perencanaan lanskap tirta waduk cacaban sebagai

advertisement
PERENCANAAN LANSKAP TIRTA WADUK CACABAN
SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA
DI KABUPATEN TEGAL
ALDI ARDANA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perencanaan
Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal”
adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua
sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Aldi Ardana
A44070066
2
ABSTRAK
ALDI ARDANA. Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai Kawasan
Ekowisata di Kabupaten Tegal. Dibimbing oleh AFRA DONATHA NIMIA
MAKALEW.
Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten Jawa Tengah yang terletak
di posisi yang sangat strategis. Kota ini terletak di jalur utama transportasi dari
Jakarta dan Jawa Barat ke Jawa Tengah melalui jalur utara. Keragaman topografi
menjadi keunikan dan memungkinkan masyarakat untuk membudidayakan berbagai
komoditas pertanian. Sampai saat ini, tujuan utama waduk ini adalah sebagai sumber
irigasi utama bagi kegiatan pertanian di Kabupaten Tegal. Penelitian ini bertujuan
merencanakan lanskap Tirta Waduk Cacaban sebagai kawasan ekowisata dengan
mempertimbangkan kearifan lokal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada Gold (1980) yang meliputi persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis,
dan perencanaan. Tiga aspek utama yang dianalisis meliputi aspek sumber daya alam,
aspek wisata, dan aspek sosial. Hasil perencanaan ini akan berupa rencana lanskap
yang mencakup rencana spasial, rencana aktivitas wisata, rencana fasilitas wisata,
rencana sirkulasi, dan rencana pengembangan vegetasi. Rencana spasial terdiri dari
tiga ruang utama yaitu ruang konservasi, ruang pemanfaatan non-intensif, dan ruang
pemanfaatan intensif. Ruang konservasi berfungsi sebagai area konservasi air dan
tanah. Ruang pemanfaatan non intensif berfungsi sebagai ruang penyangga yang
mengakomodasi aktivitas wisata alam. Ruang pemanfaatan intensif merupakan area
untuk penggunaan intensif yang meliputi area-area wisata, area penerimaan dan
pelayanan, dan area budidaya. Rencana sirkulasi terdiri dari sirkulasi wisata darat dan
sirkulasi wisata air dengan menggunakan pola jalur linear dan tertutup. Rencana
vegetasi dibedakan berdasarkan fungsinya yang mencakup fungsi konservasi, fungsi
estetika, fungsi pengarah, fungsi peneduh, dan fungsi budidaya. rencana daya dukung
dipertimbangkan untuk menjaga nilai ekologis kawasan dan mengantipasi adanya
penumpukan jumlah pengunjung yang dapat berakibat pada berkurangnya tingkat
kenyamanan wisata.
Kata Kunci: perencanaan, waduk, Tegal, Tirta Waduk Cacaban, Tegal
ABSTRACT
ALDI ARDANA. Landscape Planning of Tirta Waduk Cacaban as an Ecotourism
Area in Tegal Regency. Supervised by AFRA DONATHA NIMIA MAKALEW.
Tegal Regency is one of Central Java regencies which is located in a very
strategic position. It is located on the main road of transportation from Jakarta and
West Java to Central Java via northbound lane. Its topographical diversity becomes a
specific property and allows the people to practice a wide range of agricultural
commodities. Tirta Waduk Cacaban area is one of tourism potency that can be
developed in addition to agricultural sector in Tegal Regency. Until now, the
principal purpose of Tirta Waduk Cacaban is a water reservoir that become the major
irrigation source facility for agricultural activities in Tegal Regency. This research is
purposed to arrange a landscape planning of Tirta Waduk Cacaban as an ecotourism
area with local wisdom adaptation. The method used for this study based on the
planning process by Gold (1980) which includes preparation, inventory, analysis,
synthesis and planning with several adjustments. The main aspects that are identified
and analysed includes the natural, tourism, and human resources. The product of this
research presented as a landcape plan that includes space, tourism activities, facility,
circulation, and vegetation development plans. The spatial plan consists of three main
spaces include conservation, non-intensive utilization, and intensive utilization
spaces. The conservation space is for less intensive use which includes water and soil
conservation areas. The non-intensive utilization space is allocated as buffer areas
that accommodate natural tourism activities. The intensive utilization space allocated
for intensive use which includes tourism, entrance and service, and cultivation areas.
The circulation plan consist of land and water tourism ways which includes linear and
loop lane systems. The vegetation plan consist of several functional used which
includes conservation, aesthetics, directional, shade-provider, and cultivation
functions. The carrying capacity plan is considered to preserve the ecological value of
the site and anticipating of tourist accumulation which can cause tourism pleasure
decrement .
Keywords: Planning, Reservoir Area, Tegal, Tirta Waduk Cacaban, Tourism
4
® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
6
PERENCANAAN LANSKAP TIRTA WADUK CACABAN
SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA
DI KABUPATEN TEGAL
ALDI ARDANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
8
r
Judul Penelitian
Nama Mahasisiwa
NRP
Departemen
: Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai
Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal
: Aldi Ardana
: A440700s66
: Arsitektur Lanskap
Disetujui oleh,
onatha Nimia Makalew, M.Sc.
Pembimbing
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Tanggal disetujui:
2 2 AUG lUll
Judul Penelitian
Nama Mahasisiwa
NRP
Departemen
: Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai
Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal
: Aldi Ardana
: A44070066
: Arsitektur Lanskap
Disetujui oleh,
Dr. Ir. Afra Donatha Nimia Makalew, M.Sc.
Pembimbing
Diketahui oleh,
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Tanggal disetujui:
10
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa atas nikmat iman, sehat dan kekuatan yang senantiasa diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perencanaan Lanskap Tirta
Waduk Cacaban Sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal”. Skripsi ini
merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan dan menjadi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana.
Banyak pihak yang telah turut serta membantu dan memberikan kontribusinya
dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala hormat penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta Drs.
Baskoro, SE. dan Dra. Hardiana, SE. yang senantiasa memberikan dukungan moral,
Dr. Ir. Afra DN. Makalew, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan saran. Selain itu ucapan terima kasih juga ditujukan
kepada Dr. Tati Budiarti, MS. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
banyak nasehat dan masukan selama penulis menempuh jenjang pendidikan S1,
Bapak Aribawa beserta jajaran staf Bappeda Kabupaten Tegal, pihak pengelola
Obyek Wisata Tirta Waduk Cacaban, dan seluruh masyarakat kabupaten Tegal yang
telah membantu penulis dalam mengumpulkan informasi demi penyusunan skripsi
ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen dan staf
civitas akademik Departemen Arsitektur Lanskap IPB, sahabat – sahabat angkatan
42, 43, 44, 45, dan 46 serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis sangat berharap dengan adanya penulisan skripsi ini akan bermanfaat
secara umum bagi pemerintah daerah Kabupaten Tegal dan khususnya bagi pengelola
serta masyarakat kawasan Wisata Tirta Waduk Cacaban. Kritik dan saran yang
membangun sangat terbuka demi perbaikan dan penyempurnaan penelitian di masa
yang akan datang.
Bogor, Juli 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
Kerangka Pikir
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Lanskap
Waduk dan Pemanfaatannya sebagai Sarana Wisata
Waduk Cacaban
Wisata dan Pariwisata
Ekowisata
Daya Dukung Rekreasi
x
x
xi
1
1
2
2
2
4
4
5
5
6
6
7
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu
Batasan Studi
Metode dan Tahapan Penelitian
Proses Penelitian
Persiapan
Inventarisasi
Analisis
Sintesis
Konsep dan Pengembangan Konsep
Perencanaan Lanskap
9
9
9
10
10
11
11
12
15
15
15
KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN
Gambaran Umum Kabupaten Tegal
Demografi Kabupaten Tegal
Gambaran Umum Kawasan Waduk Cacaban
Batas Geografis dan Administrasi
Aksesibilitas
Kondisi Pengelolaan Waduk Cacaban
16
16
16
18
18
18
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Sumberdaya Alam Waduk Cacaban
Fisik
Biofisik
Aspek Sosial
Preferensi Masyarakat dan Pengunjung
26
26
26
37
40
40
12
Preferensi Pihak Pengelola TWC
Aspek Wisata
Kualitas Visual
Potensi Obyek dan Atraksi
Aksesibilitas dan Fasilitas Pendukung
Potensi Pengunjung
Aspek Legal
Tata Guna Lahan
Hasil Analisis
Sintesis
Konsep dan Pengembangan Konsep
Konsep Dasar Perencanaan
Pengembangan Konsep
Perencanaan Lanskap
Rencana Ruang
Rencana Aktivitas Wisata
Rencana Sirkulasi
Rencana Fasilitas
Rencana Vegetasi
Rencana Daya Dukung
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
42
44
44
47
50
54
58
58
62
68
71
71
72
77
77
80
83
86
86
90
92
93
101
DAFTAR TABEL
1 Jenis, Sumber, Cara Pengambilan, dan Bentuk Data
2 Peningkatan Penduduk Kabupaten Tegal
3 Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
4 Jenis Lapangan Usaha Masyarakat Cacaban
5 Bentuk Wilayah Berdasarakan Kecuraman Lereng
6 Presentase Luas Kemiringan Lahan (Daratan)
7 Jenis Tanah dan Presentase Luasan pada Kawasan Waduk Cacaban
8 Daftar Nama Tanaman di Lokasi Penelitian
9 Karakteristik Tajuk dan Perakaran Vegetasi untuk Pengendalian Longsor.
10 Hasil Kuisioner Preferensi Pengunjung dan Masyarakat
11 Potensi Obyek dan Atraksi di Kawasan Waduk Cacaban
12 Potensi/Kendala Fasilitas Eksisting di kawasan TWC
13 Data Jumlah dan Rata-Rata Pengunjung TWC
14 Hasil Analisis Potensi dan Kendala beserta Solusinya
15 Alokasi Pembagian Ruang Rencana Blok
16 Pembagian Ruang, Aktifitas, dan Fasilitas
17 Tema Jalur Interpretasi
18 Rencana Alokasi Pembagian Ruang
19 Rencana Sirkulasi Kawasan TWC
20 Rencana Fasilitas pada Kawasan TWC
21 Nilai Daya Dukung Tiap Ruang
11
17
17
25
26
27
33
37
39
41
48
52
56
64
70
73
75
77
84
86
90
14
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pikir
2 Peta Orientasi Lokasi Penelitian
3 Tahapan Proses Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980)
4 Peta Batas Tapak Penelitian
5 Skema Akses Menuju Lokasi
6 Peta Akses Menuju Tapak
7 Kondisi Akses Menuju Lokasi
8 Kondisi Wisata Air dan Darat
9 Perbukitan pada Daerah Tangkapan Air
10 Peta Topografi
11 Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan
12 Peta Analisis Kesesuaian Lereng untuk Wisata
13 Kondisi Area Bermain Anak dan Struktur Bendung Utama
14 Peta Rawan Analisis Bahaya Longsor
15 Kondisi Hidrologi Waduk Cacaban
16 Peta Analisis Hidrologi
17 Grafik Fluktuasi Suhu
18 Grafik Fluktuasi RH
19 Keefektifan Penyerapan Radiasi Matahari oleh Vegetasi
20 Peta Overlay Kesesuaian Fisik untuk Wisata
21 Penjarahan Hutan dan Penebangan Liar oleh Masyarakat
22 Grafik Hasil Kuisioner
23 Axis yang dibentuk oleh jajaran pohon sengon (Albizia falcata)
24 Kualitas Visual Buruk
25 Peta Analisis Visual
26 Peta Analisis Potensi Obyek dan Atraksi
27 Peta Analisis Akses dan Fasilitas Eksisting
28 Grafik Peningkatan Penunjung
29 Peta Overlay Kesesuaian Wisata
30 Arahan Rencana Pola Ruang
31 Peta Identifikasi Penggunaan Lahan
32 Skema Proses Overlay Analisis
33 Peta Komposit Analisis
34 Peta Rencana Blok
35 Diagram Ruang
36 Konsep Sirkulasi
37 Konsep Vegetasi
38 Peta Rencana Ruang
39 Skema Sistem KJA
40 Ilustrasi Budidaya Sistem KJA
41 Peta Rencana Sirkulasi
42 Ilustrasi Rencana Jenis Vegetasi
43 Peta Rencana Lanskap
3
9
10
19
20
21
22
24
26
28
29
30
31
32
33
35
36
36
37
38
39
43
45
45
46
51
55
54
57
60
61
62
63
69
72
74
76
78
81
81
85
88
89
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner Penelitian
2 Peta Orientasi Kawasan Terhadap Jalur Pantura
3 Peta Arahan Pariwisata
4 Ilustrasi Fasilitas Wisata
95
98
99
100
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang
memiliki letak sangat strategis. Kabupaten Tegal terletak pada jalur utama
transportasi dari Jakarta dan Jawa Barat menuju Jawa Tengah melalui jalur utara.
Apabila dibandingkan dengan jalur selatan, jalur utara memliki aktivitas lebih
ramai dan memegang peranan penting sebagai penggerak roda perekonomian
kota-kota besar di Pulau Jawa. Secara administratif wilayah Kabupaten Tegal
terbagi menjadi 18 kecamatan yang meliputi 281 Desa dan 6 Kelurahan. Luas
wilayah Kabupaten Tegal mencapai 87.879 Ha. Dari luasan wilayah tersebut,
sebagian besar merupakan lahan kering (47.601 Ha) dan sebagian lainnya berupa
lahan sawah (40.278 Ha). Secara topografis wilayah Kabupaten Tegal terbagi
menjadi daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi (Bappeda Kabupaten
Tegal, 2008).
Kondisi topografi yang beragam tersebut menjadi kekayaan tersendiri bagi
Kabupaten Tegal dan memungkinkan masyarakatnya untuk mengusahakan
berbagai macam komoditi pertanian. Pada dataran rendah, lahan pertanian
didominasi oleh pertanian tanaman pangan, khususnya padi. Pada dataran tinggi
petani umumnya menyesuaikan pertanian mereka dengan kondisi lingkungan
yang relatif dingin yang pada umumnya mengusahakan komoditi sayuran dan
buah dataran tinggi, seperti cabai, tomat, kol, bawang daun, wortel, dan stroberi.
Variasi komoditi pertanian yang dihasilkan ini dapat menjadi potensi tersendiri
bagi pengembangan perekonomian Kabupaten Tegal, baik jika dilihat dari
dukungan sektor pertanian bagi perekonomian maupun sektor lainnya khususnya
pariwisata (penelitian, 2010).
Selain sektor pertanian, Kabupaten Tegal juga memiliki potensi lain
sebagai obyek wisata. Setidaknya ada tiga potensi utama yang dapat
dikembangkan menjadi obyek wisata antara lain Wisata Pemandian Air Panas
Guci, Pantai Purwahamba Indah, dan Tirta Waduk Cacaban (TWC). Selama
sepuluh tahun terakhir jumlah pengunjung wisata terbanyak mencapai 212.961
orang/tahun (Pantai Purwahamba), 209.945 orang/tahun (Wisata Air Panas Guci),
dan 17.148 orang/tahun (Wisata Tirta Waduk Cacaban). Selama ini Kabupaten
Tegal dikenal dengan semboyannya, yakni “PERTIWI” (Pertanian, Industri, dan
Pariwisata) dan visi kepariwisataan Tegal yang ngangeni (membuat kangen) dan
mbetahi (membuat betah) (Bappeda Kabupaten Tegal, 2008).
Salah satu obyek yang dapat dikembangkan adalah obyek wisata Tirta
Waduk Cacaban (TWC). Adapun fungsi utama Waduk Cacaban hingga saat ini
adalah sebagai sumber utama pengairan bagi pertanian di Kabupaten Tegal. Selain
itu, waduk ini juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai alternatif wisata yang
dapat memberikan pengaruh bagi penggerak perekonomian masyarakat lokal.
Menurut data dari Dinas Pariwisata dan Kepariwisataan Kabupaten Tegal, Obyek
Wisata TWC memang memiliki jumlah pengunjung dengan angka terendah
apabila dibandingkan dengan dua obyek wisata utama di Kabupaten Tegal lainnya
yakni Obyek Wisata Pantai Purwahamba Indah dan Obyek Wisata Guci sampai
2
pada tahun 2007 yakni hanya 53.718 pengunjung. Kedua obyek lainnya bisa
mencapai 681.404 pengunjung untuk Obyek Wisata Guci dan 589.975 pengunjung
untuk Obyek Wisata Pantai Purwahamba Indah. Meskipun demikian jumlah
pengunjung untuk Waduk Cacaban terus bertambah dari tahun 2005 hingga 2007.
Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini cukup diminati dan berpotensi untuk
dikembangkan dan direncanakan menjadi suatu kawasan wisata.
Pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan Obyek Wisata TWC oleh
masyarakat dan pemerintah pada saat ini belum sepenuhnya dapat mendukung
kelestarian kawasan tersebut. Terjadinya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan
pertanian oleh petani penggarap dan pembukaan lahan oleh pengelola untuk
berbagai fasilitas pendukung kegiatan wisata memberikan kontribusi terhadap
terjadinya penurunan kualitas lingkungan di kawasan tersebut. Pariwisata yang
baik dan berkelanjutan adalah pariwisata yang meminimalkan dampak terhadap
lingkungan, menciptakan kepekaan terhadap lingkungan dan budaya, memberikan
pengalaman positif terhadap wisatawan, serta memberikan manfaat dengan
melibatkan partisipasi masyarakat lokal.
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian tentang perencanaan lanskap kawasan Tirta
Waduk Cacaban sebagai alternatif wisata di Kabupaten Tegal adalah sebagai
berikut:
1. mengidentifikasi dan menganalisis sumberdaya lanskap dan prefrensi
pengunjung, masyarakat sekitar kawasan, dan pengelola terkait,
2. menganalisis kesesuaian lanskap dari kawasan tersebut sebagai kawasan
obyek wisata, serta
3. membuat rencana penataan lanskap Tirta Waduk Cacaban sebagai
kawasan ekowisata.
Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tegal dalam pengembangan
pariwisata di Kabupaten Tegal, khususnya bagi pengelola Tirta Waduk
Cacaban dan bagi pengelola kawasan wisata lain pada umumnya.
2. perencanaan yang mempertimbangkan kerterlibatan masyarakat sekitar
kawasan diharapkan dapat memicu peningkatan perekonomian masyarakat
lokal dan peningkatan kualitas hidup di masa yang akan datang.
Kerangka Pikir
Selain sebagai sumber utama pasokan air untuk irigasi pertanian di
Kabupaten Tegal, kawasan Wisata Tirta Waduk Cacaban juga memiliki potensi
sumberdaya fisik-biofisik, obyek dan atraksi, dan wisatawan pengunjung yang
dinilai dapat menjadi pemicu penggerak perekonomian lokal dari sektor
3
pariwisata. Oleh karena itu, diperlukan suatu keterpaduan di antara ketiga aspek
tersebut agar kualitas lingkungan kawasan tidak menurun dan berkelanjutan
(sustainable) serta di sisi lain dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal
di sekitar kawasan wisata Tirta Waduk Cacaban. Perencanaan penataan lanskap
yang baik dan sesuai dengan kaidah wisata berkelanjutan diperlukan untuk
menjaga fungsi utama dan keterpaduan antara ketiga aspek penting dari kawasan
tersebut seperti yang terdapat pada Gambar 1.
TWC
Potensi Kawasan
Aspek Sumberdaya
Aspek Wisata
Alam
-Kondisi Fisik dan
Biofisik
-Kesesuaian lahan
-Hidrologi
- Iklim
Aspek Sosial
Budaya
-Potensi Objek Wisata
dan Atraksi
-Kondisi Visual
-Akses Fasilitas
-Daya Dukung
Konsep Wisata
Zonasi Kawasan
Perencanaan Lanskap Tirta Waduk
Cacaban sebagai Kawsan
Ekowisata di Kabupaten Tegal
Gambar 1. Kerangka Pikir
-Karakteristik,
Potensi, Preferensi
Pengunjung dan
Masyarakat Sekitar
- Preferensi pihak
pengelola TWC
Aspek Legal
4
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Lanskap
Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu
dimana di dalamnya terdapat dua unsur pembentuk yaitu unsur utama atau unsur
mayor dan unsur penunjang atau unsur minor. Unsur mayor adalah unsur pada
lanskap yang relatif sulit untuk dimodifikasi sedangkan unsur minor adalah unsur
pada tapak yang relatif mudah untuk dimodifkasi. Bentuk lanskap apabila dilihat
dari setiap tempat yang berbeda ternyata memiliki karakter yang berbeda dan
mempunyai ciri masing-masing. Karakter ini terbentuk dari harmonisasi dan
kesatuan dari elemen-elemen yang ada di alam seperti, bentukan lahan, formasi
batuan, tutupan vegetasi, dan satwa. Keunikan karakter lanskap pada suatu
kawasan wisata alam dapat menjadi pendukung dalam pengembangan kawasan
wisata alam (Simonds 1983).
Perencanaan lanskap merupakan suatu upaya penataan lanskap
berdasarkan potensi, kendala, amenity dan bahaya lanskap tersebut guna
mewujudkan suatu bentukan lahan yang berkelanjutan, indah, fungsional dan
memuaskan bagi penggunanya. Proses perencanaan meliputi proses pengumpulan
dan penginterpretasian data, proyeksi ke masa depan, mengidentifikasi masalah
dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah
yang ada dalam suatu bentang alam.
Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis, yang
digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk
pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan, antara lain:
1. pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe sacara alternatif aktivitas
berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya,
2. pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas
berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan
kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang,
3. pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi
kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi, dan
4. pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan
perilaku manusia.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), terdapat hal-hal penting yang
perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, diantaranya:
1. mempelajari hubugan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar,
2. memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan
yang akan direncanakan,
3. menjadikan kawasan yang direncanakan sebagai objek yang menarik, dan
4. merencanakan kawasan tersebut sehingga menghasilkan suatu kawasan
yang dapat menampilkan kesan masa lalunya.
5
Waduk dan Pemanfaatannya sebagai Sarana Wisata
Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Umum , diacu dalam Sumargo
(2006), pengertian bendung adalah bangunan air yang dibangun melintang sungai
atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk
mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara
gravitasi ketempat yang membutuhkannya. Sedangkan menurut kamus tata ruang
terbitan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, bendung
(dam) adalah bangunan air melintang badan sungai untuk mengatur air sungai
sehingga terbentuk kolam atau waduk di bagian hulu sungai dari letak bangunan
tersebut yang berfungsi sebagai penyedia air bagi tenaga listrik, keperluan irigasi,
maupun pengendalian banjir.
Secara umum perairan waduk dapat dibedakan dalam beberapa kawasan
yaitu kawasan bahaya (merupakan kawasan tertutup bagi kepentingan umum
untuk melindungi instalasi penting dan bendungan utama), kawasan suaka
(merupakan kawasan tertutup bagi kegiatan-kegiatan budidaya apapun, kecuali
kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak menguibah benteng alam,
kondisi penggunaan lahan dan ekosistem alami yang ada), kawasan lindung (
merupakan kawasan hutan lindung sebagai daerah tangkapan air dan kawasan
sabuk hijau), dan kawasan bebas (merupakan kawasan yang dapat digunakan
untuk berbagai kegiatan misalnya untuk kegiatan usaha dan pariwisata). Oleh
karena itu, pada umumnya fungsi waduk dapat dikatakan bersifat serba guna dan
pengelolaanya harus memenuhi unsur keserasian antar fungsi dalam pencapaian
tujuannya.
Perairan waduk atau danau bersifat barang publik serta mempunyai
pemanfaatan majemuk. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengelolaan maupun
pengaturan yang baik dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya
dan lingkungan hidup agar dalam pemanfaatannya tidak menimbulkan dampak
yang negatif. Wisata alam merupakan salah satu jenis wisata yang dapat
dikembangkan untuk menambah keindahan waduk serta menjaga
keberlanjutannya mutlak diperlukan sabuk hijau (green belt) diseputar waduk
(Sumargo 2006).
Waduk Cacaban
Waduk Cacaban mulai digagas sejak tahun 1914 dan dibuat perencanaan
detailnya pada tahun 1930 oleh pemerintah kolonial Belanda. Pembangunan
fisiknya dimulai pada tahun 1952 dimana peletakan batu pertamanya dilakukan
oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tanggal 16 September 1952.
Pembangunannya selesai pada tahun 1958 dan diresmikan penggunaanya oleh
Pejabat Presiden Mr. Sartono pada tanggal 19 Mei 1958. Sejak saat itu secara
resmi Waduk Cacaban dioperasionalkan hingga sekarang.
Secara geografis kawasan wisata alam Tirta Waduk Cacaban terletak
sekitar sembilan kilometer ke arah timur dari Kota Slawi. Posisinya berada pada
tiga wilayah kecamatan di Kabupaten Tegal yaitu Kecamatan Kedungbanteng
meliputi sebagian Desa Penujah, Karanganyar, Tonggara dan Karangmalang,
Kecamatan Jatinegara meliputi sebagian Desa Jatinegara, Dukuhbangsa,
6
Lebakwangi, Capar, Padasari dan Wotgalih dan Kecamatan Pangkah meliputi
sebagian Desa Dermasuci. Waduk Cacaban mempunyai water catchment area
(daerah tangkapan air) seluas 6.792 ha. Topografi kawasan Waduk Cacaban
adalah perbukitan dengan ketinggian antara 85 m – 600 m dpl. Selama
operasional, telah banyak kegiatan yang dilakukan dalam rangka menjaga fungsi
waduk, baik yang bersifat pemeliharaan maupun pembangunan. Selain fungsi
utamanya sebagai sumber irigasi pertanian di Kabupaten Tegal, waduk ini juga
memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi wisata air maupun
wisata alam. Kawasan Obyek Wisata TWC merupakan salah satu aset Pemerintah
Kabupaten Tegal sebagai obyek wisata dari beberapa obyek wisata lainnya.
