II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
Mikoriza berasal dari bahasa Yunani yaitu mycos yang berarti cendawan, dan
rhiza yang berarti akar. Mikoriza dikenal sebagai jamur tanah, karena hifa dan
sporanya selalu berada di dalam tanah terutama di area rhizosfer tanaman
(Citrawati, 2012). Berdasarkan pada bentuk morfologi hifa mikoriza yang
mengkolonisasi akar cendawan mikoriza dapat digolongkan menjadi tiga
kelompok, yaitu ektomikoriza, endomikoriza, dan ektendomikoriza (Brundrett et
al., 2008).
Cendawan ektomikoriza memiliki ciri yaitu terbentuknya jaringan hifa di luar
korteks akar tanaman, akar yang terinfeksi akan membesar, dan tampak hifa yang
membentuk struktur seperti jala di antara dinding sel jaringan korteks yang biasa
disebut dengan hartig net. Endomikoriza merupakan cendawan yang mampu
membentuk hifa eksternal dan hifa internal, kolonisasi hifa internal berkembang
di dalam korteks akar dengan membentuk vesikel dan atau arbuskula (Widiastuti
et al., 2005). Ektendomikoriza adalah cendawan mikoriza yang memiliki ciri-ciri
antara ektomikoriza dan mikoriza. Hifa yang terbentuk baik eksternal maupun
internal sangat sedikit, penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga
pengetahuan tentang ektendomikoriza sangat terbatas (Maria, 2008). Salah satu
contoh cendawan endomikoriza adalah cendawan mikoriza arbuskula (CMA).
Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan suatu bentuk simbiosis
mutualisme antara jamur (myces) dengan akar (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi.
Cendawan memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari
tumbuhan. Sebaliknya, cendawan menyalurkan air dan hara tanah untuk
tumbuhan (Hesti, 2009). Menurut Hapsoh (2008), CMA dapat berasosiasi dengan
hampir 90% spesies tanaman tingkat tinggi. Tanaman kedelai, jagung, gandum,
dan beberapa tanaman perkebunan seperti pepaya, tebu, palem, tembakau, teh,
kapas, karet, kopi, jeruk, mente, dan apel merupakan contoh tanaman yang dapat
terkolonisasi efektif oleh mikoriza,
4
Struktur utama CMA adalah arbuskula, vesikula, hifa internal dan hifa
eksternal. Arbuskula adalah struktur hifa yang bercabang-cabang seperti pohonpohon kecil di dalam korteks akar inang. Arbuskula berfungsi sebagai tempat
pertukaran zat-zat metabolit primer antara cendawan mikoriza dan akar tanaman
(Brundrett et al., 2008). Menurut Hapsoh (2008), arbuskula memiliki peran yang
sangat penting, yaitu sebagai tempat masuknya unsur hara dari tanah yang
diabsorbsi oleh akar dan hifa mikoriza ke dalam sel inang.
Vesikel merupakan suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat, mengandung
cairan lemak, yang berfungsi sebagai organ penyimpanan makanan atau
berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi sebagai organ reproduksi dan
struktur pertahanan. Vesikel selain dibentuk secara interseluler ada juga yang
secar intraseluler. Vesikel biasanya dibentuk lebih banyak di luar jaringan korteks
pada daerah infeksi yang sudah tua, dan terbentuk setelah pembentukan arbuskul.
Jika suplai metabolik dari tanaman inang berkurang, cadangan makanan itu akan
digunakan oleh cendawan sehingga vesikel mengalami degenerasi. Tidak semua
cendawan mikoriza membentuk vesikel dalam akar inangnya, seperti Gigaspora
dan Scutellospora (Dewi, 2007).
Hifa internal merupakan hifa yang menembus ke dalam korteks dari satu sel
ke sel yang lain, sedangkan hifa eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari
korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal terus berlangsung
hingga tidak memungkinkan terjadinya pertumbuhan lagi. Hifa eksternal
berfungsi untuk mendukung reproduksi dan menyerap air dan unsur hara di dalam
tanah dalam jangkauan yang lebih jauh (Pujianto, 2001).
