PERENCANAAN LANSKAP TIRTA WADUK CACABAN SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA DI KABUPATEN TEGAL ALDI ARDANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal” adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Aldi Ardana A44070066 2 ABSTRAK ALDI ARDANA. Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal. Dibimbing oleh AFRA DONATHA NIMIA MAKALEW. Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten Jawa Tengah yang terletak di posisi yang sangat strategis. Kota ini terletak di jalur utama transportasi dari Jakarta dan Jawa Barat ke Jawa Tengah melalui jalur utara. Keragaman topografi menjadi keunikan dan memungkinkan masyarakat untuk membudidayakan berbagai komoditas pertanian. Sampai saat ini, tujuan utama waduk ini adalah sebagai sumber irigasi utama bagi kegiatan pertanian di Kabupaten Tegal. Penelitian ini bertujuan merencanakan lanskap Tirta Waduk Cacaban sebagai kawasan ekowisata dengan mempertimbangkan kearifan lokal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Gold (1980) yang meliputi persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan. Tiga aspek utama yang dianalisis meliputi aspek sumber daya alam, aspek wisata, dan aspek sosial. Hasil perencanaan ini akan berupa rencana lanskap yang mencakup rencana spasial, rencana aktivitas wisata, rencana fasilitas wisata, rencana sirkulasi, dan rencana pengembangan vegetasi. Rencana spasial terdiri dari tiga ruang utama yaitu ruang konservasi, ruang pemanfaatan non-intensif, dan ruang pemanfaatan intensif. Ruang konservasi berfungsi sebagai area konservasi air dan tanah. Ruang pemanfaatan non intensif berfungsi sebagai ruang penyangga yang mengakomodasi aktivitas wisata alam. Ruang pemanfaatan intensif merupakan area untuk penggunaan intensif yang meliputi area-area wisata, area penerimaan dan pelayanan, dan area budidaya. Rencana sirkulasi terdiri dari sirkulasi wisata darat dan sirkulasi wisata air dengan menggunakan pola jalur linear dan tertutup. Rencana vegetasi dibedakan berdasarkan fungsinya yang mencakup fungsi konservasi, fungsi estetika, fungsi pengarah, fungsi peneduh, dan fungsi budidaya. rencana daya dukung dipertimbangkan untuk menjaga nilai ekologis kawasan dan mengantipasi adanya penumpukan jumlah pengunjung yang dapat berakibat pada berkurangnya tingkat kenyamanan wisata. Kata Kunci: perencanaan, waduk, Tegal, Tirta Waduk Cacaban, Tegal ABSTRACT ALDI ARDANA. Landscape Planning of Tirta Waduk Cacaban as an Ecotourism Area in Tegal Regency. Supervised by AFRA DONATHA NIMIA MAKALEW. Tegal Regency is one of Central Java regencies which is located in a very strategic position. It is located on the main road of transportation from Jakarta and West Java to Central Java via northbound lane. Its topographical diversity becomes a specific property and allows the people to practice a wide range of agricultural commodities. Tirta Waduk Cacaban area is one of tourism potency that can be developed in addition to agricultural sector in Tegal Regency. Until now, the principal purpose of Tirta Waduk Cacaban is a water reservoir that become the major irrigation source facility for agricultural activities in Tegal Regency. This research is purposed to arrange a landscape planning of Tirta Waduk Cacaban as an ecotourism area with local wisdom adaptation. The method used for this study based on the planning process by Gold (1980) which includes preparation, inventory, analysis, synthesis and planning with several adjustments. The main aspects that are identified and analysed includes the natural, tourism, and human resources. The product of this research presented as a landcape plan that includes space, tourism activities, facility, circulation, and vegetation development plans. The spatial plan consists of three main spaces include conservation, non-intensive utilization, and intensive utilization spaces. The conservation space is for less intensive use which includes water and soil conservation areas. The non-intensive utilization space is allocated as buffer areas that accommodate natural tourism activities. The intensive utilization space allocated for intensive use which includes tourism, entrance and service, and cultivation areas. The circulation plan consist of land and water tourism ways which includes linear and loop lane systems. The vegetation plan consist of several functional used which includes conservation, aesthetics, directional, shade-provider, and cultivation functions. The carrying capacity plan is considered to preserve the ecological value of the site and anticipating of tourist accumulation which can cause tourism pleasure decrement . Keywords: Planning, Reservoir Area, Tegal, Tirta Waduk Cacaban, Tourism 4 ® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. 6 PERENCANAAN LANSKAP TIRTA WADUK CACABAN SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA DI KABUPATEN TEGAL ALDI ARDANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 8 r Judul Penelitian Nama Mahasisiwa NRP Departemen : Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal : Aldi Ardana : A440700s66 : Arsitektur Lanskap Disetujui oleh, onatha Nimia Makalew, M.Sc. Pembimbing Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Tanggal disetujui: 2 2 AUG lUll Judul Penelitian Nama Mahasisiwa NRP Departemen : Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal : Aldi Ardana : A44070066 : Arsitektur Lanskap Disetujui oleh, Dr. Ir. Afra Donatha Nimia Makalew, M.Sc. Pembimbing Diketahui oleh, Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Tanggal disetujui: 10 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas nikmat iman, sehat dan kekuatan yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban Sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan dan menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana. Banyak pihak yang telah turut serta membantu dan memberikan kontribusinya dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala hormat penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta Drs. Baskoro, SE. dan Dra. Hardiana, SE. yang senantiasa memberikan dukungan moral, Dr. Ir. Afra DN. Makalew, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran. Selain itu ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Dr. Tati Budiarti, MS. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan banyak nasehat dan masukan selama penulis menempuh jenjang pendidikan S1, Bapak Aribawa beserta jajaran staf Bappeda Kabupaten Tegal, pihak pengelola Obyek Wisata Tirta Waduk Cacaban, dan seluruh masyarakat kabupaten Tegal yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan informasi demi penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen dan staf civitas akademik Departemen Arsitektur Lanskap IPB, sahabat – sahabat angkatan 42, 43, 44, 45, dan 46 serta pihak-pihak lainnya yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis sangat berharap dengan adanya penulisan skripsi ini akan bermanfaat secara umum bagi pemerintah daerah Kabupaten Tegal dan khususnya bagi pengelola serta masyarakat kawasan Wisata Tirta Waduk Cacaban. Kritik dan saran yang membangun sangat terbuka demi perbaikan dan penyempurnaan penelitian di masa yang akan datang. Bogor, Juli 2013 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pikir TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Lanskap Waduk dan Pemanfaatannya sebagai Sarana Wisata Waduk Cacaban Wisata dan Pariwisata Ekowisata Daya Dukung Rekreasi x x xi 1 1 2 2 2 4 4 5 5 6 6 7 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Batasan Studi Metode dan Tahapan Penelitian Proses Penelitian Persiapan Inventarisasi Analisis Sintesis Konsep dan Pengembangan Konsep Perencanaan Lanskap 9 9 9 10 10 11 11 12 15 15 15 KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN Gambaran Umum Kabupaten Tegal Demografi Kabupaten Tegal Gambaran Umum Kawasan Waduk Cacaban Batas Geografis dan Administrasi Aksesibilitas Kondisi Pengelolaan Waduk Cacaban 16 16 16 18 18 18 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Sumberdaya Alam Waduk Cacaban Fisik Biofisik Aspek Sosial Preferensi Masyarakat dan Pengunjung 26 26 26 37 40 40 12 Preferensi Pihak Pengelola TWC Aspek Wisata Kualitas Visual Potensi Obyek dan Atraksi Aksesibilitas dan Fasilitas Pendukung Potensi Pengunjung Aspek Legal Tata Guna Lahan Hasil Analisis Sintesis Konsep dan Pengembangan Konsep Konsep Dasar Perencanaan Pengembangan Konsep Perencanaan Lanskap Rencana Ruang Rencana Aktivitas Wisata Rencana Sirkulasi Rencana Fasilitas Rencana Vegetasi Rencana Daya Dukung SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP 42 44 44 47 50 54 58 58 62 68 71 71 72 77 77 80 83 86 86 90 92 93 101 DAFTAR TABEL 1 Jenis, Sumber, Cara Pengambilan, dan Bentuk Data 2 Peningkatan Penduduk Kabupaten Tegal 3 Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin 4 Jenis Lapangan Usaha Masyarakat Cacaban 5 Bentuk Wilayah Berdasarakan Kecuraman Lereng 6 Presentase Luas Kemiringan Lahan (Daratan) 7 Jenis Tanah dan Presentase Luasan pada Kawasan Waduk Cacaban 8 Daftar Nama Tanaman di Lokasi Penelitian 9 Karakteristik Tajuk dan Perakaran Vegetasi untuk Pengendalian Longsor. 10 Hasil Kuisioner Preferensi Pengunjung dan Masyarakat 11 Potensi Obyek dan Atraksi di Kawasan Waduk Cacaban 12 Potensi/Kendala Fasilitas Eksisting di kawasan TWC 13 Data Jumlah dan Rata-Rata Pengunjung TWC 14 Hasil Analisis Potensi dan Kendala beserta Solusinya 15 Alokasi Pembagian Ruang Rencana Blok 16 Pembagian Ruang, Aktifitas, dan Fasilitas 17 Tema Jalur Interpretasi 18 Rencana Alokasi Pembagian Ruang 19 Rencana Sirkulasi Kawasan TWC 20 Rencana Fasilitas pada Kawasan TWC 21 Nilai Daya Dukung Tiap Ruang 11 17 17 25 26 27 33 37 39 41 48 52 56 64 70 73 75 77 84 86 90 14 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka Pikir 2 Peta Orientasi Lokasi Penelitian 3 Tahapan Proses Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980) 4 Peta Batas Tapak Penelitian 5 Skema Akses Menuju Lokasi 6 Peta Akses Menuju Tapak 7 Kondisi Akses Menuju Lokasi 8 Kondisi Wisata Air dan Darat 9 Perbukitan pada Daerah Tangkapan Air 10 Peta Topografi 11 Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan 12 Peta Analisis Kesesuaian Lereng untuk Wisata 13 Kondisi Area Bermain Anak dan Struktur Bendung Utama 14 Peta Rawan Analisis Bahaya Longsor 15 Kondisi Hidrologi Waduk Cacaban 16 Peta Analisis Hidrologi 17 Grafik Fluktuasi Suhu 18 Grafik Fluktuasi RH 19 Keefektifan Penyerapan Radiasi Matahari oleh Vegetasi 20 Peta Overlay Kesesuaian Fisik untuk Wisata 21 Penjarahan Hutan dan Penebangan Liar oleh Masyarakat 22 Grafik Hasil Kuisioner 23 Axis yang dibentuk oleh jajaran pohon sengon (Albizia falcata) 24 Kualitas Visual Buruk 25 Peta Analisis Visual 26 Peta Analisis Potensi Obyek dan Atraksi 27 Peta Analisis Akses dan Fasilitas Eksisting 28 Grafik Peningkatan Penunjung 29 Peta Overlay Kesesuaian Wisata 30 Arahan Rencana Pola Ruang 31 Peta Identifikasi Penggunaan Lahan 32 Skema Proses Overlay Analisis 33 Peta Komposit Analisis 34 Peta Rencana Blok 35 Diagram Ruang 36 Konsep Sirkulasi 37 Konsep Vegetasi 38 Peta Rencana Ruang 39 Skema Sistem KJA 40 Ilustrasi Budidaya Sistem KJA 41 Peta Rencana Sirkulasi 42 Ilustrasi Rencana Jenis Vegetasi 43 Peta Rencana Lanskap 3 9 10 19 20 21 22 24 26 28 29 30 31 32 33 35 36 36 37 38 39 43 45 45 46 51 55 54 57 60 61 62 63 69 72 74 76 78 81 81 85 88 89 DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuisioner Penelitian 2 Peta Orientasi Kawasan Terhadap Jalur Pantura 3 Peta Arahan Pariwisata 4 Ilustrasi Fasilitas Wisata 95 98 99 100 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki letak sangat strategis. Kabupaten Tegal terletak pada jalur utama transportasi dari Jakarta dan Jawa Barat menuju Jawa Tengah melalui jalur utara. Apabila dibandingkan dengan jalur selatan, jalur utara memliki aktivitas lebih ramai dan memegang peranan penting sebagai penggerak roda perekonomian kota-kota besar di Pulau Jawa. Secara administratif wilayah Kabupaten Tegal terbagi menjadi 18 kecamatan yang meliputi 281 Desa dan 6 Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Tegal mencapai 87.879 Ha. Dari luasan wilayah tersebut, sebagian besar merupakan lahan kering (47.601 Ha) dan sebagian lainnya berupa lahan sawah (40.278 Ha). Secara topografis wilayah Kabupaten Tegal terbagi menjadi daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi (Bappeda Kabupaten Tegal, 2008). Kondisi topografi yang beragam tersebut menjadi kekayaan tersendiri bagi Kabupaten Tegal dan memungkinkan masyarakatnya untuk mengusahakan berbagai macam komoditi pertanian. Pada dataran rendah, lahan pertanian didominasi oleh pertanian tanaman pangan, khususnya padi. Pada dataran tinggi petani umumnya menyesuaikan pertanian mereka dengan kondisi lingkungan yang relatif dingin yang pada umumnya mengusahakan komoditi sayuran dan buah dataran tinggi, seperti cabai, tomat, kol, bawang daun, wortel, dan stroberi. Variasi komoditi pertanian yang dihasilkan ini dapat menjadi potensi tersendiri bagi pengembangan perekonomian Kabupaten Tegal, baik jika dilihat dari dukungan sektor pertanian bagi perekonomian maupun sektor lainnya khususnya pariwisata (penelitian, 2010). Selain sektor pertanian, Kabupaten Tegal juga memiliki potensi lain sebagai obyek wisata. Setidaknya ada tiga potensi utama yang dapat dikembangkan menjadi obyek wisata antara lain Wisata Pemandian Air Panas Guci, Pantai Purwahamba Indah, dan Tirta Waduk Cacaban (TWC). Selama sepuluh tahun terakhir jumlah pengunjung wisata terbanyak mencapai 212.961 orang/tahun (Pantai Purwahamba), 209.945 orang/tahun (Wisata Air Panas Guci), dan 17.148 orang/tahun (Wisata Tirta Waduk Cacaban). Selama ini Kabupaten Tegal dikenal dengan semboyannya, yakni “PERTIWI” (Pertanian, Industri, dan Pariwisata) dan visi kepariwisataan Tegal yang ngangeni (membuat kangen) dan mbetahi (membuat betah) (Bappeda Kabupaten Tegal, 2008). Salah satu obyek yang dapat dikembangkan adalah obyek wisata Tirta Waduk Cacaban (TWC). Adapun fungsi utama Waduk Cacaban hingga saat ini adalah sebagai sumber utama pengairan bagi pertanian di Kabupaten Tegal. Selain itu, waduk ini juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai alternatif wisata yang dapat memberikan pengaruh bagi penggerak perekonomian masyarakat lokal. Menurut data dari Dinas Pariwisata dan Kepariwisataan Kabupaten Tegal, Obyek Wisata TWC memang memiliki jumlah pengunjung dengan angka terendah apabila dibandingkan dengan dua obyek wisata utama di Kabupaten Tegal lainnya yakni Obyek Wisata Pantai Purwahamba Indah dan Obyek Wisata Guci sampai 2 pada tahun 2007 yakni hanya 53.718 pengunjung. Kedua obyek lainnya bisa mencapai 681.404 pengunjung untuk Obyek Wisata Guci dan 589.975 pengunjung untuk Obyek Wisata Pantai Purwahamba Indah. Meskipun demikian jumlah pengunjung untuk Waduk Cacaban terus bertambah dari tahun 2005 hingga 2007. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini cukup diminati dan berpotensi untuk dikembangkan dan direncanakan menjadi suatu kawasan wisata. Pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan Obyek Wisata TWC oleh masyarakat dan pemerintah pada saat ini belum sepenuhnya dapat mendukung kelestarian kawasan tersebut. Terjadinya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian oleh petani penggarap dan pembukaan lahan oleh pengelola untuk berbagai fasilitas pendukung kegiatan wisata memberikan kontribusi terhadap terjadinya penurunan kualitas lingkungan di kawasan tersebut. Pariwisata yang baik dan berkelanjutan adalah pariwisata yang meminimalkan dampak terhadap lingkungan, menciptakan kepekaan terhadap lingkungan dan budaya, memberikan pengalaman positif terhadap wisatawan, serta memberikan manfaat dengan melibatkan partisipasi masyarakat lokal. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian tentang perencanaan lanskap kawasan Tirta Waduk Cacaban sebagai alternatif wisata di Kabupaten Tegal adalah sebagai berikut: 1. mengidentifikasi dan menganalisis sumberdaya lanskap dan prefrensi pengunjung, masyarakat sekitar kawasan, dan pengelola terkait, 2. menganalisis kesesuaian lanskap dari kawasan tersebut sebagai kawasan obyek wisata, serta 3. membuat rencana penataan lanskap Tirta Waduk Cacaban sebagai kawasan ekowisata. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tegal dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Tegal, khususnya bagi pengelola Tirta Waduk Cacaban dan bagi pengelola kawasan wisata lain pada umumnya. 2. perencanaan yang mempertimbangkan kerterlibatan masyarakat sekitar kawasan diharapkan dapat memicu peningkatan perekonomian masyarakat lokal dan peningkatan kualitas hidup di masa yang akan datang. Kerangka Pikir Selain sebagai sumber utama pasokan air untuk irigasi pertanian di Kabupaten Tegal, kawasan Wisata Tirta Waduk Cacaban juga memiliki potensi sumberdaya fisik-biofisik, obyek dan atraksi, dan wisatawan pengunjung yang dinilai dapat menjadi pemicu penggerak perekonomian lokal dari sektor 3 pariwisata. Oleh karena itu, diperlukan suatu keterpaduan di antara ketiga aspek tersebut agar kualitas lingkungan kawasan tidak menurun dan berkelanjutan (sustainable) serta di sisi lain dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal di sekitar kawasan wisata Tirta Waduk Cacaban. Perencanaan penataan lanskap yang baik dan sesuai dengan kaidah wisata berkelanjutan diperlukan untuk menjaga fungsi utama dan keterpaduan antara ketiga aspek penting dari kawasan tersebut seperti yang terdapat pada Gambar 1. TWC Potensi Kawasan Aspek Sumberdaya Aspek Wisata Alam -Kondisi Fisik dan Biofisik -Kesesuaian lahan -Hidrologi - Iklim Aspek Sosial Budaya -Potensi Objek Wisata dan Atraksi -Kondisi Visual -Akses Fasilitas -Daya Dukung Konsep Wisata Zonasi Kawasan Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban sebagai Kawsan Ekowisata di Kabupaten Tegal Gambar 1. Kerangka Pikir -Karakteristik, Potensi, Preferensi Pengunjung dan Masyarakat Sekitar - Preferensi pihak pengelola TWC Aspek Legal 4 TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Lanskap Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dimana di dalamnya terdapat dua unsur pembentuk yaitu unsur utama atau unsur mayor dan unsur penunjang atau unsur minor. Unsur mayor adalah unsur pada lanskap yang relatif sulit untuk dimodifikasi sedangkan unsur minor adalah unsur pada tapak yang relatif mudah untuk dimodifkasi. Bentuk lanskap apabila dilihat dari setiap tempat yang berbeda ternyata memiliki karakter yang berbeda dan mempunyai ciri masing-masing. Karakter ini terbentuk dari harmonisasi dan kesatuan dari elemen-elemen yang ada di alam seperti, bentukan lahan, formasi batuan, tutupan vegetasi, dan satwa. Keunikan karakter lanskap pada suatu kawasan wisata alam dapat menjadi pendukung dalam pengembangan kawasan wisata alam (Simonds 1983). Perencanaan lanskap merupakan suatu upaya penataan lanskap berdasarkan potensi, kendala, amenity dan bahaya lanskap tersebut guna mewujudkan suatu bentukan lahan yang berkelanjutan, indah, fungsional dan memuaskan bagi penggunanya. Proses perencanaan meliputi proses pengumpulan dan penginterpretasian data, proyeksi ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam suatu bentang alam. Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis, yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain: 1. pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe sacara alternatif aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya, 2. pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang, 3. pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi, dan 4. pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, diantaranya: 1. mempelajari hubugan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar, 2. memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang akan direncanakan, 3. menjadikan kawasan yang direncanakan sebagai objek yang menarik, dan 4. merencanakan kawasan tersebut sehingga menghasilkan suatu kawasan yang dapat menampilkan kesan masa lalunya. 5 Waduk dan Pemanfaatannya sebagai Sarana Wisata Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Umum , diacu dalam Sumargo (2006), pengertian bendung adalah bangunan air yang dibangun melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ketempat yang membutuhkannya. Sedangkan menurut kamus tata ruang terbitan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, bendung (dam) adalah bangunan air melintang badan sungai untuk mengatur air sungai sehingga terbentuk kolam atau waduk di bagian hulu sungai dari letak bangunan tersebut yang berfungsi sebagai penyedia air bagi tenaga listrik, keperluan irigasi, maupun pengendalian banjir. Secara umum perairan waduk dapat dibedakan dalam beberapa kawasan yaitu kawasan bahaya (merupakan kawasan tertutup bagi kepentingan umum untuk melindungi instalasi penting dan bendungan utama), kawasan suaka (merupakan kawasan tertutup bagi kegiatan-kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak menguibah benteng alam, kondisi penggunaan lahan dan ekosistem alami yang ada), kawasan lindung ( merupakan kawasan hutan lindung sebagai daerah tangkapan air dan kawasan sabuk hijau), dan kawasan bebas (merupakan kawasan yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan misalnya untuk kegiatan usaha dan pariwisata). Oleh karena itu, pada umumnya fungsi waduk dapat dikatakan bersifat serba guna dan pengelolaanya harus memenuhi unsur keserasian antar fungsi dalam pencapaian tujuannya. Perairan waduk atau danau bersifat barang publik serta mempunyai pemanfaatan majemuk. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengelolaan maupun pengaturan yang baik dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya dan lingkungan hidup agar dalam pemanfaatannya tidak menimbulkan dampak yang negatif. Wisata alam merupakan salah satu jenis wisata yang dapat dikembangkan untuk menambah keindahan waduk serta menjaga keberlanjutannya mutlak diperlukan sabuk hijau (green belt) diseputar waduk (Sumargo 2006). Waduk Cacaban Waduk Cacaban mulai digagas sejak tahun 1914 dan dibuat perencanaan detailnya pada tahun 1930 oleh pemerintah kolonial Belanda. Pembangunan fisiknya dimulai pada tahun 1952 dimana peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tanggal 16 September 1952. Pembangunannya selesai pada tahun 1958 dan diresmikan penggunaanya oleh Pejabat Presiden Mr. Sartono pada tanggal 19 Mei 1958. Sejak saat itu secara resmi Waduk Cacaban dioperasionalkan hingga sekarang. Secara geografis kawasan wisata alam Tirta Waduk Cacaban terletak sekitar sembilan kilometer ke arah timur dari Kota Slawi. Posisinya berada pada tiga wilayah kecamatan di Kabupaten Tegal yaitu Kecamatan Kedungbanteng meliputi sebagian Desa Penujah, Karanganyar, Tonggara dan Karangmalang, Kecamatan Jatinegara meliputi sebagian Desa Jatinegara, Dukuhbangsa, 6 Lebakwangi, Capar, Padasari dan Wotgalih dan Kecamatan Pangkah meliputi sebagian Desa Dermasuci. Waduk Cacaban mempunyai water catchment area (daerah tangkapan air) seluas 6.792 ha. Topografi kawasan Waduk Cacaban adalah perbukitan dengan ketinggian antara 85 m – 600 m dpl. Selama operasional, telah banyak kegiatan yang dilakukan dalam rangka menjaga fungsi waduk, baik yang bersifat pemeliharaan maupun pembangunan. Selain fungsi utamanya sebagai sumber irigasi pertanian di Kabupaten Tegal, waduk ini juga memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi wisata air maupun wisata alam. Kawasan Obyek Wisata TWC merupakan salah satu aset Pemerintah Kabupaten Tegal sebagai obyek wisata dari beberapa obyek wisata lainnya. Wisata dan Pariwisata Menurut UU No. 10 tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung dengan berbagai macam fasilitas yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah daerah. Wisata merupakan pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari 50-100 mil dari tempat tinggal dan pekerjaan rutinnya menuju suatu tempat tertentu dimana aktivitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada di tempat yang dituju serta ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasi keinginan mereka (Gunn, 1994). Ada tiga jenis kategori wisata menurut Bruun (1995), yaitu: 1. ecotourism, green tourism, dan alternatif tourism merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan industri kepariwisataan dan perlindungan terhadap wisata alam dan lingkungan, 2. wisata budaya merupakan kegiatan pariwisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan, dan 3. wisata alam merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya. Pariwisata merupakan fenomena kemasyarakatan, yang menyangkut manusia, masyarakat, kelompok, organisasi, kebudayaan dan sebagainya, sebagai proses kepergian sementara menuju tempat lain diluar tempat tinggalnya dimana dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar (Suwantoro, 1997). Ekowisata Ekowisata melibatkan kegiatan perjalanan/pengalaman wisata yang relatif tidak menggangu alam dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi, dan menikmati flora fauna liar serta budaya lokal di suatu kawasan (UNEP, 1980). Ekowisata merupakan bentuk kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya masyarakat setempat (TIES, 1990). Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan aktivitas ekowisata, yaitu: 1. meminimalisir dampak lingkungan dan sosial, 7 2. meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan dan budaya, 3. menciptakan pengalaman yang positif bagi pengunjung maupun masyarakat lokal, 4. menciptakan keuntungan secara finansial untuk kepentingan konservasi, 5. menciptakan keuntungan secara finansial dan partisipasi nyata bagi masyarakat lokal, 6. meningkatkan sensitivitas pengunjung terhadap iklim politis, sosial dan budaya di kawasan setempat. Faktor keberlanjutan menjadi faktor terpenting yang harus diterapkan dalam definisi ekowisata. Keberlanjutan suatu wisata ditunjukan dari hasil keseimbangan positif dari dampak lingkungan, pengunjung, sosio-budaya dan ekonomi (Lindberg, 1997). Menurut Lindberg, ada beberapa pihak yang terlibat dalam ekowisata, yaitu: 1. pengunjung, 2. area alami dan pengelolanya (baik area umum maupun pribadi), 3. masyarakat, 4. pebisnis (mencakup penyedia penginapan, restoran, dan sebagainya), 5. pemerintah (perannya dalam pengelolaan area alami), dan 6. LSM Ekowisata dapat disebut sebagai bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab karena berawal dari perpaduan berbagai minat yang tumbuh atas dasar kepedulian terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan upaya konservasi (Fandelli dan Mukhlison, 2000 diacu dalam Kurnianto, 2008). Daya Dukung Rekreasi Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumberdaya alam untuk mencegahnya dari kerusakan dan degradasi sehingga kelestarian keberadaan dan fungsinya dapat terjaga. Selain itu, pada saat dan ruang yang sama pengguna atau masyarakat pemakai sumberdaya daya tersebut tetap berada dalam kondisi sejahtera dan/atau tidak dirugikan (Nurisjah et al., 2003). Daya dukung tidak saja melakukan penilaian terhadap aspek fisik dan ekologis tetapi juga dapat digunakan untuk memperkirakan nilai daya dukung dari aspek sosial. Contoh aplikasi perhitungan daya dukung dalam bidang penataan suatu lanskap biasanya digunakan untuk melakukan penilaian terhadap pengalaman dari pelaku rekreasi pada suatu tapak pada tingkat pembangunan kawasan rekreasi tertentu, penilaian terhadap perubahan perilaku sosial dari masyarakat, atau penilaian terhadap bentuk konflik antara kelompok sosial karena tidak sesuainya fasilitas yang tersedia dengan jumlah pengguna pada kawasan tersebut. Menurut Tivy (1972) diacu dalam Nurisjah et al. (2003) ada 3 (tiga) pendekatan yang dapat dilakukan dalam melakukan pendugaan terhadap daya dukung suatu tapak yaitu pendekatan yang dilakukan terhadap faktor pembatas dan evaluasi dampak (limiting factors and the evaluation impacts), keawetan dan kerusakan areal (site deterioration and durability), dan kepuasan pemakai (user satisfaction). 8 Daya dukung rekreasi merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara alami, fisik, dan sosial yang dapat mendukung pengunaan aktivitas rekreasi dan dapat memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan (Gold,1980). Daya dukung optimal suatu aktivitas rekreasi merupakan jumlah aktivitas rekreasi yang dapat ditampung oleh suatu area selama jangka waktu tertentu serta dapat memberikan perlindungan terhadap sumberdaya dan kepuasan terhadap pengunjung. Bentuk pendugaan nilai daya dukung dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk tergantung dari tujuan pengembangan suatu kawasan. Menurut Pigram (1983) diacu dalam Nurisjah et al. (2003) terdapat 4 (empat) daya dukung untuk kegiatan rekreasi yaitu daya dukung ekologis, daya dukung fisik, daya dukung sosial, dan daya dukung ekonomi. 1. Daya dukung ekologis adalah tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau ekosistem baik berupa jumlah maupun jenis kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis lingkungan tersebut. 2. Daya dukung fisik adalah jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam suatu kawasan tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas lingkungan tersebut secara fisik. 3. Daya dukung sosial merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan pada suatu area tertentu. Daya dukung sosial dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan pada suatu kawasan dimana apabila melampaui batas daya dukung ini akan mengurangi kepuasan dan kualitas pengalaman pengguna pada kawasan tersebut. 4. Daya dukung ekonomi adalah tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara berkesinambungan. 9 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai perencanaan lanskap kawasan Tirta Waduk Cacaban ini dilaksanakan di Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2011 sampai dengan Juni 2013. Adapun letak lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2. Peta Jawa Tengah Gambar 2. Peta Orientasi Lokasi Penelitian Sumber: Bappeda 2010, Olahan data 2013 Alat dan Bahan Dalam kegiatan penelitian ini, digunakan beberapa perangkat untuk mendukung proses pengumpulan dan pengolahan data. Adapun alat dan bahan yang digunakan tersebut antara lain: Alat: 1. Software AutoCAD 2010, ArcView GIS 3.2, ArcMap GIS 9.3, Adobe Photoshop CS4, Google Sketch Up Pro 6 2. Kamera Digital 3. Laptop Toshiba Satellite L310 4. Global Positioning System (GPS) Bahan: 1. Citra Satelit Google Earth 2010 2. Peta-peta kawasan Tirta Waduk Cacaban 3. Data hasil survai dan wawancara serta kuisioner dengan narasumber pihak pengelola, pengunjung/wisatawan, dan masyarakat lokal. Batasan Studi 10 Studi ini dilakukan sampai pada tahap perencanaan penataan lanskap kawasan Tirta Waduk Cacaban yang hasilnya berupa uraian tulisan dan gambar rencana lanskap. Rencana yang dihasilkan berupa rencana tata ruang, aktifitas, fasilitas, sirkulasi, dan vegetasi kawasan Tirta Waduk Cacaban, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal. Metode dan Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi literatur, penyebaran kuisioner kepada pengunjung, wawancara dengan narasumber (pengelola dan masyarakat lokal), dan pengamatan langsung pada lapang (survey). Adapun tahapan kerjanya mengacu pada tahapan perencanaan Gold (1980) yakni persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Namun, pada penelitian ini hanya sampai pada tahap perencanaan dengan penambahan tahap penyusunan konsep sebelum masuk ke tahap perencanaan. Gambaran tahapan proses peneltian digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 3. Persiapan Tujuan Perencanaan Usulan Penelitian Orientasi Umum/Informasi Awal Penentuan Batas Tapak Inventarisasi Data Primer dan Sekunder Kondisi Umum Analisis Sintesis Aspek SD Alam Aspek Wisata Aspek Sosial Aspek Legal Peta Komposit Rencana Blok/Block Plan Konsep Rencana Dasar Penyusunan Konsep Pengembangan Konsep Perencanaan Lanskap - Konsep Ruang - Konsep Aktivitas Fasilitas -Konsep Sirkulasi - Konsep Vegetasi Rencana Lanskap Tirta Waduk Cacaban Proses Penelitian Sebagai Kawasan Ekowisata Gambar 3 Tahapan Proses Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980) 11 Persiapan Tahap persiapan mencakup proses penentuan tujuan perencanaan dan penyusunan rencana kerja beserta rencana anggaran biaya yang terangkum dalam usulan penelitian. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan orientasi tapak yang akan dijadikan objek penelitian secara umum dengan cara mencari informasi sementara berdasarkan studi pustaka. Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan semua informasi yang berkaitan dengan lokasi yang menjadi objek penelitian. Tahap ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi sumber daya lanskap dan preferensi pengunjung pada lokasi penelitian. Data yang diambil terdiri dari dua jenis, yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang, penyebaran kuisioner, dan wawancara terhadap pengunjung, pihak pengelola terkait serta masyarakat lokal yang berada di sekitar lokasi. Penyebaran kuisioner dilakukan secara acak terhadap 30 orang responden di kawasan Obyek Wisata Tirta Waduk Cacaban. Data sekunder diperoleh dari hasil studi literatur, dinas-dinas terkait, dan pustaka lainnya yang dapat mendukung data yang berkaitan dengan lokasi penelitian. Data yang diambil meliputi data-data yang berkenaan dengan aspek fisik dan biofisik, aspek sosial, dan aspek wisata, dan aspek legal. Selain itu, digunakan juga data kondisi umum untuk mendukung pengenalan lebih lanjut terhadap lokasi yang menjadi objek penelitian. Adapun jenis, sumber, dan cara pengambilan data yang digunakan akan ditampilkan pada Tabel 1. Kegiatan wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber dari berbagai bidang keahlian serta profesi yang berkaitan dengan penelitian ini. Kegiatan pengambilan data aspek sosial dilakukan dengan metode wawancara dan penyebaran kuisioner. Data hasil wawancara dan kuisioner kemudian dianalisis untuk mendapatkan persepsi dan preferensi sosial dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan obyek wisata tersebut. Tabel 1. Jenis, Sumber, Cara Pengambilan, dan Bentuk Data No Jenis Data Cara Pengambilan Data Jenis Data Bappeda Studi Pustaka Sekunder Pengelola Studi Pustaka Sekunder Bappeda Studi Pustaka Sekunder Penelitian Terdahulu BMKG Bappeda Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Sekunder Sekunder Sekunder Responden Lapangan Observasi Lapang, Wawancara Primer, Sekunder Sumber ASPEK SD. ALAM : 1 2 3 4 5 6 Letak Geografis dan Administratif Tapak Masterplan Waduk Topografi dan Kemiringan Lahan Jenis dan Karakteristik Tanah Iklim dan Kenyamanan Vegetasi ASPEK WISATA : 1 Potensi dan Objek Wisata Tabel 1 Lanjutan Ahli, 12 No 2 3 4 Jenis Data Atraksi Wisata Aksesibilitas (jaringan jalan dan transportasi) Tingkat Kunjungan Wisatawan Disparbud Cara Pengambilan Data Observasi Lapang, Wawancara Studi Pustaka, Observasi lapang Studi Pustaka Primer, Sekunder Primer, Sekunder Sekunder Penelitian Terdahulu Bapermades Bapermades Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Sekunder Sekunder Sekunder Responden Lokal Wawancara Primer Responden Kuisioner Primer RTRW, Responden Ahli Bappeda Bappeda Studi Pustaka, Wawancara Studi Pustaka Studi Pustaka Primer, Sekunder Sekunder Sekunder Sumber Disparbud, Lapangan Bappeda, Lapangan Jenis Data ASPEK SOSIAL : 1 2 3 4 5 Demografi Aktivitas Perekonomian Tingkat Kesejahteraan Ketergantungan Masyarakat terhadap Tapak Potensi Pengguna (perilaku, keinginan) ASPEK LEGAL : 1 2 3 Kepemilikan Lahan Kebijakan Pemerintah Daerah Tata Guna Lahan (Landuse) Keterangan: Bappeda : Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah BMKG : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Bapermades : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa RTRW : Rencana Tata Ruang dan Wilayah Analisis Analisis dilakukan terhadap beberapa aspek utama dengan sumber data yang telah dikumpulkan sebelumnya pada tahap inventarisasi yaitu aspek sumberdaya alam, aspek sosial, aspek wisata dan aspek legal. Tahap ini dilakukan untuk memenuhi tujuan analisis sumberdaya lanskap dan wisata, persepsi dan preferensi sosial , serta mengetahui daya dukung kawasan tersebut dalam pengembangannya sebagai kawasan wisata/area rekreasi massal. Semua analisis dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dan metode analisis spasial dengan parameter skoring. Tahapan analisis yang dilakukan akan dijabarkan sebagai berikut: 1. Aspek Sumberdaya Alam Analisis dilakukan pada 2 komponen utama yaitu fisik dan biofisik. Analisis pada komponen fisik dilakukan terhadap beberapa elemen seperti lokasi dan aksesibilitas, topografi dan kemiringan, jenis dan karakteristik tanah, hidrologi, dan kondisi iklim. Analisis pada komponen biofisik meliputi elemen vegetasi dan satwa. Ada beberpapa parameter yang dipertimbangkan pada elemen topografi dan kemiringan dalam kaitannya dengan pengembangan kegiatan wisata. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) ada beberapa parameter dalam pengembangan sarana rekreasi antara lain adalah drainase tanah, bahaya banjir, permeabilitas, kemiringan/lereng, tekstur tanah dan beberapa komponen geologi. Dari beberapa parameter di atas, hanya kemiringan/lereng yang digunakan sebagai parameter untuk proses 13 analisis, dimana lahan dengan kemiringan antara 0-8% dikategorikan “sesuai” dengan skor (3), kemiringan 8-15% dikategorikan “sedang” dengan skor (2), dan kemiringan lebih dari 15% dikategorikan “tidak sesuai” dengan skor (1). Adapun yang dimaksud dengan lahan dengan kategori “sesuai” merupakan area yang dapat dilakukan aktivitas pengembangan sarana rekreasi. Lahan dengan kategori “sedang” merupakan area yang dapat dilakukan aktivitas pengembangan sarana rekreasi secara terbatas. Lahan dengan kategori “tidak sesuai” merupakan area yang tidak dapat dikembangkan untuk sarana rekreasi dan diperlukan adanya konservasi. Faktor kerawanan bahaya longsor juga dipertimbangkan untuk keamanan kegiatan wisata di kawasan tersebut. Tingkat kerawanan longsor dinilai berdasarkan aspek alami kemiringan lahan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 tentang Kawasan Rawan Bencana Longsor. Lahan dengan kemiringan 0-20% dikategorikan “tidak berbahaya” dengan skor (3), lahan dengan kemiringan 20-40% dikategorikan “sedang” dengan skor (2), dan lahan dengan kemiringan di atas 40% dikategorikan “berbahaya” dengan skor (1). Adapun lahan dengan kategori “tidak berbahaya” merupakan area memiliki jenis gerakan tanah lambat hingga menengah dengan kecepatan kurang dari 2 m/hari. Lahan dengan kategori “sedang” merupakan area yang memiliki jenis gerakan tanah lambat hingga menengah dengan kecepatan 2 m/hari. Lahan dengan kategori “berbahaya” merupakan area yang memiliki jenis gerakan tanah relative cepat lebih dari 2 m/per hari bahkan bisa mencapai kecepatan 25 m/menit. Analisis untuk kenyamanan iklim dilakukan dengan perhitungan kuantitatif menggunakan metode Thermal Humidity Index (THI) dengan rumus: Keterangan: T = Temperatur (˚C) RH = Kelembaban relatif (%) *standar kenyamanan tapak untuk daerah tropis < 27˚C 2. Aspek Sosial Analisis pada aspek sosial dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif . Analisis deskriptif dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu wawancara dan penyebaran kuisioner. Wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber dari pihak pengelola terkait dan tokoh masyarakat setempat untuk menggali informasi mengenai sejarah kawasan waduk dan karakter sosial ekonomi masyarakat lokal. Kuisioner diberikan kepada 30 pengunjung secara acak di lokasi obyek wisata TWC pada waktu yang bersamaan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kenyamanan serta preferensi terhadap fasilitas yang tersedia di kawasan tersebut. 3. Aspek Wisata Analisis terhadap aspek wisata dilakukan dengan metode deskriptif dan spasial. Analisis dilakukan pada 3 (tiga) komponen yaitu keindahan visual, potensi obyek dan atraksi eksisting, akses dan fasilitas (Gunn, 1979 diacu dalam Smith, 1989). 14 Keindahan visual pada tapak dipertimbangkan untuk menunjang pengembangan program wisata. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan spasial dengan menentukan area-area dengan kualitas visual baik (good view) yang dapat dijadikan sebagai potensi pendukung wisatadan area-area dengan kualitas visual buruk (bad view) yang merupakan kendala yang harus diatasi. Analisis terhadap obyek atraksi dan fasilitas wisata dilakukan secara spasial dengan mengindentifikasi titik-titik yang dianggap berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek dan atraksi wisata serta beberapa titik fasilitas yang telah tersedia di kawasan Waduk Cacaban. Penilaian daya dukung wisata juga dilakukan untuk menghitung luas areal yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata, sehingga akan diketahui jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada lingkungan yang dimanfaatkan maupun mengurangi kenyamanan pengunjungnya. Perhitungan daya dukung wisata yang digunakan mengacu pada rumus Boulon dalam WTO dan UNEP (1992) dalam Nurisjah et al. (2003) sebagai berikut: Keterangan: DD = Daya Dukung A = Area yang digunakan wisatawan S = Standar rata-rata individu T = Total hari kunjungan yang diperkenankan K = Koefisien rotasi N = Jam kunjungan per hari area yang diizinkan R = Rata-rata waktu kunjungan 4. Aspek Legal Analisis terhadap aspek legal dilakukan untuk mengetahui status kepemilikan lahan lokasi obyek wisata TWC serta kebijakan-kebijakan pemerintah daerah setempat terkait dengan rencana pengembangan kawasan. Analisis ini dilakukan dengan cara mempelajari RTRW Kabupaten Tegal khususnya yang berkenaan dengan kawasan obyek wisata TWC. Selain itu, untuk memperkuat proses pengumpulan informasi mengenai kepemilikan lahan dari lokasi penelitian dilakukan wawancara secara langsung terhadap responden ahli yakni pihak Bappeda Kabupaten Tegal. Analisis spasial dilakukan terhadap peta tata guna lahan (landuse) untuk mengidentifikasi arah pengembangan ruang sebagaimana yang telah ditetapkan pada RTRW Kabupaten Tegal. Hasil dari analisis terhadap aspek legal diharapkan dapat mendukung arah pengembangan terhadap kawasan obyek wisata TWC sehingga dapat berkelanjutan dan memberikan dampak positif khususnya bagi masyarakat Cacaban. Dari analsis empat aspek di atas, kemudian disajikan dalam bentuk hasil analisis deskriptif dan spasial. Hasil analisis deskriptif berupa tabel analisis dan solusi sedangkan hasil analisis spasial berupa peta komposit hasil overlay dari 15 analisis di atas. Hasil akhir dari analisis tersebut kemudian akan digunakan selanjutnya pada tahap sintesis. Sintesis Tahap sintesis merupakan tahap pembagian kawasan menjadi beberapa zona pengembangan tapak berdasarkan hasil komposit analisis sebelum nantinya masuk pada tahap konsep dan pengembangan konsep. Adapun peta komposit dihasilkan dari hasil overlay peta kesesuaian fisik dan peta kesesuaian wisata yang selanjutnya dioverlay dengan peta tata guna lahan untuk mempertimbangkan arah pengembangan ruang wisata. Peta kesesuaian fisik dihasilkan dari overlay peta analisis kemiringan lahan dengan peta analisis rawan bahaya longsor, sedangkan peta kesesuaian wisata dihasilkan dari analisis spasial beberapa komponen utama (Gunn, 1979 diacu dalam Smith, 1989) yang meliputi kualitas visual, potensi obyek dan atraksi eksisting, dan kemudahan aksesisibilitas serta fasilitas pendukung wisata. Hasil akhir dari sintesis adalah berupa pengembangan ruang wisata yang direncanakan disajikan dalam bentuk peta rencana blok / block plan. Konsep dan Pengembangan Konsep Tahap penyusunan konsep merupakan langkah sebelum memasuki tahap perencanaan lanskap. Hasil dari tahap ini adalah ditentukannya konsep dasar perencanaan berupa wisata alam yang melibatkan atraksi sosial budaya masyarakat lokal. Konsep tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep ruang, konsep aktivitas dan fasilitas, serta konsep sirkulasi. Perencanaan Lanskap Tahap ini merupakan hasil akhir dari keseluruhan proses perencanaan kawasan Obyek Wisata Tirta Waduk Cacaban. Pada tahap ini dibuat rencana lanskap berupa gambar rencana ruang, rencana aktivitas dan fasilitas yang disertai oleh gambar ilustrasi dan referensi, dan rencana sirkulasi pada kawasan tersebut. Semua rencana tersebut dibuat berdasarkan hasil pertimbangan dari konsep dan pengembangan konsep yang telah dibuat sebelumnya. Hasil rencana lanskap disajikan dalam bentuk gambar rencana lanskap (landscape plan) dan juga tabel rencana daya dukung. 