BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Defenisi Air Baku Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air minum. Air baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan dan pengolahan air bersih. Berdasar SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket Instalasi Pengolahan Air dan SNI 6774:2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air pada bagian Istilah dan Definisi yang disebut dengan Air Baku adalah : “Air yang berasal dari sumber air pemukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum dan belum mengalami proses pengolahan.” Instalasi Pengolahan Air (IPA) adalah suatu kesatuan bangunan yang berfungsi mengolah air baku menjadi air bersih atau air minum. Saluran transmisi adalah jalur pipa atau saluran pembawa air baku dari titik awal transmisi air baku ke titik akhir transmisi air baku. 2. Sumber Air Baku Menurut Warlina (2004), sumber air baku yang umum digunakan sebagai sumber air dapat dibedakan atas: II-1 a. Air Hujan Air hujan yang dimanfaatkan oleh masyarakat umumnya berasal dari atap rumah atau tempat-tempat tertentu yang dialirkan pada tempat penampungan air hujan untuk digunakan sebagai sumber air bersih. Ditinjau dari segi kualitasnya, air hujan yang belum tercemar merupakan air murni (H2O). b. Air Permukaan Yang termasuk dalam golongan air permukaan antara lain: air laut, air danau atau waduk, air rawa, air sungai dan sebagainya. Dari beberapa golongan air permukaan tersebut yang sering digunakan sebagai sumber air baku untuk penyediaan air bersih adalah: Air Sungai Ditinjau dari segi kualitas air sungai pada umumnya mengandung zatzat organik maupun anorganik dimana jenis dan kadar zat-zat tersebut tergantung dari tingkat pencemeran dan jenis tanah yang dilalui oleh sungai tersebut. Ditinjau dari segi kuantitasnya, air sungai sangat dipengaruhi oleh perubahan musim. Pada musim hujan debit air sungai relatif lebih besar dan pada saat musim kemarau debit lebih kecil. Air Danau/waduk Ditinjau dari segi kualitasnya, air danau/waduk tergantung asal air tersebut dan juga tingkat pencemaran yang terjadi pada air danau/waduk. Sedangkan dari segi kuantitasnya, air danau/waduk tergantung pada debit sumber air, luas area, penguapan dan infiltrasi air ke dalam tanah. II-2 c. Air Tanah Pada umumnya air tanah yang dijadikan sebagai sumber air baku dapat dibagi atas dua macam, yaitu: Air Tanah Dangkal Air tanah dangkal diperoleh melalui pembuatan sumur dangkal atau galian air tanah dangkal. Berasal dari proses air hujan atau air permukaan ke dalam tanah pada bagian atas lapisan yang kedap air. Air Tanah Dalam Ditinjau dari segi kualitasnya air tanah tergantung pada lapisan tanah yang dilaluinya, tetapi secara umum air tanah cukup jernih dan tidak mengandung zat-zat padat atau zat-zat organik lainnya. Karena air tanah telah mengalami proses penyaringan ketika melalui butir-butir tanah. Jadi sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, sumur air dalam, mata air dan bisa juga dibuat dengan cara membendung air buangan atau air laut. Evaluasi dan pemilihan sumber air yang layak harus berdasar dari ketentuan berikut : 1. Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan 2. Kondisi iklim 3. Tingkat kesulitan pada pembangunan intake 4. Tingkat keselamatan operator 5. Ketersediaan biaya minimum operasional dan pemeliharaan untuk IPA II-3 6. Kemungkinan terkontaminasinya sumber air di masa yang akan datang 7. Kemungkinan untuk memperbesar intake pada masa yang akan datang Disebutkan diatas bahwa tidak semua air baku bisa diolah, oleh karena itu dibuatlah ketentuan sebagai standar kualitas air baku yang bisa diolah. Dalam SNI 6773:2008 bagian Persyaratan Teknis kualitas air baku yang bisa diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) adalah : 1. Kekeruhan, maximum 600 NTU (nephelometric turbidity unit) atau 400 mg/l SiO2. 2. Kandungan warna asli (appearent colour) tidak melebihi dari 100 Pt Co dan warna sementara mengikuti kekeruhan air baku. 3. Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat sesuai standar baku mutu kualitas air. 4. Dalam hal air sungai daerah tertentu mempunyai kandungan warna, besi dan atau bahan organik melebihi syarat tersebut diatas tetapi kekeruhan rendah (<50 NTU) maka digunakan IPA sistem DAF (Dissolved Air Flotation) atau sistem lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Karakteristik Air Baku Untuk memperoleh gambaran yang nyata tentang karakteristik air baku, seringkali diperlukan pengukuran sifat-sifat air atau biasa disebut parameter kualitas air, yang beraneka ragam. Formulasi- formulasi yang dikemukakan II-4 dalam angka-angka standar tentu saja memerlukan penilaian yang kritis dalam menetapkan sifat-sifat dari tiap parameter kualitas air. 4. Penggolongan Air Dalam menetukan kualitas air harus berpedoman pada baku mutu air. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 disebutkan bahwa baku mutu air adalah kadar zat atau bahan pencemar yang terdapat dalam air untuk tetap berfungsi sesuai dengan golongan peruntukan air tersebut. Berdasarkan peruntukan tersebut, air dibagi menjadi empat golongan yaitu: Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas tiga, air yang pembudidayaan ikan air peruntukannya dapat digunakan untuk tawar, peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut. II-5 Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. . Menurut Pergub Sulsel No.69 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup penggolongan air terbagi 4 Kelas ( I s.d IV), dimana Kelas II salah satunya air yang rencana penggunaannya diperuntukkan bagi air baku untuk air minum yang memerlukan pengolahan dengan filtrasi dan desinfeksi untuk memenuhi baku mutu air minum. Beberapa ketentuan persyaratan Air Minum atau standar Air Bersih yang perlu dipenuhi antara lain : 1. Syarat fisik, antara lain: a. Air harus bersih dan tidak keruh b. Tidak berwarna, berasa dan berbau apapun c. Suhu antara 10-25 C (sejuk) d. Tidak meninggalkan endapan 2. Syarat kimiawi, antara lain: a. Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun b. Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan c. Cukup yodium II-6 d. pH air antara 6,5 – 9,2 3. Syarat mikrobiologi, antara lain: a. Warna kekuningan akan muncul jika air tercemar kromium dan materi organik. Jika air berwarna merah kekuningan, itu menandakan adanya cemaran besi. Sementara pengotor berupa lumpur akan memberi warna merah kecoklatan. b. Kekeruhan juga merupakan tanda bahwa air tanah telah tercemar oleh koloid (bio zat yang lekat seperti getah atau lem). Lumpur, tanah liat dan berbagai mikroorganisme seperti plankton maupun partikel lainnya bisa menyebabkan air berubah menjadi keruh. c. Polutan berupa mineral akan membuat air tanah memiliki rasa tertentu. Jika terasa pahit, pemicunya bisa berupa besi, alumunium, mangaan, sulfat maupun kapur dalam jumlah besar. d. Air tanah yang rasanya seperti air sabun menunjukkan adanya cemaran alkali. Sumbernya bisa berupa natrium bikarbonat, maupun bahan pencuci yang lain misalnya detergen. e. Rasa payau menunjukkan kandungan garam yang tinggi, sering terjadi di daerah sekitar muara sungai. f. Bau yang tercium dalam air tanah juga menunjukkan adanya pencemaran. Apapun baunya, itu sudah menunjukkan bahwa air tanah tidak layak untuk dikonsumsi. II-7 B. Tinjauan Umum Pencemaran Air 1. Definisi Pencemaran Air Pengertian atau definisi dasar mengenai pencemaran air adalah berlebihnya konsentrasi unsur-unsur tertentu untuk beberapa waktu yang menyebabkan dampak yang tidak sehat terhadap perairan tersebut (Canter, 1996). Sedangkan menurut PP No.82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menyebutkan pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau sudah tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. 2. Sumber Pencemaran Air Banyak penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat dikategorikan menjadi dua (Suriawiria, 2005) : a. Sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan, dan sebagainya. b. Sumber non domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, serta sumber-sumber lainya). Dari sekian jenis sumber pencemaran dalam air, berdasarkan cara/pola masuknya ke sungai dapat dibagi menjadi dua yaitu point source (beban titik) dan non-point source (beban memanjang). II-8 Point source (PS) atau beban titik, artinya kontaminan/polutan masuk ke sungai/badan air penerima dialirkan melalui satu pipa. Sistem ini sangat mudah untuk diidentifikasi karena polutan keluar dari satu titik sumber. Yang termasuk ke dalam point source adalah limbah domestik di perkotaan (yang diolah terlebih dahulu di Waste Water Treatment Plant dan industri. Non point source (NPS) atau beban memanjang, artinya polutan/kontaminan masuk ke sungai/badan air penerima melalui seluruh area atau sepanjang aliran sungai. NPS ini biasanya disebut pula sebagai aliran permukaan yang terkontaminasi/tercemar, artinya polutan/kontaminan masuk ke sungai karena terbawa oleh aliran permukaan air. Yang termasuk ke dalam NPS adalah pertanian dan perkotaan. Oleh sebab itu NPS ini sangat berhubungan erat dengan kondisi tata guna lahan di daerah aliran sungai. Salah satu penanganan pola pencemaran ini adalah dengan menata kembali land use/penggunaan lahan (Davis & Cornwell, 1991). 3. Komponen Pencemar Air Menurut Wardhana (2001), komponen pencemar air dikelompokkan sebagai berikut : 1. Bahan buangan padat yaitu bahan buangan yang berbentuk butiran kasar maupun butiran halus. Butiran kasar tidak larut dalam air maka bahan buangan tersebut akan mengendap di dasar badan air sehingga menyebabkan pendangkalan. Bahan buangan berbentuk butiran halus terlarut dalam air membentuk koloidal. Koloidal ini melayang di dalam air sehingga air II-9 menjadi keruh. Kekeruhan ini akan menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Akibatnya, fotosintesis tanaman di dalam air tidak dapat berlangsung optimal. 2. Bahan buangan organik, umumnya berupa limbah yang dapat membusuk dan terdegradasi oleh mikroorganisme. Proses degradasi tersebut akan meningkatkan populasi mikroorganisme di dalam air, baik yang bersifat menguntungkan maupun yang bersifat patogen. 3. Bahan buangan anorganik, umumnya berupa limbah yang tidak dapat terdegradasi oleh mikroorganisme. Berasal dari limbah industri yang melibatkan unsur-unsur logam seperti Besi (Fe), Timbal (Pb), Arsen (As), Kobalt (Co), dan lain-lain. Apabila ion-ion logam yang terjadi di dalam air berasal dari logam berat maupun logam bersifat racun seperti Timbal (Pb), maka air tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia dan tidak dapat digunakan sebagai air minum. 4. Bahan buangan cairan berminyak. Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan air. Bahan buangan cairan berminyak yang menutupi permukaan perairan akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air. Maka kandungan oksigen terlarut akan menurun sehingga akan mengganggu biota di dalam air. Selain itu air yang sudah tercemar oleh minyak juga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia karena seringkali dalam cairan berminyak terdapat zat-zat beracun seperti senyawa benzene, senyawa toluene, dan sebagainya. II-10 5. Bahan buangan zat kimia, misalnya deterjen, bahan pemberantas hama (insektisida), zat pewarna kimia, dan zat radioaktif. Keberadaan bahan buangan zat kimia tersebut di dalam air lingkungan jelas merupakan racun yang mengganggu dan bahkan dapat membunuh hewan air, tanaman air, dan mungkin juga manusia. 