Wisata dan Pariwisata
Menurut UU No. 10 tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam
kegiatan wisata yang didukung dengan berbagai macam fasilitas yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah daerah. Wisata merupakan
pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari 50-100 mil dari tempat
tinggal dan pekerjaan rutinnya menuju suatu tempat tertentu dimana aktivitas
tersebut dilakukan pada saat mereka berada di tempat yang dituju serta ada
fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasi keinginan mereka (Gunn, 1994).
Ada tiga jenis kategori wisata menurut Bruun (1995), yaitu:
1. ecotourism, green tourism, dan alternatif tourism merupakan wisata yang
berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan industri
kepariwisataan dan perlindungan terhadap wisata alam dan lingkungan,
2. wisata budaya merupakan kegiatan pariwisata dengan kekayaan budaya
sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan, dan
3. wisata alam merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman
terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.
Pariwisata merupakan fenomena kemasyarakatan, yang menyangkut
manusia, masyarakat, kelompok, organisasi, kebudayaan dan sebagainya, sebagai
proses kepergian sementara menuju tempat lain diluar tempat tinggalnya dimana
dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena
kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, agama, kesehatan maupun kepentingan
lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk
belajar (Suwantoro, 1997).
Ekowisata
Ekowisata melibatkan kegiatan perjalanan/pengalaman wisata yang relatif
tidak menggangu alam dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi, dan
menikmati flora fauna liar serta budaya lokal di suatu kawasan (UNEP, 1980).
Ekowisata merupakan bentuk kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap
kelestarian lingkungan, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan
keutuhan budaya masyarakat setempat (TIES, 1990). Ada beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan aktivitas ekowisata, yaitu:
1. meminimalisir dampak lingkungan dan sosial,
7
2. meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan dan budaya,
3. menciptakan pengalaman yang positif bagi pengunjung maupun
masyarakat lokal,
4. menciptakan keuntungan secara finansial untuk kepentingan
konservasi,
5. menciptakan keuntungan secara finansial dan partisipasi nyata bagi
masyarakat lokal,
6. meningkatkan sensitivitas pengunjung terhadap iklim politis, sosial dan
budaya di kawasan setempat.
Faktor keberlanjutan menjadi faktor terpenting yang harus diterapkan
dalam definisi ekowisata. Keberlanjutan suatu wisata ditunjukan dari hasil
keseimbangan positif dari dampak lingkungan, pengunjung, sosio-budaya dan
ekonomi (Lindberg, 1997). Menurut Lindberg, ada beberapa pihak yang terlibat
dalam ekowisata, yaitu:
1. pengunjung,
2. area alami dan pengelolanya (baik area umum maupun pribadi),
3. masyarakat,
4. pebisnis (mencakup penyedia penginapan, restoran, dan sebagainya),
5. pemerintah (perannya dalam pengelolaan area alami), dan
6. LSM
Ekowisata dapat disebut sebagai bentuk perjalanan wisata yang
bertanggung jawab karena berawal dari perpaduan berbagai minat yang tumbuh
atas dasar kepedulian terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu
ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan upaya konservasi (Fandelli dan
Mukhlison, 2000 diacu dalam Kurnianto, 2008).
Daya Dukung Rekreasi
Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan
pengelolaan suatu sumberdaya alam untuk mencegahnya dari kerusakan dan
degradasi sehingga kelestarian keberadaan dan fungsinya dapat terjaga. Selain itu,
pada saat dan ruang yang sama pengguna atau masyarakat pemakai sumberdaya
daya tersebut tetap berada dalam kondisi sejahtera dan/atau tidak dirugikan
(Nurisjah et al., 2003). Daya dukung tidak saja melakukan penilaian terhadap
aspek fisik dan ekologis tetapi juga dapat digunakan untuk memperkirakan nilai
daya dukung dari aspek sosial. Contoh aplikasi perhitungan daya dukung dalam
bidang penataan suatu lanskap biasanya digunakan untuk melakukan penilaian
terhadap pengalaman dari pelaku rekreasi pada suatu tapak pada tingkat
pembangunan kawasan rekreasi tertentu, penilaian terhadap perubahan perilaku
sosial dari masyarakat, atau penilaian terhadap bentuk konflik antara kelompok
sosial karena tidak sesuainya fasilitas yang tersedia dengan jumlah pengguna pada
kawasan tersebut. Menurut Tivy (1972) diacu dalam Nurisjah et al. (2003) ada 3
(tiga) pendekatan yang dapat dilakukan dalam melakukan pendugaan terhadap
daya dukung suatu tapak yaitu pendekatan yang dilakukan terhadap faktor
pembatas dan evaluasi dampak (limiting factors and the evaluation impacts),
keawetan dan kerusakan areal (site deterioration and durability), dan kepuasan
pemakai (user satisfaction).
8
Daya dukung rekreasi merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara
alami, fisik, dan sosial yang dapat mendukung pengunaan aktivitas rekreasi dan
dapat memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan (Gold,1980).
Daya dukung optimal suatu aktivitas rekreasi merupakan jumlah aktivitas rekreasi
yang dapat ditampung oleh suatu area selama jangka waktu tertentu serta dapat
memberikan perlindungan terhadap sumberdaya dan kepuasan terhadap
pengunjung. Bentuk pendugaan nilai daya dukung dapat dibedakan menjadi
beberapa bentuk tergantung dari tujuan pengembangan suatu kawasan. Menurut
Pigram (1983) diacu dalam Nurisjah et al. (2003) terdapat 4 (empat) daya dukung
untuk kegiatan rekreasi yaitu daya dukung ekologis, daya dukung fisik, daya
dukung sosial, dan daya dukung ekonomi.
1. Daya dukung ekologis adalah tingkat maksimum penggunaan suatu
kawasan atau ekosistem baik berupa jumlah maupun jenis kegiatan yang
diakomodasikan di dalamnya sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis
lingkungan tersebut.
2. Daya dukung fisik adalah jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan
yang dapat diakomodasikan dalam suatu kawasan tanpa menyebabkan
kerusakan atau penurunan kualitas lingkungan tersebut secara fisik.
3. Daya dukung sosial merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam
menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan pada suatu area tertentu.
Daya dukung sosial dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam
jumlah dan tingkat penggunaan pada suatu kawasan dimana apabila
melampaui batas daya dukung ini akan mengurangi kepuasan dan kualitas
pengalaman pengguna pada kawasan tersebut.
4. Daya dukung ekonomi adalah tingkat skala usaha dalam pemanfaatan
suatu sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum
secara berkesinambungan.
9
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu
Penelitian mengenai perencanaan lanskap kawasan Tirta Waduk Cacaban
ini dilaksanakan di Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa
Tengah. Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2011 sampai dengan Juni 2013.
Adapun letak lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
Peta Jawa Tengah
Gambar 2. Peta Orientasi Lokasi Penelitian
Sumber: Bappeda 2010, Olahan data 2013
Alat dan Bahan
Dalam kegiatan penelitian ini, digunakan beberapa perangkat untuk
mendukung proses pengumpulan dan pengolahan data. Adapun alat dan bahan
yang digunakan tersebut antara lain:
 Alat:
1. Software AutoCAD 2010, ArcView GIS 3.2, ArcMap GIS 9.3, Adobe
Photoshop CS4, Google Sketch Up Pro 6
2. Kamera Digital
3. Laptop Toshiba Satellite L310
4. Global Positioning System (GPS)
 Bahan:
1. Citra Satelit Google Earth 2010
2. Peta-peta kawasan Tirta Waduk Cacaban
3. Data hasil survai dan wawancara serta kuisioner dengan narasumber
pihak pengelola, pengunjung/wisatawan, dan masyarakat lokal.
Batasan Studi
10
Studi ini dilakukan sampai pada tahap perencanaan penataan lanskap
kawasan Tirta Waduk Cacaban yang hasilnya berupa uraian tulisan dan gambar
rencana lanskap. Rencana yang dihasilkan berupa rencana tata ruang, aktifitas,
fasilitas, sirkulasi, dan vegetasi kawasan Tirta Waduk Cacaban, Kecamatan
Kedungbanteng, Kabupaten Tegal.
Metode dan Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi literatur,
penyebaran kuisioner kepada pengunjung, wawancara dengan narasumber
(pengelola dan masyarakat lokal), dan pengamatan langsung pada lapang (survey).
Adapun tahapan kerjanya mengacu pada tahapan perencanaan Gold (1980) yakni
persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Namun,
pada penelitian ini hanya sampai pada tahap perencanaan dengan penambahan
tahap penyusunan konsep sebelum masuk ke tahap perencanaan. Gambaran
tahapan proses peneltian digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 3.
Persiapan



Tujuan Perencanaan
Usulan Penelitian
Orientasi Umum/Informasi Awal
Penentuan Batas Tapak
Inventarisasi
Data Primer dan Sekunder
Kondisi Umum
Analisis
Sintesis
Aspek SD Alam
Aspek Wisata
Aspek Sosial
Aspek Legal
Peta Komposit
Rencana Blok/Block Plan
Konsep Rencana Dasar
Penyusunan Konsep
Pengembangan Konsep
Perencanaan Lanskap
- Konsep Ruang
- Konsep Aktivitas
Fasilitas
-Konsep Sirkulasi
- Konsep Vegetasi
Rencana Lanskap Tirta Waduk Cacaban
Proses Penelitian
Sebagai Kawasan Ekowisata
Gambar 3 Tahapan Proses Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980)
11
Persiapan
Tahap persiapan mencakup proses penentuan tujuan perencanaan dan
penyusunan rencana kerja beserta rencana anggaran biaya yang terangkum dalam
usulan penelitian. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan orientasi tapak yang
akan dijadikan objek penelitian secara umum dengan cara mencari informasi
sementara berdasarkan studi pustaka.
Inventarisasi
Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan semua
informasi yang berkaitan dengan lokasi yang menjadi objek penelitian. Tahap ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi
sumber daya lanskap dan preferensi pengunjung pada lokasi penelitian. Data yang
diambil terdiri dari dua jenis, yakni data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui survei lapang, penyebaran kuisioner, dan wawancara terhadap
pengunjung, pihak pengelola terkait serta masyarakat lokal yang berada di sekitar
lokasi. Penyebaran kuisioner dilakukan secara acak terhadap 30 orang responden
di kawasan Obyek Wisata Tirta Waduk Cacaban. Data sekunder diperoleh dari
hasil studi literatur, dinas-dinas terkait, dan pustaka lainnya yang dapat
mendukung data yang berkaitan dengan lokasi penelitian.
Data yang diambil meliputi data-data yang berkenaan dengan aspek fisik
dan biofisik, aspek sosial, dan aspek wisata, dan aspek legal. Selain itu, digunakan
juga data kondisi umum untuk mendukung pengenalan lebih lanjut terhadap lokasi
yang menjadi objek penelitian. Adapun jenis, sumber, dan cara pengambilan data
yang digunakan akan ditampilkan pada Tabel 1.
Kegiatan wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber dari
berbagai bidang keahlian serta profesi yang berkaitan dengan penelitian ini.
Kegiatan pengambilan data aspek sosial dilakukan dengan metode wawancara dan
penyebaran kuisioner. Data hasil wawancara dan kuisioner kemudian dianalisis
untuk mendapatkan persepsi dan preferensi sosial dalam kaitannya dengan
pengembangan kawasan obyek wisata tersebut.
Tabel 1. Jenis, Sumber, Cara Pengambilan, dan Bentuk Data
No
Jenis Data
Cara
Pengambilan Data
Jenis Data
Bappeda
Studi Pustaka
Sekunder
Pengelola
Studi Pustaka
Sekunder
Bappeda
Studi Pustaka
Sekunder
Penelitian Terdahulu
BMKG
Bappeda
Studi Pustaka
Studi Pustaka
Studi Pustaka
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Responden
Lapangan
Observasi Lapang,
Wawancara
Primer,
Sekunder
Sumber
ASPEK SD. ALAM :
1
2
3
4
5
6
Letak
Geografis
dan
Administratif Tapak
Masterplan Waduk
Topografi dan Kemiringan
Lahan
Jenis dan Karakteristik Tanah
Iklim dan Kenyamanan
Vegetasi
ASPEK WISATA :
1
Potensi dan Objek Wisata
Tabel 1 Lanjutan
Ahli,
12
No
2
3
4
Jenis Data
Atraksi Wisata
Aksesibilitas (jaringan jalan
dan transportasi)
Tingkat Kunjungan Wisatawan
Disparbud
Cara
Pengambilan Data
Observasi Lapang,
Wawancara
Studi
Pustaka,
Observasi lapang
Studi Pustaka
Primer,
Sekunder
Primer,
Sekunder
Sekunder
Penelitian Terdahulu
Bapermades
Bapermades
Studi Pustaka
Studi Pustaka
Studi Pustaka
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Responden Lokal
Wawancara
Primer
Responden
Kuisioner
Primer
RTRW, Responden
Ahli
Bappeda
Bappeda
Studi
Pustaka,
Wawancara
Studi Pustaka
Studi Pustaka
Primer,
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sumber
Disparbud, Lapangan
Bappeda, Lapangan
Jenis Data
ASPEK SOSIAL :
1
2
3
4
5
Demografi
Aktivitas Perekonomian
Tingkat Kesejahteraan
Ketergantungan
Masyarakat
terhadap Tapak
Potensi Pengguna (perilaku,
keinginan)
ASPEK LEGAL :
1
2
3
Kepemilikan Lahan
Kebijakan Pemerintah Daerah
Tata Guna Lahan (Landuse)
Keterangan:
Bappeda
: Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah
BMKG
: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Bapermades
: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
RTRW
: Rencana Tata Ruang dan Wilayah
Analisis
Analisis dilakukan terhadap beberapa aspek utama dengan sumber data
yang telah dikumpulkan sebelumnya pada tahap inventarisasi yaitu aspek
sumberdaya alam, aspek sosial, aspek wisata dan aspek legal. Tahap ini dilakukan
untuk memenuhi tujuan analisis sumberdaya lanskap dan wisata, persepsi dan
preferensi sosial , serta mengetahui daya dukung kawasan tersebut dalam
pengembangannya sebagai kawasan wisata/area rekreasi massal. Semua analisis
dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dan metode analisis spasial dengan
parameter skoring. Tahapan analisis yang dilakukan akan dijabarkan sebagai
berikut:
1. Aspek Sumberdaya Alam
Analisis dilakukan pada 2 komponen utama yaitu fisik dan biofisik.
Analisis pada komponen fisik dilakukan terhadap beberapa elemen seperti
lokasi dan aksesibilitas, topografi dan kemiringan, jenis dan karakteristik
tanah, hidrologi, dan kondisi iklim. Analisis pada komponen biofisik
meliputi elemen vegetasi dan satwa.
Ada beberpapa parameter yang dipertimbangkan pada elemen
topografi dan kemiringan dalam kaitannya dengan pengembangan kegiatan
wisata. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) ada beberapa
parameter dalam pengembangan sarana rekreasi antara lain adalah drainase
tanah, bahaya banjir, permeabilitas, kemiringan/lereng, tekstur tanah dan
beberapa komponen geologi. Dari beberapa parameter di atas, hanya
kemiringan/lereng yang digunakan sebagai parameter untuk proses
13
analisis, dimana lahan dengan kemiringan antara 0-8% dikategorikan
“sesuai” dengan skor (3), kemiringan 8-15% dikategorikan “sedang”
dengan skor (2), dan kemiringan lebih dari 15% dikategorikan “tidak
sesuai” dengan skor (1). Adapun yang dimaksud dengan lahan dengan
kategori “sesuai” merupakan area yang dapat dilakukan aktivitas
pengembangan sarana rekreasi. Lahan dengan kategori “sedang”
merupakan area yang dapat dilakukan aktivitas pengembangan sarana
rekreasi secara terbatas. Lahan dengan kategori “tidak sesuai” merupakan
area yang tidak dapat dikembangkan untuk sarana rekreasi dan diperlukan
adanya konservasi.
Faktor kerawanan bahaya longsor juga dipertimbangkan untuk
keamanan kegiatan wisata di kawasan tersebut. Tingkat kerawanan longsor
dinilai berdasarkan aspek alami kemiringan lahan menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 tentang Kawasan Rawan
Bencana Longsor. Lahan dengan kemiringan 0-20% dikategorikan “tidak
berbahaya” dengan skor (3), lahan dengan kemiringan 20-40%
dikategorikan “sedang” dengan skor (2), dan lahan dengan kemiringan di
atas 40% dikategorikan “berbahaya” dengan skor (1). Adapun lahan
dengan kategori “tidak berbahaya” merupakan area memiliki jenis gerakan
tanah lambat hingga menengah dengan kecepatan kurang dari 2 m/hari.
Lahan dengan kategori “sedang” merupakan area yang memiliki jenis
gerakan tanah lambat hingga menengah dengan kecepatan 2 m/hari. Lahan
dengan kategori “berbahaya” merupakan area yang memiliki jenis gerakan
tanah relative cepat lebih dari 2 m/per hari bahkan bisa mencapai
kecepatan 25 m/menit.
Analisis untuk kenyamanan iklim dilakukan dengan perhitungan
kuantitatif menggunakan metode Thermal Humidity Index (THI) dengan
rumus:
Keterangan: T = Temperatur (˚C)
RH = Kelembaban relatif (%)
*standar kenyamanan tapak untuk daerah tropis < 27˚C
2. Aspek Sosial
Analisis pada aspek sosial dilakukan dengan menggunakan metode
deskriptif . Analisis deskriptif dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu
wawancara dan penyebaran kuisioner. Wawancara dilakukan terhadap
beberapa narasumber dari pihak pengelola terkait dan tokoh masyarakat
setempat untuk menggali informasi mengenai sejarah kawasan waduk dan
karakter sosial ekonomi masyarakat lokal. Kuisioner diberikan kepada 30
pengunjung secara acak di lokasi obyek wisata TWC pada waktu yang
bersamaan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kenyamanan serta
preferensi terhadap fasilitas yang tersedia di kawasan tersebut.
3. Aspek Wisata
Analisis terhadap aspek wisata dilakukan dengan metode deskriptif
dan spasial. Analisis dilakukan pada 3 (tiga) komponen yaitu keindahan
visual, potensi obyek dan atraksi eksisting, akses dan fasilitas (Gunn, 1979
diacu dalam Smith, 1989).
14
Keindahan visual pada tapak dipertimbangkan untuk menunjang
pengembangan program wisata. Metode yang digunakan adalah metode
analisis deskriptif dan spasial dengan menentukan area-area dengan
kualitas visual baik (good view) yang dapat dijadikan sebagai potensi
pendukung wisatadan area-area dengan kualitas visual buruk (bad view)
yang merupakan kendala yang harus diatasi. Analisis terhadap obyek
atraksi dan fasilitas wisata dilakukan secara spasial dengan
mengindentifikasi titik-titik yang dianggap berpotensi untuk
dikembangkan sebagai obyek dan atraksi wisata serta beberapa titik
fasilitas yang telah tersedia di kawasan Waduk Cacaban.
Penilaian daya dukung wisata juga dilakukan untuk menghitung
luas areal yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata, sehingga akan diketahui
jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di
kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan
gangguan pada lingkungan yang dimanfaatkan maupun mengurangi
kenyamanan pengunjungnya. Perhitungan daya dukung wisata yang
digunakan mengacu pada rumus Boulon dalam WTO dan UNEP (1992)
dalam Nurisjah et al. (2003) sebagai berikut:
Keterangan:
DD
= Daya Dukung
A
= Area yang digunakan wisatawan
S
= Standar rata-rata individu
T
= Total hari kunjungan yang diperkenankan
K
= Koefisien rotasi
N
= Jam kunjungan per hari area yang diizinkan
R
= Rata-rata waktu kunjungan
4. Aspek Legal
Analisis terhadap aspek legal dilakukan untuk mengetahui status
kepemilikan lahan lokasi obyek wisata TWC serta kebijakan-kebijakan
pemerintah daerah setempat terkait dengan rencana pengembangan
kawasan. Analisis ini dilakukan dengan cara mempelajari RTRW
Kabupaten Tegal khususnya yang berkenaan dengan kawasan obyek
wisata TWC. Selain itu, untuk memperkuat proses pengumpulan informasi
mengenai kepemilikan lahan dari lokasi penelitian dilakukan wawancara
secara langsung terhadap responden ahli yakni pihak Bappeda Kabupaten
Tegal.
Analisis spasial dilakukan terhadap peta tata guna lahan (landuse)
untuk mengidentifikasi arah pengembangan ruang sebagaimana yang telah
ditetapkan pada RTRW Kabupaten Tegal. Hasil dari analisis terhadap
aspek legal diharapkan dapat mendukung arah pengembangan terhadap
kawasan obyek wisata TWC sehingga dapat berkelanjutan dan
memberikan dampak positif khususnya bagi masyarakat Cacaban.
Dari analsis empat aspek di atas, kemudian disajikan dalam bentuk hasil
analisis deskriptif dan spasial. Hasil analisis deskriptif berupa tabel analisis dan
solusi sedangkan hasil analisis spasial berupa peta komposit hasil overlay dari
15
analisis di atas. Hasil akhir dari analisis tersebut kemudian akan digunakan
selanjutnya pada tahap sintesis.
Sintesis
Tahap sintesis merupakan tahap pembagian kawasan menjadi beberapa
zona pengembangan tapak berdasarkan hasil komposit analisis sebelum nantinya
masuk pada tahap konsep dan pengembangan konsep. Adapun peta komposit
dihasilkan dari hasil overlay peta kesesuaian fisik dan peta kesesuaian wisata yang
selanjutnya dioverlay dengan peta tata guna lahan untuk mempertimbangkan arah
pengembangan ruang wisata. Peta kesesuaian fisik dihasilkan dari overlay peta
analisis kemiringan lahan dengan peta analisis rawan bahaya longsor, sedangkan
peta kesesuaian wisata dihasilkan dari analisis spasial beberapa komponen utama
(Gunn, 1979 diacu dalam Smith, 1989) yang meliputi kualitas visual, potensi
obyek dan atraksi eksisting, dan kemudahan aksesisibilitas serta fasilitas
pendukung wisata. Hasil akhir dari sintesis adalah berupa pengembangan ruang
wisata yang direncanakan disajikan dalam bentuk peta rencana blok / block plan.
Konsep dan Pengembangan Konsep
Tahap penyusunan konsep merupakan langkah sebelum memasuki tahap
perencanaan lanskap. Hasil dari tahap ini adalah ditentukannya konsep dasar
perencanaan berupa wisata alam yang melibatkan atraksi sosial budaya
masyarakat lokal. Konsep tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi
konsep ruang, konsep aktivitas dan fasilitas, serta konsep sirkulasi.
Perencanaan Lanskap
Tahap ini merupakan hasil akhir dari keseluruhan proses perencanaan
kawasan Obyek Wisata Tirta Waduk Cacaban. Pada tahap ini dibuat rencana
lanskap berupa gambar rencana ruang, rencana aktivitas dan fasilitas yang disertai
oleh gambar ilustrasi dan referensi, dan rencana sirkulasi pada kawasan tersebut.
Semua rencana tersebut dibuat berdasarkan hasil pertimbangan dari konsep dan
pengembangan konsep yang telah dibuat sebelumnya. Hasil rencana lanskap
disajikan dalam bentuk gambar rencana lanskap (landscape plan) dan juga tabel
rencana daya dukung.
16
KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN
Gambaran Umum Kabupaten Tegal
Kabupaten Tegal terletak sebelah pesisir utara bagian Barat Pulau Jawa.
Secara geografis Kabupaten Tegal terletak diantara 108°57’6” - 109°21’30" garis
bujur timur dan 6°50’41" - 7°15’30" garis lintang selatan. Posisi Kabupaten Tegal
berbatasan dengan Kabupaten Brebes (sebelah Barat), Laut Jawa dan Kota Tegal
(sebelah Utara), Kabupaten Pemalang (sebelah Timur) dan Kabupaten Brebes dan
Kabupaten Banyumas (sebelah Selatan).
Berdasarkan kemiringan lahan, curah hujan, ketinggian, topografi dan
jenis tanah, maka pola kesesuaian lahan di Kabupaten Tegal dapat dibedakan
menjadi kawasan pertanian lahan basah (karena didukung pengairan irigasi yang
memadai, curah hujan, ketinggian dan kemiringan meliputi Kecamatan Slawi,
Balapulang, Pagerbarang, Dukuhturi, Kedungbanteng), kawasan pertanian lahan
kering (tidak tersedia jaringan irigasi yang terlalu baik meliputi Kecamatan
Bojong, Bumijawa, Balapulang, Jatinegara dan Margasari) dan kawasan tanaman
tahunan (tanaman keras meliputi Kecamatan Bojong, Bumijawa dan Jatinegara).
Adapun pola penggunaan lahannya, dari luas wilayah Kabupaten Tegal
878.79 Km2 Sebagian besar merupakan lahan kering yaitu mencapai 46.675 Ha
(53,11%). Luas lahan sawah 41.204 Ha (46,89%) dengan jenis tanah meliputi
Aluvial (34,93%) terdapat di Kecamatan Suradadi, Margasari, Warurejo,
Bumijawa, Pagerbarang, Pangkah, Dukuhwaru, Adiwerna Talang, Tarub dan
Kramat, Regosol (24%) terdapat di seluruh kecamatan kecuali Jatinegara,
Kedungbanteng dan Tarub, Litosol (23,69%) terdapat di Kecamatan Jatinegara,
Grumosol (9,42%) terdapat di Kecamatan Margasari, Pagerbarang, Jatinagara dan
Kedungbanteng, Andosol (4,29%) terdapat di Kecamatan Margasari, Bumijawa
Bojong, balapulang, Lebaksiu, Jatinegara, Kedungbanteng dan Pangkah, dan jenis
tanah lainnya (3,67%).