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan CMA,
terdapat faktor lingkungan biotik dan abiotik yang mempengaruhi penyebaran
CMA di alam. Faktor biotik meliputi tanaman inang dan mikroorganisme tanah,
sedangkan faktor abiotik mencakup suhu, intensitas cahaya, kadar air tanah,
tekstur tanah, ketersediaan hara tanah, bahan organik, logam berat, dan fungisida
(Smith dan Read, 2008). Cendawan mikoriza umumnya mempunyai ketahanan
yang baik pada rentang faktor lingkungan fisik yang luas. Cendawan ini dapat
hidup dalam tanah yang berdrainase baik hingga yang tergenang seperti lahan
5
sawah, bahkan pada lingkungan yang sangat miskin hara dan lingkungan yang
tercemar limbah cendawan mikoriza masih mampu memperlihatkan eksistensinya.
Sifat cendawan mikoriza ini dapat digunakan sebagai upaya dalam bioremediasi
lahan kritis (Maria, 2012).
Terdapat tiga fase perkembangan cendawan mikoriza arbuskula pada
tanaman pangan yang tumbuh di lingkungan yang dikontrol. Fase pertama, terjadi
pada 20-25 hari dengan menunjukkan pertumbuhan akar yang cepat pada saat
terjadi perkecambahan spora, dan penembusan endogen ke inang. Fase kedua, 3035 hari terjadi perkembangan CMA ditandai dengan pertumbuhan pucuk tanaman
yang banyak. Fase ketiga, terjadi ketika perbandingan akar mikoriza dan non
mikoriza (kontrol) berbeda nyata dan terus sampai menuju produksi (Fakuara,
1988).
2.2. Tanaman Kedelai (Glycine max L.)
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, dan
memiliki kegunaan yang luas bagi kehidupan manusia. Kedelai berasal dari Cina
dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Kedelai mulai dikenal di
Indonesia sejak abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau.
Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo
menyebar ke Jepang dan ke negara-negara di Amerika dan Afrika (Prihatman,
2000). Menurut Rohmat (2013), kedelai memiliki klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Ordo
: Rosales
Family
: Leguminosae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max L.
Tanaman kedelai merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai
terdiri atas akar, daun, batang, bunga, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya
6
dapat optimal. Akar kedelai tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan
kotiledon akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari
hipokotil. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe
determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini
didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe
determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman
mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila
pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai
berbunga (Adisarwanto, 1999).
Bentuk daun kedelai ada yang bulat (oval) dan ada yang lancip warnanya
cerah, dan jumlahnya bervariasi. Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai
bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun. Jumlah bunga pada setiap
ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga. Setiap ketiak tangkai
daun yang mempunyai kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi polong
disebut sebagai buku subur. Tidak setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi
polong, hanya sekitar 20-80%. Warna bunganya ada putih dan ungu (Fachruddin,
2000).
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya
bunga pertama. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun
sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Kecepatan
pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses
pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada
saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna
polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak. Setiap polong
terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji dan berbentuk bulat (Irwan, 2006).
2.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman Kedelai
(Glycine max L.)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai
(Glycine max L.) yang saling mendukung satu sama lain sehingga pertumbuhan
kedelai dapat optimal, diantaranya yaitu sebagai berikut :
7
1.
Tanah
Tanaman kedelai dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun untuk mencapai
tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai ditanam pada jenis
tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir. Kedelai memberikan hasil
terbaik jika ditanam di tanah remah dan berdrainase baik. Tanah yang bertekstur
ringan akan memudahkan penembusan dan perkembangan polong, yang biasanya
terjadi di bawah permukaan tanah (Widari, 2007).