4. Dampak Pencemaran Air Menurut Efrianti (2012), dampak pencemaran air pada umumnya dibagi atas 2 kelompok, yaitu : a. Dampak Langsung Dampak secara langsung yang ditimbulkan dari pencemaran air ada 2 komponen yaitu: Dampak terhadap kehidupan biota air. Banyaknya zat pencemar pada air akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Akibatnya biota air tidak dapat berkembang biak dan mikroorganisme (bakteri pengurai) mati, sehingga proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air menjadi terhambat. Dampak terhadap memanfaatkan air, kesehatan oleh karena manusia. didalam Dirasakan air dapat setelah terdapat mikrorganisme patogenik dan zat yang bersifat karsinogenik. Diantara beberapa penyebabnya adalah zat kimia persistan, mikroba patogen dan penyebarnya, tempat vektor penyakit, dan perilaku kekurangan air bersih. II-11 b. Dampak Tidak Langsung Pencemaran air oleh bahan pencemar (organik maupun anorganik) dapat menyebabkan menurunnya kualitas air sehingga air tersebut tidak bisa digunakan sesuai dengan peruntukannya. Selain itu, juga berdampak terhadap estetika lingkungan, ditandai dengan bau dan adanya tumpukan sampah. C. Parameter Kualitas Air Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen lain di dalam air. Untuk melindungi pemakaian air baik secara ekonomis maupun proses diperlukan upaya memperbaiki mutu air mulai dari sumber air sampai air hasil pengolahan yang akan didistribusikan kepada masyarakat harus sesuai ketentuan yang berlaku (Aprian Eka Rahadi & Edwan Kardena, 2009). Pengadaan air bersih untuk kepentingan rumah tangga, untuk air minum, air mandi dan keperluan lainnya, harus memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan agar tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Dalam menentukan air yang akan digunakan sebagai air minum perlu dilakukan pengujian terhadap kualitas air itu sendiri, dari beberapa pembacaan dari unsur-unsur yang tertera dari hasil pemeriksaan, dapat dianalisis sebagai bahan pertimbangan apakah air tersebut layak untuk dikonsumsi sebagai air minum atau telah terkontaminasi pencemar (tidak layak diminum). II-12 Pemeriksaan air dibagi dalam 3 kategori: 1. Pemeriksaan fisika 2. Pemeriksaan kimia 3. Pemeriksaan mikrobiologi Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diuraikan sebagai berikut : 1. Pemeriksaan Fisika a. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen dalam air. Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut organisme akuatik seringkali tidak mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk keperluan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003). II-13 b. Kekeruhan Kekeruhan air disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan partikel-partikel halus. Sedangkan kekeruhan pada saat banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan. Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat menghalangi proses fotosintesis dan produksi primer perairan (Metcalf & Eddy, 1991). Kekeruhan memiliki korelasi positif dengan padatan tersuspensi, yaitu semakin tinggi nilai kekeruhan maka semakin tinggi pula nilai padatan tersuspensi. c. Jumlah Zat Padat Tersuspensi (TSS) Total Suspended Solid atau total padatan tersuspensi (TSS) adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang dan komponen tersuspensi koloid. Padatan tersuspensi mengandung bahan anorganik dan bahan organik. Bahan anorganik antara lain berupa liat dan butiran pasir, sedangkan bahan organik berupa sisa-sisa tumbuhan dan padatan biologi lainnya seperti sel alga, bakteri dan sebagainya (Dyah A, 2012). II-14 d. Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS) Total dissolved solid atau total padatan terlarut (TDS) merupakan bahan dalam air yang dapat melewati filter dengan 2,0 mikrometer atau lebih kecil ukuran rata-rata nominal pori. TDS merupakan padatan yang terdiri dari senyawa-senyawa organik yang larut dalam air, mineral, dan garamgaramnya (Fardiaz, 1992). Sumber utama TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian, limbah rumah tangga, dan industri. Beberapa padatan total terlarut alami berasal dari pelapukan dan pelarutan batu dan tanah. 2. Pemeriksaan Kimia a. Derajat keasaman (pH) pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan. pH juga merupakan satu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. pH air dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air, terutama oksidasi sulfur dan nitrogen pada proses pengasaman dan oksidasi kalsium dan magnesium pada proses pembasaan. Angka indeks yang umum digunakan 0 sampai 14. Angka pH 7 adalah netral, sedangkan angka pH lebih besar dari 7 menunjukkan air bersifat basa dan terjadi ketika ion-ion karbonat dominan, dan pH lebih kecil dari 7 menunjukkan air bersifat asam (Metcalf & Eddy, 1991). II-15 b. BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan organik menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) (Effendi, 2003). Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya tetapi hanya mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan. BOD ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen terlarut pada limbah cair akibat adanya mikroorganisme selama kurun waktu dan suhu tertentu. Biasanya lima hari dengan cara diinkubasi pada suhu 20o C. Nilai BOD diperoleh dari selisih oksigen terlarut awal dengan oksigen terlarut akhir. Semakin rendah nilai BOD maka kualitas air tersebut semakin baik. c. COD (Chemical Oxygen Demand) COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi semua bahan organik yang terdapat di perairan menjadi CO2 dan H2O (Effendi, 2003). COD memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang mudah terurai dan yang sulit terurai, oleh karena itu nilai COD lebih besar daripada nilai BOD (Metcalf & Eddy 1991). d. DO (Dissolved Oxygen) Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air yang penting karena nilai oksigen terlarut dapat menunjukkan tingkat pencemaran. II-16 Kelarutan oksigen (DO) dalam air dipengaruhi beberapa faktor seperti temperature, tekanan atmosfer, padatan terlarut, salinitas, laju fotosintesis dan degradasi bahan organik (Wardhana, 2001). Oksigen yang terlarut dalam perairan akan menurun seiring dengan dengan menurunnya tekanan serta berbanding terbalik dengan meningkatnya suhu dan ketinggian, (Effendi,2003). Oksigen terlarut diperlukan untuk respirasi mikroorganisme aerobik serta semua bentuk kehidupan aerobik lainnya. Namun, oksigen hanya sedikit larut dalam air. Beberapa proses yang menyebabkan masuknya oksigen ke dalam air yaitu: a. Diffusi oksigen dari udara ke dalam air melalui permukannya, yang terjadi karena adanya gerakan molekul-molekul udara yang tidak berurutan karena terjadi benturan dengan molekul air sehingga O2 terikat didalam air. b. Diperairan umum, pemasukan oksigen ke dalam air terjadi karena air yang masuk sudah mengandung oksigen, kecuali itu dengan aliran air, mengakibatkan gerakan air yang mampu mendorong terjadinya proses difusi oksigen dari udara ke dalam air. c. Hujan yang jatuh, secara tidak langsung akan meningkatkan O2 di dalam air, pertama suhu air akan turun, sehingga kemampuan air mengikat oksigen meningkat, selanjutnya bila volume air bertambah dari gerakan air, akibat jatuhnya air hujan akan mampu meningkatkan O2 di dalam air. II-17 d. Proses Asimilasi tumbuh-tumbuhan. Tanaman air yang seluruh batangnya ada didalam air di waktu siang akan melakukan proses asimilasi, dan akan menambah O2 didalam air. Sedangkan pada malam hari tanaman tersebut menggunakan O2 yang ada didalam air. e. Nitrat (NO3) Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan Algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrat merupakan salah satu sumber utama nitrogen di perairan. Kadar nitrat pada perairan alami tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutropfikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan Algae dan tumbuhan air secara pesat. Kadar nitrat secara alamiah biasanya agak rendah, namun dapat menjadi tinggi pada air tanah di daerah-daerah yang diberi pupuk yang mengandung nitrat (Sofyan,2004). II-18 f. Amoniak (NH3) Amoniak (NH3) adalah senyawa kimia yang berupa gas dengan bau tajam yang khas. Walaupun amoniak memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amoniak sendiri adalah senyawa kaustik (merusak kulit dan iritasi) yang berdampak buruk bagi kesehatan. Amoniak dalam air dapat amat beracun bagi ikan, udang, dan binatang air lainnya. Akan tetapi dapat menimbulkan kesuburan tanaman air (eutropia). g. Besi (Fe) Air yang mengandung banyak besi akan berwarna kuning dan menyebabkan rasa logam besi dalam air, serta menimbulkan korosi pada bahan yang terbuat dari metal. Besi merupakan salah satu unsur yang merupakan hasil pelapukan batuan induk yang banyak ditemukan di perairan umum. Batas maksimal yang terkandung di dalam air adalah 1,0 mg/l. 3. Pemeriksaan Mikrobiologi Parameter mikrobiologi menggunakan bakteri Coliform sebagai organisme petunjuk. Penentuan parameter mikrobiologi dimaksudkan untuk mencegah adanya mikroba patogen di dalam air minum (Mulia, 2005). Patogen dalam air kebanyakan berasal dari kotoran manusia atau hewan. Bakteri Coliform dapat digunakan sebagai indikator karena densitasnya berbanding lurus dengan tingkat pencemaran air. Bakteri ini dapat mendeteksi II-19 patogen pada air seperti virus, protozoa, dan parasit. Oleh sebab itu keberadaannya di dalam air tidak dikehendaki, baik ditinjau dari segi kesehatan, estetika, kebersihan maupun kemungkinan terjadinya infeksi yang berbahaya. Beberapa jenis penyakit dapat ditularkan oleh bakteri coliform melalui air, terutama penyakit perut seperti tipus, kolera dan disentri (Suriawiria, 2005). a. Fecal Coliform Bakteri fecal coliform adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai indikator adanya polusi feses atau polusi kotoran manusia atau hewan, karena organisme tersebut merupakan organisme komensalisme yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum, mencuci makanan, atau memasak karena dianggap mengandung organisme pathogen yang berbahaya bagi kesehatan, terutama pathogen penyebab infeksi pada saluran pencernaan (Fardiaz, 1992). Menurut Suriwiria (2005), colifecal adalah bakteri coli yang berasal dari kotoran manusia dan hewan mamalia. Bakteri ini dapat masuk ke perairan bila ada buangan feses yang masuk ke badan air. Jika terdeteksi ada bakteri colifecal di dalam air maka kemungkinan air tersebut tidak dapat digunakan sebagai sumber air minum. Bakteri fecal coliform yang mencemari air memiliki risiko yang langsung dapat dirasakan oleh manusia yang mengkonsumsinya. Kondisi seperti ini II-20 mengharuskan pemerintah bertindak melalui penyuluhan kesehatan, investigasi, dan memberikan solusi untuk mencegah penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air. b. Total Coliform Total Coliform termasuk bakteri yang dapat ditemukan di lingkungan tanah dan air yang telah terpengaruh oleh air permukaan serta limbah pembuangan domestik. Total Coliform kemungkinan bersumber dari lingkungan