amoniak (NH3) adalah senyawa kimia yang berupa gas dengan bau tajam
yang khas. Walaupun amoniak memiliki sumbangan penting bagi
keberadaan nutrisi di bumi, amoniak sendiri adalah senyawa kaustik
(merusak kulit dan iritasi) yang berdampak buruk bagi kesehatan.
Amoniak dalam air dapat amat beracun bagi ikan, udang, dan binatang air
lainnya. Akan tetapi dapat menimbulkan kesuburan tanaman air (eutropia).
g. Besi (Fe)
Air yang mengandung banyak besi akan berwarna kuning dan
menyebabkan rasa logam besi dalam air, serta menimbulkan korosi pada
bahan yang terbuat dari metal. Besi merupakan salah satu unsur yang
merupakan hasil pelapukan batuan induk yang banyak ditemukan di
perairan umum. Batas maksimal yang terkandung di dalam air adalah 1,0
mg/l.
3. Pemeriksaan Mikrobiologi
Parameter
mikrobiologi
menggunakan
bakteri
Coliform
sebagai
organisme petunjuk. Penentuan parameter mikrobiologi dimaksudkan untuk
mencegah adanya mikroba patogen di dalam air minum (Mulia, 2005).
Patogen dalam air kebanyakan berasal dari kotoran manusia atau hewan.
Bakteri Coliform dapat digunakan sebagai indikator karena densitasnya
berbanding lurus dengan tingkat pencemaran air. Bakteri ini dapat mendeteksi
II-19
patogen pada air seperti virus, protozoa, dan parasit. Oleh sebab itu
keberadaannya di dalam air tidak dikehendaki, baik ditinjau dari segi
kesehatan, estetika, kebersihan maupun kemungkinan terjadinya infeksi yang
berbahaya. Beberapa jenis penyakit dapat ditularkan oleh bakteri coliform
melalui air, terutama penyakit perut seperti tipus, kolera dan disentri
(Suriawiria, 2005).
a. Fecal Coliform
Bakteri fecal coliform adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai
indikator adanya polusi feses atau polusi kotoran manusia atau hewan, karena
organisme tersebut merupakan organisme komensalisme yang terdapat dalam
saluran pencernaan manusia maupun hewan. Air yang tercemar oleh kotoran
manusia maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum,
mencuci makanan, atau memasak karena dianggap mengandung organisme
pathogen yang berbahaya bagi kesehatan, terutama pathogen penyebab infeksi
pada saluran pencernaan (Fardiaz, 1992).
Menurut Suriwiria (2005), colifecal adalah bakteri coli yang berasal dari
kotoran manusia dan hewan mamalia. Bakteri ini dapat masuk ke perairan bila
ada buangan feses yang masuk ke badan air. Jika terdeteksi ada bakteri
colifecal di dalam air maka kemungkinan air tersebut tidak dapat digunakan
sebagai sumber air minum.
Bakteri fecal coliform yang mencemari air memiliki risiko yang langsung
dapat dirasakan oleh manusia yang mengkonsumsinya. Kondisi seperti ini
II-20
mengharuskan
pemerintah
bertindak
melalui
penyuluhan
kesehatan,
investigasi, dan memberikan solusi untuk mencegah penyebaran penyakit
yang ditularkan melalui air.
b. Total Coliform
Total Coliform termasuk bakteri yang dapat ditemukan di lingkungan
tanah dan air yang telah terpengaruh oleh air permukaan serta limbah
pembuangan domestik. Total Coliform kemungkinan bersumber dari
lingkungan dan tidak mungkin berasal dari pencemaran tinja. Bakteri coliform
lainnya berasal dari hewan dan tanaman mati dan disebut dengan coliform
nonfecal (Fardiaz, 1992).