Demografi Kabupaten Tegal
Berdasarkan hasil survei penduduk tahun 2010, jumlah penduduk
Kabupaten Tegal adalah sebesar 1.392.260 orang yang terdiri dari 693.287 lakilaki dan 698.973 perempuan (BPS Kabupaten Tegal 2010). Kecamatan yang
memiliki tingkat distribusi penduduk paling tinggi yakni Kecamatan Adiwerna
dengan catatan peningkatan sebesar 8,73 persen (survei 1990), 8,50 persen (survei
2000) dan 8,50 persen (survei 2010).
Kecamatan Kramat menunjukkan indeks distribusi penduduk yang
meningkat secara signifikan yaitu 6,27 persen pada tahun 1980 menjadi 6,63
persen pada tahun 1990 dan menjadi 7,37 persen pada tahun 2010. Sedangkan
kecamatan dengan distribusi penduduk terendah yaitu Kecamatan
Kedungbanteng, Pagerbarang dan Jatinegara, yaitu masing-masing sebesar 2,85
persen, 3,70 persen dan 3,87 persen. Berikut adalah data mengenai pertambahan
penduduk Kabupaten Tegal yang dapat dilihat pada Tabel 2.
17
Tabel 2. Peningkatan Penduduk Kabupaten Tegal
Tahun
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Pertambahan Penduduk
(Jiwa)
Laju Pertumbuhan
(%)
1990
1,236,316
-
-
2000
1,382,435
146,119
1.12
2006
1,476,799
94,364
0.66
2007
1,482,551
5,752
0.04
2008
1,415,625
-66,926
-0.46
2009
1,420,760
5,135
0.04
-28,500
-0.20
2010
1,392,260
Sumber: Bappeda dan BPS Kab. Tegal, 2010
Dengan luas wilayah sekitar 994,99 km², Kabupaten Tegal memiliki
kepadatan penduduk rata-rata sebesar 1.399 orang/km². Kecamatan yang paling
tinggi kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Talang yaitu sebesar 5.159
orang/km², disusul oleh Kecamatan Dukuhturi sebesar 4.776 orang/km²,
Kecamatan Slawi sebesar 4.420 orang /km², dan Kecamatan Adiwerna sebesar
4.413 orang/km². Sedangkan kecamatan yang paling rendah tingkat kepadatan
penduduknya adalah Kecamatan Jatinegara yaitu sebesar 476 orang/km²,
Kecamatan Kedungbanteng sebesar 478 orang/km², dan Kecamatan Bumijawa
sebesar 693 orang/km². Rincian jumlah penduduk di Kabupaten Tegal dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
Kecamatan
Margasari
Bumijawa
Bojong
Balapulang
Pagerbarang
Lebaksiu
Jatinegara
Kedungbanteng
Pangkah
Slawi
Dukuhwaru
Adiwerna
Dukuhturi
Talang
Tarub
Kramat
Suradadi
Warureja
Total
Laki-laki
Perempuan
46,932
47,485
41,715
41,659
29,869
31,141
40,211
40,881
25,712
26,087
40,691
42,368
26,471
26,926
19,884
19,806
49,032
48,985
33,694
35,031
28,611
29,347
59,412
58,548
44,189
43,455
48,067
47,737
38,121
37,611
50,883
52,013
39,952
40,186
29,481
29,707
692,927
698,973
Sumber: Bappeda dan BPS Kab. Tegal, 2010
Laki-laki +
Perempuan
Rasio Jenis
Kelamin
94,417
83,374
61,010
81,092
51,799
83,059
53,397
39,690
98,017
68,725
57,958
117,960
87,644
95,804
75,732
102,896
80,138
59,188
1,391,900
99
100
96
98
99
96
98
100
100
96
97
101
102
101
101
98
99
99
-
18
Apabila ditinjau dari mata pencaharian, komposisi penduduk Kabupaten
Tegal yang bekerja pada sektor pertanian 32 %, perindustrian 9 %, perdagangan
21 %, jasa 27 % dan mata pencaharian lainnya 11 %. Ini berarti masyarakat
Kabupaten Tegal dominan bekerja pada sektor pertanian dan jasa.
Gambaran Umum Kawasan Waduk Cacaban
Batas Geografis dan Administrasi
Kawasan Tirta Waduk Cacaban (TWC) secara administratif terletak di
Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah yang mencakup tiga wilayah kecamatan
yaitu Kecamatan Kedungbanteng meliputi sebagian Desa Penujah, Karangmalang,
Karanganyar, dan Tonggara, Kecamatan Jatinegara meliputi sebagian Desa
Jatinegara, Dukuhbangasa, Capar dan Padasari, serta Kecamatan Pangkah
meliputi sebagian Desa Dermasuci. Secara geografis kawasan ini terletak pada
ketinggian 80 hingga 600 mdpl dan pada posisi koordinat 109º 9’ 35” BT - 109º
17’ 57” BT dan 6º 57’ 44” LS - 7º 4’ 2” LS.
Waduk Cacaban memiliki daerah tangkapan air (water catchment area)
seluas 6.792,71 hektar dan memiliki luas genangan waduk pada kondisi
maksimal seluas 928,70 hektar. Pada kondisi tersebut, Waduk Cacaban dapat
mengaliri areal persawahan irigasi teknis di sekitarnya seluas kurang lebih 17.500
hektar (Kurnianto, 2008). Waduk Cacaban memiliki daerah tangkapan air pada 3
kecamatan yaitu Kecamatan Jatinegara meliputi Desa Jatinegara, Lebakwangi,
Capar, Padasari, Wotgalih, Kecamatan Pangkah meliputi Desa Dermasuci, dan
Kecamatan Kedungbanteng meliputi Desa Penujah dan Karanganyar. Sebagian
besar dari desa-desa tersebut memanfaatkan aliran air dari Waduk Cacaban untuk
aktivitas irigasi pertanian sehari-hari. Oleh karena itu, keberadaan waduk ini
sangat penting bagi kelangsungan perekonomian desa maupun penduduk
setempat.
Penelitian dilakukan hanya pada empat dari enam desa daerah tangkapan
air Waduk Cacaban (Gambar 4). Adapun keempat desa tersebut meliputi Desa
Kedungbanteng, Penujah, Capar, dan Lebakwangi. Hal ini dilakukan atas dasar
pertimbangan bahwa keterkaitan keempat desa tersebut lebih erat dan potensial
dengan keberadaan waduk. Adapun total luasan wilayah perencanaan lanskap
pada penelitian ini adalah sebesar 5.173 hektar (Ha).
Aksesibilitas
Transportasi menuju ke kawasan Wisata Tirta Waduk Cacaban dapat
ditempuh melalui dua rute. Rute yang pertama adalah dari Jalur Pantura, Kota
Tegal ke arah Selatan melalui Kec. Kramat menuju Kec. Pangkah kemudian
Waduk Cacaban dengan jarak kurang lebih 20 km. Rute yang kedua dari Kota
Slawi ke arah Tenggara menuju Kec. Pangkah kemudian Waduk Cacaban dengan
jarak kurang lebih 9 km. Hingga saat ini sudah tersedia angkutan umum pedesaan
dengan trayek Slawi – Cacaban sebanyak 25 Armada. Moda transportasi
tambahan yang sedang dalam proses persiapan pelaksanaan adalah angkutan
“Loko Antik” dari pabrik gula Pangkah menuju Cacaban. Skema rute dapat dilihat
pada Gambar 5.
Gambar 4. Peta Batas Tapak Penelitian
19
20
Jarak tempuh ± 20
km
Kec. Kramat
Jalur Pantura
(Kota Tegal)
Ke Selatan
Kec. Pangkah
Waduk Cacaban
Ke Tenggara
Dari Arah
Brebes
Kota Slawi
Jarak tempuh ± 9
km
Gambar 5. Skema Akses Menuju Lokasi
Sarana transportasi menuju kawasan ini ada dua jenis yakni angkutan roda
empat dan angkutan roda dua. Angkutan roda empat berupa angkutan pedesaan
(angkudes) yang beroperasi dengan trayek Slawi – Cacaban sebanyak 25 armada.
Adapun angkutan roda dua yang beroperasi di kawasan tersebut berupa ojeg dan
becak milik warga setempat. Oleh karena itu, angkutan jenis ini memiliki waktu
operasi dan jumlah armada yang lebih terbatas apabila dibandingkan dengan
angkutan pedesaan yang disediakan oleh pemerintah daerah (pemda) Kabupaten
Tegal. Satu lagi moda transportasi yang sedang dipersiapkan untuk menunjang akses
menuju lokasi Waduk Cacaban adalah “Loko Antik” milik pabrik gula Pangkah.
Angkutan ini diharapakan dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke Obyek
Wisata Tirta Waduk Cacaban sambil menikmati pemandangan alam bernuansa agro
di sepanjang perjalanan menuju lokasi. Adapun peta akses menuju ke lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
Prasarana transportasi menuju lokasi berupa jalan raya yang sudah
sepenuhnya menggunakan aspal. Namun ada beberapa titik jalan yang rusak dan
berlubang yang diakibatkan oleh faktor cuaca dan pemeliharaan yang kurang
terkontrol oleh pemda Kabupaten Tegal. Selain itu, terdapat jembatan pada salah satu
ruas jalan utama menuju lokasi dengan lebar yang sangat minim sehingga
menyebabkan kendaraan harus melintas secara bergantian. Hal ini tentunya
mengurangi kenyamanan aksesibilitas menuju lokasi bagi sejumlah kendaraan besar
seperti bus yang mengangkut rombongan wisatawan dan kendaraan roda empat
pribadi milik wisatawan. Beberapa kondisi mengenai hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 6 Peta Akses Menuju Tapak
21
22
(1) Jembatan sempit pada salah
satu titik akses menuju lokasi
(2) Area penerimaan Waduk
Cacaban
(3) Kondisi jalan dan view menuju lokasi
Gambar 7. Kondisi Akses Menuju Lokasi
Kondisi Sosial Masyarakat Waduk Cacaban
Waduk Cacaban memiliki daerah tangkapan air (water catchment area) yang
tersebar di sembilan desa dengan jumlah penduduk yang menempati sebanyak 29.859
jiwa. Lapangan usaha masyarakat Waduk Cacaban sebagian besar bergantung pada
sektor pertanian. Adapun sektor non-pertanian yang memiliki pengaruh besar
terhadap kehidupan masyarakat setempat adalah sektor perdagangan dan jasa.
Hal ini dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk menambah pemasukan demi
memenuhi kebutuhan perekonomian mereka sehari-hari. Jenis sektor usaha
perdagangan dan jasa yang terlihat di sekitar lokasi waduk antara lain berupa
penginapan, kios-kios makanan dan warung apung, kios pengisian bahan bakar
eceran, jasa sewa perahu (wisata keliling waduk), serta jasa penitipan kendaraan.
Kondisi Pengelolaan Waduk Cacaban
Selain memiliki fungsi utama sebagai sumber air untuk irigasi pertanian,
waduk Cacaban juga memiliki fungsi tambahan yang dapat dikembangkan untuk
potensi wisata. Wisata yang dikembangkan adalah wisata air dan wisata alam dengan
23
beberapa atraksi wisata dan pengenalan edukasi alam. Secara garis besar pola
aktivitas wisata di kawasan Waduk Cacaban yang dapat dikembangkan adalah
sebagai berikut:
1. Wisata Air.
Adapun wisata air yang dikembangkan oleh pengelola Waduk Cacaban
meliputi rekreasi dan olahraga. Namun demikian, fasilitas penunjang yang
tersedia masih sangat terbatas. Potensi wisata air di kawasan ini sangat besar
karena didukung dengan keberadaan pulau-pulau kecil di tengah Waduk
Cacaban. Sedikitnya terdapat empat pulau yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai obyek wisata air dan juga dapat dimanfaatkan sebagai
kawasan pengembangan flora dan fauna. Pengembangan ini melibatkan Balai
Pengelolaan Sumberdaya Air (BPSDA) Pemali Comal sebagai pengelola
Waduk Cacaban.
Selain itu, wisata air lainnya berupa area pemancingan dan area wisata
kuliner terapung telah dikembangkan di kawasan ini. Keberadaan rumah
makan apung di beberapa titik memungkinkan wisatawan untuk menikmati
menu hidangan ikan air tawar di atas genangan air waduk.
2. Wisata Darat
Daya tarik wisata darat yang terdapat pada kawasan Waduk Cacaban
merupakan aset yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Tegal yang dikelola
secara terpisah oleh Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan, serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata dan sebagian milik
BPSDA Propinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani KPH Pemalang. Adapun
pembagian areanya adalah sebagai berikut:
a. Area yang dikelola oleh Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan
berada pada area zona penyangga berupa pemulihan dan
pengembangan area green belt, hutan wisata, sub-sub DAS Cacaban
Wetan dan pengembangan kawasan pulau di tengah waduk berupa
wisata agro.
b. Area yang dikelola oleh Dinas Perhubungan dan Pariwisata berada
pada zona konservasi berupa area pariwisata antara lain shelter-shelter,
jalan lingkungan, jalan setapak, area bermain, area grass track, area
road race dan area hutan lindung.
c. Area yang dikelola oleh BPSDA Propinsi Jawa Tengah adalah area
pangggung terbuka, area berkemah, dan jalan setapak di sekitar badan
bending atau zona utama waduk.
Adapun gambaran mengenai beberapa kondisi eksisting wisata darat dan
wisata air dapat dilihat pada Gambar 8.
Potensi usaha yang paling menonjol adalah sektor usaha pertanian tanaman
pangan seperti jagung, padi, ketela, dan sebagainya serta beberapa tanaman
perkebunan pekarangan seperti kelapa dan cengkeh. Hingga saat ini, belum ada
potensi lain yang menjadi penghasilan baik bagi penduduk selain sektor pertanian dan
perdagangan
24
(a) Badan Bendung
(c) Kios Makanan
(d) Pulau-Pulau Waduk
(b) Jalan Setapak
(c) Panggung Terbuka
(e) Perahu Sewaan
Gambar 8 Kondisi Wisata Air dan Darat
. Perdagangan dan jasa merupakan potensi yang sangat baik di kawasan
Waduk Cacaban. Oleh karena itu, dengan dikembangkannya wisata di kawasan ini
tidak menutup kemungkinan kontribusi perdagangan dan jasa untuk menambah
pemasukan bagi desa-desa dan masyarakat lokal di sekitar waduk. Data mata
pencaharian masyarakat Cacaban disajikan pada Tabel 4.
25
Pertanian
Pangan
Perkebunan
Perikanan
Peternakan
Pertanian
Lainnya
Industri
Pengolahan
Perdagangan
Jasa
Angkutan
Lainnya
Tabel 4. Jenis Lapangan Usaha Masyarakat Cacaban
Jatinegara
964
25
4
0
2
10
333
186
89
112
Dukuhbangsa
1681
1087
7
1
19
6
57
147
16
341
Lebakwangi
1713
1144
1
2
12
20
211
274
37
7
Capar
701
604
0
0
0
0
44
28
6
18
Padasari
2612
1881
4
2
56
5
339
118
13
190
Wotgalih
2084
1941
8
0
0
3
49
25
4
52
Dermasuci
1173
637
0
3
9
23
128
262
25
83
Penujah
943
686
1
13
13
27
58
98
29
17
Karanganyar
2528
882
8
31
53
71
494
305
350
328
Jumlah
14399
8887
33
52
164
165
1713
1443
569
1148
Desa
Sumber: Diolah dari Monografi Desa, 2007
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Sumberdaya Alam Waduk Cacaban
Fisik
1. Topografi dan Kemiringan
a. Kesesuaian untuk Pengembangan Wisata
Kawasan Waduk Cacaban memiliki topografi yang bergelombang dengan
variasi ketinggian antara 30 meter di atas permukaan laut (dpl) hingga 350 meter dpl
(Gambar 9). Adapun data mengenai topografi dan kemiringan kawasan Tirta Waduk
Cacaban diperoleh dari Bappeda Kabupaten Tegal. Berdasarkan data tersebut dapat
diketahui bahwa sebagian besar daerah tangkapan air (water catchment area) pada
Waduk Cacaban memiliki topografi berbukit dengan karakter kemiringan lahan yang
bervariasi dari datar hingga curam. Luas genangan utama/badan air utama waduk
sendiri adalah sebesar 550 hektar (Ha) atau sebesar 10,6% dari total luas tapak
penelitian.
Gambar 9. Perbukitan pada Daerah Tangkapan Air
Kondisi fisik kawasan Waduk Cacaban dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis sesuai dengan kelerengan dan perbedaan ketinggiannya. Sesuai dengan
Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 ada beberapa bentuk
wilayah berdasarkan kecuraman lereng dan perbedaan tinggi seperti yang tercantum
dalam Tabel 5.
Tabel 5. Bentuk Wilayah Berdasarakan Kecuraman Lereng
Lereng
0 - 8%
8 - 15%
15 - 25%
25 - 40%
> 40%
Bentuk Wilayah
Perbedaan Tinggi
Datar
Landai
Agak Curam
Curam
Sangat Curam
0 – 15 m
15 - 50 m
50 - 200 m
200 - 500 m
> 500 m
27
Menurut hasil olahan data yang mengacu pada Bappeda Kabupaten Tegal
dengan menggunakan perangkat lunak ArcMap GIS 9.3 menunjukkan bahwa
kawasan penelitian Tirta Waduk Cacaban yakni meliputi Desa Penujah,
Kedungbanteng, Lebakwangi, dan Capar memiliki variasi kemiringan lahan yang
beragam dari datar hingga sangat curam. Data mengenai luasan dan presentase
kemiringan lahan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Presentase Luas Kemiringan Lahan (Daratan)
Kemiringan
0 - 8%
8 - 15%
15 - 25%
25 - 40%
> 40%
Total keseluruhan
Sumber: SK Menteri Pertanian (1980)
Luas Lahan (Ha)
1719.4
1706.0
943.6
216.4
37.9
Presentase (%)
37.2
36.9
20.4
4.7
0.8
4623
100
Jika dilihat dari tabel, area yang memiliki kemiringan 0 – 8% (datar) memiliki
presentase luasan lahan yang terbesar yakni 37,2% atau seluas 1719.4 Ha dari total
luasan lahan area daratan tapak penelitian yakni 4.623 Ha. Presentase terbesar
berikutnya adalah pada tingkat kemiringan 8 – 15% (landai) yakni seluas 1706 Ha
atau 36,9%. Area dengan kemiringan di atas 40% (sangat curam) memiliki presentase
terkecil yakni 0,8% atau seluas 37.9 Ha.
Bentuk fisik wilayah dengan kemiringan lahan antara 0 – 25 % sesuai dan
dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan usaha tanaman pertanian dan
kehutanan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Tirta Waduk Cacaban memiliki
potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata yang berkaitan dengan kegiatan
agroforestri. Area dengan kemiringan 25 – 40% dan di atas 40% akan dimanfaatkan
sebagai kawasan konservasi atau kawasan lindung di luar area hutan sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tegal tahun 2010 – 2029. Hasil
olahan data topografi dan klasifikasi kemiringan lahan (darat) dianalisis untuk
melihat kesesuaian tapak sebagai kawasan wisata. Adapun hasilnya disajikan dalam
bentuk peta spasial seperti pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Pengembangan area luar (outdoor space) dapat dibedakan menjadi beberapa
tingkat klasifikasi kesesuaian berdasarkan perbedaan kemiringan pada suatu tapak
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Area dengan kemiringan antara 0 – 8%
dinilai sebagai area yang datar dan sesuai untuk pengembangan area luar, dimana
pada analisis diberikan kategori ”sesuai” dengan skor 3. Area dengan kemiringan
antara 8 – 15% dinilai sebagai area yang cukup sesuai untuk pengembangan area luar
karena pada umumnya bentuk fisik dari wilayah ini adalah landai hingga berbukit,
dimana pada analisis diberikan kategori ”sedang” dengan skor 2. Area dengan
kemiringan di atas 15% dinilai kurang sesuai untuk pengembangan area luar karena
tergolong curam dan berbahaya, dimana pada analisis diberikan kategori ”tidak
sesuai” dengan skor 1. Adapun peta analisis kesesuaian kemiringan untuk kegiatan
wisata dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 10. Peta Topografi
28
29
29
Gambar 11. Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan
30
30
Gambar 12. Peta Analisis Kesesuaian Lereng untuk Wisata
31
b. Bahaya Longsor
Kondisi eksisting tapak obyek wisata TWC yang berbukit dengan kemiringan
yang bervariasi antara datar (0-8%) hingga sangat curam (>40%) menyebabkan
beberapa area di kawasan tersebut menjadi rawan terhadap longsor terutama pada saat
musim hujan. Karakteristik fisik tanah yang didominasi oleh tanah latosol dan
grumusol juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya longsor. Tanah
tersebut memiliki kandungan lempung yang tinggi sehingga mempermudah tanah
tergelincir pada saat terkena air hujan. Hal ini tentu akan menjadi kendala dalam
usaha pengembangan waduk sebagai kawasan wisata karena keselamatan dan
keamanan pengunjung merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan. Area
dan fasilitas bermain anak yang ditemukan pada tapak saat ini terdapat tepat di bawah
area bendung utama waduk dimana area tersebut seharusnya merupakan area yang
steril dari aktivitas manusia. Area bendung utama waduk merupakan pusat tumpuan
utama bendungan dengan kemiringan antara 30-45 derajat. Kondisi fisik tersebut
memungkinkan sewaktu-waktu terjadi longsor dan akan berdampak fatal apabila pada
saat tersebut ada aktivitas manusia di bawahnya.
Gambar 13 Kondisi Area Bermain Anak dan Struktur Bendung
Analisis kerawanan longsor Utama
dilakukan dengan metode spasial skoring
berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007, dimana
kawsan waduk dibagi menjadi 3(tiga) klasifikasi area yaitu tidak berbahaya, sedang,
dan berbahaya. Area dengan kategori ”tidak berbahaya” merupakan area dengan
kemiringan 0-20% diberi skor 3, area dengan kategori ”sedang” merupakan area
dengan kemiringan 20-40% diberi skor 2, dan area dengan kategori ”berbahaya”
merupakan area dengan kemiringan di atas 40% diberi skor 1. Peta analisis spasial
kerawanan bahaya longsor akan disajikan pada Gambar 14.
2. Jenis dan Karakteristik Tanah
Jenis tanah pada kawasan Waduk Cacaban didominasi oleh kompleks tanah latosol merah
kekuningan, latosol coklat tua, dan litosol. Jenis tanah yang mendominasi berikutnya adalah kompleks
tanah podsolik merah kekuningan, podsolik kuning, dan regosol. Adapun spesifikasi luasan areanya yakni:
(1) komplek latosol merah kekuningan dan latosol coklat tua seluas 1.078,8 Ha; (2) komplek podsolik
merah kekuningan, podsolik kuning dan regosol seluas 636 Ha; (3) asosiasi latosol coklat dan regosol
kelabu seluas 30,9 Ha; (4) grumusol kelabu tua seluas 11,87 Ha . Data mengenai spesifikasi jenis tanah
tersebut dapat dilihat juga pada Tabel 7.
Gambar 14 Peta Rawan Analisis Bahaya Longsor
32
33
Tabel 7 Jenis Tanah dan Presentase Luasan pada Kawasan Waduk Cacaban
No
Jenis Tanah
Latosol merah kekuningan dan Latosol
1
coklat tua
Podsolik merah kekuningan, Podsolik
2
kuning, dan Regosol
Asosiasi Latosol coklat dan Regosol
3
kelabu
4
Grumusol kelabu tua
Sumber: Bappeda dan Sumargo (2006)
Luas (Ha)
Presentase (%)
1.078,8
61,37
636
36,2
30,9
1,76
11,87
0,68
Tanah latosol banyak mengandung zat besi dan alumunium sehingga
menimbulkan warna kemerahan dan kekuningan. Tanah jenis ini memiliki tingkat
produktifitas sedang hingga tinggi dan bersifat tahan terhadap erosi. Jenis
pemanfaatan yang cocok untuk jenis tanah latosol adalah kegiatan pertanian dan
perkebunan terutama tanaman karet, buah dan sayuran, palawija, dan kelapa sawit.
Tanah podsolik merupakan jenis tanah yang terbentuk oleh aktivitas pencucian tanah
seperti erosi. Oleh karena itu, jenis tanah ini sangat peka terhadap erosi dan rawan
terhadap longsor. Kandungan mineral primer dan unsur hara pada tanah podsolik
rendah sehingga tingkat produktifitasnya memiliki rentang antara rendah hingga
sedang. Jenis pemanfaatan yang memungkinkan untuk jenis tanah podsolik antara
lain persawahan, perkebunan karet, kopi, dan kelapa sawit.
Menurut hasil pengamatan di lapangan, terdapat beberapa tanaman eksisting
yang menjadi tanaman lokal sekaligus dibudidayakan oleh masyarakat setempat.
Tanaman tersebut antara lain, jagung, tebu, padi, durian, mangga, dan pinus.
3. Hidrologi
Waduk Cacaban memiliki DAS yang mengaliri 8 kecamatan dan 49 desa di
Kabupaten Tegal. Sumber air yang masuk ke Waduk Cacaban adalah berasal dari air
hujan yang langsung jatuh ke permukaan waduk dan juga merupakan outlet dari
beberapa sungai di sekitar waduk antara lain Sungai Cacaban Kulon, Sungai Cacaban
Wetan, Sungai Curug Agung dan Sungai Lajak. Volume air Waduk Cacaban pada
saat musim kemarau seringkali mengalami penyusutan sehingga dapat mengurangi
volume pasokan air untuk kegiatan irigasi pertanian di sekitarnya. Oleh karena itu
telah dibuat kanal aliran tambahan yang berasal dari Kali Rambut.