16 KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN Gambaran Umum Kabupaten Tegal Kabupaten Tegal terletak sebelah pesisir utara bagian Barat Pulau Jawa. Secara geografis Kabupaten Tegal terletak diantara 108°57’6” - 109°21’30" garis bujur timur dan 6°50’41" - 7°15’30" garis lintang selatan. Posisi Kabupaten Tegal berbatasan dengan Kabupaten Brebes (sebelah Barat), Laut Jawa dan Kota Tegal (sebelah Utara), Kabupaten Pemalang (sebelah Timur) dan Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas (sebelah Selatan). Berdasarkan kemiringan lahan, curah hujan, ketinggian, topografi dan jenis tanah, maka pola kesesuaian lahan di Kabupaten Tegal dapat dibedakan menjadi kawasan pertanian lahan basah (karena didukung pengairan irigasi yang memadai, curah hujan, ketinggian dan kemiringan meliputi Kecamatan Slawi, Balapulang, Pagerbarang, Dukuhturi, Kedungbanteng), kawasan pertanian lahan kering (tidak tersedia jaringan irigasi yang terlalu baik meliputi Kecamatan Bojong, Bumijawa, Balapulang, Jatinegara dan Margasari) dan kawasan tanaman tahunan (tanaman keras meliputi Kecamatan Bojong, Bumijawa dan Jatinegara). Adapun pola penggunaan lahannya, dari luas wilayah Kabupaten Tegal 878.79 Km2 Sebagian besar merupakan lahan kering yaitu mencapai 46.675 Ha (53,11%). Luas lahan sawah 41.204 Ha (46,89%) dengan jenis tanah meliputi Aluvial (34,93%) terdapat di Kecamatan Suradadi, Margasari, Warurejo, Bumijawa, Pagerbarang, Pangkah, Dukuhwaru, Adiwerna Talang, Tarub dan Kramat, Regosol (24%) terdapat di seluruh kecamatan kecuali Jatinegara, Kedungbanteng dan Tarub, Litosol (23,69%) terdapat di Kecamatan Jatinegara, Grumosol (9,42%) terdapat di Kecamatan Margasari, Pagerbarang, Jatinagara dan Kedungbanteng, Andosol (4,29%) terdapat di Kecamatan Margasari, Bumijawa Bojong, balapulang, Lebaksiu, Jatinegara, Kedungbanteng dan Pangkah, dan jenis tanah lainnya (3,67%). Demografi Kabupaten Tegal Berdasarkan hasil survei penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Tegal adalah sebesar 1.392.260 orang yang terdiri dari 693.287 lakilaki dan 698.973 perempuan (BPS Kabupaten Tegal 2010). Kecamatan yang memiliki tingkat distribusi penduduk paling tinggi yakni Kecamatan Adiwerna dengan catatan peningkatan sebesar 8,73 persen (survei 1990), 8,50 persen (survei 2000) dan 8,50 persen (survei 2010). Kecamatan Kramat menunjukkan indeks distribusi penduduk yang meningkat secara signifikan yaitu 6,27 persen pada tahun 1980 menjadi 6,63 persen pada tahun 1990 dan menjadi 7,37 persen pada tahun 2010. Sedangkan kecamatan dengan distribusi penduduk terendah yaitu Kecamatan Kedungbanteng, Pagerbarang dan Jatinegara, yaitu masing-masing sebesar 2,85 persen, 3,70 persen dan 3,87 persen. Berikut adalah data mengenai pertambahan penduduk Kabupaten Tegal yang dapat dilihat pada Tabel 2. 17 Tabel 2. Peningkatan Penduduk Kabupaten Tegal Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Pertambahan Penduduk (Jiwa) Laju Pertumbuhan (%) 1990 1,236,316 - - 2000 1,382,435 146,119 1.12 2006 1,476,799 94,364 0.66 2007 1,482,551 5,752 0.04 2008 1,415,625 -66,926 -0.46 2009 1,420,760 5,135 0.04 -28,500 -0.20 2010 1,392,260 Sumber: Bappeda dan BPS Kab. Tegal, 2010 Dengan luas wilayah sekitar 994,99 km², Kabupaten Tegal memiliki kepadatan penduduk rata-rata sebesar 1.399 orang/km². Kecamatan yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Talang yaitu sebesar 5.159 orang/km², disusul oleh Kecamatan Dukuhturi sebesar 4.776 orang/km², Kecamatan Slawi sebesar 4.420 orang /km², dan Kecamatan Adiwerna sebesar 4.413 orang/km². Sedangkan kecamatan yang paling rendah tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Jatinegara yaitu sebesar 476 orang/km², Kecamatan Kedungbanteng sebesar 478 orang/km², dan Kecamatan Bumijawa sebesar 693 orang/km². Rincian jumlah penduduk di Kabupaten Tegal dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Kecamatan Margasari Bumijawa Bojong Balapulang Pagerbarang Lebaksiu Jatinegara Kedungbanteng Pangkah Slawi Dukuhwaru Adiwerna Dukuhturi Talang Tarub Kramat Suradadi Warureja Total Laki-laki Perempuan 46,932 47,485 41,715 41,659 29,869 31,141 40,211 40,881 25,712 26,087 40,691 42,368 26,471 26,926 19,884 19,806 49,032 48,985 33,694 35,031 28,611 29,347 59,412 58,548 44,189 43,455 48,067 47,737 38,121 37,611 50,883 52,013 39,952 40,186 29,481 29,707 692,927 698,973 Sumber: Bappeda dan BPS Kab. Tegal, 2010 Laki-laki + Perempuan Rasio Jenis Kelamin 94,417 83,374 61,010 81,092 51,799 83,059 53,397 39,690 98,017 68,725 57,958 117,960 87,644 95,804 75,732 102,896 80,138 59,188 1,391,900 99 100 96 98 99 96 98 100 100 96 97 101 102 101 101 98 99 99 - 18 Apabila ditinjau dari mata pencaharian, komposisi penduduk Kabupaten Tegal yang bekerja pada sektor pertanian 32 %, perindustrian 9 %, perdagangan 21 %, jasa 27 % dan mata pencaharian lainnya 11 %. Ini berarti masyarakat Kabupaten Tegal dominan bekerja pada sektor pertanian dan jasa. Gambaran Umum Kawasan Waduk Cacaban Batas Geografis dan Administrasi Kawasan Tirta Waduk Cacaban (TWC) secara administratif terletak di Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah yang mencakup tiga wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Kedungbanteng meliputi sebagian Desa Penujah, Karangmalang, Karanganyar, dan Tonggara, Kecamatan Jatinegara meliputi sebagian Desa Jatinegara, Dukuhbangasa, Capar dan Padasari, serta Kecamatan Pangkah meliputi sebagian Desa Dermasuci. Secara geografis kawasan ini terletak pada ketinggian 80 hingga 600 mdpl dan pada posisi koordinat 109º 9’ 35” BT - 109º 17’ 57” BT dan 6º 57’ 44” LS - 7º 4’ 2” LS. Waduk Cacaban memiliki daerah tangkapan air (water catchment area) seluas 6.792,71 hektar dan memiliki luas genangan waduk pada kondisi maksimal seluas 928,70 hektar. Pada kondisi tersebut, Waduk Cacaban dapat mengaliri areal persawahan irigasi teknis di sekitarnya seluas kurang lebih 17.500 hektar (Kurnianto, 2008). Waduk Cacaban memiliki daerah tangkapan air pada 3 kecamatan yaitu Kecamatan Jatinegara meliputi Desa Jatinegara, Lebakwangi, Capar, Padasari, Wotgalih, Kecamatan Pangkah meliputi Desa Dermasuci, dan Kecamatan Kedungbanteng meliputi Desa Penujah dan Karanganyar. Sebagian besar dari desa-desa tersebut memanfaatkan aliran air dari Waduk Cacaban untuk aktivitas irigasi pertanian sehari-hari. Oleh karena itu, keberadaan waduk ini sangat penting bagi kelangsungan perekonomian desa maupun penduduk setempat. Penelitian dilakukan hanya pada empat dari enam desa daerah tangkapan air Waduk Cacaban (Gambar 4). Adapun keempat desa tersebut meliputi Desa Kedungbanteng, Penujah, Capar, dan Lebakwangi. Hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa keterkaitan keempat desa tersebut lebih erat dan potensial dengan keberadaan waduk. Adapun total luasan wilayah perencanaan lanskap pada penelitian ini adalah sebesar 5.173 hektar (Ha). Aksesibilitas Transportasi menuju ke kawasan Wisata Tirta Waduk Cacaban dapat ditempuh melalui dua rute. Rute yang pertama adalah dari Jalur Pantura, Kota Tegal ke arah Selatan melalui Kec. Kramat menuju Kec. Pangkah kemudian Waduk Cacaban dengan jarak kurang lebih 20 km. Rute yang kedua dari Kota Slawi ke arah Tenggara menuju Kec. Pangkah kemudian Waduk Cacaban dengan jarak kurang lebih 9 km. Hingga saat ini sudah tersedia angkutan umum pedesaan dengan trayek Slawi – Cacaban sebanyak 25 Armada. Moda transportasi tambahan yang sedang dalam proses persiapan pelaksanaan adalah angkutan “Loko Antik” dari pabrik gula Pangkah menuju Cacaban. Skema rute dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 4. Peta Batas Tapak Penelitian 19 20 Jarak tempuh ± 20 km Kec. Kramat Jalur Pantura (Kota Tegal) Ke Selatan Kec. Pangkah Waduk Cacaban Ke Tenggara Dari Arah Brebes Kota Slawi Jarak tempuh ± 9 km Gambar 5. Skema Akses Menuju Lokasi Sarana transportasi menuju kawasan ini ada dua jenis yakni angkutan roda empat dan angkutan roda dua. Angkutan roda empat berupa angkutan pedesaan (angkudes) yang beroperasi dengan trayek Slawi – Cacaban sebanyak 25 armada. Adapun angkutan roda dua yang beroperasi di kawasan tersebut berupa ojeg dan becak milik warga setempat. Oleh karena itu, angkutan jenis ini memiliki waktu operasi dan jumlah armada yang lebih terbatas apabila dibandingkan dengan angkutan pedesaan yang disediakan oleh pemerintah daerah (pemda) Kabupaten Tegal. Satu lagi moda transportasi yang sedang dipersiapkan untuk menunjang akses menuju lokasi Waduk Cacaban adalah “Loko Antik” milik pabrik gula Pangkah. Angkutan ini diharapakan dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke Obyek Wisata Tirta Waduk Cacaban sambil menikmati pemandangan alam bernuansa agro di sepanjang perjalanan menuju lokasi. Adapun peta akses menuju ke lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Prasarana transportasi menuju lokasi berupa jalan raya yang sudah sepenuhnya menggunakan aspal. Namun ada beberapa titik jalan yang rusak dan berlubang yang diakibatkan oleh faktor cuaca dan pemeliharaan yang kurang terkontrol oleh pemda Kabupaten Tegal. Selain itu, terdapat jembatan pada salah satu ruas jalan utama menuju lokasi dengan lebar yang sangat minim sehingga menyebabkan kendaraan harus melintas secara bergantian. Hal ini tentunya mengurangi kenyamanan aksesibilitas menuju lokasi bagi sejumlah kendaraan besar seperti bus yang mengangkut rombongan wisatawan dan kendaraan roda empat pribadi milik wisatawan. Beberapa kondisi mengenai hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 6 Peta Akses Menuju Tapak 21 22 (1) Jembatan sempit pada salah satu titik akses menuju lokasi (2) Area penerimaan Waduk Cacaban (3) Kondisi jalan dan view menuju lokasi Gambar 7. Kondisi Akses Menuju Lokasi Kondisi Sosial Masyarakat Waduk Cacaban Waduk Cacaban memiliki daerah tangkapan air (water catchment area) yang tersebar di sembilan desa dengan jumlah penduduk yang menempati sebanyak 29.859 jiwa. Lapangan usaha masyarakat Waduk Cacaban sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Adapun sektor non-pertanian yang memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat setempat adalah sektor perdagangan dan jasa. Hal ini dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk menambah pemasukan demi memenuhi kebutuhan perekonomian mereka sehari-hari. Jenis sektor usaha perdagangan dan jasa yang terlihat di sekitar lokasi waduk antara lain berupa penginapan, kios-kios makanan dan warung apung, kios pengisian bahan bakar eceran, jasa sewa perahu (wisata keliling waduk), serta jasa penitipan kendaraan. Kondisi Pengelolaan Waduk Cacaban Selain memiliki fungsi utama sebagai sumber air untuk irigasi pertanian, waduk Cacaban juga memiliki fungsi tambahan yang dapat dikembangkan untuk potensi wisata. Wisata yang dikembangkan adalah wisata air dan wisata alam dengan 23 beberapa atraksi wisata dan pengenalan edukasi alam. Secara garis besar pola aktivitas wisata di kawasan Waduk Cacaban yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: 1. Wisata Air. Adapun wisata air yang dikembangkan oleh pengelola Waduk Cacaban meliputi rekreasi dan olahraga. Namun demikian, fasilitas penunjang yang tersedia masih sangat terbatas. Potensi wisata air di kawasan ini sangat besar karena didukung dengan keberadaan pulau-pulau kecil di tengah Waduk Cacaban. Sedikitnya terdapat empat pulau yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata air dan juga dapat dimanfaatkan sebagai kawasan pengembangan flora dan fauna. Pengembangan ini melibatkan Balai Pengelolaan Sumberdaya Air (BPSDA) Pemali Comal sebagai pengelola Waduk Cacaban. Selain itu, wisata air lainnya berupa area pemancingan dan area wisata kuliner terapung telah dikembangkan di kawasan ini. Keberadaan rumah makan apung di beberapa titik memungkinkan wisatawan untuk menikmati menu hidangan ikan air tawar di atas genangan air waduk. 2. Wisata Darat Daya tarik wisata darat yang terdapat pada kawasan Waduk Cacaban merupakan aset yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Tegal yang dikelola secara terpisah oleh Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata dan sebagian milik BPSDA Propinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani KPH Pemalang. Adapun pembagian areanya adalah sebagai berikut: a. Area yang dikelola oleh Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan berada pada area zona penyangga berupa pemulihan dan pengembangan area green belt, hutan wisata, sub-sub DAS Cacaban Wetan dan pengembangan kawasan pulau di tengah waduk berupa wisata agro. b. Area yang dikelola oleh Dinas Perhubungan dan Pariwisata berada pada zona konservasi berupa area pariwisata antara lain shelter-shelter, jalan lingkungan, jalan setapak, area bermain, area grass track, area road race dan area hutan lindung. c. Area yang dikelola oleh BPSDA Propinsi Jawa Tengah adalah area pangggung terbuka, area berkemah, dan jalan setapak di sekitar badan bending atau zona utama waduk. Adapun gambaran mengenai beberapa kondisi eksisting wisata darat dan wisata air dapat dilihat pada Gambar 8. Potensi usaha yang paling menonjol adalah sektor usaha pertanian tanaman pangan seperti jagung, padi, ketela, dan sebagainya serta beberapa tanaman perkebunan pekarangan seperti kelapa dan cengkeh. Hingga saat ini, belum ada potensi lain yang menjadi penghasilan baik bagi penduduk selain sektor pertanian dan perdagangan 24 (a) Badan Bendung (c) Kios Makanan (d) Pulau-Pulau Waduk (b) Jalan Setapak (c) Panggung Terbuka (e) Perahu Sewaan Gambar 8 Kondisi Wisata Air dan Darat . Perdagangan dan jasa merupakan potensi yang sangat baik di kawasan Waduk Cacaban. Oleh karena itu, dengan dikembangkannya wisata di kawasan ini tidak menutup kemungkinan kontribusi perdagangan dan jasa untuk menambah pemasukan bagi desa-desa dan masyarakat lokal di sekitar waduk. Data mata pencaharian masyarakat Cacaban disajikan pada Tabel 4. 25 Pertanian Pangan Perkebunan Perikanan Peternakan Pertanian Lainnya Industri Pengolahan Perdagangan Jasa Angkutan Lainnya Tabel 4. Jenis Lapangan Usaha Masyarakat Cacaban Jatinegara 964 25 4 0 2 10 333 186 89 112 Dukuhbangsa 1681 1087 7 1 19 6 57 147 16 341 Lebakwangi 1713 1144 1 2 12 20 211 274 37 7 Capar 701 604 0 0 0 0 44 28 6 18 Padasari 2612 1881 4 2 56 5 339 118 13 190 Wotgalih 2084 1941 8 0 0 3 49 25 4 52 Dermasuci 1173 637 0 3 9 23 128 262 25 83 Penujah 943 686 1 13 13 27 58 98 29 17 Karanganyar 2528 882 8 31 53 71 494 305 350 328 Jumlah 14399 8887 33 52 164 165 1713 1443 569 1148 Desa Sumber: Diolah dari Monografi Desa, 2007 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Sumberdaya Alam Waduk Cacaban Fisik 1. Topografi dan Kemiringan a. Kesesuaian untuk Pengembangan Wisata Kawasan Waduk Cacaban memiliki topografi yang bergelombang dengan variasi ketinggian antara 30 meter di atas permukaan laut (dpl) hingga 350 meter dpl (Gambar 9). Adapun data mengenai topografi dan kemiringan kawasan Tirta Waduk Cacaban diperoleh dari Bappeda Kabupaten Tegal. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah tangkapan air (water catchment area) pada Waduk Cacaban memiliki topografi berbukit dengan karakter kemiringan lahan yang bervariasi dari datar hingga curam. Luas genangan utama/badan air utama waduk sendiri adalah sebesar 550 hektar (Ha) atau sebesar 10,6% dari total luas tapak penelitian. Gambar 9. Perbukitan pada Daerah Tangkapan Air Kondisi fisik kawasan Waduk Cacaban dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis sesuai dengan kelerengan dan perbedaan ketinggiannya. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 ada beberapa bentuk wilayah berdasarkan kecuraman lereng dan perbedaan tinggi seperti yang tercantum dalam Tabel 5. Tabel 5. Bentuk Wilayah Berdasarakan Kecuraman Lereng Lereng 0 - 8% 8 - 15% 15 - 25% 25 - 40% > 40% Bentuk Wilayah Perbedaan Tinggi Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam 0 – 15 m 15 - 50 m 50 - 200 m 200 - 500 m > 500 m 27 Menurut hasil olahan data yang mengacu pada Bappeda Kabupaten Tegal dengan menggunakan perangkat lunak ArcMap GIS 9.3 menunjukkan bahwa kawasan penelitian Tirta Waduk Cacaban yakni meliputi Desa Penujah, Kedungbanteng, Lebakwangi, dan Capar memiliki variasi kemiringan lahan yang beragam dari datar hingga sangat curam. Data mengenai luasan dan presentase kemiringan lahan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Presentase Luas Kemiringan Lahan (Daratan) Kemiringan 0 - 8% 8 - 15% 15 - 25% 25 - 40% > 40% Total keseluruhan Sumber: SK Menteri Pertanian (1980) Luas Lahan (Ha) 1719.4 1706.0 943.6 216.4 37.9 Presentase (%) 37.2 36.9 20.4 4.7 0.8 4623 100 Jika dilihat dari tabel, area yang memiliki kemiringan 0 – 8% (datar) memiliki presentase luasan lahan yang terbesar yakni 37,2% atau seluas 1719.4 Ha dari total luasan lahan area daratan tapak penelitian yakni 4.623 Ha. Presentase terbesar berikutnya adalah pada tingkat kemiringan 8 – 15% (landai) yakni seluas 1706 Ha atau 36,9%. Area dengan kemiringan di atas 40% (sangat curam) memiliki presentase terkecil yakni 0,8% atau seluas 37.9 Ha. Bentuk fisik wilayah dengan kemiringan lahan antara 0 – 25 % sesuai dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan usaha tanaman pertanian dan kehutanan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Tirta Waduk Cacaban memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata yang berkaitan dengan kegiatan agroforestri. Area dengan kemiringan 25 – 40% dan di atas 40% akan dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi atau kawasan lindung di luar area hutan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tegal tahun 2010 – 2029. Hasil olahan data topografi dan klasifikasi kemiringan lahan (darat) dianalisis untuk melihat kesesuaian tapak sebagai kawasan wisata. Adapun hasilnya disajikan dalam bentuk peta spasial seperti pada Gambar 10 dan Gambar 11. Pengembangan area luar (outdoor space) dapat dibedakan menjadi beberapa tingkat klasifikasi kesesuaian berdasarkan perbedaan kemiringan pada suatu tapak (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Area dengan kemiringan antara 0 – 8% dinilai sebagai area yang datar dan sesuai untuk pengembangan area luar, dimana pada analisis diberikan kategori ”sesuai” dengan skor 3. Area dengan kemiringan antara 8 – 15% dinilai sebagai area yang cukup sesuai untuk pengembangan area luar karena pada umumnya bentuk fisik dari wilayah ini adalah landai hingga berbukit, dimana pada analisis diberikan kategori ”sedang” dengan skor 2. Area dengan kemiringan di atas 15% dinilai kurang sesuai untuk pengembangan area luar karena tergolong curam dan berbahaya, dimana pada analisis diberikan kategori ”tidak sesuai” dengan skor 1. Adapun peta analisis kesesuaian kemiringan untuk kegiatan wisata dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 10. Peta Topografi 28 29 29 Gambar 11. Peta Klasifikasi Kemiringan Lahan 30 30 Gambar 12. Peta Analisis Kesesuaian Lereng untuk Wisata 31 b. Bahaya Longsor Kondisi eksisting tapak obyek wisata TWC yang berbukit dengan kemiringan yang bervariasi antara datar (0-8%) hingga sangat curam (>40%) menyebabkan beberapa area di kawasan tersebut menjadi rawan terhadap longsor terutama pada saat musim hujan. Karakteristik fisik tanah yang didominasi oleh tanah latosol dan grumusol juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya longsor. Tanah tersebut memiliki kandungan lempung yang tinggi sehingga mempermudah tanah tergelincir pada saat terkena air hujan. Hal ini tentu akan menjadi kendala dalam usaha pengembangan waduk sebagai kawasan wisata karena keselamatan dan keamanan pengunjung merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan. Area dan fasilitas bermain anak yang ditemukan pada tapak saat ini terdapat tepat di bawah area bendung utama waduk dimana area tersebut seharusnya merupakan area yang steril dari aktivitas manusia. Area bendung utama waduk merupakan pusat tumpuan utama bendungan dengan kemiringan antara 30-45 derajat. Kondisi fisik tersebut memungkinkan sewaktu-waktu terjadi longsor dan akan berdampak fatal apabila pada saat tersebut ada aktivitas manusia di bawahnya. Gambar 13 Kondisi Area Bermain Anak dan Struktur Bendung Analisis kerawanan longsor Utama dilakukan dengan metode spasial skoring berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007, dimana kawsan waduk dibagi menjadi 3(tiga) klasifikasi area yaitu tidak berbahaya, sedang, dan berbahaya. Area dengan kategori ”tidak berbahaya” merupakan area dengan kemiringan 0-20% diberi skor 3, area dengan kategori ”sedang” merupakan area dengan kemiringan 20-40% diberi skor 2, dan area dengan kategori ”berbahaya” merupakan area dengan kemiringan di atas 40% diberi skor 1. Peta analisis spasial kerawanan bahaya longsor akan disajikan pada Gambar 14. 2. Jenis dan Karakteristik Tanah Jenis tanah pada kawasan Waduk Cacaban didominasi oleh kompleks tanah latosol merah kekuningan, latosol coklat tua, dan litosol. Jenis tanah yang mendominasi berikutnya adalah kompleks tanah podsolik merah kekuningan, podsolik kuning, dan regosol. Adapun spesifikasi luasan areanya yakni: (1) komplek latosol merah kekuningan dan latosol coklat tua seluas 1.078,8 Ha; (2) komplek podsolik merah kekuningan, podsolik kuning dan regosol seluas 636 Ha; (3) asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu seluas 30,9 Ha; (4) grumusol kelabu tua seluas 11,87 Ha . Data mengenai spesifikasi jenis tanah tersebut dapat dilihat juga pada Tabel 7. Gambar 14 Peta Rawan Analisis Bahaya Longsor 32 33 Tabel 7 Jenis Tanah dan Presentase Luasan pada Kawasan Waduk Cacaban No Jenis Tanah Latosol merah kekuningan dan Latosol 1 coklat tua Podsolik merah kekuningan, Podsolik 2 kuning, dan Regosol Asosiasi Latosol coklat dan Regosol 3 kelabu 4 Grumusol kelabu tua Sumber: Bappeda dan Sumargo (2006) Luas (Ha) Presentase (%) 1.078,8 61,37 636 36,2 30,9 1,76 11,87 0,68 Tanah latosol banyak mengandung zat besi dan alumunium sehingga menimbulkan warna kemerahan dan kekuningan. Tanah jenis ini memiliki tingkat produktifitas sedang hingga tinggi dan bersifat tahan terhadap erosi. Jenis pemanfaatan yang cocok untuk jenis tanah latosol adalah kegiatan pertanian dan perkebunan terutama tanaman karet, buah dan sayuran, palawija, dan kelapa sawit. Tanah podsolik merupakan jenis tanah yang terbentuk oleh aktivitas pencucian tanah seperti erosi. Oleh karena itu, jenis tanah ini sangat peka terhadap erosi dan rawan terhadap longsor. Kandungan mineral primer dan unsur hara pada tanah podsolik rendah sehingga tingkat produktifitasnya memiliki rentang antara rendah hingga sedang. Jenis pemanfaatan yang memungkinkan untuk jenis tanah podsolik antara lain persawahan, perkebunan karet, kopi, dan kelapa sawit. Menurut hasil pengamatan di lapangan, terdapat beberapa tanaman eksisting yang menjadi tanaman lokal sekaligus dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Tanaman tersebut antara lain, jagung, tebu, padi, durian, mangga, dan pinus. 