bab ii akibat hukum terhadap akta wasiat yang dibuat oleh notaris

advertisement
31
BAB II
AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH
NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM
DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT
A. Akta Wasiat Sebagai Akta Notaris
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 UUJN, bahwa salah satu kewenangan
notaris adalah membuat akta otentik. Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat
umum dan memiliki wewenang untuk membuat akta autentik serta kewenangan
lainnya yang diatur oleh UUJN.62 Istilah akta berasal dari bahasa Belanda yaitu Acte.
Dalam mengartikan akta ini ada dua pendapat yaitu. Pendapat pertama mengartikan
akta sebagai surat dan pendapat kedua mengartikan akta sebagai perbuatan hukum.
Pitlo mengatakan, “akta sebagai surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipahami
sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu
dibuat”.63
Subekti mengatakan, “akta sebagai perbuatan hukum, yang mengartikan Pasal
108 KUHPerdata bukanlah berarti surat melainkan harus diartikan perbuatan
hukum”.64
Selanjutnya Sudarsono menguatkan pendapat yang menyatakan, “acte atau
akta dalam arti luas merupakan perbuatan hukum (recht handeling), suatu tulisan
yang dibuat untuk dipahami sebagai bukti perbuatan hukum”.65
62
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Op. Cit., hlm. 13‐14
Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa, (Jakarta: Internusa, 1986), hlm. 52
64
Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramitra, 1980), hlm. 29
63
31
Universitas Sumatera Utara
32
Akta adalah surat yang disengaja dibuat sebagai alat bukti, berkenaan dengan
perbuatan-perbuatan hukum di bidang keperdataan yang dilakukan oleh pihak-pihak.
Akta-akta yang dibuat menurut ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata Jo ketentuan UU
No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Akta itu disebut sebagai otentik bila
memenuhi unsur sebagai berikut :
1) Dibuat dalam bentuk menurut ketentuan Undang-undang;
2) Dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum;
3) Pejabat Umum itu harus berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.
Berdasarkan pihak yang membuatnya, untuk akta otentik dapat dibagi menjadi
2 (dua) yaitu :
a)
Akta pihak (partij akte), adalah akta yang dibuat di hadapan pejabat yang diberi
wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan pihak-pihak yang
berkepentingan.66Ciri khas dari akta ini adanya komparisi atas keterangan yang
menyebutkan kewenangan para pihak dalam melakukan perbuatan melawan
hukum yang dimuat dalam akta.
b) Akta Pejabat (Ambtelijk Akte atau Relaas Akte)
Akta pejabat merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang
untuk itu dengan mana pejabat menerangkan apa yang dilihat serta apa yang
dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan di
65
66
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 25
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1999),
hal. 120.
Universitas Sumatera Utara
33
dalam akta.67 Ciri khas dari akta ini adanya komparisi atas keterangan yang
menyebutkan kewenangan para pihak dalam melakukan perbuatan hukum yang
dimuat dalam akta.
Akta Notaris adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris menurut
KUH Perdata pasal 1870 dan HIR pasal 165 (Rbg 285) yang mempunyai kekuatan
pembuktian mutlak dan mengikat. Akta Notaris merupakan bukti yang sempurna
sehingga
tidak
perlu
lagi
dibuktikan
dengan
pembuktian
lain
selama
ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Berdasarkan KUH Perdata pasal 1866 dan
HIR 165, akta notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat pembuktian yang utama
sehingga dokumen ini merupakan alat bukti persidangan yang memiliki kedudukan
yang sangat penting.68
Akta-akta yang boleh dibuat oleh Notaris sebagai berikut:
1. Pendirian Perseroan Terbatas (PT), perubahan juga Risalah Rapat Umum
Pemegang Saham.
2. Pendirian Yayasan
3. Pendirian Badan Usaha - Badan Usaha lainnya
4. Kuasa untuk Menjual
5. Perjanjian Sewa Menyewa, Perjanjian Jual Beli
6. Keterangan Hak Waris
67
68
Ibid.,
library.usu.ac.id/download/fh/tesis-arwin%20engsun.pdf, diakses pada tanggal 5 Juli 2016.
Universitas Sumatera Utara
34
7. Wasiat
8. Pendirian CV termasuk perubahannya
9. Pengakuan Utang, Perjanjian Kredit dan Pemberian Hak Tanggungan
10.Perjanjian Kerjasama, Kontrak Kerja
11.Segala bentuk perjanjian yang tidak dikecualikan kepada pejabat lain
Dalam hal pembuatan akta, salah satu akta yang dibuat Notaris adalah akta
wasiat, dimana akta wasiat yang dibuat oleh Notaris disebut dengan wasiat umum
(openbare akte). Akta ini tidak tertutup seperti wasiat rahasia atau olografis, bukan
berarti semua orang boleh melihatnya, kerahaasiaan tetap dijaga oleh notaris seperti
pada setiap akta yang dibuatnya. Prosesnya adalah pembuat wasiat menghadap
notaris dan menerangkan dengan lugas apa yang menjadi keinginan terakhirnya, lalu
notaris menuliskan dengan kata-kata yang jelas.
B. Tinjauan Umum Tentang Wasiat
1.
Pengertian Wasiat
Wasiat merupakan suatu jalan bagi pemilik harta kekayaan dan harta benda
semasa hidupnya untuk menyatakan keinginannya yang terakhir tentang pembagian
harta peninggalannya kepada ahli waris yang baru akan berlaku setelah ia meninggal
dunia.
Universitas Sumatera Utara
35
Menurut Kamus Hukum, pengertian wasiat (testament) merupakan: “surat
yang mengandung penetapan-penetapan kehendak si pembuat wasiat atau pesanpesan yang baru akan berlaku pada saat si pembuatnya meninggal”. 69
Pengertian wasiat juga dapat diketahui dari Pasal 875 KUHPerdata yang
menyatakan : “Surat wasiat atau testament ialah suatu akta yang memuat pernyataan
seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia,
dan yang olehnya dapat dicabut kembali.”70
Selanjutnya, R. Subekti mengatakan bahwa, “wasiat/ testament itu adalah
suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia
meninggal”.71
Kehendak terakhir adalah suatu pernyataan kehendak yang sepihak dan suatu
perbuatan hukum yang mengandung suatu “beschikkingshandeling” (perbuatan
pemindahan hak milik) mengenai harta kekayaan si pewaris yang dituangkan dalam
bentuk tertulis yang khusus, yang setiap waktu dapat dicabut dan berlaku dengan
meninggalnya si pewaris serta tidak perlu diberitahukan kepada orang yang
tersangkut.72
Dengan demikian, pemberian wasiat (testament) adalah pembagian warisan
kepada orang yang berhak menerima warisan atas kehendak terakhir si pewaris
69
R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramitha,1996), Cetakan
ke-12, hal. 106
70
Henny Tanuwidjaja, Hukum Waris Menurut BW, (Bandung: Refika Aditama, 2012), hal.
51.
71
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1998), Cetakan Kesepuluh,
hal 93.
