pengaruh modal sosial terhadap tahapan

advertisement
46
BAB VI
PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN
KREDIT MIKRO
6.1
Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro
Modal sosial merupakan
hal yang penting dalam
membentuk suatu
kerjasama, baik itu kerjasama dalam aspek ekonomi, sosial, politik maupun
aspek-aspek lainnya. Dalam kasus ini kerjasama yang terbentuk dilihat dari aspek
ekonomi yakni pemberian kredit yang dilakukan LKM Bina Usaha Mandiri
kepada pelaku usaha kecil mikro di Kelurahan Pasir Mulya. Pemberian kredit
yang dilakukan oleh LKM Bina Usaha Mandiri bukan semata-mata merupakan
pemberian yang dilakukan tanpa sebab, akan tetapi ada suatu hal yang
menyebabkan pihak LKM Bina Usaha Mandiri bersedia memberikan pinjaman
atau kredit kepada warga sekitar. Dalam hal ini faktor pertimbangan tersebut
dilihat dari modal sosial yang terdapat di masyarakat yang tinggal dalam satu
wilayah yang sama dengan LKM Bina Usaha Mandiri berada. Data mengenai
pengaruh modal sosial terhadap perolehan kredit mikro Kelurahan Pasir Mulya
bisa dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 menunjukan sebanyak 10 responden (33 persen) memperoleh
kredit atas dasar kepercayaan seperti adanya hubungan kekerabatan, status dan
posisi sosial, keterampilan. Sebanyak 14 responden ( 47 persen) memperoleh
kredit atas dasar jaringan sosial yang dimiliki melalui basis jaringan seperti
hubungan pertetangaan dan pertemanan dan juga interaksi yang terbentuk dari
pihak-pihak yang bersangkutan. Sebanyak 6 responden (20 persen) memperoleh
kredit atas dasar norma yakni ketaatan terhadap norma yang tertulis ataupun yang
tidak tertulis.
Besarnya jumlah responden yang memperoleh kredit atas dasar jaringan
sosial dikarenakan sebagian besar penerima dana merupakan tetangga dan teman
dekat karena mereka tinggal dalam satu wilayah yang sama dalam hal ini di RW
02 tepatnya di RT 02 dan RT 03. Hal tersebut menunjukan bahwa modal sosial
terikat (bonding) memiliki pengaruh terhadap perolehan kredit mikro karena
hubungan-hubungan seperti kerabat, tetangga, teman merupakan bentuk dari
47
modal sosial yang terikat (bonding) ( Putnam, 2000 dalam Field, 2003). Hasil
wawancara terhadap pengelola LKM Bina Usaha Mandiri yakni Ibu HN (31
tahun) mengatakan bahwa sebagian besar penerima dana adalah warga sekitar saja
yakni di RT 02 dan RT 03 meskipun LKM Bina Usaha Mandiri didirikan agar
bisa mencakup semua RT di RW 02 namun untuk warga RT yang lain kurang
begitu tertarik dengan adanya LKM Bina Usaha Mandiri karena memang selain
letak geografisnya yang tidak dekat dengan LKM dan jarang sekali warga dari RT
lain mengenal warga dari RT 02 dan RT 02. Hal tersebut menunjukan bahwa
jaringan sosial memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dua
komponen modal sosial lainnya yakni kepercayaan dan norma.
Tabel 17 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro
Kelurahan Pasir Mulya Tahun 2011
Modal Sosial
Jumlah Total
Kekerabatan
3
Status dan Posisi Sosial
5
Keterampilan
2
Jaringan
Basis Jaringan
9
Sosial
Interaksi
5
Kepercayaan
Ketaatan terhadap aturan
Norma
10
33
14
47
6
20
30
100
3
tertulis
Ketaatan terhadap aturan
3
tertulis
Total
(%)
30
Kepercayaan yang dilihat melalui hubungan kekerabatan, status posisi
sosial dan keterampilan meskipun juga berpengaruh terhadap perolehan kredit
namun tingkat pengaruhnya tidak setinggi jaringan sosial. Hal itu disebabkan
karena tidak semua warga yang memperoleh kredit mempunyai hubungan kerabat
dengan pihak LKM dan juga tidak semua penerima dana memiliki status dan
posisi sosial yang dipandang di wilayah itu dan juga tidak semua warga memiliki
keterampilan yang menunjang untuk dijadikan pertimbangan bagi pihak LKM
Bina Usaha Mandiri untuk memberikan dana.