(a) Saluran Irigasi Waduk Cacaban
(b) Sistem Outlet Waduk
(c) Badan Air Utama
Gambar 15 Kondisi Hidrologi Waduk Cacaban
34
Berdasarkan data Balai Pengelolaan Sumberdaya Air (BPSDA) Pemali
Comal, Waduk Cacaban memiliki daerah tangkapan seluas 59 km², elevasi air banjir
mencapai 79,91 meter, elevasi air maksimum mencapai ketinggian 77,38 meter, dan
elevasi air minimum 66 meter. Volume tampungan waduk tercatat sebesar 90 juta
meter kubik pada tahun 1959, kemudian berkurang hingga 57 juta meter kubik
(1990), dan terus berkurang hingga 49 juta meter kubik (2002). Penurunan volume
tampung air pada waduk cacaban terjadi akibat adanya endapan tanah pada bagian
dasar waduk yang disebabkan oleh erosi lereng bukit di sekeliling waduk yang terjadi
pada saat musim hujan.
Masalah utama yang berkaitan dengan kondisi hidrologis Waduk Cacaban
adalah terjadinya sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan waduk. Hal ini
tentunya akan berdampak langsung pada berkurangnya volume tangkapan air pada
waduk. Pengurangan volume air waduk akan mengurangi luasan sawah irigasi yang
sumber pasokan airnya berasal dari waduk. Apabila masalah ini tidak segera
ditanggulangi, tentunya akan memberikan pengaruh buruk terhadap kondisi
perekonomian masyarakat sekitar waduk yang sebagian besar mengandalkan
pertanian sebagai mata pencaharian. Hasil produksi pertanian akan menjadi tidak
maksimal dengan adanya keterbatasan pasokan air untuk irigasi yang disebabkan oleh
berkurangnya volume air waduk akibat pendangkalan. Beberapa upaya telah
dilakukan oleh pihak pengelola waduk bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk
memperbaiki kondisi tersebut. GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan) merupakan upaya konservasi dengan melakukan penanaman vegetasi dan
pembuatan hutan rakyat dengan maksud untuk meningkatkan penyerapan air tanah di
sekitar waduk. Selain itu upaya pengerukan endapan lumpur pada dasar waduk
sebaiknya juga dilakukan secara rutin dan terjadwal oleh pihak pengelola terkait
mengingat kondisi fisik kawasan waduk yang berbukit sehingga tanah sangat rentan
longsor ke dasar waduk.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda (2005), diperoleh gambaran
terjadinya penurunan sedimentasi di daerah tangkapan waduk dari 28,39 mm/th pada
tahun 1959 menjadi 7,11 mm/th pada Tahun 2001. Apabila dilihat dari data tersebut,
selama kurun waktu kurang lebih 42 tahun telah terjadi penurunan sedimentasi
sebesar 20,51 mm/th. Meskipun demikian, hal tersebut belum dapat menjadi indikator
bahwa usaha yang telah dilakukan oleh pengelola dan masyarakat untuk mengatasi
masalah pendangkalan ini secara maksimal. Batas ambang sedimen yang
diperkenankan adalah kurang dari 1mm/th. Peta analisis kondisi hidrologis kawasan
waduk dapat dilihat pada Gambar 16.
4. Iklim
a. Curah Hujan
Data curah hujan di kawasan Cacaban berasal dari pantauan 6(enam) stasiun
penakar curah hujan yang berada paling dekat dengan waduk yaitu stasiun Jatinegara,
Sirampok, Cipero, Pangkah, Gegerbuntu, dan Warujero selama 10 tahun (1995-2004)
melalui BPSDA Pemali-Comal. Stasiun pengamat Jatinegara mencatat rata-rata curah
hujan tahunan yang terjadi adalah 2.942 mm/tahun, stasiun pengamat Sirampok 2.474
mm/tahun, stasiun pengamat Cipero 2.108 mm/tahun, stasiun pengamat Pangkah
Gambar 16 Peta Analisis Hidrologi
35
36
2.221 mm/tahun, stasiun pengamat Gegerbuntu 2.444 mm/tahun, dan stasiun
pengamat Warujero 1.912 mm/tahun. Rata –rata curah hujan bulanan sebesar 126
mm/bulan. Menurut klasifikasi iklim Oldeman, kawasan Waduk Cacaban memiliki
tipe iklim dengan kategori C3. Kategori tersebut menunjukkan bahwa kawasan
tersebut memiliki panjang bulan basah secara berturut-turut antara 5-6 bulan/tahun
dan memiliki panjang bulan kering antara 4-6 bulan/tahun.Berdasarkan data sekunder
yang diperoleh dari beberapa stasiun tersebut, dapat dilihat rata-rata curah hujan
berkisar antara 1.912 mm/tahun hingga 2.942 mm/tahun. Kondisi curah hujan yang
cukup tinggi di kawasan waduk menyebabkan sering terjadinya erosi pada dinding
area tangkapan air yang berdampak pada pendangkalan waduk dan berkurangnya
volume air waduk.
b. Suhu
Suhu maksimum di kawasan Cacaban berkisar antara 29,4 – 33,6˚C, suhu
minimumnya berkisar antara 23,1 – 25,3˚C, dan suhu rata-ratanya tercatat pada suhu
27,7 ˚C. Suhu tertinggi tercatat terjadi pada bulan September dan suhu terendah pada
bulan Juli. Grafik fluktuasi suhu di kawasan Waduk Cacaban dapat dilihat pada
Gambar 17.
Sumber: BMKG (2009)
Gambar 17 Grafik Fluktuasi Suhu
c. Kelembaban Relatif (RH)
Kelembaban udara relatif di kawasan Cacaban berkisar antara 81,9% hingga
94,9%. Rata – rata kelembaban relatif bulanan sebesar 88,8%. Kelembaban udara
tertinggi terjadi pada bulan Februari dan kelembaban udara terendah terjadi pada
bulan September. Grafik fluktuasi kelembaban udara relatif di lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 18.
Sumber: BMKG (2009)
Gambar 18 Grafik Fluktuasi RH
37
Berdasarkan data tersebut, maka dapat dihitung derajat kenyamanan suhu atau
Thermal Humidity Index (THI) dan diketahui nilanya adalah sebesar 27,1˚C. Ambang
batas kenyamanan suhu untuk daerah beriklim tropis adalah < 27˚C. Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi suhu eksisting kawasan Cacaban masih dapat
dikategorikan belum cukup nyaman untuk melakukan aktivitas manusia terutama
aktivitas di ruang luar (outdoor space) karena berada sedikit di atas batas ambang
derajat kenyamanan. Hal ini dapat diatasi dengan memodifikasi iklim mikro di
kawasan Waduk Cacaban yaitu dengan pemilihan vegetasi yang tepat. Vegetasi
berdaun lebat sangat efektif untuk mengontrol dan menyerap radiasi matahari seperti
pada ilustrasi Gambar 19. (Grey dan Deneke, 1987 dalam Colorado, 2011).
Pohon daun jarum
Pohon daun lebat
Pohon daun jarang
Sumber: Brooks (1988) diacu dalam Colorado (2011)
Gambar 19 Keefektifan Penyerapan Radiasi Matahari oleh Vegetasi
Teknik analisis aspek fisik dilakukan menggunakan metode overlay. Hasil
analisis keseluruhan pada aspek fisik akan disajikan dalam bentuk peta spasial seperti
pada Gambar 20.
Biofisik
1. Vegetasi
Vegetasi yang terdapat di kawasan Waduk Cacaban di dominasi oleh tanaman
perkebunan dan tanaman hutan tropis basah. Selain itu, tanaman pertanian seperti
padi dan jagung juga banyak ditemukan di kawasan tersebut mengingat mayoritas
masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Adapun daftar beberapa jenis
tanaman eksisting dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Daftar Nama Tanaman di Lokasi Penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Nama Latin
Tectona grandis
Pinus mercusii
Albizisa falcata
Swetenia macrophylla
Durio zibentinus
Mangifera indica
Oryza sativa
Sacharum officinarum
Zea mays
Nama Lokal
Jati
Pinus
Sengon
Mahoni
Durian
Mangga
Padi
Tebu
Jagung
Keterangan
Tanaman konservasi
Tanaman konservasi/produksi
Tanaman konservasi
Tanaman konservasi/produksi
Tanaman produksi
Tanaman produksi
Tanaman produksi
Tanaman produksi
Tanaman produksi
Gambar 20 Peta Hasil Analisis Kesesuaian Fisik untuk Wisata
38
39
Masalah yang sering terjadi di lapangan adalah adanya penyerobotan lahan
hutan oleh masyarakat sekitar hutan, pembukaan wilayah hutan menjadi kebun
produksi masyarakat, penjarahan kayu hutan sehingga menyebabkan kondisi
lingkungan kawasan Waduk Cacaban semakin terdegradasi. Pengurangan jumlah
populasi vegetasi hutan di lingkungan waduk secara tidak langsung akan berdampak
kepada berkurangnya jumlah resapan air ke dalam tanah. Air hujan yang jatuh ke
permukaan lereng bukit di sekitar waduk langsung mengalir ke bawah dan
menyebabkan terjadinya longsor. Dampak ikutan yang ditimbulkan dari hal tersebut
adalah mempercepat terjadinya proses sedimentasi dan pendangkalan dasar waduk
sehingga volume air waduk akan berkurang.
Vegetasi memiliki peran penting dalam upaya pencegahan erosi suatu lahan
antara lain melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan secara langsung,
menjaga partikel tanah agar tetap di tempat, dan menjaga stabilitas resapan air tanah
(Hakim, 2011). Pengaruh vegetasi secara hidrologis untuk mencegah erosi adalah
sebagai berikut:
1. Pemotong atau interseptor. Intersepsi oleh vegetasi dapat terjadi dengan dua
cara yaitu mengurangi jumlah air yang menyentuh tanah sehingga
meminimalisir aliran permukaan dan memperkecil kekuatan air hujan yang
jatuh ke tanah karena batang dan ranting mengahalangi air bertumbukan
langsung dengan tanah.
2. Penahan (restraint). Akar pohon secara fisik dapat berfungsi untuk mengikat
dan menahan partikel tanah.
3. Infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses meresapnya air dari permukaan melalui
pori-pori tanah. Vegetasi membantu memelihara porositas dan permeabilitas
tanah sehingga mengurangi dampak negatif dari aliran permukaan
Gambar 21 Penjarahan Hutan dan Penebangan Liar oleh Masyarakat
Ada beberapa jenis vegetasi yang dapat menjadi rekomendasi untuk
mengurangi resiko terjadinya longsor berdasarkan kecocokannya dengan kemiringan
lahan (Suryatmojo 2009). Daftar vegetasi tersebut disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Karakteristik Tajuk dan Perakaran Vegetasi untuk Pengendalian Longsor.
No. Nama Latin
Kemiringan < 25˚
1.
Acacia leucophloea
2.
Bauhinia hirsula
Nama Lokal
Kerapatan Tajuk
Akar Cabang
Pilang
Tayuman
Ringan
Sedang
Sedikit
Sedikit
40
Tabel 9 Lanjutan
No. Nama Latin
3.
Cassia fistula
4.
Dalbergia latifolia
5.
Dalbergia sisoides
Kemiringan 25 - 40˚
1.
Leuncaena glauca
2.
Swietenia macrophylla
3.
Gluta renghas
4.
Schleichera oleosa
5.
Melia azedarach
Kemiringan > 40˚
1.
Cassia simea
2.
Aleurites moluccana
3.
Lagerstomia speciosa
4.
Vitex pubescens
Nama Lokal
Trengguli
Sono Keliang
Sono Brits
Kerapatan Tajuk
Sedang
Sedang
Sedang
Akar Cabang
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Lamtoro Sabrang
Mahoni daun besar
Renghas
Kesambi
Mindi
Ringan
Berat
Berat
Berat
Ringan
Banyak
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Banyak
Johar
Kemiri
Bungur
Laban
Sedang
Berat
Sedang
Sedang
Banyak
Banyak
Banyak
Banyak
2. Satwa
Beberapa jenis satwa yang ditemukan pada kawasan Waduk Cacaban adalah
jenis mamalia antara lain Muntiacus muntjak (kijang), Macaca fascicularis (monyet),
dan beberapa jenis aves seperti Gallus gallus (ayam hutan merah), dan
Machaeramphus alinus (alap-alap kelelawar). Masyarakat sekitar waduk seringkali
melakukan kegiatan memancing di daerah tangkapan waduk/badan air utama.
Menurut hasil wawancara dan penelitian di lapangan ada beberapa jenis ikan air
tawar yang dapat ditemukan antara lain Oreochromis mosambicus (mujair) dan
Cyprinus carpio (ikan mas), Channa striata (gabus), dan Oreochromis niloticus
(nila).
Aspek Sosial
Preferensi Masyarakat dan Pengunjung
Keberadaan Waduk Cacaban merupakan hal yang tidak dapat lepas dari
kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagian besar masyarakat dan penduduk
Cacaban memiliki mata pencaharian yang berhubungan dengan pertanian. Waduk
Cacaban merupakan sumber pengairan utama untuk irigasi areal persawahan
masyarakat. Keindahan serta keunikan alam kawasan Waduk Cacaban juga memiliki
potensi daya tarik untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai kawasan wisata
yang dapat menyokong pergerakan roda perekonomian masyarakat lokal. Arah
pengembangan ini diharapkan dapat melibatkan peran aktif masyarakat dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Menurut hasil penelitian di lapangan, sebagian besar wisatawan yang
berkunjung ke lokasi adalah masyarakat lokal yang berasal dari sekitar
waduk,Kabupaten Tegal dan sekitarnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui persepsi
dan preferensi terhadap pengembangan wisata dilakukan penyebaran kuisioner
kepada masyarakat setempat sekaligus pengunjung di kawasan tersebut dengan
41
jumlah sampel responden sebanyak 30. Adapun data kuisioner dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10 Hasil Kuisioner Preferensi Pengunjung dan Masyarakat
No.
Variabel
Identitas Responden
1
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
2
Umur
a. < 14 tahun
b. 15-24 tahun
c. 25-55 tahun
d. > 55 tahun
3
Pendidikan Terakhir
a. SD
b. SLTP
c. SLTA
d. Perguruan Tinggi (S1/S2/S3)
4
Pekerjaan
a. Siswa
b. Mahasiswa
c. Karyawan (PNS/swasta)
d. Wirausaha
e. Lainnya (petani/pedagang/nelayan)
Preferensi Responden
5
Dengan siapa datang ke lokasi
a. sendiri
b. berdua
c. kelompok kecil (3-10 orang)
d. rombongan (>10 orang)
6
Transportasi
a. kendaraan pribadi
b. kendaraan umum
c. sewa
7
Frekuensi kunjungan
a. >2 jam
b. 2-5 jam
c. 1 hari
d. >1 hari
8
Daya tarik apa yang ada di lokasi menurut anda?
a. keunikan (bentukan alam)
b. kuliner lokal
c. suasana kawasan pertanian
d. suasana pedesaan tradisional
e. suasana pegunungan
9
Aktivitas yang dilakukan di lokasi
a. menikmati pemandangan
b. jalan-jalan
c. piknik
d. wisata kuliner
Frekuensi
Frekuensi
Relatif
16
14
53,3%
46,7%
21
9
-
70%
30%
-
1
17
12
3,3%
56,7
40%
1
10
10
6
3
3,3%
33,3%
33,3%
20%
10%
3
1
2
24
10%
3,3%
6,7%
80%
29
1
96,7%
0
3,3%
4
26
-
13,3%
86,7%
-
23
8
21
19
14
76,7%
26,7%
70%
63,3%
46,7%
19
14
2
5
63,3%
46,7%
6,7%
16,7%
42
Tabel 10 Lanjutan
No.
10
11
Variabel
e. duduk-duduk
f. lainnya
Fasilitas yang perlu diperbaiki/disediakan
a. kemudahan akses jalan
b. alternatif transportasi umum
c. penginapan
d. pusat informasi
e. kios souvenir
f.
fasilitas
umum
(toilet,musholla,parkir,tempat
sampah,tempat duduk, kantin)
Aktivitas/atraksi yang disukai/diinginkan di lokasi
a. bersampan (keliling waduk)
b. memancing
c. edukasi (training,ekplorasi/touring)
d. outbound
e. kuliner
2
1
Frekuensi
Relatif
6,7%
3,3%
20
11
11
22
24
66,7%
37%
37%
73%
80%
9
30%
10
9
16
12
2
33,3%
30%
53,3%
40%
6,7%
Frekuensi
Hasil kuisioner menunjukkan bahwa sebanyak 93,3% responden telah
mengetahui tentang pengertian lanskap dan hasil lainnya menunjukkan bahwa
sebanyak 100% atau dengan kata lain semua responden merasa perlu dengan adanya
penataan lanskap di kawasan wisata Waduk Cacaban. Tingkat kepuasan masyarakat
dan pengunjung terhadap keamanan, kebersihan, kenyamanan, fasilitas, dan
pelayanan di kawasan wisata juga dapat dilihat dari kuisioner ini. Hasil olahan dari
kuisioner tersebut menunjukkan sebanyak 43,3% (13 orang) pengunjung memiliki
persepsi bahwa keamanan di kawasan wisata cukup dan kurang baik, sebanyak 50%
(15 orang) berpersepsi kebersihan cukup baik, sebanyak 66,7% (20 orang)
berpersepsi fasilitas kurang baik, dan sebanyak 50% (15 orang) berpersepsi bahwa
pelayanan di kawasan wisata tersebut kurang baik.
Tingkat kepuasan dan kenyamanan responden setelah berwisata di kawasan
Waduk Cacaban juga dapat dilihat dari hasil kuisioner ini. Sebanyak 43,3% (13
orang) merasa cukup puas, sebanyak 50% (15 orang) berpersepsi bahwa kawasan
wisata cukup nyaman secara fisik dan sebanyak 66,7% (20 orang) berpersepsi cukup
nyaman secara sosial. Kawasan obyek wisata TWC memiliki daya tarik dan potensi
alami fisik yang berbukit dan pemandangan yang indah. Hal ini didukung dengan
hasil kuisioner yakni sebanyak 60% (18 orang) memiliki persepsi bahwa kondisi
alam kawasan obyek wisata TWC indah. Grafik hasil kuisioner preferensi masyarakat
dan pengunjung akan disajikan pada Gambar 22.
Preferensi Pihak Pengelola TWC
Adapun preferensi dan keinginan pihak pengelola diketahui dengan metode
wawancara kepada pihak-pihak terkait. Secara fisik, pengelolaan kawasan waduk
dibagi menjadi dua yakni zona darat dan zona perairan. Oleh karena itu wawancara
dilakukan terhadap Bappeda Kabupaten Tegal sebagai pihak yang berwenang
43
Tingkat Kenyamanan Lingkungan
Gambar 22 Grafik Hasil Kuisioner
mengawasi zona darat dan BPSDA Pemali-Comal sebagai pihak yang berwenang
pada zona perairan.
Secara garis besar pihak yang terkait memang telah memliki rencana
pengembangan untuk kawasan Waduk Cacaban. Sesuai dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang tertera pada Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 kawasan Waduk Cacaban
termasuk ke dalam zona pengembangan wisata andalan. Arahan konsep
pengembangannya adalah kepada kegiatan agroforestri dengan peran serta aktif
masyarakat. Upaya tersebut telah diwujudkan oleh pemerintah daerah Kabupaten
Tegal dengan melaksanakan program GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan) yang dilakukan bersama dengan masyarakat. BPSDA PemaliComal juga telah mengakomodir rencana pengembangan tersebut dengan
memberikan alokasi sebesar 5% dari luas genangan utama waduk untuk
dikembangkan menjadi keramba oleh masyarakat. Namun demikian, rencana tersebut
44
belum dapat terealisasi secara maksimal dikarenakan keterbatasan pengetahuan
masyarakat terhadap budidaya perikanan dengan sistem keramba.
Hasil diskusi juga menunjukkan bahwa kawasan Waduk Cacaban memiliki
beberapa potensi yang belum dikembangkan antara lain potensi sejarah,budaya, dan
edukasi. Waduk Cacaban merupakan waduk bersejarah yang dibangun pada awal
masa kemerdekaan Republik Indonesia dengan peletakan batu pertamanya oleh
Presiden pertama RI Ir. Soekarno pada tahun 1959. Masyarakat sekitar waduk juga
memiliki kearifan dan kesenian budaya lokal berupa Cangklung yang sering
ditampilkan pada upacara perkawinan dan ritual adat ruat bumi. Potensi edukasi
terkait Waduk Cacaban adalah pengenalan terhadap kegiatan agroforestri dan sistem
operasional waduk.
Aspek Wisata
Menurut Gunn (1979) diacu dalam Smith (1989), ada beberapa komponen
utama yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah kawasan wisata yaitu
keindahan (kualitas visual), potensi obyek dan atraksi eksisting, serta kemudahan
aksesibilitas transportasi dan fasilitas pendukung.
Kualitas Visual
Kondisi fisik alami kawasan Waduk Cacaban yang dikelilingi bukit dan
pegunungan menciptakan nuansa alami yang dapat menjadi daya tarik visual (good
view) wisata di lokasi tersebut. Waduk Cacaban memiliki keunikan yang berbeda
dengan waduk atau bendungan yang lain di Indonesia. Waduk ini memiliki beberapa
pulau-pulau di tengah badan air/genangan utama waduk yang relatif datar sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai area wisata seperti viewing ataupun fasilitas rest area.
Kondisi topografi yang bervariasi dan bergelombang hingga ketinggian 300 m di atas
permukaan laut di sekeliling badan air utama waduk, membentuk beberapa spot area
yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai area aktivitas ekplorasi alam/touring dan
interpretasi pemandangan sekitar waduk. Pada waktu sore hari antara pukul 16.0017.00, area di sekitar sempadan waduk dapat menjadi potensi untuk spot berfoto
dengan memanfaatkan efek pantulan cahaya senja matahari dan latar belakang
suasana alami pegunungan.
Potensi berikutnya yang dapat dikembangkan adalah pengamatan langsung
dari badan air utama waduk dengan menggunakan sampan/perahu yang disewakan
oleh masyarakat setempat. Pengunjung dapat merasakan keindahan suasana pertanian
dan pegunungan secara langsung dengan mengelilingi genangan air waduk. Kawasan
wisata TWC memiliki area hutan rekreasi dimana di dalamnya terdapat jajaran pohon
sengon (Albizia falcata) yang membentuk axis sekaligus berfungsi sebagai penaung
di area tersebut (Gambar 23).
45
Gambar 23 Axis yang dibentuk oleh jajaran pohon sengon
falcata)
Kualitas visual buruk (bad (Albizia
view) juga
terdapat ditemukan pada beberapa titik
di lokasi wisata TWC. Kondisi warung usaha milik masyarakat (terutama pada hari
libur akhir pekan/nasional) yang berada di area badan bendungan utama
menyebabkan penurunan kualitas visual pada area yang seharusnya dapat menjadi
daya tarik utama untuk melihat pemandangan waduk secara langsung seperti pada
Gambar 24. Hal ini disebabkan karena tidak tertatanya warung dan lapak dagangan
milik masyarakat tersebut dengan baik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan cara
merelokasi warung dan lapak usaha milik masyarakat tersebut ke satu area tertentu
dimana pada area tersebut dikhususkan untuk kegiatan usaha masyarakat seperti
warung jajanan, kantin, kios kerajinan dan oleh-oleh (souvenir), dan sebagainya.
Kualitas visual di TWC juga diperburuk dengan adanya beberapa parkir roda dua
(motor) yang tidak resmi/liar dan beberapa jalan internal yang rusak. Menurut hasil
wawancara dengan pengunjung di lokasi, mereka enggan berjalan kaki karena kondisi
cuaca yang cukup panas sehingga memilih untuk membawa kendaraan roda dua
(motor) hingga ke area badan bendungan utama. Hal ini menyebabkan terciptanya
tempat parkir liar yang kemudian dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk
mendapatkan penghasilan tambahan dari masalah tersebut. Pihak pengelola TWC
seharusnya melakukan pengawasan yang lebih maksimal dan memberikan sanksi
tegas bagi para pengunjung yang tidak memarkir kendaraannya di area parkir resmi
yang telah disediakan. Selain itu, masalah ini juga dapat diatasi dengan melakukan
penanaman vegetasi penaung terutama di sepanjang area jalur pejalan kaki sehingga
pengunjung lebih nyaman untuk berjalan kaki sambil melihat keindahan visual yang
terdapat di lokasi TWC. Adapun hasil analisis visual dapat dilihat pada Gambar 25.
(a) Lapak dagangan
(b) Parkir liar
(c) Jalur minim naungan
Gambar 24 Kualitas Visual Buruk
46
46
Gambar 25 Peta Analisis Visual
47
Potensi Obyek dan Atraksi
Kawasan Waduk Cacaban memiliki beberapa potensi yang dapat menjadi
daya tarik untuk dikembangkan antara lain potensi alam, sejarah, budaya, dan
edukasi.
a. Potensi Alam
Saat ini daya tarik utama yang paling menonjol adalah potensi alam kawasan
waduk. Bentukan alam di sekeliling waduk berupa pegunungan dan perbukitan yang
ditumbuhi oleh massa tanaman pohon hutan tropis seperti jati, sengon, pinus, dan
sebagainya menjadikan kawasan tersebut unik dan memiliki daya tarik untuk
dikunjungi wisatawan. Masyarakat lokal juga sering memanfaatkan hasil kekayaan
perairan waduk dengan melakukan kegiatan memancing dan menangkap ikan air
tawar yang berhabitat di genangan/badan air utama waduk. Potensi perairan ini
didukung dengan adanya Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Kabupaten Tegal
yang berada di Desa Karanganyar, Kecamatan Kedungbanteng dengan jarak kurang
lebih 3 km dari kawasan waduk. Pihak pengelola terkait telah melihat adanya potensi
tersebut dan mengalokasikan 5% luasan genangan utama waduk untuk dimanfaatkan
oleh masyarakat dalam bidang budidaya ikan dengan sistem keramba, dimana
nantinya dapat diintegrasikan dengan dengan rumah makan apung yang berada di
lokasi waduk sehingga wisatawan dapat menikmati hidangan ikan hasil tangkapannya
sendiri.