72
Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, (Yogyakarta: Seksi Notariat Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, 1982), Cetakan ke-1, hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
36
(pewasiat) yang dinyatakan dalam bentuk tulisan dalam akta Notaris.73 Selanjutnya
karena keterangan dalam wasiat (testament) tersebut adalah suatu pernyataan sepihak
maka wasiat (testament) setiap waktu dapat ditarik kembali, boleh secara tegas atau
secara diam-diam.74
Isi wasiat/ testament tidak terbatas pada hal yang berkaitan dengan harta
kekayaan saja, tetapi dapat berupa penunjukan wali untuk anak-anak yang meninggal,
pengakuan anak yang lahir di luar perkawinan, atau pengangkatan executeur
testamentair (seorang diberi kuasa mengawasi dan mengatur pelaksanaan
wasiat).75Suatu wasiat/ testament juga dapat berisi apa yang dinamakan suatu
“erfstelling” yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan. Orang yang
ditunjuk itu dinamakan “testamentaire erfgenaam” yaitu ahli waris menurut wasiat
dan sama halnya dengan seorang ahli waris menurut undang-undang, ia memperoleh
segala hak dan kewajiban si meninggal “onder algemene titel”.76
Dari pengertian wasiat tersebut, maka dapat diketahui bahwa ciri-ciri surat
wasiat adalah :
1. Merupakan perbuatan sepihak yang dapat dicabut kembali
2. Merupakan kehendak terakhir dan mempunyai kekuatan hukum setelah
pewaris meninggal dunia.
73
Pasal 974 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana,
2008), hal. 269.
75
Ibid.,
76
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, 1998, hal 83.
74
Universitas Sumatera Utara
37
Dengan melihat ciri pokok dari surat wasiat/ testament tersebut, maka terdapat
suatu larangan untuk membuat wasiat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
secara bersama-sama untuk menguntungkan satu dengan pihak lainnya maupun untuk
kepentingan pihak ketiga dalam suatu akta. 77
Menurut J. Satrio, unsur-unsur wasiat (testament) ada 4 (empat)78, antara lain
sebagai berikut :
a. Suatu wasiat (testament) adalah suatu “akta”. Akta menunjuk pada syarat
bahwa wasiat (testament) harus berbentuk suatu tulisan atau sesuatu yang
tertulis. Surat wasiat (testament) dapat dibuat baik dengan akta dibawah
tangan maupun dengan akta otentik. Namun, mengingat bahwa suatu wasiat
(testament) mempunyai akibat yang luas dan baru berlaku setelah si pewaris
meninggal, maka suatu wasiat (testament) terikat pada syarat-syarat yang
ketat.
b. Suatu wasiat (testament) berisi “pernyataan kehendak”, yang berarti
merupakan suatu tindakan hukum yang sepihak. Tindakan hukum sepihak
adalah pernyataan kehendak satu orang yang sudah cukup menimbulkan
akibat hukum yang dikehendaki. Jadi, wasiat (testament) bukan merupakan
suatu perjanjian karena dalam suatu perjanjian mensyaratkan adanya
kesepakatan antara dua pihak, yang berarti harus ada paling sedikitnya dua
kehendak yang saling sepakat. Namun wasiat (testament) menimbulkan suatu
perikatan, dan karenanya ketentuan-ketentuan mengenai perikatan berlaku
terhadap testament, sepanjang tidak secara khusus ditentukan lain.
c. Suatu wasiat (testament) berisi mengenai “apa yang akan terjadi setelah ia
meninggal dunia.” Artinya wasiat (testament) baru berlaku kalau si pembuat
wasiat (testament) telah meninggal dunia. Itulah sebabnya seringkali suatu
wasiat (testament) disebut kehendak terakhir karena setelah meninggalnya si
pembuat wasiat (testament) maka wasiatnya tidak dapat diubah lagi.
d. Suatu wasiat (testament) “dapat dicabut kembali.” Unsur ini merupakan unsur
terpenting karena syarat inilah yang pada umumnya dipakai untuk
menetapkan
77
Henny Tanuwidjaja, Op.cit., hal. 51
Pasal 930 KUHPerdata berbunyi: “Tidaklah diperkenankan dua orang atau lebih membuat
wasiat dalam satu akta yang sama, baik untuk keuntunganpihak ketiga maupun berdasarkan penetapan
timbal balik atau bersama.
78
J. Satrio, Hukum Waris, 1990, Op.cit., hal. 165
Universitas Sumatera Utara
38
apakah suatu tindakan hukum harus dibuat dalam bentuk akta wasiat
(testament acte) atau cukup dalam bentuk lain.
2. Bentuk-Bentuk Wasiat (Testament)
Dalam pasal 931 KUHPerdata menyatakan bahwa : “suatu wasiat hanya boleh
dinyatakan, baik dengan akta tertulis sendiri atau olografis, baik dengan akta umum,
ataupun akta rahasia atau tertutup.”
Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa undang-undang pada dasarnya
mengenal 3 (tiga) macam cara membuat wasiat (testament), yaitu :79
a. Testament Terbuka atau Umum (Openbaar Testament)
Pasal 938 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa
“wasiat/testament umum atau wasiat tak rahasia ini harus dibuat dihadapan
seorang notaris yang dihadiri oleh dua orang saksi. Si pewaris menyatakan
kemauannya kepada Notaris secara secukupnya, maka Notaris harus menulis atau
menyuruh menulis pernyataan itu dalam kata-kata yang terang”.
Pernyataan yang dibuat dalam Pasal 938 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata adalah untuk menegaskan bahwa “Notaris tidak perlu menulis semua
kata-kata yang diucapkan si pewaris, cukup hanya yang perlu saja menurut
Notaris, agar yang ditulis itu menjadi terang maksudnya”.
Dalam wasiat umum ini, syarat untuk menjadi saksi sama halnya dengan
wasiat atau testament rahasia. Ditambah pula dengan ketentuan siapa-siapa yang
tidak boleh menjadi saksi, yaitu:80
79
Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.
100.
Universitas Sumatera Utara
39
1. Para ahli waris atau orang-orang yang dihibah barang-barang, sanak keluarga
mereka sampai tingkat keempat.
2. Anak-anak, cucu-cucu serta anak menantu Notaris atau cucu, menantu
Notaris.
3. Pembantu notaris.
Pernyataan si pewaris ini dapat dilakukan kepada Notaris di luar hadirnya para
saksi, kemudian ditulis pula oleh Notaris. Sebelum tulisan Notaris itu dibacakan
lebih dahulu si pewaris harus menyatakan lagi kemauannya secara singkat di
muka para saksi. Barulah tulisan Notaris itu dapat dibacakan dan kepada si
pewaris ditanyakan, apakah sudah betul yang dibacakan itu sesuai kemauannya
yang terakhir, hal ini ditegaskan oleh Pasal 939 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
Kemudian akta itu ditanda tangani Notaris, para saksi, dan oleh si pewaris
tidak dapat atau berhalangan untuk menandatangani maka harus disebut dalam
akta notaris dan harus disebutkan bahwa acara selengkapnya harus dilakukan.