3. Hidrologi Waduk Cacaban memiliki DAS yang mengaliri 8 kecamatan dan 49 desa di Kabupaten Tegal. Sumber air yang masuk ke Waduk Cacaban adalah berasal dari air hujan yang langsung jatuh ke permukaan waduk dan juga merupakan outlet dari beberapa sungai di sekitar waduk antara lain Sungai Cacaban Kulon, Sungai Cacaban Wetan, Sungai Curug Agung dan Sungai Lajak. Volume air Waduk Cacaban pada saat musim kemarau seringkali mengalami penyusutan sehingga dapat mengurangi volume pasokan air untuk kegiatan irigasi pertanian di sekitarnya. Oleh karena itu telah dibuat kanal aliran tambahan yang berasal dari Kali Rambut. (a) Saluran Irigasi Waduk Cacaban (b) Sistem Outlet Waduk (c) Badan Air Utama Gambar 15 Kondisi Hidrologi Waduk Cacaban 34 Berdasarkan data Balai Pengelolaan Sumberdaya Air (BPSDA) Pemali Comal, Waduk Cacaban memiliki daerah tangkapan seluas 59 km², elevasi air banjir mencapai 79,91 meter, elevasi air maksimum mencapai ketinggian 77,38 meter, dan elevasi air minimum 66 meter. Volume tampungan waduk tercatat sebesar 90 juta meter kubik pada tahun 1959, kemudian berkurang hingga 57 juta meter kubik (1990), dan terus berkurang hingga 49 juta meter kubik (2002). Penurunan volume tampung air pada waduk cacaban terjadi akibat adanya endapan tanah pada bagian dasar waduk yang disebabkan oleh erosi lereng bukit di sekeliling waduk yang terjadi pada saat musim hujan. Masalah utama yang berkaitan dengan kondisi hidrologis Waduk Cacaban adalah terjadinya sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan waduk. Hal ini tentunya akan berdampak langsung pada berkurangnya volume tangkapan air pada waduk. Pengurangan volume air waduk akan mengurangi luasan sawah irigasi yang sumber pasokan airnya berasal dari waduk. Apabila masalah ini tidak segera ditanggulangi, tentunya akan memberikan pengaruh buruk terhadap kondisi perekonomian masyarakat sekitar waduk yang sebagian besar mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian. Hasil produksi pertanian akan menjadi tidak maksimal dengan adanya keterbatasan pasokan air untuk irigasi yang disebabkan oleh berkurangnya volume air waduk akibat pendangkalan. Beberapa upaya telah dilakukan oleh pihak pengelola waduk bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk memperbaiki kondisi tersebut. GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) merupakan upaya konservasi dengan melakukan penanaman vegetasi dan pembuatan hutan rakyat dengan maksud untuk meningkatkan penyerapan air tanah di sekitar waduk. Selain itu upaya pengerukan endapan lumpur pada dasar waduk sebaiknya juga dilakukan secara rutin dan terjadwal oleh pihak pengelola terkait mengingat kondisi fisik kawasan waduk yang berbukit sehingga tanah sangat rentan longsor ke dasar waduk. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda (2005), diperoleh gambaran terjadinya penurunan sedimentasi di daerah tangkapan waduk dari 28,39 mm/th pada tahun 1959 menjadi 7,11 mm/th pada Tahun 2001. Apabila dilihat dari data tersebut, selama kurun waktu kurang lebih 42 tahun telah terjadi penurunan sedimentasi sebesar 20,51 mm/th. Meskipun demikian, hal tersebut belum dapat menjadi indikator bahwa usaha yang telah dilakukan oleh pengelola dan masyarakat untuk mengatasi masalah pendangkalan ini secara maksimal. Batas ambang sedimen yang diperkenankan adalah kurang dari 1mm/th. Peta analisis kondisi hidrologis kawasan waduk dapat dilihat pada Gambar 16. 4. Iklim a. Curah Hujan Data curah hujan di kawasan Cacaban berasal dari pantauan 6(enam) stasiun penakar curah hujan yang berada paling dekat dengan waduk yaitu stasiun Jatinegara, Sirampok, Cipero, Pangkah, Gegerbuntu, dan Warujero selama 10 tahun (1995-2004) melalui BPSDA Pemali-Comal. Stasiun pengamat Jatinegara mencatat rata-rata curah hujan tahunan yang terjadi adalah 2.942 mm/tahun, stasiun pengamat Sirampok 2.474 mm/tahun, stasiun pengamat Cipero 2.108 mm/tahun, stasiun pengamat Pangkah Gambar 16 Peta Analisis Hidrologi 35 36 2.221 mm/tahun, stasiun pengamat Gegerbuntu 2.444 mm/tahun, dan stasiun pengamat Warujero 1.912 mm/tahun. Rata –rata curah hujan bulanan sebesar 126 mm/bulan. Menurut klasifikasi iklim Oldeman, kawasan Waduk Cacaban memiliki tipe iklim dengan kategori C3. Kategori tersebut menunjukkan bahwa kawasan tersebut memiliki panjang bulan basah secara berturut-turut antara 5-6 bulan/tahun dan memiliki panjang bulan kering antara 4-6 bulan/tahun.Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari beberapa stasiun tersebut, dapat dilihat rata-rata curah hujan berkisar antara 1.912 mm/tahun hingga 2.942 mm/tahun. Kondisi curah hujan yang cukup tinggi di kawasan waduk menyebabkan sering terjadinya erosi pada dinding area tangkapan air yang berdampak pada pendangkalan waduk dan berkurangnya volume air waduk. b. Suhu Suhu maksimum di kawasan Cacaban berkisar antara 29,4 – 33,6˚C, suhu minimumnya berkisar antara 23,1 – 25,3˚C, dan suhu rata-ratanya tercatat pada suhu 27,7 ˚C. Suhu tertinggi tercatat terjadi pada bulan September dan suhu terendah pada bulan Juli. Grafik fluktuasi suhu di kawasan Waduk Cacaban dapat dilihat pada Gambar 17. Sumber: BMKG (2009) Gambar 17 Grafik Fluktuasi Suhu c. Kelembaban Relatif (RH) Kelembaban udara relatif di kawasan Cacaban berkisar antara 81,9% hingga 94,9%. Rata – rata kelembaban relatif bulanan sebesar 88,8%. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Februari dan kelembaban udara terendah terjadi pada bulan September. Grafik fluktuasi kelembaban udara relatif di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 18. Sumber: BMKG (2009) Gambar 18 Grafik Fluktuasi RH 37 Berdasarkan data tersebut, maka dapat dihitung derajat kenyamanan suhu atau Thermal Humidity Index (THI) dan diketahui nilanya adalah sebesar 27,1˚C. Ambang batas kenyamanan suhu untuk daerah beriklim tropis adalah < 27˚C. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi suhu eksisting kawasan Cacaban masih dapat dikategorikan belum cukup nyaman untuk melakukan aktivitas manusia terutama aktivitas di ruang luar (outdoor space) karena berada sedikit di atas batas ambang derajat kenyamanan. Hal ini dapat diatasi dengan memodifikasi iklim mikro di kawasan Waduk Cacaban yaitu dengan pemilihan vegetasi yang tepat. Vegetasi berdaun lebat sangat efektif untuk mengontrol dan menyerap radiasi matahari seperti pada ilustrasi Gambar 19. (Grey dan Deneke, 1987 dalam Colorado, 2011). Pohon daun jarum Pohon daun lebat Pohon daun jarang Sumber: Brooks (1988) diacu dalam Colorado (2011) Gambar 19 Keefektifan Penyerapan Radiasi Matahari oleh Vegetasi Teknik analisis aspek fisik dilakukan menggunakan metode overlay. Hasil analisis keseluruhan pada aspek fisik akan disajikan dalam bentuk peta spasial seperti pada Gambar 20. Biofisik 1. Vegetasi Vegetasi yang terdapat di kawasan Waduk Cacaban di dominasi oleh tanaman perkebunan dan tanaman hutan tropis basah. Selain itu, tanaman pertanian seperti padi dan jagung juga banyak ditemukan di kawasan tersebut mengingat mayoritas masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Adapun daftar beberapa jenis tanaman eksisting dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Daftar Nama Tanaman di Lokasi Penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Nama Latin Tectona grandis Pinus mercusii Albizisa falcata Swetenia macrophylla Durio zibentinus Mangifera indica Oryza sativa Sacharum officinarum Zea mays Nama Lokal Jati Pinus Sengon Mahoni Durian Mangga Padi Tebu Jagung Keterangan Tanaman konservasi Tanaman konservasi/produksi Tanaman konservasi Tanaman konservasi/produksi Tanaman produksi Tanaman produksi Tanaman produksi Tanaman produksi Tanaman produksi Gambar 20 Peta Hasil Analisis Kesesuaian Fisik untuk Wisata 38 39 Masalah yang sering terjadi di lapangan adalah adanya penyerobotan lahan hutan oleh masyarakat sekitar hutan, pembukaan wilayah hutan menjadi kebun produksi masyarakat, penjarahan kayu hutan sehingga menyebabkan kondisi lingkungan kawasan Waduk Cacaban semakin terdegradasi. Pengurangan jumlah populasi vegetasi hutan di lingkungan waduk secara tidak langsung akan berdampak kepada berkurangnya jumlah resapan air ke dalam tanah. Air hujan yang jatuh ke permukaan lereng bukit di sekitar waduk langsung mengalir ke bawah dan menyebabkan terjadinya longsor. Dampak ikutan yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah mempercepat terjadinya proses sedimentasi dan pendangkalan dasar waduk sehingga volume air waduk akan berkurang. Vegetasi memiliki peran penting dalam upaya pencegahan erosi suatu lahan antara lain melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan secara langsung, menjaga partikel tanah agar tetap di tempat, dan menjaga stabilitas resapan air tanah (Hakim, 2011). Pengaruh vegetasi secara hidrologis untuk mencegah erosi adalah sebagai berikut: 1. Pemotong atau interseptor. Intersepsi oleh vegetasi dapat terjadi dengan dua cara yaitu mengurangi jumlah air yang menyentuh tanah sehingga meminimalisir aliran permukaan dan memperkecil kekuatan air hujan yang jatuh ke tanah karena batang dan ranting mengahalangi air bertumbukan langsung dengan tanah. 2. Penahan (restraint). Akar pohon secara fisik dapat berfungsi untuk mengikat dan menahan partikel tanah. 3. Infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses meresapnya air dari permukaan melalui pori-pori tanah. Vegetasi membantu memelihara porositas dan permeabilitas tanah sehingga mengurangi dampak negatif dari aliran permukaan Gambar 21 Penjarahan Hutan dan Penebangan Liar oleh Masyarakat Ada beberapa jenis vegetasi yang dapat menjadi rekomendasi untuk mengurangi resiko terjadinya longsor berdasarkan kecocokannya dengan kemiringan lahan (Suryatmojo 2009). Daftar vegetasi tersebut disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik Tajuk dan Perakaran Vegetasi untuk Pengendalian Longsor. No. Nama Latin Kemiringan < 25˚ 1. Acacia leucophloea 2. Bauhinia hirsula Nama Lokal Kerapatan Tajuk Akar Cabang Pilang Tayuman Ringan Sedang Sedikit Sedikit 40 Tabel 9 Lanjutan No. Nama Latin 3. Cassia fistula 4. Dalbergia latifolia 5. Dalbergia sisoides Kemiringan 25 - 40˚ 1. Leuncaena glauca 2. Swietenia macrophylla 3. Gluta renghas 4. Schleichera oleosa 5. Melia azedarach Kemiringan > 40˚ 1. Cassia simea 2. Aleurites moluccana 3. Lagerstomia speciosa 4. Vitex pubescens Nama Lokal Trengguli Sono Keliang Sono Brits Kerapatan Tajuk Sedang Sedang Sedang Akar Cabang Sedikit Sedikit Sedikit Lamtoro Sabrang Mahoni daun besar Renghas Kesambi Mindi Ringan Berat Berat Berat Ringan Banyak Sedikit Sedikit Sedikit Banyak Johar Kemiri Bungur Laban Sedang Berat Sedang Sedang Banyak Banyak Banyak Banyak 2. Satwa Beberapa jenis satwa yang ditemukan pada kawasan Waduk Cacaban adalah jenis mamalia antara lain Muntiacus muntjak (kijang), Macaca fascicularis (monyet), dan beberapa jenis aves seperti Gallus gallus (ayam hutan merah), dan Machaeramphus alinus (alap-alap kelelawar). Masyarakat sekitar waduk seringkali melakukan kegiatan memancing di daerah tangkapan waduk/badan air utama. Menurut hasil wawancara dan penelitian di lapangan ada beberapa jenis ikan air tawar yang dapat ditemukan antara lain Oreochromis mosambicus (mujair) dan Cyprinus carpio (ikan mas), Channa striata (gabus), dan Oreochromis niloticus (nila). Aspek Sosial Preferensi Masyarakat dan Pengunjung Keberadaan Waduk Cacaban merupakan hal yang tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagian besar masyarakat dan penduduk Cacaban memiliki mata pencaharian yang berhubungan dengan pertanian. Waduk Cacaban merupakan sumber pengairan utama untuk irigasi areal persawahan masyarakat. Keindahan serta keunikan alam kawasan Waduk Cacaban juga memiliki potensi daya tarik untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai kawasan wisata yang dapat menyokong pergerakan roda perekonomian masyarakat lokal. Arah pengembangan ini diharapkan dapat melibatkan peran aktif masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Menurut hasil penelitian di lapangan, sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke lokasi adalah masyarakat lokal yang berasal dari sekitar waduk,Kabupaten Tegal dan sekitarnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui persepsi dan preferensi terhadap pengembangan wisata dilakukan penyebaran kuisioner kepada masyarakat setempat sekaligus pengunjung di kawasan tersebut dengan 41 jumlah sampel responden sebanyak 30. Adapun data kuisioner dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil Kuisioner Preferensi Pengunjung dan Masyarakat No. Variabel Identitas Responden 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 2 Umur a. < 14 tahun b. 15-24 tahun c. 25-55 tahun d. > 55 tahun 3 Pendidikan Terakhir a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan Tinggi (S1/S2/S3) 4 Pekerjaan a. Siswa b. Mahasiswa c. Karyawan (PNS/swasta) d. Wirausaha e. Lainnya (petani/pedagang/nelayan) Preferensi Responden 5 Dengan siapa datang ke lokasi a. sendiri b. berdua c. kelompok kecil (3-10 orang) d. rombongan (>10 orang) 6 Transportasi a. kendaraan pribadi b. kendaraan umum c. sewa 7 Frekuensi kunjungan a. >2 jam b. 2-5 jam c. 1 hari d. >1 hari 8 Daya tarik apa yang ada di lokasi menurut anda? a. keunikan (bentukan alam) b. kuliner lokal c. suasana kawasan pertanian d. suasana pedesaan tradisional e. suasana pegunungan 9 Aktivitas yang dilakukan di lokasi a. menikmati pemandangan b. jalan-jalan c. piknik d. wisata kuliner Frekuensi Frekuensi Relatif 16 14 53,3% 46,7% 21 9 - 70% 30% - 1 17 12 3,3% 56,7 40% 1 10 10 6 3 3,3% 33,3% 33,3% 20% 10% 3 1 2 24 10% 3,3% 6,7% 80% 29 1 96,7% 0 3,3% 4 26 - 13,3% 86,7% - 23 8 21 19 14 76,7% 26,7% 70% 63,3% 46,7% 19 14 2 5 63,3% 46,7% 6,7% 16,7% 42 Tabel 10 Lanjutan No. 10 11 Variabel e. duduk-duduk f. lainnya Fasilitas yang perlu diperbaiki/disediakan a. kemudahan akses jalan b. alternatif transportasi umum c. penginapan d. pusat informasi e. kios souvenir f. fasilitas umum (toilet,musholla,parkir,tempat sampah,tempat duduk, kantin) Aktivitas/atraksi yang disukai/diinginkan di lokasi a. bersampan (keliling waduk) b. memancing c. edukasi (training,ekplorasi/touring) d. outbound e. kuliner 2 1 Frekuensi Relatif 6,7% 3,3% 20 11 11 22 24 66,7% 37% 37% 73% 80% 9 30% 10 9 16 12 2 33,3% 30% 53,3% 40% 6,7% Frekuensi Hasil kuisioner menunjukkan bahwa sebanyak 93,3% responden telah mengetahui tentang pengertian lanskap dan hasil lainnya menunjukkan bahwa sebanyak 100% atau dengan kata lain semua responden merasa perlu dengan adanya penataan lanskap di kawasan wisata Waduk Cacaban. Tingkat kepuasan masyarakat dan pengunjung terhadap keamanan, kebersihan, kenyamanan, fasilitas, dan pelayanan di kawasan wisata juga dapat dilihat dari kuisioner ini. Hasil olahan dari kuisioner tersebut menunjukkan sebanyak 43,3% (13 orang) pengunjung memiliki persepsi bahwa keamanan di kawasan wisata cukup dan kurang baik, sebanyak 50% (15 orang) berpersepsi kebersihan cukup baik, sebanyak 66,7% (20 orang) berpersepsi fasilitas kurang baik, dan sebanyak 50% (15 orang) berpersepsi bahwa pelayanan di kawasan wisata tersebut kurang baik. Tingkat kepuasan dan kenyamanan responden setelah berwisata di kawasan Waduk Cacaban juga dapat dilihat dari hasil kuisioner ini. Sebanyak 43,3% (13 orang) merasa cukup puas, sebanyak 50% (15 orang) berpersepsi bahwa kawasan wisata cukup nyaman secara fisik dan sebanyak 66,7% (20 orang) berpersepsi cukup nyaman secara sosial. Kawasan obyek wisata TWC memiliki daya tarik dan potensi alami fisik yang berbukit dan pemandangan yang indah. Hal ini didukung dengan hasil kuisioner yakni sebanyak 60% (18 orang) memiliki persepsi bahwa kondisi alam kawasan obyek wisata TWC indah. Grafik hasil kuisioner preferensi masyarakat dan pengunjung akan disajikan pada Gambar 22. Preferensi Pihak Pengelola TWC Adapun preferensi dan keinginan pihak pengelola diketahui dengan metode wawancara kepada pihak-pihak terkait. Secara fisik, pengelolaan kawasan waduk dibagi menjadi dua yakni zona darat dan zona perairan. Oleh karena itu wawancara dilakukan terhadap Bappeda Kabupaten Tegal sebagai pihak yang berwenang 43 Tingkat Kenyamanan Lingkungan Gambar 22 Grafik Hasil Kuisioner mengawasi zona darat dan BPSDA Pemali-Comal sebagai pihak yang berwenang pada zona perairan. Secara garis besar pihak yang terkait memang telah memliki rencana pengembangan untuk kawasan Waduk Cacaban. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang tertera pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 kawasan Waduk Cacaban termasuk ke dalam zona pengembangan wisata andalan. Arahan konsep pengembangannya adalah kepada kegiatan agroforestri dengan peran serta aktif masyarakat. Upaya tersebut telah diwujudkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Tegal dengan melaksanakan program GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) yang dilakukan bersama dengan masyarakat. BPSDA PemaliComal juga telah mengakomodir rencana pengembangan tersebut dengan memberikan alokasi sebesar 5% dari luas genangan utama waduk untuk dikembangkan menjadi keramba oleh masyarakat. Namun demikian, rencana tersebut 44 belum dapat terealisasi secara maksimal dikarenakan keterbatasan pengetahuan masyarakat terhadap budidaya perikanan dengan sistem keramba. Hasil diskusi juga menunjukkan bahwa kawasan Waduk Cacaban memiliki beberapa potensi yang belum dikembangkan antara lain potensi sejarah,budaya, dan edukasi. Waduk Cacaban merupakan waduk bersejarah yang dibangun pada awal masa kemerdekaan Republik Indonesia dengan peletakan batu pertamanya oleh Presiden pertama RI Ir. Soekarno pada tahun 1959. Masyarakat sekitar waduk juga memiliki kearifan dan kesenian budaya lokal berupa Cangklung yang sering ditampilkan pada upacara perkawinan dan ritual adat ruat bumi. Potensi edukasi terkait Waduk Cacaban adalah pengenalan terhadap kegiatan agroforestri dan sistem operasional waduk. Aspek Wisata Menurut Gunn (1979) diacu dalam Smith (1989), ada beberapa komponen utama yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah kawasan wisata yaitu keindahan (kualitas visual), potensi obyek dan atraksi eksisting, serta kemudahan aksesibilitas transportasi dan fasilitas pendukung. Kualitas Visual Kondisi fisik alami kawasan Waduk Cacaban yang dikelilingi bukit dan pegunungan menciptakan nuansa alami yang dapat menjadi daya tarik visual (good view) wisata di lokasi tersebut. Waduk Cacaban memiliki keunikan yang berbeda dengan waduk atau bendungan yang lain di Indonesia. Waduk ini memiliki beberapa pulau-pulau di tengah badan air/genangan utama waduk yang relatif datar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai area wisata seperti viewing ataupun fasilitas rest area. Kondisi topografi yang bervariasi dan bergelombang hingga ketinggian 300 m di atas permukaan laut di sekeliling badan air utama waduk, membentuk beberapa spot area yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai area aktivitas ekplorasi alam/touring dan interpretasi pemandangan sekitar waduk. Pada waktu sore hari antara pukul 16.0017.00, area di sekitar sempadan waduk dapat menjadi potensi untuk spot berfoto dengan memanfaatkan efek pantulan cahaya senja matahari dan latar belakang suasana alami pegunungan. Potensi berikutnya yang dapat dikembangkan adalah pengamatan langsung dari badan air utama waduk dengan menggunakan sampan/perahu yang disewakan oleh masyarakat setempat. Pengunjung dapat merasakan keindahan suasana pertanian dan pegunungan secara langsung dengan mengelilingi genangan air waduk. Kawasan wisata TWC memiliki area hutan rekreasi dimana di dalamnya terdapat jajaran pohon sengon (Albizia falcata) yang membentuk axis sekaligus berfungsi sebagai penaung di area tersebut (Gambar 23). 