II-21
Tabel 2.1 Standar Baku Mutu Air Minum Berdasarkan Permenkes No. 492 Tahun
2010
Jenis Parameter
Parameter yang berhubungan
langsung dengan kesehatan
a.Parameter Mikrobiologi
1.) E.coli
2.) Total Bakteri Koliform
b.Kimia an-Organik
1.) Arsen
2.) Fluorida
3.) Total Kromium
4.) Kadmium
5.) Nitrit, (sebagai NO₂₋)
6.) Nitrat, (sebagai NO₃₋)
7.) Sianida
8.) Selenium
Parameter yang tidak berhubungan
langsung dengan kesehatan
a.Parameter Fisik
1.) Bau
2.) Warna
3.) Total Zat Padat Terlarut (TDS)
4.) Kekeruhan
5.) Rasa
6.) Suhu
b.Parameter Kimiawi
1.) Aluminium
2.) Besi
3.) Kesadahan
4.) Khlorida
5.) Mangan
6.) pH
7.) Seng
8.) sulfat
9.) Tembaga
10.) Anomia
Satuan
Kadar Maksimum
Yang Diperbolehkan
Jumlah per 100 ml sampe
Jumlah per 100 ml sampel
0
0
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
0.01
1.5
0.05
0.003
3
50
0.07
0.01
TCU
mg/l
NTU
°c
Tidak Berbau
15
500
5
Tidak Berasa
Suhu Udara ± 3
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
0.2
0.3
500
250
0.4
66.5-8.5
3
250
2
1.5
Sumber: Lampiran Standar Baku Mutu Air Minum Berdasarkan Permenkes No. 492 Tahun 2010
II-22
D. Pengambilan Sampel Air
Pengambilan sampel air baku berdasarkan SNI 03-7016 Tahun 2004 tentang
Tata cara pengambilan contoh/sampel dalam rangka pemantauan kualitas air pada
suatu daerah pengaliran sungai. Sistem pengambilan sampel memegang peranan
sangat penting dalam pemantauan kualitas air. Ketelitian analisis dan ketepatan
sistem pengambilan sampel akan mempengaruhi data hasil analisis. Apabila
terdapat kesalahan dalam pengambilan sampel, maka sampel yang diambil tidak
representatif sehingga ketelitian dan teknik peralatan yang baik akan terbuang
percuma. Selain dari pada itu dikhawatirkan kesimpulan yang diambil juga akan
salah. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum pengambilan contoh/sampel air :
1. Macam-macam Contoh Air
Karakteristik dari perairan mungkin tidak banyak berubah selama beberapa
waktu, tetapi banyak juga aliran air yang selalu berubah dalam waktu singkat.
Contohnya karakteristik air di hulu umumnya hanya berubah karena pengaruh
hujan sehingga perubahan dapat bersifat harian bahkan jam-jaman. Untuk
memperoleh contoh yang mewakili keadaan sesungguhnya dapat dipilih tiga
metode :
a. Contoh sesaat (grap sample) : contoh sesaat mewakili keadaan air pada
suatu saat dari suatu lokasi. Apabila suatu sumber air mempunyai
karakteristik yang tidak berubah dalam suatu periode atau dalam batas
jarak tertentu maka contoh sesaat cukup mewakili keadaan waktu dan
tempat tersebut.
II-23
b. Contoh gabungan waktu (composite sample) : campuran contoh-contoh
sesaat yang diambil dari satu lokasi pada waktu yang berbeda. Hasil
pemeriksaan contoh gabungan waktu menunjukkan keadaan rata-rata dari
tempat tersebut dalam suatu periode. Umumnya pengambilan contoh
dilakukan terus-menerus selama 24 jam, akan tetapi dalam beberapa hal
dilakukan secara intensif untuk jangka waktu yang lebih pendek.
c. Contoh gabungan tempat (integrated sample) : campuran contoh sesaat
yang diambil dari titik/lokasi yang berbeda pada waktu yang sama. Hasil
pemeriksaan contoh gabungan tempat menunjukkan keadaan rata-rata dari
suatu daerah atau tempat pemeriksaan. Metode pengambilan contoh
gabungan tempat ini berguna apabila diperlukan pemeriksaan kualitas air
dari suatu penampang aliran sungai yang dalam atau lebar, atau bagianbagian penampang tersebut memiliki kualitas yang berbeda.
2. Selang Waktu antara Sampling dan Analisa
Makin pendek selang waktu antara pengambilan contoh dan analisa, hasil
akan semakin baik. Sebenarnya sukar untuk menentukan selang waktu tersebut
karena tergantung dari sifat contoh air, parameter yang akan diperiksa, serta cara
penyimpanan. Perubahan yang diakibatkan oleh kegiatan organisme dapat dicegah
dengan menyimpan di tempat gelap dan temperatur rendah (lemari es) sampai
pemeriksaan dilakukan. Berikut ini adalah batasan waktu maksimum untuk
pemeriksaan kualitas air, yaitu Air bersih (72 jam), Air Sedikit Tercemar (48
jam), dan Air Limbah (12 jam).