Wasiat/testament umum ini merupakan bentuk testament yang paling umum
yang paling sering muncul, dan paling dianjurkan (baik), karena Notaris sebagai
seorang yang ahli dalam bidang ini, berkesempatan dan bahkan wajib
memberikan bimbingan dan petunjuk, agar wasiat tersebut dapat terlaksana
sedekat mungkin dengan kehendak testateur.81
80
81
Ibid., hal. 106
J. Satrio, Hukum Waris, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 186.
Universitas Sumatera Utara
40
b. Testament Tertulis (Olographis Testament)
Menurut Pasal 932
Kitab undang-Undang Hukum Perdata bahwa
wasiat/testament ini harus ditulis dengan tangan orang yang akan meninggalkan
warisan itu sendiri (eigenhandig) dan harus diserahkan sendiri kepada notaris
untuk disimpan (gedeponeerd). Penyerahan testament tersebut juga harus
disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.82
Pada waktu penyerahan wasiat atau testament ini kepada Notaris untuk
disimpan, wasiat/ testament sudah tertutup dalam satu sampul yang disegel.
Dalam hal ini si pewaris di muka Notaris dan para saksi mencatat pada sampul
yang menyatakan bahwa dalam sampul dan wasiatnya, dan catatan itu
ditandatangani oleh si pewaris.83 Notaris sendiri harus membuat akta tersendiri
dalam hal menerima wasiat atau testament untuk disimpan, akta mana harus
ditandatangani oleh Notaris, para saksi dan si pewaris.
Wasiat atau testament olographis, setelah disimpan Notaris mempunyai
kekuatan yang sama dengan surat wasiat yang dibuat dengan akta umum dan
dianggap telah dibuat pada hari pembuatan akta penitipan, tanpa memperhatikan
hari penandatanganan yang terdapat dalam surat wasiat itu sendiri. Wasiat
olographis yang diterima oleh notaris untuk disimpan harus dianggap seluruhnya
telah ditulis dan ditandatangani dengan tangan pewaris tersebut sendiri, sampai
ada bukti yang menunjukkan sebaliknya.84
82
Rahmadi Usman, Hukum Kewarisan Islam, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal. 110.
Oemarsalim, 2000, Op.cit., hal. 101.
84
Pasal 933 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
83
Universitas Sumatera Utara
41
Apabila wasiat/testament olographis itu diserahkan kepada Notaris dengan
sampul yang disegel, maka Notaris tidak berhak membuka segel itu, kecuali jika
si pewaris wafat atau meninggal dunia, Notaris menyerahkan kepada Balai Harta
Peninggalan (Weeskamer) untuk dibuka seperti wasiat atau testament rahasia,
yaitu dengan membuat proses verbal dari pembukaan itu dan wasiat/ testament
yang dikemukakan selanjutnya harus dikembalikan kepada Notaris.
c. Testament Tertutup atau Rahasia
Syarat-syarat wasiat/ testament rahasia ini diatur dalam Pasal 940 dan 941
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Wasiat ini dibuat sendiri oleh si pewaris
atau menyuruh orang lain untuk menulisnya. Jadi, harus ditulis sendiri dan
ditandatangani sendiri. Testament ini harus selalu tertutup dan disegel.
Penyerahannya kepada notaris harus dihadiri oleh 4 (empat) orang saksi.85
Dalam testament ini, si peninggal warisan membuat suatu keterangan di
muka Notaris dan saksi-saksi, bahwa yang termuat dalam sampul itu adalah
wasiatnya atau testamentnya dan ditulis sendiri atau menyuruh orang lain untuk
menulisnya dan ditandatangani sendiri. Kemudian Notaris membuat akta
superscripsi yaitu untuk menyetujui keterangan itu, akta mana dapat ditulis
sendiri dalam surat yang memuat keterangan itu sendiri atau pada sampulnya.
Akta superscripsi ini harus ditandatangani oleh Notaris. Jika si pewaris tidak
dapat menanda tangani, maka hal tersebut harus disebut dalam akta superscripsi
85
Oemarsalim, 2000, Op.cit., hal. 104.
Universitas Sumatera Utara
42
itu. Wasiat atau testament rahasia ini harus disimpan oleh Notaris bersama-sama
dengan aslinya dari akta-akta notaris lain.86
Jika si pewaris adalah orang yang bisu, tetapi dapat menulis maka wasiat atau
testament tetap harus ditulis, diberi tanggal dan ditanda tangani oleh pewasiat.
Kemudian, wasiat atau testament harus ditulis si pewaris di muka Notaris dan
para saksi. Bahwa tulisan yang diserahkan itu adalah wasiatnya. Untuk itu Notaris
membuat kata superscripsi dan menyebutkan di dalamnya bahwa keterangan dari
si pewaris itu ditulis dihadapan notaris dan saksi-saksi.
3. Syarat-Syarat Pembuatan Wasiat (Testament)
Pembuatan wasiat atau testament adalah “merupakan suatu tindakan yang
sangat pribadi, hal ini berarti bahwa tindakan itu tidak dapat oleh seorang wakil, baik
wakil berdasarkan undang-undang maupun wakil berdasarkan kontrak. Lain halnya
dalam mengikat perkawinan dan membuat syarat-syarat perkawinan dapat dilakukan
oleh seorang wakil, tetapi membuat wasiat atau testament harus pewaris sendiri, hal
tersebut juga berlaku dalam hal pembuatan wasiat atau testament di muka seorang
notaris, tetapi berlaku juga untuk semua formalitas-formalitas yang diperlukan untuk
membuat suatu wasiat atau testament, misalnya untuk formalitas membuat suatu
wasiat atau testament rahasia atau juga diperlukan untuk membuat wasiat atau
testament yang dikehendaki juga untuk membatalkan wasiat atau testament itu”.87
86
Ibid.,
http://www.scribd.com/doc/17222333/Hibah-Dan-Wasiat, diakses pada tanggal 21 Juli
2016, pukul 20.35 WIB).
87
Universitas Sumatera Utara
43
Sebelum membuat akta wasiat, tindakan Notaris terlebih dahulu melakukan
pengenalan terhadap si penghadap. Ketika melakukan pengenalan, Notaris harus
benar memastikan bahwa penghadap dalam keadaan sehat dan mampu melakukan
perbuatan hukum, kemudian menanyakan dan mencermati keinginan si penghadap.
Notaris dapat terlebih dahulu menerangkan apa wasiat dan bagaimana cara pemberian
wasiat, agar si penghadap benar-benar mengerti dan memahami apa yang akan
dikehendaki si penghadap. Kemudian Notaris wajib memeriksa bukti surat/ objek
yang akan diberikan benar atau tidak secara terperinci mengenai adanya objek
tersebut dan memastikan bahwa sudah pernah/ ada atau tidak dibuat sebelumnya
objek yang sesuai dengan keinginan si penghadap, juga melakukan pembacaan, dan
penandatanganan suatu akta.88
Pembuatan wasiat atau testament dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Secara lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi, atau
2. Tertulis di hadapan 2 (dua) orang saksi, atau
3. Di hadapan Notaris.
Wasiat atau testament yang dibuat dengan akta umum harus dibuat di hadapan
Notaris dan disaksikan oleh dua orang saksi. Notaris harus menulis atau menyuruh
menulis kehendak pewaris dalam kata-kata yang jelas menurut apa adanya yang
disampaikan oleh pewaris kepadanya.
Apabila penyampaian wasiat tersebut dilakukan tanpa kehadiran para saksi,
dan naskahnya telah disiapkan oleh Notaris, pewaris harus mengemukakan lagi
88
Hasil wawancara dengan Notaris/ PPAT Erita Wagewati Sitohang, pada tanggal 22 Juli 2016.