48
6.1.1
Pengaruh Kepercayaan terhadap Tahapan Perolehan Kredit Mikro
Kepercayaan merupakan hal yang dibutuhkan untuk menjalani hubungan
sosial tanpa adanya kepercayaan antar masyarakat mustahil hubungan sosial yang
harmonis akan tercipta. Suatu individu atau kelompok jika memiliki rasa saling
percaya yang rendah atau mengalami krisis kepercayaan terhadap individu atau
kelompok lain maka yang akan timbul adalah rasa saling curiga dan rasa saling
curiga yang berlebihan akan menciptakan berbagai macam masalah-masalah
sosial. Oleh karena itu, dibutuhkanlah rasa saling percaya antar masyarakat dalam
menjalani hubungan sosial agar tidak terjadi masalah-masalah sosial tersebut.
Dalam hal perolehan kredit mikro kepercayaan juga memiliki peranan
yang cukup penting. Seorang nasabah yang ingin memperoleh pinjaman dari suatu
lembaga keuangan mikro tidak bisa langsung mendapatkan pinjaman apalagi
menentukan besarnya pinjaman yang ingin diperoleh. Selain ada persyaratanpersyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah tersebut ada juga faktor lain yakni
rasa saling percaya yang dimiliki oleh kedua pihak tersebut. Sehubungan dengan
hal tersebut, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengaruh salah satu
komponen modal sosial yakni kepercayaan dalam pengaruhnya terhadap tahapan
perolehan kredit mikro. Data pengaruh antara kepercayaandengantahapan
perolehan kredit mikro secara ringkas disajikan pada Tabel 18.
Sebanyak 10 orang responden yang memperoleh kredit dari LKM Bina
Usaha Mandiri atas dasar faktor kepercayaan sebanyak 4 orang responden dengan
kepercayaan yang bersumber dari kekerabatan yang memperoleh kredit pada
tahap development lalu tidak ada responden yang memperoleh kredit pada tahap
recovery dan tidak ada responden yang memperoleh kredit pada tahap rescue.
Selanjutnya, pada kepercayaan yang bersumber dari status dan posisi sosial
terdapat 1 orang responden yang memperoleh kredit pada tahap development lalu
sebanyak 3 orang yang memperoleh kredit pada tahap recovery dan tidak ada
responden yang memperoleh kredit pada tahap rescue. Pada responden yang
memiliki kepercayaan berdasarkan keterampilan sebanyak 1 orang memperoleh
kredit pada tahap rescue hanya ada 1 orang responden yang memperoleh kredit
pada tahap recovery dan tidak ada responden yang memeperoleh kredit pada tahap
development.
49
Tabel 18 Pengaruh antara Kepercayaan dengan Tahapan Perolehan Kredit
Mikro Kelurahan Pasir Mulya Tahun 2011
Tahapan Perolehan Kredit Mikro
Kepercayaan
Total
Rescue
Recovery
Development
Kekerabatan
0
0
4
4
Posisi dan Status Sosial
0
3
1
4
Keterampilan
1
1
0
2
Total
1
4
5
10
Kepercayaan yang bersumber dari hubungan kekerabatan antara pelaku
usaha kecil di Kelurahan Pasir Mulya dengan Lembaga Keuangan Mikro Bina
Mandiri memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tahapan kredit yang
dapat diperoleh oleh pelaku usaha kecil, karena memang pada dasarnya
kekerabatan merupakan tonggak utama dalam membangun kepercayaan. Menurut
Putnam (2000) dalam Field (2003) Modal sosial yang bertumpu pada hubungan
kekerabatan tersebut dinamakan dengan modal sosial yang terikat (bonding).