Berdasarkan penelitian Sukmawati (2013), penginokulasian mikoriza pada
tanah pasiran (entisol) dapat meningkatkan jumlah kolonisasi akar mikoriza dan
pertumbuhan tanaman kedelai. Sementara itu, tanaman kedelai yang ditanam pada
tanah salin menunjukkan pertumbuhan tanaman yang rendah, dimana tinggi
tanaman, jumlah polong, jumlah cabang, dan produksi biji menurun (Damanik
dkk., 2013). Hal ini dikarenakan kondisi pada tanah salin kelarutan garamnya
sangat tinggi, sehinga akan menghambat penyerapan air dan hara, terutama unsur
P oleh tanaman.
Selain itu, kedalaman tanah juga perlu diperhatikan, karena kedalaman tanah
akan mendukung pertumbuhan akar. Artinya, semakin dalam tanahnya, maka
akan tersedia ruang untuk pertumbuhan akar yang lebih bebas, sehingga akar
tunggang yang terbentuk semakin kokoh dan dalam (Fachruddin, 2000).
2.
Suhu
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Di
Indonesia, tanaman kedelai cocok ditanam di dataran rendah dengan ketinggian di
bawah 500 meter di atas permukaan laut. Suhu yang optimal dalam proses
perkecambahan yaitu 25°-30°C. Bila tumbuh pada suhu yang rendah (< 25°C),
proses
perkecambahan
menjadi
sangat
lambat.
Hal
ini
dikarenakan
perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembaban yang tinggi. Sementara
pada suhu tinggi (> 30°C), banyak biji yang mati akibat respirasi air dari dalam
biji yang terlalu cepat. Disamping itu, pada masa tanaman berbunga, apabila suhu
lingkungan mencapai 40°C, bunga-bunga akan rontok sehingga jumlah polong
8
dan biji kedelai yang terbentuk juga menjadi berkurang. Suhu lingkungan optimal
untuk pembungaan yaitu 24 -25°C (Irwan, 2006).
3.
Air
Air merupakan komponen yang sangat penting untuk pertumbuhan kedelai.
Kedelai tergolong pada tanaman yang tidak tahan kekeringan dan kelebihan air.
Kekeringan akan menurunkan hasil, sedangkan pengairan berlebihan juga akan
menurunkan hasil. Pada umumnya kebutuhan tanaman kedelai akan air sekitar
350 – 450 mm selama masa pertumbuhan kedelai. Pada saat perkecambahan, air
akan mempengaruhi proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah
seiring dengan bertambahnya umur kedelai. Kebutuhan air paling tinggi terjadi
pada saat masa berbunga dan pengisian polong (Adisarwanto, 1999).
Untuk mencegah terjadinya kekeringan pada tanaman kedelai, khususnya
pada saat berbunga dan pembentukan polong, dilakukan dengan waktu tanam
yang tepat, yaitu saat kelembaban tanah sudah memadai untuk perkecambahan.
Tanaman kedelai dapat bertahan dan berproduksi bila kondisi cekaman
kekeringan maksimal 50% dari kapasitas lapang atau kondisi air tanah yang
optimal (Irwan, 2006).
Cekaman air dapat disebabkan oleh beberapa kondisi lingkungan yang
memacu kehilangan air sel, seperti kekeringan, kadar garam yang tinggi, dan
cekaman udara dingin (Widari, 2007). Berdasarkan penelitian Hapsoh (2003),
cekaman kekeringan ringan sampai berat akan menyebabkan luas daun berkurang.
Penelitian Muis dkk. (2013) menyatakan bahwa peningkatan interval penyiraman
menjadi 6 hari sekali akan menurunkan kadar lengas tanah, menghambat
pertumbuhan akar dan tajuk, menurunkan bobot kering total, serta komponen
hasil dan hasil tanaman kedelai. Hal ini disebabkan keterbatasan air sebagai salah
satu faktor dalam proses fotosintesis serta metabolisme pada jaringan tanaman,
sehingga mengurangi tingkat kecepatan pertumbuhan.
4.
Cahaya
Cahaya matahari merupakan sumber energi yang digunakan untuk proses
berlangsungnya
fotosintesis di dalam daun.
Kekurangan cahaya dapat
9
menurunkan laju fotosintesis yang berakibat pada terganggunya proses
metabolisme dan produksi tanaman (Khumaida, 2002 dalam Jufri, 2006).