Sesuai dengan Keputusan Presiden RI no. 123 tahun 2001 tentang koordinasi
pengelolaan sumberdaya air bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi
kehidupan dan penghidupan manusia yang perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan dalam memenuhi hajat hidup masyarakat. Pemanfaatan
sumberdaya air memerlukan adanya usaha konservasi, pengendalian daya rusak, dan
pendayagunaan sumberdaya air melalui pengelolaan yang berkelanjutan. Hal ini
tentunya dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekaligus menjadi tambahan atraksi yang dapat meningkatkan daya tarik
wisatawan untuk mengunjungi kawasan TWC.
Adapun objek yang dapat berpotensi untuk kegiatan wisata alam antara lain
kompleks hutan dan perkebunan di sekitar waduk serta perairan waduk dapat
berpotensi sebagai wisata edukasi perikanan air tawar.
b. Potensi Sejarah
Waduk Cacaban merupakan waduk yang dibangun sejak masa awal
kemerdekaan Republik Indonesia pada awal tahun 1952 dan peresmiannya dilakukan
langsung oleh Presiden pertama RI Ir. Soekarno pada tahun 1959. Sejak saat itu
Waduk Cacaban difungsikan sebagai sumber pengairan utama sistem irigasi
persawahan masyarakat di sekitar waduk. Peristiwa bersejarah ini dapat dikemas ke
dalam salah satu program wisata dan menjadi potensi edukasi sejarah. Adapun objek
yang dapat berpotensi untuk kegiatan wisata adalah lokasi peletakan batu pertama
yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno.
c. Potensi Budaya
Atraksi lainnya yang dapat menjadi potensi daya tarik adalah kebudayaan
lokal masyarakat Cacaban yakni kesenian calung dan upacara ritual ruwat bumi.
Calung adalah alat musik tradisional yang terbuat dari bambu dimana masyarakat
48
biasanya menampilkan kesenian tersebut pada saat upacara pernikahan atau upacara
ritual ruwat bumi. Ritual ruwat bumi merupakan upacara kepercayaan yang dilakukan
oleh masyarakat setempat setiap tahun pada awal musim hujan sebagai wujud rasa
syukur atas berlimpahnya sumberdaya air di kawasan Waduk Cacaban. Adapun objek
yang dapat berpotensi untuk kegiatan wisata adalah aktivitas budaya dan perilaku
masyarakat lokal Cacaban.
d. Potensi Edukasi
Potensi edukasi yang dapat dikembangkan di kawasan TWC adalah berupa
pengenalan terhadap kegiatan operasional waduk, program pengenalan konservasi
alam dengan kegiatan touring/lintas alam, dan pengenalan terhadap kegiatan
pertanian di sekitar Waduk Cacaban. Adapun objek yang dapat berpotensi untuk
kegiatan wisata adalah struktur fisik, fasilitas dan utilitas waduk, serta perairan waduk
untuk edukasi perikanan air tawar.
Namun demikian, potensi-potensi tersebut belum dapat terkelola dan
dimanfaatkan secara maksimal dengan adanya beberapa masalah yang terjadi di
lapangan.
Masalah
tersebut
diantaranya
adalah
sering
terjadinya
penjarahan/penebangan hutan secara illegal oleh masyarakat sekitar, pembukaan
lahan hutan untuk dikonversi menjadi perkebunan masyarakat, dan tidak efektifnya
budidaya perikanan dengan sistem keramba dikarenakan keterbatasan pengetahuan
masyarakat akan informasi tersebut. Adapun analisis titik lokasi potensi obyek dan
atraksi dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 26.
Tabel 11 Potensi Obyek dan Atraksi di Kawasan Waduk Cacaban
No.
1
2
Obyek/Atraksi
Lokasi
Obyek Wisata TWC,
Ds. Penujah, Kec.
Kedungbanteng
Keterangan
Hutan Rekreasi
Obyek Wisata TWC,
Ds. Penujah, Kec.
Kedungbanteng
Area Perkemahan
49
Tabel 11 Lanjutan
No.
3
Obyek/Atraksi
Lokasi
Obyek Wisata TWC,
Ds. Penujah, Kec.
Kedungbanteng
Keterangan
Keliling waduk dengan
perahu/sampan
4
Obyek Wisata TWC,
Ds. Penujah, Kec.
Kedungbanteng
Pulau di tengah waduk
dapat berpotensi sebagai
rest area/spot viewing
5
Obyek Wisata TWC,
Ds. Penujah, Kec.
Kedungbanteng
Aktivitas memancing dan
menangkap ikan
5
Ds. Pangkah, Kec.
Pangkah dan
Ds.
Kedungbanteng, Kec.
Kedungbanteng
Peternakan Itik
6
Ds. Capar dan Ds.
Lebakwangi,
Kec.
Jatinegara
Rekreasi
Alam/Trekking
7
Ds. Karanganyar, Kec.
Kedungbanteng
Balai
Pengembangan
Benih
Ikan
(BPBI)
Kabupaten Tegal
Sumber: Kurnianto (2008) dan Pengamatan Lapang (2011)
Lintas
50
Tabel 11 Lanjutan
No.
8
Obyek/Atraksi
Lokasi
Ds. Pangkah,
Pangkah
Kec.
Keterangan
Wisata Loko Antik –
Pabrik Gula Pangkah
9
Ds. Kedungbanteng,
Kec. Kedungbanteng
Kesenian Calung
10
Ds. Penujah, Kec.
Penujah
dan
Ds.
Kedungbanteng, Kec.
Kedungbanteng
Upacara Ritual Ruwat
Bumi
Sumber: Kurnianto (2008) dan Pengamatan Lapang (2011)
Aksesibilitas dan Fasilitas Pendukung
a. Aksesibilitas Transportasi
Akses menuju ke kawasan wisata Tirta Waduk Cacaban dapat ditempuh
melalui dua rute. Rute yang pertama adalah dari Jalur Pantura, Kota Tegal ke arah
Selatan melalui Kecamatan Kramat menuju Kecamatan Pangkah kemudian Waduk
Cacaban dengan jarak kurang lebih 20 km. Rute yang kedua dari Kota Slawi ke arah
Tenggara menuju Kecamatan Pangkah kemudian Waduk Cacaban dengan jarak
kurang lebih 9 km.
Sarana transportasi menuju kawasan ini ada dua jenis yakni angkutan roda
empat dan angkutan roda dua. Angkutan roda empat berupa angkutan pedesaan
(angkudes) yang beroperasi dengan trayek Slawi – Cacaban sebanyak 25 armada.
Sedangkan angkutan roda dua yang beroperasi di kawasan tersebut berupa ojeg dan
becak milik warga setempat. Oleh karena itu, angkutan jenis ini memiliki waktu
operasi dan jumlah armada yang lebih terbatas apabila dibandingkan dengan
angkutan pedesaan yang disediakan oleh pemerintah daerah (pemda) Kabupaten
Tegal. Satu lagi moda transportasi yang sedang dipersiapkan untuk menunjang akses
menuju lokasi Waduk Cacaban adalah “Loko Antik” milik pabrik gula Pangkah.
Angkutan ini diharapakan dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke obyek
Gambar 26 Peta Analisis Potensi Obyek dan Atraksi
51
52
wisata Tirta Waduk Cacaban (TWC) sambil menikmati pemandangan alam bernuansa
agro di sepanjang perjalanan menuju lokasi.
Adapun beberapa moda transportasi umum tersebut masih sangat terbatas
jumlah dan jam operasionalnya. Sebagian besar pengunjung masih kesulitan untuk
mencapai lokasi apabila dalam jumlah massal/rombongan dikarenakan harus
menggunakan kendaraan pribadi. Oleh karena itu, dinas perhubungan dan pengelola
wisata terkait perlu bekerja sama untuk mengalokasikan rencana moda transportasi
massal (misalnya bus satelit/shuttle bus) untuk mengumpulkan pengunjung dari jalan
arteri terdekat langsung menuju ke lokasi TWC. Dengan demikian, optimalisasi
jumlah pengunjung obyek wisata TWC dapat terakomodir dengan efektif dan efisien.
b. Fasilitas Pendukung Wisata
Fasilitas pendukung wisata yang ada di kawasan Waduk Cacaban masih
sangat minim dan terbatas. Umumnya beberapa fasilitas pendukung yang ada di
lokasi keadaanya sudah tidak dalam kondisi optimal atau tidak terawat dengan baik.
Fasilitas tersebut antara lain gerbang masuk, loket penerimaan, jalan lokal/desa, jalan
konektor dan setapak, penginapan, toilet/WC umum, tempat parkir, panggung
hiburan, warung makan, dan sebagainya seperti pada Tabel 12. Titik lokasi dari
beberapa fasilitas tersebut dapat diluhat pada Gambar 27.
Tabel 12 Potensi/Kendala Fasilitas Eksisting di kawasan TWC
No
1
Fasilitas
Gerbang Masuk
Potensi
Kendala
a. Area penerimaan a. Kurang
kawasan wisata
menarik/terkesan
b. Pembatas/
monoton
penanda kawasan b. Tidak terawat
2
Loket
Penerimaan
a. Fasilitas
a. Jumlah hanya ada 1
penarikan
unit yg berfungsi; 1
retribusi/tiket
unit rusak
masuk
b. Kondisi
kurang
b. Pusat informasi
terawat
wisatawan
3
Panggung
Terbuka
a. Pusat
berbagai
atraksi
b. Titik pertemuan/
meeting point
Kondisi
terawat
kurang
Foto
53
Tabel 12 Lanjutan
No
4
Fasilitas
Jalan
Lokal/Desa
Potensi
Kendala
a. Akses
utama a. Kurang
papan
menuju lokasi
penunjuk arah
b. Kondisi
b. Kurang
vegetasi
baik/aspal
peneduh/penaung
5
Jalan Konektor
Penghubung
a. Kondisi
sebagian
internal antar area
rusak/berbatu
TWC
b. Belum sepenuhnya
terhubung dengan
baik
6
Jalan Setapak
a. Penghubung internal a. Belum sepenuhnya
antar area
terhubung dengan
b. Jalur
interpretasi
baik
wisatawan
b. Kondisi
tidak
terawat
7
Papan Penunjuk
Lokasi
Orientasi
a. Jumlah
wisatawan/pengunjung
terbatas/tidak ada
di tiap area
b. Kondisi
tidak
terawat
8
Parkir Motor
a. Fasilitas
parkir
kendaraan
wisatawan
b. Rest area supir
Area terbatas
9
Parkir Mobil
a. Fasilitas
parkir
kendaraan
wisatawan
b. Rest area supir
c. Viewing spot
Area sangat terbatas
10
Dermaga
Perahu/Sampan
a. Fasilitas penambatan
perahu wisata
b. Titik transisi wisata
darat ke wisata air
Kondisi
seadanya
dapat
berbahaya
bagi
wisatawan
maupun konstruksi
dinding bendungan
Foto
54
Tabel 12 Lanjutan
No
11
Fasilitas
Area Bermain
Anak
Potensi
Fasilitas bernain untuk
anak-anak
Kendala
Lokasi berada di
bawah
struktur
bendung
utama/sangat
beresiko longsor
12
Warung Makan
Apung
a. Daya tarik utama
a. Kebersihan kurang
b. Tempat beristirahat
terjaga
c. Area
untuk b. Material bangunan
bersosialisasi
sangat
minim/kurang
terawat
13
Penginapan
Akomodasi
bagi a. Jumlah
unit
wisatawan/pengunjung
terbatas
non-lokal
atau b. Kurang
papan
berdomisili di luar
penanda lokasi
Tegal
Foto
Sumber: Pengamatan Lapang (2011)
Potensi Pengunjung
Rencana penetapan dan pengembangan pemerintah terhadap kawasan obyek
wisata Tirta Waduk Cacaban (TWC) sebagai salah satu wisata andalan di Kabupaten
Tegal bukanlah tanpa suatu alasan. Hal ini didukung dengan adanya minat kunjungan
wisatawan untuk berkunjung ke lokasi yang cenderung mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten
Tegal menunjukkan peningkatan pengunjung terjadi dalam kurun waktu 5 tahun dari
tahun 2005 hingga tahun 2009 seperti terlihat pada grafik di Gambar 28.
Sumber: Disparbud Kabupaten Tegal, 2011
Gambar 27 Grafik Peningkatan Penunjung
Gambar 28 Peta Analisis Akses dan Fasilitas Eksisting
55
56
Sebagian besar pengunjung yang mendatangi kawasan wisata Waduk Cacaban
adalah wisatawan domestik/lokal yang berasal dari Kabupaten Tegal dan sekitarnya
seperti Kota Tegal, Pemalang, Purwokerto, dan sebagainya. Menurut hasil wawancara
dengan beberapa pengunjung dan pengelola terkait, kawasan ini memang menjadi
alternatif tujuan wisata bagi masyarakat setempat dibandingkan harus pergi ke obyek
wisata lain yang lokasinya lebih jauh. Kebanyakan pengunjung mendatangi lokasi ini
untuk menghabiskan akhir pekan dan hari libur nasional bersama keluarga. Umumnya
mereka mendatangi lokasi ini untuk berpiknik dan menikmati pemandangan alam.
Saat-saat tersebut obyek wisata ini memliki tingkat keramaian yang cukup tinggi.
Apabila pada hari kerja, aktivitas yang terlihat di kawasan ini cukup sepi dan lengang
karena hanya ditemukan beberapa pelajar yang melakukan latihan berkemah serta
beberapa warga setempat melakukan kegiatan memancing dan menangkap ikan untuk
kebutuhan sehari-hari ataupun dijual kembali di pasar terdekat. Data jumlah dan ratarata pengunjung dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Data Jumlah dan Rata-Rata Pengunjung TWC
Tahun
Roda Dua (motor)
6140
2005
5395
2006
4693
2007
3012
2008
2647
2009
21887
total
365
rata-rata/bulan
91
rata-rata/minggu
13
rata-rata/hari
Sumber: Disparbud Kabupaten Tegal, 2011
Jenis Kunjungan
Roda Empat (mobil)
620
588
656
642
625
3131
52
13
2
Pengunjung (orang)
16446
18736
18534
16335
23170
93221
1554
388
55
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa pada umumnya wisatawan
berkunjung ke lokasi dengan mengunakan roda dua (motor) ataupun tidak membawa
kendaraan. Kebanyakan masyarakat setempat mendatangi lokasi dengan berjalan kaki
atau menggunakan kendaraan umum seperti ojeg dan becak karena lokasinya relatif
dekat dengan tempat tinggal mereka. Sebagian wisatawan lainnya menggunakan
kendaraan roda empat (mobil) untuk mengajak keluarga mereka berkunjung ke lokasi
pada hari libur dan akhir pecan.
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Tegal tersebut belum tercatat adanya kendaraan roda enam/bus yang
mengunjungi kawasan TWC apabila dibandingkan dengan dua obyek wisata lainnya
di Kabupaten Tegal yaitu obyek wisata Guci dan Pantai Purwahamba Indah. Hal ini
diperkirakan akibat tidak tersedianya ruang parkir yang memadai dan akses menuju
lokasi TWC yang cukup sempit untuk kendaraan besar seperti bus pariwisata.
Dari hasil analisis beberapa komponen di atas, maka dilakukan overlay
dengan menggunakan sistem skoring untuk mendapat gambaran spasial terhadap
kesesuaian pada aspek wisata di lokasi. Adapun hasil analisis kesesuaian wisata pada
kawasan TWC dapat dilihat secara spasial seperti pada Gambar 29.
Gambar 29 Peta Hasil Analisis Kesesuaian Wisata
57
58
Aspek Legal
Kawasan obyek wisata Tirta Waduk Cacaban (TWC) merupakan salah satu
produk wisata yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai wisata andalan di
Kabupaten Tegal. Sesuai dengan Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 yang tertera pada gambar Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 kawasan Waduk Cacaban
termasuk ke dalam wilayah pariwisata unggulan/andalan seperti pada lampiran 3.
Kawasan Waduk Cacaban yang melputi Kecamatan Kedungbanteng, Pangkah, dan
Jatinegara dalam RTRW tersebut juga ditetapkan ke dalam wilayah Pusat Kegiatan
Lokal (PKL) I, dimana potensi utama yang dimiliki kawasan ini adalah pada sektor
perdagangan, industri kecil, dan pertanian tanaman pangan serta potensi lainnya yang
dapat dikembangkan seperti perkebunan, peternakan, perikanan darat dan kegiatan
jasa. Oleh karena itu, kawasan TWC sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi
suatu kawasan wisata yang berbasis masyarakat dengan melibatkan beberapa sektor
tersebut.
Kawasan TWC memiliki sumberdaya air dan lahan pertanian yang melimpah.
Dengan demikian, arahan wisata yang sesuai untuk dikembangkan pada kawasan
TWC adalah wisata yang melibatkan sektor perairan darat dan kegiatan pertanian
dengan peran serta masyarakat. Sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 33
tahun 2011 tentang kebijakan nasional pengelolaan sumberdaya air menyatakan
bahwa ada beberapa pilar penting dalam usaha pengelolaan sumberdaya lain antara
lain meningkatkan konservasi sumberdaya air secara berkelanjutan, mendayagunakan
sumberdaya air untuk kesejahteraan rakyat, meningkatkan peran serta masyarakat dan
dunia usaha dalam pengelolaan sumberdaya air.
Status kawasan TWC sendiri berada dibawah pengawasan dan pengelolaan
beberapa instansi yang berwenang seperti BPSDA Pemali-Comal, Dinas Pekerjaan
Umum, Dinas Perkebunan dan Kehutanan, serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata.
Banyaknya pihak yang terkait dalam menangani pengelolaan kawasan ini sering kali
menyebabkan pengambilan keputusan dalam usaha pengembangan kawasan TWC
menjadi terhambat akibat perbedaan kepentingan satu sama lain.
Tata Guna Lahan
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 mengenai kebijakan perwilayahan, kawasan TWC
yang terletak di tiga kecamatan yakni Jatinegara, Kedungbanteng, dan Pangkah
termasuk dalam kategori Pusat Kegiatan Lokal (PKL) I dengan pusat pertumbuhan di
Kecamatan Slawi. Potensi utama pada wilayah ini antara lain pemerintahan,
perdagangan, pendidikan, industri kecil, dan pertanian tanaman pangan. Selain itu
sektor usaha lain yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah perkebunan,
peternakan, perikanan darat, dan kegiatan jasa. Peta rencana pola ruang di Kabupaten
Tegal dapat dilihat pada Gambar 30.
Pada tahun 2008, penggunaan lahan di Kabupaten Tegal meliputi tanah sawah
46.719 Ha, pekarangan 13.156 Ha, tanah ladang 7.872 Ha, kawasan industri 224 Ha,
tanah tandus (lahan diberakan) 143 Ha, tambak ikan 315 Ha, hutan 17.253 Ha,
59
perkebunan 194 Ha, dan pemukiman 15.078 Ha. Beberapa permasalahan yang
berkaitan dengan tata ruang wilayah di Kabupaten Tegal sebagian besar terjadi karena
pembangunan yang dilakukan belum mengikuti rencana tata ruang yang ada,
kurangnya pertimbangan mengenai keberlanjutan dan daya dukung lingkungan serta
kurang memperhatikan faktor kerentanan wilayah terhadap bencana alam. Selain itu,
seringkali terjadi konflik pemanfaatan ruang antar sektor pemegang kepentingan
misalnya antara pihak kehutanan, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal. Hal ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain rendahnya kualitas dari rencana tata
ruang, rendahnya kompetensi sumberdaya manusia dalam bidang pengelolaan tata
ruang, dan lemahnya penerapan hukum yang berkenaan dengan pemanfaataan ruang
serta penegakan hukum yang berkaitan dengan pelanggaran pemanfaatan ruang.
Kawasan Tirta Waduk Cacaban (TWC) sendiri terbagi menjadi beberapa jenis
penggunaan lahan dengan mayoritas pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian dan
perkebunan masyarakat di sekitar waduk. Adapun penggunaan lahan di kawasan
tersebut berdasarkan data yang diolah dari Bappeda (2006) antara lain badan
air/waduk (550 Ha), hutan jati (2436,5 Ha), semak belukar (61,8 Ha), perkebunan
(205,7 Ha), tanah ladang (910,3 Ha), sawah irigasi (547,5 Ha), sawah tadah hujan
(330,7 Ha) dan pemukiman (130,5 Ha). Adapun penggunaan lahan ini disajikan
secara spasial seperti pada Gambar 31.
Berdasarkan rencana pola ruang di Kabupaten Tegal, kawasan Waduk
Cacaban terbagi tiga kawasan meliputi kawasan lindung, kawasan budidaya, dan
kawasan rencana pariwisata. Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan
sebagai fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam, sumberdaya buatan, serta nilai-nilai sejarah untuk kepentingan
pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung terbagi menjadi beberapa area
meliputi area hutan lindung, area sempadan sungai, area sekitar sungai, area sekitar
mata air, dan area rawan bencana alam. Kawasan budidaya merupakan kawasan yang
kondisi fisik dan alamnya berpotensi dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Kawasan budidaya terbagi
atas area pertanian dan non pertanian. Adapun beberapa kriteria yang terdapat di
dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung yang sesuai untuk wilayah Kabupaten Tegal diacu
dalam Kurnianto (2008) adalah sebagai berikut:
1. kawasan yang dapat memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya,
yakni kawasan hutan lindung yang berada pada kelerengan di atas 40% dan
ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut. Kawasan ini terdapat di
sebagian Kecamatan Kedungbanteng, sebagian Bumijawa dan Bojong,
sebagian Jatinegara, sebagian Pangkah dan Balapulang.
2. kawasan perlindungan setempat, yakni kawasan yang melindung wilayah
pantai, sungai, danau/waduk, dan mata air. Daerah sempadan waduk terdapat
di wilayah Kecamatan Jatinegara dan Kedungbanteng yaitu disekeliling
Waduk Cacaban. Sempadan waduk ditetapkan 50 – 100 meter ke arah darat
dari titik permukaan air tertinggi. Sempadan waduk disekitar Waduk Cacaban
telah dikategorikan sebagai kawasan lindung. Sempadan waduk berfungsi
60
untuk melindungi wilayah tersebut dari kegiatan yang mengganggu
kelestarian fungsi waduk.
3. kawasan suaka alam, yakni kawasan cagar alam dan hutan wisata. Fungsi dari
kawasan ini dimaksudkan untuk melindungi keanekaragaman biota,
ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu
pengetahuan dan pembangunan secara umum.
4. kawasan rawan bencana alam, yakni kawasan yang disinyalir sebagai kawasan
yang rentan terhadap terjadinya bencana alam. Bencana yang mungkin terjadi
tanah longsor akibat penambangan batu kapur/gamping. Kawasan ini terletak
pada Kecamatan Jatinegara dan Pangkah.
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Tegal
Gambar 30 Arahan Rencana Pola Ruang
61
61
Gambar 31 Peta Identifikasi Penggunaan Lahan
62
Hasil Analisis
Setelah dilakukan analisis terhadap berbagai aspek di atas, maka didapatkan
hasil analisis berupa tabel analisis potensi-kendala dari setiap aspek beserta solusi
pemanfaatan dan pemecahannya dan juga didapatkan peta komposit akhir hasil
overlay dari beberapa peta analisis di atas. Peta komposit dihasilkan dengan cara
melakukan overlay aspek sumberdaya alam yaitu hasil kesesuaian fisik dan aspek
wisata yaitu hasil kesesuaian wisata untuk kemudian selanjutnya dilakukan overlay
kembali dengan peta tata guna lahan/rencana pola ruang yang diperoleh dari Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 untuk
mempertimbangkan pengembangan wisata dari aspek legalnya. Skema proses analisis
overlay dapat dilihat pada Gambar 32.
Peta Kesesuaian Fisik
Peta Kesesuaian Wisata
Peta Tata Guna Lahan
Peta Komposit Analisis
Gambar 32 Skema Proses Overlay
Hasil spasial analisis yakni berupa peta komposit dapat dilihat pada Gambar
33 sedangkan hasil analisis secara deskriptif disajikan berupa matriks analisis seperti
pada Tabel 14.
Gambar 33 Peta Komposit Analisis
63
64
64
Tabel 14 Hasil Analisis Potensi dan Kendala beserta Solusinya
No
Komponen
Analisis
Potensi
A. Aspek Sumberdaya Alam
1
Topografi dan
Kondisi topografi yang bervariasi
Kemiringan
dari dataran hingga perbukitan
berpotensi untuk dikembangkan
berbagai macam jenis kegiatan
wisata
Solusi
Kendala
Pemanfaatan
Pemecahan
Kondisi alam yang berbukit
seringkali menimbulkan bahaya
longsor dan erosi ketika musim
hujan
sehingga
dapat
membahayakan kegiatan wisata
Pemanfaatan
berbagai
jenis
kegiatan wisata mulai dari
piknik/berkemah,
berfoto,
menikmati
pemandangan
(viewing),
trekking,dan
sebagainya
Penanaman ground cover, semak
atau tanaman perdu untuk
mencegah dampak negatif erosi
serta membatasi aktivitas wisata
di
kawasan
bahaya/rawan
longsor.
2
Jenis dan
Karakteristik
Tanah
Kompleks tanah latosol memiliki
ketahanan erosi tinggi serta
potensi pertanian dan perkebunan
yang baik sehingga mendukung
beberapa program wisata
Kompleks
tanah
podsolik
memiliki kerawanan erosi/longsor
yang tinggi dan memiliki
kandungan mineral hara rendah
Memaksimalkan jenis kegiatan
wisata terutama yang berkaitan
dengan pertanian dan perkebunan
masyarakat
Penerapan teknologi pertanian
organik dengan aplikasi pupuk
organik sehingga memperkuat
agregasi tanah dan mengurangi
terjadinya erosi.