II-24
E. Teknik Pengolahan Air
Air bersih adalah kebutuhan penting dalam kehidupan
manusia. Dalam
keseharian, air bersih digunakan untuk berbagai keperluan, dari minum, mandi,
cuci, masak dan lainnya. Hasil dari aktivitas masyarakat tersebut adalah air
buangan/air limbah. Selain dari rumah tangga, air buangan juga dapat berasal dari
industri maupun kotapraja. Lalu bagaimana air buangan tersebut diolah menjadi
air bersih.
Secara umum, pengolahan air bersih terdiri dari 3 aspek, yakni pengolahan
secara fisika, kimia dan biologi. Pada pengolahan secara fisika, biasanya
dilakukan secara mekanis, tanpa adanya penambahan bahan kimia. Contohnya
adalah pengendapan, filtrasi, adsorpsi, dan lain-lain. Pada pengolahan secara
kimiawi, terdapat penambahan bahan kimia, seperti klor, tawas, dan lain-lain,
biasanya bahan ini digunakan untuk menyisihkan logam-logam berat yang
terkandung dalam air. Sedangkan pada pengolahan secara biologis, biasanya
memanfaatkan mikroorganisme sebagai media pengolahnya.
PDAM (Perusahaan Dagang Air Minum), BUMN yang berkaitan dengan
usaha menyediakan air bersih bagi masyarakat, biasanya melakukan pengolahan
air bersih secara fisika dan kimia. Secara umum, teknik pengolahan air bersih di
daerah-daerah di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Bangunan Intake (Bangunan Pengumpul Air)
Bangunan intake berfungsi sebagai bangunan pertama untuk masuknya air
dari sumber air. Sumber air utamanya diambil dari air sungai. Pada bangunan ini
II-25
terdapat bar screen (penyaring kasar) yang berfungsi untuk menyaring bendabenda yang ikut tergenang dalam air, misalnya sampah, daun-daun, batang pohon,
dsb.
2. Bak Prasedimentasi (optional)
Bak ini digunakan bagi sumber air yang karakteristik turbiditasnya tinggi
(kekeruhan yang menyebabkan air berwarna coklat). Bentuknya hanya berupa bak
sederhana, fungsinya untuk pengendapan partikel-partikel diskrit dan berat seperti
pasir, dll. Selanjutnya air dipompa ke bangunan utama pengolahan air bersih
yakni WTP.
3. WTP (Water Treatment Plant)
Ini adalah bangunan pokok dari sistem pengolahan air bersih. Bangunan ini
beberapa bagian, yakni koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.
a. Koagulasi
Disinilah proses kimiawi terjadi, pada proses koagulasi ini dilakukan proses
destabilisasi partikel koloid, karena pada dasarnya air sungai atau air kotor
biasanya berbentuk koloid dengan berbagai partikel koloid yang terkandung
didalamnya. Tujuan proses ini adalah untuk memisahkan air dengan pengotor
yang terlarut didalamnya, analoginya seperti memisahkan air pada susu kedelai.
Pada unit ini terjadi rapid mixing (pengadukan cepat) agar koagulan dapat terlarut
merata dalam waktu singkat. Bentuk alat pengaduknya dapat bervariasi, selain
II-26
rapid mixing, dapat menggunakan hidrolis (hydrolic jump atau terjunan) atau
mekanis (menggunakan batang pengaduk).
b. Flokulasi
Selanjutnya air masuk ke unit flokulasi. Tujuannya adalah untuk membentuk dan
memperbesar flok (pengotor yang terendapkan). Di sini dibutuhkan lokasi yang
alirannya tenang namun tetap ada pengadukan lambat (slow mixing) supaya flok
menumpuk. Untuk meningkatkan efisiensi, biasanya ditambah dengan senyawa
kimia yang mampu mengikat flok-flok tersebut.
c. Sedimentasi
Bangunan ini digunakan untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah
didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini menggunakan prinsip berat jenis.
Berat jenis partikel kolid (biasanya berupa lumpur) akan lebih besar daripada
berat jenis air. Pada masa kini, unit koagulasi, flokulasi dan sedimentasi telah ada
yang dibuat tergabung yang disebut unit aselator.
d. Filtrasi
Sesuai dengan namanya, filtrasi adalah untuk menyaring dengan media butiran.