dan tidak mungkin berasal dari pencemaran tinja. Bakteri coliform lainnya berasal dari hewan dan tanaman mati dan disebut dengan coliform nonfecal (Fardiaz, 1992). II-21 Tabel 2.1 Standar Baku Mutu Air Minum Berdasarkan Permenkes No. 492 Tahun 2010 Jenis Parameter Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan a.Parameter Mikrobiologi 1.) E.coli 2.) Total Bakteri Koliform b.Kimia an-Organik 1.) Arsen 2.) Fluorida 3.) Total Kromium 4.) Kadmium 5.) Nitrit, (sebagai NO₂₋) 6.) Nitrat, (sebagai NO₃₋) 7.) Sianida 8.) Selenium Parameter yang tidak berhubungan langsung dengan kesehatan a.Parameter Fisik 1.) Bau 2.) Warna 3.) Total Zat Padat Terlarut (TDS) 4.) Kekeruhan 5.) Rasa 6.) Suhu b.Parameter Kimiawi 1.) Aluminium 2.) Besi 3.) Kesadahan 4.) Khlorida 5.) Mangan 6.) pH 7.) Seng 8.) sulfat 9.) Tembaga 10.) Anomia Satuan Kadar Maksimum Yang Diperbolehkan Jumlah per 100 ml sampe Jumlah per 100 ml sampel 0 0 mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 0.01 1.5 0.05 0.003 3 50 0.07 0.01 TCU mg/l NTU °c Tidak Berbau 15 500 5 Tidak Berasa Suhu Udara ± 3 mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 0.2 0.3 500 250 0.4 66.5-8.5 3 250 2 1.5 Sumber: Lampiran Standar Baku Mutu Air Minum Berdasarkan Permenkes No. 492 Tahun 2010 II-22 D. Pengambilan Sampel Air Pengambilan sampel air baku berdasarkan SNI 03-7016 Tahun 2004 tentang Tata cara pengambilan contoh/sampel dalam rangka pemantauan kualitas air pada suatu daerah pengaliran sungai. Sistem pengambilan sampel memegang peranan sangat penting dalam pemantauan kualitas air. Ketelitian analisis dan ketepatan sistem pengambilan sampel akan mempengaruhi data hasil analisis. Apabila terdapat kesalahan dalam pengambilan sampel, maka sampel yang diambil tidak representatif sehingga ketelitian dan teknik peralatan yang baik akan terbuang percuma. Selain dari pada itu dikhawatirkan kesimpulan yang diambil juga akan salah. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum pengambilan contoh/sampel air : 1. Macam-macam Contoh Air Karakteristik dari perairan mungkin tidak banyak berubah selama beberapa waktu, tetapi banyak juga aliran air yang selalu berubah dalam waktu singkat. Contohnya karakteristik air di hulu umumnya hanya berubah karena pengaruh hujan sehingga perubahan dapat bersifat harian bahkan jam-jaman. Untuk memperoleh contoh yang mewakili keadaan sesungguhnya dapat dipilih tiga metode : a. Contoh sesaat (grap sample) : contoh sesaat mewakili keadaan air pada suatu saat dari suatu lokasi. Apabila suatu sumber air mempunyai karakteristik yang tidak berubah dalam suatu periode atau dalam batas jarak tertentu maka contoh sesaat cukup mewakili keadaan waktu dan tempat tersebut. II-23 b. Contoh gabungan waktu (composite sample) : campuran contoh-contoh sesaat yang diambil dari satu lokasi pada waktu yang berbeda. Hasil pemeriksaan contoh gabungan waktu menunjukkan keadaan rata-rata dari tempat tersebut dalam suatu periode. Umumnya pengambilan contoh dilakukan terus-menerus selama 24 jam, akan tetapi dalam beberapa hal dilakukan secara intensif untuk jangka waktu yang lebih pendek. c. Contoh gabungan tempat (integrated sample) : campuran contoh sesaat yang diambil dari titik/lokasi yang berbeda pada waktu yang sama. Hasil pemeriksaan contoh gabungan tempat menunjukkan keadaan rata-rata dari suatu daerah atau tempat pemeriksaan. Metode pengambilan contoh gabungan tempat ini berguna apabila diperlukan pemeriksaan kualitas air dari suatu penampang aliran sungai yang dalam atau lebar, atau bagianbagian penampang tersebut memiliki kualitas yang berbeda. 2. Selang Waktu antara Sampling dan Analisa Makin pendek selang waktu antara pengambilan contoh dan analisa, hasil akan semakin baik. Sebenarnya sukar untuk menentukan selang waktu tersebut karena tergantung dari sifat contoh air, parameter yang akan diperiksa, serta cara penyimpanan. Perubahan yang diakibatkan oleh kegiatan organisme dapat dicegah dengan menyimpan di tempat gelap dan temperatur rendah (lemari es) sampai pemeriksaan dilakukan. Berikut ini adalah batasan waktu maksimum untuk pemeriksaan kualitas air, yaitu Air bersih (72 jam), Air Sedikit Tercemar (48 jam), dan Air Limbah (12 jam). II-24 E. Teknik Pengolahan Air Air bersih adalah kebutuhan penting dalam kehidupan manusia. Dalam keseharian, air bersih digunakan untuk berbagai keperluan, dari minum, mandi, cuci, masak dan lainnya. Hasil dari aktivitas masyarakat tersebut adalah air buangan/air limbah. Selain dari rumah tangga, air buangan juga dapat berasal dari industri maupun kotapraja. Lalu bagaimana air buangan tersebut diolah menjadi air bersih. Secara umum, pengolahan air bersih terdiri dari 3 aspek, yakni pengolahan secara fisika, kimia dan biologi. Pada pengolahan secara fisika, biasanya dilakukan secara mekanis, tanpa adanya penambahan bahan kimia. Contohnya adalah pengendapan, filtrasi, adsorpsi, dan lain-lain. Pada pengolahan secara kimiawi, terdapat penambahan bahan kimia, seperti klor, tawas, dan lain-lain, biasanya bahan ini digunakan untuk menyisihkan logam-logam berat yang terkandung dalam air. Sedangkan pada pengolahan secara biologis, biasanya memanfaatkan mikroorganisme sebagai media pengolahnya. PDAM (Perusahaan Dagang Air Minum), BUMN yang berkaitan dengan usaha menyediakan air bersih bagi masyarakat, biasanya melakukan pengolahan air bersih secara fisika dan kimia. Secara umum, teknik pengolahan air bersih di daerah-daerah di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Bangunan Intake (Bangunan Pengumpul Air) Bangunan intake berfungsi sebagai bangunan pertama untuk masuknya air dari sumber air. Sumber air utamanya