3
Hidrologi
Daerah tangkapan air yang luas
dapat
dimanfaatkan
untuk
kegiatan wisata air dan kegiatan
usaha masyarakat
Terjadi
sedimentasi
dan
pendangkalan air waduk akibat
penebangan hutan secara liar
sehingga menyebabkan longsor
Pemanfaatan
wisata
keliling
waduk dengan perahu/sampan
serta pengembangan budidaya
perikanan dengan sistem keramba
oleh masyarakat Cacaban
Pemerintah terkait bekerja sama
dengan
masyarakat
dengan
memberi
penyuluhan
serta
melaksanakan
GERHAN
terutama pada area sempadan
waduk
4
Iklim
Curah hujan yang sedang hingga
tinggi dengan rata-rata 5-6 bulan
bulan
basah
memberikan
sumberdaya air yang cukup
melimpah
Curah hujan cukup tinggi
menyebabkan rawan erosi pada
area curam sehingga menggangu
aktivitas dan kenyamanan wisata
Pemanfaatan
untuk
irigasi
pertanian dan kebutuhan seharihari masyarakat sekitar waduk
Perbaikan
kualitas
sistem
drainase dan penanaman vegetasi
konservasi pada area curam
Suhu rata-rata 27,1˚C dan ratarata kelembaban relatif bulanan
88,8%
sehingga
derajat
kenyamanan
belum
cukup
nyaman
Pemilihan vegetasi dengan tajuk
lebat yang berfungsi sebagai
vegetasi
peneduh
untuk
memperbaiki kualitas iklim
mikro
65
Tabel 14. Lanjutan
No
5
6
Komponen
Vegetasi
Satwa
B. Aspek Sosial
1
Preferensi
Masyarakat dan
Pengunjung
Analisis
Potensi
Kendala
Pada kawasan sudah terdapat Sering kali terjadi penyerobotan
beberapa vegetasi eksisting yang lahan hutan konservasi oleh
bersifat konservatif sehingga masyarakat untuk dialihfungsikan
mendukung
terhadap sebagai perkebunan dan usaha
pengurangan erosi
pribadi
Solusi
Pemanfaatan
Pemecahan
Menjadikan area dengan vegetasi Pemberian sosialisai dan sanksi
konservasi
sebagai
area tegas kepada masyarakat yang
penyangga wisata
melakukan pembukaan lahan
Tanaman lokal perkebunan milik
masyarakat dapat diintegrasikan
dengan program wisata sehingga
menambah nilai guna produksi
Masih menggunakan teknologi
pertanian konservatif dengan
penggunaan pupuk kimia
Keberadaan tanaman perkebunan
lokal dapat diarahkan pada
pemanfaatan kegiatan wisata yang
bersifat
rekreasi
edukatif
(berkebun, memetik hasil panen,
dan sebagainya)
Introduksi teknologi pertanian
organik dengan menggunakan
pupuk alami/non kimia
Kawasan
cacaban
memiliki
beberapa jenis satwa yang dapat
menjadi pendukung daya tarik
wisata
Keberadaan satwa lokal belum
sepenuhnya diperhatikan
Pengayaan jenis vegetasi yang
dapat menambah habitat dan
pakan satwa lokal sehingga
mendukung keberadaanya
Pemanfaatan satwa lokal sebagai
obyek dan daya tarik wisata
Jenis
satwa
air
dapat
dimanfaatkan untuk menambah
atraksi wisata sekaligus usaha
masyarakat
Keterbatasan
informasi
masyarakat
akan
budidaya
perikanan air tawar dengan sistem
keramba
Pemanfaatan sistem keramba
yang
diitegrasikan
dengan
restoran apung diharapkan dapat
menambah daya tarik wisata
Pendampingan dan pengawasan
oleh pihak BPSDA kepada
masyarakat
lokat
dalam
penerapan budidaya ikan dengan
sistem keramba
93,3%
responden
telah
memahami pengertian lanskap
dan 100% responden merasa
perlu adanya penataan lanskap
kawasan TWC
Keterlibatan masyarakat dalam
usaha pengembangan wisata
kawasan TWC masih sangat
terbatas
Membuat
rencana
penataan
lanskap kawasan TWC sebagai
area
wisata
dengan
mempertimbangkan
kebutuhan
dan
keterlibatan
masyarakat
setempat
Melakuakan pendekatan kepada
masyarakat untuk ikut terlibat
dalam rencana pengembangan
wisata
65
66
66
Tabel 14. Lanjutan
No
2
Komponen
Preferensi Pihak
Pengelola TWC
Analisis
Potensi
Memiliki rencana pembangunan
jangka
menengah
untuk
mengembangkan kawasan TWC
sebagai obyek wisata andalan
Kendala
Alokasi 5% luas genangan
waduk
untuk
dimanfaatkan
sebagai sektor usaha masyarakat
C. Aspek Wisata
1
Visual
Pemandangan hamparan air
waduk yang luas disertai pulau di
tengahnya dengan latar belakang
perbukitan menjadikan daya tarik
bagi wisatawan
Solusi
Pemanfaatan
Perencanaan
pengembangan
wisata dilakukan secara integratif
dan koorperatif dengan berbagai
pemangku kepentingan sehingga
bermanfaat bagi semua pihak
Pemecahan
Pemanfaatan
sektor
usaha
tersebut untuk meningkatkan
taraf hidup dan kesejateraan
masyarakat lokal
Beberapa bad view diakibatkan
oleh kondisi jalan yang rusak dan
beberapa warung usaha milik
masyarakat yang tidak tertata di
area bendungaa utama
Terdapat
beberapa
titik
ketinggian yang berpotensi untuk
kegiatan viewing
Perbaikan sarana wisata keliling
waduk seperti kondisi perahu dan
darmaga
perahu
untuk
menambah
kenyamanan
pengunjung
Melakukan
perbaikan
dan
relokasi terhadap warung usaha
masyarakat pada area khusus
Pemanfaatan
viewing
point
dengan
fasilitas
rumah
pandang/gazebo untuk melihat
pemandangan
keseluruhan
kawasan TWC
2
Obyek dan
Atraksi
Kawasan
TWC
memiliki
beberapa potensi utama yang
dapat menjadi daya tarik antara
lain potensi alam, sejarah,
budaya, dan edukasi
Potensi sejarah dan budaya
belum dikembangkan secara
maksimal
Pemanfaatan potensi tersebut
dengan mengintegrasikan ke
dalam program wisata seperti
program
edukasi
sistem
operasional waduk
Membuat suatu fasilitas khusus
untuk menampilkan informasi
mengenai sejarah dan budaya
masyarakat sekitar waduk
3
Aksesibilitas dan
Fasilitas
Kawasan TWC dilalui oleh jalan
arteri sekunder dan jalan lokal
sekunder
yang
langsung
terhubung
dengan
ibukota
Kecamatan Slawi
Moda transportasi umum masih
terbatas
jumlah
dan
jam
operasionalnya
Lokasi yang cukup strategis
dapat
dimanfaatkan
untuk
pengembangan wisata
Penambahan jumlah dan jam
operasional moda transportasi
umum.
Penambahan
moda
transportasi massal (bus) untuk
maksimalisasi potensi pengunjung
67
Tabel 14. Lanjutan.
No
Komponen
Analisis
Potensi
D. Aspek Legal
1
Kepemilikan
Lahan
Kendala
Fasilitas
pendukung
wisata
sebagian besar tidak terawat
kondisinya dan jumlah masih
terbatas
Solusi
Pemanfaatan
Banyaknya pihak yang terkait
dalam pengelolaan kawasan TWC
menjadikan
pengambilan
kebijakan pengembagan kawasan
sering terhambat
Pemecahan
Memperbaiki dengan pemilihan
material yang tahan terhadap
kondisi ekstrim dan menambah
jumlah
fasilitas
pendukung
kenyamanan wisata
Perencanaan
pengembangan
wisata
dilakukan
secara
integratif dan koorperatif dengan
berbagai pemangku kepentingan
sehingga bermanfaat bagi semua
pihak
2
Kebijakan
Pemerintah
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Tegal 2009-2014
menetapkan
kawasan
TWC
sebagai
wilayah
pariwisata
andalan
Pemanfataan untuk pengembangan
wisata kawasan sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan
3
Tata Guna Lahan
Secara umum penggunaan lahan
di kawasan TWC masih sesuai
dengan arahan rencana pola ruang
RTRW Kabupaten Tegal tahun
2009-2014
Pengembangan ruang wisata
menyesuaikan dengan rencana
pola ruang yang telah ditetapkan
67
68
Sintesis
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka diperlukan adanya upaya
untuk memaksimalkan potensi wisata yang ada di kawasan Tirta Waduk Cacaban
(TWC). Upaya yang dilakukan tentunya dengan mempertimbangkan peran sertadan
keterlibatan masyarakat lokal Cacaban untuk menambah nilai guna dari potensi
sumberdaya manusia yang dimiliki sehingga diharapakan dapat meningkatkan
kualitas dan taraf hidup masyarakat. Upaya tersebut tentunya harus diikuti dengan
usaha pelestarian lingkungan untuk meminimalisir penurunan kualitas alam eksisting
yang dimiliki oleh kawasan tersebut.
Oleh karena itu, diperlukan pembagian zona dalam rangka pemanfaatan
potensi kawasan TWC sebagai obyek wisata berbasis masyarakat. Berdasarkan hasil
analisis sebelumnya telah didapatkan 3 (tiga) zona komposit yaitu zona yang sesuai
untuk pengembangan wisata, zona yang cukup sesuai untuk pengembangan wisata,
dan zona yang kurang sesuai untuk pengembangan wisata. Hasil tersebut akan
menjadi acuan dalam penyusunan rencana blok (block plan) seperti pada Gambar 34.
Rencana blok ini kemudian akan digunakan sebagai acuan dalam membuat rencana
pengembangan wisata di kawasan TWC dengan basis masyarakat.
Secara umum rencana blok dibedakan menjadi 3 (tiga) zona utama yaitu zona
konservasi, zona pemanfaatan non-intensif, dan zona pemanfaatan intensif seperti
dapat dilihat pada Gambar 34. Adapun alokasi pembagian fungsi ruang pada rencana
blok dapat dilihat dalam bentuk Tabel 15.
a. Zona Konservasi
Kawasan ini diprioritaskan sebagai area lindung dan rehabilitasi karena
sebagian besar kawasan ini memiliki bentuk permukaan lahan yang curam dengan
kemiringan hingga di atas 40%. Kawasan ini sangat peka terhadap erosi dan bahaya
longsor. Konservasi dilakukan dengan cara melakukan penanaman vegetasi yang
mempunyai karakter kuat menahan erosi tanah. Konservasi juga dilakukan pada area
sempadan waduk dan sungai sejauh 50-100 meter sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 7 pasal 34 ayat 3. Upaya ini dilakukan dalam rangka pengendalian
daya rusak air agar tetap terjaga keberlanjutan fungsinya. Area-area yang termasuk ke
dalam zona konservasi merupakan area yang bebas dari segala bentuk aktivitas wisata
aktif maupun pasif.
b. Zona Pemanfaatan
Kawasan ini merupakan daerah yang aman secara fisik dan biofisik
berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu pada kawasan
ini terdapat kualitas visual dan beberapa fasilitas sarana penunjang wisata eksisiting
yang dianggap berpotensi untuk mendukung pengembangan wisata. di dalam
kawasan ini terdapat berbagai jenis aktivitas wisata baik aktif maupun pasif beserta
beberapa jenis wisata penunjang lainnya.
Zona pemanfaatan wisata dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yakni zona
pemanfataan non-intensif dan zona pemanfaatan intensif. Zona pemanfaatan non
intensif merupakan kawasan yang di dalamnya terdapat aktivitas wisata yang bersifat
pasif seperti jalan-jalan, duduk-duduk, mengamati satwa, berfoto, mengamati
pemandangan, dan lain-lain. Selain itu, program wisata penunjang lainnya juga akan
Gambar 34 Peta Rencana Blok
69
70
dikembangkan pada kawasan ini antara lain wisata edukasi alam yakni pendidikan
konservasi dan pengenalan terhadap tanaman kehutanan dan perkebunan lokal yang
berada di kawasan Tirta Waduk Cacaban. Zona pemanfaatan intensif akan
dikembangkan sebagai kawasan wisata utama. Aktivitas yang terdapat di kawasan ini
bersifat aktif dan pasif seperti berkemah, bersampan/keliling waduk, trekking,
bersepeda, perdagangan, dan lain-lain. Pengembangan zona pemanfaatan intensif
akan dibagi ke dalam beberapa sub ruang di antaranya adalah ruang wisata edukasi,
ruang wisata rekreasi, ruang budidaya, ruang penerimaan, dan ruang pelayanan.
Sub ruang rekreasi merupakan ruang wisata yang berbasis rekreasi dimana di
dalamnya akan terdapat aktivitas wisata yang intensif. Wisata rekreasi ini dibagi
menjadi aktivitas rekreasi darat dan aktivitas rekreasi air. Sub ruang budidaya
dimanfaatkan untuk kegiatan usaha perkebunan dan perikanan darat yang dikelola
oleh pemerintah bekerja sama dengan masyarakat setempat. Aktivitas budidaya ini
juga dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata yakni wisata edukasi budidaya
perkebunan dan perikanan sehingga memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat
sekitar waduk.
Sub ruang penerimaan dan pelayanan merupakan area yang berfungsi untuk
menerima dan memberikan pelayanan kepada wisatawan. Di dalam area ini akan
dikembangkan fasilitas-fasilitas pendukung wisata seperti area parkir, pusat informasi
wisata, penginapan, restoran/kantin, dan kios-kios souvenir yang menjual kerajinan
khas Tegal khususnya masyarakat Cacaban.
Tabel 15 Alokasi Pembagian Ruang Rencana Blok
No
1
Zona
Kurang sesuai
untuk
pengembangan
wisata
Ruang/Fungsi
Zona
konservasi/lindung
(kawasan non wisata)
Deskripsi
Kawasan ini diutamakan sebagai area rehabilitasi
dan konservasi karena sebagian besar area ini
berada pada kemiringan curam (40%) dan telah
ditetapkan sebagai area lindung pada RTRW
Kawasan ini bersifat steril dari semua bentuk
aktivitas wisata
2
Cukup sesuai
untuk
pengembangan
wisata
Zona pemanfataan non
intensif
(kawasan
penunjang/pendukung
wisata)
Kawasan ini akan dikembangkan menjadi ruang
penunjang wisata yang berisi aktivitas wisata pasif
(tracking, sightseeing, duduk-duduk, fotografi,
pengamatan satwa dan vegetasi, dan edukasi)
3
Sesuai untuk
pengembangan
wisata
Zona
pemanfaatan
intensif
(Kawasan
wisata utama)
Kawasan ini merupakan pusat utama kegiatan
wisata. Kawasan ini berisi segala aktivitas utama
wisata yang bersifat aktif (berkemah, memancing,
bersampan, atraksi budaya dan edukasi, dan lainlain) dan penunjang wisata utama (wisata
belanja/souvenir)
Pada kawasan ini juga dikembangkan sebagai ruang
penerimaan dan ruang pelayanan
71
Konsep dan Pengembangan Konsep
Konsep Dasar Perencanaan
Konsep dasar perencanaan dalam studi ini adalah kawasan Tirta Waduk
Cacaban (TWC) sebagai kawasan ekowisata dengan daya tarik keunikan alam,
pertanian, dan atraksi sosial budaya lokal. Pendekatan ini diharapkan mampu
meningkatkan kepedulian masyarakat lokal Cacaban khususnya untuk menjaga fungsi
dan keberadaan TWC secara berkelanjutan sekaligus ikut terlibat dalam proses
pengembangan potensi wisata yang dimiliki kawasan tersebut serta meningkatkan
kualitas perekonomian masyarakat setempat.
Kawasan TWC merupakan sebuah kawasan dengan nuansa alam perbukitan
yang ditumbuhi oleh vegetasi dimana sebagian besar adalah areal hutan jati yang
dikelola oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tegal. Namun, kini
kondisinya telah banyak mengalami perubahan fungsi akibat pembukaan lahan oleh
masyarakat untuk dijadikan lahan produksi pribadi seperti sawah dan ladang. Hal ini
disebabkan karena kurangnya komunikasi antara pihak pengelola berwenang dengan
masyarakat setempat terkait pengembangan kawasan TWC sebagai area wisata. Oleh
karena itu, diperlukan suatu jalan keluar yang dapat memberikan manfaat bagi kedua
belah pihak. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mempertimbangkan
keterlibatan masyarakat lokal dalam usaha pengembangan kawasan TWC sebagai
kawasan ekowisata. Dalam kaitannya dengan upaya tersebut, maka ada beberapa
fungsi yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kawasan TWC antara lain:
a. Fungsi konservasi, dikembangkan pada area-area yang memiliki kepekaan
terhadap erosi dan rawan terjadi longsor serta area sempadan waduk dan
sungai. Pengembangan fungsi ini terkait dengan kondisi alam kawasan TWC
yang berbukit dan memiliki area yang curam dengan kemiringan lahan hingga
40%. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari erosi dan
longsor terhadap kegiatan wisata sekaligus menjaga kelestarian lingkungan
kawasan.
b. Fungsi wisata, dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan wisata masyarakat
lokal maupun non-lokal (pendatang) dengan aktivitas wisata yang
dikembangkan berdasarkan potensi yang dimiliki dan ditunjang dengan
sarana-prasarana pendukung wisata
c. Fungsi ekonomi, dikembangkan dengan tujuan utama untuk memberdayakan
masyarakat lokal dalam perencanaan maupun pengelolaan kawasan sehingga
diharapkan dapat menjadi solusi terkait konflik masyarakat dengan kebijakan
pemerintah daerah. Selain itu, fungsi ini juga diharapkan dapat meningkatkan
kesejateraan masyarakat dengan pemasukan ekonomi dari sektor wisata
maupun budidaya.
d. Fungsi edukasi, dikembangkan sebagai fungsi pendukung dari kegiatan wisata
yakni wisatawan akan mendapatkan pengetahuan tambahan mengenai
pelestarian alam, kegiatan operasional waduk, sejarah waduk, balai
pengembangan benih ikan dan kegiatan budidaya masyarakat.
72
Pengembangan Konsep
Konsep pengembangan wisata pada kawasan Waduk Cacaban dibedakan
berdasarkan kesesuaian aspek sumberdaya alam, aspek sosial-budaya, dan aspek
wisata. Adapun pembagiannya akan terdiri dari konsep ruang wisata, konsep
aktivitas dan fasilitas wisata, dan konsep sirkulasi.
1. Konsep Ruang
Pengembangan konsep ruang pada dasarnya merupakan penjabaran lebih
lanjut dari rencana blok yang telah dibuat sebelumnya. Pada rencana blok telah
diklasifikasi 3 (tiga) zona ruang utama yaitu zona konservasi, zona pemanfaatan
nonintensif, dan zona pemanfaatan intensif.
Zona konservasi dialokasikan sebagai ruang yang bebas dari berbagai bentuk
kegiatan wisata. Ruang ini dprioritaskan untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan
sumberdaya alam di kawasan waduk. Zona pemanfaatan non intensif dialokasikan
sebagai ruang wisata penunjang dan area penyangga wisata (buffer) . Ruang ini
mengakomodasi berbagai kegiatan wisata yang bersifat pasif (edukatif dan
interpretatif) yang berkaitan dengan konservasi kawasan waduk. Zona pemanfaatan
intensif dialokasikan sebagai ruang wisata utama dan ruang pendukung wisata. Ruang
wisata utama mengakomodasi berbagai kegiatan wisata yang bersifat semi aktif
hingga aktif. Ruang ini terdiri dari beberapa sub ruang antara lain ruang wisata
edukasi, ruang wisata rekreasi, dan ruang wisata budidaya. Ruang pendukung wisata
akan mengkomodasi berbagai kebutuhan dan fasilitas yang menunjang kegiatan
wisata. Ruang ini dibagi menjadi sub ruang penerimaan primer dan ruang penerimaan
sekunder. Ruang penerimaan primer terdiri dari welcome area, area transisi, dan area
pelayanan. Ruang penerimaan sekunder terdiri dari area transisi dan area pelayanan
(sarana dan prasarana). Diagram pembagian ruang dapat dilihat pada Gambar 35.
Ruang Konservasi Air
Ruang Wisata Air
Penyangga (Konservasi Lereng)
Ruang Wisata Darat
Ruang Pendukung Wisata
Gambar 35 Diagram Ruang
73
2. Konsep Aktivitas dan Fasilitas
Konsep aktivitas dan fasilitas pada kawasan Waduk Cacaban dibedakan
berdasarkan jenis kegiatan wisata yang dilakukan pada masing-masing ruang. Konsep
aktivitas dibagi menjadi 2 (dua) yaitu aktivitas wisata yang berbasis konservasi
lingkungan dan aktivitas wisata yang berbasis sosial budaya. Aktivitas wisata yang
berbasis konservasi dilakukan di ruang wisata penunjang. Jenis kegiatan wisata yang
dilakukan pada area ini bersifat pasif seperti pengamatan satwa lokal di habitat liar,
pengamatan vegetasi lokal, trekking, viewing, bersantai, dan fotografi. Aktivitas
wisata yang berbasis sosial budaya akan dialokasikan pada ruang wisata utama dan
ruang pendukung wisata. Jenis kegiatan wisata yang dilakukan area ini terdiri dari
kegiatan wisata rekreatif dan non rekreatif (pelayanan dan pengelolaan) yang bersifat
semi aktif hingga aktif. Adapun jenis kegiatan yang tergolong bersifat semi aktif
antara lain mengamati atraksi kesenian budaya masyarakat lokal, menginterpretasi
informasi kawasan wisata, mengamati kegiatan pertanian lokal, mempelajari
budidaya perairan ikan air tawar, mempelajari sistem operasional waduk,
mempelajari sejarah waduk, wisata kuliner dan souvenir. Adapun jenis kegiatan yang
tergolong bersifat aktif antara lain kegiatan pertanian masyarakat, kegiatan kontrol
dan pengelolaan petugas, bersampan, berkemah, berolahraga, outbound, bersepeda,
dan memancing.
Konsep fasilitas juga dibagi menjadi 2 (dua) yaitu fasilitas yang berbasis
konservasi dan fasilitas yang berbasis non konservasi/sosial (pelayanan dan
pengelolaan). Adapun fasilitas yang berbasis konservasi antara lain berupa jalur
trekking, menara pandang, spot berfoto, spot pengamatan satwa liar, papan informasi
mengenai vegetasi lokal, menara kontrol operasional waduk. Sedangkan fasilitas yang
berbasis non konservasi antara lain berupa fasilitas akomodasi bagi wisatawan, pusat
pelayanan informasi wisata, dan area komersial yang terintegrasi dalam kawasan
wisata sebagai pendukung kegiatan usaha masyarakat setempat. Pembagian aktifitas
dan fasilitas berdasarkan fungsi ruang dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Pembagian Ruang, Aktifitas, dan Fasilitas
Ruang
Konservasi
Sub Ruang
Konservasi
Aktifitas
-
Fasilitas
-
Pemanfaatan Non
Intensif
Penyangga
Jalan
setapak,
bangku
Pemanfaatan
Intensif
Wisata Edukasi
Jalan-jalan, sightseeing,
pengamatan
satwa,
duduk-duduk
Interpretasi, penelitian,
pengamatan satwa, jalanjalan, sightseeing, bird
watching,
fotografi,
pameran
budaya/apresiasi
kesenian lokal
Outbound,
olahraga,
jogging, tur mobil wisata,
berkemah,
piknik,
sightseeing,
fotografi,
Wisata
Darat
Rekreasi
gazebo,
Media
interpretasi,
laboratorium studi lapangan,
jalur
pedestrian,
gazebo/shelter,
bangku,
menara pandang, panggung
wisata
Jalur pedestrian, lapangan
terbuka, jalur kendaraan
wisata,gazebo/shelter,bangku,
menara pandang, playground
74
duduk
Tabel 16 Lanjutan
Ruang
Sub Ruang
Wisata Rekreasi
Air
Wisata Budidaya
Penerimaan
Pelayanan
Aktifitas
Memancing, bersampan,
sightseeing
Budidaya ikan air tawar
(sistem
keramba),
pembibitan, pembenihan,
panen
Akses
keluar-masuk,
retribusi,
parkir,
informasi
Makan,
kesehatan,
keamanan, MCK, ibadah,
belanja, berkumpul
Fasilitas
Dermaga air, sampan/perahu,
dek, shelter pengamatan
Keramba, tambak budidaya,
ruang pengelola
Gerbang,
loket
tiket,
lapangan
parkir,
pusat
informasi wisata
Restoran/cafeteria, klinik, pos
keamanan, toilet, musholla,
kios souvenir, meeting point.
3. Konsep Sirkulasi
a. Konsep Sirkulasi Umum
Konsep sirkulasi pada suatu kawasan wisata direncanakan untuk
menghubungkan antar ruang dalam suatu kawasan dan juga antar sub ruang dalam
ruangan itu sendiri. Sirkulasi pada kawasan wisata Waduk Cacaban secara umum
akan dibagi menjadi sirkulasi wisata dan sirkulasi non wisata.
Sirkulasi wisata terdiri dari dua jenis yaitu jalur wisata darat yang akan
diakomodir dengan fasilitas pedestrian track dan jalur wisata air yang akan
diakomodir dengan menggunakan fasilitas dermaga air dan perahu wisata. Sirkulasi
wisata dibuat dengan pola linear dan tertutup (loop) dengan beberapa titik
pemberhentian untuk memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk melakukan
interpretasi terhadap objek dan atraksi yang ada. Pola linear berfungsi untuk
menghubungkan antar ruang dalam kawasan wisata sedangkan pola tertutup akan
diaplikasikan pada tiap sub ruang wisata. Sirkulasi non wisata diperuntukkan bagi
keperluan operasional pelayanan dan pengelolaan wisata waduk seperti misalnya
sirkulasi area parkir dan kantor pengelola. Diagram konsep sirkulasi dapat dilihat
pada Gambar 36.