Karena ikatan-ikatan seperti itu merupakan ikatan yang sangat kuat bersifat
bonding dan sangat mengutamakan homogenitas. Kepercayaan juga merupakan
hal yang utama dalam menjalankan suatu kerjasama dalam bidang ekonomi,
politik, sosial dan berbagai bidang lainnya. Menurut Lawang (2004) rasa percaya
akan mempermudah terbentuknya kerjasama. Selanjutnya, Lawang (2004)
menambahkan bahwa semakin kuat rasa percaya kepada orang lain maka akan
semakin kuat juga kerjasama yang terjalin antara mereka. Sebagai contoh jika ada
dua pihak yang ingin melakukan kerjasama namun kedua pihak tersebut
mengalami krisis kepercayaan maka dapat dikatakan kerjasama itu pun tidak akan
dapat berjalan dengan baik malah yang akan muncul adalah rasa saling curiga.
Kerjasama yang terdapat dalam kasus ini adalah kerjasama dalam bidang ekonomi
atau yang lebih khususnya dalam pemberian kredit kepada pelaku usaha kecil di
Kelurahan Pasir Mulya oleh Lembaga Keuangan Mikro Bina Mandiri.
Hasil wawancara di lapangan menunjukan bahwa para pelaku usaha kecil
yang memperoleh pinjaman yang besar pada saat pertama kali melakukan
peminjaman dari LKM Bina Mandiri mengaku memiliki hubungan yang cukup
50
dekat dengan pengurus LKM Bina Mandiri. Seperti yang dikatakan oleh Ibu YN
(36 tahun) yang merupakan salah satu pelaku usaha kecil yang mengaku sebagai
kerabat dari Pengurus LKM dan mendapatkan pinjaman sebesar Rp 500.000 yang
berarti tergolong dalam tahapan development
atau termasuk dalam katagori
tahapan yang tinggi.
Ibu YN menceritakan bahwa pada saat pertama kali meminjam uang,
pihak LKM tidak langsung menetapkan pinjaman yang dapat diperoleh oleh Ibu
YN asalkan pinjaman yang diajukan tidak berlebihan dan sesuai dengan jumlah
pinjaman yang masih tersedia. Pada saat itu Ibu YN mengajukan pinjaman sebesar
Rp 400.000 namun pada saat pinjaman tersebut diberikan kepada Ibu YN jumlah
pinjaman tersebut bertambah menjadi sebesar Rp 500.000, ketika ditanya oleh Ibu
YN mengapa demikian, pihak LKM menjawab kebetulan masih terdapat dana
pinjaman sisa di LKM jadi Ibu YN mendapatkan jumlah pinjaman yang sedikit
lebih banyak. Selain itu, Ibu YN juga menambahkan ketika pinjaman tersebut
ingin diberikan kepada Ibu YN pihak LKM bertanya kepada beliau mengenai
persetujuan apakah Ibu YN setuju jika pinjaman tersebut ditambahkan jumlahnya
atau dengan jumlah yang seperti diajukan sebelumnya. Artinya pihak LKM juga
tidak ingin menambahkan atau mengurangi jumlah pinjaman yang akan
dipinjamkan kepada nasabahnya tanpa persetujuan dari Ibu YN. Sementara itu,
hasil wawancara yang berbeda diperoleh oleh Ibu MR (29 tahun) yang merupakan
salah satu responden yang juga merupakan salah satu pelaku usaha kecil yang
memperoleh pinjaman dari LKM.