Universitas Sumatera Utara
44
kehendaknya seperti apa adanya di hadapan para saksi, sebelum naskah itu dibacakan
di hadapan pewaris. Selanjutnya, wasiat harus dibacakan oleh Notaris dengan
kehadiran para saksi, dan setelah dibacakan oleh Notaris, harus ditanyakan kepada
pewaris apakah yang dibacakan tersebut telah sesuai dengan kehendaknya. Apabila
kehendak pewaris dikemukakan dalam kehadiran para saksi itu dan langsung
dituangkan dalam tulisan, pembacaan dan pertanyaan apakah yang dibacakan tersebut
telah sesuai dengan kehendaknya tersebut juga harus dilakukan juga dalam kehadiran
para saksi. Selanjutnya akta tersebut harus ditandatangani oleh pewaris, Notaris, dan
para saksi.89
Agar dapat mengadakan penetapan dengan kehendak terakhir (surat wasiat)
atau agar dapat menarik kembali sebuah penetapan yang telah dibuat, harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Bahwa orang yang mewariskan telah mencapai umur 18 tahun atau ia telah
dinyatakan dewasa.
b. Bahwa orang yang mewariskan mempunyai akal budi yang sehat.90
Jika seseorang yang membuat wasiat kehilangan akal budinya, maka wasiat
tersebut batal demi hukum. Orang-orang yang tidak sehat akalnya dan
ditempatkan dalam rumah perawatan dianggap tidak cakap. Ketidakcakapan
yang ada di kemudian hari tidaklah membuat akta wasiat yang semula telah
89
F. Satriyo Wicaksono, Hukum Waris, (Jakarta: Visimedia, 2011), hal. 48.
H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid I, Cetakan keempat, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1996), hal. 412-413.
90
Universitas Sumatera Utara
45
dibuat secara sah menjadi tidak sah. Dengan kata lain, akta wasiat tersebut
tetaplah berlaku sah.91
4.
Pencabutan dan Gugurnya Wasiat
Jika surat wasiat yang kemudian tidak dengan tegas memuat suatu pencabutan
akan wasiat sebelumnya, maka yang demikian hanya membatalkan ketetapanketetapan tersebut tidak dapat disesuaikan dengan yang baru atau yang dahulu
bertentangan yang baru.92 Dapat ditarik kesimpulan bahwa: 93
1. Jika pewaris sudah mengeluarkan lebih dari satu testament, maka semuanya
dapat dilaksanakan, kecuali testament yang dikeluarkan kemudian mencabut
dengan tegas testament terdahulu.
b. Testament yang dikeluarkan lebih dahulu hanya dapat dilaksanakan sepanjang
tidak bertentangan dengan isi testament yang dikeluarkan kemudian.
c. Testament yang dikeluarkan paling akhir harus didahulukan pelaksanaannya
dan masih ada sisa boedel setelah testament terakhir dilaksanakan baru
diberikan kepada testament terdahulu sampai kepada testament yang paling
tua usianya.
Pencabutan wasiat atau testament dapat dilaksanakan, antara lain:94
a. Dapat terjadi atas kehendak pewasiat.
91
A. Ridwan Halim, Hukum Perdata dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985),
hal.123
92
Pasal 994 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hal. 273.
94
Effendi Perangin-angin, Hukum Waris, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), hal. 79.
93
Universitas Sumatera Utara
46
b. Dapat dinyatakan secara tegas dengan akta dan, diam-diam, dengan membuat
testament baru yang bertentangan dengan testament lama.
c. Testament batal jika pelaksanaannya tidak mungkin.
Di antara pencabutan dan gugurnya wasiat terdapat perbedaan, dimana
pencabutan merupakan suaitu tindakan dari pewaris yang meniadakan suatu
testament, sedangkan gugur ialah tindakan dari pewaris tetapi wasiat tidak dapat
dilaksanakan, karena ada hal-hal di luar kemauan pewaris.
Testament akan menjadi gugur apabila bertentangan dengan syarat-syarat
yang ditetapkan di dalamnya, antara lain:
a. Barang yang diwasiatkan musnah pada waktu pewaris masih hidup atau
terjadi setelah meninggalnya pewaris, tetapi tidak diakibatkan oleh perbuatan
atau kesalahan ahli waris.
b. Legaat yang berisi bunga, piutang atau tuntutan utang menjadi gugur apabila
ada yang menjadi isi legaat tersebut telah dibayarkan kembali kepada pewaris
atau penghibah.
c. Ahli waris penerima hibah (legataris) ternyata menolak hibah atau mereka
tidak cakap untuk menerima legaat.
Jika suatu wasiat memuat suatu ketetapan yang bergantung kepada peristiwa
yang tak tentu, maka jika si waris meninggal dunia sebelum peristiwa itu terjadi,
wasiat itu gugur.95Dan jika yang ditangguhkan itu hanya pelaksanannya saja, maka
95
Pasal 997 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Universitas Sumatera Utara
47
wasiat itu tetap berlaku, kecuali ahli waris yang menerima keuntungan dari wasiat
itu.96
5. Pendaftaran Wasiat Pada Daftar Pusat Wasiat
Dalam hal surat wasiat yang dibuat baik berupa Akta Notaris maupun akta di
bawah tangan, Notaris harus mengirimkan daftar akta atau surat yang berkenaan
dengan wasiat tersebut ke Daftar Pusat Wasiat Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya.
Hal ini berdasarkan dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juncto Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris.
Jika tidak melaporkannya, maka akta tersebut tidak berlaku sebagai akta
otentik, atau dengan kata lain akta tersebut hanya berlaku sebagai akta di bawah
tangan, bahkan dapat dinyatakan batal demi hukum.
Kelalaian Notaris dengan tidak mendaftarkan wasiat ke daftar pusat wasiat
mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi
pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan
bunga kepada Notaris.97
96
97
Pasal 998 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pasal 84 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
48
Dalam hal pengiriman laporan daftar akta berkenaan dengan wasiat, telah
diterapkan online sistem pada tanggal 28 Maret 2014. Dengan pemberlakuan online
sistem, maka Daftar Pusat Wasiat Subdirektorat Harta Peninggalan Direktorat Perdata
tidak lagi menerima pengiriman laporan daftar akta berkenaan dengan wasiat secara
manual.98
Mengingat bahwa Daftar Pusat Wasiat Subdirektorat Harta Peninggalan
Direktorat Perdata secara adminstratif hanya mendata setiap laporan daftar akta
wasiat yang oleh undang-undang diwajibkan dilaporkan oleh Notaris dalam jangka
waktu tertentu, maka dampak hukum akibat Notaris tidak memenuhi kewajibannya
tersebut menjadi tanggung jawab Notaris yang bersangkutan apabila dikemudian hari
menimbulkan permasalahan hukum.99
C. Kekuatan Pembuktian Akta Wasiat Sebagai Akta Otentik
Surat wasiat (Testament) merupakan sebuah akta yang berisi pernyataan
seseorang tentang apa yang dikehendakinya terhadap harta kekayaannya setelah ia
meninggal dunia nanti. Karena wasiat ditulis dalam sebuah akta, maka syarat wasiat
adalah “tertulis” (dalam bentuk surat wasiat). Dalam prakteknya, surat wasiat
umumnya dibuat dalam bentuk akta otentik (dibuat di hadapan Notaris). Hal ini
penting mengingat dalam segi pembuktian, akta otentik memiliki nilai pembuktian
yang sempurna.