Media butiran ini biasanya terdiri dari antrasit, pasir silica dan kerikil silica
dengan ketebalan berbeda. Cara ini dilakukan dengan metode gravitasi.
e. Desinfeksi
Setelah bersih dari pengotor, masih ada kemungkinan ada kuman dan bakteri yang
hidup, sehingga ditambahkanlah senyawa kimia yang dapat mematikan kuman ini,
biasanya berupa penambahan chlor, ozonisasi, UV, pemabasan, dan lain-lain
sebelum masuk ke bangunan selanjutnya, yakni reservoir.
II-27
4. Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih sebelum
didistribusikan melalui pipa-pipa secara gravitasi. Karena kebanyakan distribusi
di Indonesia menggunakan konsep gravitasi, maka reservoir biasanya diletakkan
di tempat dengan posisi lebih tinggi daripada tempat-tempat yang menjadi sasaran
distribusi, bisa diatas bukit atau gunung.
Gabungan dari unit-unit pengolahan air ini disebut IPA – Instalasi Pengolahan
Air. Untuk menghemat biaya pembangunan, unit intake, WTP dan reservoir dapat
dibangun dalam satu kawasan dengan ketinggian yang cukup tinggi, sehingga
tidak diperlukan pumping station dengan kapasitas pompa dorong yang besar
untuk menyalurkan air dari WTP ke resevoir. Pada akhirnya, dari reservoir, air
bersih siap untuk didistribusikan melalui pipa-pipa dengan berbagai ukuran ke
tiap daerah distribusi.
F. Kekeruhan Air
1. Pengertian Kekeruhan
Kekeruhan air atau sering disebut turbidity adalah salah satu parameter uji
fisik dalam analisis air. Tingkat kekeruhan air umumnya akan diketahui dengan
besaran NTU (nephelometr turbidity unit) setelah dilakukan uji aplikasi
menggunakan alat turbidimeter. Besaran kekeruhan air minum yang memenuhi
syarat kesehatan berdasarkan acuan yang berlaku adalah tidak lebih dari 5 NTU,
Standar kekeruhan air ditetapkan antara 5-25 NTU (Nephelometric Turbidity
Unit) dan bila melebihi batas yang telah ditetapkan maka akan mengganggu
II-28
estetika dan mengurangi efektifitas desinfeksi air. Secara visual kekeruhan air ini
tidak akan terlihat oleh mata. Atas dasar pengalaman bahwa setelah melebihi dari
10 NTU kekeruhan air akan nampak secara visual.
Tingkat kekeruhan air antara sumber yang satu dengan lainnya dapat
dipastikan berbeda, ini akibat pengaruh tingkat pencemaran yang berbeda-beda.
Sumber air alami seperti mata air dan air terjun merupakan sumber air dengan
tingkat kekeruhan yang rendah dibanding dengan sumber air lainnya seperti air
sungai yang mempunyai tingkat kekuruhan yang tinggi. Apa yang harus kita
lakukan seandainya sumber air yang kita miliki mempunyai tingkat kekeruhan
yang tinggi. Jawabnya harus dilakukan proses pengendapan (koagulasi) terlebih
dahulu dengan penambahan bahan aditif berupa koagulan seperti tawas
(Al2(SO4)3) setelah itu lakukan penyaring (filtrasi). Ada beberapa metode
pengukuran kekeruhan yaitu :
 Nephelometric method, nephelometric turbidity unit prinsip kekeruhan
air dengan cara ini adalah didasarkan pada perbandingan intensitas cahaya
yang disebabkan oleh suatu larutan standard dalam kondisi sama, semakin
tinggi intensitas yang terserap makin tinggi kekeruhan alat yang digunakan
beberapa turbidi meter sampel tube.
 Visual method, Jakson Turbidity Unit. Yang dimaksud dengan visual
method adalah pengukuran kekeruhan air dengan menggunakan cadle
turbidi meter. prinsip pengukuran adalah didasarkan pada panjangnya
cahaya melalui suatu susspensi yang dihitung tepat pada saat bayangan
II-29
nyala lilin (candle) hilang. Makin panjang jalan candle turbidimeter, botol
untuk membandingkan kekeruhan secara visual.
 Turbiditer holigne, digunakan untuk mengukur kekeruhan 0-15 unit.