45 Gambar 23 Axis yang dibentuk oleh jajaran pohon sengon falcata) Kualitas visual buruk (bad (Albizia view) juga terdapat ditemukan pada beberapa titik di lokasi wisata TWC. Kondisi warung usaha milik masyarakat (terutama pada hari libur akhir pekan/nasional) yang berada di area badan bendungan utama menyebabkan penurunan kualitas visual pada area yang seharusnya dapat menjadi daya tarik utama untuk melihat pemandangan waduk secara langsung seperti pada Gambar 24. Hal ini disebabkan karena tidak tertatanya warung dan lapak dagangan milik masyarakat tersebut dengan baik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan cara merelokasi warung dan lapak usaha milik masyarakat tersebut ke satu area tertentu dimana pada area tersebut dikhususkan untuk kegiatan usaha masyarakat seperti warung jajanan, kantin, kios kerajinan dan oleh-oleh (souvenir), dan sebagainya. Kualitas visual di TWC juga diperburuk dengan adanya beberapa parkir roda dua (motor) yang tidak resmi/liar dan beberapa jalan internal yang rusak. Menurut hasil wawancara dengan pengunjung di lokasi, mereka enggan berjalan kaki karena kondisi cuaca yang cukup panas sehingga memilih untuk membawa kendaraan roda dua (motor) hingga ke area badan bendungan utama. Hal ini menyebabkan terciptanya tempat parkir liar yang kemudian dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari masalah tersebut. Pihak pengelola TWC seharusnya melakukan pengawasan yang lebih maksimal dan memberikan sanksi tegas bagi para pengunjung yang tidak memarkir kendaraannya di area parkir resmi yang telah disediakan. Selain itu, masalah ini juga dapat diatasi dengan melakukan penanaman vegetasi penaung terutama di sepanjang area jalur pejalan kaki sehingga pengunjung lebih nyaman untuk berjalan kaki sambil melihat keindahan visual yang terdapat di lokasi TWC. Adapun hasil analisis visual dapat dilihat pada Gambar 25. (a) Lapak dagangan (b) Parkir liar (c) Jalur minim naungan Gambar 24 Kualitas Visual Buruk 46 46 Gambar 25 Peta Analisis Visual 47 Potensi Obyek dan Atraksi Kawasan Waduk Cacaban memiliki beberapa potensi yang dapat menjadi daya tarik untuk dikembangkan antara lain potensi alam, sejarah, budaya, dan edukasi. a. Potensi Alam Saat ini daya tarik utama yang paling menonjol adalah potensi alam kawasan waduk. Bentukan alam di sekeliling waduk berupa pegunungan dan perbukitan yang ditumbuhi oleh massa tanaman pohon hutan tropis seperti jati, sengon, pinus, dan sebagainya menjadikan kawasan tersebut unik dan memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Masyarakat lokal juga sering memanfaatkan hasil kekayaan perairan waduk dengan melakukan kegiatan memancing dan menangkap ikan air tawar yang berhabitat di genangan/badan air utama waduk. Potensi perairan ini didukung dengan adanya Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Kabupaten Tegal yang berada di Desa Karanganyar, Kecamatan Kedungbanteng dengan jarak kurang lebih 3 km dari kawasan waduk. Pihak pengelola terkait telah melihat adanya potensi tersebut dan mengalokasikan 5% luasan genangan utama waduk untuk dimanfaatkan oleh masyarakat dalam bidang budidaya ikan dengan sistem keramba, dimana nantinya dapat diintegrasikan dengan dengan rumah makan apung yang berada di lokasi waduk sehingga wisatawan dapat menikmati hidangan ikan hasil tangkapannya sendiri. Sesuai dengan Keputusan Presiden RI no. 123 tahun 2001 tentang koordinasi pengelolaan sumberdaya air bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan dan penghidupan manusia yang perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dalam memenuhi hajat hidup masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya air memerlukan adanya usaha konservasi, pengendalian daya rusak, dan pendayagunaan sumberdaya air melalui pengelolaan yang berkelanjutan. Hal ini tentunya dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjadi tambahan atraksi yang dapat meningkatkan daya tarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan TWC. Adapun objek yang dapat berpotensi untuk kegiatan wisata alam antara lain kompleks hutan dan perkebunan di sekitar waduk serta perairan waduk dapat berpotensi sebagai wisata edukasi perikanan air tawar. b. Potensi Sejarah Waduk Cacaban merupakan waduk yang dibangun sejak masa awal kemerdekaan Republik Indonesia pada awal tahun 1952 dan peresmiannya dilakukan langsung oleh Presiden pertama RI Ir. Soekarno pada tahun 1959. Sejak saat itu Waduk Cacaban difungsikan sebagai sumber pengairan utama sistem irigasi persawahan masyarakat di sekitar waduk. Peristiwa bersejarah ini dapat dikemas ke dalam salah satu program wisata dan menjadi potensi edukasi sejarah. Adapun objek yang dapat berpotensi untuk kegiatan wisata adalah lokasi peletakan batu pertama yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno. c. Potensi Budaya Atraksi lainnya yang dapat menjadi potensi daya tarik adalah kebudayaan lokal masyarakat Cacaban yakni kesenian calung dan upacara ritual ruwat bumi. Calung adalah alat musik tradisional yang terbuat dari bambu dimana masyarakat 48 biasanya menampilkan kesenian tersebut pada saat upacara pernikahan atau upacara ritual ruwat bumi. Ritual ruwat bumi merupakan upacara kepercayaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat setiap tahun pada awal musim hujan sebagai wujud rasa syukur atas berlimpahnya sumberdaya air di kawasan Waduk Cacaban. Adapun objek yang dapat berpotensi untuk kegiatan wisata adalah aktivitas budaya dan perilaku masyarakat lokal Cacaban. d. Potensi Edukasi Potensi edukasi yang dapat dikembangkan di kawasan TWC adalah berupa pengenalan terhadap kegiatan operasional waduk, program pengenalan konservasi alam dengan kegiatan touring/lintas alam, dan pengenalan terhadap kegiatan pertanian di sekitar Waduk Cacaban. Adapun objek yang dapat berpotensi untuk kegiatan wisata adalah struktur fisik, fasilitas dan utilitas waduk, serta perairan waduk untuk edukasi perikanan air tawar. Namun demikian, potensi-potensi tersebut belum dapat terkelola dan dimanfaatkan secara maksimal dengan adanya beberapa masalah yang terjadi di lapangan. Masalah tersebut diantaranya adalah sering terjadinya penjarahan/penebangan hutan secara illegal oleh masyarakat sekitar, pembukaan lahan hutan untuk dikonversi menjadi perkebunan masyarakat, dan tidak efektifnya budidaya perikanan dengan sistem keramba dikarenakan keterbatasan pengetahuan masyarakat akan informasi tersebut. Adapun analisis titik lokasi potensi obyek dan atraksi dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 26. Tabel 11 Potensi Obyek dan Atraksi di Kawasan Waduk Cacaban No. 1 2 Obyek/Atraksi Lokasi Obyek Wisata TWC, Ds. Penujah, Kec. Kedungbanteng Keterangan Hutan Rekreasi Obyek Wisata TWC, Ds. Penujah, Kec. Kedungbanteng Area Perkemahan 49 Tabel 11 Lanjutan No. 3 Obyek/Atraksi Lokasi Obyek Wisata TWC, Ds. Penujah, Kec. Kedungbanteng Keterangan Keliling waduk dengan perahu/sampan 4 Obyek Wisata TWC, Ds. Penujah, Kec. Kedungbanteng Pulau di tengah waduk dapat berpotensi sebagai rest area/spot viewing 5 Obyek Wisata TWC, Ds. Penujah, Kec. Kedungbanteng Aktivitas memancing dan menangkap ikan 5 Ds. Pangkah, Kec. Pangkah dan Ds. Kedungbanteng, Kec. Kedungbanteng Peternakan Itik 6 Ds. Capar dan Ds. Lebakwangi, Kec. Jatinegara Rekreasi Alam/Trekking 7 Ds. Karanganyar, Kec. Kedungbanteng Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Kabupaten Tegal Sumber: Kurnianto (2008) dan Pengamatan Lapang (2011) Lintas 50 Tabel 11 Lanjutan No. 8 Obyek/Atraksi Lokasi Ds. Pangkah, Pangkah Kec. Keterangan Wisata Loko Antik – Pabrik Gula Pangkah 9 Ds. Kedungbanteng, Kec. Kedungbanteng Kesenian Calung 10 Ds. Penujah, Kec. Penujah dan Ds. Kedungbanteng, Kec. Kedungbanteng Upacara Ritual Ruwat Bumi Sumber: Kurnianto (2008) dan Pengamatan Lapang (2011) Aksesibilitas dan Fasilitas Pendukung a. Aksesibilitas Transportasi Akses menuju ke kawasan wisata Tirta Waduk Cacaban dapat ditempuh melalui dua rute. Rute yang pertama adalah dari Jalur Pantura, Kota Tegal ke arah Selatan melalui Kecamatan Kramat menuju Kecamatan Pangkah kemudian Waduk Cacaban dengan jarak kurang lebih 20 km. Rute yang kedua dari Kota Slawi ke arah Tenggara menuju Kecamatan Pangkah kemudian Waduk Cacaban dengan jarak kurang lebih 9 km. Sarana transportasi menuju kawasan ini ada dua jenis yakni angkutan roda empat dan angkutan roda dua. Angkutan roda empat berupa angkutan pedesaan (angkudes) yang beroperasi dengan trayek Slawi – Cacaban sebanyak 25 armada. Sedangkan angkutan roda dua yang beroperasi di kawasan tersebut berupa ojeg dan becak milik warga setempat. Oleh karena itu, angkutan jenis ini memiliki waktu operasi dan jumlah armada yang lebih terbatas apabila dibandingkan dengan angkutan pedesaan yang disediakan oleh pemerintah daerah (pemda) Kabupaten Tegal. Satu lagi moda transportasi yang sedang dipersiapkan untuk menunjang akses menuju lokasi Waduk Cacaban adalah “Loko Antik” milik pabrik gula Pangkah. Angkutan ini diharapakan dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke obyek Gambar 26 Peta Analisis Potensi Obyek dan Atraksi 51 52 wisata Tirta Waduk Cacaban (TWC) sambil menikmati pemandangan alam bernuansa agro di sepanjang perjalanan menuju lokasi. Adapun beberapa moda transportasi umum tersebut masih sangat terbatas jumlah dan jam operasionalnya. Sebagian besar pengunjung masih kesulitan untuk mencapai lokasi apabila dalam jumlah massal/rombongan dikarenakan harus menggunakan kendaraan pribadi. Oleh karena itu, dinas perhubungan dan pengelola wisata terkait perlu bekerja sama untuk mengalokasikan rencana moda transportasi massal (misalnya bus satelit/shuttle bus) untuk mengumpulkan pengunjung dari jalan arteri terdekat langsung menuju ke lokasi TWC. Dengan demikian, optimalisasi jumlah pengunjung obyek wisata TWC dapat terakomodir dengan efektif dan efisien. b. Fasilitas Pendukung Wisata Fasilitas pendukung wisata yang ada di kawasan Waduk Cacaban masih sangat minim dan terbatas. Umumnya beberapa fasilitas pendukung yang ada di lokasi keadaanya sudah tidak dalam kondisi optimal atau tidak terawat dengan baik. Fasilitas tersebut antara lain gerbang masuk, loket penerimaan, jalan lokal/desa, jalan konektor dan setapak, penginapan, toilet/WC umum, tempat parkir, panggung hiburan, warung makan, dan sebagainya seperti pada Tabel 12. Titik lokasi dari beberapa fasilitas tersebut dapat diluhat pada Gambar 27. Tabel 12 Potensi/Kendala Fasilitas Eksisting di kawasan TWC No 1 Fasilitas Gerbang Masuk Potensi Kendala a. Area penerimaan a. Kurang kawasan wisata menarik/terkesan b. Pembatas/ monoton penanda kawasan b. Tidak terawat 2 Loket Penerimaan a. Fasilitas a. Jumlah hanya ada 1 penarikan unit yg berfungsi; 1 retribusi/tiket unit rusak masuk b. Kondisi kurang b. Pusat informasi terawat wisatawan 3 Panggung Terbuka a. Pusat berbagai atraksi b. Titik pertemuan/ meeting point Kondisi terawat kurang Foto 53 Tabel 12 Lanjutan No 4 Fasilitas Jalan Lokal/Desa Potensi Kendala a. Akses utama a. Kurang papan menuju lokasi penunjuk arah b. Kondisi b. Kurang vegetasi baik/aspal peneduh/penaung 5 Jalan Konektor Penghubung a. Kondisi sebagian internal antar area rusak/berbatu TWC b. Belum sepenuhnya terhubung dengan baik 6 Jalan Setapak a. Penghubung internal a. Belum sepenuhnya antar area terhubung dengan b. Jalur interpretasi baik wisatawan b. Kondisi tidak terawat 7 Papan Penunjuk Lokasi Orientasi a. Jumlah wisatawan/pengunjung terbatas/tidak ada di tiap area b. Kondisi tidak terawat 8 Parkir Motor a. Fasilitas parkir kendaraan wisatawan b. Rest area supir Area terbatas 9 Parkir Mobil a. Fasilitas parkir kendaraan wisatawan b. Rest area supir c. Viewing spot Area sangat terbatas 10 Dermaga Perahu/Sampan a. Fasilitas penambatan perahu wisata b. Titik transisi wisata darat ke wisata air Kondisi seadanya dapat berbahaya bagi wisatawan maupun konstruksi dinding bendungan Foto 54 Tabel 12 Lanjutan No 11 Fasilitas Area Bermain Anak Potensi Fasilitas bernain untuk anak-anak Kendala Lokasi berada di bawah struktur bendung utama/sangat beresiko longsor 12 Warung Makan Apung a. Daya tarik utama a. Kebersihan kurang b. Tempat beristirahat terjaga c. Area untuk b. Material bangunan bersosialisasi sangat minim/kurang terawat 13 Penginapan Akomodasi bagi a. Jumlah unit wisatawan/pengunjung terbatas non-lokal atau b. Kurang papan berdomisili di luar penanda lokasi Tegal Foto Sumber: Pengamatan Lapang (2011) Potensi Pengunjung Rencana penetapan dan pengembangan pemerintah terhadap kawasan obyek wisata Tirta Waduk Cacaban (TWC) sebagai salah satu wisata andalan di Kabupaten Tegal bukanlah tanpa suatu alasan. Hal ini didukung dengan adanya minat kunjungan wisatawan untuk berkunjung ke lokasi yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Tegal menunjukkan peningkatan pengunjung terjadi dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun 2005 hingga tahun 2009 seperti terlihat pada grafik di Gambar 28. Sumber: Disparbud Kabupaten Tegal, 2011 Gambar 27 Grafik Peningkatan Penunjung Gambar 28 Peta Analisis Akses dan Fasilitas Eksisting 55 56 Sebagian besar pengunjung yang mendatangi kawasan wisata Waduk Cacaban adalah wisatawan domestik/lokal yang berasal dari Kabupaten Tegal dan sekitarnya seperti Kota Tegal, Pemalang, Purwokerto, dan sebagainya. Menurut hasil wawancara dengan beberapa pengunjung dan pengelola terkait, kawasan ini memang menjadi alternatif tujuan wisata bagi masyarakat setempat dibandingkan harus pergi ke obyek wisata lain yang lokasinya lebih jauh. Kebanyakan pengunjung mendatangi lokasi ini untuk menghabiskan akhir pekan dan hari libur nasional bersama keluarga. Umumnya mereka mendatangi lokasi ini untuk berpiknik dan menikmati pemandangan alam. Saat-saat tersebut obyek wisata ini memliki tingkat keramaian yang cukup tinggi. Apabila pada hari kerja, aktivitas yang terlihat di kawasan ini cukup sepi dan lengang karena hanya ditemukan beberapa pelajar yang melakukan latihan berkemah serta beberapa warga setempat melakukan kegiatan memancing dan menangkap ikan untuk kebutuhan sehari-hari ataupun dijual kembali di pasar terdekat. Data jumlah dan ratarata pengunjung dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Data Jumlah dan Rata-Rata Pengunjung TWC Tahun Roda Dua (motor) 6140 2005 5395 2006 4693 2007 3012 2008 2647 2009 21887 total 365 rata-rata/bulan 91 rata-rata/minggu 13 rata-rata/hari Sumber: Disparbud Kabupaten Tegal, 2011 Jenis Kunjungan Roda Empat (mobil) 620 588 656 642 625 3131 52 13 2 Pengunjung (orang) 16446 18736 18534 16335 23170 93221 1554 388 55 Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa pada umumnya wisatawan berkunjung ke lokasi dengan mengunakan roda dua (motor) ataupun tidak membawa kendaraan. Kebanyakan masyarakat setempat mendatangi lokasi dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan umum seperti ojeg dan becak karena lokasinya relatif dekat dengan tempat tinggal mereka. Sebagian wisatawan lainnya menggunakan kendaraan roda empat (mobil) untuk mengajak keluarga mereka berkunjung ke lokasi pada hari libur dan akhir pecan. Menurut data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal tersebut belum tercatat adanya kendaraan roda enam/bus yang mengunjungi kawasan TWC apabila dibandingkan dengan dua obyek wisata lainnya di Kabupaten Tegal yaitu obyek wisata Guci dan Pantai Purwahamba Indah. Hal ini diperkirakan akibat tidak tersedianya ruang parkir yang memadai dan akses menuju lokasi TWC yang cukup sempit untuk kendaraan besar seperti bus pariwisata. Dari hasil analisis beberapa komponen di atas, maka dilakukan overlay dengan menggunakan sistem skoring untuk mendapat gambaran spasial terhadap kesesuaian pada aspek wisata di lokasi. Adapun hasil analisis kesesuaian wisata pada kawasan TWC dapat dilihat secara spasial seperti pada Gambar 29. Gambar 29 Peta Hasil Analisis Kesesuaian Wisata 57 58 Aspek Legal Kawasan obyek wisata Tirta Waduk Cacaban (TWC) merupakan salah satu produk wisata yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai wisata andalan di Kabupaten Tegal. Sesuai dengan Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 yang tertera pada gambar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 kawasan Waduk Cacaban termasuk ke dalam wilayah pariwisata unggulan/andalan seperti pada lampiran 3. Kawasan Waduk Cacaban yang melputi Kecamatan Kedungbanteng, Pangkah, dan Jatinegara dalam RTRW tersebut juga ditetapkan ke dalam wilayah Pusat Kegiatan Lokal (PKL) I, dimana potensi utama yang dimiliki kawasan ini adalah pada sektor perdagangan, industri kecil, dan pertanian tanaman pangan serta potensi lainnya yang dapat dikembangkan seperti perkebunan, peternakan, perikanan darat dan kegiatan jasa. Oleh karena itu, kawasan TWC sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata yang berbasis masyarakat dengan melibatkan beberapa sektor tersebut. Kawasan TWC memiliki sumberdaya air dan lahan pertanian yang melimpah. Dengan demikian, arahan wisata yang sesuai untuk dikembangkan pada kawasan TWC adalah wisata yang melibatkan sektor perairan darat dan kegiatan pertanian dengan peran serta masyarakat. Sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 33 tahun 2011 tentang kebijakan nasional pengelolaan sumberdaya air menyatakan bahwa ada beberapa pilar penting dalam usaha pengelolaan sumberdaya lain antara lain meningkatkan konservasi sumberdaya air secara berkelanjutan, mendayagunakan sumberdaya air untuk kesejahteraan rakyat, meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumberdaya air. Status kawasan TWC sendiri berada dibawah pengawasan dan pengelolaan beberapa instansi yang berwenang seperti BPSDA Pemali-Comal, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perkebunan dan Kehutanan, serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata. Banyaknya pihak yang terkait dalam menangani pengelolaan kawasan ini sering kali menyebabkan pengambilan keputusan dalam usaha pengembangan kawasan TWC menjadi terhambat akibat perbedaan kepentingan satu sama lain. Tata Guna Lahan Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 mengenai kebijakan perwilayahan, kawasan TWC yang terletak di tiga kecamatan yakni Jatinegara, Kedungbanteng, dan Pangkah termasuk dalam kategori Pusat Kegiatan Lokal (PKL) I dengan pusat pertumbuhan di Kecamatan Slawi. Potensi utama pada wilayah ini antara lain pemerintahan, perdagangan, pendidikan, industri kecil, dan pertanian tanaman pangan. Selain itu sektor usaha lain yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah perkebunan, peternakan, perikanan darat, dan kegiatan jasa. Peta rencana pola ruang di Kabupaten Tegal dapat dilihat pada Gambar 30. Pada tahun 2008, penggunaan lahan di Kabupaten Tegal meliputi tanah sawah 46.719 Ha, pekarangan 13.156 Ha, tanah ladang 7.872 Ha, kawasan industri 224 Ha, tanah tandus (lahan diberakan) 143 Ha, tambak ikan 315 Ha, hutan 17.253 Ha, 59 perkebunan 194 Ha, dan pemukiman 15.078 Ha. Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan tata ruang wilayah di Kabupaten Tegal sebagian besar terjadi karena pembangunan yang dilakukan belum mengikuti rencana tata ruang yang ada, kurangnya pertimbangan mengenai keberlanjutan dan daya dukung lingkungan serta kurang memperhatikan faktor kerentanan wilayah terhadap bencana alam. Selain itu, seringkali terjadi konflik pemanfaatan ruang antar sektor pemegang kepentingan misalnya antara pihak kehutanan, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain rendahnya kualitas dari rencana tata ruang, rendahnya kompetensi sumberdaya manusia dalam bidang pengelolaan tata ruang, dan lemahnya penerapan hukum yang berkenaan dengan pemanfaataan ruang serta penegakan hukum yang berkaitan dengan pelanggaran pemanfaatan ruang. Kawasan Tirta Waduk Cacaban (TWC) sendiri terbagi menjadi beberapa jenis penggunaan lahan dengan mayoritas pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan masyarakat di sekitar waduk. Adapun penggunaan lahan di kawasan tersebut berdasarkan data yang diolah dari Bappeda (2006) antara lain badan air/waduk (550 Ha), hutan jati (2436,5 Ha), semak belukar (61,8 Ha), perkebunan (205,7 Ha), tanah ladang (910,3 Ha), sawah irigasi (547,5 Ha), sawah tadah hujan (330,7 Ha) dan pemukiman (130,5 Ha). Adapun penggunaan lahan ini disajikan secara spasial seperti pada Gambar 31. Berdasarkan rencana pola ruang di Kabupaten Tegal, kawasan Waduk Cacaban terbagi tiga kawasan meliputi kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan rencana pariwisata. Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, serta nilai-nilai sejarah untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung terbagi menjadi beberapa area meliputi area hutan lindung, area sempadan sungai, area sekitar sungai, area sekitar mata air, dan area rawan bencana alam. Kawasan budidaya merupakan kawasan yang kondisi fisik dan alamnya berpotensi dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Kawasan budidaya terbagi atas area pertanian dan non pertanian. Adapun beberapa kriteria yang terdapat di dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang sesuai untuk wilayah Kabupaten Tegal diacu dalam Kurnianto (2008) adalah sebagai berikut: 1. kawasan yang dapat memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya, yakni kawasan hutan lindung yang berada pada kelerengan di atas 40% dan ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut. Kawasan ini terdapat di sebagian Kecamatan Kedungbanteng, sebagian Bumijawa dan Bojong, sebagian Jatinegara, sebagian Pangkah dan Balapulang. 2. kawasan perlindungan setempat, yakni kawasan yang melindung wilayah pantai, sungai, danau/waduk, dan mata air. Daerah sempadan waduk terdapat di wilayah Kecamatan Jatinegara dan Kedungbanteng yaitu disekeliling Waduk Cacaban. Sempadan waduk ditetapkan 50 – 100 meter ke arah darat dari titik permukaan air tertinggi. Sempadan waduk disekitar Waduk Cacaban telah dikategorikan sebagai kawasan lindung. Sempadan waduk berfungsi 60 untuk melindungi wilayah tersebut dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi waduk. 3. kawasan suaka alam, yakni kawasan cagar alam dan hutan wisata. Fungsi dari kawasan ini dimaksudkan untuk melindungi keanekaragaman biota, ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan secara umum. 4. kawasan rawan bencana alam, yakni kawasan yang disinyalir sebagai kawasan yang rentan terhadap terjadinya bencana alam. Bencana yang mungkin terjadi tanah longsor akibat penambangan batu kapur/gamping. Kawasan ini terletak pada Kecamatan Jatinegara dan Pangkah. Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Tegal Gambar 30 Arahan Rencana Pola Ruang 61 61 Gambar 31 Peta Identifikasi Penggunaan Lahan 62 Hasil Analisis Setelah dilakukan analisis terhadap berbagai aspek di atas, maka didapatkan hasil analisis berupa tabel analisis potensi-kendala dari setiap aspek beserta solusi pemanfaatan dan pemecahannya dan juga didapatkan peta komposit akhir hasil overlay dari beberapa peta analisis di atas. Peta komposit dihasilkan dengan cara melakukan overlay aspek sumberdaya alam yaitu hasil kesesuaian fisik dan aspek wisata yaitu hasil kesesuaian wisata untuk kemudian selanjutnya dilakukan overlay kembali dengan peta tata guna lahan/rencana pola ruang yang diperoleh dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 untuk mempertimbangkan pengembangan wisata dari aspek legalnya. Skema proses analisis overlay dapat dilihat pada Gambar 32. Peta Kesesuaian Fisik Peta Kesesuaian Wisata Peta Tata Guna Lahan Peta Komposit Analisis Gambar 32 Skema Proses Overlay Hasil spasial analisis yakni berupa peta komposit dapat dilihat pada Gambar 33 sedangkan hasil analisis secara deskriptif disajikan berupa matriks analisis seperti pada Tabel 14. Gambar 33 Peta Komposit Analisis 63 64 64 Tabel 14 Hasil Analisis Potensi dan Kendala beserta Solusinya No Komponen Analisis Potensi A. Aspek Sumberdaya Alam 1 Topografi dan Kondisi topografi yang bervariasi Kemiringan dari dataran hingga perbukitan berpotensi untuk dikembangkan berbagai macam jenis kegiatan wisata Solusi Kendala Pemanfaatan Pemecahan Kondisi alam yang berbukit seringkali menimbulkan bahaya longsor dan erosi ketika musim hujan sehingga dapat membahayakan kegiatan wisata Pemanfaatan berbagai jenis kegiatan wisata mulai dari piknik/berkemah, berfoto, menikmati pemandangan (viewing), trekking,dan sebagainya Penanaman ground cover, semak atau tanaman perdu untuk mencegah dampak negatif erosi serta membatasi aktivitas wisata di kawasan bahaya/rawan longsor. 