98
Surat edaran yang dikeluarkan Direktur Perdata Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia, Daulat Pandapotan Silitonga melalui http://ahu.go.id/
99
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
49
Akta wasiat yang dibuat Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan
nilai pembuktian,100 diantaranya :
1. Lahiriah (uitwendige bewijskracht)
Kemampuan Lahiriah akta yang dibuat oleh Notaris, merupakan kemampuan
akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik (acta
publica probant sese ipsa). Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta
otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai
syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai
terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta
tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Kemampuan ini menurut Pasal
1875 KUHPerdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah
tangan. Akta yang dibuat di bawah tangan baru berlaku sah, yakni sebagai
yang benar-benar berasal dari orang, terhadap siapa akta itu dipergunakan,
apabila
yang
menandatanganinya
itu
mengakui
kebenaran
dari
tandatangannya atau apabila itu dengan cara yang sah menurut hukum dapat
dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan.101
Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat
apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangan
dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta
100
101
Habib Adjie, 2011, Op. Cit., hal. 18.
G.H.S Lumban Tobing, Op.cit., hal. 54
Universitas Sumatera Utara
50
Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib
membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik.
2. Formal (formele bewijskracht)
Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta
tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh
pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai
dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal
untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan,
tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, saksi dan
Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh
Notaris (pada akta pejabat/ berita acara), dan mencatatkan keterangan atau
pernyataan para oihak/ penghadap (pada akta pihak).
Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan
dari formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari,
tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran
mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat,
disaksikan dan didengar oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan
ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/
disampaikan di hadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak
saksi dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan.
Dengan kata lain, pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus
melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta
Universitas Sumatera Utara
51
Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta
tersebut harus diterima oleh siapa pun.
Tidak dilarang siapa pun untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan
atas aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan merasa dirugikan atas
akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris. Pengingkaran atau
penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan
umum, dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa ada aspek formal
yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan.
3. Materil (materiele bewijskracht)
Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut
dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang
membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum,
kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan
yang dituangkan/ dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau
keterangan atau para pihak yang diberikan/ disampaikan di hadapan Notaris
dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan/
dimuat dalam akta, berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang
menghadap Notaris yang kemudian keterangannya dituangkan/ dimuat dalam
akta harus dinilai telah benar berkata demikian. Jika ternyata pernyataan/
keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut
tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu.
Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang
Universitas Sumatera Utara
52
sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk / di antara para pihak dan para ahli
waris serta para penerima hak mereka.
Jika akan membuktikan aspek materiil dari akta, maka yang bersangkutan
harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak menerangkan atau
menyatakan yang sebenarnya dalam akta, atau para pihak yang telah benar
berkata (di hadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus dilakukan
pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materiil dari akta Notaris.
D. Akibat Hukum Terhadap Akta Wasiat Yang Dibuat Oleh Notaris Atas
Kelalaiannya Sehingga Dinyatakan Melakukan Perbuatan Melawan Hukum
1.
Akta Notaris yang Dapat Dibatalkan dan Batal Demi Hukum
a.
Akta Notaris Dapat Dibatalkan
Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka yang
membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi.
Demikian pula halnya dengan akta wasiat yang dibuat oleh notaris. Pasal 1320
KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat subjektif
yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat
perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu
perbuatan hukum.102
Syarat sahnya perjanjian tersebut diwujudkan dalam akta Notaris. Syarat
subjektif dicantumkan dalam awal akta, dan syarat objektif dicantumkan dalam badan
akta sebagai isi akta. Isi akta merupakan perwujudan dari Pasal 1338 KUHPerdata
102
Habib Adjie, 2011, Op. Cit., hal. 68.
Universitas Sumatera Utara
53
mengenai kebebasan berkontrak dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum
kepada para pihak mengenai perjanjian yang dibuatnya. Dengan demikian jika dalam
awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap Notaris tidak
memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan orang tertentu akta tersebut dapat
dibatalkan.
Unsur subjektif yang pertama berupa adanya kesepakatan bebas dari para
pihak yang berjanji, atau tanpa tekanan dan intervensi dari pihak mana pun, tapi
semata-mata keinginan para pihak yang berjanji.
Pasal 1321 KUHPerdata menegaskan, apabila dapat dibuktikan bahwa kontrak
ternyata disepakati di bawah paksaan atau ancaman yang menimbulkan ketakutan
orang yang diancam sehingga orang tidak mempunyai pilihan lain, selain
menandatangani kontrak tersebut, maka akta tersebut dapat dibatalkan. Menurut
Subekti, hal ini digambarkan sebagai paksaan terhadap rohani ataupun paksaan
terhadap jiwa (physyc) berwujud ancaman yang berbentuk perbuatan melawan
hukum, misalnya dalam bentuk kekerasan yang menimbulkan suatu ketakutan.103
Berkaitan
dengan
kesepakatan
ini
dalam
praktek
dikenal
doktrin
penyalahgunaan keadaan (Undue Influence), doktrin ini dapat dipergunakan melalui
kedudukan seseorang dari posisinya yang memungkinkan untuk melakukan
penekanan kepada pihak lainnya, misalnya dalam jabatannya (baik pemerintahan atau
politik atau dalam masyarakat), secara ekonomis, dalam keadaan seperti ini, pihak
yang lainnya tidak mempunyai kemampuan untuk menghindarinya selain menerima
103
Ibid., hal. 69.
Universitas Sumatera Utara
54
isi akta yang diberikan kepadanya untuk disepakati. Dengan kata lain, dengan doktrin
seperti ini tidak ada kekerasan fisik atau ancaman, tetapi lebih menitikberatkan pada
kedaan (situasi dan lingkungan) salah satu subjek dalam akta yang bersangkutan.
Doktrin penyalahgunaan keadaan disebut juga Unconscinability atau misbruik
van omstandigheden. Dalam Common Law ada 3 (tiga) tolak ukur untuk
diklasifikasikan telah terjadinya Unconscinability yaitu:104
a) Para pihak yang berkontrak berada dalam posisi yang sangat tidak seimbang
dalam upaya untuk menegosiasikan penawaran dan penerimaan.
b) Pihak yang lebih kuat tersebut secaratidak rasional menggunakan posisi
kekuatan yang sangat mendominasi tersebut untuk menciptakan suatu kontrak
yang didasarkan pada tekanan dan ketidakseimbangan dari hak dan
kewajiban.
c) Pihak yang kedudukannya lebih lemah tersebut tidak mempunyai pilhan lain
selain menyetujui kontrak tersebut.
Adanya Penipuan merupakan alasan lain untuk membatalkan perjanjian, hal
ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1328 KUHPerdata, bahwa penipuan
merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila ada tipu muslihat yang
dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa
pihak yang lain tidak telah membuatan perikatan itu jika dilakukan tipu muslihat
tersebut. Penipuan ini dilakukan baik dengan serangkaian kata-kata atau kalimat yang
menyesatkan ataupun pemberian yang tidak benar oleh salah satu pihak yang
berkaitan dengan substansi akta, dan salah satu pihak kemudian tergerak untuk
menyetujui akta tersebut. Penipuan semacam ini harus dapat dibuktikan oleh salah
satu pihak, sebagai sebuah kerugian yang nyata.105
104
Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, (Jakarta: Mingguan Ekonomi
dan bisnis kontan, 2006), hal. 160-161.