Pinjaman yang diperoleh oleh Ibu MR tidak sebesar Ibu YN yang sebesar
Rp 500.000. Ibu MR hanya memperoleh dan sebesar Rp 150.000 yang berarti
tergolong dalam tahapan rescue atau termasuk dalam katagori tahapan yang
rendah. Ibu MR mengatakan bahwa hubungan yang terjalin antara beliau dengan
pihak LKM tidak terlalu dekat hanya sebatas pelaku usaha dan LKM saja karena
memang beliau tinggal di RT yang berbeda dengan pihak LKM sehingga sulit
untuk mengenal lebih dekat satu sama lain. Berdasarkan keterangan dari Ibu MR
pada saat meminjam uang kepada LKM, Ibu MR juga tidak berani untuk
meminjam dalam jumlah yang besar karena takut tidak bisa mengembalikan tepat
waktu sehingga pada akhirnya mengakibatkan hal yang buruk terhadapnya karena
51
memang pada dasarnya beliau baru mengenal pihak LKM. Sementara itu, pihak
LKM juga menjelaskan bahwa dia tidak berani meminjamkan pinjaman dalam
jumlah yang besar kepada warga yang belum dikenal dengan baik karena khawatir
nantinya akan menimbulkan masalah-masalah yang tidak diinginkan sehingga
bagi nasabah baru yang ingin meminjam pinjaman kepada LKM Bina Mandiri
hanya diberikan pinjaman pada tahapan rescue yakni berkisar Rp100.000 – Rp
200.000. Pihak LKM juga menambahkan bahwa jika si nasabah tersebut
melakukan pembayaran dengan teratur dan bersifat lebih terbuka tidak menutup
kemungkinan pada peminjaman yang selanjutnya akan memperoleh pinjaman
yang lebih besar.
Penjelasan di atas menunjukan bahwa besar kecil pinjaman yang dapat
diperoleh oleh pelaku usaha kecil di Kelurahan Pasir Mulya sangat ditentukan
oleh kepercayaan yang terdapat antara pelaku usaha kecil dan Lembaga Keuangan
Mikro Bina Mandiri melalui hubungan kekerabatan. Terbukti dengan apa yang
diungkapkan oleh Ibu YN dan Ibu MR bahwa Ibu YN dapat memperoleh
pinjaman yang lebih besar dibandingkan dengan Ibu MR karena memang beliau
adalah kerabat dekat sementara Ibu MR bukan tetangga dekat karena beliau
tinggal di RT yang berbeda dengan LKM Bina Mandiri sehingga intensitas
pertemuan antara beliau dengan pihak LKM Bina Mandiri tidak setinggi Ibu YN
dan pada akhirnya kesempatan untuk lebih mengenal satu sama lain menjadi lebih
kecil dan rasa saling percaya yang dapat dibangun menjadi lebih sulit.
Hal tersebut menunjukan bahwa modal sosial yang terikat (bonding)
sangat erat kaitannya dalam memandang pengaruh kepercayaan terhadap tahapan
perolehan kredit mikro karena terdapat gejala-gejala
hubungan kekerabatan
dimana hubungan kekerabatan merupakan salah satu indikator dalam modal sosial
yang bersifat yang terikat (bonding) (Putnam, 2000 dalam Field, 2003). Selain itu,
sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Williamson dalam Viprianty (2007).
Dengan adanya rasa saling percaya, tidak dibutuhkan aktivitas pengawasan
terhadap prilaku orang lain agar orang tersebut berprilaku sesuai dengan
keiinginan kita. Kepercayaan dapat dibangun, akan tetapi dapat juga hancur.
Demikian juga kepercayaan tidak dapat ditimbuhkan oleh salah satu sumber saja,
tetapi sering kali tumbuh berdasarkan pada hubungan teman atau keluarga.
52
6.1.2
Pengaruh Jaringan Sosial terhadap Tahapan Perolehan Kredit Mikro
Komponen modal sosial yang kedua adalah jaringan sosial. Menurut
Suparlan (1995) bahwa jaringan sosial merupakan proses pengelompokan yang
terdiri atas sejumlah orang yang masing-masing mempunyai identitas tersendiri
dan dihubungnkan melalui hubungan sosial. Artinya jaringan sosial tidak
melibatkan satu individu tetapi melibatkan banyak individu dan dari banyak
individu tersebut berlangsung hubungan sosial yang pada akhirnya akan
membentuk jaringan sosial (Lawang, 2004). Hal tersebut sangat sesuai dengan
pendapat mengenai manusia adalah sebagai makhluk sosial yang berarti manusia
tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan manusia lain untuk membantunya
dalam menjalani kehidupannya.