Sirkulasi Air
Akses Masuk Kawasan
Sirkulasi Darat
Keterkaitan Ruang
Gambar 36 Konsep Sirkulasi
75
b. Konsep Jalur Wisata
Konsep jalur wisata di kawasan ini dikembangakan berupa jalur intrepretasi
yang bersifat edukatif dan rekreatif. Konsep jalur ini diharapkan dapat memberikan
wawasan terhadap pengunjung mengenai nilai-nilai kebudayaan serta aktifitas
perekonomian masyarakat sekitar waduk dan juga sekaligus dapat memberikan
pengalaman rekreasi yang terintegrasi dengan usaha pelestarian lingkungan yg
bersifat konservatif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka akan direncanakan
alternatif paket wisata yang terdiri dari beberapa tema kecil jalur interpretasi (Tabel
17). Hal ini diharapkan dapat mengarahkan wisatawan dalam menikmati obyek dan
atraksi yang terdapat di lokasi. Konsep jalur wisata dibuat berdasarkan pertimbangan
pemberdayaan dan pengembangan potensi alam dan sosial budaya.
Tabel 17 Tema Jalur Interpretasi
No
1
Tema Zona
Sejarah dan Operasional Waduk
Obyek Wisata
Ruang kontrol waduk,
Atraksi Wisata
Edukasi sejarah,
Edukasi sistem irigasi waduk
2
Agroforestri dan Tambak Keramba
Hutan jati,
Hutan pinus,
Budidaya agroforestri
Budidaya silvopastura,
Budidaya keramba,
Pusat olahan
Trekking,
Pengamatan/ edukasi sistem
keramba,
3
Rekreasi Alam, Seni Budaya dan
Kuliner
View
perbukitan
sekililing waduk,
Menara pandang,
Badan air waduk,
Area outbound,
Budaya cacaban,
Kios kuliner,
Kios suvenir
Bersampan,
Trekking,
Fotografi,
Kegiatan outdoor,
Olahraga/bersepeda, wisata
kuliner,
Wisata belanja,
Kesenian calung,
Upacara adat ruwat bumi
4
Pusat Penelitian
Pusat
penelitian
konservasi hutan,
Pusat penelitian hasil
olahan
budidaya
perikanan air tawar
Pengamatan/ edukasi area
budidaya,
Edukasi pengembangan hasil
olahan
4. Konsep Vegetasi
Penataan vegetasi pada kawasan Tirta Waduk Cacaban dibedakan berdasarkan
fungsinya pada tapak. Adapun beberapa fungsi tersebut antara lain adalah fungsi
konservasi, fungsi estetika, fungsi pengarah, fungsi peneduh, dan fungsi budidaya.
Diagram konsep vegetasi dapat dilihat pada Gambar 37.
76
a. Fungsi Konservasi
Vegetasi berfungsi untuk mengkonservasi tanah, air dan membentuk
habitat satwa lokal. Vegetasi konservasi di dalam tapak terutama
dikembangkan pada area sempadan waduk dan area yang memiliki
kemiringan curam hingga sangat curam. Pemilihan jenis vegetasi
diutamakan vegetasi lokal karena selain dapat menjadi objek edukasi,
vegetasi lokal akan sesuai dalam membentuk habitat satwa lokal.
b. Fungsi Estetika
Vegetasi berfungsi sebagai elemen keindahan pada tapak yang mampu
menghadirkan suasana visual yang baik. Vegetasi estetika terutama
dikembangkan di ruang penerimaan dan pelayanan.
c. Fungsi Pengarah
Vegetasi berfungsi untuk mengarahkan sirkulasi kendaraan maupun
pejalan kaki. Pemelihan jenis tanaman diutamakan yang memiliki
ketinggian, bentuk dan kepadatan tertentu yang sesuai dengan kesan
ruang yang ingin diciptakan. Vegetasi pengarah dikembangkan di
sepanjang jalur sirkulasi.
d. Fungsi Peneduh
Vegetasi berfungsi sebagai penaung dan pengontrol iklim mikro pada
tapak. Pemilihan jenis tanaman diutamakan yang berdaun lebat dengan
tajuk lebar sehingga dapat secara efektif menyerap radiasi matahari.
Vegetasi peneduh terutama dikembangkan pada area-area terbuka
seperti area bermain, outbound dan camping ground.
e. Fungsi Budidaya
Vegetasi berfungsi sebagai komoditas budidaya pertanian masyarakat
lokal dan juga dapat menjadi objek edukasi bagi wisatawan. Pemilihan
jenis tanaman diutamakan vegetasi lokal yang telah banyak ditemukan
pada tapak untuk menyesuaikan budaya dan kearifan lokal masyarakat.
Vegetasi Konservasi
Vegetasi Estetis
Vegetasi Peneduh
Vegetasi Pengarah
Vegetasi Budidaya
Gambar 37 Konsep Vegetasi
77
Perencanaan Lanskap
Rencana lanskap kawasan TWC sebagai alternatif wisata di Kabupaten Tegal
merupakan hasil akhir dari proses perencanaan yang terdiri dari rencana ruang,
rencana aktivitas dan fasilitas, rencana sirkulasi dan rencana vegetasi. Rencana
lanskap ini akan menyajikan lokasi atraksi/objek wisata di kawasan perencanaan
beserta fasilitas penunjangnya.
Rencana Ruang
Kawasan obyek wisata TWC terbagi menjadi terbagi menjadi 3 (tiga) ruang
utama sesuai dengan konsep pengembangan sebelumnya yaitu ruang konservasi,
ruang pemanfaatan non intensif, dan ruang pemanfaatan intensif. Ketiga ruang ini
memiliki beberapa sub ruang yang akan mengakomodasi aktivitas yang berbeda-beda
(Gambar 38). Adapun luasan penggunaan ruang dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Rencana Alokasi Pembagian Ruang
Ruang
Luas (Ha)
Sub Ruang
Konservasi
(Ha)
(%)
1392,5
26,92
Pemanfaatan Non Intensif
Wisata Penunjang
410,7
7,94
Pemanfaatan Intensif
Area Penyangga
Wisata Utama
2956
199,5
57,14
3,86
Area Pendukung Wisata
214,3
4,14
5173
100
Total
Perencanaan ruang untuk area konservasi dialokasikan seluas 1.392,5 Ha atau
26,92% dari luas total kawasan perencanaan. Perencanaan ruang pemanfaatan non
intensif terbagi menjadi sub ruang wisata penunjang dengan alokasi luasan 410,7 Ha
atau 7,94% dari luas total kawasan dan sub ruang penyangga seluas 2.956 Ha atau
57,14% dari luas total kawasan perencanaan. Sedangkan untuk perencanaan ruang
pemanfaatan intensif akan terdiri dari sub ruang wisata utama dengan alokasi luasan
sebesar 199,5 Ha atau 3,86% dari luas total kawasan dan sub ruang pendukung wisata
dengan alokasi luas area 214,3 Ha atau sebesar 4,14% dari luas total kawasan
perencanaan.
Ruang konservasi memiliki fungsi utama untuk menjaga kelestarian
keanekaragaman hayati pada kawasan TWC. Selain itu fungsi fisiknya adalah untuk
mencegah terjadinya erosi pada area bahaya dilakukan dengan penanaman vegetasi
pada lahan yang curam sekaligus dapat membantu menjaga kestabilan ketersedian air
waduk.
Gambar 38 Peta Rencana Ruang
78
79
Sub ruang wisata penunjang dan ruang penyangga memiliki karakter sebagai
penunjang ruang wisata utama. Di dalamnya terdapat aktivitas wisata alam bersifat
pasif atau hanya terbatas pada kegiatan sightseeing, jalan santai, pengamatan satwa
dan fauna yang mendukung usaha konservasi. Adapun fasilitas yang tersedia pada
ruang ini berupa jalur dan media interpretasi.
Sub ruang wisata utama akan menjadi area yang memiliki aktivitas paling
intensif dalam kawasan perencanaan. Di dalam area tersebut akan diakomodasikan
beberepa jenis kegiatan wisata antara lain wisata edukasi, wisata rekreasi air dan
darat, wisata budidaya. Sedangkan untuk sub ruang pendukung wisata akan
diperuntukkan sebagai area penerimaan, area transisi, dan area pelayanan yang
memfasilitasi berbagai kebutuhan wisata seperti gerbang masuk, lahan parkir,
akomodasi penginapan, pusat belanja, restoran, dan sebagainya.
Ruang wisata edukasi mengakomodasi kegiatan wisata berupa interpretasi
alam, kegiatan penelitian dan pengamatan flora-fauna lokal, jalan-jalan, fotografi,
pentas atraksi dan apresiasi kesenian budaya lokal serta pengenalan secara umum
terhadap sistem operasional waduk. Adapun fasilitas yang mendukung kegiatan
wisata tersebut diantaranya adalah panggung wisata, jalur pedestrian, media
interpretasi, dan sebagainya. Tujuan dari perencanaan ruang wisata ini adalah untuk
menarik dan sekaligus memberikan wawasan kepada wisatawan tentang keunikan
alam serta budaya masyarakat cacaban. Selain itu, program-program yang
direncanakan pada ruang ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara pihak
pengelola kawasan dan masyarakat untuk terlibat secara bersama-sama dalam proses
pengembangan wisata di kawasan TWC. Ruang wisata edukasi direncanakan dengan
luas area sebesar 33,2 Ha.
Ruang wisata rekreasi pada kawasan TWC direncanakan menjadi dua (2) jenis
yakni wisata rekreasi darat dan wisata rekreasi air. Kegiatan wisata rekreasi darat
diantaranya meliputi wisata outbound, aktivitas olahraga (jogging, bersepeda), piknik
dan berkemah, fotografi, sightseeing, dan sebagainya. Adapun fasilitas yang akan
tersedia pada ruang ini direncanakan seperti lapangan terbuka, jalur sepeda, jogging
track, menara pandang dan sebagainya. Sedangkan jenis kegiatan wisata rekreasi air
direncanakan berupa kegiatan memancing, bersampan dan kuliner. Adapun fasilitas
yang akan disediakan meliputi perahu/sampan, restoran apung, fasilitas penyewaan
perlengkapan memancing. Ruang wisata rekreasi direncanakan dengan luas area
sebesar 75,9 Ha dengan rincian luas ruang untuk wisata rekreasi air sebesar 49,6 Ha
dan wisata rekreasi darat sebesar 26,3 Ha.
Ruang wisata budidaya direncanakan seluas 90 Ha yang terdiri dari budidaya
pertanian sebesar 75 Ha dan budidaya perikanan sebesar 15 Ha pada kawasan
perencanaan. Ruang ini akan dimanfaatkan sebagai lahan bagi masyarakat lokal untuk
melakukan usaha budidaya di bidang pertanian (agroforestri) dan perikanan air tawar.
Adapun keterlibatan masyarakat secara langsung diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan dalam bidang perekonomian.
Adapun sub ruang pendukung wisata dikembangkan sebagai area yang
bersifat penerimaan dan pelayanan dengan mengakomodasi berbagai fasilitas dan
sarana prasarana yang mendukung kegiatan wisata pada kawasan perencanaan.
Karakter ruang yang dikembangkan bersifat estetik dan menarik. Ruang penerimaan
80
terbagi menjadi ruang penerimaan primer dan sekunder. Ruang penerimaan primer
akan dikembangkan menjadi welcome area, area transisi, dan area pelayanan.
Sedangkan area penerimaan sekuder hanya terdiri dari area transisi dan area
pelayanan. Pengembangan yang sesuai pada ruang ini adalah wisata belanja, atraksi
budaya, penginapan, dan wisata kuliner.
Rencana Aktivitas Wisata
Jenis aktivitas utama yang direncanakan mengacu pada konsep yang telah
ditentukan pada pengembangan konsep. Adapun jenis aktivitas dibedakan menjadi
aktivitas yang berbasis konservasi alam/lingkungan dan aktivitas yang berbasis
sosial-budaya. Kedua jenis aktivitas tersebut akan diarahkan pada kegiatan yang
bersifat edukatif dan rekreatif.
a. Aktivitas Wisata Edukatif
1. Wisata Edukasi Konservasi
Konservasi air waduk, menurut UU no. 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air menjelaskan bahwa waduk adalah salah satu bentuk usaha
pengelolaan sumberdaya air yang harus dikonservasi. Program wisata yang
dapat ditawarkan kepada wisatawan terkait dengan hal ini adalah pengenalan
sistem operasional waduk dan sistem pengendalian daya rusak air. adapun
fasilitas yang akan disediakan berupa pemandu wisata yang akan
menjelaskan tentang sistem kerja waduk beserta fungsinya dan memberikan
wawasan mengenai usaha pengendalian daya rusak air khususnya di kawasan
TWC. Selain itu dapat disediakan juga sebuah ruang khusus yang
dipergunakan untuk memutarkan film edukatif tentang pentingnya
pengelolaan sumber daya air.
Interpretasi vegetasi dan satwa, kondisi alam kawasan TWC yang
berbukit memiliki resiko bahaya terjadinya erosi dan tanah longsor. Oleh
karena itu, diperlukan adanya konservasi tegakan vegetasi yang dapat
mempertahankan agregat tanah ketika hujan. Area ini nantinya akan
berfungsi sebagai area penyangga kawasan konservasi dimana di dalamnya
dapat dilakukan kegiatan pengamatan/penelitian mengenai jenis dan fungsi
vegetasi tersebut. Dengan adanya usaha konservasi vegetasi, diharapakan
dapat menambah populasi satwa lokal yang terdapat di kawasan ini. Satwasatwa tersebut dapat menjadi objek menarik bagi wisatawan sebagai objek
pengamatan atau fotografi. Fasilitas yang sesuai direncanakan pada area ini
adalah jalan setapak, papan interpretasi, binocular/teropong dan menara
pandang. Papan interpretasi dapat berupa papan kayu sintetis dengan tinggi
1,5 m dan lebar 1 m dengan dilapisi kaca.
2. Wisata Edukasi Budidaya
Budidaya pertanian, mayoritas masyarakat kawasan Cacaban memiliki
usaha budidaya dalam bidang pertanian dengan sistem agroforestri dan
silvopastura.
Agroforestri
merupakan
kegiatan
budidaya
yang
mengintegrasikan antara komoditas pertanian dan kehutanan. Sedangkan
silvopatura merupakan usaha penggembalaan/budidaya ternak di kawasan
hutan. Hal ini dapat direncanakan sebagai program edukasi kepada
81
wisatawan mengenai aplikasi sistem budidaya agroforestri dan pengolahan
hasil budidaya tersebut pada skala rumah tangga masyarakat sekitar.
Aktivitas ini akan ditunjang oleh fasilitas pemandu dan mobil wisata yang
dapat mengantar wisatawan berkeliling kebun milik petani lokal. Pihak
pengelola akan menentukan kelompok-kelompok petani lokal mana saja yang
menjadi sentra percontohan dan dapat bekerja sama dalam pengembangan
wisata ini.
Budidaya Perikanan, badan air waduk seluas kurang lebih 500 Ha
diberikan alokasi sebesar 5% oleh BPSDA setempat. Hal ini dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya perikanan air tawar yang
dikelola oleh masyarakat dengan sistem keramba. Diperlukan adanya
pendampingan instansi terkait kepada masyarakat lokal mengenai cara
budidaya dengan sistem ini pada tahap awal. Tujuannya adalah agar
masyarakat lokal memahami sistem keramba dengan benar. Kemudian hal ini
dapat menjadi atraksi wisata bagi wisatawan dan hasilnya dapat menjadi
pemasukan tambahan bagi masyarakat. Area yang dikembangkan untuk
wisata ini seluas kurang lebih 15 Ha pada badan air waduk. Aktivitas yang
sesuai pada wisata ini antara lain tebar benih, fish feeding, panen ikan, dan
pengamatan budidaya perikanan secara langsung. Adapun fasilitas yang
direncanakan berupa satu unit tambak keramba jaring apung (KJA) yang
terdiri dari empat keramba dan satu rumah jaga yang dapat berfungsi
sekaligus sebagai gudang serta boardwalk. Ukuran tiap kolam umumnya (7 x
7) m2 atau dengan luas total (15,8 x 15,8) m2. Idealnya satu unit KJA
memiliki 37 pelampung dengan jarak antar masing-masing pelampung 1,7 m.
Ilustrasi fasilitas KJA dapat dilihat pada Gambar 39 dan Gambar 40.
Gambar 39 Skema Sistem KJA
Gambar 40 Ilustrasi Budidaya Sistem KJA
Sumber: https://www.trobos.com
82
b. Aktivitas Wisata Rekreasi
1. Wisata Rekreasi Darat
Berkemah, kegiatan ini diakomodasi pada area perkemahan seluas 2,3
Ha pada sub ruang wisata utama. Area ini direncanakan dilengkapi dengan
fasilitas lapangan terbuka, toilet, dan panggung atraksi. Penempatannya
dikelilingi oleh area hutan konservasi sehingga kesan alami tetap dapat
dirasakan. Letaknya juga berdekatan dengan aliran sungai dari waduk
sehingga memungkinkan untuk aktivitas fotografi dan sightseeing.
Outbound, area ini direncanakan pada area seluas 3,3 Ha di lahan yang
relatif datar pada sub ruang wisata utama. Area ini juga dilengkapi dengan
fasilitas outbound dan pemandu untuk memberikan paket-paket wisata dengan
variasi kesulitan yang berbeda. Fasiltas penunjang pada area wisata ini
berupa menara pandang dimana tiang menara tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai penopang tali untuk atraksi flying fox.
Piknik, area piknik direncanakan dan dikembangankan dengan luas
sekitar 1,6 Ha pada sub ruang wisata utama. Area piknik berjarak ±200 m dari
area perkemahan. Area ini dilalui oleh jalur pedestrian dan akses mobil wisata
dari gerbang masuk. Aktivitas piknik dapat dilakukan dengan menggunakan
meja dan bangku piknik atau duduk langsung di atas rumput. Area ini
ditunjang dengan pemandangan nuansa alami hutan konservasi dan taman
bunga.
Jalan santai, jogging, dan sightseeing, wisatawan dapat melakukan
jalan santai maupun jogging mengelilingi sub ruang wisata. Adapun aktivitas
sightseeing dari pulau di tengah waduk dimungkinkan dengan akses
perahu/sampan menuju fasilitas jalur pedestrian yang mengelilingi pulau
waduk. Vegetasi penaung juga direncanakan untuk menunjang kenyamanan
pengunjung ketika melakukan aktivitas tersebut. adapun fasilitas penunjang
lainnya seperti menara pandang, shelter/gazebo, toilet, dan tempat duduk.
Bersepeda, aktivitas ini direncanakan bagi pengunjung yang ingin
berkeliling antar sub ruang wisata dengan menggunakan sepeda. Pengunjung
tidak harus membawa sepeda sendiri karena pada ruang wisata disediakan
beberapa titik penyewaan sepeda. Jalur sepeda ini menjadi satu dengan jalur
pejalan kaki hanya diberi penanda/marka agar tidak menimbulkan konflik
penggunaan jalur.
Tur mobil wisata, aktivitas tur dengan mobil wisata memungkinkan
pengunjung untuk berpindah antar sub ruang wisata dengan waktu yang lebih
efisien. Mobil wisata direncanakan akan memiliki jadwal keberangkatan dan
kedatangan pada masing-masing terminal setiap interval 10 menit. Jumlah
unit mobil wisata yang direncanakan untuk mengakomodasi seluruh kawasan
sebanyak 25 unit.
2. Wisata Rekreasi Air
Bersampan/berperahu, aktivitas ini mengakomodasi pengunjung untuk
berkeliling pada area badan air waduk. Aktivitas ini juga sebagai akses untuk
menuju pulau di tengah waduk yang juga merupakan salah satu potensi
83
wisata. aktivitas ini ditunjang dengan adanya fasilitas dermaga air dan dek
anjungan.
Kuliner Restoran Apung, potensi luasan badan air waduk juga dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan wisata kuliner dengan sensasi unik yaitu
restoran terapung. Restoran ini menyajikan kuliner-kuliner khas lokal dan
berbagai jenis hasil usaha budaya perikanan yang dikembangakan di area
waduk TWC. Akses ke restoran ini dapat diakomodir oleh perahu/sampan.
Memancing, sebagian hasil budidaya dari sistem tambak keramba
nantinya direncanakan akan disebar di perairan waduk untuk menambah
fungsi ekologisnya. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata bagi
pengunjung untuk melakukan aktivitas memancing. Hasil ikan yang
tertangkap harus dikembalikan atau diberi batasan jumlah tangkapan per
orang per hari untuk mempertahankan fungsi ekologis. Kegiatan ini ditunjang
oleh pemandu dan fasilitas penyewaan peralatan memancing.
Rencana Sirkulasi
Sirkulasi yang direncanakan pada kawasan TWC akan terdiri dari 2 (dua)
jenis yaitu jalur wisata darat dan jalur wisata air. Sirkulasi jalur wisata direncanakan
dengan pola linear dan tertutup (loop). Jalur wisata darat akan terbagi menjadi jalur
darat primer dan jalur darat sekunder. Adapun rencana sirkulasi pada tapak dapat
dilihat pada Gambar 41.
Jalur darat primer merupakan akses sirkulasi yang menghubungkan antar
ruang dalam kawasan perencanaan dimana jalur tersebut meliputi jalur pedestrian,
jalur mobil wisata,dan jalur kendaraan bermotor. Jalur ini menggunakan pola tertutup
(loop) dengan beberepa titik pemberhentian dengan tujuan agar wisatawan dapat
menikmati potensi dan atraksi wisata yang terdapat dalam kawasan perencanaan.
Jalur pedestrian akan berupa paving dengan lebar antara 1,8-2 m dan untuk
menunjang kenyamanan wisatawan akan disediakan tempat peristirahatan setiap
interval jarak 200-300 m. Jarak tersebut merupakan asumsi jarak lelah manusia dalam
berjalan kaki. Adapun tempat peristirahatan tersebut direncanakan berupa
shelter/gazebo. Jalur mobil wisata direncanakan berupa jalan aspal dengan lebar 4-5
m dan terdapat beberapa stasiun/terminal pemberhentian untuk mengakomodasi
wisatawan menggunakan fasilitas tersebut. Sedangkan untuk jalur kendaraan
bermotor merupakan akses bagi kendaraan wisatawan yang terintegrasi area parkir
dan stasiun/terminal mobil wisata yang tersedia pada kawasan perencanaan
Jalur darat sekunder merupakan akses sirkulasi yang menghubungkan antara
kawasan di luar tapak dengan kawasan perencanaan dengan pola linear. Jalur ini
berfungsi sebagai akses masuk dan keluar kawasan dimana jalur tersebut
memanfaatkan keberadaan jalan raya lokal eksisting yang dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan wisata. Jalur tersebut berupa jalan aspal yang dapat dilalui oleh
kendaraan bermotor yang dimulai dari gerbang masuk sebelah barat hingga ke
gerbang masuk di sebelah selatan sepanjang 10 km. Lebar jalan ini direncanakan 4-6
m agar dapat mengakomodasi aktivitas sirkulasi dua kendaraan. Lebar jalan masuk
mobil berkisar antara 2,7-3,6 m untuk jalan masuk satu kendaraan dan untuk dua
kendaraan minimal berkisar antara 4,6-5,5 m (Chiara dan Koppelman 1997, diacu
84
dalam Firmansyah 2012). Jalur darat sekunder ini nantinya juga dapat digunakan oleh
masyarakat lokal untuk mendistribusikan hasil budidaya pertanian dan perikanan dari
kawasan perencanaan ke sentra-sentra perekonomian terdekat di luar kawasan
perencanaan.
Jalur wisata air merupakan jalur yang direncanakan untuk mengakomodasi
wisatawan untuk melakukan rekreasi pada badan air waduk. Jalur wisata ini memiliki
pola tertutup (loop). Fasilitas yang disediakan berupa perahu motor/sampan untuk
berkeliling dan beberapa dermaga air sebagai terminalnya. Selain itu, jalur wisata air
ini juga dapat mengakomodasi wisatawan yang ingin menikmati wisata kuliner pada
restoran apung dan melakukan pengamatan pada sentra budidaya perikanan yang
terdapat pada badan air waduk. Adapun tabel rencana sirkulasi dapat dilihat pada
Tabel 19.
Tabel 19 Rencana Sirkulasi Kawasan TWC
Jenis
No.