105
Habib Adjie, 2011, Op. Cit., hal 70.
Universitas Sumatera Utara
55
Unsur subjektif yang kedua berupa adanya kecakapan untuk melakukan
tindakan dari pihak yang berjanji. Kecakapan melakukan suatu tindakan hukum oleh
para pihak dalam akta yang akan menimbulkan akibat hukum tertentu jika tidak
memenuhi syarat yang sudah ditentukan. Dalam hal ini berkaitan dengan subjek
hukum yang akan bertindak dalam akta tersebut.
Dikatakan mereka yang tidak mempunyai kecakapan bertindak atau tidak
cakap adalah orang yang secara umum tidak dapat melakukan tindakan hukum. Bagi
mereka yang di bawah umur batasan tertentu dikaitkan dengan ukuran kuantitas, yaitu
usia. Sebagai penghadap untuk pembuatan akta notaris harus memenuhi syarat paling
sedikit berumur 18 tahun (Pasal 39 ayat (1) UUJN. Ketika subjek hukum tersebut
bertindak, maka harus diperhatikan kedudukannya yaitu untuk diri sendiri, selaku
kuasa, selaku orangtua yang menjalankan kekuasaan orangtua untuk anaknya yang
belum dewasa, selaku wali, selaku pengampu, curator, dalam jabatannya.
b. Akta Notaris Batal Demi Hukum
Akta notaris dinyatakan batal demi hukum apabila akta tersebut tidak
memenuhi unsur objektif akta, yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal. Dalam
hal yang demikian, secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada
pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu.
Unsur objektif yang pertama berupa objek yang tertentu (clear and definite)
yang diperjanjikan. Prestasi merupakan pokok/ objek pokok perjanjian. Sebagaimana
yang disebutkan dalam Pasal 1234 KUHPerdata. Menurut Pasal 1332 dan 1334
KUHPerdata, hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat
Universitas Sumatera Utara
56
menjadi pokok perjanjian, tidak peduli apakah barang-barang itu sudah ada atau yang
baru akan ada kelak.106
Prestasi tersebut hanya mengikat pihak-pihak yang tersebut dalam akta,
ketentuan ini sebagaimana tersebut dalam Pasal 1340 KUHPerdata, yaitu: “suatu
perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak
dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga, perjanjian tidak dapat memberi
keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 1317
KUHPerdata.”
Unsur objektif yang kedua yaitu substansi perjanjian adalah sesuatu yang
diperbolehkan baik menurut undang-undang, kebiasaan, kepatutan, kesusilaan dan
ketertiban umum yang berlaku pada saat perjanjian dibuat dan ketika akan
dilaksanakan.107
Pasal 38 ayat 3 huruf a UUJN telah menentukan bahwa syarat subjektif dan
syarat objektif bagian dari badan akta, maka timbul kerancuan, antara akta yang dapat
dibatalkan dengan akta yang batal demi hukum, sehingga jika diajukan untuk
membatalkan akta notaris karena tidak memenuhi syarat subjektif, maka dianggap
membatalkan seluruh badan akta, termasuk membatalkan syarat objektif. Syarat
subjektif ditempatkan sebagai bagian dari awal akta, dengan alasan meskipun syarat
subjektif tidak dipenuhi sepanjang tidak ada pengajuan pembatalan dengan cara
gugatan dari orang-orang tertentu, maka isi akta yang berisi syarat objektif tetap
106
107
Ibid., hal. 75.
Ibid., hal. 76
Universitas Sumatera Utara
57
mengikat para pihak, hal ini berbeda jika syarat objektif tidak dipenuhi, maka akta
dianggap tidak pernah ada.
Dalam Pasal 84 UUJN ditentukan ada 2 (dua) jenis sanksi perdata, jika
Notaris melakukan tindakan pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu dan juga
sanksi yang sama jenisnya tersebar dalam pasal-pasal yang lainnya, yaitu108:
1. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan; dan
2. Akta Notaris menjadi batal demi hukum.
Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai di bawah tangan
dan akta Notaris menjadi batal demi hukum adalah dua istilah yang berbeda, maka
perlu ditentukan ketentuan (pasal-pasal) mana saja yang dikategorikan sebagai
pelanggaran dengan sanksi akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum.
Untuk menentukan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan dapat dilihat dan ditentukan dari109:
1. Isi (dalam) pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika Notaris
melakukan pelanggaran, maka akta yang bersangkutan termasuk akta yang
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
2. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan sebagai
akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan,
108
109
Habib Adjie, 2008, Op. Cit., hal. 93.
Ibid., hal. 94
Universitas Sumatera Utara
58
maka pasal lainya yang dikategorikan melanggar menurut Pasal 84 UUJN,
termasuk ke dalam akta batal demi hukum.
Pasal 1869KUHPerdata menentukan batasan akta Notaris yang mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat terjadi jika tidak memenuhi
ketentuan karena110 :
1. Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan; atau
2. Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan; atau
3. Cacat dalam bentuknya.
Meskipun demikian, akta seperti itu tetap mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan jika akta tersebut ditandatangani oleh para pihak.
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN, Pasal 16 ayat (1)
huruf k, Pasal 44UUJN, Pasal 48 UUJN, Pasal 49, Pasal 50 UUJN dan Pasal 51
UUJN telah disebutkan sebagai pelanggaran Notaris dalam kewajibannya, yang jika
dilanggar oleh Notaris, akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan dan termasuk ke dalam akta yang batal demi hukum.
2.
Akibat Hukum Terhadap Akta Wasiat yang dibuat oleh Notaris atas
Kelalaiannya
Akibat hukum adalah segala yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang
dilakukan oleh subyek hukum terhadap objek hukum atau akibat-akibat lain yang
disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah
ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.111
110
111
Ibid.,
Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Pustaka setia, 1999), hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
59
Notaris berprofesi sebagai pejabat umum yang menjalankan sebagian dari
kekuasan negara di bidang Hukum Perdata terutama untuk membuat alat bukti otentik
(akta Notaris). Dalam pembuatan akta Notaris baik dalam bentuk partij akta maupun
relaas akta, Notaris bertanggungjawab supaya setiap akta yang dibuatnya mempunyai
sifat otentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Kewajiban
Notaris untuk dapat mengetahui peraturan hukum yang berlaku di Negara Indonesia
juga serta untuk mengetahui hukum apa yang berlaku terhadap para pihak yang
datang kepada Notaris untuk membuat akta.
Hal tersebut sangat penting agar akta yang dibuat oleh Notaris tersebut
memiliki otentisitasnya sebagai akta otentik karena sebagai alat bukti yang sempurna,
demikian juga dalam hal akta wasiat yang dibuat oleh Notaris . Namun dapat saja
Notaris melakukan suatu kesalahan dalam pembuatan akta. Kesalahan-kesalahan
yang dapat terjadi, yaitu112:
a.