diambil dari air sungai. Pada bangunan ini II-25 terdapat bar screen (penyaring kasar) yang berfungsi untuk menyaring bendabenda yang ikut tergenang dalam air, misalnya sampah, daun-daun, batang pohon, dsb. 2. Bak Prasedimentasi (optional) Bak ini digunakan bagi sumber air yang karakteristik turbiditasnya tinggi (kekeruhan yang menyebabkan air berwarna coklat). Bentuknya hanya berupa bak sederhana, fungsinya untuk pengendapan partikel-partikel diskrit dan berat seperti pasir, dll. Selanjutnya air dipompa ke bangunan utama pengolahan air bersih yakni WTP. 3. WTP (Water Treatment Plant) Ini adalah bangunan pokok dari sistem pengolahan air bersih. Bangunan ini beberapa bagian, yakni koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi. a. Koagulasi Disinilah proses kimiawi terjadi, pada proses koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel koloid, karena pada dasarnya air sungai atau air kotor biasanya berbentuk koloid dengan berbagai partikel koloid yang terkandung didalamnya. Tujuan proses ini adalah untuk memisahkan air dengan pengotor yang terlarut didalamnya, analoginya seperti memisahkan air pada susu kedelai. Pada unit ini terjadi rapid mixing (pengadukan cepat) agar koagulan dapat terlarut merata dalam waktu singkat. Bentuk alat pengaduknya dapat bervariasi, selain II-26 rapid mixing, dapat menggunakan hidrolis (hydrolic jump atau terjunan) atau mekanis (menggunakan batang pengaduk). b. Flokulasi Selanjutnya air masuk ke unit flokulasi. Tujuannya adalah untuk membentuk dan memperbesar flok (pengotor yang terendapkan). Di sini dibutuhkan lokasi yang alirannya tenang namun tetap ada pengadukan lambat (slow mixing) supaya flok menumpuk. Untuk meningkatkan efisiensi, biasanya ditambah dengan senyawa kimia yang mampu mengikat flok-flok tersebut. c. Sedimentasi Bangunan ini digunakan untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini menggunakan prinsip berat jenis. Berat jenis partikel kolid (biasanya berupa lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis air. Pada masa kini, unit koagulasi, flokulasi dan sedimentasi telah ada yang dibuat tergabung yang disebut unit aselator. d. Filtrasi Sesuai dengan namanya, filtrasi adalah untuk menyaring dengan media butiran. Media butiran ini biasanya terdiri dari antrasit, pasir silica dan kerikil silica dengan ketebalan berbeda. Cara ini dilakukan dengan metode gravitasi. e. Desinfeksi Setelah bersih dari pengotor, masih ada kemungkinan ada kuman dan bakteri yang hidup, sehingga ditambahkanlah senyawa kimia yang dapat mematikan kuman ini, biasanya berupa penambahan chlor, ozonisasi, UV, pemabasan, dan lain-lain sebelum masuk ke bangunan selanjutnya, yakni reservoir. II-27 4. Reservoir Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih sebelum didistribusikan melalui pipa-pipa secara gravitasi. Karena kebanyakan distribusi di Indonesia menggunakan konsep gravitasi, maka reservoir biasanya diletakkan di tempat dengan posisi lebih tinggi daripada tempat-tempat yang menjadi sasaran distribusi, bisa diatas bukit atau gunung. Gabungan dari unit-unit pengolahan air ini disebut IPA – Instalasi Pengolahan Air. Untuk menghemat biaya pembangunan, unit intake, WTP dan reservoir dapat dibangun dalam satu kawasan dengan ketinggian yang cukup tinggi, sehingga tidak diperlukan pumping station dengan kapasitas pompa dorong yang besar untuk menyalurkan air dari WTP ke resevoir. Pada akhirnya, dari reservoir, air bersih siap untuk didistribusikan melalui pipa-pipa dengan berbagai ukuran ke tiap daerah distribusi. F. Kekeruhan Air 1. Pengertian Kekeruhan Kekeruhan air atau sering disebut turbidity adalah salah satu parameter uji fisik dalam analisis air. Tingkat kekeruhan air umumnya akan diketahui dengan besaran NTU (nephelometr turbidity unit) setelah dilakukan uji aplikasi menggunakan alat turbidimeter. Besaran kekeruhan air minum yang memenuhi syarat kesehatan berdasarkan acuan yang berlaku adalah tidak lebih dari 5 NTU, Standar kekeruhan air ditetapkan antara 5-25 NTU (Nephelometric Turbidity Unit) dan bila melebihi batas yang telah ditetapkan maka akan mengganggu II-28 estetika dan mengurangi efektifitas desinfeksi air. Secara visual kekeruhan air ini tidak akan terlihat oleh mata. Atas dasar pengalaman bahwa setelah melebihi dari 10 NTU kekeruhan air akan nampak secara visual. Tingkat kekeruhan air antara sumber yang satu dengan lainnya dapat dipastikan berbeda, ini akibat pengaruh tingkat pencemaran yang berbeda-beda. Sumber air alami seperti mata air dan air terjun merupakan sumber air dengan tingkat kekeruhan yang rendah dibanding dengan sumber air lainnya seperti air sungai yang mempunyai tingkat kekuruhan yang tinggi. Apa yang harus kita lakukan seandainya sumber air yang kita miliki mempunyai tingkat kekeruhan yang tinggi. Jawabnya harus dilakukan proses pengendapan (koagulasi) terlebih dahulu dengan penambahan bahan aditif berupa koagulan seperti tawas (Al2(SO4)3) setelah itu lakukan penyaring (filtrasi). Ada beberapa metode pengukuran kekeruhan yaitu : Nephelometric method, nephelometric turbidity unit prinsip kekeruhan air dengan cara ini adalah didasarkan pada perbandingan intensitas cahaya yang disebabkan oleh suatu larutan standard dalam kondisi sama, semakin tinggi intensitas yang terserap makin tinggi kekeruhan alat yang digunakan beberapa turbidi meter sampel tube. Visual method, Jakson Turbidity Unit. Yang dimaksud dengan visual method adalah pengukuran kekeruhan air dengan menggunakan cadle turbidi meter. prinsip pengukuran adalah didasarkan pada panjangnya cahaya melalui suatu susspensi yang dihitung tepat pada saat bayangan II-29 nyala lilin (candle) hilang. Makin panjang jalan candle turbidimeter, botol untuk membandingkan kekeruhan secara visual. Turbiditer holigne, digunakan untuk mengukur kekeruhan 0-15 unit. Prinsip kerjanya adalah penerangan efek tundal dalam penyusunan sumber cahaya terhadap sampel air. Dalam hal ini tidak digunakan suspensi standar. 