2 Jenis dan Karakteristik Tanah Kompleks tanah latosol memiliki ketahanan erosi tinggi serta potensi pertanian dan perkebunan yang baik sehingga mendukung beberapa program wisata Kompleks tanah podsolik memiliki kerawanan erosi/longsor yang tinggi dan memiliki kandungan mineral hara rendah Memaksimalkan jenis kegiatan wisata terutama yang berkaitan dengan pertanian dan perkebunan masyarakat Penerapan teknologi pertanian organik dengan aplikasi pupuk organik sehingga memperkuat agregasi tanah dan mengurangi terjadinya erosi. 3 Hidrologi Daerah tangkapan air yang luas dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata air dan kegiatan usaha masyarakat Terjadi sedimentasi dan pendangkalan air waduk akibat penebangan hutan secara liar sehingga menyebabkan longsor Pemanfaatan wisata keliling waduk dengan perahu/sampan serta pengembangan budidaya perikanan dengan sistem keramba oleh masyarakat Cacaban Pemerintah terkait bekerja sama dengan masyarakat dengan memberi penyuluhan serta melaksanakan GERHAN terutama pada area sempadan waduk 4 Iklim Curah hujan yang sedang hingga tinggi dengan rata-rata 5-6 bulan bulan basah memberikan sumberdaya air yang cukup melimpah Curah hujan cukup tinggi menyebabkan rawan erosi pada area curam sehingga menggangu aktivitas dan kenyamanan wisata Pemanfaatan untuk irigasi pertanian dan kebutuhan seharihari masyarakat sekitar waduk Perbaikan kualitas sistem drainase dan penanaman vegetasi konservasi pada area curam Suhu rata-rata 27,1˚C dan ratarata kelembaban relatif bulanan 88,8% sehingga derajat kenyamanan belum cukup nyaman Pemilihan vegetasi dengan tajuk lebat yang berfungsi sebagai vegetasi peneduh untuk memperbaiki kualitas iklim mikro 65 Tabel 14. Lanjutan No 5 6 Komponen Vegetasi Satwa B. Aspek Sosial 1 Preferensi Masyarakat dan Pengunjung Analisis Potensi Kendala Pada kawasan sudah terdapat Sering kali terjadi penyerobotan beberapa vegetasi eksisting yang lahan hutan konservasi oleh bersifat konservatif sehingga masyarakat untuk dialihfungsikan mendukung terhadap sebagai perkebunan dan usaha pengurangan erosi pribadi Solusi Pemanfaatan Pemecahan Menjadikan area dengan vegetasi Pemberian sosialisai dan sanksi konservasi sebagai area tegas kepada masyarakat yang penyangga wisata melakukan pembukaan lahan Tanaman lokal perkebunan milik masyarakat dapat diintegrasikan dengan program wisata sehingga menambah nilai guna produksi Masih menggunakan teknologi pertanian konservatif dengan penggunaan pupuk kimia Keberadaan tanaman perkebunan lokal dapat diarahkan pada pemanfaatan kegiatan wisata yang bersifat rekreasi edukatif (berkebun, memetik hasil panen, dan sebagainya) Introduksi teknologi pertanian organik dengan menggunakan pupuk alami/non kimia Kawasan cacaban memiliki beberapa jenis satwa yang dapat menjadi pendukung daya tarik wisata Keberadaan satwa lokal belum sepenuhnya diperhatikan Pengayaan jenis vegetasi yang dapat menambah habitat dan pakan satwa lokal sehingga mendukung keberadaanya Pemanfaatan satwa lokal sebagai obyek dan daya tarik wisata Jenis satwa air dapat dimanfaatkan untuk menambah atraksi wisata sekaligus usaha masyarakat Keterbatasan informasi masyarakat akan budidaya perikanan air tawar dengan sistem keramba Pemanfaatan sistem keramba yang diitegrasikan dengan restoran apung diharapkan dapat menambah daya tarik wisata Pendampingan dan pengawasan oleh pihak BPSDA kepada masyarakat lokat dalam penerapan budidaya ikan dengan sistem keramba 93,3% responden telah memahami pengertian lanskap dan 100% responden merasa perlu adanya penataan lanskap kawasan TWC Keterlibatan masyarakat dalam usaha pengembangan wisata kawasan TWC masih sangat terbatas Membuat rencana penataan lanskap kawasan TWC sebagai area wisata dengan mempertimbangkan kebutuhan dan keterlibatan masyarakat setempat Melakuakan pendekatan kepada masyarakat untuk ikut terlibat dalam rencana pengembangan wisata 65 66 66 Tabel 14. Lanjutan No 2 Komponen Preferensi Pihak Pengelola TWC Analisis Potensi Memiliki rencana pembangunan jangka menengah untuk mengembangkan kawasan TWC sebagai obyek wisata andalan Kendala Alokasi 5% luas genangan waduk untuk dimanfaatkan sebagai sektor usaha masyarakat C. Aspek Wisata 1 Visual Pemandangan hamparan air waduk yang luas disertai pulau di tengahnya dengan latar belakang perbukitan menjadikan daya tarik bagi wisatawan Solusi Pemanfaatan Perencanaan pengembangan wisata dilakukan secara integratif dan koorperatif dengan berbagai pemangku kepentingan sehingga bermanfaat bagi semua pihak Pemecahan Pemanfaatan sektor usaha tersebut untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejateraan masyarakat lokal Beberapa bad view diakibatkan oleh kondisi jalan yang rusak dan beberapa warung usaha milik masyarakat yang tidak tertata di area bendungaa utama Terdapat beberapa titik ketinggian yang berpotensi untuk kegiatan viewing Perbaikan sarana wisata keliling waduk seperti kondisi perahu dan darmaga perahu untuk menambah kenyamanan pengunjung Melakukan perbaikan dan relokasi terhadap warung usaha masyarakat pada area khusus Pemanfaatan viewing point dengan fasilitas rumah pandang/gazebo untuk melihat pemandangan keseluruhan kawasan TWC 2 Obyek dan Atraksi Kawasan TWC memiliki beberapa potensi utama yang dapat menjadi daya tarik antara lain potensi alam, sejarah, budaya, dan edukasi Potensi sejarah dan budaya belum dikembangkan secara maksimal Pemanfaatan potensi tersebut dengan mengintegrasikan ke dalam program wisata seperti program edukasi sistem operasional waduk Membuat suatu fasilitas khusus untuk menampilkan informasi mengenai sejarah dan budaya masyarakat sekitar waduk 3 Aksesibilitas dan Fasilitas Kawasan TWC dilalui oleh jalan arteri sekunder dan jalan lokal sekunder yang langsung terhubung dengan ibukota Kecamatan Slawi Moda transportasi umum masih terbatas jumlah dan jam operasionalnya Lokasi yang cukup strategis dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata Penambahan jumlah dan jam operasional moda transportasi umum. Penambahan moda transportasi massal (bus) untuk maksimalisasi potensi pengunjung 67 Tabel 14. Lanjutan. No Komponen Analisis Potensi D. Aspek Legal 1 Kepemilikan Lahan Kendala Fasilitas pendukung wisata sebagian besar tidak terawat kondisinya dan jumlah masih terbatas Solusi Pemanfaatan Banyaknya pihak yang terkait dalam pengelolaan kawasan TWC menjadikan pengambilan kebijakan pengembagan kawasan sering terhambat Pemecahan Memperbaiki dengan pemilihan material yang tahan terhadap kondisi ekstrim dan menambah jumlah fasilitas pendukung kenyamanan wisata Perencanaan pengembangan wisata dilakukan secara integratif dan koorperatif dengan berbagai pemangku kepentingan sehingga bermanfaat bagi semua pihak 2 Kebijakan Pemerintah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tegal 2009-2014 menetapkan kawasan TWC sebagai wilayah pariwisata andalan Pemanfataan untuk pengembangan wisata kawasan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan 3 Tata Guna Lahan Secara umum penggunaan lahan di kawasan TWC masih sesuai dengan arahan rencana pola ruang RTRW Kabupaten Tegal tahun 2009-2014 Pengembangan ruang wisata menyesuaikan dengan rencana pola ruang yang telah ditetapkan 67 68 Sintesis Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka diperlukan adanya upaya untuk memaksimalkan potensi wisata yang ada di kawasan Tirta Waduk Cacaban (TWC). Upaya yang dilakukan tentunya dengan mempertimbangkan peran sertadan keterlibatan masyarakat lokal Cacaban untuk menambah nilai guna dari potensi sumberdaya manusia yang dimiliki sehingga diharapakan dapat meningkatkan kualitas dan taraf hidup masyarakat. Upaya tersebut tentunya harus diikuti dengan usaha pelestarian lingkungan untuk meminimalisir penurunan kualitas alam eksisting yang dimiliki oleh kawasan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pembagian zona dalam rangka pemanfaatan potensi kawasan TWC sebagai obyek wisata berbasis masyarakat. Berdasarkan hasil analisis sebelumnya telah didapatkan 3 (tiga) zona komposit yaitu zona yang sesuai untuk pengembangan wisata, zona yang cukup sesuai untuk pengembangan wisata, dan zona yang kurang sesuai untuk pengembangan wisata. Hasil tersebut akan menjadi acuan dalam penyusunan rencana blok (block plan) seperti pada Gambar 34. Rencana blok ini kemudian akan digunakan sebagai acuan dalam membuat rencana pengembangan wisata di kawasan TWC dengan basis masyarakat. Secara umum rencana blok dibedakan menjadi 3 (tiga) zona utama yaitu zona konservasi, zona pemanfaatan non-intensif, dan zona pemanfaatan intensif seperti dapat dilihat pada Gambar 34. Adapun alokasi pembagian fungsi ruang pada rencana blok dapat dilihat dalam bentuk Tabel 15. a. Zona Konservasi Kawasan ini diprioritaskan sebagai area lindung dan rehabilitasi karena sebagian besar kawasan ini memiliki bentuk permukaan lahan yang curam dengan kemiringan hingga di atas 40%. Kawasan ini sangat peka terhadap erosi dan bahaya longsor. Konservasi dilakukan dengan cara melakukan penanaman vegetasi yang mempunyai karakter kuat menahan erosi tanah. Konservasi juga dilakukan pada area sempadan waduk dan sungai sejauh 50-100 meter sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 7 pasal 34 ayat 3. Upaya ini dilakukan dalam rangka pengendalian daya rusak air agar tetap terjaga keberlanjutan fungsinya. Area-area yang termasuk ke dalam zona konservasi merupakan area yang bebas dari segala bentuk aktivitas wisata aktif maupun pasif. b. Zona Pemanfaatan Kawasan ini merupakan daerah yang aman secara fisik dan biofisik berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu pada kawasan ini terdapat kualitas visual dan beberapa fasilitas sarana penunjang wisata eksisiting yang dianggap berpotensi untuk mendukung pengembangan wisata. di dalam kawasan ini terdapat berbagai jenis aktivitas wisata baik aktif maupun pasif beserta beberapa jenis wisata penunjang lainnya. Zona pemanfaatan wisata dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yakni zona pemanfataan non-intensif dan zona pemanfaatan intensif. Zona pemanfaatan non intensif merupakan kawasan yang di dalamnya terdapat aktivitas wisata yang bersifat pasif seperti jalan-jalan, duduk-duduk, mengamati satwa, berfoto, mengamati pemandangan, dan lain-lain. Selain itu, program wisata penunjang lainnya juga akan Gambar 34 Peta Rencana Blok 69 70 dikembangkan pada kawasan ini antara lain wisata edukasi alam yakni pendidikan konservasi dan pengenalan terhadap tanaman kehutanan dan perkebunan lokal yang berada di kawasan Tirta Waduk Cacaban. Zona pemanfaatan intensif akan dikembangkan sebagai kawasan wisata utama. Aktivitas yang terdapat di kawasan ini bersifat aktif dan pasif seperti berkemah, bersampan/keliling waduk, trekking, bersepeda, perdagangan, dan lain-lain. Pengembangan zona pemanfaatan intensif akan dibagi ke dalam beberapa sub ruang di antaranya adalah ruang wisata edukasi, ruang wisata rekreasi, ruang budidaya, ruang penerimaan, dan ruang pelayanan. Sub ruang rekreasi merupakan ruang wisata yang berbasis rekreasi dimana di dalamnya akan terdapat aktivitas wisata yang intensif. Wisata rekreasi ini dibagi menjadi aktivitas rekreasi darat dan aktivitas rekreasi air. Sub ruang budidaya dimanfaatkan untuk kegiatan usaha perkebunan dan perikanan darat yang dikelola oleh pemerintah bekerja sama dengan masyarakat setempat. Aktivitas budidaya ini juga dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata yakni wisata edukasi budidaya perkebunan dan perikanan sehingga memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar waduk. Sub ruang penerimaan dan pelayanan merupakan area yang berfungsi untuk menerima dan memberikan pelayanan kepada wisatawan. Di dalam area ini akan dikembangkan fasilitas-fasilitas pendukung wisata seperti area parkir, pusat informasi wisata, penginapan, restoran/kantin, dan kios-kios souvenir yang menjual kerajinan khas Tegal khususnya masyarakat Cacaban. Tabel 15 Alokasi Pembagian Ruang Rencana Blok No 1 Zona Kurang sesuai untuk pengembangan wisata Ruang/Fungsi Zona konservasi/lindung (kawasan non wisata) Deskripsi Kawasan ini diutamakan sebagai area rehabilitasi dan konservasi karena sebagian besar area ini berada pada kemiringan curam (40%) dan telah ditetapkan sebagai area lindung pada RTRW Kawasan ini bersifat steril dari semua bentuk aktivitas wisata 2 Cukup sesuai untuk pengembangan wisata Zona pemanfataan non intensif (kawasan penunjang/pendukung wisata) Kawasan ini akan dikembangkan menjadi ruang penunjang wisata yang berisi aktivitas wisata pasif (tracking, sightseeing, duduk-duduk, fotografi, pengamatan satwa dan vegetasi, dan edukasi) 3 Sesuai untuk pengembangan wisata Zona pemanfaatan intensif (Kawasan wisata utama) Kawasan ini merupakan pusat utama kegiatan wisata. Kawasan ini berisi segala aktivitas utama wisata yang bersifat aktif (berkemah, memancing, bersampan, atraksi budaya dan edukasi, dan lainlain) dan penunjang wisata utama (wisata belanja/souvenir) Pada kawasan ini juga dikembangkan sebagai ruang penerimaan dan ruang pelayanan 71 Konsep dan Pengembangan Konsep Konsep Dasar Perencanaan Konsep dasar perencanaan dalam studi ini adalah kawasan Tirta Waduk Cacaban (TWC) sebagai kawasan ekowisata dengan daya tarik keunikan alam, pertanian, dan atraksi sosial budaya lokal. Pendekatan ini diharapkan mampu meningkatkan kepedulian masyarakat lokal Cacaban khususnya untuk menjaga fungsi dan keberadaan TWC secara berkelanjutan sekaligus ikut terlibat dalam proses pengembangan potensi wisata yang dimiliki kawasan tersebut serta meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat setempat. Kawasan TWC merupakan sebuah kawasan dengan nuansa alam perbukitan yang ditumbuhi oleh vegetasi dimana sebagian besar adalah areal hutan jati yang dikelola oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tegal. Namun, kini kondisinya telah banyak mengalami perubahan fungsi akibat pembukaan lahan oleh masyarakat untuk dijadikan lahan produksi pribadi seperti sawah dan ladang. Hal ini disebabkan karena kurangnya komunikasi antara pihak pengelola berwenang dengan masyarakat setempat terkait pengembangan kawasan TWC sebagai area wisata. Oleh karena itu, diperlukan suatu jalan keluar yang dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mempertimbangkan keterlibatan masyarakat lokal dalam usaha pengembangan kawasan TWC sebagai kawasan ekowisata. Dalam kaitannya dengan upaya tersebut, maka ada beberapa fungsi yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kawasan TWC antara lain: a. Fungsi konservasi, dikembangkan pada area-area yang memiliki kepekaan terhadap erosi dan rawan terjadi longsor serta area sempadan waduk dan sungai. Pengembangan fungsi ini terkait dengan kondisi alam kawasan TWC yang berbukit dan memiliki area yang curam dengan kemiringan lahan hingga 40%. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari erosi dan longsor terhadap kegiatan wisata sekaligus menjaga kelestarian lingkungan kawasan. b. Fungsi wisata, dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan wisata masyarakat lokal maupun non-lokal (pendatang) dengan aktivitas wisata yang dikembangkan berdasarkan potensi yang dimiliki dan ditunjang dengan sarana-prasarana pendukung wisata c. Fungsi ekonomi, dikembangkan dengan tujuan utama untuk memberdayakan masyarakat lokal dalam perencanaan maupun pengelolaan kawasan sehingga diharapkan dapat menjadi solusi terkait konflik masyarakat dengan kebijakan pemerintah daerah. Selain itu, fungsi ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesejateraan masyarakat dengan pemasukan ekonomi dari sektor wisata maupun budidaya. d. Fungsi edukasi, dikembangkan sebagai fungsi pendukung dari kegiatan wisata yakni wisatawan akan mendapatkan pengetahuan tambahan mengenai pelestarian alam, kegiatan operasional waduk, sejarah waduk, balai pengembangan benih ikan dan kegiatan budidaya masyarakat. 72 Pengembangan Konsep Konsep pengembangan wisata pada kawasan Waduk Cacaban dibedakan berdasarkan kesesuaian aspek sumberdaya alam, aspek sosial-budaya, dan aspek wisata. Adapun pembagiannya akan terdiri dari konsep ruang wisata, konsep aktivitas dan fasilitas wisata, dan konsep sirkulasi. 1. Konsep Ruang Pengembangan konsep ruang pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari rencana blok yang telah dibuat sebelumnya. Pada rencana blok telah diklasifikasi 3 (tiga) zona ruang utama yaitu zona konservasi, zona pemanfaatan nonintensif, dan zona pemanfaatan intensif. Zona konservasi dialokasikan sebagai ruang yang bebas dari berbagai bentuk kegiatan wisata. Ruang ini dprioritaskan untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam di kawasan waduk. Zona pemanfaatan non intensif dialokasikan sebagai ruang wisata penunjang dan area penyangga wisata (buffer) . Ruang ini mengakomodasi berbagai kegiatan wisata yang bersifat pasif (edukatif dan interpretatif) yang berkaitan dengan konservasi kawasan waduk. Zona pemanfaatan intensif dialokasikan sebagai ruang wisata utama dan ruang pendukung wisata. Ruang wisata utama mengakomodasi berbagai kegiatan wisata yang bersifat semi aktif hingga aktif. Ruang ini terdiri dari beberapa sub ruang antara lain ruang wisata edukasi, ruang wisata rekreasi, dan ruang wisata budidaya. Ruang pendukung wisata akan mengkomodasi berbagai kebutuhan dan fasilitas yang menunjang kegiatan wisata. Ruang ini dibagi menjadi sub ruang penerimaan primer dan ruang penerimaan sekunder. Ruang penerimaan primer terdiri dari welcome area, area transisi, dan area pelayanan. Ruang penerimaan sekunder terdiri dari area transisi dan area pelayanan (sarana dan prasarana). Diagram pembagian ruang dapat dilihat pada Gambar 35. Ruang Konservasi Air Ruang Wisata Air Penyangga (Konservasi Lereng) Ruang Wisata Darat Ruang Pendukung Wisata Gambar 35 Diagram Ruang 73 2. Konsep Aktivitas dan Fasilitas Konsep aktivitas dan fasilitas pada kawasan Waduk Cacaban dibedakan berdasarkan jenis kegiatan wisata yang dilakukan pada masing-masing ruang. Konsep aktivitas dibagi menjadi 2 (dua) yaitu aktivitas wisata yang berbasis konservasi lingkungan dan aktivitas wisata yang berbasis sosial budaya. Aktivitas wisata yang berbasis konservasi dilakukan di ruang wisata penunjang. Jenis kegiatan wisata yang dilakukan pada area ini bersifat pasif seperti pengamatan satwa lokal di habitat liar, pengamatan vegetasi lokal, trekking, viewing, bersantai, dan fotografi. Aktivitas wisata yang berbasis sosial budaya akan dialokasikan pada ruang wisata utama dan ruang pendukung wisata. Jenis kegiatan wisata yang dilakukan area ini terdiri dari kegiatan wisata rekreatif dan non rekreatif (pelayanan dan pengelolaan) yang bersifat semi aktif hingga aktif. Adapun jenis kegiatan yang tergolong bersifat semi aktif antara lain mengamati atraksi kesenian budaya masyarakat lokal, menginterpretasi informasi kawasan wisata, mengamati kegiatan pertanian lokal, mempelajari budidaya perairan ikan air tawar, mempelajari sistem operasional waduk, mempelajari sejarah waduk, wisata kuliner dan souvenir. Adapun jenis kegiatan yang tergolong bersifat aktif antara lain kegiatan pertanian masyarakat, kegiatan kontrol dan pengelolaan petugas, bersampan, berkemah, berolahraga, outbound, bersepeda, dan memancing. Konsep fasilitas juga dibagi menjadi 2 (dua) yaitu fasilitas yang berbasis konservasi dan fasilitas yang berbasis non konservasi/sosial (pelayanan dan pengelolaan). Adapun fasilitas yang berbasis konservasi antara lain berupa jalur trekking, menara pandang, spot berfoto, spot pengamatan satwa liar, papan informasi mengenai vegetasi lokal, menara kontrol operasional waduk. Sedangkan fasilitas yang berbasis non konservasi antara lain berupa fasilitas akomodasi bagi wisatawan, pusat pelayanan informasi wisata, dan area komersial yang terintegrasi dalam kawasan wisata sebagai pendukung kegiatan usaha masyarakat setempat. Pembagian aktifitas dan fasilitas berdasarkan fungsi ruang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Pembagian Ruang, Aktifitas, dan Fasilitas Ruang Konservasi Sub Ruang Konservasi Aktifitas - Fasilitas - Pemanfaatan Non Intensif Penyangga Jalan setapak, bangku Pemanfaatan Intensif Wisata Edukasi Jalan-jalan, sightseeing, pengamatan satwa, duduk-duduk Interpretasi, penelitian, pengamatan satwa, jalanjalan, sightseeing, bird watching, fotografi, pameran budaya/apresiasi kesenian lokal Outbound, olahraga, jogging, tur mobil wisata, berkemah, piknik, sightseeing, fotografi, Wisata Darat Rekreasi gazebo, Media interpretasi, laboratorium studi lapangan, jalur pedestrian, gazebo/shelter, bangku, menara pandang, panggung wisata Jalur pedestrian, lapangan terbuka, jalur kendaraan wisata,gazebo/shelter,bangku, menara pandang, playground 74 duduk Tabel 16 Lanjutan Ruang Sub Ruang Wisata Rekreasi Air Wisata Budidaya Penerimaan Pelayanan Aktifitas Memancing, bersampan, sightseeing Budidaya ikan air tawar (sistem keramba), pembibitan, pembenihan, panen Akses keluar-masuk, retribusi, parkir, informasi Makan, kesehatan, keamanan, MCK, ibadah, belanja, berkumpul Fasilitas Dermaga air, sampan/perahu, dek, shelter pengamatan Keramba, tambak budidaya, ruang pengelola Gerbang, loket tiket, lapangan parkir, pusat informasi wisata Restoran/cafeteria, klinik, pos keamanan, toilet, musholla, kios souvenir, meeting point. 