Sebagai salah satu komponen modal sosial, jaringan sosial dipandang
memiliki peranan yang cukup penting dalam persoalan perolehan kredit mikro
oleh pelaku usaha kecil terhadap LKM. Oleh karena itu, pada bagian ini akan
menjelaskan mengenai pengaruh jaringan sosial terhadap tahap perolehan kredit
mikro. Data pengaruh antara jaringan dengan tahapan perolehan kredit mikro
secara ringkas disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Pengaruh antara Jaringan terhadap Tahapan Perolehan Kredit
Mikro Kelurahan Pasir Mulya Tahun 2011
Tahapan Perolehan Kredit Mikro
Jaringan Sosial
Rescue
Recovery
Development
Total
Basis Jaringan
0
3
6
9
Interaksi
4
1
0
5
Total
4
4
6
14
Sebanyak 14 orang responden yang memperoleh kredit dari LKM Bina
Usaha Mandiri atas dasar faktor jaringan sosial terdapat 6 orang responden yang
memiliki jaringan sosial yang bersumber dari basis jaringan seperti pertetangaan
dan pertemanan yang memperoleh kredit pada tahap development lalu sebanyak 3
orang responden yang memperoleh kredit pada tahap recovery dan tidak ada
responden yang memperoleh kredit pada tahap rescue. Selanjutnya, pada jaringan
sosial yang bersumber dari tingkat interaksi hanya terdapat 1 orang responden
53
yang memperoleh kredit pada tahap recovery lalu tidak ada responden yang
memperoleh kredit pada tahap development .
Pada umumnya pelaku usaha kecil di Kelurahan Pasir Mulya yang
memperoleh pinjaman dari LKM Bina Mandiri merupakan masyarakat yang
berada dalam satu wilayah yang sama yakni di RW 02 atau lebih khususnya di
RT 02 dan 03 karena memang LKM Bina Mandiri juga berlokasi di RW 02 dan
lebih tepatnya di RT 02 sehingga jaringan sosial disini hanya mencakup sebagian
besar warga RT 02 dan sebagian RT 03 di Kelurahan Pasir Mulya dari hal itu
dapat dikatakan bahwa basis jaringan sosial melalui hubungan pertetangaan dan
pertemanan sangat kental di wilayah ini. Berdasarkan hasil di lapangan para
responden yang memperoleh kredit jumlah yang besar memiliki jaringan sosial
yang melalui hubungan pertetangaan dan pertemanan sehingga
responden
tersebut banyak mengenal dan dikenali dekat oleh sebagian besar warga
masyarakat di wilayah mereka sehingga dengan begitu kontrol dan pengawasan
terhadap diri mereka menjadi lebih mudah. Sebagaimana yang diungkapkan
Bapak AD (39 tahun), Bapak AD merupakan salah satu responden yang
memperoleh pinjaman yang besar dari pihak LKM Bina Mandiri. Beliau
mengungkapkan walaupun hubungan Bapak AD dengan pihak LKM Bina
Mandiri tidak dekat, akan tetapi beliau banyak mengenali dan dikenali warga RT
02 lainnya sehingga menurut Bapak AD hal tersebut merupakan faktor penyebab
beliau berhasil memperoleh dana dalam jumlah yang besar. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh pihak LKM Bina Mandiri bahwa menurutnya memang ada
beberapa warga yang hubungannya tidak dekat hanya sekedar hubungan antar
warga saja. Namun mereka dapat memperoleh pinjaman dengan jumlah besar.