Prinsip kerjanya adalah penerangan efek tundal dalam penyusunan sumber
cahaya terhadap sampel air. Dalam hal ini tidak digunakan suspensi
standar.
2. Penyebab Kekuruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel
bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan
kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan meliputi lumpur, bahan-bahan
organik yang tersebut secara baik dan partikel-partikel yang tersuspensi lainnya.
Bahan yang menyebabkan air menjadi keruh termasuk:
 Tanah liat
 Endapan (lulpur)
 Zat organic dan bukan organik yang terbagi dalam butir-butir halus
 Campuran warna organic yang bisa dilarutkan
 Plankton
 Jasa renik (makhluk hidup yang sangat kecil). (Nuijten, 2007)
Kekeruhan dalam
air
terbuka dapat
disebabkan oleh pertumbuhan
fitoplankton. Kegiatan manusia yang mengganggu tanah, seperti konstruksi, dapat
menyebabkan tingkat sedimen yang tinggi memasuki badan air selama hujan
II-30
badai, akibat limpasan air hujan, dan menciptakan kondisi keruh. Urbanisasi
daerah berkontribusi dalam jumlah besar kekeruhan ke perairan dekat, melalui
polusi stormwater dari permukaan beraspal seperti jalan, jembatan tempat parkir
dan industri tertentu seperti penambangan, pertambangan dan batubara pemulihan
dapat menghasilkan tingkat kekeruhan sangat tinggi dari partikel koloid batu.
Kekeruhan adalah ukuran yang kekeruhan yang terjadi menggunakan efek
cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU
(nephelo metrix turbidity unit) atau JTU (jackson turbidity unit) atau FTU
(formazin turbidity unit), kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur
atau benda koloid di dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi
estetika maupun dari segi kualitas air itu sendiri. Kekeruhan merupakan keadaan
mendung atau kekaburan dari cairan yang disebabkan oleh partikel individu
(padatan tersuspensi) yang umumnya tidak terlihat dengan mata telanjang, mirip
dengan asap di udara.
Ada beberapa cara untuk penanggulangan kekeruhan pada suatu perairan.
Yaitu proses Purifikasi/proses pemurnian air. Pemurnian air dalam bahasa Inggris
disebut water purification yaitu proses merubah keadaan air dari keruh, berbau
dan berwarna, pH beraneka menjadi air yang jernih, bebas dari keruh, berbau dan
berwarna serta pH yang netral. Mengatasi kekeruhan dapat dilakukan dengan
berbagai cara:
II-31
 Pengendapansecara alami (proses sedimentasi) dengan cara membiarkan
maka air yang mengandung lumpur kasar maupun halus akan perlahanlahan mengendap.
 Melalui proses koagulasi, Air yang mengandung koloidal akan diendapkan
memakai bahan koagulant.
 Proses sedimentasi aktif.
G. Almunium Sulfat
1. Pengertian Aluminium Sulfat
Tawas atau Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3.16 H2O) yang diperoleh dari hasil
reaksi Al(OH)3 dengan H2SO4. tawas merupakn senyawa dari Aluminium yang
banyak digunakan untuk menjernihkan air pada pengolahan air minum. Pada
proses pemurnian/penjernihan air, tawas berfungsi sebagai koagulan yang dapat
mengikat bahan pencemar yang dikandungnya, kemudian terpisah menjadi
endapan. Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis
bahan kimia yang disebut flokulan. Pada umumnya Al2(SO4)3 dapat digunakan
sebagai flokulan. Asam sulfat (Alum) atau yang sering disebut sebagai tawas
mempunyai rumus molekul berbentuk kristal putih. Alum mempunyai sifat larut
dalam air dan tidak larut dalam alkohol (Faith dan keyes,1957, p.78).
Sifat kimia :
a.
Al2(SO4)3 bersifat asam
b.
Al2(SO4)3 dapat mengendap dalam suasana basa pada penambahan NH4OH
II-32
c.
Al2(SO4)3 dapat larut dalam air
Sifat fisika :
a.
Rumus kimia
: Al2(SO4)3
b.
Berat molekul
: 342,14
c.
Berat jenis
: 1,61 gr/ml
d.