Kesalahan ketik pada salinan Notaris, dalam hal ini kesalahan tersebut dapat
diperbaiki dengan membuat salinan baru yang sama dengan yang asli dan hanya
salinan yang sama dengan yang asli baru mempunyai kekuatan sama seperti akta
asli.
b.
Kesalahan bentuk akta Notaris, dalam hal ini dimana seharusnya dibuat berita
acara rapat tetapi oleh Notaris dibuat sebagai pernyataan keputusan rapat.
112
Mudofir Hadi, 1991, Varia Peradilan Tahun VI Nomor 72, Pembatalan Isi Akta Notaris
Dengan Putusan Hakim, hal. 142-143.
Universitas Sumatera Utara
60
c.
Kesalahan isi akta Notaris, dalam hal ini mengenai keterangan dari para pihak
yang menghadap Notaris, dimana saat pembuatan akta dianggap benar tapi
ternyata kemudian tidak benar.
Demikian pula halnya dengan akta wasiat yang dibuat oleh Notaris, yang
dijadikan alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Jika ada
prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat
dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai
akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Jika sudah
berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada hakim.113
Akibat hukum terhadap akta wasiat yang bersifat otentik yang dibuat oleh
seorang Notaris yang telah melakukan perbuatan melawan hukum atas kelalaiannya
dalam pembuatan akta (isi) adalah hilangnya keotentikkan akta tersebut dan menjadi
akta dibawah tangan serta akta otentik tersebut dapat dibatalkan apabila pihak yang
mendalilkan dapat membuktikannya dalam persidangan di pengadilan, karena
pembuatan suatu akta otentik harus memuat ketiga unsur tersebut di atas (lahiriah,
formil dan materiil) atau salah satu unsur tersebut tidak benar dan menimbulkan
perkara pidana atau perdata yang kemudian dapat dibuktikan ketidakbenarannya.
Sehingga dalam menjalankan jabatanya seorang Notaris harus tunduk pada ketentuan
undang-undang dan akta tersebut dibuat oleh dan dihadapan Notaris sesuai dengan
prosedur dan tata cara pembuatan akta otentik agar keotentikannya tidak menjadi akta
di bawah tangan atau akta tidak sampai dibatalkan.
113
Habib Adjie, 2011, Op. Cit., hal. 83.
Universitas Sumatera Utara
61
Dalam hal suatu akta wasiat yang dibuat oleh Notaris dibatalkan oleh putusan
hakim di pengadilan, maka jika menimbulkan kerugian bagi para pihak yang
berkepentingan, Notaris dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi, sepanjang hal
tersebut terjadi disebabkan oleh karena kesalahan Notaris. Namun dalam hal
pembatalan akta wasiat yang dibuat Notaris oleh pengadilan dengan alasan bukan
merupakan kesalahan Notaris, maka para pihak yang berkepentingan tidak dapat
menuntut Notaris untuk memberikan ganti rugi.114
Seorang Notaris telah menjalani kewajibannya dalam pembuatan akta wasiat
apabila akta wasiat yang dibuatnya dan atau dibuat dihadapannya telah memenuhi
syarat formil. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris atas
kelalaiannya dalam pembuatan akta wasiat pada dasarnya terjadi suatu perkara,
dimana telah menyalahgunakan kewenangan yang telah diatur dalam UUJN dan UU
perubahan atas UUJN, dan seorang klien atau penghadap lainnya merasa dirugikan
atas terbuatnya suatu akta yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Notaris, sehingga berakibat wasiat yang bersifat otentik yang dibuat
oleh Notaris dapat menjadi batal atau dapat dibatalkan.
Mengenai pembatalan akta adalah menjadi kewenangan hakim perdata, yakni
dengan mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan. Apabila dalam
persidangan dimintakan pembatalan akta oleh pihak yang dirugikan (pihak korban)
maka akta Notaris tersebut dapat dibatalkan oleh hakim perdata jika ada bukti lawan.
Sebagaimana diketahui bahwa akta Notaris adalah akta otentik yang merupakan alat
114
Hasil wawancara dengan Notaris PPAT Suprayitno, pada tanggal 15 Agustus 2016.
Universitas Sumatera Utara
62
bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna.
Ini berarti bahwa masih dimungkinkan dapat dilumpuhkan oleh bukti lawan yakni
diajukannya gugatan untuk menuntut pembatalan akta ke pengadilan agar akta
tersebut dibatalkan.115
Pembatalan menimbulkan keadaan tidak pasti, oleh karena itu undang-undang
memberikan waktu terbatas dalam hal menuntut dimana oleh undang-undang dapat
dilakukan pembatalan apabila hendak melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.
Dengan demikian dalam suatu putusan oleh hakim perdata selama tidak dimintakan
pembatalan maka perbuatan hukum/perjanjian yang tercantum dalam akta tersebut
akan tetap berlaku atau sah. Setelah adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum
tetap atas gugatan penuntutan pembatalan akta tersebut maka akta itu tidak lagi
mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti yang otentik karena mengandung
cacat secara yuridis/cacat hukum. Dan berlakunya pembatalan akta tersebut adalah
berlaku surut yakni sejak perbuatan hukum/perjanjian itu dibuat.116
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur tentang tolak ukur sah atau
tidaknya suatu perjanjian terdapat 2 (dua) macam syarat yaitu syarat subyektif dan
syarat obyektif. Syarat-syarat perjanjian pada angka 1 dan angka 2 Pasal 1320 KUH
Perdata adalah syarat subjektif apabila jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka
perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar) sepanjang ada permintaan oleh orangorang tertentu atau yang berkepentingan. Pembatalan karena ada permintaan dari
115
116
Habib Adjie, 2008, Op. Cit., hal. 102.
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
63
pihak yang berkepentingan, seperti orang tua, wali atau pengampu disebut
pembatalan yang relatif atau tidak mutlak.117 Pembatalan relatif ini dibagi 2 (dua)
yaitu pembatalan atas kekuatan sendiri, maka atas permintaan orang tertentu dengan
mengajukan gugatan atau perlawanan, agar hakim menyatakan batal (nietig
verklaard) suatu perjanjian. Contohnya jika tidak dipenuhi syarat subjektif (Pasal
1446 KUHPerdata) dan pembatalan oleh hakim, dengan putusan membatalkan suatu
perjanjian dengan mengajukan gugatan. Contohnya Pasal 1449 KUHPerdata.118
Syarat subjektif ini senantiasa dibayangi ancaman untuk dibatalkan oleh para
pihak yang berkepentingan dari orang tua, wali atau pengampu. Agar ancaman seperti
itu tidak terjadi, maka dapat dimintakan penegasan dari mereka yang berkepentingan,
bahwa perjanjian tersebut akan tetap berlaku dan mengikat para pihak. Kebatalan
seperti ini disebut kebatalan nisbi atau relatif.119
Selanjutnya, syarat-syarat perjanjian pada angka 3 dan angka 4 Pasal 1320
KUH Perdata adalah syarat objektif dan apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka
suatu perjanjian dapat dinyatakan batal demi hukum. Hal ini sejalan dengan pendapat
dari Habib Adjie yang mengatakan bahwa: “Jika syarat objektif tidak dipenuhi, maka
perjanjian batal demi hukum (nietig), tanpa perlu ada permintaan dari para pihak,
dengan demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat
siapapun”.120
117
Habib Adjie, 2011, Op. Cit., hal. 65.