1
Sirkulasi
Darat
Primer
Sekunder
2
Jalur
Pengguna
Panjang
(m)
Lebar
(m)
Material
Lokasi
Pedestrian
Pejalan Kaki
10839,0
1,5
Paving
Pedestrian
Pejalan Kaki
348,8
2
Paving
Pedestrian
Pejalan Kaki
350,5
2
Paving
Pedestrian
Pejalan Kaki
1335,2
1,2
Paving
Pedestrian
Pejalan Kaki
1059,5
1,2
Paving
Pedestrian
Pejalan Kaki
2775,0
2
Paving
Mobil Wisata
Kendaraan Mobil
Wisata
1025,4
4
Aspal
SubRuang
Penunjang
SubRuang
Pendukung
SubRuang
Pendukung
SubRuang
Penyangga
SubRuang
Penyangga
SubRuang
Wisata Utama
SubRuang
Penunjang
Mobil Wisata
Kendaraan Mobil
Wisata
1113,3
4
Aspal
SubRuang
Wisata Utama
Mobil Wisata
Kendaraan Mobil
Wisata
5118,8
4
Aspal
SubRuang
Penyangga
Mobil Wisata
Kendaraan Mobil
Wisata
3036,7
4
Aspal
SubRuang
Penunjang
Mobil Wisata
Kendaraan Mobil
Wisata
4767,7
4
Aspal
SubRuang
Pendukung
Kendaraan
Kendaraan
Wisatawan
2664,7
6
Aspal
SubRuang
Pendukung
Jalur
Antar
Ruang
Kendaraan
Wisatawan
Kendaraan
Masyarakat
10371,4
10
Aspal
11028,5
7
Aspal
Antar
Gerbang
Antar
Gerbang
Perahu dan Sepeda
air
-
-
-
Pintu
Pintu
Air
Jalur
Bersampan
SubRuang
Rekreasi Air
Gambar 41 Peta Rencana Sirkulasi
85
86
Rencana Fasilitas
Adapun perencanaan fasilitas pada tapak disesuaikan dengan aktivitas wisata
pada masing-masing ruang. Fasilitas yang dikembangkan harus dapat
mengakomodasi aktivitas wisata pada tapak dan memenuhi kebutuhan ruang yang
diperlukan pengunjung. Rencana fasilitas dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Rencana Fasilitas pada Kawasan TWC
No. Fasilitas
Fasilitas Pelayanan
1
Pintu Gerbang Utama
2
Pintu Gerbang Sekunder
3
Loket dan Pos Keamanan
4
Parkir Primer
5
Parkir Sekunder
6
Halte Mobil Wisata
7
Mobil Wisata
8
Stasiun Kereta Wisata
9
Gedung Pengelola dan Pusat Informasi
10
Aula dan Ruang Multimedia
11
Kios Souvenir
12
Rumah Makan
13
Rumah Penginapan
14
Masjid
15
Toilet
Fasilitas Wisata
1
Bangku
2
Shelter
3
Papan Informasi
4
Dermaga Perahu
5
Perahu Motor
6
Unit Tambak Keramba Jaring Apung
7
Dek Boardwalk
8
Rumah Makan Apung
9
Area Outbound
10
Area Berkemah
11
Area Piknik
12
Gedung Pusat Penelitian/Pengembangan
13
Lahan Pembibitan
14
Menara Pandang
15
Pusat Pertunjukan Seni Sejarah Budaya (PSSB)
16
Viewing Deck
17
Dek Pemancingan
18
Jembatan
Dimensi Ukuran
Jumlah
p=3m ; l=10m ; t= 7m
p=2m ; l=8m ; t=6m
p=4m ; l=4m
L= 5400 m²
L= 3800 m²
L= 80 m²
p=5m ; l= 2,5m
L= 200 m²
p=20m ; l=15m ; t=5m
p=15m ; l=10m ; t=5m
p=8m ; l=5m
p=15m ; l=15m
p=10m ; l=15m
L= 100 m²
p=3m ; l=3m ; t= 2,5m
2
1
3
3 titik
4 titik
8
25
1
2
3
30
3
9
2
10
p=2m ; l=0,6m ; t=0,6m
p=5m ; l=3m ; t= 2,5m
p=1m ; l=0,6m ; t=1,6m
p=8m ; l=3m
p=4m ; l=2m
L= 225 m²
p=800m ; l=1,2m
p=15m ; l=8m
L= 32616 m²
L= 23110 m²
L= 16617 m²
p= 25m ; l=10m ; t=6m
L= 2500 m²
p=6m ; l=6m ; t= 15m
L= 625 m²
p=30 ; l=5
p=150 ; l=10
p= 62m ; l=6m
55
40
50
7
25
24
1
12
1
1
1
2
1
6
1
3
1
1
Rencana Vegetasi
Pengembangan vegetasi diutamakan pada jenis tanaman yang dapat
mengkonservasi air dan tanah pada kawasan TWC. Hal ini dikarenakan keberadaan
waduk sangat penting bagi keberlanjutan perekonomian masyarakat setempat dengan
fungsinya sebagai sumber utama irigasi pertanian masyarakat. Selain itu, kondisi
87
lereng di sekitar kawasan waduk yang tergolong curam hingga sangat curam juga
memerlukan upaya konservasi agar tidak terjadi longsor dan mengancamkan
keberlanjutan fungsi waduk. adapun jenis vegetasi akan dibedakan berdasarkan
fungsinya mengikuti konsep sebelumnya antara lain fungsi konservasi, fungsi
estetika, fungsi pengarah, fungsi peneduh, dan fungsi budidaya.
1. Vegetasi Konservasi
Vegetasi pada tapak dikembangkan terutama pada ruang konservasi dan ruang
penyangga dengan total luasan area 4348,5 Ha. Fungsi utama dari kelompok vegetasi
ini adalah untuk konservasi air dan tanah pada kawasan sehingga diperlukan
pemilihan jenis tanaman dengan kriteria yang memiliki perakaran dalam dan serabut
banyak. Tipe perakaran ini mampu mencengkram dan menjaga kestabilan tanah
dengan baik. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pengendalian longsor adalah
kerapatan tajuk. Semakin besar kerapatan tajuk maka kemampuan tajuk untuk
melakukan intersepsi terhadap air hujan juga semakin besar (Suryatmojo, 2009).
Adapun vegetasi yang akan ditanam sebagai tanaman konservasi pada tapak
antara lain mahoni daun besar (Swietenia macrophylla), Pinus (Pinus mercusii),
Albasia (Albicia falcate), Jati (Tectona grandis), Bungur (Lagerstomia speciosa), dan
Sono Keliang (Dalbergia latifolia).
2. Vegetasi Estetika
Vegetasi estetika berfungsi menonjolkan keindahan tanaman baik dari segi
bentuk, corak dan warna bunga, daun, batang, tajuk dan sebagainya. Vegetasi estetika
dikembangkan pada ruang penerimaan dan pelayanan. Selain menampilkan
keindahan secara fisik, vegetasi estetika juga memiliki fungsi tertentu sesuai
keberadaannya pada ruang tersebut. Misalnya pada ruang penerimaan dan pelayanan
dibuat dengan nuansa semi formal sehingga berkesan menyambut dan menarik
perhatian pengunjung untuk masuk.
Adapun beberapa vegetasi estetis yang akan ditanam pada tapak antara lain
ketapang kencana (Terminalia mantally), kamboja (Plumeria rubra), pulai (Alstonia
angustiloba), Spatyphillum (Spatyphillum cannifolium), Spatifilum (Spatyphillum
walsii), palem bismark (Bismarckia nobilis), lantana (Lantana camara), dan
flamboyant (Delonix regia)
3. Vegetasi Pengarah
Penggunaan vegetasi sebagai pengarah berfungsi untuk mengarahkan sirkulasi
kendaraan, pejalan kaki, serta mengatur sirkluasi angin. Vegetasi pengarah diletakan
sepanjang jalur pergerakan pengunjung yang berfungsi untuk mengarahkan
pergerakan dan dapat berfungsi lain sebagai peneduh. Karakteristik pohon yang
digunakan di tepi jalan antara lain tidak mempunyai akar yang besar di permukaan
tanah, tahan terhadap hembusan angin yang kuat, percabangan tidak menjuntai
kebawah. (Priyanto, 2009)
Adapun contoh vegetasi yang dapat digunakan sebagai vegetasi pengarah
pada tapak antara lain akasia (Acacia mangium), Ketapang (Terminalia molineti),
Casia (Cassia javanica), Sengon (Paraserianthes falcataria), dan bunga kupu-kupu
(Bauhinia sp.)
4. Vegetasi Peneduh
88
Vegetasi ini direncanakan pada ruang-ruang terbuka pada area wisata seperti
misalnya area bermain, area outbound, dan area camping ground. Pemilihan vegetasi
direncanakan menunjang karakter visual tapak dan fungsi ekologis kawasan. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan vegetasi lokal dan bersifat minim
perawatan (low maintenance) untuk mempermudah perawatan (Harris and Dines,
1998 diacu dalam Colorado, 2011).
Contoh vegetasi yang dapat digunakan dalam pengembangan pada tapak
antara lain sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni daun besar (Swietenia
macrophylla), ki hujan (Samanea saman), dan jacaranda (Jacaranda filicifolia).
5. Vegetasi Budidaya
Perencanaan area untuk vegetasi budidaya bertujuan untuk memfasilitasi
kebutuhan mata pencaharian masyarakat yang sekaligus dapat menjadi objek edukasi
wisata budidaya bagi pengunjung. Jenis vegetasi yang direncanakan berupa tanaman
kehutanan, perkebunan dan tanaman petanian pangan. Pemilihan jenis vegetasi
mengikuti keinginan dan budaya pertanian masyarakat setempat.
Beberapa contoh vegetasi yang dapat digunakan antara lain durian (Durio
zibentius), mangga, (Mangifera indica), padi (Oryza sativa), tebu (Sacharum
offinacinarum), jagung (Zea mays), jati (Tectona grandis), dan sengon
(Paraserianthes falcataria).
Vegetasi Penaung
Vegetasi Estetis
Vegetasi Pengarah
Gambar 42 Ilustrasi Rencana Jenis Vegetasi
Sumber: http://www.google.com
Untuk dapat lebih memahami rencana lanskap tersebut disajikan gambar
perencanaan lanskap (landscape plan) seperti pada Gambar 43.
Gambar 43 Peta Rencana Lanskap
89
90
Rencana Daya Dukung
Perencanaan dan pendugaan daya dukung pada suatu kawasan wisata
merupakan suatu aspek penting yang perlu diperhatikan. Daya dukung berfungsi
untuk melihat batas ambang kenyamanan pengunjung dalam melakukan aktivitas
wisata sekaligus meminimalisir dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
adanya aktivitas wisata tersebut.
Daya dukung tiap ruang wisata dihitung berdasarkan hasil pembagian jumlah
dan luasan fasilitas pada tiap ruang dengan standar kebutuhan ruang per orang.
Adapun nilai daya dukung total keseleruhan kawasan wisata akan diperoleh dari nilai
daya dukung tiap ruang yang terendah. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
penumpukan jumlah pengunjung pada area dengan nilai daya dukung terendah. Nilai
daya dukung tiap ruang dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Nilai Daya Dukung Tiap Ruang
Ruang
Pendukung
Wisata
(penerimaan
dan
pelayanan)
Fasilitas
Aula
dan
ruang
multimedia
Pusat
informasi
Rumah makan
Rumah
penginapan
Kios Suvenir
Masjid
Halte shuttle
Stasiun kereta
wisata
Wisata
Penyangga
+
Penunjang
(edukasi
konservasi)
Wisata
Utama
(rekreasi
darat,air,
dan edukasi
budidaya)
Jalur
interpretasi
Menara
pandang
Shelter
Papan
informasi
Halte shuttle
Jalur
pedestrian
Menara
pandang
Viewing deck
Dek
pemancingan
Dermaga
perahu
Perahu Motor
∑
Satuan
Luas
(m2)
Luas
Total
(m2)
Standar
Kebutuhan
ruang (m2
/orang)
Daya
Dukung
(orang)
Koefisien
Rotasi
Daya
Dukung
Total
(orang/hari)
3
150
450
4
113
2
226
2
300
600
4
150
32
4800
3
9
300
150
900
1350
2
4 org/rumah
450
338
8
1
3600
338
3
0
2
2
1
40
1200
2
600
5
3000
100
80
200
200
160
200
1
1
1
200
160
200
3
6
2
600
96
400
1
3266m
3266m
Total
10m
2211
327
5
36
180
4
45
5
225
10
15
15
2
150
30
2
1
75
30
24
48
1800
1440
3
80
240
1440
9424m
9424m
240
717
943
6
1
1
Total
10m
1
36
36
4
9
32
288
3
1
60
1500
180
1500
8
10
23
150
10
3
230
450
7
24
168
2
84
16
1344
25
8
200
1
200
16
3200
91
Tabel 22 Nilai Daya Dukung Tiap Ruang
Ruang
Fasilitas
RM. Apung
Halte shuttle
Area outbound
Area piknik
Area kemah
Pusat SSB
Dek
Boardwalk
Lahan
pembibitan
Gd.
pengembangan
/penelitian
Tambak KJA
∑
Satuan
Luas
(m2)
Luas
Total
(m2)
Standar
Kebutuhan
ruang (m2
/orang)
Daya
Dukung
(orang)
Koefisien
Rotasi
Daya
Dukung
Total
(orang/hari)
12
3
1
1
1
1
1
120
80
32616
16617
23110
625
800m
1440
240
32616
16617
23110
625
800m
2
1
30
20
90
2,5
10m
720
240
1087
830
257
250
80
6
6
4
3
1
4
4320
1440
4348
2490
257
1000
1
2500
2500
8
313
5
1565
1
225
225
4
56
12
672
24
250
6000
65
Total
92
5334
2
184
Sumber: Pratiwi (2010), Nugraha (2011) dengan penyesuaian
Adapun nilai daya dukung keseluruhan kawasan perencanaan mengacu pada nilai
daya dukung ruang yang terendah yaitu ruang penyangga dan ruang wisata penunjang
yakni sebanyak 717 orang tiap kali kunjungan. Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan untuk menekan kerusakan lingkungan secara ekologis yang
ditimbulkan dari adanya kegiatan wisata.
92
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Lanskap Tirta Waduk Cacaban (TWC) sangat sesuai untuk dikembangkan
menjadi kawasan wisata alam dengan memanfaatkan potensi alam dan pertaniannya
serta kearifan budaya masyarakat lokal. Konsep dasar dari perencanaan ini diarahkan
pada pengembangan kegiatan ekowisata dengan pertimbangan kearifan lokal yang
memilik empat fungsi utama yaitu fungsi konservasi, fungsi wisata, fungsi edukasi,
dan fungsi ekonomi. Pengembangan fungsi tersebut dilakukan dengan membagi
ruang menjadi ruang konservasi (1392,5 Ha), ruang pemanfaatan non-intensif (3366,7
Ha), dan ruang pemanfaatan intensif (413,8 Ha). Adapun ruang pemanfaatan terbagi
ke dalam sub ruang wisata utama, wisata penunjang, area penyangga, dan area
pendukung wisata.
Aktivitas yang dikembangkan pada kawasan TWC dibedakan menjadi
aktifitas wisata edukatif dan aktifitas wisata rekreatif. Wisata edukatif terbagi menjadi
wisata edukasi konservasi (konservasi air waduk dan interpretasi flora-fauna) dan
wisata edukasi budidaya (budiaya pertanian dan budidaya perikanan), sedangkan
wisata rekreatif terbagi menjadi wisata rekreasi darat ( berkemah, outbound, piknik,
jalan santai, jogging, bersepeda, tur mobil wisata) dan wisata rekreasi air (bersampan,
memancing, dan kuliner apung).
Saran
Perencanaan lanskap Tirta Waduk Cacaban sebagai kawasan ekowisata
dengan pertimbangan kearifan lokal perlu adanya kerjasama yang baik antara pihak
pengelola, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal setempat. Oleh karena itu, perlu
adanya komunikasi dan sosialisasi yang efektif diantara ketiga pihak tersebut terkait
arah pengembangan kawasan TWC di masa yang akan datang. Adapun beberapa
contoh usaha yang dapat dilakukan misalnya dengan mengadakan FGD (focus group
discussion) dengan tokoh masyarakat, memberikan kesempatan kepada masyarakat
dalam pengelolaan fasilitas wisata, dan memberikan reward kepada masyarakat yang
paling berkontribusi terhadap usaha pelestarian lingkungan khususnya Tirta Waduk
Cacaban.
93
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda. 2006. Direktori Kabupaten Tegal. Tegal: Media Post Advertising
Booth, NK. 1988. Basic Elements of Landscape Architectural Design. Waveland
Press, Inc. Ohio.
Chiara JD, Koppelman LE. 1994. Standar Perencanaan Tapak. Terjemahan. Oleh Ir.
Januar Hakim. Site Planning Standards. Erlangga. Jakarta
Colorado, 2011. Perencanaan Taman Tepian Sungai Martapura Kota Banjarmasin.
Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor
Drumm A dan Moore A. 2005. Ecotourism Development- A Maual for Conservation
Planners and Managers. The Nature Conservancy. Arlington
Firmansyah, H. 2012. Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Batubara Untuk
Ekowisata Di Pt Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, Kalimantan Selatan.
Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Minh BC, Hor KO, 2006. 1001 Garden Plants in Singapore. Singapore: National Park
Board.
Gold. SM. 1980. Recreation Planning and Design. Mc Graw Hill Book. New York.
Gunn, CA. 1994. Tourism Planning Basics, Concept, and Cases. Washington DC:
Taylor & Francis.
Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Kurnianto, IR. 2008. Pengembangan Ekowisata (Ecotourism) di Kawasan Waduk
Cacaban Kabupaten Tegal. Tesis. Semarang: Program Magister, Universitas
Diponegoro.
Lindberg K, Furze B, Staff M, Black R. 1997. Ecotourism and other Services Derived
From Forests In The Asia-Pacific Region: Outlook to 2010. Forest Service
United States Department of Agriculture.
Nugraha, JA. 2011. Perencanaan Lanskap Pantai Tanjung Baru Sebagai Kawasan
Wisata Berbasis Ekologis. Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian
Bogor
Nurisjah S, Pramukanto Q. 2009. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap.
Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
(tidak dipublikasikan). Bogor.
Pratiwi, P.I. 2010. Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata dan
Penyusunan Alternatif Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten
Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Priyanto, 2009. Perencanaan Lanskap Rowo Jombor Klaten sebagai Kawasan
Rekreasi. Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. Mc Graw Hill Book Co. New York
Smith, S.L.J. 1989. Tourism Analysis: A Handbook. Second Edition. Washington DC:
Routledge.
94
Sumargo, A. 2006. Kesesuaian Pemanfaatan Waduk Cacaban dalam Pengembangan
Kawasan Wisata Alam di Kabupaten Tegal. Tesis. Semarang: Program Magister,
Universitas Diponegoro.
Suwantoro, G. 2002. Dasar-dasar Pariwisata. Andi. Yogyakarta
Republik Indonesia. 1980. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :
837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan lindung.
Sekretariat Negara. Jakarta.
[BPS Kabupaten Tegal]. 2008. Kabupaten Tegal Dalam Angka. Kabupaten Tegal:
Badan Pusat Statistik
[BPS Kabupaten Tegal]. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010. Data Agregat Per
Kecamatan.Tegal [internet]. [diacu 2011 Juni 22]. Tersedia dari:
http://tegalkab.bps.go.id
[Disparbud Kabupaten Tegal]. 2011. Data Obyek Wisata Andalan Kabupaten Tegal.
Tegal: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
[Suryatmojo, H]. 2009. Strategi Pemilihan Vegetasi Untuk Pencegahan Bahaya
Longsor Lahan. [internet]. [diacu 2012 April 20]. Tersedia dari:
http://mayong.staff.ugm.ac.id
[TIES]. 1990. Uniting Conservation, Communities, and Sustainable Travel.
[internet]. [diacu 2013 Juli 15]. Tersedia dari: http://www.ecotourism.org
95
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian
Departemen Arsitektur Lanskap
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Judul Skripsi Penelitian: Perencanaan Tirta Waduk Cacaban sebagai Kawasan
Ekowisata di Kabupaten Tegal
Oleh: Aldi Ardana / A44070066
KUISIONER BAGI PENGUNJUNG OBYEK WISATA TIRTA WADUK
CACABAN
1. Identitas Responden
1.1. Jenis Kelamin
1.2. Umur
:
1.3. Pendidikan Terakhir :
1.4. Pekerjaan
:
: Laki-laki
<14 tahun
15- 24 tahun
SD
SLTP
Siswa
Mahasiswa
PNS
TNI
Perempuan
25-55 tahun
>55 tahun
SLTA
S2
S1
S3
Pegawai Swasta
Wirausahawan
Ibu Rumah Tangga
lainnya:………………….
1.5. Daerah
Asal:……………………………………………………………………………
……………………
2. Persepsi Kondisi Lanskap dan Obyek Wisata
Lanskap merupakan bentang alam yang memiliki karakterisitik tertentu
dengan elemen penyusun lanskap alami seperti gunung, sungai, laut, dan
bentukan alam lainnya serta elemen penyusun lanskap buatan seperti danau,
waduk, taman, formasi batuan atau bangunan.
2.1. Apakah anda sudah mempunyai pemahaman tentang lanskap?
ya
tidak
2.2. Menurut anda apakah penataan lanskap diperlukan pada kawasan wisata?
ya
tidak
2.3. Menurut anda bagaimana kondisi kawasan wisata Tirta Waduk Cacaban saat
ini?
2.3.1. Keamanan
tidak baik
kurang baik cukup baik
baik sangat baik
2.3.2. Kebersihan
tidak baik
kurang baik cukup baik
baik sangat baik
2.3.3. Fasilitas
tidak baik
kurang baik cukup baik
baik sangat baik
96
2.3.4. Pelayanan
tidak baik
kurang baik cukup baik
baik sangat baik
2.4. Bagaimana tingkat kepuasan berwisata di Tirta Waduk Cacaban?
Tidak puas Cukup puas Kurang puas
Puas Sangat puas
2.5. Bagaimana tingkat kenyamanan linkungan berwisata di Tirta Waduk
Cacaban?
Tidak nyaman
Kurang nyaman
Sangat nyaman
Cukup nyaman
Nyaman
Alasan:…………………………………………………………………………
………………………………..
2.6. Bagaimana tingkat kenyamanan sosial berwisata di Tirta Waduk Cacaban?
Tidak nyaman
Kurang nyaman
Sangat nyaman
Cukup nyaman
Nyaman
Alasan:…………………………………………………………………………
………………………………..
2.7. Bagaimana pendapat anda tentang keindahan di Tirta Waduk Cacaban
Tidak indah
Kurang indah
Sangat indah
Cukup indah
indah
Alasan:…………………………………………………………………………
………………………………..
3. Pola Kunjungan Wisatawan
3.1. Dengan siapa datang ke lokasi:
Sendiri
Kelompok kecil (3-10 orang)
Berdua
Rombongan (>10 orang)
3.2. Transportasi apa yang digunakan menuju lokasi?
Kendaraan Pribadi
Kendaraan Umum
Sewa kendaraan
3.3. Bagaimana frekuensi kunjungan ke lokasi?
baru kali ini
1x setahun
2-6x setahun
1x setiap bulan
Jika baru kali ini berkunjung, apakah Anda ingin mengunjungi lokasi ini
tidak
dan/atau sekitarnya di waktu mendatang? ya
3.4. Apakah selain mengunjungi lokasi ini Anda juga mengunjungi lokasi-lokasi
lain yang ada di sekitarnya?
ya
tidak
Jika ya, ke lokasi mana saja? .............................................................................
3.5. Pada waktu apa Anda berkunjung ke lokasi ini dan/atau sekitarnya?
Hari kerja
Akhir pekan
Hari Libur
Berapa lama menghabiskan waktu di lokasi dan sekitarnya?
>2 jam
2-5 jam
1 hari
> 1 hari
Jika lebih dari 1 hari, dimana Anda menginap?
Rumah saudara
Rumah Penduduk
Penginapan setempat
Penginapan di Kota Tegal
4. Potensi Wisata (Obyek/Atraksi, Sarana, Informasi)
4.1. Apa yang menarik bagi Anda untuk berkunjung ke lokasi dan/atau kawasan
sekitarnya? (jawaban boleh lebih dari 1)
97
Keunikan (bentukan alam: air terjun, air panas, sungai, danau/bendungan,
dsb )
Kuliner/Makanan lokal
Suasana kawasan pertanian
Suasana perdesaan tradisional (arsitektur tradisional, budaya lokal)
Suasana alami pegunungan
Lainnya:………………………………………………………….……..
4.2. Kegiatan apa yang Anda lakukan di lokasi dan/atau sekitarnya?
Menikmati pemandangan
Berenang/Berendam
Jalan-jalan
Duduk-duduk
Piknik
lainnya:.....................................
Makan-makan/Wisata Kuliner
4.3. Apa yang menurut Anda perlu diperbaiki/disediakan terkait dengan lokasi
ini? (boleh lebih dari 1 jawaban)
Kemudahan akses jalan
Tempat sampah
Kemudahan alternatif transportasi
Tempat duduk/shelter
Penginapan setempat
Rumah makan
Pusat Informasi bagi Pengunjung (Tourist Information Center)
Toilet
Kios Souvenir
Tempat ibadah
Kios makanan & minuman
Parkir
Lainnya:....................................
4.4. Jenis atraksi apa yang paling Anda sukai/inginkan pada wisata waduk?
Bersampan (keliling waduk)
Ritual tradisional
Memancing
Kuliner
Edukasi (training, workshop, demo, eksplorasi/touring, dsb)
Outbound (berkemah, area bermain anak, flying fox,dll)
Lainnya:
……………………………………………………………………………
4.5. Apakah Anda memiliki informasi tentang wisata di lokasi ini dan sekitarnya?
Ya
Tidak
Jika ya, darimanakah Anda mendapatkannya?
Cerita teman/kerabat/orang lain
Leaflet/Pamflet
Koran/Majalah
Internet
TV/Radio
Lainnya: …………….………………………………………………………..
98
Lampiran 2 Peta Orientasi Kawasan Penelitian Terhadap Jalur Pantura
99
Lampiran 3. Peta Rencana Arahan Pariwisata
Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Tegal
100
Lampiran 4. Ilustrasi Fasilitas Wisata
(a) Gerbang Kawasan
(b) Loket Tiket Masuk
101
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 22 April
1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan oleh
pasangan Bapak Baskoro dan Ibu Hardiana. Penulis memulai jenjang pendidikan
dasarnya di Sekolah Dasar Mater Dei Pamulang pada tahun 1995. Kemudian pada
tahun 2001, penulis melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah
Pertama Mater Dei Pamulang. Tiga tahun kemudian penulis melanjutkan jenjang
pendidikan menengah atas di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Tangerang
Selatan.
Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMA pada tahun 2007, penulis berhasil
memasuki Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian
dengan menyelesaikan program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) terlebih dahulu
selama satu tahun. Di departemen ini penulis aktif mengikuti kegiatan keorganisasian
Himpunan Profesi (HIMPRO) Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap
(HIMASKAP). Dalam kepungurusan HIMASKAP, penulis tercatat pernah menjadi
anggota Divisi Kewirausahaan (Fundrising) pada tahun 2010. Selain itu penulis juga
pernah mengikuti beberapa kegiatan kepanitian pada Departemen Arsitektur Lanskap
antara lain menjadi Komisi Disiplin (Komdis) pada kegiatan Masa Perkenalan
Departemen (MPD) tahun 2009, Staf Divisi Dana Usaha(Danus) dan pengisi acara
pada Workshop Nasional Arsitektur Lanskap tahun 2010.
Download