Menurut Susanto dan Sundari (2011), tanaman kedelai memerlukan sinar
matahari penuh untuk dapat tumbuh normal, tetapi masih dapat tumbuh pada
batas tingkat naungan tertentu. Tanaman kedelai sangat peka terhadap penyinaran
sinar matahari, karena kedelai termasuk tanaman “hari pendek”, sehingga
tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu
15 jam per hari.
Penelitian Adisarwanto et al. (2000), melaporkan bahwa cekaman naungan
sebesar 50% akan menyebabkan penurunan hasil biji kedelai sekitar 50%.
Naungan sebesar 50% selama pertumbuhan mengakibatkan penurunan hasil biji
kedelai antara 37 hingga 74% (Chotechuen, 1996; Stepphun et al., 2005), dan
pada tanaman padi mengakibatkan penurunan produktivitas hasil lebih dari 55%
(Sulistyono et al., 2002). Hal ini dikarenakan tanaman kedelai yang tumbuh pada
lingkungan ternaungi pada fase generatif akan mengalami penurunan aktivitas
fotosintesis, sehingga ketersediaan fotosintat ke organ reproduksi menjadi
berkurang, biji menjadi lebih kecil, jumlah polong isi lebih sedikit, dan bobot biji
menjadi lebih rendah dibandingkan pada kondisi tanpa naungan (Katayama et al.,
1998; Kakiuchi dan Kobata, 2004).
2.4. Pengaruh Cendawan Mikoriza bagi Pertumbuhan Tanaman
Keberadaan cendawan mikoriza pada tanaman inang akan meningkatkan
kapasitas akar dalam menyerap air, fosfat, mineral, dan nutrisi lainnya yang
diperlukan tanaman, sementara tanaman akan memberi gula dan karbon untuk
cendawan mikoriza (Smith et al., 2010).
Fosfat (P) merupakan salah satu unsur hara esensial yang diperlukan dalam
jumlah yang cukup banyak oleh tanaman, namun keberadaannya pada tanah
masam terbatas, sehingga menurunkan tingkat produktivitas tanaman. Penelitian
Prihastuti (2007), menyatakan bahwa infeksi mikoriza pada sistem perakaran
tanaman di lahan kering masam dapat meningkatkan serapan unsur P. Cendawan
mikoriza dapat mengubah bentuk, kuantitas, dan struktur sistem perakaran. Sistem
10
perakaran akan menjadi lebih berisi, garis tengah lebih besar, dan membentuk
panjang akar yang spesifik. Menurut Setiadi (2003), dengan meningkatnya unsur
hara P di dalam tanah, diharapkan pertumbuhan tanaman akan meningkat, dan
tanaman juga menjadi lebih tahan terhadap serangan patogen. Terbentuknya hifa
mikoriza dapat memperluas bidang serapan akar terhadap air dan hara karena
ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar, sehingga memungkinkan hifa
dapat menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil pada kondisi kadar air tanah
yang sangat rendah. Akar mikoriza juga mampu meningkatkan penyerapan unsur
hara lainnya seperti Ca, Mg, K, Zn, dan Cu, meningkatkan ketahanan terhadap
kekeringan dan melindungi tanaman dari keracunan logam-logam berat, sehingga
tanaman mampu hidup pada kondisi yang tidak menguntungkan.
Abdullah et al. (2005), menyatakan bahwa akar yang bersimbiose dengan
mikoriza akan dapat menyerap nutrisi dari dalam tanah yang jaraknya jauh dari
akar, kemudian akan mengakumulasikannya serta mengirim ke semua jaringan
tumbuhan. Selain itu, manfaat keberadaan cendawan mikoriza bagi perumbuhan
bibit yang disemai adalah mikoriza mampu memperbaiki kondisi tanah,
meningkatkan daya hidup, kualitas, dan laju pertumbuhan bibit hingga bibit
tersebut dipindahkan ke lapangan (Fakuara dan Setiadi, 1990).
11
Download