BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker solid yang mempunyai insiden tertinggi di negara Barat atau negara maju. Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi nomer 2 setelah kanker leher rahim. Kanker payudara diperkirakan dalam waktu singkat akan menjadi kanker dengan insiden tertinggi pada wanita di Indonesia. Angka kejadian kanker payudara di Amerika Serikat adalah 27/100.000 dan diperkirakan terdapat lebih dari 200.000 kasus baru per tahun dengan angka kematian lebih dari 40.000 kasus per tahun (Honig, 2006 cit. Manuaba, 2010). Di Indonesia angka kejadian kanker payudara dibuat berdasarkan registrasi berbasis patologi dengan insiden relatif 11,5% yang artinya 11-12 kasus baru per 100.000 penduduk berisiko (Manuaba, 2010). Estimasi insiden kanker payudara di Indonesia sebesar 26 per 100.000 perempuan berdasarkan data Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2002 (Depkes RI, 2008). Jumlah kasus kanker payudara di Instalasi Kanker Terpadu Tulip RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, dari 1269 kunjungan, terbanyak adalah kanker payudara (31,1 %), kemudian disusul kanker leher rahim (4,9%). Usia penderita kanker payudara terbanyak antara 46-50 tahun (Aryandono, 2008). Skrining terhadap kanker payudara masih bersifat individual dan sporadik sehingga deteksi dini masih belum efisien dan efektif. Hal ini menyebabkan penderita dengan kanker payudara stadium lanjut masih cukup tinggi, yaitu lebih dari 50%. Data ini didapatkan dari berbagai pusat pendidikan konsultan bedah onkologi di Indonesia (Manuaba, 2010). Kanker payudara menimbulkan masalah fisik dan psikososial. Masalah fisik meliputi fatigue atau kelelahan, gangguan tidur, nyeri, mual dan muntah, menopause dini, penurunan fungsi imunitas dan gangguan fungsi kognitif. Masalah psikososial meliputi kecemasan, depresi, ketakutan timbulnya kanker yang lain, ketakutan menjalani pemeriksaan, kekambuhan penyakit dan kematian (Fann et al., 2008). Efek samping yang berat dari terapi yang dilakukan, seperti pembedahan, radioterapi dan kemoterapi juga berkontribusi pada munculnya depresi dan kecemasan (Fann et al., 2008) Penderita kanker payudara banyak yang mengalami depresi sehingga memperberat gejala fisik, meningkatkan gangguan fungsional dan membuat kepatuhan berobat menjadi rendah. Prevalensi depresi berat meningkat seiring dengan memberatnya perjalanan penyakit kanker payudara. Prevalensi depresi berat meningkat dari 11% pada stadium awal sampai 50% pada wanita dengan kanker payudara metastasis yang menjalani terapi paliatif (Singh et al., 2012). Diagnosis dan penatalaksanaan depresi pada wanita dengan kanker payudara merupakan tantangan karena gejala yang tumpang tindih dan kondisi penyerta. Depresi sering disepelekan dan mengakibatkan penatalaksanaannya menjadi tidak adekuat pada penderita kanker payudara (Singh et al., 2012). Kemoterapi adjuvant adalah bentuk terapi standar pada pemberian antikanker sistemik yang mengikuti pembedahan primer pada kanker payudara stadium dini. Kemoterapi ini dilakukan untuk mencegah timbulnya metastatik berikutnya. Kemoterapi bermanfaat dalam penatalaksanaan kanker, tetapi juga mempunyai efek samping seperti, fatigue, mual, muntah dan perubahan fungsi kognitif. Gangguan kognitif yang terjadi mengikuti kemoterapi sering disebut chemobrain, chemofog, atau chemotherapy-related cognitive impairment. Perubahan fungsi kognitif yang terjadi dialami 15% sampai 50% pasien selama mengikuti kemoterapi (Hutchinson et al., 2012). Kemoterapi mempengaruhi berbagai aspek dalam kognisi, meliputi fungsi eksekutif, kecepatan memproses, atensi, konsentrasi, memori verbal dan memori visual (Anderson-Hanley et al., 2003). Gangguan kognitif ini mempengaruhi kehidupan pasien sehari-hari. Pasien sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sederhana seperti mempersiapkan makanan, membayar tagihan, atau mempersiapkan diri sebelum bepergian dan membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikan tugas- tugas tersebut. Pada tingkat lanjut pasien mengalami kesulitan dalam