Pihak LKM menganggap walaupun tidak mengenal dekat dengan nasabah akan
tetapi banyak anggota masyarakat lain yang mengenalnya dengan dekat, hal itu
sudah cukup untuk dijadikan faktor penilaian apakah si nasabah tersebut bisa
memperoleh dana sesuai dengan kebutuhannya karena identitas kepribadian
mengenai dirinya sudah dikenal dan dimengerti oleh anggota masyarakat lainnya.
Responden lain yakni Ibu SP ( 30 tahun) yang mengaku tidak memiliki
hubungan yang dekat dengan pihak LKM Bina Mandiri tetapi beliau memperoleh
pinjaman dengan jumlah yang besar. Namun berbeda dengan responden yang
54
sebelumnya Ibu SP bukan merupakan warga RT 02 tapi beliau mengaku
mengenal dekat beberapa warga RT 02 yang juga memperoleh pinjaman dari
LKM Bina Mandiri. Beliau mengaku keberhasilan beliau memperoleh pinjaman
yang besar dari LKM Bina Mandiri disebabkan oleh pertolongan saudaranya yang
meminta kepada pihak LKM Bina Mandiri untuk memberikan beliau pinjaman,
karena kebetulan saudara beliau adalah tetangga dekat pihak LKM Bina Mandiri
yang juga memperoleh dana dari LKM Bina Mandiri. Pada awalnya Ibu SP ragu
untuk meminjam dana dari LKM Bina Mandiri tapi karena beliau melihat
saudaranya yang sudah lebih dulu meminjam dana dan selama itu tidak
mengalami masalah maka Ibu percaya dan berminat untuk meminjam dana ke
LKM Bina Mandiri. Beberapa responden lain yang tidak mendapatkan dana
dalam jumlah yang besar mengaku memang belum banyak warga masyarakat
yang mereka kenal karena memang sebagian dari mereka adalah warga pendatang
baru sehingga jaringan sosial yang dibentuk belum terlalu luas. Mengenai hal ini
pihak LKM Bina Mandiri menjelaskan bahwa pihak LKM belum berani
memberikan dana dalam jumlah yang besar kepada nasabah yang merupakan
warga baru dan belum banyak masyarakat yang kenal dekat dengan mereka.
Penjelasan di atas menunjukan bahwa jaringan sosial memiliki pengaruh
terhadap tahapan kredit yang dapat diperoleh oleh nasabah. Pada dasarnya
kepercayaan pihak LKM Bina Mandiri terhadap nasabah juga lahir dari jaringan
sosial nasabah tersebut. Jaringan sosial dalam kasus ini sangat berkaitan erat
dengan pihak ke tiga baik itu yang berbasis individu maupun berkelompok yang
dalam hal ini adalah tetangga dan teman. Peran pihak ke tiga sangat menentukan
jumlah dana yang dapat diperoleh oleh nasabah terhadap LKM Bina Mandiri.
Pihak ke tiga yang dimaksud disini adalah individu atau kelompok yang menjadi
penghubung antara kedua belah pihak yakni LKM Bina Mandiri dan nasabah.
Beberapa contoh pihak ke tiga yang sesuai dengan kasus ini adalah tetangga dan
teman yang dimiliki oleh nasabah. Walaupun si nasabah tidak mengenal dekat
pihak LKM namun ia memiliki teman. Tetangga dan teman yang mengenal baik
pihak LKM maka kemungkinan nasabah itu bisa mendapatkan jumlah dana
seperti yang ia harapkan. Berdasarkan keterangan tersebut dapat dikatakan bahwa
bentuk modal sosial yang bersifat menjembatani (bridging) sangat jelas terlihat
55
dari kedua contoh di atas karena terdapat proses penyatuan antara dua belah pihak
yang sebelumnya tidak saling mengenal dan terdapat pihak ketiga yang bersifat
sebagai jembatan bagi kedua belah pihak. Hal itu sesuai dengan konsep dari
modal sosial yang bersifat menjembatani (bridging) yakni
lebih cenderung
menyatukan orang dari ranah yang berbeda (Putnam, 2000 dalam Field, 2003).