3. Konsep Sirkulasi a. Konsep Sirkulasi Umum Konsep sirkulasi pada suatu kawasan wisata direncanakan untuk menghubungkan antar ruang dalam suatu kawasan dan juga antar sub ruang dalam ruangan itu sendiri. Sirkulasi pada kawasan wisata Waduk Cacaban secara umum akan dibagi menjadi sirkulasi wisata dan sirkulasi non wisata. Sirkulasi wisata terdiri dari dua jenis yaitu jalur wisata darat yang akan diakomodir dengan fasilitas pedestrian track dan jalur wisata air yang akan diakomodir dengan menggunakan fasilitas dermaga air dan perahu wisata. Sirkulasi wisata dibuat dengan pola linear dan tertutup (loop) dengan beberapa titik pemberhentian untuk memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk melakukan interpretasi terhadap objek dan atraksi yang ada. Pola linear berfungsi untuk menghubungkan antar ruang dalam kawasan wisata sedangkan pola tertutup akan diaplikasikan pada tiap sub ruang wisata. Sirkulasi non wisata diperuntukkan bagi keperluan operasional pelayanan dan pengelolaan wisata waduk seperti misalnya sirkulasi area parkir dan kantor pengelola. Diagram konsep sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 36. Sirkulasi Air Akses Masuk Kawasan Sirkulasi Darat Keterkaitan Ruang Gambar 36 Konsep Sirkulasi 75 b. Konsep Jalur Wisata Konsep jalur wisata di kawasan ini dikembangakan berupa jalur intrepretasi yang bersifat edukatif dan rekreatif. Konsep jalur ini diharapkan dapat memberikan wawasan terhadap pengunjung mengenai nilai-nilai kebudayaan serta aktifitas perekonomian masyarakat sekitar waduk dan juga sekaligus dapat memberikan pengalaman rekreasi yang terintegrasi dengan usaha pelestarian lingkungan yg bersifat konservatif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka akan direncanakan alternatif paket wisata yang terdiri dari beberapa tema kecil jalur interpretasi (Tabel 17). Hal ini diharapkan dapat mengarahkan wisatawan dalam menikmati obyek dan atraksi yang terdapat di lokasi. Konsep jalur wisata dibuat berdasarkan pertimbangan pemberdayaan dan pengembangan potensi alam dan sosial budaya. Tabel 17 Tema Jalur Interpretasi No 1 Tema Zona Sejarah dan Operasional Waduk Obyek Wisata Ruang kontrol waduk, Atraksi Wisata Edukasi sejarah, Edukasi sistem irigasi waduk 2 Agroforestri dan Tambak Keramba Hutan jati, Hutan pinus, Budidaya agroforestri Budidaya silvopastura, Budidaya keramba, Pusat olahan Trekking, Pengamatan/ edukasi sistem keramba, 3 Rekreasi Alam, Seni Budaya dan Kuliner View perbukitan sekililing waduk, Menara pandang, Badan air waduk, Area outbound, Budaya cacaban, Kios kuliner, Kios suvenir Bersampan, Trekking, Fotografi, Kegiatan outdoor, Olahraga/bersepeda, wisata kuliner, Wisata belanja, Kesenian calung, Upacara adat ruwat bumi 4 Pusat Penelitian Pusat penelitian konservasi hutan, Pusat penelitian hasil olahan budidaya perikanan air tawar Pengamatan/ edukasi area budidaya, Edukasi pengembangan hasil olahan 4. Konsep Vegetasi Penataan vegetasi pada kawasan Tirta Waduk Cacaban dibedakan berdasarkan fungsinya pada tapak. Adapun beberapa fungsi tersebut antara lain adalah fungsi konservasi, fungsi estetika, fungsi pengarah, fungsi peneduh, dan fungsi budidaya. Diagram konsep vegetasi dapat dilihat pada Gambar 37. 76 a. Fungsi Konservasi Vegetasi berfungsi untuk mengkonservasi tanah, air dan membentuk habitat satwa lokal. Vegetasi konservasi di dalam tapak terutama dikembangkan pada area sempadan waduk dan area yang memiliki kemiringan curam hingga sangat curam. Pemilihan jenis vegetasi diutamakan vegetasi lokal karena selain dapat menjadi objek edukasi, vegetasi lokal akan sesuai dalam membentuk habitat satwa lokal. b. Fungsi Estetika Vegetasi berfungsi sebagai elemen keindahan pada tapak yang mampu menghadirkan suasana visual yang baik. Vegetasi estetika terutama dikembangkan di ruang penerimaan dan pelayanan. c. Fungsi Pengarah Vegetasi berfungsi untuk mengarahkan sirkulasi kendaraan maupun pejalan kaki. Pemelihan jenis tanaman diutamakan yang memiliki ketinggian, bentuk dan kepadatan tertentu yang sesuai dengan kesan ruang yang ingin diciptakan. Vegetasi pengarah dikembangkan di sepanjang jalur sirkulasi. d. Fungsi Peneduh Vegetasi berfungsi sebagai penaung dan pengontrol iklim mikro pada tapak. Pemilihan jenis tanaman diutamakan yang berdaun lebat dengan tajuk lebar sehingga dapat secara efektif menyerap radiasi matahari. Vegetasi peneduh terutama dikembangkan pada area-area terbuka seperti area bermain, outbound dan camping ground. e. Fungsi Budidaya Vegetasi berfungsi sebagai komoditas budidaya pertanian masyarakat lokal dan juga dapat menjadi objek edukasi bagi wisatawan. Pemilihan jenis tanaman diutamakan vegetasi lokal yang telah banyak ditemukan pada tapak untuk menyesuaikan budaya dan kearifan lokal masyarakat. Vegetasi Konservasi Vegetasi Estetis Vegetasi Peneduh Vegetasi Pengarah Vegetasi Budidaya Gambar 37 Konsep Vegetasi 77 Perencanaan Lanskap Rencana lanskap kawasan TWC sebagai alternatif wisata di Kabupaten Tegal merupakan hasil akhir dari proses perencanaan yang terdiri dari rencana ruang, rencana aktivitas dan fasilitas, rencana sirkulasi dan rencana vegetasi. Rencana lanskap ini akan menyajikan lokasi atraksi/objek wisata di kawasan perencanaan beserta fasilitas penunjangnya. Rencana Ruang Kawasan obyek wisata TWC terbagi menjadi terbagi menjadi 3 (tiga) ruang utama sesuai dengan konsep pengembangan sebelumnya yaitu ruang konservasi, ruang pemanfaatan non intensif, dan ruang pemanfaatan intensif. Ketiga ruang ini memiliki beberapa sub ruang yang akan mengakomodasi aktivitas yang berbeda-beda (Gambar 38). Adapun luasan penggunaan ruang dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Rencana Alokasi Pembagian Ruang Ruang Luas (Ha) Sub Ruang Konservasi (Ha) (%) 1392,5 26,92 Pemanfaatan Non Intensif Wisata Penunjang 410,7 7,94 Pemanfaatan Intensif Area Penyangga Wisata Utama 2956 199,5 57,14 3,86 Area Pendukung Wisata 214,3 4,14 5173 100 Total Perencanaan ruang untuk area konservasi dialokasikan seluas 1.392,5 Ha atau 26,92% dari luas total kawasan perencanaan. Perencanaan ruang pemanfaatan non intensif terbagi menjadi sub ruang wisata penunjang dengan alokasi luasan 410,7 Ha atau 7,94% dari luas total kawasan dan sub ruang penyangga seluas 2.956 Ha atau 57,14% dari luas total kawasan perencanaan. Sedangkan untuk perencanaan ruang pemanfaatan intensif akan terdiri dari sub ruang wisata utama dengan alokasi luasan sebesar 199,5 Ha atau 3,86% dari luas total kawasan dan sub ruang pendukung wisata dengan alokasi luas area 214,3 Ha atau sebesar 4,14% dari luas total kawasan perencanaan. Ruang konservasi memiliki fungsi utama untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati pada kawasan TWC. Selain itu fungsi fisiknya adalah untuk mencegah terjadinya erosi pada area bahaya dilakukan dengan penanaman vegetasi pada lahan yang curam sekaligus dapat membantu menjaga kestabilan ketersedian air waduk. Gambar 38 Peta Rencana Ruang 78 79 Sub ruang wisata penunjang dan ruang penyangga memiliki karakter sebagai penunjang ruang wisata utama. Di dalamnya terdapat aktivitas wisata alam bersifat pasif atau hanya terbatas pada kegiatan sightseeing, jalan santai, pengamatan satwa dan fauna yang mendukung usaha konservasi. Adapun fasilitas yang tersedia pada ruang ini berupa jalur dan media interpretasi. Sub ruang wisata utama akan menjadi area yang memiliki aktivitas paling intensif dalam kawasan perencanaan. Di dalam area tersebut akan diakomodasikan beberepa jenis kegiatan wisata antara lain wisata edukasi, wisata rekreasi air dan darat, wisata budidaya. Sedangkan untuk sub ruang pendukung wisata akan diperuntukkan sebagai area penerimaan, area transisi, dan area pelayanan yang memfasilitasi berbagai kebutuhan wisata seperti gerbang masuk, lahan parkir, akomodasi penginapan, pusat belanja, restoran, dan sebagainya. Ruang wisata edukasi mengakomodasi kegiatan wisata berupa interpretasi alam, kegiatan penelitian dan pengamatan flora-fauna lokal, jalan-jalan, fotografi, pentas atraksi dan apresiasi kesenian budaya lokal serta pengenalan secara umum terhadap sistem operasional waduk. Adapun fasilitas yang mendukung kegiatan wisata tersebut diantaranya adalah panggung wisata, jalur pedestrian, media interpretasi, dan sebagainya. Tujuan dari perencanaan ruang wisata ini adalah untuk menarik dan sekaligus memberikan wawasan kepada wisatawan tentang keunikan alam serta budaya masyarakat cacaban. Selain itu, program-program yang direncanakan pada ruang ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara pihak pengelola kawasan dan masyarakat untuk terlibat secara bersama-sama dalam proses pengembangan wisata di kawasan TWC. Ruang wisata edukasi direncanakan dengan luas area sebesar 33,2 Ha. Ruang wisata rekreasi pada kawasan TWC direncanakan menjadi dua (2) jenis yakni wisata rekreasi darat dan wisata rekreasi air. Kegiatan wisata rekreasi darat diantaranya meliputi wisata outbound, aktivitas olahraga (jogging, bersepeda), piknik dan berkemah, fotografi, sightseeing, dan sebagainya. Adapun fasilitas yang akan tersedia pada ruang ini direncanakan seperti lapangan terbuka, jalur sepeda, jogging track, menara pandang dan sebagainya. Sedangkan jenis kegiatan wisata rekreasi air direncanakan berupa kegiatan memancing, bersampan dan kuliner. Adapun fasilitas yang akan disediakan meliputi perahu/sampan, restoran apung, fasilitas penyewaan perlengkapan memancing. Ruang wisata rekreasi direncanakan dengan luas area sebesar 75,9 Ha dengan rincian luas ruang untuk wisata rekreasi air sebesar 49,6 Ha dan wisata rekreasi darat sebesar 26,3 Ha. Ruang wisata budidaya direncanakan seluas 90 Ha yang terdiri dari budidaya pertanian sebesar 75 Ha dan budidaya perikanan sebesar 15 Ha pada kawasan perencanaan. Ruang ini akan dimanfaatkan sebagai lahan bagi masyarakat lokal untuk melakukan usaha budidaya di bidang pertanian (agroforestri) dan perikanan air tawar. Adapun keterlibatan masyarakat secara langsung diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dalam bidang perekonomian. Adapun sub ruang pendukung wisata dikembangkan sebagai area yang bersifat penerimaan dan pelayanan dengan mengakomodasi berbagai fasilitas dan sarana prasarana yang mendukung kegiatan wisata pada kawasan perencanaan. Karakter ruang yang dikembangkan bersifat estetik dan menarik. Ruang penerimaan 80 terbagi menjadi ruang penerimaan primer dan sekunder. Ruang penerimaan primer akan dikembangkan menjadi welcome area, area transisi, dan area pelayanan. Sedangkan area penerimaan sekuder hanya terdiri dari area transisi dan area pelayanan. Pengembangan yang sesuai pada ruang ini adalah wisata belanja, atraksi budaya, penginapan, dan wisata kuliner. Rencana Aktivitas Wisata Jenis aktivitas utama yang direncanakan mengacu pada konsep yang telah ditentukan pada pengembangan konsep. Adapun jenis aktivitas dibedakan menjadi aktivitas yang berbasis konservasi alam/lingkungan dan aktivitas yang berbasis sosial-budaya. Kedua jenis aktivitas tersebut akan diarahkan pada kegiatan yang bersifat edukatif dan rekreatif. a. Aktivitas Wisata Edukatif 1. Wisata Edukasi Konservasi Konservasi air waduk, menurut UU no. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menjelaskan bahwa waduk adalah salah satu bentuk usaha pengelolaan sumberdaya air yang harus dikonservasi. Program wisata yang dapat ditawarkan kepada wisatawan terkait dengan hal ini adalah pengenalan sistem operasional waduk dan sistem pengendalian daya rusak air. adapun fasilitas yang akan disediakan berupa pemandu wisata yang akan menjelaskan tentang sistem kerja waduk beserta fungsinya dan memberikan wawasan mengenai usaha pengendalian daya rusak air khususnya di kawasan TWC. Selain itu dapat disediakan juga sebuah ruang khusus yang dipergunakan untuk memutarkan film edukatif tentang pentingnya pengelolaan sumber daya air. Interpretasi vegetasi dan satwa, kondisi alam kawasan TWC yang berbukit memiliki resiko bahaya terjadinya erosi dan tanah longsor. Oleh karena itu, diperlukan adanya konservasi tegakan vegetasi yang dapat mempertahankan agregat tanah ketika hujan. Area ini nantinya akan berfungsi sebagai area penyangga kawasan konservasi dimana di dalamnya dapat dilakukan kegiatan pengamatan/penelitian mengenai jenis dan fungsi vegetasi tersebut. Dengan adanya usaha konservasi vegetasi, diharapakan dapat menambah populasi satwa lokal yang terdapat di kawasan ini. Satwasatwa tersebut dapat menjadi objek menarik bagi wisatawan sebagai objek pengamatan atau fotografi. Fasilitas yang sesuai direncanakan pada area ini adalah jalan setapak, papan interpretasi, binocular/teropong dan menara pandang. Papan interpretasi dapat berupa papan kayu sintetis dengan tinggi 1,5 m dan lebar 1 m dengan dilapisi kaca. 2. Wisata Edukasi Budidaya Budidaya pertanian, mayoritas masyarakat kawasan Cacaban memiliki usaha budidaya dalam bidang pertanian dengan sistem agroforestri dan silvopastura. Agroforestri merupakan kegiatan budidaya yang mengintegrasikan antara komoditas pertanian dan kehutanan. Sedangkan silvopatura merupakan usaha penggembalaan/budidaya ternak di kawasan hutan. Hal ini dapat direncanakan sebagai program edukasi kepada 81 wisatawan mengenai aplikasi sistem budidaya agroforestri dan pengolahan hasil budidaya tersebut pada skala rumah tangga masyarakat sekitar. Aktivitas ini akan ditunjang oleh fasilitas pemandu dan mobil wisata yang dapat mengantar wisatawan berkeliling kebun milik petani lokal. Pihak pengelola akan menentukan kelompok-kelompok petani lokal mana saja yang menjadi sentra percontohan dan dapat bekerja sama dalam pengembangan wisata ini. Budidaya Perikanan, badan air waduk seluas kurang lebih 500 Ha diberikan alokasi sebesar 5% oleh BPSDA setempat. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya perikanan air tawar yang dikelola oleh masyarakat dengan sistem keramba. Diperlukan adanya pendampingan instansi terkait kepada masyarakat lokal mengenai cara budidaya dengan sistem ini pada tahap awal. Tujuannya adalah agar masyarakat lokal memahami sistem keramba dengan benar. Kemudian hal ini dapat menjadi atraksi wisata bagi wisatawan dan hasilnya dapat menjadi pemasukan tambahan bagi masyarakat. Area yang dikembangkan untuk wisata ini seluas kurang lebih 15 Ha pada badan air waduk. Aktivitas yang sesuai pada wisata ini antara lain tebar benih, fish feeding, panen ikan, dan pengamatan budidaya perikanan secara langsung. Adapun fasilitas yang direncanakan berupa satu unit tambak keramba jaring apung (KJA) yang terdiri dari empat keramba dan satu rumah jaga yang dapat berfungsi sekaligus sebagai gudang serta boardwalk. Ukuran tiap kolam umumnya (7 x 7) m2 atau dengan luas total (15,8 x 15,8) m2. Idealnya satu unit KJA memiliki 37 pelampung dengan jarak antar masing-masing pelampung 1,7 m. Ilustrasi fasilitas KJA dapat dilihat pada Gambar 39 dan Gambar 40. Gambar 39 Skema Sistem KJA Gambar 40 Ilustrasi Budidaya Sistem KJA Sumber: https://www.trobos.com 82 b. Aktivitas Wisata Rekreasi 1. Wisata Rekreasi Darat Berkemah, kegiatan ini diakomodasi pada area perkemahan seluas 2,3 Ha pada sub ruang wisata utama. Area ini direncanakan dilengkapi dengan fasilitas lapangan terbuka, toilet, dan panggung atraksi. Penempatannya dikelilingi oleh area hutan konservasi sehingga kesan alami tetap dapat dirasakan. Letaknya juga berdekatan dengan aliran sungai dari waduk sehingga memungkinkan untuk aktivitas fotografi dan sightseeing. Outbound, area ini direncanakan pada area seluas 3,3 Ha di lahan yang relatif datar pada sub ruang wisata utama. Area ini juga dilengkapi dengan fasilitas outbound dan pemandu untuk memberikan paket-paket wisata dengan variasi kesulitan yang berbeda. Fasiltas penunjang pada area wisata ini berupa menara pandang dimana tiang menara tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penopang tali untuk atraksi flying fox. Piknik, area piknik direncanakan dan dikembangankan dengan luas sekitar 1,6 Ha pada sub ruang wisata utama. Area piknik berjarak ±200 m dari area perkemahan. Area ini dilalui oleh jalur pedestrian dan akses mobil wisata dari gerbang masuk. Aktivitas piknik dapat dilakukan dengan menggunakan meja dan bangku piknik atau duduk langsung di atas rumput. Area ini ditunjang dengan pemandangan nuansa alami hutan konservasi dan taman bunga. Jalan santai, jogging, dan sightseeing, wisatawan dapat melakukan jalan santai maupun jogging mengelilingi sub ruang wisata. Adapun aktivitas sightseeing dari pulau di tengah waduk dimungkinkan dengan akses perahu/sampan menuju fasilitas jalur pedestrian yang mengelilingi pulau waduk. Vegetasi penaung juga direncanakan untuk menunjang kenyamanan pengunjung ketika melakukan aktivitas tersebut. adapun fasilitas penunjang lainnya seperti menara pandang, shelter/gazebo, toilet, dan tempat duduk. Bersepeda, aktivitas ini direncanakan bagi pengunjung yang ingin berkeliling antar sub ruang wisata dengan menggunakan sepeda. Pengunjung tidak harus membawa sepeda sendiri karena pada ruang wisata disediakan beberapa titik penyewaan sepeda. Jalur sepeda ini menjadi satu dengan jalur pejalan kaki hanya diberi penanda/marka agar tidak menimbulkan konflik penggunaan jalur. Tur mobil wisata, aktivitas tur dengan mobil wisata memungkinkan pengunjung untuk berpindah antar sub ruang wisata dengan waktu yang lebih efisien. Mobil wisata direncanakan akan memiliki jadwal keberangkatan dan kedatangan pada masing-masing terminal setiap interval 10 menit. Jumlah unit mobil wisata yang direncanakan untuk mengakomodasi seluruh kawasan sebanyak 25 unit. 2. Wisata Rekreasi Air Bersampan/berperahu, aktivitas ini mengakomodasi pengunjung untuk berkeliling pada area badan air waduk. Aktivitas ini juga sebagai akses untuk menuju pulau di tengah waduk yang juga merupakan salah satu potensi 83 wisata. aktivitas ini ditunjang dengan adanya fasilitas dermaga air dan dek anjungan. Kuliner Restoran Apung, potensi luasan badan air waduk juga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata kuliner dengan sensasi unik yaitu restoran terapung. Restoran ini menyajikan kuliner-kuliner khas lokal dan berbagai jenis hasil usaha budaya perikanan yang dikembangakan di area waduk TWC. Akses ke restoran ini dapat diakomodir oleh perahu/sampan. Memancing, sebagian hasil budidaya dari sistem tambak keramba nantinya direncanakan akan disebar di perairan waduk untuk menambah fungsi ekologisnya. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata bagi pengunjung untuk melakukan aktivitas memancing. Hasil ikan yang tertangkap harus dikembalikan atau diberi batasan jumlah tangkapan per orang per hari untuk mempertahankan fungsi ekologis. Kegiatan ini ditunjang oleh pemandu dan fasilitas penyewaan peralatan memancing. Rencana Sirkulasi Sirkulasi yang direncanakan pada kawasan TWC akan terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu jalur wisata darat dan jalur wisata air. Sirkulasi jalur wisata direncanakan dengan pola linear dan tertutup (loop). Jalur wisata darat akan terbagi menjadi jalur darat primer dan jalur darat sekunder. Adapun rencana sirkulasi pada tapak dapat dilihat pada Gambar 41. Jalur darat primer merupakan akses sirkulasi yang menghubungkan antar ruang dalam kawasan perencanaan dimana jalur tersebut meliputi jalur pedestrian, jalur mobil wisata,dan jalur kendaraan bermotor. Jalur ini menggunakan pola tertutup (loop) dengan beberepa titik pemberhentian dengan tujuan agar wisatawan dapat menikmati potensi dan atraksi wisata yang terdapat dalam kawasan perencanaan. Jalur pedestrian akan berupa paving dengan lebar antara 1,8-2 m dan untuk menunjang kenyamanan wisatawan akan disediakan tempat peristirahatan setiap interval jarak 200-300 m. Jarak tersebut merupakan asumsi jarak lelah manusia dalam berjalan kaki. Adapun tempat peristirahatan tersebut direncanakan berupa shelter/gazebo. Jalur mobil wisata direncanakan berupa jalan aspal dengan lebar 4-5 m dan terdapat beberapa stasiun/terminal pemberhentian untuk mengakomodasi wisatawan menggunakan fasilitas tersebut. Sedangkan untuk jalur kendaraan bermotor merupakan akses bagi kendaraan wisatawan yang terintegrasi area parkir dan stasiun/terminal mobil wisata yang tersedia pada kawasan perencanaan Jalur darat sekunder merupakan akses sirkulasi yang menghubungkan antara kawasan di luar tapak dengan kawasan perencanaan dengan pola linear. Jalur ini berfungsi sebagai akses masuk dan keluar kawasan dimana jalur tersebut memanfaatkan keberadaan jalan raya lokal eksisting yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan wisata. Jalur tersebut berupa jalan aspal yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor yang dimulai dari gerbang masuk sebelah barat hingga ke gerbang masuk di sebelah selatan sepanjang 10 km. Lebar jalan ini direncanakan 4-6 m agar dapat mengakomodasi aktivitas sirkulasi dua kendaraan. Lebar jalan masuk mobil berkisar antara 2,7-3,6 m untuk jalan masuk satu kendaraan dan untuk dua kendaraan minimal berkisar antara 4,6-5,5 m (Chiara dan Koppelman 1997, diacu 84 dalam Firmansyah 2012). Jalur darat sekunder ini nantinya juga dapat digunakan oleh masyarakat lokal untuk mendistribusikan hasil budidaya pertanian dan perikanan dari kawasan perencanaan ke sentra-sentra perekonomian terdekat di luar kawasan perencanaan. Jalur wisata air merupakan jalur yang direncanakan untuk mengakomodasi wisatawan untuk melakukan rekreasi pada badan air waduk. Jalur wisata ini memiliki pola tertutup (loop). Fasilitas yang disediakan berupa perahu motor/sampan untuk berkeliling dan beberapa dermaga air sebagai terminalnya. Selain itu, jalur wisata air ini juga dapat mengakomodasi wisatawan yang ingin menikmati wisata kuliner pada restoran apung dan melakukan pengamatan pada sentra budidaya perikanan yang terdapat pada badan air waduk. Adapun tabel rencana sirkulasi dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Rencana Sirkulasi Kawasan TWC Jenis No. 1 Sirkulasi Darat Primer Sekunder 2 Jalur Pengguna Panjang (m) Lebar (m) Material Lokasi Pedestrian Pejalan Kaki 10839,0 