2. Penyebab Kekuruhan Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan meliputi lumpur, bahan-bahan organik yang tersebut secara baik dan partikel-partikel yang tersuspensi lainnya. Bahan yang menyebabkan air menjadi keruh termasuk: Tanah liat Endapan (lulpur) Zat organic dan bukan organik yang terbagi dalam butir-butir halus Campuran warna organic yang bisa dilarutkan Plankton Jasa renik (makhluk hidup yang sangat kecil). (Nuijten, 2007) Kekeruhan dalam air terbuka dapat disebabkan oleh pertumbuhan fitoplankton. Kegiatan manusia yang mengganggu tanah, seperti konstruksi, dapat menyebabkan tingkat sedimen yang tinggi memasuki badan air selama hujan II-30 badai, akibat limpasan air hujan, dan menciptakan kondisi keruh. Urbanisasi daerah berkontribusi dalam jumlah besar kekeruhan ke perairan dekat, melalui polusi stormwater dari permukaan beraspal seperti jalan, jembatan tempat parkir dan industri tertentu seperti penambangan, pertambangan dan batubara pemulihan dapat menghasilkan tingkat kekeruhan sangat tinggi dari partikel koloid batu. Kekeruhan adalah ukuran yang kekeruhan yang terjadi menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (nephelo metrix turbidity unit) atau JTU (jackson turbidity unit) atau FTU (formazin turbidity unit), kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi kualitas air itu sendiri. Kekeruhan merupakan keadaan mendung atau kekaburan dari cairan yang disebabkan oleh partikel individu (padatan tersuspensi) yang umumnya tidak terlihat dengan mata telanjang, mirip dengan asap di udara. Ada beberapa cara untuk penanggulangan kekeruhan pada suatu perairan. Yaitu proses Purifikasi/proses pemurnian air. Pemurnian air dalam bahasa Inggris disebut water purification yaitu proses merubah keadaan air dari keruh, berbau dan berwarna, pH beraneka menjadi air yang jernih, bebas dari keruh, berbau dan berwarna serta pH yang netral. Mengatasi kekeruhan dapat dilakukan dengan berbagai cara: II-31 Pengendapansecara alami (proses sedimentasi) dengan cara membiarkan maka air yang mengandung lumpur kasar maupun halus akan perlahanlahan mengendap. Melalui proses koagulasi, Air yang mengandung koloidal akan diendapkan memakai bahan koagulant. Proses sedimentasi aktif. G. Almunium Sulfat 1. Pengertian Aluminium Sulfat Tawas atau Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3.16 H2O) yang diperoleh dari hasil reaksi Al(OH)3 dengan H2SO4. tawas merupakn senyawa dari Aluminium yang banyak digunakan untuk menjernihkan air pada pengolahan air minum. Pada proses pemurnian/penjernihan air, tawas berfungsi sebagai koagulan yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandungnya, kemudian terpisah menjadi endapan. Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia yang disebut flokulan. Pada umumnya Al2(SO4)3 dapat digunakan sebagai flokulan. Asam sulfat (Alum) atau yang sering disebut sebagai tawas mempunyai rumus molekul berbentuk kristal putih. Alum mempunyai sifat larut dalam air dan tidak larut dalam alkohol (Faith dan keyes,1957, p.78). Sifat kimia : a. Al2(SO4)3 bersifat asam b. Al2(SO4)3 dapat mengendap dalam suasana basa pada penambahan NH4OH II-32 c. Al2(SO4)3 dapat larut dalam air Sifat fisika : a. Rumus kimia : Al2(SO4)3 b. Berat molekul : 342,14 c. Berat jenis : 1,61 gr/ml d. Titik didih : 260°C Nyaris semua teknologi pengolahan air minum menggunakan tawas dan variannya untuk menjernihkan air sungai. Selain karena harganya yang relatif murah, juga karena mudah diperoleh di pasar/toko. Tawas adalah nama pasar untuk aluminum sulfat dan sudah lama diterapkan dalam pengolahan air di PDAM. Akibatnya, tawas pun menjadi salah satu zat penambah konsentrasi aluminum dalam air minum yang dapat berdampak negatif pada kesehatan. Namun demikian, aluminum sesungguhnya terkandung dalam air tanah dan air sungai secara alamiah. Dalam proses pengolahan air atau lebih tepat adalah penjernihan air diperlukan koagulan untuk memisahkan zat padat penyebab kekeruhan seperti koloid dan padatan tersuspensi (suspended solid). Selain itu bisa juga digunakan ferisulfat. Fungsi tawas dan ferisulfat ialah untuk menghilangkan kestabilan koloid atau destabilisasi agar koloid bisa bergabung menjadi besar dan berat, membentuk makroflok sehingga mudah mengendap. II-33 2. Aluminium Sulfat Sebagai Penjernihan Air Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia yang disebut koagulan. Pada umumnya bahan seperti Aluminium sulfat Al2(SO4)3 atau sering disebut alum atau tawas, fero sulfat, Poly Aluminium Chlorida (PAC) dan poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai koagulan. Untuk menentukan dosis yang optimal, koagulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan dalam proses penjernihan air, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan tes yang sederhana (Alearts & Santika, 1984). Prinsip penjernihan air adalah dengan menggunakan stabilitas partikel-partikel bahan pencemar dalam bentuk koloid. Stabilitas partikel-partikel bahan pencemar ini disebabkan: Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek (beberapa jam). Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan, elektrostatis antara muatan partikel satu dan yang lainnya. Dalam proses penjernihan air secara kimia melibatkan dua proses yaitu koagulasi dan flokulasi (Alearts & Santika, 1984). Proses koagulasi adalah suatu proses pertumbuhan dan pencampuran dilakukan secara tepat dari suatu proses koagulan, stabilisasi dan partikelpartikel koloid tersuspensi, serta agregasi awal dari partikel-partikel terstabilisasi (Reynold, 1982). II-34 Proses flokulasi adalah Flokulasi merupakan proses pembentukan dan penggabungan flok dari partikel-partikel tersebut yang menjadikan ukuran dan beratnya lebih besar sehingga mudah mengendap. Flokulan yang digunakan untuk penjernihan air yaitu NaOH. Hal ini karena pengotor banyak mengandung ion positif sehingga dengan penambahan polimer yang bersifat negatif dapat mengikat flok lebih besar dan proses pengendapan lebih cepat (Soeparman & Suparmin, 2002). Terdapat tiga tahap penting pada proses pengolahan air dengan penambahan zat kimia seperti tawas yaitu: tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, tahap pemisahan flok dengan cairan. Biasanya pengolahan air dengan menggunakan tawas ini, dilakukan pada awal proses pengolahan air kotor. Tawas ditambahkan ke dalam air sehingga menyebabkan partikel-partikel tersuspensi akan mengendap dan kemudian air dapat diolah lebih lanjut. Salah satunya dengan proses filtrasi. Kemudian didesinfeksi lalu dapat dikonsumsi. Tawas merupakan alumunium sulfat yang dapat digunakan sebagai penjernih air seperti sedimentasi (water treatment) karena tawas yang dilarutkan dalam air mampu mengikat kotoran-kotoran dan mengendapkan kotoran dalam air sehingga menjadikan air menjadi jernih. Tawas dikenal sebagai koagulan didalam pengolahan air limbah. Sebagai koagulan tawas sangat efektif untuk mengendapkan partikel yang melayang baik dalam bentuk koloid maupun suspensi. Selain digunakan sebagai penjernih air, tawas juga dapat digunakan sebagai zat aditif untuk antiperspirant (deodorant). II-35 3. Metode Jar Test Aluminium Sulfat Jar Test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimal koagulan yang digunakan pada proses pengolahan air bersih. Selain pemberian koagulan, diperlukan pengadukan sampai terbentuk flok. Flok-flok tersebut mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid. Partikel dan koloid tersebut akan bergabung dan mengendap bersama-sama. Jar Test merupakan rangkaian sederhana untuk proses koagulasi, flokuIasi dan sedimentasi. Prinsip kerja jar test adalah membuat air limbah bergerak berputar searah, sehingga padatan yang tercampur dalam cairan limbah akan bergerak searah. Hasil Jar Test dikatakan bagus apabila : Flok yang terbentuk ukurannya besar dan mudah mengendap. Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan flok dan terjadinya pengendapan cepat ( hanya beberapa detik ). Endapan yang terbentuk rapat, berat dan tidak mudah pecah. Dosis bahan kimia yang digunakan kecil. Air hasil proses Jar Test jernih. II-36 Di bawah ini contoh pengaruh penambahan Aluminium Sulfat terhadap kekeruhan ; Gambar 2.1 pengaruh penambahan dosis aluminium sulfat pada kekeruhan Terlihat bahwa setiap penambahan dosis Aluminium Sulfat akan mengurangi tingkat kekeruhan air baku sampai di titik dosis tertentu dan kekeruhan akan kembali naik jika penambahan terus dilakukan setelah dosis yang memberikan kekeruhan yang terkecil tercapai. Dosis tersebut adalah Dosis Optimum. Untuk PAC dan FeCl3 / FeSO4, kurva grafik berupa garis lengkung menurun diikuti garis mendatar setelah tercapai dosis optimumnya. Untuk mendapatkan dosis optimum, dilakuan suatu percobaan terhadap variasi dosis Alumunium Sulfat terhadap kekeruhan 1 liter air sampel dalam wadah, yang disebut Metode Jar test. Jar Test adalah metode penentuan takaran Alumunium Sulfat yang diperlukan untuk menjernihkan sejumlah volume air baku. II-37 4. Perhitungan Penetapan Kebutuhan Aluminium Sulfat BAl = Berat Aluminium Sulfat yang dibutuhkan, LI = Konsentrasi Larutan Induk, (g/l), DO = Dosis Larutan Induk yang ditambahkan pada sampel, (ml/l), Vab = Volume air baku yang akan diolah, (l). Rumus di atas adalah rumus untuk menghitung banyaknya Aluminium Sulfat yang dibutuhkan dalam menjernihkan sejumlah volume air. Komponen yang perlu diketahui adalah Konsentrasi larutan induk, dosis optimum yang ditemukan dalam percobaan Jar Test, dan volume air baku yang akan diolah. Larutan Induk Larutan ini adalah konsentrasi larutan Alumunium Sulfat dalam air. Biasanya konsentrasi yang dipergunakan adalah 1% atau dengan melarutkan padatan Alumunium Sulfat 10 gram dalam 1 liter air bersih. Pemilihan konsentrasi ini adalah untuk mempermudah proses Jar Test dan perhitungannya. Dosis Optimum Dosis optimum diperoleh dari hasil percobaan Jar Test pada 1 liter air baku yang menghasilkan proses penjernihan terbaik. Nilai 1 liter air baku selayaknya tidak dikurangi volumenya karena akan mempengaruhi hasil II-38 penetapan dosis optimum walaupun apabila dikonversikan dengan rumus di atas akan mendapatkan nilai yang sama. Nilai dosis optimum ditentukan dengan tingkat kekeruhan yang paling rendah dan residu alumunium yang di bawah ambang batas. Apabila ditemukan 2 sampel dari variasi sampel yang dipergunakan nilainya sama, pilihlah dosis yang paling kecil sebagai dosis optimum. Volume Air Baku Syarat untuk mengolah air adalah adanya volume yang pasti. Air baku yang masih mengalir di sumbernya tidak dapat dikenakan perlakukan pengolahan karena tidak ada kepastian volumenya. Nilai volume ini akan berpengaruh pada jumlah bahan kimia yang akan dipergunakan. Setelah ketiga komponen dalam rumus tersebut itu diketahui, maka kita dapat menghitung berapa jumlah Aluminium Sulfat yang dibutuhkan. Perlu diingat, dalam memproses rumus diatas, banyak yang terjebak dengan satuan yang dipergunakan. II-39