118
Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, (Bandung: Bale Bandung, 1989), hal. 121.
119
Habib Adjie, 2011, Op. cit., hal. 65.
Habib Adjie, 2014, Cetakan IV, Op. Cit., hal. 123.
120
Universitas Sumatera Utara
64
Dengan demikian suatu perjanjian batal demi hukum jika121:
1. tidak mempunyai objek tertentu yang dapat ditentukan;
2. mempunyai sebab yang terlarang oleh undang-undang atau berlawanan
dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Pentingnya suatu objek tertentu dan kausa halal ditegaskan dalam Pasal 1335
KUHPerdata yaitu jika syarat suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat
karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, maka persetujuan tersebut tidak
mempunyai kekuatan. Pasal 1336 KUHPerdata yaitu jika tidak dinyatakan suatu
sebab, tetapi ada sebab yang halal (tidak dilarang), ataupun jika ada suatu sebab lain,
daripada yang dinyatakan, maka persetujuan tetap sah. Pasal 1337 KUHPerdata yaitu
suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.122
Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang
dibuat tidak dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan untuk perbuatan
hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawanan
dengan kesusilaan atau ketertiban umum, karena perjanjian sudah dianggap tidak ada,
maka sudah tidak ada dasar lagi bagi para pihak untuk saling menuntut atau
menggugat dengan cara dan bentuk apapun.123 Misalnya jika suatu perjanjian wajib
dibuat dengan akta (Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)), tapi ternyata
tidak dilakukan, maka perbuatan hukum atau perjanjian tersebut batal demi hukum.124
121
Ibid., hal. 209.
Ibid.,
123
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2005) , hal. 22
124
Habib Adjie, 2011, Op. cit. hal. 66
122
Universitas Sumatera Utara
65
Pembatalan terhadap suatu akta otentik dapat juga dilakukan oleh penghadap
apabila para pihak/penghadap menyadari adanya kekeliruan atau kesalahan yang telah
dituangkan dalam akta tersebut. Jika di dalam isi akta terdapat suatu keraguan
terhadap kesepakatan/perjanjian dari para pihak/penghadap, maka akta tersebut dapat
dibatalkan. Bilamana Notaris terseret dalam perkara pemalsuan akta yang menjadi
aktor intelektualnya atau Notaris turut serta ikut melakukan pemalsuan surat yang
bisa dikategorikan dalam perbuatan tindak pidana tersebut maka secara yuridis tidak
dapat ditolerir bukan hanya berdasarkan ketentuan pidana saja, tetapi juga oleh
peraturan dalam KUHPerdata serta UUJN dan undang-undang perubahannya.
Perkara Notaris berkaitan dengan akta otentik yang dibuatnya dan aktanya
menimbulkan perkara perdata atau pidana maka aktanya batal demi hukum karena
dilihat dari sisi syarat sah perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata
yang berisi kesepakatan para pihak, kecakapan bertindak, adanya suatu hal tertentu
yang diperjanjikan dan adanya suatu sebab yang halal terhadap perjanjian tersebut.
Jika suatu akta menimbulkan suatu pidana maka persyaratan perjanjian dilihat unsurunsur perjanjian yang terkandung didalamnya. Para ahli hukum seperti Sudikno
Mertokusuno, Mariam Darus, dan J.J. Satrio bersepakat bahwa unsur-unsur perjanjian
itu terdiri dari unsur esensialia, unsur naturalia, dan unsur aksidentalia.125
Unsur pertama lazim disebut dengan bagian inti perjanjian, unsur kedua dan
ketiga disebut bagian non inti perjanjian. Unsur esensialia adalah unsur yang mutlak
125
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 84.
Universitas Sumatera Utara
66
harus ada untuk terjadinya perjanjian, agar penjanjian itu sah dan ini merupakan
syarat sahnya perjanjian. Jadi keempat syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata
merupakan unsur esensialia perjanjian. Dengan kata lain, sifat esensialia perjanjian
adalah sifat yang menentukan perjanjian itu tercipta (constructieve oordeel). Unsur
naturalia adalah unsur yang lazim melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa
diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya
dianggap ada dalam perjanjian. Unsur ini merupakan sifat bawaan (natuur) atau
melekat pada perjanjian. Misalnya penjual harus menjamin cacat-cacat tersembunyi
kepada pembeli. Sedangkan unsur aksidentalia, artinya unsur yang harus dimuat atau
dinyatakan secara tegas di dalam perjanjian oleh para pihak. Misalnya jika terjadi
perselisihan, para pihak telah menentukan tempat yang dipilih.
Atas keadaan demikian, akibat hukum terhadap akta wasiat yang dibuat oleh
Notaris dinilai mengandung perbuatan melawan hukum sehingga menyebabkan akta
otentik menjadi akta dibawah tangan serta akta tersebut dapat dibatalkan. Seperti
dikemukakan dalam kewenangan Notaris dalam membuat akta otentik termasuk
dalam kewenangan secara atribusi, berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU
perubahan atas UUJN. Terjadinya suatu akibat hukum yaitu berupa akta otentik
menjadi akta dibawah tangan, selain itu juga akta tersebut dibatalkan diakibatkan oleh
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Notaris, dimana Notaris dalam
menjalakan wewenangnya telah melanggar ketentuan perundang-undangan yang
mengakibatkan kerugian bagi para pihak dan mengakibatkan berubahnya kekuatan
pembuktian akta dan adanya pembatalan akta otentik tersebut oleh pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
67
Sehubungan dengan kewenangannya tersebut Notaris dapat dibebani tanggung
jawab atas perbuatannya/ pekerjaannya yang telah menimbulkan kerugian dalam
membuat akta. Besarnya tanggung jawab Notaris dalam menjalankan profesinya
mengharuskan Notaris untuk selalu cermat dan hati-hati dalam setiap tindakannya.
Namun demikian sebagai manusia biasa, tentunya seorang Notaris dalam
menjalankan tugas dan jabatannya terkadang tidak luput dari kesalahan baik karena
kesengajaan maupun karena kelalaian yang kemudian dapat merugikan pihak lain.126
Adapun kedudukan akta Notaris diantaranya yaitu dapat dibatalkan, batal
demi hukum, mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan,
dibatalkan oleh para pihak sendiri dan dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asas praduga sah. Kedudukan
akta Notaris tersebut tidak dapat dilakukan secara bersama-sama, tetapi hanya berlaku
satu saja.127
Jika dalam halnya akta wasiat yang dibuat oleh Notaris diajukan pembatalan
oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (Negeri) dan telah ada
putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau akta
Notaris mempunyai kududukan pembuktian sebagai akta Notaris yang batal, maka
akta wasiat yang dibuat oleh Notaris yang telah batal menjadi tidak mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat atau jika akta wasiat yang dibuat oleh Notaris
dibatalkan oleh para pihak sendiri, maka akta wasiat tersebut menjadi akta di bawah
tangan.
126
Hasil wawancara dengan Notaris/ PPAT Deli Serdang Erita Wagewati Sitohang, pada
tanggal 22 Juli 2016.
127
Habib Adjie, 2011, Op. cit., hal 67-68.
Universitas Sumatera Utara
Download