Titik didih
: 260°C
Nyaris semua teknologi pengolahan air minum menggunakan tawas dan
variannya untuk menjernihkan air sungai. Selain karena harganya yang relatif
murah, juga karena mudah diperoleh di pasar/toko. Tawas adalah nama pasar
untuk aluminum sulfat dan sudah lama diterapkan dalam pengolahan air di
PDAM. Akibatnya, tawas pun menjadi salah satu zat penambah konsentrasi
aluminum dalam air minum yang dapat berdampak negatif pada kesehatan.
Namun demikian, aluminum sesungguhnya terkandung dalam air tanah dan air
sungai secara alamiah.
Dalam proses pengolahan air atau lebih tepat adalah penjernihan air
diperlukan koagulan untuk memisahkan zat padat penyebab kekeruhan seperti
koloid dan padatan tersuspensi (suspended solid). Selain itu bisa juga digunakan
ferisulfat. Fungsi tawas dan ferisulfat ialah untuk menghilangkan kestabilan
koloid atau destabilisasi agar koloid bisa bergabung menjadi besar dan berat,
membentuk makroflok sehingga mudah mengendap.
II-33
2. Aluminium Sulfat Sebagai Penjernihan Air
Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan
kimia yang disebut koagulan. Pada umumnya bahan seperti Aluminium sulfat
Al2(SO4)3 atau sering disebut alum atau tawas, fero sulfat, Poly Aluminium
Chlorida (PAC) dan poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai koagulan.
Untuk menentukan dosis yang optimal, koagulan yang sesuai dan pH yang akan
digunakan dalam proses penjernihan air, secara sederhana dapat dilakukan dalam
laboratorium dengan menggunakan tes yang sederhana (Alearts & Santika, 1984).
Prinsip penjernihan air adalah dengan menggunakan stabilitas partikel-partikel
bahan pencemar dalam bentuk koloid. Stabilitas partikel-partikel bahan pencemar
ini disebabkan:
 Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu
yang pendek (beberapa jam).
 Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi
partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada
permukaan, elektrostatis antara muatan partikel satu dan yang lainnya.
Dalam proses penjernihan air secara kimia melibatkan dua proses yaitu
koagulasi dan flokulasi (Alearts & Santika, 1984).
 Proses koagulasi adalah suatu proses pertumbuhan dan pencampuran
dilakukan secara tepat dari suatu proses koagulan, stabilisasi dan partikelpartikel koloid tersuspensi, serta agregasi awal dari partikel-partikel
terstabilisasi (Reynold, 1982).
II-34
 Proses flokulasi adalah Flokulasi merupakan proses pembentukan dan
penggabungan flok dari partikel-partikel tersebut yang menjadikan ukuran
dan beratnya lebih besar sehingga mudah mengendap. Flokulan yang
digunakan untuk penjernihan air yaitu NaOH. Hal ini karena pengotor
banyak mengandung ion positif sehingga dengan penambahan polimer
yang bersifat negatif dapat mengikat flok lebih besar dan proses
pengendapan lebih cepat (Soeparman & Suparmin, 2002).
Terdapat tiga tahap penting pada proses pengolahan air dengan penambahan
zat kimia seperti tawas yaitu: tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi,
tahap pemisahan flok dengan cairan. Biasanya pengolahan air dengan
menggunakan tawas ini, dilakukan pada awal proses pengolahan air kotor. Tawas
ditambahkan ke dalam air sehingga menyebabkan partikel-partikel tersuspensi
akan mengendap dan kemudian air dapat diolah lebih lanjut. Salah satunya dengan
proses filtrasi. Kemudian didesinfeksi lalu dapat dikonsumsi.
Tawas merupakan alumunium sulfat yang dapat digunakan sebagai penjernih
air seperti sedimentasi (water treatment) karena tawas yang dilarutkan dalam air
mampu mengikat kotoran-kotoran dan mengendapkan kotoran dalam air sehingga
menjadikan air menjadi jernih. Tawas dikenal sebagai koagulan didalam
pengolahan air limbah. Sebagai koagulan tawas sangat efektif untuk
mengendapkan partikel yang melayang baik dalam bentuk koloid maupun
suspensi. Selain digunakan sebagai penjernih air, tawas juga dapat digunakan
sebagai zat aditif untuk antiperspirant (deodorant).