1,5 Paving Pedestrian Pejalan Kaki 348,8 2 Paving Pedestrian Pejalan Kaki 350,5 2 Paving Pedestrian Pejalan Kaki 1335,2 1,2 Paving Pedestrian Pejalan Kaki 1059,5 1,2 Paving Pedestrian Pejalan Kaki 2775,0 2 Paving Mobil Wisata Kendaraan Mobil Wisata 1025,4 4 Aspal SubRuang Penunjang SubRuang Pendukung SubRuang Pendukung SubRuang Penyangga SubRuang Penyangga SubRuang Wisata Utama SubRuang Penunjang Mobil Wisata Kendaraan Mobil Wisata 1113,3 4 Aspal SubRuang Wisata Utama Mobil Wisata Kendaraan Mobil Wisata 5118,8 4 Aspal SubRuang Penyangga Mobil Wisata Kendaraan Mobil Wisata 3036,7 4 Aspal SubRuang Penunjang Mobil Wisata Kendaraan Mobil Wisata 4767,7 4 Aspal SubRuang Pendukung Kendaraan Kendaraan Wisatawan 2664,7 6 Aspal SubRuang Pendukung Jalur Antar Ruang Kendaraan Wisatawan Kendaraan Masyarakat 10371,4 10 Aspal 11028,5 7 Aspal Antar Gerbang Antar Gerbang Perahu dan Sepeda air - - - Pintu Pintu Air Jalur Bersampan SubRuang Rekreasi Air Gambar 41 Peta Rencana Sirkulasi 85 86 Rencana Fasilitas Adapun perencanaan fasilitas pada tapak disesuaikan dengan aktivitas wisata pada masing-masing ruang. Fasilitas yang dikembangkan harus dapat mengakomodasi aktivitas wisata pada tapak dan memenuhi kebutuhan ruang yang diperlukan pengunjung. Rencana fasilitas dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Rencana Fasilitas pada Kawasan TWC No. Fasilitas Fasilitas Pelayanan 1 Pintu Gerbang Utama 2 Pintu Gerbang Sekunder 3 Loket dan Pos Keamanan 4 Parkir Primer 5 Parkir Sekunder 6 Halte Mobil Wisata 7 Mobil Wisata 8 Stasiun Kereta Wisata 9 Gedung Pengelola dan Pusat Informasi 10 Aula dan Ruang Multimedia 11 Kios Souvenir 12 Rumah Makan 13 Rumah Penginapan 14 Masjid 15 Toilet Fasilitas Wisata 1 Bangku 2 Shelter 3 Papan Informasi 4 Dermaga Perahu 5 Perahu Motor 6 Unit Tambak Keramba Jaring Apung 7 Dek Boardwalk 8 Rumah Makan Apung 9 Area Outbound 10 Area Berkemah 11 Area Piknik 12 Gedung Pusat Penelitian/Pengembangan 13 Lahan Pembibitan 14 Menara Pandang 15 Pusat Pertunjukan Seni Sejarah Budaya (PSSB) 16 Viewing Deck 17 Dek Pemancingan 18 Jembatan Dimensi Ukuran Jumlah p=3m ; l=10m ; t= 7m p=2m ; l=8m ; t=6m p=4m ; l=4m L= 5400 m² L= 3800 m² L= 80 m² p=5m ; l= 2,5m L= 200 m² p=20m ; l=15m ; t=5m p=15m ; l=10m ; t=5m p=8m ; l=5m p=15m ; l=15m p=10m ; l=15m L= 100 m² p=3m ; l=3m ; t= 2,5m 2 1 3 3 titik 4 titik 8 25 1 2 3 30 3 9 2 10 p=2m ; l=0,6m ; t=0,6m p=5m ; l=3m ; t= 2,5m p=1m ; l=0,6m ; t=1,6m p=8m ; l=3m p=4m ; l=2m L= 225 m² p=800m ; l=1,2m p=15m ; l=8m L= 32616 m² L= 23110 m² L= 16617 m² p= 25m ; l=10m ; t=6m L= 2500 m² p=6m ; l=6m ; t= 15m L= 625 m² p=30 ; l=5 p=150 ; l=10 p= 62m ; l=6m 55 40 50 7 25 24 1 12 1 1 1 2 1 6 1 3 1 1 Rencana Vegetasi Pengembangan vegetasi diutamakan pada jenis tanaman yang dapat mengkonservasi air dan tanah pada kawasan TWC. Hal ini dikarenakan keberadaan waduk sangat penting bagi keberlanjutan perekonomian masyarakat setempat dengan fungsinya sebagai sumber utama irigasi pertanian masyarakat. Selain itu, kondisi 87 lereng di sekitar kawasan waduk yang tergolong curam hingga sangat curam juga memerlukan upaya konservasi agar tidak terjadi longsor dan mengancamkan keberlanjutan fungsi waduk. adapun jenis vegetasi akan dibedakan berdasarkan fungsinya mengikuti konsep sebelumnya antara lain fungsi konservasi, fungsi estetika, fungsi pengarah, fungsi peneduh, dan fungsi budidaya. 1. Vegetasi Konservasi Vegetasi pada tapak dikembangkan terutama pada ruang konservasi dan ruang penyangga dengan total luasan area 4348,5 Ha. Fungsi utama dari kelompok vegetasi ini adalah untuk konservasi air dan tanah pada kawasan sehingga diperlukan pemilihan jenis tanaman dengan kriteria yang memiliki perakaran dalam dan serabut banyak. Tipe perakaran ini mampu mencengkram dan menjaga kestabilan tanah dengan baik. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pengendalian longsor adalah kerapatan tajuk. Semakin besar kerapatan tajuk maka kemampuan tajuk untuk melakukan intersepsi terhadap air hujan juga semakin besar (Suryatmojo, 2009). Adapun vegetasi yang akan ditanam sebagai tanaman konservasi pada tapak antara lain mahoni daun besar (Swietenia macrophylla), Pinus (Pinus mercusii), Albasia (Albicia falcate), Jati (Tectona grandis), Bungur (Lagerstomia speciosa), dan Sono Keliang (Dalbergia latifolia). 2. Vegetasi Estetika Vegetasi estetika berfungsi menonjolkan keindahan tanaman baik dari segi bentuk, corak dan warna bunga, daun, batang, tajuk dan sebagainya. Vegetasi estetika dikembangkan pada ruang penerimaan dan pelayanan. Selain menampilkan keindahan secara fisik, vegetasi estetika juga memiliki fungsi tertentu sesuai keberadaannya pada ruang tersebut. Misalnya pada ruang penerimaan dan pelayanan dibuat dengan nuansa semi formal sehingga berkesan menyambut dan menarik perhatian pengunjung untuk masuk. Adapun beberapa vegetasi estetis yang akan ditanam pada tapak antara lain ketapang kencana (Terminalia mantally), kamboja (Plumeria rubra), pulai (Alstonia angustiloba), Spatyphillum (Spatyphillum cannifolium), Spatifilum (Spatyphillum walsii), palem bismark (Bismarckia nobilis), lantana (Lantana camara), dan flamboyant (Delonix regia) 3. Vegetasi Pengarah Penggunaan vegetasi sebagai pengarah berfungsi untuk mengarahkan sirkulasi kendaraan, pejalan kaki, serta mengatur sirkluasi angin. Vegetasi pengarah diletakan sepanjang jalur pergerakan pengunjung yang berfungsi untuk mengarahkan pergerakan dan dapat berfungsi lain sebagai peneduh. Karakteristik pohon yang digunakan di tepi jalan antara lain tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah, tahan terhadap hembusan angin yang kuat, percabangan tidak menjuntai kebawah. (Priyanto, 2009) Adapun contoh vegetasi yang dapat digunakan sebagai vegetasi pengarah pada tapak antara lain akasia (Acacia mangium), Ketapang (Terminalia molineti), Casia (Cassia javanica), Sengon (Paraserianthes falcataria), dan bunga kupu-kupu (Bauhinia sp.) 4. Vegetasi Peneduh 88 Vegetasi ini direncanakan pada ruang-ruang terbuka pada area wisata seperti misalnya area bermain, area outbound, dan area camping ground. Pemilihan vegetasi direncanakan menunjang karakter visual tapak dan fungsi ekologis kawasan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan vegetasi lokal dan bersifat minim perawatan (low maintenance) untuk mempermudah perawatan (Harris and Dines, 1998 diacu dalam Colorado, 2011). Contoh vegetasi yang dapat digunakan dalam pengembangan pada tapak antara lain sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni daun besar (Swietenia macrophylla), ki hujan (Samanea saman), dan jacaranda (Jacaranda filicifolia). 5. Vegetasi Budidaya Perencanaan area untuk vegetasi budidaya bertujuan untuk memfasilitasi kebutuhan mata pencaharian masyarakat yang sekaligus dapat menjadi objek edukasi wisata budidaya bagi pengunjung. Jenis vegetasi yang direncanakan berupa tanaman kehutanan, perkebunan dan tanaman petanian pangan. Pemilihan jenis vegetasi mengikuti keinginan dan budaya pertanian masyarakat setempat. Beberapa contoh vegetasi yang dapat digunakan antara lain durian (Durio zibentius), mangga, (Mangifera indica), padi (Oryza sativa), tebu (Sacharum offinacinarum), jagung (Zea mays), jati (Tectona grandis), dan sengon (Paraserianthes falcataria). Vegetasi Penaung Vegetasi Estetis Vegetasi Pengarah Gambar 42 Ilustrasi Rencana Jenis Vegetasi Sumber: http://www.google.com Untuk dapat lebih memahami rencana lanskap tersebut disajikan gambar perencanaan lanskap (landscape plan) seperti pada Gambar 43. Gambar 43 Peta Rencana Lanskap 89 90 Rencana Daya Dukung Perencanaan dan pendugaan daya dukung pada suatu kawasan wisata merupakan suatu aspek penting yang perlu diperhatikan. Daya dukung berfungsi untuk melihat batas ambang kenyamanan pengunjung dalam melakukan aktivitas wisata sekaligus meminimalisir dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh adanya aktivitas wisata tersebut. Daya dukung tiap ruang wisata dihitung berdasarkan hasil pembagian jumlah dan luasan fasilitas pada tiap ruang dengan standar kebutuhan ruang per orang. Adapun nilai daya dukung total keseleruhan kawasan wisata akan diperoleh dari nilai daya dukung tiap ruang yang terendah. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi penumpukan jumlah pengunjung pada area dengan nilai daya dukung terendah. Nilai daya dukung tiap ruang dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Nilai Daya Dukung Tiap Ruang Ruang Pendukung Wisata (penerimaan dan pelayanan) Fasilitas Aula dan ruang multimedia Pusat informasi Rumah makan Rumah penginapan Kios Suvenir Masjid Halte shuttle Stasiun kereta wisata Wisata Penyangga + Penunjang (edukasi konservasi) Wisata Utama (rekreasi darat,air, dan edukasi budidaya) Jalur interpretasi Menara pandang Shelter Papan informasi Halte shuttle Jalur pedestrian Menara pandang Viewing deck Dek pemancingan Dermaga perahu Perahu Motor ∑ Satuan Luas (m2) Luas Total (m2) Standar Kebutuhan ruang (m2 /orang) Daya Dukung (orang) Koefisien Rotasi Daya Dukung Total (orang/hari) 3 150 450 4 113 2 226 2 300 600 4 150 32 4800 3 9 300 150 900 1350 2 4 org/rumah 450 338 8 1 3600 338 3 0 2 2 1 40 1200 2 600 5 3000 100 80 200 200 160 200 1 1 1 200 160 200 3 6 2 600 96 400 1 3266m 3266m Total 10m 2211 327 5 36 180 4 45 5 225 10 15 15 2 150 30 2 1 75 30 24 48 1800 1440 3 80 240 1440 9424m 9424m 240 717 943 6 1 1 Total 10m 1 36 36 4 9 32 288 3 1 60 1500 180 1500 8 10 23 150 10 3 230 450 7 24 168 2 84 16 1344 25 8 200 1 200 16 3200 91 Tabel 22 Nilai Daya Dukung Tiap Ruang Ruang Fasilitas RM. Apung Halte shuttle Area outbound Area piknik Area kemah Pusat SSB Dek Boardwalk Lahan pembibitan Gd. pengembangan /penelitian Tambak KJA ∑ Satuan Luas (m2) Luas Total (m2) Standar Kebutuhan ruang (m2 /orang) Daya Dukung (orang) Koefisien Rotasi Daya Dukung Total (orang/hari) 12 3 1 1 1 1 1 120 80 32616 16617 23110 625 800m 1440 240 32616 16617 23110 625 800m 2 1 30 20 90 2,5 10m 720 240 1087 830 257 250 80 6 6 4 3 1 4 4320 1440 4348 2490 257 1000 1 2500 2500 8 313 5 1565 1 225 225 4 56 12 672 24 250 6000 65 Total 92 5334 2 184 Sumber: Pratiwi (2010), Nugraha (2011) dengan penyesuaian Adapun nilai daya dukung keseluruhan kawasan perencanaan mengacu pada nilai daya dukung ruang yang terendah yaitu ruang penyangga dan ruang wisata penunjang yakni sebanyak 717 orang tiap kali kunjungan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk menekan kerusakan lingkungan secara ekologis yang ditimbulkan dari adanya kegiatan wisata. 92 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Lanskap Tirta Waduk Cacaban (TWC) sangat sesuai untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata alam dengan memanfaatkan potensi alam dan pertaniannya serta kearifan budaya masyarakat lokal. Konsep dasar dari perencanaan ini diarahkan pada pengembangan kegiatan ekowisata dengan pertimbangan kearifan lokal yang memilik empat fungsi utama yaitu fungsi konservasi, fungsi wisata, fungsi edukasi, dan fungsi ekonomi. Pengembangan fungsi tersebut dilakukan dengan membagi ruang menjadi ruang konservasi (1392,5 Ha), ruang pemanfaatan non-intensif (3366,7 Ha), dan ruang pemanfaatan intensif (413,8 Ha). Adapun ruang pemanfaatan terbagi ke dalam sub ruang wisata utama, wisata penunjang, area penyangga, dan area pendukung wisata. Aktivitas yang dikembangkan pada kawasan TWC dibedakan menjadi aktifitas wisata edukatif dan aktifitas wisata rekreatif. Wisata edukatif terbagi menjadi wisata edukasi konservasi (konservasi air waduk dan interpretasi flora-fauna) dan wisata edukasi budidaya (budiaya pertanian dan budidaya perikanan), sedangkan wisata rekreatif terbagi menjadi wisata rekreasi darat ( berkemah, outbound, piknik, jalan santai, jogging, bersepeda, tur mobil wisata) dan wisata rekreasi air (bersampan, memancing, dan kuliner apung). Saran Perencanaan lanskap Tirta Waduk Cacaban sebagai kawasan ekowisata dengan pertimbangan kearifan lokal perlu adanya kerjasama yang baik antara pihak pengelola, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal setempat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi dan sosialisasi yang efektif diantara ketiga pihak tersebut terkait arah pengembangan kawasan TWC di masa yang akan datang. Adapun beberapa contoh usaha yang dapat dilakukan misalnya dengan mengadakan FGD (focus group discussion) dengan tokoh masyarakat, memberikan kesempatan kepada masyarakat dalam pengelolaan fasilitas wisata, dan memberikan reward kepada masyarakat yang paling berkontribusi terhadap usaha pelestarian lingkungan khususnya Tirta Waduk Cacaban. 93 DAFTAR PUSTAKA Bappeda. 2006. Direktori Kabupaten Tegal. Tegal: Media Post Advertising Booth, NK. 1988. Basic Elements of Landscape Architectural Design. Waveland Press, Inc. Ohio. Chiara JD, Koppelman LE. 1994. Standar Perencanaan Tapak. Terjemahan. Oleh Ir. Januar Hakim. Site Planning Standards. Erlangga. Jakarta Colorado, 2011. Perencanaan Taman Tepian Sungai Martapura Kota Banjarmasin. Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor Drumm A dan Moore A. 2005. Ecotourism Development- A Maual for Conservation Planners and Managers. The Nature Conservancy. Arlington Firmansyah, H. 2012. Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Batubara Untuk Ekowisata Di Pt Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, Kalimantan Selatan. Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Minh BC, Hor KO, 2006. 1001 Garden Plants in Singapore. Singapore: National Park Board. Gold. SM. 1980. Recreation Planning and Design. Mc Graw Hill Book. New York. Gunn, CA. 1994. Tourism Planning Basics, Concept, and Cases. Washington DC: Taylor & Francis. Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Kurnianto, IR. 2008. Pengembangan Ekowisata (Ecotourism) di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal. Tesis. Semarang: Program Magister, Universitas Diponegoro. Lindberg K, Furze B, Staff M, Black R. 1997. Ecotourism and other Services Derived From Forests In The Asia-Pacific Region: Outlook to 2010. Forest Service United States Department of Agriculture. Nugraha, JA. 2011. Perencanaan Lanskap Pantai Tanjung Baru Sebagai Kawasan Wisata Berbasis Ekologis. Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor Nurisjah S, Pramukanto Q. 2009. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan). Bogor. Pratiwi, P.I. 2010. Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata dan Penyusunan Alternatif Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Priyanto, 2009. Perencanaan Lanskap Rowo Jombor Klaten sebagai Kawasan Rekreasi. Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. Mc Graw Hill Book Co. New York Smith, S.L.J. 1989. Tourism Analysis: A Handbook. Second Edition. Washington DC: Routledge. 94 Sumargo, A. 2006. Kesesuaian Pemanfaatan Waduk Cacaban dalam Pengembangan Kawasan Wisata Alam di Kabupaten Tegal. Tesis. Semarang: Program Magister, Universitas Diponegoro. Suwantoro, G. 2002. Dasar-dasar Pariwisata. Andi. Yogyakarta Republik Indonesia. 1980. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan lindung. Sekretariat Negara. Jakarta. [BPS Kabupaten Tegal]. 2008. Kabupaten Tegal Dalam Angka. Kabupaten Tegal: Badan Pusat Statistik [BPS Kabupaten Tegal]. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010. Data Agregat Per Kecamatan.Tegal [internet]. [diacu 2011 Juni 22]. Tersedia dari: http://tegalkab.bps.go.id [Disparbud Kabupaten Tegal]. 2011. Data Obyek Wisata Andalan Kabupaten Tegal. Tegal: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. [Suryatmojo, H]. 2009. Strategi Pemilihan Vegetasi Untuk Pencegahan Bahaya Longsor Lahan. [internet]. [diacu 2012 April 20]. Tersedia dari: http://mayong.staff.ugm.ac.id [TIES]. 1990. Uniting Conservation, Communities, and Sustainable Travel. [internet]. [diacu 2013 Juli 15]. Tersedia dari: http://www.ecotourism.org 95 LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Judul Skripsi Penelitian: Perencanaan Tirta Waduk Cacaban sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Tegal Oleh: Aldi Ardana / A44070066 KUISIONER BAGI PENGUNJUNG OBYEK WISATA TIRTA WADUK CACABAN 1. Identitas Responden 1.1. Jenis Kelamin 1.2. Umur : 1.3. Pendidikan Terakhir : 1.4. Pekerjaan : : Laki-laki <14 tahun 15- 24 tahun SD SLTP Siswa Mahasiswa PNS TNI Perempuan 25-55 tahun >55 tahun SLTA S2 S1 S3 Pegawai Swasta Wirausahawan Ibu Rumah Tangga lainnya:…………………. 1.5. Daerah Asal:…………………………………………………………………………… …………………… 2. Persepsi Kondisi Lanskap dan Obyek Wisata Lanskap merupakan bentang alam yang memiliki karakterisitik tertentu dengan elemen penyusun lanskap alami seperti gunung, sungai, laut, dan bentukan alam lainnya serta elemen penyusun lanskap buatan seperti danau, waduk, taman, formasi batuan atau bangunan. 2.1. Apakah anda sudah mempunyai pemahaman tentang lanskap? ya tidak 2.2. Menurut anda apakah penataan lanskap diperlukan pada kawasan wisata? ya tidak 2.3. Menurut anda bagaimana kondisi kawasan wisata Tirta Waduk Cacaban saat ini? 2.3.1. Keamanan tidak baik kurang baik cukup baik baik sangat baik 2.3.2. Kebersihan tidak baik kurang baik cukup baik baik sangat baik 2.3.3. Fasilitas tidak baik kurang baik cukup baik baik sangat baik 96 2.3.4. Pelayanan tidak baik kurang baik cukup baik baik sangat baik 2.4. Bagaimana tingkat kepuasan berwisata di Tirta Waduk Cacaban? Tidak puas Cukup puas Kurang puas Puas Sangat puas 2.5. Bagaimana tingkat kenyamanan linkungan berwisata di Tirta Waduk Cacaban? Tidak nyaman Kurang nyaman Sangat nyaman Cukup nyaman Nyaman Alasan:………………………………………………………………………… ……………………………….. 2.6. Bagaimana tingkat kenyamanan sosial berwisata di Tirta Waduk Cacaban? Tidak nyaman Kurang nyaman Sangat nyaman Cukup nyaman Nyaman Alasan:………………………………………………………………………… ……………………………….. 2.7. Bagaimana pendapat anda tentang keindahan di Tirta Waduk Cacaban Tidak indah Kurang indah Sangat indah Cukup indah indah Alasan:………………………………………………………………………… ……………………………….. 3. Pola Kunjungan Wisatawan 3.1. Dengan siapa datang ke lokasi: Sendiri Kelompok kecil (3-10 orang) Berdua Rombongan (>10 orang) 3.2. Transportasi apa yang digunakan menuju lokasi? Kendaraan Pribadi Kendaraan Umum Sewa kendaraan 3.3. Bagaimana frekuensi kunjungan ke lokasi? baru kali ini 1x setahun 2-6x setahun 1x setiap bulan Jika baru kali ini berkunjung, apakah Anda ingin mengunjungi lokasi ini tidak dan/atau sekitarnya di waktu mendatang? ya 3.4. Apakah selain mengunjungi lokasi ini Anda juga mengunjungi lokasi-lokasi lain yang ada di sekitarnya? ya tidak Jika ya, ke lokasi mana saja? ............................................................................. 3.5. Pada waktu apa Anda berkunjung ke lokasi ini dan/atau sekitarnya? Hari kerja Akhir pekan Hari Libur Berapa lama menghabiskan waktu di lokasi dan sekitarnya? >2 jam 2-5 jam 1 hari > 1 hari Jika lebih dari 1 hari, dimana Anda menginap? Rumah saudara Rumah Penduduk Penginapan setempat Penginapan di Kota Tegal 4. Potensi Wisata (Obyek/Atraksi, Sarana, Informasi) 4.1. Apa yang menarik bagi Anda untuk berkunjung ke lokasi dan/atau kawasan sekitarnya? (jawaban boleh lebih dari 1) 97 Keunikan (bentukan alam: air terjun, air panas, sungai, danau/bendungan, dsb ) Kuliner/Makanan lokal Suasana kawasan pertanian Suasana perdesaan tradisional (arsitektur tradisional, budaya lokal) Suasana alami pegunungan Lainnya:………………………………………………………….…….. 4.2. Kegiatan apa yang Anda lakukan di lokasi dan/atau sekitarnya? Menikmati pemandangan Berenang/Berendam Jalan-jalan Duduk-duduk Piknik lainnya:..................................... Makan-makan/Wisata Kuliner 4.3. Apa yang menurut Anda perlu diperbaiki/disediakan terkait dengan lokasi ini? (boleh lebih dari 1 jawaban) Kemudahan akses jalan Tempat sampah Kemudahan alternatif transportasi Tempat duduk/shelter Penginapan setempat Rumah makan Pusat Informasi bagi Pengunjung (Tourist Information Center) Toilet Kios Souvenir Tempat ibadah Kios makanan & minuman Parkir Lainnya:.................................... 4.4. Jenis atraksi apa yang paling Anda sukai/inginkan pada wisata waduk? Bersampan (keliling waduk) Ritual tradisional Memancing Kuliner Edukasi (training, workshop, demo, eksplorasi/touring, dsb) Outbound (berkemah, area bermain anak, flying fox,dll) Lainnya: …………………………………………………………………………… 4.5. Apakah Anda memiliki informasi tentang wisata di lokasi ini dan sekitarnya? Ya Tidak Jika ya, darimanakah Anda mendapatkannya? Cerita teman/kerabat/orang lain Leaflet/Pamflet Koran/Majalah Internet TV/Radio Lainnya: …………….……………………………………………………….. 98 Lampiran 2 Peta Orientasi Kawasan Penelitian Terhadap Jalur Pantura 99 Lampiran 3. Peta Rencana Arahan Pariwisata Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Tegal 100 Lampiran 4. Ilustrasi Fasilitas Wisata (a) Gerbang Kawasan (b) Loket Tiket Masuk 101 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 22 April 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan oleh pasangan Bapak Baskoro dan Ibu Hardiana. Penulis memulai jenjang pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Mater Dei Pamulang pada tahun 1995. Kemudian pada tahun 2001, penulis melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama Mater Dei Pamulang. Tiga tahun kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan menengah atas di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Tangerang Selatan. Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMA pada tahun 2007, penulis berhasil memasuki Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian dengan menyelesaikan program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) terlebih dahulu selama satu tahun. Di departemen ini penulis aktif mengikuti kegiatan keorganisasian Himpunan Profesi (HIMPRO) Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP). Dalam kepungurusan HIMASKAP, penulis tercatat pernah menjadi anggota Divisi Kewirausahaan (Fundrising) pada tahun 2010. Selain itu penulis juga pernah mengikuti beberapa kegiatan kepanitian pada Departemen Arsitektur Lanskap antara lain menjadi Komisi Disiplin (Komdis) pada kegiatan Masa Perkenalan Departemen (MPD) tahun 2009, Staf Divisi Dana Usaha(Danus) dan pengisi acara pada Workshop Nasional Arsitektur Lanskap tahun 2010.