Selain itu dapat disimpulkan bahwa nasabah yang memiliki jaringan sosial yang
baik maka kesempatan memperoleh dana dalam jumlah yang besar menjadi
terbuka akan tetapi jika si nasabah tidak memiliki jaringan sosial yang kurang
baik maka akan sulit untuk mendapatkan dana dalam jumlah yang besar.
6.1.3
Pengaruh Norma terhadap Tahapan Perolehan Kredit Mikro
Hasbullah (2006), mengartikan norma sebagai sekumpulan aturan yang
diharapkan dipatuhi dan diikuti masyarakat pada entitas sosial tertentu. Normanorma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku yang
tumbuh dalam masyarakat. Norma tersebut biasanya terinstitusionalisasidan
mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang
menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan
kolektif tersebut biasanya dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan
menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.
Oleh karena itu, sebagai salah satu komponen dari modal sosial norma dianggap
memiliki peranan dalam hal perolehan kredit mikro seperti halnya kepercayaan
dan jaringan. Data pengaruh antara norma dengantahapan perolehan kredit mikro
secara ringkas disajikan pada Tabel 20.
Hasil dari Tabel 20 menunjukan sebanyak 6 orang responden yang
mendapatkan kredit atas dasar norma sosial hanya terdapat 1 orang responden
yang taat kepada norma tertulis memperoleh kredit pada tingkat development lalu
sebanyak 1 orang responden memperoleh kredit pada tingkat recovery dan
sebanyak 2 orang responden memperoleh kredit pada tingkat rescue. Selanjutnya,
pada aspek ketaatan terhadap aturan yang tidak tertulis hanya terdapat 1 orang
responden yang memperoleh kredit pada tingkat recovery lalu sebanyak 2 orang
memperoleh kredit pada tingkat development dan tidak ada responden
memperoleh kredit pada tingkat.
yang
56
Tabel 20 Pengaruh antara Norma terhadap Tahapan Perolehan Kredit
Mikro Kelurahan Pasir Mulya Tahun 2011
Tahapan Perolehan Kredit
Norma
Rescue
Recovery Development
Ketaatan Terhadap Aturan
Tertulis
Ketaatan Terhadap Aturan
Tidak Tertulis
Total
Total
2
1
1
3
0
1
2
3
2
2
3
6
Pada dasarnya aturan yang dianut oleh masyarakat Kelurahan Pasir Mulya
merupakan aturan yang bersifat tertulis yakni aturan yang memiliki hukum yang
tegas atau memiliki nilai pidana. Sementara aturan yang tidak bersifat tertulis
seperti nilai-nilai kejujuran, menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban dan timbal
balik (Fukuyama, 2001) hanya dipahami sendiri oleh masing-masing individu
tanpa melihat ukuran kejujuran, menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban dan
timbal balik menurut orang lain artinya dari hal tersebut terdapat perbedaan
ukuran nilai-nilai tersebut. Sebagai contoh, salah seorang responden merasa
bahwa dirinya jujur akan tetapi menurut orang lain orang tersebut tidak jujur,
berdasarkan contoh tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan ukuran nilainilai kejujuran yang dianut oleh masing-masing individu.
Dalam kasus di penelitian ini nilai-nilai yang seperti itulah yang justru
dapat berpengaruh dalam proses perolehan kredit karena pada dasarnya pihak
LKM Bina Usaha Mandiri menganggap bahwa mereka akan lebih tertarik
memberikan pinjaman jika orang yang akan dipinjami juga memiliki prilaku yang
baik dan perilaku yang baik sangat tergantung dari seberapa taatkah orang tersebut
menjalani norma yang ada. Seorang pelaku usaha kecil belum tentu bisa langsung
memperoleh kredit pada tahap development walaupun pelaku usaha itu sudah
merasa menjalankan norma-norma yang ada namun menurut pihak LKM ternyata
orang tersebut belum menjalankan norma yang ada.
Download