II-35
3. Metode Jar Test Aluminium Sulfat
Jar Test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis
optimal koagulan yang digunakan pada proses pengolahan air bersih. Selain
pemberian koagulan, diperlukan pengadukan sampai terbentuk flok. Flok-flok
tersebut mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid. Partikel dan koloid
tersebut akan bergabung dan mengendap bersama-sama. Jar Test merupakan
rangkaian sederhana untuk proses koagulasi, flokuIasi dan sedimentasi. Prinsip
kerja jar test adalah membuat air limbah bergerak berputar searah, sehingga
padatan yang tercampur dalam cairan limbah akan bergerak searah. Hasil Jar Test
dikatakan bagus apabila :
 Flok yang terbentuk ukurannya besar dan mudah mengendap.
 Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan flok dan terjadinya
pengendapan cepat ( hanya beberapa detik ).
 Endapan yang terbentuk rapat, berat dan tidak mudah pecah.
 Dosis bahan kimia yang digunakan kecil.
 Air hasil proses Jar Test jernih.
II-36
Di bawah ini contoh pengaruh penambahan Aluminium Sulfat terhadap
kekeruhan ;
Gambar 2.1 pengaruh penambahan dosis aluminium sulfat pada kekeruhan
Terlihat bahwa setiap penambahan dosis Aluminium Sulfat akan
mengurangi tingkat kekeruhan air baku sampai di titik dosis tertentu dan
kekeruhan akan kembali naik jika penambahan terus dilakukan setelah dosis yang
memberikan kekeruhan yang terkecil tercapai. Dosis tersebut adalah Dosis
Optimum. Untuk PAC dan FeCl3 / FeSO4, kurva grafik berupa garis lengkung
menurun diikuti garis mendatar setelah tercapai dosis optimumnya. Untuk
mendapatkan dosis optimum, dilakuan suatu percobaan terhadap variasi dosis
Alumunium Sulfat terhadap kekeruhan 1 liter air sampel dalam wadah, yang
disebut Metode Jar test. Jar Test adalah metode penentuan takaran Alumunium
Sulfat yang diperlukan untuk menjernihkan sejumlah volume air baku.
II-37
4. Perhitungan Penetapan Kebutuhan Aluminium Sulfat
BAl
= Berat Aluminium Sulfat yang dibutuhkan,
LI = Konsentrasi Larutan Induk, (g/l),
DO = Dosis Larutan Induk yang ditambahkan pada sampel, (ml/l),
Vab = Volume air baku yang akan diolah, (l).
Rumus di atas adalah rumus untuk menghitung banyaknya Aluminium Sulfat
yang dibutuhkan dalam menjernihkan sejumlah volume air. Komponen yang perlu
diketahui adalah Konsentrasi larutan induk, dosis optimum yang ditemukan dalam
percobaan Jar Test, dan volume air baku yang akan diolah.
 Larutan Induk
Larutan ini adalah konsentrasi larutan Alumunium Sulfat dalam air.
Biasanya konsentrasi yang dipergunakan
adalah 1% atau dengan
melarutkan padatan Alumunium Sulfat 10 gram dalam 1 liter air bersih.
Pemilihan konsentrasi ini adalah untuk mempermudah proses Jar Test dan
perhitungannya.
 Dosis Optimum
Dosis optimum diperoleh dari hasil percobaan Jar Test pada 1 liter air
baku yang menghasilkan proses penjernihan terbaik. Nilai 1 liter air baku
selayaknya tidak dikurangi volumenya karena akan mempengaruhi hasil
II-38
penetapan dosis optimum walaupun apabila dikonversikan dengan rumus
di atas akan mendapatkan nilai yang sama. Nilai dosis optimum ditentukan
dengan tingkat kekeruhan yang paling rendah dan residu alumunium yang
di bawah ambang batas. Apabila ditemukan 2 sampel dari variasi sampel
yang dipergunakan nilainya sama, pilihlah dosis yang paling kecil sebagai
dosis optimum.
 Volume Air Baku
Syarat untuk mengolah air adalah adanya volume yang pasti. Air baku
yang masih mengalir di sumbernya tidak dapat dikenakan perlakukan
pengolahan karena tidak ada kepastian volumenya. Nilai volume ini akan
berpengaruh pada jumlah bahan kimia yang akan dipergunakan.
Setelah ketiga komponen dalam rumus tersebut itu diketahui, maka kita dapat
menghitung berapa jumlah Aluminium Sulfat yang dibutuhkan. Perlu diingat,
dalam memproses rumus diatas, banyak yang terjebak dengan satuan yang
dipergunakan.
II-39
Download