performa kerja mereka sehingga mereka harus mengganti pekerjaan atau mengundurkan diri (Hodgson et al., 2013). Pasien kanker payudara yang menerima kemoterapi sering mengeluhkan kesulitan dalam mengingat, berpikir dan berkonsentrasi. Gangguan dalam kognisi ini kurang mendapat perhatian walaupun pasien mengeluhkan secara subyektif perubahan dalam memori dan kemampuan untuk berpikir jernih selama dan setelah kemoterapi (Brezden et al., 2000). Diperkirakan pada tahun 2020 terdapat sekitar 70 juta survivor kanker di seluruh dunia. Hal ini mengakibatkan potensi terjadinya gangguan kognitif yang berhubungan dengan kanker akan meningkat secara signifikan. Perkiraan prevalensi dari chemotherapy-related cognitive impairment di seluruh dunia adalah 14-85% (Hodgson et al., 2013). B. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat korelasi antara depresi dan gangguan kognitif pada penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi di Poliklinik Instalasi Kanker Terpadu Tulip RSUP Dr. Sardjito? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya korelasi antara depresi dan gangguan kognitif pada penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi di Poliklinik Instalasi Kanker Terpadu Tulip RSUP Dr. Sardjito. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan wawasan ilmu pengetahuan dalam penatalaksanaan penderita kanker payudara, memberikan data tentang depresi dan gangguan kognitif pada penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi, memberikan manfaat bagi klinisi sebagai upaya untuk memberikan penatalaksanaan secara holistik pada penderita kanker payudara dan pada akhirnya dapat memperbaiki kualitas hidup penderita. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai korelasi antara depresi dengan gangguan kognitif pada penderita kanker payudara telah dipublikasikan di jurnal-jurnal seperti yang ditampilkan dalam tabel 1. Pencarian jurnal-jurnal tersebut dengan menggunakan pencarian di www.google.com dengan kata kunci kanker payudara, depresi, gangguan kognitif pada kanker payudara (breast cancer, depression, cognitif impairment in breast cancer). Sepengetahuan peneliti, penelitian serupa belum pernah dilakukan di Indonesia khususnya di Yogyakarta. Tabel 1. Ringkasan penelitian tentang korelasi antara depresi dan gangguan kognitif yang dipublikasikan. Peneliti Judul Penelitian Variabel Subyek & desain Hasil Shilling dan Jenkins, 2007. Self-reported cognitive problems in women receiving adjuvant therapy for breast cancer Studi cross sectional Subyek penelitian : 142 penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi Gangguan memori sebesar 60-71%. Gangguan konsentrasi 4264%. Gangguan memori berhubungan dengan distress psikologis dan kualitas hidup. Shilling et al., 2005. The effects of adjuvant chemotherapy on cognition in women with braest cancerpreliminary results of an observational longitudinal study Variabel: gangguan kognitif subyektif & obyektif, kualitas hidup, distress psikologis. Instrumen:Interview terstruktur, GHQ-12, The FunctionalAssessment of Cancer Therapy questionnaire (Breast) (FACTB) Variabel: gangguan kognitif obyektif, kualitas hidup, distress psikologis. Instrumen : Cognitive test battery, FACTB, GHQ-12 Studi: prospective cohort Subyek penelitian : 50 penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi, 43 wanita sehat sebagai kontrol. Brezden et al., 2000. Cognitive function in breast cancer patients receiving adjuvant chemotherapy Variabel: kecemasan, depresi, gangguan kognitif. Instrumen: The High Sensitivity Cognitive Screen (HSCS), The Profile of Mood States (POMS) Merupakan penelitian observasional, cross sectional. Subyek penelitian: 71 penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi, 36 wanita sehat sebagai kontrol Penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi menunjukkan penurunan fungsi kognitif dibandingkan dengan kelompok kontrol (OR 2.25) Penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi menunjukkan penurunan fungsi kognitif dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0.009)